PRAKTIKUM BENTHOLOGI
KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI PERAIRAN GREEN
PARADISE DAN SUNGAI AIR CAWANG KECAMATAN
MUARA SIBAN KOTA PAGAR ALAM,
SUMATERA SELATAN
OLEH
KELOMPOK 1
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2019
LEMBAR PENGESAHAN
OLEH :
KELOMPOK I
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat untuk mengikuti
Ujian Akhir Semester Praktikum Benthologi
Mengetahui,
Asisten,
Al Hafiz
NIM. 08041381520046
Universitas Sriwijaya
KATA PENGANTAR
Pertama-tama, puji syukur dan terima kasih penulis berikan kepada Tuhan
Yang Maha Esa karena atas berkat dan karuniaNya, kita semua dapat diberi
kemudahan dan kesehatan yang dinikmati, serta karena izinNya kami dapat
menyelesaikan penulisan dan penyusunan Laporan Kuliah Lapangan Praktikum
Benthologi ini dengan lancar dan baik, serta dapat terselesaikan tepat waktu.
Selain itu, penulis sampaikan terima kasih kepada dosen pengasuh dan segenap
tim asisten pada Praktikum Benthologi atas ilmu pengetahuan, tenaga, dan waktu
yang diberikan.
Tujuan penulis dalam pembuatan Laporan Kuliah Lapangan Praktikum
Benthologi ini adalah untuk memenuhi syarat mengikuti Ujian Akhir Semester
Praktikum Benthologi serta untuk menambah wawasan pembaca maupun penulis
tentang materi-materi praktikum yang ada di dalam ini. Penulis menyadari bahwa
masih banyaknya kesalahan dan kekurangan dalam pembuatan dan penyusunan
laporan ini. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun. Akhir kata, penulis meminta maaf apabila dalam pembuatan maupun
isi dari laporan ini terdapat kesalahan dan kekeliruan. Semoga Laporan Kuliah
Lapangan Praktikum Benthologi ini dapat menambah pengetahuan bagi semua
pihak yang membacanya.
Praktikan
Universitas Sriwijaya
DAFTAR ISI
Halaman cover
Lembar Pengesahan............................................................................................
Kata Pengantar....................................................................................................
Daftar Isi...............................................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN....................................................................................
1.1. Latar Belakang...........................................................................................
1.2.Tujuan Praktikum Kuliah Lapangan...........................................................
1.4. Manfaat Praktikum Kuliah Lapangan........................................................
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................
2.1.Benthos.......................................................................................................
2.2. Habitat Benthos.........................................................................................
2.3. Ekosistem Sungai.......................................................................................
2.4. Kualitas Air................................................................................................
2.5. Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Air.................................................
2.6. Metode Sampling Benthos.........................................................................
2.6.1. Metode Biotilik................................................................................
2.6.2. Metode Surber Net...........................................................................
BAB 3 METODE PRAKTIKUM.......................................................................
3.1. Waktu dan Tempat.....................................................................................
3.2. Alat dan Bahan..........................................................................................
3.3. Metode Praktikum.....................................................................................
3.4. Cara Kerja..................................................................................................
3.4.1. Pengukuran Faktor Fisika dan Kimia..............................................
3.4.1.1. Pengukuran Ph....................................................................
3.4.1.2. Pengukuran DO (Dissolved Oxygen) .................................
3.4.1.3. Pengukuran Suhu................................................................
3.4.2. Pengambilan Sampel Benthos.........................................................
3.4.2.1. Pengambilan Sampel Benthos Di Stasiun I Menggunakan
Metode Biotilik..................................................................
3.4.2.2 Pengambilan Sampel Benthos Di Stasiun II Menggunakan
Surber Net..........................................................................
3.4.3. Prosedur Laboratorium...........................................................
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN...............................................................
4.1. Faktor Fisika dan Kimia Di Kawasan Green Paradise Koordinat S
04°04'05,9" E 103°11'27,1.........................................................................
4.1.1. Tabel Hasil Benthos Green Paradise Metode Biotilik....................
4.1.2. Tabel Hasil Flora Di Green Paradise..............................................
4.2. Faktor Fisika Dan Kimia Di Kawasan Sungai Air Cawang Koordinat
04°04'52,5"................................................................................................
4.2.1. Tabel Hasil Benthos Sungai Air Cawang Metode Surber Net........
4.2.2. Perhitungan Kepadatan Dan Keragaman Benthos Di Sungai Air
Cawang.............................................................................................
4.2.3. Tabel Hasil Flora Di Sungai Air Cawang........................................
4.2.4.Deskripsi Per Famili.........................................................................
4.2.4.1. Famili Libellulidae..............................................................
4.2.4.2. Famili Gyrinidae.................................................................
Universitas Sriwijaya
4.2.4.3. Famili Rhyacophilidae........................................................
4.2.4.4. Famili Thiaridae..................................................................
4.2.4.5. Famili Ephemerillidae.........................................................
4.2.4.6. Famili Parathelphusidae......................................................
4.2.4.7. Famili Cyprinidae................................................................
4.3. Makrozoobenthos Sungai Green Paradise Metode Biotilik..............
4.4. Makrozoobenthos Sungai Air Cawang Metode Surber Net...............
BAB 5 KESIMPULAN........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................
LAMPIRAN.........................................................................................................
