Anda di halaman 1dari 132

\qs/s 2

ANALISA BIAYA - MANFAAT PROGRAM KONSERVASI


TERUMBU KARANG DI DESA GILI INDAH, KABUPATEN
LOMBOK BARAT, PROVINSI NUSA TENGGARA B U T

LALU SOLIHIN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008
SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam tesis


saya yang berjudul :

" ANALISA BIAYA-MANFAAT PROGRAM KONSERVASI TERUMBU


KARANG DI DESA GILI MDAH KABUPATEN LOMBOK BARAT
PROVMSI NUSA TENGGARA BARAT"

mempakan gagasan dan hasil penelitian tesis saya sendiri, dengan pembimbingan
para Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan ~ j ~ k a n n y a .
Tesis ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di
perguruan tinggi lain.

Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat
diperiksa kebenarannya.

Bogor, Maret 2008

Nama : Lalu Solihin


NRP :C451050031
RINGKASAN

LALU SOLIHIN: Analisa Biaya-Manfaat Program Konservasi Terumbu Karang


di Desa Gili Indah Kabupaten Lombok Barat Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Dibimbing oleh LUKY ADRIANTO dan ARIF SATRIA.

Dalam program kosnervasi tidak hanya memberikan manfaat langsung bagi


masyarakat disekitarnya, tetapi juga manfaat tidak langsung yang nilainya tidak
ditemukan di pasar. Begitu juga dengan biaya, tidak hanya biaya langsung
(tangible) yang dikeluarkan, tetapi juga biaya tidak langsung (intangible). Tujuan
dari penelitian ini adalah 1) untuk mengetahui total manfaat dari program
konservasi terumbu karang di Desa Gili Indah, 2) untuk mengetahui total biaya
yang dikeluarkan dalam program konservasi terumbu karang di Desa Gili Indah.
Dengan menggunakan metode survey, diketahui total manfaat dari program
k o n s e ~ a s isebesar Rp.114.342.713.945,69 per tahun. Manfaat terbesar berasal
dari manfaat langsung yang bersifat tidak ekstraktif yaitu sebesar
Rp.83.486.413.643,32 per tahun. Sedangkan total biaya yang dikeluarkan (dari
rezim BKSDA dan rezim Satgas Gili Indah) sebesar Rp.3.916.470.280,74 per
tahun. Biaya terbesar bcrasal dari biaya sosial yaitu Rp.2.728.000.000,00 per
year. Dengan menggunakan tingkat bunga sebesar 9,s persen, tanpa memasukkan
biaya sosial diketahui NPV positif sebesar Rp.113.154.243.664,95 per tahun.
Sedangkan dengan memasukkan biaya sosial diketahui NPV positif sebesar
Rp.ll0.426.243.664,95 per tahun. Selain itu, dengan menggunakan cost
effectiveness analysis dari Satgas Gili Indah dengan memasukkan biaya sosial
Rp.2.171.350.437,48, atau cost effectiveness analysis dari Satgas Gili Indah tanpa
memasukkan biaya sosial diperoleh sebesar Rp.232.833.133,29, dan cost
efectiveness analysis dari BKSDA sebesar Rp.849.562.386,52. sesuai dengan
kriteria kelayakan dari kedua alat analisa di atas dapat disimpulkan bahwa
program konservasi terumbu karang di Desa Gili Indah adalah masih layak
dilakukan.

Kata kunci: Program Konservasi Terumbu Karang, Analisa Biaya Manfaat


ABSTRACT

LALU SOLIHIN: Benefit-Cost Analysis of Coral Reef Conservation Program in


Gili Indah Village of West Lombok District of West Nusa Tenggara Province.
Supervised by LUKYADRIANTO and ARIF SATRU.

The coral reef conservation program are not only gij? use value for their
community and their environment, but also nun use value. The same like costs, in
conservation program are not only expends tangible costs, but also expend
intangible costs. In environmental economics, it is called by externality cost or
social cost. The aim of this research are: I ) to know the total benefit of coral reef
conservation program; 2) to know the total cost of the coral reef conservation
program; and 3) to know economic possibilify of the coral reef conservatiotz
program. By valuation method, result of this research showed that total benefit of
the conservation program is Rp. 114.342.713.945,69 per year. The biggest benej7t
came fknz non extractive direct benefit is Rp.83.486.413.643,32 per year. Total
cost of coral reef conservation program is Rp.3.916.470.280,74 per year. The
biggest cost come fvom social cost is Rp.2,728,000,000.00 per year. With market
discount rate 9,8 percent, (include social cost) showed positive NPV
Rp. llO.426.243.664,95 per year. Meanwhile, without social cost showed positive
NPV is Rp. 113.154.243.664,95 per year. Beside that, cost effectiveness of Satgas
Gili Indah with social cost is Rp.2.171.350.437,48, or cost effectiveness of Satgas
Gili Indah without social cost is Rp.232.833.133,29, and cost effectiveness of
BKSDA is Rp.849.562.386,52. According to economic possibility criteria, coral
reef conservationprogram in Gili Indah Village is possible.

Key Words: Coral Reef Conservation Program, Costs-Bene$ts Analysis


O Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor tahun 2008
Hak cipta dilindungi Undang-Undang

I . Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa


mencantumkan atau tnenyebutkan sumber.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penztlisan kritik atau
tinjauan suatu masalah.
b. Pengutipan tidak nzerugikan kepentingan yang wajar IPB.
2. Dilarang menggunakan dun memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk apapun tailpa izin IPB.
ANALISA BIAYA - MANFAAT PROGRAM KObJSiiK\'L2SI
TERUMBU KARANG DI DESA GILI INDMI, l!&WirPA'TF,N
LOMBOK BARAT, PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

OLEH:
LALU SOLIHIN
C45 1050031

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada Program Studi Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropika (ESK)

SEKOLAH PASCASARSARA
INSTITUT PERT- BOGOR
BOGOR
2008
Judul : Analisa Biaya-Manfaat Program Konservasi Terumbu
Karang Di Desa Gili Indah Kabupaten Lombok Barat
Provinsi Nusa Tenggara Barat

Nama : Lalu Solihin


NRP : C. 451050031
Program Studi : Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropika (ESK)

Disetujui :
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Luky Adrianto,MSc


Ketua Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi

Tanggal Ujian : 1 Februari 2007 Tanggal Lulus : .? 5 MAR 2008


PRAKATA

Seiring dengan munculnya persoalan-persoalan ekonomi yang dihadapi


umat manusia di dunia ini, selalu diiringi dengan upaya pencarian solusi melalui
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi guna menjawab setiap persoalan
tersebut. Kegelisahan penulis atas keterbatasan (krisis) sumberdaya alam sebagai
sumber penghidupan manusia, merupakan titik awal dari munculnya ide penulisan
tesis ini. Dalam rangka menjawab persoalan krisis sumberdaya alam tersebut,
penulis berupaya nlemberikan secuil kontribusi melalui penulisan tesis ini yang
mungkin bisa bem~anfaatbagi kemaslahatan umat manusia dan lingkungannya.
Dalam tesis ini membahas tentang perlunya memperhitungkan social cost
atau human cost dari suatu program konservasi sumberdaya alam dan lingkungan.
Biaya-biaya seperti ini masih sangat jarang diperhitungkan ole11 pihak pertama,
sehingga yang paling dirugikan adalah masyarakat sebagai pihak kedua. Dengan
demikian, intervensi dari pemerintah (sebagai pihak ketiga) mutlak diperlukan
yang notabene memiliki kewenangan untuk membuat regulasi, sehingga kemgian
dari masing-masing pihak bisa diminimize sekecil mungkin. Pemikiran seperti ini
sangat tepai diterapkan di dalarn setiap aktivitas yang bersentuhan langsung
dengan tingkat kesejahteraan masyarakat disekitarnya.
&an tetapi penulis sadar bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan.
Sebagai bagian dari proses belajar yang tiada henti ini, semoga
ketidaksempurnaan ini akan menjadi pemicu bagi penulis dalam upaya mencari
kesempurnaan tersebut. Karenanya penulis sangat mengharapkan kritik, saran,
maupun masukan yang konstruktif guna kesempurnaan tesis ini.

Bogor, Januari 2008


Penulis,
UCAPAN TERIMA KASIH

Segala puji hanya milik Allah, tiada kata yang lebih pantas diucapkan
kecuali puji syukw kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, karunia, serta
hidayah-Nya, hingga tesis ini bisa terselesaikan. Rasa hormat dan banga penulis
kepada kedua orang tua penulis yang tak henti-hentinya berdoa untuk segala
kelancaran dan kemudahan penulis. Hanya ucapan terima kasih yang tak terhingga
yang penulis ucapkan atas segala doa-doa yang selama ini dipanjatkan, semoga
diampuni segala dosa-dosanya dan dikasihani oleh-Nya sebagaimana mereka
lnengasihani penulis sewaktu kecil. Serta tak lupa pula penulis mengucapkan
terima kasih yang sedalam-dalanmnya kepada semua kakak-kakak penulis atas doa
yang dipanjatkan demi kelancaran segala usaha dan upaya yang penulis lakukan.
Dalam kesempatan ini penulis juga menyampaikan terima kasih dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Dr. Ir. Luky Adrianto, M.Sc selalu
ketua komisi pembimbing dan Dr. Ir. Arief Satria, MS selaku anggota komsisi
pembimbing yang telah banyak memberikan kritikan, masukan dan saran yang
sangat bermanfaat bagi penyelesaian tesis ini. Semoga kesabaran dan keikhlasan
dalam membimbing yang selama ini dicurahkan mendapat ridho dariNya, serta
mampu penulis teladani dikemudian hari. Terima kasih juga penulis sampaikan
kepada Prof.Dr.1r.H. Tridoyo Kusumastanto, MS., Ir. Sahat MH Simandjuntak,
M.Sc., dan Prof.Dr.Ir.H.Ahmad Fauzi,M.Sc yang telah mencerahkan penulis akan
teori ekonomi sumberdaya alam dan lingkungan. Penulis tidak mampu membalas
segala kontribusi yang telah diberikan, semoga Allah, Tuhan yang Maha Agung
dan Bijaksana memberikan balasan yang setimpal, baik di dunia dan di akhirat
kelak, mien.
Tidak lupa penulis sampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan
kepada seluruh Staf Pengajar Program Studi Ekonomi Sumberdaya Kelautan
Tropika (PS-ESK) yang telah memberi kesempatan seluas-luasnya bagi penulis
untuk menimba ilmu serta memberi pencerahan pengetahuan selama masa
perkuliahan. Teman-teman seangkatan dan seperjuangan di PS-ESK, Erni,
Muhammad Banapon, Rizal, Rahim, Suhana, Bahar, Muzakir, Irmadi, Firman,
Aspar, Dwi, Eka, Fera, Ovie, Intan, Sahlan, Ola, Fitri serta seluruh rekan-rekan
dari Forum ESK. Terima kasih juga buat Dewi yang selalu membangkitkan
semangat penulis ketika mengalami kejenuhan dalam menyelesaikan tesis ini. Tak
lupa juga kepada kawan-kawan di asrama mahasiswa NTB, Ican, Aspar, Ojik,
Hilman, Prop Sirajudin, terima kasih atas segala perhatian, pengertian dan
bantuannya selama di asrama. Terima kasih juga buat semua penduduk dan
nelayan Desa Gili Indah, sraf BKSDA NTB yang telah banyak membantu selama
penulis di lapangan.
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Mertak Wareng, Kabupaten Lombok Tengah


tanggal 21 Mei 1978 dari Ayah Haji Gusti Ahmad Sofyan dan Ibu
Baiq Zaenab. Penulis merupakan an& kelima dari lima
bersaudara.
Pada tahun 1996 penulis lulus dari SMEA Negeri 1
Mataram, tahun 2003 penulis berhasil menyelesaikan studi di
program studi Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan (IESP) Fakultas
Ekonomi Universitas Mataram. Disela-sela studi, penulis sudah aktif di organisasi
ekstra kampus seperti anggota Lapmi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang
Mataram, dan intra kampus sebagai Sekretaris Jenderal Badan Eksekutif
Mahsiswa Universitas Mataram. Setamat dari Fakultas Ekonomi Universitas
Mataram. Penulis bergabung dengan lembaga swadaya masyarakat atau LSM
yang konsen dalam bidang anti korupsi pada divisi penelitian dan investigasi.
Aktivitas ini dijalani hingga tahun 2005, hingga akhimya penulis melanjutkan
studi strata dua (S2) di Program Studi Ekonomi Surnberdaya Kelautan Tropis
(ESK) Institut Pertanian Bogor.
Selama menjadi mahasiswa pascasarjana di IPB, penulis juga aktif sebagai
sekretaris Forum Mahasiwa Pascasarjana IPB (Forum Wacana - IPB). Selain itu,
penulis aktif menulis di buletin Lestari, yaitu buletin yang diterbitkan oleh Forum
Mahasiswa Pascasarjana Program Studi Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropis.
Bebepa kegiatan ilmiah telah diselenggarakan, antara lain Seminar Nasional
Pengembangan Pariwisata Bahari Pulau-Pulau Kecil, Roundtable Discussion
Model Pemerintahan Daerah Pulau-Pulau Kecil, Lomba Menulis Esai Tingkat
Mahasiswa Se-Kabupaten dan Se-kota Bogor, dan yang terakhir adalah sebagai
Kongres dan Seminar Nasional Forum Wacana IPB. Semoga segala yang pernah
dilakukan penulis diridhoi Allah SWT dan bermanfaat bagi masyarakat pada
umumnya.
DAFTAR IS1

Halaman

DAFTAR TABEL .............................................................................


DAFTAR GAMBAR ........................................................................
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................

I.PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang .................................................................
1. 2 Rumusan Masalah ............................................................
..
1. 3 Tujuan Penel~t~an ..............................................................
1. 4 Manfaat dan Kegunaan Penelitian ...................................
1. 5 Hipotesis ...........................................................................

11.TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 Pengertial Konservasi Laut..............................................
2 . 2 Ekonomi Konservasi Laut ................................................
2 . 3 Kelembagaan Konservasi Laut .........................................
2. 4 Ekosistem Terumbu Karang .............................................
2. 5 Keanekaragaman Hayati ..................................................
2. 6 Permintaan dan Penawaran Wisata ..................................
2 . 7 Extended Cost-Benefit Analysis........................................
2 . 8 Valuasi Ekonomi ..............................................................
2.9 Teknik Valuasi Ekonomi Pulau-pulau Kecil:
Ecosystetn Approach ........................................................

.
111 KERANGKA PEMIKIRAN .....................................................

IV.METODE PENELITIAN
4 . 1 Tempat dan Waktu Penelitian ........................................
..
4. 2 Metode Penel~t~an ............................................................
4 . 3 Metode Pengumpulan Data .............................................
4.3. 1 Metode Penentuan Responden ..........................
A . Jumlah Sampel
B. Teknik Sampling
4.3. 2 Jenis Data ...........................................................
4 . 4 Metode h a l i s a Data .......................................................
4.4. 1 T e h i k Valuasi .............................. . .................
4.4. 2 Extended Cost Benefit -4nabsis (ECBA) ..........
4.4. 3 Cost Effectiveness Analysis .............................

V.GAMBARAN UMUM DESA GILI INDAH .............................


5 . 1 Letak. Luas dan Batas Kawasan ..........................................
5. 2 Potensi Jasa Lingkungan .....................................................
..
5 . 3 Aktlv~tasWisata ..................................................................
5.3. 1 Sunbathing...............................................................
5.3. 2 Snorkling dun Diving...............................................
5.3. 3 Glass Bottom Boat ...................................................
5.3. 4 Kegiatan lainnya......................................................
5. 4 Sarana Dan Prasarana Penunjang Wisata ............................
5. 5 Perhotelan di Gili Trawangan..............................................
5. 6 Pemukiman Penduduk di Gili Trawangan...........................
5. 7 Keadaan Lingkungan di Gili Trawangan ............................
5. 8 Keadaan Sosial dan Ekonomi di Gili Trawangan ...............
5.8. 1 Gambaran Umum ....................................................
5.8. 2. Kependudukan .........................................................
5.8. 3 Mata Pencaharian ....................................................
5.8. 4 Pendidikan ...............................................................

VI .PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI GILI INDAH


7. 1 Garnbaran Umum ............................................................. 47
7. 2 Rezim BKSDA NTB ........................................................ 48
7. 3 Awig-awig Rezim Satgas Desa Gili Indah ....................... 52
7. 4 Proses Pembuatan Zonasi ................................................. 54
7. 5 Pemuda Satgas Desa Gili Indah ....................................... 55
7. 6 Potensi Wisata Desa Gili Indah ........................................

.
VII HASIL DAN PEMBAHASAN
7. 1 Valuasi Manfaat ..................................................................
7.1 1. Manfaat Langsung Ekstraktif (Perikanan) .............
7.1 2. Manfaat Langsung
..
Tidak Ekstraktif (Wisata) .........
7.1 3. Manfaat Pillhan ......................................................
7. 2 Valuasi Biaya ......................................................................
7.2.1. Rezim BKSDA ........................................................
7.2.1. Biaya Investasi ........................................
7.2.2. Biaya Operasional ....................................
7.2.3. Biaya Transaksi .......................................
7.2.2. Rezim Satgas Gili Indah ......................................
7.2.1. Biaya Investasi ......................................
7.2.2. Biaya Operasional ..................................
7.2.3. Biaya Transaksi ......................
7.2.4. Biaya Sosial .........................................
7.3. Analisis Efektivitas Biaya (CEA)...................................
7.4. Analisis Extended Cost Benefit Analysis (ECBA) ........
7.5. Pembahasan ...................................................................

.
VIII SIMPULAN DAN SARAN
8 1. Simpulan.............................................................................. 98
8 2. Saran .................................................................................... 98

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................... 100

LAMPIRAN ..................................................................................... 101


DAFTAR TABEL

Halaman

1. Menilai Dampak Terukur Dari Perikanan


di Kawasan Konservasi Laut di Beberapa Negara di Dunia ........
2 . Total Econornic Value dari Pulau-pulau
Kecil Dalam Konteks Keanekaragaman Hayati ...........................
3 . Teknik Penentuan Sampel ............................................................
4 . Sarana dan Prasarana Penunjang Wisata Di Sekitar
TWAL Gili Matra .........................................................................
5. Jutnlah Penduduk Desa Gili Indah ...............................................
6 . Mata Pemcaharian Penduduk Desa Gili Indah .............................
7. Jumlah Penduduk Desa Gili Indah
Berdasarkan Tingkat Pendidikan.................................................
8. Jenis Kegiatan Pemanfaatan di Kawasan Konservasi Desa
Gili Indah .....................................................................................
9. Perbandingan Karakteristik Tiga Awig-awig (AA) .....................
10. Nilai Manfaat Konservasi Terumbu Karang di
Desa Gili Indah Kabupaten Lombok Barat .................................
11. Koefisien Regresi Manfaat Langsung Sumberdaya Terumbu
Karang Desa Gili Indah ................................................................

12. Data Kunjungan Wisata Ke Gili Indah Tahun 1998


Sampai Tahun 2006 ......................................................................
13. Koefisien Regresi Manfaat Langsung Tidak Ekstraktif
Sumberdaya Terumbu Karang Desa Gili Indah ...........................
14. Koefisien Regresi Manfaat Pilihan Sumberdaya Terumbu
..
Karang Desa Gill Indah ................................................................
15. Total Biaya Konservasi ................................................................
16. Total Biaya Konservasi Rezim BKSDA ......................................
17. Biaya Investasi rezim BKSDA ....................................................
18. Biaya Operasional Konservasi Sutnberdaya Terumbu Karang ....
19. Biaya Transaksi Konservasi Tenunbu Karang Desa Gili Indah ..
20. Total Biaya Konservasi Rezim Satgas Gili Indah ........................
21 . Biaya Investasi Konservasi Sumberdaya Terumbu Karang ........
22. Biaya Operasional Konservasi Surnberdaya Terumbu Karang ... 79
23. Biaya Transaksi Konservasi Sumberdaya Terumbu Karang ....... 80
24. Biaya Sosial Konservasi Sunlberdaya T e m b u Karang Desa ... 82
25. Jenis Ikan dan Alat Tangkap Nelayan Desa Gili Indah................ 87
26. Analisa Kelayakan Program Konservasi (Tanpa Biaya Sosial) ... 94
27. Analisa Kelayakan Program Konservasi (Dengan Biaya Sosial). 95
DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Penurunan Tingkat Kepuasan Akibat Penurunan


Pendapatan ..................................................................................
2. Manfaat Program Kegiatan Ekonomi .........................................
3. Kerangka Nilai Ekonomi Keanekaragaman hayati
Berbaasis Ekosistem ...................................................................
4.
..
Kerangka Pem~klran...................................................................
..
5. Peta Lokasi Penellt~an................................................................
6. Peta Zonasi Kawasan Konservasi Desa Gili Indah ...................
7. Total Benefit Program Konservasi Desa Gili
IndahTahun 2007 ........................................................................
8. Kurva Permintaan Manfaat Langsung (Perikanan)....................
9. Kurva Permintaan Manfaat Langsung (Wisata).........................
10. Total Biaya Konservasi Terumbu Karang Desa Gili Indah ......
11. Biaya Konservasi Terumbu Karang (Rezim BKSDA NTB) ......
12. Biaya Konservasi Terumbu Karang oleh Lembaga Adat ...........
13. Perbandingan Cost Efectivness Analysis Satgas
Gili Indah dengan BKSDA........................................................
14. Perbandingan Biaya dengan Manfaat Konservasi ......................
15. Kurva Hubungan Antara Nilai Manfaat Langsung
Esktraktif Dengan Nilai Manfaat Langsung Tidak Ekstraktif....
16. Kurva Pareto Optimal Antara Nilai Manfaat Langsung
Ekstraktif dengan Nilai Manfaat Langsung Tidak Ekstraktif ....
17. Perbandingan Manfaat Bersih Program Konservasi dengan
Biara Sosial dan Tanpa Biaya Sosial ........................................

18. Pendapatan Nelayan Muroami Sebelum dan Sesudah Program


Konservasi .................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN

..
1. Peta Lokasi Penelltian ..................................................................
2. Data Produksi dan Harga Ikan di Kawasan Konservasi
Terumbu Karang Desa Gili Indah ................................................
3. Koefisien Regresi Manfaat Langsung Ekstraktif .........................
4 . Data Tingkat Kunjungan dan Biaya Perjalanan Wisata ...............
5. Manfaat Tidak Langsung Ekstraktif Program Konsewasi ..........
6 . Data WTP Masyarakat Untuk Kawasan Konservasi ...................
7. Koefisien Regresi Manfaat Pilihan Program Kosnervasi ............
8. K w a Permintaan Manfaat Langsung Ekstraktif .........................
9. Kuwa Permintaan Manfaat Langsung Tidak Ekstraktif...............
10. Jenis Species Ikan di Kawasan Koservasi Desa Gili Indah
..
Konsewasi Desa Gill Indah..........................................................
11. Aktivitas Ekstraktif Masyarakat Desa Gili Indah .........................
12. Aktivitas Non Ekstraktif Wisatawan di Desa Gili Indah .............
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang


Indonesia memiliki areal terumbu karang sekitar 75.000 km2atau sekitar
12,5 persen dari luas terumbu karang di dunia. Akan tetapi secara m u m kondisi
temmbu karang di Indonesia saat ini berada pada kondisi rusak cukup parah,
terutama akibat kegiatan manusia (anthropogenic). Hal ini disebabkan karena
p e w b u h a n penduduk yang semakin tinggi yang diikuti dengan tuntutan
kebutuhan hidup yang semakin tinggi pula, sehingga masyarakat melakukan
ekploitasi dengan cara-cara yang destruktif y n a memenuhi kebutuhan hidupnya.
Suparmoko (2000) menyatakan bahwa hingga tahun 1997 hanya sekitar 40 persen
temmbu karang di Indonesia dalam kondisi baik.
Dari total luas kawasan terumbu karang di Indonesia tersebut, 448,763
hektar diantaranya terdapat di kawasan konservasi Taman Wisata Alam Laut
(TWAL) Desa Gili Indah Kabupaten Lombok Barat Provinsi Nusa Tenggara
Barat. Jika dirinci, sekitar 192,9621 ha terdapat di Gili Trawangan, 118,9508 di
Gili Meno dan 136,8505 ha di Gili Air. Kondisinya juga sama seperti kawasan
terumbu karang lainnya, hanya sekitar 16 persen dari total luas kawasan temmbu
karang yang berada dalam kondisi baik, (BKSDA NTB, 2004).
Seperti halnya program konservasi hutan, konservasi lahan, konservasi air,
atau konservasi atas sumberdaya alam lainnya, konservasi mempakan suatu upaya
untuk melindungi suatu sumberdaya dari kepunahan. Menurunnya nilai suatu
sumberdaya, baik secara ekonomi maupun secara teknis atas sumberdaya yang
ada didalamnya disebabkan karena eksploitasi yang berlebihan dan dilakukan
dengan cara destruktif. Konservasi dilakukan ketika sumberdaya tersebut sudah
mulai terdegradasi atau mengalami krisis akibat eksploitasi berlebihan. Begitu
juga dengan program konservasi yang dilakukan sampai saat sekarang ini di Desa
Gili Indah Kabupaten Lombok Barat Provinsi Nusa Tenggara Barat. Berdasarkan
Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 85IKpts-11/93 tanggal 16 Febmari 1993
benunjukan) Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 991Kpts-1112001 tanggal
15 Maret 2001 @enetapan), kawasan Desa Gili Indah telah ditetapkan sebagai
kawasan konservasi laut. Apalagi kawasan ini bersifat open access, sehingga
menyebabkan setiap orang bisa dengan bebas masuk untuk melakukan eksploitasi,
kapanpun dan dalam jumlah berapapun.
Kawasan yang dikenal dengan keindahan surnberdaya terumbu karang dan
keanekaragaman biota lautnya, saat ini kondisinya sangat memperihatinkan.
Terutama akibat penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak,
potasium, dan pengambilan temmbu karang sebagai bahan baku produksi kaput.
Hanya sekitar 16 persen dari total luas kawasan terurnbu karang yang berada
dalam kondisi baik, (BKSDA NTB, 2004).
Seperti yang diketahui bahwa manfaat yang diperoleh dengan adanya
sumberdaya terumbu karang tidak hanya manfaat kegunaan (use value) yang bisa
dinikrnati secara langsung (direct use value) maupun tidak langsung (indirect use
value). Selain itu, ekosistem terurnbu karang juga menghasilkan rnanfaat bukan
kegunaan (non-use value) seperti manfaat eksistensi, manfaat warisan dan lain-
lain. Nilai manfaat ini akan berubah tergantung dari program konservasi yang
sekarang ini sedang dilakukan.
Selain manfaat yang dapat diperoleh dari program konservasi ini, ada juga
biaya yang harus ditanggung oleh pihak pengelola maupun masyarakat. Dalam
ekonomi konvensional, biaya yang diperhitungkan suatu kegiatan hanya biaya
langsung (direct project-cost), tetapi dalam ekonomi lingkungan, tidak hanya
biaya tersebut yang dikeluarkan, namun ada yang disebut dengan biaya tidak
langsung seperti biaya ekstemalitas.
Dengan demikian, analisa biaya-manfaat ini hams dilakukan untuk
mengetahui apakah program konservasi ini bermanfaat atau tidak bagi
kesejahteraan masyarakat. Ada beberapa kemungkinan yang akan terjadi jika
analisa biaya-manfaat tidak segera dilakukan, pertama terjadi penurunan
kesejahteraan masyarakat akibat kebijakan program konservasi, kedua biaya
maupun manfaat dari program konsenasi tidak efisien, optimal dan
berkesinambungan, sehingga akan menjadi penyebab utama terjadinya
ketidakefisienan ekonomi kebijakan konservasi ekosistem terumbu karang.
1.2. Perurnusan Masalah
Konservasi merupakan suatu program untuk mencegah tejadinya
kemsakan sumberdaya alam melalui eksploitasi yang berlebihan. Sebab tidak
semua sumberdaya alam ini bisa pulih dalam jangka waktu yang singkat. Dengan
demikian, kesejahteraan generasi mendatang akan sangat ditentukan oleh generasi
saat ini. Jika sumberdaya alam yang ada saat ini tidak dikelola dengan efisien dan
berkelanjutan, maka yang akan terjadi tidak hanya krisis sumberdaya alarn, tetapi
bencana alam yang bisa menambah kesengsaraan masyarakat.
Dari uraian di atas dapat dirumuskan pennasalahan sebagai berikut:
1. Belum diketahui seberapa besar manfaat program konservasi terumbu karang
di Desa Gili Indah bagi masyarakat disekitamya
2. Belum diketahui berapa besar total biaya dari program konsewasi terumbu
karang yang dikeluarkan oleh BKSDA dan masyarakat adat di Desa Gili Indah
3. Belum diketahui apakah kegiatan konsewasi sumberdaya terumbu karang
yang selama ini dilakukan layak atau tidak secara ekonomi.

