AZWIR SIREGAR
130302020
SKRIPSI
AZWIR SIREGAR
130302020
SKRIPSI
AZWIR SIREGAR
130302020
Skripsi Sebagai Satu Diantara Beberapa Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana
Perikanan di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
NIM : 130302020
Disetujui Oleh :
Komisi Pembimbing
Dr. Budi Utomo, S.P., M.P Zulham Apandy Harahap, S.Kel, M.Si
Ketua Anggota
Mengetahui
Tanggal Seminar :
NIM : 130302020
Sumatera Utara” adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum pernah
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber
data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
Azwir Siregar
NIM. 130302020
dalam beberapa kegiatan penelitian dosen dan penulis juga aktif dalam
Perikanan Nusantara Sibolga Sumatera Utara pada tahun 2016. Hingga tiba pada
saat penulis menyelesaikan tugas akhir dengan judul Skripsi “Studi Tutupan
Coral reef ecosystems are one of the coastal resources that are highly
vulnerable to damage, especially those caused by human behavior / surrounding
communities. Kabupaten Tapanuli Tengah is one of the regencies in North
Sumatra Province which is the location of Coremap II implementation. This
program is conducted as an effort to rehabilitate and manage the resources of coral
reefs. Ungge Island is one of the islands used as a research site since 2004 by
COREMAP program. This study aims to determine the percentage of cover and
condition of coral reefs in the waters of Unggeh Island Subdistrict Badiri
Kabupaten Tapanuli Tengah North Sumatra. This research was conducted in April
2017. This research used Underwater photo Transect (UPT) method. From the
research results obtained 17 types of coral growth form namely Acropora
Branching, Coral Branching, Coral Encrusting, Coral Musrhoom, Soft Coral,
Coral Submassive, Coral Massive, Makro Algae, Halimeda, Coral Foliose, Dead
Coral with Algae, Dead Algae, Sand, Silt , Rubble, Other, and Turf Algae. And
percentage of coral cover from each station that is at station I equal to 25,4%,
station II equal to 12,33%, station III equal to 28,54%. With an average coral
cover of 22.09 % and coral reef condition in the study location is in damaged
condition.
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkat
sebagai satu diantara beberapa syarat untuk dapat memperoleh gelar Sarjana
Muhammad Yunus Siregar dan Ibunda Aprida Harahap yang telah memberikan
ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Kakak Penulis Annisa Siregar,
Elvi Agustina Siregar, dan Ely Romaito Siregar serta Adik Penulis Khoirul Amri
Penulis juga menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak mungkin selesai
tanpa bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan
1. Bapak Dr. Budi Utomo, S.P., M.P. selaku Ketua Komisi Pembimbing dan
2. Bapak Prof. Dr. Ir. Hasanuddin, M.S selaku Dekan Fakultas Pertanian
Perairan dan seluruh Staf Pengajar dan Pegawai Program Studi Manajemen
4. Seluruh Staff dari Dinas Perikanan dan Kelautan Tapanuli Tengah yang telah
Sumberdaya Perairan.
Azwir Siregar
Halaman
ABSTRAK ............................................................................................... i
ABSTRACT ............................................................................................. ii
KATA PENGANTAR ............................................................................. iii
DAFTAR ISI ............................................................................................ v
DAFTAR GAMBAR ............................................................................... vii
DAFTAR TABEL.................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... ix
PENDAHULUAN
Latar Belakang .............................................................................. 1
Rumusan Masalah ......................................................................... 2
Kerangka Pemikiran ..................................................................... 3
Tujuan Penelitian ......................................................................... 4
Manfaat Penelitian......................................................................... 4
TINJAUAN PUSTAKA
Deskripsi Pulau Unggeh ................................................................ 5
Ekosistem Terumbu Karang .......................................................... 5
Struktur dan Anatomi Terumbu Karang ....................................... 6
Reproduksi Terumbu Karang ........................................................ 8
Tipe Fomasi Terumbu Karang ...................................................... 10
Bentuk Pertumbuhan Terumbu Karang ........................................ 11
Faktor Pembatas Pertumbuhan Terumbu Karang ......................... 15
Monitoring Umum Terumbu Karang ............................................ 19
Kerusakan Terumbu Karang ......................................................... 26
Strategi Pengelolaan Terumbu Karang ......................................... 27
Fungsi dan Manfaat Terumbu Karang .......................................... 29
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian ....................................................... 30
Alat dan Bahan Penelitian ............................................................. 30
Deskripsi Stasiun Pengamatan ...................................................... 31
Prosedur Penelitian
Metode Pengambilan Data ...................................................... 33
Pengukuran Parameter Lingkungan ........................................ 35
Analisis Data
Persen Tutupan dan Kondisi Terumbu Karang ....................... 36
DAFTAR PUSTAKA
Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak pada pusat segitiga
terumbu karang (the coral triangle) yang memiliki keanekaragaman hayati yang
tinggi. Sebagai negara kepulauan, Indonesia terdiri lebih dari 17.480 pulau besar
dan kecil, dengan panjang garis pantai mencapai 95.186 km. Luas ekosistem
besar dari luas terumbu karang tersebut telah mengalami kerusakan yang sangat
serius. Data dari Pusat Penelitian Oseanografi LIPI (2012), menunjukkan bahwa
kondisi terumbu karang hanya 5,3% terumbu karang Indonesia yang tergolong
kondisi sangat baik. Sementara 27,18 % tergolong dalam baik, 37,25 % tergolong
dalam kondisi cukup baik, dan 30,45 % kondisi buruk (Harefa, 2015).
