Anda di halaman 1dari 5

LINGKUNGAN HIDUP SUMATERA

Identifikasi potensi wilayah pesisisr – contoh kasus permasalahan

Disusun Oleh :
Dewi Suci S. Riadi_120260001

Dita Fahira_120260171

Fina Fadilah Putri_120260024

Muhammad Ikhwan_120440011

Nova Hotmauli Tampubolon_120180007

Vita Julia Saputri_120260017

19 MARET 2021

INSTITUT TEKNOLOGI SUMATERA


LAMPUNG SELATAN
IDENTIFIKASI POTENSI WILAYAH PESISIR (EKOSISTEM MANGROVE,
EKOSISTEM LAMUN, DAN EKOSISTEM TERUMBU KARANG) SERTA STUDI
KASUS PERMASALAHAN WILAYAH PESISIR YANG TERJADI DI WILAYAH
PROVINSI BENGKULU

Bengkulu merupakan sebuah provinsi yang terletak di bagian barat daya pulau Sumatera.Luas
wilayah Provinsi Bengkulu mencapai lebih kurang 32.365,6 hektar atau 32.365,6 kilometer
persegi dimana 2/3 wilayahnya merupakan hutan lindung dan laut. Provinsi Bengkulu
berbatasan langsung dengan Samudera Indonesia pada garis pantai sepanjang lebih kurang
525 kilometer.Bagian timurnya berbukit-bukit dengan dataran tinggi yang subur, sedangkan
bagian barat merupakan dataran rendah yang relatif sempit, memanjang dari utara ke selatan
diselingi daerah yang bergelombang.Wilayah Provinsi Bengkulu berada di Pulau Sumatera,
terletak di sebelah Barat Pengunungan Bukit Barisan. Secara geografis, Provinsi Bengkulu
terletak di antara 2016’ – 5031’ Lintang Selatan (LS) dan 101001’ – 103041’ Bujur Timur
(BT). Luas wilayah Provinsi Bengkulu mencapai lebih kurang 1.978.870 hektar atau 19.788,7
kilometer persegi. Wilayah Provinsi Bengkulu memanjang dari perbatasan Provinsi Sumatera
Barat sampai ke perbatasan Provinsi Lampung. Daerah pesisir umumnya memiliki potensi
sumberdaya alam yang sangat besar dan bervariasi, baik yang berupa sumberdaya hayati
maupun sumberdaya non-hayati, termasuk juga jasa-jasa lingkungan. Umumnya potensi
sumberdaya hayati daerah pesisir adalah berupa ekosistem hutan mangrove, ekosistem
terumbu karang, komunitas padang lamun dan rumput laut, serta potensi sumberdaya ikan.
Potensi sumberdaya non-hayati adalah berupa bahan-bahan pertambangan dan energi.Adapun
potensi jasa-jasa lingkungan di daerah pesisir terutama adalah parawisata, transportasi laut
dan pemukiman.

1.) Identifikasi mangrove di Provinsi Bengkulu.

Hutan mangrove atau hutan bakau ini merupakan hutan yang berada di lingkungan perairan
payau. Hutan ini merupakan hutan yang sangat dipengaruhi okeh keberadaan pasang surut air
laut. Ekosistem mangrove dibagian pesisir Kota Bengkulu ini memiliki luas 214,62 ha yang
berada di sekitar muara Sungai Jenggalu. Ekosistem hutan ini juga memiliki karakteristik
yang khas. Kekhasan ekosistem hutan mangrove ini salah satunya karena adanya pelumpuran
di wilayah hutan tersebut. Sumberdaya wilayah pesisir Kota Bengkulu terdiri dari ekosistem
hutan pantai (termasuk ekosistem hutan mangrove),ekosistem perairan laut, sumberdaya
perikanan, potensi jasa-jasa pariwisata dan pulau kecil (Pulau Tikus). Ekosistem hutan
mangrove tidak begitu banyak, dan letaknya terpencar-pencar, tidak pada suatu hamparan
yang luas. Ekosistem hutan mangrove terdapat di Kawasan TWA (Taman Wisata Alam)
Pantai Panjang, Dusun Kandang, Pulau Baai, Padang Serai dan Sungai Jenggalu. Untuk saat
ini, keberadaan ekosistem hutan mangrove di Kota Bengkulu tetap mempunyai fungsi dan
peranan yang besar baik bagi masyarakat maupun sebagai daerah penyangga. Kondisi
ekosistem hutan mangrove ini sendiri sudah mengalamai degradasi, karena sudah
dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan seperti pertambakan, pemukiman dan perluasan
wilayah Kota Bengkulu. Ekosistem mangrove potensial mendapat tekanan dari kegiatan
manusia dan pembangunan, terlebih lagi pesisir merupakan wilayah dengan tingkat aktivitas
perekonomian tinggi. Konversi hutan mangrove untuk budidaya perikanan, terutama untuk
tambak udang windu dan tambak ikan telah menyebabkan terdegradasinya hutan mangrove
yang subur dalam skala yang cukup luas. Menurut patang(2012), strategi yang perlu
diterapkan dalam konservasi hutan mangrove ini yaitu dengan membentuk kawasan hutan
lindung mangrove yang tidak dapat diganggu.

