Disusun Oleh :
KELOMPOK 4
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2015
LAPORAN PRAKTIKUM
Oleh :
Assalamualaikum Wr.Wb.
Wassalamualaikum Wr.Wb.
Kelompok 4
i
DAFTAR ISI
ii
3.3. Pengamatan dan Identifikasi Plankton di Laboratorium (Metode
Cacah dengan Sedgwick Rafter) ................................................... 15
5.1. Kesimpulan............................................................................. 34
5.2. Saran...................................................................................... 35
LAMPIRAN ....................................................................................... 36
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
DAFTAR TABEL
v
DAFTAR GRAFIK
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vii
BAB I
PENDAHULUAN
1
dengan perubahan iklim dilihat dari fungsinya sebagai penyerap
karbon.
Perubahan iklim di dunia juga mengakibatkan adanya migrasi
dari spesies invasive. Spesies invasive adalah organism yang berada
di suatu tempat khususnya perairan dan merupakan spesies asing.
Biasanya spesies ini dapat mengancam spesies asli dan dan dapat
menurunkan populasi mereka. Sebagai contoh dari adanya
perubahan iklim yang diimbangi dengan peningkatan suhu perairan
dapat menyebabkan spesies yang mulanya hidup di lingkungan
dengan suhu yang tinggi akan bermigrasi ke lingkungan dengan suhu
yang lebih rendah untuk mencari habitat yang kondisi lingkungannya
sama dengan kondisi lingkungan awal spesies tersebut hidup.
2
1.3. Waktu dan Tempat
Praktikum Perubahan Iklim dan Ekosistem Laut dilaksanakan
dalam beberapa tahap yang dijelaskan dalam tabel berikut.
Tabel 1. Tahapan Kegiatan, Waktu dan Tempat Praktikum
No. Kegiatan Hari/Tanggal Waktu Tempat
1 Sampling Minggu, 31 11.00 Sendang Biru
Mei 2015 14.00
WIB
2 Pengamatan dan Kamis, 04 Juni 09.00 Laboratorium
Identifikasi 2015 12.00 Hidrobiologi,
WIB Gedung C
Lantai 1,
Fakultas
Perikanan dan
Ilmu Kelautan,
Universitas
Brawijaya
3 Presentasi Hasil Sabtu, 20 Juni 10.00 Ruang
Penelitian 2015 10.30 PascaSarjana,
WIB Gedung A
lantai 2,
Fakultas
Perikanan dan
Ilmu Kelautan,
Universitas
Brawijaya
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
2.2 Klasifikasi Plankton
Plankton dapat dikelompokkan menjadi beberapa kelompok
berdasarkan cara makan, keberadaan/dominasi/sebaran, asal-usul,
ukuran, bentuk dan koloni sel, serta alat penangkap. Pengelompokkan
plankton yang paling umum didasarkan pada cara makannya.
Berdasarkan cara makannya plankton dapat dikelompokkan ke dalam
bakterioplankton (saproplankton), fitoplankton, dan zooplankton.
bakterioplankton (saproplankton) merupakan kelompok plankter yang
terdiri atas organisme yang tidak berklorofil, meliputi bakteri dan fungi.
Fitoplankton merupakan tumbuhan planktonik berklorofil, bahan
makanan cadangan berupa pati atau lemak, dinding sel tersusun dari
selulosa, serta bentuk flagel beragam. Zooplankton merupakan
plankter yang mempunyai cara makan holozoik. Kelompok
zooplankton hampir seluruhnya didominasi oleh Copepoda dengan
nilai sebesar 50 -80 %(Wardhana 2003).
Menurut Michael (1994) dalam Apuadi (2003), dalam
klasifikasi biologi, plankton dikelompokkan ke dalam 2 kelompok
besar, yaitu.
1. Fitoplankton, merupakan tumbuhan yang sering disebut plankton
nabati. Sel tubuhnya mengandung klorofil sehingga merupakan
organism autotrof yang mampu berfotosintesis secara langsung
dan merupakan penyumbang makanan alami di kehidupan
perairan. Fitoplankton ditemukan hanya pada kedalaman tertentu
yang memiliki psinar yang cukup untuk fotosintesis.