dangkal seperti paparan benua dan gugusan pulau-pulau di perairan tropis antara
lintang 30° LU dan 25° LS. Terumbu karang sebagai tempat hidup dari berbagai
biota laut tropis lainnya memiliki keanekaragaman jenis biota yang sangat tinggi
dan sangat produktif. Pada umumnya keberadaan dan kondisi terumbu karang
memiliki fungsi yang sangat penting baik bagi organisme yang membangun
ekosistem ini ataupun ekosistem yang ada disekitarnya yaitu ekosistem padang
sumberdaya wilayah pesisir yang sangat rentan terhadap kerusakan, terutama yang
Sumatera Utara yang menjadi lokasi pelaksanaan Coremap II. Program ini
karang. Pulau Unggeh adalah salah satu pulau yang dijadikan sebagai lokasi
penelitian sejak tahun 2004 oleh program COREMAP tersebut. Penelitian yang
dilakukan oleh Sirait (2009) di Pulau Unggeh yang berkerjasama dengan program
Rumusan Masalah
Perairan laut sebagai habitat dari terumbu karang memiliki hubungan erat
terhadap ekosistem terumbu karang. Hal ini memiliki pengaruh langsung maupun
tidak langsung akan merubah faktor fisika-kimia di Perairan Pulau Unggeh yang
berupa lintas perahu nelayan serta adanya kegiatan penangkapan ikan yang
perairan yang secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi persen
sebagai berikut :
Kerangka Pemikiran
terumbu karang dan mangrove, dan setiap ekosistem memiliki peranan masing-
selanjutnya dapat di tentukan kondisi karang yang ada di perairan tersebut. Oleh
sebab itu perlu dilakukan monitoring tutupan karang untuk mengetahui kondisi
karang yang ada di Perairan Pulau Unggeh, agar diketahui cara pengelolaan yang
tepat untuk masa yang akan datang oleh pihak terkait. Kerangka pemikiran dapat
Metode UPT
(Underwater Photo Transect)
Tutupan Karang Jenis Karang
Kondisi Ekosistem
Terumbu karang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
meliputi Fringing reefs, patch reefs dan shoal di sekitar pelabuhan Sibolga, Desa
Sitardas dan Pulau Mansalar. Terdapat 140 jenis karang yang termasuk dalam 16
sebanyak 179 jenis dengan kelimpahan 1105 individu per hektar. Ditemukan
bahwa rata-rata tutupan karang hidup adalah 26,98% dan rata-rata karang mati
berada pada kondisi sedang mendekati buruk. Pada akhirnya keadaan ini akan
desa Sitardas, Kecamatan Badiri, Kabupaten Tapanuli Tengah. Paparan dasar laut
sebelah selatan, barat, dan utara Pulau Unggeh ditumbuhi oleh terumbu karang
Hewan ini sebagian besar hidupnya berkoloni yang tersusun atas kalsium karbonat
habitat berbagai biota laut untuk tumbuh dan berkembang biak dalam kehidupan
jumlah spesies, dan bentuk morfologi tinggi dan bervariasi (Hazrul dkk., 2016).
luar dari kalsium karbonat. Karang dapat berkoloni atau sendiri, tetapi hampir
karang atau polip menempati mangkuk kecil atau kolarit dalam kerangka yang
masif. Tiap mangkuk mempunyai beberapa seri septa yang tajam dan berbentuk
daun yang keluar dari dasar. Pola septa berbeda–beda pada tiap spesies dan
bentuknya aneh, menyerupai batu dan mempunyai warna dan bentuk beraneka
rupa. Hewan ini disebut polip, karena merupakan hewan pembentuk utama
terumbu karang yang menghasilkan zat kapur. Polip-polip ini selama ribuan tahun
mangsanya, dan tentakel tersebut pada individu karang dinamakan polip karang.
Warna tentakel karang keras, secara umum tidak berwarna atau bening seperti
hidup berkoloni. Dan mereka menyatukan rangka kapur satu dengan yang lainnya,
sehingga dari luar mereka terlihat seperti batu kapur. Kelompok karang lainnya
Karang, yang terdiri dari polip yang memiliki tentakel, merupakan hewan
bergabung menjadi satu oleh skeletonnya membentuk koloni karang. Jadi, yang
(Gambar 2).
