Anda di halaman 1dari 18

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Vinegar atau yang dikenal dengn cuka makanan dan asam cuka adalah cairan
yang di dalamnya mengandung asam asetat, dan dibuat dari buah-buahan atau
hasil pertanian lainnya yang mengandung karbohidrat, melalui proses fermentasi
bertingkat. Limbah cair buah-buahan memiliki potensi untuk dimanfaatkan
sebagai bahan baku berbagai produk proses kimia industri melalui pendekatan
bioteknologi (Efendi, 2012).
Asam cuka merupakan cairan yang rasanya masam dan pembuatannya
melalui proses fermentasi alkohol dan fermentasi asetat yang didapat dari bahan
kaya gula seperti anggur, apel, malt, dan air kelapa. Flavour atau rasa merupakan
rangsangan yang ditimbulkan oleh bahan yang dimakan, yang dirasakan indra
pengecap atau pembau, serta rangsangan lainnya oleh mulut. Parameter rasa
berperan dalam menentukan tingkat penerimaan suatu bahan pangan oleh
konsumen. Fermentasi yang paling bagus tidak lebih dari tujuh hari. Fermentasi
asam cuka yang melewati 7 hari menyebabkan asam cuka menjadi pahit karena
kadar alkohol yang meningkat (Naibaho et al., 2017).
Secara mikrobiologis bila alkohol kontak langsung dengan udara dan
dibiarkan selama waktu tertentu akan berubah menjadi asam. Asam cuka
dihasilkan oleh kegiatan Acetobacter aceti. Bakteri tersebut bersifat aerob dimana
untuk mendapatkan energi, mikroba menggunakan glukosa atau zat organik
lainnya sebagai substrat untuk dioksidasi menjadi karbondioksida dan air tahap
awal oksidasi alkohol akan dihasilkan asetatdehid dan tahap selanjutnya menjadi
asam cuka atau asam asetat (Putri, et al., 2016).
Proses pembuatan vinegar melibatkan dua tahap, yaitu glukosa diubah
menjadi alkohol secara anaerob oleh Saccharomyces cerevisiae yang disebut
alkoholisasi. Setelah itu, alkohol akan diubah menjadi asam asetat oleh
Acetobacter aceti secara anaerob. Kedua proses tersebut biasanya dilakukan
secara tepisah, sehingga memerlukan waktu yang cukup lama. Penggunaan kultur
campuran Saccharomyces cerevisiae dan Acetobacter aceti yang dilakukan secara

Universitas Sriwijaya
simultan diharapkan menghasilkan vinegar dengan aroma baik dan prosedur
operasional yang lebih mudah dan lebih disukai oleh konsumen (Moradi et al.,
2014).
Asam cuka memilki pH rendah yang berarti menandakan bahwa cuka yang
telah di buat memilki kadar asam yang cukup, dengan bertambahnya jumlah asam
laktat selama proses fermentasi maka pH juga akan semakin menurun. Fermentasi
dilakukan melalui konversi karbohidrat ke glukosa kemudian glukosa
difermentasi melalui jalur heksosa difosfat untuk memproduksi asam lakta. Asam
asetat dapat dibuat dari substrat yang mengandung etanol, yang dapat diperoleh
dari berbagai macam bahan seperti buah-buahan, nira, kulit nanas, pulp kopi, dan
air kelapa (Naibaho et al., 2017).
Salah satu bakteri asam asetat yang dominan dalam fermentasi asam asetat
adalah Acerobacter aceti. Fermentasi asam asetat menggunakan substrat air
kelapa tanpa pasteurisasi dan langsung inokulasi dengan bakteri asam asetat
Acerobacter pasteurianus INT-7 menghasikan asam asetat dengan konsentrasi
lebih tinggi dibandingkan dengan air kelapa yang di pasteurisasi kemudian
diinokulasi dengan bakteri (Caturryanti et al., 2012).
Semakin lama fermentasi kadar alkohol akan meningkat, namun bila
fermentasi terlalu lama nutrisi dalam substrat akan habis dan khamir
Saccaromyces cerevisiae tidak lagi dapat memfermentasi bahan. Semakin tinggi
konsentrasi alkohol pada medium untuk fermentasi asam asetat maka jumlah asam
asetat yang dihasilkan juga semakin tinggi. Peningkatan asam yang semakin
tinggi diduga karena bakteri dalam cairan, yang difermentasi telah mengalami fase
pertumbuhan logaritmik, bersamaan dengan itu bakteri yang mensintesis alkohol
menjadi asam semakin banyak sehingga total asam yang dihasilkan juga semakin
tinggi. Semakin lama waktu fermentasi maka Acetobacter aceti akan lebih aktif
untuk mengubah alkohol menjadi asam asetat (Putri, et al., 2016).

