Anda di halaman 1dari 30

PENGERTIAN HUTAN MANGROVE

Hutan Mangrove atau disebut juga hutan bakau adalah hutan yang
tumbuh di atas rawa-rawa berair payau yang terletak pada garis
pantai dan dipengaruhi oleh pasang-surut air laut. Hutan ini
tumbuh khususnya di tempat-tempat di mana terjadi pelumpuran
dan akumulasi bahan organik. Baik di teluk-teluk yang terlindung
dari gempuran ombak, maupun di sekitar muara sungai di mana air
melambat dan mengendapkan lumpur yang dibawanya dari hulu.
Ekosistem hutan bakau bersifat khas, baik karena adanya
pelumpuran yang mengakibatkan kurangnya aerasi tanah; salinitas
tanahnya yang tinggi; serta mengalami daur penggenangan oleh
pasang-surut air laut. Hanya sedikit jenis tumbuhan yang bertahan
hidup di tempat semacam ini, dan jenis-jenis ini kebanyakan
bersifat khas hutan bakau karena telah melewati proses adaptasi
dan evolusi.

Manfaat dan fungsi hutan mangrove secara fisik antara lain:

• Penahan abrasi pantai.


• Penahan intrusi (peresapan) air laut ke daratan.
• Penahan badai dan angin yang bermuatan garam.
• Menurunkan kandungan karbondioksida (CO2) di udara
(pencemaran udara).
• Penambat bahan-bahan pencemar (racun) diperairan pantai.
Manfaat dan fungsi hutan bakau secara biologi antara lain:
• Tempat hidup biota laut, baik untuk berlindung, mencari makan,
pemijahan maupun pengasuhan.
• Sumber makanan bagi spesies-spesies yang ada di sekitarnya.
• Tempat hidup berbagai satwa lain semisal kera, buaya, dan
burung.
Manfaat dan fungsi hutan bakau secara ekonomi antara lain:
• Tempat rekreasi dan pariwisata.
• Sumber bahan kayu untuk bangunan dan kayu bakar.
• Penghasil bahan pangan seperti ikan, udang, kepiting, dan
lainnya.
• Bahan penghasil obat-obatan seperti daun Bruguiera sexangula
yang dapat digunakan sebagai obat penghambat tumor.
• Sumber mata pencarian masyarakat sekitar seperti dengan
menjadi nelayan penangkap ikan dan petani tambak.

Pemecahan Masalah Rusaknya Mangrove


            Untuk konservasi hutan mangrove dan sempadan pantai,
Pemerintah R I telah menerbitkan Keppres No. 32 tahun 1990.
Sempadan pantai adalah kawasan tertentu sepanjang pantai yang
mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian
fungsi pantai, sedangkan kawasan hutan mangrove adalah kawasan 
pesisir laut yang merupakan habitat hutan mangrove yang berfungsi
memberikan perlindungan kepada kehidupan pantai dan lautan.
Sempadan pantai berupa jalur hijau adalah selebar 100 m dari pasang
tertinggi kea rah daratan.
                      Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki dan
melestarikan hutan mangrove antara lain:

1. Penanaman kembali mangrove sebaiknya melibatkan masyarakat.


Modelnya dapat masyarakat terlibat dalam pembibitan, penanaman
dan pemeliharaan serta pemanfaatan  hutan mangrove berbasis
konservasi. Model ini memberikan keuntungan kepada masyarakat 
antara lain terbukanya peluang kerja   sehingga terjadi peningkatan
pendapatan masyarakat.

2. Pengaturan kembali tata ruang wilayah pesisir: pemukiman,


vegetasi, dll. Wilayah pantai dapat diatur menjadi kota ekologi
sekaligus dapat dimanfaatkan sebagai wisata pantai (ekoturisme)
berupa wisata alam atau bentuk lainnya.

3. Peningkatan motivasi dan kesadaran masyarakat untuk menjaga


dan memanfaatkan mangrove secara bertanggungjawab.

4. Ijin usaha dan lainnya hendaknya memperhatikan aspek konservasi.

5. Peningkatan pengetahuan dan penerapan kearifan local tentang


konservasi

6. Peningkatan pendapatan masyarakat pesisir

7. Program komunikasi konservasi hutan mangrove

8. Penegakan hukum

9. Perbaikkan ekosistem wilayah pesisir secara terpadu dan berbasis


masyarakat. Artinya dalam memperbaiki ekosistem wilayah pesisir
masyarakat sangat penting dilibatkan  yang kemudian dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir. Selain  itu juga
mengandung pengertian bahwa konsep-konsep lokal  (kearifan lokal)
tentang ekosistem dan pelestariannya perlu ditumbuh-kembangkan
kembali sejauh dapat mendukung program ini. 

Go Green

Mengenal Pola Rehabilitasi Mangrove   Partisipative


Posted by maruf under Pola Rehabilitasi Mangrove | Tags: Rehabilitasi Mangrove | 
[2] Comments 

Hutan mangrove di kawasan Kawasan Pesisir umumnya didominasi oleh beberapa jenis
diantaranya; Rhizophora spp., (Rhizophora apiculata, R. Mucronata, R. stylosa dll) , Soneratia spp
(Sonneratia caseolaris, Soneratia alba, dll), Avicennia alba, Bruguiera spp, Aegiceras corniculat, Nypa
fruticans, ,Cerbera spp., Xylocarpus spp., Lumnitzera racemosa, Heritiera littoralis dan Excoecaria
agallocha.
Jika dilihat dari segi zonasinya, jenis bakau (Rhizophora spp.) biasanya tumbuh di bagian terluar yang
kerap digempur ombak. Bakau Rhizophora apiculata dan R. mucronata tumbuh di atas tanah
lumpur. Sedangkan bakau R. stylosa dan perepat (Sonneratia alba) tumbuh di atas pasir berlumpur.
Pada bagian laut yang lebih tenang hidup api-api hitam (Avicennia alba) di zona terluar atau zona
pionir ini. Di bagian lebih ke dalam, yang masih tergenang pasang tinggi, biasa ditemui campuran
bakau R. mucronata dengan jenis-jenis kendeka (Bruguiera spp.), kaboa (Aegiceras corniculata) dan
lain-lain. Sedangkan di dekat tepi sungai, yang lebih tawar airnya, biasa ditemui nipah (Nypa
fruticans), pidada (Sonneratia caseolaris) dan bintaro (Cerbera spp.). Pada bagian yang lebih kering di
pedalaman hutan didapatkan nirih (Xylocarpus spp.), teruntum (Lumnitzera racemosa), dungun
(Heritiera littoralis) dan kayu buta-buta (Excoecaria agallocha).