Menurut Rani (2002) cara reproduksi karang dapat dibedakan atas dua
macam, yaitu: (i) kelompok spesies yang memijahkan gametnya (telur dan
sperma) ke dalam kolom air, dan selanjutnya terjadi pembuahan di luar tubuh
(polip) dan kemudian terjadi perkembangan embrio, dan (ii) kelompok spesies
dengan telur yang dibuahi di dalam polip dan selanjutnya perkembangan embrio
dan larva terjadi di dalamnya. Umumnya spesies karang bercabang dan berpolip
kecil memiliki sedikit telur dan planula yang dierami (brooding), sedangkan
spesies yang masif dan berpolip besar menghasilkan banyak telur yang dipijahkan
A B
A. Polip Dewasa
B. Larva Planula
C. Planula Stradium dengan Septa yang Berkembang
D. Polip Muda Setelah Pelekatan
Polip karang keras dapat berkembang biak secara aseksual, yakni tanpa
peleburan sel sperma dan sel telur. Mereka dapat berkembang biak antara lain
dengan cara membelah diri, bertunas, dan fragmentasi. Membelah diri, berarti dari
satu polip karang kemudian membentuk kembarannya dan menjadi dua polip
dari satu polip karang keras kemudian muncul polip karang baru seperti pada
bagian polip karang keras berikutnya. Jika kondisi alam menguntungkan, maka
bagian yang terlepas itu kemudian hidup menempel dan membentuk koloni baru
seksual yaitu Satu polip karang keras dapat mengeluarkan sel telur ke air, dan
polip karang keras yang lain dapat melepaskan sel sperma ke air. Di dalam air, sel
telur dan sel sperma itu akan melebur menjadi satu dan membentuk larva
(planula), yakni calon atau benih polip karang keras yang baru. Setelah menjalani
hidup seperti plankton selama 1 bulan, larva karang keras akan menuju dasar laut
dan mencari substrat untuk menempel. Tempat keras atau substrat yang dicari
pada umumnya adalah timbunan kapur, atau bekas rangka kapur dari suatu koloni
karang yang telah mati. Setelah larva karang keras menempel, ia akan berubah
menjadi satu polip karang keras. Kemudian dari satu polip karang keras ini ia
mengikuti pola (i) dan (iii) ketika berada pada kondisi lingkungan yang
menguntungkan dengan ukuran diameter koloni > 30 cm. Ukuran ini secara tidak
mengikuti pola (ii) dan (iv) secara umum berukuran kecil sebagai akibat
a. Terumbu karang tepi (Fringing Reef), yaitu terumbu karang yang terdapat
disepanjang pantai dan dalamnya tidak lebih dari 40 meter.Terumbu ini tumbuh
b. Terumbu karang penghalang (Barrier Reef), berada jauh dari pantai yang
c. Atol, merupakan karang bentuk melingkar seperti cincin yang mucul dari
perairan dalam, jauh dari daratan dan melingkari gobah yang memiliki terumbu
a b c
Acropora dan Non Acropora. Karang Acropora adalah karang yang ciri umumnya
dua kelompok karang yang berbeda, yaitu hermatipik dan ahermatipik. Karang
mencolok antara kedua karang ini adalah di dalam jaringan karang hermatipik
Karang memiliki sifat yang sangat unik, yaitu perpaduan antara sifat
hewan dan tumbuhan, arah pertumbuhannya selalu bersifat fototropik, yaitu selalu
bahwa karang yang roboh akan membentuk tunas baru yang menuju ke atas.
Begitu pula karang yang tumbuh pada subtrat miring atau tegak maka
dan arus), ketersediaan bahan makanan, sedimen, subareal exposure dan faktor
diameter yang dimiliki, banyak terdapat di sepanjang tepi terumbu dan bagian
b. Bentuk Padat (massive), dengan ukuran bervariasi serta beberapa bentuk seperti
bongkahan batu. Permukaan karang ini halus dan padat, biasanya ditemukan di
permukaan yang kasar dan keras serta berlubang-lubang kecil, banyak terdapat
e. Bentuk Jamur (mushroom), berbentuk oval dan tampak seperti jamur, memiliki
banyak tonjolan seperti punggung bukit beralur dari tepi hingga pusat mulut.
kolom-kolom kecil.
g. Karang Api (Millepora), semua jenis karang api yang dapat dikenali dengan
adanya warna kuning di ujung koloni dan rasa panas seperti terbakar bila
disentuh
h. Karang Biru (Heliopora), dapat dikenali dengan adanya warna biru pada
rangkanya lut.
lainya. Perbedaan ini disebabkan adanya perbedaan spesies, unlur koloni, dan
Dead Coral DC Karang yang baru mati, berwarna putih. Karang mati
Dead Coral With Algae DCA yang masih nampak bentuknya, tapi sudah muIai
diturnbuhi alga halus.
Acropora
Branching ACB Bentuknya bercabang seperti ranting pohon.
Encrusting ACE Bentuk merayap, biasanya pada Acropora yang
belum sempurna.
Submassive ACS Percabangan bentuk gada/lempeng dan kokoh.
Bentuk percabangan rapat dengan cabang
Bentuk seperti jari-jari tangan.
Digitate ACD Bentuk bercabang dengan arah mendatar, rata,
Tabulet ACT bentuk seperti meja.
Non Acropora
Branching CB Bentuk bercabang seperti ranting pohon. Bentuk
Encrusting CE merayap, hampir seluruh bagian menempel pada
substrat.
Foliose CF Bentuk menyerupai lembaran daun.
Massive CM Bentuk seperti batu besar yang padat dan bentuk
kompak.
Submassive CS Bentuk kokoh dengan tonjolan-tonjolan kecil.
Mushroom CMR Soliter, bentuk seperti jamur.
Millepora CME Adanya warna kuning di ujung koloni dan rasa panas
terbakar bila tersentuh.
Heliopora CHL Adanya warna biru pada skeletonnya.
Abiotik:
Sand S Pasir
Rubble R Serakan/Patahan Karang Mati
Silt SI Lumpur/Lanau
Water WA Celah dengan Kedalaman >50 cm
Rock RCK Batu Vulkanin.
Algae:
Alga Assemblage AA Terdiri lebih dari satu jenis algae.
Coralline Algae CA Alga yang mempunyai struktur kapur.
Macro Algae MA Alga yang berukuran besar.
Truf Algae TA Menyerupai rumput-rumput halus.
Biotik Lainnya:
Soft Corals SC Karang dengan tubuh lunak.
Sponge SP Sponge
Zoanthids ZO Crinoid
Others OT Anemon, Teripang, Kimia dan lain-lain.