1.2. Tujuan Praktikum


Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui bakteri yang berperan dalam
proses fermentasi asam cuka, serta mengetahui cara menentukan produktivitas
bakteri dalam fermentasi asam cuka.

Universitas Sriwijaya
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Asam Asetat


Asam asetat atau lebih dikenal sebagai asam cuka dengan rumus kimia
CH3COOH merupakan suatu senyawa berbentuk cairan, yang memiliki bau yang
menyengat, memiliki rasa asam yang tajam dan dapat larut di dalam air, alkohol,
gliserol, dan eter. Asam asetat mempunyai aplikasi yang sangat luas di bidang
industri dan pangan. Kebutuhan asam asetat di Indonesia masih harus di import,
sehingga perlu diusahakan kemandirian dalam penyediaan barang terebut
(Hardoyo et al., 2017).

2.2. Fermentasi Asam Asetat


Fermentasi asam asetat dapat dilakukan dengan berbagai substrat antara lain
dari air kelapa sampai etanol limbah cair pulp kakao. Limbah cair pulp kakao
mengandung kadar gula dua belas sampai lima belas persen potensial untuk
dimanfaatkan sebagai bahan baku berbagai produk proses kimia industri melalui
pendekatan bioteknologi. Kadar etanol substrat fermentasi untuk produksi asam
asetat adalah kadar etanol hasil limbah cair pulp kakao yang telah difermentasi
oleh khamir. Namun, bahan tersebut sulit untuk didapatkan untuk memproduksi
asam asetat, oleh karena itu air kelapa lebih banyak digunakan untuk
memfermentasi asam asetat (Effendi, 2012).
Asam asetat dapat dibuat dari substrat yang mengandung etanol yang dapat
diperoleh dari berbagai macam bahan seperti buah-buahan, kulit nanas, pulp kopi,
dan air kelapa. Pembuatan asam asetat dapat dilakukan dengan dua cara antara
lain secara sintesis dan secara mikrobiologis atau fermentasi, namun demikian
cara fermentasi lebih disukai, karena lebih murah, lebih praktis dan resiko
kegagalan relatif lebih kecil. Fermentasi asam asetat dari substrat cair umumnya
hanya dilakukan dua tahap fermentasi yaitu fermentasi alkohol dilakukan jika
bahan yang digunakan kaya akan gula namun tidak mengandung alkohol.
Terhadap bahan yang miskin gula maka penambahan alkohol secara langsung

Universitas Sriwijaya
dianggap lebih efektif (Nurika dan Nur, 2011).
Fermentasi asam asetat harus dilakukan seara aerob karena metabolisme
bakteri Acetobacter aceti yang bersifat aerobik, untuk melakukan oksidasi alkohol
menjadi asam asetat. Fermentasi asam asetat dibagi menjadi dua, yaitu fermentasi
akohol dan fermentasi asam asetat. Gua yang terdapat dalam bajhan baku diubah
oleh khamir menjadi alkohol dan CO2 pada fermentasi alkohol. Fermentasi asam
setat dilakukan setelah alkohol dihasilkan, dimana bakteri asam asetat mengubah
alkohol menjadi asam asetat secara aerob. Fermentasi harus dihentikan setelah
terbentuk asam asetat, agar tidak terjadi fermentasi lebih lanjut oleh bakteri-
bakteri pembusuk yang mnyebabkan kerusakan (Wigyanto dan
Hidayat, 2017).