Pohon-pohon bakau (Rhizophora spp.), yang biasanya tumbuh di zona terluar, mengembangkan akar
tunjang (stilt root) untuk bertahan dari ganasnya gelombang. Jenis-jenis api-api (Avicennia spp.) dan
pidada (Sonneratia  spp.) menumbuhkan akar napas (pneumatophore) yang muncul dari pekatnya
lumpur untuk mengambil oksigen dari udara. Pohon kendeka (Bruguiera  spp.) mempunyai akar lutut
(knee root), sementara pohon-pohon nirih (Xylocarpus spp.) berakar papan yang memanjang
berkelok-kelok; keduanya untuk menunjang tegaknya pohon di atas lumpur, sambil pula
mendapatkan udara bagi pernapasannya. Ditambah pula kebanyakan jenis-jenis vegetasi mangrove
memiliki lentisel, lubang pori pada pepagan untuk bernapas.

Tahapan yang dapat dilihat secara praktisi adalah :

1.     Survei dan Penetapan lokasi penanaman


Kegiatan survei lapangan dapat melibatkan beberapa orang yang mengenal dengan dekat lokasi
yang akan menjadi sasaran kegiatan penanaman.  Pada kegiatan ini di lakukan upaya identifikasi
jenis-jenis mangrove yang ada, karakteristik substrat serta kondisi rill hutan mangrove. 
Tipe substrat didominasi oleh tipe substrat berlumpur dan dibeberapa tempat ditemukan substrate
berpasir dan kadang bercampur cangkang bivalvi dan gastropoda mati. 

Bahkan yang lebih ekstrin di Kawasan Pesisir teluk lasongko Indonesia terdapat mangrove yang
tumbuh diatas batuan cadas.

Mengingat lokasi yang akan di jadikan sasaran rehabilitasi terdapat di dalam kawasan hutan
mangrove, maka kondisi rill yang akan menjadi pertimbangan utama adalah jenis mangrove yang
sesui untuk ditanam sesuai dengan karakteristik dan tipe subrat berlumpur, berpasir, lumpur
berpasir, dan atau bercampur kerang-kerangan mati. Karakteristik spesifik dibeberapa tempat juga
adanya aliran-aliran kecil sungai yang menjurus keteluk.  Tentunya jika ada yang kondisinya seperti
ini, upaya rehabilitasi sedapatnya tidak di lakukan pada daerah aliran sungai–sungai kecil karena
hanya akan mengalami kegagalan. 

2.    Persemaian dan Pembibitan Mangrove .

Pengumpulan bibit sebaiknya dilakukan oleh kelompok yang dibentuk didesa.  Jenis bibit yang akan
di jadikan bibit adalah yang dominan berada di sekitar areal rehabilitasi.  Pertimbangan yang lain
adalah dengan melihat struktur tanah dan ekologi kawasan rehabilitasi.   Jenis Rhizophora
mucronata adalah jenis bibit yang mempunyai toleransi yang cukup tinggi terhadap tekanan
ekologi.  Untuk meningkatkan presentase kelangsungan hidup penanaman mangrove, dilakukan
upaya persemaian untuk bibit yang akan di tanam.  Persemaian di lakukan disekitar areal
penanaman. Ini untuk memudahkan akses penanaman. 

Upaya pembibitan dilakukan dengan memasukkan bibit kedalam polibag dan setelah di isi didalam
polibag diletakkan di dalam areal pembibitan.  Untuk menghindari terhadap gangguan babi hutan
yang sering mencari makan dan menggali makanan disekitar areal persemaian dan pembibitan,
tempat pembibitan dilindungi dengan waring yang menghalang aktivitas babi hutan masuk kedalam
areal pembibitan.
Upaya persemaian dan pembibitan dilakukan 1 – 3 bulan sebelum penanaman.  Ini dilakukan agar
bibit dapat berkecambah dulu untuk kemudian di lakukan penanaman. Upaya ini diharapkan akan
meminimalisasi kematian bibit dan meningkatkan persentase bibit yang hidup.

3. Penanaman. 
Setelah bibit mulai tumbuh didalam areal pembibitan, dilakukan upaya penanaman pada areal
rehabilitasi.  Upaya ini melibatkan seluruh anggota kelompok yang memobilisasi anggota masyarakat
yang peduli tentang pentingnya upaya rehabilitasi mangrove. Upaya penanaman dilakukan dengan
sangat hati-hati.  Bibit yang telah tumbuh di areal pembibitan dibawa ke areal penanaman.  Setelah
sampai pada daerah dekat tempat penanaman, polibagnya disobek kemudian dilakukan penggalian
lubang pada areal penanaman dan dimasukkan bibit beserta tanah/lumpur kedalam lubang
penanaman mangrove.  Untuk menghindari tumbangnya bibit karena tekanan arus pasang dan atau
pengaruh ombak/gelombang, tiap bibit mangrove diikat pada ajir yang dipatok didekat
mangrove.  Ajir ini sengaja diletakkan di samping setiap bibit yang ditanam mengingat tiap bibit yang
akan ditanam belum terlalu kuat untuk menopang dirinya dan atau untuk tetap berdiri karena belum
mempunyai akar yang kuat.

Pada daerah yang mempunyai potensi gelombang yang cukup tinggi, sebaiknya dilakukan
pemasangan APO / APO Barlapis yang terbuat dari kayu. Bambu dan bahkan batu dan coran
semen.  APO berfungsi sebagai peredam ombak sehingga pengaruhnya tidak dapat mempengaruhi
bibit mangrove.

Pola penanaman bibit mangrove dilakukan dengan jarak satu meter antara bibit yang satu dengan
yang lainnya. Penanaman bibit dilakukan serempak dengan melibatkan seluruh anggota
kelompok.  Sedapat mungkin melibatkan anak sekolah agar terjadi pembelajaran yang mendasar
tentang pola merehabilitasi kawasan mangrove yang rusak. Pelajaran yang paling berharga dalam
upaya rehabilitasi bagi pelajar jika pelibatan langsung kepada mereka. Ini akan membekas dalam
pikiran dan hati mereka untuk mengetahui pola rehabilitasi mangrove. Dan tidak menutup
kemungkinan mereka akan melakukan sendiri pada kawasan yang lain sebagai bagian dari upaya
kokurikuler mereka. 

