Anda di halaman 1dari 6

Fungsi Dan Peran Hutan Mangrove Untuk Ekosistem Dan Pemanfaatan Masyarakat Di

Perairan Laut Papua

PENDAHULUAN

Mangrove adalah ekosistem pada kawasan intertidal, dimana pada kawasan tersebut terjadi
interaksi antara perairan laut, payau, sungai, dan terestrial. Oleh karena adanya interaksi ini,
mangrove menjadi ekosistem yang memiliki keanekaragaman tinggi yang terdiri dari flora
dan fauna laut, tawar, dan spesies daratan. Hutan mangrove sering dikenal sebagai hutan
bakau atau hutan payau. dikenal sebagai hutan bakau karena sebagian besar vegetasinya
didominasi oleh jenis bakau dan disebut sebagai hutan payau karena hutan mangrove tumbuh
di atas tanah yang selalu tergenang oleh air payau. istilah mangrove merupakan perpaduan
dua kata yaitu ‘mangue’ dan ‘grove’ (Fitriyah dkk., 2013).
Hutan mangrove memiliki karakteristik unik dibandingkan dengan ekosistem hutan
lainnya. keunikan ini dilihat dari habitat tempat hidup dan keanekaragaman floranya yaitu:
Avicennia, Rhizopora, Bruguiera, dan tumbuhan-tumbuhan lainnya yang dapat beradaptasi
dengan salinitas air laut. Kemudian fauna seperti kepiting, kerang, ikan, dan jenis molusca,
serta yang lain-lain. Ekosistem Hutan mangrove merupakan ekosistem yang memiliki
produktivitas tinggi dibanding ekosistem lainnya. Hutan mangrove memiliki fungsi ekonomi
ekologi, dan sosial. Hutan mangrove sangat bermanfaat bagi perekonomian masyarakat
pesisir melalui hasil tangkapan dan perolehan kayu bakau bernilai ekspor tinggi, salah
satunya masyarakat Indonesia, terutama masyarakat di daerah Papua.
Masyarakat daerah pesisir Papua mayoritas memanfaat sumber daya hutan mangrove
untuk bahan bangunan seperti rumah adat, atap rumah, tombak, getahnya pohon untuk
penggosok perahu, sebagai makanan yaitu tangkapan ikan dan kerang, juga bahan obat-
obatan. Pemanfaatan hutan mangrove oleh masyarakat untuk kebutuhan dan mata
pencaharian secara terus menerus ini mengakibatkan kerusakan pada hutan mangrove.
Kerusakan tersebut seperti abrasi, rusaknya ekosistem mangrove, dan lain-lain. Dalam artikel
ini akan dibahas lebih lanjut mengenai dampak pemanfaatan hutan mangrove oleh
masyarakat Papua.
PEMBAHASAN