2.3. Pembuatan Asam Asetat


Pembuatan asam asetat dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu secara
sintesis atau khemis dan secara mikrobiologis atau fermentasi, namun demikian
cara fermentasi lebih disukai, karena lebih murah, lebih praktis dan resiko
kegagalan relatif lebih kecil. Fermentasi merupakan suatu proses perubahan
kimia pada substrat organik sebagai akibat aktivitas enzim yang dihasilkan oleh
mikroba, namun dalam beberapa hal fermentasi dapat berlangsung tanpa
melibatkan mikroorganisme (Effendi et al., 2013)..
2.4. Bakteri dalam Fermentasi Asam Asetat
Salah satu bakteri asam asetat yang dominan dalam fermentasi asam asetat
adalah Acetobacter aceti. Pertumbuah Acetobater dipengaruhi oleh faktor-faktor
antara lain pH, suhu, sumber nitrogen dan sumber karbon. Acetobacter aceti
dalam fermentasi asam cuka dapat disediakan dalam kultur murni yang telah
diremajakan dan diinkubasi selama dua kali dua puluh empat jam, yang kemudian
diletakkan didalam erlenmeyer yang berisi media cair. Penggunaan bakteri
Acetobacter aceti yaitu dengan cara inokulasi (Nurika dan Nur, 2011).
Sel-sel Acetobacter xylinum menyedot glukosa dari larutan gula dan
menggabungkannya dengan asam lemak, membentuk suatu ‘prekursor’ pada
jaringan sel bersama enzim mempolimerisasi glukosa menjadi selulosa diluar sel
Acetobacter xylinum. Gas karbon dioksida yang dihasilkan secara lambat oleh
Acetobacter xylinum mungkin menyebabkan pengapungan nata, sehingga nata

Universitas Sriwijaya
didorong kepermukaan (Rizal et al., 2013).
2.5. Faktor yang Memengaruhi Fermentasi
Faktor-faktor yang berpengaruh pada proses fermentasi adalah potensi kultur
di dalam memproduksi asam asetat, daya tahan atau resistensinya terhadap etanol
sebagai substrat maupun asam asetat sebagai produk, dan kondisi proses yang
meliputi konsentrasi substrat, pH awal media, aerasi, suhu serta waktu fermentasi.
Waktu fermentasi yang terlalu pendek akan menghasilkan produk yang sedikit
karena substrat tidak seluruhnya terdegradasi sedang waktu fermentasi yang
terlalu lama menyebabkan asam asetat akan teroksidasi menjadi karbondioksida
dan air (Nurika et al., 2012).
pH pada saat fermentasi diperhaikan, keadaan pH dalam waktu fermentai
akan semakin asam. Keadaan asam menandakan bahwa proses fermentasi
berhasil. Kondisi pH akan mempengaruhi kuantitas dan kualitas dari asam asetat
atau asam cuka yang akan diproduksi. pH awal air kelapa umumnya berkisar 5,
setelah dilakukan fermentasi pH akan semakin menurun yang menandakan bahwa
pH sudah menjadi lebih asam (Hardoyo et al., 2017).
Salah satu faktor yang mempengaruhi fermentasi asam asetat yaitu lama
fermentasi. Lama fermentasi akan mempengaruhi produk fermentasi yang
dihasilkan. Secara mikrobiologis bila alkohol kontak langsung dengan udara dan
dibiarkan selama waktu tertentu akan berubah menjadi asam. Asam cuka
dihasilkan oleh kegiatan Acetobacter aceti. Bakteri tersebut bersifat aerob dimana
untuk mendapatkan energi, mikroba menggunakan glukosa atau zat organik
lainnya sebagai substrat untuk dioksidasi menjadi karbondioksida dan air. Waktu
fermentasi yang terlalu pendek akan menghasilkan produk yang sedikit karena
substrat tidak seluruhnya terdegradasi sedang waktu fermentasi yang terlalu lama,
asam asetat akan teroksidasi menjadi karbon dioksida dan air (Leasa dan
Nur, 2015).
Faktor pengaruh substrat, asam asetat melalui kondisi optimal pada waktu
tertentu aktivitas bakteri sudah mulai berkurang seiring dengan berkurangnya
substrat sehingga terjadi penurunan kadar asam asetat karena asam asetat telah
dioksidasi lebih lanjut menjadi CO2 dan H2O. Substrat yang digunakan harus
mengandung karbohidrat dan glukosa dengan jumlah yang tinggi, murah, mudah