1.3. Tujuan Penelitian


1. Untuk mengetahui dan mengestimasi manfaat dan biaya program konservasi
ekosistem temmbu karang di Desa Gili Indah.
2. Untuk mengetahui kelayakan program konservasi ekosistem terumbu karang
di Desa Gili Indah.

1.4. Manfaat dan Kegunaan Penelitian


1. Sebagai pedoman dalam memanfaatkan barang dan jasa SDA dan lingkungan
secara bijaksana dan proporsional.
2. Sebagai sarana peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pengelolaan
sumberdaya alam secara efisien, optimal dan berkesinambungan.
3. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi bagi
pengelola kawasan konservasi di pulau-pulau kecil.
4. Sebagai bagian pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu Ekonomi
Sumberdaya Kelautan Tropika
5. Khusus bagi penulis, penelitian ini sangat bermanfaat untuk rnemperdalam
pernahaman penulis tentang teori ekonorni surnberdaya kelautan tropis.

1.5.Hipotesis
1. Manfaat program konservasi terumbu karang bagi masyarakat masih tinggi,
tetapi belurn bisa dinikmati sepenuhnya oleh masyarakat disekitarnya
2. Biaya program konservasi sumberdaya terumbu karang dari BKSDA NTB
lebih besar dibanding total biaya yang dikeluarkan oleh masyarakat adat.
3. Program konsewasi sumberdaya terurnbu karang yang selama ini dilakukan di
Gili Indah layak secara ekonomi.
11. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Konservasi


Konsewasi mempakan salah satu cara untuk tetap menjaga kelestarian dari
keberadaan suatu sumberdaya di suatu kawasan. Konsewasi bukan saja
dimaksudkan untuk menjaga agar sumberdaya hayati yang mutlak diperlukan
untuk kehidupan manusia tidak akan habis, tetapi juga bagi perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Pelestarian terhadap sumberdaya hayati ditujukan
untuk mempertahankan keberadaan plasma nutfah. Keberadaan plasma nutfah ini
sangat penting bagi perkembangan suatu sumberdaya hayati yang selanjutnya
~nenentukantingkat kesejahteraan manusia.
Suparmoko (1989) mengatakan bahwa konsewasi adalah suatu tindakan
untuk mencegah pengerusakan sumberdaya alam dengan cara pengambilan yang
tidak berlebihan sehingga dalam jangka panjang sumberdaya alam tetap tersedia.
Konsewasi juga dapat diartikan sebagai upaya menjaga kelestarian terhadap alam
demi kelangsungan hidup manusia.
Gifford Pinchot dalam Supamoko (1989) mengartikan konsewasi sebagai
penggunaan sumberdaya alam untuk kebaikan secara optimal, dalam jumlah yang
terbanyak dan untuk jangka waktu yang paling lama. Lebih dari itu konsewasi
diartikan sebagai pengembangan dan proteksi terhadap sumberdaya alam.
Konsewasi mempunyai konotasi yang bemacam-macam, yaitu bagi para teknisi
dapat diartikan sebagai usaha mengurangi penggunaan sumberdaya alam secara
fisik misalnya mengurangi erosi tanah, mengurangi penebangan hutan, menunda
penggalian minyak bumi dan sebagainya. Sedangkan sebagian orang merasakan
sebagai persoalan moral yang menuntutnya untuk melindungi suatu jenis
surnberdaya tertentu misalnya tidak mengambil air tanah di daerah tertentu.
Lebih lanjut Suparmoko (1989) mengatakan, konsewasi dimaksudkan
sebagai penggunaan sumberdaya yang bijaksana sepanjang waktu, ha1 ini
berbeda-beda bagi masing-masing tipe sumberdaya. Untuk sumberdaya yang tak
dapat diperbahami, konsewasi dimaksudkan agar dapat mengembangkan
penggunaan sumberdaya itu untuk memenuhi kebutuhan dalam jangka waktu
yang lebih lama, misalnya untuk mengurangi tingkat konsumsi, atau
menggunakan teknologi baru yang menghemat penggunaan sumberdaya alam
seperti beralihnya penggunaan dari minyak ke energi surya.
Bagi sumberdaya alam yang dapat diperbaharui (renewable resources),
konsewasi dimaksudkan untuk mengurangi pemborosan baik yang bersifat
ekonomi maupun sosial, dan sekaligus memaksimurnkan penggunaan secara
ekonomis. Untuk sumberdaya biologis, penggunaan yang bijaksana dimaksudkan
sebagai penggunaan yang menghasilkan penerimaan bersih yang maksimum, dan
sekaligus dapat memperbaiki kapasitas produksinya.
Profesor Wantrup dalam Suparmoko (1989) menyatakan bahwa konservasi
persediaan sumberdaya alam dalam arti memelihara persediaan secara permanen,
tanpa pengurangan dan pemsakan, jelas tidak banyak gunanya. Apabila
konservasi diartikan demikian, tingkat penggunaan sama dengan no1 dan
koservasi itu sebenarnya tidaklah berarti tidak ada penyrangan atau peniadaan
penggunaan karena lebih mengutamakan bentuk penggunaan lain dalam ha1
sumberdaya alam itu memiliki penggunaan yang bermacam-macam (multiple use
resource).
Menurut Kusumstanto (2000), program konservasi ekosistem tenunbu
karang yang terlalu menitikberatkan pada aspek perlindungan sulit untuk dapat
mengakomodasikan kepentingan masyarakat setempat yang menggantungkan
hidupnya pada sumberdaya tersebut. Pembuatan kawasan ekosistem tenunbu
menjadi kawasan konsewasi tanpa melibatkan masyarakat lokal akan sulit
bertahan karena akan memerlukan biaya pengawasan dan penegakan hukum yang
tinggi. Bila masyarakat tumt serta dalam penyusunan kawasan konsewasi tersebut
dan juga memperoleh manfaat ekonomi darinya, maka kawasan tersebut
mempunyai peluang jauh lebih besar untuk berkembang.
Lebih lanjut Kusumastanto (2000) menyatakan bahwa dalam rangka
pelaksanaan program tersebut terdapat beberapa ha1 yang hams diperhatikan :
(1) Identifikasi mata pencaharian, baik mata pencaharian yang selama ini
dilakukan oleh masyarakat lokal, maupun mata pencaharian alternatif
potensial untuk dilaksanakan di kawasan yang akan dilindungi
(2) Identifikasi sumberdaya alam yang ada di lokasi yang dijadikan kawasan
konservasi
(3) Mencari dukungan dari masyarakat setempat karena merupakan suatu
kesadaran atau keinginan dari rnasyarakat sendiri.
(4) Kapasitas dan kapabilitas masyarakat sehingga bantuan teknis yang
dibutuhkan dapat diidentifikasi dan disediakan
Mata pencaharian altematif yang akan dikembangkan mempunyai tingkat
realitas atau kelayakan dari segi pasar, input produksi, teknologi, manajemen dan
modal.

2.2. Ekonomi Konsewasi Laut


Dari beberapa h a i l studi terakhir menunjukkan bahwa kawasan
konservasi laut telah menunjukkan manfaat yang berarti bempa peningkatan
biomasa ikan: Hasil studi Halpem (2003) dalam Fauzi (2005), misalnya,
menunjukkan bahwa secara rata-rata, kawasan konservasi telah meningkatkan
kelimpahan (abundance) sebesar dua kali lipat, sementara biomasa ikan dan
keanekaragaman hayati meningkat tiga kali lipat. Program konservasi sejenis telah
banyak dilakukan di daerah-daerah di belahan dunia seperti di Amerika, Prancis,
Filipina, Afrika Selatan, Belanda dan negara-negara lainnya. Kegiatan ini cukup
berhasil dilihat dari pertumbuhan biota yang ada di dalamnya,
Menurut Li (2000) dalam Fauzi (2005) merinci manfaat kawasan
konservasi laut sebagai berikut. Manfaat biogeografi, keanekaragaman hayati,
perlindungan terhadap spesies endemic dan spesies langka, perlindungan terhadap
spesies yang rentan dalam masa pertumbuhan, pengurangan mortalitas akibat
penangkapan. peningkatan produksi pada wilayah yang berdekatan. perlindungan
pemijahan, manfaat penelitian, ekoturisme, pembatasan hasil samping ikan-ikan
juvenil (junenile by catch), dan peningkatan prodkctifitas peraim @roducrivity
enchacemeny.
Hasil studi White dan Cruz-Trinidad (1998) dalam Fauzi (2005) mengenai
kawasan konservasi laut di Apo Island menunjukkan bahwa manfaat bersih (net
benefir) yang bisa diperoleh dari MPA Apo Island hampir mencapai USS400 ribu.
Manfaat ini diperoleh dari penerimaan ekoturisme dan perikanan, serta penjualan
jasa bagi kepentingan wisata dan perikanan. Nilai ekonomi tentu saja lebih berarti
dibandingkan manfaat ekonomi sesaat dari penangkapan ikan, baik konvensional
maupun dengan teknik destruktif seperti born dan sianida
Fauzi (2005) mengatakan, selain manfaat biologi dan ekonomi, kawasan
koservasi juga memberikan manfaat sosial yang tidak bisa diabaikan. Beberapa
hasil studi menunjukkan bahwa penetapan suatu kawasan menjadi kawasan
konservasi dapat meningkatkan kepedulian (awarness) masyarakat sekitar
terhadap masalal~lingkungan. MPA atau kawasan konservasi juga dapat dijadikan
ajang meningkatkan pendidikan lingkungan untuk masyarakat sekitar. Di Apo
Island, Filipina, penerimaan yang diperoleh dari MPA malah dapat dijadikan
beasiswa untuk menempuh pendidikan formal tingkat lanjut bagi penduduk
sekitar. Interaksi dengan wisatawan dari berbagai negara juga telah membantu
membuka cakrawala berpikir bagi penduduk sekitar. Interaksi ini berfungsi juga
sebagai ajang transfer teknologi dan informasi dari dunia luar ke penduduk
sekitar.
Dalam sebuah konsensus yang ditandatangani oleh 150 ahli kelautan
dinyatakan bahwa sekarang ini terdapat bukti-bukti ilmiah yang sangat kuat
bahwa kawasan konservasi laut melestarikan keanekaragaman hayati dan
perikanan, serta mampu menambah kembali isi laut. Sebagai contoh, sebagian
besar nelayan di St Lucia, Karibia, mereka sangat menghormati kawasan
konservasi laut karena mereka percaya, pada saatnya ha1 tersebut akan
menguntungkan mereka. Begitu juga dengan masyarakat nelayan di Filipina, satu-
satunya harapan untuk mengembalikan terumbu karang yang telah mengalami
penangkapan berlebihan selama beratahun-tahun adalah melalui konservasi.
Tabel 1. Untuk Menilai Dampak Terukur Dan Perikanan di Kawasan Konsewasi
Laut di Beberapa Negara di Dunia
Nama Jangka
daerah waktu -.
llpe
perlindung perlind habitat Dampak yang dilaporkan
an dan ungan
lokasinya (tahun)
Jumlah total penangkapan spesies tidak berbeda antara di
dalam kawasan perlindungan dengan di luar kaw&an,
Kepulauan meskipun demikian jenis kamivora besar yang umum
Mayotte, Terumbu ditemukan lebih beragam dan lebih berlimpah di dalam
Samudra karang kawasan perlindungan. Nilai tengah (mean) biomassa
Hindia dari spesies komersial di dalam kawasan sebesar 202
g/m2 sementara di luar kawasan sebesar 79 g/m2
(Babcock, 1999).
Setelah adanya pelarangan pola perikanan tangkap
Looe Key,
Terumbu dengan tombak, 15 jenis ikan target densitasnya
Florida, 2
karang meningkat, kakap densitasnya meningkat sebanyak 93
USA
persen dan grunts 43 persen (Clark et al, 1989).
Meskipun pada kenyataannya ada beberapa keluarga
yang masih memegang hak penangkapan dan perburuan
masih banyak dimiliki, keragaman target spesies dan
Sainte total biomassa ikan lebih tinggi di dalam kawasan
Terumbu
Ann, perlindungan dibandingkan di daerah yang banyak
I' karang
Seychelles dilakukan kegiatan penangkapan. Biomasssa pemangsa
tidak meningkat sejalan dengan hilangnya predator
karena panangkapan ( J e ~ i n g et
s al, 1995: Jenning et al,
.,,-,
1oo2\
Kepulauan Kerapu, Injil, dan kakap tebih berlimpah dan beragam di
Cousin, 15+ Terumbu
karang dalam kawasan perlindungan dibandingkan dengan di
Seychelles daerah penangkapan (Jemings, 1998).
Taman Kakap, Iniil, dan Kerapu lebih berlimpah di dalam
Nasional -
5
Terumbu ama an ~ G i o n a ldan Gmpaknya sampai tercecer ke
laut Kisite, karang daerah penangkapan. perindungan tihak berdampak
Kenya pada keragaman spesies (Watson et al. 1996).
Ikan berukuran besar dan mudah diperangkap, jumlah
Perlindung dua kali lipat lebih berlimpah di daerah perlindungan dan
Terumbu
an Laut
aBarbados
l1 karang 18 dari 22 spesies ukurannya menjadi lebih besar

Sumber: Pet Jos dun Mous J: Peter (Agustus, 2002)

2.3. Kelembagaan Konsewasi Laut


Kelembagaan mencakup dua sisi pembatas penting, yaitu konvensi dan
aturan main. Kelembagaan adalah suatu aturan yang dikenal dan diikuti secara
baik oleh anggota masyarakat, yang memberi naungan dan hambatan bagi
individu atau mayarakat. Kelembagaan kadang ditulis secara formal dan
ditegakkan oleh aparat pemerintah, tetapi kelembagaan juga dapat tidak ditulis
secara formal seperti pada aturan adat dan norma yang dianut masyarakat.
Kelembagaan itu umurnnya dapat diprediksi dan cukup stabil, serta dapat
diaplikasikan pada situasi berulang.
Definisi kelembagaan adalah kerangka acuan atau hak-hak yang dimiliki
individu-individu untuk berperan dalam pranata kehidupan, tetapi juga berarti
perilaku dari pranata tersebut. Setiap perilaku ekonomi juga sering disebut
kelembagaan. Ruang lingkup kelembagaan juga dapat dibatasi pada hal-ha1
berikut ini: (1) Kelembagaan adalah kreasi manusia, (2) Kelompok individu, (3)
Mempunyai dimensi waktu, (4) Mempunyai dimensi tempat, (5) Mempunyai
aturan main dan norna, ( 6 ) Sistem pemantauan dan penegakan aturan, (7) Hirarki
dan jaringan, dan (8) Konsekuensi kelembagaan.
Ekonomi kelembagaan menjadi sangat penting karena berasal dari adanya
kepedulian tentang penelusuran bagaimana suatu ekonomi disusun, dijalankan,
dan digerakkan, serta bagaimana struktw dalam sistetn ekonomi bentbah karena
respon terhadap kegiatan kolektif. Ekonomi kelembagaan melihat individu atau
seseorang sebagai anggota dari perusahaan, anggota dari suatu keluarga, atau
anggota dari suatu organisasi tertentu. Kelembagaan ekonomi yang dapat dipilih
oleh masyarakat adat harus disesuaikan aturan main dan nortna, sistem
pemantauan dan penegakan aturan, hirarki dan jaringan, dan konsekuensi
kelembagaan pada masing-masing daerah.
Pertnasalahan dalam setiap sistem ekonomi adalah adanya kelangkaan
sumberdaya dan keinginan manusia yang tidak terbatas, sehingga timbullah apa
yang dinamakan pilihan dan persaingan, serta beranggapan bahwa kelembagaan
merupakan suatu kondisi penghambat dalam proses pengambilan keputusan.
Tentu saja ini pandangan yang perlu dilumskan. Gejala yang tejadi pada aktor-
aktor ekonomi (swasta dan pemerintah) dan relasinya di masyarakat adat temyata
mengarah kepada paham ekonomi tersebut sehingga perlu pengkajian ulang
kelembagaan ekonomi di dalam masyarakat adat. Ekonomi kelembagaan
berangkat dari kenyataan bahwa kelembagaan adalah alat atau instnunen untuk
menelusuri dan menjawab pernasalahan-pernasalahan ekonomi, sehingga dari
sana memang berkembang konsep kekuasaan, hirarki, kebiasaan, dan konsensus
dalam pengambilan keputusan.
Ciriacy-Wantmp dan Bishop (1975) dalam Nikijuluw (2002) mengatakan
bahwa institusi properti bersama (common property) telah memainkan peranan
penting dalam pengelolaan sumberdaya alam, baik di negara berkembang maupun
negara maju, sejak zaman prasejarah hingga saat ini. Institusi ini juga pada
awalnya kwang atau tidak diperhatikan dan diperhitungkan ahli ekonomi. Akan
tetapi, pada zaman sekarang, property bersama ini telah mendapat banyak
perhatian ahli, terutama setelah Garret Hardin dengan agak dramatis
menggambarkan akibat-akibat atau dampak pemanfaatan sumberdaya ini dalam
tulisannya Tragedy of the Coomons (Nardin, 1968). Oleh karena itu, istilah
comtnon Property Resources sering digunakan silih berganti di dalam Tragedy oJ
the Common.
Berkaitan dengan konservasi yang dilakukan di Indonesia, secara umum
pengelolaan kawasan konservasi masih berbasis pada pemerintah pusat
(govermenl based management). Pada rezim ini, pemerintah bertindak sebagai
pelaksana mulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga pengawasan. Sedangkan
kelompok-kelompok masyarakat pengguna (user groups) hanya menerima
informasi tentang produk-produk kebijakan dari pemerintah.
Dalam pelaksanaannya pengelolaan berbasis pemerintah pusat ini
memiliki beberapa kelemahan, antara lain: (I) atwan-aturan yang dibuat kwang
terinternalisasi dalam masyarakat sehingga sulit ditegakkan; (2) biaya transaksi
yang harus dikeluarkan untuk pelaksanaan dan pengawasan sangat besar sehingga
menyebabkan lemahnya penegakan hukurn.
Awig-awig mempakan pranata atau aturan lokal yang dibuat, dilaksanakan
dan ditaati bersama, dilakukan oleh masyarakat setempat secara bersama, untuk
mengatw hubungan antara masparakat dengan masyarakat, masyarakat dengan
alam dan masyarakat dengan pencipta.

2.4. Ekosistem Terumbu Karang


Terumbu karang yang mempakan habitat berbagai jenis biota laut di Asia
Pasifik telah dapat dikategorikan sebagai kawasan yang telah rusak dan diataranya
telah mencapai kondisi kritis (UNEP, 1991) dalam Suharsono (1993). Status
t e m b u karang di Indonesia sendiri tercatat hanya 6,41 persen dalam kondisi
sangat sehat, 24,23 persen sehat, 29,22 persen msak, dan 40,14 persen rusak berat
(kritis). Kondisi ini akan tems bembah karena terumbu karang bukan merupakan
suatu sistem statis yang sederhana. Mereka merupakan suatu sistem kehidupan
yang ukurannya dapat bertambah atau berkurang sebagai akibat adanya interaksi
yang kompleks antara berbagai kekuatan biologis dan fisik (Nybakken, 1992).
Menurut Soeharsono (1993), kemsakan terumbu karang di kawasan ini
lebih banyak disebabkan karena faktor antropogenik (tingkah laku manusia), yang
paling menonjol adalah karena tertimpa jangkar-jangkar perahu yang berlabuh.
Selain itu, ada juga karang mati yang disebabkan oleh algae biru hijau dan
sponge. Hal ini karena pananganan limbah atau sistem drainase yang belum
terencana dengan baik. Dengan demikian, kondisi terumbu karang yang rusak
akan sangat berpengaruh terhadap ketersediaan stok ikan karang di kawasan ini.
Terumbu karang merupakan ekosistern laut tropis yang terdapat di perairan
dangkal yang jemih, hangat (lebih dari 22" C), memiliki kadar CaC03 (Kalsium
Karbonat) tinggi, dan komunitasnya didominasi berbagai jenis hewan karang
keras. Kalsium karbonat ini dihasilkan oleh organisme karang ( f i l m Scnedaria,
klas Anthozoa, Ordo Madreporaria Csleractinia), Alga berkapur, dan organisme
lain yang mengeluarkan CaC03 (Gulcher, 1998) dalam Kusmurtiyah (2004).
Lebih lanjut Kusmurtiyah (2004) mengatakan, terumbu karang mempakan
rumah bagi ribuan hewan dan tumbuhan yang memiliki nilai ekonomi tinggi.
Berbagai jenis hewan laut mencari makan dan berlindung di ekosistem tersebut.
Pada kondisi yang sangat maksimal, terumbu karang menyediakan ikan-ikan dan
rnolusca hingga mencapai jumlah sekitar 10-30 ton/kmZ per tahunnya. Ekosistem
ini mempakan sumber plasma nuftah bagi makhluk hidup, baik di masa sekarang
maupun di masa yang akan datang.
Di dunia ini terdapat dua kelompok h a n g yaitu karang hermatifik dan
karang ahermatifik. Perbedaaannya terletak pada kemampuan karang hermatifik
dalam menghasilkan terumbu. Kemampuan ini disebabkan adanya sel-sel
tumbuhan yang bersimbiosis dalam jaringan karang hermatifik. Sel tumbuhan itu
dinamakan zooxanthellae. Karang hermatifik hanya ditemukan di daerah tropis,
sedangkan karang ahermatifik tersebar di seluruh dunia (Guilcher, 1988) dalam
Kusmurtiyah (2004).
Komunitas tenunbu karang di Indonesia tercatat seluas lebih dari 20.000
k
d yang meliputi karang hidup, karang mati, lamun, dan pasir (COREMAP,
2001) dalam Kusmurtiyah (2004). Mengetahui kekayaan sumber daya ini, maka
pedu suatu bentuk pengelolaan yang benar-benar cocok melalui pemahaman
karateristik dan kondisi lingkungannya.

2.5. Nilai Keanekaragaman Hayati


Keanekaragaman hayati memiliki beragani nilai atau arti bagi kehidupan.
la tidak hanya bermakna sebagai modal untuk menghasilkan produk dan jasa saja
(aspek ekonomi) karena keanekargaman hayati juga mencakup aspek sosial,
lingkungan, aspek sistem pengetahuan, dan etika serta kaitan di antara berbagai
aspek ini. Berdasarkan uraian tersebut, berikut ini setidaknya ada 6 nilai
keanekaragaman hayati yang bisa diuraikan:
a) Nilai Eksistensi
Nilai eksistensi merupakan nilai yang dimiliki oleh keanekaragaman
hayati karena keberadaannya (Elrenfeld, 1991) dalam Andalita (2006). Nilai ini
tidak berkaitan deugan potensi suatu organisme tertentu, tetapi berkaitan dengan
beberapa faktor berikut:
- Faktor hak hidupnya sebagai salah satu bagian dari alam;
- Faktor yang dikaitkan dengan etika, misalnya nilainya dari segi etika agama.
Berbagai agama dunia menganjurkan manusia untuk memelihara alam ciptaan
Tuhan; dan
- Faktor estetika bagi manusia. Misalnya, banyak kalangan, baik pecinta alam
maupun wisatawan, bersedia mengeluarkan sejumlah uang untuk mengunjungi
taman-taman nasional guna melihat satwa di habitat aslinya, meskipun mereka
tidak mendapatkan manfaat ekonomi dari kegiatan tersebut.
b) Xilai Jasa Lingkungan
Nilai jasa lingkungan yang dimiliki oleh keanekaragaman hayati ialah
dalam bentuk jasa ekologis bagi lingkungan dan kelangsungan hidup manusia.
Sebagai contoh jasa ekologis, misalnya, hutan, salah satu bentuk dari ekosistem
keanekaragaman hayati, mempunyai beberapa funesi bagi lingkungan sebagai:
a. Pelindung keseimbangan siklus hidrologi dan tata air sehingga menghindarkan
manusia dari bahaya banjir maupun kekeringan;
b. Menjaga kesuburan tanah melalui pasokan unsur hara dari serasah hutan;
c. Pencegah erosi dan pengendali iklim mikro.
Keanekaragaman hayati bisa memberikan manfaat jasa nilai lingkungan
jika keanekaragaman hayati dipandang sebagai satu kesatuan, dimana ada saling
ketergantungan antara komponen didalmya.
c) Nilai Warisan
Nilai warisan adalah nilai yang berkaitan dengan keinginan untuk menjaga
kelestarian keanekaragaman hayati agar dapat dimanfaatkan oleh generasi
mendatang. Nilai ini acap terkait dengan nilai sosio-kultural dan juga nilai pilihan.
Spesies atau kawasan tertentu sengaja dipertahankan dan diwariskan turun
temurun untuk menjaga identitas budaya dan spiritual kelompok etnis tertentu,
atau sebagai cadangan pemenuhan kebutuhan mereka di masa datang.
d) Nilai Pilihan
Keanekaragaman hayati menyimpan nilai manfaat yang sekarang belum
disadari atau belum dapat dimanfaatkan oleh manusia. Namun seiring dengan
perubahan permintaan, pola konsumsi dan asupan teknologi, nilai ini menjadi
penting di masa depan. Potensi keanekaragaman hayati dalam memberikan
keuntungan bagi masyarakat di masa datang ini merupakan nilai pilihan (Primack
dkk., 1998) dalam Andalita (2006).
e) Nilai Konsumtif
Manfaat langsung yang dapat diperoleh dari keanekaragaman hayati
disebut nilai konsumtif dari keanekaragaman hayati. Sebagai contoh dari nilai
komsumtif ini ialah pemanfaatan keanekaragaman hayati untuk pemenuhan
kebutuhan sandang, pangan maupun papan.
Nilai pilihan, yang juga dapat diartikan sebagai tabungan, memungkinkan
manusia untuk mengembangkan pilihannya dalam upaya beradaptasi menghadapi
perubahan lingkungan fisik maupun sosial.
f ) Nilai Produktif
Nilai produktif adalah nilai pasar yang didapat dari perdagangan
keanekaragaman hayati di pasar lokal: nasional maupun internasional. Persepsi
dan pengetahuan mengenai nil& pasar ditingkat lokal dan global berbeda. Pada
umumnya, nilai keanekaragaman hayati lokal belum terdokumentasikan dengan
baik sehingga sering tidak terwakili dalam perdebatan maupun penunusan
kebijakan mengenai keanekaragaman hayati di tingkat global (Vermeulen dan
Koziell, 2002) dalam Andalita (2006).