Pada beberapa daerah yang sangat ekstrim dengan pola pasang surut yang sangat lebar, sebaiknya
jangan dilakukan pola penanaman yang konvensional.  Pola penanaman konvensional biasanya
hanya penancapan bibit yang dibarengai dengan pengikatan pada ajir.  Namun sebaiknya
menggunakan modifikasi pada sistem persemaian. Modifikasi persemaian dapat dilakukan pada
polibag bambu dan atau pot yang didisain khusus.  Bentuk polibag dapay dilakukan dengan
panajaman pada bagian bawah yang juga berfungsi sebagai pasak untuk tiap bibit. Modifikasi juga
dapat dipadu dengan pengikatan pada ajir berlapis untuk memperkokoh dudukan bibit.

Yang perlu mendapat perhatian adalah bukan seberapa banyak bibit yang kita dapat tanam tapi
seberapa banyak bibit yang bisa bertahan hidup dengan kondisi lokasi yang kadang bersifat ekstrim.

5.   Pemeliharaan.
Pola pemeliharaan sebaiknya melibatkan seluruh anggota kelompok dengan menjaga tiap kaplingan
areal penanaman. Tiap anggota masyarakat dipercayakan untuk menyulam tiap bibit mangrove yang
kebetulan rusak atau tercabut oleh aktivitas arus dan gelombang. Untuk mengontrol kelangsungan
hidup tiap bibit dan anakan mangrove, sebaiknya dilakukan pengontrolan setiap 3-4 hari sekali
sampai pada saat bibit mangrove yang ditanam berusia 3 – 5 bulan. Selanjutnya dilakukan
pengontrolan seminggi sekali selama 10 -12 bulan.  Setelah diatas satu tahun dapat dilakukan
pengontrolan selama 1 – 2 kali sebulan.
Pemeliharaan mangrove adalah hal penting yang perlu dilakukan untuk menjaga agar mangrove
tetap hidup dan bertahan dengan baik.

Komplesitasnya kondisi fisik dan ekologis lingkungan serta kadang adanya hama dan gangguan lain
membuat mangrove kadang mengalami kematian walaupun umur mangrove telag berusia diatas 8 –
12 bulan,  namun jika dilakukan pengontrolan yang rutin maka akan dapat meminimalisasi kegagalan
yang ada.

Trik Rehabilitasi mangrove.

1.    Kenali daerah yang akan direhabilitasi.


2.    Kenali faktor fisik (pasang surut, pola arus, kecepatan arus, tipe substrate,
gelombang), biologi (hama, jenis mangrove yang dominan, ketahanan tiap
bibit, penyakit buah mangrove, gulma, epifauna) dan kimia (pH substrat,
kandungan unsure hara)  daerah yang akan direhabilitasi.
3.    Lakukan persemaian dengan waktu yang dikondisikan berdasarkan jenis
bibit.
4.    Lakukan pemeliharaan dengan pelibatan masyarakat setempat.
5.    Tentukan pola penanaman yang sesuai dengan bibit dan areal penanaman.
6.    Sebaiknya mengambil bibit yang bersumber pada areal terdekat.
7.    Sebaiknya menanam mangrove pada lokasi yang paling tidak pernah
ditumbuhi oleh mangrove.
 

2010
teknik rehabilitasi mangrove
I. PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang

Kata mangrove berarti tumbuhan dan komunitasnya yang tumbuh di daerah pasang

surut. Daerah pasang surut merupakan daerah yang mendapatkan pengaruh pasang surut

dan terletak di sepanjang garis pantai, termasuk tepi laut, muara sungai, laguna dan tepi

sungai. Beberapa ahli mendefinisikan istilah mangrove secara berbeda-beda, namun pada

dasarnya merujuk pada hal yang sama. Mangrove juga didefinisikan sebagai formasi

tumbuhan daerah litoral yang khas di pantai daerah tropis dan sub-tropis yang terlindung

(Saenger, 1983).

             Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis yang didominasi oleh

beberapa jenis pohon yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut dan

pantai berlumpur. Hutan mangrove banyak ditemui di pantai, teluk yang dangkal, estuaria,

delta dan daerah pantai yang terlindung. Ekosistem mangrove di Indonesia memiliki

keragaman hayati yang tertinggi di dunia dengan jumlah total kurang lebih 89 spesies yang

terdiri dari 35 spesies tanaman, 9 spesies perdu, 9 spesies liana, 29 spesies epifit dan 2

spesies parasit (Nontji, 1987).

            Pada wilayah pesisir yang terbuka, jenis pohon yang dominan dan merupakan pohon

perintis umumnya adalah Avicennia sp (Api-api) dan Sonneratia sp (Pidada). Api-api lebih

senang hidup pada tanah berpasir agak keras, sedangkan Pidada pada tanah yang

berlumpur lembut. Pada daerah yang terlindung dari hempasan ombak, komunitas

mangrove biasanya didominasi oleh Rhizophora sp (Bakau). Lebih ke arah daratan (hulu),

pada tanah lempung yang agak pejal, biasanya tumbuh komunitas Bruguiera sp(Tanjang).

Ekosistem hutan mangrove merupakan komunitas tumbuhan pesisir yang memiliki

manfaat sangat besar, antara lain sebagai daerah pemijahan jenis ikan tertentu, daerah

asuhan ikan-ikan ekonomis, penyedia nutrien dan zat hara serta fungsi fisik seperti menjaga

daerah pesisir dari abrasi. Secara umum, Kerusakan–kerusakan yang terjadi di mangrove

pada dasarnya disebabkan ketidak pedulian sebagian masyarakat akan pentingnya

ekosistem mangrove yang merupakan sumberdaya daerah pesisir.


Pada umumnya, sebagian masyarakat yang tidak bertanggung jawab lebih

mementingkan keuntungan sesaat tanpa memikirkan kelangsungan kelestarian alam. Selain

itu, kerusakan pesisir adalah juga dampak dari pembangunan industri di pantai. Reklamasi

pantai yang belum terpadu secara menyeluruh, mengakibatkan hilangnya areal tambak dan

hutan mangrove. Hal ini mengakibatkan produksi ikan menipis karena berkurangnya benih

ikan.

  Kondisi ekosistem hutan mangrove saat ini sangat memprihatinkan dan pada umumnya

disebabkan oleh konversi lahan secara tidak terkendali.

