Anda di halaman 1dari 95

STUDI TUTUPAN TERUMBU KARANG DI PERAIRAN

PULAU UNGGEH KECAMATAN BADIRI KABUPATEN


TAPANULI TENGAH SUMATERA UTARA

AZWIR SIREGAR
130302020

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2018

Universitas Sumatera Utara


STUDI TUTUPAN TERUMBU KARANG DI PERAIRAN
PULAU UNGGEH KECAMATAN BADIRI KABUPATEN
TAPANULI TENGAH SUMATERA UTARA

SKRIPSI

AZWIR SIREGAR
130302020

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2018

Universitas Sumatera Utara


STUDI TUTUPAN TERUMBU KARANG DI PERAIRAN
PULAU UNGGEH KECAMATAN BADIRI KABUPATEN
TAPANULI TENGAH SUMATERA UTARA

SKRIPSI

AZWIR SIREGAR
130302020

Skripsi Sebagai Satu Diantara Beberapa Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana
Perikanan di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2018

Universitas Sumatera Utara


LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Studi Tutupan Terumbu Karang di Perairan Pulau


Unggeh Kecamatan Badiri Kabupaten Tapanuli Tengah
Sumatera Utara

Nama : Azwir Siregar

NIM : 130302020

Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian


Universitas Sumatera Utara

Disetujui Oleh :
Komisi Pembimbing

Dr. Budi Utomo, S.P., M.P Zulham Apandy Harahap, S.Kel, M.Si
Ketua Anggota

Mengetahui

Dr. Eri Yusni, M.Sc


Ketua Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan

Tanggal Seminar :

Universitas Sumatera Utara


PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Azwir Siregar

NIM : 130302020

Menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Studi Tutupan Terumbu Karang di

Perairan Pulau Unggeh Kecamatan Badiri Kabupaten Tapanuli Tengah

Sumatera Utara” adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum pernah

diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber

data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun

yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan

dicantumkan dalam daftar pustaka dibagian akhir skripsi ini.

Medan, Februari 2018

Azwir Siregar
NIM. 130302020

Universitas Sumatera Utara


RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Pasar Matanggor,

Kecamatan Batang Onang, Kabupaten Padang

Lawas Utara, Sumatera Utara pada tanggal 25

Februari 1995, dari Ayahanda Muhammad Yunus

Siregar dan Ibunda Aprida Harahap. Penulis

merupakan anak keempat dari lima bersaudara.

Penulis mengawali pendidikan formal di Sekolah Dasar Negeri Satu Pasar

Matanggor pada tahun 2001-2007, tahun 2007-2010 di Sekolah Madrasah

Tsanawiyah Swasta Darul Mursyid Sidapdap Simanosor Julu. Dan penulis

menyelesaikan pendidikan Menengah Atas di Madrasah Aliyah Swasta Darul

Mursyid di Sidapdap Simanosor Julu pada tahun 2010-2013.

Penulis melanjutkan pendidikan di Program Studi Manajemen

Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur

SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri) Undangan. Selama

menjadi mahasiswa di Manajemen Sumberdaya Perairan , penulis juga ikut serta

dalam beberapa kegiatan penelitian dosen dan penulis juga aktif dalam

keorganisasian yakni pengurus Perhimpunan Pemuda dan Mahasiswa Padang

Lawas Utara ( PPM PALUTA) periode 2016-2017.

Penulis menyelesaikan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Pelabuhan

Perikanan Nusantara Sibolga Sumatera Utara pada tahun 2016. Hingga tiba pada

saat penulis menyelesaikan tugas akhir dengan judul Skripsi “Studi Tutupan

Terumbu Karang di Perairan Pulau Unggeh Kecamatan Badiri Kabupaten

Tapanuli Tengah Sumatera Utara ” tahun 2017.

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

AZWIR SIREGAR: Studi Tutupan Terumbu Karang di Perairan Pulau Unggeh


Kecamatan Badiri Kabupaten Tapanuli Tengah Sumatera Utara. Dibawah
bimbingan BUDI UTOMO dan ZULHAM AFANDY HARAHAP.

Ekosistem terumbu karang merupakuan salah satu sumberdaya wilayah


pesisir yang sangat rentan terhadap kerusakan, terutama yang disebabkan oleh
perilaku manusia/masyarakat disekitarnya. Kabupaten Tapanuli Tengah
merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Sumatera Utara yang menjadi lokasi
pelaksanaan Coremap II. Program ini dilakukan sebagai upaya rehabilitasi dan
pengelolaan sumber daya terumbu karang. Pulau Ungge adalah salah satu pulau
yang dijadikan sebagai lokasi penelitian sejak tahun 2004 oleh program
COREMAP. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persentase tutupan dan
kondisi terumbu karang di Perairan Pulau Unggeh Kecamatan Badiri Kabupaten
Tapanuli Tengah Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan pada Bulan April 2017.
Penelitian ini menggunakan metode Underwater photo Transect (UPT). Dari hasil
penelitian diperoleh 17 jenis bentuk pertumbuhan karang yaitu Acropora
Branching, Coral Branching, Coral Encrusting, Coral Musrhoom, Soft Coral,
Coral Submassive, Coral Massive, Makro Algae, Halimeda, Coral Foliose, Dead
Coral with Algae, Dead Algae, Sand, Silt, Rubble, Other, dan Turf Algae. Dan
persentase tutupan karang dari masing-masing stasiun yaitu pada stasiun I sebesar
25,4%, stasiun II sebesar 12,33%, stasiun III sebesar 28,54%. Dengan rata-rata
tutupan karang sebesar 22,09% dan kondisi terumbu karang dilokasi penelitian
berada pada kondisi rusak.

Kata kunci: Ekositem Terumbu Karang, Perairan Pulau Unggeh, Persentase


Tutupan Karang.

Universitas Sumatera Utara


ABSTRACT

AZWIR SIREGAR: Study of Coverage of Coral Reefs in the Waters of Unggeh


Island Kecamatan Badiri Kabupaten Tapanuli Tengah North Sumatra. Under
Academic Supervision by BUDI UTOMO and ZULHAM AFANDY
HARAHAP.

Coral reef ecosystems are one of the coastal resources that are highly
vulnerable to damage, especially those caused by human behavior / surrounding
communities. Kabupaten Tapanuli Tengah is one of the regencies in North
Sumatra Province which is the location of Coremap II implementation. This
program is conducted as an effort to rehabilitate and manage the resources of coral
reefs. Ungge Island is one of the islands used as a research site since 2004 by
COREMAP program. This study aims to determine the percentage of cover and
condition of coral reefs in the waters of Unggeh Island Subdistrict Badiri
Kabupaten Tapanuli Tengah North Sumatra. This research was conducted in April
2017. This research used Underwater photo Transect (UPT) method. From the
research results obtained 17 types of coral growth form namely Acropora
Branching, Coral Branching, Coral Encrusting, Coral Musrhoom, Soft Coral,
Coral Submassive, Coral Massive, Makro Algae, Halimeda, Coral Foliose, Dead
Coral with Algae, Dead Algae, Sand, Silt , Rubble, Other, and Turf Algae. And
percentage of coral cover from each station that is at station I equal to 25,4%,
station II equal to 12,33%, station III equal to 28,54%. With an average coral
cover of 22.09 % and coral reef condition in the study location is in damaged
condition.

Keywords: Coral Reef Ecosystem, Unggeh Island Waters, Percentage of Coral


Reef.

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkat

rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Studi Tutupan Terumbu Karang di Perairan Pulau Unggeh Kecamatan

Badiri Kabupaten Tapanuli Tengah Sumatera Utara”. Skripsi ini diajukan

sebagai satu diantara beberapa syarat untuk dapat memperoleh gelar Sarjana

Perikanan pada Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas

Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ayahanda

Muhammad Yunus Siregar dan Ibunda Aprida Harahap yang telah memberikan

dukungan moral maupun materil sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Kakak Penulis Annisa Siregar,

Elvi Agustina Siregar, dan Ely Romaito Siregar serta Adik Penulis Khoirul Amri

Siregar yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis juga menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak mungkin selesai

tanpa bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan

ucapan terimakasih kepada :

1. Bapak Dr. Budi Utomo, S.P., M.P. selaku Ketua Komisi Pembimbing dan

Bapak Zulham Afandy Harahap, S.Kel, M.Si. selaku Anggota Komisi

Pembimbing yang telah memberikan masukan, arahan, bimbingan serta ilmu

kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Hasanuddin, M.S selaku Dekan Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara


3. Ibu Dr. Eri Yusni, M.Sc selaku ketua Program Studi Manajemen Sumberdaya

Perairan dan seluruh Staf Pengajar dan Pegawai Program Studi Manajemen

Sumberdaya Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

4. Seluruh Staff dari Dinas Perikanan dan Kelautan Tapanuli Tengah yang telah

membantu penulis selama kegiatan penelitian berlangsung.

5. Seluruh teman-teman seperjuangan angkatan 2013 Program Studi Manajemen

Sumberdaya Perairan khususnya teman terkasih Raswin Nasution,

Muhammad Dzikri, Muhammad Mulia Wisesa, dan Romanda Mora Tanjung

yang telah membantu penulis dalam kegiatan penelitian dan memberikan

dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dalam

pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang Manajemen

Sumberdaya Perairan.

Medan, Februari 2018

Azwir Siregar

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

Halaman
ABSTRAK ............................................................................................... i
ABSTRACT ............................................................................................. ii
KATA PENGANTAR ............................................................................. iii
DAFTAR ISI ............................................................................................ v
DAFTAR GAMBAR ............................................................................... vii
DAFTAR TABEL.................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... ix
PENDAHULUAN
Latar Belakang .............................................................................. 1
Rumusan Masalah ......................................................................... 2
Kerangka Pemikiran ..................................................................... 3
Tujuan Penelitian ......................................................................... 4
Manfaat Penelitian......................................................................... 4

TINJAUAN PUSTAKA
Deskripsi Pulau Unggeh ................................................................ 5
Ekosistem Terumbu Karang .......................................................... 5
Struktur dan Anatomi Terumbu Karang ....................................... 6
Reproduksi Terumbu Karang ........................................................ 8
Tipe Fomasi Terumbu Karang ...................................................... 10
Bentuk Pertumbuhan Terumbu Karang ........................................ 11
Faktor Pembatas Pertumbuhan Terumbu Karang ......................... 15
Monitoring Umum Terumbu Karang ............................................ 19
Kerusakan Terumbu Karang ......................................................... 26
Strategi Pengelolaan Terumbu Karang ......................................... 27
Fungsi dan Manfaat Terumbu Karang .......................................... 29

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian ....................................................... 30
Alat dan Bahan Penelitian ............................................................. 30
Deskripsi Stasiun Pengamatan ...................................................... 31
Prosedur Penelitian
Metode Pengambilan Data ...................................................... 33
Pengukuran Parameter Lingkungan ........................................ 35
Analisis Data
Persen Tutupan dan Kondisi Terumbu Karang ....................... 36

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil
Jenis dan Persentase Tutupan Terumbu Karang ..................... 39

Universitas Sumatera Utara


Faktor Pembatas Pertumbuhan Terumbu Karang ................... 41
Pembahasan
Jenis dan Persentase Tutupan Terumbu Karang ..................... 42
Faktor Pembatas Pertumbuhan Terumbu Karang ................... 46
Rekomendasi Pengelolaan ...................................................... 49

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan ............................................................................. 50
Saran........................................................................................ 50

DAFTAR PUSTAKA

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR

No. Teks Halaman

1. Kerangka Pemikiran .............................................................................. 4

2. Struktur Karang ...................................................................................... 7

3. Reproduksi Hewan Karang Secara Seksual dan Aseksual ..................... 8

4. Tipe Formasi Terumbu Karang .............................................................. 10

5. Bentuk Pertumbuhan Karang ................................................................ 13

6. Foto Lokasi Penelitian ........................................................................... 30

7. Foto Lokasi Stasiun I ............................................................................ 31

8. Foto Lokasi Stasiun II ........................................................................... 32

9. Foto Lokasi Stasiun III .......................................................................... 32

10.Pengambilan Foto di Lapangan dengan Metode UPT .......................... 35

11.Ilustri dalam Pengambilan Data dengan Metode UPT .......................... 35

12.Persentase Kategori Tutupan Karang di Stasiun I................................. 37

13. Persentase Kategori Tutupan Karang di Stasiun II .............................. 38

14. Persentase Kategori Tutupan Karang di Stasiun III ............................. 38

15.Diagram Rata-Rata Persentase Tutupan Karang ................................... 39

16.Perbandingan Persentase Karang Tahun 2009 dan Tahun 2017 ........... 41

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL

No. Teks Halaman

1. Komponen Lifeform Bentuk Pertumbuhan Terumbu Karang .............. 14

2. Pengukuran Parameter Lingkungan ...................................................... 35

3. Kriteria Persen Tutupan Terumbu Karang ............................................ 36

4. Jenis dan Persentase Terumbu Karang di Perairan Pulau Unggeh ........ 40

5. Hasil Pengukuran Faktor Pembatas Pertumbuhan Karang.................... 42

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR LAMPIRAN

No. Teks Halaman

1. Alat dan Bahan Penelitian ..................................................................... 56

2. Pengukuran Parameter Lingkungan ...................................................... 59

3. Pengambilan Data Terumbu Karang ..................................................... 60

4. Jenis-Jenis Lifeform Karang di Lokasi Penelitian ................................ 61

5. Langkah-Langkah Penganalisaan Data ................................................. 64

6. Hasil Analisis Data ................................................................................ 71

Universitas Sumatera Utara


PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak pada pusat segitiga

terumbu karang (the coral triangle) yang memiliki keanekaragaman hayati yang

tinggi. Sebagai negara kepulauan, Indonesia terdiri lebih dari 17.480 pulau besar

dan kecil, dengan panjang garis pantai mencapai 95.186 km. Luas ekosistem

terumbu karang Indonesia diperkirakan mencapai 50.875 km2. Namun, sebagian

besar dari luas terumbu karang tersebut telah mengalami kerusakan yang sangat

serius. Data dari Pusat Penelitian Oseanografi LIPI (2012), menunjukkan bahwa

kondisi terumbu karang hanya 5,3% terumbu karang Indonesia yang tergolong

kondisi sangat baik. Sementara 27,18 % tergolong dalam baik, 37,25 % tergolong

dalam kondisi cukup baik, dan 30,45 % kondisi buruk (Harefa, 2015).