2.6. Permintaan dan Penawaran Wisata


Douglass (1982) mendefinisikan permintaan rekreasi sebagai jumlah
kesempatan rekreasi yang diinginkan masyarakat. Permintaan rekreasi terdiri dari
pemanfaatan aktual dari fasilitas yang tersedia dan permintaan yang tersembunyi
karena tidak terlihat karena fasilitas yang tidak memadai. Di samping dua tipe
permintaan tersebut, Gold (1980) menyebutkan adanya tipe pern~intaanyang tidak
disebutkan Douglass terakhir, yakni permintaan yang timbul akibat adanya
perubahan, misalnya karena adanya promosi. Tipe ini disebut permintaan
terdorong.
Ciri-ciri permintaan pariwisata adalah, (Yoeti, 1990):
1) Terkonsentrasi menurut musim dan daerah tujuan tertentu;
2) Elastisitasnya tinggi; dan
3) Berubah-ubah sesuai dengan motivasi masing-maasing individu.
Banyak faktor yang mempengaruhi permintaan pariwisata. Faktor yang
utama adalah jumlah penduduk, waktu luang, pendapatan per kapita dan
transportasi. Clawson dan Knetsch (1966) dan Gold (1980) mengemukakan
bahwa faktor yang mempengaruhi terhadap permintaan rekreasi harian, mingguan,
musiman, bahkan tahunan adalah:
1) Faktor yang berhubungan dengan pengguna potensial adalah jumlah
penduduk sekitar, kepadatan penduduk, karakteristik kependudukan,
pendapatan, waktu luang, tingkat pengalaman berekreasi, tingkat kesadaran
keprluan rekreasi dan tingkat pengalaman berekreasi, tingkat kesadaran dari
perilaku yang dilarang.
2) Faktor yang berhubungan dengan tempat rekreasi adalah daya tarik obyek
rekreasi, intensitas pengolahan tempat rekreasi, alternatif tapak yang tersedia,
daya dukung dan kemampuan desain tempat rekreasi, iklim rnikro,
karakteristik alam dan fisik areal rekreasi.
3) Faktor yang berhubungan dengan pengguna potensial dan tempat rekreasi
adalah waktu pejalanan dan jarak, kenyamanan pejalanan, biaya, informasi,
status areal rekreasi dan pengaturan pengawasan yang dilakukan.
Penawaran pariwisata adalah meliputi seluruh daerah tujuan wisata yang
ditawarkan kepada wisatawan. Penawaran ini terdiri dari unsur-unsur daya tarik
alam, barang dan jasa hasil ciptaan manusia yang dapat mendorong orang untuk
benvisata. Hal ini sesuai dengan pendapat Gold (1980) yang menyatakan bahwa
sediaan rekreasi adalah jumlah dan kualitas dari sumberdaya rekreasi yang
tersedia untuk penggunaan pada waktu tertentu.
Perencanaan terpadu dimaksudkan untuk mengkoordinasikan dan
mengarahkan berbagai aktivitas dari dua atau lebih sektor dalam perencanaan
pembangunan dalam kaitannya dengan pengelolaan wilayah pesisir dan lautan.
Perencanaan terpadu biasanya dimaksudkan sebagai suatu upaya secara
terprogram untuk mencapai tujuan yang dapat mengharmoniskan dan
mengoptimalkan antara kepentingan untuk memelihara lingkungan, keterlibatan
masyarakat, dan pembangunan ekonomi. Seringkali keterpaduan juga diartikan
sebagai koordinasi antara tahapan pembangunan di wilayah pesisir dan lautan
yang meliputi: pengumpulan dan analisis data, perencanaan, implementasi, dan
kegiatan konstruksi (Sorensen dan McCreary, 1990).
Secara m u m , tujuan jangka panjang pembangunan wilayah pesisir lautan
di Indonesia antara lain adalah:
1) Peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui perluasan lapangan keja dan
kesempatan usaha.
2) Pengembangan program dan kegiatan yang mengarah kepada peningkatan
pemanfaatan secara optimal dan lestari sumberdaya di wilayah pesisir dan
lautan.
3) Peningkatan pendidikan, latihan, riset dan pengambangan di wilayah pesisir
dan lautan. (Dahuri, dkk, 1996)

2.7. Extended Cots Benefit Analysis


Dalam kasus barang dan jasa lingkungan yang tidak diperdagangkan di
pasar, biaya sosial adalah biaya kesempatan (oportunityl dari manfaat yang
hilang. Misalnya terumbu karang yang diekstraksi untuk kepentingan bahan
bangunan menyebabkan nilai keindahan dan nilai wisata terumbu karang tersebut
menjadi berkurang. Dalam analisa manfaat sosial, ha1 ini tidak simetris antara
biaya dan manfaat. Manfaat yang hilang menjadi biaya dan biaya yang hindari ini
merupakan manfaat. Teknik valuasi yang bisa digunakan untuk memperkirakan
kurva permintaan untuk barang dan jasa lingkunagn yang tidak terdapat di pasar,
ditentukan dengan kesediaan masyarakat untuk membayar (WTP). Selanjutnya,
jumlah manfaat lingkungan yang dianggap nyata melalui metode valuasi hari ini
dan akan dimasukkan ke dalam metode Extended Cost Benefit Analysis (ECBA),
(Fahrudin, 2003).
Analisa biaya manfaat adalah suatu sistem evaluasi dari manfaat dan biaya
ekonomi dari suatu alternatif investasi. Misalnya proyek utama dibandingkan
dengan satu atau beberapa alternatif laimya. Intinya adalah bagaimana menjawab
pertanyaan: manfaat apa yang bisa diperoleh jika alternatif ini dilaksanakan, dan
biaya apa saja yang dibutuhkan untuk proyek itu?
Dalanl analisa biaya manfaat tidak hanya mengukw kelayakan dari aspek
komersial saja, tetapi juga mengukur kelayakan dari aspek kelayakan sosial.
Dalan ekonomi konvensional, alanisa biaya manfaat hanya memperhitungkan
input dan output yang nilainya ada di pasar. Tapi dalam ha1 ini, analisa biaya
manfaat memasukkan nilai input dan output yang tidak ada di pasar. Intinya
adalah mengukur, memasukkan dan membandiigkan semua biaya clan manfaat
dari proyek publik atau program yang berkaitan dengan studi, Field (2002).
Melakukan valuasi ekonomi terhadap barang dan jasa yang dihasilkan dari
sumberdaya alam adalah memperhitungkan manfaat yang diperoleh dari
sumberdaya alam dan biaya yang timbulkan jika sumberdaya dam tersebut msak
atau biaya-biaya lainnya untuk memperoleh manfaat sumberdaya dam tersebut.
Namun demikian, karena banyaknya manfaat yang tidak terukur dari jasa yang
dihasilkan dari sumberdaya dam, pendekatan analisis biaya dan manfaat tidak
dapat diterapkan untuk melakukan valuasi ekonomi. Hal ini mengingat bahwa
penggunaan metode analisis biaya dan manfaat (Cost-Benefit Analysis atau CBA)
yang konvensional sering tidak mampu menjawab permasalahan pengukwan yang
komprehensif termasuk pengukuran nilai yang tidak terlihat (intengible), (DKP,
2003). Konsep CBA yang konvensional misalnya sering tidak memas&an
manfaat ekologis yang temyata sangat berarti didalam analisisnya, (Fauzi dan
Anna, 2003, dalam DKP 2003).
Lebih lanjut Fauzi dan Anna (2003) mengatakan, pada tingkat makro nilai
manfaat dan kerusakan yang timbul dari suatu proyek dapat dinyatakan dalam
persentase tertentu dari nilai Produk Domestik Bruto (PDB), sehingga dapat
digunakan untuk menyatakan layak atau tidaknya proyek tersebut dari segi
ekonomi makro secara keseluruhan. Sedangkan pada tingkat perhitungan biaya
dan manfaat suatu proyek sangat menentukan layak atau tidaknya suatu proyek
bagi pelaksana ekonomi @emrakarsa) sebagai investor individual.
Semua aktivitas yang dilakukan manusia sudah pasti menibulkan biaya,
masalahnya terkadang kita menentukan biaya yang terlalu tinggi atau malah
terlalu rendah. Sangat sulit untuk menentukan biaya secara akurat, akibatnya
dalanl menentukan biaya manfaat juga akan lebih atau malah kurang dari biaya
yang sebenamya. Ada dua cara mengukur biaya sosial yang muncul akibat
kerusakan yaitu opportuniQ cost (biaya kesempatan yang ldang) yang digunakan
dalam sumberdaya alam, dan biaya perubahan harga, (Fauzi dan Anna, 2003
dalam DKP, 2003).

2.8. Valuasi Ekonomi


Pemikiran mengenai valuasi ekonomi sebenarnya bukanlah ha1 yang baru.
Konsep ini sebenamya sudah dimdai sejak tahun 1902 ketika Amerika
melahickan undang-undang River and Harbor Act of 1902 yang mewajibkan para
ahli untuk melaporkan tentang keseluruhan manfaat dan biaya yang ditimbulkan
oleh proyek-proyek yang dilakukan di sungai dan pelabuhan. Konsep ini
kemudian lebih berkembang setelah perang dunia kedua dimana konsep manfaat
dan biaya lebih diperluas ke pengukuran yang sekunder atau tidak langsung dan
yang tidak nampak linrangiblej.
Menurut Karl Max dalam Suparmoko (2006), selama sumberdaya alam
itu belurn dicampuri oleh tenaga manusia, maka sumberdaya dam itu tidak
mempunyai nilai. Sebaliknya, menurut ahli ekonomi Masik, segala sesuatu yang
dapat dipejualbelikan, maka sumberdaya alam itu tidak mempunyai nilai,
sedangkan yang mempunyai nilai adalah barang suberdaya (natural resource
commnodi@). Atas dasar pemikiran tersebut, akibatnya terjadi kecendemgm
pembangilan berlebihan dan memboroskan sumberdaya dam.
Aliran moderen dalam bidang sumberdaya alam dan lingkungan
menganggap bahwa sumberdaya dam dan lingkungan memiliki nilai walaupun
belum ada campu tangan manusia didalamnya. Dan tidak dapat diperdagangkan,
karena sumberdaya alam dan lingkungan itu memiliki option value, bequest value
dan existence value. Jadi tinggi rendahnya nilai sumberdaya dam dan lingkungan
tergantung pada kegunaannya dan keberadaannya dalam memenuhi kebutuhan
manusia, disamping tergantung pula pada jumlah dan kemudahan dalam
memperolehnya.
Secara unmn nilai ekonomi dari suatu sumberdaya alanl didefinisikan
sebagai pengukuran jumlah maksimum seseorang ingin mengorbankan barang dan
jasa untuk memperoleh barang dan jasa laimya. Secara fom~alkonsep ini disebut
sebagai keinginan membayar (willingness to pay) seseorang terhadap barang dan
jasa yang dihasilkann oleh sumberdaya dam dan lingkungan. Dengan
menggunakan pengukuran ini, nilai ekologis dari ekosistem bisa di "terjemahkan"
ke dalam bahasa ekonomi dengan mengukur nilai moneter dari barang dan jasa,
(DKP, 2003).
Nilai (Value) merupakan persepsi seseorang adalah harga yang diberikan
oleh seseorang terhadap sesuatu pada suatu tempat dan waktu tertentu. Kegunaan,
kepuasan dan kesenangan merupakan istilah-istilah lain yang diterima dan
berkonotasi nilai atau harga. Ukuan harga ditentukan oleh waktu, barang atau
uang yang akan dikorbankan seseorang untuk memiliki atau menggunakan barang
atau jasa yang diinginkannya. Penilaiann (valuasi) adalah kegiatan yang berkaitan
dengan pembangunan konsep dan metodologi untuk menduga nilai barang dan
jasa (Davis dan Johnson, 1987) dalam Djiono (2002).
Menurut Kusuntastanto (2000), Valuasi ekonomi adalah nilai-nilai
ekonomi yang terkandung dalam suatu sumberdaya dam, baik nilai guna maupun
nilai fungsional yang hams di~erhitungkan dalam menjusun kebijakan
pengelolaannya. Sehingga alokasi dan alternative penggunaannya dapat
ditentukan secara benar dan mengenai sasaran. Lebih lanjut Kusumastanto (2000)
mengatakan valuasi ekonomi dilakukan karena sumberdaya dam bersifat public
good, terbuka, dan tidak mengikuti hukum kepemilikan, dan tidak ada mekanisme
pasar dimana harga dapat berperan sebagai instrumen penyeimbang antara
permintaan dan penawaran. Selain itu, manusia dipandang sebagai
homoeconomicus akan cenderung memaksimalkan manfaat total.
Freeman 111 (2003) dalam Adrianto (2006) menyebutkan bahwa pengertian
"value" dapat dikategorikan ke dalam dua pengertian besar yaitu nilai interinsik
(intrinsic valzre) atau sering juga disebut sebagai kantian value dan nilai
instrumental (instrzmzental value). Secara garis besar, suatu komoditas memiliki
nilai intrinsik apabila komoditas tersebut bernilai di dalam dan untuk komoditas
itu sendiri. Artinya, nilainya tidak diperoleh dari pemanfaatan dari komoditas
tersebut, tetapi bebas dari penggunaan dan fungsi yang mungkin terkait dengan
komoditas lain. Komoditas yang sering disebut memiliki intrinsic value adalah
komoditas yang terkait dengan alam (the nature) dan lingkungan (the
environments). Sedangkan instrutnenta~value dari sebuah kornoditas adalah nilai
yang muncul akibat pemanfaatan komoditas tersebut untuk kepentingan tertentu.
Menurut Iiufscmidt, el al., (1992), secara garis besar metode penilaian
manfaat ekonomi (biaya lingkungan) suatu sumberdaya dam dan lingkungan pada
dasarnya dapat dibagi ke dalam dua kelompok besar, yaitu berdasarkan
pendekatan berorientasi pasar dan pendekatan yang berorientasi survey atau
penilaian hipotesis yang disajikan berikut ini:
1. Pendekatan Oritentasi Pasar
a. Penilaian manfaat menggunakan harga pasar aktual barang dan jasa (actual
based marker mefhod~):
I. Perubahan nilai hasil produksi (change in Productivity)
ii. Metode kehilangan penghasilan floss of earning methods)
b. Penilaian biaya dengan mengmakan harga pasar a k d terhadap masukan
berupa perlindungan lingkungan:
i. Pengeluaran pencegahan (overfed defensifexpenditure methods)
.. Biaya penggantian (replacemenl cost methods)
11.

iii. Proyek bayangan (shadoproject methods)


iv. Analisis keefektifan biaya.
c. Penggunaan metode pasar pengganti (surrogate market based methods)
i. Barang yang dapat dipasarkan sebagai pengganti lingkungan
ii. Pendekatan nilai kepilikan
iii. Pendekatan lain terhadap nilai tanah
iv. Biaya perjalanan (travel cost)
v. Pendekatan perbedaan upah (wage differential methods)
vi. Penenmaan kompensasilpampasan
2. Pendekatan Orientasi Survey
a. Pertanyaan langsung terhadap kemauan membayar (Willingness To Pay)
b. Pertanyaanlangsung terhadap kemauan dibayar (N'illingness To Accept).

Adrianto (2006) nlengatakan bahwa pada dasarnya valuation merujuk


pada kontribusi sebuah komoditas untuk mencapai tujuan tertentu. Seorang
pemain sepakbola dinilai tinggi apabila kontribusi pemain tersebut tinggi pula
untuk kemenangan tim-nya. Sedangkan dalam konteks ekologi, sebuah gen
dianggap bernilai tinggi apabila mampu berkontribusi terhadap tingkat survival
dari individu yang memiliki gen tersebut. Singkat kata, nilai sebuah komoditas
tergantung dari tujuan spesifik dari nilai itu sendiri. Dalam pandangan neoklasik,
nilai sebuah komoditas terkait dengan tujuan maksimisasi utilitaskesejahteraan
individu. Dengan demikian apabila ada tujuan lain, maka ada nilai yang lain pula.
Dalam pandangan ecological economics, tujuan valuation tidak semata
terkait dengan maksimisasi kesejahteraan individu, melainkan juga terkait dengan
tujuan keberlanjutan ekologi dan keadilan distribusi (Constanza and Flke, 1997).
Bishop (1997) dalam Adrianto (2006) juga menyatakan bahwa valuation berbasis
pada kesejahteraan individu semata tidak menjamin tercapainya tujuan ekologi
dan keadilan distribusi tersebut. Dalam konteks ini, kemudian Constarm (2001)
dalam Adrianto (2006) menyatakan bahwa perlu ada ketiga nilai tersebut yang
berasal dari tiga tujuan dari penilaian itu sendiri.

2.8.1. Valuasi Biaya


Dalam ekonomi non pasar, opportzinity cost dari tenaga keja dibagi
menjadi dua bagian yaitu biaya langsung dan biaya tidak langsung. Biaya
langsung adalah sejumlah biaya dari hilangnya output, ditarnbah dengan
bembahnya kebiasaan mereka bekerja. Biaya tersebut merupakan biaya yang
harus diberikan kompensasi sebagai ganti rugi atas hilangnya kesempatan buruh
untuk bekerja. Sedangkan biaya tidak langsung adalah jika waktu bekerja dari
buruh berkurang akibat adanya penambahan teknologi baru seperti mesin baru,
sehingga menyebabkan kapasitas produksi menjadi meningkat, (Abelson, 1980).
Lebih lanjut Abelson (1988) mengatakan bahwa, bentuk dari biaya
ekstemal adalah apabila sebuah perusahaan dalam melakukan produksi
menimbulkan polusi terhadap air, sehingga menyebabkan biaya yang dikeluarkan
oleh perusahaan untuk mengembalikan kualitas air menjadi meningkat. Untuk
mengesti~nasi atau mengukur biaya ekstemal ini relatif sulit, tetapi pada
prinsipnya biaya ini dapat dimasukkan ke dalam biaya produksi perusahaan
tersebut. Masalahnya adalah tidak adanya nilai harga pasar yang jelas untuk
mengestimasi biaya tersebut. Serta metode untuk mengestimasi biaya dari barang-
barang yang tidak terdapat di pasar juga cukup rurnit. Yang bisa dipergunakan
untuk mengestimasi harga dari barang-barang yang tidak terdapat di pasar tersebut
adalah melalui keinginan masyarakat untuk membayar (willingness to pay;WTP).
Sebab setiap orang tidak menginginkan barang-barang tersebut punah, baik untuk
kebutuhan rekreasi ataupun untuk kebutuhan lainnya. Nilai tersebut kemudian
dijadikan kompensai kepada masyarakat. Kemudian cara lain untuk mengestimasi
biaya ekstemal tersebut adalah melalui penyesuaian atau assesment dari harga-
harga tersebut sebagai sebuah aset milik masyarakat. Gambar di bawah ini
mengilustrasikan WTP terhadap tingkat kepuasan suatu rumah tangga:

The utility of
income

0 9.6 10.0 11.0 Income Rp.OOO.p.a.

Gambar 1 Penumnan Kepuasan Akibat Pendapatan


2.8.2. Valuasi Manfaat
Menurut Abelson (1988), manfaat dari suatu program kegiatan, termasuk
manfaat yang dikonsumsi oleh masyarakat dan manfaat eksternal dapat dibagi
menjadi tiga kelompok yaitu (a) menumnnya biaya produksi, (b) nilai dari barang-
barang yang terdapat di pasar, (c) nilai dari barang-barang yang tidak terdapat di
pasar. Dalam situasi kejasama, manfaat ini diperoleh melalui pengurangan biaya
produksi dari suatu pemsahaan. Kemudian biaya tersebut dapat disimpan sebagai
manfaat bagi pemsahaan. Manfaat bersih dari barang-barang tersebut oleh
Abelson (1988) ditunjukkan oleh area A antara kurva permintaan dan biaya
marginal di bawah ini:
Narga Rp

II Marginal biaya penawaran

Qo Jurnlah barang yang dijual

Gambar 2 Manfaat Program Kegiatan

Untuk mengestimasi manfaat kotor dengan barang-barang yang ada di


pasar, analisa biaya manfaat dapat menjawab ha1 tersebut dengan (a) memprediksi
manfaat yang akan dijual di pasar. (b) menyesuaikan dengan harga pasar dari
biaya yang ingin dikeluarkan oleh masyarakat (WTP) atau membutuhkan
penyesuaian dengan nilai yang berlaku dalam suatu rurnah tangga. Manfaat dari
barang-barang yang tidak terdapat di pasar direpresentasikan oleh area dibawah
garis kuma permintaan, A+B dalam gambar di atas,
2.9. Teknik Valuasi Ekonomi Pulau-pulau Kecil: Ecosystem Approach
Dalam teminologi ekonomi, terdapat tiga alasan yang saling berkaitan
mengapa nilai manfaat dari ekosistem alam bekurang. Pertama adalah sering
tejadi kegagalan dalam informasi. Untuk beberapa manfaat jasa dari ekosistem,
seringkali terjadi kekurangan dalam memberikan nilai dari suatu sistem
sumberdaya alam tersebut, dan khususnya pembahan ketentuan seperti
peningkatan dampak terhadap manusia. Kedua, penemuan aturan secara mendasar
dari kegagalan pasar dalam mengendalikan hilangnya habitat. Sebagian besar dari
studi-studi kasus yang telah dilakukan, manfaat utama berasosiasi dengan sistem
yang menopang kurang lebih dari penilaian dampak yang nilainya tidak ada di
pasar. Ketiga, konversi dari manfaat pribadi sering dilebih-lebihkan melalui
pengakuan kerugian yang dideritanya. Misalnya yang pemah terjadi di Kamerun,
dimana tanaman-tanaman yang ada di hutan dibersihkan dengan harapan untuk
mendapatkan keuntungan pribadi melalui insentif dan subsidi yang diberikan oleh
pemerintah.
Salah satu potensi penting dari pulau-pulau kecil adalah potensi
keanekaragaman hayatinya. Dalam konteks ini, valuasi ekonomi pulau-pulau kecil
menggunakan pendekatan ekosistem seperti yang diuraikan secara rinci oleh
Nunes, et.all (2004) dalam Adrianto (2005). Klasifikasi nilai ekonomi
keanekaragaman hayati pulau-pulau kecil dijelaskan oleh Nunes, ~ 1 . ~(2003)
1
dalam Adrianto (2005) melalui diagram di bawah ini:

Biodiversity

Human welfare

Gambar 3 Kerangka Nilai Ekonomi Keanekaragaman Hayati Berbasis


Ekosistem (after Nunes, et.al, 2003, dalam Adrianto, (2005)
Gambar diatas merupakan basis dari analisis valuasi ekonomi pulau kecil
di mana keanekaragaman hayati merupakan salah satu indikator utamanya.
Kategori pertarna adalah arusllink 1-6 dimana keanekaragaman hayati
memberikan manfaat kepada kesejahteraan manusia dalam konteks ecosystem life
support functions seperti manfaat penyediaan air bersih, pengendali banjir,
perpindahan nutrien dan lain-lain (Turner, et.al, 2000, dalam Adrianto 2005).
Kategori kedua adalah arusllink 1-4-5 yang menunjukkan nilai keanekaragaman
hayati dalam konteks perlindungan habitat alarn. Hal ini misalnya dapat berupa
manfaat wisata atau rekreasi alarn di pulau-pulau kecil. Kategori ketiga adalah
arusllink 2-5 di mana manfaat keanekagaman hayati dapat dilihat dari sisi input
bagi sistem produksi barang dan jasa
Teknik penilaian fungsi dan manfaat keanekaragaman hayati pulau-pulau
kecil dapat dipilih mulai dari yang berbasis pada market price, surragate price,
hingga constructed market price. Penilaian berbasis pada harga pasar misalnya
terkait dengan manfaat dan fungsi langsung dari keanekaragaman hayati seperti
nilai kontrak pemanfaatan buah mangrove untuk farmasi, nilai penerimaan
industri bris dari pemanfaatan arneniv services dari ekosistem mangrove, dan
lain sebagainya (Nunes, et.al., 2003, dalam Adrianto, 2005).
Secara diagram, aplikasi dari teknik-teknik tersebut di atas untuk valuasi
ekonomi berbasis ekosistem disajikan dalam Tabel 2 berikut ini (Nunes, et.al.,
2003 dalam Adrianto, 2005).
Tabel 2. Total Economic Value dari Pulau-pulau Kecil Dalarn Konteks
Keanekaragaman Hayati
Manfaat Keanekaragaman Metode Penlialain
Interpretasi Nilai Ekonomi
Hayati Ekonomi
CV:+
Input bagi proses produksi
TC : -
Genetic and species diversity (misalnya industri
HP : +
(link 1-6) f m a s i , pertanian,
AB : +
perikanan, dll)
PF : +

Perlindungan habitat TC:+


Natural areas and landscape
(misalnya perlindungan HP : -
diversity (link 1-4-5)
area rekreasi, dll) AB : -

Nilai-nilai ekologi TC : -
Ecosystemfunctiot2s and
(misalnya fimgsi I-IP : +
ecological services (link 2-5)
pengendalian banjir, dll) AB : +
PF:+

TC : -
Nilai keberadaah dan
Non use biodiversity (link 3) HP : -
moral
AB : -
PF : -
Keterangan: CV = Contingan Valuation; TC = Travel Cost; HP = Hedonic Price;
AB = Avering Behavior; PF = Production Function
Sumber: Nunes, et.al(2003) dalam Adrimto (2005)
111. KERANGKA PEMIKIRAN

Dalam setiap aktivitas yang dilakukan oleh pihak pertama, pasti akan
menimbulkan dampak kepada pihak kedua, entah itu dampak positif maupun
negatif. Jika dampak yang ditimbulkan adalah positif, maka akan memberikan
peningkatan kesejahteraan bagi yang pihak kedua, dan pihak pertama sewajamya
rnendapat imbalan dari pihak kedua. Sebaliknya pihak pertama mengeluarkan
dampak negatif, maka akan mengurangi kesejahteraan bagi pihak kedua, dan
pihak kedua hams memberikan kompensasi sebesar kerugian yang diderita pihak
kedua.
Begitu juga dengan program konservasi yang selama ini dilakukan oleh
Balai Konservasi Surnberdaya Alam di Desa Gili Indah, Kabupaten Lombok
Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Akibat dari kegiatannya ini tidak terlepas
dari dampak positif dan negatif hagi masyarakat disekitamya maupun hagi
lingkungannya. Tujuan dari program ini adalah untuk melindungi terumbu karang
dan biota yang ada disekitarnya. Dengan demikian, aktivitas yang biasanya
dilakukan oleh masyarakat di kawasan ini menjadi terhatas,
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 85Kpts-11/93
tanggal 16 Fehruari 1993, kawasan ini ditunjuk sebagai kawasan Taman Wisata
Alam Laut (TWAL). Diperkuat lagi dengan keluamya Surat Keputusan Menteri
Kehutanan No. 99Kpts-I1/2001 tanggal 15 Maret 2001 tentang penetapan sebagai
TWAL. Sebagai TWAL, kawasan ini memiliki sumberdaya terumbu karang yang
luasnya mencapai sekitar 448,763 ha. Kondisinya saat ini hanya 16 persen dalam
kondisi baik. Ini m e ~ p ~ k asurnberdaya
n yang memiliki nilai ekonomi yang
potensial sebagai sumber kesejahteraan masyarakat disekitamya. Dengan luas
ka\vasan temrnbu karang tersebut. nilai ekonomi ini bisa diketahui melalui
manfaat kegunaan dan non kegunaan dari keheradaan sumberdaya tersebut. Akan
tetapi karena pengetahuan dan kesadaran masyarakat yang masih rendah akan
manfaat tersebut, menyebabkan masyarakat mengeksploitasi sumberdaya ini
secara destruktif. Hal ini menyebabkan menurunnya nilai ekonomi dari
sumberdaya tersebut, selanjutnya akan menuninkan tingkat kesejahteraan
masyarakat secara umum.
Oleh karena itu, kegiatan konservasi untuk melindungi sumberdaya
tersebut dari kerusakan yang lebih parah menipakan langkah yang harus
dilakukan. Dimana dengan konservasi ini bukan berarti tidak ada pemanfaatan
sama sekali, tetapi ada kawasan-kawasan tertentu yang bisa dimanfaatkan oleh
masyarakat sebagai sumber penghidupannya. Akan tetapi dalam pengelolaan ini
tidak terlepas dari biaya dan manfaat sebagai konsekuensi logis yang sudah pasti
muncul. Seberapa besar manfaat (benefit) yang bisa dari sumberdaya terumbu
karang yang dikonservasi, kemudian seberapa besar biaya yang dibutuhkan untuk
melakukan konservasi. Persoalan ini penting untuk diketahui karena untuk
efisiensi ekonomi, manfaat yang diterima harus lebih besar dari biaya yang
dikeluarkan, bukan sebaliknya.
Husni (2001) mengatakan bahwa inti dari konsewsi ekosistem terumbu
karang adalah: a) perlindungan terhadap kelangsungan proses ekologis beserta
sistem penyangga kehidupan; b) pengawetan keanekaragaman plasma nutfah yang
dilakukan di dalam dan di luar kawasan, serta pengaturan tingkat pemanfaatan
jenis-jenis yang terancam punah dengan memberikan status perlindungan; dan c)
pelestarian pemanfaatan jenis dan ekosistemnya melalui pengendalian
eksploitasi/pemanfaatan sesuai dengan prinsip-prinsip pelestarian, memajukan
usaha-usaha penelitian, pendidikan dan pariwisata, dan pengaturan perdagangan
plora dan fauna.
Saat ini, kawasan konservasi di Desa Gili Indah dikelola oleh dua lembaga
sekaligus dua aturan yaitu aturan yang berasal dari masyarakat lokal berdasarkan
pranata hukum adat yang disebut dengan Awig-mig, dan aturan yang dibuat oleh
negara berdasarkan hukum formal. Kedua lembaga ini memiliki tujuan yang sama
yaitu menjaga kelestarian sumberdaya dari eksploitasi yang berlebihan.
Hasil dari analisa ini pertimbangan dalam melakukan program konservasi,
khususnya program konservasi tenunbu karang di Desa Gili Indah. Perbedaan
tingkat kelayakan antara kedua lembaga akan menjadi pijakan untuk melakukan
sinergi antara kedua lembaga.
Program Konsewasi
Sumberdaya Terumbu

Manfaat Biaya

Gambar 4 Rerangka Pemikiran Studi

Seperti yang telah dijelaskan di atas, selain manfaat dalam kegiatan ini
juga tidak terlepas dari biaya-biaya yang harus dikeluarkan guna memperoleh
manfaat yang diharapkan. Jika biaya yang keluarkan lebih besar dari total manfaat
yang diperoleh, maka program konservasi tersebut tidak layak dilaksanakan.
Namun sebaliknya, jika program tersebut memberikan manfaat yang lebih besar
dari biaya yang dikeluarkan, maka program tersebut layak untuk dikembangkan.
Dalam penelitian ini, teknik analisa biaya manfaat yang digunakan tidak
sama dengan analisa biaya manfaat yang biasa digunakan dalam ekonomi
konvensional. Ada dua pendekatan analisa yang dilakukan yaitu analisa finansial
(cost - benefit) dan analisa ekonomi (extended cost - benefit). Manfaat ekonomi
yang dianalisa tidak saja manfaat langsung yang dapat dirasakan oleh rnasyarakat.
tetapi ada manfaat-manfaat yang tidak nyata namun nilainya bisa lebih besar dari
manfaat yang langsung dirasakan masyarakat. Inilah yang disebut dengan manfaat
tidak langsung (manfaat non-konsumtif), ada juga yang disebut dengan manfaat
sosial, dan manfaat keanekaragaman hayati dari sumberdaya temmbu karang
tersebut.
IV. METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Tempat dan Waktu


Penelitian ini dilaksanakan di kawasan konservasi Taman Wisata Alam
Laut (TWAL) Desa Gili Indah (Gili Trawangan, Gili Air, dan Gili Meno)
Kabupaten Lombok Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Penelitian in; dimulai
bulan Maret hingga Juli 2007.