Suhu
Penyebaran goegrafis terumbu karang dipengaruhi oleh suhu dan hampir
semuanya hanya ditemukan pada perairan yang dibatasi oleh permukaan isoterm
200C. Perkembangan terumbu karang yang optimal terjadi diperairan yang rata-
rata suhu tahunannya 23-250C. Namun terumbu karang dapat mentoleransi suhu
bentuk luar dari karang serta membatasi sebaran karang secara geografis. Suhu
paling baik untuk pertumbuhan karang berkisar 23-30oC. Temperatur 18o C dapat
oksigen terlarut di dalam air adalah adanya bahan-bahan buangan organik yang
oksigen terlarut yang aman bagi kehidupan di perairan sebaiknya harus di atas
titik kritis dan tidak terdapat bahan lain yang bersifat toksik. Konsentrasi oksigen
terlarut minimum sebesar 2 mg/l cukup memadai untuk menunjang secara normal
koral yang mati karena terlalu lama berada di udara terbuka, sehingga
terendah. Terumbu karang dapat tumbuh dan berkembang dengan baik di daerah
atau kurang. Pertumbuhan karang sangat berkurang saat tingkat laju produksi
dikarenakan bentuk atau tipe-tipe terumbu karang itu sendiri. Menurut Ramli
(2003), terumbu karang tipe bercabang (Branching) akan bertahan hidup pada
Salinitas
karang karena menurut Supriharyono (2000), daya tahan terumbu karang terhadap
salinitas memiliki ambang batas dan tidak sama pada setiap jenisnya. Sedangkan
sampai 36‰.
tempat dangkal sering kali dipengaruhi oleh masukan air tawar dari pantai
pH (Derajat Keasaman)
menyebabkan organisme mangsa ikan tidak dapat hidup dengan baik. Pada
umumnya karang hidup pada kondisi normal karena apabila pH turun, akan
Substrat
Secara umum pasir halus atau substrat halus yang bergerak serta dasar
perairan yang berlumpur tidak menjadi substrat target bagi planula karang dalam
karena dalam fase hidup karang hanya bebas bergerak dalam jumlah waktu
Menurut Burke dkk., (2002), bahwa sedimen dalam kolom air laut dapat
karang. Kandungan unsur hara yang tinggi dari aliran sungai dapat merangsang
yang tidak saja memanfaatkan energi matahari tetapi juga menghambat kolonisasi
Kecepatan Arus
dengan arus sedang. Koloni karang dengan kerangka – kerangka yang padat dan
massiv dari CaCO3 tidak akan rusak oleh gelombang yang kuat. Pada saat yang
berkala, oksigen terlarut dan mencegah sedimen mengendap pada koloni. Arus
juga membawa plankton baru untuk makanan polip karang (Nybakken, 1997).
vertikal hanya sampai pada tingkat pasang surut terendah, karena karang batu
akan mati bila terlalu lama berada di udara terbuka (Andrianto, 2016).
Kecerahan
Selanjutnya dikatakan bahwa air jernih adalah media yang baik untuk
diperlukan untuk menjamin masuknya sinar matahari ke dasar laut, yang sangat
penting artinya bagi alga yang bersimbiosis dengan karang. Banyaknya partikel
atau endapan di dalam air laut menyebabkan kekeruhan, dan menghalangi proses
atau bercurah hujan tinggi, pada perairan yang keruh pertumbuhan karang hanya
sampai kedalaman 2 meter sedang pada perairan yang jernih dapat mencapai 80
Kejernihan air ini sangat erat kaitannya dengan intensitas cahaya matahari,
agar cahaya dapat mencapai dasar perairan, syarat kejernihan air diperlukan. Bila
masuknya cahaya matahari. Pasir dan lumpur bisa menutupi polip dan akhirnya
sebagai berikut :
Manta Taw
karang atau parameter tertentu dengan cara menarik pengamat yang memakai
peralatan dasar menyelam di belakang perahu kecil bermesin melalui sebuah tali
dengan kecepatan konstan untuk mencatat data setiap waktu tertentu (misalnya
setiap 2 menit). Pengamat akan melihat objek yang dilintasi, lalu menilai
persentase penutupan karang hidup (keras dan lunak), karang mati maupun objek
lain yang diinginkan dan dicatat pada waktu berhenti dalam bentuk persentase
pada alat tulis yang dijepit pada papan manta yang tersedia.
Manta Tow adalah metode yang tepat untuk mendapatkan deskripsi umum
area terumbu karang yang luas atau perubahan-perubahan dalam kelimpahan dan
bleaching). Metode ini juga baik untuk tujuan pemilihan tempat (site) dengan
LIT.
5. Sangat sesuai untuk mencari tempat penelitian (site) dan menilai tipe terumbu
karang.
2. Monitoring dapat dilakukan pada lokasi di luar terumbu secara tidak sengaja.
3. Peneliti sangat sulit mengingat bila terlalu banyak variabel yang diamati.
5. Hanya dapat mengukur penutupan kategori dalam kategori yang luas, misalnya
0-10%, 11-30%.
Timed Swim
Metode Timed Swim adalah metode yang dikembangkan untuk skala luas
ataupun sedang, misalnya dalam sistem peringatan dini cepat dalam melihat suatu
Dengan metode ini, pengamat berenang pada suatu kedalaman dan kecepatan
1. Memberikan keakuratan yang lebih besar dibanding Manta Tow karena waktu
yang lebih lama dan area yang disurvei lebih dekat untuk dilihat.