Universitas Sriwijaya
BAB 1
PENDAHULUAN
Universitas Sriwijaya
menuju suatu muara sungai. Sungai dapat berperan sebagai sumber air untuk
irigasi, habitat organisme perairan, kegiatan perikanan, perumahan, dan sebagai
daerah tangkapan air. Peran sungai yang beragam seiring dengan berkembangnya
aktivitas manusia di sekitar sungai akan berdampak pada penurunan kualitas air
(Kurniadi et al., 2015).
Perairan sungai merupakan ekosistem perairan lotik atau perairan mengalir
yang berfungsi sebagai media atau tempat hidup organisme makro maupun mikro,
baik itu yang menetap maupun yang dapat berpindah-pindah. Masuknya limbah
ke perairan sungai akan dapat merubah sifat fisika, kimia dan biologi dari
ekosistem sungai. Perubahan tersebut dapat menurunkan kualitas air dan
mengganggu tatanan kehidupan organisme di dalam sungai, salah satu diantaranya
adalah komunitas makrozoobentos. Makrozoobentos adalah hewan invertebrate
yang hidup di dasar perairan yang relatif menetap di dasar sungai, baik sungai
yang arusnya mengalir kencang atau lambat. Makrozoobentos dapat merespon
masukan bahan yang terus-menerus ke dalam sungai
(Sinambela dan Sipayung, 2015).
Penilaian habitat fisik sungai ditentukan dengan melihat indicator
karakteristik substrak dasar sungai yang terdiri dari enam parameter serta
indikator faktor gangguan kesehatan sungai yang terdiri dari 12 parameter.
Adapun indikator keberagaman komunitas biotilik perairan sungai dengan melihat
biota tidak bertulang belakang dari berbagai grup biotilik mulai dari tingkat sangat
sensitif terhadap pencemaran hingga sangat tahan pencemaran
(Trisnaini et al., 2018).
Benthos adalah organisme yang hidup di dasar laut atau sungai baik yang
menempel pada pasir maupun lumpur. Bentos memegang beberapa peranan
penting dalam perairan seperti dekomposisi dan mineralisasi meterial organik
yang memasuki perairan dan menduduki beberapa tingkat trofik dalam rantai
makan. Hewan bentos merupakan hewan yang sebagian atau seluruh siklus
hidupnya berada di dasar perairan baik sesil, merayap maupun menggali lubang.
Kelimpahan dan keanekaragaman ini sangat bergantung pada toleransi dan
sensitivitasnya terhadap perubahan lingkungan (Dewiyanti et al., 2017).
Universitas Sriwijaya
Kelompok hewan tersebut dapat lebih mencerminkan adanya perubahan
faktor-faktor lingkungan dari waktu ke waktu. Hewan bentos terus menerus
terbawa oleh air yang kualitasnya berubah-ubah. Diantara hewan bentos yang
mudah di identifikasi dan peka terhadap perubahan lingkungan perairan adalah
jenis-jenis yang termasuk dalam kelompok makro. Kelompok ini lebih dikenal
dengan makrozoobentos. Makrozoobentos berperan sebagai salah satu mata rantai
penghubung dalam aliran dan siklus dari alga sampai konsumen tingkat tinggi.
Keberadaan hewan bentos pada suatu perairan, sangat dipengaruhi oleh berbagai
faktor lingkungan, baik biotik (Septiani et al., 2017).
Universitas Sriwijaya
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Benthos
Benthos adalah organisme yang hidup di dasar laut atau sungai baik yang
menempel pada pasir maupun lumpur. Bentos memegang beberapa peranan
penting dalam perairan seperti dekomposisi dan mineralisasi meterial organik
yang memasuki perairan dan menduduki beberapa tingkat trofik dalam rantai
makan. Hewan bentos merupakan hewan yang sebagian atau seluruh siklus
hidupnya berada di dasar perairan baik sesil, merayap maupun menggali lubang.
Beberapa makrozoobentos yang umum ditemui di kawasan mangrove Indonesia
adalah makrozoobentos dari kelas Gastropoda, Bivalvia, Crustacea, dan
Polychaeta (Dewiyanti et al., 2017).
Bentos merupakan organisme yang hidup di dasar perairan. Hewan bentos
yang relatif mudah diidentifikasi dan peka terhadap perubahan lingkungan
perairan adalah jenis-jenis yang termasuk dalam kelompok makrozoobentos.
Hewan ini sangat peka terhadap perubahan kualitas air tempat hidupnya sehingga
akan berpengaruh terhadap komposisi dan distribusinya. Kelompok hewan
tersebut dapat lebih mencerminkan adanya perubahan faktor-faktor lingkungan
dari waktu ke waktu, karena hewan bentos terus menerus terdedah oleh air yang
kualitasnya berubah-ubah (Iswanti et al., 2012).
Makrozoobenthos merupakan organisme yang hidup menetap atau sesile dan
memiliki daya adaptasi yang bervariasi terhadap kondisi lingkungan. Selain itu
tingkat keanekaragaman yang terdapat di lingkungan perairan dapat digunakan
sebagai indikator pencemaran. Makrozoobenthos sangat baik digunakan sebagai
bioindikator lingkungan perairan karena habiat hidupnya yang menetap.
Makrozoobenthos juga merupakan hewan yang sangat sensitif terhadap perubahan
lingkungan dan paling banyak digunakan sebagai indikator pencemaran logam,
karena habitat hidupnya yang menetap (Ridwan et al., 2016).