2.) Identitifikasi lamun di Provinsi Bengkulu.

Lamun (seagrass) merupakan tumbuhan berbuga (angiospermae) yang berbiji satu


(monokotil) dan mempunyai akar rimpang, daun, bunga, dan buah. Lamun juga merupakan
produktifitas primer perairan dangkal diseluruh dunia dan merupakan sumber makanan
penting bagi banyak organisme serta menjadi tempat berkembang biak berbagai jenis
biota,baik invertebrata maupun vertebrata,yang sebagian merupakan biota penting berniai
komersial. Saat ini kondisi padang lamun di perairan pantai Desa kahyapu Provinsi Bengkulu
secara umum dalam keadaan baik dimana secara pengamatan visual tatapan lamun masih
dalam kisaran 75% sampai 100%penduduk yang berada di sekitar perairan pantai Desa
kahyapu Provinsi Bengkulu juga belum memanfaatkan tumbuhan lamun baik dalam
kebutuhan konsumsi maupun komoditi karena nelayan masih bisa memanfaatkan hasil
tangkapan ikan yang cukup secara tradisional namun banyak dimanfaatkan untuk bahan
makanan pupuk bahan anyaman mainan dan dibuat jaring. Data padang lamun dari
pengukuran padatan dan tutupan padang lamun yang dilakukan di perairan pantai Desa
kahyapu Provinsi Bengkulu dekat kantor Pelabuhan (samping kiri dan kanan jalan pelabuhan)
sepanjang pinggiran pantai banyak ditumbuhi tumbuhan lamun merupakan bagian dari
Beberapa ekosistem dari wilayah pesisir dan lautan perlu dilestarikan dan memberikan
kontribusi pada peningkatan hasil perikanan daripada sektor lainnya seperti wisata Oleh
karena itu ekosistem ini perlu diperhatikan khusus Seperti hal nya ekosistem lain dalam
wilayah pesisir untuk mempertahankan kelestariannya melalui pengelolaan terpadu baik
secara langsung dan tidak langsung Memberikan manfaat dan meningkatkan perekonomian
terutama bagi penduduk di wilayah pesisir.

3.) Identifikasi terumbu karang di Provinsi Bengkulu.