Universitas Sriwijaya
didapatkan dan tersedia sepanjang tahun (Effendi, 2012).
BAB 3
METODE PRAKTIKUM

3.1. Waktu dan Tempat


Praktikum ini dilaksanakan pada hari Jumat, 08 September-15 Oktober 2018
pada pukul 10.00 WIB dan bertempat di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan
Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sriwijaya.

3.2. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah aluminium foil, beaker
glass 100 ml 6 buah, botol fial 6 buah, bunsen, cawan petri 18 buah, drigle sky,
erlenmeyer 25 50 250 ml, gelas ukur 50 ml, karet, kertas pH, label, pipet tetes,
pipet serologis, ose, dan tabung reaksi 30 buah, sedangkan bahan yang dibutuhkan
adalah air kelapa, alkohol, indikator phenolphtalin (pp), medium Nutrient Agar
(NA), dan Natrium Hidroksida (NaOH).

3.3 Cara Kerja


3.3.1. Fermentasi Asam Cuka
Air kelapa dimasukkan sebanyak 100 ml ke dalam erlenmeyer 250 ml dan
ditutup aluminium foil dan disterilisasi, dibuat lubang kecil-kecil pada kertas
penutup tabung reaksi. Inkubasi selama 5 hari pada suhu kamar.
3.3.2. Pengamatan proses Fermentasi
Pengamatan aktivitas mikrobia di dalam fermentasi dilakukan dengan
pengambilan sampel pada interval waktu tertentu (lima hari). Amati perubahan pH
medium dan keasaman total dengan titrasi selama fermentasi dan ditentukan
populasi atau kandungan total mikroba yang terlibat pada fermentasi sejak awal
percobaan sampai waktu tertentu.
3.3.3. Pengamatan Mikroskopi
Buat preparat bakteri yang terdapat pada fermentasi cuka dengan
pengecatan Gram. Amati bentuk sel, warna dan sifat Gram. Gambar pada kertas
laporan.

Universitas Sriwijaya
3.3.4. Analisis kimia
Penentuan asam total dengan titrasi, diambil 5 ml bahan atau sampel,
dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer (25 ml), ditambahkan akuades netral 10 ml
dan 2-3 tetes indikator phenolphetalin 1%. Titrasi dengan NaOH 0,1 N dari
kemerahan (rose) sampai warna tepat hilang. Tentukan kandungan total asam
berdasarkan jumlah (ml) NaOH yang dipakai untuk titrasi dan dinyatakan sebagai
asam cuka (asam asetat) dengan persamaan. Catat semua data atau hasil
penentuan kadar asam total dalam daftar.
3.3.5. Penentuan pH
Bahan dasar dan produk selama fermentasi diukur pHnya menggunakan pH
meter atau kalau tidak ada gunakan kertas lakmus atau indikator pH.
3.3.6. Penentuan populasi bakteri total
Sampel diambil sebanyak 1 ml lalu disuspensikan ke dalam 99 ml akuades
steril kemudian dihomogenkan menggunakan vortex. Suspensi ini berarti dengan
pengenceran 10-2. Penentuan jumlah bakteri total digunakan pengenceran ke 3 (10 -
3
), ke 4 (10-4) dan ke 5 (10-5). Ambil 1 mL dari tiap pengenceran sebanyak 0,1 mL,
teteskan di atas cawan petri dan kemudian tuangi dengan media. Semua koloni
yang tumbuh pada lempeng agar dihitung. Hitung jumlah bakteri tiap mL sampel
dengan memperhatikan syarat perhitungan bakteri secara tidak langsung.