4. Sangat berguna untuk memperoleh daftar spesies yang ada di suatu wilayah
1. Sangat melelahkan.
berenang sepanjang transek garis dan mencatat kategori bentik yang terletak tepat
Kelebihan
Kekurangan
1. Tidak dapat dilakukan untuk mengambil data di tubir dan kawasan bergua.
Metode Kuadrat atau visual sensus ikan. Metode ini sangat direkomendasikan
oleh GCRMN untuk menentukan tujuan persentase penutupam dan ukuran koloni
terumbu karang.
3. Merupakan metode sampling data yang gampang dan efisien untuk memperoleh
komunitas
9. Dapat dikombinasikan dengan teknik serupa, misalnya belt dan video transect
pengamat.
2. Tujuannya hanya terbatas pada data persentase penutupan dan atau kelimpahan
relatif.
7. Membutuhkan keahlian khusus sesuai dengan tingkat presisi data dan informasi
yang diinginkan.
8. Tidak bisa digunakan untuk biota yang jarang ditemukan atau terlalu kecil.
Quadran
pengamat dapat mengamati banyak hal dari yang umum hingga mendetil.
Kelebihan
2. Cocok untuk jenis-jenis yang kecil, jarang, atau yang suka bersembunyi.
frekuensi.
Kekurangan
Transek Sabuk
planci), Drupella (Gastropoda) dan Diadema. Metode ini dapat juga digunakan
untuk menghitung populasi karang tertentu seperti Fungia spp. dan karang-karang
Metode ini sudah sangat umum dan dikembangkan dengan baik oleh Reef
Check. Dengan metode ini sepasang penyelam yang berenang sepanjang sabuk
lebih tepat dalam mendeteksi perubahan lokal, maka dapat dilakukan jumlah
ulangan yang lebih banyak dan menambah frekuensi monitoring (misalnya lebih
dilakukan lebih dari 4 kali per site dan lebih dari 4 kali survey dilakukan dalam
setahun supaya data dapat dibandingkan, dengan demikian hal ini akan menambah
Sepintas metode ini hampir sama dengan LIT-perlatan dan bahan research, hanya
saja UPT memanfaatkan perkembangan teknologi kamera digital dan piranti lunak
computer. Observer tidak perlu berlama-lama dalam air namun cukup melakukan
pemotretan pada substrak karang sepanjang transek lalu melakukan analisa data
With Excel extensions) yang dikembangkan oleh NCRI (National Coral Reef
photo hasil pengamatan sangat penting diperhatikan. Hal ini tentu saja terkait
karang di Asia Tenggara termasuk di Indonesia antara lain adalah sebagai berikut.
tumpahan minyak, pembuangan sampah dari atas kapal, dan akibat langsung
1. Badai dan Tsunami. Badai, topan dan Tsunami merupakan sumber ancaman
terhadap ekosistem terumbu karang yang cukup besar, karena kerusakan yang
warna terumbu karang menjadi putih atau pucat, hal ini terjadi karena
yaitu naiknya suhu permukaan laut akibat pemanasan global, selain itu juga
tempat tertentu secara lokal dan pada saat terjadi pemangsaan yang luas oleh
hewan ini maka kematian dan kerusakan karang akan terjadi dalam skala yang
sumberdaya lainnya seperti hutan mangrove dan padang lamun. Oleh karena itu
(Sudiono, 2008).
karang, yaitu :
teraduknya sedimentasi dan membuat air keruh dan hindarkan pencemaran &
peningkatan nutrien serta perubahan salinitas dan suhu air yang melampaui
3. Hentikan penggunaan bahan peledak dan bahan beracun sebagai alat tangkap
1.Terumbu karang merupakan sumber daya yang sangat tinggi; sebanyak 132
hidup pada terumbu karang. Banyak ikan karang yang dapat dijadikan sebagai
2. Indahnya terumbu karang dapat dijadikan sebagai obyek wisata bawah air yang
3, Terumbu karang melindungi pantai dari abrasi dan erosi. Strukturnya yang
keras dapat menahan gelombang dan arus sehingga dapat mencegah rusaknya
5. Terumbu karang sebagai tempat tinggal, berkembang biak dan mencari makan
Perairan Pulau Unggeh. Pulau Unggeh atau Pulau Unggas berada pada koordinat
meter, DO meter, thermometer, stopwatch, Secchi disk, bola duga, alat tulis,
(Suharsono, 2008).
terumbu karang yang ada di Perairan Pulau Unggeh dan data sekunder dari Dinas
Stasiun I
Pada stasiun ini terdapat tiga komponen ekosistem yaitu mangrove, lamun
dan terumbu karang dapat ditemukan pada kedalam 3 meter dan jarak stasiun ini
dari garis pantai + 250 meter. Lokasi ini berada pada koordinat 01°34'39,00"LU
Stasiun ini berjarak ± 200 meter dari garis pantai dan terumbu karang
dapat ditemukan pada kedalaman 2 meter dan banyak ditemukan serpihan karang.
Stasiun ini berada pada titik koordinat 01°34'16,35"LU dan 98°45'27,51" BT.
