OLEH
KHAIRUW WAFA
1804124113
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat dan kasih-Nya lah penulis dapat menyelesaikan laporan pratikum ini
sebagai salah satu tugas dari mata kuliah penyelaman riset kelautan jurusan ilmu
pembimbing mata kuliah penyelaman riset kelautan atas saran dan bimbingannya
dan semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan praktikum ini.
karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk
Khairuw Wafa
i
DAFTAR ISI
Isi Halaman
KATA PENGANTAR............................................................................. ii
DAFTAR GAMBAR............................................................................... iv
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang.......................................................................... 1
1.2. Tujuan dan Manfaat .................................................................. 2
ii
V. KESIMPULAN dan SARAN
5.1. Kesmpulan ................................................................................ 24
5.2. Saran ......................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
iii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
v
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
vi
1
I. PENDAHULUAN
singkat. Artinya, pemanfaatan yang lestari atau dikenal dengan istilah konservasi
Oleh karena saat ini degradasi sumberdaya alam khususnya pada terumbu
menjadi sebuah legenda oleh anak cucu kita suatu hari nanti.
Betapa tidak, sejak 1998 kemudian di tahun 2000, 2010 dan terakhir pada
tahun 2016 telah terjadi pula fenomena alam yaitu kenaikan suhu permukaan laut
ini sebagai ancaman, sehingga tidak jarang koloni karang yang ditinggalkannya
menjadi putih. Kejadian ini biasanya lebih dikenal dengan istilah coral bleaching.
Jika saja suhu permukaan laut tersebut bertahan lama maka hewan karang akan
terancam mati.
Sebagai salah satu ekosistem utama pesisir dan laut, terumbu karang
dengan beragam biota asosiatif dan keindahan yang mempesona, memiliki nilai
2
ekologis dan ekonomis yang tinggi. Selain berperan sebagai pelindung pantai dari
hempasan ombak dan arus kuat, terumbu karang juga sebagai tempat mencari
makanan, tempat asuhan dan tumbuh besar, serta tempat pemijahan bagi berbagai
(feeding ground) serta menjadi habitat ribuan biota. Selain itu, terumbu karang
sebagai sumber protein, fishing ground, bahan bangunan, objek wisata, cindera
sumber pangan dan mata pencaharian bagi jutaan penduduk pesisir. Besarnya
karang serta dapat sebagai referensi untuk penelitian dalam menggunakan metode
kaya danberagam akan sumber daya alam dan jasa-jasa lingkungan. Negara
kepulauan yang meiliki garis pantai sepanjang 81.000km termasuk negara kedua
yang memliki garis pantai. Wilayah laut negeri Indonesia, temasuk perempatnya
karang dapat terbentuk dari 480 spesies karang, dan didalamnya hiduplebh dari
1.650 spesies kan, molusca, crustacea, sponge, algae dan seagrass (Buddemier et
al., 2004). Fungsiutama terumbu karang adlaah sebagai tempat memijah daerah
asuhan biota laut dan sebagai sumber plasma nutfah (Oceana, 2006). Terumbu
karang adalah endapapan masif yang berupa kalsium karbonat, dihasilkan oleh
oleh kondisi lingkungan, sehingga jika kondisi lingkungan sesuai engan spesies
karang tertentu maka dalam suatu habitat dapat didominasi spesies karang
tersebut. Daerah retaan terumbu biasanya didominasi oleh karang kecil yang
yang berarus. Oleh karena itu inventarisasi terumbu karang dapat dilakukan
dan jumlah karang. Kelimpahan ikan karang dan kondisi perairan kepulauan yang
terdapat ekosistem terumbu karang yang bsa menjadi dasar untuk mendukung
tergantung pada tujuan survei, waktu yang tersedia, tingkat keahlian peneliti, dan
Meskipun telah banyak metode survei pada saat ini, namun masing-
masing memiliki kelebihan dan kekurangan, sehingga dapat dikatakan belum ada
suatu metode yang memuaskan. Ada beberapa alasan yang menyebabkan sulitnya
menggambarkan suatu kondisi terumbu karang dengan metode survei yang ada
3. Satu koloni karang dapat terdiri beberapa individu sampai jutaan individu.
jenis yang hidup pada lokasi geografis yang berbeda, serta adanya variasi
morfologi dari jenis yang sama yang hidup pada kedalaman yang berbeda
perubahan iklim yang telah menjadi tekanan terbesar bagi terumbu karang
dunia saat ini, salah satunya ialah melalui fenomena pemutihan karang.