Hutan mangrove adalah salah satu ekosistem hutan yang unik dan khas, terdapat di daerah
pasang surut wilayah pesisir, pantai, dan beberapa pulau kecil. Indonesia memiliki garis
pantai sepanjang 81.000 km yang menyimpan potensi kekayaan sumber alam yang besar.
Potensi tersebut merupakan potensi hayati dan non hayati, dimana potensi hayati meliputi
perikanan, hutan mangrove, lamun, dan terumbu karang, sedangkan potensi non hayati
meliputi mineral, bahan tambang, dan pariwisata. Hutan mangrove merupakan hutan non
kayu yang diakui sebagai sumber daya ekonomi penting bagi masyarakat di pesisir Papua.
Banyak masyarakat pantai di pesisir yang hidupnya sangat tergantung pada hasil laut dan
sumber daya pantai. Mayoritas masyarakat yang hidup dekat area mangrove, mata
pencaharian utamanya adalah menangkap ikan dan aktivitas yang berkaitan dengan ekosistem
sekitar mangrove, seperti memanen udang, kerang, ikan, kepiting, dan siput laut, serta
memanfaatkan kayu untuk bahan bakar, bahan bangunan, batu karang, dan lain sebagainya.
Masyarakat di Papua Barat memiliki hubungan yang erat dengan alam dan telah melakukan
pengelolaan pesisir dan sumber daya alam secara tradisional dan berkelanjutan.
Hutan mangrove memberikan manfaat ekologi dan ekonomi kepada masyarakat, salah
satunya dengan memberikan perlindungan dari ombak besar laut dan menjadi tempat biota
laut berkembang biak, seperti kepiting bakau dan tempat ikan memijah. Hutan mangrove
mempunyai fungsi penting berupa fungsi produksi, perlindungan, dan pelestarian alam.
Hutan mangrove juga merupakan ekosistem yang sangat unik yaitu sebagai penyeimbang
(interface) antara ekosistem daratan dan lautan. Hutan mangrove sering juga disebut dengan
hutan pantai, hutan pasang surut, atau hutan payau. Mangrove mempunyai peranan ekologis,
ekonomis, dan sosial yang sangat penting dalam mendukung pembangunan wilayah pesisir.
Mangrove menyediakan banyak layanan ekosistem yang berharga, yaitu sebagai pendukung,
penyedia, pengatur, dan kultural. Sebagai pendukung berbagai jasa ekosistem diantaranya
dalam pembentukan tanah, fotosintesis, produksi primer, siklus nutrien, siklus air, serta
pendukung ekosistem lamun dan ekosistem terumbu karang. Sebagai penyedia, mangrove
menjadi habitat penopang produksi perikanan baik untuk ikan-ikan konsumsi maupun ikan
hias, dan menyediakan habitat pembibitan untuk ikan. Di negara-negara ASEAN, 30% ikan
dan hampir 100% udang ditangkap di area ekosistem mangrove. Sebagai pengatur, mangrove
merupakan tempat asimilasi karbon atmosfer berlebih yang menjadi salah satu penyebab
terjadinya pemanasan global, yang berarti membantu mengurangi emisi gas rumah kaca CO2
di udara, melindungi garis pantai dari badai dan tsunami, melindungi dari abrasi pantai, dan
tempat menyimpan karbon.
Menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan, sebagian besar mangrove di Indonesia
terdapat di Papua, Kalimantan, dan Sumatra. Khususnya di Papua Barat, kekayaan ekosistem
mangrove menjadi salah satu pendukung utama kehidupan masyarakat pesisir terutama
kegiatan pemanfaatan sumber daya alam seperti kepiting bakau, ikan kakap, dan biota laut
yang bernilai ekonomis lainnya. Hutan mangrove di Papua Barat mempunyai cadangan
karbon yang besar serta memberikan manfaat secara langsung maupun tidak langsung kepada
masyarakat yang tinggal disekitarnya. Di Papua Barat, terdapat mangrove air kabur dengan
kondisi air kabur dan berlumpur tebal dan mangrove air jernih dengan kondisi air yang jernih
dan berpasir hingga berkarang. Komposisinya terdapat vetegasi komponen utama yaitu
vegetasi yang tumbuh bersama membentuk suatu tegakan dalam ekosistem mangrove dan
vegetasi asosiasi mangrove yang tumbuh dan berkembang tidak dalam ekosistem mangrove.
Indonesia memiliki hutan mangrove seluas 3.416.181,71 ha sedangkan hutan mangrove di
Papua dan Papua Barat adalah 1.350.600,00 ha atau 39,50% dari total di Indonesia. Luasan
hutan mangrove di Papua Barat adalah 0,3 juta ha. Luas ekosistem mangrove di Indonesia
mencapai 75% dari total mangrove di Asia Tenggara atau sekitar 27% dari total mangrove di
dunia. Selain itu, ekosistem mangrove di Indonesia memiliki keragaman tertinggi di dunia.
Distribusi mangrove di Indonesia terletak di Pantai Sumatra, Kalimantan, dan Papua.
Luasnya distribusi mangrove terus menurun dari 4,25 juta ha di tahun 1982 menjadi sekitar
3,24 juta ha pada tahun 1987 dan tersisa seluas 2,79 ha pada tahun 2000. Kecenderungan
penurunan tersebut mengindikasikan bahwa terjadi degradasi hutan mangrove yang cukup
nyata, yaitu sekitar 200 ribu ha per tahun. Antara tahun 2000 sampai dengan tahun 2012,
persentase penurunan mangrove adalah 1,72%. Kecenderungan menurun menunjukkan
bahwa ada 61,000 ha hutan mangrove mengalami alih fungsi dan hilangnya habitat mangrove
sekitar 48,000 ha lebih dalam 12 tahun. Hal ini disebabkan oleh konversi lahan yang
digunakan menjadi budidaya, pertanian, pariwisata, pembangunan perkotaan, dan eksploitasi
berlebih.
Salah satu hasil dari berbagai kegiatan manusia di daerah pesisir yang mempengaruhi
keberlanjutan sumber daya alam adalah penghancuran ekosistem mangrove. Keberadaan
ekosistem mangrove memainkan peranan penting bagi kelangsungan proses ekologi dan
hidrologi. Kerusakan dan gangguan terhadap kondisi pertumbuhan dapat menjadi masalah
bagi regenerasi mangrove di masa depan. Hal tersebut dapat mengakibatkan terjadinya
perubahan ekosistem, pencemaran, abrasi secara intensif di sepanjang pantai, dan hilangnya
biota laut di kawasan perairan sekitarnya, serta dapat menimbulkan masalah kesehatan
dimana populasi nyamuk meningkat akibat ditebangnya hutan mangrove dan dapat
menimbulkan wabah malaria (Pramudji, 2002). Konsekuensi lain yang akan ditimbulkan
akibat terjadinya aktivitas manusia untuk mengeksploitasi habis dan mengonversi habis
daerah pesisirnya, yaitu hilangnya dan terkikisnya pulau-pulau kecil di Indonesia. Perlu
memang untuk dicermati dan direnungkan agar kehilangan pulau tidak terus berlanjut.
Namun yang paling penting adalah mencegah hilangnya dan punahnya ekosistem dan habitat
mangrove dan pesisir, hilang dan punahnya keanekaragaman hayati baik flora maupun fauna
baik yang di darat maupun di perairan.
Meningkatnya pertumbuhan penduduk, pembangunan daerah pesisir, permintaan pasar
terhadap komoditi perikanan dari ekosistem mangrove menyebabkan tekanan dan ancaman
terhadap mangrove semakin besar. Informasi terkait dengan ancaman terhadap ekosistem
mangrove di Papua Barat belum banyak tersedia, selain itu bagaimana interaksi masyarakat
pesisir dengan keberadaan mangrove di daerah tersebut juga belum banyak diketahui. Untuk
mengatasi eksploitasi sumber daya mangrove, diperlukan upaya pengelolaan seperti reboisasi
dan Pendekatan Berbasis Masyarakat (PBM) dimana masyarakat lokal memiliki adat yang
bercampur dengan kepercayaan atau keagamaan. Dengan pendekatan berbasis masyarakat
diharapkan mampu memberikan perubahan antar generasi. Menurut Undang-Undang No. 5
Tahun 1990 upaya tersebut harus dilaksanakan atas dasar kebijaksanaan yang dituangkan
dalam strategi konservasi alam Indonesia yang berdasarkan atas tiga prinsip, yaitu
perlindungan terhadap sistem penyangga kehidupan dengan menjamin terpeliharanya proses
ekologi bagi kelangsungan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat, pengawetan
keanekaragaman sumberdaya plasma nutfah dengan menjamin terpeliharanya sumber genetik
dan ekosistemnya bagi kepentingan umat manusia, dan pelestarian pemanfaatan baik jenis
maupun ekosistemnya dengan mengatur dan mengendalikan cara-cara pemanfaatan yang
lebih bijaksana, sehingga diperoleh manfaat yang optimal dan kesinambungan. Diperlukan
juga upaya dari pemerintah dan partisipasi masyarakat dalam merancang, merencanakan,
melaksanakan, dan mengevaluasi perbaikan dan pemanfaatan areal hutan mangrove
(Pramudji, 2002).
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menjaga ekosistem pantai, ekosistem
pulau, dan ekosistem mangrove yaitu : (1) Dibangun suatu konsep pengelolaan yang berbasis
berkelanjutan (sustainable), memiliki visi ke depan (future time), terintegrasinya kepentingan
ekonomi dan ekologi, dan pelibatan masyarakat. (2) Membangun kawasan hutan lindung,
yaitu kawasan hutan yang ditetapkan fungsinya untuk melindungi kelestarian lingkungan
hidup yang mencakup sumber daya alam, sumber daya buatan, dan nilai bersejarah, budaya
bangsa guna kepentingan pembangunan berkelanjutan. (3) Melakukan kegiatan rehabilitasi
hutan harus memperhatikan pola adaptasi tanaman, kesesuaian lahan dan lingkungan,
sebaiknya jenis-jenis endemik setempat, serta disukai dan memberikan tambahan ekonomi
bagi masyarakat. (4) Perlu dibangun renstra pengelolaan pada ekosistem yang dapat
mengurangi tekanan masyarakat terhadap hutan mangrove diantaranya dilakukan pengalihan
mata pencaharian masyarakat, dimana terdapat sebagian masyarakat yang masih mencari
kayu mangrove untuk dijual. Untuk mengatasi hal ini maka perlu dilakukan upaya
peningkatan potensi ikan di kawasan hutan mangrove yaitu melakukan penanaman mangrove
sehingga mangrove dapat menjadi nursery ground dan fishery ground. Dalam jangka panjang
hal ini dapat mengurangi tekanan masyarakat terhadap hutan mangrove. (5) Adanya political
will untuk mempertahankan ekosistem mangrove sebagai upaya menjaga keberadaan pulau-
pulau kecil dan gugus pulau (Vatria, 2010).
PENUTUP