Ekosistem terumbu karang terdapat pada lingkungan perairan yang

dangkal seperti paparan benua dan gugusan pulau-pulau di perairan tropis antara

lintang 30° LU dan 25° LS. Terumbu karang sebagai tempat hidup dari berbagai

biota laut tropis lainnya memiliki keanekaragaman jenis biota yang sangat tinggi

dan sangat produktif. Pada umumnya keberadaan dan kondisi terumbu karang

sangat mempengaruhi kekayaan dan keanekaragaman ikan karang. Jika kondisi

terumbu karang baik maka keanekaragaman ikannya tinggi, begitu juga

sebaliknya (Nybakken, 1992).

Terumbu karang merupakan salah satu ekosistem perairan tropis yang

memiliki fungsi yang sangat penting baik bagi organisme yang membangun

ekosistem ini ataupun ekosistem yang ada disekitarnya yaitu ekosistem padang

Universitas Sumatera Utara


lamun dan ekosistem mangrove. Ekosistem terumbu karang merupakan

sumberdaya wilayah pesisir yang sangat rentan terhadap kerusakan, terutama yang

disebabkan oleh perilaku manusia/masyarakat disekitarnya.

Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan salah satu kabupaten di Propinsi

Sumatera Utara yang menjadi lokasi pelaksanaan Coremap II. Program ini

dilakukan sebagai upaya rehabilitasi dan pengelolaan sumber daya terumbu

karang. Pulau Unggeh adalah salah satu pulau yang dijadikan sebagai lokasi

penelitian sejak tahun 2004 oleh program COREMAP tersebut. Penelitian yang

dilakukan oleh Sirait (2009) di Pulau Unggeh yang berkerjasama dengan program

COREMAP dengan metode Line Intercept Transect (LIT) memperoleh hasil

persentase tutupan karang sebesar 63,37 % dengan kategori baik.

Rumusan Masalah

Perairan laut sebagai habitat dari terumbu karang memiliki hubungan erat

untuk mendukung pertumbuhan terumbu karang. Adanya aktivitas masyarakat

seperti snorkling, penyelaman, lintas perahu nelayan di sekitar terumbu karang

berpotensi untuk merusak karang. Adanya perubahan musim juga berpengaruh

terhadap ekosistem terumbu karang. Hal ini memiliki pengaruh langsung maupun

tidak langsung akan merubah faktor fisika-kimia di Perairan Pulau Unggeh yang

berdampak pada pertumbuhan karang. Untuk mengetahui kondisi terbaru

mengenai persen tutupan karang dan bentuk pertumbuhan karang serta

hubungannya terhadap faktor fisika-kimia perairan di kawasan ini.

Permasalahan keberadaan terumbu karang sangat dipengaruhi oleh faktor

fisik-kimia perairan. Ekosistem terumbu karang di Perairan Pulau Unggeh pada

beberapa tahun terakhir dikhawatirkan telah mengalami penurunan kualitas

Universitas Sumatera Utara


disebabkan oleh faktor alam dan aktivitas manusia. Adanya aktivitas manusia

berupa lintas perahu nelayan serta adanya kegiatan penangkapan ikan yang

menggunakan alat tangkap bom yang menyebabkan kerusakan terumbu karang

sehingga di daerah-daerah tertentu dapat ditemukan pecahan terumbu karang dan

juga perubahan musim menyebabkan adanya perubahan pada faktor fisika-kimia

perairan yang secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi persen

tutupan terumbu karang.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan beberapa permasalahan

sebagai berikut :

1. Berapa persentase tutupan karang di Perairan Pulau Unggeh?

2. Bagaimana kondisi terumbu karang di Perairan Pulau Unggeh?

Kerangka Pemikiran

Perairan Pulau Unggeh memiliki potensi kegiatan perikanan. Perairan

Pulau unggeh terdapat beberapa ekosistem diantaranya yaitu ekosistem lamun,

terumbu karang dan mangrove, dan setiap ekosistem memiliki peranan masing-

masing. Monitoring tutupan karang merupakan kegiatan yang dilakukan untuk

mengetahui persentase lifeform karang yang terdapat di suatu perairan dan

selanjutnya dapat di tentukan kondisi karang yang ada di perairan tersebut. Oleh

sebab itu perlu dilakukan monitoring tutupan karang untuk mengetahui kondisi

karang yang ada di Perairan Pulau Unggeh, agar diketahui cara pengelolaan yang

tepat untuk masa yang akan datang oleh pihak terkait. Kerangka pemikiran dapat

dilihat pada Gambar 1.

Universitas Sumatera Utara


Potensi Ekosistem Pesisir Pulau
Unggeh

Mangrove Terumbu Karang Lamun

Metode UPT
(Underwater Photo Transect)
Tutupan Karang Jenis Karang

Kondisi Ekosistem
Terumbu karang

Pengelolaan Terumbu Karang


Berkelanjutan
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui persentase tutupan karang di Perairan Pulau Unggeh.

2. Mengetahui kondisi ekosistem terumbu karang di Perairan Pulau Unggeh.

Manfaat Penelitian

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

dalam pengelolaan lingkungan pesisir khususnya terumbu karang dan sebagai

referensi dalam bidang pengelolaan lingkungan pesisir.

Universitas Sumatera Utara


TINJAUAN PUSTAKA

Deskripsi Pulau Unggeh

Kabupaten Tapanuli Tengah memiliki terumbu karang seluas 25-35 km2

meliputi Fringing reefs, patch reefs dan shoal di sekitar pelabuhan Sibolga, Desa

Sitardas dan Pulau Mansalar. Terdapat 140 jenis karang yang termasuk dalam 16

suku. Sementara ikan karang yang terdapat di kabupaten Tapanuli Tengah

sebanyak 179 jenis dengan kelimpahan 1105 individu per hektar. Ditemukan

bahwa rata-rata tutupan karang hidup adalah 26,98% dan rata-rata karang mati

50,34%. Kondisi ini menunjukkan bahwa terumbu karang di Tapanuli Tengah

berada pada kondisi sedang mendekati buruk. Pada akhirnya keadaan ini akan

mempengaruhi hasil tangkapan nelayan,terutama mereka yang menangkap ikan-

ikan karang (Dhewani dan Kusumawati, 2009).

Pulau Unggeh atau Pulau Unggas berada pada koordinat 01 034’23” -

01034’37” LU dan 98045’26”-98045’42” BT dan secara administrasi terletak di

desa Sitardas, Kecamatan Badiri, Kabupaten Tapanuli Tengah. Paparan dasar laut

sebelah selatan, barat, dan utara Pulau Unggeh ditumbuhi oleh terumbu karang

(COREMAP II, 2008).

Ekosistem Terumbu Karang

Terumbu karang merupakan hewan bentik yang hidup di dasar perairan.

Hewan ini sebagian besar hidupnya berkoloni yang tersusun atas kalsium karbonat

(CaCO3) sebagai hasil sekresi dari Zooxanthellae. Terumbu karang merupakan

habitat berbagai biota laut untuk tumbuh dan berkembang biak dalam kehidupan

Universitas Sumatera Utara


yang seimbang. Sifat yang menonjol dari terumbu karang adalah keanekaragaman,

jumlah spesies, dan bentuk morfologi tinggi dan bervariasi (Hazrul dkk., 2016).

Karang adalah anggota filum Cnidaria yang dapat menghasilkan kerangka

luar dari kalsium karbonat. Karang dapat berkoloni atau sendiri, tetapi hampir

semua karang hermatipik merupakan koloni dengan berbagai individu hewan

karang atau polip menempati mangkuk kecil atau kolarit dalam kerangka yang

masif. Tiap mangkuk mempunyai beberapa seri septa yang tajam dan berbentuk

daun yang keluar dari dasar. Pola septa berbeda–beda pada tiap spesies dan

merupakan dasar pembagian spesies karang (Prasetia, 2013).

Terumbu karang adalah sekumpulan hewan karang yang bersimbiosis

dengan sejenis tumbuhan alga yang disebut zooxanthellae. Hewan karang

bentuknya aneh, menyerupai batu dan mempunyai warna dan bentuk beraneka

rupa. Hewan ini disebut polip, karena merupakan hewan pembentuk utama

terumbu karang yang menghasilkan zat kapur. Polip-polip ini selama ribuan tahun

membentuk terumbu karang. Zooxanthellae adalah suatu jenis algae yang

bersimbiosis dalam jaringan karang. Zooxanthellae ini melakukan fotosintesis

menghasilkan oksigen yang berguna untuk kehidupan hewan karang. Di lain

pihak, hewan karang memberikan tempat berlindung bagi zooxanthellae

(Nasharandi dkk., 2015).

Struktur dan Anatomi Terumbu Karang

Karang memiliki tentakel yang mengelilingi mulut dan dalam tentakel

terdapat sel penyengat, nematokis yang berfungsi untuk melumpuhkan

mangsanya, dan tentakel tersebut pada individu karang dinamakan polip karang.

Warna tentakel karang keras, secara umum tidak berwarna atau bening seperti

Universitas Sumatera Utara


ubur-ubur, namun ada pula beberapa coklat muda, polip karang keras umumnya

hidup berkoloni. Dan mereka menyatukan rangka kapur satu dengan yang lainnya,

sehingga dari luar mereka terlihat seperti batu kapur. Kelompok karang lainnya

yang terdapat di terumbu karang adalah kelompok karang lunak, kelompok

anemone, dan kelompok kipas laut. Dengan adanya kelompok-kelompok karang

maka terbentuklah suatu hamparan terumbu karang dimana di dalamnya terdapat

beberapa tumbuhan dan berbagai hewan laut lainnya (Giyanto, 2010).

Karang, yang terdiri dari polip yang memiliki tentakel, merupakan hewan

invertebrata. Tentakelnya bergerak di dalam air dan berfungsi sebagai alat

penangkap makanan. Setiap polip mengeluarkan endapan kapur yang disebut

skeleton, yang merupakan tempat tinggalnya. Ribuan polip tumbuh dan

bergabung menjadi satu oleh skeletonnya membentuk koloni karang. Jadi, yang

dimaksud dengan karang merupakan hewan polip karang beserta skeletonnya

(Gambar 2).

Gambar 2. Struktur Karang (Dean dan Kleine, 2012)

Universitas Sumatera Utara


Reproduksi Terumbu Karang

Menurut Rani (2002) cara reproduksi karang dapat dibedakan atas dua

macam, yaitu: (i) kelompok spesies yang memijahkan gametnya (telur dan

sperma) ke dalam kolom air, dan selanjutnya terjadi pembuahan di luar tubuh

(polip) dan kemudian terjadi perkembangan embrio, dan (ii) kelompok spesies

dengan telur yang dibuahi di dalam polip dan selanjutnya perkembangan embrio

dan larva terjadi di dalamnya. Umumnya spesies karang bercabang dan berpolip

kecil memiliki sedikit telur dan planula yang dierami (brooding), sedangkan

spesies yang masif dan berpolip besar menghasilkan banyak telur yang dipijahkan

pada kolom air (broadcast spawning) untuk pembuahan (Gambar 3).

A B

Gambar 3. Reproduksi Hewan Karang Secara Seksual (A) dan Secara


Aseksual (B) (Nybakken, 1992)

A. Polip Dewasa
B. Larva Planula
C. Planula Stradium dengan Septa yang Berkembang
D. Polip Muda Setelah Pelekatan

Polip karang keras dapat berkembang biak secara aseksual, yakni tanpa

peleburan sel sperma dan sel telur. Mereka dapat berkembang biak antara lain

dengan cara membelah diri, bertunas, dan fragmentasi. Membelah diri, berarti dari

satu polip karang kemudian membentuk kembarannya dan menjadi dua polip

karang, demikian seterusnya sehingga terbentuk koloni karang. Bertunas, yakni

dari satu polip karang keras kemudian muncul polip karang baru seperti pada

Universitas Sumatera Utara


tunas pepohonan. Secara fragmentasi, yakni dengan terlepasnya salah satu dari

bagian polip karang keras berikutnya. Jika kondisi alam menguntungkan, maka

bagian yang terlepas itu kemudian hidup menempel dan membentuk koloni baru

(Asriyana dan Yuliana, 2012).

Menurut Asriyana dan Yuliana (2012), pembiakan hewan karang secara

seksual yaitu Satu polip karang keras dapat mengeluarkan sel telur ke air, dan

polip karang keras yang lain dapat melepaskan sel sperma ke air. Di dalam air, sel

telur dan sel sperma itu akan melebur menjadi satu dan membentuk larva

(planula), yakni calon atau benih polip karang keras yang baru. Setelah menjalani

hidup seperti plankton selama 1 bulan, larva karang keras akan menuju dasar laut

dan mencari substrat untuk menempel. Tempat keras atau substrat yang dicari

pada umumnya adalah timbunan kapur, atau bekas rangka kapur dari suatu koloni

karang yang telah mati. Setelah larva karang keras menempel, ia akan berubah

menjadi satu polip karang keras. Kemudian dari satu polip karang keras ini ia

kembali berkembang biak secara membelah diri dan bertunas sehingga

terbentuklah koloni karang keras yang baru.

Pola reproduksi karang dapat dikelompokkan menjadi: (i) broadcast

spawning hermaphrodit, (ii) brooding hermaphrodit, (iii) broadcast spawning

gonochoric, dan (iv) brooding gonochoric. Spesies karang di Indo-Pasifik

mengikuti pola (i) dan (iii) ketika berada pada kondisi lingkungan yang

menguntungkan dengan ukuran diameter koloni > 30 cm. Ukuran ini secara tidak

langsung menunjukkan bahwa spesies tersebut berumur panjang. Spesies yang

mengikuti pola (ii) dan (iv) secara umum berukuran kecil sebagai akibat

Universitas Sumatera Utara


penurunan pertumbuhan dengan peningkatan umur atau kematian induk yang

tinggi (Rani, 2002).

Tipe Formasi Terumbu Karang

Nybakken (1988) mengelompokkan formasi terumbu karang (seperti

terlihat pada gambar) menjadi tiga katagori sebagai berikut:

a. Terumbu karang tepi (Fringing Reef), yaitu terumbu karang yang terdapat

disepanjang pantai dan dalamnya tidak lebih dari 40 meter.Terumbu ini tumbuh

ke permukaan dan kearah laut terbuka (Gambar 4a).

b. Terumbu karang penghalang (Barrier Reef), berada jauh dari pantai yang

dipisahkan oeh goban (lagoon) dengan kedalaman 40-70 meter. Umumnya

terumbu karang ini memanjang menyusuri pantai (Gambar 4b).

c. Atol, merupakan karang bentuk melingkar seperti cincin yang mucul dari

perairan dalam, jauh dari daratan dan melingkari gobah yang memiliki terumbu

gobah (Gambar 4c).

a b c

Gambar 4. Tipe Formasi Terumbu Karang a.Fringing Reef, b. Barrier Reef,


c. Atol (Irawati, 2013).