,-.,'.*",,m.-.."~."ls

Gambar 5 Peta Lokasi Penelitian

4.2. Metode Penelitian


Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
survey dan observasi. Dalam penelitian survey, informasi dikumpulkan dari
responden dengan menggunakan kuesioner dan wawancara. Umumnya,
pengertian survey dibatasi pada penelitian yang datanya dikumpulkan dari sampel
atas populasi untuk mewakili seluruh populasi.
4.3. Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data manfaat langsung
ekstraktif, data manfaat langsung tidak ekstraktif, dan data manfaat pilihan.
Teknik penentuan responden untuk untuk masing-masing data tersebut adalah
sebagai berikut:
4.3.1. Metode Penentuan Responden
Responden Manfaat langsung ekstraktif
Responden yang dijadikan sampel untuk mengetahui manfaat langsung
ekstraktif adalah nelayan yang didasarkan atas jenis alat tangkat yang digunakan.
Sampel ditentukan secara stratified purposive sampling yaitu kelompok nelayan
muroami, kelompok nelayan mogong, dan kelompok nelayan jaring seret Jumlah
sampel untuk masing-masing kelompok nelayan ditetapkan secara proporsional,
sehingga diperoleh total responden sebesar 24 orang dari 272 nelayan. Rinciannya
adalah sebagai berikut:

Tabel 3 Teknik Penentuan Sampel


Jenis alat tangkap
No
Jaring Mogong Jaring Seret Jaring Muroami
Jumlah 4 klp x 20 orang 9 klp x S orang 3 klp x 40 orang
populasi = 80 orang anggota = 72 orang anggota=120 orang
Jumlah
2 orang 8 orang 14 orang
sampel

Penentuan sampel untuk masing-masing kelompok nelayan ditentukan


secara acak proporsional. Dimana jumlah &impel untuk masing-masing kelompok
nelayan ditentukan berdasarkan jumlah populasi,

Responden Manfaat lang.sung tidak ekstraktif


Sedangkan responden yang dijadikan sampel untuk mengetahui manfaat
lanzsung tidak ekstrakrif adalah wisatawan lokal dan wisatawan mancanegara
yang datang bem-isata ke Gili Indah, sampel ditentukan secara accident sampling.
Karena metode atau pendekatan yang digunakan untuk mengetahui nilai manfaat
tidak langsung ini adalah pendekatan individu. Kesulitan dalam menggunakan
pendekatan zonasi adalah sulitnya mendapatkan responden berdasarkan zona dari
masing-masing kawasadnegara. Maka jumlah sampel tidak ditentukan
berdasarkan strata atau dikelompokkan berdasarkan negaraldaerah asal
wisatawan. Kesulitan mendapatkan responden untuk dijadikan sampel mempakan
alasan menggunakan pendekatan individu. Jumlah responden yang dijadikan
sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 29 orang,
Data yang dibutuhkan adalah seluruh biaya yang dikeluarkan oleh masing-
masing individu yang mendatangi kawasan wisata Desa Gili Indah, mulai dari
daerah asal hingga sampai ke kawasan wisata Desa Gili Indah. Jenis biaya yang
umuln dikeluarkan oleh wisatawan antara lain biaya transportasi, biaya konsumsi,
biaya akomodasi, biaya belanja souvenir, biaya penyewaan alat dan hiburan
maupun biaya laimya yang dikeluarkan untuk kepuasan di lokasi wisata.
Responden dalam penelitian ini adalah wisatawan lokal dan wisatawan
mancanegara

4.3.2. Jenis Data


Jenis data yang digunakan dalanl penelitian ini mencakup data primer dan
data sekunder. Pengambilan data primer diperoleh melalui pengamatan langsung
di lapangan, pengisian kuesioner oleh responden bengelola TWAL dan
masyarakat adat). Data sekunder diperoleh dari Biro Pusat Statistik Kabupaten
Lombok Barat, laporan tahunan Badan Konsewasi Sumberdaya Alam (BKSDA),
dokumen-dokumen, dan bahan-bahan pustaka dari h a i l penelitian sebelumnya.

4.4. Metode Analisis Data


Analisa Total Manfaat
Untuk mengetahui total manfaat dari kegiatan konsewasi sumberdaya
terumbu karang dilakukan dengan penjumlahan nilai ekonomi temmbu karang:

Ket:
TB = Total
benefit program konservasi
BU = Manfaat langsung ekstraktif
B2j = Manfaat langsung tidak ekstraktif
B3j = Manfaat Pilihan
4.4.1. Teknik Valuasi
A. Efect On Production (EOP)
Nilai Manfaat Langsung diperoleh dengan menggunakan pendekatan harga
yang diterima nelayan dengan asumsi data tidak cukup untuk menduga kurva
permintaan pemanfaatan langsung. Harga yang langsung diterima nelayan tersebut
juga digunakan untuk meminimalisasi distorsi pasar. Spesies yang dihitung
merupakan spesies yang menghabiskan seluruh daur hidupnya di area terumbu
karang. Secara matematis, manfaat langsung tersebut dihitung dengan rumus:

TML = pix@ ............................................................ (2)


;=I
TML = Total Manfaat Langsung
Pi = Harga ikan yang berlaku di pasar (Rp k g )
Qi = Jumlah ikan yang diekstraksi selama satu tahun (kg)

B. Travel Cost Method (TCW


Pendekatan ini didasarkan pada konsep sederhana Harold Hotelling yang
menyebutkan bahwa kebiasaan yang diamati dapat digunakan untuk membuat
kurva pem~intaandan menentukan nilai dari sumberdaya alam atau lingkungan.
Dalam penerapannya, pendekatan travel cost ini menggunakan harga pasar dari
barang-barang untuk menghitung nilai jasa lingkungan yang tidak diperdagangkan
melalui mekanisme pasar.
Manfaat langsung tidak ekstraktif didekati dengan Travel Cost Method
(TCM), yaitu metode yang mengkaji biaya yang dikeluarkan tiap individu untuk
mendatangi tempat rekreasi Desa Gili Indah. Prinsip yang mendasari metode ini
adalah bahwa biaya yang diieluarkan untuk benvisata ke suatu area dianggap
sebagai "harga" akses area tersebut.
Sedangkan untuk mengetahui surplus konsurnen dari wisatawan yang
datang ke kawasan konservasi terumbu karang di Desa Gili Indah dilakukan
dengan pendekatan fungsi permintaan atas kunjungan sebagai berikut, (Adrimto,
2006):
InV, =Po+ P I lnTC, +P21nJi+p,lnA ............................................... (3)
Ket:
Vi = Frekuensi kunjungan
TC = Total biaya pejalanan
J = Pekerjaan wisatawan
A = Umur wisatawan

Dengan menggunakan teknik regresi sederhana (Ordinary Least


Square;OLS), maka parameter Po, PI, P2 dapat diestimasi. Untuk mengetahui rata-
rata surplus konsumen secara individu diestimasi dengan menggunakan
persamaan: (Christiensson, 2000) dalam (Adrianto ,2006):

Dimana V, adalah tingkat kunjungan individul dan Bi adalah nilai parameter


regresi untuk biaya perjalanan (TC).

C. Contingun Valuation Method (CVM)


CVM digunakan untuk menghitung nilai ameniti atau esletika lingkungan
dari suatu barang publik Oubfic gooq. Barang publik daIam ha1 ini dapat
didefinisikan sebagai suatu barang yang dapat dinikmati oleh satu individu tanpa
mengurangi proporsi individu lain untuk menikmati barang tersebut. Oleh karena
itu, keinginan untuk membayar satu individu seperti yang diperoleh dalam
kuesioner survei dapat diagregasi menjadi nilai keseluruhan populasi, Barton
(1994) dalam Adrianto (2006). Kehati-hatian harus dilakukan untuk
mewawancarai seorang responden dengan memberikan selang nilai yang lebih
besar agar dapat diperoleh sampel yang lebih representatif.
Apabila sebaran WTP terlalu ekstrim angka minimal dan maksimalnya,
maka disarankan mengganti teknik nilai tengah dari rata-rata menjadi nilai
median. Selanjutnya perhitungan dengan menggunakan nilai tengah ini juga harus
dilakukan secara hati-hati dengan pilihan teknik kuesioner yang tepat. Sementara
itu, estimasi WTP.dapat juga dilakukan dengan menduga hubungan antara WTP
dengan karakteristik responden yang mencerminkan tingkat penghargaan user
terhadap sumberdaya yang selama ini dimanfaatkannya, dapat dihitung sbb :

Dimana :
WTP = Kemampuan responden membayar untuk tidak mengekstraksi ikan
di kawasan konservasi
X1 = Pendidikan responden
X2 = Jumlah tanggungan responden
X3 = Umur responden

Sama dengan pendekatan estimasi surplus konsumen, setelah mengetahui


tingkat WTP yang dihasilkan dari rataan individu (WTPi) yang dihasilkan dari
persamaan di atas, maka total nilai ekonomi sumberdaya berdasarkan preferensi
secara sederhana dapat dilakukan dengan menggunakan formula :
TB = WTpi x P, .........................................................................(6)
Dimana :
TB = Total benefit
WTPi = Nilai WTP periridividu
Pt = Total populasi pada tahun ke-t yang relevan dengan analisis
valuasi ekonomi sumberdaya.
Total bebefit ini dapat dilakukan untuk multi years dengan mendiskon
sesuai dengan prosedur yang berlaku menggunakan tingkat diskon yang sesuai
dengan karakteristik sumberdaya yang dihitung.

Valuasi Biaya Konservasi


Untuk mengetahui nilai total biaya dari kegiatan konservasi sumberdaya
terumbu karang dilakukan dengan penjumlahan biaya-biaya untuk konservasi
terumbu karang, termasuk biaya sosial dan biaya transaksi dari kegiatan
konservasi temmbu karang.

Ket:
TC = Total costprogram konservasi terumbu karang
c1.1 = Biaya investasi program konservasi temmbu'karang
Cl.2 = Biaya operasional program konservasi tenunbu karang
C1.3 = Tiaya transaksi porgram konservasi temmbu karang
C1.4 = Biaya sosial program konservasi terumbu karang

Biaya investasi program konservasi dihitung dari biaya yang dikeluarkan


oleh rezim Satgas Gili Indah dan rezim BKSDA. Masing-masing lembaga
memiliki kontribusi biaya yang berbeda-beda terhadap program konservasi.
Menurut Nort & Thomas (1973) dalam Anggraeni (2006), biaya transaksi
(transaction cost) (TrC) mencakup biaya pencarian (search costs) yaitu biaya
untuk mendapatkan informasi pasar, biaya negosiasi (negotiation costs) yaitu
biaya merundingkan syarat-syarat suatu transaksilpertukaran (cost of negotiating
the terms of the exchange), dan biaya pelaksana (enforcement costs) yaitu biaya
untuk melaksanakan suatu kotnrakftransaksi (costs of enforcing the contract).
Biaya monitoring penegakan hukum. Dalam konteks pengelolaan sumberdaya
alam, termasuk juga biaya pemeliharaan sumberdaya alam, dan biaya monitoring
penegakan hukum.
Biaya sosial merupakan biaya yang timbul akibat hilangnya kesempatan
masyarakat atas larangan melakukan eksploitasi sutnberdaya terumbu karang di
Desa Gili Indah. Yang menjadi responden dalam penentuan biaya sosial adalah
masyarakat yang dulunya mengeksploitasi sumberdaya terumau karang di
kawasan konservasi Desa Gili Indah, dan sekarang mereka tidak lagi punya
kesempatan untuk mengesksploitasi sumberdaya terumbu karang tersebut. Metode
penelitian yang digunakan adalah metode studi kasus.

4.4.2. Analisis ECBA


Setelah nilai biaya dan manfaat diperoleh, maka suatu analisis mengenai
layak atau tidaknya suatu kegiatan yang dilaksanakan. Salah satu cara yang umum
dipakai adalah mengetahui nilai sekarang bersih (net present value=NPV), yaitu
mengurangi semua nilai manfaat dengan semua nilai biaya yang seluruhnya
dinyatakan dalam nilai sekarang. Bila NPV yang diperoleh positif, maka
dikatakan program konservasi tersebut layak dieruskan. Dalam penentuan
kelayakan kegiatan. digunakan analisis biaya dan manfaat yang telah
dikembangkam (extended net present value) seperti dinyatakan di bawah ini,
(Suparmoko, 1989):
NPV=(B, + B , +Be)-(C, +C, +C,+C,,) ...................... (8)

Dimana:
NPV : Nilai manfaat bersih (netpresent value)
Bd : Manfaat langsung ekstraktif
Btd : Manfaat langsung tidak ekstraktif
Bt : Manfaat pilihan
ci : Biaya investasi
Cop : Biaya operasional
ct : Biaya transaksi
CS : Biaya sosial

Dalam persamaan tersebut tampak bahwa NPV dapat dihitung dengan


menjumlahkan seluruh manfaat kegiatan, baik yang bersifat langsung (Bd)
maupun yang tidak langsung yang sungguh-sungguh dikeluarkan oleh pengelola.
Program konsewsai terumbu karang dikatakan layak apabila NPV yang diperoleh
positif. Rumus umum menghitung NPV adalah sebagai berikut, (Kusumastanto,
2000):

Dimana:
B : Total manfaat
C : Total biaya
r : Titngkat bunga

4.4.3. Analisis CEA


Cost efektivnes merupakan salah satu alat analisa yang digunakan untuk
mengetahui tingkat kelayakan dari suatu program kegiatan selain analisis NPV.
Dalam analisa NPV menganalisa perbandingan antara manfaat dengan biaya
program konservasi, sedangkan dalam cost efectivness hanya membandingkan
biaya yang dikeluarkan oleh lembaga adat dibagi dengan total biaya program
konservasi, dan biaya yang dikeluarkan oleh lembaga pemerintah dibagi dengan
total biaya program konservasi. Adapun formulasi yang digunakan adalah sebagai
berikkut, (Borton, 1994):

Dimana:
CEA : Analisa efektivitas biayalcost efectivness analysis
c2.1 : Biaya yang dikeluarkan oleh Satgas Gili Indah
c1.1 : Biaya yang dikeluarkan oleh BKSDA
r : Tingkat bunga

Jika biaya yang dikeluarkan oleh salah satu lembaga pengelola lebih kecil
dari lembaga pengelola lainnya, maka lembaga tersebut dikatakan lebih efektif
dalam melakukan program konsewasi.
V. KONDISI UMUM DESA GILI INDAH

Kawasan Gili Meno, Gili Air dan Gili Trawangan merupakan tiga pulau
kecil yang tergabung dalam suatu pemerintahan desa bemama Desa Gili Indah.
Ada juga yang menyebut ketiga kawasan ini dengan sebutan Gili Matra yaitu
singkatan dari Gili Meno, Air, dan Trawangan. Kawasan ini telah ditunjuk sebagai
Taman Wisata Alarn Laut (TWAL) berdasarkan Surat Keputusan Menteri
Kehutanan No. 85Kpts-1111993 tanggal 16 Februari 1993 dengan luas kawasan
2.954 hektar. Selanjutnya berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.
99IKpts-1112001 tanggal 15 Maret 2001 kawasan Gili Air, Meno dan Trawangan
ditetapkan menjadi TWAL Gili Matra dengan luas kawasan 2.954 hektar,
(BKSDA NTB, 2003)

5.1. Letak, Luas dan Batas Kawasan


Total luas TWAL Gili Indah adalah 2.954 hektar, yang meliputi luas
daratan Gili Air * 175 ha dengan keliling pulau *5 km, Gili Meno *I50 ha
dengan panjang keliling pulau *4 km dan Gili Trawangan *340 ha dengan
panjang keliling pulau *7,5 km dan selebihnya merupakan perairan laut.
Secara geografis TWAL Gili Matra terletak pada 8' 20" - 8' 23O LS dan
116"00° - 116" 08" BT. Sedangkan secara administratif pemerintahan, kawasan ini
terletak di Desa Gili Indah Kecamatan Pemenang Kabupaten Lombok Barat
Provinsi Nusa Tenggara Barat. Sedangkan berdasarkan pada wewenang
pengelolaannya kawasan ini berada di bawah pengelolaan Balai KSDA NTB
sesuai dengan, Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 99Kpts-IL/2001
tanggal 15 Maret 2001.

- Batas-batas Taman Wisata Alam Laut Gili Matra adalah sebagai berikut :
Utara :
Selatan :
berbatasan dengan Laut Jawa.
berbatasan dengan Selat Lombok.
e Barat : berbatasan dengan Laut Jawa.
Timur : berbatasan dengan Tanjung Sire.
5.2. Potensi Jasa Lingkungan
5.2.1. Terumbu Karang
Terumbu karang memiliki produktivitas dan keanekaragaman yang tinggi.
Fungsi ekologisnya antara lain sebagai tempat pemijahan, pembesaran, tempat
mencari makan. Terumbu karang juga dipandang penting karena produk yang
dibasilkan seperti ikan karang, ikan hias, udang dan algae. Ekosistem terumbu
karang di ke Tiga Gili merupakan obyek wisata utama. Berdasarkan klasifikasi
tipelformasi terumbu karang, formasi yang ditemukan di Gili Air, Gili Meno dan
Gili Trawangan termasuk teru~nbu tepi. Luas potensi terumbu karang yang
terdapat di TWAL Gili Matra adalah + 448,7634 ha, dengan rincian; 192,9621 ha
di Gili Trawangan, 118,9508 ha di Gili Meno dan 136,8505 ha di Gili Air.

5.2.2.Yerikanan
Berdasarkan laporan MREP (1995) dalam Sirait M (2006), jenis ikan
karang yang ditemukan diantara 12 stasiun pengamatan di kawasan Gili Indah
bervariasi dari satu tempat ketempat lain. Jumlah jenis (spesies) yang dijumpai
berkisar dari 2-68 jenis dengan kepadatan 10-1.290 ekorl300 m2. Variasi ikan
karang sangat berkaitan dengan kondisi terumbu karang yang ada. Potensi ikan
karang terbesar terdapat di Gili Trawangan yaitu 68 jenis dengan kepadatan 1.290
ekor/ 300m2. Ikan hias dan ikan konsumsi yang di temukan TWAL Gili Indah ini
cukup banyak. Ikan hias ditemukan sebanyak 123jenis dalam 30 famili. Ran-ikan
ini menyebar pada lokasi-lokasi di TWAL Gili Indah. Ikan hias terbanyak
ditemukan di Selatan Tenggara yaitu 63 jenis, kemudian Rinjani Slope sebanyak
69 jenis; d m Nusa Tiga Point sebanyak 58 jenis. Di Soraya Point ditemukan
sebanyak 35 jenis, Tutle Point sebanyak 44 jenis,'Andi Reef sebanyak 49 jenis.
Pada Pedati's Reef ditemukan sebanyak 54 jenis, Air Wall 46 jenis, dan Hans
Point sebanyak 53 jenis.

5.3. Aktivitas Wisata


5.3.1.Sunbathing
Kegiatan ini dapat dilakukan di ketiga gili, kegiatan ini dilaksanakan
dilokasi pantai yang bersih. Untuk Gili Trawangan dilakukan dipantai sebelah
utara pelabuhan, untuk Gili Meno di pantai sebelah barat Pelabuhan sedangkan
untuk Gili Air di pantai sebelah timur.

5.3.2.Snorkling dun Diving


Diving dan Snorkling dilakukan di ketiga pulau yang ada di TWAL Gili
Matra, untuk Gili Trawangan lokasi Diving dan Snorkling yang biasanya banyak
dikunjungi adalah di daera Nusa Tiga, Shark point, Depan Hotel Salobai, Manta
Point dll, untuk Gili Meno lokasi yang biasanya dilakukan kegiatan diving dan
Snorkling adalah Turtle Point, wilayah sebelah selatan pulau, di bekas pelabuhan
kapal Bounty Cruises, untuk wilayah Gili Air lokasi yang biasanya dilaksanakan
kegiaan diving dan snorkling adalah di bagian timur pulau, dan di Selat Meno.
Obyek wisata yang dapat dilihat pada kegiatan diving ini adalah beraneka ragam
jenis ikan dan terumbu karang yang sangat indah.

5.3.3. Glass Bottom Boat


Bagi pengunjung yang ingin menikmati keindahan bawah laut namun
tidak berani untuk melakukan snorkling atau diving dapat memanfaatkan jasa
Glass Bottom Boat. Pengunjung cukup duduk tenang di atas boat dan menikmati
keindahan bawah laut lewat lantai kapal yang terbuat dari kaca tembus pandang
ataufiberglass. Jadi pengunjung tidak pelu basah terkena air laut.

5.3.4. Aktivitas Lainnya


Aktivitas lain seperti berenang, memancing, berkanoe, bersepeda atau
bercidomo keliling pulau

5.4. Sarana Dan Prasarana Penunjang Wisata


Pengembangan fasilitas pariwisata merupakan salah satu program
pengembangan yang memegang peranan penting. Tanpa didukung oleh
pengembangan fasilitas maka program yang sudah direncanakan akan tidak
optimal.
Dalam menunjang kegiatan pariwisata di TWAL Gili Maha
pengembangan pengadaan sarana prasarana fasilitas penunjang wisata sangat
pesat sekali. Hal ini dapat dilihat dari jurnlah pembangunan penginapan, Hotel,
Restaurant, Cafe dan fasilitas wisata lainnya. Data lengkap fasilitas penunjang
wisata dapat dilihat pada tabel herikut ini.

Tabel 4 Sarana dan Prasarana Penunjang Wisata di Sekitar TWAL Gili Matra
No Dusun Htl BICt Rs RM DS C PT GB BT BP
1. Gili Air 2 33 5 33 4 20 7 3 5 25
2. Gili Meno 3 17 6 14 2 20 3 1 13 10
3. Trawangan 4 54 16 67 7 22 10 3 3 17
Jumlah 9 104 27 114 13 62 20 7 21 52
Sumber: BKSDA NTB (2004)
Keterangan : Htl = Hotel C = Cidomo
BICt = BungalowlCottuge PT = Penjual Tiket
Rs = Restauran DS =Dive Shop
RM =Rumah Makan BT =Boat Trip
GB = Glass Bottom Boat BP = Boat Penurnpang

5.5. Perhotelan di Gili Trawangan


Di Kecamatan Pemenang (Kecamatan dari tiga gili: Gili Air, Meno, dan
Trawangan) terdapat 112 unit hotel dengan 781 kamar. Seluruh hotel tersebut
mempakan hotel non bintang atau melati. Khusus untuk Gili Trawangan sendiri,
sampai tahun 2001 tercatat * 37 hotel non bintang. Sampai saat ini (tahun 2003)
jumlah hotel yang telah dibangun semakin bertarnbah dan beberapa hotel baru
siap untuk dibangun. Padahal sarana pariwisata yang semula direncanakan
dibangun di gili-gili bukanlah berbentuk hotel, tetapi seperti guest house untuk
wisatawan yang ingin berkunjung, menyelam, atau snorkel. Jadi sangat
disayangkan jika pembangunan hotel-hotel sehanyak itu terus-menerus
bertambah, tanpa mempedulikan lingkungan yang mulai terancam rusak.
Dengan melihat potensi dan daya dukung lingkungan di gililpulau kecil,
sebenamya status izin di gili yang diberikan adalah hanya unruk pembangunan
hotel non bintang. Tetapi kenyataannya pada saat ini di Gili Tra~vangantelah
dibangun hotel non hintang dengan fasilitas bintang. Artinya hotel yang tercatat di
Dinas Pariwisata memang bukan hotel herbintang (melati), tetapi hotel tersebut
memiliki fasilitas-fasilitas seperti hotel bintang. Contohnya adalah hotel Vila
Ombak yang mempakan hotel terhesar di Gili Trawangan pada saat ini. Hotel ini
memiliki fasilitas 3-level seaside pool, spa dan bodyworks, restaurant dan bar,
game corner, dive academy, dan sebagainya.
Hal ini dapat menggambarkan bahwa pengembangan ekonomi pariwisata
di Gili Trawangan tidak lagi melihat pada pembangunan ekologi-nya, melainkan
lebih memfokuskan pembangunan pada kemampuan pulau tersebut untuk
menghasilkan sumber pendapatan dari dibangunnya hotel-hotel tersebut.
Sayangnya masyarakat sekitar hanya sedikit sekali menikmati hasil dari
keberadaan hotel-hotel tersebut jika dibandingkan dengan yang diterima oleh
investor dan pemerintah pusat. Hal ini terlihat dari kondisi lingkungan sekitar
yang masih miskin dan kurangnya perhatian pada pendidikan, kesehatan, dan
kesejahteraan masyarakat sekitar pulau.

5.6. Pernukirnan Penduduk di Gili Trawangan


Sampai saat ini, penduduk di Gili Trawangan masih menempati rumah
dengan bangunan ciri khas mereka yang masih sederhana. Terdapat perbedaan
yang mencolok antara bangunan hotel-hotel yang cukup mewah dengan mat-
rumah penduduk asli. Umumnya penduduk tinggal di belakang pulau (hotel-hotel
berada di depan pulau) untuk mendukung mata pencaharian mereka dalam
mengembangkan pariwisata di Gili Trawangan. Sebagian dari mereka juga
berrnata pencaharian sebagai nelayan.. Rumah-rumah penduduk itu tidak banyak
dan menyebar di belakang pulau dan sayangnya pemukiman itu terlihat kurang
terawat.