Salah satu organisme air adalah makrozoobentos. Makrozoobentos adalah
organisme yang hidup sebagian besar atau seluruh hidupnya di dasar perairan,
hidup sesil, merayap, atau menggali lubang. Makrozoobentos baik digunakan
Universitas Sriwijaya
sebagai bioindikator karena bentuknya yang relatif tetap, ukuran besar sehingga
mudah untuk identifikasi, pergerakan terbatas, hidup di dalam dan di dasar
perairan. Dengan sifat demikian, perubahan kualitas air dan subtrat tempat
hidupnya sangat mempengaruhi kelimpahan dan keanekaragaman
makrozoobentos. Kelimpahan dan keanekaragamannya sangat dipengaruhi oleh
toleransi dan sensitivitasnya terhadap perubahan lingkungan. Kisaran toleransi
dari makrozoobentos terhadap lingkungan berbeda-beda (Yeanny, 2010).
Universitas Sriwijaya
Kualitas Air. Indeks kualitas air merupakan salah satu hal yang sangat efektif
sebagai sumber informasi tentang kualitas air bagi pemerhati lingkungan dan
pengambil kebijakan. Telah banyak diketahui bahwa untuk mengamati kulaitas
air, analisis secara kimia dan fisika lebih sering digunakan. Meskipu demikian,
selain kedua jenis analisis tersebut, pengamatan kualitas air dan nilai indeks
kualitas air dapat ditentukan berdasarkan kondisi biota yang ada. Biota yang
digunakan dalam analisis kualitas air, salah satunya adalah makroinvertebrata
(Susanti dan Rahardyan, 2017).
Pengkajian kualitas di muara sungai dapat dilakukan dengan berbagai cara,
seperti dengan analisis fisika dan kimia air serta analisis biologi. Untuk perairan
yang dinamis, analisis fisika dan kimia air kurang memberikan gambaran yang
sesungguhnya kualitas perairan, dan dapat memberikan penyimpangan yang
kurang menguntungkan, karena kisaran nilai-nilai peubahnya sangat dipengaruhi
keadaaan sesaat. Dalam lingkungan yang dinamis, analisis biologi khususnya
analisis struktur komunitas hewan bentos, dapat memberikan gambaran yang jelas
tentang kualitas perairan. Salah satu aspek biologi yang paling sering dikaji dalam
penilaian kualitas air adalah makrozoobenthhos (Ridwan et al., 2016).
Makrozoobentos dapat digunakan sebagai bioindikator di suatu perairan
karena habitat hidupnya yang relatif tetap. Perubahan kualitas air dan substrat
sangat mempengaruhi kelimpahan dan keanekaragaman makrozoobentos.
Kelimpahan dan keanekaragaman ini sangat bergantung pada toleransi dan
sensitivitasnya terhadap perubahan lingkungan. Komponen lingkungan baik yang
hidup atau biotik maupun yang mati yakni abiotik mempengaruhi kelimpahan dan
keanekaragaman biota air yang ada pada suatu perairan, sehingga tingginya
kelimpahan individu tiap jenis dapat di pakai untuk menilai kualitas suatu perairan
(Dewiyanti et al., 2017).
Tingkat cemaran dapat diketahui dengan mengukur pH, DO dan BOD yang
dilakukan dengan metode fisik dan kimia. Cara ini relatif sederhana, tetapi karena
tidak dilakukan secara kontinyu hasilnya hanya memberikan data sesaat,
sedangkan terjadinya pencemaran berlangsung secara kontinyu. Uji hayati dengan
menggunakan spesies indikator lebih baik daripada metode fisik dan kimia sebab
organisme terpapar secara terus-menerus sepanjang masa hidupnya. Hewan air
Universitas Sriwijaya
yang dapat digunakan sebagai indikator biologis adalah dari jenis ganggang
(algae), bakteri, protozoa, makrozoobentos, dan ikan. Namun dari kelima jenis
hewan air tersebut, yang paling baik digunakan sebagai indikator biologis dan
ekologis adalah dari kelompok makrozoobentos (Maramis et al., 2011).
Universitas Sriwijaya
makroinvertebrata ini selanjutnya dikenal dengan istilah biotilik, sebagai bentuk
pemeriksaan yang dapat memberikan hasil akurat, mudah dilakukan, dan tidak
membutuhkan peralatan yang rumit dan mahal. Hal ini menjadi keunggulan utama
pemantauan biotilik (Trisnaini et al., 2018).
Penggunaan makrozoobentos dikarenakan organisme ini merupakan
organisme yang mudah terpengaruh dengan perubahan kualitas lingkungan karena
sifat hidupnya yang menetap dan sulit menghindar pada perubahan kondisi
perairan sungai. Metode yang dapat digunakan untuk menilai tingkat pencemaran
sungai dengan pendekatan biotic index dan biotilik. Biotik indeks merupakan
suatu penilaian yang didasarkan pada tingkat toleransi masing masing jenis
makrozoobentos terhadap perubahan lingkungan, sedangkan biotilik merupakan
metode yang sedang dikembangkan untuk menilai kualitas perairan berdasarkan
famili makrozoobentos. Metode biotilik ini merupakan metode yang belum
banyak digunakan karena belum adanya perbandingan metode ini dengan metode
lainnya (Amizera et al., 2015).