Universitas Sumatera Utara


Bentuk Pertumbuhan Terumbu Karang

Berdasarkan bentuk dan pertumbuhannya, karang batu terbagi atas karang

Acropora dan Non Acropora. Karang Acropora adalah karang yang ciri umumnya

memiliki aksial koralit dan radial koralit. Berdasarkan pertumbuhannya, terdapat

dua kelompok karang yang berbeda, yaitu hermatipik dan ahermatipik. Karang

hermatipik dapat menghasilkan terumbu sedangkan karang ahermatipik tidak

dapat menghasilkan terumbu. Karang ahermatipik tersebar diseluruh dunia

sedangkan karang hermatipik hanya terdapat pada daerah tropis. Perbedaan

mencolok antara kedua karang ini adalah di dalam jaringan karang hermatipik

terdapat sel-sel tumbuhan bersimbiosis yang dinamakan Zooxanthellae,

sedangkan karang ahermatipik tidak (Nybakken, 1992).

Karang memiliki sifat yang sangat unik, yaitu perpaduan antara sifat

hewan dan tumbuhan, arah pertumbuhannya selalu bersifat fototropik, yaitu selalu

mengarah ke atas menuju matahari. Pada pengamatan di lapangan akan terlibat

bahwa karang yang roboh akan membentuk tunas baru yang menuju ke atas.

Begitu pula karang yang tumbuh pada subtrat miring atau tegak maka

pertumbuhannya akan menuju ke atas (Suharsono, 1984).

Karang memiliki variasi bentuk pertumbuhan koloni (Gambar 5) yang

berkaitan dengan kondisi lingkungan perairan. Berbagai jenis bentuk pertumbuhan

karang dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari, hydrodinamis (gelombang

dan arus), ketersediaan bahan makanan, sedimen, subareal exposure dan faktor

genetik (English dkk., 1994).

a. Bentuk Bercabang (branching), memiliki cabang lebih panjang dari pada

diameter yang dimiliki, banyak terdapat di sepanjang tepi terumbu dan bagian

Universitas Sumatera Utara


atas lereng, terutama yang terlindungi atau setengah terbuka. Bersifat banyak

memberikan tempat perlindungan bagi ikan dan invertebrata tertentu.

b. Bentuk Padat (massive), dengan ukuran bervariasi serta beberapa bentuk seperti

bongkahan batu. Permukaan karang ini halus dan padat, biasanya ditemukan di

sepanjang tepi terumbu karang dan bagian atas lereng terumbu.

c. Bentuk Kerak (encrusting), tumbuh menyerupai dasar terumbu dengan

permukaan yang kasar dan keras serta berlubang-lubang kecil, banyak terdapat

pada lokasi yang terbuka dan berbatu-batu, terutama mendominasi sepanjang

tepi lereng terumbu. Bersifat memberikan tempat berlindung untuk hewan-

hewan kecil yang sebagian tubuhnya tertutup cangkang.

d. Bentuk Lembaran (foliose), merupakan lembaran lembaran yang menonjol pada

dasar terumbu, berukuran kecil dan membentuk lipatan atau melingkar,

terutama pada lereng terumbu dan daerah-daerah yang terlindung. Bersifat

memberikan perlindungan bagi ikan dan hewan lain.

e. Bentuk Jamur (mushroom), berbentuk oval dan tampak seperti jamur, memiliki

banyak tonjolan seperti punggung bukit beralur dari tepi hingga pusat mulut.

f. Bentuk Submasif (submassive), bentuk kokoh dengan tonjolan-tonjolan atau

kolom-kolom kecil.

g. Karang Api (Millepora), semua jenis karang api yang dapat dikenali dengan

adanya warna kuning di ujung koloni dan rasa panas seperti terbakar bila

disentuh

h. Karang Biru (Heliopora), dapat dikenali dengan adanya warna biru pada

rangkanya lut.

Universitas Sumatera Utara


Bercabang (Branching) Padat (Massive)

Kerak (Encrusting) Lembaran (Foliose)

Jamur (Mushroom) Submasif (Submassive)

Karang Api (Millepora) Karang Biru ( Heliopora)


Gambar 5. Bentuk Petumbuhan Karang (Arkive, 2012)

Laju pertumbuhan pada koloni-koloni karang dapat berbeda satu sama

lainya. Perbedaan ini disebabkan adanya perbedaan spesies, unlur koloni, dan

Universitas Sumatera Utara


daerah suatu terumbu. Koloni yang muda dan kecil cenderung untuk tumbuh lebih

cepat dari pada koloni yang lebih tua (Nybakken, 1992).

Kategori dan kode bentuk pertumbuhan (lifeform) (English dkk.,

1994), dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komponen Lifeform Terumbu Karang Berdasarkan Bentuk


Pertumbuhan (English dkk., 1994).
Kategori Kode Keterangan

Dead Coral DC Karang yang baru mati, berwarna putih. Karang mati
Dead Coral With Algae DCA yang masih nampak bentuknya, tapi sudah muIai
diturnbuhi alga halus.
Acropora
Branching ACB Bentuknya bercabang seperti ranting pohon.
Encrusting ACE Bentuk merayap, biasanya pada Acropora yang
belum sempurna.
Submassive ACS Percabangan bentuk gada/lempeng dan kokoh.
Bentuk percabangan rapat dengan cabang
Bentuk seperti jari-jari tangan.
Digitate ACD Bentuk bercabang dengan arah mendatar, rata,
Tabulet ACT bentuk seperti meja.
Non Acropora
Branching CB Bentuk bercabang seperti ranting pohon. Bentuk
Encrusting CE merayap, hampir seluruh bagian menempel pada
substrat.
Foliose CF Bentuk menyerupai lembaran daun.
Massive CM Bentuk seperti batu besar yang padat dan bentuk
kompak.
Submassive CS Bentuk kokoh dengan tonjolan-tonjolan kecil.
Mushroom CMR Soliter, bentuk seperti jamur.
Millepora CME Adanya warna kuning di ujung koloni dan rasa panas
terbakar bila tersentuh.
Heliopora CHL Adanya warna biru pada skeletonnya.
Abiotik:
Sand S Pasir
Rubble R Serakan/Patahan Karang Mati
Silt SI Lumpur/Lanau
Water WA Celah dengan Kedalaman >50 cm
Rock RCK Batu Vulkanin.
Algae:
Alga Assemblage AA Terdiri lebih dari satu jenis algae.
Coralline Algae CA Alga yang mempunyai struktur kapur.
Macro Algae MA Alga yang berukuran besar.
Truf Algae TA Menyerupai rumput-rumput halus.

Biotik Lainnya:
Soft Corals SC Karang dengan tubuh lunak.
Sponge SP Sponge
Zoanthids ZO Crinoid
Others OT Anemon, Teripang, Kimia dan lain-lain.

Universitas Sumatera Utara


Faktor Pembatas Pertumbuhan Terumbu Karang

Suhu
Penyebaran goegrafis terumbu karang dipengaruhi oleh suhu dan hampir

semuanya hanya ditemukan pada perairan yang dibatasi oleh permukaan isoterm

200C. Perkembangan terumbu karang yang optimal terjadi diperairan yang rata-

rata suhu tahunannya 23-250C. Namun terumbu karang dapat mentoleransi suhu

sampai 36-400C (Haerul, 2013).

Suhu mempengaruhi kecepatan metabolisme, reproduksi, dan perombakan

bentuk luar dari karang serta membatasi sebaran karang secara geografis. Suhu

paling baik untuk pertumbuhan karang berkisar 23-30oC. Temperatur 18o C dapat

menghambat pertumbuhan karang bahkan dapat mengakibatkan kematian.

Kenaikan suhu sebesar 1-4oC dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan

karang, sedangkan kenaikan suhu sebesar 4-5oC dapat menyebabkan kematian

pada karang (Ningrum, 2012).

Oksigen Terlarut (DO)

Oksigen terlarut merupakan kebutuhan dasar untuk kehidupan makhluk

hidup di dalam air maupun hewan terestrial. Penyebab utama berkurangnya

oksigen terlarut di dalam air adalah adanya bahan-bahan buangan organik yang

banyak mengkonsumsi oksigen sewaktu penguraian berlangsung. Konsentrasi

oksigen terlarut yang aman bagi kehidupan di perairan sebaiknya harus di atas

titik kritis dan tidak terdapat bahan lain yang bersifat toksik. Konsentrasi oksigen

terlarut minimum sebesar 2 mg/l cukup memadai untuk menunjang secara normal

komunitas akuatik di perairan (Laranisa, 2016).

Universitas Sumatera Utara


Kedalaman

Pertumbuhan terumbu karang ke atas dibatasi oleh adanya udara. Banyak

koral yang mati karena terlalu lama berada di udara terbuka, sehingga

pertumbuhan terumbu karang ke atas hanya terbatas sampai tingkat surut

terendah. Terumbu karang dapat tumbuh dan berkembang dengan baik di daerah

yang memiliki gelombang yang besar, dimana gelombang tersebut dapat

memberikan sumber air yang segar, suplai oksigen, mengurangi dan

menghilangkan sedimentasi pada terumbu karang, serta mensuplai plankton dan

sumber makanan lainnya yang berguna bagi pertuumbuhan dan perkembangan

terumbu karang (Pasaribu, 2008).

Kebanyakan terumbu karang dapat berkembang pada kedalaman 25 meter

atau kurang. Pertumbuhan karang sangat berkurang saat tingkat laju produksi

primer sama dengan respirasinya (zona kompensasi) yaitu kedalaman dimana

kondisi intensitas cahaya berkurang sekitar 15 – 20 % dari intensitas cahaya di

lapisan permukaan air (Dahuri, 2003).

Sebaran terumbu karang berdasarkan kedalaman yang sangat berbeda

dikarenakan bentuk atau tipe-tipe terumbu karang itu sendiri. Menurut Ramli

(2003), terumbu karang tipe bercabang (Branching) akan bertahan hidup pada

kedalaman di bawah 10 meter karena mampu memecahkan hantaman ombak.

Salinitas

Kisaran kondisi normal yang dapat mendukung pertumbuhan terumbu

karang karena menurut Supriharyono (2000), daya tahan terumbu karang terhadap

salinitas memiliki ambang batas dan tidak sama pada setiap jenisnya. Sedangkan

Universitas Sumatera Utara


pertumbuhan terumbu karang terbaik dapat ditemukan pada kisaran salinitas 34‰

sampai 36‰.

Karang yang hidup di tempat-tempat dalam jarang atau tidak pernah

mengalami perubahan salinitas yang cukup besar, sedangkan karang di tempat-

tempat dangkal sering kali dipengaruhi oleh masukan air tawar dari pantai

maupun hujan sehingga terjadi penurunan salinitas perairan. Karang hermatifik

tidak dapat tumbuh di luar kisaran tersebut (Pasaribu, 2008).

pH (Derajat Keasaman)

Terumbu karang dapat hidup pada pH 7 dan hewan karang memiliki

sensitifitas tinggi terhadap perubahan pH. Perairan dengan pH < 6 akan

menyebabkan organisme mangsa ikan tidak dapat hidup dengan baik. Pada

umumnya karang hidup pada kondisi normal karena apabila pH turun, akan

menurunkan oksigen perairan dan menggangu respirasi karang sehingga

pertumbuhan terhambat (Laranisa, 2016).

Substrat

Secara umum pasir halus atau substrat halus yang bergerak serta dasar

perairan yang berlumpur tidak menjadi substrat target bagi planula karang dalam

penempelan. Substrat termasuk faktor pembatas sangat penting bagi karang,

karena dalam fase hidup karang hanya bebas bergerak dalam jumlah waktu

terbatas terutama pada saat larva paluna (Thamrin, 2006).

Menurut Burke dkk., (2002), bahwa sedimen dalam kolom air laut dapat

sangat mempengaruhi pertumbuhan karang, atau bahkan menyebabkan kematian

karang. Kandungan unsur hara yang tinggi dari aliran sungai dapat merangsang

Universitas Sumatera Utara


pertumbuhan alga yang beracun. Keadaan ini mendorong pertumbuhan alga lain

yang tidak saja memanfaatkan energi matahari tetapi juga menghambat kolonisasi

larva karang dengan cara menumbuhi substrat yang merupakan tempat

penempelan larva karang.

Kecepatan Arus

Secara umum, pertumbuhan terumbu karang lebih berkembang pada area

dengan arus sedang. Koloni karang dengan kerangka – kerangka yang padat dan

massiv dari CaCO3 tidak akan rusak oleh gelombang yang kuat. Pada saat yang

bersamaan, arus menyediakan nutrien yang dibutuhkan oleh karang secara

berkala, oksigen terlarut dan mencegah sedimen mengendap pada koloni. Arus

juga membawa plankton baru untuk makanan polip karang (Nybakken, 1997).

Selain itu rentang pasang surut merupakan faktor penting yang

mempengaruhi pertumbuhan karang batu. Pertumbuhan karang batu secara

vertikal hanya sampai pada tingkat pasang surut terendah, karena karang batu

akan mati bila terlalu lama berada di udara terbuka (Andrianto, 2016).

Kecerahan

Selanjutnya dikatakan bahwa air jernih adalah media yang baik untuk

pertumbuhan karang, semakin banyak partikel-partikel tersuspensi dalam kolom

air maka semakin negatif pengaruhnya terhadap karang. Kecerahan sangat

diperlukan untuk menjamin masuknya sinar matahari ke dasar laut, yang sangat

penting artinya bagi alga yang bersimbiosis dengan karang. Banyaknya partikel

atau endapan di dalam air laut menyebabkan kekeruhan, dan menghalangi proses

fotosintesis alga dan akhirnya pertumbuhan karang terganggu (Sukarno, 1995).

Universitas Sumatera Utara


Terumbu karang tidak terdapat pada perairan dekat muara sungai besar

atau bercurah hujan tinggi, pada perairan yang keruh pertumbuhan karang hanya

sampai kedalaman 2 meter sedang pada perairan yang jernih dapat mencapai 80

meter (Andrianto, 2016).

Kejernihan air ini sangat erat kaitannya dengan intensitas cahaya matahari,

agar cahaya dapat mencapai dasar perairan, syarat kejernihan air diperlukan. Bila

terdapat benda-benda yang larut atau melayang di laut akan mengganggu

masuknya cahaya matahari. Pasir dan lumpur bisa menutupi polip dan akhirnya

mematikan hewan karang ini ( Adriman, 2012).