2. Zooplankton, ditemukan pada semua kedalaman atau lapisan air,
karena mereka memilikikekuatan untuk bergerak, yang meskipun
lemah tetapi dapat membantunya untuk naikatau turun.
Menurut Levinton (1982) dalam Sediadi (1986), plankton dapat
dibedakan dalam tiga jenis yaitu a. plankton bakteri, b. Plankton
hewani (zooplankton), dan c. Plankton tumbuhan (phytoplankton).
Untuk memudahkan penggolongan jenis organisme planktonis
tersebut dibagi dalam beberapa kategori berdasarkan :
5
1. Lamanya siklus hidup, digolongkan dalam dua jenis yaitu plankton
sementara dan plankton tetap.
2. Ukuran, dapat digolongkan menjadi empat ukuran yaitu plankton
mega, plankton makro, plankton mikro, dan plankton ultra.
3. Habitat, dapat digolongkan menjadi 2 yaitu plankton pantai dan
plankton laut.
6
pemangsaan oleh larva berbagai jenis hewan tingkat tinggi
merupakan faktor utama yang cukup berpengaruh terhadap dinamika
kelimpahan fitoplankton. Kelimpahan dan kelangsungan hidup
populasi larva udang windu Penaeus monodon Fabricus (benur), larva
ikan bandeng Chanos chanos Forskal (nener), dan larva lainnya
secara musiman mempengaruhi kelimpahan fitoplankton dan
zooplankton di beberapa perairan pantai (Umar et al., 2009).
7
nitrit, fosfat, silikat, dan arus laut. Oleh karena itu untuk menjaga
keberlangsungan ekosistem di laut perlu memperhatikan faktor- faktor
tersebut yang dapat mempengaruhi plankton dalam menghasilkan
sumber energi (Sachoemar dan Nani, 2006).
8
Fitoplankton adalah plankton nabati yang hidup melayang di
laut. Fitoplnakton memiliki peran penting pada ekosistem perairan
karena bersifat autotrofik yaitu dapat menghasilkan makanan sendiri
sehingga menjadi sumber energi yang menghidupkan seluruh fungsi
ekosistem di perairan. Zooplankton adalah plankton hewani yang
hidup melayang di perairan. Zooplankton bersifat heterotrofik yaitu
tidak dapat memproduksi makanannya sendiri sehingga
kelangsungan hidupnya sangat bergantung pada fitoplankton sebagai
makanannya. Suhu permukaan laut dipengaruhi oleh musim,
intensitas cahaya, curah hujan, kecepatan angin dan suhu udara.
Dalam satu tahun terjadi dua kali musim pancaroba yaitu sekitar bulan
April-Mei dan bulan November. Angin pada musim pancaroba
umumnya lebih lemah dan laut menjadi sangat tenang sehingga
proses pemanasan di permukaan bumi dapat terjadi dengan kuat.
Apabila suhu permukaan laut tinggi menyebabkan kuantitas
zooplankton menurun walaupun fitoplankton berada pada puncak
populasi. Hal tersebut disebabkan karena metabolisme sel meningkat
jika suhu meningkat hingga memerlukan daya serap oksigen yang
tinggi. Hal tersebut tidak didukung ketersediaan oksigen di perairan
karena daya larut oksigen rendah pada suhu tinggi (Rachman, 2011).
9
Salah satu studi kasus dari spesies invasive yaitu sea walnut
dengan jenis Mnemiopsis leidy. Ctenophore ini merupakan spesies
asli dari pantai timur Amerika Utara dan Selatan. Pada tahun 1982,
ditemukan di Laut Hitam, yang terbawa oleh air ballast. Kemudian
spesies ini menyebar ke Laut Kaspia. Ditempat tersebut populasinya
bertambah dua kali lebih besar. Sea walnut berkontribusi terhadap
menurunnya perikanan masyarakat lokal karena mereka juga
mengkonsumsi zooplankton dan ikan komersial. Mneiopsis leidy juga
ditemukan di Mediterania Baltik dan Laut Utara (Ocean Portal, 2015).
Invasif spesies laut yang lain sebagai contoh yaitu lionfish.
Lionfish merupakan spesies invasive yang memiliki dampak negative
tehadap spesies asli dan habitat. Florida Fish and Wildlife
Conservation Commission (FWC) mendorong penghapusan lionfish
dari perairan Florida untuk membantu membatasi dampak negatif
terhadap kehidupan asli laut dan ekosistem.. Lionfish adalah predator
ikan karang. Mereka makan ikan asli, yang dapat mengurangi
populasi asli dan memiliki efek negatif pada habitat karang secara
keseluruhan dan kesehatan karena mereka dapat menghilangkan
spesies yang memilikii peran ekologis penting seperti ikan yang
menjaga ganggang pada terumbu karang. Lionfish juga bersaing
untuk makanan dengan ikan predator asli seperti kerapu dan kakap
(Florida Fish and Wildlife Conservation Commision 2015).
10
BAB III
METODOLOGI
11
3.1.2. Skema Kerja
Plankton net
Hasil
12
3.2.2. Skema Kerja
3.2.2.1. Pengukuran Suhu
Termometer Digital
Dikalibrasi sensor thermometer dengan menggunakan
aquades
Dimasukkan sensor thermometer hingga terendam air
Ditekan tombol ON
Ditunggu hingga nilai suhu pada thermometer stabil
Dicatat nilai suhu yang tertera pada layar thermometer
Hasil
Hasil
13
3.2.2.3. Pengukuran pH
pH paper
Hasil
Refraktometer
Hasil
14
3.3. Pengamatan dan Identifikasi Plankton di Laboratorium
(Metode Cacah dengan Sedgwick Rafter)
3.3.1. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum Perubahan
Iklim dan Ekosistem Laut dengan materi pengamatan dan
identifikasi plankton di laboratorium (metode cacah dengan
Sedwigck rafter) adalah sebagai berikut.
Pipet tetes : untuk memindahkan larutan dengan
volume kecil
Mikroskop : untuk pengamatan organism renik
yang tidak tidak dapat dilihat mata
telanjang
Sedgwick rafter cell : untuk meletakkan sampel yang akan
diamati dibawah mikroskop
Cover glass : untuk menutup Sedgwick rafter cell
pada saat pengamatan dibawah
mikroskop
Kamera digital : untuk mendokumentasikan setiap
Kegiatan praktikum
Alat tulis : untuk mencatat setiap kegiatan
praktikum
Sedangkan, bahan-bahan yang digunakan dalam
praktikum Perubahan Iklim dan Ekosistem Laut dengan materi
pengamatan dan identifikasi plankton di laboratorium (metode
cacah dengan Sedwigck rafter) adalah sebagai berikut.
Buku Identifikasi : untuk mengetahui jenis spesies yang
diamati
Tissue : untuk membersihkan bahan yang
tercecer
Sampel : bahan yang akan diamati
15
3.3.2. Skema Kerja
Hasil
dengan,
N = Jumlah individu per liter
16
Oi = Luas gelas penutup preparat (mm2)
Op = Luas satu lapangan pandang (mm2)
Vr = Volume air tersaring (ml)
Vo = Volume air yang diamati (ml)
Vs = Volume air yang disaring (L)
n = Jumlah plankton pada seluruh lapangan pandang
p = Jumlah lapangan pandang yang teramati
b. Indeks Keanekaragaman
Indeks Shannon-Wiener digunakan untuk menghitung indeks
keanekaragaman (diversity index) jenis, dihitung menurut Odum
(1998):
s
H = - (ni/N) ln (ni/N)
i=1
dengan,
17
Grafik 1. Prosedur Kerja Pengamatan Plankton
Pengamatan Plankton
Sampling Plankton di Pengukuran Kualitas di Laboratorium
Lapang air di Lapang dengan Sedgwick
Rafter Cell
Perhitungan
Identifikasi Jenis Individu/Spesies
Pemisahan per Plankton yang
Plankton yang
Kategori Plankton Ditemukan di Bawah
Ditemukan
Mikroskop
Perhitungan Indeks
Perhitungan
Keanekaragaman KESIMPULAN
Kelimpahan Plankton
Plankton
18
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
19
4.1.1. Titik Pengamatan 1
Pada titik pengamatan 1 lokasinya tepat berada di
daerah TPI (Tempat Pelelangan Ikan) lama dengan koordinat
11206817.76 E dan 804356.49 S. Kondisi lapang di lokasi ini
sangat dekat dengan pemukiman penduduk dan di lokasi ini
sangat panas terik karena pengambilan sampling plankton
dilaksanakan di siang hari. Selain itu, juga banyak terdapat
aktivitas penduduk sekitar seperti berdagang di pasar, membuat
kapal dan aktivitas di kapal yang tengah bersandar. Sedangkan,
kondisi perairan di lokasi ini perairannya tidak begitu bersih dan
banyak sampah karena berhadapan langsung dengan kegiatan
manusia, banyak bebatuan yang ukurannya cukup besar, banyak
kapal-kapal yang bersandar serta pada dinding bangunan
pantainya dipenuhi oleh lumut.
20
dilaksanakan di siang hari dan sedikit kapal-kapal yang
bersandar atau berlabuh. Selain itu, di lokasi ini banyak terdapat
sand dune, pohon-pohon yang tinggi besar, jauh dari pemukiman
penduduk serta tidak terlalu ramai dikunjungi. Sedangkan, kondisi
perairan di lokasi ini tidak terlalu kotor dan di daerah tepi pantai
banyak terdapat bebatuan dan untuk gelombangnya cukup kuat
di perairannya.
21
normal. Tetapi tidak pada salinitas, nilai salinitas lebih tinggi 1 di
lokasi perairan tersebut. Hal itu dapat disebabkan oleh jauhnya aliran
muara sungai di lokasi tersebut serta proses evaporasi di siang hari
begitu tinggi sehingga kadar salinitas juga meningkat. Sedangkan,
untuk kecerahan juga tidak memenuhi baku mutu yang telah
ditetapkan. Hal itu dapat disebabkan oleh banyaknya sampah seperti
yang telah dijelaskan di awal sehingga menyebabkan kekeruhan
perairan dan tingkat kecerahan juga menurun.
Tabel 2. Kualitas Air Titik Pengamatan 1
No. Parameter Nilai Baku Mutu
1 Suhu 27.80C 28-300C (alami)
2 Salinitas 35 33-34 (alami)
3 pH 8 7-8.5
4 Kecerahan 1.5 m >3 m (alami)
22
4.3. Pengamatan dan Identifikasi Plankton di Laboratorium
(Metode Cacah dengan Sedgwick Rafter)
Pada praktikum Perubahan Iklim dan Ekosistem Laut
mengenai materi identifikasi plankton dari hasil pengamatan
mikroskop dengan menggunakan metode cacah menggunakan
Sedgwick rafter cell ditemukan berbagai jenis plankton yang
dibedakan menjadi fitoplankton (plankton nabati) dan zooplankton
(plankton hewani).
4.3.1. Fitoplankton
Dari hasil pengamatan menggunakan mikroskop, ditemukan
spesies fitoplankton pada saat pengamatan sebesar 10 jenis spesies.
Spesies-spesies fitoplankton tersebut tertera pada tabel dibawah ini.
Tabel 4. Spesies Fitoplankton yang Ditemukan
No. Spesies Gambar Hasil Pengamatan Gambar Literatur
1 Coscinudiscus
sp.
(Googleimage, 2015)
2 Euchampia sp.
(Googleimage, 2015)
23
No. Spesies Gambar Hasil Pengamatan Gambar Literatur
3 Fragilaria
capucina
(Googleimage, 2015)
4 Gramatophora
serpentina
(Googleimage, 2015)
5 Helicostomella
sp.
(Googleimage, 2015)
6 Leptocylindrus
sp.
(Googleimage, 2015)
24
No. Spesies Gambar Hasil Pengamatan Gambar Literatur
7 Leucosolenia
sp.
(Googleimage, 2015)
8 Licmophora sp.
(Googleimage, 2015)
9 Mastoglora sp.
(Googleimage, 2015)
10 Pleurosigma
sp.
(Googleimage, 2015)
25
4.3.2. Zooplankton
Dari hasil pengamatan menggunakan mikroskop, ditemukan
spesies zooplankton pada saat pengamatan sebesar 5 jenis spesies.
Spesies-spesies zooplankton tersebut tertera pada tabel dibawah ini.
Tabel 5. Spesies Zooplankton yang Ditemukan
No. Spesies Gambar Hasil Pengamatan Gambar Literatur
1 Calanus sp.
(Googleimage, 2015)
2 Cyclopoid
copepod
(Googleimage, 2015)
3 Harpacticoid
copepod
(Googleimage, 2015)
26
No. Spesies Gambar Hasil Pengamatan Gambar Literatur
4 Larva
bivalvia
(Googleimage, 2015)
5 Nauplius
Copepod
(Googleimage, 2015)
27
4.4. Analisis Data Plankton (Kelimpahan dan Keanekaragaman)
Plankton dikategorikan sebagai indikator perubahan iklim
karena adanya beberapa alasan yang melatarbelakanginya. Alasan
tersebut adalah karena plankton merupakan organisme laut yang
berukuran mikroskopis dan memiliki kelimpahan yang sangat tinggi di
perairan laut. Ukuran plankton yang sangat kecil membuat sifatnya
menjadi sangat sensitif terhadap perubahan suhu lautan. Adanya
fenomena perubahan iklim mempengaruhi adaptasi, struktur
komunitas plankton itu sendiri hingga metabolisme yang terjadi dalam
tubuhnya. Alasan lain yang melatarbelakangi dipilihnya plankton
sebagai indikator perubahan iklim adalah karena plankton merupakan
produktivitas primer.
Plankton menyerap CO2 yang berasal dari emisi gas buangan
aktivitas manusia dan mengubahnya menjadi senyawa organik
melalui proses fotosintesis dengan menyerap energi matahari
kompleks dan mengubahnya menjadi senyawa organik. Senyawa
organik inilah yang nantinya akan dimanfaatkan oleh organisme laut
yang lebih tinggi trophic level-nya lainnya untuk melanjutkan proses
kehidupan. Peran plankton yang sangat besar bagi rantai makanan di
laut inilah yang membuatnya dapat dijadikan indikator perubahan
iklim. Dengan adanya peran plankton sebagai penyerap kadar karbon
dioksida di atmosfer yang merupakan salah satu gas rumah kaca
inilah, suhu di permukaan bumi dapat dikendalikan. Oleh karena itu,
dapat disebutkan bahwa plankton ini bertindak sebagai pengendali
iklim dunia.
28
4.4.1. Fitoplankton
Hasil pengamatan fitoplankton pada titik pengamatan 1 dan 2
di Sendang Biru, Malang Selatan dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 6. Analisis Data Fitoplankton
No. Spesies Jumlah N H
1 Coscinudiscus sp. 3 12
2 Euchampia sp. 8 32
3 Fragilaria capucina 1 4
4 Gramatophora serpentine 1 4
5 Helicostomella sp. 13 52
6 Leptocylindrus sp. 13 52 1.94735
7 Leucosolenia sp. 2 8
8 Licmophora sp. 2 8
9 Mastoglora sp. 3 12
10 Pleurosigma sp. 4 16
Total 50 200
Kelimpahan (N)
Fitoplankton
8% 6% Coscinudiscus sp.
6% Euchampia sp.
16% Fragilaria capucina
4%
4% Gramatophora serpentina
2%
Helicostomella sp.
2%
Leptocylindrus sp.
Leucosolenia sp.
26% Licmophora sp.
26%
Mastoglora sp.
Pleurosigma sp.
29
Dari hasil perhitungan diatas didapatkan hasil bahwa jumlah
spesies fitoplankton yang ditemukan pada saat pengamatan
berjumlah 50 individu dengan 10 jenis spesies dengan jumlah individu
dan indeks kelimpahan tertinggi terdapat pada spesies Helicostomella
sp. dan Leptocylindrus sp. sebesar 52 individu per liter (26%) dari total
indeks kelimpahan fitoplankton keseluruhan 200 individu per liter.
Sedangkan, untuk indeks keanekaragaman dari fitoplankton sebesar
1.94735, yang menunjukkan bahwa fitoplankton di lokasi ini memiliki
stabilitas komunitas biota sedang atau kualitas air tercemar sedang.
Kesimpulan yang didapat yaitu habitat Helicostomella sp. pada
saat pengamatan di lapang, dimana parameter suhu berkisar 27-290C
dan salinitas 35. Selain itu, pada saat sampling plankton keadaan
perairan menunjukkan adanya gelombang cukup kuat yang
memungkinkan terjadinya pertukaran air sesuai dengan habitat
populasi Leptocylindrus sp. Dari faktor-faktor yang telah disebutkan
didepan maka cukup jelas bahwa distribusi Helicostomella sp. dan
Leptocylindrus sp. di perairan Sendang Biru, Malang Selatan
berlimpah dan banyak dibandingkan 8 spesies fitoplankton lain yang
ditemukan.
Kegiatan manusia di sepanjang pantai menyebabkan
perubahan drastis dalam lingkungan, seperti halnya penurunan
salinitas, kondisi anoksik, tingkat nutrisi yang tinggi dan pertumbuhan
fitoplankton yang intensif. Perubahan ini tercermin dalam struktur dan
kelimpahan komunitas protozoa dalam suatu daerah. Helicostomella
sp. hidup dengan salinitas tinggi tetapi konsentrasi nutrisi lebih rendah
dan sangat sensitif terhadap limbah pembuangan air. Helicostomella
sp. secara signifikan berkorelasi dengan nitrat, nitrit dan amonium
(Dorgham, et al. 2013).
Keadaan laut pada saat pasang, dapat menyebabkan
Leptocylindrus sp. lebih berlimpah di bawah dan tengah muara, dan
hampir tidak ditemukan pada daerah paling atas. Spesies ini
mencapai kepadatan tertinggi setelah air pasang dengan salinitas
28. Pada saat surut, hanya beberapa individu yang berada pada
30
daerah muara rendah di mana salinitas air sekitar 20 . Rantai
pembentuk diatom, Leptocylindrus sp., diamati sebagai sampel dari
musim spring bloom, pada saat surut di muara (Trigueros dan Orive,
2000).
31
4.4.2. Zooplankton
Hasil pengamatan zooplankton pada titik pengamatan 1 dan 2
di Sendang Biru, Malang Selatan dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 7. Analisis Data Zooplankton
No. Spesies Jumlah N H
1 Calanus sp. 1 4
2 Cyclopoid of copepod 2 8
3 Harpacticoid of copepod 2 8
1.252763
4 Larva bivalvia 1 4
5 Nauplius of copepod 8 32
Total 14 56
Kelimpahan (N)
Zooplankton
Calanus sp.
7%
Cyclopoid of copepod
15%
Harpacticoid of
14% copepod
57%
Larva bivalvia
7%
Nauplius of copepod
32
yang menunjukkan bahwa fitoplankton di lokasi ini memiliki stabilitas
komunitas biota sedang atau kualitas air tercemar sedang.
Kesimpulan yang didapat yaitu saat pengamatan ditemukan
bahwa plankton baik itu fitoplankton maupun zooplankton memiliki
indeks keanekaragaman antara 1-3 yang berarti stabilitas komunitas
plankton yang ada di dua lokasi pengamatan sedang atau dapat
dikatakan kualitas air tercemar sedang. Kehidupan plankton sendiri
sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan atau faktor abiotik. Hal ini
sesuai yang dikemukakan oleh Max-Plank (2015), mengatakan bahwa
kehidupan planktonik sangat dipengaruhi oleh suhu dan lingkungan.
Jika terjadi perubahan suhu akibat adanya perubahan iklim misalnya
suhu semakin rendah di suatu perairan, maka plankton akan
beristirahat di dasar perairan dan menjadi tidak aktif hingga suhu
berubah sesuai dengan kondisi awal (normal). Dapat kita ketahui
bersama bahwa plankton disini berperan sebagai produsen primer dan
penyerap karbon dari atmosfer. Apabila jumlah plankton di laut
semakin sedikit, maka secara tidak langsung akan berpengaruh
terhadap iklim di bumi disebabkan berkurangnya sumber penyerap
karbon, akibatnya suhu semakin meningkat yang sebanding dengan
perubahan iklim.