Universitas Sriwijaya
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan, didapatkan hasil sebagai
berikut.
4.1.1. Pengamatan Fermentasi
Tabel 4.1. Pengamatan Fermentasi
Tanggal Hari ke- Sampel pH
Tabung I 5
Tabung II 5
Tabung III 5
17-September-2018 1
Tabung IV 5
Tabung V 5
Tabung VI 5
Tabung I 4
Tabung II 4
Tabung III 4
19-September-2018 3
Tabung IV 4
Tabung V 4
Tabung VI 4
Tabung I 3
Tabung II 3
Tabung III 3
21-September-2018 5
Tabung IV 3
Tabung V 3
Tabung VI 3

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan didapatkan hasil bahwa proses


fermentasi yang berlangsung mempengaruhi tingkat pH menjadi semakin asam.
Hal ini membuktikan bahwa peranan mikroorganisme yang menjadikan sampel
menjadi asam. Menurut Atro et al. (2015), proses pertama melibatkan aktivitas
Saccharomyces cereviciae yang mengubah gula-gula sederhana menjadi alkohol

Universitas Sriwijaya
dalam kondisi anaerob pada pH 3,5-6,0 , suhu tumbuh yang efisien 28-35 0C,
sedangkan proses kedua melibatkan aktivitas bakteri Acetobacter acetii yang
mengubah alkohol dengan kadar tertentu menjadi sejumlah asam asetat dalam
kondisi aerob, pada suhu optimum 15-34 0C, pH 3,0-4,0. Kriteria mutu cuka yang
utama adalah kandungan asam asetatnya.
Bahan pembuatan asam asetat memiliki kriteria yakni mengandung pati
ataupun glukosa, bahan yang dipakai pada praktikum kali ini yaitu air kelapa yang
mengandung glukosa. Menurut Caturryanti et al. (2008), komponen gula dan
asam merupakan media yang diperlukan untuk pertumbuhan bakteri asam asetat.
Asam asetat atau asam cuka yang dihasilkan dalam fermentasi menggunakan
bakteri asam asetat dari bahan dasar apel disebut juga cider atau lebih dikenal
dengan nama cuka apel. Cuka apel memiliki berbagai manfaat seperti penambah
rasa, pengawet bahan makanan bahkan untuk pengobatan sehari-hari dalam rumah
tangga sudah dikenal sejak beberapa kurun waktu. Manfaat kesehatan yang
khasiatnya untuk mencegah dan mengatasi gangguan kesehatan.

4.1.2. Analisis Kimia


Gambar 4.2. Titrasi

Keteranga
1
n:
1. Titran (NaOH)
2. Titrat (aquadest, indicator pp dan
air kelapa)

Tabel 4.2. Analisis Kimia


Volume Titrasi
Tanggal Sampel
(NaOH)

Universitas Sriwijaya
Tabung I 10,3
Tabung II 5,5
28-September-2018 Tabung III 5,8
Tabung IV 6,5
Tabung V 5,7
Tabung VI 6,9
Tabung I 11,4
Tabung II 10,6
03-Oktober-2018 Tabung III 7,2
Tabung IV 8,1
Tabung V 8
Tabung VI 9,7

Proses analisis kimia dilakukan sebanyak dua kali pengulangan dengan


sampel yang sama. Hal ini dilakukan untuk melihat perubahan warna pada proses
titrasi dengan volume yang berbeda-beda. Menurut Suriaman et al. (2013),
menentukan kadar asam cuka dengan menggunakan metode titrasi. Titrasi ini
dilakukan dengan filtrat asam cuka sebanyak mengambil tiga tetes indikator pp
dan menitrasinya dengan menggunakan larutan NaOH 0,1 N. Titrasi ini disebut
titrasi alkalimetri. Biasanya digunakan untuk titrasi asam basa, yang diteteskan
melalui buret kedalam larutan asam dengan mengunakan suatu indikator. Apabila
terjadi perubahan warna merah muda, maka larutan telah mencapai keseimbangan
atau netral.
Lama waktu yang digunakan untuk proses fermentasi sangat berpengaruh
terhadap hasil, waktu yang lama akan menghasilkan kandungan asam asetat yang
banyak. Menurut Hardoyo et al. (2017), faktor-faktor yang mempengaruhi
fermentasi pada pembuatan cuka yakni nutrien untuk mempercepat pertumbuhan
dan perkembangan khamir. Jumlah starter optimum pada fermentasi alkohol
adalah 2-5% (v/v). Lama fermentasi akan mempengaruhi produk fermentasi yang
akan dihasilkan. Waktu fermentasi yang terlalu pendek akan menghasilkan produk
yang sedikit karena substrat tidak seluruhnya terdegradasi sedang waktu
fermentasi yang terlalu lama menyebabkan asam asetat akan teroksidasi menjadi
karbon dioksida dan air.

Universitas Sriwijaya
Sampel yang telah melewati tahap fermentasi alkohol dan mengalami
oksidasi lanjutan dengan berhubungan langsung dengan udara bebas (aerob) akan
masuk ke tahap fermentasi asam cuka dengan bantuan mikroorganisme penghasil
asam cuka. Menurut Nurika dan Hidayat (2011), pembuatan asam asetat dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu secara sintesis/khemis dan secar mikrobiologis
atau fermentasi, namun demikian cara fermentasi lebih disukai, karena lebih
murah, lebih praktis dan resiko kegagalan relatif lebih kecil. Pada fermentasi asam
asetat dari substrat cair umumnya hanya dilakukan dua tahap fermentasi yaitu
fermentasi alkohol dan fermentasi asam asetat. Fermentasi alkohol dilakukan jika
bahan yang digunakan kaya akan gula namun tidak mengandung alkohol.

4.1.3. Angka Lempeng Total


Gambar 4.3 Agar Lempeng
Keterangan :
1. Koloni
1

Tabel 4.3. Angka Lempeng Total


Tanggal Sampel Pengenceran Jumlah koloni

Universitas Sriwijaya
10-3 0
Tabung I
10-4 0
10-5 1
-3
10 339
Tabung II
10-4 0

05-Oktober-2018 10-5 172


10-3 0
Tabung III
10-4 TBUD
10-5 0
10-3 19
Tabung IV
10-4 264
10-5 224
10-3 165
Tabung V
10-4 1
10-5 0
10-3 28
10-4 0
Tabung VI
10-5 102

Proses fermentasi asam cuka dimulai dengan fermentasi yang menghasilkan


terbentuknya zoogloea pada air kelapa. Hasil pengamatan fermentasi di tandai
dengan terjadinya perubahan pH, dengan melakukan pengecatan gram secara
mikroskopis dan analisis kimia untuk mengetahui konsentrasi asam asetat.
Menurut Masyitah et al. (2016), cuka terdiri dari proses fermentasi dua tahap,
yaitu fermentasi alkohol dan fermentasi asam asetat. Tahap pertama adalah
fermentasi alkohol, gula difermentasi dikonversi menjadi etanol dan CO 2 dalam
kondisi anaerob oleh ragi spesies Saccharomyces. Tahap kedua adalah fermentasi
asam asetat, alkohol dibentuk pada tahap pertama diubah menjadi asam asetat dan
air dalam kondisi aerobik oleh bakteri asam asetat termasuk Acetobacter aceti.
Asam cuka dapat diproduksi secara alami maupun buatan, produksi secara
alami tidak lepas dari peranan mikroorganisme yang melakukannya.
Menurut Leasa dan Matdoan (2015), asam cuka dihasilkan oleh kegiatan
Acetobacter aceti. Bakteri tersebut bersifat aerob dimana untuk mendapatkan
energi, mikroba menggunakan glukosa atau zat organik lainnya sebagai substrat

Universitas Sriwijaya
untuk dioksidasi menjadi karbondioksida dan air mikroba banyak tumbuh dan
membelah diri sehingga jumlahnya meningkat dengan cepat. Semakin lama waktu
fermentasi maka Acetobacter aceti akan lebih aktif untuk mengubah alkohol
menjadi asam asetat, dalam pembuatan cuka melibatkan proses fermentasi alkohol
dan fermentasi asam asetat secara berkesinambungan.
Faktor yang mempengaruhi fermentasi yaitu waktu, pH, suhu, konsentrasi
alkohol dan pengadukan. Asam asetat menyebabkan terjadinya perubahan pH
pada proses fermentasi asam cuka. Selain itu waktu, waktu fermentasi yang
pendek menghasilkan produk yang sedikit karena substrat tidak seluruhnya
terdegradasi. Menurut Masyitah et al. (2016), asam asetat menyebabkan
perubahan pH, kadar air. Penambahan asam berarti menurunkan pH yang disertai
dengan naiknya konsentrasi ion hidrogen (H+) dan pH rendah lebih besar
penghambatannya pada pertumbuhan mikroba. Waktu fermentasi yang pendek
menghasilkan produk yang sedikit karena substrat tidak seluruhnya terdegradasi
sedang waktu fermentasi yang terlalu lama, asam asetat akan teroksidasi jadi air.
Selain faktor lama fermentasi dan pH terdapat faktor lain yaitu suhu dan
suplai makanan mempengaruhi pertumbuhan. Suplai makanan dengan unsur
karbon, nitrogen, oksigen sulvur, fosfor, magnesium. Sumber energi pada mikroba
dapat diperoleh dari gula. Menurut Nugroho (2013), mikroorganisme
membutuhkan suplai makanan yang menjadi sumber energi yang menyediakan
unsur-unsur kimia dasar untuk pertumbuhan sel. Unsur-unsur dasar tersebut
adalah karbon, nitrogen, oksigen, sulvur, fosfor, magnesium, zat besi, dan
sejumlah kecil logam lainnya. Karbon dan sumber energi untuk hampir semua
mikroorganisme yang berhubungan dengan bahan pangan dapat diperoleh dari
jenis gula karbohidrat.

4.1.4. Hasil Pewarnaan Gram

Universitas Sriwijaya
1

Keterangan :
1. Bacillus

Universitas Sriwijaya
BAB 5
KESIMPULAN

Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan maka diperoleh


kesimpulan sebagai berikut:
1. Proses fermentasi yang berlangsung mempengaruhi tingkat pH menjadi
semakin asam. Hal ini membuktikan bahwa peranan mikroorganisme
yang menjadikan sampel menjadi asam.
2. Lama waktu yang digunakan untuk proses fermentasi sangat berpengaruh
terhadap hasil, waktu yang lama akan menghasilkan kandungan asam
asetat yang banyak.
3. Sampel yang telah melewati tahap fermentasi alkohol dan mengalami
oksidasi lanjutan dengan berhubungan langsung dengan udara bebas
(aerob) akan masuk ke tahap fermentasi asam cuka dengan bantuan
mikroorganisme penghasil asam cuka.
4. Asam cuka dapat diproduksi secara alami maupun buatan, produksi secara
alami tidak lepas dari peranan mikroorganisme yang melakukannya.
5. Faktor yang mempengaruhi fermentasi selain pH, yakni waktu, suhu,
konsentrasi alkohol dan pengadukan.