Monitoring Umum Terumbu Karang

Menurut Rudi dan Yusri (2013) metode monitoring dapat dibedakan

sebagai berikut :

Metode Monitoring Skala Luas

Manta Taw

Metode Manta Tow adalah suatu teknik pengamatan kondisi terumbu

karang atau parameter tertentu dengan cara menarik pengamat yang memakai

peralatan dasar menyelam di belakang perahu kecil bermesin melalui sebuah tali

dengan kecepatan konstan untuk mencatat data setiap waktu tertentu (misalnya

setiap 2 menit). Pengamat akan melihat objek yang dilintasi, lalu menilai

persentase penutupan karang hidup (keras dan lunak), karang mati maupun objek

lain yang diinginkan dan dicatat pada waktu berhenti dalam bentuk persentase

pada alat tulis yang dijepit pada papan manta yang tersedia.

Manta Tow adalah metode yang tepat untuk mendapatkan deskripsi umum

area terumbu karang yang luas atau perubahan-perubahan dalam kelimpahan dan

Universitas Sumatera Utara


distribusi organisme tertentu serta gangguan skala luas (badai, COTS dan

bleaching). Metode ini juga baik untuk tujuan pemilihan tempat (site) dengan

tujuan penerapan metode monitoring lainnya, misalnya akan memakai metode

LIT.

Beberapa keuntungan yang diperoleh dengan Metode Manta Tow adalah:

1. Sebuah area yang luas dapat dimonitor dalam waktu singkat.

2. Gampang dilakukan setelah pelatihan sederhana dan singkat.

3. Membutuhkan peralatan yang murah.

4. Pengamat tidak akan kelelahan untuk memonitor wilayah yang luas.

5. Sangat sesuai untuk mencari tempat penelitian (site) dan menilai tipe terumbu

karang.

Sementara itu, kekurangan metode Manta Tow ini adalah:

1. Hewan-hewan yang biasa bersembunyi (cryptic) gampang terlewati.

2. Monitoring dapat dilakukan pada lokasi di luar terumbu secara tidak sengaja.

3. Peneliti sangat sulit mengingat bila terlalu banyak variabel yang diamati.

4. Dapat dilakukan pada terumbu karang dangkal saja, khususnya bila

visibilitas/kecerahan perairan rendah.

5. Hanya dapat mengukur penutupan kategori dalam kategori yang luas, misalnya

0-10%, 11-30%.

6. Ketelitian sangat terbatas akibat kesulitan secara visual menilai organisme

terumbu karang yang sangat dominan secara cepat.

Timed Swim

Metode Timed Swim adalah metode yang dikembangkan untuk skala luas

ataupun sedang, misalnya dalam sistem peringatan dini cepat dalam melihat suatu

Universitas Sumatera Utara


perubahan penutupan karang, perikanan dengan bom, bleaching atau COTS.

Dengan metode ini, pengamat berenang pada suatu kedalaman dan kecepatan

yang konstan selama waktu tertentu.

Metode Timed Swims memberikan beberapa keuntungan antara lain:

1. Memberikan keakuratan yang lebih besar dibanding Manta Tow karena waktu

yang lebih lama dan area yang disurvei lebih dekat untuk dilihat.

2. Tidak memerlukan training khusus.

3. Area yang luas dapat disurvei dalam waktu singkat, dan

4. Sangat berguna untuk memperoleh daftar spesies yang ada di suatu wilayah

5. Murah, tidak membutuhkan kapal

Namun, metode ini memiliki kekurangan antara lain:

1. Sangat melelahkan.

2. Sulit dilakukan jika kawasan pengamatan sangat luas.

3. Subyektifitas pengamat dapat menyebabkan data menjadi bias.

4. Pengukuran hanya berdasarkan perkiraan.

5. Tidak dapat mendeteksi perubahan yang kecil dalam ekosistem

Metode Monitoring Skala Sedang (Medium Scale)

Point Intercept Transect

Metode ini adalah metode transek yang paling sederhana. Pengamat

berenang sepanjang transek garis dan mencatat kategori bentik yang terletak tepat

dibawah transek pada titik-titik tertentu (poin) di sepanjang transek.

Kelebihan

1. Daerah cakupan kecil

Universitas Sumatera Utara


2. Waktu pengamatan tidak terlalu lama

3. Data kuantitatif, sehingga data lebih akurat.

4. Mudah dipelajari bagi pemula.

Kekurangan

1. Tidak dapat dilakukan untuk mengambil data di tubir dan kawasan bergua.

2. Jumlah titik (poin) yang dibutuhkan harus disesuaikan kondisi dilapangan.

3. Tidak cocok untuk jenis-jenis yang jarang ditemui.

4. Informasi tentang ukuran koloni karang tidak dapat diperoleh.

LIT (Line Intercept Transek)

Metode LIT digunakan untuk menentukan besarnya persentase penutupan

masing-masing kategori komunitas benthik. Metode ini dapat digunakan secara

tersendiri maupun dengan mengkombinasikannya dengan metode lain seperti

Metode Kuadrat atau visual sensus ikan. Metode ini sangat direkomendasikan

oleh GCRMN untuk menentukan tujuan persentase penutupam dan ukuran koloni

pada monitoring di tingkat managemen (pengelola).

Keuntungan dengan Metode LIT ini adalah:

1. Kategori lifeform memungkinkan didapatkannya informasi yang berguna oleh

pengamat dengan pengetahuan terbatas dalam identifikasi komunitas benthik

terumbu karang.

2. Data kuantitatif sehingga lebih akurat

3. Merupakan metode sampling data yang gampang dan efisien untuk memperoleh

persentase penutupan kuantitatif.

4. Dapat menyajikan informasi secara detail terhadap pola spasial.

Universitas Sumatera Utara


5. Jika dapat diulang pada waktu yang diinginkan, maka akan menyediakan

informasi perubahan temporal.

6. Bisa mendapatkan ukuran koloni karang, yang merupakan indikator stabilitas

komunitas

7. Memerlukan peralatan minimal dan relatif sederhana.

8. Dapat mengukur kerapatan relatif

9. Dapat dikombinasikan dengan teknik serupa, misalnya belt dan video transect

maupun sensus ikan.

10.Informasi mengenai ukuran koloni dapat diperoleh.

Kekurangan metode LIT ini adalah:

1. Sangat sulit untuk standarisasi beberapa ketegori lifeform di antara sejumlah

pengamat.

2. Tujuannya hanya terbatas pada data persentase penutupan dan atau kelimpahan

relatif.

3. Pengamat haruslah penyelam yang baik.

4. Tidak dapat digunakan untuk masalah-masalah demografi seperti pertumbuhan,

rekrutmen dan mortalitas.

5. Tidak bagus digunakan untuk pendugaan kuatitatif persentase penutupan

spesies yang jarang atau kecil.

6. Memerlukan waktu yang lebih lama sehingga biaya juga meningkat.

7. Membutuhkan keahlian khusus sesuai dengan tingkat presisi data dan informasi

yang diinginkan.

8. Tidak bisa digunakan untuk biota yang jarang ditemukan atau terlalu kecil.

Universitas Sumatera Utara


Metode Pemantauan Skala Detil

Quadran

Metode ini termasuk metode yang cukup komprehensif dan dapat

digunakan untuk mengamati berbagai macam parameter. Dalam sebuah kuadrat,

pengamat dapat mengamati banyak hal dari yang umum hingga mendetil.

Kelebihan

1. Dapat melihat perubahan kecil.

2. Cocok untuk jenis-jenis yang kecil, jarang, atau yang suka bersembunyi.

3. Informasi mendetil mulai dari persentase tutupan, kelimpahan, hingga

frekuensi.

Kekurangan

1. Memakan banyak waktu

2. Penempatan kuadrat dapat merusak karang jika tidak hati-hati.

3. Tidak cocok untuk biota yang berukuran lebih dari 1 m.

Transek Sabuk

Secara umum metode ini digunakan untuk menggambarkan kondisi suatu

populasi makro-invertebrata tertentu di terumbu karang, biasanya adalah spesies

yang mempunyai pengaruh ekologi pada terumbu seperti COTS (Acanthaster

planci), Drupella (Gastropoda) dan Diadema. Metode ini dapat juga digunakan

untuk menghitung populasi karang tertentu seperti Fungia spp. dan karang-karang

hias ataupun visual sensus untuk ikan.

Metode ini sudah sangat umum dan dikembangkan dengan baik oleh Reef

Check. Dengan metode ini sepasang penyelam yang berenang sepanjang sabuk

(belt) dan menghitung kelimpahan kelompok invertebrata target, selain kesehatan

Universitas Sumatera Utara


terumbu atau kerusakan secara fisik. Informasi yang diperoleh dapat berupa

dugaan kelimpahan makro-invertebrata tertentu. Untuk mendapatkan hasil yang

lebih tepat dalam mendeteksi perubahan lokal, maka dapat dilakukan jumlah

ulangan yang lebih banyak dan menambah frekuensi monitoring (misalnya lebih

dari empat kali dalam setahun).

Beberapa keuntungan dengan menggunakan metode ini adalah:

1. Biaya yang murah,

2. Khususnya dengan menggunakan tenaga sukarela

3. Proses pembelajaran dan membangkitkan kepedulian

4. Memberikan gambaran global kesehatan terumbu karang, dan

5. Pengulangan survey dapat dilakukan sebagai suatu program monitoring lokal.

Sementara itu kekurangan metode ini adalah secara idealnya pengulangan

dilakukan lebih dari 4 kali per site dan lebih dari 4 kali survey dilakukan dalam

setahun supaya data dapat dibandingkan, dengan demikian hal ini akan menambah

mahal biaya operasional.

UPT (Underwater Photo Transect)

Metode ini merupakan metode yang terbaru dari COREMAP-CTI (2014)

lembaga ilmu pengetahuan Indonesia Pusat Penelitian Oseanografi LIPI yang

berkompeten dalam melakukan standarisasi metode monitoring karang di

Indonesia mengadopsi metode yang disebut UPT (Underwater photo Transect).

Sepintas metode ini hampir sama dengan LIT-perlatan dan bahan research, hanya

saja UPT memanfaatkan perkembangan teknologi kamera digital dan piranti lunak

computer. Observer tidak perlu berlama-lama dalam air namun cukup melakukan

pemotretan pada substrak karang sepanjang transek lalu melakukan analisa data

Universitas Sumatera Utara


kuantitatif reefs life form dengan bantuan software CPCE (Coral Point Count

With Excel extensions) yang dikembangkan oleh NCRI (National Coral Reef

Institute) yang berbasis di Florida Amerika Serika).

Pada metode UPT diperlukan minimal kualifikasi selam A2. Kemampuan

melakukan underwater photograph sangat menunjang. Selain itu, manajemen data

photo hasil pengamatan sangat penting diperhatikan. Hal ini tentu saja terkait

dengan kemudahan dalam analysis hasil pengamatan.

Kerusakan Terumbu Karang

Menurut Burke dkk., (2002) Penyebab kerusakan ekosistem terumbu

karang di Asia Tenggara termasuk di Indonesia antara lain adalah sebagai berikut.

1. Pembangunan di wilayah pesisir yang menyebabkan sedimentasi dan

pencemaran laut, seperti pengerukan, reklamasi, penambangan pasir,

pembuangan limbah padat dan cair.

2. Pencemaran laut akibat aktivitas di laut, seperti pencemaran dari pelabuhan,

tumpahan minyak, pembuangan sampah dari atas kapal, dan akibat langsung

dari pelemparan jangkar kapal.

3. Sedimentasi dan pencemaran dari daratan, seperti penebanghutan, perubahan

tataguna lahan dan praktek pertanian yang tidak konservatif.

4. Penangkapan ikan secara berlebihan.

5. Penangkapan ikan dengan cara merusak, seperti penangkapan ikan dengan

menggunakan bom, racun dan alat tangkap lainnya.

6. Pemutihan karang akibat perubahan iklim global.

Universitas Sumatera Utara


Menurut Mastra (2007) pengaruh alam dapat menyebabkan kerusakan

terumbu karang yang sifatnya hanya sementara. Beberapa penyebab kerusakan

yang disebabkan oleh alam adalah :

1. Badai dan Tsunami. Badai, topan dan Tsunami merupakan sumber ancaman

terhadap ekosistem terumbu karang yang cukup besar, karena kerusakan yang

diakibatkan badai cukup besar dan dalam skala yang luas.

2. Perubahan iklim. Coral bleaching atau pemutihan karang berarti pudarnya

warna terumbu karang menjadi putih atau pucat, hal ini terjadi karena

kehilangan zooxanthellae. Penyebab pemutihan karang atau coral bleaching

yaitu naiknya suhu permukaan laut akibat pemanasan global, selain itu juga

pemulihan karang ini dapat dikaitkan dengan kejadian El-Nino.

3. Predator alami. Ancaman alami adalah meningkatnya jumlah predator atau

hewan pemakan karang yang dapat mengakibatkan kematian karang di tempat-

tempat tertentu secara lokal dan pada saat terjadi pemangsaan yang luas oleh

hewan ini maka kematian dan kerusakan karang akan terjadi dalam skala yang

besar.Contoh hewan-hewan yang termasuk ke dalam predator alami adalah

bintang laut berduri (Acanthaster plancii), bulu babi (terutama Echinometra

mathaei, Diadema setosum, Tripneustes gratilla),beberapa jenis ikan karang

seperti kepe-kepe (Chaetodon spp) dan kakatua (Scarrus spp).

Strategi Pengelolan Terumbu Karang

Secara nasional kebijakan pengelolaan terumbu karang telah diatur dalam

sebuah Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor : 38/MEN/2004

tentang Pedoman Umum Pengelolaan Terumbu Karang. Dalam Kebijakan

tersebutdinyatakan bahwa terumbu karang merupakan bagian dari sumberdaya ala

Universitas Sumatera Utara


di wilayah pesisir yang pengelolaannya tidak terlepas dari pengelolaan

sumberdaya lainnya seperti hutan mangrove dan padang lamun. Oleh karena itu

kebijakan nasional pengelolaan terumbu karang harus memperhatikan dan

menggunakan pendekatan menyeluruh dan terpadu. Selain itu pengelolaan

terumbu karang juga harus mempertimbangkan pelaksanaan desentralisasi

(Sudiono, 2008).