Hutan mangrove di Papua Barat dan Papua terdapat terdapat 1.350.600 ha memberikan
manfaat untuk ekosistem perikanan, mengurangi abrasi di laut, mencegah terjadinya tsunami
dan sebagai cadangan carbon untuk mengurangi karbon dioksida di udara. Hutan mangrove
kian menurun karena adanya budidaya, pariwisata, pembangunan perkotaan dan eksploitasi
yang berlebihan. Oleh karena itu, perlu adanya reboisasi dan Pendekatan Berbasis
Masyarakat (PBM) yang berfungsi sebagai perlindungan ekologi untuk kelangsungan hidup
masyarakat, terpeliharanya sumber daya alam kelautan dan memanfaatkan dengan baik
dengan adanya peraturan yang berlaku agar masyarakat tetap mau melestarikan hutan
mangrove serta tetap memanfaatkan hutan mangrove dengan baik dengan tidak merusaknya.
Hal yang harus dilihat dari pemeliharaan ekosistem mangrove dari pengelolaan yang
berkelanjutan, membangun kawasan hutan lindung, melakukan rehabilitasi hutan, upaya
penanaman mangrove untuk sebagai pembantu dalam mata pencaharian masyarakat di daerah
pesisir pantai dan laut, serta adanya political will untuk menjaga ekosistem laut.
DAFTAR PUSTAKA

Arief, Arifin. 2003. Hutan Mangrove: Fungsi dan Manfaatnya. Yogyakarta: Penerbit
Kanisius.
Eka Fitriah, Yuyun Maryuningsih, Edy Chandra, Asep Mulyani. 2017. Studi Analisis
Pengendalian Hutan Mangrove Kabupaten Cirebon. Jurnal Scientiae Educatia. Vol.
No. 2.
Julie Mollins. 2020. Hutan Mangrove Papua Dapat Membantu Mencapai Target Iklim.
https://forestsnews.cifor.org/64908/hutan-mangrove-papua-dapat-membantu-indonesia-
mencapai-target-iklim?fnl= (di akses 16 Maret 2021).
Jimmy F. Wanma, dkk. 2019. Laporan Pelaksanaan Ekspedisi Mangrove Papua Barat.
https://www.econusa.id/file/download/2933292laporan%20ekspedisi%20mangrove
%20papua%20barat%202019%20pelaksanaan_compressed.pdf (di akses 16 Maret
2021).
Karimah. 2017. Peran Ekosistem Hutan Mangrove Sebagai Habitat Untuk Organisme Laut.
Jurnal Biologi Tropis. Vol. 7. No. 2.
Pramudji. 2000. Dampak Perilaku Manusia Pada Ekosistem Hutan Mangrove di Indonesia.
Oseana. Vol. 25. No. 2.
Pramudji. 2002. Eksploitasi Hutan Mangrove di Indonesia: Dampak dan Upaya Untuk
Penanggulangannya. Oseanoografi, XXVII(3). pp. 11–17.
Sucipto Hariyanto. 2019. Pentingkah Keberadaan Hutan Mangrove?.
http://news.unair.ac.id/2019/10/10/pentingkah-keberadaan-hutan-mangrove/ (di akses
16 Maret 2021).
Vatria, B. 2010. Berbagai Kegiatan Manusia Yang Dapat Menyebabkan Terjadinya
Degradasi Ekosistem Pantai Serta Dampak Yang Ditimbulkannya. Jurnal Berlian Vol. 9
No. 1.

Anda mungkin juga menyukai