2.6.2. Metode Surber net
Pengambilan Sampel makrozoobentos dilakukan menggunakan surber net
ukuran 25 x 25 cm2 , dengan bermata saring 0,595 mm, metode yang digunakan
purposive random sampling. Surber net diletakan pada dasar perairan yang
melawan arus. Kemudian substrat dikeruk sehingga sampel makrozoobentos ikut
terjaring pada surber net. Setelah itu surber net diangkat lalu dipisahkan antara
makrozoobentos dengan pasir dan lumpur degan menggunakan saringan. Setelah
sampel didapatkan kemudian dimasukan ke dalam botol sampel, beri Formalin
4% atau alkohol 70 % dan diberi label (Sakban et al., 2017).
Universitas Sriwijaya
BAB 3
METODE PRAKTIKUM
Universitas Sriwijaya
3.4. Cara Kerja
Cara kerja pertama yang dilakukan adalah mengamati sekeliling ekosistem
Sungai Air Cawang bagian Hulu dan Aliran Sungai Green Paradise, lalu
dilakukan pengambilan gambar menggunakan camera, selanjutnya menentukan
letak stasiun dan setelah berada di stasiun yang sudah ditetapkan kemudian
dilakukan pengukuran pengukuran DO (Dissolved Oxygen), suhu air, dan tingkat
derajat keasaman pH pada titik lokasi stasiun yang telah ditetapkan. Berikutnya
dilanjutkan dengan pengambilan Makroozoobenthos.
3.4.1. Pengukuran Faktor Fisika dan Kimia
3.4.1.1. Pengukuran pH
Derajat keasaman (pH) air sungai diukur dengan indikator universal
atau kertas pH. Kertas pH dicelupkan ke dalam air sungai dan substrat kurang
lebih selama 5 menit. Setelah dicelupkan diamati adanya perubahan warna pada
kertas tersebut. Perubahan warna tersebut kemudian dicocokkan dengan standart
warna universal yang terdapat pada kotak pembungkus. Warna yang sesuai
menunjukkan besarnya nilai pH air dan substrat air yang diukur.
3.4.1.2. Pengukuran DO (Dissolved Oxygen)
DO air diukur menggunakan DO meter. DO meter dimasukkan ke
dalam air sungai selama kurang lebih 1 menit kemudian amati angka yang muncul
pada layar digital, angka yang muncul akan berubah-ubah dan yang diambil
merupakan angka yang tetap.
3.4.1.3. Pengukuran Suhu
Suhu air diukur menggunakan termometer. Termometer dimasukkan
ke dalam air sungai selama kurang lebih 1 menit kemudian diangkat dan diamati
dengan segera skala angka yang ditunjukkan pada termometer tersebut.
3.4.2. Pengambilan Sampel Benthos
3.4.2.1. Pengambilan Sampel Benthos di Stasiun I menggunakan
Metode Biotilik
Pengambilan sampel benthos dilakukan menggunakan teknik
“kicking” yaitu jaring diletakkan di sungai yang dangkal hingga menyentuh dasar
sungai, posisi mulut jaring menghadap datangnya air. Kemudian air di depan
mulut jaring di aduk-aduk selama 1-3 menit dengan menggunakan kaki sehingga
Universitas Sriwijaya
hewan yang berada di depan jaring terangsang dan masuk ke dalam jaring.
Benthos yang tercampur dengan substrat seperti sersah, pasir, dan ranting yang
terjaring kemudian diletakkan di nampan. Lalu dipisahkan ke dalam box untuk
diamati dan diidentifikasi dengan buku panduan Biotilik.
3.4.2.2. Pengambilan Sampel Benthos di Stasiun II menggunakan
Surber Net
Pengambilan sampel benthos dilakukan dengan menggunakan
surber net diletakkan dengan posisi melawan arus sehingga kantong jaring
terbuka lebar. Substrat yang terdapat di dalam plot surber diaduk agar
makrozoobenthos terlepas dan masuk ke dalam kantong jaring. Makroinvertebrata
yang menempel pada batuan di dalam area surber dikumpulkan dengan cara
menyikat menggunakan sikat sehingga terlepas dari tempat penempelannya dan
tertampung pada wadah yang disediakan. Ulangan sampling tiap stasiun
pengamatan dilakukan sebanyak 1 kali yang dilakukan secara horizontal.
3.4.3. Prosedur Laboratorium
Setelah pengambilan sampel dilakukan, sample lalu disortir dan dimasukkan
ke dalam botol yang berisi alkohol untuk dilakukan identifikasi di laboratorium.
Lalu hasil identifikasi kemudian dimasukkan ke dalam tabel berdasarkan letak
stasiun pengambilan sampel tersebut. Selanjutnya, hasil identifikasi dari semua
stasiun selesai dimasukkan kedalam tabel, data hasil identifikasi dihitung
menggunakan indeks yang telah ditentukan.