Kawasan Perairan Pulau Enggano Provinsi Bengkulu dikelilingi oleh ekosistem terumbu
karang tepi (fringing reef) yang luasnya ± 5.097 ha atau ± 509,7 km2 (Purba et al, 2003).
Ekosistem terumbu karang di Kawasan Pulau Enggano tersebar di perairan Tanjung Lakoaha,
Tanjung Kioyeh, Tanjung Keramai, Tanjung Labuha, Tanjung Kahabi, Teluk Harapan dan
Kaana, sekeliling Pulau Dua, Pulau Merbau dan Pulau Satu. Nilai ekonomi dari ekosistem
terumbu karang merupakan nilai dari seluruh instrument yang ada padanya termasuk sumber
makanan dan jasa ekologis. Nilai manfaat langsung perikanan sudah termasuk kedalam nilai
manfaat langsung perikanan tangkap. Dengan demikian, nilai manfaat yang dapat dihitung
dari ekosistem terumbu karang di Kawasan Pulau Enggano Provinsi Bengkulu adalah nilai
potensi sumberdaya ikan, nilai sebagai penahan gelombang, nilai pemanfaatan batu karang
dan nilai warisan. Terumbu karang mempunyai keanekaragaman hayati (biodiversiti) yang
sangat tinggi-kira-kira 93.000 spesies tumbuhan dan hewan sudah diidentifikasi terdapat pada
ekosistem terumbu karang, dan para ilmuwan memperkirakan bahwa ada kemungkinan
jumlahnya mencapai lebih dari 3 juta. Ekosistem terumbu karang yang kondisinya sangat
baik dapa menyumbangkan 18 ton ikan/km2/tahun, sedangkan terumbu karang yang
kondisinya baik dan cukup baik dapat menyumbangkan ikan sebesar 13 ton ikan/km2/tahun.
Kondisi ekosistem terumbu karang di Kawasan Pulau Enggano tergolong dalam kondisi baik
dan cukup baik. Maka, sumberdaya ikan yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat dari
ekosistem terumbu karang di Kawasan Pulau Enggano Provinsi Bengkulu adalah sebesar :
509,7 km2 x 13 ton ikan/km2/tahun = 6.626,1 ikan/km2/tahun.
4.) Studi kasus permasalahan wilayah pesisir di Provinsi Bengkulu.

Fenomena yang menarik dari kerusakan salah satu wilayah pesisir di Kabupaten Mukomuko
Provinsi Bengkulu adalah ditemukannya di setiap lokasi pengamatan kegiatan alih fungsi
lahan pantai menjadi lahan pertanian, perkebunan dan pemukiman. Degradasi wilayah pesisir
di Kabupaten Mukomuko di dominasi oleh abrasi pantai, seperti di Desa Pasar Ipuh, Retak
Ilir, Air Dikit, Koto Jaya Kota Mukomuko, Rawa Bangun dan Pasar Sebelah. Aspek utama
pemicu perubahan di wilayah pesisir adalah proses anthropogenic dan alamiah, seperti juga
wilayah pesisir di berbagai belahan bumi, Indonesia mengalami konversi lahan pesisir dalam
skala besar.Proses anthropogenic yang dimaksudkan disini adalah adanya tekanan dari
manusia dalam mengeksploitasi sumberdaya alam di wilayah pesisir, sedangkan proses
alamiah adalah seperti abrasi dan sedimentasi. Beberapa kegiatan pembangunan di kawasan
daratan dan lautan, masih banyak yang memberikan dampak negatif pada lingkungan yang
akhirnya berakibat pada menurunnya kualitas lingkungan pesisir dan laut maupun kelestarian
sumberdaya alam, yaitu berupa pencemaran dan kerusakan lingkungan serta pemanfaatan
yang berlebih atas sumberdaya pesisir dan laut. Kerusakan pantai yang terjadi seperti
disebutkan diatas umumnya diakibatkan oleh proses alami dari pengaruh hidrooceanografi
setempat (arus, gelombang, angkutan sedimen) dan juga akibat campur tangan atau intervensi
manusia terhadap daerahpantai. Seperti hilangnya tumbuhan yang berfungsi sebagai
pelindung alami seperti yang disebutan diatas akibat alih fungsi menjadi perumahan nelayan
atau areal tambak.Kerusakan wilayah pesisir di beberapa tempat di Kabupaten Mukomuko
sudah berdampak terhadap pemukiman, jalan raya dan berbagai prasarana yang ada di
wilayah pesisir. Hal tersebut adalah sebuah gejala yang umum terjadi, beberapa daerah di
pesisir Kabupaten Tegal telah terjadi erosi pantai yang mengakibatkan pantai mundur 25
sampai 200 m, di antaranyamerusak tambak, kebun melati, mengancam tempat rekreasi,
merusak dermaga pelabuhan, mengancam jalan nasional.

Anda mungkin juga menyukai