Universitas Sriwijaya
DAFTAR PUSTAKA

Atro, R. A., Periadnadi, dan Nurmiati. 2015. Keberadaan Mikroflora Alami


Dalam Fermentasi Cuka Apel Hijau (Malus sylvestris Mill.) Kultivar
Granny Smith. 4(3): 158-161.

Caturryanti, D., Sri, L., dan Siti, T. 2012. Pengaruh Varietas Apel dan Campuran
Bakteri Asam Asetat Terhadap Proses Fermentasi Cider. Jurnal Agritech.
28(2) :70-75.

Effendi, M., S. 2012. Kinetika Fermentasi Asam Asetat (Vinegar) oleh Bakteri
Acetobacter aceti B127 dari Etanol Hasil Fermentasi Limbah Cair Pulp
Kakao. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. 13(2) : 12-135.

Hardoyo, Agus, E. T., Dyah, P., Hartono, dan Musa. 2017. Kondisi Optimum
Fermentasi Asam Asetat Menggunakan Acetobacter aceti B166. Jurnal
Sains MIPA. 13(1): 17-20.

Leasa, H. dan Matdoan, M. N. 2015. Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Total


Asam Cuka Aren (Arenga pinnata Merr ). Jurnal Biopendix. 1(2) : 139-
140.

Masyitah, A, Rahma., dan Suryanti. 2016. Kandungan Gizi Dan Organoleptik Sie
Reuboh Dengan Penambahan Cuka Aren (Arenga pinnata) Dan Daun
Jeruk Purut (Citrus hystrix) Pada Konsentrasi Yang Berbeda. Jurnal
Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan. 4(1) : Hal 239.

Moradi M, Shariati P, Tabandeh F, Yakhchali B, dan Khaniki GB. 2014.


Screening and Isolation of Powerful Amylolytic Bacterial Strains.
International Journal of Current Microbiology and Applied Sciences.
3(2): 758-768.

Naibaho, N. M., Achmad, F. R., Andi, L., Mujibu, R., dan Elisa, G. P. 2017.
Fermentasi Sistem Aerob dan Anaerob dalam Pembuatan Cuka dari Nira
Aren (Arenga pinnata). Buletin Loupe. 14 (1) : 13-19.

Nugroho, A,T. 2013. Studi Waktu Fermentasi Dan Jenis Aerasi Terhadap Kualitas
Asam Cuka Dari Nira Aren (Arenga pinnata). Skripsi. Yogyakarta :
Universitas Negeri Yogyakarta : 16.

Nurika, I. dan Hidayat, N. 2011. Pembuatan Asam Asetat dari Air Kelapa Secara
Fermentasi Kontinyu Menggunakan Kolom Bio-Oksidasi. Jurnal
Teknologi Pertanian. 2(1): 51-57.

Putri, I. M., Ganda, P., Wayan, A. 2016. Pengaruh Penambahan Inokulum


Saccharomyces Cerevisiae dan Lama Fermentasi terhadap Karakteristik

Universitas Sriwijaya
Cuka Fermentasi dari Cairan Pulpa Hasil Samping Fermentasi Biji
Kakao (Theobrama Cacao L.). Jurnal Rekayasa dan Manajemen
Agroindustri. 4(3) : 71-84.
Rizal, H., M., Dewi, M., P., dan Abdullah, S. 2013. Pengaruh Penambahan Gula,
Asam Asetat dan Waktu Fermentasi Terhadap Kualitas Nata De Corn.
Jurnal Teknik Kimia. 1(9) : 34-39.

Wigyanto, M. S., dan Hidayat, N. 2017. Bioindustri. Malang: UB Press.

Universitas Sriwijaya
LAMPIRAN

Sampel Air
Kelapa
Hasil
Titrasi

Perhitungan Koloni Bakteri Analisis Morfologi Bakteri

Sumber: (Dokumen Pribadi, 2018).

Universitas Sriwijaya

Anda mungkin juga menyukai