karang biasanya disajikan dalam bentuk struktur komunitas yang terdiri dari data:
persentase tutupan karang hidup, persentase tutupan karang mati, jumlah marga,
karang dengan melihat tutupan karang hidup, karang mati, bentuk substrat
(pasir, lumpur), alga dan keberadaan biota lain. Spesifikasi karang yang
diharapkan dicatat adalah berupa bentuk tumbuh karang (life form) dan
dibolehkan bagi peneliti yang telah memiliki keahlian untuk mencatat karang
Peralatan yang dibutuhkan dalam survei ini adalah rol meter, peralatan
scuba, alat tulis bawah air, tas nilon, palu dan pahat untuk mengambil sampel
centimeter. Dalam penelitian ini satu koloni dianggap satu individu. Jika satu
koloni dari jenis yang sama dipisahkan oleh satu atau beberapa bagian yang mati
maka tiap bagian yang hidup dianggap sebagai satu individu tersendiri. Jika dua
koloni atau lebih tumbuh di atas koloni yang lain, maka masing-masing koloni
tetap dihitung sebagai koloni yang terpisah. Panjang tumpang tindih koloni dicatat
dasar dan kehadiran karang lunak, karang mati lepas atau masif dan biota lain
Gambar 2. Koloni karang masif berukuran besar dianggap dua data, CM,
apabila garis meteran melewati algae persis diatas koloni tersebut (English et al,
1994).
Metode lain yang mengacu pada Prinsip transek garis ini yaitu point
transect, salah satu contoh aplikasinya sering gunakan pada program Reef
Check. Pengamatan dilakukan pada setiap 0.5 meter terhadap karang keras,
kuadrat 1 m x 1 m dan sudah dibagi setiap 10 cm, kaliper, GPS dan underwater
camera. Data yang diperoleh dengan metoda ini adalah persentase tutupan
photo berarus
Sumber informasi yang bagus Metode ini cocok hanya pada luasan
perubahan secara menyeluruh pada komunitas bentik yang ada pada terumbu
karang, termasuk kondisi terumbu karang tersebut. Metode ini sangat cocok untuk
memantau daerah terumbu karang yang luas dalam waktu yang pendek, biasanya
untuk melihat kerusakan akibat adanya badai topan, bleaching, daerah bekas bom
dan hewan Acanthaster plancii (Bulu seribu). Teknik ini juga sering digunakan
untuk mendapatkan daerah yang mewakili untuk di survei lebih lanjut dan lebih
peneliti dengan menggunakan perahu selama dua menit dengan kecepatan tetap 3-
5 km/jam atau seperti orang yang berjalan lambat. Apabila ada faktor lain yang
menghambat seperti arus yang kencang, maka kecepatan perahu dapat ditambah
sesuai dengan tanda dari si pengamat yang berada di belakang perahu. Peneliti
akan mengamati beberapa objek sepanjang daerah yang dilewati dan persentase
penutupan karang hidup (karang keras dan karang lunak) dan karang mati. Data
yang diamati dicatat pada tabel data dengan menggunakan nilai kategori atau
karang, objek lain (Tridacna, Diadema dan Acanthaster) sebagai objek yang
Peralatan yang digunakan dalam metode Manta Tow ini adalah kaca mata
selam (masker), snorkel, fin, perahu motor minimal 5 PK, papan manta yang
berukuran panjang 60 cm, lebar 40 cm dan tebal dua cm, tali yang panjang 20
m dan berdiameter satu cm, pelampung kecil, alat tulis bawah air, stop watch
dan GPS.
jenis karang yang mempunyai ukuran relatif beragam atau mempunyai ukuran
maksimum tertentu misalnya karang dari genus Fungia. Metoda ini bisa juga
keberadaan karang hias yang pernah dilakukan oleh lembaga ICRWG (Indonesia
Coral Reef Working Group) menggunakan panjang transek 30 m dan lebar dua
meter (satu m sisi kiri dan kanan meteran transek). Pencatatan dilakukan pada
semua individu yang menjadi tujuan penelitian, yang berada pada luasan transek.
Metode lain yang merupakan pengembangan dari metode sabuk (belt transect)
dan juga digunakan peneliti saat ini adalah video belt transect, metode ini
menggunakan video untuk merekam sepanjang transek dan luasan yang dilalui.
Kemudian hasil rekaman diputar ulang untuk pencatatan dan identifikasi jenis
karang untuk mendapatkan persentase karang hidup dan kriteria lain seperti pada
metoda yang lainnya. Keuntungan metode ini, waktu kerja di laut bisa lebih
efisien, tidak membutuhkan tenaga dan biaya banyak. Hanya saja peralatan
Willis et al., (2004) adalah Black Band Disease, Skeletal Eroding Band, White
underwater, SCUBA, pipa palaron, roll meter, kertas newtop, buku identifikasi
karang.
dilakukan secara langsung oleh praktikan, dimana data dan informasi yang
terumbu karang.
yang diambil dalam penelitian ini ialah substrat, ikan indikator, dan
check. Transek garis tersebut diletakkan sejajar garis pantai. Pada metode
merupakan ikan indikator reef check yaitu jenis ikan target penangkapan
visual census (UVC), ikan didata sepanjang 4x20 m dengan areal selebar 5 m
(2.5 m di sebelah kanan trasek garis dan 2.5 m di sebelah kiri transek garis),
survei avertebrata.
Substrat didata pada transek garis yang sama seperti transek sabuk
intercept transect (PIT) yaitu pengambilan data titik (point sampling) tiap
Kelimpahan ikan indikator dan avertebrata dihitung dengan rumus (Odum 1971):
N = ni/A
Keterangan:
ekosistem padang lamun, terumbu karang dan berbagai jenis ikan. Tipe terumbu
karang yang terdapat di Perairan Pulau Beras Basah ialah terumbu karang tepi
(fringing reef). Data untuk penelitian ini diambil pada tiga stasiun di perairan
Tahun 2008 tentang kawasan konservasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil,
kawasan Pulau Beras Basah telah dijadikan zona pemanfaaatn terbatas, dengan
pendidikan.
karang, ditambah dengan kondisi lingkungan yang tidak ideal dapat menjadi
tekanan bagi terumbu karang di Perairan Pulau Beras Basah.
4.2.1 Kondisi Terumbu Karang Pada Stasiun 1
pada stasiun 3 sebagai berikut: HC 45.63, SC 6.88, RKC 6.88, NIA 7.5, RC
7.5, RB
Kepadatan bulu babi tertinggi terdapat pada stasiun 3, lokasi pada stasiun ini
memiliki banyak batuan dan substrat keras. Stasiun ini juga memiliki persentase
tutupan terumbu karang yang paling tinggi dari dua stasiun yang diamati. Banyak
bulu babi yang bersembunyi pada lubang- lubang yang ada pada batu tersebut. Letak
stasiun ini lebih menjorok kearah laut. Diduga hal tersebut menyebabkan pada
stasiun ini memiliki kepadatan yang lebih tinggi karena tempat hidup yang sesuai
dan lebih jauh dari jangkauan masyarakat serta wisatawan yang berkunjung di
pantai.
24
5.1. Kesimpulan
Secara umum, kondisi terumbu karang pada Perairan Pulau Beras Basah
termasuk dalam kategori rusak hingga sedang, hal ini ditunjukkan oleh tutupan
karang pada tiga stasiun pengambilan data yaitu dengan kisaran 12.50-45.63%.
polip karang dengan sedimen, aktivitas wisata tak ramah lingkungan, dan
5.2 Saran
mengambil sampel dan menghitung serta mengetahui kondisi terumbu karang, dan
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
28