Menurut Dahuri dkk., (1996) bahwa beberapa pedoman dalam

meminimalkan usaha untuk pemeliharaan dan kelangsungan hidup terumbu

karang, yaitu :

1. Mencari berbagai sumber alternatif bahan konstruksi dan bahan kalsium

karbonat (bahan kapur dan semen) untuk mencegah penambangan dan

kehilangan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui.

2. Jangan melakukan pengerukkan atau aktifitas lainnya yang menyebabkan

teraduknya sedimentasi dan membuat air keruh dan hindarkan pencemaran &

peningkatan nutrien serta perubahan salinitas dan suhu air yang melampaui

ambang batas untuk areal terumbu karang.

3. Hentikan penggunaan bahan peledak dan bahan beracun sebagai alat tangkap

ikan dan tetapkan batas maksimum pemanfaatan tahunan bahan-bahan karang

dan spesies yang berasosiasi dengannya seperti ikan dan kerang-kerangan.

4. Melakukan pemantauan ekosistem terumbu karang dan kontrol kegiatan

pariwisata dengan memberi wawasan bahwa terumbu karang merupakan aset

yang tidak dapat dinilai dengan uang.

5. Menyadarkan masyarakat pengguna tentang pentingnya ekosistem terumbu

karang dan bahaya yang mengancam kelestariannya serta mengikut sertakan

Universitas Sumatera Utara


masyarakat pengguna dalam pengelolaannya dan melakukan rehabilitasi

terhadap terumbu karang yang telah mengalami kerusakan dengan transplantasi.

Fungsi dan Manfaat Terumbu Karang

Adapun fungsi dan manfaat terumbu karang menurut Nybakken (1992)

adalah sebagai berikut:

1.Terumbu karang merupakan sumber daya yang sangat tinggi; sebanyak 132

jenis ikan yang bernilai ekonomi di Indonesia dengan 32 jenis diantaranya

hidup pada terumbu karang. Banyak ikan karang yang dapat dijadikan sebagai

komoditi ekspor yang bernilai ekonomi tinggi.

2. Indahnya terumbu karang dapat dijadikan sebagai obyek wisata bawah air yang

sangat menarik.Masyarakat dapat memanfaatkannya sebagai sumber ekonomi

wilayah dengan mendirikan pusat penyelaman, restoran hingga penginapan.

3, Terumbu karang melindungi pantai dari abrasi dan erosi. Strukturnya yang

keras dapat menahan gelombang dan arus sehingga dapat mencegah rusaknya

dua ekosistem perairan dangkal lainnya, seperti lamun dan mangrove.

4. Terumbu karang dapat dipandang sebagai laboratorium alam penunjang

penelitian dan pendidikan.

5. Terumbu karang sebagai tempat tinggal, berkembang biak dan mencari makan

bagi ribuan jenis ikan.

Universitas Sumatera Utara


METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan April Tahun 2017, bertempat di

Perairan Pulau Unggeh. Pulau Unggeh atau Pulau Unggas berada pada koordinat

01034’23”- 01034’37” LU dan 98045’26”- 98045’42” BT dan secara administrasi

terletak di desa Sitardas Kecamatan Badiri Kabupaten Tapanuli Tengah Provinsi

Sumatera Utara. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Peta Lokasi Penelitian

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah perlengkapan scuba

diving, roll meter, kapal bermotor, kamera underwater, GPS, refraktometer, pH

meter, DO meter, thermometer, stopwatch, Secchi disk, bola duga, alat tulis,

tongkat berskala, komputer/laptop/program CPCe (Coral Point Count With Excel

Universitas Sumatera Utara


Extension), frame 58 cm × 44 cm dan buku identifikasi terumbu karang

(Suharsono, 2008).

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sampel jenis-jenis

terumbu karang yang ada di Perairan Pulau Unggeh dan data sekunder dari Dinas

Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera Utara.

Deskripsi Stasiun Pengamatan

Dalam penelitian ini ditentukan 3 stasiun pengambilan data yang memiliki

deskripsi umum sebagai berikut:

Stasiun I

Pada stasiun ini terdapat tiga komponen ekosistem yaitu mangrove, lamun

dan terumbu karang dapat ditemukan pada kedalam 3 meter dan jarak stasiun ini

dari garis pantai + 250 meter. Lokasi ini berada pada koordinat 01°34'39,00"LU

dan 98°45'50,15" BT. Dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Lokasi Stasiun I

Universitas Sumatera Utara


Stasiun II

Stasiun ini berjarak ± 200 meter dari garis pantai dan terumbu karang

dapat ditemukan pada kedalaman 2 meter dan banyak ditemukan serpihan karang.

Stasiun ini berada pada titik koordinat 01°34'16,35"LU dan 98°45'27,51" BT.

Dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Lokasi Stasiun II

Stasiun III

Pada stasiun ini terumbu karang ditemukan pada kedalaman 5 meter, jarak

stasiun dari garis pantai + 200 meter. Stasiun ini berada pada titik koordinat

01°34'45,18" LU dan 98°45’24,11"BT. Gambar lokasi dapat dilihat pada Gambar

9.

Gambar 9. Lokasi Stasiun III

Universitas Sumatera Utara


Prosedur Penelitian

Metode Pengambilan Data

Mengacu pada COREMAP-CTI (2014) tentang panduan monitoring

kesehatan terumbu karang. Penelitian ini menggunakan metode UPT (Underwater

Photo Transect). Pengambilan data dengan menggunakan metode Transek Foto

Bawah Air (UPT) dilakukan dengan melakukan pemotretan bawah air

menggunakan kamera digital bawah air atau kamera digital biasa yang dilengkapi

dengan pelindung (casing) untuk pemakaian bawah air sehingga tahan terhadap

rembesan air laut.

Penyelam yang bertugas menarik garis transek dengan menggunakan roll

meter (pita berskala) sepanjang 50 m pada kedalaman 5 m dan sejajar garis pantai.

Pemotretan dilakukan di setiap rentang jarak 1 m. Setelah itu mulai dilakukan

pengambilan data dengan melakukan pemotretan bawah air, dimana sudut

pengambilan foto tegak lurus terhadap dasar substrat. Luas area minimal bidang

pemotretan adalah 2552 cm2 atau (58 cm × 44 cm). Jika menggunakan kamera

CANON G15, Untuk memperoleh luas bidang pemotretan sekitar 2552 cm 2.

Pemotretan dilakukan pada jarak 60 cm dari dasar substrat. Penggunaan kamera

lain tetap dimungkinkan asalkan luas bidang pemotretannya minimal 2552 cm 2.

Untuk praktisnya, agar luasan bidang foto yang nantinya akan dianalisis

memiliki luas seragam sesuai dengan luas bidang yang diinginkan, maka dapat

digunakan frame yang terbuat dari besi dengan ukuran panjang 58 cm dan lebar

44 cm. Pengambilan data hanya memotret substrat seluas ukuran frame besi

tersebut. Frame tersebut dicat dengan warna substrat, dimana pada keempat

Universitas Sumatera Utara


bagian sudutnya dicat dengan warna yang berbeda dengan warna yang berada

pada sisi frame.

Pemotretan dimulai dari meter ke 1 pada bagian sebelah kiri garis transek

(bagian yang lebih dekat dengan daratan) sebagai ”Frame 1” (Gambar 10a),

dilanjutkan dengan pengambilan foto pada meter ke-2 pada bagian sebelah kanan

garis transek (bagian yang lebih jauh dengan daratan) sebagai ”Frame 2” (Gambar

10 b), dan seterusnya sehingga untuk panjang transek 50 m diperoleh 50 buah

frame (”Frame 1” sampai dengan ”Frame 50”). Jadi untuk frame dengan nomor

ganjil (1, 3, 5,...,49) diambil pada bagian sebelah kiri garis transek (Gambar 10a),

sedangkan untuk frame dengan nomor genap (2, 4, 6,...,50) diambil pada bagian

sebelah kanan garis transek (Gambar 10b).

Ilustrasi dalam pengambilan data dengan metode Transek Foto Bawah Air

dapat dilihat pada Gambar 11. Kotak-kotak yang bernomor pada gambar 11 itu

menunjukkan nomor framenya, sekaligus menunjukkan pada meter keberapa foto

tersebut diambil pada garis transek. Untuk karang keras yang berukuran kecil atau

tempatnya agak tersembunyi sehingga diduga akan sulit untuk diidentifikasi dari

foto, dapat dilakukan pemotretan kembali dengan jarak yang lebih dekat sebagai

foto bantu untuk mengidentifikasi nama jenisnya..

Jadi, pengambilan sampel di lapangan dengan menggunakan metode UPT,

datanya hanyalah berupa foto-foto hasil pemotretan bawah air. Selanjutnya foto-

foto tersebut masih perlu dianalisis di darat (ruang kerja) dengan menggunakan

komputer untuk mendapatkan data-data yang kuantitatif. Sedangkan perbandingan

data yang didapat dengan data sebelumnya diperoleh dari Dinas Kelautan dan

Perikanan Provinsi Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara


a b

Gambar 10. Pengambilan Foto di Lapangan dengan metode UPT


a. Posisi pita berskala pada Frame 1 dan Frame bernomor ganjil
b. Posisi pita berskala pada Frame 2 dan Frame bernomor genap

1 3 49
49

2 48 50
48

48

Gambar 11. Ilustrasi dalam pengambilan data dengan metode Transek Foto
Bawah Air (UPT) (COREMAP-CTI, 2014).

Pengukuran Parameter Lingkungan

Pengukuran parameter lingkungan dilakukan pada setiap transek

pengamatan meliputi suhu air, kedalaman,kecepatan arus, kecerahan, DO (oksigen

terlarut),salinitas,pH, dan substrat. Pengukuran tersebut dilakukan bersamaan

dengan pengambilan data terumbu karang. Beberapa parameter fisika-kimia

perairan yang diukur dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Pengukuran Parameter Fisika dan Kimia Perairan


Parameter Satuan Alat / Metode Lokasi
Fisika :
°
Suhu C Thermometer In situ
Kedalaman meter (m) Tongkat berskala In situ
Kecepatan arus m/s Bola duga In situ
Kecerahan meter (m) Secchi disk In situ
Kimia :
DO mg/l DO meter In situ
Salinitas ‰ Refraktometer In situ
pH - pH meter In situ
Substrat - In situ

Universitas Sumatera Utara


Analisis Data

Persen Tutupan dan Kondisi Terumbu Karang

Data berupa foto diidentifikasi dan dihitung tutupan karang menggunakan

program CPCe berdasarkan COREMAP-CTI (2014). Penentuan Persentase

penutupan karang mati, karang hidup dan jenis lifeform lainnya dihitung dengan

rumus (English dkk., 1997) :

a
C = X 100%
A
Keterangan :
C = Peresentase penutupan lifeform i
a = Panjang transek lifeform i
A = panjang total transek
Tabel 3. Kriteria Persen Tutupan Terumbu Karang Menurut Keputusan Menteri
Lingkungan Hidup N0.4 Tahun 2001.
Kategori %
Buruk 0-24,9%
Sedang 25-49,9%
Baik 50-74,9%
Sangat Baik 75-100%

Universitas Sumatera Utara


HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Dari penelitian yang dilakukan di Perairan Pulau Unggeh Kecamatan

Badiri Kabupaten Tapanuli Tengah, pada Stasiun I persentase tutupan karang dari

masing-masing kategori yaitu karang hidup (Hard Coral dan Soft Coral) diperoleh

sebesar 25,5%, karang mati sebesar 48,7%, fauna lain sebesar 0,27%, algae 0%

dan abiotik sebesar 24,8%. Persentase tutupan karang dari masing-masing

kategori di stasiun I dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Persentase Kategori Tutupan karang Stasiun I

Pada Stasiun II diperoleh persentase karang dari masing-masing kategori

yaitu karang hidup (Hard Coral) sebesar 12,1%, karang mati sebesar 21%, fauna

lain sebesar 0,47%, algae sebesar 3,4% dan abiotik sebesar 62,5%. Persentase

tutupan karang dari masing-masing kategori di stasiun II dapat dilihat pada

Gambar 13.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 13. Persentase Kategori Tutupan karang Stasiun II

Pada Stasiun III diperoleh persentase tutupan karang dari masing –masing

kategori yaitu karang hidup (Hard Coral) sebesar 28,47%, karang mati sebesar

61,66%, fauna lain sebesar 0,07%, algae sebesar 1,07% dan abiotik sebesar

4,27%. Persentase tutupan karang dari masing-masing kategori di stasiun III dapat

dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14. Persentase Kategori Tutupan Karang Stasiun III

Stasiun I,II,III didapatkan perbedaan persentase tutupan karang. Persentase

tutupan karang pada Stasiun I sebesar 25,4%, Stasiun II sebesar 12,33%, Stasiun

III sebesar 28,54%. Rata-rata persentase tutupan karang pada tiap stasiun dapat

dilihat pada Gambar 15.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 15. Diagram Rata-Rata Persentase Tutupan Karang Per Stasiun

Kondisi terumbu karang dilokasi penelitian berada pada kondisi rusak

dengan nilai tutupan karang sebesar 22,09%.

Jenis dan Persentase Terumbu Karang

Jenis karang yang ditemukan di Perairan Pulau Unggeh Kecamatan Badiri

Kabupaten Tapanuli Tengah Sumatera Utara adalah : Acropora Branching, Coral

Branching, Coral Encrusting, Coral Musrhoom, Soft Coral, Coral Submassive,

Coral Massive, Makro Algae, Halimeda, Coral Foliose, Dead Coral with Algae,

Dead Algae, Sand, Silt, Rubble, Other, dan Turf Algae. Persentasi dari jenis

karang dari setiap lifeform yang di peroleh dari keempat stasiun dapat dilihat pada

Tabel 4.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4. Jenis dan Persentase Terumbu Karang di Perairan Pulau Unggeh
Kecamatan Badiri Kabupaten Tapanuli Tengah Sumatera Utara.
Persen Tutupan Karang (%)
Jenis Lifeform Stasiun Stasiun Stasiun
I II III
Karang Hidup Acropora ACB 0.33 0.4 0
ACD 0 0 0
ACE 0 0 0
ACS 0 0 0
ACT 0 0 0
Non-
Acropora CB 0.67 1.8 0.03
CS 0.47 0 0.73
CM 20.93 9.73 16.13
CE 1.93 0.13 7.2
CF 0.87 0 4.27
CMR 0 0.07 0
CME 0 0 0
CHL 0 0 0
Total 25.2 12.13 28.47
Karang Mati DC 9.87 0.53 9.33
DCA 38.8 20.47 52.33
48.67 21 61.66
Fauna Lain SC 0.2 0.2 0.07
SP 0 0 0
ZO 0 0 0
OT 0.07 0.27 0
0.27 0.47 0.07
Algae AA 0 0 0
CA 0 0 0
MA 0 3.33 1.07
TA 0 0.07 0
0 3.4 1.07
Abiotik S 13.37 1 1.67
R 7.6 8.87 1.33
SI 2.87 52.6 0
RK 1 0 1.27
24.84 62.47 4.27

Berdasarkan hasil penelitian dimana persentase tutupan karang pada tahun

2017 lebih rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Penelitian terakhir

Universitas Sumatera Utara


yang dilakukan oleh Sirait (2009) bekerja sama dengan Program COREMAP

dengan metode Line Intercept Transect (LIT) memperoleh nilai persentase

tutupan karang di Pulau Unggeh sebesar 63,37% dengan kategori baik. Hal ini

menunjukkan bahwa persentase tutupan karang di Pulau Unggeh dari tahun 2009

ke tahun 2017 terjadi penurunan yaitu dari 63,37 % menjadi 22,09%. Diagram

perbandingan kondisi terumbu karang dapat dilihat pada Gambar 16.