Stasiun III
Pada stasiun ini terumbu karang ditemukan pada kedalaman 5 meter, jarak
stasiun dari garis pantai + 200 meter. Stasiun ini berada pada titik koordinat
9.
menggunakan kamera digital bawah air atau kamera digital biasa yang dilengkapi
dengan pelindung (casing) untuk pemakaian bawah air sehingga tahan terhadap
meter (pita berskala) sepanjang 50 m pada kedalaman 5 m dan sejajar garis pantai.
pengambilan foto tegak lurus terhadap dasar substrat. Luas area minimal bidang
pemotretan adalah 2552 cm2 atau (58 cm × 44 cm). Jika menggunakan kamera
Untuk praktisnya, agar luasan bidang foto yang nantinya akan dianalisis
memiliki luas seragam sesuai dengan luas bidang yang diinginkan, maka dapat
digunakan frame yang terbuat dari besi dengan ukuran panjang 58 cm dan lebar
44 cm. Pengambilan data hanya memotret substrat seluas ukuran frame besi
tersebut. Frame tersebut dicat dengan warna substrat, dimana pada keempat
Pemotretan dimulai dari meter ke 1 pada bagian sebelah kiri garis transek
(bagian yang lebih dekat dengan daratan) sebagai ”Frame 1” (Gambar 10a),
dilanjutkan dengan pengambilan foto pada meter ke-2 pada bagian sebelah kanan
garis transek (bagian yang lebih jauh dengan daratan) sebagai ”Frame 2” (Gambar
frame (”Frame 1” sampai dengan ”Frame 50”). Jadi untuk frame dengan nomor
ganjil (1, 3, 5,...,49) diambil pada bagian sebelah kiri garis transek (Gambar 10a),
sedangkan untuk frame dengan nomor genap (2, 4, 6,...,50) diambil pada bagian
Ilustrasi dalam pengambilan data dengan metode Transek Foto Bawah Air
dapat dilihat pada Gambar 11. Kotak-kotak yang bernomor pada gambar 11 itu
tersebut diambil pada garis transek. Untuk karang keras yang berukuran kecil atau
tempatnya agak tersembunyi sehingga diduga akan sulit untuk diidentifikasi dari
foto, dapat dilakukan pemotretan kembali dengan jarak yang lebih dekat sebagai
datanya hanyalah berupa foto-foto hasil pemotretan bawah air. Selanjutnya foto-
foto tersebut masih perlu dianalisis di darat (ruang kerja) dengan menggunakan
data yang didapat dengan data sebelumnya diperoleh dari Dinas Kelautan dan
1 3 49
49
2 48 50
48
48
Gambar 11. Ilustrasi dalam pengambilan data dengan metode Transek Foto
Bawah Air (UPT) (COREMAP-CTI, 2014).
penutupan karang mati, karang hidup dan jenis lifeform lainnya dihitung dengan
a
C = X 100%
A
Keterangan :
C = Peresentase penutupan lifeform i
a = Panjang transek lifeform i
A = panjang total transek
Tabel 3. Kriteria Persen Tutupan Terumbu Karang Menurut Keputusan Menteri
Lingkungan Hidup N0.4 Tahun 2001.
Kategori %
Buruk 0-24,9%
Sedang 25-49,9%
Baik 50-74,9%
Sangat Baik 75-100%
Hasil
Badiri Kabupaten Tapanuli Tengah, pada Stasiun I persentase tutupan karang dari
masing-masing kategori yaitu karang hidup (Hard Coral dan Soft Coral) diperoleh
sebesar 25,5%, karang mati sebesar 48,7%, fauna lain sebesar 0,27%, algae 0%
yaitu karang hidup (Hard Coral) sebesar 12,1%, karang mati sebesar 21%, fauna
lain sebesar 0,47%, algae sebesar 3,4% dan abiotik sebesar 62,5%. Persentase
Gambar 13.
Pada Stasiun III diperoleh persentase tutupan karang dari masing –masing
kategori yaitu karang hidup (Hard Coral) sebesar 28,47%, karang mati sebesar
61,66%, fauna lain sebesar 0,07%, algae sebesar 1,07% dan abiotik sebesar
4,27%. Persentase tutupan karang dari masing-masing kategori di stasiun III dapat
tutupan karang pada Stasiun I sebesar 25,4%, Stasiun II sebesar 12,33%, Stasiun
III sebesar 28,54%. Rata-rata persentase tutupan karang pada tiap stasiun dapat
Coral Massive, Makro Algae, Halimeda, Coral Foliose, Dead Coral with Algae,
Dead Algae, Sand, Silt, Rubble, Other, dan Turf Algae. Persentasi dari jenis
karang dari setiap lifeform yang di peroleh dari keempat stasiun dapat dilihat pada
Tabel 4.
tutupan karang di Pulau Unggeh sebesar 63,37% dengan kategori baik. Hal ini
menunjukkan bahwa persentase tutupan karang di Pulau Unggeh dari tahun 2009
ke tahun 2017 terjadi penurunan yaitu dari 63,37 % menjadi 22,09%. Diagram
Gambar 16. Perbandingan Persentase Karang pada Tahun 2009 dan 2017
pengukuran Suhu, DO, Kedalaman, Salinitas, pH, Kecepatan Arus, Kecerahan dan
pada Tabel 5.
Pembahasan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa terumbu
Tapanuli Tengah, adalah tipe terumbu karang tepi, karena terumbu karang yang
kedalaman perairan kurang dari 5 meter yang tidak terlalu jauh mengarah kearah
laut lepas. Hal ini sesuai dengan literatur Nybakken (1998) yang menyatakan
bahwa terumbu karang tepi (Fringing Reef) yaitu terumbu karang yang terdapat
disepanjang pantai dan dalamnya tidak lebih dari 40 meter. Terumbu ini tumbuh
dibandingkan persentase kategori karang lainnya. Terlihat pada stasiun I dan III,
Dead coral disebabkan karena kurangnya densitas sejenis tumbuhan algae yang
terumbu karang. Hal ini didukung oleh Fitt, dkk., (2000) yang menyatakan bahwa
dibandingkan kategori yang lainnya yaitu sebesar 62,47%. Hal ini karena di
ikan secara ilegal dengan menggunakan bom hal ini dibuktikan pada stasiun II
ditemukan persentase dari Silt (pasir halus) sebesar 52,6%, dan Rubble sebesar
8,87%.