Universitas Sriwijaya
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
S 04˚04'05,9" E 103˚11’27,1”
Non EPT
1. Libellulidae 3 2 6
2. Thriaridae - B 2 1 2
3. Gyrinidae 3 1 3
4. Parathelphusidae - B 2 4 8
Subtotal Non-EPT 8 19
JUMLAH N = 13 X = 35
Persentase Kelimpahan EPT(nEPT /N) 38,46%
INDEKS BIOTILIK 2,69
Universitas Sriwijaya
4.2. Faktor Fisika dan Kimia di Kawasan Sungai Air Cawang Koordinat
04˚04'52,5"
NO Bagian Ph DO (mg/l) Suhu (oC)
1. Hulu 7 4,8 27,4
2. Hilir 7 4,4 24,1
4.2.1. Tabel Hasil Benthos Sungai Air Cawang Metode Surber Net
No. Nama Famili Jumlah Individu N (Ind/m2) H'
1. Rhyacophilidae 8 128 1,39
2. Gyrinidae 1 16 0,11
3. Perlidae 5 80 0,29
4. Hydropschidae 7 112 0,33
5. Gomphidae- A 1 16 0,11
6. Ephemerellidae 4 64 0,27
7. Simullidae 2 32 0,17
8. Cordulidae 1 16 0,11
9. Noteridae 2 32 0,17
10. Polycentropolidae 1 16 0,11
Universitas Sriwijaya
N= Kepadatan
H'=Pi In Pi = ni In ni H'1=1/32 In 1/32= 0,11
N N H'3=5/32 In 5/32= 1,29
H'1=8/32 In 8/32= 1,39 H'4=8732 In 7/32= 0,33
H'5=1/32 In 1/32= 0,11 H'6=4/32 In 4/32= 0,27
H'7=2/32 In 1/32= 0,17 H'8=1/32 In 1/32= 0,11
H'9=2/32 In 1/32= 0,17 H'10=1/32 In 1/32= 0,11
Keterangan :
H'= Indeks Keragaman
N= Jumlah Total Individu
ni= Jumlah 1 Jenis Individu
4.2.3. Tabel Hasil Flora di Sungai Air Cawang
No. Famili Ukuran Jumlah
1. Poaceae Besar >10
2. Psilotaceae Sedang >10
Universitas Sriwijaya
Deskripsi:
Nimfa capung semuanya adalah aquatik, terutama yang hidup pada kolam,
danau atau hulu sungai dan memakan organism aqutik yang kecil.Nimfa capung
tidak akan hidup pada air yang tercemar. Menurut Julaika et al. (2018), capung
merupakan salah satu serangga predator baik dalam bentuk nimfa maupun imago.
Hewan ini dalam bentuk nimfa dapat memangsa larva nyamuk, sedangkan dalam
bentuk imago dapat memangsa berbagai jenis serangga hama. Capung juga dapat
dijadikan sebagai indikator air bersih karena capung dewasa tidak akan
meletakkan telur-telurnya di air tercemar. Air yang tercemar memiliki tegangan
permukaan yang kecil sehingga mengakibatkan telur capung tenggelam. Peran
capung sebagai predator dan bioindikator dapat terwujud jika lingkungan bersih.
Klasifikasi
Kerajaan : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Coleoptera
Famili : Gyrinidae
Universitas Sriwijaya
Deskripsi:
Family gyrinidae yang didapatkan yaitu berupa larva, bentuknya
memanjang, bewarna coklat kehitaman dan memiliki banyak kaki, ukurannya
sekitar 3,5 cm, jumlah segmennya ada 10, larva gyrinidae ini ditemukan di
perairan. Larva gyrinidae biasanya memakan hewan-hewan yang hidup diair yang
berukuran kecil. Gyrinidae adalah kumbang kecil yang banyak hidup di
permukaan air dan pandai menyelam. Menurut Asyari (2006), famili gyrinidae
sering terlihatberenang di permukaan air yang tenang seperti didanau, waduk, atau
kolam. Saat dewasa sebagaipemakan bangkai terutama makan serangga yangjatuh
di permukaan air, larva makan berbagaibinatang air yang berukuran kecil, sering
juga bersifatkanibal.
Deskripsi:
Universitas Sriwijaya
Famili Rhyacophilidae termasuk dalam tipe predator yaitu dengan mencari
mangsa hewan invertebrate lainnya dengan cara menusuk, menghisap atau
menggigit. Pada sungai yang berukuran sedang, penetrasi cahaya matahari
meningkat dapat mendorong produksi alga bentik semakin meningkat. Sebagai
responnya, tipe shredder akan digantikan oleh golongan scrapper, tipe collector
relative masih berlimpah. Kelompok serangga dari family Rhyacophilidae
sensitive terhadap pencemaran yang ada khususnya pada daerah sungai. Menurut
Sandi et al. (2017), makrozobentos merupakan salah satu organisme akuatik yang
menerap di dasar perairan, yang memiliki pergerakan relative lambat serta dapat
hidup relative lama.
Deskripsi:
Universitas Sriwijaya
Famili Thiaridae masuk kedalam tipe scraper yaitu makrozobentos yang
mencari makanannya dengan cara mengikis alga khususnya dari golongan diatom,
jamur dan perifiton yang menempel di permukaan batu atau tanaman akuatik
lainnya. Thiaridae mempunyai ciri-ciri tubuh berwarna cokelat, memiliki
cangkang yang memanjang. Menurut Diantari et al. (2017), pada umumnya
kehadiran family Thiaridae adalah tanda kualitas air lebih baik, meskipun adanya
beberapa menentang siput tidak selalu menunjukkan polusi, jumlah siput ini
sering menunjukkan perairan berdampak karena mereka dapat bertahan pada
kondisi oksigenn yang rendah terlarut.