Gambar 16. Perbandingan Persentase Karang pada Tahun 2009 dan 2017

Faktor Pembatas Pertumbuhan Terumbu Karang

Pengukuran faktor pembatas pertumbuhan karang di Perairan Pulau

Unggeh Kecamatan Badiri Kabupaten Tapanuli Tengah Sumatera Utara meliputi

pengukuran Suhu, DO, Kedalaman, Salinitas, pH, Kecepatan Arus, Kecerahan dan

Substrat. Hasil pengukuran faktor pembatas pertumbuhan karang dapat dilihat

pada Tabel 5.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 5. Hasil Pengukuran Faktor Pembatas Pertumbuhan Karang di Perairan
Pulau Unggeh Kecamatan Badiri Kabupaten Tapanuli Tengah
Sumatera Utara.
Parameter Suhu DO Kedalaman Salinitas pH Kecepatan Kecerahan Substrat
Stasiun (ᵒC) (mg/L) (m) (ppt) Arus (m/s) (%)
I 31 4,7 4 33 7,91 0,075 100 Berpasir
II 31 4,6 2 34 7,91 0,05 100 Berpasir
III 30 4 5 34 7,94 0,083 100 Berpasir

Pembahasan

Jenis dan Persentase Tutupan Terumbu Karang

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa terumbu

karang di perairan Pulau Unggeh Desa Sitardas, Kecamatan Badiri Kabupaten

Tapanuli Tengah, adalah tipe terumbu karang tepi, karena terumbu karang yang

berada di lokasi penelitian ini ditemukan disepanjang garis pantai dengan

kedalaman perairan kurang dari 5 meter yang tidak terlalu jauh mengarah kearah

laut lepas. Hal ini sesuai dengan literatur Nybakken (1998) yang menyatakan

bahwa terumbu karang tepi (Fringing Reef) yaitu terumbu karang yang terdapat

disepanjang pantai dan dalamnya tidak lebih dari 40 meter. Terumbu ini tumbuh

ke permukaan dan kearah laut terbuka.

Secara umum persentase karang mati (Dead coral) lebih tinggi

dibandingkan persentase kategori karang lainnya. Terlihat pada stasiun I dan III,

persentasi kategori karang mati masing-masing sebesar 48,67% dan 61,66% .

Dead coral disebabkan karena kurangnya densitas sejenis tumbuhan algae yang

disebut dengan zooxanthellae dan menyebabkan hilangnya pigmen warna pada

terumbu karang. Hal ini didukung oleh Fitt, dkk., (2000) yang menyatakan bahwa

Coral bleaching (pemutihan karang) dapat diartikan sebagai hilangnya warna-

Universitas Sumatera Utara


warna karang yang disebabkan oleh degradasi populasi Symbiodinium

(zooxanthellae simbiotik) atau pigmen alga tersebut.

Berbeda dengan stasiun II persentasi kategori abiotik lebih tinggi

dibandingkan kategori yang lainnya yaitu sebesar 62,47%. Hal ini karena di

stasiun II berhadapan kearah darat dimana terdapat daratan dangkal dengan

substrat pasir, serta diakibatkan adanya aktivitas manusia seperti penangkapan

ikan secara ilegal dengan menggunakan bom hal ini dibuktikan pada stasiun II

ditemukan persentase dari Silt (pasir halus) sebesar 52,6%, dan Rubble sebesar

8,87%.

Untuk persentase tutupan karang dari kategori alga diperoleh dengan nilai

rata-rata sebesar 1,49% yang hanya ditemukan dari jenis Makro Alga dengan nilai

rata rata sebesar 1,46% dan Turf Algae sebesar 0,023% , dan untuk jenis Algal

Assemblages dan Coraline Algae tidak ada ditemukan pada lokasi penelitian.

Keberadaan makro alga pada lokasi penelitian disebabkan karena di Perairan

Pulau Unggeh terdapat vegetasi mangrove yang dapat memicu pertumbuhan

makro alga di ekositem terumbu karang dan dapat merusak ekosistem terumbu

karang, hal ini sesuai dengan literatur Pratamo (2012) yang menyatakan bahwa

keberadaan mangrove dan pemukiman penduduk dapat berdampak negative

terhadap kondisi karang. Ketika terjadi pasang air menggenangi mangrove

kemudian pada saat surut massa air tersebut membawa unsur nitrat ke perairan.

Hal ini dapat memicu terjadi pertumbuhan makro alga dengan begitu cepat.

Meningkatnya kematian karang dapat juga disebabkan oleh alga. Dan menurut

Arrafi (2008) Alga dapat bersaing dengan karang menutupi dan menghalangi

cahaya matahari yang menyediakan 90% lebih makanan bagi karang.

Universitas Sumatera Utara


Persentase tutupan terumbu karang menunjukan nilai keadaan kondisi

terumbu karang yang hidup di dalam suatu perairan, terumbu karang yang dapat di

kategorikan terumbu karang hidup yaitu Acropora, Non Acropora dan Soft Coral.

Pada stasiun I persentase tutupan karang sebesar 25,4% tergolong kategori

sedang, pada stasiun II persentase tutupan karang sebesar 12,33% tergolong

kategori rusak, dan pada stasiun III persentase tutupan karang sebesar 28,54%

tergolong kategori sedang.

Kondisi penutupan terumbu karang di Peraian Pulau Unggeh secara umum

tergolong dalam kategori rusak dengan nilai rata-rata persentase tutupan terumbu

karang sebesar 22,09%. Kategori persentase tutupan terumbu karang hidup

berdasarkan baku mutu Keputusan MENLH No. 4 Tahun 2001 tentang kriteria

karang buruk berada pada persentase 0-24,9%, karang sedang berada pada

persentase 25-49,9% , karang baik berada pada persentase 50-74,9%, dan karang

sangat baik berada pada persentase 75-100%.

Terjadinya penurunan persentase tutupan karang di Pulau Unggeh dari

tahun 2009 ke tahun 2017 yaitu dari 63,37 % menjadi 22,09%, hal ini disebabkan

karena adanya kegiatan penangkapan ikan dengan menggunakan pukat, bahan

peledak dan bahan kimia dan juga pembuangan jangkar diatas karang hal ini

dibuktikan bahwa di lokasi penelitian ditemukannya pecahan-pecahan karang. Hal

ini sesuai dengan laporan monitoring Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi

Sumatera Utara yang bekerja sama dengan COREMAP-CTI (2015) yang

menyatakan bahwa beberapa penyebab kerusakan terumbu karang dan biota

perairan di Desa Sitardas Kecamatan Badiri Kabuparen Tapanuli Tengah adalah

pengangkapan ikan dengan bahan peledak, penangkapan ikan dengan

Universitas Sumatera Utara


menggunakan bahan kimia potassium, penangkapan ikan dengan menggunakan

pukat disekitar terumbu karang dan pembuangan jangkar diatas kapal.

Hal ini juga dipertegas dengan literatur Dhewani dan Kusumawati (2009)

yang menyatakan bahwa ditemukan rata-rata tutupan karang hidup di perairan

Tapanuli Tengah adalah 26,98% dan rata-rata karang mati 50,34%. Kondisi ini

menunjukkan bahwa terumbu karang di Tapanuli Tengah berada pada kondisi

sedang mendekati buruk. Pada akhirnya keadaan ini akan mempengaruhi hasil

tangkapan nelayan,terutama nelayan yang menangkap ikan-ikan karang.

Penurunan persentase tutupan karang di perairan Pulau Unggeh juga dapat

disebabkan karena karang mengalami stres hal ini dibuktikan bahwa dilokasi

penelitian ditemukan jenis Dead Coral Alga (DCA) dengan rata-rata persentase

sebesar 37,2% (Tabel 4), hal ini sesuai dengan literatur Kambey (2014) yang

menyatakan bahwa persentase karang mati mengindikasikan adanya stres pada

terumbu karang. Karang Mati yang terdapat alga atau disebut DCA, sehingga

diduga terlepasnya jaringan zooxanthellae dari kerangka karang batu. Biasanya

pada areal yang mengalami kematian karang batu atau patahan karang akan

langsung ditutupi oleh filamen alga.

Nybakken (1988) yang menyatakan terumbu karang yang telah rusak

memerlukan waktu yang lama sekali untuk kembali kepada keadaan semula.

Kerusakan terumbu karang yang disebabkan oleh badai dan topan memerlukan

waktu 25-30 tahun untuk pulih.

Faktor Pembatas Pertumbuhan Karang

Hasil pengukuran suhu perairan pada ketiga stasiun pengamatan hampir

sama yaitu berkisar antara 30 - 31oC (Tabel 5). Nilai ini masih dapat ditoleran

Universitas Sumatera Utara


untuk pertumbuhan terumbu karang hal ini sesuai dengan literatur Purba (2013)

yang menyatakan bahwa terumbu karang pada umumnya ditemukan terbatas pada

suhu perairan antara 18-36oC, sedangkan nilai optimal karang pertumbuhan

karang berkisar 26-28 oC. Dengan demikian kondisi rata-rata suhu di Perairan

Pulau Unggeh adalah 30,66 oC, melebihi nilai optimal pertumbuhan karang,

namun masih dapat ditolelir oleh karang akan tetapi kurang optimal sehingga

kondisi tutupan karang hidupnya relative kecil.

Kadar oksigen terlarut memiliki hubungi yang bersifat negatif dengan

persentase tutupan karang hidup di Perairan Pulau Unggeh. DO diperlukan dalam

menunjang metabolisme biota laut khususnya terumbu karang. Kadar DO di

Perairan Pulau Unggeh berkisar antara 4 mg/L - 4,7 mg/L, dengan nilai ini maka

kandungan nilai DO untuk pertumbuhan karang di Perairan Pulau Unggeh tidak

baik untuk pertumbuhan karang karena berdasarkan KEPMEN LH No. 51 Tahun

2004 yang menyatakan bahwa kadar DO yang baik untuk kelangsungan hidup

biota laut adalah lebih dari 5 mg/L. Sehingga dari kandungan DO yang relatife

rendah di Perairan Pulau Unggeh menyebabkan rendahnya tutupan karang hidup.

Pada penelitian yang telah dilakukan terumbu karang ditemukan pada

kedalaman kurang dari 25 meter dimana pada stasiun I kedalaman 4 meter, pada

stasiun II kedalaman 2 m, dan pada stasiun III kedalamannya 5 meter, hal ini

membuktikan bahwa pada kedalaman kurang dari 25 meter sangat baik untuk

pertumbuhan karang. Hal ini sesuai dengan literatur Nybakken (1992) yang

menyatakan bahwa pertumbuhan karang juga dibatasi oleh kedalaman.

Pertumbuhan yang baik terjadi pada kedalaman kurang dari 25 m. Pada

kedalaman 50 – 70 m terumbu karang tidak dapat berkembang dengan baik. Hal

Universitas Sumatera Utara


inilah yang menyebabkan terumbu karang banyak ditemukan di perairan pinggiran

pulau- pulau.

Menurut Haris (2001) alasan utama pembatasan kedalaman adalah

berhubungan dengan faktor cahaya. Proses fotosintesis pada terumbu karang

membutuh cahaya yang cukup. Penurunan ketersediaan cahaya pada perairan

yang lebih dalam akan mengakibatkan penurunan keberhasilan kolonisasi karang

keras dan karang lunak. Hal ini diakibatkan oleh penurunan jumlah zooxanthellae

per satuan luas permukaan koloni pada beberapa jenis karang.

Salinitas adalah kadar garam yang terkandung dalam 1 kilogram air laut.

Salinitas merupakan salah satu faktor biofisik perairan yang berpengaruh dalam

penentuan zona perlindungan laut, dimana salinitas juga merupakan salah satu

faktor pembatas bagi pertumbuhan terumbu karang.

Hasil pengukuran salinitas perairan pada ketiga stasiun pengamatan

hampir sama yaitu berkisar antara 33 – 34 ppt (Tabel 5). Hal ini kadar salinitas

bersifat positif dengan persentase tutupan karang hidup di Perairan Pulau Unggeh.

Menurut Dahuri (2003) yang menyatan pada umumnya karang tumbuh dengan

baik di wilayah dekat pesisir pada salinitas 30-35 ppt.

Nilai pH yang terukur pada stasiun pengamatan memiliki kisaran 7,91-

7,94 (Tabel 5). Oleh karena itu nilai pH di Perairan Pulau Unggeh sesuai untuk

pertumbuhan terumbu karang, hal ini sesuai dengan literatur Zamani dan

Maduppa (2011), Kisaran nilai pH yang sesuai untuk pertumbuhan terumbu

karang yaitu 7-8,5.

Menurut Nonjti (1993) yang menyatakan bahwa keberadaan arus dan

gelombang di perairan sangat penting bagi kelangsungan hidup terumbu karang.

Universitas Sumatera Utara


Arus berperan sebagai pengadukan bahan makanan untuk polip karang,

membersihkan bagian dari terumbu karang terhadap endapan-endapan serta

mensuplai oksigen dari laut bebas. Pertumbuhan karang lebih baik pada wilayah

dengan arus kuat dibandingkan pada wilayah dengan arus lemah.