5.7. Keadaan Lingkungan di Gili Trawangan


Keadaan terakhir (tahun 2003) di Gili Trawangan sudah berbeda dari
beberapa tahun silam. Selain disebabkan oleh karena pendirian hotel dan
bangunan yang melebihi kapasitas. Hal lain yang menyebabkan kemsakan
lingkungan adalah faktor alam dan penduduk sekitar. Saat ini diperkirakan
t e m b u karang sudah rusak dan sejumlah spesies telah berkurang. Padahal
pariwisata di tempat itu berkemhang oleh karena alamnya (khususnya pantai dan
tenunbu karang).
Jika alam dieksploitasi secara terus-menerus tanpa memperhatikan daya
dukung lingkungan maka di masa yang akan datang pariwisata tidak dapat
berkembang lagi. Atau dengan kata lain pembangunan yang terjadi di Gili
Trawangan hanya bersifat sementara dan tidak dalam k u waktu yang panjang.
Karena itulah pembangunan yang semestinya dilaksanakan di Gili Trawangan
harus melihat pada kebutuhan utarnanya, yaitu bagaimana pembangunan tersebut
dilakukan sebagai pembangunan lingkungan. Sehingga yang harus diperhatikan
adalah pengembangan pariwisata Gili Trawangan sebagai pembangunan
berkelanjutan.
Sampai saat ini kerusakan lingkungan yang tejadi disebabkan oleh empat
faktor, yaitu:
a. Kerusakan yang Disebabkan oleh Faktor Alam
Faktor alam yang menyebabkan rusaknya lingkungan adalah erosi. Erosi
dapat membawa lumpur dan kemudian mengendap dan menimbulkan kerusakan
pada terumbu karang. Erosi ini juga tejadi akibat penggunaan lahan yang salah
dan penebangan pohon-pohon di sekitar pantai.
b. Kerusakan yang Disebabkan oleh Penduduk Sekitar
Penangkapan ikan yang tidak terkontrol (melebihi batas) menyebabkan
rusaknya terumbu karang. Penangkapan ikan yang telah dilakukan adalah dengan
bom, potassium, jaring, dan lain-lain. Motivasi dari penangkapan ikan ini adalah
untuk mendapatkan ikan (sebagian besar ikan hias) yang biasanya diekspor ke luar
negeri karena memiliki spesies yang berbeda dengan negara lain, terutama ke
Jepang. Akibat dari penangkapan ikan ini adalah rusaknya terumbu karang dan
diperkirakan 11,5 juta ekor telah mati selama setahun. Terumbu karang yang
rusak menyebabkan pecahan karang yang tersebar di sekitar pantai Gili
Trau-angan. Pecahan karang ini demikian banyaknya hingga memenuhi seluruh
pantai.
c. Kerusakan yang Disebabkan oleh Pembangunan Hotel dan Restoran
Pembangunan hotel yang besar menyalahi konsep pembangunan yang
bertitik tolak pada daya dukung pulau. Tetapi pembangunan ini terus-menerus
dilakukan dan hotel yang dibangun pun semakin banyak dengan failitas-failitas
pendukungnya. Hal inilah yang menyebabkan rusaknya lingkungan karena pulau
tidak mampu mendukung pembangunan hotel-hotel yang besar.

5.8. Keadaan Sosial dan Ekonomi di Gili Trawangan


5.8.1. Gambaran Umum
Keadaan sosial dan ekonomi di setiap gili dan pelabuhannya terlihat sangat
kurang diperhatikan. Pelabuhan Tanjung Sire penuh dengan penduduk sekitar
yang mencoba mencari nafkah melalui menawarkan jasa perahu dan cidomo.
Karena kurang terkontrol dan tidak teratur, menjadikan pelabuhan tersebut
terkesan kotor. Sejunllah anak-anak pantai mencoba mencari nakah dengan
bejualan topi, kalung dan aksesoris laut, atau mencuci kaki, bahkan bergerombol
mengikuti wisatawan untuk meminta uang.
Hal yang ironis tejadi di setiap gili yang terlihat sangat kaya itu (dengan
potensi keindahan alam terumbu karang), tidaklah mendukung masyarakat
sekitarnya untuk menikmati manfaat tersebut. Sehamsnya saat ini potensi
penduduk juga dikembangkan untuk mendukung pembangunan pulau itu. Jika
melihat keadaannya sampai saat ini, dapat dipastikan bahwa keuntungan dari
pengembangan pariwisata ini mengalir hanya kepada investor dan pemerintah
pusat. Mungkin masyarakat sekitar gili hanya sedikit sekali menerima kucuran
dana dari keuntungan pariviisata tersebut.
Sebenarnya Gili Trawangan adalah pulau yang terkenal sangat kaya. Ia
memiliki nilai jual yang sangat tinggi untuk pariwisata meIalui terumbu
karangnya. Sayangnya beberapa investor melihat ha1 ini sebagai peluang bisnis
bagi dirinya. Penduduk sekitar yang sehamsnya memiiiki pulau tersebut hanya
dianggap sebagai pelengkap untuk menunjang kebutuhan pariwisata lainnya.
Perbedaan yang nyata dapat dilihat di Gili Trawangan. Hotel-hotel,
restoran, dan cottages yang cukup mewah menjadi pemandangan utarna di pulau
ini. Ditarnbah dengan \visatawan yang sebagian besar adalah wisatawan asing,
menjadikan pulau tersebut ~erlihatsangat kaya. Tetapi apabila ditelusuri lebih
lanjut, penduduk sekitar adalah masyarakat yang sangat miskin. Pekejaan mereka
adalah sebagai nelayan, nahkoda perahu sampan. kusir cidomo, penyewa alat-alat
menyelam, dll. Fasilitas kesehatan dan pendidikan tidak ada di Gili Trawangan.
Fasilitas untuk ketiga pulau itu hanya terdapat di Gili Air.
Masyarakat setempat hanya menikmati sebagian kecil dari pengembangan
pariwisata di Gili Trawangan, padahal mereka-lah yang seharusnya mernperoleh
tempat utarna untuk pengembangan pariwisata ini. Sampai saat ini, jika dilihat
dari kondisi yang ada, maka pembinaan dan pendidikan untuk penduduk dianggap
masih kurang.

5.8.2. Kependudukan
Penyebaran penduduk di desa Gili Indah tidak merata, penduduk yang
terbanyak terdapat di dusun Gili Air sedangkan yang paling sedikit adalah
penduduk di dusun Gili Meno. Berdasarkan data di kantor desa, jumlah penduduk
desa Gili Indah sampai dengan bulan Januari 2004 adalah 2.897 orang. Adapun
rincian lengkapnya seperti pada Tabel di bawah ini.

Tabel 5 Jumlah Penduduk Desa Gili lndah Sampai Dengan Bulan Januari 2004.
Jumlah Jiwa
Jumlah
Dusun WNI WNA Total
KK
L P L P
Gili Air 350 638 650 5 6 1299
Gili Meno 125 262 231 1 1 456
Gili Trawangan 230 565 526 5 7 1103
Total 705 1465 1407 11 14 2897
Sunzber: BKXDA NTB (2004)

Dari tabel 5 di atas menunjukkan bahwa secara keseluruhan penduduk


desa Gili Indah bejumlah 1.476 jiwa laki-laki dan 1.421 jiwa perempuan.
Sedangkan jumlah kepala keluarganya adalah 705 KK. Yang cukup menarik
untuk dicatat pula adalah keberadaan WNA di ketiga gili ini. Seperti ditunjukkan
dalam tabel di atas, di Gili Air ada 1 1 orang WNA. Gili Meno 2 orang dan di Gili
Trawangan 12 orang.

5.8.3. Mata Pencaharian


Mata pencaharian yang paling dominan saat ini adalah kegiatan di bidang
atau berkaitan dengan pariwisata seperti transportasi, akomodasi penginapan, caf6,
w m g dan kegiatan usaha jasa pariwisata laimya. Setelah itu yang cukup banyak
pula adalah petani rumput laut. Sebagian laimya juga berusaha di bidang
pertanian khususnya kebun kelapa. Sedangkan yang menjadi nelayan kini
jumlahnya semakin berkurang. Adapun rincian mata pencaharian penduduk di
desa Gili Indah dapat dilihat seperti pada Tabel 6 berikut.

Tabel 6 Mata Pencaharian Penduduk Desa Gili Indah.


No Mata I'encaharian Jurnlah l'cnduduk (orang)
1. Petani 641
2. Swasta 532
3. Nelayan 242
4. Jasa Pariwisata 234
5. Wiraswasta 123
6. Pertukangan 64
7. Buruh 63
8. Pegawai Negeri Sipil (PNS) 22
Sumber: BKSDA NTB (2004)

5.8.3. Pendidikan
Dari segi pendidikan masing-masing gili sudah terdapat sebuah sekolah
dasar (SD) dan tidak ada sekolah lanjutan. Jika ingin menemskan sekolah ke
sekolah lanjutan hams kedaratan pulau Lombok. Rincian tingkat pendidikan
penduduk menurut pendidikan seperti pada Tabel 7 di bawah ini.

Tabel 7 Jumlah Penduduk Desa Gili Indah Berdasarkan Tingkat Pendidiian.


No Tingkat Pendidikan Jumlah Penduduk (orang)
A. Pendidikan Umum
1. Taman Kanak-kanak 68
2. Sekolah Dasar 979
3. . SLTP 582
4. SLTA 285
5. Akademi 22
6. Satjana 3
B. Pendidikan Khusus
1. Pendidikan Pesantren 41
2. Pendidikan Keagarnaan 18
3. Lain-lain 6
Sumber: BKSDA NTB (2004)
BAB VI PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI
GILI INDAH

6.1. Gambaran Umum


Nusa Tenggara Barat (NTB) merupakan salah satu gugusan kepulauan
sunda kecil yang meliputi pulau Lombok (4.738,7 km2) dan Pulau Sumbawa
(15.414,45 km2). NTB terletak antara propinsi Bali dan Nusa Tenggara Timur.
Pulau Lombok terdiri dari kabupaten Lombok Barat, Lombok Tengah dan
Lornbok Timur, sedangkan Pulau Sumbawa dibagi kabupaten Sumbawa Besar,
Dompu dan Bima.
NTB didiami 3.707.700 jiwa yang menyebar di Pulau Lombok dan
Surnbawa. Meski luasnya hanya 30% dari daratan NTB, Lombok menanlpung
70% (2.631.500 jiwa) penduduk NTB, sisanya (1.076.200 jiwa) bermukim di
Sumbawa. Masyarakat NTB dibagi ke dalam tiga kelompok etnis ash. Kelompok
etnis Lombok didominasi oleh masyarakat Sasak dan dua kelompok etnis lainnya
di Sumbawa, yaitu Tau Samawa di kabupaten Sumbawa Besar dan Dou Mbojo di
kabupaten Dompu dan Bima. Sedangkan kelompok etnis minoritas lainnya adalah
suku Bugis, Makasar, Jawa, dan Bali.
Gili Trawangan merupakan sebuah pulau kecil yang banyak dikunjungi
turis mancanegara atau sebagai tempat rekreasi sehari-hari bagi wisatawan
domestik. Pulau yang puluhan tahun lalu nyaris tidak dikenal masyarakat Lombok
tiba-tiba populer. Gili Trawangan menyimpan pesona paduan alam yang menarik.
Paling tidak bisa diukur dari ramainya kunjungan wisatawan ke pulau ini. Pulau
dengan bibir pantai berpasir putih dan dipoles dengan pantai yang jernih
menjadikan pulau ini menjadi objek primadona pariwisata Nusa Tenggara Barat
(NTB) bersanding dengan dua pulau kecil tetangganya, Gili Meno dan Gili Air.
Dalam catatan pengalaman Sudarsono (2000), keistimewaan ini
mendorong Pemerintah Daerah Lombok Barat menjadikan Gili Trawangan dan
dua pulau tetangganya, Gili Meno dan Gili Air, sebagai desa Gili Indah yang
sebelumnya secara administratif temasuk wilayah Desa Pemenang Barat,
kecamatan Tanjung Lombok Barat. Padahal penduduk tiga pulau mungil ini tidak
mencapai 4.000 jiwa. Sementara ukuran sebuah desa minimal memiliki penduduk
5.000 jiwa. Sebagai keistimewaan tersendiri bagi Desa Gili Indah, karena sebagai
tujuan wisata terkemuka. Untuk mencapai pulau ini kita dapat menempuh dengan
angkutan umum dari dari ibu kota propinsi, Mataram, menuju pelabuhan wisata
Bangsal selama 35 menit. Dari pelabuhan Bangsal, Gili Trawangan dapat dicapai
dengan perahu bercadik selama kurang lebih 45 menit.
Gili Trawangan merupakan pulau kecil terletak di belahan Lombok Utara
yang luasnya sekitar 320 ha dengan lingkar pulau seluas sekitar 10 km. Topografi
Gili Trawangan merupakan daerah pantai dengan kemiringan 0 - 20 %, dataran
rendah 0 - 5 m dan perbukitan 0 - 70 % dpl. Gili Trawangan berada pada 115
derajat. 46' -1 16 derajat Bujur Timur dan 80 derajat. 12' - 8 derajat. 55' Lintang
Selatan.
Di samping untuk lahan usaha pariwisata, penduduk memanfaatkan lahan
untuk pemukiman dan ladang. Sebagian lagi merupakan lahan perkebunan kelapa
yang mulai ditanam sekitar tahun 1970-an. Namun demikian tidak sedikit lahan
yang ditelantarkan dan ditumbuhi ilalang dan semak, terutama bagian barat dan
utara pulau yang sampai saat ini belum dimanfaatkan sebagai lahan usaha.
Fegetasi pertanian yang ditanam di Gili Trawangan antara lain jagung, ketela
pohon, sayuran, dan tanaman palawija lainnya.

6.2. Rezim BKSDA NTB


Balai Konsemasi Sumberdaya Alam Provinsi Nusa Tenggara Barat
(BKSDA NTB) merupakan lembaga khusus yang melaksanakan program
konservasi di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Secara struktural, lembaga ini berada
di bawah Departemen Kehutanan Republik Indonesia. Dalam pelaksanaannya,
lembaga ini berkoordinasi dengan pemerintah daerah setempat. Begitu juga
dengan BKSDA yang ada di provinsi yang lain di seluruh wilayah Republik
Indonesia. Khusus untuk di Provinsi NTB. salah satu lokasi program konservasi
adalah di Desa Gili Indah. Kecamatan Tanjung Kabupaten Lombok Barat,
Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Desa Gili Indah terdiri dari tiga pulau kecil yaitu Gili Meno, Gili Air dan
Gili Trawangan. Secara administrafit, masing-masing pulau terdapat satu dusun
yang dikepalai oleh kepala dusun (kadus). Kawasan ini juga disebut dengan
sebutan Gili Matra yaitu singkatan dari Gili Meno, Air, clan Trawangan. Kawasan
ini telah ditunjuk sebagai Taman Wisata Alam Laut (TWAL) berdasarkan Swat
Keputusan Menteri Kehutanan No. 851Kpts-I111993 tanggal 16 Februari 1993
dengan luas kawasan 2.954 hektar. Selanjutnya berdasarkan Surat Keputusan
Menteri Kehutanan No. 99IKpts-1112001 tanggal 15 Maret 2001 kawasan Gili Air,
Meno dan Trawangan ditetapkan menjadi TWAL Gili Matra dengan luas kawasan
2.954 hektar, (BKSDA NTB, 2003)
Dari hasil anaiisa terhadap penentuan jenis kegiatan pemanfaatan ruang di
kawasan Desa Gili Indah, program kegiatan konservasi merupakan menjadi
prioritas pertama, kemudian diikuti dengan program budidaya rumput laut.
Selengkapnya dapat dilihat dari Tabel 8 berikut:

Tabel 8 Jenis Kegiatan Pemanfaatan di Kawasan Konservasi Desa Gili Indah


Jenis Kegiatan Pemanfaatan Bobot Prioritas
Konservasi 0,278 1
Budidaya rumput laut 0,211 2
Wisata pantai 4123 3
Pelabuhan 0,113 4
Akomodasi/pelayanan wisata 0,109 5
Perikanan tangkap 0,088 6
Sumber: Makhul(1999)

Dari Tabel 8 tersebut menunjukkan bahwa kegiatan konservasi bisa


berdampingan dengan kegiatan budidaya rumput laut, pelabuhan, pariwisata dan
perikanan tangkap. Kegiatan konservasi bersifat positif terhadap keempat jenis
kegiatan tersebut. Dengan adanya konservasi terumbu karang yang berfungsi
sebagai penahan gelombang dapat melindungi wilayah daratan yang digunakan
sebagai pelabuhan. Selain itu, keberadaan biota yang langka dan unik akan
terlindungi dan terjaga kelestariannya sehinga dapat dimanfaatkan sebagai obyek
wisata yang menarik terutama diving dan snorkeling. Sedangkan dampak positif
terhadap sektor perikanan tangkap adalah terlindungnya habitat ikan sehingga
kelangsungan surnberdaya ikan dapat terpelihara.
Berkaitan dengan konservasi yang diiakukan di Indonesia, secara umum
pengelolaan kawasan konservasi masih berbasis pada pemerintah pusat
(goverment based management). Pada rezim ini, pemerintah bertindak sebagai
pelaksana mulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga pengawasan. Sedangkan
kelompok-kelompok masyarakat pengguna (user groups) hanya menerima
informasi tentang produk-produk kebijakan dari pemerintah.
Dalam pelaksanaannya pengelolaan berbasis pemerintah pusat ini
memiliki beberapa kelemahan, antara lain: (1) aturan-aturan yang dibuat kurang
terintemalisasi dalam masyarakat sehingga sulit ditegakkan; (2) biaya transaksi
yang harus dikeluarkan untuk pelaksanaan dan pengawasan sangat besar sehingga
menyebabkan lemahnya penegakan hukum.
Awig-awig mempakan pranata atau aturan lokal yang dibuat, dilaksanakan
dan ditaati bersama, dilakukan oleh masyarakat setempat secara bersama, untuk
mengatur hubungan antara masyarakat dengan masyarakat, masyarakat dengan
alam dan masyarakat dengan pencipta.
Umumnya, kawasan konservasi tidak boleh dijamah oleh manusia dengan
tujuan supaya biota yang ada didalamnya tidak terganggu. Akan tetapi, karena
kawasan ini merupakan kawasan wisata yang banyak dikunjungi wisatawan, dan
tanah di kawasan ini sudah berstatus hak milik pribadi @rivate property right),
maka solusi untuk menjembatani konservasi adalah dengan pembagian wilayah
atau zonasi. Saat ini, kawasan ini dibagi menjadi enarn zona berdasarkan pada
peruntukannya. Misalnya zona A hanya diperbolehkan untuk wisata scuba diving
(menyelam) dan snorkling saja. Begitu juga dengan tempat pendaratan kapal
nelayan, mereka sudah disiapkan tempat khusus agar sewaktu nelayan membuang
jangkar, tidak merusak terumbu karang disekitarnya.

Gambar 6 Peta Zonasi Kawasan Konservasi Desa Gili Indah (Safria. A., et. a1
2006)
Sebelum suatu kawasan ditetapkan sebagai kawasan konservasi, ada
beberapa tahapan yang harus dilakukan antara lain: Survey potensi bawah laut
seperti species ikan serta potensi laimya yang ada di bawah laut. Survey ini
dilakukan selama 10 hari oleh 2 grup, dimana masing-masing grup terdiri dari 4
orang. Setelah dilakukan survey, kemudian dilakukan penataan blog atau batas-
batas kawasan yang akan dijadikan kawasan konservasi. Hal ini berkaitan dengan
lahan milik masyarakat di sekitamya.
Setelah melalui semua tahapan persiapan, kemudian dikeluarkan Swat
Keputusan (SK) Menteri mengenai Penunjukan sebagai kawasan konservasi. SK
ini keluar setelah diketahui batas-batas (luarldalam) wilayah kawasan konservasi,
termasuk titik referensi yaitu bempa peta penentuan batas sesuai dengan bukti
fisik yang ditandatangani oleh Bupati, KSDA, Menteri Kehutanan melalui Dijen
PHKA, bam kemudian ditetapkan melalui Surat Keputusan (SK) Menteri
mengenai penetapan kawasan sebagai kawasan konservasi.
Selain kegiatan pokok diatas, ada juga kegiatan-kegiatan teknis yang
menunjang program konservasi, seperti pemasangan rambu suar yang berlokasi di
Gili Meno dan Gili Air. Pemasangan rambu suar ini dimaksudkan untuk
keselamatan pelayaran. Dan pemasangan Mouring Buoy (pelampung) secara
teratur pada jarak setiap 100 m pada batas luar kawasan, dan setiap 25 m pada
batas blok. Sedangkan batas kegiatan dapat dilakukan pemasangan pelampung
setiap 15 m untuk areal yang cukup luas atau pelampung tanda yang dapat
dijadikan rambu-rambu untuk melakukan kegiatan, misalnya di daerah
penyelaman dapat dipasang 1 atau 2 pelampung dengan bedera selam di atasnya.
Jumlah pelampung sampai saat ini sebanyak 31 unit. Salah satu tujuannya adalah
agar kapal yang bersandar tidak membuang jangkar ke laut. karena dapat merusak
temmbu karang yang ada didalamnya.
Disamping kegiatan-kegiatan rersebuf masih ada kegiatan-kegiatan
lainnya yang lebih detail dan lebih teknis yang berimplikasi terhadap biaya
konservasi. Inilah kelemahan dalam penelitian ini, mungkin ada komponen
kegiatan yang luput dari valuasi ekonomi, dan kedua nilai yang diberikan dalam
valuasi terlalu tinggi atau sebaliknya. Akan tetapi karena dalam penelitian ini
hanya membandingkan Benefit-Cost antara KSDA dengan masyarakat adat
(Satgas) (tidak untuk mengetahui biaya konservasi secara valid), maka nilai-nilai
valuasi yang diperoleh telah cukup untuk menggambarkan perbedaan antara kedua
lembaga tersebut.
Luas kawasan terumbu karang di Taman Wisata Alam Laut Gili Matra
sekitar 448,7634 Ha. Jenis-jenis terumbu karang yang dominan pada wilayah
pinggiran pantai (< 3 meter) adalah jenis ruble atau patahan karang ha1 ini
disebabkan oleh kegiatan manusia @engeboman, pengambilan karang sebagai
bahan baku kapur) dan kondisi alam (badai Tsunamillanina). Sedangkan pada
perairan dengan kedalaman 3 meter sld 10 meter didominasi oleh 2 jenis karang
yaitu ruble adan soft coral. Dengan jenis antara lain Heliophora Sp, Anthipates Sp,
Montiphora dan Acrophora. Untuk kedalaman lebih dari 10 meter, terumbu
karang yang dominan adalah hard coral. Pada tahun 2003 lalu hingga saat ini,
transpalantasi terumbu karang menggunakan meja beton baru dilakukan di lima
site masing-masing site terdapat 5 meja beton, sehingga jurnlah meja beton
keseluruhan adalah 25 meja.

6.3. Awig-awig Rezim Satgas Gili Indah


Awig-muig mempakan pranata atau aturan lokal yang dibuat, dilaksanakan
dan diataati bersama dilakukan oleh masyarakat setempat secara bersama, untuk
mengatur hubungan antar manusia, masyarakat dengan masyarkat, masyarakat
dengan alam dan masyarakat dengan pencipta dan karena lahir atas kesepakatan
bersama maka Awig-awig pada hakekatnya adalah aturan lokal yang merupakan
hak untuk mengatur lingkungannya sendiri dan merupakan aturanlkesepakatan
yang dibuat dan dijalankan bersama.
Di Desa Gili Indah Kecamatan Tanjung Kabupaten Lombok Barat, Nusa
Tenggara Barat telah membuat sebuah Keputusan Xomor 12iPem.1.1 .'06!1998
tentang Awig-wig Pemeliharaan dan Pengelolaan Ekosistem Terurnbu Karang.
Pembuatan Awig-wig ini dilaksanakan oleh Pengurus Kelompok Pelenarian
Lingkungan Terurnbu Karang (KPLTK). Di desa ini terdapat 3 KPLTK yang
mewakili tiga dusun.
Keputusan ini berbentuk formal seperti bentuk-bentuk surat keputusan
yang biasa dipakai oleh pemerintah. Bagian menimbang yang berisi keadaan
potensi pesisir dan laut serta kepedulian akan kondisinya yang terancam
kerusakan. Bagian mengingat berisi berbagai undang-undang dan peraturan
tentang pengarutan pemanfaatan dan pelestarian SDA. Bagian memutuskan berisi
penetapan untuk mengeluarkan awig-awig desa yang terdiri dari 19 bab dan 33
pasal, yaitu Ketentuan Umum, Zonasi Dusun Gili Air, Zonasi Dusun Gili Meno,
Zonasi dusun Gili Trawangan, Koleksi Biota Laut, Budidaya Mutiara,
Kelembagaan dan Sumber Dana Pengelolaan, Sangsi, Ketentuan Peralihan, dan
Penutup.
Dokumen ini ditandatangani oleh Wakil (Lembaga Masyarakat
Desa;LMD), Sekretaris Desa dan Kepala Desa. Dokumen ini juga ditandangani
oleh Camat Tanjung sebagai yang mengetahui dan disahkan oleh Bupati Lombok
Barat. Dokumen ini dilengkapi dengan sketsa yang bersifat makro yang
menggambarkan letak zona-zona dengan landmarks serta petunjuk mengenai
kegiatan-kegiatan apa yang boleh, boleh dengan izin dan tidak boleh di zona-zona
tersebut.
Namun aturan tersebut dianggap gagal dalam penerapannya. Kemudian
muncul aturan lokal yang baru yang dibuat oleh Lembaga Musyawarah Nelayan
Lombok Utara (LMNLU), tepatnya tanggal 19 Maret 2000 dan kemudian
direvisi/disempurnakan pada tanggal 30-31 Agustus 2004 oleh berbagai
komponen baik nelayan, tokoh masyarakat/tokoh agama, Pemerintah
DesaIKecamatan dan LSM. Aturan ini lahir atas juga karena adanya persoalan-
persoalan yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan.
Aturan formal yang dibuat oleh pemerintah dianggap tidak mampu mengatasi
persoalan-persoalan tersebut akibat dari lemahnya penegakan hukum.
Dalam awig-awig ini memuat tentang pemeliharaan dan pengelolaan
terumbu karang kaitannya dengan pemanfaatan sektor perikanan dan sektor
pariwisata. Dalam awig-awig dijelaskan mengenai zonasi untuk beberapa jenis
pengelolaan kawasan pesisir, yakni zona konservasi, zona pemanfaatan untuk
wisata serta zona pemanfaatan bagi perikanan (Awig-awig Desa Gili Indah.
2001). Diberlakukannya awig-awig di Kabupaten Lombok Barat setelah rusaknya
beberapa kawasan terumbu karang yang karena beberapa ha1 sebagai berikut
(Satria et all, 2002):
(I) Penangkapan ikan dengan menggunakan teknologi yang dapat memsak
lingkungan seperti bom, potasium sianida atau penangkapan ikan secara
destruktif lainnya yang dapar mengancam kelestarian laut.
(2) Pengrusakan laut dengan menggunakan muroami, miniayem dan sejenisnya.
(3) Pengambilan karang untuk bahan kapur dan bangunan yang dilakukan
penduduk setempat maupun pengusaha lainnya yang dapat berpengaruh
negatif bagi ekologi pesisir dan laut
(4) Aktivitas transportasi wisata pantai dan kegiatan penyelaman (diving).

