I. PENDAHULUAN
Pulau Lombok merupakan salah satu destinasi pariwisata unggulan yang
mulai dilirik keberadaannya oleh pariwisata dunia sejak pulau ini mendapatkan
berbagai penghargaan berskala internasional dengan branding halal tourism.
Seiring dengan popularitasnya yang mendunia, maka tuntutan terhadap berbagai
fasilitas dan layanan wisata juga semakin tinggi. Berbagai inovasi produk juga
terus dilakukan yang mengarah kepada pariwisata yang berkualitas dan salah satu
alternatif opsi dari ragam pariwisata berkualitas yaitu ekowisata (Yulendra, 2018).
Ekowisata dapat diartikan sebagai suatu perjalanan wisata yang memliki
tujuan mengkonservasi lingkungan dan melestarikan kehidupan dan kesejahteraan
penduduk sekitar dan memiliki bertanggung jawab pada kawasan alam. Sehingga
ekowisata ini dapat dilihat sebagai suatu konsep pengembangan pari-wisata yang
berkelanjutan serta bertujuan untuk mendukung upaya-upaya pelestarian
lingkungan dan dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dalam
pengelolaannya.
Ekowisata berbasis masyarakat merupakan usaha pariwisata yang
menitikberatkan peran aktif komunitas. Hal ini dikarenakan masyarakat lokal
yang meniliki pengetahuan tentang alam serta budaya yang menjadi potensi dan
nilai jual sebagai daya tarik wisata sehingga keterlibatan masyarakat menjadi
mutlak. Ekowisata berbasis masyarakat dapat menciptakan kesempatan kerja bagi
masyarakat lokal dan mengurangi kemiskinan, dimana penghasilan ekowisata
adalah dari jasa-jasa wisata untuk turis, seperti ongkos transportasi, pemandu
wisata, penginapan, dan menjual kerajinan masyarakat (Baskoro, 2016).
Mangrove merupakan salah satu komponen ekosistem pesisir memegang
peranan yang cukup penting, baik di dalam memelihara produktivitas perairan
pesisir maupun di dalam menunjang kehidupan penduduk di wilayah tersebut.
Keberadaan hutan mangrove sangatlah penting untuk suplai kayu bakar, biota
perairan serta mempertahankan kualitas ekosistem perairan, perikanan dan
permukiman yang berada di belakangnya dari gangguan abrasi, instrusi dan angin
laut yang kencang. Ekowisata mangrove merupakan objek wisata yang
bewawasan lingkungan dimana wisata tersebut mengutamakan aspek keindahan
yang alami dari hutan mangrove serta Fauna yang hidup disekitarnya tanpa harus
merusak.
Hutan Mangrove Bagek Kembar di Desa Cendik Menik Sekotong Lombok
Barat merupakan sebuah daerah tujuan wisata baru yang mulai dilirik dan diminati
keberadaannya baik oleh wisatawan lokal maupun mancanegara. Hutan mangrove
ini awalnya merupakan sebuah project pelestarian hutan mangrove yang diinisiasi
rehabilitasinya oleh Balai Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut (BPSPL)
Denpasar wilayah kerja NTB. Setelah dilakukan revitalisasi dan rehabilitasi
kawasan, pengelolaan selanjutnya diserahkan kepada Kelompok Masyarakat
Pengelola Ekowisata Mangrove (Pokmaslawisma) Bagek Kembar selaku mitra
BPSPL. Banyaknya potensi wisata yang ada membuat perlu diadakannya
penelitian mengenai Pengelolaan Kawasan Ekowisata Mangrove Bagek Kembar
tersebut agar kedepannya dapat menghasilkan pengelolaan wisata yang lebih baik
dan terciptanya tujuan lestari.
IV. KESIMPULAN
Strategi pengelolaan Kawasan Ekowisata Mangrove Bagek Kembar
berbasis masyarakat artinya melibatkan masyarakat dalam proses perencanaan,
pelaksanaan, dan pengelolaan usaha ekowisata dalam segala kegiatan yang
dilakukan. Ekowisata mangrove memiliki traking (jembatan), lapangan futsal,
gazebo, toilet, dan menara pandang. Pengelolaan kawasan Desa Cendik Menik
secara ekowisata dapat dikatakan berhasil memberikan dampak positif baik bagi
warga desa, kehidupan sosial warga desa, perekonomian warga, dan pelestarian
lingkungan serta budaya lokal. Masyarakat semenjak berperan aktif dalam
pengelolaan Desa Cendik Menik secara ekowisata semakin paham akan
pentingnya menjaga kelestarian lingkungan. Pengelolaan kawasan wisata secara
ekowisata terbukti mampu memberi lapangan kerja baru bagi warga desa sehingga
mampu mengurangi jumlah warga yang pergi keluar negeri menjadi Tenaga Kerja
Indonesia. Pada akhirnya, ekowisata membawa dampak positif terhadap
pelestarian lingkungan, kearifan lokal dan pelestarian budaya masyarakat
setempat. Pelestarian budaya lokal dan kearifan lokal secara tak langsung juga
menumbuhkan jati diri dan rasa bangga diantara penduduk setempat. Hal ini
seiring dengan meningkatnya kegiatan ekowisata.
DAFTAR PUSTAKA