Haruddin (2011) yang menyatakan arus yang baik bagi pertumbuhan

terumbu karang adalah < 20 cm/s (0,2 m/s). Namun jika melihat dari kondisi arus

di lokasi penelitian yang memilki kisaran 0,05-0,083 m/s, dengan rata-rata kondisi

arus sebesar 0,069 m/s. Secara keseluruhan arus di Perairan Pulau Unggeh

tergolong lemah sehingga kurang baik bagi pertumbuhan karang, arus yang kuat

akan membantu mengangkut sedimen menyebar ke lokasi lain sehingga perairan

dapat lebih jernih.

Nilai kecerahan yang didapatkan pada lokasi penelitian yaitu dengan rata-

rata 100%. hal tersebut disebabkan karena kondisi perairan yang sangat tenang

pada saat penelitian, sehingga tidak ada faktor sedimen yang mempengaruhi

kecerahan perairan. Oleh karena itu nilai kecerahan cocok bagi pertumbuhan

terumbu karang.

Nilai kecerahan dengan nilai rata-rata sebesar 100% hal ini menunjukkan

bahwa cahaya matahari mampu menembus sampai dasar perairan sehingga proses

fotosintesis oleh zooxhanthellae dapat berlangsung dengan baik dan mendukung

pertumbuhan terumbu karang. Menurut Dahuri, dkk. (2004) yang menyatakan

tanpa cahaya yang cukup, laju fotosintesis akan berkurang dan bersamaan dengan

itu, kemampuan karang untuk membentuk terumbu (CaCO3) akan berkurang pula.

Pada lokasi penelitian substrat yang ditemukan adalah pasir. Menurut

Thamrin (2006) yang menyatakan pasir halus atau substrat halus yang bergerak

Universitas Sumatera Utara


serta dasar perairan yang berlumpur tidak menjadi substrat target bagi planula

karang dalam penempelan. Substrat termasuk faktor pembatas sangat penting bagi

karang, karena dalam fase hidup karang hanya bebas bergerak dalam jumlah

waktu terbatas terutama pada saat larva paluna.

Sebagai komponen penting pendukung kehidupan karang, faktor fisika-

kimia perairan mutlak berperan dalam kesuksesan kehidupan karang. Kesimpulan

yang diperoleh dari kondisi parameter fisika-kimia di Perairan Pulau Unggeh

masih layak untuk menunjang kehidupan terumbu karang. Namun kehidupan

karang tidak hanya memerlukan daya dukung perairan saja, akan tetapi butuh

variabel lain seperti perilaku nelayan setempat seperti penggunaan alat tangkap

yang tidak ramah lingkungan , aktivitas wisata dan penegakan hukum yang tegas.

Rekomendasi Pengelolaan

Kondisi terumbu karang yang ada di Perairan Pulau Unggeh

dikhawatirkan akan lebih parah jika tidak dilakukan pengelolaan dan penanganan

dari masyarakat dan Pemerintah terkait, dengan mengadakan kegiatan

transplantasi karang di Perairan Pulau Unggeh , penegakan hukum yang tegas, dan

memperkuat koordinasi antar instansi yang berperan dalam penanganan terumbu

karang baik pengelola kawasan, aparat keamanan, pemanfaat sumber daya dan

pemerhati lingkungan.

Universitas Sumatera Utara


KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Rata-rata persentase tutupan karang di Perairan Pulau Unggeh adalah sebesar

22, 09% yang terdiri atas stasiun I sebesar 25,4%, stasiun II sebesar 12,33%,

dan stasiun III sebesar 28,54%.

2. Kondisi ekosisem terumbu karang di Perairan Pulau Unggeh dapat

dikategorikan kedalam kategori buruk, dan didominasi oleh Dead Coral with

Algae (DCA) pada stasiun I, III, dan pada stasiun II yang mendominasi yaitu

Silt.

Saran

Saran yang dapat diberikan ialah sebaiknya dilakukan monitoring di

Perairan Pulau Unggeh, agar setiap tahunnya dapat diketahui bagaimana keadaan

kondisi ekosistem terumbu karang setiap tahunnya, dalam upaya pelestarian

terumbu karang, sebaiknya juga dilakukan kegiatan tranplantasi khusunya oleh

pihak Dinas Kelautan dan Perikanan Tapanuli Tengah agar kondisi karang di

Perairan Pulau Unggeh dapat meningkat.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

Adriman. 2012. Desain Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang Secara


Berkelajutan di Kawasan Konservasi Laut Daerah Bintan Timur
Kepulauan Riau. [Disertasi]. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Andrianto. 2016. Variasi Morfologi Karang Bercabang (Branching) Berdasarkan


Zona Terumbu Karang di Perairan Pulau Badi Kabupaten Pangkep.
[Skripsi]. Universitas Hasanuddin, Makassar.

Arkive. 2012. Coral Reef. http://www.arkive.org (Diakses 4 Oktober 2017).

Arrafi, M. 2008. Kondisi Terumbu Karang di Perairan Pesisir Aceh Besar.


[Skripsi]. Universitas Syiah Kuala, Aceh.

Asriyana dan Yuliana. 2012. Produktivitas Perairan. Bumi Aksara, Jakarta.

Burke, L., E. Selig., M. Spalding. 2002. Terumbu Karang yang Terancam di Asia
Tenggara. World Resources Institute, United Nations Environment
Program-Word Conservation Monitoring Centre, World Fish Centre, dan
International Coral Reef Action Network, England.

COREMAP II. 2008. Buletin COREMAP II Provinsi Sumatera Utara: Midterm


Review ADB, Edisi ke-3. Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi
Sumatera Utara, Medan.

Dahuri, R., J. Rais., S. P. Ginting dan M. J. Sitepu. 1996. Pengelolaan


Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Laut Secara Terpadu. Pradnya Paramita,
Jakarta.

Dahuri, R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut: Aset Pembangunan


Berkelanjutan. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarata.

Dean, A dan D. Kleine. 2012. Terumbu Karang dan Perubahan Iklim. University
of Queensland, Australia.

Dhewani, N dan P. Kusumawati. 2009. Pemantauan Perikanan Berbasis


Masyarakat (CREEL) di Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2008.
COREMAP II, Jakarta.

Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Sumatera Utara. 2015. Laporan Kegiatan
Monitoring Kesehatan Karang Kabupaten Tapanuli Tengah dan kota
Sibolga.

English, S., C. Wilkinson, and V. Baker. 1994. Survey Manual for Tropical
Marine Resources, Townsville. Australian Institute of Marine Science,
Australia.

Universitas Sumatera Utara


English, S., C. Wilkinson, and V. Baker. 1997. Survey Manual for Tropical
Marine Resources, Townsville. Australian Institute of Marine Science,
Australia.
Fitt, W.K., F. K. McFarland, M. E. Warner dan G. C. Chilcoat. 2000. Seasonal
Patterns of Tissue Biomass and Dinoflagellates in Reef Corals and
Realition to Coral Bleaching. Limnology and Oceanography. 45:677-685.

Giyanto. 2010. Metode Transek Foto Bawah Air untuk Penilaian Kondisi
Terumbu Karang. [Disertasi]. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Haerul. 2013. Analisis Keragaman dan Kondisi Terumbu Karang di Pulau


Sarappolompo, Kabupaten Pangkep. [Skripsi]. Universitas Hasanuddin,
Makassar.

Harefa, T. 2015. Persentase Tutupan dan Bentuk Pertumbuhan Karang Hidup di


Perairan Pulau Ungge Kabupaten Tapanuli Tengah. [Skripsi]. Universitas
Sumatera Utara, Medan.

Haris, A. 2001. Laju Pertumbhan dan Tingkat Kelangsungan Hidup Fragmentasi


Buatan Karang Lunak (Octocorallia: Alcyonacea) Sarcophyton
trocheliophorum Von Marenzeller dan Lobophytum strictum Tixier
Durivault di Perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu.[Thesis]. Institut
Pertanian Bogor, Bogor.

Haruddin, A., E. Purwanto dan S. Budiastuti.2011. Dampak Kerusakan Ekosistem


Terumbu Karang Terhadap Hasil Penangkapan Ikan oleh Nelayan Secara
Tradisional di Pulau Siompu Kabupaten Buton Provinsi Sulawesi
Tenggara. Jurnal Ekosains. Vol III (3) : 29-41. Universitas Sebelas Maret,
Surakarta.

Hazrul., R. D. Palupi dan R. Ketjulan. 2016. Identifikasi Penyakit Karang


(Scleractinia) di Perairan Pulau Saponda Laut, Sulawesi Tenggara. Sapa
Laut 1(2) :32-41. ISSN 2503-0396.

Irawati, D.D.A. 2013. Potensi Terumbu Karang Indonesia Tantangan dan Upaya
Konservasinya. Vol 3 (2):148-173. Balai Penelitian Kehutanan Manado,
Manado.

Kambey, A.D. 2014. Kondisi Terumbu Karang Pulau Bunaken Provinsi Sulawesi
Utara. Jurnal Ilmiah Platax 2 (1) : ISSN 2302-3589.

Keputusan Menteri Lingkungan Hidup. 2001. Nomor : 04 Tahun 2001 Tentang


Kriteria Baku Kerusakan Terumbu Karang. Jakarta.

Keputusan Menteri Lingkungan Hidup. 2004. Nomor : 51 Tahun 2004. Tentang:


Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut, Jakarta.

Universitas Sumatera Utara


Laranisa, S. 2016. Struktur Terumbu Karang di Pantai Sindangkerta Kecamatan
Cipatujah Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. [Skripsi]. Universitas
Pasundan, Bandung.

Mastra, R. R. 2007. Penggunaan Citra untuk Memantau Perubahan dari


Kerusakan Kawasan Pantai. Departemen Kelautan dan Perikanan, Jakarta
Selatan.

Nasharandi., A. Pratomo., C. J. Koenawan. 2015. Kondisi Terumbu Karang di


Perairan Laut Tanjung Angkak Kecamatan Siantan Kabupaten Kepulauan
Anambas. Universitas Maritim Raja Ali Haji, Tanjungpinang.

Ningrum, H. A. 2012. Fenomena Pemutihan Terumbu Karang (Coral Bleaching)


Tahun 2009-2011 di Perairan Amed, Bali. [Skripsi]. Institut Teknologi
Bandung, Bandung.

Nontji, A. 1993. Laut Nusantara. Djambatan, Jakarta. 367 hal.

Nybakken, J. W. 1992. Biologi Laut : Suatu Pendekatan Ekologis. PT. Gramedia,


Jakarta.

Nybakken, J. W. 1997. Biologi : Suatu Pendekatan Ekologis. PT. Gramedia,


Jakarta.

Nybakken, J. W. 1998. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. PT. Gramedia,


Jakarta.

Pasaribu, R. A. 2008. Studi Perubahan Luasan Terumbu Karang dengan


Menggunakan Data Penginderaan Jauh di Perairan Bagian Barat Daya
Pulau Moyo, Sumbawa. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Prasetia, N. D. 2013. Kajian Jenis dan Kelimpahan Rekrutmen Karang di Pesisir


Desa Kalibukbuk, Singaraja, Bali. Jurnal Bumi Lestari 13(1) :69-78.

Prasetyanda, I. M. 2012. Korelasi Tutupan Terumbu Karang dengan Kelimpahan


Relatif Ikan Famili Chaetodontidae di Perairan Pantai Pasir Putih,
Situbondo. Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.

Pratomo, A.F. 2012. Pengaruh sedimentasi terhadap kondisi terumbu karang di


perairan Pulau Abang Kota Batam. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelauatan, Universitas Padjadjaran. 12hlm.

Purba, N. P. 2013. Pengantar Ilmu Kelautan. Jatinagor: Universitas Padjajaran,


Bandung.

Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI. 2010. Jenis-Jenis Karang di Indonesia


Suharsono Cetakan kedua. LIPI Press, Jakarta.

Universitas Sumatera Utara


Ramli, I. 2003. Analisis Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Terumbu Karang di
Kawasan Pulau Geleang dan Pulau Burung Kepulauan Karimunjawa, Jawa
Tengah. [Tesis]. Universitas Diponegoro, Semarang.

Rani, C. 2002. Reproduksi Seksual Karang: Suatu Peluang dan Tantangan dalam
Penelitian Biologi Laut di Indonesia. Hayati 9(2) :62-66. ISSN 0854-
8587.

Rudi, E dan S. Yusri. 2013. Metode Monitoring Terumbu Karang. Yayasan


Terumbu Karang Indonesia, Jakarta.

Sirait, H.2009. Kajian Komunitas Terumbu Komunitas Terumbu Karang Daerah


Perlindungan Laut Perairan Sitardas Kabupaten Tapanuli Tengah Provinsi
Sumatera Utara.[Tesis]. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sudiono. 2008. Analisis Pengelolaan Terumbu Karang pada Kawasan Konservasi


Laut Daerah (KKLD) Pulau Randayan dan Sekitarnya Kabupaten
Bengkayang Provinsi Kalimantan Barat. [Tesis]. Universitas Diponegoro,
Semarang.

Suharsono.1984. Pertumbuhan Karang. Jurnal Oseana. Pusat Penelitian


Oseanografi LIPI, Jakarta.

Suharsono. 2008. Jenis-Jenis Karang di Indonesia. Pusat Penelitian Oseanografi


LIPI, Jakarta.

Sukarno, 1995. Ekosistem Terumbu Karang dan Masalah Pengelolaannya. Materi


Pelatihan Penentuan Kondisi Terumbu Karang. Puslitbang Oseanologi-
LIPI, Jakarta.

Supriharyono, M. S. 2000. Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang. Djambatan,


Jakarta.

Thamrin. 2006. Karang: Biologi Reproduksi dan Ekologi. Minamandiri Press,


Pekanbaru.

Universitas Sumatera Utara


LAMPIRAN

Lampiran 1. Alat dan Bahan Penelitian

Universitas Sumatera Utara


pH Meter Secchi Disk

Refractometer GPS

Camera Underwater Meteran Gulung (100 Meter)

Tool Box Bola Duga

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 1. Lanjutan

DO Meter Frame (58x44) cm2

Masker Thermometer

Fins Tabung Udara (Tank)

Kapal Bermotor Tali Plastik

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 1. Lanjutan

Plastik Tissue

Alat Tulis Buku Panduan Monitoring Karang

Program CPCe Laptop/ Komputer

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 2. Pengukuran Parameter Lingkungan

Pengambilan Titik Koordinat Pengukuran Salinitas Menggunakan


Menggunakan GPS Refractometer

Pengukuran Ph Menggunakan Pengukuran Suhu Menggunakan


pH Meter Thermometer

Pengukuran Arus Menggunakan Pengukuran Kecerahan Air


Bola Duga Menggunakan Secchi Disk

Pengukuran DO Menggunakan DO Meter

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 3. Pengambilan Data Terumbu Karang

Penarikan Garis Transek sepanjang Peletakan Frame


50 Meter Menggunakan Roll Meter

Pemotretan Terumbu Karang

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 4. Jenis-Jenis Lifeform Karang di Lokasi Penelitian

Coral Massive (CM ) Acropora Branching (ACB)

Coral Branching (CB) Coral Submassive (CS)

Coral Encrusting (CE) Coral Foliose (CF)

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 4. Lanjutan

Turf Algae (TA) Dead Coral with Algae (DCA)

Rubble (R) Dead Coral (DC)

Other (OT) Coral Mushroom (CMR)

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 4. Lanjutan

Makro Algae (MA) Silt (Si)

Sand (S) Halimeda (HA)

Soft Coral (SC)

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 5. Langkah-Langkah Penganalisaan Data.

