Indonesia dikaruniai kawasan mangrove yang sangat luas, yaitu sekitar 3,7 juta hektar. Kawasan mangrove
tersebut tersebar di pesisir-pesisir Sumatera, Kalimantan, Jawa, Bali, hingga Papua. Tetapi, kegiatan
pembangunan di wilayah pesisir telah mengurangi luas hutan mangrove di Indonesia. Penyebabnya antara lain
adalah: pembukaan lahan atau konversi hutan menjadi kawasan pertambakan, permukiman, industri dan lainlain. Selain konversi, kerusakan hutan mangrove juga terjadi akibat pemanfaatan yang intensif untuk kayu bakar,
bahan bangunan, pemanfaatan daun mangrove sebagai makanan ternak, serta penambangan pasir laut di
sepanjang pantai bagian depan kawasan mangrove.
Beberapa data menunjukkan bahwa kerusakan dan penyusutan luas hutan mangrove Indonesia terus terjadi.
Pada tahun 1982 Indonesia masih memiliki 5.209.543 ha hutan mangrove, namun di tahun 1992 jumlahnya telah
menjadi 2.496.185 ha. Pada tahun 1985, pulau Jawa telah kehilangan 70% hutan mangrovenya. Luas hutan
mangrove di Sulawesi Selatan berkurang dari 110.000 ha pada tahun 1965 menjadi 30.000 ha pada tahun1985.
Sedangkan Teluk Bintuni (Papua) masih terdapat 300.000 ha mangrove, namun kini terus menerus mengalami
tekanan, sebagaimana terjadi pula di delta Sungai Mahakam dan pesisir Kabupaten Berau, Kalimantan Timur.
Apabila tidak ada usaha untuk mencegah kerusakan, serta tak ada usaha untuk mengembalikan kondisi hutan
mangrove, maka lingkungan pesisir Indonesia akan semakin mengkhawatirkan bagi kehidupan. Bahkan,
perekonomian penduduk pesisir yang bergantung pada ekosistem mangrove juga akan semakin sulit. Salah satu
kegiatan yang dapat dilakukan masyarakat untuk melestarikan mangrove adalah melalui penanaman atau
rehabilitasi mangrove.
Apa itu mangrove?
Mangrove adalah komunitas vegetasi pantai tropis atau areal sub-tropis beserta seluruh organisme yang
didominasi oleh bebeapa pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang di daerah pasang surut pantai
berlumpur. Mangrove juga tumbuh subur di sepanjang delta, estuaria dan coastal lagoon (danau di pinggir laut)
yang dilindungi oleh batu karang, tumpukan pasir atau struktur lain dari gelombang dan pasang air laut.
Ciri-ciri lingkungan hutan mangrove:
Tumbuh pada daerah yang memiliki jenis tanah berlumpur, berlempung atau berpasir
Terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat.
Manfaat mangrove:
Peredam gelombang dan badai, pelindung abrasi, serta penahan lumpur dan sedimen,
Menghasilkan bahan kimia: arang dan coal tar, bahan pewarna kain, rotenone (bahan semacam racun
yang digunakan untuk membunuh ikan hama atau ikan lain yang tidak dikehendaki), tanin, flavonoid (senyawa
yang dapat mencegah serangan jantung dan kanker), gula alkohol, asam asetat, dll.
Menghasilkan madu, kepiting, udang, tiram, kerang- kerangan dan ikan serta makanan bagi binatang.
Mangrove juga merupakan tempat terbaik bagi budidaya ikan air payau dalam karamba.
Memberikan tempat tumbuh untuk udang dan ikan yang bermigrasi ke area mangrove ketika muda, dan
kembali ke laut ketika mendekati usia matang seksual. Selain itu udang karang dan ikan yang bereproduksi di
hulu sungai (freshwater upstream) dan bermigrasi pada masa mudanya karena makanan berlimpah di daerah
mangrove.
Sebagai tempat wisata.
Pembuatan karamba dengan struktur yang baik, sehingga tidak mengganggu aliran air, rute migrasi
binatang air dan ekosistem mangrove,
Membangun jalan air (walkways) yang tinggi dan rumah pohon di area mangrove, membuat jalur
lintasan perahu (boat trip) secara terbatas.
Membiarkan air tidal (pasang) bebas bergerak ketika membangun jalan menuju garis pantai,
Menggunakan metode tradisional dan mengobservasi kearifan lokal yang berkaitan dengan
pemanfaatan dan perlindungan mangrove.
Membantu proses pertumbuhan ekosistem dengan membangun groins dan bukan tembok laut (sea
wall),
Bekerjasama dengan ahli biologi untuk kegiatan yang berkaitan dengan silvikultur dan aquakultur, serta
pengembangan genetika tumbuhan.
Bekerjasama dengan industri pariwisata untuk mengembangkan taman laut, perlindungan biosfer laut
dan promosi wisata kebudayaan.
Menyediakan silent boating pada saat matahari tenggelam dan malam hari,
Lautan tropis sangat jernih. Oleh karena itu hanya ada sedikit plankton untuk makanan ikan, kepiting
dan udang.
Ekosistem mangrove memiliki produktivitas unsur organik yang lebih tinggi dari produktivitas di lautan
dan batu karang.
bibit tidak akan mati, tetapi akan terhenti atau menjadi lambat
pertumbuhan sehingga akan menurun kualitasnya. Adanya serangan ini
ditandai oleh adanya telur maupun lubang- lubang kecil pada pucuk tunas
bibit. Pengendaliannya dengan cara membuka tunas yang ditandai adanya
lubang- lubang kecil, kemudian ulat diambil dan dibunuh.
d.
Ulat daun Dasyehira sp,memakan daun semai Avicenmia marma di
Bali. Ulat dapat diatasi dengan memasang jaring plastik diatas bedeng,
setelah jaring dibuka, sebaiknya segera diperiksa dan bila dijumpai segera
dibunuh. Bila terjadi kerusakan serius bisa disemprot dengan insektisida
atau dipindahkan ke bedeng pasang surut.
2. Kutu sisik chionapsis sp ( hemiptera, diaspididae) Hama ini dilaporkan
menyerang tanaman reboisasi dari jenis Rhizhopora di Bali tahun 1995 dan kutu
sisik berbentuk bulat telur ujungnya membesar yang dilindungi oleh perisai yang
lunak. Serangan kutu sisik ini akan menyebabkan daun menguning dan
akhirnya kering. Cara mengendalikan kutu sisik dari hasil penelitian dengan
menggunakan fluorbac FC dengan bahan aktif bacilius turingiensisi dan asodrin
15 wsc, rata- rata serangan hama menurun bahkan sebagian pohon tampak
pulih dan berangsur- angsur sehat.
3. Belalang Belalang sering menyerang tanaman mangrove dengan memakan
daunnya terutama yang masih muda. Penanganannya belalang diambil atau bila
jumlahnya banyak dengan menggunakan insektisida. Namun penggunaan
insektisida tidak dianjurkan.
4. Laba- laba Laba-laba hidup/ bersarang pada tanaman bakau yang kecil dan
besar, bambu pancang penguat tanggul, pemakan diantara rekahan sawah dan
gulma serta gubug- gubug pantai. Hama laba- laba menyerang tanaman bakau
pada bulan kering, baik yang muda maupun tua. Pada tanaman muda laba-laba
dapat mematikan tanaman karena tajuk tanaman seluruhnya dibalut rapat oleh
jaring laba-laba. Tajuk yang terbungkus dalam waktu lama akan menyebabkan
tanaman bakau kering dan mati. Serangan akan lebih hebat jika lingkungan
terbuka tanpa tanaman lain. Usaha penanggulangan dengan cara membuikan
tempat pemijahan laba- laba berupa vegetasi pada galengan empang parit,
bamboo perangkap sekitar empang parit diikuti cara mekanis.
5. Ketam Ketam (Sesarma spp) menyerang buah / benih Brugmera gymnorrhriza
dan Rhizophora spp di Cilacap. Hama ini menyerang pada benih bakau yang
masi segar karena mengandung protein karbohidrat ( zat gula). Untuk
mengurangi yaitu dengan menurunkan kadar gula benih disimpan selama 1
minggu atau membuat pagar kecil sekitar benih dengan daun paku- pakuan atau
menggunakan bumbung bambu. 6. Mamalia Mamalia termasuk hama yang dapat
merusak tanaman mangrove diantaranya kera, kerbau, sapi, dan kambing.
Binatang ini akan memakan daun yang masih muda hingga habis dan akhirnya
tumbuhan mangrove akan mati. Untuk menanggulangi hewan tersebut harus
dihalau dan jangan dilepas untuk merumput di dekat tanaman mangrove yang
baru tanam.