Hutan Mangrove atau disebut juga hutan bakau adalah hutan yang
tumbuh di atas rawa-rawa berair payau yang terletak pada garis
pantai dan dipengaruhi oleh pasang-surut air laut. Hutan ini
tumbuh khususnya di tempat-tempat di mana terjadi pelumpuran
dan akumulasi bahan organik. Baik di teluk-teluk yang terlindung
dari gempuran ombak, maupun di sekitar muara sungai di mana air
melambat dan mengendapkan lumpur yang dibawanya dari hulu.
Ekosistem hutan bakau bersifat khas, baik karena adanya
pelumpuran yang mengakibatkan kurangnya aerasi tanah; salinitas
tanahnya yang tinggi; serta mengalami daur penggenangan oleh
pasang-surut air laut. Hanya sedikit jenis tumbuhan yang bertahan
hidup di tempat semacam ini, dan jenis-jenis ini kebanyakan
bersifat khas hutan bakau karena telah melewati proses adaptasi
dan evolusi.
8. Penegakan hukum
Go Green
Hutan mangrove di kawasan Kawasan Pesisir umumnya didominasi oleh beberapa jenis
diantaranya; Rhizophora spp., (Rhizophora apiculata, R. Mucronata, R. stylosa dll) , Soneratia spp
(Sonneratia caseolaris, Soneratia alba, dll), Avicennia alba, Bruguiera spp, Aegiceras corniculat, Nypa
fruticans, ,Cerbera spp., Xylocarpus spp., Lumnitzera racemosa, Heritiera littoralis dan Excoecaria
agallocha.
Jika dilihat dari segi zonasinya, jenis bakau (Rhizophora spp.) biasanya tumbuh di bagian terluar yang
kerap digempur ombak. Bakau Rhizophora apiculata dan R. mucronata tumbuh di atas tanah
lumpur. Sedangkan bakau R. stylosa dan perepat (Sonneratia alba) tumbuh di atas pasir berlumpur.
Pada bagian laut yang lebih tenang hidup api-api hitam (Avicennia alba) di zona terluar atau zona
pionir ini. Di bagian lebih ke dalam, yang masih tergenang pasang tinggi, biasa ditemui campuran
bakau R. mucronata dengan jenis-jenis kendeka (Bruguiera spp.), kaboa (Aegiceras corniculata) dan
lain-lain. Sedangkan di dekat tepi sungai, yang lebih tawar airnya, biasa ditemui nipah (Nypa
fruticans), pidada (Sonneratia caseolaris) dan bintaro (Cerbera spp.). Pada bagian yang lebih kering di
pedalaman hutan didapatkan nirih (Xylocarpus spp.), teruntum (Lumnitzera racemosa), dungun
(Heritiera littoralis) dan kayu buta-buta (Excoecaria agallocha).
Pohon-pohon bakau (Rhizophora spp.), yang biasanya tumbuh di zona terluar, mengembangkan akar
tunjang (stilt root) untuk bertahan dari ganasnya gelombang. Jenis-jenis api-api (Avicennia spp.) dan
pidada (Sonneratia spp.) menumbuhkan akar napas (pneumatophore) yang muncul dari pekatnya
lumpur untuk mengambil oksigen dari udara. Pohon kendeka (Bruguiera spp.) mempunyai akar lutut
(knee root), sementara pohon-pohon nirih (Xylocarpus spp.) berakar papan yang memanjang
berkelok-kelok; keduanya untuk menunjang tegaknya pohon di atas lumpur, sambil pula
mendapatkan udara bagi pernapasannya. Ditambah pula kebanyakan jenis-jenis vegetasi mangrove
memiliki lentisel, lubang pori pada pepagan untuk bernapas.
Bahkan yang lebih ekstrin di Kawasan Pesisir teluk lasongko Indonesia terdapat mangrove yang
tumbuh diatas batuan cadas.
Mengingat lokasi yang akan di jadikan sasaran rehabilitasi terdapat di dalam kawasan hutan
mangrove, maka kondisi rill yang akan menjadi pertimbangan utama adalah jenis mangrove yang
sesui untuk ditanam sesuai dengan karakteristik dan tipe subrat berlumpur, berpasir, lumpur
berpasir, dan atau bercampur kerang-kerangan mati. Karakteristik spesifik dibeberapa tempat juga
adanya aliran-aliran kecil sungai yang menjurus keteluk. Tentunya jika ada yang kondisinya seperti
ini, upaya rehabilitasi sedapatnya tidak di lakukan pada daerah aliran sungai–sungai kecil karena
hanya akan mengalami kegagalan.
Pengumpulan bibit sebaiknya dilakukan oleh kelompok yang dibentuk didesa. Jenis bibit yang akan
di jadikan bibit adalah yang dominan berada di sekitar areal rehabilitasi. Pertimbangan yang lain
adalah dengan melihat struktur tanah dan ekologi kawasan rehabilitasi. Jenis Rhizophora
mucronata adalah jenis bibit yang mempunyai toleransi yang cukup tinggi terhadap tekanan
ekologi. Untuk meningkatkan presentase kelangsungan hidup penanaman mangrove, dilakukan
upaya persemaian untuk bibit yang akan di tanam. Persemaian di lakukan disekitar areal
penanaman. Ini untuk memudahkan akses penanaman.
Upaya pembibitan dilakukan dengan memasukkan bibit kedalam polibag dan setelah di isi didalam
polibag diletakkan di dalam areal pembibitan. Untuk menghindari terhadap gangguan babi hutan
yang sering mencari makan dan menggali makanan disekitar areal persemaian dan pembibitan,
tempat pembibitan dilindungi dengan waring yang menghalang aktivitas babi hutan masuk kedalam
areal pembibitan.
Upaya persemaian dan pembibitan dilakukan 1 – 3 bulan sebelum penanaman. Ini dilakukan agar
bibit dapat berkecambah dulu untuk kemudian di lakukan penanaman. Upaya ini diharapkan akan
meminimalisasi kematian bibit dan meningkatkan persentase bibit yang hidup.
3. Penanaman.
Setelah bibit mulai tumbuh didalam areal pembibitan, dilakukan upaya penanaman pada areal
rehabilitasi. Upaya ini melibatkan seluruh anggota kelompok yang memobilisasi anggota masyarakat
yang peduli tentang pentingnya upaya rehabilitasi mangrove. Upaya penanaman dilakukan dengan
sangat hati-hati. Bibit yang telah tumbuh di areal pembibitan dibawa ke areal penanaman. Setelah
sampai pada daerah dekat tempat penanaman, polibagnya disobek kemudian dilakukan penggalian
lubang pada areal penanaman dan dimasukkan bibit beserta tanah/lumpur kedalam lubang
penanaman mangrove. Untuk menghindari tumbangnya bibit karena tekanan arus pasang dan atau
pengaruh ombak/gelombang, tiap bibit mangrove diikat pada ajir yang dipatok didekat
mangrove. Ajir ini sengaja diletakkan di samping setiap bibit yang ditanam mengingat tiap bibit yang
akan ditanam belum terlalu kuat untuk menopang dirinya dan atau untuk tetap berdiri karena belum
mempunyai akar yang kuat.
Pada daerah yang mempunyai potensi gelombang yang cukup tinggi, sebaiknya dilakukan
pemasangan APO / APO Barlapis yang terbuat dari kayu. Bambu dan bahkan batu dan coran
semen. APO berfungsi sebagai peredam ombak sehingga pengaruhnya tidak dapat mempengaruhi
bibit mangrove.
Pola penanaman bibit mangrove dilakukan dengan jarak satu meter antara bibit yang satu dengan
yang lainnya. Penanaman bibit dilakukan serempak dengan melibatkan seluruh anggota
kelompok. Sedapat mungkin melibatkan anak sekolah agar terjadi pembelajaran yang mendasar
tentang pola merehabilitasi kawasan mangrove yang rusak. Pelajaran yang paling berharga dalam
upaya rehabilitasi bagi pelajar jika pelibatan langsung kepada mereka. Ini akan membekas dalam
pikiran dan hati mereka untuk mengetahui pola rehabilitasi mangrove. Dan tidak menutup
kemungkinan mereka akan melakukan sendiri pada kawasan yang lain sebagai bagian dari upaya
kokurikuler mereka.
Pada beberapa daerah yang sangat ekstrim dengan pola pasang surut yang sangat lebar, sebaiknya
jangan dilakukan pola penanaman yang konvensional. Pola penanaman konvensional biasanya
hanya penancapan bibit yang dibarengai dengan pengikatan pada ajir. Namun sebaiknya
menggunakan modifikasi pada sistem persemaian. Modifikasi persemaian dapat dilakukan pada
polibag bambu dan atau pot yang didisain khusus. Bentuk polibag dapay dilakukan dengan
panajaman pada bagian bawah yang juga berfungsi sebagai pasak untuk tiap bibit. Modifikasi juga
dapat dipadu dengan pengikatan pada ajir berlapis untuk memperkokoh dudukan bibit.
Yang perlu mendapat perhatian adalah bukan seberapa banyak bibit yang kita dapat tanam tapi
seberapa banyak bibit yang bisa bertahan hidup dengan kondisi lokasi yang kadang bersifat ekstrim.
5. Pemeliharaan.
Pola pemeliharaan sebaiknya melibatkan seluruh anggota kelompok dengan menjaga tiap kaplingan
areal penanaman. Tiap anggota masyarakat dipercayakan untuk menyulam tiap bibit mangrove yang
kebetulan rusak atau tercabut oleh aktivitas arus dan gelombang. Untuk mengontrol kelangsungan
hidup tiap bibit dan anakan mangrove, sebaiknya dilakukan pengontrolan setiap 3-4 hari sekali
sampai pada saat bibit mangrove yang ditanam berusia 3 – 5 bulan. Selanjutnya dilakukan
pengontrolan seminggi sekali selama 10 -12 bulan. Setelah diatas satu tahun dapat dilakukan
pengontrolan selama 1 – 2 kali sebulan.
Pemeliharaan mangrove adalah hal penting yang perlu dilakukan untuk menjaga agar mangrove
tetap hidup dan bertahan dengan baik.
Komplesitasnya kondisi fisik dan ekologis lingkungan serta kadang adanya hama dan gangguan lain
membuat mangrove kadang mengalami kematian walaupun umur mangrove telag berusia diatas 8 –
12 bulan, namun jika dilakukan pengontrolan yang rutin maka akan dapat meminimalisasi kegagalan
yang ada.
2010
teknik rehabilitasi mangrove
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kata mangrove berarti tumbuhan dan komunitasnya yang tumbuh di daerah pasang
surut. Daerah pasang surut merupakan daerah yang mendapatkan pengaruh pasang surut
dan terletak di sepanjang garis pantai, termasuk tepi laut, muara sungai, laguna dan tepi
sungai. Beberapa ahli mendefinisikan istilah mangrove secara berbeda-beda, namun pada
dasarnya merujuk pada hal yang sama. Mangrove juga didefinisikan sebagai formasi
tumbuhan daerah litoral yang khas di pantai daerah tropis dan sub-tropis yang terlindung
(Saenger, 1983).
Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis yang didominasi oleh
beberapa jenis pohon yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut dan
pantai berlumpur. Hutan mangrove banyak ditemui di pantai, teluk yang dangkal, estuaria,
delta dan daerah pantai yang terlindung. Ekosistem mangrove di Indonesia memiliki
keragaman hayati yang tertinggi di dunia dengan jumlah total kurang lebih 89 spesies yang
terdiri dari 35 spesies tanaman, 9 spesies perdu, 9 spesies liana, 29 spesies epifit dan 2
Pada wilayah pesisir yang terbuka, jenis pohon yang dominan dan merupakan pohon
senang hidup pada tanah berpasir agak keras, sedangkan Pidada pada tanah yang
berlumpur lembut. Pada daerah yang terlindung dari hempasan ombak, komunitas
pada tanah lempung yang agak pejal, biasanya tumbuh komunitas Bruguiera sp(Tanjang).
manfaat sangat besar, antara lain sebagai daerah pemijahan jenis ikan tertentu, daerah
asuhan ikan-ikan ekonomis, penyedia nutrien dan zat hara serta fungsi fisik seperti menjaga
daerah pesisir dari abrasi. Secara umum, Kerusakan–kerusakan yang terjadi di mangrove
itu, kerusakan pesisir adalah juga dampak dari pembangunan industri di pantai. Reklamasi
pantai yang belum terpadu secara menyeluruh, mengakibatkan hilangnya areal tambak dan
hutan mangrove. Hal ini mengakibatkan produksi ikan menipis karena berkurangnya benih
ikan.
Kondisi ekosistem hutan mangrove saat ini sangat memprihatinkan dan pada umumnya
pertanian dan tambak karena selama ini hutan mangrove selalu dianggap lahan yang tidak
penting. Selain itu, hutan mangrove selalu pada posisi yang kalah atau dikorbankan apabila
ada kepentingan ekonomi yang lebih menjanjikan. Konversi lahan ekosistem hutan
mangrove terjadi karena ilmu pengetahuan dan teknologi mengenai pemanfaatan hutan
mangrove masih sangat minim, padahal hutan mangrove apabila dikelola secara lestari dan
berkelanjutan akan memberikan multipler efek yang cukup diandalkan ( Anonim, 2010)
1. Prasyarat dalam mengambil mata kuliah Teknik Rehabilitasi Pesisir dan Laut
2. Memotivasi masyarakat untuk terlibat dalam gerakan nasional rehabilitasi hutan dan
lingkungan.
4. Untuk memulihkan fungsi hutan mangrove dalam menjaga ekosistem pantai dan
C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup yag diuraikan dalam pedoman pembuatan tanaman rehabilitasi hutan
dan pengendalian.
A. Pengertian
atau, terkadang, seluruh struktur atau karakteristik fungsional dari suatu ekosistem yang
telah hilang, atau substitusi dari alternatif yang berkualitas atau berkarakteristik lebih baik
dengan yang saat ini ada dengan pandangan bahwa mereka memiliki nilai sosial,ekonomi
atau ekologi dibandingkan kondisi sebelumnya yang rusak atau terdegradasi (MENHUT,
2004).
yang mengalami degradasi, kepada kondisi yang dianggap baik dan mampu mengemban
fungsi ekologis dan ekonomis. Hutan mangrove yang biasa tumbuh disepanjang pesisir
pantai atau muara sungai adalah suatu ekosistem yang memiliki peranan penting dari sisi
Secara fisik, hutan mangrove mempunyai fungsi untuk melindungi pantai dari abrasi
dan intrusi gelombang laut, melindungi daratan dari gelombang angin laut, menahan
sebagai penyangga antara komunitas karang dan lamun. Secara biologis, hutan mangrove
mempunyai fungsi sebagai sumber bahan organic, sebagai tempat pemijah (nursery ground)
beberapa jenis udang dan ikan. Tempat berlindung dan mencari makan ikan, udang,
berbagai jenis burung dan satwa lain, sebagai habitat alam berbagai biota darat dan laut,
sebagai sumber plasma nutfah dan genetika, sumber madu, sumber makanan ternak, serta
sebagai sarana pendidikan dan konservasi. Secara ekonomis, mangrove mempunyai fungsi
sebagai penghasil kayu baker, bahan baku arang, furniture dan kayu bangunan, sebagai
bahan baku kertas, tekstil, obat-obatan dan kosmetik, sebagai zat pewarna, sebagai
penghasil bibit ikan, udang dan kepiting bakau, serta sebagai sarana pariwisata (Kasim,
2010).
produksi dan kawasan budidaya. Mangrove dapat juga ditanam di daerah pantai dengan
lebar sebesar 120 kali rata-rata perbedaan air pasang tertinggi dan rendah yang diukur dari
garis air surut terendah ke arah pantai. Bila mangrove akan ditanam di tepian sungai, maka
bisa ditanam di areal yang memiliki lebar 50 m ke arah kiri dan kanan tepian sungai, yang
masih terpengaruh air laut. Mangrove dapat juga ditanam di tanggul, pelataran dan
Lahan yang digunakan untuk menanam mangrove harus bersih dari rumput liar.
Sebelum mangrove ditanam dibuat terlebih dahulu jalur tanam. Jalur tanam dapat dibuat
dengan menggunakan tali rafia dengan dibuat simpul-simpul, jarak simpul satu dengan yang
lainnya adalah satu meter. Pada setiap simpul dipasang ajir-ajir dengan menggunakan patok
dari bambu yang panjangnya 75 cm dan berdiameter ± 1 cm. Ajir ditancapkan ke lahan
dengan tegak sedalam ± 50 cm. Pemasangan ajir ini bertujuan untuk: (1) mempermudah
mengetahui tempat bibit akan ditanam, (2) tanda adanya tanaman baru, (3) menyeragamkan
jarak dan (4) membuat bibit mangrove tegak dan tidak mudah rebah bila sedang terjadi air
pasang. Untuk mempermudah pekerjaan, baik pada saat persiapan lahan, penanaman
maupun perawatan pada lahan dibuat jalan atau jembatan yang mengitari lahan selebar
satu meter.
Pemilihan jenis mangrove yang dapat ditanam untuk rehabilitasi mangrove seperti :
1. Rhizophora sp.
Memiliki ciri-ciri bentuk akar tunjang adalah akar udara yang tumbuh di atas
permukaan tanah, mencuat dari batang pohon dan dahan paling bawah serta memanjang
ke luar dan menuju ke permukaan tanah, Kulitnya tebal dan berwarna coklat abu-abu. Daun
mangrove 1-2 inci lebar dan 3-5 inci lebar, dengan margin mulus dan bentuk elips. Mereka adalah
warna yang lebih gelap hijau di atap daripada bagian bawah. Pohon menghasilkan bunga kuning
A B
2. Avicennia sp.
Memiliki ciri-ciri akar nafas yaitu, akar udara yang berbentuk seperti pensil atau kerucut
yang menonjol ke atas, terbentuk dari perluasan akar yang tumbuh secara
horisontal, memiliki karakteristik akar udara Pohon bakau, dikenal sebagai putih abu-abu bakau
atau mangrove, memiliki tinggi pohon antara 10-14 meter, tumbuh pada ketinggian sekitar 20
sentimeter, dan diameter dan daunnya tebal, lima sampai 9 sentimeter panjang, cerah, hijau
A B
3. Bruguiera sp.
Memiliki ciri-ciri akar lutut yaitu, akar horisontal yang berbentuk seperti lutut terlipat di
atas permukaan tanah, meliuk ke atas dan bawah dengan ujung yang membulat di atas
permukaan tanah, pohon kecil hingga 20 m tingginya, memiliki warna bunga krem keputih-
putihan, bunga lebar tunggal di ketiak daun, buah berdiameter 1,7 - 2,0 cm, panjang 20 - 30
cm, dan tumbuh subur di daerah mangrove bagian tengah sampai bagian dalam.
A B
4. Xylocarpus sp.
Memiliki ciri-ciri akar papan yaitu, akar yang tumbuh secara horisontal, berbentuk
seperti pita di atas permukaan tanah, bergelombang dan berliku-liku ke arah samping
seperti ular, memiliki bunga putih halus dan mengembangkan propagules ramping dengan daun
yang ditekuk ke atas menuju tangkai, pohon tinggi mencapai 6 m memiliki banyak cabang, panjang
A B
5. Ceriops sp.
Memiliki ciri-ciri akar bahar yaitu, struktur akar seperti papan memanjang secara radial
dari pangkal batang, daun berbentuk telur sungsang, panjang daun 3-6 cm, buah
A B
6. Aegiceras sp.
Memiliki ciri-ciri akar tanpa akar udara yaitu, akar biasa, tidak berbentuk seperti akar
udara, memiliki bentuk daun bulat, tinggi mencapai 3 cm, tidak memiliki akar udara, panjang daun
5-10 cm, bentuk bunga seperti payung, ukuran buah berdiameter 0,7 cm , panjang 4 - 5 cm.
A B
adaptasi terhadap lingkungan barunya yang lebih besar jika dibandingkan dengan bibit
mangrove. Hal ini dikarenakan, propagul tidak melalui fase pembibitan terlebih dahulu. Jadi,
begitu ditanam di lokasi penanaman, maka lokasi penanaman itulah lingkungan awalnya.
2. Namun demikian, dari sisi ketahanan terhadap gelombang, tentu saja propagul kalah
jauh dengan bibit mangrove. Propagul yang “hanya berupa” kecambah saja tanpa akar,
batang dan daun, rentan sekali roboh begitu tersapu gelombang. Untuk itulah, dalam
disarankan.
daerah terlindung dengan kondisi gelombang yang minimal. Propagul juga bisa
diperuntukkan bagi program pemeliharaan mangrove untuk cadangan, bibit-bibit mangrove
pertumbuhannya yang “lebih lambat,” daripada bibit mangrove. Program monitoring dan
evaluasi proyek yang biasanya dilakukan selama tiga bulan, terkadang tidak begitu
memuaskan hasilnya, karena propagul belum juga “tumbuh” dan tidak menampakkan
adanya daun.
Selanjutnya, untuk bibit mangrove, beberapa hal yang perlu diperhatikan apabila kita
memilihnya sebagai bahan program rehabilitasi mangrove kita, adalah sebagai berikut:
1. Bibit mangrove, bagi sebagian masyarakat pesisir, dianggap memiliki daya adaptasi
terhadap lingkungan barunya yang lebih kecil, apabila dibandingkan dengan propagul.
Tentunya, hal ini disebabkan dirinya yang telah memiliki lingkungan awalnya terlebih dahulu
lingkungan barunya, yaitu lokasi penanaman kita. Hal ini, menyebabkan sebuah
2. Namun demikian, walaupun daya adaptasi terhadap lingkungan barunya dianggap lebih
rendah daripada propagul, bibit mangrove memiliki daya ketahanan terhadap lingkungannya
yang lebih tinggi. Bibit mangrove yang memang telah memiliki struktur tubuh yang lengkap,
yaitu daun, batang dan akar, diduga memiliki daya tangkal terhadap gelombang yang lebih
3. Berkaitan dengan poin kedua maka bibit mangrove memang lebih disukai dan dipilih oleh
para pelaksana program dan proyek mangrove di Indonesia. Bibit mangrove yang dibentengi
dengan pemecah.
gelombang dan ajir, umumnya bisa ditanam di lokasi terabrasi dengan gelombang yang
lumayan tinggi.
4. Selain itu, bibit mangrove juga disukai karena apabila para pelaksana proyek mangrove
melakukan program monitoring dan evaluasi, maka bibit mangrove telah “terlihat
tumbuh,”duluan.
E. Pembibitn/penyemaian
Pengumpulan bibit sebaiknya dilakukan oleh kelompok yang dibentuk didesa. Jenis bibit
yang akan di jadikan bibit adalah yang dominan berada di sekitar areal rehabilitasi.
Pertimbangan yang lain adalah dengan melihat struktur tanah dan ekologi kawasan
hidup penanaman mangrove, dilakukan upaya persemaian untuk bibit yang akan di tanam.
penanaman.
Upaya pembibitan dilakukan dengan memasukkan bibit kedalam polibag dan setelah di
isi didalam polibag diletakkan di dalam areal pembibitan. Untuk menghindari terhadap
gangguan babi hutan yang sering mencari makan dan menggali makanan disekitar areal
persemaian dan pembibitan, tempat pembibitan dilindungi dengan waring yang menghalang
dilakukan agar bibit dapat berkecambah dulu untuk kemudian di lakukan penanaman.
Upaya ini diharapkan akan meminimalisasi kematian bibit dan meningkatkan persentase
F. Penanaman.
Setelah bibit mulai tumbuh didalam areal pembibitan, dilakukan upaya penanaman pada
areal rehabilitasi. Upaya ini melibatkan seluruh anggota kelompok yang memobilisasi
anggota masyarakat yang peduli tentang pentingnya upaya rehabilitasi mangrove. Upaya
penanaman dilakukan dengan sangat hati-hati. Bibit yang telah tumbuh di areal pembibitan
dibawa ke areal penanaman. Setelah sampai pada daerah dekat tempat penanaman,
polibagnya disobek kemudian dilakukan penggalian lubang pada areal penanaman dan
menghindari tumbangnya bibit karena tekanan arus pasang dan atau pengaruh
ombak/gelombang, tiap bibit mangrove diikat pada ajir yang dipatok didekat mangrove. Ajir
ini sengaja diletakkan di samping setiap bibit yang ditanam mengingat tiap bibit yang akan
ditanam belum terlalu kuat untuk menopang dirinya dan atau untuk tetap berdiri karena
Pada daerah yang mempunyai potensi gelombang yang cukup tinggi, sebaiknya
bibit mangrove.
1. Pola penanaman bibit mangrove dilakukan dengan jarak satu meter antara bibit yang
satu dengan yang lainnya. Penanaman bibit dilakukan serempak dengan melibatkan seluruh
anggota kelompok. Sedapat mungkin melibatkan anak sekolah agar terjadi pembelajaran
yang mendasar tentang pola merehabilitasi kawasan mangrove yang rusak. Pelajaran yang
paling berharga dalam upaya rehabilitasi bagi pelajar jika pelibatan langsung kepada
mereka. Ini akan membekas dalam pikiran dan hati mereka untuk mengetahui pola
rehabilitasi mangrove. Dan tidak menutup kemungkinan mereka akan melakukan sendiri
pada kawasan yang lain sebagai bagian dari upaya kokurikuler mereka.
2. Pada beberapa daerah yang sangat ekstrim dengan pola pasang surut yang sangat
lebar, sebaiknya jangan dilakukan pola penanaman yang konvensional. Pola penanaman
konvensional biasanya hanya penancapan bibit yang dibarengai dengan pengikatan pada
persemaian dapat dilakukan pada polibag bambu dan atau pot yang didisain khusus.
Bentuk polibag dapay dilakukan dengan panajaman pada bagian bawah yang juga berfungsi
sebagai pasak untuk tiap bibit. Modifikasi juga dapat dipadu dengan pengikatan pada ajir
3. Yang perlu mendapat perhatian adalah bukan seberapa banyak bibit yang kita dapat
tanam tapi seberapa banyak bibit yang bisa bertahan hidup dengan kondisi lokasi yang
tiap kaplingan areal penanaman. Tiap anggota masyarakat dipercayakan untuk menyulam
tiap bibit mangrove yang kebetulan rusak atau tercabut oleh aktivitas arus dan gelombang.
Untuk mengontrol kelangsungan hidup tiap bibit dan anakan mangrove, sebaiknya dilakukan
pengontrolan setiap 3-4 hari sekali sampai pada saat bibit mangrove yang ditanam berusia 3
Setelah diatas satu tahun dapat dilakukan pengontrolan selama 1 – 2 kali sebulan.
Pemeliharaan mangrove adalah hal penting yang perlu dilakukan untuk menjaga
agar mangrove tetap hidup dan bertahan dengan baik.Komplesitasnya kondisi fisik dan
ekologis lingkungan serta kadang adanya hama dan gangguan lain membuat mangrove
kadang mengalami kematian walaupun umur mangrove telah berusia diatas 8 – 12 bulan,
namun jika dilakukan pengontrolan yang rutin maka akan dapat meminimalisasi kegagalan
yang ada.
Praktik lapang Teknik Rehabilitasi Ekosistem Pesisir dan Laut ini dilaksanakan pada
hari sabtu, tanggal 9 Oktober 2010 dan tempat pelaksanaannya yaitu di Desa Minasa Upa,
Alat yang digunakan pada praktik ini adalah meteran yang berfungsi untuk mengukur
areal yang ingin ditanami mangrove, tali rafia yang berfungsi untuk mengikat mangrove
dengan ajir. Ajir berfungsi (1) mempermudah mengetahui tempat bibit akan ditanam, (2)
tanda adanya tanaman baru, (3) menyeragamkan jarak dan (4) membuat bibit mangrove
tegak dan tidak mudah rebah bila sedang terjadi air pasang.
C. Prosedur kerja
Prosedur kerja teknik rehabilitasi mangrove dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu
1. Persiapan Tapak
(potongan bambu dengan panjang 1 m yang diikatkan dengan bibit mangrove menggunakan
tali rafia).Khusus untuk penancapan ajir, hal ini sengaja dilakukan dengan tujuan
Lahan yang digunakan untuk menanam mangrove harus bersih dari rumput liar.
Sebelum mangrove ditanam dibuat terlebih dahulu jalur tanam. Jalur tanam dapat dibuat
dengan menggunakan tali rafia dengan dibuat simpul-simpul, jarak simpul satu dengan yang
lainnya adalah satu meter. Pada setiap simpul dipasang ajir-ajir dengan menggunakan patok
dari bambu yang panjangnya 75 cm dan berdiameter ± 1 cm. Ajir ditancapkan ke lahan
dengan tegak sedalam ± 50 cm. Pemasangan ajir ini bertujuan untuk: (1) mempermudah
mengetahui tempat bibit akan ditanam, (2) tanda adanya tanaman baru, (3) menyeragamkan
jarak dan (4) membuat bibit mangrove tegak dan tidak mudah rebah bila sedang terjadi air
pasang. Untuk mempermudah pekerjaan, baik pada saat persiapan lahan, penanaman
maupun perawatan pada lahan dibuat jalan atau jembatan yang mengitari lahan selebar
satu meter.
Selanjutnya, bibit mangrove disimpan, diletakkan dan diatur sedemikian rupa sehingga bisa
tersusun secara rapi, di lokasi yang terlindung dari sinar matahari secara langsung.
3. Penancapan Ajir
Kegiatan penancapan ajir dilakukan dengan dua tujuan yaitu: (1) sebagai penanda
lokasi penanaman bibit mangrove sehingga akan mempermudah peserta dalam melakukan
penanaman; (2) penggunaan ajir juga berfungsi agar bibit-bibit mangrove yang ditanam bisa
berjajar secara rapi sehingga mempermudah dalam penghitungan kelulushidupan pada saat
pekerjaan pemeliharaan dan monitoring; (3) ajir berguna menjaga bibit mangrove tidak
4. Penanaman
menggunakan ajir. Penggunaan ajir berguna untuk menjaga bibit mangrove tidak tumbang
sedemikian rupa sehingga ketiga jenis mangrove tidak tercampur supaya tidak merubah
5. Cara Penanaman
Mangrove ditanam di lahan yang telah disediakan dengan cara membuat lubang di
dekat ajir-ajir, dengan ukuran lebih besar dari ukuran polibek dan dengan kedalaman dua
kali lipat dari panjang polibek. Bibit ditanam secara tegak ke dalam lubang yang telah
disediakan dengan cara melepaskan bibit dari polibek secara hati-hati, dan jangan sampai
merusak akarnya. Sela-sela lubang di sekeliling bibit, ditimbuni dengan tanah. Bibit yang
telah ditanam, batangnya diikat dengan ajir-ajir, supaya tidak mudah rebah bila terjadi air
pasang.
Desa Minasa upa. Kecamatan Bontoa. Kabupaten Maros, Keadaan fisik lokasi praktik
lapang tersebut memiliki beberapa tempat lokasi yang cocok di Tanami tumbuhan
mangrove sebagai rehabilitasi mangrove yaitu di daerah sungai dan daerah tambak,
dengan menggunakan teknik tumpang sari yaitu suatu teknik perpaduan antara tambak
dilokasi praktik lapang yaitu tepatnya di daerah maros sebagian besar mata
sarana prasarananya kurang, terutama dari akses jalan yang masih sangat rusak sehingga
sangat sulit untuk menuju lokasi tersebut. Selain itu, sosialisasi tentang teknik rehabilitasi ini
B. Pembahasan
Adapun hasil dan pembahasan yang didapatkan pada praktik lapang ini adalah
penanaman empat ratus bibit mangrove di tambak warga dan pinggiran sungai desa Minasa
Upa, kecamatan Bontoa, kabupaten Maros. Bibit yang ditanam pada penanman mangrove
telah disiapkan oleh warga setempat kemudian praktikan yang melakukan penanaman di
tambak warga yaitu di bagian tengah – tengah tambak dengan jarak satu meter dari bibit
satu ke bibit yang lain dan membentuk persegi panjang. Sedangkan pada pinggiran sungai
penanaman mangrove dilakukan di sepanjang pinggiran sungai juga dengan jarak satu
meter.
Penanaman empat ratus bibit mangrove di tambak warga dan pinggiran sungai desa
Minasa Upa, kecamatan Bontoa, kabupaten Maros untuk menerapkan metode tumpang sari
pada tambak dalam meningkatkan produksi perikanan serta sebagai bentuk rehabilitasi
ekosistem mangrove di daerah tersebut. Penyiapan empat ratus bibit mangrove oleh warga
masyarakat terhadapat kegiatan yang dilakukan. Selain itu secara langsung masyarakat
akan mengetahui cara pembuatan bibit mangrove sampai pada proses penanaman.
peningkatan sumber daya perikanan. Menurut Kasim (2010), hutan mangrove mempunyai
fungsi sebagai sumber bahan organik, sebagai tempat pemijah (nursery ground) beberapa
jenis udang dan ikan sehingga akan cocok jika di dalam suatu areal atau daerah budidaya
perikanan memanfaatkan mangrove sebagai media atau habitat yang baik bagi organisme
yang dibudidayakan. Dengan demikian hasil produksi yang akan di dapatkan juga akan
sungai yang cukup luas dan juga merupakan tempat mata pencaharian masyarakat yang
juga bekerja sebagai nelayan. Namun tujuan utama yang dilakukannya penanaman
mangrove tersebut adalah untuk menopang daratan yang ada di sekitar pinggiran sungai
mengembalikan kondisi ekosistem mangrove yang telah terdegradasi yang disebabkan oleh
kegiatan manusia atau antropogenik dan kerusakan yang disebabkan oleh alam.
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Dari seluruh rangkaian kerja dan uraian pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut :
2. Masyarakat lebih memiliki motivasi untuk melakukan rehabilitasi mangrove secara nasional
masyarakat.
sp. di daerah tambak dan sungai sebaiknya asisten lebih memantau seluruh praktikan
mengikuti semua proses penanaman bibit mangrove agar semua praktikan paham dan
mengerti cara penanaman bibit mangrove dan sebaiknya kegiatan selanjutnya dilakukan di
tempat lain agar semua masyarakat juga mengetahui fungsi mangrove secara langsung.
DAFTAR PUSTAKA
Reaksi:
1 komentar:
1.
Terima kasih,
I Wayan Suparta
Balas
Arsip Blog
► 2011 (3)
▼ 2010 (1)
o ▼ November (1)
teknik rehabilitasi mangrove
Pengikut
CoRetanKuU
my bio
inharr syamsinar
Makassar, Indonesia
kuliah di universitas hasanuddin,, fakultas ilmu kelautan dan perikanan, jurusan Ilmu kelautan
Konsentrasi konservasi sumberdaya hayati laut.
Lihat profil lengkapku
Template Jendela Gambar. Gambar template oleh minimil. Diberdayakan oleh Blogger.
http://inharrmarine.blogspot.co.id/2010/11/teknik-rehabilitasi-mangrove.html