HASIL PENELITIAN
IRWANTO
(L 111 05 027)
Pembimbing
Oleh :
IRWANTO
L 111 05 027
HALAMAN PENGESAHAN
Nama : Irwanto
Prof. Dr. Amran Saru, ST., M.Si. Prof. Dr. Ir. Chair Rani, M.Si
NIP. 1967 0924 1995031001 NIP. 1968 0402 1992022001
Mengetahui,
Prof. Dr. Ir. Najamuddin, M.Sc Dr. Ir. Amir Hamzah M., M. Si
NIP. 1960 0701 1986011001 NIP. 1963 1120 1993031002
Tanggal Pengesahan :
iii
ABSTRAK
KATA PENGANTAR
3. Bapak Prof. Dr. Ir. Chair Rani, M.Si., sebagai Penasehat Akademik, atas
segala perhatian, masukan dan arahannya selama penulis menjadi
mahasiswa dan bantuannya dalam analisis statistik serta peminjaman
bukunya.
4. Rekan-rekan seperjuangan Tim Peneliti di Kepulauan Wakatobi; Voltra
Veronica, Retha Sahertian dan La ode Ma’aruf yang senantiasa
menyemangati dan memberikan candanya selama dilapangan.
5. Team Menami Survey; Kak Iksan, Kak hardin, Kak Akas, Kak Ana, Mas Putu
dan nahkoda kapal yang berkenan memberikan waktunya membantu peneliti
dalam pengambilan data di lapangan.
6. Kakanda tercinta; Kak Marni dan Kak agus yang berkenan memberikan
tempat menetap untuk peneliti selama berada di lokasi penelitian.
7. Tersayang Wa Ode Asrida, yang selalu setia dan selalu ada memberikan
semangat dan inspirasi yang tak lelahnya.
8. Team Komunitas Pecinta Alam Kelautan UNHAS (Setapak 22); Laode
Ma’aruf, Fachril Muhajir, M. Rizal, Harianto K., Arry Fengkiari, Muh. Nasir,
Sulaeman Nasir, Haerul, Yusra, Rahmadi, M. Iksan dan Samsurizal yang
selalu mewarnai jiwa petualang penulis dan memberikan canda tawa selama
berinspirasi di alam.
9. Rekan-rekan terbaikku yang selalu siap memberi canda khas kelautan (calla);
Mirwan A., Aidil Syam, Muh. Risalah, A. Arham, Suriatno, Taufik Tajuddin,
Mustakim dan seluruh angkatan 2005 yang namanya tidak sempat
disebutkan, terima kasih atas bantuannya selama kita menjalani kehidupan
kampus, yang penuh harapan dan cita-cita.
10. Serta seluruh sahabat dan kawan yang selalau bersama penulis untuk
memberikan bantuannya dimana penulis tidak sempat menggores namanya
di secarik kertas ini.
Terakhir, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan, namun dengan keterbatasan yang ada, penulis berharap skripsi
ini dapat memberikan manfaat dan inspirasi baru bagi penelitian dan pembaca.
Amien.
Wassalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.
Makassar, Maret 2011
Penulis
vi
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI..................................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................... xi
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................... 1
B. Tujuan dan Kegunaan.................................................................... 3
C. Ruang Lingkup............................................................................... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Ekosistem Terumbu Karang.......................................................... 4
B. Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut................................. 17
C. Analisis KEKEPAN/ SWOT........................................................... 20
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat......................................................................... 25
B. Alat dan Bahan.............................................................................. 25
C. Prosedur Penelitian....................................................................... 25
D. Analisis Data.................................................................................. 31
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi............................................................... 36
B. Kondisi Oseanografi....................................................................... 37
C. Kondisi Ekosistem Terumbu Karang.............................................. 40
D. Kondisi Ikan Karang....................................................................... 44
E. Kondisi Genera Karang Keras........................................................ 55
F. Kondisi Megabentos...................................................................... 58
G. Kondisi Sosial dan Ekonomi.......................................................... 62
H. Strategi Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang....................... 73
V. PENUTUP
A. Simpulan............................................................................................... 88
vii
B. Saran....................................................................................................
89
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT PENULIS
viii
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
A. Latar Belakang
Luas terumbu karang di Indonesia adalah sekitar 51.000 km2. Angka ini
belum mencakup terumbu karang di wilayah terpencil yang belum dipetakan atau
yang berada di perairan agak dalam (inland waters). Jika estimasi ini akurat maka
51% terumbu karang di Asia Tenggara atau 18% terumbu karang di dunia berada di
perairan Indonesia. Sebagian besar dari terumbu karang ini bertipe terumbu karang
tepi (fringingreefs) yang berdekatan dengan garis pantai sehingga mudah diakses
oleh masyarakat sekitar. Lebih dari 480 jenis karang batu (hard coral) telah didata di
wilayah timur Indonesia dan merupakan 60% dari jenis karang batu di dunia yang
ditemukan di Indonesia dengan lebih dari 1.650 jenis hanya untuk wilayah Indonesia
bagian timur.
utama pesisir dan laut, terumbu karang dengan beragam biota asosiatif dan
keindahan yang mempesona, memiliki nilai ekologis dan ekonomis yang tinggi.
Selain berperan sebagai pelindung pantai dari hempasan ombak dan arus kuat,
terumbu karang juga mempunyai nilai ekologis antara lain sebagai habitat, tempat
mencari makanan, tempat asuhan dan tumbuh besar serta tempat pemijahan bagi
berbagai biota laut. Nontji, (1987) menambahkan tentang nilai ekonomis terumbu
karang yang menonjol adalah sebagai tempat penangkapan berbagai jenis biota laut
konsumsi dan berbagai jenis ikan hias, bahan konstruksi dan perhiasan, bahan baku
1
Semakin bertambahnya nilai ekonomis maupun kebutuhan masyarakat akan
sumberdaya yang ada di terumbu karang seperti ikan, udang lobster, teripang dan
tersebut semakin besar pula. Dengan demikian tekanan ekologi terhadap ekosistem
terumbu karang juga akan semakin meningkat. Meningkatnya tekanan ini tentunya
dan biota yang hidup di dalamnya. Sehingga sudah waktunya bangsa Indonesia
mengambil tindakan yang cepat dan tepat guna mengurangi laju degradasi terumbu
sumberdayanya. Tujuan akhir dari PWPT adalah meningkatkan kualitas hidup dari
terkandung di wilayah pesisir dan pada saat yang bersamaan juga menjaga
(Darmawan, 2001).
Pulau Kapota merupakan salah satu gugusan pulau yang ada di kepulauan
Wakatobi yang memiliki luas 73,3 km² dan sebagian besar masyarakatnya
bersumber dari ikan-ikan yang berada di sekitar terumbu karang. Dengan demikian,
2
keberadaan terumbu karang sangat bermanfaat bagi kelangsungan hidup
masyarakat Pulau Kapota. Untuk mengetahui kondisi terumbu karang di pulau ini
maka perlu dilakukan penelitian tentang Studi Kondisi Biofisik Ekosistem Terumbu
Kabupaten Wakatobi.
Kabupaten Wakatobi.
berkelanjutan.
acuan bagi penelitian sejenis maupun penelitian lain yang dilakukan di daerah
tersebut.
C. Ruang Lingkup
3
b. Sosial ekonomi meliputi :
1. Tingkat kesejahteraan.
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
1. Defenisi
di dasar peraiaran laut dangkal terutama di daerah tropis. Terumbu karang terutama
disusun oleh karang-karang jenis anthozoa dari kelas scleractinia, yang mana
termasuk hermatypic coral atau jenis-jenis karang yang mampu membuat banguan
atau kerangka karang dari kalsium karbonat. Struktur bangunan kapur tersebut
(CaCO3)cukup kuat, sehingga koloni karang mampu menahan gaya gelombang air
organik yang sangat tinggi. Demikian pula keanekaragaman biota yang ada di
dalamnya.Di tengan samudra yang miskin biasa terdapat pulau karang yang sangat
tengah gurun pasir yang gersang. Dari segi estetika terumbu karang yang masih
utuh menampilkan pemandangan yang sangat indah, jarang dapat ditandingi oleh
ekosistem lain. Taman-taman laut yang terkenal terdapat dipulau atau pantai yang
karang yang paling dominan. Karang Batu (Scleractinia) memiliki lebih dari 2500
spesies. Hewan ini berbeda dengan anemon laut dimana tersusun atas polip-polip
yang terselubung dalam ekoskeleton lapisan basal. Biasanya ukuran polip antara 1-
5
30 mm kecuali dari suku Fungiidae dengan diameter sekitar 25 cm atau lebih
(Cesar, 1996).
a. b.
c.
a. Karang tepi (freenging reefs), yakni terumbu karang yang tumbuh di luar sutau
pulau sejajar dengan garis pantai dan mencapai kedalaman tidak lebih dari 40 m.
b. Karang pembatas (barrier reefs), Yakni terumbu karang yang tumbuh di luar
c. Karang atol, yakni terumbu karang yang tumbuh melingkar seperti cincin, di
bagian tengah terdapat sebuah laguna (goba). Kedalaman goba di dalam atol
rata-rata 45 m.
6
Harrison, 1984 mengemukakan bahwa formasi awal merupakan fringing
reefs yang terbentuk di sekitar pulau. Jika pulau tersebut mengalami penurunan
permukaan secara tektonik, fringing reefs akan berubah menjadi barrier Reefs.
Apabila proses terus berlanjut, maka atolls akan terbentuk. Namun sebagai bahan
pulau tidak terjadi melainkan yang terjadi adalah penaikan permukaan. Pada proses
penaikan permukaan terus terjadi sehingga daratan (pulau) lambat laun akan
simbiosisnya dengan alga simbiotik, keseluruhan karang dapat dibagi oleh beberapa
membentuk kerangka kapur masif tanpa pertolongan algae simbiotik, yang mana
mereka mampu untuk hidup di lingkungan yang gelap di dalam gua, terowongan
Stylaster rosacea.
masuk ke dalam grup ini, sebagian kecil Fungiidae, seperti Heteropsammia dan
Diaseris, dan juga karang Leptoseris (Famili Agaricidea), yang tetap sebagai
satu polip-polip yang kecil atau koloni-koloni kecil, dan tidak dapat dimasukkan
7
besar Octocoral-Alcyonacea dan Gorgonacea, yang memiliki algae simbion akan
biota laut, tempat bertelur, tempat memijah, pembesaran, tempat mencari makanan
serta tempat tinggal sementara bagi biota laut. Terumbu karang juga berfungsi
sebagai benteng hempasan ombak, arus dan pasang surut bagi pulau-pulau dan
(Suharsono,1996).
penting dalam melindungi hewan-hewan yang lebih besar yang berasosiasi dengan
terumbu karang. Nontji (1987) dan Sukarno dkk. (1983) menambahkan bahwa fungsi
berlindung, tempat mencari makan dan berkembang biak bagi biota yang hidup
di terumbu karang.
b. Sebagai pelindung fisik terhadap pantai dari pengaruh arus dan gelombang
memiliki nilai ekonomis penting seperti berbagai jenis ikan karang, alga, teripang,
dan mutiara.
8
d. Sebagai sumber keindahan karena menampilkan pemandangan yang sangat
yang tinggi serta keanekaragaman jenis biota yang besar, bila ditinjau dari sudut
estetika memang indah sekali. Terumbu karang hanya tumbuh pada suhu perairan
diatas dari 20oC pada perairan yang dangkal dan mencapai pertumbuhan yang
optimum pada kedalaman kurang dari 30 meter. Air laut yang jernih dengan salinitas
o
yang tinggi (18-32 /oo ) merupakan faktor utama kehidupan terumbu karang
a. Kedalaman/cahaya
Terumbu karang dapat tumbuh secara optimum kurang dari 10 m (Hutabarak dan
dibawah kedalaman ini terumbu karang sangat sulit hidup karena lapisan air
Pada kedalaman lebih dari 50-70 m, terumbu karang tidak dapat berkembang
9
(Nyabakken,1988). Cahaya merupakan sebab utama terjadinya variasi pada
b. Salinitas
Karang hermatipik merupakan organisme laut sejati dan tidak dapat bertahan
pada salinitas yang menyimpang dari salinitas air laut yang normal atau berkisar
32-35 0/00 (Nyabakken, 1988). Terhadap salinitas, toleransi hewan karang batu
sekitar 27- 40 ppm (Nonji,1986), akan tetapi dapat pula dijumpai pada perairan
intensitasnya lebih dari 40 ppm seperti pada teluk Persia (Nyabakken, 1988 dan
mempengaruhi destribusi karang batu di daerah pantai. Karang batu dapat hidup
bertahan pada salinitas yaang rendah untuk rentang waktu yang pendek,tetapi
jika terjadi hujan yang dikombinasikan dengan pasang surut yang rendah, akan
Arus berfungsi bagi karang sebagi pengsuplai oksigen dari laut bebas, makanan
berupa plankton. Seleain itu arus dan gelombang dapat membersihkan karang
dari endapan. Sehingga pada tempat yang arus dan ombakntya cukup besar
1985).
Karang batu memerlukan air laut yang bersih dari kotoran-kotoran. Kotoran-
10
matahari yang diperlukan untuk fotosintesis zooxanthellae. Akibatnya terumbu
Endapan lumpur atau pasir yang terkandung dalm air yang di endapkan oleh
arus dapat menyababkan kematian pada karang batu oleh karena pada
batu dari Faviidae dan Fungidae (Kuenen, 1950 dan Yonge, 1940 dalam
Sukarno dkk,1983)
jumlah komposisi jenis karang batu sangat dipengaruhi oleh kedalaman air,
11
kehadiran suatu jenis karang batu sebab ada kaitannya dengan pola arus air
terbesar dari phylum Cnidaria. Karang keras (Scleractinia) merupakan ordo terbesar
dari kelas Anthozoa, dan karang keras ini merupakan kelompok utama yang
Phylum : Cnidaria
Klass : Anthozoa
Sub-klass : Hexacorallia
Ordo : Scleractinia
dari ratusan sampai ratusan ribu individu atau jaringan hidup dari binatang karang,
dengan bentuk yang relatif sederhana dan menyerupai anemon. Tubuh seperti
anemon itulah yang disebut sebagai polip dan umumnya berbentuk seperti tabung
silinder dengan ukuran diameter yang bervariasi ada yang kurang dari satu mm
hingga beberapa cm (Barnes, 1987; Lalli and Parsons, 1995; Veron, 1986;
Mapstone, 1990; Wallace and AW, 2000; Suharsono, 1996). Mulut polip pada bagian
atas silinder yang dikelilingi oleh banyak tentakel dapat dijulurkan dan ditarik masuk
Karang tersusun dari jaringan yang lunak dan bagian yang keras yang
berbentuk kerangka kapur (Veron, 1986; Mapstone, 1990; Suharsono, 1996). Bagian
lunak hewan karang terdiri dari tiga bagian yaitu ektoderm, mesoglea dan
12
gastroderm. Ektoderm merupakan jaringan terluar yang banyak mengandung silia,
jaringan paling dalam, sebagian besar terisi oleh zooxanthellae yang merupakan
algae uniseluler yang hidup bersimbiosis dengan hewan karang (Mapstone, 1990).