Copepoda umumnya menunjukkan hubungan trofik antara
produsen primer dan ikan di laut. Copepoda nauplii terdapat di mana-
mana, berlimpah dan produktif di perairan laut, dan mereka dimakan
oleh banyak larva ikan. Tubuh nauplii secara signifikan berbeda dari
copepodit dan dewasa (baik dalam hal ukuran dan bentuk dan dalam
memiliki makan lebih sedikit pelengkap) dan mereka dikenal memiliki
mekanisme makan yang berbeda. Pertumbuhan naupliar tidak
tergantung dari konsentrasi klorofil, sementara sumber makanan
utama mereka berada di daerah autotrofik (Finlay dan Roff, 2004).
33
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari hasil praktikum Perubahan Iklim dan Ekosistem Laut
maka didapatkan kesimpulan sebagai berikut.
Pengamatan plankton di Sendang Biru dilakukan di dua titik
pengamatan yaitu titik pengamatan 1 berlokasi di TPI Lama
dengan koordinat 11206817.76 E dan 804356.49 S serta titik
pengamatan 2 berlokasi di pantai dekat wisata dengan koordinat
11206850.89 E dan 804320.23 S.
Komponen biotik/biologi yang diamati yaitu plankton dan
komponen abiotik yang diamati yaitu pengukuran parameter
suhu, salinitas, pH dan kecerahan. Analisis data plankton meliputi
analisis data jenis fitoplankton dan zooplankton dengan
menghitung indeks kelimpahan serta indeks keanekaragaman
Fitoplankton dengan jumlah dan indeks kelimpahan tertinggi yaitu
jenis fitoplankton Helicostomella sp. dan Leptocylindrus sp.
sebesar 52 ind./liter (26%). Sedangkan, zooplankton dengan
jumlah dan indeks kelimpahan tertinggi yaitu jenis Nauplius
Copepod sebesar 32 ind./liter (57%). Indeks keanekaragaman dari
seluruh spesies plankton berada di kisaran 1-3 yaitu sebesar
1.94735 (fitoplankton) dan 1.252763 (zooplankton) sehingga
disimpulkan bahwa stabilitas plankton di lokasi pengamatan
sedang dan kualitas air lokasi pengamatan tercemar sedang.
Perubahan iklim memiliki keterkaitan yang erat terhadap
perubahan suhu. Plankton merupakan organisme yang sangat
rentan terhadap perubahan suhu, jika suhu pada suatu kawasan
berubah secara drastis maka akan terjadi kematian spesies lokal
dan terjadi invasif spesies. Hal inilah yang menyebabkan plankton
menjadi indikator perubahan iklim.
34
5.2. Saran
Saran yang dapat dikemukakan dari praktikum Perubahan
Iklim dan Ekosistem Laut adalah bahwa populasi plankton sangat
berperan terhadap perubahan iklim, karena dilihat dari adanya
peningkatan suhu yang sedikit saja akan berpengaruh terhadap
plankton. Oleh karena itu, sebaiknya kita menjaga ekosistem lau kita
dengan benar dan dengan cara yang bijaksana agar kita dapat
mengurangi dampak perubahan iklim.
35
LAMPIRAN
36
Lampiran 2. Dokumentasi Praktikum di Laboratorium
37
DAFTAR PUSTAKA
38
Max-Planck. 2015. Macrocyclops albidus.
http://www.fcps.edu/islandcreekes/ecology/copepod.htm
Muhiddin, Hamzah, Amir. 2011. Pemetaan Distribusi Vertikal
Kelimpahan Fitoplankton Secara Temporal dan Sasial di
Perairan Timur Pulau Barrang Lompo Kota Makassar.
Makassar: Universitas Hasanuddin .
National Geographic. 2015. Marine Invasive Species: These Invaders
Came, Saw, Conquered-and Destroyed.
http://ocean.nationalgeographic.com/ocean/critical-issues-
marine-invasive-species/
Ocean Portal. 2015. 5 Invasive Species You Should Know.