6.4. Proses Pembuatan Zonasi


Pembentukan kelompok masyarakat yang peduli terhadap kelestarian
ter~unbukarang di Desa Gili Indah didirikan pada bulan Febmari 1998 lalu.
Adapun tahap-tahap yang dilalui seperti tahap uji publik/sosialisasi, tahap inisiasi,
diskusi bersama masyarakat di tingkat Desa Gili Indah, diskusi dengan
masyarakat di tingkat kabupaten, dan terakhir adalah pengesahan peraturan
perundangan berbasis masyarakat. Jangka waktu keselumhan dari proses ini
sekitar 6 bulan.
Menurut Bachtiar (2000), pada tahap uji publik/sosialisasi peraturan ini
dilakukan melalui upacara resmi yang melibatkan Bupati Kabupaten Lombok
Barat, dan para pihak yang terkait dengan program pelestarian terumbu karang.
Acara ini sangat penting temtama dalam pengelolaan oleh Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) untuk mendapat dukungan dari masyarakat dan pemerintah
desa setempat. Bagaimanapun, sosialisasi dari program tersebut mempakan
bagian dari team COREMAP yang harus dilakukan kepada masyarakat. Termasuk
bagiamana memberikan kompensasi kepada masyarakat yang melakukan
penangkapan ikan dengan cara destruktif. Dalam pertemuan selanjutnya,
perjanjian ini selalu didiskusikan supaya tidak tejadi kesalahpahaman
dikemudian hari.
Tahap inisiasi adalah tahapan dimana masyarakat yang termotivasi untuk
t m t berpartisipasi dalam perencanaan pengelolaan tenunbu karang. Sebuah tim
dari universitas Mataram mengunjungi pulau ini dan bertemu dengan beberapa
stake holder. Dalam pertemuan ini dihadiri oleh para nelayan dan beberapa orang
dari para wisatawan. Namun dalam pertemuan ini tidak menghasilkan output yang
jelas, karena kepedulian dari para wisatawan yang sangat kecil. Akhimya
pertemuan ini dianggap gaga1 dalam mendapatkan respon yang positif dalam
pengelolaan terumbu karang.
Para nelayan yang menghadiri pertemuan untuk rnengurangi penangkapan
ikan dengan cara destruktif. Mereka bersedia menghentikan aktivitasnya
menangkap ikan dengan cara merusak ini asalkan mereka diberikan kompensasi
sebagai ganti mgi pendapatan mereka yang hilang. Akhimya kesepakatan antara
pengelola proyek COREMAP dengan para nelayan disepakati. Namun nilai
kompensasi yang diminta oleh para nelayan dianggap oleh pihak COREMAP
terlalu tinggi,
Dalam tahap ini, rencana pengelolaan sementara {tentative management
plurflMP) telah ditangani oleh para stakeholder, khususnya oleh para nelayan
yang mempunyai pemahaman lebih. Terdapat sekitar 45 kelompok masyarakat
yang menerima rencapa pengelolaan sementara ini (TMP). Mereka diataranya
adalah nelayan, petani rumput laut, pengusaha diving, dan para pengusaha
penginapan, restoran, dan transportasi. Dalam TMP yang rendana akan diterapkan
ini, para stakeholder ini telah diminta untuk memberikan komentar atau
pendapatnya mengenai draft rencana untuk menggambarkan wilayah (zona) yang
dibutuhkan. Zonasi ini pusat dari rencana pengelolaan terumbu karang. Dalam
ksempatan ini diperkirakan semua stakeholder mengemukanan keinginannya atau
pandangannya mengenai rencana zonasi ini. Yang mengejutkan adalah hanya satu
kelompok masyarakat yang menginginkan zonasi. Tidak banyak komentar
mengenai Th4F' ini, pertemuan selanjutnya dilakukan secara lebih khusus dalam
pertemuan rencana zonasi.
Berdasarkan Rencana Pengelolaan Taman \Xiisata .&lam Gili In&& Tahun
1997,'1998, pembagian blok pada ka;alvasan T\I'.AL Gili Indah ditata ke dalam dua
blok, yairu blok perlindungan dan blok pemanfaaran. Blok perlindungan secara
khusus diperlakukan untuk kepentingan perlindungan flora-fauna maupun
ekosistem sehingga tidak diperkenankan adanya pengembangan fisik, kecuali
fasilitas untuk monitoring dan pengamanan kawasan perlindungan. Fungsi pokok
dari blok perlindungan adalah untuk melindungi keanekaragaman populasi flora
dan fauna berikut habitatnya, serta potensi pantai dan lingkungan pesisir. Daerah
ini diperlukan juga untuk kepentingan rehabilitasi dan pemulihan kawasan yang
telah mengalami kerusakan akibat tekanan dari masyarakat dan pengunjung untuk
perbaikan.
Blok pemanfaatan merupakan daerah yang dapat dimanfaatkan secara
optimal untuk pengembangan pariwisata dengan memperhatikan aspek-aspek
kelestarian sumberdaya yang ada. Kriteria potensi sumberdaya alam dan kondisi
lingkungan me~pt3kan prioritas utarna dalam menentukan areal blok
pemanfaatan. Secara umum, kriteria keanekaragaman flora dan fauna berikut
kondisi habitat di blok pemanfaatan relatif lebih rendah daripada di blok
perlindungan. Potensi sumberdaya alam di blok pemanfaatan lebih diproyeksikan
untuk kepentingan masyarakat dan pembangunan daerahlnasional. Oleh karena itu
faktor potensi dan peluang sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan nlerupakan
ha1 yang dipertimbangkan dalam menentukan wilayah blok pemanfaatan.
Penentuan blok didasarkan pada analisis kriteria dan potensi yang memperhatikan
daya tarik (potensi kawasan) dan unsur penunjang.
Berdasarkan kriteria yang diuraikan di atas, pembagian blok dapat
ditentukan sebagai berikut:
1) Blok perlindungan: Kriteria yang diperhatikan adalah tingkat bahaya yang
tinggi, keanekaragaman dan penutupan terumbu karang yang paling baik,
keanekaragaman ikan karang yang relatiif masih baik, keunikan
biotaltenunbu karang, mangrove dan biota laimya, pendaratan penyu.
Lokasi: pantai dan perairan laut bagian utara dan barat Gili Trawangan dan
bagian utara dan selatan Gili Meno serta Danau Meno: dan bagian barat dan
utara Gili Air.
2) Blok pemanfaatan: kriteria yang diperhatikan adalah tingkat bahaya yang
rendah, aksesibilitas yang baik, potensi sumberdaya hayati tinggi untuk
dimanfaatkan, areal budidaya rumput laut, akTi\itas penduduk, faktor
penunjang laimya seperti air jemih, pasir putih untuk bejemur, air tenang
untuk snorkling dan diving, ombak yang tinggi untuk selancar. Lokasi: Pantai
dan perairan laut bagian barat, timur dan selatan Gili Trawangan dan Gili
Meno dan sebagian besar Gili Air (daerah selain blok perlindungan).
Areal yang diperbolehkan untuk pembangunan sarima dan prasarana di
TWAL Gili Indah termasuk Gili Trawangan adalah maksimum 10% dari luas
blok pemanfaatan di ketiga gili. Hal ini sesuai dengan ketentuan PP 18 tahun
1994 tentang pengusahaan pariwisata alam di Zona Pemanfaatan Taman
Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam. Pembangunan sarana
dan prasarana di blok pemanfaatan adalah di luar daratan ketiga gili tersebut,
karena status kawasan konsemasi TWAL Gili Indah mencakup perairannya
saja, (Thisriani, 2002).

6.5. Pemuda Sagtas Desa Gili Indah


Satuan Tugas atau Satgas Desa Gili Indah merupakan salah satu anggota
dari Lembaga Musawarah Nelayan Lombok Utara (LMNLU). Lembaga ini
memiliki peranan yang sangat besar dalam terbentuknya LMNLU yang ada saat
ini. Kelahiran lembaga ini lebih disebabkan karena kepentingan masyarakat
setempat atas manfaat terumbu karang sebagai salah satu obyek wisata alarn laut.
Lembaga ini juga muncul akibat kerusakan terumbu karang akibat penangkapan
ikan dengan potasium atau bahan peledak laimya. Terumbu karang yang menjadi
daya tarik wisatawan asing menjadi berkurang, menyebabkan pendapatan
masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari sektor pariwisata di Gili Indah
menurun. Keresahan masyarakat ini direspon oleh sekelompok pemuda desa Gili
Indah untuk melakukan suatu tindakan untuk mencegah kerusakan terumbu
karang yang lebih parah. Akhimya mereka membentuk front yang disebut Front
Satuan Tugas Gili Indah (Satgas Gili Indah).
Desa Gili Indah sendiri merupakan salah satu desa yang ada di Kecamatan
Pemenang Kabupaten Lombuk Barat bagian utara. Kawasan ini merupakan salab
satu tujuan daerah wisata yang merupakan andalan untuk peningkatan pendapatan
asli daerah (PAD) khususnya Pemda Lombok Barat. Sumber daya alam yang
terdapat di Desa Gili Indah yang merupakan daya tarik tersendiri bagi wisatawan
mancanegara maupun Nusantara adalah keindahan terumbu karang yang terkenal
dengan sebutan karang biru (Blue coral) serta keanekaragman ikan hiaslikan
kamng yang menjadi daya tarik wisatawan. Disarnping sumberdaya alam tersebut
terdapat pula jenis biota laut yang langka seperti Kim% Akar bahar, Kepala
kambing, Tritin Terompet, Penyu belimbing, penyu Sisik, Penyu Hijau dan masih
banyak jenis lainnya yang membentuk dirinya dalam suatu ekosistem laut
sekaligus merupakan surnber plasmanuftah yang pada hakekatnya merupakan
sumber daya alam yang dapat meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat
khususnya masyarakat disekitar kawasan laut Desa Gili Indah dan masyarakat lain
pada umumnya.
Pemuda Satgas Gili IndaIl merupakan salah satu komponen masyarakat
yang terlibat dalam program konservasi di Desa Gili Indah. Sebagian besar dari
mereka adalah para pengusaha pariwisata yang memperoleh manfaat dari
keberadaan sumberdaya di kawasan konservasi. Kesadaran akan pentingnya arti
pelestarian sunlber daya alam tersebut, khususnya terumbu karang yang terdapat
di wilayah Taman Wisata Alam Laut Gili Indah menyebabkan mereka turut ambil
bagian dalam program ini. Kegiatan ini sejalan dengan program konservasi yang
dilakukan oleh pemerintah melalui Badan Konservasi Sumberdaya Slam (KSDA)
Nusa Tenggara Barat, sebagai instansi pemerintah yang mengelola Taman Wisata
Alam Laut di wilayah Desa Gili Indah.
Berdasarkan berbagai pertimbangan tersebut, maka sekelompok pemuda
tersebut membentuk yayasan yang memberikan perhatian khusus terhadap usaha
pelestarian terumbu karang. Berdasarkan hasil musawarah pemuda Desa Gili
Indah tanggal 16 Januari 2000 bertempat di Dusun Gili Trawangan, disepakati
untuk membentuk Yayasan Front Pemuda Satgas Gili yang kepengurusannya
tersusun sebagai berikut :
Pelindung Penasihat : Kepala Desa Gili Indah
Kepala Dusun di Tiga Gili
Pembina : Petugas KSDA pos TWAL Gili Indah
Ketua : Usman Ali
Wakil Ketua : Raisman Purnawadi
Sehetaris : Acok Zanibasok

Bendahara : Sokding.
Sumber anggaran operasional dari Front Pemuda Satgas Gili adalah
partisipasi dari unsur rnasyarakat, baik para pengusaha, perorangan, Lernbaga
Swadaya Masyarakat (LSM) maupun pemerintah yang men& perhatian
terhadap usaha pelestarian tenunbu karang. Dengan dana tersebut diharapkan
upaya pelestarian terumbu karang dapat diwujudkan, sehingga sumberdaya alam
menjadi lestari dan kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan Desa Gili Indah
menjadi lebih baik di masa kini dan masa yang akan datang.
Lembaga ini kemudian diperkuat dengan aturan-aturan lokal yang dibuat
bersama dengan masyarakat setempat. Pranata hukum adat ini disebut dengan
awig-awig yang antara lain berisi sebagai berikut:
1. Apabila ditemukan dan terbukti ada oknum yang melakukan pengeboman dan
pernotasan serta pangkapan ikan dengan menggunakan bahan beracun Iainnya
diharuskan membuat swat pernyataan tidak akan mengulangi perbuatan
tersebut serta dibebani denda uang maksimal Rp.10.000.000,- (Sepuluh Juta
Rupiah) untuk kemudian di lepas kembali.
2. Apabila oknum tersebut untuk kedua kalinya terbukti melakukan perbuatan itu
lagi, dilakukan pengemsakan/pembakaran terhadap alat serta sarana yang
dipergunakan dalam kegiatannya.
3. Apabila setelah dikenakan sanksi pada poin pertama dan kedua tersebut diatas
oknum tersebut masih dilakukan kegiatannya dan terbukti, maka kelompok
nelayan akan menghakirninya dengan pemukulan masal tidak sampai mati.
Dari hasil analisa SWOT dampak penerapan wig-awig terhadap tingkat
kesejahteraan nelayan dapat digolongkan ke dalam faktor eksternal (peluang dan
ancaman) atau dikatakan dampak langsung, dan faktor internal (kekuatan dan
kelemahan) atau dikatakan sebagai dampak tidak langsung. Kedua faktor tersebut
memberikan dampak positif yang berasal dari peluang dan kekuatan, dan dampak
negatif yang berasal dari ancaman dan kelemahan.
Dengan menggunakan matrik dapat diberikan bobot dan skor pada
parameter yang telah ditentukan. sehingga diperoleh nilai. Nilai ini akan
mernberikan kesimpulan tentang efektifitas ekonomi penerapan awig-awig
terhadap pembahan ringkat kesejahteraan nelayan. .4nalisa ini didasarkan pada
logika yang dapat memaksimalkan kekuatan istrettgtlts) dan peluang
(opportunities) suatu kegiatan. Namun secara bersamaan dapat meminirnalkan
kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats). Analisa ini dikatakan analisis
situasi.
Hasil penelitian Satria et. A/. (2005) rnenyatakan bahwa kesuksesan
Awig-awig yang diterapkan dalam sistem community base management masih
dipertanyakan. Kegagalan awig-awig dalam rnengatasi konflik antar stake holder
dalam pengalokasian sumberdaya pesisir di Desa Gili Indah. Masalah hak
pelnanfaatan dan hak rnengelola antar rnasyarakat masih sulit definisikan.
Kekuatan hak kepemilikan rnasih sulit dalam penerapan community base
nzanage~izenf, khususnya dalam keanekaragaman sumberdaya seperti di Gili
Indah.
Faktor yang mempenganthi lemahnya awig-awig di Gili Indah adalah
karena dibuat tanpa rnernperhatikan aspirasi dari rnasyarakat setempat.
Ketidakadilan antara pihak pengusaha dengan rnasyarakat nelayan disekitarnya
tidak dipertimbangkan.

6.6. Ruang Lingkup Kelembagaan Adat


Lembaga adat n~ernilikiperanan yang sangat strategis dalam pengelolaan
surnberdaya alam. Terlebih lagi ketika lernbaga formal tidak rnampu
melakukannya dengan efisien dan optimal. Maka masyarakat yang rnenyadari
akan arti pentingnya kelestarian sunlberdaya alam untuk kehidupan rnereka, akan
mengambit tindakan sendiri untuk rnengamankan sumberdaya tersebut.
Seperti yang dilakukan oleh masyarakat nelayan di Kabupaten Lombok
Barat, rnereka pemah merasakan masa-rnasa kritis atas ketersediaan sumberdaya
ikan disekitarnya. Kelangkaan ini disebabkan karena eksploitasi yang berlebiian
oleh oknurn-oknum nelayan sendiri dan dengan cara rnemsak lingkungan.
Akibatnya hasil tangkapan rnenurun drastis setelah terumbu karang yang
berfungsi sebagai ternpat ikan-ikan berkernbang biak rusak. Menyadari akan
dampak kedepan dari aktivitas ini, kernudian rnereka yang rnenggantungkan
hidupnya dari h a i l tangkapan ikan di laut dan terumbu karang untuk wisata
bertekad untuk rnenidak siapapun yang melakukan penangkapan ikan dengan
rnemsak tenunbu karang. Sehingga kepunahan sumberdaya ikan di rnasa
mendatang bisa di atasi.
Saat ini terdapat 32 kelompok nelayan yang terdapat di setiap kecamatan
di Kabupaten Lornbok Barat bagian Utara, ditambah satu kelompok Satuan Tugas
(Satgas) Desa Gili Indah. Mereka adalah kelompok-kelompok nelayan yang
punya komitmen kuat secara bersama untuk melindungi sumberdaya yang ada di
sekitar laut tempat mereka menangkap ikan. Sebelumnya kelompok-kelompok ini
rnasih besifat sporadis dan berjalan sendiri-sendiri. Namun dalam pejalannya,
mereka menyadari bahwa bertindak dengan sendiri-sendiri tidak memberikan
hasil yang signifikan. Kemudian rnereka melakukan konsolidasi untuk
rnembentuk wadah bersama yang lebih besar lengkap dengan perangkat
aturannya. Sehingga pada tanggal 17 April tahun 2000, kelompok-kelompok
nelayan ini mendeklarasikan dirinya bergabung dalanl wadah yang disebut dengan
Lembaga Musawarah Nelayan Lombok Utara (LMNLU).
Sebelum awig-awig tentang pengelolaan surnberdaya perikanan yang saat
ini dikelola oleh LMNLU atau seje~snya terbentuk. Pemah ada model
pengelolaan sumberdaya terumbu karang berbasis masyarakat yang disebut
dengan awig-awig Desa Gili Indah yamg ditetapkan melalui keputusan Kepala
Desa, serta ditandatangani oleh Bupati Lombok Barat. Namun tidak bisa berjalan
efektif dan optimal. Dalam awig-awig ini cakupannya lebih luas seperti mengatur
pembagian wilayah dengan masing-masing peruntukannya (zonasi), larangan-
larangan, dan sanksi-sanksi ekonomi berupa denda. Akan tetapi awig-awig ini
tidak jalan sebagiamana diharapkan karena oleh masyarakat dan pengusaha wisata
setempat dianggap terlalu rumit. Disamping itu, sebagian rnasyarakat dan
pengusaha wisata juga tidak terlibat dalam pembentukan awig-awig tersebut
sehingga rnasyarakat kesulitan mencema makna dalam awig-awig tersebut.
Akan tetapi karena pengeboman ikan yang menyebabkan rusaknya
terumbu karang sebagai obyek utama pariwisata tetap marak. Masyarakat
setempat yang berkepentingan terhadap kelestarian terumbu karang kernudian
berinisiatif untuk melindungi terurnbu karang secara bersama-sama dengan cara
melakukan patroli laut dan menangkap setiap o h u m yang rnelakukan
pengeboman ikan. Untuk meligitimasi tindakan ini, mereka bersepakat untuk
rnembuat aturan tersendiri yang berlaku terbatas di kawasan Gili Indah. Setelah
rnereka sepakat, kemudian mereka membentuk lembaga yang disebut dengan
Satgas (Satuan Tugas) Gili Indah. Terbentuknya Sagtas ini tidak terlepas dari
dukungan petugas Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Provinsi Nusa
Tenggara Barat karena mereka merniliki tujuan yang sama.
Setelah Satgas ini terbentuk, lengkap dengan perangkat aturannya.
Kemudian oleh kelompok nelayan di empat kecarnatan di Lombok Barat bagian
utara tergugah untuk me~nbentuklembaga yang sejenis dengan tujuan yang lebih
luas. Tidak hanya melindungi terumbu karang sebagai tempat pemijahan ikan,
juga mencakup pembagian wilayah penangkapan berdasarkan jenis alat tangkap
yang digunakan.

Tabel 9 Perbandingan Karakteristik Tiga Awig-awig (AA) PengeloPaao.


Sumberdaya Perikanan di Kabupaten Lonlbok Barat,
AA pengelolaan
AA anti bom AA anti born dan
Karakteristik terumbu karang
Desa Gili Indah potas LMNLU
COREMAP
Kawasan Kecamatan
Gili Indah Gili Indah
pengelolaan Tanjung
Asal ide Sponsor (proyek) Masyarakat Masyarakat
Fasilitator Universitas Masyarakat lokal Masyarakat lokal
Obyek Terumbu karang Terumbu karang Terumbu karang
Motivasi Lingkungann Wisata Perikanan
Lembaga KPTK (tidak LMD (perangkat Tokohlpimpinan
pengelola terbentuk) desa) adat
Dukungan sarana Tidak ada
-
Tidak ada Speed boat, HT
Dukungan
Tidak ada Tidak ada PPNS, jagawana
personil
Anti bom dan anti
Isi AA Zonasi Anti born
potas
Hasil
Gaga1 (4) Berhasil(7) Berhasil (lo)
implementasi
Sumber: Bachtiar (2005)

Lsnbaga %lusawarah Nelayan Lombok TJtara atau LMNLU merupakan


organisasi yang di b u t d m dibentuk oleh masyarakat nelayan Lombok Utara
secara bersama-sama sebagai wadah tempat berkumpul untuk mengatur diri
sendiri secara mandiri dan independent. Dalam awig-awig LMNLU disebutkan
beberapa peran dari LMNLU antara lain: (1) Berperan sebagai peIaksana
pengawasan dan penegakan awig-awig; (2) Berperan dalam melakukan
pembinaan dan pemberdayaan masyarakat nelayan; (3) mengelola sumberdaya
kelautan dan perikanan; (4) Dan melakukan pengkapann dan pemrosesan terhadap
pelanggaran awig-awig.
Lembaga ini berpusat di Desa Gangga Kecarnatan Gangga Kabupaten
Lombok Barat. Meskipun belum ada fasilitas dan sarana kantor yang ideal untuk
menjalankan aktivitas organisasi. Lembaga ini tetap bisa menunjukkan
eksistensinya sebagai lembaga adat yang melindungi sumberdaya laut. Untuk
membantu kelancaran operasionalnya, pemerintah melalui Dinas Kelautan dan
Perikanan Provinsi Nusa Tenggara Barat memberikan bantuan satu buah kapal
(speed boat), alat komunikasi seperti HP dan HT, mega phone, teropong kepada
kelompok ini. Sedangkan untuk biaya operasional sehari-hari seperti bahan bakar,
konsu~nsipetugas, masih ditanggung bersanla oleh LMNLU. Biaya operasional
selama ini diperoleh dari denda yang dikenakan kepada pengebom yang
tertangkap.
Setiap ada pelaku pengeboman yang tertangkap, mereka dibawa ke majelis
kerama nelayan untuk dilakukan persidangan n~enuruthukunl adat di wilayah
tejadinya pelanggaran. Setelah diperkuat dengan bukti-bukti pelanggaran dan
saksi, oknum kemudian ditetapkan sebagai tersangka dan diharuskan
menandatangani surat pengakuan pelanggaran dan swat pernyataan tidak akan
mengulangi lagi perbuatannya. Keputusan ini ditetapkan melalui proses sidang
adat dengan disaksikan oleh segenap masyarakat seternpat.
Jumlah denda yang harus dibayar tersangka ditetapkan melalui sidang adat
yang dipimpin oleh hakim adat. Denda yang diperolah dari hasil pelaksanaan
awig-awig dialokasikan untuk: LMNLU 50 persen, Majelis Krama Nelayan 15
persen, Kelompok nelayan 35 persen yang diperuntukan bagi kegiatan operasional
lembaga dan pernbinaan kelompok nelayan. Sejak tahun 2000 hingga tahun 2005,
lembaga ini telah memproses dan memberi sanksi tsrhadap 19 kasus pelanggaran,
mulai dari kasw pengambilan karang, pengLakapan ikan hias, pengeboman,
pemotasan, dan penangkapan ikan bagi nelayan yang tidak memiliki ijin. Dua
diataranya tidak bisa deselesaikan melalui hukum adat, yang akhimya diserahkan
kepada pihak kepolisian untuk ditindak menurut hukum formal. Oknum pelaku
tidak hanya dari nelayan sekitar Lombok, tapi ada juga dari Gili Manuk (Bali),
Sumenep (Madura), Selayar (Makasar), maupun dari Pulau Sumbawa. Setelah
tahun 2005 tidak ada lagi kasus-kasus seperti di atas karena aturan yang dibuat
dijalankan dengan konsisten.

7.7. Potensi Wisata Desa Gilli Indah


Desa Gili Indah yang terletak di Kecamatan Pemenang Kabupaten
Lombuk Barat bagian utara merupakan salah satu tujuan daerah wisata yang
merupakan andalan untuk peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) khususnya
Pemerintah Daerah Lombok Barat. Slunberdaya alam yang terdapat di Desa Gili
Indah yang merupakan daya tank tersendiri bagi wisatawan mancanegara maupun
Nusantara adalah keindahan terumbu karang yang terkenal dengan sebutan karang
biru (Blue coral) serta keanekaragman ikan hiaslikan karang yang berwama wami.
Disamping sumberdaya alanl tersebut terdapat pula jenis biota laut yang
langka seperti Kima, Akar bahar, Kepala kambing, Tritin Terompet, Penyu
belimbing, penyu Sisik, Penyu Hijau dan masih banyak jenis lainnya yang
membentuk dirinya dalam suatu ekosistem laut sekaligus merupakan sumber
plasmanuftah yang pada hakekatnya merupakan sumber daya alanl yang dapat
meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat khususnya masyarakat di sekitar
kawasan laut Desa Gili Indah dan masyarakat lain pada umurnnya.
Dengan demikian, kekayaan sumberdaya alam tersebut kiranya perlu
dimanfaatkan secara bijaksana dan lestari. Pemanfaatan sumberdaya alam laut
selama ini baik yang dilakukan oleh perorangan maupun kelompok terutama
pemanfaatan sumberdaya ikan terkesan tanpa memperhatikan asas kelestarian
ekosistem. Hal ini terbukti adanya usaha penangkapan ikan yang dilakukan oleh
sekelompok orang maupun perorangan dengan menggunakan bahan terlarang
seperti bahan peledak (born) dan potasium sianida
Disanlping darnpak yang ditimbulkan oleh kegiatan tersebut diaras
terdapat pula kegiatan lain >-angjuga ikut mendukung rusaknya ekosistem bawah
laut seperti kegiatan pariwisata lchususnya kegiatan diving terutama sarana berupa
pin dan alat angkut berupa boat yang melakukan lego jangkar di daerah terurnbu
karang termasuk alat transportasi bagi wisatawan yang disediakan oleh
masyarakat (koperasi).
VII. HASIL DAN PEMBAHASAN

7 . 1 Valuasi Manfaat
Dari hasil valuasi yang dilakukan dalarn penelitian ini diketahui total nilai
benefit dari sumberdaya terumbu karang sebesar Rp. 114.342.713.945,69 per
tahun. Manfaat terbesar dari program konservasi diperoleh dari manfaat kegunaan
langsung yang bersifat tidak ekstraktif yaitu sebesar Rp. 83.486.413.643,32 per
tahun. Kemudian disusul dengan manfaat pilihan sebesar Rp. 30.486.418.077,63
per tahun, kemudian manfaat langsung yang bersifat ekstraktif sebesar
Rp.369.882.224,74 per tahun . Untuk lebih jelas masing-masing manfaat program
konservsi, dapat dilihat pada Tabel 10 berikut:

Tabel 10 Nilai Manfaat Konsewasi Terumbu Karang di Desa Gili lndah


Kabupaten Lombok Barat
No. Jenis Manfaat NilaiITahun (Rp.)
1 Manfaat langsung ekstraktif (perikanan) 369.882.224,74
2 Manfaat langsung tidak ekstraktif (wisata) 83.486.413.643,32
3 Manfaat pilihan 30.486.418.077,63
Total benefit 114.342.713.945,69

Dengan berkembangnya industri pariwisata di kawasan ini menyebabkan


para nelayan secara berlahan beralih profesi ke sektor pariwisata. Hal ini
disebabkan karena produksi ikan yang mulai semakin menurun. Penurunan
produksi ikan ini disebabkan karena populasi ikan yang mulai berkurang dan
karena adanya pembatasan areal penangkapan oleh pengelola wisata. Kawasan
yang semda menjadi kawasan penangkapan ikan, tetapi saat ini kawasan tersebut
telah banyak dijadikan sebagai kawasan wisata diving dan snorkeling. Hal ini
didukung dengan tren peningkatan jumlah kunjungan uisatawan yang cenderung
naik. Dengan demikian manfaat langsung yang bersifat ekstraktif dari kawasan
konservasi ini menjadi menurun dan manfaat langsung yang bersifat tidak
ekstraktif menjadi meningkat. Secara grafik dapat dilihat pada Gambar 7 berikut:
Total Benefit Program Konservasi Terumbu Karang Di
Desa Gili lndah

hnfaat h4nfaat Vanfaat pAan


bngsung bngsung (tiak
(ekstraklii) ekstraklii)

Garnbar 7 Total Benefit Program Konservasi Terumbu Karang di Desa Gili Indah

7.1.1 Manfaat Langsung Ekstraktif (Perikanan)


Nilai manfaat langsung dari program konservasi terumbu karang diperoleh
melalui pendekatan surlus konsumen. Dari fungsi permintaan yang dibangun
diketahui Po sebesar 66864854913, sedangkan a=4400 dan PI=-0,7635345396,
sehingga dengan menggunakan program Maple 9.5 maka diketahui nilai surplus
konsumen sebesar 4,09264931410'~ atau sama dengan Rp 369.882.224,74 per
tahun. Koefisien PI merupakan nilai ikan yang diproduksi oleh nelayan yang
menunjukkan hubungan negatif antara tingkat produksi dengan harga yang
berlaku di pasar. Makin tinggi tingkat produksi maka nilai jual ikan akan semakin
turun, dan sebaliknya jika produksi semakin kecil maka harga jual akan semkin
tinggi. Nilai ini diperoleh melalui valuasi dengan pendekatan pasar (market-based
approach) karena produksi ikan yang dihasilkan memiliki nilai pasar (market
price). Tabel 11 berikut ini adalah nilai koefisien regresi antara nilai produksi ikan
di kawasan kosewasi Desa Gili Indah.

