Disusun Oleh:
Kelompok 2 / Perikanan B
2023
LAPORAN PRAKTIKUM RANCANGAN PERCOBAAN
Disusun Oleh:
Kelompok 2 / Perikanan B
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan laporan praktikum. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah
limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat dan umatnya
hingga akhir zaman.
Laporan praktikum yang berjudul “PENGARUH LETHAL DAN
SUBLETHAL FUNGISIDA NABATI TERHADAP KELANGSUNGAN
HIDUP DAN PERTUMBUHAN IKAN MAS (Cyprinus carpio)” dibuat untuk
memenuhi nilai praktikum mata kuliah Rancangan Perocbaan pada Program Studi
Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran. Penulis
mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Ujang Subhan, S.Pi., M.Si, Bapak Mochamad Candra W. Arief,
S.Pi., M.Sc., MIL., Ph.D, dan Ibu Fittrie M. Pratiwy S.Pi., M.Sc., MIL.,
Ph.D. selaku dosen penanggung jawab mata kuliah Rancangan Percobaan.
2. Kang Zidan Fachriza selaku asisten penanggung jawab praktikum mata
kuliah Rancangan Percobaan Kelas Perikanan B.
3. Dosen dan asisten mata kuliah Rancangan Percobaan
Penulis telah berusaha sebaik mungkin dalam penyusunan laporan akhir
praktikum ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan masukan
yang membangun bagi penulis. Akhir kata, penulis berharap semoga laporan
praktikum yang telah disusun dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.
Kelompok 2
i
DAFTAR ISI
BAB Halaman
DAFTAR TABEL ................................................................................ iv
DAFTAR GAMBAR .............................................................................v
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................ vi
I PENDAHULUAN ................................................................................. 7
1.1 Latar Belakang ............................................................................ 7
1.2 Tujuan ......................................................................................... 8
1.3 Manfaat ...................................................................................... 8
II KAJIAN PUSTAKA ............................................................................. 9
2.1 Ikan Mas ..................................................................................... 9
2.1.1 Klasifikasi Ikan Mas ................................................................... 9
2.1.2 Morfologi Ikan Mas .................................................................... 9
2.1.3 Habitat ......................................................................................... 10
2.1.4 Anatomi Ikan Mas ...................................................................... 10
2.1.5 Sistem Pencernaan ...................................................................... 11
2.1.6 Sistem ResPirasi ......................................................................... 11
2.2 Fungisida ..................................................................................... 12
2.2.1 Fungisida Nabati ......................................................................... 13
III BAHAN DAN METODE ..................................................................... 15
3.1 Tempat dan Waktu ...................................................................... 15
3.2 Alat dan Bahan............................................................................ 15
3.2.1 Alat Praktikum ............................................................................ 15
3.2.2 Bahan Praktikum......................................................................... 16
3.3 Prosedur Praktikum..................................................................... 16
3.4 Analisis Data ............................................................................... 16
IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 18
4.1 Data Kelas ................................................................................... 18
4.1.1 Survival Rate ............................................................................... 18
4.1.2 Pertumbuhan Bobot .................................................................... 19
4.1.3 Kondisi Kenampakan Ikan.......................................................... 21
4.2 Data Angkatan ............................................................................ 22
4.2.1 Survival Rate ............................................................................... 23
4.2.1 Pertumbuhan Bobot .................................................................... 24
4.2.3 Kondisi Kenampakan Ikan.......................................................... 26
V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 28
5.1 Kesimpulan ................................................................................. 28
5.2 Saran ........................................................................................... 28
ii
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 30
LAMPIRAN .......................................................................................... 33
iii
DAFTAR TABEL
iv
DAFTAR GAMBAR
v
DAFTAR LAMPIRAN
vi
BAB I
PENDAHULUAN
7
8
konsentrasi residu pestisida pada ikan yang dihasilkan dari proses bioakumulasi
meningkat dengan meningkatnya konsentrasi dan waktu pemaparan hingga
tercapai kondisi steady state. Selain itu, bioakumulasi pestisida pada konsentrasi
tertentu dapat secara signifikan memperlambat laju pertumbuhan dan
mempengaruhi status hematologi ikan (Taufik 2005).
1.2 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lethal dan sublethal
fungisida nabati terhadap kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan mas.
1.3 Manfaat
1. Mengetahui efek toksisitas lethal dan sublethal dari fungisida terhadap
kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan mas
2. Mengetahui tingkat kelulushidupan ikan mas yang terpapar fungisida
3. Mengetahui gejala makroskopis ikan yang mati akibat terpapar fungisida
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
9
10
sepasang mata, sepasang lubang hidung terletak di bagian kepala, dan tutup insang
terletak di bagian belakang kepala. Seluruh bagian tubuh ikan mas ditutupi dengan
sisik yang besar, dan berjenis cycloid yaitu sisik halus yang berbentuk lingkaran
(Cahyono 2001).