Bagian yang keras berupa kerangka kapur terdiri dari lempeng dasar yang
tipis, dan disebut sebagai basal plate. Dari lempeng dasar muncul lempeng-lempeng
yang berdiri tegak secara radikal dan disebut septa. Masing-masing septa
dihubungkan oleh lempengan yang melingkar disebut theca atau dinding (Gambar
3). Penyusun kerangka ini terdiri dari serat kristal atau butir-butir organik CaCO3
faktor genetik memberikan bentuk-bentuk tertentu yang menjadi karakter tiap jenis
13
Selanjutnya zooplankton yang tertangkap oleh tentakel kemudian dipindahkan ke
bagian mulut, yang terletak pada bagian atas dan sekaligus berfungsi sebagai anus.
Makanan yang masuk akan dicerna oleh filamen mesenteri dan sisa makanan
dikeluarkan melalui mulut. Selain mengambil makanan dari luar, binatang karang
juga mendapat suplai makanan dari alga yang hidup bersimbiosis dengannya yang
anorganik nutrien seperti nitrat dan fosfat yang berasal dari buangan metabolisme
ini meliputi glukosa, gliserol dan asam amino, yang digunakan karang sebagai
fotosintesis dan Cnidaria merupakan kunci dari produktifitas biologi yang luar biasa
(Barnes, 1987; Barnes and Hughes, 1988; Lalli and Parsons, 1995; Levinton, 1982;
Sumich, 1996).
1995; Sumich, 1996). Veron (1995) menyatakan reproduksi seksual karang bersifat
vivipar dan hermaprodit, namun ada pula yang kosmopolit reproduksi. Reproduksi
aseksual dilakukan dengan pembelahan satu individu polip dari polip induk, koloni
polip baru terlepas dari polip induk berkembang dan memulai dengan koloni yang
14
baru (Sumich, 1996). Morton (1990) mengatakan, bahwa planula yang dilepaskan
metamorfosa, membentuk kerangka dan sekat-sekat polip yang baru. Larva karang
yang cocok untuk tumbuh (Pechenik, 1990; Baird, 1998). Karang yang spawning
sangatlah bervariasi (Potts, 1979 dalam Sorokin, 1993). Jumlah total dari seluruh
taxa mendekati 800 spesies yang terbagi ke dalam 110 genera. Karang keras
Scleractinia hidup di perairan yang hangat pada daerah dimana suhu perairan tidak
turun di bawah 18-19 0C pada musim dingin, dan dapat ditemukan sampai dengan
80-100 m, dibatasi oleh cahaya atas kebutuhan mereka sebagai hewan simbiotik
dimana ditemukan lebih dari 70 genera, dengan total jumlah berkisar antara 25-350
spesies. (Porter, 1972 dan Veron, 1985, dalam Sorokin, 1993; Veron, 1986).
15
Faktor utama yang mempengaruhi sebaran vertikal karang adalah intensitas cahaya,
Distribusi spasial dari taksa karang-karang pada biotop dasar karang dapat
dianggap sebagai refleksi yang statis dari struktur komunitas mereka, sebab hal
survival dari individu karang, dan dari hubungan sosio-ekologi yang umum dari
populasi yang spesifik, di antara mereka dan lingkungan dengan baik (Dana, 1976
distribusi spasial dari karang adalah; (1) tingkat pengaruh dari parameter yang
konsentrasi nutrien, kecerahan dan kekeruhan air; (2) faktor sosial: formasi
berbagai kejadian yang ekstrim dan stokhastik seperti, badai, banjir, wabah
Pada ekosistem terumbu karang, apakah terumbu karang itu termasuk tipe
fringing reef, barrier reef atau atoll, pada dasarnya dapat dijumpai 3 macam bentuk
permukaan dasar, yaitu: bentuk permukaan dasar yang mendatar di tempat dangkal
yang disebut dengan istilah rataan terumbu (reef flat), bentuk permukaan dasar yang
miring ke arah tempat yang lebih dalam yang disebut lereng terumbu (reef slope), di
sini dapat landai atau curam; dan bentuk permukaan dasar yang mendatar di tempat
yang lebih dalam yang disebut goba (lagoon floor) atau teras dasar (sub-marine
Genus Porites dan Acropora adalah jenis karang yang ditemukan tumbuh
dominan di luar tepian terumbu, sedangkan jenis Montipora dan Acropora ditemukan
16
dominan di reef crest dan reef slope pada daerah yang terlindung. Kondisi karang di
daerah laguna, umumnya sama dengan kondisi karang yang terdapat di bagian luar,
namun dengan koloni yang lebih besar dan mudah pecah (rapuh), sedangkan pada
daerah reef flat biasa ditumbuhi padang lamun dan algae yang didominasi oleh
Thallasia sp. (Salm et al., 1982 dan EMDI Project, 1993 dalam PSTK, 2002).
terumbu karang Indo-Pasifik secara umum hampir sama. Pada daerah dimana
energi gelombang paling besar diterima oleh terumbu dan kondisi turbulen besar,
didominasi oleh Pocillopora spp, yang berasosiasi dengan karang api Millepora sp.
Pada lereng terumbu paling luar dimana pergerkan air kecil, kecepatan dan
mendominasi daerah ini yaitu bentuk seperti meja (tabulate) dan bercabang
(branching). Pada daerah rataan terumbu, daerah antara permukaan terumbu dan
pantai yang merupakan daerah yang tenang, Porites merupakan jenis karang yang
paling banyak terdapat dan biasanya berasosiasi dengan Pavona atau Acropora bila
mempumyai makna yang sama dalam pengelolaan lingkungan hidup seperti yang
17
lingkungan hidup. Dengan demikian maka dalam konteks ini dapat diartikan bahwa
terpadu adalah suatu pendekatan pengelolaan wilayah pesisir yang melibatkan dua
secara sektoral. Menurut Dahuri, et al. (2001) lima alasan mengapa wilayah pesisir
lahan atas dan laut lepas. Dengan demikian perubahan yang akan terjadi pada
2. Dalam suatu kawasan pesisir biasanya terdapat lebih dari dua macam
3. Dalam suatau kawasan pesisir, pada umumnya terdapat lebih dari satu
18
mengubah profesi sesorang yang sudah mentradisi menekuni suatu bidang
pekerjaan.
(common property resources) yang dapat dimanfaatkan oleh semua orang (open
memaksimalkan keuntungan.
pengelolaan wilayah laut. Lautan disini merupakan suatu kesatuan dari permukaan,
kolom air sampai ke dasar dan bawah dasar laut. Adapun batas wilayah lautan
dimulai dari batas yurisdiksi di darat (dukur dari rata-rata pasang tinggi atau rendah)
sampai kelaut lepas sejauh klaim negara yang bersangkutan. Konvesi Hukum Laut
PBB 1982 memberikan dasar hukum bagi negara-negara pantai untuk menentukan
batasan lautan sampai ZEE dan landas kontinen. Dengan dasar itu suatu negara
terutama perikanan, minyak, gas bumi dan berbagai macam bahan tambang lainnya
19
Pengelolaan ekosistem terumbu karang pada hakekatnya adalah suatu
budaya. Disamping itu pengelola juga harus menentukan informasi atau data penting
Menurut Robinson, 2000 dalam Alfian, 2009 analisis SWOT adalah teknik
historis yang terkenal dimana para menejer menciptakan gambaran umum secara
asumsi bahwa strategi yang efektif diturunkan dari kesesuan yang baik antara
20
kekauatan dan peluang perusahaan serta meminimalkan kelemahan dan ancaman.
Dengan menggunakan matriks dapat memberikan bobot dan skor pada parameter
yang telah ditentukan sehingga diperoleh nilai. Nilai akan memberikan kesimpulan
Adapun bagian-bagian dari SWOT yakni (Hadi, 1996 dalam Rangkuti, 2005):
a. Kekuatan (Strengths) adalah segala hal yang dibutuhkan pada kondisi yang
Berbagai Peluang
21
Analisis SWOT melahirkan empat kombinasi strategi yaitu (Alfian, 2009) :
peluang sebesar-besarnya inilah yang disebut strategi agresif positif yaitu penuh
yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada. Dalam hal ini perlu
terkadang anda harus mundur satu atau dua langkah ke belakang untuk maju
melangkah jauh ke depan. Peluang eksternal yang besar penting untuk diraih,
namun permasalahan internal atau kelemahan yang ada pada internal lembaga
lebih utama untuk dicarikan solusi atau diminimalkan sehingga peluang yang
untuk mengatasi ancaman. Strategi ini dikenal dengan istilah strategi diversifikasi
suasana.
22
Tabel 1. Matriks analisis SWOT (Rangkuti, 2005)
keadaan. Dari hasil analisis diatas dapat dihasilkan pembatasan wilayah observasi
dan peruntukan untuk setiap jenis usaha yang akan dikembangkan serta tingkat
(Rangkuti, 2006) :
pulau kecil.
23
2. Analisis SWOT
keterkaitannya untuk memperoleh beberapa alternatif strategi (SO, ST, WO, WT)
Alternatif strategi pada matriks hasil analisi SWOT dihasilkan dari penggunaan
penggunaan kekuatan yang ada untuk menghadapi ancaman yang akan datang
peluang yang ada (W-O), dan pengurangan kelemahan yang ada untuk
24
III. METODE PENELITIAN
Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juli 2010 – Maret 2011 yang
untuk akses lokasi, SCUBA set (SCUBA tank, BCD, Regulator) sebagai alat
bantu pernafasan dalam air, alat selam dasar (Fins, Snorkle, Masker) untuk alat
bantu bergerak dalam air, GPS (Global Positioning System) untuk menentukan
titik koordinat lokasi penelitian, sabak underwater alat tulismenulis dalam air, roll
arus dan stopwatch untuk mengukur kecepatan arus, tali dan patok untuk
data sekunder dari beberapa laporan dan dokumen yang berkaitan dengan
C. Prosedur Penelitian
tahap observasi awal, tahap pengambilan data, tahap mengorganisir data, tahap
25
1. Persiapan
tahap persiapan sangat dibutuhkan, dimana tahap ini meliputi survey awal lokasi
untuk mengetahui kondisi atau gambaran yang jelas mengenai kondisi umum
lokasi yang akan dijadikan sebagai lokasi penelitian, dan studi literatur serta
pengumpulan data penunjang yang berkaitan dengan penelitian ini seperti peta
4). Prinsip penentuan stasiun ini didasarkan pada keterwakilan lokasi. Tiap
stasiun memiliki 7 ulangan yang diambil dari perhitungan meteran transek garis
dengan ukuran 2x2 meter dengan jarak antara ulangan 5 meter. Transek
dua kedalaman antara 3-5 meter dan antara 7-10 meter pada daerah reef slope
wangi
3. Stasiun III terlatak disebelah barat yang merupakan daerah hempasan laut
flores.
4. Stasiun IV terletak disebelah utara ujung pulau dan merupakan pintu masuk
dari jalur transportasi laut yang bersal dari Kota Bau-bau dan Kota Kendari.
26
27
27
3. Pengambilan Data Lapangan
Dalam penelitian ini ada tiga jenis data lapangan yang diambil, yakni a)
data ekologi meliputi kondisi terumbu karang, data kelimpahan dan kepadatan
ikan karang, data megabentos dan data karang batu, b) data parameter
lingkungan (perairan) meliputi suhu, salinitas, kecerahan dan kecepatan arus dan
a. Data Ekologi.
Intercept Transect). Transek (roll meter) ditarik lurus dan mengikuti kontur
Kategori kode
Karang Batu
Acropora : Bercabang (branching) ACB
Mengerak (encrusthing) ACE
Submassiv ACS
Digitate ACD
Meja (tabulate) ACT
Non-Acropora : Bercabang (branching) CB
Lembaran (foliose) CF
Jamur (mushroom) CMR
Submassive CSM
Padat (Massive) CM
Mengerak (encrusthing) CE
Millepora CME
Heliopora CHL
Abiotik
- Karang mati dan alga (Dead coral algae) DCA
- Karang mati (Dead coral) DC
- Patahan karang (ruble) RB
- Sand (pasir) S
- Air (Wather) WA
- Lumpur (Silt) SI
- Batu (Rock) RCK
28
Tabel 2. Lanjutan
Algae
- Alagae Asseemblage AA
- Corralline algae CA
- Macro algae MA
- Hallimeda HA
- Turf algae TA
Biotik
- Soft Cioral (Karanga Lunak) SC
- Sponge SP
- Zooanthids ZO
- Others OT
waktu dan persediaan oksigen yang terbatas, kegiatan pendataan ikan karang
Setelah itu kelimpahan ikan tiap jenis mulai dihitung dengan batasan jarak
2,5 meter ke bagian kiri dan kanan (English, et al., 1994). Lebar batasan
dengan jumlah yang banyak atau melimpah, maka perhitungan digenapkan pada
(untuk jenis ikan yang dikenali pada saat pengamatan),merujuk pada Pictorial
29
2,5 m 2,5 m
Gambar 5. Cara melakukan sensus visual ikan karang (English, et al., 1994).
terbitan 2008.