Tabel 11 Koefisien Regresi Manfaat Langsung Ekstraktif Sumberdaya Terumbu


Karang Desa Gili Indah
No. Variabel Koeffisien I-ratio
1 Intercept 6.1209932 1.305354903
2 Harga
3 Umur
4 Pendidikan
5 Tanggungan -0.46761719 -0.807095425
6 R~ 0.5715668
7 N 25
Secara grafis, persamaan fimgsi permintaan manfaat langsung ekstraktif
(perikanan) dapat dilihat pada garnbar 8 berikut:

Gambar 8 Kurva Permintaan Manfaat Langsung Ekstraktif (Perikanan)

7.1.2 Manfaat Langsung Tidak Ekstraktif (Wisata)


Semua responden yang dijadikan sampel dalam penelitian ini diambil di
Gili Trawangan. Karena Gili Trawangan bisa sebagai representasi dari dua pulau
iainnya yaitu Gili Air maupun Gili Meno. Wisatawan yang datang berasal
mancanegara maupun wisatawan asal nusantara. Wisatawan mancanegara yang
dijadikan sarnpel antara lain berasal dari Swedia, Francis, Spanyol, Inggris,
Austria, maupun Amerika. Sedangkan wisatawan nusantara antara lain berasal
dari Pulau Lombok, Jawa Timur, Jawa Barat, maupun DKI Jakarta. Wisatawan
nusantara ini umumnya didominasi oleh wisatawan yang berasal dari Pulau Jawa.
Tidak hanya dari kalangan swasta, tapi juga dari kalangan birokrasi pemerintah.
Pengambilan sampel dilakukan pada bulan Juni dan Oktober tahun 2007.
Pada bulan Oktober ini, pengunjung didominasi oleh wisatawan nusantara, karena
benepatan dengan hari raya keagamaan sebagai hari libur nasional. Ketika
\visatawan yang berkunjung didominasi oleh wisatawan nusantara, maka
wisata\van mancanegara relatif sedikit. Alasannya adalah karena privasi mereka
merasa terzanggu oleh lalu lalang wisatawan lokal. Hal ini lebih disebabkan
karena budaya yang berbeda wisatawan mancanegara yang terkesan lebih bebas
dibanding dengan wisatawan yang relatif masih menjunjung nilai budaya lokal.
Data tren kunjungan wisatawan ke Desa Gili Indah dari tahun 1998 sampai tahun
2006 dapat dilihat pada tabel 12 berikut:
Tabel 12 Data Kunjungan Wisata Ke Gili Indah Tahun 1998 sampai dengan
tahun 2006
Tahun Gili Trawangan Gili Meno Gili Air Total
1998 50.099 11.494 38.061 99.654.00
1999 66.280 19.199 50.286 135.765;00
2000 38.818 18.253 25.779 82.850,OO
2001 18.023 5.390 3.333 26.746,OO
2002 12.360 2.798 3.028 18.186.00
2003 5.746 1.176 2.602 9.524,OO
2004 15.637 1.811 6.622 24.070,OO
2005 23.914 2.240 6.020 32.174,OO
2006 45.890 6.817 16.673 69.380,OO
Jdah 498.349,OO
Sumber: Kolehi dari berbagai sumber

Jumlah tersebut merupakan total dari wisatawan mancanegara dan


wisatawan nusantara dalam satu tahun. Secara m u m , tujuan mereka datang
adalah untuk diving, snorkling, sunbafhing, karena yang menjadi data tarik dari
wisata di kawasan ini adalah keindahan dan keunikan terumbu karangnya.
Keunikan dari terumbu karang di yang terdapat di kawasan ini adalah adanya
karang biru (b111ecorral) yang jarang dijumpai di tempat lain.
Dari fungsi permintaan dalam penelitian ini, tingkat kunjungan wisatawan
(visiQ dipengaruhi oleh tingkat pengeluaran wisatawan, umur responden,
pekejaan responden, dan asal negara atau daerah responden. Dalam persamaan
ini, tingkat kunjungan merupakan variabel dependen atau variabel yang
dipengaruhi oleh variabel independent seperti tingkat pengeluaran wisatawan,
pekejaan responden, tingkat urnur, dan asal responden. Dengan menggunakan
regresi linier sederhana diperoleh koefisien sebagai berikut:

- - - Tidak Ekstraktif Sumberdayh


Tabel 13 Koefisien Regesi hlanfaat Lanesung
Terumbu Karang di Desa Gili Indah
No Variabel Koefisien t-ratio
1 Intercept 1.19399756 1.0006689
2 Pengeluaran -0.06903272 -0.7965094
3 Pekejaan -0.21 559609 -0.901251 1
4 Umur 0.01 706633 0.0434817
5 Asal 0.24656745 0.983377
6 R2 0.1636184
7 N 29
Surplus konsumen mempakan selisih antara tingkat kesediaan rnembayar
dari konsumen dengan biaya yang hatus dibayarkan untuk mernperoleh suatu
kepuasan. Tingkat kepuasan wisatawan yang datang berkunjung ke Taman Wisata
Alam Laut (TWAL) Gili Indah dapat dilihat dari tingkat pengeluaran wisatawan
yang berkunjung ke lokasi tersebut. Makin tinggi pengeluaran wisatawan yang
berkunjung ke lokasi tersebut berarti sernakin puas wisatawan tersebut terhadap
lokasi wisata yang dikunjungi, dan sebaliknya.
Dalam rnenghitung surplus konsumen dari wisatawan yang datang
berkunjung ke TWAL Gili Indah, ukuran tingkat kepuasan yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu jumlah pengeluaran dari wisatawan yang berkunjung. Variabel
bebas yang digunakan yaitu keseluruhan biaya perjalanan yang dikeluarkan oleh
pengunjung selama rnelakukan perjalanan wisata per sekali kunjungan wisata ke
TWAL Gili Indah. Formula yang umum digunakan dalam rnenghitung konsumen
surplus adalah CS=-V/Bf. Dari hasil analisa regresi persamaan yang rnenggunakan
pendekatan individual menghasilkan fungsi permintaan sebagai berikut:
XI+ P,X,+ P,X,+ P,X,,sehingga diperoleh koefisien BO untuk
LnV = Po+PI
kunjungan sebesar 2.21.
Dari persamaan fungsi permintaan tersebut diperoleh surplus konsumen
per individu sebesar Rp.651.86,-. Artinya, setiap ada kenaikan biaya perjalanan
akan berpengaruh negatif terhadap tingkat kepuasan. Sedangkan konsumen
surplus total untuk wisata sebesar Rp. 45.226.381,46 per tahun. Nilai ini diperoleh
dari pengalian antara surplus konsumen individu dengan total kunjungan
wisatawan yang datang bexwisata ke kawasan wisata Gili Indah selama satu tahun.
Secara grafik, persamaan di atas dapat digambarkan pada gambar 9 berikut:
n
Gambar 9 Kurva Fungsi Permintaan Untuk Wisata Desa Gili Indah

Pada kurva di atas, sumbu Y menunjukkan variabel biaya perjalanan yang


dikeluarkan oleh para wisatawan, sedangkan untuk sumbu X menunjukkan
variabel frekuensi kunjungan.

7.1. 3 Manfaat Pilihan


Nilai manfaat ini muncul karena masyarakat Desa Gili Indah memiliki
pilihan untuk memanfaatkan sumberdaya ikan yang ada di kawasan konservasi di
masa yang akan datang. Sumberdaya tersebut sebetulnya bisa dimanfaatkan pada
saat sekarang, akan tetapi untuk memperoleh nilai manfaat yang lebih besar, maka
mereka bersedia mencari pilihan sumberdaya yang lain sebagai pengganti
sumberdaya tersebut. Dari hasil valuasi menggunakan metode continganf
valuation method diketahui keinginan masyarakat untuk membayar (willingness to
pay;WTP) untuk tidak memanfaatkan sumberdaya tersebut sebesar
Rp.30.486.418.077,63 per tahun. Nilai ini menunjukkan kesediaan masyarakat
untuk tidak mengeksploitasi sumberdaya ikan pada sekarang.
Nilai tersebut diperoleh melalui hasil pengalian antara jumlah penduduk
Desa Gili Indah dengan rata-rata keinginan masyarakat setelah dilakukan regresi
sederhana. Jumlah penduduk Desa Gili Indah secara keseluruhan sebanyak 2.897
orang. Jumlah tersebut kemudian dikalikan dengan WTP induvidu sebesar
10.523.444.28 per tahun. Sehingga diperoleh nilai total manfaat pilihan sebesar
Rp.30.486.418.077,63 per tahun. Range nilai WTP yang ditawarkan kepada
masyarakat untuk dipilih telah ditentukan sebelumnya di dalam kuesioner. Range
terendah yaitu antara Rp.1.000.000,OO sampai dengan Rp.5.000.000,00,
sedangkan range tertinggi yaitu senilai Rp.20.000.000,- ke atas. Koefisien regresi
WTP dari manfaat pilihan sumberdaya ikan di Desa Gili Indah dapat dilihat pada
tabel 14 berikut:

Tabel 14 Koefisisen Regresi Manfaat Pilihan Sumberdaya Terumbu Karang Desa


Gili Indah
No Variable Koefisien t-ratio
1 Intercept 15,96738 27.87655816
2 Pendidlkan 1,5995 8.885946302
3 -- -
Jumlah Tanggungan 0,001607 0.021 142698
4 Umur -0,04942 -0.2861 72908
5 RL 0.8 14045

7.2 Valuasi Biaya


Akibat dari kegiatan konservasi ini, telah menimbulkan kerugian bagi
masyarakat sekitarnya (eksternalitas negatif) berupa hilangnya kesempatan
masyarakat untuk mendapatkan penghasilan. Besaran kerugian yang diterima
masyarakat inilah yang harus diinternalisasi ke dalam biaya konservasi sebagai
salah satu variabel biaya konservasi. Tabel 15 berikut ini menunjukkan total biaya
konservasi yang dikeluarkan oleh kedua lembaga pengelola.
Tabel 15 Total Biava Konservasi Sumberdava Terumbu Karang Dari Lembaea -
Pemerintai dan Lembaga Adat di ~ d s Gili
a Indah ~ a h u 2007
n
No Uraian Biaya Jumlah (Rp.) per Tahun Persentase
1 Biaya investasi 1.007.924.280,74 25,74
2 Biaya Operasional 131.606.000,OO 3,36
3 Biaya Transaksi 48.940.000,OO 1,25
3 ~ i a i Sosial
a 2.728.000.000,00 69,65
Total 3.916.470.280,74 100

Sernua biaya ini merupakan akumulasi dari total biaya yang dikeluarkan
oleh pemerinrah dan total biaya yang dikeluarkan oleh masyarakat. Anggaran
yang digunakan oleh Satgas Gili Indah berasal dari swadaya masyarakat dan
pengusaha wisata di kawasan wisata Gili Indah. Mereka sadar bahwa rent yang
mereka peroleh bergantung pada kelestarian dari sumberdaya yang ada di
kawasan wisata ini, terutama terumbu karang dan biota laut lainnya yang
berasosiasi dengan tenunbu karang. Jika sumberdaya ini punah, maka sumber
penghasilannya juga turut punah, dan sebaliknya. Secara gratis, variabel biaya
tersebut dapat dilihat pada Gambar 10 berikut:

Total Biaya Konsenrasi Terumbu Karang Desa


Gili lndah

1,500.W0,000.W
I.WO.WO.OM).00

Biaya Biaya Biaya Biaya Smid


inwstasi Operasicmal Transaksi

Gambar 10 Total Biaya Konservasi Sumberdaya Tenunbu Karang di Desa Gili


Indah Tahun 2007

Setelah diakumulasi antara total biaya dari BKSDA dengan total biaya dari
Satgas Gili Indah, biaya sosial masih lebih tinggi dibanding variabel biaya
lainnya. Dalam pelaksanaanya selama ini, biaya sosial ini belum ada yang
menanggung. Namun seandainya biaya sosial ini hams direalisasikan, maka biaya
ini &an menjadi tanggungan dari pengelola konservasi.

7.2.1. Rezim BKSDA


Dari data yang dikumpulkan di lapangan mengenai total biaya konservasi
yang dikeluarkan oleh lembaga pemerintah diketahui sebesar Rp.932.819.500,39
per tahun, komponen biaya terbesar adalah biaya investasi yaitu sebesar
Rp.900.673.500,39,- atau sebesar 97,4 persen dari total biaya konservasi. Data
tentang biaya ini diperoleh melalui hasil wawancara dengan pihak pengelola
konservasi. Selain itu, data biaya ini juga diperoleh melalui koleksi dari data-data
pengelwan Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) NTB. Biaya ini
dihitung mulai semenjak kawasan ini ditunjuk hingga ditetapkan sebagai kawasan
konservasi Taman Wisata Alam Laut (TWAL) sejak tahun 1993 lalu. Untuk lebih
jelasnya, dapat dilihat pada Tabel 16 berikut:
Tabel 16 Biaya Konservasi Sumberdaya Terumbu Karang Desa Gili Indah
No Jenis Biaya Jumlah Persentase
1 Biaya Investasi 900.673.500,39 97,154
2 Biaya Operasional 22.306.000,OO 1,975
3 Biaya Transaksi 9.840.000,OO 0,871
Jumlah 932.819.500,39 100
Sumber: data primer diolah, 2007

Keseluruhan biaya program konservasi ini dibebankan ke dalam Anggaran


Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), karena kawasan ini dikelola secara
resmi oleh pemerintah pusat melalui Departemen Kehutanan Republik Indonesia.
Rincian biaya konservasi sumberdaya terumbu karang yang dikeluarkan oleh
rezim BKSDA dapat dilihat pada Gambar 11 berikut:

I Biaya Konservasi Terumbu Karang dalam

1,400.000.0W.00
1.200.000,0W.00
Rezim BKSDA NTB

- .. ,. .. - - , ...
I
1.000.W0,0W.00

600.000.000.00
i

siaya investasi Eaya Operasional Biaya Transaksi

Gambar 11 Biaya Konservasi Sumberdaya Terumbu Karang dalam Rezim


BKSDA NTB Tahun 2007
7.2.1.1. Biaya Investasi
Biaya investasi yang dikeluarkan oleh rezim BKSDA antara lain biaya
survey kawasan konservsi hingga kawasan ditetapkan menjadi kawasan
konservasi. Adapun biaya yang dikeluarkan sebelum tahun 2007 ini, terlebih
dahulu nilai tersebut dikalikan dengan diskon faktor sebesar 9,8 persen. Sehingga
nilai pada tahun awal (nol) tersebut berubah sebesar tingkat inflasi. Hal ini
dilakukan untuk penyesuaian antara nilai uang pada tahun awal dengan nilai uang
pada tahun sekarang. Adapun nilai uang yang dilakukan penyesuaian adalah
seperti biaya penentuan kawasan yang dimulai dihitung tahun 1990 atau dalarn hal
ini menjadi tahun ke 17 terhitung dari tahun awal. Selain itu juga biaya
pemasangan mouring buy, biaya pemasangan rambu suar, biaya publikasi dan
biaya-biaya fainnya yang dikeluarkan sebelum tahun 2007 ini. Sedangkan ada
beberapa biaya yang sudah langsung dimasukkan menjadi tahun sekarang,
sehingga tidak perlu lagi dilakukan diskon faktor. Jumlah n sebagai jumlah tahun
pengadaan barang investasi tersebut berbeda-beda, tergantung pada jumlah tahun
keberapa barang investasi itu dibeli. Untuk lebih rinci dapat dilihat pada tabel 17
berikut:

Tabel 17 Biaya Investasi Konservasi Terumbu Karang Desa Gili Indah


Total
Komponen Biaya Investasi Sat Diskon Faktor
vol Jumlah Sebelum
9,8%
Diskon Faktor
Penentuan batas kawasan tim 3.000.000 1.949.794
Pemasangan mouring bouy unit 3 1 .ooo.ooo 18.484.287
Pemasangan rambu suar unit 100.000.000 59.626.732
lnventarisasi terumbu karang hari 6.000.000 3.282.205
Survey potensi bawah laut hari 20.000.000 4.621.463
Publikasi (brosur/pamplet) paket 100.000.000 54.703.424
Tanah are 300.000.000 300.000.000
Gedung kantor (12 x 8 m) unit 50.000.000 42.083.999
Peralatan kantor set 25.000.000 25.000.000
Komputer set 8.000.000 7.339.449
Alat komunikasi set 25.000.000 21.041.999
SCUBA set 150.000.000 126.251.998
Perahu katinting. unit 6.000.000 4.633.100
Kapal patroli (speed boat) unit 2 150.000.000 300.000.000 231.655.044
Jumlah 1.124.000.000 900.673.500
Sebagian besar biaya operasional ini berasal dari anggaran pemerintah
pusat karena kawasan ini menjadi kewenangan pemerintah pusat. Secara institusi,
kawasan ini masih berada dibawah Departemen Kahutanan meskipun kawasan ini
bukan merupakan kawasan hutan. Akan tetapi karena kawasan ini terkait dengan
departemen lainnya seperti Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, Departemen
Kelautan dan Perikanan, maka kegiatan yang berkaitan dengan pelestarizn
terumbu k a r a n dibia?ai oleh lembaga terkait.

7.2.1.2. Biaya Operasional


Biaya operasional yang dikeluarkan dalam program konservasi oleh rezim
BKSDA antara lain gaji dan tunjangan petugas polisi kehutanan yang berstatus
sebagai pegawai negeri sebanyak 4 orang. Satu orang sebagai ketua kelompok
dengan golongan IIIa, kemudian staf lainnya dengan golongan IV B. Gaji masing-
masing petugas disesuaikan dengan standar gaji pokok pegawai negeri sesuai
golongan dan kepangkatan. Selain itu biaya operasional yang dikeluarkan antara
lain untuk perawatan segala inventaris BKSDA yang ada di Desa Gili Indah.
Biaya konsewasi dari unsur biaya operasional ditentukan dari besarnya gaji dan
tunjangan petugas konservasi.
Selain gaji dan tunjangan tersebut, yang termasuk biaya operasional
seperti biaya perawatan (maintanance), peralatan kantor, perabotan kantor, biaya
air, biaya listrik, dan biaya komunikasi. Biaya-biaya ini diakumulasi sehingga
diketahui total biaya operasional sebesar Rp.22.306.000,- per tahun.

Tabel 18 Biaya Operasional Konservasi Sumberdaya Terumbu Karang


Biaya Operasional Satuan Vol Biaydbulan Biaydtahun
Maintanance bulan 12.00 300.000 3.600.000
Gaji pegawai orang 4.00 1.200.000 4.800.000
Furniture set 1.OO 12.000.000 12.000.000
ATK bulan 1.OO 30.000 30.000
Biaya penegakan hukum kasus 2.00 200.000 400.000
Air bulan 12.00 28.000 336.000
Listrik bulan 12.00 75.000 900.000
Komunikasi bulan 12.00 20.000 240.000
Jumlah 22.306.000

7.2.1.3 Biaya Transaksi


Biaya transaksi yang ditemukan dalam program konsewasi ini antara Iain
biaya patroli bagi petugas KSDA dan Satgas Gili Indah. Patroli yang dilakukan ini
tidak hanya diikuti oleh masyarakat petugas KSDA saja, tetapi sering kali diikuti
oleh Satgas Gili Indah. Biaya pauoli ini tidak termasuk biaya patroli yang
dikeiuarkan oleh aparar kepolisian maupun aparat TNI Angkatan Laur yang
pernah melalukan patroli beberapa tahun lalu. karena patroli yang dilakukan
hanya bersifat temporal. .4dapun parroli yang dilakukan oleh Satgas Gili lndah
belum tentu diikuti oleh petugas KSDA. karena mereka melakukan patroli tidak
terjadual dan dilakukan sekaligus menangkap ikan (nelayan yang menjadi anggota
Satgas).
Kegiatan patroli ini merupakan kegiatan petugas konservasi untuk
melindungi sumberdaya terumbu karang dari aktivitas nelayan yang melakukan
penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak, potasium, eksploitasi
terumbu karang sebagai bahan kapur, atau dari aktivitas lainnya Gika ada) yang
bisa menyebabkan terumbu karang menjadi rusak. Walaupun kawasan ini telah
ditetapkan sebagai kawasan konsewasi, tidak secara otomatis bisa mengatasi
setiap aktivitas masyarakat yang menyebabkan terumbu karang menjadi rusak.
Larangan-Iarangan yang telah dibuat dan disosialisasikan kepada masyarakat tidak
langsung dipatuhi oleh masyarakat. Dengan demikian, dilakukan pengawalan atau
monitor-ing atas keputusan menjadikan kawasan ini menjadi kawasan konservasi.

Tabel 19 Biaya Transaksi Konsewasi Terumbu Karang Desa Gili lndah


Biayalbulan Biayaltahun
Biaya Transaksi Satuan Vol
(RP.) (RP.)
BBM perahu katinting bulan 12 170.000 2.040.000
BBM speed boat bulan 12 450.000 5.400.000
Biaya patroli bulan 12 200.000 2.400.000
Jumlah 9.840.000

Selain itu, biaya transaksi yang n~unculadalah biaya bahan bakar speed
boat yang digunakan untuk melakukan patroli. Dalam setiap kali melakukan
patroli minimal diikuti oleh 6 samapi 8 orang yang terdiri dari petugas KSDA.
Anggaran yang dikeluarkan untuk bahan bakar setiap melakukan patroli rata-rata
sebesar Rp.450.000, belum termasuk konsumsi petugas. Sedangkan biaya
konsumsi yang dikeluarkan sebesar Rp.200.000,- perbulan. Selain menggunakan
speed boat, BKSDA dalam melakukan patroli juga menggunakan perahu katinting
yang kapasitas mesinnya lebih kecil. Perahu katinting ini digunakan untuk
melakukan patroli dengan jarak yang tidak bisa dijangkau dengan speed boat.
Biaya yang dikeluarkan juga lebih kecil 5-aitu rata-rata perbulan sebesar
Rp.170.000,- dengan jumlah petugas yang lebih sedikit dari speed boor.
Sejak tahun 2001, intensitas patroli mulai menurun yang dulunya
mencapai 5 sampai 6 kali patroli dalam satu bulan, tapi kali ini cukup hanya satu
kali dalam sebulan. Penurunan intensitas ini seiring dengan berkurangnya akvitas
pengeboman dan aktivitas yang mengarah pada pengerusakan terumbu karang
lainnya. Sehingga dalam satu tahun, biaya patroli yang dikeluarkan sebesar
Rp.2.400.000,-.

7.2.2. Rezim Satgas Gili Indah


Sebagaimana halnya biaya yang dikeluarkan oleh BKSDA, masyarakat
adat yang yang ikut dalarn melestarikan sumberdaya terumbu karang memiliki
anggaran tersediri dalam pelaksanan kegiatannya. Adapun biaya-biaya yang
dikeluarkan seperti biaya investasi, biaya operasional dan biaya transaksi. Hanya
saja jumlah dan sumbernya yang berbeda. Jika anggaran konservasi untuk
BKSDA rutin berasal dari pemerintah pusat maupun dari bantuan pihak-pihak
yang peduli akan kelestarian alarn. Tidak demikian halnya dengan biaya
konsewasi untuk Satgas Gili Indah, hanya murni mengandalkan anggaran dari
pihak swasta yang punya kepentingan terhadap kelestarian sumberdaya terumbu
karang dan biota disekitarnya. Rincian biaya yang lebih detail dapat dilihat pada
tabel 20 berikut:

Tabel 20 Total Biaya Konservasi Terumbu Karang Rezim Satgas Desa Gili Indah
No. Komponen biaya Jumlah Prosentase
1 Biaya investasi 145.141.135,52 4.804
2 Biaya Operasional 109.300.000,00 3.617
3 Biaya Transaksi 39.1 00.000,OO 1.294
4 ~ i a i Sosial
a 2.728.000.000,00 90.285
Jumlah 3.021.541.135,52 100.000

Sumber anggaran Satgas Gili Indah berasal dari iuran para pengusaha dan
masyarakat yang merasa mendapatkan manfaat dari keberadaan sumberdaya
tersebut. Jumlah yang diterima tidak pasti dan tidak rutin. Namun demikian, tidak
menyebabkan program konsewasi yang dilakukan oleh masyarakat adat ini
tcrhrnti. Kcyiatan konservasi mulai seperti pengawasan (patroli) masih tetap
dilakukan mrskipun tidak rutin seperti yang dilakukan oleh BKSDA, karena
masalah utamanya adalah anggaran yang terbatas, dan masyarakat sendiri
memiliki pekerjaan yang tetap untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.
7.2.2.1. Biaya Investasi
Sebagaimana halnya biaya investasi dari rezim BKSDA, dalam rezim
Satgas juga terdapat biaya investasi. Bedanya adalah jika biaya investasi dari
rezim BKSDA sepenuhnya ditanggung oleh negara, sedangkan biaya investasi
dari rezim Sagtas masih ada subsidi dari pemerintah, khususnya instansi terkait
dengan kawasan ini. Biaya investasi dalam program konservasi ini antara lain
terdiri dari biaya pembelian tanah, pembangunan gedung, pembelian peralatan
kantor, peralatan patroli (speed boaf), dan biaya-biaya konsolidasi pembahasan
awig-awig dan biaya pembentukan organisasi. Total biaya investasi khusus untuk
Satgas Gili Trawangan setelah dilakukan diskon faktor adalah sebesar
Rp.145.141.135,52,- per tahun. Semua biaya investasi dalam penelitian ini sudah
dikalikan dengan diskon faktor sebesar 9,8 persen, sedangkan tahun n dikalikan
berdasarkan tahun pengadaan barang tersebut, sehingga diperoleh biaya present
value dari biaya investasi. Rincian biaya investasi yang lebih jelas, dapat dilihat
pada tabel 21 di bawah ini:

Tabel 21 Biaya Investasi Konservasi Terumbu Karang Desa Gili Indah


Diskon
Biaya Investasi Satuan Vol Biaya (Rp.) Biaya (Rp.) Faktor 9,8%
Rapat pembahasan draft sesi 100.000 1.000.000 547,034
awig-awig
Biaya konsolidasi sesi 15 50.000 750.000 376,399
Tanah meter 10 5.000.000 50.000.000 50,000,000
Gedung kantor unit 1 30.000.000 30.000.000 30,000,000
Speed boat Satgas Gili Air unit 1 45.000.000 45.000.000 17,438,978
Peralatan kantor set I 25.000.000 25.000.000 8,888,368
Jumlah 151.750.000 145.141.135
Biaya investasi yang mendapat subsidi dari pemerintah adalah biaya
pengadaan speed boat yang digunakan patroli oleh Satgas Gili Air. Pemerintah
hanya memberikan Speed boar (ranpa mesin) kepada Satgas Gili Air. Sedangkan
mesin yang dizunakan mengoperasikan mesin ini adalah mesin milik masyarakat
setempat.