Deskripsi:
Universitas Sriwijaya
Ephemerillidae adalah kelompok ordo serangga yang mewakili kelompok
organisme dasar perairan sungai sebagai indikator biologi. Komunitas
Ephemeroptera pada umumnya terdapat di sungai-sungai kecil yang masih alami.
Organisme ini biasanya tidak dapat menghindari kontak langsung dengan air
limbah atau bahan pencemar lainnya, sehingga sangat baik digunakan sebagai
indikator untuk melihat tingkat pencemaran air pada suatu perairan menggunakan
makrozoobentos sebagai indicator biologis pada suatu kualitas air. Menurut
Diantari et al. (2017), makrozoobentos dipilih sebagai indicator biologi perairan
sungai karena hidupnya yang relative menetap dengan daur hidup yang relative
lama, kelimpahan dan keanekaragamannya tinggi.
Universitas Sriwijaya
Deskripsi :
Parathelphusidae berwarna cokelat tua cokelat kekuningan, kehitaman,
hingga ungu gelap kerap memiliki lekukan seperti berkas terinjak tapak kaki kuda.
Tepi tempurungnya kadang-kadang ada yang memiliki beberapa duri kecil. Selain
itu juga terdapat di air yang agak keruh. Seperti pada umumnya kepiting air tawar,
kepiting ini berkembang biak dengan cara bertelur. Menurut Sentosa et al. (2017),
Parathelphusidae merupakan salah satu famili crustasea air tawar yang penyebaran
utamanya di Asia Tenggara.
Deskripsi :
Universitas Sriwijaya
Ikan famili dari Cyprinidae secara umum tersebar di seluruh Indonesia
dengan bentuk tubuh yang pipih, memiliki warna tubuh sedikit kuning pada
bagian atas dan warna putih pada bagian bawah dan habitatnya terdapat pada
sungai dan danau. Menurut Pulungan et al., (2017) bahwa Famili Cyprinidae
merupakan family ikan dengan genus terbanyak di Indonesia, Ikan ini biasanya
dijadikan ikah hias dengan bentuk tubuh yang pipih serta panjang tubuh maksimal
17 cm, selain itu pada sirip kaudal (ekor) berbelah dalam dan habitat ikan ini
adalah sungai-sungai besar dan kecil.
Universitas Sriwijaya
sesil sehingga mampu mencerminkan kondisi kualitas perairan yang ada, mudah
dilakukan sampling dari lapangan, dan relatif sensitif atau toleran terhadap
berbagai macam polutan.
Penggunaan metode biolitik sangat efektif dikarenakan dapat mengukur
kualitas air secara akurat dengan menggunakan parameter lingkungan dan
kelimpahan makroozoobentos. Metode biolitik dapat digunakan dibagian hulu
maupun bagian hilir sungai. Menurut Amizera et al. (2015), metode yang dapat
digunakan untuk menilai tingkat pencemaran sungai dengan pendekatan biotilik.
Bioltilik merupakan metode yang sedang dikembangkan untuk menilai kualitas
perairan berdasarkan famili makrozoobenthos. Metode biotilik ini merupakan
metode yang belum banyak digunakan karena belum adanya perbandingan metode
ini dengan metode lainnya.
Berdasarkan tabel 4.1.1. Dapat dilihat bahwa jumlah individu pada golongan
EPT berjumlah 5 lebih sedikit jika dibandingkan golongan non EPT yang
berjumlah 8. Hal ini menunjukkan bahwa Makrozoobenthos EPT yang sangat
sensitif terhadap perubahan lingkungan jumlahnya lebih sedikit dan didomisasi
oleh kelompok non EPT yang merupakan indikator lingkungan tercemar. Menurut
Suwarno (2015), serangga akuatik dapat dijadikan sebagai indikator kualitas suatu
perairan. Ordo (EPT) kelompok serangga yang sering dijumpai pada perairan
yang bersih dan sangat sensitif terhadapat perubahan faktor fisika kimia perairan.
Perairan berkualitas sedang sampai bersih dijumpai serangga dari ordo
Coeloptera, Hemiptera dan Odonata sedangkan Diptera banyak dijumpai pada
perairan kotor.
Persentase kelimpahan EPT (nEPT/N) sebesar 38,46% dan Indeks Biolilitik
sebesar 2,69, keragaman jenis famili berjumlah 13dan keragaman jenis EPT
berjumlah 5. Penilaian kualitas air sungai Green Paradise termasuk salah satu
sungai yang tercemar ringan, kita ketahui bahwa perairan pada Green Paradise
sudah tidak alami lagi karena adanya campur tangan dari manusia. Menurut
Suwarno (2015), kualitas perairan cenderung mengalami penurunan, akibat
berbagai macam aktivitas manusia di sekitar perairan. Selain itu, perubahan faktor
fisika kimia perairan sangat berkaitan dengan musim. Faktor fisika kimia perairan,
Universitas Sriwijaya
kondisi substrat perairan, kecepatan arus dan keberadaan tumbuhan air dapat
mempengaruhi sebaran dan populasi serangga akuatik.
Pengukuran pH pada hulu dan hilir sungai Green Paradise menunjukkan pH
netral yakni diangka 7. Hal ini menunjukkan bahwa sungai tersebut masih
memiliki kualitas air yang cukup baik. Menurut Syuhada et al. (2017), salah satu
faktor yang mempengaruhi sifat kimia perairan sungai adalah derajat keasaman
atau pH. Berdasarkan nilai baku mutu Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001
tantang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, kisaran pH
normal adalah 6-9.Organisme akuatik (makroinvertebrata) sensitif terhadap
perubahan pH dan lebih menyukai pH dengan kisaran 7-8,5. Pada musim hujan,
nilai pH cenderung lebih tinggi diakibatkan karena akumulasi senyawa karbonat
dan bikarbonat sehingga air sungai lebih basa.
Parameter DO di kawasan Green Paradise pada hulu sungai yakni 6,0 (mg/l)
dan di hilir sungai 8,8 (mg/l). DO pada hulu sungai lebih rendah yang menjadi
salah satu faktor yang menyebabkan kurangnya makrozoobenthos EPT pada
sungai Green Paradise. Menurut Diantari et al. (2017), substrat berbatu akan
menimbulkan riak air yang akan menyebabkan proses pengambilan oksigen (O2)
dari udara ke perairan semakin banyak sehingga kadar oksigen terlarut (DO) di
perairan meningkat. Tingginya DO di bagian hulu yang rata-rata 7,33 mg/l juga
menjadi salah satu faktor yang menyebabkan banyaknya jumlah individu serangga
EPT yang ditemukan. EPT banyak ditemukan pada kondisi air yang terdapat
banyak oksigen terlarut.
Suhu pada sungai Green Paradise dibagian hulu sekitar 22,5oC dan di bagian
hilir 23,1oC. Terjadi peningkatan suhu pada bagian hilir yang mungkin
diakibatkan adanya peningkatan aktifitas dibagian hilir sungai tersebut. Menurut
Syuhada et al. (2017), berdasarkan nilai baku mutu yang terdapat pada Peraturan
Pemerintah No. 82 tahun 2001 tantang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air, suhu normal berkisar antara 28-30 oC. Suhu juga
sangat berperan mengendalikan kondisi ekosistem perairan. Suhu air akan
mempengaruhi kelarutan oksigen, dan kelarutan oksigen akan mempengaruhi
kehidupan organisme. Suhu dapat dipengaruhi oleh musim, kedalaman badan air,
komposisi substrat, kekeruhan dan cahaya yang masuk ke perairan.
Universitas Sriwijaya
Berdasarkan tabel hasil 4.1.2. Flora yang mendominasi sekitaran Green
Paradise yakni dari famili Lamiaceae dengan ukuran sedang dan berjumlah >30
dan diikuti oleh famili Poaceae dengan ukuran besar berjumlah >5. Menurut
Purwati (2015), faktor biotik yang mempengaruhi kelimpahan makroinvertebrata
adalah hubungan saling interaksi antar organisme atau hubungan tropik
memangsa dan dimangsa. Faktor abiotik yang mempengaruhi kelimpahan Bentos
antara lain jenis substrat,sedimen, konsentrasi oksigen, fluktuasi musim, sumber
makanan, kemelimpahan vegetasi.
Universitas Sriwijaya
Berasarkan tabel 4.2.1 dapat diketahui famli rhyacophilidae memiliki tingkat
kepadatan yang paling tinggi yaitu 128 Ind/m2, sementara tingkat kepadatan
terendah yaitu faimili polycentropolidae, cordulidae, gomphidae, gyrinidae
dengan tinkat kepadatan masing-masing 16 Ind/m2. Menurut
Jonathan et al. (2016), kualitas perairan termasuk pH dan kecerahan sangat
mempengaruhi kelimpahan dari makroinvertebrata bentos. Jenis dari may-flies
(Ephemeroptera), stone-files (Plecoptera) dan Caddies-files (Tricopthera) banyak
ditemukan di air yang jernih dengan nilai pH berkisar 6-8.
Tingkat kepadatan masing-masing famili relatif berbeda. Hal ini disebabkan
oleh kemampuan toleransi dari tiap famili berbeda. Semua famili tersebut
merupakan kelompok dari filum arthropoda yang sebagian besar masih dalam fase
larva. Menurut Jonathan et al. (2016), Tingginya kadar oksigen (5-6 ppm) dengan
tingkat kecerahan di perairan tersebut (7-57 cm) menjadi faktor pendukung untuk
pertumbuhan larva insekta, dengan kondisi subtrat dasar berupa batu-batuan
mendukung bagi pertumbuhan larva insekta.
Kondisi faktor lingkungan pada ketiga stasiun perairan Sungai Air Cawang
masih mendukung bagi kehidupan makrozoobentos di perairan tersebut. Suhu air
berkisar antara 24°-28°C Secara umum kisaran temperatur suhu tersebut cukup
baik bagi kehidupan makrozoobentos. Menurut Nybakken (1992), suhu yang baik
untuk kehidupan makrozoobentos berkisar antara 26°-30°C. Oksigen terlarut dan
CO2 di dalam perairan merupakan faktor yang sangat mendukung bagi kehidupan
makrozoobentos. Pada sunago Air Cawang berdasarkan hasil pengukuran
didapatkan nlai Oksigen terlarut sebesar 4-5 ppm. Menurut Suwondo (2005),
oksigen di dalam perairan yang mengalir masih sangat mendukung bagi
kehidupan makrozoobentos karena batas minimal kadar O2 terlarut bagi
organisme akuatik adalah 4 ppm.
Berdasarkan tabel 4.2.1 dapat diliha bahwa indeks keanekaragaman tingkat
famili di sungai Air Cawang tergolong sangat rendah yaitu berkisar antara
0,11-1,39. Clark (1974), menyatakan bahwa semakin tinggi indeks
keanekaragaman dalam ekosistem maka makin tinggi pula keseimbangan
ekosistem tersebut. Sebaliknya, semakin rendah keanekaragaman ekosistem
Universitas Sriwijaya
tersebut maka mengindikasikan bahwa ekosistem tersebut semakin tertekan atau
mengalami penurunan kualitas lingkungan.
Selain faktor fisika dan kimia perairan, kondisi vegetasi di sekitar daerah
aliran sungai juga dapat mempengaruhi tingkat keanekarahgan
maknroinvertebtrata bentos di suatu wilayah perairan. Vegetasi di sepanjang alira
sungai dapat menjadi sumber makanan bagi makroinvertebrata benthos dan
sebagai tempat bertelur serta menjadi tempat berlindung dari predator. Menurut
Mar’i et al. (2017), bahan organik ysng berfungsi sebagai makanan bagi
makroinvetebrata di dalam gua tidak hanya berasal dari kotoran kelelawar dan
burung walet saja, melainkan serasah dan ranting kayu disekkitar aliran sungai
juga dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan organik bagi organisme yang
hidup di sekitarnya.
BAB 5
KESIMPULAN
Universitas Sriwijaya
4. Makrozoobentos yang ditemukan rata-rata merupakan indikator perairan yang
tidak tercemar.
5. Indeks Keragaman rata-rata 0,11 sampai 1,39.
DAFTAR PUSTAKA
Amizera, S., Rasyid, R., dan, Edward, S. 2015. Kualitas Perairan Sungai Kundur
Berdasarkan Makrozoobentos Melalui Pendekat Biotic Indec dan Biotilik.
Maspari Journal. 7 (2): 51-56.
Universitas Sriwijaya
Asyari. 2006. Peran Serangga Air bagi Ikan Air Tawar. Jurnal Bawal. 1(2):12-19.
Diantari, N, P, R., Ahyadadi, H., Rohyani, I, S., dan Suana, I, W., 2017.
Keanekaragaman Serangga Ephemoreptera, Plecoptera dan Trichoptera
Sebagai Bioindikator Kualitas Perairan di Sungai Jangkok, Nusa Tenggara
Barat. Jurnal Entomologi Indonesia. 14(3) : 135-142.
Iswanti, S., Sri, N., dan, Nana, K.T.M. 2012. Distribusi dan Keanekaragaman
Jenis Makrozoobentos di Sungai Damar Desa Weleri Kabupaten Kendal.
Unnes Journal of Life Science. 1 (2): 86-88.
Kurniadi, B., Sigid Hariyadi, S., Adiwilaga, M. 2015. Kualitas Perairan Sungai
Buaya di Pulau Bunyu Kalimantan Utara pada Kondisi Pasang Surut.
Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia. 20(1): 53-58.
Mar’i, H., Izmiarti dan Nofrita. 2017. Komunitas Makrozoobentos di Sungai Gua
Pintu Ngalau pada Kawasan Karst di Sumatera Barat. Jurnal Biologi
Universitas Andalas. 5(1): 41-49.
Pulungan, C, P., Indra, J, Z., Sukendi1., Mansyurdin. 2017. Deskripsi Ikan Pantau
Janggut, Esomus metallicus Ahl 1924 (Cyprinidae) dari anak Sungai Siak
dan kanal-kanal di Provinsi Riau.Jurnal Iktiologi Indonesia. 11(2):127-134.
Universitas Sriwijaya
Purnami, A.T., Surnato., dan, Prabang, S. 2010. Study Of Bentos Community
Based On Diversity And Similarity Index In Cengklik Dam Boyolali.
Jurnal Ekosains. 2 (11): 50-55.
Ridwan, M., Rizal, F., Ishma, F., dan, Danang, A.P. 2016. Struktur Komunitas
Makrozoobenthos di Empat Muara Sungai Cagar Alam Pulau Dua, Serang,
Banten. Al-Kauniyah Jurnal Biologi. 9(1): 57-61.
Sandi, M., Arthana, I, W., dan Sari, A, H, W., 2017. Bioassessment dan Kualitas
Air Daerah Aliran Sungai Legundi Probolinggo Jawa Timur. Jurnal of
Marine and Aquatiq Sciences. 3(2): 223-241.
Sentosa, A, A., Hedianto, D, A., dan Satria, H., 2017. Aspek Biologi Kepiting
Endemik Di Danau Matano. Jurnal LIMNOTEK. 24(2): 93-100.
Universitas Sriwijaya
Suwarno. 2015. Keragaman Serangga Akuatik sebagai Bioindikator Kualitas Air
di Danau Laut Tawar, Takengon. Prosiding Semirata. Universitas
Tanjungpura Pontianak.
Trisnaini, I., Tri, N.K., dan, Feranita, U. 2018. Identifikasi Habitat Fisik Sungai
dan Keberagaman Biotilik Sebagai Indikator Pencemaran Air Sungai Musi
Kota Palembang. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia. 17 (1): 1-8.
LAMPIRAN
Universitas Sriwijaya
Famili Libellulidae Famili Gyrinidae
Universitas Sriwijaya
Famili Cyprinidae
Universitas Sriwijaya