30
Major Group C meliputi famili Scaridae, Pomacanthidae, Acanthuridae,
Ikan target group adalah ikan-ikan yang dikonsumsi dan bernilai ekonomis
penting yang hidup berasosiasi dengan terumbu karang seperti ikan kakap
ikan target yang sering dijumpai dalam kelompok besar, misalnya ikan ekor
kuning (Caesionidae).
suatu daerah survei berkaitan dengan variasi pasang surut di daerah itu.
suatu jarak (Δx) tertentu. Sedangkan arah arus diukur dengan menggunakan
31
V=
S: Jarak
C. Analisis Data
32
Kepadatan dihitung dengan menggunakan rumus Cox (1967) dalam Effendy
Σ Di = Jumlah individu
2. Indeks Ekologi
keanekaragaman yaitu:
H ' = - pi ln pi
33
Tabel 3. Kategori Indeks Keanekaragaman (Dagget, 1996 dalam Hukom,
1998)
Indeks keseragaman
dan merata antar spesies (Odum, 1971). Adapun rumus dari indeks
H'
E=
ln S
H = Indeks keanekaragaman
S = Jumlah spesies
34
Indeks ini dapat menerangkan bilamana suatu jenis lebih banyak terdapat
ni (ni 1)
D=
N ( N 1)
Li
PC x100%
Ltotal
35
Penilaian kondisi terumbu karang dilakukan berdasarkan nilai presentase
penutupan karang (UPMSC ,1997 dalam Brown, 1986) seperti pada Tabel 6
berikut :
3. Dari hasil identifikasi, dipilih 5 (lima) point yang dianggap penting dari setiap
36
secara internal. Pengumpulan data merupakan suatu kegiatan pengklasifikasian
dan pra-analisis, pada tahap ini data dapat dibagi dua yaitu : pertama data
(opportunities) dan acaman (threaths) dapat diperoleh dari lingkungan luar yang
Tahapan pengumpulan data sampai pada tahap analisis dapat dirinci pada
Gambar 6.
Matrik SWOT
Gambar 6. Rangkaian kerja analisis SWOT (Saru, 2007).
37
Tabel 7. Standar matriks kombinasi SWOT Sumber : Rangkuti (2005)
Strategi (WO)
Opportunities (O) Ciptakan strategis
Strategi (SO)
Tentukan 2 – 10 yang meminimalkan
Ciptakan starategi yang
faktor-faktor kelemahan untuk
menggunakan kekuatan
kelemahan memanfaatkan
untuk memanfaatkan
peluag
Strategi (WT)
Strategis (ST)
Treaths (T) Ciptakan strategi
Ciptakan strategi yang
Tentukan 2 – 10 yang meminimalkan
menggunakan kekuatan
faktor – faktor kelemahan dan
untuk menghindari
ancaman ekstarnal. menghidari ancaman
ancaman
tabel kombinasi analisis SWOT yang mengacu pada kondisi ekologis sumber
elemen SWOT pada posisi kualitas ekosistem terumbu karang (Saru, 2007).
38
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Kabupaten Wakatobi memiliki luas wilayah 13.990 km2 , yang terdiri atas
luas daratan 457 km2, luas perairan 13.533 km2 dan keliling 327 km. Kabupaten
Selatan dan 6º10’ Lintang Selatan dan antara 123º20’ Bujur Timur dan 124º39’
Bujur Timur. Dengan melihat letak lintang yang tak jauh dari garis khatulistiwa,
maka wilayah kabupaten ini masih termasuk daerah sekitar khatulistiwa yang
Dimana luas wilayahnya sekitar 73,3 km2 dan di bagi menjadi 5 desa, yakni Desa
Kapota dengan luas 11,87 km2, Desa Kabita 24 km2, Desa Kapota Utara 9,50
km2, Desa Kabita Togo 21 km2 dan Desa Wisata Kolo 6,93 km2 (Wangi-wangi
39
Sebelah Utara : Berbatasan dengan Laut Waha dan Pulau Wanci
1. Jumlah Penduduk
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa jumlah penduduk yang paling
banyak adalah Desa Kabita yaitu berjumlah 1.348 jiwa dengan persentase
26,28%. Sedangkan desa yang jumlah penduduknya paling sedikit adalah Desa
Kabita Togo dengan jumlah 629 jiwa dengan persentase 12,26%. Desa Kabita
Togo adalah desa baru yang mekar merupakan pemisahan dari Desa Kabita.
B. Kondisi Oseanografi
40
Tabel 9. Kondisi Oseanografi Lokasi Penelitian
1. Arus
Arus merupakan salah satu faktor pembatas yang sangat berfungsi bagi
karang sebagi pengsuplai oksigen dari laut bebas, makanan berupa plankton.
berkisar antara 0,09-0,33 m/s, dimana rata-rata kecepatan arusnya adalah 0,17
m/s. Kecepatan arus yang paling tinggi ditemukan pada Stasiun IV yaitu 0,33 m/s
karena stasiun ini berada di ujung paling timur pulau kapota yang merupakan
daerah lintasan arus yang bersumber dari Laut Flores. Sedangkan arus yang
paling rendah kecepatannya berada pada Stasiun II yakni 0,09 m/s dimana
stasiun ini berada di sebelah dalam dari 2 pulau, yakni Pulau Wanci dan Pulau
Kapota.
2. Kecerahan
Nilai kecerahan paling tinggi ditemukan di Stasiun III yakni 16 meter sedangkan
tumbuh baik pada kedalaman kurang dari 20 m walaupun tidak sedikit spesies
41
mampu bartahan pada kedalaman satu meter, karena kekeruhan air dan tingkat
3. Suhu
yakni dapat mempengaruhi tingkah laku makan bagi karang serta berperan
terhadap laju metabolisme dan laju respirasi biota air (supriharyono, 2000).
Kisaran suhu yang ditemukan pada lokasi penelitian adalah antara 25-27,2 0C
dengan rata-rata 26,45 0C. Suhu yang paling tinggi ditemukan pada Stasiun II
yakni 27,2 0C dan paling rendah pada Stasiun IV yakni 25 0C. Menurut Wells,
(1954) dalam Supriharyono, (2000) mengatakan bahwa suhu yang paling baik
untuk pertumbuhan karang adalah berkisar antara 25-29 0C. Kemampuan karang
untuk menangkap makanan dapat hilang pada suhu diatas 33,5 0C dan di bawah
4. Salinitas
Secara umum salinitas dapat diartikan sebagai total garam yang terlarut
dalam sampel air laut, dimana konsentrasi rata-rata garam terlarut di laut adalah
hidup subur pada kisaran salinitas sekitar 34-36 0/00. Pada lokasi penelitian
35,1 0/00. Salinitas yang paling tinggi ditemukan pada Satasiun II yakni 35,8 0/00
sedangkan yang paling rendah ditemukan pada Stasiun IV yakni 34 0/00. Pada
42
C. Kondisi Ekosistem Terumbu Karang
Tipe terumbu karang pada pulau kapota adalah tipe terumbu karang tepi
10 yakni : Acropora, Non Acropora, Dead Coral, Dead Coral Algae. Turf Algae,
Coralline Algae, Halimeda, Soft Coral, Other dan Abiotic. Dari gambar di atas
43
dapat dilihat bahwa yang mendominasi seluruh stasiun adalah Non Acropora,
memiliki persentase penutupan yang lebih besar adalah Non Acropora yang
persentase penutupan yang paling kecil adalah Turf Algae, pada Stasiun I
dengan penutupan 0,48 %, pada Stasiun II sekitar 2,98 % dan pada Stasiun III
dan IV tidak ditemukan. Kategori Dead Coral yang terdapat pada Stasiun III
dengan nilai 0,42 %. Untuk kategori Dead Coral tidak ditemukan pada Stasiun IV,
Dead Coral Algae tidak ditemukan pada Stasiun I dan II, serta kategori Halimeda
juga tidak ditemukan pada Stasiun I dan II. Hal ini disebabkan karena pada
kedalaman 3 meter terletak pada daerah reef crest memiliki intensitas cahaya
yang cukup stabil untuk pertumbuhan karang. Untuk jenis algae tumbuh pada
daerah yang rentan terhadap sedimentasi yang banyak terdapat sumber nutrien
tertinggi adalah kategori Non Acropora dimana juga ditemukan pada Stasiun II
kategori Dead Coral yang terdapat pada Stasiun III dengan penutupan 0,5 %.
Untuk kategori Turf Algae tidak ditemukan pada kedalaman 10 meter, kategori
Coralline Algae tidak ditemukan pada Stasiun I dan II, serta kategori Halimeda
tertinggi ditemukan pada Stasiun I dengan penutupan 20,14 %. Pada stasiun ini
44
dengan kondisi topografi yang landai dengan kemringan sekitar 45º adalah
Supriharyono (2000), bahwa jenis ini mampu tumbuh pada daerah yang memiliki
penutupan 3,72 %. Kategori Dead Coral Algae tertinggi ditemukan pada Stasiun
dan terendah pada Stasiun II. Pada kedalaman ini rata-rata ditemukan soft coral
yang di dominasi oleh Family Alcyonacea jenis Xenia dan Gorgonia. Dimana
menurut Fabricius dan Alderslade (2001), bahwa jenis ini mampu bertahan pada
kondisi obak pecah dimana kemiringan topografinya tergolong landai dan daerah
besar, kuat, fleksibel dengan pertumbuhan koloni yang cepat, dan mampu
bertahan dari sedimentasi, air yang keruh dan gerakan Ombak (Opresko,
ditemukan pada Stasiun II dengan penutupan sekitar 16,74 %. Dan paling sedikit
ditemukan pada Stasiun I dengan penutupan hanya 6,92 %. Hal ini disebabkan
karena pada Stasiun II kondisi tipografinya adalah reef slop yang memiliki arus
konsisten, cukup kuat utamanya dari satu arah untuk mendapatkan makanan
45
yang maksimal dimana arus sangat berperan untuk transportasi makanan,
Stasiun I banyak ditemukan substrat yang berpasir sehingga soft coral tidak
menurut Brown (1986), dapat dilihat bahwa kondisi tutupan karang di lokasi
terutama bom dan potasium. Jenis kerusakan hanya terjadi secara alami oleh
Pada Stasiun III memiliki kondisi penutupan yang menurut Brown (1986)
termasuk dalam kategori sedang karena pada stasiun ini penutupan karang
46
hidupnya pada kedalaman 3 meter hanya 47,52% dan kedalaman 10 meter
kedalaman >3 meter adalah reef slop dan pada saat pengamatan dilapangan
pada kedalaman ini memiliki arus yang cukup kuat. Supriharyono (2000)
menyatakan bahwa pada daerah yang kemiringan topografi yang sangat landai
tidak cocok bagi juvenile karang untuk tumbuh dan berkembang dengan baik,
sebab membutuhkan arus yang tenang untuk melekat pada substrat. Selanjutnya
membentuk terumbu pada daerah yang termasuk dalam zona reef crest.
1. Komposisi Jenis
Komposisi jenis ikan karang berdasarkan jumlah jenis dan jumlah individu
Pada gambar diatas dapat dilihat bahwa diseluruh stasiun jumlah spesies
yang mendominasi seluru stasiun adalah termasuk dalam kategori ikan target
dimana jumlahnya sekitar 42 % dari seluruh spesies yang ada dilokasi penelitian.
indikator yakni sebanyak 33 %. Spesies yang termasuk ikan mayor hanya sekitar
47
25 % dari jumlah seluruh spesies yang ditemukan pada lokasi penelitian. Pada
umumnya yang termasuk dalam kategori ikan mayor seperti pada famili
keterkaitan yang sangat erat dengan beberapa jenis dari terumbu karang. Pada
saat pengamatan spesies ini sering ditemukan pada karang Acropora. Bentuk
dari jenis karang ini menyerupai ranting pohon yang dijadikan sebagai tempat
seluruh stasiun genus yang termasuk dalam kategori ini adalah Acanthurus dan
Naso paling banyak ditemui di tiap stasiunnya. Genus ini hidupnya bergerombol
dan membentuk schooling di antara terumbu karang. Kategoti ikan mayor lebih
banyak dibandingkan dengan ikan indikator dimana ikan mayor berjumlah sekitar
28 % dan ikan indikator hanya 24 %. Kategori ikan mayor di domiasi oleh genus
Caesio, dimana terutama spesies Caesio teres dan Caesio cuning pada saat
melakukan pengukuran jenis ini ditemukan banyak berada pada daerah sekitar
48
3m 10 m 3m 10 m
3m 10 m 3m 10 m
meter sekitar 58 %. Pada saat pengambilan data lapangan jenis ikan target yang
untuk menakuti predator besar, dan famili Kyphosidae yang hidup berkoloni dan
menetap paada celah karang keras. Kemudian disusul oleh kategori ikan
Caesionidae.
ikan indikator dimana pada kedalaman 3 meter dengan jumlah sekitar 40 % dan
kedalaman 10 meter sekitar 33 %. Ikan indikator paling banyak di huni oleh famili
Chaetodontidae dan Scaridae. Kemudian disusul oleh ikan target yang komposisi
49
jensinya 35 %. Dan komposisi jenis yang paling sedikit jumlahnya adalah
jumlah komposisi jenis ketiga kategori ikan karang adalah sama karena jumlah
spesies yang termasuk dalam kategori ikan tersebut sama yakni masing-masing
8 spesies.
Di Stasiun III komposisi jenis didominasi oleh kategori ikan target dimana
pada 10 meter 34 %. Untuk komposisi jenis kategori ikan mayor pada kedalaman
komposisi jenis ikan karang di dominasi oleh kategori ikan target pada
kedalaman 3 meter jumlah kategori ikan mayor lebih banyak di banding ikan
3m 10 m 3m 10 m
3m 10 m 3m 10 m
Gambar 10. Komposisi kategori ikan karang berdasarkan jumlah individu
pada kedalaman disetiap stasiun.
50
Dari Gambar 7 dapat dilihat bahwa yang mendominasi seluruh stasiun
pada lokasi penelitian adalah individu yang tergolong dalam kategori ikan target,
karang masive dan karang menjalar (encrusting). Sehingga tidak terdapat tempat
persembunyian bagi ikan-ikan target. Hal ini sesuai dengan pernyataan Allen
(1991) yang mengatakan bahwa ikan biasanya melindungi diri dari pemangsaan
individu yang tergolong dalam kategori ikan mayor kecuali pada Stasiun II
kedalaman 10 meter dan Stasiun III kedalaman 3 meter. Dimana pada stasiun
ini jumlah kategori ikan indikator lebih banyak dibanding ikan mayor.
51
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui komposisi iakn karang
berdasarkan famili didominasi oleh famili Acanthuridae dengan jumlah sekitar 36,
9 %. Dan yang paling sedikit adalah famili Muraenidae dengan jumlah hanya
0,03 %. Menurut Allen (1991) bahwa dengan adanya celah pada daerah sekitar
untuk jenis famili Muraenidae umumnya tergolong kedalam ikan yang aktif di
malam hari (nocturnal) sehingga pada saat pendataan dilakukan hanya terlihat
sebagaian dari tubuhnya yakni kepala yang selalu menunggu mangsa lewat di
Pada Stasiun I seperti pada tabel di atas dapat dilihat komposisi jenis
yang paling tinggi nilai persentasenya adalah famili Acanthuridae yakni pada
yang paling sedikit muncul adalah famili Muraenidae dengan nilai 0,13 %. Pada
%, sedangkan yang paling sedikit adalah famili Balistidae yakni sekitar 0,17 %.