Untuk persentase tutupan karang dari kategori alga diperoleh dengan nilai
rata-rata sebesar 1,49% yang hanya ditemukan dari jenis Makro Alga dengan nilai
rata rata sebesar 1,46% dan Turf Algae sebesar 0,023% , dan untuk jenis Algal
Assemblages dan Coraline Algae tidak ada ditemukan pada lokasi penelitian.
makro alga di ekositem terumbu karang dan dapat merusak ekosistem terumbu
karang, hal ini sesuai dengan literatur Pratamo (2012) yang menyatakan bahwa
kemudian pada saat surut massa air tersebut membawa unsur nitrat ke perairan.
Hal ini dapat memicu terjadi pertumbuhan makro alga dengan begitu cepat.
Meningkatnya kematian karang dapat juga disebabkan oleh alga. Dan menurut
Arrafi (2008) Alga dapat bersaing dengan karang menutupi dan menghalangi
terumbu karang yang hidup di dalam suatu perairan, terumbu karang yang dapat di
kategorikan terumbu karang hidup yaitu Acropora, Non Acropora dan Soft Coral.
kategori rusak, dan pada stasiun III persentase tutupan karang sebesar 28,54%
tergolong dalam kategori rusak dengan nilai rata-rata persentase tutupan terumbu
berdasarkan baku mutu Keputusan MENLH No. 4 Tahun 2001 tentang kriteria
karang buruk berada pada persentase 0-24,9%, karang sedang berada pada
persentase 25-49,9% , karang baik berada pada persentase 50-74,9%, dan karang
tahun 2009 ke tahun 2017 yaitu dari 63,37 % menjadi 22,09%, hal ini disebabkan
peledak dan bahan kimia dan juga pembuangan jangkar diatas karang hal ini
ini sesuai dengan laporan monitoring Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi
Hal ini juga dipertegas dengan literatur Dhewani dan Kusumawati (2009)
Tapanuli Tengah adalah 26,98% dan rata-rata karang mati 50,34%. Kondisi ini
sedang mendekati buruk. Pada akhirnya keadaan ini akan mempengaruhi hasil
disebabkan karena karang mengalami stres hal ini dibuktikan bahwa dilokasi
penelitian ditemukan jenis Dead Coral Alga (DCA) dengan rata-rata persentase
sebesar 37,2% (Tabel 4), hal ini sesuai dengan literatur Kambey (2014) yang
terumbu karang. Karang Mati yang terdapat alga atau disebut DCA, sehingga
pada areal yang mengalami kematian karang batu atau patahan karang akan
memerlukan waktu yang lama sekali untuk kembali kepada keadaan semula.
Kerusakan terumbu karang yang disebabkan oleh badai dan topan memerlukan
sama yaitu berkisar antara 30 - 31oC (Tabel 5). Nilai ini masih dapat ditoleran
yang menyatakan bahwa terumbu karang pada umumnya ditemukan terbatas pada
karang berkisar 26-28 oC. Dengan demikian kondisi rata-rata suhu di Perairan
Pulau Unggeh adalah 30,66 oC, melebihi nilai optimal pertumbuhan karang,
namun masih dapat ditolelir oleh karang akan tetapi kurang optimal sehingga
Perairan Pulau Unggeh berkisar antara 4 mg/L - 4,7 mg/L, dengan nilai ini maka
2004 yang menyatakan bahwa kadar DO yang baik untuk kelangsungan hidup
biota laut adalah lebih dari 5 mg/L. Sehingga dari kandungan DO yang relatife
kedalaman kurang dari 25 meter dimana pada stasiun I kedalaman 4 meter, pada
stasiun II kedalaman 2 m, dan pada stasiun III kedalamannya 5 meter, hal ini
membuktikan bahwa pada kedalaman kurang dari 25 meter sangat baik untuk
pertumbuhan karang. Hal ini sesuai dengan literatur Nybakken (1992) yang
pulau- pulau.
keras dan karang lunak. Hal ini diakibatkan oleh penurunan jumlah zooxanthellae
Salinitas adalah kadar garam yang terkandung dalam 1 kilogram air laut.
Salinitas merupakan salah satu faktor biofisik perairan yang berpengaruh dalam
penentuan zona perlindungan laut, dimana salinitas juga merupakan salah satu
hampir sama yaitu berkisar antara 33 – 34 ppt (Tabel 5). Hal ini kadar salinitas
bersifat positif dengan persentase tutupan karang hidup di Perairan Pulau Unggeh.
Menurut Dahuri (2003) yang menyatan pada umumnya karang tumbuh dengan
7,94 (Tabel 5). Oleh karena itu nilai pH di Perairan Pulau Unggeh sesuai untuk
pertumbuhan terumbu karang, hal ini sesuai dengan literatur Zamani dan
mensuplai oksigen dari laut bebas. Pertumbuhan karang lebih baik pada wilayah
terumbu karang adalah < 20 cm/s (0,2 m/s). Namun jika melihat dari kondisi arus
di lokasi penelitian yang memilki kisaran 0,05-0,083 m/s, dengan rata-rata kondisi
arus sebesar 0,069 m/s. Secara keseluruhan arus di Perairan Pulau Unggeh
tergolong lemah sehingga kurang baik bagi pertumbuhan karang, arus yang kuat
Nilai kecerahan yang didapatkan pada lokasi penelitian yaitu dengan rata-
rata 100%. hal tersebut disebabkan karena kondisi perairan yang sangat tenang
pada saat penelitian, sehingga tidak ada faktor sedimen yang mempengaruhi
kecerahan perairan. Oleh karena itu nilai kecerahan cocok bagi pertumbuhan
terumbu karang.