Selanjutnya, hutan magrove tersebut akhirnya berubah menjadi pemukiman, lahan

pertanian dan tambak karena selama ini hutan mangrove selalu dianggap lahan yang tidak

penting. Selain itu, hutan mangrove selalu pada posisi yang kalah atau dikorbankan apabila

ada kepentingan ekonomi yang lebih menjanjikan. Konversi lahan ekosistem hutan

mangrove terjadi karena ilmu pengetahuan dan teknologi mengenai pemanfaatan hutan

mangrove masih sangat minim, padahal hutan mangrove apabila dikelola secara lestari dan

berkelanjutan akan memberikan multipler efek yang cukup diandalkan ( Anonim, 2010)

B.  Tujuan dan Kegunaan

Adapun tujuan dari pelaksanaan praktik lapang rehabilitasi mangrove adalah:

1.   Prasyarat dalam mengambil mata kuliah Teknik Rehabilitasi Pesisir dan Laut

2.   Memotivasi masyarakat untuk terlibat dalam gerakan nasional rehabilitasi hutan dan

lingkungan.

3.   Memberikan pemahaman dan skill kepada masyarakat untuk pengembangan rehabilitasi

mangrove mulai dari pembenihan, pembibitan, penanaman.dan sebagai prasyarat kelulusan

mata kuliah teknik rehabilitasi ekosistem laut.

4.   Untuk memulihkan fungsi hutan mangrove dalam menjaga ekosistem pantai dan

meningkatkan kesejahteraan masyarakat.


Sedangkan yang menjadi kegunaan dan pelaksanaan praktik ini adalah memulihkan kondisi

lingkungan yang telah mengalami degradasi melalui rehabilitasi mangrove. Menghijaukan

lingkungan pesisir dan pantai melalui rehabilitasi mangrove.

C.  Ruang Lingkup

Ruang lingkup yag diuraikan dalam pedoman pembuatan tanaman rehabilitasi hutan

mangrove meliputi; perencanaan teknis, pembuatan tanaman, pengolaan serta  pembinaan

dan pengendalian.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A.  Pengertian

          Secara umum Rehabilitasi adalah tindakan untuk menempatkan kembali sebagian

atau, terkadang, seluruh struktur atau karakteristik fungsional dari suatu ekosistem yang
telah hilang, atau substitusi dari alternatif yang berkualitas atau berkarakteristik lebih baik

dengan yang saat ini ada dengan pandangan bahwa mereka memiliki nilai sosial,ekonomi

atau ekologi dibandingkan kondisi sebelumnya yang rusak atau terdegradasi (MENHUT,

2004).

    Rehabilitasi hutan mangrove adalah upaya mengembalikan fungsi hutan mangrove

yang mengalami degradasi, kepada kondisi yang dianggap baik dan mampu mengemban

fungsi ekologis dan ekonomis. Hutan mangrove yang biasa tumbuh disepanjang pesisir

pantai atau muara sungai adalah suatu ekosistem yang memiliki peranan penting dari sisi

ekologi, biologi dan ekonomi (MENHUT, 2004).

B.  Fungsi dan Peranan rehabilitasi mangrove

    Secara fisik, hutan mangrove mempunyai fungsi untuk melindungi pantai dari abrasi

dan intrusi gelombang laut, melindungi daratan dari gelombang angin laut, menahan

sedimentasi sehingga membentuk tanah baru, memperlambat kecepatan arus, serta

sebagai penyangga antara komunitas karang dan lamun. Secara biologis, hutan mangrove

mempunyai fungsi sebagai sumber bahan organic, sebagai tempat pemijah (nursery ground)

beberapa jenis udang dan ikan. Tempat berlindung dan mencari makan ikan, udang,

berbagai jenis burung dan satwa lain, sebagai habitat alam berbagai biota darat dan laut,

sebagai sumber plasma nutfah dan genetika, sumber madu, sumber makanan ternak, serta

sebagai sarana pendidikan dan konservasi. Secara ekonomis, mangrove mempunyai fungsi

sebagai penghasil kayu baker, bahan baku arang, furniture dan kayu bangunan, sebagai

bahan baku kertas, tekstil, obat-obatan dan kosmetik, sebagai zat pewarna, sebagai

penghasil bibit ikan, udang dan kepiting bakau, serta sebagai sarana pariwisata (Kasim,

2010).

C.  Pemilihan lokasi dan pemilihan jenis mangrove

       Lokasi penanaman mangrove dapat dilakukan di kawasan hutan lindung, hutan

produksi dan kawasan budidaya. Mangrove dapat juga ditanam di daerah pantai dengan

lebar sebesar 120 kali rata-rata perbedaan air pasang tertinggi dan rendah yang diukur dari

garis air surut terendah ke arah pantai. Bila mangrove akan ditanam di tepian sungai, maka

bisa ditanam di areal yang memiliki lebar 50 m ke arah kiri dan kanan tepian sungai, yang
masih terpengaruh air laut. Mangrove dapat juga ditanam di tanggul, pelataran dan

pinggiran saluran air tambak.

   Lahan yang digunakan untuk menanam mangrove harus bersih dari rumput liar.

Sebelum mangrove ditanam dibuat terlebih dahulu jalur tanam. Jalur tanam dapat dibuat

dengan menggunakan tali rafia dengan dibuat simpul-simpul, jarak simpul satu dengan yang

lainnya adalah satu meter. Pada setiap simpul dipasang ajir-ajir dengan menggunakan patok

dari bambu yang panjangnya 75 cm dan berdiameter ± 1 cm. Ajir ditancapkan ke lahan

dengan tegak sedalam ± 50 cm. Pemasangan ajir ini bertujuan untuk: (1) mempermudah

mengetahui tempat bibit akan ditanam, (2) tanda adanya tanaman baru, (3) menyeragamkan

jarak dan (4) membuat bibit mangrove tegak dan tidak mudah rebah bila sedang terjadi air

pasang. Untuk mempermudah pekerjaan, baik pada saat persiapan lahan, penanaman

maupun perawatan pada lahan dibuat jalan atau jembatan yang mengitari lahan selebar

satu meter.