Stasiun III juga di dominasi oleh famili Acanthuridae dengan nilai sekitar 31,40 %
sedangkan yang paling sedikit adalah famili Carangidae dengan nilai 0,38 %
kemudian disusul oleh famili Scorpaenidae yang nilainya 0,50 %. Komposisi jenis
pada Stasiun IV ini berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa komposisi jenis
sekitar 31, 58 %. Sedangkan yang paling sedikit adalah famili Carangidae yakni
sekitar 0,34 %.
2. Kelimpahan
jenis ikan dibagi dalam tiga kelompok besar yaitu ikan mayor, indikator dan
52
target. Kelimpahan ikan karang dipisahkan menurut jumlah jenis dan jumlah
individu.
Tabel 12 berikut :
Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa spesies yang banyak ditemukan
diseluruh stasiun adalah kategori Ikan Target, yang didominasi oleh spesies
adalah spesies yang termasuk dalam kategori ikan mayor, dimana ikan yang
termasuk dalam golongan ini seperti jenis Abudefduf dan Stethojulis strigiventer
banyak terdapat makroalga. Terkadang ikan ini ditemukan pada daerah lamun
3 meter. Dimana di stasiun ini di dominasi oleh ikan target sebanyak 18 spesies.
53
kedalaman 10 meter, stasiun ini juga di dominasi oleh jenis ikan target dengan
jumlah spesies 8.
stasiun adalah 2738 ekor. Dimana kelimpahan ikan indikator adalah 658 ekor,
ikan mayor 755 ekor dan ikan target 1325 ekor. Adapun jumlah individunya
disetiap kedalaman dan setiap stasiun dapat dilihat pada Tabel 13s berikut :
I II III IV Rata-
Kategori Famili
3m 10 m 3m 10 m 3m 10 m 3m 10 m rata
Caesionidae 42 101 37 30 20 37 3 61 41
Pomacentridae 32 0 51 0 47 61 43 41 34
Mayor
Labridae 20 0 15 0 22 31 27 27 18
Mullidae 0 0 0 0 7 0 0 0 1
Jumlah 94 101 103 30 96 129 73 129 94
Pada tabel dapat dilihat bahwa ikan indikator yang ditemukan di lokasi
Stasiun III di kedalaman 3 meter yakni 138 ekor/50 m². Menurut Crosby dan
Reese (1996) bahwa kelimpahan ikan indikator dapat dijadikan parameter untuk
54
kondisi terumbu karang, tetapi pada lokasi penelitian tidak menggambarkan
ditemukan terbanyak pada Stasiun III dan IV kedalaman 10 meter yakni 129
ekor/50 m². hal ini disebabkan karena pada stasiun ini terdapat banyak celah
celah pada karang sebagai tempat berlindung. Ikan target berkisar antara 88-240
240 ekor/50 m². Diseluruh lokasi penelitian ikan target mendominasi di setiap
stasiunnya. Menurut Polovina (1991) bahwa ikan target banyak ditemukan pada
daerah yang bersubstrat keras karena dapat menarik perhatian untuk mencari
kelimpahan 216 ekor/50 m². Dari seluruh jumlah individu di lokasi penelitian
jumlah rata-rata ikan target yang ada di seluru stasiun adalah 166 ekor/50 m²,
ikan mayor 94 ekor/50 m² dan ikan indikator sebanyak 82 ekor/50 m². Dimana
ikan target yang di dominasi oleh Famili Acanthuridae dengan rata-rata 125
ekor/50 m², ikan mayor yang di dominasi oleh Famili Caesionidae dengan rata-
ekor/250 m².
keseimbangan dalam suatu pembagian jumlah individu tiap jenis (Odum, 1971).
Keseragaman (E) mempunyai nilai yang besar jika individu ditemukan berasal
55
dari spesies atau genera yang berbeda-beda, sedangkan keanekaragaman (H’)
mempunyai nilai yang kecil atau sama dengan nol jika semua individu berasal
dari satu spesies Indeks keseragaman merupakan angka yang tidak bersatuan,
besarnya berkisar nol sampai satu. Semakin kecil nilai suatu keseragaman,
Gambar 11 berikut :
(H’) ikan karang yang ditemukan dilokasi penelitian berkisar antara 2,55 - 3,38
kedalaman 3 meter dengan nilai 3,38 sedangkan yang paling rendah ditemukan
termasuk dalam kategori sedang dan tinggi. Pada stasiun I kedalaman 3 meter
56
meter, Stasiun III kedalaman 3 dan 10 meter dan stasiun IV kedalaman 3 meter
keseragaman (E) ditemukan pada lokasi penelitian berkisar antara 0,82 – 0,92
(Lampiran 5). Menurut Dagget, 1996 dalam Hukom, 1998, kisaran 0,75 < E <
terdapat pada stasiun IV di kedalaman 3 meter dan yang paling rendah terdapat
semua stasiun berkisar antara 0,04 - 0,11 (Lampiran 5). Dimana nilai tertinggi
terdapat pada stasiun I kedalaman 3 meter dengan nilai 0,11 dan terendah pada
stasiun penelitian berada pada kategori rendah. Indeks dominansi (D) biasanya
kurang bahkan tidak ditemui adanya dominansi suatu spesies. Hal ini sesuai
semakin melimpah suatu spesies yang ditemui dengan perbedaan jumlah yang
57
E. Kondisi Genera Karang Keras
1. Jumlah Jenis
menjadi 7 ulangan, dimana tiap ulangan dibatasi oleh transek kuadran yang
berukuran 2x2 meter dan jarak antara transek sejauh 5 meter. Ditemukan 50
jenis karang keras yang berasal dari 11 famili (Lampiran 6). Untuk mengetahui
rata-rata jumlah jenis karang keras per ulangan di tiap stasiun dapat dilihat pada
Gambar 12 berikut :
a ab
ab
b
Pada gambar diatas dapat diketahui bahwa rata-rata jumlah jenis disetiap
ulangan terbanyak ditemukan pada Stasiun I dengan nilai rata-rata 6,9 jenis di
setiap ulangan dan yang paling sedikit ditemukan pada Stasiun III dengan rata-
rata 4,5 jenis. Hal ini disebabkan karena berdasarkan penutupan Lifeforn
kategori Acropora pada Stasiun I lebih besar dibanding pada Stasiun III. Pada
58
Berdasarkan uji statistik dengan menggunakan Kruskal Wallis One-Way AOV
ditemukan bahwa rata-rata jumlah jenis antara ulangan pada Stasiun I, II dan IV
adalah sama dan pada Stasiun II, III dan IV adalah sama sedangkan Stasiun I
a
b
Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa rata-rata jumlah jenis pada
umum family faviidae, termasuk family karang yang memiliki strategi di antara
memiliki sifat fenotip, bersifat labil, mampu hidup pada berbagai kondisi
lingkungan dan memiliki adaptasi morfologi yang besar (Sorokin, 1993 dalam
Tuwo, 2011). Hal inilah yang menyebabkan karang-karang pada golongan ini
dapat bertahan pada kondisi lingkungan yang beragam dan berbagai tipe
substrat keras. Uji statistik dengan menggunakan Kruskal Wallis One-Way AOV
ditemukan bahwa pada kedalaman 3 meter dan 10 meter adalah beda secara
signifikan.
59
2. Kepadatan
berikut :
ab a
ab
b
pada Stasiun IV paling tinggi dan pada Stasiun II lebih redah. Hal ini sesuai
dan Porites. Berdasarkan uji statistik dengan menggunakan Kruskal Wallis One-
Way AOV (Lampiran 7), kepadatan karang pada Stasiun I, III dan IV adalah
sama dan Stasiun I, II dan III juga saman tetapi antara Stasiun II dan IV adalah
60
a
lebih besar dibanding pada kedalaman 10 meter. Hal ini disebabkan karena pada
saat pendataan banyak jumlah idividu karang keras yang ditemukan pada
dan 5 meter adalah komunitas yang paling stabil dimana intensitas yang masuk
signifikan.
F. Kondisi Megabentos
1. Jumlah Jenis
61
a
ab ab b
terbanyak terdapat pada Stasiun I dan paling sedikit terdapat pada Stasiun IV.
Hal ini disebabkan karena pada Stasiun I bentuk dasar karangnya reefcrest
AOV ditemukan bahwa rata-rata jumlah jenis antara Stasiun I, II dan III adalah
sama dan pada Stasiun II, III dan IV juga sama. Tetapi antara Stasiun I dan IV
62
Pada gambar dapat diketahui bahwa rata-rata jumlah megabentos paling
kedalaman 3 meter ditemukan banyak kima kecil yang hidup pada celah batu
2. Kepadatan
berikut :
ab
ab b
tertinggi terdapat pada Stasiun I dan paling rendah pada Stasiun IV. Dimana
kepadatan terbanyak ini di dominasi oleh jenis kima kecil yang hidup menetap
pada dasar perairan dan ditemukan tersebar disekitar Stasiun I. Berdasarkan uji
63
ada dimana p>0,05. Sedangkan uji statistik dengan menggunakan Kruskal Wallis
One-Way AOV bahwa kepadatan antara Stasiun I, II, II adalah sama dan antara
Stasiun II, III dan IV juga sama. Tetapi kepadatan antara Stasiun I dan IV adalah
Gambar 19 berikut :
tertinggi ditemukan pada kedalaman 3 meter. Biota yang hidup pada daerah
intensif dimana biota laut mendapat perlindungan oleh terumbu karang yang
secara nyata.
64
G. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat
1. Sosial
a) Pendidikan
baik secra formal maupun lebaga pendidikan lainnya. Berdasarkan data yang
berikut:
Kapota Kabita
Bangunan Kapota Kabita Kolo Total
Utara Togo
TK 1 1 1 3
SD 1 1 1 1 1 5
SMP 1 1 2
SMA 1 1
Jumlah 2 4 1 2 2 11
Kapota Kabita
Keg. Pendidikan Kapota Kabita Kolo Total
Utara Togo
Keaksaraan Fungsional 1 1 2
PAUD 1 1 2
Jumlah 0 0 2 2 0 4
yakni terdapat di Desa Kapota, Kapota Utara dan Kabita Togo. Bangunan SD
Desa Kapota Utara dan Desa Kolo sedangkan bangunan SMA hanya terdapat di
Taman Nasional Wakatobi join program TNC dan WWF. kegiatan pendidikan ini
65
dan Kabita Togo serta PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) juag terdapat di Desa
1q
tamat Sarjana/ Diploma hanya sekitar 2,7 %. Sedangkan di Desa Kapota Utara
yang tamat Diploma/Sarjana hanya 2,5 % sama halnya dengan desa-desa yang
lain di Pulau Kapota tingkat pendidikan masyarakat yang tamat Diploma/ Sarjana
perguruan tinggi sangat minim bahkan di tingkat kabupaten hanya tersedia satu
66
sangat jauh mengingat lokasi Kabupaten wakatobi adalah Kepulauan yang
b) Pekerjaan Utama
berikut :
rumput laut. Di pulau ini juga sekitar 2 % masyarakatnya bekerja sebagai ABK
(Anak Buah Kapal) dan 3 % adalah karyawan swasta serta 4 % PNS (Pegawai
Negeri Sipil). Pulau ini adalah terdiri dari pasir, batu dan rawa sehingga untuk
bertani hanya jenis tanaman tertentu, yakni tanaman/ tumbuhan yang cocok
hidup pada kondisi substrat berpasir, seperti umbi-umbian dan tanaman kelapa.
67
Sumber daya manusia di Pulau Kapota sangat minim, seperti tenaga
kerja guru yang orang-orangnya berdomisili di luar pulau. Mengingat akses kapal
reguler aktif mulai pagi sampai sore sehingga mendukung para guru untuk tidak
bertempat di pulau ini. Sebagian besar pedagang yang ada di Pulau Kapota
berdagangka ikan hasil tangkapan, bahan makanan pokok seperti umbi yang
berfokus pada alat tangkap mereka yang tradisional dan murah. Adapun
mesin maupun memakai mesin dengan bantuan pancing, keramba dan jaring. Di
pulau ini jumlah alat tangkap yang dimiliki oleh masyrakatnya sekitar 42 % alat
68
2. Ekonomi
pendapatan rata-rata dalam sebulan. Pendapatan itu dapat dilihat pada Gambar
23:
menagkap ikan dengan jumlah yang banyak. Ketersedian bibiit rumput laut juga
sangat mahal sehingga mayarakat yang bekerja dalam budidaya rumput laut
rumput laut tadi. Sama halnya dengan masyarakat yang bekerja sebagai PNS
69
untuk membiayai dan melengkapi kebutuhan rumah tangganya harus dengan
hidupnya bergantung pada hasil laut. Adapun kegiatan dan intensitas kegiatan
alat tangkap. Alat tangkap ini seperti keramba dan jaring. Untuk aktifitas ini
70
Gambar 25. Kegiatan dan Intensitas Kegiatan Disekitar Terumbu Karang
terumbu karang yang paling banyak dimanfaatkan oleh masyarakat untuk diambil
sebagai sumber penghasilan mereka adalah ikan. Jenis komponen yang paling
dan yang paling sedikit adalah teripang yakni sekitar 1 % saja. Komponen lain
relative murah.
penelitian. Pengambilan batu karang mulai marak dilakukan sejak tahun 1970-an
dari batu karang. Kebutuhan batu karang semakin meningkat, bukan hanya
71
pembangunan kota wanci yang sedang giat-giatnya dilakukan dalam rangka
sudah diketahui oleh para penambang. Tetapi kegiatan ini masih terus
Khusunya desa yang letaknya tidak berbatasan langsung dengan laut, seperti
Desa Kabita Togo yang ketika menyimpan kapalnya di tempat yang berbahan
dasar batu karang, karena letak rumah mereka berada di tengah-tengan pulau.
Sekitar 6 % dari masyrakat pulau ini memanfaatkan batu karang sebagai bahan
bangunan, baik untuk bahan dasar rumah mereka maupun untuk bangunan
terumbu karang demi pelestarian sumber daya secara berkelanjutan. Begitu juga
72
dengan pemahaman masyarakat mengenai pentingnya menjaga kelestarian
terumbu karang. Telah banyak dampak yang dapat dilihat langsung oleh
mereka.
bahwa dalam upaya pemanfaatan terumbu karang harus ada kerjasama antara
73
baik dari seggi pengetahuan, sikap dan perilaku maka mereka maka dipandang
satu responden, bahwa bantuan dana ini diharapkan sebagai modal usaha dan
juga digunakan untuk memperbaharui alat tangkap mereka. Karena sampai saat
ini belum ada bantuan yang sempat mereka nikmati bersama keluarga.
masyarakat. Karena banyak pelanggaran yang dilakukan di pulau ini tetapi yang
melakukan pelanggaran tersebut adalah orang yang berasal dari luar Pulau
Kapota.
74
e) Harapan Bentuk Pemanfaatan Ekosistem Terumbu Karang
satu pulau yang masuk dalam zona tersebut. Sehingga penduduk setempat
dengan kesepakatan dan ketentuan yang berlaku. Pada gambar diatas dapat
75
H. Strategi Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang
dimanfatkan sebagai area Ekowisata dan Penangkapan (Gambar 29). Hal paling
Kekuatan
i. Perairan pulau Kapota memiliki potensi dengan jumlah ikan target yang
ii. Masyarakat pulau kapota memahami cara penagkapan yang baik dan tidak
merusak lingkungan.
iii. Pulau Kapota termasuk kedalam zona pemanfaatan lokal berdasarkan pada
tangkapan ikan.
tangkap.
76
Kelemahan
iii. Belum jelas batas-batas jalur penangkapan antara kawasan Taman Nasional
Peluang
Ancaman
iv. Belum adanya penetapan jenis ikan yang bernilai ekonomis tinggi.
Kekuatan
i. Potensi terumbu karang sebagai obyek wisata dengan kondisi terumbu karang
77
v. Aksesibilitas ke Pulau Kapota mudah dan tergolong murah.
Kelemahan
masih minim.
Peluang
ii. Salah satu pusat perhatian baik pemerintah maupun non pemerintah dalam
Ancaman
iii. Kurangnya data mengenai spesies yang memiliki daya tarik di Pulau Kapota.
78
Tabel 15. Matriks faktor-faktor strategi internal ekosistem terumbu karang
daerah penagkapan
0,96, sehingga akumulasi nilai dari pengaruh faktor-faktor internal adalah 0,66.
Keadaan ini menunjukkan bahwa faktor kekuatan yang dimiliki wilayah ini sangat
79
b) Faktor strategi eksternal sumberdaya ekosisitem terumbu karang dalam
pemanfaatannya sebagai daerah penagkapan.
komponen peluang sebesar +1,56 dan komponen ancaman sebesar -0,81. Dari
80
kondisi ekosistem terumbu karang di Pulau Kapota dimanfaatkan sebagai area
penagkapan berada pada posisi kuadrant I dengan nilai 0,66 sampai dengan
Peluang
Kelemahan Kekuatan
Ancaman
Gambar 30. Hasil analisis matriks SWOT dengan kombinasi faktor internal
dan faktor eksternal pemanfaatan sumberdaya ekosistem
terumbu karang sebgai area penangkapan
Pada gambar diatas dapat dilihat bahwa dari berbagai faktor internal dan
strategi agresif. Menurut Rangkuti (2005) ini merupakan situasi yang sangat baik
Saru (2007) mengemukakan bahwa strategi yang harus diterapkan dalam kondisi
dengan kekuatan yang cukup besar yang harus memanfaatkan peluang sebaik-
baiknya.
81
c) Faktor strategi internal sumberdaya ekosisitem terumbu karang dalam
pemanfaatannya sebagai aderah ekowisata.
nilai -0,62. Dimana nilai akumulasi dari faktor internal ini sebesar 1,34. Dari segi
82
d) Faktor strategi eksternal sumberdaya ekosisitem terumbu karang dalam
pemanfaatannya sebagai daerah ekowisata.
terumbu karang yang dimanfaatkan sebagai daerah ekowisata dapat dilihat pada
Tabel 18 berikut:
memperlihatkan bahwa dari segi eksternal memiliki peluang yang yang cukup
kecil dibanding ancaman. Nilai peluang yang di peroleh adalah 0,85 sedangkan
ancaman -0,87. Dimana nilai akumulasi yang diperoleh dari matriks strategi
83
ekosistem terumbu karang di Pulau Kapota dimanfaatkan sebagai area
ekowisata berada pada posisi kuadrant II dengan nilai 1,34 – (-0,02), seperti
Peluang
Kelemahan Kekuatan
Ancaman
Gambar 31. Hasil analisis matriks SWOT dengan kombinasi faktor internal
dan faktor eksternal pemanfaatan sumberdaya terumbu
karang sebagai daerah ekowisata
faktor internal, didapatkan hasil yang berada pada kuadran II, yang mendukung
memiliki kekuatan dari segi internal. Menurut Saru (2007), strategi yang harus
84
3. Alternatif Strategi
85
Dari hasil analisis matriks SWOT dengan kombinasi faktor internal dan
peluang.
pulau kapota memiliki potensi dengan jumlah ikan target yang mendominasi
seluruh perairannya dan (2) Pulau kapota termasuk kedalam zona pemanfaatan
lokal berdasarkan pada buku Pedoman Zonasi Taman Nasional. Faktor kekuatan
karang di wilayah tersebut sebagai area penangkapan. Oleh sebab itu dilakukan
86
2. Penguatan hukum dan kelembagaan ;
Penyediaan industri pengolahan limbah atau daur ulang limbah yang juga
87
Sedangkan untuk alternatif strategi pemanfaatan sumberdaya ekosistem
terumbu karang sebagai area ekowisata dapat dilihat pada Tabel 20 berikut:
Dari hasil analisis matriks SWOT dengan kombinasi faktor internal dan
88
Kekuatan terbesar pada pemanfaatan sumberdaya ekosistem terumbu
karang sebagai area ekowisata adalah: (1) Potensi terumbu karang sebagai
obyek wisata dengan kondisi terumbu karang umumnya dalam kategori baik dan
kegiatan ekowisata ;
wisatawan.
berkelanjutan.
masyarakat lokal.
pengembangan wisata.
89
3. Pelestarian sumberdaya ekosistem terumbu karang ;
wisatawan.
90
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
1. Kondisi terumbu karang di Pulau Kapota dalam kategori sedang sampai baik
ikan karang di dominasi oleh kategori ikan target berkisar mulai 27 %- 66,2
%, kelimpahan jenis ikan karang juga di dominasi oleh ikan target berkisar
Porites.
megabentos mulai 0,1-0,4 individu/m². dan di dominasi oleh jenis kima kecil.
91
ekosistem terumbu karang untuk kepentingan perikanan tangkap;
B. Saran
maka dirumuskan beberapa point rekomendasi yang dalam studi ini dimasukkan
92
DAFTAR PUSTAKA
Allen, G. R., 1991. Damselfishes of the World. Aquarium Systems, Mentor, Ohio.
Bahri, S., 2003. Struktur Komunitas dan Distribusi Spasial Vegetasi Lamun
Sepanjang Perairan Pantai Majene. Skripsi Ilmu Kelautan Universitas
Hasanuddin. Makassar.
Baird, A., 1998. The length of larval phase in corals, new insights to patterns of
reef connectivity, Australian Coral Reef Society. Newsletter, 27; 6-8.
Brower, J.E., Zar, J.H., and Von Ende, C.N., 1989. Field and Laboratory Methods
for General Ecology. WMC. Brown Publisher, Dubuque, Indiana, USA.
Crosby, M.P., and Reese, E.S.,1996. A Manual for Monitoring Coral Reef with
Indicator Species : Butterflyfishes as Indicator of Change on Indi Pasific
Reefs. Office of Ocean and Coral Resource Management, National
Oceanic and Atmospheric administration, Silver Spring, MD
Dahuri, R., J. Rais, S.P. Ginting and M.J. Sitepu, 1996. Pengelolaan Sumber
Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Pradnya Paramita,
Jakarta.
Dahuri, R., J. Rais, S. P. Ginting dan M.J. Sitepu, 2004. Pengelolaan Sumber
Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Pradanya Paramita.
Jakarta.
93
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan
Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta. 258 p.
English, S., Wilkinson, C. and Barker, V., 1994. Survey Manual for Tropical
Marine Resources. Australia Institute of Marine Science. Townsville,
Australia.
Fabricus, K., P. Anderslade., 2001. Soft Coral and Sea Fan. Australian Institude
of Marine Science, Queensland, Australia.
Grzimek, 1972. Grzimek's Animal Life Encyclopedia. New York: Van Nostrand
Reinhold Company.
Halim, A., 1995. Struktur Ikan Karang dan Interaksinya dengan Life Forms
Karang Penyusun Terumbu Karang Pulau Hoga dan Karang Kaledupa di
Kepulauan Tukang Besi Kabupaten Buton Sulawesi Tenggara. Skripsi,
Fakultas Perikanan IPB-Bogor.
Harrison, P.L., 1984. Mass spawing in tropical reef corals. Science, 223
Krebs, C.J. 1989. Ecological Methodology. Harper and Row Publishers, New
York. 654 pp.
Levinton, J.S., 1982. Marine Ecology. Prentice-Hall Inc., Englewood Cliffs, NJ.
New York.
Manuputty, A.E.W., Giyanto, Winardi, S.R. Suharti dan Djuwariah, 2006. Manual
monitoring kesehatan karang (Reef health monitoring). CRITC
COREMAP Indonesia. Jakarta
Mapstone, G.M., 1990. Reef Corals and Sponges of Indonesia. National Museum
of Natural Hystory, Leiden, Netrherlands.
94
Morton, J., 1990. The Shore Ecology of the Tropical Pacific. UNESCO Regional
Office for Science and Technology for South-East Asia, Jakarta.
Nontji, A., 1986. Coral reef pollution and degradation by LNG Plant in south
Bontang Bay (East Kalimantan), indonesia. Proceeding of MAB-COMAR
Region Workshop on Coral Reef Ecosystem, Their Managemen
Practicies and Research/ Training Needs. UNESCO, MAB_COMAR and
LIPI. Jakarta. http://www.zoology.ubc.ca/~krebs/papers/228.pdf download
pada tanggal 02 April 2010, Pukul 16.00 WITA
Nontji, A., 2007. Laut Nusantara. Ed. Rev. Cet. 5. Djambatan. jakarta.
Nybakken, J.W. 1988. Biologi Laut; Suatu Pendekatan Ekologis. PT. Gramedia,
Jakarta.
Odum, E. P., 1971. Dasar-dasar Ekology. Cetakan ke-3. Gajah Mada University
Press, Yogyakarta.
Pusat Studi Terumbu Karang (PSTK), 2002. Laporan Akhir Penilaian Ekosistem
Kepulauan Spermonde, Kabupaten Pangkep Propinsi Sulawasi Selatan.
Pusat Studi Terumbu Karang-UNHAS, Makassar.
Rangkuti, R., 2005. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis, Reorientasi
Konsep perencanaan Strategis untuk Menghadapi Abad 21. PT Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta
Sumich, J.L. 1996. An introduction to the biology of marine life, sixth edition.
Dubuque, IA: Wm. C. Brown.
Sukarno, R., Hutomo, M., Moosa, M.K. dan Darsono, P., 1983. Terumbu Karang
di Indonesia: Sumberdaya, Permasalahan dan Pengelolaannya. Proyek
Penelitian Potensi Sumberdaya Alam Indonesia. LON-LIPI, Jakarta.
95
Sukarno, R., 2001. Ekosistem Terumbu Karang dan Masalah Pengelolaannya.
Dalam Pendidikan dan Latihan-Metode Penilaian Kondisi Terumbu
Karang; P30-LIPI, UNHAS, BAPPEDA, COREMAP, POSSI, Makassar.
Sutarna, I. N., 1991. Kondisi dan Produktifitas Karang Batu di Tanjung Setan,
Pulau Ambon. BPPSDL –P3O-LIPI. Ambon
Tuwo, A., 2011. Pengelolaan Ekowisata Pesisir dan Laut, Pendekatan Ekologi,
sosial Ekonomi, Kelembagaan dan Sarana Wilayah. Brilian Internasional.
Surabaya.
Veron, JEN., 1986. Coral of Australia and the Indo-Pacific. Angus Robertson
Publish, Australia.
Veron, JEN., 1986. Corals in Space and Time: The Biogeography and Evolution
of the Scleractinia. Australian Institute of Marine Science. Townsville,
Quensland.
Wallace, CC. and AW. M., 2000. Acropora: Staghorn Corals Indian Ocean-South
East Asia-Pacific Ocean. Ocean Environment, NSW, Australia.
White, A.T., Chou, L.M., de Silva, M.W.R.N., and Guarin, F.Y., 1990. Africal
Reefs for Marine Habitat Enhancement in South Asia ICLARM Education
Series 11. International Center for Living Aquatic Resource Management.
Philippines.
Whitten, A.J., M. Mustafa dan G.S. Henderson, 1987. The Ecology of Sulawesi.
Gadjah mada University Press, Yogyakarta, Indonesia.
96
Lampiran 1. Kuesioner tertutup untuk pengumpulan data sosial ekonomi.
No Kuisioner : ……………
RT/RW :
Dusun :
Desa :
Kecamatan :
Kabupaten :
Provinsi :
I. Identitas Responden
Nama :
Umur : ……… tahun
Jumlah anggota keluarga : …….. orang
Ekowisata
Konservasi
Penangkapan
Budidaya
…………
Lampiran 2. Quesioner Identifikasi Faktor Strategi Internal dan Eksternal
KUISIONER
STRATEGI PENGELOLAAN EKOSISTEM TERUMBU KARANG
SEBAGAI DAERAH PENANGKAPAN
Petunjuk Tanggal : / /
Pertanyaan-pertanyaan ini ditujukan khusus kepada Nomor :
Stakeholders dari Lembaga Eksekutif
Tulis jawaban Anda secara singkat, jelas dan terbaca.
Nama Responden :
Instansi :
Jabatan :
Alamat :
1. Bagaimana visi dan misi anda tentang strategi pengelolaan potensi ekosistem terumbu karang
(penangkapan) di pulau kapota ?
_____________________________________________________________
_____________________________________________________________
_____________________________________________________________
_____________________________________________________________
_____________________________________________________________
_________________________________________________
2. Bagaimana pengaturan terhadap jumlah/jenis perahu terhadap peningkatan jumlah produksi
tangkapan di pulau kapota ?
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
________________________________
3. Bagaimana strategi modernisasi alat tangkap terhadap perluasan wilayah areal penangkapan
dalam pengelolaan potensi sumberdaya ekosistem terumbu karang di pulau kapota ?
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
________________________________
4. Apakah ada program, strategi atau langkah-langkah konkrit menyangkut pemanfaatan potensi
sumberdaya ekosisem terumbu karang (penangkapan) yang berhubungan dengan areal
penangkapan yang telah anda lakukan ? Sebutkan !
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
________________________________
5. Bagaimana sebaiknya, menurut anda mekanisme pemanfaatan potensi sumberdaya
ekosistem terumbu karang (penangkapan) yang berhubungan dengan areal penangkapan di
pulau kapota ?
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
________________________________
6. Bagaimana pengaturan pemanfaatan area penagkapan (marine fishing area) terhadap
pengelolaan potensi sumberdaya ekosistem terumbu karang di pulau kapota ?
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
___________________________________
7. Apakah ada jenis alat tangkap baru yang dapat digunakan agar hasil penagkapan dapat
meningkat dan penting dilakukan di pulau kapota ? Sebutkan !
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
___________________________________
8. Bagaimana pengaturan pemanfaatan lahan penagkapan terhadap upaya ekstensifikasi lahan
dalam pengelolaan potensi sumberdaya ekosistem tyerumbu karang di pulau kapota ?
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
___________________________________
9. Bagaimana hubungan dalam pengatutan wilayah konservasi (marine protect area) terhadap
areal penangkapan ?
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
___________________________________
10. Bagaimana hubungan dalam pengaturan wilayah terhadap usaha penciptaan alat tangkap
baru di pulau kapota ?
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________
Pewawancara
KUISIONER
STRATEGI PENGELOLAAN EKOSISTEM TERUMBU KARANG
SEBAGAI DAERAH PENANGKAPAN
Petunjuk Tanggal : / /
Pertanyaan-pertanyaan ini ditujukan khusus kepada Stake Nomor :
Holder dari Lembaga Yudikatif dan Sektor Elemen Penegakan
Hukum lainnya.
Tulis jawaban Anda secara singkat, jelas dan terbaca.
Nama Responden :
Instansi :
Jabatan :
Alamat :
2. Apakah ada pelanggaran aturan pemanfaatan sumber daya ekosisten terumbu karang
(Penagkapan dan ekowisata) di pulau kapota ?
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
________________________________
3. Bagaimana pandangan anda tentang kegiatan penangkapan dan ekowisata merusak di pulau
kapota ?
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
________________________________
4. Apakah ada kasus-kasus pemanfaatan potensi ekosistem terumbu karang (penangkapan dan
ekowisata) yang merusak lingkungan yang pernah anda tangani ? Sebutkan (pelaku, asal,
status perkara) !
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
________________________________
Pertanyaan ini khusus untuk penegak hukum preventif (Polisi, Angkatan laut, Polairud, Polisi ,
Kapolsek, Koramil, Babinsa, Bimmas)
5. Apakah ada program, strategi atau langkah-langkah konkrit yang telah anda lakukan untuk
mencegah (preventif) terjadinya pemanfaatan sumberdaya ekosistem terumbu karang yang
merusak di wilayah anda ? Jelaskan bentuk dan mekanismenya ?
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
________________________________
6. Bagaimana implementasinya dilapangan ? Sebutkan efektifitas dan pengaruhnya !
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
________________________________
7. Apakah ada masalah dan kendala yang anda hadapi dalam mencegah (preventif) terjadinya
pemanfaatan sumberdaya ekosistem terumbu karang tersebut ? Sebutkan !
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
________________________________
8. Bagaimana sebaiknya, menurut anda mekanisme cara mengatasi masalah dan kendala dalam
pencegahan pemanfaatan sumberdaya ekosistem terumbu karang yang merusak di wilayah
anda ?
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
________________________________
9. Bagaimana pendapat anda, tentang adanya korelasi kegiatan pemanfaatan potensi ekosistem
terumbu karang yang merusak dengan keterlibatan oknum aparat dalam hal melindungi
pelaku ?
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
Pertanyaan ini khusus untuk penegak hukum refresif
(Kajati, Kejari Pengadilan Tinggi, Pengadilan negeri,)
10. Apakah ada program, strategi atau langkah-langkah konkrit yang telah anda lakukan dalam
mengawasi pemanfaatan sumberdaya ekosistem terumbu karang di wilayah anda ? Jelaskan
bentuk dan mekanismenya ?
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
________________________________________________
Lampiran 2. Lanjutan…
KUISIONER
STRATEGI PENGELOLAAN EKOSISTEM TERUMBU KARANG
SEBAGAI DAERAH PENANGKAPAN
Petunjuk Tanggal : / /
Pertanyaan-pertanyaan ini ditujukan khusus kepada Stake Nomor :
Holder dari Lembaga Legeslatif
.
Tulis jawaban Anda secara singkat, jelas dan terbaca.
Nama Responden :
Instansi :
Jabatan :
Alamat :
11. Bagaimana pandangan anda tentang pemanfaatan potensi ekosistem terumbu karang sebagai
area penagkapan di pulau kapota ?
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
________________________________
12. Apakah ada kebijakan/perundang-undangan yang mengatur tentang jumlah/jenis alat tangkap
terhadap luas/jarak areal penangkapan di wilayah pulau kapota ? Jika ada, sebutkan ! dan jika
belum, strategi apa yang akan dilakukan untuk pengaturan tersebut !
_____________________________________________________________________
_____________________________________________________________________
_____________________________________________________________________
_____________________________________________________________________
_____________________________________________________________________
___________________________
13. Apakah ada kebijakan/perundang-undangan yang mengatur tentang jumlah/jenis tangkapan
berdasarkan jenis alat tangkap yang digunakan di wilayah pulau kapota ? jika ada, sebutkan !
dan jika belum, strategi apa yang akan dilakukan untuk pengaturan tersebut !
_____________________________________________________________________
_____________________________________________________________________
_____________________________________________________________________
_____________________________________________________________________
_____________________________________________________________________
___________________________
14. Apakah ada kebijakan/perundang-undangan yang mengatur tentang luas/jarak penangkapan
hubungannya dengan kawasan konservasi di wilayah pulau kapota ? jika ada, sebutkan ! dan
jika belum, strategi apa yang akan dilakukan untuk pengaturan tersebut !
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
________________________________
15. Apakah ada kendala/hambatan yang dihadapi dalam implementasi kebijakan/perundang-
undangan tersebut (point 1 – 4) ? Jika ada, sebutkan ! jika tidak, strategi apa yang akan
dilakukan untuk mengawasi kebijakan/perundang-undangan tersebut !
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
__________________________
16. Apakah ada kebijakan/perundang-undangan yang mengatur tentang usaha penagkapan
menyangkut jumlah/jenis biota yang memiliki nilai ekonomis tinggi di wilayah pulau kapota ?
Jika ada, sebutkan ! dan jika tidak ada, strategi apa yang akan dilakukan untuk pengaturan
tersebut !
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
__________________________
17. Apakah ada kebijakan/perundang-undangan yang mengatur hubungan antara wilayah
konservasi (marine protect area) terhadap usaha penangkapan ikan ? Sebutkan !
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
________________________________
18. Apakah ada kebijakan/perundang-undangan yang mengatur tentang usaha perikanan
budidaya menyangkut upaya peningkatan hasil melalui ekstensifikasi lahan di wilayah pulau
kapota ? Jika ada, sebutkan ! dan jika tidak ada, strategi apa yang akan dilakukan untuk
pengaturan tersebut !
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
________________________________
19. Bagaimana sebaiknya menurut anda, stategi pengawasan kebijakan/perundang-undangan
yang menyangkut pemanfaatan potensi terumbu karang khususnya usaha penagkapan di
Pulau kapota ?
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
_______________________________
20. 20. Apakah ada program, strategi atau langkah-langkah konkrit yang telah anda lakukan dalam
mengawasi pemanfaatan sumberdaya dalam usaha penagkapan di plau kapota ? Jelaskan
bentuk dan mekanismenya ?
________________________________________________________________________
___________________
Lampiran 2. Lanjutan…
KUISIONER
STRATEGI PENGELOLAAN EOSISTEM TERUMBU KARANG
SEBAGAI DAERAH EKOWISATA
Petunjuk Tanggal : / /
Pertanyaan-pertanyaan ini ditujukan khusus kepada Nomor :
Stakeholders dari Lembaga Eksekutif
Tulis jawaban Anda secara singkat, jelas dan terbaca.
Nama Responden :
Instansi :
Jabatan :
Alamat :
7. Bagaimana visi dan misi anda tentang strategi pengelolaan potensi ekosistem terumbu karang
(ekowisata) di pulau kapota ?
_____________________________________________________________
_____________________________________________________________
_____________________________________________________________
_____________________________________________________________
_____________________________________________________________
_________________________________________________
8. Bagaimana pengaturan terhadap jumlah pengunjung terhadap pengembangan kawasan
sebagai area ekowisata?
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
________________________________
9. Bagaimana strategi terhadap penentuan dan perluasan wilayah tujuan ekowisata dalam
pengelolaan potensi sumberdaya ekosistem terumbu karang di pulau kapota ?
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
________________________________
10. Apakah ada program, strategi atau langkah-langkah konkrit menyangkut pemanfaatan potensi
sumberdaya ekosistem terumbu karang yang berhubungan dengan areal ekowisata yang telah
anda lakukan ? Sebutkan !
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
________________________________
11. Bagaimana sebaiknya, menurut anda mekanisme pemanfaatan potensi sumberdaya
ekosistem terumbu karang yang berhubungan dengan areal ekowisata di pulau kapota?
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
________________________________
12. Bagaimana pengaturan pemanfaatan area ekowisata terhadap pengelolaan potensi
sumberdaya ekosistem terumbu karang ?
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
___________________________________
7. Apakah ada usaha pemanfaatan sumberdaya ekosistem terumbu karang yang memiliki daya
tarik tinggi dan penting disekitar perairan pulau kapota ? Sebutkan !
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
___________________________________
8. Bagaimana pengaturan pemanfaatan ekosistem terumbu karang terhadap upaya ekstensifikasi
lahan dalam pengelolaan potensi sumberdaya di pulau kapota ?
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
___________________________________
9. Bagaimana hubungan dalam pengatutan wilayah konservasi (marine protect area) terhadap
areal ekowisata ?
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
___________________________________
10. Bagaimana hubungan dalam pengaturan wilayah konservasi (marine protect area) terhadap
usaha pemanfaatan ekowisata ?
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
_______________________
Pewawancara
Lampiran 2. Lanjutan…
KUISIONER
STRATEGI PENGELOLAAN EKOSISTEM TERUMBU KARANG
SEBAGAI DAERAH EKOWISATA
Petunjuk Tanggal : / /
Pertanyaan-pertanyaan ini ditujukan khusus kepada Stake Nomor :
Holder dari Lembaga Legeslatif
Nama Responden :
Instansi :
Jabatan :
Alamat :
21. Bagaimana pandangan anda tentang pemanfaatan potensi ekosistem terumbu karang sebagai
daerah ekowisata di pulau kapota ?
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
________________________________
22. Apakah ada kebijakan/perundang-undangan yang mengatur tentang jenis obyek yang dapat
dijadikan sebagai wahana ekoweisata di wilayah pulau kapota ? Jika ada, sebutkan ! dan jika
belum, strategi apa yang akan dilakukan untuk pengaturan tersebut !
_____________________________________________________________________
_____________________________________________________________________
_____________________________________________________________________
_____________________________________________________________________
_____________________________________________________________________
___________________________
23. Apakah ada kebijakan/perundang-undangan yang mengatur tentang jumlah/jenis pengunjung
yang mendatangi area wisata di wilayah pulau kapota ? jika ada, sebutkan ! dan jika belum,
strategi apa yang akan dilakukan untuk pengaturan tersebut !
_____________________________________________________________________
_____________________________________________________________________
_____________________________________________________________________
_____________________________________________________________________
_____________________________________________________________________
___________________________
24. Apakah ada kebijakan/perundang-undangan yang menetapkan suatu area sebagai lokasi
ekowisata di pulau kapota ? jika ada, sebutkan ! dan jika belum, strategi apa yang akan
dilakukan untuk pengaturan tersebut !
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
________________________________
25. Apakah ada kendala/hambatan yang dihadapi dalam implementasi kebijakan/perundang-
undangan tersebut (point 1 – 4) ? Jika ada, sebutkan ! jika tidak, strategi apa yang akan
dilakukan untuk mengawasi kebijakan/perundang-undangan tersebut !
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
__________________________
26. Apakah ada kebijakan/perundang-undangan yang mengatur tentang lokasi ekowisata
menyangkut obyek atau biota yang memiliki daya tarik tinggi di wilayah pulau kapota ? Jika
ada, sebutkan! dan jika tidak ada, strategi apa yang akan dilakukan untuk pengaturan tersebut!
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
__________________________
27. Apakah ada kebijakan/perundang-undangan yang mengatur hubungan antara wilayah
konservasi (marine protect area) terhadap area ekowisata ? Sebutkan !
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
________________________________
28. Apakah ada kebijakan/perundang-undangan yang mengatur tentang upaya pemanfaatan lahan
sebagai wahana ekowisata denagn obyek tertentu melalui ekstensifikasi lahan di wilayah pulau
kapota ? Jika ada, sebutkan ! dan jika tidak ada, strategi apa yang akan dilakukan untuk
pengaturan tersebut !
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
________________________________
29. Bagaimana sebaiknya menurut anda, stategi pengawasan kebijakan/perundang-undangan
yang menyangkut pemanfaatan potensi terumbu karang khususnya usaha penagkapan di
Pulau kapota ?
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
_______________________________
30. Apakah ada program, strategi atau langkah-langkah konkrit yang telah anda lakukan dalam
mengawasi pemanfaatan sumberdaya dalam usaha ekowisata di plau kapota ? Jelaskan
bentuk dan mekanismenya ?
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
_______________________________
Lampiran 2. Lanjutan…
KUISIONER
STRATEGI PENGELOLAAN EKOSISTEM TERUMBU KARANG
SEBAGAI DAERAH EKOWISATA
Petunjuk Tanggal : / /
Pertanyaan-pertanyaan ini ditujukan khusus kepada Stake Nomor :
Holder dari Lembaga Yudikatif dan Sektor Elemen Penegakan
Hukum lainnya.
Tulis jawaban Anda secara singkat, jelas dan terbaca.
Nama Responden :
Instansi :
Jabatan :
Alamat :
31. Bagaimana pandangan anda tentang pemanfaatan ekosistem terumbu karang (penangkapan
dan ekowista) di pulau kapota ?
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
________________________________
32. Apakah ada pelanggaran aturan pemanfaatan sumber daya ekosisten terumbu karang
(Penagkapan dan ekowisata) di pulau kapota ?
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
________________________________
33. Bagaimana pandangan anda tentang kegiatan penangkapan dan ekowisata merusak di pulau
kapota ?
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
________________________________
34. Apakah ada kasus-kasus pemanfaatan potensi ekosistem terumbu karang (penangkapan dan
ekowisata) yang merusak lingkungan yang pernah anda tangani ? Sebutkan (pelaku, asal,
status perkara) !
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
________________________________
Pertanyaan ini khusus untuk penegak hukum preventif (Polisi, Angkatan laut, Polairud, Polisi ,
Kapolsek, Koramil, Babinsa, Bimmas)
35. Apakah ada program, strategi atau langkah-langkah konkrit yang telah anda lakukan untuk
mencegah (preventif) terjadinya pemanfaatan sumberdaya ekosistem terumbu karang yang
merusak di wilayah anda ? Jelaskan bentuk dan mekanismenya ?
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
36. Bagaimana implementasinya dilapangan ? Sebutkan efektifitas dan pengaruhnya !
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
37. Apakah ada masalah dan kendala yang anda hadapi dalam mencegah (preventif) terjadinya
pemanfaatan sumberdaya ekosistem terumbu karang tersebut ? Sebutkan !
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
38. Bagaimana sebaiknya, menurut anda mekanisme cara mengatasi masalah dan kendala dalam
pencegahan pemanfaatan sumberdaya ekosistem terumbu karang yang merusak di wilayah
anda ?
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
39. Bagaimana pendapat anda, tentang adanya korelasi kegiatan pemanfaatan potensi ekosistem
terumbu karang yang merusak dengan keterlibatan oknum aparat dalam hal melindungi
pelaku ?
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
Pertanyaan ini khusus untuk penegak hukum refresif
(Kajati, Kejari Pengadilan Tinggi, Pengadilan negeri,)
40. Apakah ada program, strategi atau langkah-langkah konkrit yang telah anda lakukan dalam
mengawasi pemanfaatan sumberdaya ekosistem terumbu karang di wilayah anda ? Jelaskan
bentuk dan mekanismenya ?
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
_______________________________
Lampiran 3. Penutupan Karang di Lokasi Penelitian Berdasarkan Stasiun Di setiap Kedalaman
ID : STASIUN I KEDALAMAN 3 METER ID : STASSIUN I KEDALAMAN 10 METER
SITE NAME : DEPAN KMPNG KABITA SITE NAME : DEPAN KMPNG KABITA
LOCATION : PULAU KAPOTA LOCATION : PULAU KAPOTA
DATE : SABTU, 7/08/10 DATE : SABTU, 7/08/10
TIME : 08:53 WITA TIME : 08:53 WITA
LON X : 123°30.387' LON X : 123°30.387'
LAT Y : 05°20.101' LAT Y : 05°20.101'
REEF TYPE : REEF CREST REEF TYPE : REEF SLOP
DEPTH :3M DEPTH : 10 M
VISIBILITY : 20 M VISIBILITY : 20 M
ARAH BENTANGAN : REEF RIGHT ARAH BENTANGAN : REEF RIGHT
Nilai Indeks Keanekaragaman, Keseragaman dan Indeks Dominansi Ikan Karang Stasiun 1 kedalaman 3
H` E D
NO Family Spesies ni
ni/N (pi) Ln (pi) pix ln pi H S H/lnS ni-1 ni(ni-1) N-1 N(N-1) ni(ni-1)/N(N-1) D
1 Scaridae Scarus rivulatus 10 0.024 -3.716 -0.090 2.547 22 0.824 9 90 410 168510 0.0005 0.1059
Scarus forsteni 7 0.017 -4.073 -0.069 6 42 0.0002
2 Acanthuridae Zebrasoma Scopas 70 0.170 -1.770 -0.301 69 4830 0.0287
Acanthurus blochii 85 0.207 -1.576 -0.326 84 7140 0.0424
Acanthurus auranticavus 47 0.114 -2.168 -0.248 46 2162 0.0128
3 Siganidae Siganus linneatus 4 0.010 -4.632 -0.045 3 12 0.0001
Siganus guttatus 15 0.036 -3.311 -0.121 14 210 0.0012
4 Balistidae Odonus niger 28 0.068 -2.686 -0.183 27 756 0.0045
5 Casionidae Casio teres 27 0.066 -2.723 -0.179 26 702 0.0042
casio cuning 15 0.036 -3.311 -0.121 14 210 0.0012
6 Lutjanidae Lutjanus bohar 2 0.005 -5.325 -0.026 1 2 0.0000
7 Chaetodontidae Forcipiger longirostris 6 0.015 -4.227 -0.062 5 30 0.0002
Chelmon rostratus 12 0.029 -3.534 -0.103 11 132 0.0008
Chaetodon vagabundus 8 0.019 -3.939 -0.077 7 56 0.0003
Hemitaurichkthyis polylepis 6 0.015 -4.227 -0.062 5 30 0.0002
8 Serranidae Chepalopolis argus 3 0.007 -4.920 -0.036 2 6 0.0000
Chepalopolis miniata 1 0.002 -6.019 -0.015 0 0 0.0000
Chepalopolis urodeta 6 0.015 -4.227 -0.062 5 30 0.0002
9 Pomacentridae Abudefduf vaigiensis 32 0.078 -2.553 -0.199 31 992 0.0059
10 Labridae Stethojulis strigiventer 20 0.049 -3.023 -0.147 19 380 0.0023
11 Muraenidae Gymnothorax javanicus 1 0.002 -6.019 -0.015 0 0 0.0000
12 Haemulidae Plectorincus orientalis 6 0.015 -4.227 -0.062 5 30 0.0002
Jumlah 411 1.000
Lampiran 5. Lanjutan
Nilai Indeks Keanekaragaman, Keseragaman dan Indeks Dominansi Ikan Karang Stasiun 1 kedalaman 10
H` E D
NO Family Spesies ni
ni/N (pi) Ln (pi) pix ln pi H S H/lnS ni-1 ni(ni-1) N-1 N(N-1) ni(ni-1)/N(N-1) D
1 Scaridae Scarus schlegeli 6 0.016 -4.119 -0.067 2.733 26 0.839 5 30 368 135792 0.000 0.091
Scarus rivulatus 6 0.016 -4.119 -0.067 5 30 0.000
Scarus forsteni 10 0.027 -3.608 -0.098 9 90 0.001
Scarus quoyi 12 0.033 -3.426 -0.111 11 132 0.001
2 Acanthuridae Zebrasoma scopas 15 0.041 -3.203 -0.130 14 210 0.002
Acanthurus blochii 70 0.190 -1.662 -0.315 69 4830 0.036
Acanthurus auranticavus 25 0.068 -2.692 -0.182 24 600 0.004
acanthurus xanthoptherus 20 0.054 -2.915 -0.158 19 380 0.003
Naso caeruleacauda 7 0.019 -3.965 -0.075 6 42 0.000
Naso hexacanthus 4 0.011 -4.525 -0.049 3 12 0.000
3 Balistidae Odonus niger 16 0.043 -3.138 -0.136 15 240 0.002
Balistoides conspicillum 2 0.005 -5.218 -0.028 1 2 0.000
4 Siganidae Siganus doliatus 2 0.005 -5.218 -0.028 1 2 0.000
Siganus guttatus 20 0.054 -2.915 -0.158 19 380 0.003
siganus argenteus 5 0.014 -4.301 -0.058 4 20 0.000
5 Casionidae Casio teres 56 0.152 -1.885 -0.286 55 3080 0.023
Casio cuning 45 0.122 -2.104 -0.257 44 1980 0.015
6 Lutjanidae Lutjanus bohar 4 0.011 -4.525 -0.049 3 12 0.000
Lutjanus rivulatus 6 0.016 -4.119 -0.067 5 30 0.000
Lutjanus fulvus 10 0.027 -3.608 -0.098 9 90 0.001
7 Chaetodontidae Hemitaurichkthyis polylepis 11 0.030 -3.513 -0.105 10 110 0.001
8 Serranidae Chepalopolis argus 1 0.003 -5.911 -0.016 0 0 0.000
Chepalopolis miniata 4 0.011 -4.525 -0.049 3 12 0.000
Chepalopolis urodeta 6 0.016 -4.119 -0.067 5 30 0.000
9 Scorpaenidae Pterois volitans 2 0.005 -5.218 -0.028 1 2 0.000
Pterois antennata 4 0.011 -4.525 -0.049 3 12 0.000
Jumlah 369 1.000
Lampiran 5. Lanjutan
Nilai Indeks Keanekaragaman, Keseragaman dan Indeks Dominansi Ikan Karang Stasiun 2 kedalaman 3
H` E D
NO Family Spesies ni
ni/N (pi) Ln (pi) pix ln pi H S H/lnS ni-1 ni(ni-1) N-1 N(N-1) ni(ni-1)/N(N-1) D
1 Scaridae Scarus rivulatus 15 0.042 -3.178 -0.132 3.201 40 0.868 14 210 359 129240 0.002 0.058
Scarus forsteni 10 0.028 -3.584 -0.100 9 90 0.001
Scarus schlegeli 6 0.017 -4.094 -0.068 5 30 0.000
Scarus dimidiatus 5 0.014 -4.277 -0.059 4 20 0.000
Chlorurus sordidus 4 0.011 -4.500 -0.050 3 12 0.000
Chlorurus japanensis 2 0.006 -5.193 -0.029 1 2 0.000
2 Acanthuridae Zebrasoma Scopas 39 0.108 -2.223 -0.241 38 1482 0.011
Acanthurus blochii 51 0.142 -1.954 -0.277 50 2550 0.020
Acanthurus auranticavus 24 0.067 -2.708 -0.181 23 552 0.004
Naso hexacanthus 5 0.014 -4.277 -0.059 4 20 0.000
3 Siganidae Siganus guttatus 9 0.025 -3.689 -0.092 8 72 0.001
Siganus tetrazona 3 0.008 -4.787 -0.040 2 6 0.000
4 Balistidae Balistapus undulatus 1 0.003 -5.886 -0.016 0 0 0.000
5 Casionidae Casio teres 37 0.103 -2.275 -0.234 36 1332 0.010
6 Lutjanidae Lutjanus bohar 3 0.008 -4.787 -0.040 2 6 0.000
Macolor macularis 1 0.003 -5.886 -0.016 0 0 0.000
Lutjanus rivulatus 11 0.031 -3.488 -0.107 10 110 0.001
7 Chaetodontidae Forcipiger flavissimus 6 0.017 -4.094 -0.068 5 30 0.000
Chelmon rostratus 5 0.014 -4.277 -0.059 4 20 0.000
Chaetodon vagabundus 3 0.008 -4.787 -0.040 2 6 0.000
Hemitaurichkthyis polylepis 12 0.033 -3.401 -0.113 11 132 0.001
Chaetodon melannotus 4 0.011 -4.500 -0.050 3 12 0.000
Chaetodon auriga 5 0.014 -4.277 -0.059 4 20 0.000
Chaetodon miliaris 3 0.008 -4.787 -0.040 2 6 0.000
8 Serranidae Plectopomus leopardus 6 0.017 -4.094 -0.068 5 30 0.000
Epinephelus rivulatus 1 0.003 -5.886 -0.016 0 0 0.000
9 Pomacentridae Abudefduf vaigiensis 15 0.042 -3.178 -0.132 14 210 0.002
Abudefduf sexfasciatus 4 0.011 -4.500 -0.050 3 12 0.000
Abudefduf abdominalis 6 0.017 -4.094 -0.068 5 30 0.000
Amblyglyphidodon curacao 8 0.022 -3.807 -0.085 7 56 0.000
Chromis flavipectoralis 5 0.014 -4.277 -0.059 4 20 0.000
Pomacentrus coelestis 4 0.011 -4.500 -0.050 3 12 0.000
Amphiprion crarcii 3 0.008 -4.787 -0.040 2 6 0.000
Amphiprion ocellaris 6 0.017 -4.094 -0.068 5 30 0.000
10 Haemulidae Plectorincus chaetodonoides 4 0.011 -4.500 -0.050 3 12 0.000
Plectorincus lineatus 3 0.008 -4.787 -0.040 2 6 0.000
11 Kyphosidae Kyphosus vagiensis 12 0.033 -3.401 -0.113 11 132 0.001
12 Scorpaenidae Pterois volitans 1 0.003 -5.886 -0.016 0 0 0.000
Pterois antennata 3 0.008 -4.787 -0.040 2 6 0.000
13 Labridae Stethojulis strigiventer 15 0.042 -3.178 -0.132 14 210 0.002
Jumlah 360
Lampiran 5. Lanjutan
Nilai Indeks Keanekaragaman, Keseragaman dan Indeks Dominansi Ikan Karang Stasiun 2 kedalaman 10
H` E D
NO Family Spesies ni
ni/N (pi) Ln (pi) pix ln pi H S H/lnS ni-1 ni(ni-1) N-1 N(N-1) ni(ni-1)/N(N-1) D
1 Scaridae Scarus schlegeli 6 0.027 -3.615 -0.097 2.675 23 0.853111 5 30 222 49506 0.0006 0.0929
Scarus rivulatus 6 0.027 -3.615 -0.097 5 30 0.0006
Scarus quoyi 12 0.054 -2.922 -0.157 11 132 0.0027
Acanthuridae Zebrasoma scopas 15 0.067 -2.699 -0.182 14 210 0.0042
Acanthurus blochii 25 0.112 -2.188 -0.245 24 600 0.0121
Acanthurus auranticavus 43 0.193 -1.646 -0.317 42 1806 0.0365
acanthurus xanthoptherus 10 0.045 -3.105 -0.139 9 90 0.0018
Naso hexacanthus 6 0.027 -3.615 -0.097 5 30 0.0006
2 Siganidae Siganus doliatus 6 0.027 -3.615 -0.097 5 30 0.0006
Siganus guttatus 10 0.045 -3.105 -0.139 9 90 0.0018
Casionidae Casio teres 37 0.166 -1.796 -0.298 36 1332 0.0269
Lutjanidae Lutjanus bohar 6 0.027 -3.615 -0.097 5 30 0.0006
3 Lutjanus rivulatus 10 0.045 -3.105 -0.139 9 90 0.0018
Macolor macularis 1 0.004 -5.407 -0.024 0 0 0.0000
Chaetodontidae Forcipiger longirostris 2 0.009 -4.714 -0.042 1 2 0.0000
Chaetodon vagabundus 7 0.031 -3.461 -0.109 6 42 0.0008
Hemitaurichkthyis polylepis 4 0.018 -4.021 -0.072 3 12 0.0002
4 Serranidae Chepalopolis argus 2 0.009 -4.714 -0.042 1 2 0.0000
Chepalopolis miniata 1 0.004 -5.407 -0.024 0 0 0.0000
5 Chepalopolis urodeta 5 0.022 -3.798 -0.085 4 20 0.0004
Scorpaenidae Pterois volitans 2 0.009 -4.714 -0.042 1 2 0.0000
Pterois antennata 4 0.018 -4.021 -0.072 3 12 0.0002
Haemulidae Plectorincus linneatus 3 0.013 -4.309 -0.058 2 6 0.0001
Jumlah 223
Lampiran 5. Lanjutan
Nilai Indeks Keanekaragaman, Keseragaman dan Indeks Dominansi Ikan Karang Stasiun 3 kedalaman 3
H` E D
NO Family Spesies ni
ni/N (pi) Ln (pi) pix ln pi H S H/lnS ni-1 ni(ni-1) N-1 N(N-1) ni(ni-1)/N(N-1) D
1 Scaridae Scarus rivulatus 20 0.050 -2.988 -0.151 3.377 43 0.898 19 380 396 157212 0.002 0.045
Scarus forsteni 14 0.035 -3.345 -0.118 13 182 0.001
Scarus quoyi 12 0.030 -3.499 -0.106 11 132 0.001
Scarus dimidiatus 8 0.020 -3.904 -0.079 7 56 0.000
Scarus ghobban 2 0.005 -5.291 -0.027 1 2 0.000
Chlorurus perspicillatus 4 0.010 -4.598 -0.046 3 12 0.000
Chlorurus japanensis 10 0.025 -3.681 -0.093 9 90 0.001
2 Acanthuridae Zebrasoma Scopas 7 0.018 -4.038 -0.071 6 42 0.000
Acanthurus blochii 51 0.128 -2.052 -0.264 50 2550 0.016
Acanthurus auranticavus 24 0.060 -2.806 -0.170 23 552 0.004
Acanthurus linneatus 3 0.008 -4.885 -0.037 2 6 0.000
Acanthurus xanthoptherus 10 0.025 -3.681 -0.093 9 90 0.001
Naso hexacanthus 5 0.013 -4.374 -0.055 4 20 0.000
Naso caeruleacauda 8 0.020 -3.904 -0.079 7 56 0.000
Stenochaetus cyanocheilus 6 0.015 -4.192 -0.063 5 30 0.000
3 Siganidae Siganus guttatus 1 0.003 -5.984 -0.015 0 0 0.000
Siganus linneatus 15 0.038 -3.276 -0.124 14 210 0.001
Siganus virgatus 11 0.028 -3.586 -0.099 10 110 0.001
siganus argenteus 1 0.003 -5.984 -0.015 0 0 0.000
Siganus doliatus 3 0.008 -4.885 -0.037 2 6 0.000
4 Casionidae Casio teres 5 0.013 -4.374 -0.055 4 20 0.000
Casio cuning 15 0.038 -3.276 -0.124 14 210 0.001
5 Lutjanidae Lutjanus bohar 3 0.008 -4.885 -0.037 2 6 0.000
Macolor macularis 1 0.003 -5.984 -0.015 0 0 0.000
Lutjanus rivulatus 11 0.028 -3.586 -0.099 10 110 0.001
6 Chaetodontidae Chelmon rostratus 8 0.020 -3.904 -0.079 7 56 0.000
Chaetodon vagabundus 6 0.015 -4.192 -0.063 5 30 0.000
Hemitaurichkthyis polylepis 10 0.025 -3.681 -0.093 9 90 0.001
Chaetodon melannotus 7 0.018 -4.038 -0.071 6 42 0.000
Chaetodon auriga 3 0.008 -4.885 -0.037 2 6 0.000
7 Serranidae Epinephelus polyphekadion 1 0.003 -5.984 -0.015 0 0 0.000
Variola albimarginata 2 0.005 -5.291 -0.027 1 2 0.000
8 Pomacentridae Abudefduf vaigiensis 12 0.030 -3.499 -0.106 11 132 0.001
Abudefduf abdominalis 18 0.045 -3.094 -0.140 17 306 0.002
Amblyglyphidodon curacao 5 0.013 -4.374 -0.055 4 20 0.000
Pomacentrus coelestis 8 0.020 -3.904 -0.079 7 56 0.000
Amphiprion crarcii 4 0.010 -4.598 -0.046 3 12 0.000
9 Balistidae Odonus niger 34 0.086 -2.458 -0.210 33 1122 0.007
10 Labridae Stethojulis strigiventer 15 0.038 -3.276 -0.124 14 210 0.001
Leptojulis polylepis 2 0.005 -5.291 -0.027 1 2 0.000
Labroides bicolor 2 0.005 -5.291 -0.027 1 2 0.000
Hologymnosus annulatus 3 0.008 -4.885 -0.037 2 6 0.000
11 Mullidae Parupeneus bifasciatus 7 0.018 -4.038 -0.071 6 42 0.000
Jumlah 397
Lampiran 5. Lanjutan
Nilai Indeks Keanekaragaman, Keseragaman dan Indeks Dominansi Ikan Karang Stasiun 3 kedalaman 10
H` E D
NO Family Spesies ni
ni/N (pi) Ln (pi) pix ln pi H S H/lnS ni-1 ni(ni-1) N-1 N(N-1) ni(ni-1)/N(N-1) D
1 Scaridae Scarus schlegeli 13 0.033 -3.416 -0.112 3.003 32 0.866 12 156 395 156420 0.001 0.062
Scarus rivulatus 4 0.010 -4.595 -0.046 3 12 0.000
Chlorurus japanensis 16 0.040 -3.209 -0.130 15 240 0.002
2 Acanthuridae Zebrasoma scopas 20 0.051 -2.986 -0.151 19 380 0.002
Acanthurus blochii 40 0.101 -2.293 -0.232 39 1560 0.010
Acanthurus linneatus 25 0.063 -2.763 -0.174 24 600 0.004
Naso hexacanthus 50 0.126 -2.069 -0.261 49 2450 0.016
3 Siganidae Siganus doliatus 8 0.020 -3.902 -0.079 7 56 0.000
Siganus guttatus 18 0.045 -3.091 -0.141 17 306 0.002
Siganus virgatus 6 0.015 -4.190 -0.063 5 30 0.000
4 Casionidae Casio teres 37 0.093 -2.370 -0.221 36 1332 0.009
5 Lutjanidae Macolor macularis 7 0.018 -4.036 -0.071 6 42 0.000
6 Scorpaenidae Pterois volitans 4 0.010 -4.595 -0.046 3 12 0.000
7 Chaetodontidae Forcipiger longirostris 4 0.010 -4.595 -0.046 3 12 0.000
Chaetodon vagabundus 2 0.005 -5.288 -0.027 1 2 0.000
Hemitaurichkthyis polylepis 3 0.008 -4.883 -0.037 2 6 0.000
Chelmon rostratus 12 0.030 -3.497 -0.106 11 132 0.001
8 Serranidae Chepalopolis miniata 2 0.005 -5.288 -0.027 1 2 0.000
Chepalopolis urodeta 1 0.003 -5.981 -0.015 0 0 0.000
9 Balistidae Odonus niger 12 0.030 -3.497 -0.106 11 132 0.001
10 Pomachantidae Pomacanthus sextriatus 5 0.013 -4.372 -0.055 4 20 0.000
Pygoplites diacanthus 4 0.010 -4.595 -0.046 3 12 0.000
11 Haemulidae Plectorincus chaetodonoides 6 0.015 -4.190 -0.063 5 30 0.000
Plectorincus linneatus 2 0.005 -5.288 -0.027 1 2 0.000
12 Labridae Stethojulis strigiventer 25 0.063 -2.763 -0.174 24 600 0.004
Leptojulis polylepis 1 0.003 -5.981 -0.015 0 0 0.000
Labroides bicolor 3 0.008 -4.883 -0.037 2 6 0.000
Hologymnosus annulatus 2 0.005 -5.288 -0.027 1 2 0.000
13 Pomacentridae Abudefduf vaigiensis 20 0.051 -2.986 -0.151 19 380 0.002
Abudefduf abdominalis 35 0.088 -2.426 -0.214 34 1190 0.008
Pomacentrus coelestis 6 0.015 -4.190 -0.063 5 30 0.000
14 Carangidae Carangx ignobilis 3 0.008 -4.883 -0.037 2 6 0.000
Jumlah 396
Lampiran 5. Lanjutan
Nilai Indeks Keanekaragaman, Keseragaman dan Indeks Dominansi Ikan Karang Stasiun 4 kedalaman 3
H` E D
NO Family Spesies ni
ni/N (pi) Ln (pi) pix ln pi H S H/lnS ni-1 ni(ni-1) N-1 N(N-1) ni(ni-1)/N(N-1) D
1 Scaridae Scarus schlegeli 6 0.023 -3.780 -0.086 3.021 27 0.917 5 30 262 68906 0.000 0.055
Scarus rivulatus 7 0.027 -3.626 -0.097 6 42 0.001
2 Acanthuridae Zebrasoma scopas 30 0.114 -2.171 -0.248 29 870 0.013
Zobrasoma flavescens 10 0.038 -3.270 -0.124 9 90 0.001
Acanthurus blochii 12 0.046 -3.087 -0.141 11 132 0.002
Acanthurus auranticavus 23 0.087 -2.437 -0.213 22 506 0.007
Acanthurus nigrofuscus 4 0.015 -4.186 -0.064 3 12 0.000
Naso hexacanthus 20 0.076 -2.576 -0.196 19 380 0.006
Naso unicornis 7 0.027 -3.626 -0.097 6 42 0.001
Naso lopezi 15 0.057 -2.864 -0.163 14 210 0.003
3 Zanclidae Zanclus cornutus 4 0.015 -4.186 -0.064 3 12 0.000
4 Siganidae Siganus guttatus 6 0.023 -3.780 -0.086 5 30 0.000
5 Casionidae Casio teres 3 0.011 -4.474 -0.051 2 6 0.000
6 Chaetodontidae Chelmon rostratus 18 0.068 -2.682 -0.184 17 306 0.004
Chaetodon vagabundus 16 0.061 -2.800 -0.170 15 240 0.003
Hemitaurichkthyis polylepis 7 0.027 -3.626 -0.097 6 42 0.001
7 Labridae Stethojulis strigiventer 2 0.008 -4.879 -0.037 1 2 0.000
Leptojulis polylepis 5 0.019 -3.963 -0.075 4 20 0.000
Labroides bicolor 8 0.030 -3.493 -0.106 7 56 0.001
Choerodon zosterphorus 12 0.046 -3.087 -0.141 11 132 0.002
8 Pomacentridae Abudefduf vaigiensis 5 0.019 -3.963 -0.075 4 20 0.000
Abudefduf sexfasciatus 17 0.065 -2.739 -0.177 16 272 0.004
Amblyglyphidodon curacao 2 0.008 -4.879 -0.037 1 2 0.000
Chromis flavipectoralis 1 0.004 -5.572 -0.021 0 0 0.000
Pomacentrus coelestis 18 0.068 -2.682 -0.184 17 306 0.004
9 Serranidae Chepalopolis urodeta 3 0.011 -4.474 -0.051 2 6 0.000
10 Carangidae Caranx melampigus 2 0.008 -4.879 -0.037 1 2 0.000
Jumlah 263
Lampiran 5. Lanjutan
Nilai Indeks Keanekaragaman, Keseragaman dan Indeks Dominansi Ikan Karang Stasiun 4 kedalaman 10
H` E D
NO Family Spesies ni
ni/N (pi) Ln (pi) pix ln pi H S H/lnS ni-1 ni(ni-1) N-1 N(N-1) ni(ni-1)/N(N-1) D
1 Scaridae Scarus rivulatus 10 0.031 -3.484 -0.107 2.693 20 0.899 9 90 325 105950 0.001 0.083
Chlorurus japanensis 15 0.046 -3.079 -0.142 14 210 0.002
2 Acanthuridae Acanthurus linneatus 10 0.031 -3.484 -0.107 9 90 0.001
Acanthurus blochii 30 0.092 -2.386 -0.220 29 870 0.008
Naso hexacanthus 25 0.077 -2.568 -0.197 24 600 0.006
3 Balistidae Odonus niger 36 0.110 -2.203 -0.243 35 1260 0.012
4 Haemulidae Plectorincus lineatus 8 0.025 -3.707 -0.091 7 56 0.001
Plectorincus picus 4 0.012 -4.401 -0.054 3 12 0.000
Plectorincus orientalis 5 0.015 -4.177 -0.064 4 20 0.000
5 Chaetodontidae Forcipiger longirostris 20 0.061 -2.791 -0.171 19 380 0.004
Chaetodon vagabundus 13 0.040 -3.222 -0.128 12 156 0.001
Hemitaurichkthyis polylepis 15 0.046 -3.079 -0.142 14 210 0.002
6 Labridae Stethojulis strigiventer 17 0.052 -2.954 -0.154 16 272 0.003
Leptojulis polylepis 6 0.018 -3.995 -0.074 5 30 0.000
Hologymnosus annulatus 4 0.012 -4.401 -0.054 3 12 0.000
7 Pomacentridae Abudefduf abdominalis 18 0.055 -2.897 -0.160 17 306 0.003
Pomacentrus coelestis 23 0.071 -2.651 -0.187 22 506 0.005
8 Casionidae Casio cuning 61 0.187 -1.676 -0.314 60 3660 0.035
9 Lutjanidae Lutjanus rivulatus 2 0.006 -5.094 -0.031 1 2 0.000
Macolor macularis 4 0.012 -4.401 -0.054 3 12 0.000
326
Lampiran 6. Identifikasi Karang Keras di Lokasi Penelitian
ID : STASIUN I KEDALAMAN 3 METER ID :STASIUN I KEDALAMAN 10 METER
SITE NAME : DEPAN KMPNG KABITA SITE NAME : DEPAN KMPNG KABITA
LOCATION : PULAU KAPOTA LOCATION : PULAU KAPOTA
DATE : SABTU, 7/08/10 DATE : SABTU, 7/08/10
TIME : 08:53 WITA TIME : 08:53 WITA
LON X : 123°30.387' LON X : 123°30.387'
LAT Y : 05°20.101' LAT Y : 05°20.101'