OLEH
I WAYAN RESTU
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat dan anugerah-Nya sehingga “Artikel” yang berjudul “Rehabilitasi
Ekosistem Terumbu Karang dengan Perdaduan Terumbu Buatan (Artificial Reefs)
dan Transplantasi Karang di Pantai Sanur dan Serangan, Kota Denpasar, Provinsi
Bali” dapat terselesaikan. Artikel ini merupakan hasil kegiatan penelitian
eksperimental yang diharapkan bisa berguna bagi semua pihak, khususnya dalam
upaya pemulihan dan konservasi ekosistem terumbu karang dalam kerangka
perbaikan manajemen sumberdaya pesisir dan laut menuju pembangunan
berkelanjutan. Berhasilnya kegiatan ini dan tulisan artikel ini tidak terlepas dari
bantuan berbagai pihak : Pemerintah Kota Denpasar, Kelompok Nelayan Karya
Segara Serangan, CV. Bali Aquarium dan yang lainnya yang telah memberikan
fasilitas, bantuan teknis, financial, dan kerjasama sehingga semuanya bisa berjalan
dengan sangat lancar. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya.
Penulis menyadari penulisan Artikel ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu penulis sangat mengharapkan koreksi dan saran yang sifatnya
membangun sebagai bahan masukan yang bermanfaat.
Penulis.
i
i
DAFTAR ISI
ii
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Pesatnya pembangunan di wilayah pesisir dan lautan pada sisi yang lainnya
menimbulkan ekses berupa permasalahan pendayagunaan sumberdaya alam dan
lingkungan yang tidak seimbang. Salah satu sumberdaya di wilayah pesisir laut yang
mendapatkan tekanan cukup besar adalah ekosistem terumbu karang (Corals reef),
1.2 Tujuan
Kegiatan “Rehabilitasi Ekosistem Terumbu Karang dengan Pengembangan
Perdaduan Terumbu Buatan (Artificial Reefs) dan Transplantasi Karang di Pantai
Sanur dan Pantai Pulau Serangan ini bertujuan untuk :
1.3 Manfaat
Kegiatan Uji coba rehabilitasi ekosistem terumbu karang di Pantai Sanur
dan Pulau Serangan dengan “Pengembangan Perdaduan Terumbu Buatan (Artificial
Reefs) dan Transplantasi Karang” diharapkan mampu memulihkan dan
meningkatkan kualitas kondisi ekosistem terumbu karang, meningkatkan fungsinya
sebagai habitat, dan menumbuhkan kesadartahuan masyarakat dalam menjaga
kelestarian ekosistem terumbu karang.
Istilah terumbu (reef) sudah begitu melekat dengan karang (coral), padahal
tidak seluruhnya jenis karang hidup pada terumbu dan tidak semua terumbu dihidupi
oleh karang. Terumbu merupakan istilah yang mempunyai beberapa pengertian.
Kapten kapal mengertikan terumbu sebagai bagian laut dangkal yang dapat
mengganggu navigasi. Nelayan pada umumnya menggunakan istilah terumbu
sebagai batuan “submarine” dimana ikan-ikan biasanya bergerombol dan dapat
menyangkutkan jaring. Ada juga yang menyebutnya sebagai struktur batuan pada
perairan dangkal sampai supratidal yang dapat menyebabkan pecahnya gelombang.
Sementara itu, terumbu dalam pengertian biologi adalah suatu struktur kerangka
kerja organik yang dibentuk oleh organisme meliputi berbagai avertebrata dan alga,
seperti yang terdapat pada karang tertentu, alga koralin, tiram, dan beberapa cacing.
Dalam perkembangan selanjutnya, terumbu dibagi atas terumbu karang (coral reef)
dan terumbu bukan karang (non-coral reef). Terumbu bukan karang dapat berupa
terumbu tiram (oyster reef), atau terumbu cacing (worm reef). Tipe terumbu lainnya
juga kadang-kadang dikaitkan dengan dengan sistem akar mangrove dan kaitannya
dengan akumulasi sedimennya (Davis, 1990).
Erosi tanah akibat minimnya vegetasi penutup pada daerah lahan kritis
memberi kontribusi yang cukup signifikan terhadap kerusakan karang. Erosi tanah
yang masuk ke perairan pantai baik melalui aliran sungai maupun limpasan
permukaan menimbulkan sedimentasi di sekitar daerah terumbu karang dan dapat
menghambat proses fotosintesis dan menutupi polip karang secara langsung.