Nilai kecerahan dengan nilai rata-rata sebesar 100% hal ini menunjukkan
bahwa cahaya matahari mampu menembus sampai dasar perairan sehingga proses
tanpa cahaya yang cukup, laju fotosintesis akan berkurang dan bersamaan dengan
itu, kemampuan karang untuk membentuk terumbu (CaCO3) akan berkurang pula.
Thamrin (2006) yang menyatakan pasir halus atau substrat halus yang bergerak
karang dalam penempelan. Substrat termasuk faktor pembatas sangat penting bagi
karang, karena dalam fase hidup karang hanya bebas bergerak dalam jumlah
karang tidak hanya memerlukan daya dukung perairan saja, akan tetapi butuh
variabel lain seperti perilaku nelayan setempat seperti penggunaan alat tangkap
yang tidak ramah lingkungan , aktivitas wisata dan penegakan hukum yang tegas.
Rekomendasi Pengelolaan
dikhawatirkan akan lebih parah jika tidak dilakukan pengelolaan dan penanganan
transplantasi karang di Perairan Pulau Unggeh , penegakan hukum yang tegas, dan
karang baik pengelola kawasan, aparat keamanan, pemanfaat sumber daya dan
pemerhati lingkungan.
Kesimpulan
22, 09% yang terdiri atas stasiun I sebesar 25,4%, stasiun II sebesar 12,33%,
dikategorikan kedalam kategori buruk, dan didominasi oleh Dead Coral with
Algae (DCA) pada stasiun I, III, dan pada stasiun II yang mendominasi yaitu
Silt.
Saran
Perairan Pulau Unggeh, agar setiap tahunnya dapat diketahui bagaimana keadaan
pihak Dinas Kelautan dan Perikanan Tapanuli Tengah agar kondisi karang di
Burke, L., E. Selig., M. Spalding. 2002. Terumbu Karang yang Terancam di Asia
Tenggara. World Resources Institute, United Nations Environment
Program-Word Conservation Monitoring Centre, World Fish Centre, dan
International Coral Reef Action Network, England.
Dean, A dan D. Kleine. 2012. Terumbu Karang dan Perubahan Iklim. University
of Queensland, Australia.
Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Sumatera Utara. 2015. Laporan Kegiatan
Monitoring Kesehatan Karang Kabupaten Tapanuli Tengah dan kota
Sibolga.
English, S., C. Wilkinson, and V. Baker. 1994. Survey Manual for Tropical
Marine Resources, Townsville. Australian Institute of Marine Science,
Australia.
Giyanto. 2010. Metode Transek Foto Bawah Air untuk Penilaian Kondisi
Terumbu Karang. [Disertasi]. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Irawati, D.D.A. 2013. Potensi Terumbu Karang Indonesia Tantangan dan Upaya
Konservasinya. Vol 3 (2):148-173. Balai Penelitian Kehutanan Manado,
Manado.
Kambey, A.D. 2014. Kondisi Terumbu Karang Pulau Bunaken Provinsi Sulawesi
Utara. Jurnal Ilmiah Platax 2 (1) : ISSN 2302-3589.
Rani, C. 2002. Reproduksi Seksual Karang: Suatu Peluang dan Tantangan dalam
Penelitian Biologi Laut di Indonesia. Hayati 9(2) :62-66. ISSN 0854-
8587.
Refractometer GPS
Masker Thermometer
Plastik Tissue
1. Open Software CPCe V4.1, kemudian Klik Menu File, Pilih Multiple Images/
File Processing, kemudian Klik Process Multiple Images.
2. Open file (Foto) yang akan di analisa, Kemudian Block data yang akan di
analisa, selanjutnya klik Star File Processing.
4. Setelah selesai langkah yang diatas akan muncul garis (Border), selanjutanya
tarik garis tersebut sesuai ukuran Frame, Klik Accept Border Size and Position.
7. Selanjutnya mulai tahahapan pengisian data untuk setiap frame foto. Untuk
setiap yang ditunjukkan pada foto, masukkan datanya pada Table Point Data
(30) yang berada disebelah kanan sesuai kategori yang dipilih (Tabel kode
kategori yang berada persis di bawah gambar).
8. Setelah selesai mengisi seluruh titik, maka tekan tombol ►seperti yang terlihat
di Gambar 8 untuk berpindah ke file foto selanjutnya.
9. Setelah selesai menganilis seluruh foto hingga foto yang terakhir, maka tekan
tombol Save. Simpan file dalam bentuk format file *. cpc. Sebaiknya file *.
Cpc disimpan direktori yang sama dengan file foto.
11. Masukkan seluruh file (50 buah) dengan cara menandai (highlight) semua file
tempat file *.cpc yang disimpan dan ingin ditampilkan hasil analisisnya
(Gambar 11). Tandai pada pilihan New Excel workbook dan beri nama pada
kolom Transect name. Selanjutnya klik pada menu Process files,
12. Selanjutnya pilih format file Excel yang akan dihasilkan, apakah dalam
bentuk.xlsx atau format. Xls. Selanjutnya klik Ok.
14. Kemudian setelah proses selesai, simpan (Save) file hasil proses analisis foto
tersebut.