1. Open Software CPCe V4.1, kemudian Klik Menu File, Pilih Multiple Images/
File Processing, kemudian Klik Process Multiple Images.

2. Open file (Foto) yang akan di analisa, Kemudian Block data yang akan di
analisa, selanjutnya klik Star File Processing.

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 5. Lanjutan

3. Selanjutnya akan muncul Specify the Border Boundaries, selanjutnya pilih


Manually Size and Position the Border, Kemudian Klik OK.

4. Setelah selesai langkah yang diatas akan muncul garis (Border), selanjutanya
tarik garis tersebut sesuai ukuran Frame, Klik Accept Border Size and Position.

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 5. Lanjutan

5. Akan muncul Table Point Count Header Information, kemudian di Close.

6. Klik menu Point Overlay Specif/apply overlay, kemudian ceklis Simple


Random dan ketik angka “30’’ pada kolom Number of random points, lalu klik
menu overlay points.

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 5. Lanjutan

7. Selanjutnya mulai tahahapan pengisian data untuk setiap frame foto. Untuk
setiap yang ditunjukkan pada foto, masukkan datanya pada Table Point Data
(30) yang berada disebelah kanan sesuai kategori yang dipilih (Tabel kode
kategori yang berada persis di bawah gambar).

8. Setelah selesai mengisi seluruh titik, maka tekan tombol ►seperti yang terlihat
di Gambar 8 untuk berpindah ke file foto selanjutnya.

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 5. Lanjutan

9. Setelah selesai menganilis seluruh foto hingga foto yang terakhir, maka tekan
tombol Save. Simpan file dalam bentuk format file *. cpc. Sebaiknya file *.
Cpc disimpan direktori yang sama dengan file foto.

10. Klik File Save save. Cpc file (s) to Excel.

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 5. Lanjutan

11. Masukkan seluruh file (50 buah) dengan cara menandai (highlight) semua file
tempat file *.cpc yang disimpan dan ingin ditampilkan hasil analisisnya
(Gambar 11). Tandai pada pilihan New Excel workbook dan beri nama pada
kolom Transect name. Selanjutnya klik pada menu Process files,

12. Selanjutnya pilih format file Excel yang akan dihasilkan, apakah dalam
bentuk.xlsx atau format. Xls. Selanjutnya klik Ok.

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 5. Lanjutan

13. Proses akan segera berjalan seperti Gambar dibawah ini.

14. Kemudian setelah proses selesai, simpan (Save) file hasil proses analisis foto
tersebut.

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 6. Hasil Analisis Data.
Stasiun I
Persentase Tutupan Karang dari Masing-Masing Jenis Lifeform.
# SW Simpson
CATEGORIES %
Points Index (1-D)
CORAL
ACROPORA BRANCHING (ACB) 5 0.33 0.06 0.00
ACROPORA DIGITATE (ACD) 0 0.00 0.00 0.00
ACROPORA ENCRUSTING (ACE) 0 0.00 0.00 0.00
ACROPORA SUBMASSIVE (ACS) 0 0.00 0.00 0.00
ACROPORA TABULATE (ACT) 0 0.00 0.00 0.00
CORAL BRANCHING (CB) 10 0.67 0.10 0.00
CORAL ENCRUSTING (CE) 29 1.93 0.20 0.01
CORAL FOLIOSE (CF) 13 0.87 0.12 0.00
CORAL HELIOPORA (CHL) 0 0.00 0.00 0.00
CORAL MASSIVE (CM) 314 20.93 0.15 0.69
CORAL MILLEPORA (CME) 0 0.00 0.00 0.00
CORAL MUSHROOM (CMR) 0 0.00 0.00 0.00
CORAL SUBMASSIVE (CS) 7 0.47 0.07 0.00
CORAL TUBIPORA (CTU) 0 0.00 0.00 0.00
RECENT DEAD CORAL
RECENTLY DEAD CORAL (DC) 148 9.87 0.00 1.00
DEAD CORAL WITH ALGAE
DEAD CORAL WITH ALGAE (DCA) 582 38.80 0.00 1.00
TURF ALGAE (TA) 0 0.00 0.00 0.00
SOFT CORAL
SOFT CORAL (SC) 3 0.20 0.00 1.00
SPONGE
SPONGE (SP) 0 0.00 0.00 0.00
FLESHY SEAWEEED
ALGAL ASSEMBLAGE (AA) 0 0.00 0.00 0.00
MAKRO ALGAE (MA) 0 0.00 0.00 0.00
OTHER BIOTA
CORALLINE ALGAE (CA) 0 0.00 0.00 0.00
HALIMEDA (HA) 10 0.67 0.09 0.83
OTHER (FAUNA) (OT) 1 0.07 0.22 0.01
ZOANTHID (ZO) 0 0.00 0.00 0.00
RUBBLE
RUBBLE (R) 114 7.60 0.00 1.00
SAND
SAND (S) 206 13.73 0.00 1.00
SILT
SILT (SI) 43 2.87 0.00 1.00

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 6. Lanjutan
ROCK
ROCK (RK) 15 1.00 0.00 1.00
TAPE,WAND,SHADOW
TAPE,WAND,SHADOW (TWS) 0 0.00 0.00
Total pts. minus (tape+wand+shadow): 1500.00 100.00

Rata-Rata Persentase Tutupan Karang dari Masing-Masing Kategori.


Simpson
RESULTS SUMMARY CHART # Points % SW Index
(1-D)
CORAL (HC) 378 25.20 0.69 0.30
RECENT DEAD CORAL (DC) 148 9.87 0.00 0.00
DEAD CORAL WITH ALGAE (DCA) 582 38.80 0.00 0.00
SOFT CORAL (SC) 3 0.20 0.00 0.00
SPONGE (SP) 0 0.00 0.00 1.00
FLESHY SEAWEEED (FS) 0 0.00 0.00 1.00
OTHER BIOTA (OT) 11 0.73 0.30 0.17
RUBBLE (R) 114 7.60 0.00 0.00
SAND (S) 206 13.73 0.00 0.00
SILT (SI) 43 2.87 0.00 0.00
ROCK (RK) 15 1.00 0.00 0.00
TAPE,WAND,SHADOW (TWS) 0 0.00
TOTALS 1500 100.00
NOTES (% of transect)
NOTES (% of coral)

Universitas Sumatera Utara


Stasiun II
Persentase Tutupan Karang dari Masing-Masing Jenis Lifeform.
# SW Simpson
CATEGORIES %
Points Index (1-D)
CORAL
ACROPORA BRANCHING (ACB) 6 0.40 0.11 0.00
ACROPORA DIGITATE (ACD) 0 0.00 0.00 0.00
ACROPORA ENCRUSTING (ACE) 0 0.00 0.00 0.00
ACROPORA SUBMASSIVE (ACS) 0 0.00 0.00 0.00
ACROPORA TABULATE (ACT) 0 0.00 0.00 0.00
CORAL BRANCHING (CB) 27 1.80 0.28 0.02
CORAL ENCRUSTING (CE) 2 0.13 0.05 0.00
CORAL FOLIOSE (CF) 0 0.00 0.00 0.00
CORAL HELIOPORA (CHL) 0 0.00 0.00 0.00
CORAL MASSIVE (CM) 146 9.73 0.18 0.64
CORAL MILLEPORA (CME) 0 0.00 0.00 0.00
CORAL MUSHROOM (CMR) 1 0.07 0.03 0.00
CORAL SUBMASSIVE (CS) 0 0.00 0.00 0.00
CORAL TUBIPORA (CTU) 0 0.00 0.00 0.00
RECENT DEAD CORAL
RECENTLY DEAD CORAL (DC) 8 0.53 0.00 1.00
DEAD CORAL WITH ALGAE
DEAD CORAL WITH ALGAE (DCA) 307 20.47 0.00 0.99
TURF ALGAE (TA) 1 0.07 0.02 0.00
SOFT CORAL
SOFT CORAL (SC) 3 0.20 0.00 1.00
SPONGE
SPONGE (SP) 0 0.00 0.00 0.00
FLESHY SEAWEEED
ALGAL ASSEMBLAGE (AA) 0 0.00 0.00 0.00
MAKRO ALGAE (MA) 50 3.33 0.00 1.00
OTHER BIOTA
CORALLINE ALGAE (CA) 0 0.00 0.00 0.00
HALIMEDA (HA) 8 0.53 0.27 0.44
OTHER (FAUNA) (OT) 4 0.27 0.37 0.11
ZOANTHID (ZO) 0 0.00 0.00 0.00
RUBBLE
RUBBLE (R) 133 8.87 0.00 1.00
SAND
SAND (S) 15 1.00 0.00 1.00
SILT
SILT (SI) 789 52.60 0.00 1.00
ROCK
ROCK (RK) 0 0.00 0.00 0.00

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 6. Lanjutan
TAPE,WAND,SHADOW
TAPE,WAND,SHADOW (TWS) 0 0.00 0.00
Total pts. minus (tape+wand+shadow): 1500.00 100.00

Rata-Rata Persentase Tutupan Karang dari Masing-Masing Kategori.


RESULTS SUMMARY CHART # Points % SW Index Simpson (1-D)
CORAL (HC) 182 12.13 0.65 0.33
RECENT DEAD CORAL (DC) 8 0.53 0.00 0.00
DEAD CORAL WITH ALGAE (DCA) 308 20.53 0.02 0.01
SOFT CORAL (SC) 3 0.20 0.00 0.00
SPONGE (SP) 0 0.00 0.00 1.00
FLESHY SEAWEEED (FS) 50 3.33 0.00 0.00
OTHER BIOTA (OT) 12 0.80 0.64 0.44
RUBBLE (R) 133 8.87 0.00 0.00
SAND (S) 15 1.00 0.00 0.00
SILT (SI) 789 52.60 0.00 0.00
ROCK (RK) 0 0.00 0.00 1.00
TAPE,WAND,SHADOW (TWS) 0 0.00
TOTALS 1500 100.00
NOTES (% of transect)
NOTES (% of coral)

Universitas Sumatera Utara


Stasiun III
Persentase Tutupan Karang dari Masing-Masing Jenis Lifeform.
# SW Simpson
CATEGORIES %
Points Index (1-D)
CORAL
ACROPORA BRANCHING (ACB) 0 0.00 0.00 0.00
ACROPORA DIGITATE (ACD) 0 0.00 0.00 0.00
ACROPORA ENCRUSTING (ACE) 0 0.00 0.00 0.00
ACROPORA SUBMASSIVE (ACS) 0 0.00 0.00 0.00
ACROPORA TABULATE (ACT) 0 0.00 0.00 0.00
CORAL BRANCHING (CB) 2 0.13 0.03 0.00
CORAL ENCRUSTING (CE) 108 7.20 0.35 0.06
CORAL FOLIOSE (CF) 64 4.27 0.28 0.02
CORAL HELIOPORA (CHL) 0 0.00 0.00 0.00
CORAL MASSIVE (CM) 242 16.13 0.32 0.32
CORAL MILLEPORA (CME) 0 0.00 0.00 0.00
CORAL MUSHROOM (CMR) 0 0.00 0.00 0.00
CORAL SUBMASSIVE (CS) 11 0.73 0.09 0.00
CORAL TUBIPORA (CTU) 0 0.00 0.00 0.00
RECENT DEAD CORAL
RECENTLY DEAD CORAL (DC) 140 9.33 0.00 1.00
DEAD CORAL WITH ALGAE
DEAD CORAL WITH ALGAE (DCA) 785 52.33 0.00 1.00
TURF ALGAE (TA) 0 0.00 0.00 0.00
SOFT CORAL
SOFT CORAL (SC) 1 0.07 0.00 1.00
SPONGE
SPONGE (SP) 0 0.00 0.00 0.00
FLESHY SEAWEEED
ALGAL ASSEMBLAGE (AA) 0 0.00 0.00 0.00
MAKRO ALGAE (MA) 16 1.07 0.00 1.00
OTHER BIOTA
CORALLINE ALGAE (CA) 0 0.00 0.00 0.00
HALIMEDA (HA) 67 4.47 0.00 1.00
OTHER (FAUNA) (OT) 0 0.00 0.00 0.00
ZOANTHID (ZO) 0 0.00 0.00 0.00
RUBBLE
RUBBLE (R) 20 1.33 0.00 1.00
SAND
SAND (S) 25 1.67 0.00 1.00
SILT
SILT (SI) 0 0.00 0.00 0.00
ROCK
ROCK (RK) 19 1.27 0.00 1.00

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 6. Lanjutan
TAPE,WAND,SHADOW
TAPE,WAND,SHADOW (TWS) 0 0.00 0.00
Total pts. minus (tape+wand+shadow): 1500.00 100.00

Rata-Rata Persentase Tutupan Karang dari Masing-Masing Kategori.


RESULTS SUMMARY CHART # Points % SW Index Simpson (1-D)
CORAL (HC) 427 28.47 1.07 0.59
RECENT DEAD CORAL (DC) 140 9.33 0.00 0.00
DEAD CORAL WITH ALGAE (DCA) 785 52.33 0.00 0.00
SOFT CORAL (SC) 1 0.07 0.00 0.00
SPONGE (SP) 0 0.00 0.00 1.00
FLESHY SEAWEEED (FS) 16 1.07 0.00 0.00
OTHER BIOTA (OT) 67 4.47 0.00 0.00
RUBBLE (R) 20 1.33 0.00 0.00
SAND (S) 25 1.67 0.00 0.00
SILT (SI) 0 0.00 0.00 1.00
ROCK (RK) 19 1.27 0.00 0.00
TAPE,WAND,SHADOW (TWS) 0 0.00
TOTALS 1500 100.00
NOTES (% of transect)
NOTES (% of coral)

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai