Anda di halaman 1dari 50

LAPORAN PRAKTIKUM

PERUBAHAN IKLIM EKOSISTEM LAUT

Disusun Oleh :

KELOMPOK 4

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN

JURUSAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN KELAUTAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

2015
LAPORAN PRAKTIKUM

PERUBAHAN IKLIM EKOSISTEM LAUT

Oleh :

Fika Ayu Romawati 125080601111038


Dhea Ayu Batamia 125080601111053
Irham Tovani 125080601111054
Catur Sugiarto 125080601111058
M. Abdul Ghofur 125080601111060
Adam Dwi S. 125080601111065
Reza Fahlevy R. 125080607111001
Rizqiyan Al Firdaus 125080607111005
Reyhan Mahendra 125080607111010

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN


JURUSAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2015
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb.

Alhamdulillahirobbil aalamiin kami ucapkan kehadirat Allah


SWT. karena atas rahmad-Nya Laporan Ketik Praktikum Mata Kuliah
Perubahan Iklim dan Ekosistem Laut dapat diselesaikan. Walaupun
dalam pengerjaannya terdapat beberapa kendala teknis dan non
teknis, namun dapat kami atasi.
Laporan ini disusun secara sistematis berisi materi materi
yang kita teliti dan amati pada saat melakukan praktikum lapang dan
laboratorium. Selain itu, laporan ini juga disusun sebagai bahan
referensi khususnya bagi mahasiswa maupun masyarakat umum
mengenai perubahan iklim yang erat kaitannya dengan parameter
plankton di perairan.
Kami ucapkan terima kasih semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan laporan ini sehingga dapat terselesaikan. Apabila
terdapat kata-kata yang kurang berkenan, baik dari segi isi
maupun penulisan kami memohon maaf. Kritik dan saran dari
pembaca sangat kami butuhkan demi perbaikan laporan ini. Semoga
laporan ini bermanfaat bagi pembaca.

Wassalamualaikum Wr.Wb.

Malang, 20 Juni 2015

Kelompok 4

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................ i

DAFTAR ISI ........................................................................................ ii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................ iv

DAFTAR TABEL ................................................................................. v

DAFTAR GRAFIK .............................................................................. vi

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................ vii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................1

1.1. Latar Belakang..........................................................................1

1.2. Maksud dan Tujuan ..................................................................2

1.3. Waktu dan Tempat ...................................................................3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................4

2.1. Definisi Plankton .......................................................................4

2.2 Klasifikasi Plankton....................................................................5

2.3. Dinamika Plankton....................................................................6

2.4. Peranan Plankton .....................................................................7

2.5. Kaitan dengan Perubahan Iklim dan Ekosistem Laut ................8

2.6. Invasive Spesies (Ikan dan Ubur-ubur) .....................................9

BAB III METODOLOGI...................................................................... 11

3.1. Sampling Plankton.................................................................. 11

3.1.1. Alat dan Bahan ................................................................ 11

3.1.2. Skema Kerja .................................................................... 12

3.2. Analisis Kualitas Air ................................................................ 12

3.2.1. Alat dan Bahan ................................................................ 12

3.2.2. Skema Kerja .................................................................... 13

ii
3.3. Pengamatan dan Identifikasi Plankton di Laboratorium (Metode
Cacah dengan Sedgwick Rafter) ................................................... 15

3.3.1. Alat dan Bahan ................................................................ 15

3.3.2. Skema Kerja .................................................................... 16

3.4. Analisis Data Plankton (Kelimpahan dan Keanekaragaman) .. 16

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................. 19

4.1. Kondisi Lapang ....................................................................... 19

4.1.1. Titik Pengamatan 1 .......................................................... 20

4.1.2. Titik Pengamatan 2 .......................................................... 20

4.2. Analisis Kualitas Air ................................................................ 21

4.2.1. Kualitas Air Titik Pengamatan 1 ....................................... 21

4.2.2. Kualitas Air Titik Pengamatan 2 ....................................... 22

4.3. Pengamatan dan Identifikasi Plankton di Laboratorium (Metode


Cacah dengan Sedgwick Rafter) ................................................... 23

4.3.1. Fitoplankton ..................................................................... 23

4.3.2. Zooplankton ..................................................................... 26

4.4. Analisis Data Plankton (Kelimpahan dan Keanekaragaman) .. 28

4.4.1. Fitoplankton ..................................................................... 29

4.4.2. Zooplankton ..................................................................... 32

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .................................................. 34

5.1. Kesimpulan............................................................................. 34

5.2. Saran...................................................................................... 35

LAMPIRAN ....................................................................................... 36

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 38

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Peta Lokasi Pengambilan Sampel Plankton .................... 19


Gambar 2. Kondisi Lapang Titik Pengamatan1 ................................. 20
Gambar 3. Kondisi Lapang Titik Pengamatan 2 ................................ 21

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Tahapan Kegiatan, Waktu dan Tempat Praktikum ................3


Tabel 2. Kualitas Air Titik Pengamatan 1 .......................................... 22
Tabel 3. Kualitas Air Titik Pengamatan 2 .......................................... 22
Tabel 4. Spesies Fitoplankton yang Ditemukan ................................ 23
Tabel 5. Spesies Zooplankton yang Ditemukan ................................ 26
Tabel 6. Analisis Data Fitoplankton ................................................... 29
Tabel 7. Analisis Data Zooplankton ................................................... 32

v
DAFTAR GRAFIK

Grafik 1. Prosedur Kerja Pengamatan Plankton ................................ 18


Grafik 2. Persentase Kelimpahan (N) Fitoplankton............................ 29
Grafik 3. Persentase Kelimpahan (N) Zooplankton ........................... 32

vi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Dokumentasi Praktikum di Lapang ................................ 36


Lampiran 2. Dokumentasi Praktikum di Laboratorium ....................... 37

vii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Plankton adalah makhluk mikroskopis yang hidup dalam
perairan baik di laut maupun tawar, plankton tersuspensi dalam air
bergerak melawan atau mengikuti arus dalam suatu perairan.
Plankton pada umumnya dapat dibagi dalam 2 golongan yaitu
golongan tumbuhan fitoplankton (plankton nabati) yang pada
umumnya memiliki klorofil dan dari golongan hewan zooplankton
(plankton hewani). Peranan plankton sangatlah besar dalam suatu
perairan khususnya di perairan laut, terdapat berbagai jenis plankton
di laut yang sangat berpengaruh sebagai penyedia energi dalam
suatu perairan tersebut. Energi yang dihasilkan pada dasarnya
berasal dari hasil fotosintesis dari gas CO terlarut dengan HO dan
zat nutrient yang mendapat sinar matahari sehingga menghasilkan
bahan organik yang siap pakai.
Secara teori, apabila populasi fitoplankton di laut makin
meningkat maka penyerapan gas karbondioksida dari atmosfer juga
meningkat sehingga laut bisa menjadi karbon sink. Penambahan zat
besi ke dalam perairan di Laut Selatan menunjukkan perkembangan
fitoplankton yang nyata dan tingkat penyerapan gas karbondioksida
juga meningkat signifikan dari atmosfer (Watson et al, 2000 dalam
Dharma, 2009).
Penyerapan karbon dapat meningkat jika laju pertumbuhan
fitoplankton tinggi, penyerapan karbon di permukaan laut diawali dari
proses fotosintesis yang melibatkan fitoplankton dimana karbon
tersebut yang berada di atmosfer dan merupakan unsur yang
dibutuhkan sehingga terserap oleh proses tersebut lalu setelah
bereaksi dengan beberapa elemen hasil metabolisme fitoplankton
karbon akan mengendap ke dasar laut yang merupakan bagian dari
proses biogeokimia. Oleh karena itu, plankton disini erat kaitannya

1
dengan perubahan iklim dilihat dari fungsinya sebagai penyerap
karbon.
Perubahan iklim di dunia juga mengakibatkan adanya migrasi
dari spesies invasive. Spesies invasive adalah organism yang berada
di suatu tempat khususnya perairan dan merupakan spesies asing.
Biasanya spesies ini dapat mengancam spesies asli dan dan dapat
menurunkan populasi mereka. Sebagai contoh dari adanya
perubahan iklim yang diimbangi dengan peningkatan suhu perairan
dapat menyebabkan spesies yang mulanya hidup di lingkungan
dengan suhu yang tinggi akan bermigrasi ke lingkungan dengan suhu
yang lebih rendah untuk mencari habitat yang kondisi lingkungannya
sama dengan kondisi lingkungan awal spesies tersebut hidup.

1.2. Maksud dan Tujuan


Maksud diadakannya praktikum Perubahan Iklim dan
Ekosistem Laut adalah untuk mengetahui indikasi gejala perubahan
iklim terhadap biota laut (plankton dan non plankton) serta adanya
fenomena invasive spesies akibat peningkatan suhu atau dampak
perubahan iklim yang terjadi.
Tujuan dari praktikum ini adalah agar dapat mengetahui
komponen ekologi (biotik dan abiotik) yang mempengaruhi kehidupan
plankton serta mengetahui hubungan antara plankton dengan gejala
perubahan iklim. Pengamatan komponen ekologi perairan dibagi
menjadi 2, yaitu pengamatan komponen biotik dan abiotik.

2
1.3. Waktu dan Tempat
Praktikum Perubahan Iklim dan Ekosistem Laut dilaksanakan
dalam beberapa tahap yang dijelaskan dalam tabel berikut.
Tabel 1. Tahapan Kegiatan, Waktu dan Tempat Praktikum
No. Kegiatan Hari/Tanggal Waktu Tempat
1 Sampling Minggu, 31 11.00 Sendang Biru
Mei 2015 14.00
WIB
2 Pengamatan dan Kamis, 04 Juni 09.00 Laboratorium
Identifikasi 2015 12.00 Hidrobiologi,
WIB Gedung C
Lantai 1,
Fakultas
Perikanan dan
Ilmu Kelautan,
Universitas
Brawijaya
3 Presentasi Hasil Sabtu, 20 Juni 10.00 Ruang
Penelitian 2015 10.30 PascaSarjana,
WIB Gedung A
lantai 2,
Fakultas
Perikanan dan
Ilmu Kelautan,
Universitas
Brawijaya

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Plankton


Plankton adalah kumpulan organisme baik hewan maupun
tumbuhan air yang berukuran mikroskopis dan hidupnya melayang di
atas permukaan air dengan mengikuti arus. Plankton terdiri atas
fitoplankton yang merupakan produsen utama dari bahan-bahan
organik dan zooplankton yang tidak dapat memproduksi bahan-bahan
organik sehingga harus mendapat tambahan bahan-bahan organik
dalam makanannya (Yuliana, 2012).
Plankton adalah sumber makanan alami dari larva organisme
di perairan. Plankton disebut sebagai produsen primer di perairan,
sedangkan organisme seperti zooplankton, larva, ikan, udang,
kepiting berperan sebagai konsumen di perairan. Plankton sebagai
produsen primer di perairan disebabkan karena plankton dapat
melakukan suatu proses fotosintesis yang dapat menghasilkan bahan
organik yang kaya akan energi maupun kebutuhan oksigen bagi
organisme tingkat tinggi (Sari, 2013).
Organisme pada tingkat pertama berfungsi produsen/penyedia
energi yang disebut sebagai plankton. Komunitas plankton
(fitoplankton dan zooplankton) merupakan basis dari terbentuknya
suatu rantai makanan, oleh sebab itu plankton memegang peranan
penting dalam ekosistem air. Fitoplankton dapat dikatakan sebagai
pembuka kehidupan di planet bumi ini, karena dengan adanya
fitoplankton memungkinkan mahluk hidup yang lebih tinggi
tingkatannya di muka bumi. Dengan sifatnya yang autotrof,
fitoplankton mampu mengubah hara anorganik menjadi bahan organik
dan penghasil oksigen yang sangat mutlak diperlukan bagi kehidupan
mahluk yang lebih tinggi tingkatannya (Isnansetyo dan Kurniastuty,
1995).

4
2.2 Klasifikasi Plankton
Plankton dapat dikelompokkan menjadi beberapa kelompok
berdasarkan cara makan, keberadaan/dominasi/sebaran, asal-usul,
ukuran, bentuk dan koloni sel, serta alat penangkap. Pengelompokkan
plankton yang paling umum didasarkan pada cara makannya.
Berdasarkan cara makannya plankton dapat dikelompokkan ke dalam
bakterioplankton (saproplankton), fitoplankton, dan zooplankton.
bakterioplankton (saproplankton) merupakan kelompok plankter yang
terdiri atas organisme yang tidak berklorofil, meliputi bakteri dan fungi.
Fitoplankton merupakan tumbuhan planktonik berklorofil, bahan
makanan cadangan berupa pati atau lemak, dinding sel tersusun dari
selulosa, serta bentuk flagel beragam. Zooplankton merupakan
plankter yang mempunyai cara makan holozoik. Kelompok
zooplankton hampir seluruhnya didominasi oleh Copepoda dengan
nilai sebesar 50 -80 %(Wardhana 2003).
Menurut Michael (1994) dalam Apuadi (2003), dalam
klasifikasi biologi, plankton dikelompokkan ke dalam 2 kelompok
besar, yaitu.
1. Fitoplankton, merupakan tumbuhan yang sering disebut plankton
nabati. Sel tubuhnya mengandung klorofil sehingga merupakan
organism autotrof yang mampu berfotosintesis secara langsung
dan merupakan penyumbang makanan alami di kehidupan
perairan. Fitoplankton ditemukan hanya pada kedalaman tertentu
yang memiliki psinar yang cukup untuk fotosintesis.
2. Zooplankton, ditemukan pada semua kedalaman atau lapisan air,
karena mereka memilikikekuatan untuk bergerak, yang meskipun
lemah tetapi dapat membantunya untuk naikatau turun.
Menurut Levinton (1982) dalam Sediadi (1986), plankton dapat
dibedakan dalam tiga jenis yaitu a. plankton bakteri, b. Plankton
hewani (zooplankton), dan c. Plankton tumbuhan (phytoplankton).
Untuk memudahkan penggolongan jenis organisme planktonis
tersebut dibagi dalam beberapa kategori berdasarkan :

5
1. Lamanya siklus hidup, digolongkan dalam dua jenis yaitu plankton
sementara dan plankton tetap.
2. Ukuran, dapat digolongkan menjadi empat ukuran yaitu plankton
mega, plankton makro, plankton mikro, dan plankton ultra.
3. Habitat, dapat digolongkan menjadi 2 yaitu plankton pantai dan
plankton laut.