Sirip punggungnya (dorsal) memanjang dengan bagian belakang berjari
keras dan bagian akhir (sirip ketiga dan keempat) bergerigi. Letak sirip punggung
berseberangan dengan permukaan sirip perut (ventral). Sirip duburnya (anal)
mempunyai ciri seperti sirip punggung, yakni berjari keras dan bagian akhirnya
bergerigi. Garis rusuknya (linea lateralis atau gurat sisi) tergolong lengkap, berada
di pertengahan permukaan tubuh dengan bentuk melintang dari tutup insang sampai
ke ujung belakang pangkal ekor (Khairuman dan Amri 2011).
2.1.3 Habitat
Habitat utama dari ikan mas adalah perairan tawar. Menurut Djarijah (2011)
Habitat yang disukai ikan mas adalah perairan dengan kedalaman 1 meter yang
mengalir pelan, dan subur yang ditandai melimpahnya pakan alami, misalnya
rotifer, rotatoria, udang-udang renik dan lain-lain. Sebaliknya larva ikan mas
menyukai perairan dangkal, tenang dan terbuka. Benih ikan mas yang berukuran
cukup besar lebih menyukai perairan yang agak dalam, mengalir dan terbuka. Di
negara tropis ikan mas berpijah pada musim hujan. Waktu pemijahan biasanya
bertepatan dengan turunnya hujan. Kesiapan proses pemijahan induk dapat
terganggu jika media hidupnya tercemar, kandungan oksigen terlarut menurun dan
kondisi kesehatan induk menurun.
2.1.4 Anatomi Ikan Mas
Anatomi merupakan ilmu yang mempelajari tentang struktur tubuh, berasal
dari bahasa Yunani “ana” yang artinya habis atau ke atas dan “tomos” yang berarti
memotong atau mengiris. Jadi, anatomi meruakan ilmu yang mempelajari sturktur
tubuh dengan cara menguraikan tubuh menjadi bagian-bagian yang lebih kecil
sampai kebagian yang paling kecil, dengan cara memotong atau mengiris yang
kemudian diangkat, dipelajari, dan diperiksa dengan menggunakan mikroskop
(Sudibjo et al. 2011).
11
Ikan mas memiliki panjang usus yang melebihi panjang tubuh ikan. Pada
pengukuran yang telah dilakukan diketahui bahwa tubuh ikan mas memiliki
panjang baku 19 cm sedangkan panjang ususnya mencapai 50 cm atau lebih tiga
kali lipat dari panjang tubuhnya. Usus yang panjang tersebut bertujuan untuk
mendapatkan hasil hidrolisis makromolekul makanan secara maksimal (Santoso
1993).
2.1.6 Sistem Respirasi
Ikan mas melakukan respirasi dengan insang yang terdapat pada sisi kanan
dan kiri bagian dekat kepala. Masing-masing mempunyai empat buah insang yang
ditutup oleh tutup insang (operculum). Sistem respirasi pada ikan mas seperti ikan
12
pada umumnya yang memiliki 2 tahap, yaitu respirasi dan inspirasi. Adapun
mekanisme respirasi dan inspirasi menurut (Angel 2015) sebagai berikut.
a) Tahap Inspirasi
Tutup insang tertutup rapat, mulut membuka pada saat beberapa otot
berkontraksi, lalu jaring-jaring penyokong keping tutup insang mengembang dan
merendah hingga rongga bukofaring dan rongga insang mengembang. Lalu air dari
luar akan masuk melalui mulut menuju rongga mulut, selanjutnya ruang antara
insang dan operkulum meluas ketika tutup insang mengembang ke arah muka
meskipun kulit penutup insang tertutup di bagian posterior oleh tekanan air dari
luar. Pada saat air dari rongga mulut bergerak melewati insang, terjadi difusi dari
lingkungan luar (media air) menuju lingkungan dalam (kapiler darah) pada lamela
sekunder.
b) Tahap Ekspirasi
Mulut menutup, kemudian rongga bukofaring dan rongga insang mulai
menyempit, sementara katup mulut mencegah aliran air keluar melalui mulut.
Rongga mulut mulai berubah fungsi dari sebagai pompa penghisap menjadi pompa
penekan. Operculum tetap tertutup, setelah mencapai kondisi yang lebih lanjut dari
penyempitan dan air berkumpul di luar insang, dan pada kondisi ini celah insang
terbuka. Air bergerak keluar melalui celah insang.