Pemilihan jenis mangrove yang dapat ditanam untuk rehabilitasi mangrove seperti :

1.   Rhizophora sp.

Memiliki ciri-ciri bentuk akar tunjang adalah akar udara yang tumbuh di atas

permukaan tanah, mencuat dari batang pohon dan dahan paling bawah serta memanjang
ke luar dan menuju ke permukaan tanah, Kulitnya tebal dan berwarna coklat abu-abu. Daun

mangrove 1-2 inci lebar dan 3-5 inci lebar, dengan margin mulus dan bentuk elips. Mereka adalah

warna yang lebih gelap hijau di atap daripada bagian bawah. Pohon menghasilkan bunga kuning

pucat di musim semi.

                                                            
                           A                                                         B

             Gambar 1 : bentuk buah ( A ) dan pohon ( B ) Rhizophora sp

2.   Avicennia sp.

Memiliki ciri-ciri akar nafas yaitu, akar udara yang berbentuk seperti pensil atau kerucut

yang menonjol ke atas, terbentuk dari perluasan akar yang tumbuh secara
horisontal, memiliki karakteristik akar udara Pohon bakau, dikenal sebagai putih abu-abu bakau

atau mangrove, memiliki tinggi pohon antara 10-14 meter, tumbuh pada ketinggian sekitar 20

sentimeter, dan diameter  dan daunnya tebal, lima sampai 9 sentimeter panjang, cerah, hijau

mengkilat di permukaan atasnya.

            A                                                 B

      Gambar 2 : bentuk akar ( A ) dan daun ( B ) pada Avicenni

3.   Bruguiera sp.

   Memiliki ciri-ciri akar lutut yaitu, akar horisontal yang berbentuk seperti lutut terlipat di

atas permukaan tanah, meliuk ke atas dan bawah dengan ujung yang membulat di atas
permukaan tanah, pohon kecil hingga 20 m tingginya, memiliki warna bunga krem keputih-

putihan, bunga lebar tunggal di ketiak daun, buah berdiameter 1,7 - 2,0 cm, panjang 20 - 30

cm, dan tumbuh subur di daerah mangrove bagian tengah sampai bagian dalam.

                     A                                                     B  

             Gambar 3 : bentuk bunga ( A ) dan akar ( B ) pada Brugueria

4.   Xylocarpus sp.
    Memiliki ciri-ciri akar papan yaitu, akar yang tumbuh secara horisontal, berbentuk

seperti pita di atas permukaan tanah, bergelombang dan berliku-liku ke arah samping
seperti ular, memiliki bunga putih halus dan mengembangkan propagules ramping dengan daun

yang ditekuk ke atas menuju tangkai, pohon tinggi mencapai 6 m memiliki banyak cabang, panjang

daun mencapai 7-12 cm.

                                  A                                                          B

Gambar 4 : bentuk bunga ( A ) dan pohon ( B )  Xylocarpus

5.   Ceriops sp.

  Memiliki ciri-ciri akar bahar yaitu, struktur akar seperti papan memanjang secara radial

dari pangkal batang, daun berbentuk telur sungsang, panjang daun 3-6 cm, buah

berdiameter 0,8 - 1,23 , panjang mencapai 15 cm.

                                A                                                      B

               Gambar 5 : bentuk buah ( A ) dan bunga ( B )  pada Ceriops

6.   Aegiceras sp.
   Memiliki ciri-ciri akar tanpa akar udara yaitu, akar biasa, tidak berbentuk seperti akar
udara, memiliki bentuk daun bulat, tinggi mencapai 3 cm, tidak memiliki akar udara, panjang daun

5-10 cm, bentuk bunga seperti payung, ukuran buah berdiameter 0,7 cm , panjang 4 - 5 cm.

                                    A                                                         B

Gambar 6 : bentuk daun, bunga ( A ) dan akar  ( B ) pada Aegiceras

D.  Cara memilih bibit yang baik

1.   Propagul mangrove, bagi sebagian masyarakat pesisir, dianggap memiliki daya

adaptasi terhadap lingkungan barunya yang lebih besar jika dibandingkan dengan bibit

mangrove. Hal ini dikarenakan, propagul tidak melalui fase pembibitan terlebih dahulu. Jadi,

begitu ditanam di lokasi penanaman, maka lokasi penanaman itulah lingkungan awalnya.

Dengan demikian, propagul akan bisa cepat beradaptasi di lokasi penanaman.

2.   Namun demikian, dari sisi ketahanan terhadap gelombang, tentu saja propagul kalah

jauh dengan bibit mangrove. Propagul yang “hanya berupa” kecambah saja tanpa akar,

batang dan daun, rentan sekali roboh begitu tersapu gelombang. Untuk itulah, dalam

program penanaman mangrove, khususnya untuk daerah terabrasi, propagul tidak

disarankan.

3.   Propagul disarankan untuk dipergunakan di daerah rehabilitasi yang memiliki tipe

daerah terlindung dengan kondisi gelombang yang minimal. Propagul juga bisa
diperuntukkan bagi program pemeliharaan mangrove untuk cadangan, bibit-bibit mangrove

yang mati, di tiga bulan setelah penanaman.

4.   Dalam skala proyek mangrove, propagul kurang begitu disukai karena

pertumbuhannya yang “lebih lambat,” daripada bibit mangrove. Program monitoring dan

evaluasi proyek yang biasanya dilakukan selama tiga bulan, terkadang tidak begitu

memuaskan hasilnya, karena propagul belum juga “tumbuh” dan tidak menampakkan

adanya daun.

Selanjutnya, untuk bibit mangrove, beberapa hal yang perlu diperhatikan apabila kita

memilihnya sebagai bahan program rehabilitasi mangrove kita, adalah sebagai berikut:

1. Bibit mangrove, bagi sebagian masyarakat pesisir, dianggap memiliki daya adaptasi

terhadap lingkungan barunya yang lebih kecil, apabila dibandingkan dengan propagul.

Tentunya, hal ini disebabkan dirinya yang telah memiliki lingkungan awalnya terlebih dahulu

(yaitu kebun persemaian tempat dirinya disemaikan), sebelum kemudian dipindahkan ke

lingkungan barunya, yaitu lokasi penanaman kita. Hal ini, menyebabkan sebuah

kekhawatiran akan kelulusan  hidupannya di masa mendatang.

2. Namun demikian, walaupun daya adaptasi terhadap lingkungan barunya dianggap lebih

rendah daripada propagul, bibit mangrove memiliki daya ketahanan terhadap lingkungannya

yang lebih tinggi. Bibit mangrove yang memang telah memiliki struktur tubuh yang lengkap,

yaitu daun, batang dan akar, diduga memiliki daya tangkal terhadap gelombang yang lebih

baik jika dibandingkan dengan propagul.