Smithsonian: National Museum of National History.
http://ocean.si.edu/ocean-news/5-invasive-species-you-should-
know/
Prabowo, RE; Ardli, ER; Sastranegara, MH; Lestari, W; Wijayanti, G .
2010. Biodiversitas dan Bioteknologi Sumbedaya Akuatik.
Prosiding Seminar Nasional Biologi. Halaman: 1-912.
Purwanti, Sri. 2011. Komunitas Plankton pada Saat Pasang dan Surut
di Perairan Muara Sungai Demaan Kabupaten Jepara.
Semarang: Universitas Diponegoro.
Putuhena; Jusmy, D. 2011. Perubahan Iklim dan Resiko Bencana
pada Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Posiding Seminar
Nasional. Univesitas Patimura.
Rachman, Kurnia. 2011. Hubungan Kuantitatif Antara Fitoplankton
dan Zooplankton Herbivora Di Perairan Teluk Jakarta Pada
Bulan Agustus dan September 2009. FMIPA: Universitas
Indonesia.
Sachoemar, Suhendar; Hendiarti, Nani. 2006. Struktur Komunitas dan
Keragaman Plankton antar Perairan Laut di Selatan Jawa
Timur, Bali dan Lombok. Jurrnal Hidrosfir Badan Pengkajian
dan Penerapan Teknolog. Volume I, no. 1: 21-26.
Sagala, Parlindungan, Effendi. 2009. Potensi Komunitas Plankton
dalam Mendukung Kehidupan Komunitas Nekton di Perairan
39
Rawa Gambut, Lebak Jungkal di Kecamatan Pampangan,
Kabupaten Ogan Komerang Ilir (OKI), Propinsi Sumatera
Selatan. .Jurnal Penelitian Sains. Volume D(09), no. 12-11: 53-
58.
Saptarini, Dian, Aunurohim; Ria, Hayati. 2010. Komposisi, Kelimpahan
dan Distribusi Ubur-ubur (Schyphozoa) di Pesisir Timur
Surabaya. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Sari, Purnama, Endang; Khodijah, Yandri, Falmi; William, Nancy.
2013. Keanekaragaman Plankton di Kawasan Perairan Teluk
Bakau. Halaman: 36-44.
Sediadi, Agus. 2004. Efek Upwelling terhadap Kelimpahan dan
Distribusi Fitoplankton di Perairan Laut Banda dan Sekitarnya.
Makara Sains. Volume III, no. 2: 43-51.
Sediadi, Agus. 1986. Mengenal Plankton. Majalah Semipopuler
Lonawarta (LIPI).
Setyowati, Adhelia. 2010. Studi Histopatologi Hati Ikan Belanak (Mugil
cephalus) di Muara Sungai Aloo, Sidoarjo. Surabaya: Institut
Teknologi Sepuluh Nopember.
Smithsonian Marine Station at Pierce. 2015. Leptocylindrus danicus.
http://www.sms.si.edu/.
Tarigan, M. Salam. 2009. Aplikasi Satelit Aqua MODIS untuk
Memprediksi Model Pemetaan Kecerahan Ai Laut di Peraian
Teluk Lada, Banten. Jurnal Ilmu Kelautan. Volume 14, no. 3:
126-131.
Trigueros, Mara, Juan; Emma Orive. 2000. Tidally driven distribution
of phytoplankton blooms in a shallow, macrotidal estuary.
Journal of Plankton Research. Vol. 22 No.5: 969986.
Umar, Nur Asia. 2009. Dinamika Populasi Plankton dalam Area Pusat
Penangkapan Benur dan Nener di Perairan Pantai Kecamatan
Suppa, Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan (Forum Pasca
Sarjana). Volume 32, no. 2: 91-102.
40
Wardhana, Wisnu. 2003. Penggolongan Plankton. Departemen
Biologi Fmipa Universitas Indonesia. Balai Pengembangan
dan Pengujian Mutu Perikanan.
Yuliana; Adiwilaga, M., Enan; Harris, Enang; Pratiwi, T.M., Niken.
2012. Hubungan Antara Kelimpahan Fitoplankton dengan
Parameter Fisik-Kimiawi Perairan di Teluk Jakarta. Jurnal
Akuatika. Volume III, no. 2: 169-179.
41