2.2 Fungisida
Secara bahasa, fungisida berasal dari gabungan dua kata dalam bahasa
Yunani, yakni fungus yang berarti jamur dan caedo yang berarti membunuh. Secara
istilah umum, fungisida dapat diartikan sebagai suatu senyawa kimia yang dapat
digunakan untuk menghambat dan mengendalikan pertumbuhan atau bahkan
membunuh jamur penyebab penyakit. Senyawa dalam fungisida yang bersifat
menghambat pertumbuhan tanpa membunuh jamur disebut sebagai senyawa
fungistatik, sedangkan pada virus atau mikoplasma antibiotik yang memiliki sifat
menghambat pertumbuhan jamur lebih tepat disebut remission. Fungisida adalah
jenis pestisida yang secara khusus dibuat dan digunakan untuk mengendalikan
(membunuh, menghambat atau mencegah) jamur atau cendawan patogen penyebab
penyakit. Bentuk fungisida bermacam-macam, ada yang berbentuk tepung, cair, gas
13
dan butiran. Fungisida yang berbentuk tepung dan cair adalah yang paling banyak
digunakan (Sudarmo 2005).
Gambar 3. Fungisida
(Sumber: lazada.co.id)
Menurut Doble dan Kumar (2005) bahan penyusun fungisida berasal dari
bahan biologis dan kimiawi. Bahan penyusun fungisida diklasifikasikan ke dalam
dua kategori yaitu bahan preventif seperti sulfur, dichlocarbamates,
organometallics, phthalimides dan benzamides. Sementera bahan kuratif seperti
acetimides, dicarboxymides, sterol inhibitors dan lain sebagainya. Bahan aktif
sebagai fungisida dapat dikategorikan seperti kaptan, folpet, dithiocarbamates,
pentachlorophenol dan mercurial. Bahan-bahan fungisida pada umumnya tidak
berbahaya, tidak bioakumulatif, sehingga aman bagi lingkungan, tetapi terdapat
beberapa bahan aktif yang memiliki resiko dalam keadaan tertentu bagi konsumen
tanaman pangan, bahan tersebut biasanya mercurial seperti hexachlorobenzene
(Taylor dan Baumert 2014).
2.2.1 Fungisida Nabati
Fungisida nabati adalah fungisida yang berasal dari tumbuh-tumbuhan yang
kemudian diekstraksi, diproses, atau dibuat menjadi konsentrat yang tidak
mengubah struktur kimianya sehingga residu fungisida nabati lebih cepat terurai
(Novizan 2002). Fungisida nabati dapat digunakan sebagai salah satu alternatif
untuk mengurangi penggunaan fungisida sintetik. Beberapa keunggulan fungisida
nabati yaitu murah dan mudah dibuat oleh petani, relatif aman terhadap lingkungan,
14
daya urai cepat dan tidak ada residu pada produk pertanian sehingga lebih aman
dikonsumsi (Sudarmo 2005).
Fungisida nabati mengandung senyawa bioaktif yang efektif menghambat
atau mengendalikan patogen yang terbawa benih baik secara in vitro maupun in
vivo (Eppler 1995 dalam Halimursyadah et al. 2017). Fungisida nabati memiliki
beberapa kelebihan diantaranya, non toksik, tidak membunuh organisme yang
bukan sasaran, mudah terurai di alam sehingga tidak mencemari lingkungan serta
aman bagi manusia, mudah diperoleh di alam dan cara pembuatannya patogen
mudah (Prakash et al. 2008).Penggunaan fungisida nabati selain dapat menghambat
perkembangan penyakit juga aman bagi konsumen dan lingkungan karena mudah
terurai dan tidak meninggalkan residu pada produk pertanian, bahannya mudah
didapat, dan harga relatif lebih murah (Dadang dan Ohsawa 2000).
Kandungan dari Fungisida yang digunakan yaitu diallyl sulfida, dially
disulfida dan diallyl trisulfide. Ketiga senyawa tersebut merupakan senyawa
metabolit sekunder merupakan bahan aktif yang bisa diperoleh dari bawang putih,
bahan aktif ini berfungsi sebagai antiinflamasi, antioksidan, antimikroba,
perlindungan saraf, anti kanker dan antifungal dan berasal dari sumber yang sama
dengan dially sulfide yaitu bawang putih, menurut Xue gong et al. (2021) dalam
bawang putih terkandung senyawa dially trisulfide dan dially disulfide sebesar 33,4-
50, 43 % dan 29,08%, sedangkan dalam keefektifannya sebagai antifungal senyawa
diallyl trisulfide mempunyai tingkat kekuatan yg tinggi sebagai fungisida yaitu
pada jamur Trametes hirsuta sebesar (IC50 = 56.1 µg/mL) dan Laetiporus
sulphureus (IC50 = 31.6 µg/mL). Lalu ada kandungan allyl methyl disulfida dan
allyl methyl trisulfide, kedua senyawa tersebut merupakan senyawa yang
terkandung dalam bawang putih yang berfungsi sebagai antihipertensi dan
antibakteri Adapun prekursor utamanya dari bawang putih yaitu senyawa allyl
cysteine sulfoxide. Allicin termasuk komponen suatu volatil yang utama dari
ekstrak bawang putih. Senyawa allyl sulfida juga berfungsi sebagai penekan
proliferasi dan peningkatan apoptosis yang merupakan penggantian sel akibat
penuaan atau berlanjutnya siklus hidup sel dengan 2 cara yaitu menahannya di fase
G2/M dan dengan induksi apoptosis.