3. Berkaitan dengan poin kedua maka bibit mangrove memang lebih disukai dan dipilih oleh

para pelaksana program dan proyek mangrove di Indonesia. Bibit mangrove yang dibentengi

dengan pemecah.

gelombang dan ajir, umumnya bisa ditanam di lokasi terabrasi dengan gelombang yang

lumayan tinggi.

4. Selain itu, bibit mangrove juga disukai karena apabila para pelaksana proyek mangrove

melakukan program monitoring dan evaluasi, maka bibit mangrove telah “terlihat

tumbuh,”duluan.
E. Pembibitn/penyemaian

Pengumpulan bibit sebaiknya dilakukan oleh kelompok yang dibentuk didesa.  Jenis bibit

yang akan di jadikan bibit adalah yang dominan berada di sekitar areal rehabilitasi. 

Pertimbangan yang lain adalah dengan melihat struktur tanah dan ekologi kawasan

rehabilitasi.   Jenis Rhizophora mucronataadalah jenis bibit yang mempunyai toleransi yang

cukup tinggi terhadap tekanan ekologi.  Untuk meningkatkan presentase kelangsungan

hidup penanaman mangrove, dilakukan upaya persemaian untuk bibit yang akan di tanam. 

Persemaian di lakukan disekitar areal penanaman. Ini untuk memudahkan akses

penanaman. 

Upaya pembibitan dilakukan dengan memasukkan bibit kedalam polibag dan setelah di

isi didalam polibag diletakkan di dalam areal pembibitan.  Untuk menghindari terhadap

gangguan babi hutan yang sering mencari makan dan menggali makanan disekitar areal

persemaian dan pembibitan, tempat pembibitan dilindungi dengan waring yang menghalang

aktivitas babi hutan masuk kedalam areal pembibitan.

Upaya persemaian dan pembibitan dilakukan 1 – 3 bulan sebelum penanaman.  Ini

dilakukan agar bibit dapat berkecambah dulu untuk kemudian di lakukan penanaman. 

Upaya ini diharapkan akan meminimalisasi kematian bibit dan meningkatkan persentase

bibit yang hidup.

                                               Gambar 7 : Bibit mangrove

F.   Penanaman. 

Setelah bibit mulai tumbuh didalam areal pembibitan, dilakukan upaya penanaman pada

areal rehabilitasi.  Upaya ini melibatkan seluruh anggota kelompok yang memobilisasi

anggota masyarakat yang peduli tentang pentingnya upaya rehabilitasi mangrove.  Upaya

penanaman dilakukan dengan sangat hati-hati.  Bibit yang telah tumbuh di areal pembibitan

dibawa ke areal penanaman.  Setelah sampai pada daerah dekat tempat penanaman,

polibagnya disobek kemudian dilakukan penggalian lubang pada areal penanaman dan

dimasukkan bibit beserta tanah/lumpur kedalam lubang penanaman mangrove.  Untuk

menghindari tumbangnya bibit karena tekanan arus pasang dan atau pengaruh
ombak/gelombang, tiap bibit mangrove diikat pada ajir yang dipatok didekat mangrove.  Ajir

ini sengaja diletakkan di samping setiap bibit yang ditanam mengingat tiap bibit yang akan

ditanam belum terlalu kuat untuk menopang dirinya dan atau untuk tetap berdiri karena

belum mempunyai akar yang kuat.

Pada daerah yang mempunyai potensi gelombang yang cukup tinggi, sebaiknya

dilakukan pemasangan peredam ombak sehingga pengaruhnya tidak dapat mempengaruhi

bibit mangrove.

1.   Pola penanaman bibit mangrove dilakukan dengan jarak satu meter antara bibit yang

satu dengan yang lainnya. Penanaman bibit dilakukan serempak dengan melibatkan seluruh

anggota kelompok.  Sedapat mungkin melibatkan anak sekolah agar terjadi pembelajaran

yang mendasar tentang pola merehabilitasi kawasan mangrove yang rusak. Pelajaran yang

paling berharga dalam upaya rehabilitasi bagi pelajar jika pelibatan langsung kepada

mereka. Ini akan membekas dalam pikiran dan hati mereka untuk mengetahui pola

rehabilitasi mangrove. Dan tidak menutup kemungkinan mereka akan melakukan sendiri

pada kawasan yang lain sebagai bagian dari upaya kokurikuler mereka. 

2.   Pada beberapa daerah yang sangat ekstrim dengan pola pasang surut yang sangat

lebar, sebaiknya jangan dilakukan pola penanaman yang konvensional.  Pola penanaman

konvensional biasanya hanya penancapan bibit yang dibarengai dengan pengikatan pada

ajir.  Namun sebaiknya menggunakan modifikasi pada sistem persemaian.  Modifikasi

persemaian dapat dilakukan pada polibag bambu dan atau pot yang didisain khusus. 

Bentuk polibag dapay dilakukan dengan panajaman pada bagian bawah yang juga berfungsi

sebagai pasak untuk tiap bibit. Modifikasi juga dapat dipadu dengan pengikatan pada ajir

berlapis untuk memperkokoh dudukan bibit.

3.   Yang perlu mendapat perhatian adalah bukan seberapa banyak bibit yang kita dapat

tanam tapi seberapa banyak bibit yang bisa bertahan hidup dengan kondisi lokasi yang

kadang bersifat ekstrim.

Gambar 8 : Penanaman bibit mangrove


G. Pemeliharaan

          Pola pemeliharaan sebaiknya melibatkan seluruh anggota kelompok dengan menjaga

tiap kaplingan areal penanaman. Tiap anggota masyarakat dipercayakan untuk menyulam

tiap bibit mangrove yang kebetulan rusak atau tercabut oleh aktivitas arus dan gelombang.

Untuk mengontrol kelangsungan hidup tiap bibit dan anakan mangrove, sebaiknya dilakukan

pengontrolan setiap 3-4 hari sekali sampai pada saat bibit mangrove yang ditanam berusia 3

– 5 bulan. Selanjutnya dilakukan pengontrolan seminggi sekali selama 10 -12 bulan. 

Setelah diatas satu tahun dapat dilakukan pengontrolan selama 1 – 2 kali sebulan.

             Pemeliharaan mangrove adalah hal penting yang perlu dilakukan untuk menjaga

agar mangrove tetap hidup dan bertahan dengan baik.Komplesitasnya kondisi fisik dan

ekologis lingkungan serta kadang adanya hama dan gangguan lain membuat mangrove

kadang mengalami kematian walaupun umur mangrove telah berusia diatas 8 – 12 bulan, 

namun jika dilakukan pengontrolan yang rutin maka akan dapat meminimalisasi kegagalan

yang ada.

                            Gambar 9 : Pemeliharaan bibit mangrove


III.   METODE PRAKTIK

A.  Waktu dan Tempat

Praktik lapang Teknik Rehabilitasi Ekosistem Pesisir dan Laut ini dilaksanakan pada

hari sabtu, tanggal 9 Oktober  2010 dan tempat pelaksanaannya yaitu di Desa Minasa Upa,

kecamatan Bontoa, Kabupaten Maros.

B.    Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada praktik ini adalah meteran yang berfungsi untuk mengukur

areal yang ingin ditanami mangrove, tali rafia yang berfungsi untuk mengikat mangrove

dengan ajir. Ajir berfungsi (1) mempermudah mengetahui tempat bibit akan ditanam, (2)

tanda adanya tanaman baru, (3) menyeragamkan jarak dan (4) membuat bibit mangrove

tegak dan tidak mudah rebah bila sedang terjadi air pasang.

            Bahan yang digunakan pada praktik lapang ini adalah bibit Rhizophorasp.

C.  Prosedur kerja

            Prosedur kerja teknik rehabilitasi mangrove dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu

persiapan tapak, pengangkutan bibit, pendistribusian bibit dan penanaman.

1.   Persiapan Tapak

            Sebelum penanaman dimulai, terlebih dahulu dilakukan pembersihan lokasi

penanaman dari vegetasi tumbuhan pengganggu dan melakukan penancapan ajir

(potongan bambu dengan panjang 1 m yang diikatkan dengan bibit mangrove menggunakan

tali rafia).Khusus untuk penancapan ajir, hal ini sengaja dilakukan dengan tujuan

mempermudah dan mempercepat waktu penanaman.

            Lahan yang digunakan untuk menanam mangrove harus bersih dari rumput liar.

Sebelum mangrove ditanam dibuat terlebih dahulu jalur tanam. Jalur tanam dapat dibuat

dengan menggunakan tali rafia dengan dibuat simpul-simpul, jarak simpul satu dengan yang

lainnya adalah satu meter. Pada setiap simpul dipasang ajir-ajir dengan menggunakan patok

dari bambu yang panjangnya 75 cm dan berdiameter ± 1 cm. Ajir ditancapkan ke lahan
dengan tegak sedalam ± 50 cm. Pemasangan ajir ini bertujuan untuk: (1) mempermudah

mengetahui tempat bibit akan ditanam, (2) tanda adanya tanaman baru, (3) menyeragamkan

jarak dan (4) membuat bibit mangrove tegak dan tidak mudah rebah bila sedang terjadi air

pasang. Untuk mempermudah pekerjaan, baik pada saat persiapan lahan, penanaman

maupun perawatan pada lahan dibuat jalan atau jembatan yang mengitari lahan selebar

satu meter.

2.   Pengangkutan dan Pendistribusian Bibit

            Bibit diambil dari tempat  pembibitan menuju ke sekitar lokasi penanaman.

Selanjutnya, bibit mangrove disimpan, diletakkan dan diatur sedemikian rupa sehingga bisa

tersusun secara rapi, di lokasi yang terlindung dari sinar matahari secara langsung.

Kemudian, bibit mangrove mulai didistribusikan ke lokasi penanaman.

3.   Penancapan Ajir

            Kegiatan penancapan ajir dilakukan dengan dua tujuan yaitu: (1) sebagai penanda

lokasi penanaman bibit mangrove sehingga akan mempermudah peserta dalam melakukan

penanaman; (2) penggunaan ajir juga berfungsi agar bibit-bibit mangrove yang ditanam bisa

berjajar secara rapi sehingga mempermudah dalam penghitungan kelulushidupan pada saat

pekerjaan pemeliharaan dan monitoring; (3) ajir berguna menjaga bibit mangrove tidak

roboh pada saat terjadi air pasang.

4.   Penanaman

            Pada tahap penanaman, spesies mangrove dikelompokkan berdasarkan spesiesnya.

Bibit mangrove ditanam di lokasi penanaman dengan teknik penanaman mangrove

menggunakan ajir. Penggunaan ajir berguna untuk menjaga bibit mangrove tidak tumbang

ketika terkena ombak. Jarak tanam adalah ± 1 m x 1 m. Penanaman mangrove diatur

sedemikian rupa sehingga ketiga jenis mangrove tidak tercampur supaya tidak merubah

sifat alami mangrove yaitu membentuk tegakan murni.

5.   Cara Penanaman
     Mangrove ditanam di lahan yang telah disediakan dengan cara membuat lubang di

dekat ajir-ajir, dengan ukuran lebih besar dari ukuran polibek dan dengan kedalaman dua

kali lipat dari panjang polibek. Bibit ditanam secara tegak ke dalam lubang yang telah

disediakan dengan cara melepaskan bibit dari polibek secara hati-hati, dan jangan sampai

merusak akarnya. Sela-sela lubang di sekeliling bibit, ditimbuni dengan tanah. Bibit yang

telah ditanam, batangnya diikat dengan ajir-ajir, supaya tidak mudah rebah bila terjadi air

pasang.

IV.   HASIL DAN PEMBAHASAN

A.  Gambaran Umum Lokasi Praktik

  Lokasi umum  praktik lapang Teknik Rehabilitasi  Pesisir dan Laut yang berada di

Desa Minasa upa. Kecamatan Bontoa. Kabupaten Maros, Keadaan fisik lokasi praktik

lapang tersebut memiliki beberapa tempat lokasi yang cocok di Tanami tumbuhan
mangrove  sebagai rehabilitasi mangrove yaitu di daerah sungai dan daerah tambak,

dengan menggunakan teknik tumpang sari yaitu suatu teknik perpaduan antara tambak

dengan tanaman mangrove untuk mengembalikan kesuburan tanah sehingga

memungkinkannya untuk perkembangbiakan ikan yang dipelihara. Keadaan masyarakat

dilokasi praktik lapang yaitu tepatnya di daerah maros sebagian besar mata

pencahariaannya bertambak bandeng serta disektor pemerintahan lokasi tersebut dari

sarana prasarananya kurang, terutama dari akses jalan yang masih sangat rusak sehingga

sangat sulit untuk menuju lokasi tersebut. Selain itu, sosialisasi tentang teknik rehabilitasi ini

masih sangat kurang.