2.3. Dinamika Plankton


Intensitas cahaya matahari secara temporal jatuh di
permukaan laut akan terdistribusi mengikuti kedalaman dan
menyebabkan variabilitas intensitas cahaya matahari di kolom
perairan. Perbedaan ini menyebabkan kelimpahan plankton, produsen
utama zat organik dalam rantai makanan, juga bervariasi di setiap
kedalaman. Suplai unsur dan senyawa essensial ke dalam suatu
sistem perairan, khususnya N (nitrogen) dan P (fosfat) dilihat sebagai
faktor pembatas yang mempengaruhi penyebaran dan pertumbuhan
populasi dan penyebaran plankton. Dinamika populasi plankton
sangat ditentukan oleh nutrien yang berperan sebagai faktor
pembatas (Muhiddin, 2011).
Plankton sangat dipengaruhi oleh suksesi musiman plankton.
Suksesi musiman menunjukkan pola dan mekanisme yang mendasari
dinamika musiman plankton. Faktor utama yang mempengaruhi
suksesi plankton yaitu salinitas, kekeruhan, curah hujan, cahaya dan
suhu perairan. Plankton yang ditemukan pada musim penghujan lebih
sedikit dari pada musim kemarau. Hal ini disebabkan musim
penghujan memliki penetrasi cahaya, salinitas dan suhu yang rendah,
serta kekeruhan yang tinggi dibanding musim kemarau (Purwanti et
al., 2012).
Fitoplankton dan zooplankton menjadi sumber makanan
utama larva berbagai jenis ikan, udang dan hewan lainnya. Komposisi
jenis dan kelimpahan fitoplankton sangat dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan dan aktivitas pemangsaan oleh zooplankton dan
organisme planktivor lainya. Intensitas pemangsaan zooplankton dan

6
pemangsaan oleh larva berbagai jenis hewan tingkat tinggi
merupakan faktor utama yang cukup berpengaruh terhadap dinamika
kelimpahan fitoplankton. Kelimpahan dan kelangsungan hidup
populasi larva udang windu Penaeus monodon Fabricus (benur), larva
ikan bandeng Chanos chanos Forskal (nener), dan larva lainnya
secara musiman mempengaruhi kelimpahan fitoplankton dan
zooplankton di beberapa perairan pantai (Umar et al., 2009).

2.4. Peranan Plankton


Dalam sistem trofik ekosistem perairan, termasuk ekosistem
rawa gambut, organisme plankton sangat berperan sebagai produsen
dan berada pada tingkat dasar, yaitu menentukan keberadaan
organisme pada jenjang berikutnya berupa berbagai jenis ikan-ikan.
Oleh karena itu, keberadaan plankton di suatu perairan sangat
berpengaruh terhadap kelangsungan hidup ikan-ikan di perairan
tersebut, terutama bagi ikan-ikan pemakan plankton atau ikan-ikan
yang berada pada taraf perkembangan awal (Sagala, 2009).
Plankton adalah organisme terapung atau melayang-layang
didalam air dan berperan penting dalam ekosistem perairan.
Pergerakan dari plankton relatif pasif, sehingga selalu terbawa oleh
arus air. Plankton terdiri dari fitoplankton dan zooplankton.
Fitoplankton merupakan produsen primer yang mampu membentuk
zat organik dari zat anorganik dalam proses fotosintesis. Zooplankton
memiliki peranan penting dalam rantai makanan, yaitu sebagai
konsumen primer dalam ekosistem perairan (Purwanti et al., 2012).
Peranan fitoplankton sangat penting untuk menjaga
kelangsungan hidup ekosistem perairan dan memegang peranan
penting dalam mata rantai jaringan makanan. Namun ada beberapa
faktor yang dapat mempengaruhi reaksi-reaksi enzimatik dalam
proses fotosintesis contohnya adalah temperatur. Kenaikan
0
temperatur sebesar 10 C akan meningkatkan kegiatan fotosintesis
maksimum menjadi dua kali lipat. Faktor lain yang juga dapat
memprngaruhi daur hidup plankton adalah seperti kecerahan, nitrat,

7
nitrit, fosfat, silikat, dan arus laut. Oleh karena itu untuk menjaga
keberlangsungan ekosistem di laut perlu memperhatikan faktor- faktor
tersebut yang dapat mempengaruhi plankton dalam menghasilkan
sumber energi (Sachoemar dan Nani, 2006).

2.5. Kaitan dengan Perubahan Iklim dan Ekosistem Laut


Suhu dan stratifikasi permukaan laut telah menjadi kunci
penentu bagi komposisi komunitas dan produksi fitoplankton.
Perubahan iklim global dapat menyebabkan perubahan secara
sistematis fitoplankton baik dari sisi kelimpahan maupun struktur
komunitasnya. Di sisi lain, perubahan terhadap kondisi fitoplankton di
sebuah perairan dapat memberikan pengaruh yang sangat signifikan
terhadap kesuburan suatu perairan karena merupakan pendukung
rantai makanan tingkat tertinggi yaitu sebagai makanan utama bagi
ikan-ikan, kepiting, udang dan zooplankton. Karena sifatnya yang
sensitive terhadap perubahan lingkungan maka fitoplankton dapat
digunakan sebagai indikator yang sangat sesuai dalam mengamati
perubahan iklim global. Salah satu upaya yang dapat dilakukan
adalah dengan melakukan pemantauan secara berkala terhadap
kelimpahan fitoplankton di suatu perairan (Adnan et al., 2010).
Perubahan iklim merupakan isu global yang disebabkan oleh
meningkatnya gas seperti CO2 (carbon dioxide), CH4(methane), N2O
(nitrous oxide), CFCs (chloro-fluorocarbons) dan VOCs (volatile
organic compounds) yang dihasilkan dari aktifitas antropogenik dan
perubahan fungsi lahan (deforestasi). Meningkatnya konsentrasi
beberapa jenis gas ini di atmosfer bumi menyebabkan penyerapan
energi matahari dan refleksi panas matahari menjadi semakin tinggi.
Kondisi ini meningkatkan suhu udara di Bumi dan memicu terjadinya
perubahan iklim. Peningkatan suhu bumi juga memengaruhi
fitoplankton yang berfungsi sebagai produsen perairan. Meningkatnya
konsentrasi CO2 akan mempercepat terjadinya proses pengapuran,
yang menyebabkan terjadinya kematian. Kondisi ini akan
memengaruhi produktifitas perairan laut (Putuhena, 2011).

8
Fitoplankton adalah plankton nabati yang hidup melayang di
laut. Fitoplnakton memiliki peran penting pada ekosistem perairan
karena bersifat autotrofik yaitu dapat menghasilkan makanan sendiri
sehingga menjadi sumber energi yang menghidupkan seluruh fungsi
ekosistem di perairan. Zooplankton adalah plankton hewani yang
hidup melayang di perairan. Zooplankton bersifat heterotrofik yaitu
tidak dapat memproduksi makanannya sendiri sehingga
kelangsungan hidupnya sangat bergantung pada fitoplankton sebagai
makanannya. Suhu permukaan laut dipengaruhi oleh musim,
intensitas cahaya, curah hujan, kecepatan angin dan suhu udara.
Dalam satu tahun terjadi dua kali musim pancaroba yaitu sekitar bulan
April-Mei dan bulan November. Angin pada musim pancaroba
umumnya lebih lemah dan laut menjadi sangat tenang sehingga
proses pemanasan di permukaan bumi dapat terjadi dengan kuat.
Apabila suhu permukaan laut tinggi menyebabkan kuantitas
zooplankton menurun walaupun fitoplankton berada pada puncak
populasi. Hal tersebut disebabkan karena metabolisme sel meningkat
jika suhu meningkat hingga memerlukan daya serap oksigen yang
tinggi. Hal tersebut tidak didukung ketersediaan oksigen di perairan
karena daya larut oksigen rendah pada suhu tinggi (Rachman, 2011).

2.6. Invasive Spesies (Ikan dan Ubur-ubur)


Sebuah spesies invasive perairan atau spesies non-native
merupakan organism yang berada di suatu tempat khususnya
perairan dan merupakan spesies asing. Beberapa hal dapat terjadi,
ketika spesies asing ini masuk ke lingkungan baru yaitu dapat
beradaptasi dengan baik di lingkungan baru yang tidak diinginkan dan
mati, betahan hidup dan dapat mendominasi spesies di suatu
lingkungan baru tersebut. Spesies invasive berkembang dikarenakan
tidak adanya predator alami untuk mengendalikan populasi mereka.
Mereka merusak atau mengkonsumsi spesies asli, bersaing dengan
spesies asli untuk makanan dan ruang serta adanya penyakit
(National Geographic, 2015).

9
Salah satu studi kasus dari spesies invasive yaitu sea walnut
dengan jenis Mnemiopsis leidy. Ctenophore ini merupakan spesies
asli dari pantai timur Amerika Utara dan Selatan. Pada tahun 1982,
ditemukan di Laut Hitam, yang terbawa oleh air ballast. Kemudian
spesies ini menyebar ke Laut Kaspia. Ditempat tersebut populasinya
bertambah dua kali lebih besar. Sea walnut berkontribusi terhadap
menurunnya perikanan masyarakat lokal karena mereka juga
mengkonsumsi zooplankton dan ikan komersial. Mneiopsis leidy juga
ditemukan di Mediterania Baltik dan Laut Utara (Ocean Portal, 2015).
Invasif spesies laut yang lain sebagai contoh yaitu lionfish.
Lionfish merupakan spesies invasive yang memiliki dampak negative
tehadap spesies asli dan habitat. Florida Fish and Wildlife
Conservation Commission (FWC) mendorong penghapusan lionfish
dari perairan Florida untuk membantu membatasi dampak negatif
terhadap kehidupan asli laut dan ekosistem.. Lionfish adalah predator
ikan karang. Mereka makan ikan asli, yang dapat mengurangi
populasi asli dan memiliki efek negatif pada habitat karang secara
keseluruhan dan kesehatan karena mereka dapat menghilangkan
spesies yang memilikii peran ekologis penting seperti ikan yang
menjaga ganggang pada terumbu karang. Lionfish juga bersaing
untuk makanan dengan ikan predator asli seperti kerapu dan kakap
(Florida Fish and Wildlife Conservation Commision 2015).

10
BAB III
METODOLOGI

3.1. Sampling Plankton


3.1.1. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum Perubahan
Iklim dan Ekosistem Laut dengan materi sampling plankton
adalah sebagai berikut.
Plankton net : untuk mengambil sampel plankton
Botol film : untuk meletakkan sampel plankton
Pipet tetes : untuk memindahkan larutan dengan
volume kecil
Ember : untuk menuangkan sampel ke dalam
plankton net
Cool box : untuk menyimpan sampel agar tidak
rusak
Sedangkan, bahan-bahan yang digunakan dalam
praktikum Perubahan Iklim dan Ekosistem Laut dengan materi
sampling plankton adalah sebagai berikut.
Lugol : sebagai bahan preservasi sampel
Formalin 10% : sebagai bahan preservasi spesies
invasive (biota)
Kertas label : untuk memberikan label pada sampel
Es Batu : untuk menjaga suhu pada saat
preservasi
Tissue : untuk membersihkan bahan yang
tercecer
Sampel : bahan yang akan diamati

11
3.1.2. Skema Kerja

Plankton net

Dikalibrasi plankton net dengan menggunakan aquades


atau air lokal
Botol film dipasangkan pada ujung plankton net dan diikat
Ambil sampel air dengan menggunakan ember dan disaring
menggunakan plankton net
Konsentrat plankton ditampung pada botol film
Diberi bahan preservasi sebanyak 3-4 tetes dan diberi label
Dimasukkan ke dalam coolbox yang berisi es batu
Sampel dapat disimpan dalam refrigerator pada suhu 40C

Hasil

3.2. Analisis Kualitas Air


3.2.1. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum Perubahan
Iklim dan Ekosistem Laut dengan materi analisis kualitas air
adalah sebagai berikut.
Termometer Digital : untuk mengukur suhu perairan
Secchi Disk : untuk mengukur kecerahan
Refraktometer : untuk mengukur salinitas
Pipet tetes : untuk memindahkan larutan dengan
volume kecil
Sedangkan, bahan-bahan yang digunakan dalam
praktikum Perubahan Iklim dan Ekosistem Laut dengan materi
analisis kualitas air adalah sebagai berikut.
Aquades : untuk kalibrasi alat
Tissue : untuk membersihkan alat
pH paper : untuk mengukur pH perairan
Sampel : bahan yang akan diukur

12
3.2.2. Skema Kerja
3.2.2.1. Pengukuran Suhu
Termometer Digital
Dikalibrasi sensor thermometer dengan menggunakan
aquades
Dimasukkan sensor thermometer hingga terendam air
Ditekan tombol ON
Ditunggu hingga nilai suhu pada thermometer stabil
Dicatat nilai suhu yang tertera pada layar thermometer

Hasil

3.2.2.2. Pengukuran Kecerahan


Secchi Disk
Dimasukkan perlahan kedalam perairan sampai batas tidak
tampak pertama kali dan batas permukaan air dengan tali
diberi tanda dan dicatat sebagai d1
Secchi disk dimasukkan lagi ke dalam perairan sampai tidak
terlihat
Secchi disk ditarik ke atas sampai batas tampak pertama
kali dan batas permukaan air dengan tali diberi tanda dan
dicatat sebagai d2
Kecerahan dapat dihitung dengan menggunakan rumus
1+2
= 2

Hasil

13
3.2.2.3. Pengukuran pH

pH paper

Dimasukkan pH paper kedalam air sekitar 10 cm


Ditunggu sampai beberapa saat, diangkat pH paper
Dikibas-kibaskan hingga setengah kering
Dicocokkan perubahan warnanya. dengan kotak
standar pH

Hasil

3.2.2.4. Pengukuran Salinitas

Refraktometer

Dikalibrasi kaca prisma refraktometer dengan aquades


Dibersihkan dengan tisu pada bagian optiknya,dengan
searah
Diteteskan 3 tetes air sampel pada optik refraktometer
Ditutup dengan cover kaca prisma dengan sudut 45o agar
tidak terbentuk gelembung udara
Diarahkan pada cahaya matahari
Dibaca skala bagian kanan atas yang menunjukkan nilai
salinitas
Dicatat hasil yang ditunjukkan oleh skala

Hasil

14
3.3. Pengamatan dan Identifikasi Plankton di Laboratorium
(Metode Cacah dengan Sedgwick Rafter)
3.3.1. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum Perubahan
Iklim dan Ekosistem Laut dengan materi pengamatan dan
identifikasi plankton di laboratorium (metode cacah dengan
Sedwigck rafter) adalah sebagai berikut.
Pipet tetes : untuk memindahkan larutan dengan
volume kecil
Mikroskop : untuk pengamatan organism renik
yang tidak tidak dapat dilihat mata
telanjang
Sedgwick rafter cell : untuk meletakkan sampel yang akan
diamati dibawah mikroskop
Cover glass : untuk menutup Sedgwick rafter cell
pada saat pengamatan dibawah
mikroskop
Kamera digital : untuk mendokumentasikan setiap
Kegiatan praktikum
Alat tulis : untuk mencatat setiap kegiatan
praktikum
Sedangkan, bahan-bahan yang digunakan dalam
praktikum Perubahan Iklim dan Ekosistem Laut dengan materi
pengamatan dan identifikasi plankton di laboratorium (metode
cacah dengan Sedwigck rafter) adalah sebagai berikut.
Buku Identifikasi : untuk mengetahui jenis spesies yang
diamati
Tissue : untuk membersihkan bahan yang
tercecer
Sampel : bahan yang akan diamati

15
3.3.2. Skema Kerja

Sedgwick rafter cell

Sampel pada botol film dihomogenkan dengan


menggunakan pipet tetes
Diisi penuh Sedgwick rafter cell dengan sampel plankton
Ditutup dengan cover glass dengan baik sehingga tidak
ada rongga udara di dalamnya
Diletakkan sedgwick-rafter cellI berisi plankton tersebut di
bawah mikroskop dengan perbesaran 100 kali
Diamati plankton pada setiap bidang pandang secara
berturutan
Dihitung, digambar dan didokumentasikan jenis plankton
yang ditemukan dibawah mikroskop
Dicocokkan gambar atau dokumentasi jenis plankton yang
ditemukan dengan buku identifikasi plankton

Hasil

3.4. Analisis Data Plankton (Kelimpahan dan Keanekaragaman)


Data dari perhitungan plankton yang didapatkan kemudian
dianalisa dan diidentifikasi dengan menghitung indeks kelimpahan
dan keanekaragaman plankton yang ditemukan dengan cara sebagai
berikut.
a. Indeks kelimpahan
Menggunakan metode sapuan diatas gelas obyek Sedgwick
Rafter dengan satuan individu per liter (ind/l). Kelimpahan jenis
plankton dihitung berdasarkan persamaan menurut APHA (1989)
sebagai berikut :

N = Oi/Op x Vr/Vo x 1/Vs x n/p

dengan,
N = Jumlah individu per liter

16
Oi = Luas gelas penutup preparat (mm2)
Op = Luas satu lapangan pandang (mm2)
Vr = Volume air tersaring (ml)
Vo = Volume air yang diamati (ml)
Vs = Volume air yang disaring (L)
n = Jumlah plankton pada seluruh lapangan pandang
p = Jumlah lapangan pandang yang teramati

b. Indeks Keanekaragaman
Indeks Shannon-Wiener digunakan untuk menghitung indeks
keanekaragaman (diversity index) jenis, dihitung menurut Odum
(1998):
s
H = - (ni/N) ln (ni/N)
i=1

dengan,

H = Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener

ni = Jumlah individu genus ke-i

N = Jumlah total individu seluruh genera

digunakan untuk mengetahui keanekaragaman jenis biota perairan,


jika :
H<1 = Komunitas biota tidak stabil atau kualitas air
tercemar berat
H13 = Stabilitas komunitas biota sedang atau kualitas air
tercemar sedang
H>3 = Stabilitas komunitas biota dalam kondisi prima atau
stabil yaitu kualitas air bersih

17
Grafik 1. Prosedur Kerja Pengamatan Plankton

Pengamatan Plankton
Sampling Plankton di Pengukuran Kualitas di Laboratorium
Lapang air di Lapang dengan Sedgwick
Rafter Cell

Perhitungan
Identifikasi Jenis Individu/Spesies
Pemisahan per Plankton yang
Plankton yang
Kategori Plankton Ditemukan di Bawah
Ditemukan
Mikroskop

Perhitungan Indeks
Perhitungan
Keanekaragaman KESIMPULAN
Kelimpahan Plankton
Plankton

18
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kondisi Lapang


Praktikum lapang Perubahan Iklim dan Ekosistem Laut
dilaksanakan di Sendang Biru, Malang Selatan dengan mengambil
dua titik sebagai titik pengambilan sampling plankton. Sedangkan, dua
titik lagi merupakan titik yang diamati oleh kelompok lain tetapi
dengan lokasi yang sama (Sendang Biru). Pada tiap titik tersebut
masing-masing diambil dua sampel untuk diamati. Titik-titik tersebut
adalah sebagai berikut.

Gambar 1. Peta Lokasi Pengambilan Sampel Plankton

19
4.1.1. Titik Pengamatan 1
Pada titik pengamatan 1 lokasinya tepat berada di
daerah TPI (Tempat Pelelangan Ikan) lama dengan koordinat
11206817.76 E dan 804356.49 S. Kondisi lapang di lokasi ini
sangat dekat dengan pemukiman penduduk dan di lokasi ini
sangat panas terik karena pengambilan sampling plankton
dilaksanakan di siang hari. Selain itu, juga banyak terdapat
aktivitas penduduk sekitar seperti berdagang di pasar, membuat
kapal dan aktivitas di kapal yang tengah bersandar. Sedangkan,
kondisi perairan di lokasi ini perairannya tidak begitu bersih dan
banyak sampah karena berhadapan langsung dengan kegiatan
manusia, banyak bebatuan yang ukurannya cukup besar, banyak
kapal-kapal yang bersandar serta pada dinding bangunan
pantainya dipenuhi oleh lumut.

Gambar 2. Kondisi Lapang Titik Pengamatan1

4.1.2. Titik Pengamatan 2


Pada titik pengamatan 2 lokasinya tepat berada di
daerah pantai dekat tempat wisata dengan koordinat
112 6850.89 E dan 8 4320.23 S.. Kondisi lapang di lokasi ini
0 0

sangat panas terik karena pengambilan sampling plankton

20
dilaksanakan di siang hari dan sedikit kapal-kapal yang
bersandar atau berlabuh. Selain itu, di lokasi ini banyak terdapat
sand dune, pohon-pohon yang tinggi besar, jauh dari pemukiman
penduduk serta tidak terlalu ramai dikunjungi. Sedangkan, kondisi
perairan di lokasi ini tidak terlalu kotor dan di daerah tepi pantai
banyak terdapat bebatuan dan untuk gelombangnya cukup kuat
di perairannya.

Gambar 3. Kondisi Lapang Titik Pengamatan 2

4.2. Analisis Kualitas Air


Kualitas air yang diukur pada praktikum lapang Perubahan
Ikim dan Ekosistem Laut yaitu suhu, salinitas, kecerahan serta pH.
Berikut ini disajikan dalam tabel kualitas air pada dua titik pengamatan
di Sendang Biru, Malang Selatan dimana data yang didapat
dibandingkan dengan baku mutu air laut untuk biota laut menurut
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 51 tahun 2004. Berikut ini
disajikan dalam tabel kualitas air yang diperoleh pada kedua titik
pengamatan.

4.2.1. Kualitas Air Titik Pengamatan 1


Dilihat dari tabel tersebut dibawah maka, parameter suhu dan
pH sesuai dengan baku mutu yang telah ditetapkan dan digolongkan

21
normal. Tetapi tidak pada salinitas, nilai salinitas lebih tinggi 1 di
lokasi perairan tersebut. Hal itu dapat disebabkan oleh jauhnya aliran
muara sungai di lokasi tersebut serta proses evaporasi di siang hari
begitu tinggi sehingga kadar salinitas juga meningkat. Sedangkan,
untuk kecerahan juga tidak memenuhi baku mutu yang telah
ditetapkan. Hal itu dapat disebabkan oleh banyaknya sampah seperti
yang telah dijelaskan di awal sehingga menyebabkan kekeruhan
perairan dan tingkat kecerahan juga menurun.
Tabel 2. Kualitas Air Titik Pengamatan 1
No. Parameter Nilai Baku Mutu
1 Suhu 27.80C 28-300C (alami)
2 Salinitas 35 33-34 (alami)
3 pH 8 7-8.5
4 Kecerahan 1.5 m >3 m (alami)

4.2.2. Kualitas Air Titik Pengamatan 2


Dilihat dari tabel tersebut dibawah maka, parameter suhu dan
pH sesuai dengan baku mutu yang telah ditetapkan dan digolongkan
normal. Tetapi tidak pada salinitas, nilai salinitas lebih tinggi 1 di
lokasi perairan tersebut. Hal itu dapat disebabkan oleh jauhnya aliran
muara sungai di lokasi tersebut serta proses evaporasi di siang hari
begitu tinggi sehingga kadar salinitas juga meningkat. Sedangkan,
untuk kecerahan juga tidak memenuhi baku mutu yang telah
ditetapkan. Hal itu dapat disebabkan oleh banyaknya limbah kapal
yang lalu lalang sehingga menyebabkan air semakin keruh dan tingkat
kecerahan semakin menurun.
Tabel 3. Kualitas Air Titik Pengamatan 2
No. Parameter Nilai Baku mutu
1 Suhu 29,10C 28-300C (alami)
2 Salinitas 35 33-34 (alami)
3 pH 8 7-8.5
4 Kecerahan 0.9 m >3 m (alami)

22
4.3. Pengamatan dan Identifikasi Plankton di Laboratorium
(Metode Cacah dengan Sedgwick Rafter)
Pada praktikum Perubahan Iklim dan Ekosistem Laut
mengenai materi identifikasi plankton dari hasil pengamatan
mikroskop dengan menggunakan metode cacah menggunakan
Sedgwick rafter cell ditemukan berbagai jenis plankton yang
dibedakan menjadi fitoplankton (plankton nabati) dan zooplankton
(plankton hewani).

4.3.1. Fitoplankton
Dari hasil pengamatan menggunakan mikroskop, ditemukan
spesies fitoplankton pada saat pengamatan sebesar 10 jenis spesies.
Spesies-spesies fitoplankton tersebut tertera pada tabel dibawah ini.
Tabel 4. Spesies Fitoplankton yang Ditemukan
No. Spesies Gambar Hasil Pengamatan Gambar Literatur
1 Coscinudiscus
sp.

(Googleimage, 2015)
2 Euchampia sp.

(Googleimage, 2015)

23
No. Spesies Gambar Hasil Pengamatan Gambar Literatur
3 Fragilaria
capucina

(Googleimage, 2015)
4 Gramatophora
serpentina

(Googleimage, 2015)
5 Helicostomella
sp.

(Googleimage, 2015)
6 Leptocylindrus
sp.

(Googleimage, 2015)

24
No. Spesies Gambar Hasil Pengamatan Gambar Literatur
7 Leucosolenia
sp.

(Googleimage, 2015)
8 Licmophora sp.

(Googleimage, 2015)
9 Mastoglora sp.

(Googleimage, 2015)
10 Pleurosigma
sp.

(Googleimage, 2015)

25
4.3.2. Zooplankton
Dari hasil pengamatan menggunakan mikroskop, ditemukan
spesies zooplankton pada saat pengamatan sebesar 5 jenis spesies.
Spesies-spesies zooplankton tersebut tertera pada tabel dibawah ini.
Tabel 5. Spesies Zooplankton yang Ditemukan
No. Spesies Gambar Hasil Pengamatan Gambar Literatur
1 Calanus sp.

(Googleimage, 2015)

2 Cyclopoid
copepod

(Googleimage, 2015)
3 Harpacticoid
copepod

(Googleimage, 2015)

26
No. Spesies Gambar Hasil Pengamatan Gambar Literatur
4 Larva
bivalvia

(Googleimage, 2015)

5 Nauplius
Copepod

(Googleimage, 2015)

Dari hasil pengamatan plankton dibawah mikroskop, maka


dapat disimpulkan bahwa terdapat 15 jenis plankton di dua titik
pengambilan sampel Sendang Biru, Malang Selatan. Plankton yang
ditemukan kemudian diklasifikasikan menjadi fitoplankton dan
zooplankton, dimana jenis fitoplankton yang ditemukan berjumlah 10
jenis spesies. Sedangkan, jenis zooplankton yang ditemukan
berjumlah 5 jenis spesies.

27
4.4. Analisis Data Plankton (Kelimpahan dan Keanekaragaman)
Plankton dikategorikan sebagai indikator perubahan iklim
karena adanya beberapa alasan yang melatarbelakanginya. Alasan
tersebut adalah karena plankton merupakan organisme laut yang
berukuran mikroskopis dan memiliki kelimpahan yang sangat tinggi di
perairan laut. Ukuran plankton yang sangat kecil membuat sifatnya
menjadi sangat sensitif terhadap perubahan suhu lautan. Adanya
fenomena perubahan iklim mempengaruhi adaptasi, struktur
komunitas plankton itu sendiri hingga metabolisme yang terjadi dalam
tubuhnya. Alasan lain yang melatarbelakangi dipilihnya plankton
sebagai indikator perubahan iklim adalah karena plankton merupakan
produktivitas primer.
Plankton menyerap CO2 yang berasal dari emisi gas buangan
aktivitas manusia dan mengubahnya menjadi senyawa organik
melalui proses fotosintesis dengan menyerap energi matahari
kompleks dan mengubahnya menjadi senyawa organik. Senyawa
organik inilah yang nantinya akan dimanfaatkan oleh organisme laut
yang lebih tinggi trophic level-nya lainnya untuk melanjutkan proses
kehidupan. Peran plankton yang sangat besar bagi rantai makanan di
laut inilah yang membuatnya dapat dijadikan indikator perubahan
iklim. Dengan adanya peran plankton sebagai penyerap kadar karbon
dioksida di atmosfer yang merupakan salah satu gas rumah kaca
inilah, suhu di permukaan bumi dapat dikendalikan. Oleh karena itu,
dapat disebutkan bahwa plankton ini bertindak sebagai pengendali
iklim dunia.

28
4.4.1. Fitoplankton
Hasil pengamatan fitoplankton pada titik pengamatan 1 dan 2
di Sendang Biru, Malang Selatan dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 6. Analisis Data Fitoplankton
No. Spesies Jumlah N H
1 Coscinudiscus sp. 3 12
2 Euchampia sp. 8 32
3 Fragilaria capucina 1 4
4 Gramatophora serpentine 1 4
5 Helicostomella sp. 13 52
6 Leptocylindrus sp. 13 52 1.94735
7 Leucosolenia sp. 2 8
8 Licmophora sp. 2 8
9 Mastoglora sp. 3 12
10 Pleurosigma sp. 4 16
Total 50 200

Kelimpahan (N)
Fitoplankton

8% 6% Coscinudiscus sp.

6% Euchampia sp.
16% Fragilaria capucina
4%
4% Gramatophora serpentina
2%
Helicostomella sp.
2%
Leptocylindrus sp.
Leucosolenia sp.
26% Licmophora sp.
26%
Mastoglora sp.
Pleurosigma sp.

Grafik 2. Persentase Kelimpahan (N) Fitoplankton

29
Dari hasil perhitungan diatas didapatkan hasil bahwa jumlah
spesies fitoplankton yang ditemukan pada saat pengamatan
berjumlah 50 individu dengan 10 jenis spesies dengan jumlah individu
dan indeks kelimpahan tertinggi terdapat pada spesies Helicostomella
sp. dan Leptocylindrus sp. sebesar 52 individu per liter (26%) dari total
indeks kelimpahan fitoplankton keseluruhan 200 individu per liter.
Sedangkan, untuk indeks keanekaragaman dari fitoplankton sebesar
1.94735, yang menunjukkan bahwa fitoplankton di lokasi ini memiliki
stabilitas komunitas biota sedang atau kualitas air tercemar sedang.
Kesimpulan yang didapat yaitu habitat Helicostomella sp. pada
saat pengamatan di lapang, dimana parameter suhu berkisar 27-290C
dan salinitas 35. Selain itu, pada saat sampling plankton keadaan
perairan menunjukkan adanya gelombang cukup kuat yang
memungkinkan terjadinya pertukaran air sesuai dengan habitat
populasi Leptocylindrus sp. Dari faktor-faktor yang telah disebutkan
didepan maka cukup jelas bahwa distribusi Helicostomella sp. dan
Leptocylindrus sp. di perairan Sendang Biru, Malang Selatan
berlimpah dan banyak dibandingkan 8 spesies fitoplankton lain yang
ditemukan.
Kegiatan manusia di sepanjang pantai menyebabkan
perubahan drastis dalam lingkungan, seperti halnya penurunan
salinitas, kondisi anoksik, tingkat nutrisi yang tinggi dan pertumbuhan
fitoplankton yang intensif. Perubahan ini tercermin dalam struktur dan
kelimpahan komunitas protozoa dalam suatu daerah. Helicostomella
sp. hidup dengan salinitas tinggi tetapi konsentrasi nutrisi lebih rendah
dan sangat sensitif terhadap limbah pembuangan air. Helicostomella
sp. secara signifikan berkorelasi dengan nitrat, nitrit dan amonium
(Dorgham, et al. 2013).
Keadaan laut pada saat pasang, dapat menyebabkan
Leptocylindrus sp. lebih berlimpah di bawah dan tengah muara, dan
hampir tidak ditemukan pada daerah paling atas. Spesies ini
mencapai kepadatan tertinggi setelah air pasang dengan salinitas
28. Pada saat surut, hanya beberapa individu yang berada pada

30
daerah muara rendah di mana salinitas air sekitar 20 . Rantai
pembentuk diatom, Leptocylindrus sp., diamati sebagai sampel dari
musim spring bloom, pada saat surut di muara (Trigueros dan Orive,
2000).

31
4.4.2. Zooplankton
Hasil pengamatan zooplankton pada titik pengamatan 1 dan 2
di Sendang Biru, Malang Selatan dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 7. Analisis Data Zooplankton
No. Spesies Jumlah N H
1 Calanus sp. 1 4
2 Cyclopoid of copepod 2 8
3 Harpacticoid of copepod 2 8
1.252763
4 Larva bivalvia 1 4
5 Nauplius of copepod 8 32
Total 14 56

Kelimpahan (N)
Zooplankton
Calanus sp.
7%
Cyclopoid of copepod
15%

Harpacticoid of
14% copepod
57%
Larva bivalvia
7%
Nauplius of copepod

Grafik 3. Persentase Kelimpahan (N) Zooplankton

Dari hasil perhitungan diatas didapatkan hasil bahwa jumlah


spesies zooplankton yang ditemukan pada saat pengamatan berjumlah
14 individu dengan 5 jenis spesies dan jumlah individu dan indeks
kelimpahan tertinngi terdapat pada spesies fase Nauplius of Copepod
sebesar 32 individu per liter (57%) dari total indeks kelimpahan
zooplankton keseluruhan sebesar 56 individu per liter. Sedangkan,
untuk indeks keanekaragaman dari zooplankton sebesar 1.252763,

32
yang menunjukkan bahwa fitoplankton di lokasi ini memiliki stabilitas
komunitas biota sedang atau kualitas air tercemar sedang.
Kesimpulan yang didapat yaitu saat pengamatan ditemukan
bahwa plankton baik itu fitoplankton maupun zooplankton memiliki
indeks keanekaragaman antara 1-3 yang berarti stabilitas komunitas
plankton yang ada di dua lokasi pengamatan sedang atau dapat
dikatakan kualitas air tercemar sedang. Kehidupan plankton sendiri
sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan atau faktor abiotik. Hal ini
sesuai yang dikemukakan oleh Max-Plank (2015), mengatakan bahwa
kehidupan planktonik sangat dipengaruhi oleh suhu dan lingkungan.
Jika terjadi perubahan suhu akibat adanya perubahan iklim misalnya
suhu semakin rendah di suatu perairan, maka plankton akan
beristirahat di dasar perairan dan menjadi tidak aktif hingga suhu
berubah sesuai dengan kondisi awal (normal). Dapat kita ketahui
bersama bahwa plankton disini berperan sebagai produsen primer dan
penyerap karbon dari atmosfer. Apabila jumlah plankton di laut
semakin sedikit, maka secara tidak langsung akan berpengaruh
terhadap iklim di bumi disebabkan berkurangnya sumber penyerap
karbon, akibatnya suhu semakin meningkat yang sebanding dengan
perubahan iklim.
Copepoda umumnya menunjukkan hubungan trofik antara
produsen primer dan ikan di laut. Copepoda nauplii terdapat di mana-
mana, berlimpah dan produktif di perairan laut, dan mereka dimakan
oleh banyak larva ikan. Tubuh nauplii secara signifikan berbeda dari
copepodit dan dewasa (baik dalam hal ukuran dan bentuk dan dalam
memiliki makan lebih sedikit pelengkap) dan mereka dikenal memiliki
mekanisme makan yang berbeda. Pertumbuhan naupliar tidak
tergantung dari konsentrasi klorofil, sementara sumber makanan
utama mereka berada di daerah autotrofik (Finlay dan Roff, 2004).

33
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Dari hasil praktikum Perubahan Iklim dan Ekosistem Laut
maka didapatkan kesimpulan sebagai berikut.
Pengamatan plankton di Sendang Biru dilakukan di dua titik
pengamatan yaitu titik pengamatan 1 berlokasi di TPI Lama
dengan koordinat 11206817.76 E dan 804356.49 S serta titik
pengamatan 2 berlokasi di pantai dekat wisata dengan koordinat
11206850.89 E dan 804320.23 S.
Komponen biotik/biologi yang diamati yaitu plankton dan
komponen abiotik yang diamati yaitu pengukuran parameter
suhu, salinitas, pH dan kecerahan. Analisis data plankton meliputi
analisis data jenis fitoplankton dan zooplankton dengan
menghitung indeks kelimpahan serta indeks keanekaragaman
Fitoplankton dengan jumlah dan indeks kelimpahan tertinggi yaitu
jenis fitoplankton Helicostomella sp. dan Leptocylindrus sp.
sebesar 52 ind./liter (26%). Sedangkan, zooplankton dengan
jumlah dan indeks kelimpahan tertinggi yaitu jenis Nauplius
Copepod sebesar 32 ind./liter (57%). Indeks keanekaragaman dari
seluruh spesies plankton berada di kisaran 1-3 yaitu sebesar
1.94735 (fitoplankton) dan 1.252763 (zooplankton) sehingga
disimpulkan bahwa stabilitas plankton di lokasi pengamatan
sedang dan kualitas air lokasi pengamatan tercemar sedang.
Perubahan iklim memiliki keterkaitan yang erat terhadap
perubahan suhu. Plankton merupakan organisme yang sangat
rentan terhadap perubahan suhu, jika suhu pada suatu kawasan
berubah secara drastis maka akan terjadi kematian spesies lokal
dan terjadi invasif spesies. Hal inilah yang menyebabkan plankton
menjadi indikator perubahan iklim.