BAB III
BAHAN DAN METODE
15
16
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum yaitu sebagai berikut:
Tabel 2. Bahan Praktikum
No Nama Bahan Fungsi
1. Ikan mas Sebagai ikan uji
2. Plastik klip Sebagai wadah pakan yang sudah ditimbang
3. Label Untuk label pada plastik pakan dan aquarium
4. Fungisida Sebagai bahan uji praktikum
Nabati
5. Pelet ikan Sebagai pakan ikan selama pemeliharaan
berlangsung
𝑁𝑡
SR (%) = 𝑁𝑜 x 100 %
18
19
Berdasarkan hasil pengujian (Gambar 3), survival rate ikan mas (Cyprinus
carpio) pada penambahan sebanyak 1 ppm fungisida ke dalam media berisi 10 L
air dan 5 ekor ikan mas sebanyak 6 kali ulangan, menghasilkan nilai survival rate
(SR) pada ulangan ke-1, ke-4, ke-5, dan ke-6 sebesar 100% yang artinya semua
ikan mas uji yang berjumlah 5 ekor masih bertahan hidup. Sedangkan nilai survival
rate (SR) pada ulangan ke-2 dan ke-3 adalah sebesar 80% yang artinya masing-
masing terdapat 1 ekor ikan yang mati dan 4 ekor ikan yang hidup.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Suryadi et al. (2021), dengan
penambahan 1 ppm fungisida ke dalam media yang berisi 500 L air dan 10 ekor
ikan untuk mengetahui pengaruh kelangsungan hidup ikan mas (Cyprinus carpio)
menghasilkan nilai survival rate (SR) sebesar 100%, artinya nilai tersebut dianggap
tidak berbeda nyata. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari penelitian Taylor dan
Baument (2014) dalam Suryadi et al. (2021) bahwa sebagian besar fungisida tidak
bersifat toksik pada ikan, kecuali yang bersifat benzen. Oleh karena itu, dapat
dikatakan pengujian penambahan 1 ppm fungisida yang dilakukan kelas perikanan
B pada perlakuan penambahan 1 ppm fungisida yang meliputi ulangan ke-1, ke-4,
ke-5, dan ke-6 tidak berbeda nyata.
Di samping itu, penyebab kematian 1 ekor ikan masing-masing pada
perlakuan C (1 ppm) yang meliputi ulangan ke-2 dan ke-3, selain terdapat
kemungkinan karena adanya pengaruh kondisi awal ikan mas uji yang kurang sehat,
ikan-ikan tersebut mati karena terinfeksi oleh adanya penambahan fungisida
sebanyak 1 ppm. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Kusriani et al. (2012)
dalam Suryadi et al. (2021) bahwa jika terdapat ikan mas yang terpapar pestisida,
maka dapat menurunkan nafsu makan dan laju pertumbuhan harian (SRG) karena
adanya gangguan metabolisme akibat terjadinya hipoksia atau kondisi kurangnya
oksigen dalam sel dan jaringan tubuh sehingga dapat mengganggu sistem
pernapasan serta menyebabkan kematian pada ikan.
4.1.2 Pertumbuhan Bobot
Berdasarkan hasil pengamatan (gambar 5), pertumbuhan bobot ikan mas
(Cyprinus carpio) pada perlakuan C (1 ppm) memberikan hasil tertinggi pada
ulangan ke-6 sebesar 11 g, diikuti pada ulangan ke-2 sebesar 6,75 g, ulangan ke-4
20
sebesar 4,5 g, ulangan ke-5 sebesar 4 g, ulangan ke-3 sebesar 2,5 g, dan terendah
pada ulangan ke-1 sebesar 0 g. Sehingga rata-rata pertumbuhan bobot ikan mas
(Cyprinus carpio) pada perlakuan C (1 ppm) adalah sebesar 4,79 g.
Menurut Suryadi et al. (2021), ikan mas yang terpapar pestisida akan
mengalami peningkatan nilai FCR (Feed Convertion Ratio) serta menurunkan laju
pertumbuhan harian (SGR) karena adanya gangguan metabolisme akibat terjadinya
hipoksia. Hipoksia atau diplesi oksigen merupakan fenomena yang terjadi di
lingkungan akuatik dimana molekul oksigen terlarut dalam air menjadi berkurang
(Kusriani et al 2012). Terhambatnya pertumbuhan pada ikan menunjukkan adanya
gangguan pada fungsi faali suatu organisme, sehingga energi yang digunakan untuk
pertumbuhan dialihkan untuk melakukan adaptasi terhadap lingkungan perairan
yang mengandung bahan aktif. Adanya bahan-bahan beracun dalam media hidup
ikan dapat menyebabkan pola behavioristik yang tidak normal, yaitu penolakan
terhadap pakan. Sebagaimana menurut Rudiyanti dan Ekasari (2009), bahwa
konsentrasi bahan aktif yang tinggi dapat menurunkan berat biomassa mutlak ikan
uji dikarenakan adanya penolakan ikan uji terhadap pakan.
Rata-rata pertumbuhan bobot ikan mas (Cyprinus carpio) pada perlakuan
C (1 ppm) sebesar 4,79 g, menunjukkan adanya hambatan pada pertumbuhan ikan.
Sesuai dengan pendapat Rahayaan et al. (2020) bahwa konsentrasi atau dosis
rendah bahan racun mempunyai daya kerja yang lambat sehingga hanya dapat
menyebabkan hambatan. Sedangkan semakin tinggi dosis bahan racun yang
21
diberikan dapat menyebabkan proses pingsan hingga kematian yang sangat cepat
karena terhambatnya proses respirasi pada ikan. Hal ini sesuai dengan pendapat
Setiawan (2004) yang menyatakan bahwa semakin tinggi anestesi yang diberikan
pada ikan maka pengaruh senyawa anestesi akan semakin meningkat
4.1.3 Kondisi Kenampakan Ikan
Kondisi kenampakan ikan dalam pengujian ini dilakukan ketika pengujian
telah selesai dengan melakukan pengamatan makroskopis. Hasil
pengamatan kondisi kenampakan ikan mas (Cyprinus carpio) yang didapatkan
oleh kelas perikanan B adalah sebagai berikut :
Tabel 3. Hasil Pengamatan Kondisi Kenampakan Ikan Mas Kelas B
Jumlah
Ulangan Dokumentasi Ikan yang Kondisi Kenampakan Ikan
Hidup
• Pergerakan ikan aktif
• 3 ekor ikan warnanya pucat
• 2 ekor ikan berwarna normal
B1 5 • Warna insang normal/tidak ada
perubahan
• Terdapat benjolan di sirip dorsal
pada 1 ikan
• Kenampakan kulit/sisik terlihat
normal
B2 4
• Kenampakan insang juga masih
normal
92%
90%
1 2 3 4
Perlakuan
Berdasarkan hasil pengujian pada grafik, survival rate ikan mas (Cyprinus
carpio) pada perlakuan 1 atau kontrol (0 ppm) dan perlakuan 2 (0,1 ppm)
menghasilkan survival rate (SR) sebesar 100% yang artinya semua ikan mas yang
di uji masih bertahan hidup, pada perlakuan 3 (1 ppm) menghasilkan SR sebesar
93% yang artinya terdapat 2 ekor ikan yang mati dan 28 ekor ikan yang masih
hidup, dan sedangkan pada perlakuan 4 (10 ppm) menghasilkan SR sebesar 96%
yang artinya terdapat 1 ekor ikan yang mati dan 29 ekor ikan yang masih hidup.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Rumampuk et al. (2010), pada
perlakuan 1 atau kontrol (0 ppm) yaitu tidak adanya penambahan bahan toksin ke
dalam media air yang digunakan maka kemungkinan ikan uji untuk mati sangat
relatif kecil, karena media air yang digunakan hanya di kontrol dan dikuras saja
tanpa adanya bahan toksin yang ditambahkan. Nilai LC (Lethal Concentration)
ditentukan untuk tujuan penelitian nilai ambang batas yang layak di suatu
lingkungan penelitian, menurut penelitian Rumampuk et al. (2010), disebutkan
bahwa konsentrasi lethal yang dapat diterima di lingkungan perairan adalah di
bawah konsentrasi 0,287 ppm. Pada perlakuan 2 yaitu dengan konsentrasi 0,1 ppm,
nilai konsentrasi lethal tersebut masih diterima di perairan sehingga ikan yang
diujikan tidak ada yang mati atau semua ikan masih bertahan hidup dengan SR yang
dihasilkan sebesar 100%. Menurut Suryadi et al. (2021) dengan penambahan
fungisida dengan konsentrasi 1 ppm itu tidak berbeda nyata atau menghasilkan SR
24
0,14 gr. Selisih bobot ikan mas tertinggi di perlakuan B (0,1 ppm) pada ulangan 2
sebesar 6 gr, sedangkan selisih bobot terendah di perlakuan B (0,1 ppm) pada
ulangan 1 dan 3 sebesar masing- masing 2 gr. Selisih bobot ikan mas tertinggi di
perlakuan C (1 ppm) pada ulangan 6 sebesar 11 gr dan selisih bobot ikan mas
terendah di perlakuan C (1 ppm) pada ulangan 1 sebesar 0 gr yang artinya tidak ada
perbedaan bobot pada ikan mas pada awal dan akhir dari penelitian. Dan selisih
bobot ikan mas tertinggi di perlakuan D (10 ppm) pada ulangan 5 sebesar 10 gr,
sedangkan selisih bobot ikan mas terendah di perlakuan D (10 ppm) pada ulangan
4 dan 6 sebesar masing-masing 2 gr.
Begitu pula berdasarkan hasil perhitungan ANOVA menunjukkan bahwa
tidak terdapat perbedaan nyata pada penambahan fungisida nabati terhadap
pertumbuhan bobot ikan mas. Sehingga dalam pemberian dosis yang rendah tidak
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan bobot ikan mas. Pada
perlakuan A dan B ikan uji tetap hidup dan tidak ada yang mati. Pada perlakuan A
dan B dapat terjadi hal tersebut karena dosis yang diberikan sangat rendah serta
pada perlakuan A tidak diberikan dosis pestisida. Sedangkan pada perlakuan C dan
D terdapat ikan yang mati, namun saat penimbangan bobot akhir, terdapat
perbedaan yang signifikan dengan bobot awal sehingga saat dilakukan perhitungan
selisih, hasilnya tidak jauh berbeda dengan perlakuan A dan B. Hal ini dapat terjadi
karena fungisida tidak mengganggu indera penciuman dan penglihatan ikan,
sehingga respon ikan yang hidup terhadap pakan tidak akan melambat dan tidak
menurunkan nafsu makan pada ikan tersebut (Suryadi et al. 2021).
Pada penelitian Pitaloka (2018) laju pertumbuhan bobot ikan mas pada
penambahan pestisida perlakuan A (0,155 ppm) dan B (0,31 ppm) mengalami
penurunan dibandingkan dengan konsentrasi 0 ppm (tanpa serbuk akar tuba) Hal
ini disebabkan karena respon ikan kontrol terhadap pakan sangat baik sehingga
pertumbuhannya yang paling baik. Dan juga menurut Kusriani et al. (2012) laju
pertumbuhan pada perlakuan dengan pemberian pestisida Diazinon 60 EC lebih
kecil daripada perlakuan yang tanpa pemberian pestisida. Hal ini dikarenakan
pengaruh zat toksik terhadap ikan yang menyebabkan morfologi insang berubah
dan menyebabkan kematian dalam periode panjang. Selain itu, zat toksik dapat
26
merusak fungsi respirasi dari insang sehingga proses metabolisme dalam tubuh
terganggu dan menurunkan laju pertumbuhan.
Adapun menurut Pitaloka (2018) adanya konsentrasi pestisida dapat
menghambat laju pertumbuhan ikan mas. Terhambatnya pertumbuhan ini karena
faktor lingkungan yang mengakibatkan ikan tidak nafsu makan. Pertumbuhan
semakin menurun seiring dengan peningkatan konsentrasi toksikan, yang
disebabkan oleh ikan tidak merespon pakan sehingga ikan kurang asupan nutrisi
dan kekurangan energi (Amalia et al. 2013). Menurut Nisa et al. (2013), bahwa
faktor lingkungan yang menyebabkan ikan kehilangan nafsu makan akibatnya
cenderung lambat untuk tumbuh dan jika kondisi lingkungannya tidak sesuai makan
ikan lebih memanfaatkan energi dari makanan untuk mempertahankan hidup dari
pada pertumbuhan.
4.2.3 Kondisi Kenampakan Ikan
Kondisi kenampakan ikan dalam pengujian ini dilakukan ketika pengujian
telah selesai dengan melakukan pengamatan makroskopis. kondisi ikan pada
masing-masing ulangan dari setiap perlakuan menunjukkan bahwa pergerakan ikan
aktif, hal tersebut menunjukkan bahwa ikan tersebut mengalami kepanikan.
Kandungan fungisida tidak menimbulkan kematian pada dosis maksimal perlakuan,
yaitu 10 ppm dalam kurun waktu 96 jam. Hal ini sesuai dengan penelitian Taylor
dan Baumert (2014) yang menyatakan bahwa sebagian besar fungisida tidak
bersifat toksik pada ikan kecuali yang berbahan dasar benzen. Pernyataan ini
diperkuat juga oleh Maltby et al. (2009) yang menemukan bahwa LC/EC 50 dari
berbagai bahan fungisida pada ikan memiliki nilai > 10 ppm.