Terumbu karang di Bali yang rawan terhadap sedimentasi adalah sebaran terumbu
karang di pantai utara khususnya di Kecamatan Gerokgak dan Tejakula mengingat
di wilayah ini banyak terdapat lahan kritis dan sangat berdekatan dengan daerah
pesisir.
a. Aktivitas di Daratan
Buruknya pengelolaan daerah aliran sungai (DAS) serta sistem pengelolaan
lahan pertanian dengan teknik konservasi lahan yang sangat minim merupakan salah
satu faktor yang mengakibatkan tingginya tingkat erosi tanah dan ikut menyumbang
peningkatan sedimentasi di wilayah perairan pantai.
Sampah dan air limbah yang berasal dari kegiatan manusia di daratan
merupakan salah satu ancaman terhadap terumbu karang khususnya terumbu karang
yang penyebarannya relatif berdekatan dengan daerah pemukiman padat dan
industri. Buruknya sistem pengelolaan sampah dan air limbah di Bali dapat menjadi
ancaman yang sangat serius terhadap terumbu karang Bali. Sampah plastik yang
masuk ke laut dapat mematikan karang karena menutupi karang secara langsung.
b. Aktivitas di Lautan
Aktivitas manusia di lautan yang mengancam kelestarian terumbu karang
terbagi atas dua komponen utama yaitu kegiatan pemanfaatan sumberdaya ekosistem
terumbu karang dengan cara-cara yang tidak benar dan kegiatan lain di luar
pemanfaatan sumberdaya terumbu karang.
Foto Sudiarta
3.2 Metode
Survei detail lokasi bertujuan untuk menentukan site spesifik areal terumbu
karang yang akan dilakukan rehabilitasi. Penentuan lokasi dilakukan pada areal
terumbu karang yang mengalami kerusakan dan arealnya ditetapkan koordinatnya
dengan alat GPS (Global Position System).
BESI d = 10 CM
BAU T d = 16 MM
BESI d = 6 CM
E BESI 4 d = 6 C M 0,05
LU BAN G BAU T d= 1 5 M M 0,20
0,24
D
0.2 0
0.0 4
D 0,20
0,20
0.20
B
1,40
LU BAN G BAU T d= 1 5 M M BAU T d = 12 MM
TA B E L J A NG K A R D A N B A U T
1.00 0.50 B
0.1 5
PIPA PV C 0.2 "
DET AIL C, D D AN E
LU BAN G BAU T d= 1 5 M M
0.2 0
Gambar 3.4 Disain Detail Terumbu Buatan, Pembesian dan Jangkar Terumbu
Buatan
Bibit yang digunakan sebagai bakalan berasal dari hasil persemaian yang
sudah diuji cobakan dalam tahun sebelumnya dari CV. Bali Aquarium dan
Kelompok Nelayan Karya Segara Pulau Serangan yang dalam kegiatan ini sebagai
mitra dan kelompok masyarakat sebagai pemangku kepentingan dalam kegiatan
konservasi ekosistem terumbu karang di Kota Denpasar,
4.1 Simpulan
Pengembangan rehabilitasi ekosistem terumbu karang yang sudah mengalami
degradasi khususnya di Pantai Sanur dan Pantai Tanjung Pulau Serangan dengan
pendekatan perpaduan terumbu buatan dengan transplantasi karang hasil
propagasi, didapatkan telah cukup berhasil mempercepat pemulihan dan
penanggulangan kerusakan ekosistem terumbu karang.
Laju pertumbuhan dan persentase tutupan kembali (recovered) dengan teknik
perpaduan terumbu buatan dengan transplantasi karang hasil propagasi jauh
lebih cepat dibandingkan dengan teknik alami atau teknik “Biorock”.
IPTEK sistem budidaya dan rehabilitasi terumbu karang dengan teknik
perpaduan terumbu buatan dengan transplantasi karang hasil propagasi dapat
dengan mudah dipahami oleh masyarakat nelayan, astek teknis pengerjaan juga
bisa didukung oleh sumberdaya lokal, baik sumberdaya manusia, teknologi,
finansial dan budaya sehingga bisa dilakukan tanpa hambatan atau kendala yang
berarti.
Perpaduan kegiatan budidaya (persemaian/nursery) karang sudah mendesak
dilakukan untuk mencegah kerusakan/degradasi yang semakin meluas akibat
pengambilan langsung di lapangan. Belakangan pasar ekspor/perdagangan
terumbu karang semakin marak dan laju pertumbuhannya sangat cepat. Apabila
tidak dilakukan percepatan budidaya, maka pengambilan karang di alam akan
semakin tidak terkendali.
Kegiatan rehabilitasi terumbu karang merupakan upaya penyeimbang dalam
rangka mempercepat pemulihan terumbu karang yang sudah rusak dan
meningkatkan keragaman hayati di suatu wilayah perairan.
Bentuk-bentuk terumbu buatan yang disarankan di suatu wilayah hendaknya
dipilih disesuaikan dengan kondisi lokal, dan harus mempertimbangkan aspek
kearipan lokal dan aspek estetika lingkungan.
4.2 Saran
Kegiatan rehabilitasi, perlu dilakukan program pemantauan terhadap
kegiatan yang telah berlangsung dengan pendekatan kuantitatif seperti :
tingkat keberhasilan hidup (survive rate), laju pertumbuhan, laju penutupan,
dan keragaman jenis yang ada (exsisting), serta faktor-faktor yang
menghambat keberhasilan, yang diukur dengan metode-metode kuantitatif
dan ilmiah.
Agar kegiatan ini dapat berjalan sinergis, perlu dukungan dan melibatkan
berbagai pihak, terutama dengan cara memberdayakan masyarakat dan
stakeholder lokal. Terutama masyarakat yang tidak berkepentingan langsung
tidak melakukan pengambilan terumbu karang di alam, yang secara kuantitas
jauh melebihi kemampuan recovery secara alami maupun hasil rehabilitasi.
Badan Lingkungan Hidup Provinsi Bali. 2009. Status Lingkungan Hidup Daerah
Provinsi Bali Tahun 2009. Denpasar.
Baker, I. and P. Kaeoniam. 1986. Manual of Coastal Development Planning and
Management for Thailand. The Unesco MAP and COMAR Programmes.
Bangkok-Jakarta.
Barnes, R.S.K. and Hughes. 1990. An Introduction to Marine Ecology. Blackwell
Scientific Publisher. London.
Bengen, D.G. 2000. Tehnik Pengembilan Contoh dan Analisis Data Biofisik
Sumberdaya pesisir. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Jakarta.
Cesar, H.S.J. 2000. Coral Reefs: Their Fuctions, Threats and Economic Value. In
Cesar, H.S.J. (ed.). Collection Essays on The Economics of Coral Reef.
CORDIO, Dept. of Biology and Environmental Sciences, Kalmar University
Kalmar, Sweden.
Clark, J.R. 1992. Integrated Management of Coastal Zones. FAO. 167 pp.
Clark, J.R. 1995. Coastal Zone Management Handbook. Lewis Publishers. Boca
Raton, New York, London, Tokyo.
Choat, J.H. 1991. The Biology of Herbivorous Fishes on Coral Reefs. In : Sale,
P.T. (ed.). The Ecological of Fishes on Coral Reefs. Academic Press. New
York.
Davis, R. 1990. Oceanography. W.C. Brown Publisher. Florida.
Ditlev, H. 1980. A Field-guide to the Reef-building Coral of the Indo-Pacific.
Scandinavian Science Press Ltd. Klampenborg.
Effendi, F. 1997. Bahan Pecemar (Kimia ) dan Metoda Analisisnya pada Kawasan
Pesisir dan Laut Secara Terpadu, Surabaya
English, S., C. Wilkinson and V. Baker. 1994. Survey Manual for Tropical Marine
Resources. Australian Institute of Marine Science. Townsvile.
Hutabarat, S. dan S.M. Evans. 1985. Pengantar Oseanografi. Penerbit Universitas
Indonesia. Jakarta.
Jones, O.A. and R. Endean. 1973. Biology and Geology of Coral Reefs. Vol I:
Geology 1. Academic Press. New York.
Jones, O.A. and R. Endean. 1977. Biology and Geology of Coral Reefs. Vol IV:
Geology 2. Academic Press. New York.
Kenchington, R.A. and B.E.T. Hudson. 1988. Coral Reef Management Handbook.
Unesco Regional Office for Science and Technology for South-East Asia.
Jakarta.