B.  Pembahasan

Adapun hasil dan pembahasan yang didapatkan pada praktik lapang ini adalah

penanaman empat ratus bibit mangrove di tambak warga dan pinggiran sungai desa Minasa

Upa, kecamatan Bontoa, kabupaten Maros. Bibit yang ditanam pada penanman mangrove

telah disiapkan oleh warga setempat kemudian praktikan yang melakukan penanaman di

tambak warga yaitu di bagian tengah – tengah tambak dengan jarak satu meter dari bibit

satu ke bibit yang lain dan membentuk persegi panjang. Sedangkan pada pinggiran sungai

penanaman mangrove dilakukan di sepanjang pinggiran sungai juga dengan jarak satu

meter.

Penanaman empat ratus bibit mangrove di tambak warga dan pinggiran sungai desa

Minasa Upa, kecamatan Bontoa, kabupaten Maros untuk menerapkan metode tumpang sari

pada tambak dalam meningkatkan produksi perikanan serta sebagai bentuk rehabilitasi

ekosistem mangrove di daerah tersebut. Penyiapan empat ratus bibit mangrove oleh warga

setempat sebelum dilakukannya penanaman mangrove merupakan bentuk dukungan positif

masyarakat terhadapat kegiatan yang dilakukan. Selain itu secara langsung masyarakat

akan mengetahui cara pembuatan bibit mangrove sampai pada proses penanaman.

Penanaman mangrove di tambak warga merupakan sebuah metode dalam proses

peningkatan sumber daya perikanan. Menurut Kasim (2010), hutan mangrove mempunyai

fungsi sebagai sumber bahan organik, sebagai tempat pemijah (nursery ground) beberapa

jenis udang dan ikan sehingga akan cocok jika di dalam suatu areal atau daerah budidaya
perikanan memanfaatkan mangrove sebagai media atau habitat yang baik bagi organisme

yang dibudidayakan. Dengan demikian hasil produksi yang akan di dapatkan juga akan

melebihi, dibandingkan tanpa pemanfaatn tumbuhan mangrove.

Pada penanaman mangrove di pinggiran sungai merupakan suatu bentuk rehabilitasi

mangrove. mengingat bahwa daerah tempat dilakukannya kegiatan berada di penggiran

sungai yang cukup luas dan juga merupakan tempat mata pencaharian masyarakat yang

juga bekerja sebagai nelayan. Namun tujuan utama yang dilakukannya penanaman

mangrove tersebut adalah untuk menopang daratan yang ada di sekitar pinggiran sungai

dengan kata lain untuk mencegah terjadinya abrasi di daerah tersebut.

Penanaman mangrove di pinggir sungai atau tambak dilakukan  untuk

mengembalikan kondisi ekosistem mangrove yang telah terdegradasi yang disebabkan oleh

kegiatan manusia atau antropogenik dan kerusakan yang disebabkan oleh alam.
V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Dari seluruh rangkaian kerja dan uraian pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan

sebagai berikut :

1.   Kegiatan penanaman di hutan Mangrove adalah reboisasi.

2.   Masyarakat lebih memiliki motivasi untuk melakukan rehabilitasi mangrove secara nasional

untuk menjaga dan melestarikan hutan mangrove demi tercapainya kesajahteraan

masyarakat.

3.   Masyarakat sekitar sudah mengetahui dan memahami bagaimna cara melakukan

pembibitan dan penanaman serta pemanfaatan mangrove secara mandiri.


B.  Saran

       Pada saat penanaman bibit mangrove  Rhizophora sp. Avicennia sp.dan Bruguiera

sp. di daerah tambak dan sungai sebaiknya asisten lebih memantau seluruh praktikan

mengikuti semua proses penanaman bibit mangrove agar semua praktikan paham dan

mengerti cara penanaman bibit mangrove dan sebaiknya kegiatan selanjutnya dilakukan di

tempat lain agar semua masyarakat juga mengetahui fungsi mangrove secara langsung.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010 [online] http://poltekipb.wordpress.com/2009/09/13, (Diakses pada hari rabu 28

Oktober 2010 pukul13:58 WITA)

MENHUT 2004 [online] http://www.dephutgo.id/INFORMASI/skep/skmenhut/424_04. Htm ,

(Diakses  pada hari rabu  3 november 2010  Pukul 16.11 WITA)


KeSEMaTBLOG. 20101 http://kesemat.blogspot.com (Diakses paea tanggal 16 Oktober 2010

pukul 13.45 WITA).

Maruf. 2010 http://maruf.wordpress.com/tag/rehabilitasi-mangrove/, (Diakses pada tanggal 16

Oktober 2010 pukul 13.30 WITA).

Nontji, A. 1987. Laut Nusantara (Marine Nusantara). Djambatan. Jakarta,    Indonesia.

Saenger, P., E. J. Hegerl & J. D. S. Davie. 1983. Global Status of Mangroves Ecosystems.

IUCN Commission on Ecology Papers No. 3.

Diposkan oleh inharr syamsinar di 16.19 

Reaksi: 

Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

1 komentar:

1.

Balai Mangrove15 April 2016 00.55

Informasi yang bermanfaat.

Bagi anda yang membutuhkan informasi lengkap tentang


"Teknik Pembuatan Persemaian Mangrove" silahkan download di:
http://bit.do/TeknisPersemaianMangrove

Terima kasih,
I Wayan Suparta
Balas

Posting Lebih BaruBeranda


Langganan: Poskan Komentar (Atom)

Arsip Blog
 ►  2011 (3)
 ▼  2010 (1)
o ▼  November (1)
 teknik rehabilitasi mangrove

Pengikut
CoRetanKuU
my bio

inharr syamsinar
Makassar, Indonesia

kuliah di universitas hasanuddin,, fakultas ilmu kelautan dan perikanan, jurusan Ilmu kelautan
Konsentrasi konservasi sumberdaya hayati laut.
Lihat profil lengkapku
Template Jendela Gambar. Gambar template oleh minimil. Diberdayakan oleh Blogger.

http://inharrmarine.blogspot.co.id/2010/11/teknik-rehabilitasi-mangrove.html

Anda mungkin juga menyukai