Berdasarkan hasil pengujian pada perlakuan B (0,1 ppm) tidak terdapat ikan
yang mati. Pada perlakuan C (1 ppm) terjadi kematian ikan sebanyak 2 ekor dengan
kondisi yang sama berupa munculnya beberapa titik pada permukaan tubuh, namun
kondisi insang dan organ lainnya tidak menunjukkan adanya perubahan. Hal ini
dapat disebabkan karena kondisi ikan yang semula tidak sehat, yaitu tumbuh jamur
pada tubuhnya. Dan pada perlakuan D (10 ppm) terdapat kematian ikan sebanyak
1 ekor. Kondisi ikan pada perlakuan D yaitu normal atau tidak ada perubahan dari
sebelum diberi penambahan fungisida. Salah satu faktor penyebab kematian ikan
27
yaitu ditimbulkan oleh kepanikan dan kesehatan ikan itu sendiri. Kesehatan ikan
akan mempengaruhi respon makannya, karena ikan yang sehat akan langsung
merespon pakan yang diberikan (Rosidah et al. 2019) sedangkan ikan yang sakit
akan terganggu nafsu makannya sehingga kesehatannya akan semakin menurun dan
mengakibatkan ikan tersebut mati.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan berdasarkan hasil penelitian serta perlakuan pemberian
fungisida pada media air dan pakan pada ikan mas (Cyprinus carpio) yang berbeda
terhadap kelangsungan hidup dan pertumbuhan dapat disimpulkan bahwa:
1. Nilai survival rate (SR) pada pengujian penambahan 1 ppm fungisida dalam
media air yang dilakukan kelas perikanan B pada ulangan ke-1, ke-4, ke-5,
dan ke-6 tidak berbeda nyata. Sedangkan nilai survival rate (SR) pada
ulangan ke-2 dan ke-3 adalah sebesar 80% yang artinya masing-masing
terdapat 1 ekor ikan yang mati dan 4 ekor ikan yang hidup.
2. Pengaruh pemberian fungisida terhadap pertumbuhan bobot yaitu
berdasarkan hasil perhitungan dan perlakuan A (0 ppm), Perlakuan B (0,1
ppm), Perlakuan C (1 ppm), dan Perlakuan D (10 ppm) menunjukkan tidak
terdapat perbedaan nyata terhadap pertumbuhan ikan mas. Namun pengaruh
pemberian fungisida pada ikan menyebabkan ikan tidak nafsu makan.
3. Kondisi ikan pada masing-masing ulangan menunjukkan adanya
pergerakan yang aktif, hal tersebut menunjukkan kepanikan pada ikan mas.
Serta berdasarkan hasil pengujian pada perlakuan B (0,1 ppm) terjadi
kematian ikan sebanyak 2 ekor dan C (1 ppm) terjadi kematian pada ikan
sebanyak 2 ekor dengan kondisi kenampakan yang sama berupa munculnya
beberapa titik pada permukaan tubuh, namun kondisi insang dan organ
lainnya tidak menunjukkan adanya perubahan.
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan dan kajian pustaka di atas, penyusun laporan
praktikum ini menyarankan beberapa saran, sebagai berikut:
1. Perlu dilakukan lagi penelitian lebih lanjut terhadap pemberian fungisida
pada media air ikan mas dalam pola pertumbuhan bobot agar lebih terlihat
antar perbedaan perlakukan terhadap pola pertumbuhan bobot ikan mas.
28
29
Efriadi, H., Mutiara, D., & Emilia, I. 2018. Uji Toksisitas Akar Tuba (Derris
eliptica) terhadap Mortalitas Benih Ikan Nila (Oreochromis sp). Sainmatika:
Jurnal Ilmiah Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, 15(1), 56-61.
Khairuman dan Amri, Khairul. 2011. Buku Pintar Budidaya 15 Ikan Konsumsi.
Agromedia Pustaka. Jakarta.
Khairuman dan Subenda. 2002. Budidaya Ikan Air Tawar : Ikan Bandeng, Ikan
Nila, Ikan Lele. Cetakan Kelima . 113 p. Yogyakarta : Kanisius
Kodjah, R. A. 2016. Pengaruh Pestisida Nabati Daun Jarak Pagar (Jatropha curcas
L) Terhadap Mortalitas Walang Sangit (Leptocorisa acuta) sebagai Media
Pembelajaran bagi Masyarakat. Skripsi. Universitas Muhammadiyah
Surabaya.
30
Kusriani, Widjanarko, P., & Rohmawati, N. 2012. Uji Pengaruh Sublethal Pestisida
Diazinon 60 EC terhadap Rasio Konversi Pakan (FCR) dan Pertumbuhan
Ikan Mas (Cyprinus carpio L.). Jurnal Penelitian Perikanan, 1(1) :36-42.
Nisa, K., Marsi dan M. Fitrani. 2013. Pengaruh pH Pada Media Air Rawa Terhadap
Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Benih Ikan Gabus (Channa striata).
Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia. 1(1): 57-65.
Pitaloka, S. 2018. Uji Pengaruh Sublethal Serbuk Akar Tuba (Derris elliptica)
Terhadap Pertumbuhan Ikan Mas (Cyprinus carpio). Sarjana thesis,
Universitas Brawijaya.
Prakash, B., shukla, R., et al. 2010. Efficacy of Chemically Characterized Piper
Betle L. essential Oil Against Fungal and Aflatoxin Contamination of Some
Edible Commodities and Its Antioxidant Activity. International Journal of
Food Microbiology. Vol. 142 : 114 - 119
Rahayaan, F.A., Aris, M., & Malan, S. 2020. Uji LC50 (Lethal Concentration 50)
Ekstrak Kasar Akar Tuba (Derris elliptica) terhadap Benih Ikan Nila
(Oreochromis niloticus). Hemyscyllium, 1(1) :48-57.