34
5.2. Saran
Saran yang dapat dikemukakan dari praktikum Perubahan
Iklim dan Ekosistem Laut adalah bahwa populasi plankton sangat
berperan terhadap perubahan iklim, karena dilihat dari adanya
peningkatan suhu yang sedikit saja akan berpengaruh terhadap
plankton. Oleh karena itu, sebaiknya kita menjaga ekosistem lau kita
dengan benar dan dengan cara yang bijaksana agar kita dapat
mengurangi dampak perubahan iklim.

35
LAMPIRAN

Lampiran 1. Dokumentasi Praktikum di Lapang

36
Lampiran 2. Dokumentasi Praktikum di Laboratorium

37
DAFTAR PUSTAKA

Adnan, Quraisyin, Hikmah Thoha, and Nurul Fitriya. 2010. Dampak


Pemanasan Global Terhadap Kondisi Plankton Di Perairan
Teluk Jakarta. Laporan Akhir Program Intensif Peneliti dan
Perekayasa LIPI (LIPI).
Apuadi, M. 2003. Plankton Air Tawar. Materi Biologi Perairan KSEP.
Dharma, Dhama. 2009. Laut dan Perubahan
Iklim.http://www.dhamadharma.wordpress.com.
Dorgham, Moussa, Mohamed; Wael Salah El-Tohamy; Nagwa
Elsayed Abdel Aziz; Ahmed El-Ghobashi; Jian G. Qin; 2013.
Protozoa in a stressed area of the Egyptian Mediterranean
coast of Damietta, Egypt. Oceanologia. Volume 55 Issue 3:
733-750.
Encyclopedia of Life. 2015. Helicostomella subulata.
http://www.eol.org/
Finlay, Kerri; John C. Roff. 2004. Radiotracer determination of the diet
of calanoid copepod nauplii and copepodites in a temperate
estuary. ICES Journal of Marine Science, Volume 61: 552-562.
Florida Fish and Wildlife Conservation Commision. 2015. Lionfish-
Pterois volitans.
http://myfwc.com/wildlifehabitats/nonnatives/marine
species/lionfish/
Gaol, Jonson, Lumban; Nurjaya, Wayan, I; Amri, Khairul. 2014.
Dampak Perubahan Iklim terhadap Kondisi Oseanografi dan
Laju Tangkap Tuna Mata Besar (Thunnus obesus) di
Samudera Hindia Bagian Timur. Simposium Nasional
Pengelolaan Perikanan Tuna Berkelanjutan (ITB).
Isnansetyo, A.; Kurniastuty. 1995. Teknik Kultur Phytoplankton dan
Zooplankton. Kanisius.
Kautsari, Neri. 2014. Potensi Dampak Pemanasan Global Terhadap
Reproduksi Crustacea: Suatu Tinjauan Kepustakaan Ringkas.
Depik III, no. 3: 221-225.

38
Max-Planck. 2015. Macrocyclops albidus.
http://www.fcps.edu/islandcreekes/ecology/copepod.htm
Muhiddin, Hamzah, Amir. 2011. Pemetaan Distribusi Vertikal
Kelimpahan Fitoplankton Secara Temporal dan Sasial di
Perairan Timur Pulau Barrang Lompo Kota Makassar.
Makassar: Universitas Hasanuddin .
National Geographic. 2015. Marine Invasive Species: These Invaders
Came, Saw, Conquered-and Destroyed.
http://ocean.nationalgeographic.com/ocean/critical-issues-
marine-invasive-species/
Ocean Portal. 2015. 5 Invasive Species You Should Know.
Smithsonian: National Museum of National History.
http://ocean.si.edu/ocean-news/5-invasive-species-you-should-
know/
Prabowo, RE; Ardli, ER; Sastranegara, MH; Lestari, W; Wijayanti, G .
2010. Biodiversitas dan Bioteknologi Sumbedaya Akuatik.
Prosiding Seminar Nasional Biologi. Halaman: 1-912.
Purwanti, Sri. 2011. Komunitas Plankton pada Saat Pasang dan Surut
di Perairan Muara Sungai Demaan Kabupaten Jepara.
Semarang: Universitas Diponegoro.
Putuhena; Jusmy, D. 2011. Perubahan Iklim dan Resiko Bencana
pada Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Posiding Seminar
Nasional. Univesitas Patimura.
Rachman, Kurnia. 2011. Hubungan Kuantitatif Antara Fitoplankton
dan Zooplankton Herbivora Di Perairan Teluk Jakarta Pada
Bulan Agustus dan September 2009. FMIPA: Universitas
Indonesia.
Sachoemar, Suhendar; Hendiarti, Nani. 2006. Struktur Komunitas dan
Keragaman Plankton antar Perairan Laut di Selatan Jawa
Timur, Bali dan Lombok. Jurrnal Hidrosfir Badan Pengkajian
dan Penerapan Teknolog. Volume I, no. 1: 21-26.
Sagala, Parlindungan, Effendi. 2009. Potensi Komunitas Plankton
dalam Mendukung Kehidupan Komunitas Nekton di Perairan

39
Rawa Gambut, Lebak Jungkal di Kecamatan Pampangan,
Kabupaten Ogan Komerang Ilir (OKI), Propinsi Sumatera
Selatan. .Jurnal Penelitian Sains. Volume D(09), no. 12-11: 53-
58.
Saptarini, Dian, Aunurohim; Ria, Hayati. 2010. Komposisi, Kelimpahan
dan Distribusi Ubur-ubur (Schyphozoa) di Pesisir Timur
Surabaya. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Sari, Purnama, Endang; Khodijah, Yandri, Falmi; William, Nancy.
2013. Keanekaragaman Plankton di Kawasan Perairan Teluk
Bakau. Halaman: 36-44.
Sediadi, Agus. 2004. Efek Upwelling terhadap Kelimpahan dan
Distribusi Fitoplankton di Perairan Laut Banda dan Sekitarnya.
Makara Sains. Volume III, no. 2: 43-51.
Sediadi, Agus. 1986. Mengenal Plankton. Majalah Semipopuler
Lonawarta (LIPI).
Setyowati, Adhelia. 2010. Studi Histopatologi Hati Ikan Belanak (Mugil
cephalus) di Muara Sungai Aloo, Sidoarjo. Surabaya: Institut
Teknologi Sepuluh Nopember.
Smithsonian Marine Station at Pierce. 2015. Leptocylindrus danicus.
http://www.sms.si.edu/.
Tarigan, M. Salam. 2009. Aplikasi Satelit Aqua MODIS untuk
Memprediksi Model Pemetaan Kecerahan Ai Laut di Peraian
Teluk Lada, Banten. Jurnal Ilmu Kelautan. Volume 14, no. 3:
126-131.
Trigueros, Mara, Juan; Emma Orive. 2000. Tidally driven distribution
of phytoplankton blooms in a shallow, macrotidal estuary.
Journal of Plankton Research. Vol. 22 No.5: 969986.
Umar, Nur Asia. 2009. Dinamika Populasi Plankton dalam Area Pusat
Penangkapan Benur dan Nener di Perairan Pantai Kecamatan
Suppa, Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan (Forum Pasca
Sarjana). Volume 32, no. 2: 91-102.

40
Wardhana, Wisnu. 2003. Penggolongan Plankton. Departemen
Biologi Fmipa Universitas Indonesia. Balai Pengembangan
dan Pengujian Mutu Perikanan.
Yuliana; Adiwilaga, M., Enan; Harris, Enang; Pratiwi, T.M., Niken.
2012. Hubungan Antara Kelimpahan Fitoplankton dengan
Parameter Fisik-Kimiawi Perairan di Teluk Jakarta. Jurnal
Akuatika. Volume III, no. 2: 169-179.

41

Anda mungkin juga menyukai