Ridwantara, D., Buwono, I. D., Suryana, A. A. H., Lili, W., & Suryadi, I. B. B.
2019. Uji Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Benih Ikan Mas Mantap
(Cyprinus carpio) pada Rentang Suhu yang Berbeda. Jurnal Perikanan
Kelautan, 10(1): 46-54.
Rudiyanti, S. & Ekasari, A.D. 2009. Pertumbuhan dan Survival Rate Ikan Mas
(Cyprinus carpio Linn ) pada Berbagai Konsentrasi Pestisida Regent 0,3 G.
Jurnal Saintek Perikanan, 5(1) :49-54.
Rumampuk, N. D., Tilaar, S., & Wullur, S. 2010. Median Lethal Concentration
(LC-50) Insektisida Diklorometan Pada Nener Bandeng (Chanos-chanos
Forks). Jurnal Perikanan dan Kelautan Tropis, 6(2), 87-91.
31
Santoso, Budi. 1993. Petunjuk Praktis Budidaya Ikan Mas. Kanisius. Yogyakarta.
Sudibjo, P., Noerhadi, M., Sunardi, J., Sukamti, E. R., Purnomo, E., Prihartanto, H.,
Prasetyo, Y., dan Wicaksono, D. 2011. Anatomi Manusia. Diktat.
Laboratorium Anatomi FIK Universitas Negeri Yogyakarta.
Suryadi, I. B. B., Bari, I. N., dan Lal, T. M. 2021. Efek Subletal Fungisida Berbahan
Dasar Bacillus amyloliquefaciens pada Benih Ikan Nila (Oreochromis
niloticus) dan Ikan Mas (Cyprinus carpio). Jurnal Akuakultur Rawa
Indonesia, 9(2): 185-199
Taylor, S.J., dan Baumert, J.L. 2014. Encyclopedia of Agriculture and Food
Systems. Netherlands : Elsevier Publisher. p. 366-380
Widiana, A., Kusumorini, A., & Handayani, S. 2013. Potensi Fitoplankton sebagai
Sumber Daya Pakan pada Pemeliharaan Larva Ikan Mas (Cyprinus Carpio)
di BBPBAT Sukabumi. Al-Kauniyah: Jurnal Biologi. 6(2):108-112.
32
LAMPIRAN
34
28
Akuarium dicuci bersih dan isi akuarium dengan air hingga setengahnya
Lalu akuarium yang sudah dilakukan pengacakan diberi Fungisida nabati dan
beri label pada akuarium sebagai penanda
Pakan yang sudah ditimbang dimasukan kedalam plastik ziplock dan beri label
agar tidak tertukar. Penimbangan dilakukan setiap sehari sekali untuk 2x
pemberian pakan.
37
Terdapat 1 ikan mati pada tanggal 5 Terdapat 1 ikan mati pada tanggal 7
mei 2023 Mei 2023
Pemeriksaan bobot ikan pada hari Pemeriksaan bobot ikan pada hari
terakhir ditanggal 8 mei 2023 terakhir ditanggal 8 mei 2023
Pemeriksaan bobot ikan pada hari Pemeriksaan bobot ikan pada hari
terakhir ditanggal 8 mei 2023 terakhir ditanggal 8 mei 2023
39
Ulangan
Perlakuan (%)
1 2 3 4 5 6
A (0) 4.68 0.14 4.84 4.22 4.39 5.12
B (1) 2.00 6.00 2.00 3.00 3.00 5.00
C (5) 0.00 6.75 2.50 4.50 4.00 11.00
D (10) 3.70 8.00 7.00 2.00 10.00 2.00
TOTAL
10
8
Bobot (gr)
0
1 2 3 4 5 6
Ulangan
40
Fhit 5.281635802
Ftab 5.409451318
F hitung < f tabel, maka H0 diterima, dan H1 ditolak, tidak terdapat perbedaan
nyata dan data cenderung homogen
FK 466.7544
JKP 13.90303333
JKT 172.640600
JKG 158.737567
F tab
SK db JK KT Fhit
0.05 0.01
PERLAKUAN 3 13.9030 4.63434
GALAT 20 158.737 7.93687 0.58390 3.0983912 4.93819338
TOTAL 23 172.640
Kesimpulan:
a. Statistika
FHit > Ftab, maka H0 diterima H1 ditolak, berarti tidak terdapat perbedaan
nyata dan data cenderung homogen
b. Penelitian
Tidak terdapat perbedaan nyata antara penambahan pestisida pada air
terhadap pertumbuhan ikan mas
Sx 1.408623294 1.408623294
Kesimpulan:
a. Statistika Perlakuan A, B, C, dan D tidak berbeda nyata.
b. Penelitian Tidak ada konsentrasi terbaik terhadap pertambahan bobot ikan
mas (Cyprinus carpio).
c. Saran
Disarankan untuk tidak menggunakan pestisida dalam konsentrasi 1-10 ppm
karena tidak berbeda dengan kondisi tanpa adanya pestisida.