7.2.2.2. Biaya Operasional


Biaya operasional dalam program konservasi ini ditanggung oleh dua
Satgas, yaitu Satgas Gili Trawangan dan Satgas Gili Air. Adapun biaya
operasional yang dikeluarkan oleh Satgas Gili Trawangan adalah honor pengurus,
honor petugas piket, honor satgas Gili Air, dan biaya perawatan. Total biaya
operasional dari kedua Satgas di Gili Indah adalah sebesar Rp.39.IO0.000,- per
tahun. Sumber dana untuk membiayai operasional ini adalah swadaya pengusaha
di wilayah masing-masing. Misalnya Satgas Gili Trawangan, biaya operasional
diperoleh dari pengusaha wisata di Gili Trawangan, dan biaya operasional Satgas
Gili Air diperoleh dari pengusaha wisata di Gili Air. Akan tetapi, dalam
perjalannya biaya-biaya yang dikeluarkan untuk biaya operasional ini tidak rutin
dan tidak selalu sesuai dengan waktunya. Karena biaya-biaya ini tergantung dari
sumbangan pihak pengusaha. Jika tamu ramai, maka iuran bisa lebih besar dan
lebih cepat diberikan, dan sebaliknya. Biaya operasional yang lebih rinci dapat
dilihat dari tabel 22 berikut:

Tabel 22 Biaya Operasional Konservasi Sumberdaya Terumbu Karang Desa Gili


- .- --..
Tndah
Biaydbulan Biaydtahun
Biaya Operasional Satuan Vol
d
Honor .pengurus
- bulan 12 4.000.000 48.000.000
Honor ~ e t u w oiket
s bulan 12 1.600.000 19.200.000
Honor Satgas (unit Gili Air) bulan 12 3.500.000 42.000.000
Periodic Maintenance bulan I 100.000 100.000
Jumlah 109.300.000

Biaya operasional dari Satgas Gili Trawangan lebih besar dibanding


dengan biaya operasional Gili Air. Karena secara kelembagaan, Satgas Gili
Trawangan lebih besar dibanding dengan Satgas Gili Air. Fasilitas yang dimiliki
oleh Satgas Gili Air tidak selengkap yang dimiliki oleh Satgas Gili Trawangan.
Satgas Gili Air hanya memiliki satu unit speed boat tanpa mesin bantuan dari
pemerintah. Dengan demikian. biaya perawatan tidak terlalu banyak. Mesin yang
digunakan untuk patroli masih menggunakan mesih milik masyarakar. sehingga
biaya perawatan masih ditanggung oleh pemilik mesin tersebut.

7.2.2.3. Biaya Transaksi


Sebagai mana halnya biaya transaksi yang dikeluarkan oleh rezim
BKSDA. Dalam rezim Satgas Gili Indah juga terdapat biaya transaksi yang
dikeluarkan untuk kegiatan yang sama. Adapun biaya transaksi yang dikeluarkan
oleh Satgas Gili Indah antara lain biaya pemberkasan setiap kali ada kasus
pelanggaran, biaya kompensasi terhadap nelayan muroami, dan biaya patroli dari
kedua Satgas. Total biaya transaksi yang dikeluarkan adalah sebesar
Rp.3.000.000,- (tiga juga rupiah) per tahun, rinciannya adalah sebagai berikut:

Tabel 23 Biaya Transaksi Konservasi Sumberdaya Terumbu Karang- Desa Gili


Indah
Biaya Transaksi Satuan VoI Biaydbulan Biayaltahun
(RP.) (RP.)
Biaya pemberkasan sidang 5 20.000 100.000
Biaya Kompensasi nelayan
bulan 12 3.000.000 36.000.000
muroami
Biaya patroli hari 10 300.000 3.000.000
Jumlah 39.100.000

Sumber dana untuk membiayaai patroli dari masing-masing Satgas


diperoleh dari iuran para pengusaha wisata di masing-masing kawasan. Untuk
kawasan Gili Trawangan, biaya patroli diperoleh dari para pengusaha di Gili
Trawangan. Begitu juga dengan biaya patroli Satgas Gili Air, biaya patroli
diperoleh dari pengusaha di Gili Air. Bedanya adalah jika di Satgas Gili
Trawangan dikelola oleh Yayasan Ecotmst. Yayasan ini dibentuk oleh oleh para
pengusaha beserta masyarakat setempat. Tetapi biaya patroli dari Satgas Gili Air
langsung diterima Satgas dari para pengusaha. Jumlahnya berpluktuatif, kalau
musim ramai tamu, maka iuran bisa lebih besar dibanding hari-hari biasa.
Ketentuan jumlah iuran dari pengusaha ini ditentukan melalui kesepakatan
bersama antara kedua belah pihak. Akan tetapi dalam perjalanannya, tidak selalu
sesuai dengan kesepakatan. Patroli juga tidak dilakukan secara rutin sesuai jadual.
Dana kompensasi yang diberikan kepada kelompok nelayan muroami ini
diperoleh melalui iuran para pengusaha yang dikeloia oleh Yayasan Ecotmst.
Iuran ini khusus dipungut dari pengusaha wisata di Gili Trawangan kemudian
diberikan kepada kelompok nelayan yang ada di Gili Air. Hal ini berkaitan dengan
asal nelayan muroami yang bermukim di Gili Air. \valaupun melakukan aktiviras
penangkapan di Gili Trawangan. Sebagian besar titik diving terdapat di Gili
Trawangan dikelola oleh para pengusaha wisata di Gili Trawangan.
7.2..2.4. Biaya Sosial
Aspek biaya yang sering kali muncul dalam setiap aktivitas adalah biaya
sosial. Akan tetapi biaya sosial ini sering kali tidak dihitung sebagai bagian dari
variabel biaya. Sehingga dalam menentukan harga jual dari suatu hasil produk
selalu berada di bawah harga pasar.
Dalam program konservasi terumbu karang di Desa Gili Indah, Biaya
sosial ini muncul akibat berubahnya status kawasan Gili Indah dari open access
menjadi state properly right (kawasan konservasi laut). Khususnya masyarakat
nclayan muroami yang tidak Iagi punya akses untuk mengeksploitasi surnberdaya
ikan di sebagian kawasan konservasi, karena kawasan-kawasan tersebut
digunakan menjadi kawasan wisata laut, khususnya wisata menyelam. Selain
masyarakat nelayan, yang menerima dampak pembahan status kawasan ini adalah
masyarakat buruh yang sehari-hari mengeksploitasi sumberdaya terumbu karang
yang dijual ke pengusaha kapur. Akses masyarakat untuk mengeksploitasi
menjadi terbatas setelah ada larangan yang ketat untuk mengeksploitasi
sumberdaya terumbu karang tersebut.
Kontribusi biaya sosial ini sangat signifikan dalam program konservasi.
Variabel ini merupakan variabel biaya yang paling besar yang dalam program
konservasi sumberdaya terumbu karang. Dalam teori ekonomi lingkungan, biaya
ini disebut biaya tidak langsung atau biaya eksternalitas. Artinya bahwa dari
program konservasi ini memberikan dampak yang sangat signifikan terhadap
pendapatan masyarakat disekitamya. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 24
berikut:

Tabel 24 Biaya Sosial Konservasi Sumberdaya Terumbu Karang Desa Gili Indah
Biayahulan Biaya1tahun
Biaya Sosial Satuan Vol
(RP.) (RP.)
Kehilangan pendapatan
bulan 1 1 240.000.000 2,640.000.000
nela>-anrnuroami
~ e h i l a n ~ pendapatan
kapur
an buruh bUlan I , 8.000.000 88.000.000

Jumlah 2.728.000.000

Biaya sosial ini diperoleh dari hasil valuasi dampak ekstemalitas program
konservasi terhadap hilangnya kesempatan masyarakat untuk mernperoleh
penghasilan. Akibat dari adanya program konservasi menyebabkan hilangnya
peluang masyarakat setempat untuk mengakses sumberdaya alam di kawasan
tersebut. Adapun peluang masyarakat yang hilang dalam mengakses sumberdaya
alam adalah kesempatan menangkap ikan sebagai barang komoditas, dan
kehilangan kesempatan mengeskpolitasi terumbu karang sebagai hahan kapur
bangunan. Dari hasil valuasi diperoleh biaya sosial sebesar Rp. 2.728.000.000,00,-
per tahun. Perbandingan biaya dapat dilihat pada Gambar 12 berikut:
7

BlAYA KONSERVASl TERUMBU KARANG OLEH


LEMBAGA ADAT

3,500,000.W0.00
3,000,000,WO.OO .-. . .-

500.000.000.00 .

Biaya Biaya Biaya BBya Sosfal


investasi operasional Transaksi

Gamhar 12 Biaya Konservasi Terumbu Karang oleh Lembaga Adat

Dari Gambar 12 di atas menunjukkan bahwa, walaupun total biaya


investasi dari Satgas Gili Indah diakumulasi dengan total biaya investasi yang
dikeluarkan oleh BKSDA NTB, jumlahnya belum bisa melebihi biaya sosial dari
program konservasi. Begitu juga dengan total biaya operasional dari Satgas Gili
Indah dan biaya operasional yang dikeluarkan oleh BKSDA NTB.
Dengan demikian, biaya sosial yang hams dibayar oleh pengelola
konservasi kepada masyarakat sangat besar. Akan tetapi, jika dibandingkan
dengan opportunity cost (biaya yang akan muncul apabila tidak dilakukan
konservasi) masih jauh lehih besar. Hal ini dapat dibandingkan dengan total
benefit terumbu karang yang diperoleh dari program konservasi ini yaitu sebesar
Rp.145.659.762,59 per tahun. Salah satu unsur dalam pengelolaan sumberdaya
alam menurut Ruddle (1999) adalah adanya sanksi. Biaya sosial ini diperoleh dari
sanksi yang dikenakan.
7 . 3 Analisis Efektivitas Biaya (costs effectiveness analysis)
istilah efektivitas sering digunakan dalam ha1 yang berhubungan dengan
pencapaian tujuan yang lebih dikaitkan dengan hasil kerja. Kata kunci efektivitas adalah
efektif, karena pada akhimya keberhasilan suatu program kegiatan diukur dengan konsep
efektivitas. Penggunaan istilah ini tergantung pada konteks program kegiatan seperti
program kegiatan profit dan non profit, tergantung kepada kerangka acuan yang
dipakainya. Seorang ahli ekonomi mempunyai persepsi bahwa efektivitas perusahaan
akan berkaitan erat dengan keuntungan yang diperoleh. Sedangkan bagi instansi
pemerintah, efektivitas pemerintahan berkaitan dengan seberapa besar pengaruh
program kegiatan yang dilakukan terhadap kepentingan masyarakat banyak.
Nasil perhitungan analisa efektivitas biaya menunjukkan bahwa biaya
yang dikeluarkan oleh Satgas Gili Indah adalah sebesar Rp.2,717,350,437.48 per
tahun. Sedangkan biaya yang dikeluarkan oleh BKSDA adalah sebesar
Rp.849,562,386.52 per tahun. Nilai tersebut diperoleh melalui perhitungan
sebagai berikut:
Cost Effectiveness Analysis Sagtas Gili Indah dengan rnernasukkan biaya sosial:

CEA Satgas = 2.983'650.780'33 = 2.717.350.437,48/tahun


(1 + 0,098)
Sedangkan efektifitas biaya dari BKSDA diperoleh rnelalui perhitungan sebagai
berikut:
Cost Effectiveness Analysis BKSDA

CEA BKSDA = 932'819.500y39 = 849.562.386,52 / tahun .


(1 + 0,098)
Sedangkan efektivitas biaya untuk Sagtas Gili Indah tanpa memasukkan biaya
sosial adalah sebagai berikut:
Cost Effecti~enessAnalysis tanpa biaya sosial:

Dari hasil perhitungan di atas menunjukkan bahwa pada dasamya,


lembaga adat lebih efektif dalam mengclola kawasan konservasi jika biaya sosial
dibebankan kepada kedua lembaga pengelola. Secara grafis, perbandingan
efektivitas biaya dari masing-masing lembaga pengelola dapat dilihat pada
gambar 13 di bawah ini:
Perbandingan Cost Efectivness Analysis Satgas
Gili lndah dengan BKSDA

3.OW.OW.OOO.W

Saqas tanpa Maya Sagtas dewan BKSDA


smial Maya smial

Gambar 13 Perbandingan Cost Efectivness Analysis Satgas Gili Indah dengan


BKSDA

Dari Gambar 12 di atas terlihat bahwa dengan memasukkan biaya sosial ke


dalam biaya program konsewasi, maka biaya program konservasi yang
dikeluarkan oleh Satgas Gili Indah lebih besar dibanding dengan biaya yang
dikeluarkan oleh BKSDA. Sesuai dengan kriteria dari cost efectivness analysis
bahwa yang paling kecil biaya yang dikeluarkan merupakan biaya yang paling
efektif dalam pengelolaan program konsewasi. Akan tetapi, jika biaya sosial tidak
dimasukkan ke dalam biaya program konservasi, maka yang paling efektif dalam
melaksanakan program konsewasi adalah Satgas Gili Indah yaitu sebesar
Rp232.833.133,29 per tahun. Jika ketiga hasil analisa tersebut akan dijadikan
sebagai altematif pilihan pengelolaan konservasi, maka yang hams dipilih adalah
lembaga yang mengeluarkan biaya yang paling kecil. Dalam analisa ekonomi
sumberdaya alam, analisa tersebut juga disebut sebagai least-cost alternative, atau
altematif biaya yang terkecil. Dengan demikian, kebijakan untuk melanjutkan
program konsewasi dapat mengacu dari hasil analisa di atas.

7. 4 Analisis Extended Cost Benefit Analysis (ECBA)


6.4.1. Analisa Biaya Manfaat (Cost-Benefit Ana4sis)
Dari hasil perhitungan dengan menggunakan tingkat bunga 9,s persen
dengan memasukkan biaya sosial diperoleh NPV positif pada tahun pertarna
sebesar Rpl10.426.243.664,95 per tahun. Sedangkan hasil analisa yang dilakukan
tanpa memasukkan biaya sosial diperoleh NPV positif pada tahun pertama sebesar
Rp113.154.243.664,95 per tahun. Dengan demikian, menurut analisa secan
ekonomi, program konservasi tersebut dapat dikatakan layak. Pada Gambar 14 di
bawah ini menggambarkan perbandingan biaya yang dikeluarkan dengan manfaat
yang diterima dari program konservasi sumberdaya terumbu karang.

Perbandingan Biaya dengan Manfaat Program


Konservasi

140,000,000,000.00
120,000,000,000.00
100,000,000,000.00
80,000,000,000.00
60,000,000,000.00 ...
40,W0,000,000.00
20,000,000,000.00

Manfaat B'aya

Gambar 14 Perbandingan Biaya dengan Manfaat Program Konservasi

Biaya sosial ini muncul akibat adanya larangan terbadap nelayan untuk
menangkap ikan di sekitar kawasan konservasi, terutama nelayan yang
menggunakan jaring muroami, karena dengan alat ini dapat merusak terumbu
karang yang ada di sekitar kawasan koservasi. Sebagai kompensasinya, Satgas
Gili Indah memberikan uang sebesar Rp.3.000.000,- per bulan kepada tiga
kelompok nelayan muroami. Dengan demikian, uang sejumlah Rp.3.000.000,- ini
disebut sebagai biaya eksternal konservasi yang diinternalisasi ke dalam biaya
internal. Uang kompensasi yang diberikan kepada nelayan diperoleh dari Yayasan
Ecomist. Sedangkan Yayasan Ecotrust sendiri memperoleh dana ini dari
pengusaha-pengusaha wisata (khususnya pengusaha selam) yang ada di Desa Gili
Indah.
Sejumlah kompensasi yang diberikan ini dimasukkan sebagai biaya sosial
karena ha1 ini adalah hasil dari kompromi antara kedua belah pihak, yaitu antara
pihak Satgas Gili Indah dengan kelompok nelayan. Sehingga ditemukan angka
Willingness To Pay oleh Satgas Gili lndah kepada kelompok nelayan. Atau
Willingness To Accept dari kelompok nelayan terhadap Satgas Gili Indah.
7.5. Pembahasan
Mengacu pada ekonomi sumberdaya alam, bahwa total nilai ekonomi
sumberdaya alam dapat dibedakan menjadi dua yaitu use value (instrumental) dan
no n-use value (intrinsik atau nilai pasiv). Lebih jauh lagi, uses value dibagi lagi
menjadi tiga yaitu manfaat langsung, manfaat tidak langsung, dan manfaat pilihan.
Manfaat langsung sendiri dibagi menjadi dua yaitu nilai langsung yang bersifat
ekstraktif dan nilai langsung yang bersifat tidak ekstraktif (disebut juga manfaat
tidak langsung). Manfaat langsung yang bersifat ekstraktif maupun tidak
ekstraktif diketahui melalui output yang dihasilkan. Sedangkan yang manfaat
lainnya tidak menghasilkan output, melainkan benefit yang menjadi nilai manfaat
dari sumberdaya terumbu karang (Kusumastanto, 2000). Dalam penelitian ini,
manfaat yang diperoleh adalah total manfaat konservasi, tanpa membedakan
lembaga pengelola konservasi.

7.5.1. Manfaat Kegunaan


7.5.1.1. Manfaat Kegunaan Langsung Ekstraktif
Manfaat langsung dari sumberdaya terumbu karang ini diperoleh melalui
produksi ikan oleh nelayan yang menangkap ikan di sekitar kawasan konservasi.
Adapun kelompok nelayan yang melakukan penangkapan ikan di kawasan
konservasi dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok nelayan yang
menangkap ikan dasar, dan kelompok nelayan yang menangkap ikan permukaan.
Kelompok nelayan yang umum menangkap ikan dasar dikelompokkan
berdasarkan alat tangkap yang mereka gunakan, seperti kelompok nelayan jaring
mogong (gill net), kelompok nelayan jaring muroami (incl. Mallalugis).
Sedangkan kelompok nelayan yang menangkap ikan permukaan antara lain
kelompok nelayan jaring seret (purse siene mini) dan kelompok nelayan jaring
layang.
Jenis ikan permukaan yang rerdapat di kau-asan konsewasi )-an? umum
ditangkap oleh nelayan antara lain ikan pasok lHemirhamphus spp). ikan horas
atau ikan balang-balang flvlosurus spp). ikan layang (Decapterus s p p ~ .
Sedangkan jenis ikan dasar yang umum ditangkap adalah ikan keluyu
(Istiophoridae), ikan tongkol (Euthynnus spp), ikan kuning ekor (Caesio sppl.
ikan sulir (Elagaris bipinnulatus), ikan languan (Thunnus spp). Jumlah anggota
kelompok jaring jenis muroami berkisar antara 35 sampai 40 orang setiap kali
melaut. Semua anggota kelompok berasal dari anggota masyarakat disekitarnya.
Ada yang berstatus sebagai buruh, ada juga yang berstatus sebagai bagian dari
pemilik. Sebagian besar hasil tangkapannya dipasarkan di sekitar Desa Gili Indah.
Untuk lebih rinci, dapat dilihat pada Tabel 25 berikut:

Tabel 25 Jenis Ikan dan Alat Tangkap Nelayan Desa Gili Indah
KIasifikasi
Jenis ikan Jenis Alat Tangkap
Ikan
lkan pasok Jaring seret (atau perse seine mini
(Hemirha~nphusspp) dan jaring layang.
Ikan Ikan balang-balang Jaring seret atau perse seine mini
Permukaan (Tylosurus spp) dan jaring layang.
Ikan layang (Decapterus Jaring seret atau perse seine mini
spp) dan jaring layang.
Ikan tongkol (Euthynnus Jaring mogong (gill net) dan
~PP) jaring muroami (incl. Mallalugis)
Ikan kuning ekor (Caesio Jaring mogong (gill net) dan
Ikan Dasar ~PP) jaring muroami (incl. Mullalugis)
Ikan sulir (Elagatis Jaring mogong (gill net) dan
bi innulatus)
Ikan languan (Thunnus Jaring mogong (gill nef) dan
~PP) jaring muroami (incl. Mullalugis)

Kelompok nelayan muroami ini merupakan kelompok nelayan paling


besar di Gili Indah dan hanya bisa dijumpai di Gili Air, Desa Gili Indah.
Kemudian disusul dengan kelompok nelayan yang menggunakan jaring mogong
yang anggota kelompoknya berkisar antara 10 sampai 15 orang. Di Desa Gili
Indah terdapat 4 kelompok nelayan yang menggunakan jaring mo_gong. Selain itu,
ada juga kelompok nelayan jaring perse seine dimana masing-masing kelompok
rata-rata terdiri dari 10 orang.
Wilayah penangkapannya tidak hanya di sekitar kawasan konsewasi Gili
Indah, tetapi juga sampai di luar kawasan konsenasi. Kelompok nelayan jaring
murami ini paling banyak mendapat prates dari masyarakat dan kelompok nelayan
non jaring murami khususnya di sekitar perairan Lombok Barat. Hal ini
disebabkan karena aktivitas yang mereka lakukan dapat merusak ekosistem
terumbu karang, dan karena adanya ketimpangan hasil tangkapan dan volume alat
antara nelayan muroami dengan nelayan non muroami.
Sebeium terjadi kerusakan terumbu karang di kawasan ini, tingkat
produksi ikan masih tinggi, namun yang menjadi kendala adalah rendahnya harga
ikan di pasar. Hal ini disebabkan karena tingkat produksi ikan yang melimpah,
dan daya beli masyarakat relatif kecil. Jika nelayan menginginkan harga yang
lebih tinggi, nelayan menjual hasil tangkapannya di pulau Lombok (main island).
Sejak lima tahun terakhir harga ikan relatif lcbih tinggi, tapi menurut pengakuan
para nelayan, produksinya semakin menurun.
Nilai manfaat langsung yang bersifat ekstraktif yang lebih kecil dari
manfaat langsung yang bersifat tidak ekstraktif. Hal ini diakibatkan oleh karena
terjadinya konversi manfaat iangsung ekstraktif menjadi langsung tidak ekstraktif,
atau perubahan fungsi dari sebagian kawasan penangkapan ikan menjadi kawasan
wisata bahari (Diving and snorkling). Akibat dari adanya manfaat langsung yang
bersifat tidak ekstraktif ini menyebabkan akses nelayan untuk menangkap ikan
menjadi terbatas. Terutama di kawasan-kawasan diving yang notabene sebagai
kawasan wisata bawah taut bagi wisatawan. Seandainya tidak terjadi perubahan
fungsi dari kawasan ini, maka tingkat kesejahteraan nelayan akan menjadi lebih
baik, dengan catatan bahwa konservasi tetap dilakukan.
Hal ini berarti ada pengamh yang signifikan dari perubahan fungsi
kawasan yaitu perubahan nilai manfaat langsung yang bersifat ekstraktif menjadi
nilai manfaat langsung yang bersifat tidak ekstraktif. Ilustrasi hubungan antara
nilai manfaat ekstraktif dengan nilai manfaat tidak ekstraktif dapat dilihat pada
Gambar 15 berikut:
El E2 Ekstraktif

Gambar 15 Kurva I-lubungan Antara Nilai Wlanfaat Langsung Esktraktif Dengan


Nilai Manfaat Langsung Tidak Ekstraktif

Dari Gambar 15 di atas terlihat bahwa terdapat hubungan negatif antara


nilai nianfaat langsung ekstraktif dengan nilai manfaat tidak ekstraktif. Artinya
jika nilai manfaat ekstraktif naik, maka nilai manfaat langsung tidak ekstraktif
akan turun. Begitu juga sebaliknya. Ketika nilai manfaat ekstraktif berada pada
titik E l , maka nilai manfaat langsung tidak ekstraktif berada pada titik NE2, dan
ketika nilai manfaat langsung ekstraktif turun menjadi E l , maka nilai manfaat
langsung tidak ekstraktif naik menjadi NE2.
Kondisi ini berdampak pada tingkat kesejahteraan masyarakat yang
kehidupannya tergantung pada sumberdaya disekitarnya. Terutama nelayan yang
mengandalkan pendapatannya dari hasil tangkapan ikan. Di satu sisi, kelompok
masyarakat yang sumber pendapatannya bergantung pada sektor pariwisata
menjadi diuntungkan atas kondisi sepeni ini. Tapi di sisi lain, kelompok nelayan
)-ang notabene mengandalkan psndapatannya dari hasil tangkapan ikan menjadi
dirugikan. Dalam teori ekonomi mikro. iniiah yang disebut dengan kondisi pareto
optimal. aninya. jika ada sekelompok orang yang naik kesejahteraannya, maka
kelompok orang lain harus dikorbankan untuk menurunkan kesejahteraannya.
Model kurvaparero optimal dapat dilihat pada gambar 16 berikut:
Pareto
optimal

Gambar 16 Kurva Pareto Optimal Antara Nilai Manfaat Langsung Ekstraktif


dengan Nilai Manfaat Langsung Tidak Ekstraktif

Pareto optimal yang dimaksud disini adalah naiknya nilai manfaat


langsung tidak ekstraktif menyebabkan turunnya nilai manfaat langsung
ekstraktif. Atau siapapun yang bergerak dari gambar di atas tetap disebut sebagai
pareto optimal. Artiinya kesejahteraan masyarakat pariwisata tidak akan bisa
meningkat apabila kesejahteraan masyarakat nelayan tidak diturunkan. Kepuasan
masyarakat nelayan berkurang karena jumlah ikan yang ditangkap semakin kecil,
sehingga kepuasan atas hasil tangkapannya menjadi berkurang.

7.5.1.2. Manfaat Kegunaan Langsung Tidak Ekstraktif


Dari tiga pulau yang ada di Desa Gili Indah, pulau yang paling ramai di
kunjungi oleh wisatawan adalah Gili Trawangan. Secara geografis, lokasi pulau
ini lebih jauh dibanding dengan dua pulau lainnya. Disamping itu, arealnya juga
paling luas dari ketiga pulau yang ada di Gili Indah yaitu dengan luasan i340 ha.
Sedangkan dua pulau lainnya seluas seperti Gili Air * 175 ha dan Gili Meno
*I50 ha. Fasilitas wisata di Gili Trawangan seperti akomodasi Iebih lengkap,
termauk pilihan konsumsi juga lebih ben-ariasi.
Meningkamya jumlah wisatawan yang berkunjung ke kawasan konservasi
ini berarti nilai dari sumberdaya terumbu lrarang yang ada di kax-asan ini
konservasi ini menjadi lebih tinggi. Masyarakat mau mengeluarkan sejumlah
biaya dari ~ m a mereka
h hingga sampai di kawasan ini hanya untuk memperoleh
kepuasan tertentu. Hal ini dapat dilihat dari wisatawan yang datang dari krbagai
daerah dan dari berbagai negara.
Metode yang digunakan untuk menduga nilai sebuah komoditas yang tidak
memiliki nilai pasar (non-market goods) adalah dengan menggungkan metode
biaya pejalanan (Travel Cost Method;TCW. Metode ini berangkat pada asumsi
dasar bahwa setiap individu baik aktual maupun potensial, bersedia mengunjungi
sebuah daerah untuk mendapatkan manfaat tertentu tanpa h a s membayar nilai
masuk (no entrey fee). Manfaat langsung yang bersifat tidak ekstraktif dari
sumberdaya terumbu karang diperoleh melalui besaran pengeluaran para
wisatawan yang mendatangi kawasan konservasi.
Adapun biaya-biaya yang dikeluarkan oleh wisatawan antara lain biaya
transportasi dari daerah asal menuju lokasi, biaya konsumsi selama perjalanan
menuju lokasi hingga meninggalkan lokasi, biaya konsumsi dan akomodasi
selama berada di kawasan wisata, biaya belanja cinderamata yang dijual di
kawasan wisata. Wisatawan yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah
wisatawan asing dan wisatawan nusantara yang khusus datang ke lokasi wisata
hanya untuk menikmati keindahan dam bawah laut Desa Gili Indah.
Adapun kegiatan wisata yang dilakukan oleh para wisatawan di kawasan
ini antara lain seperti menyelam (SCUBA diving), snorkeling, bottom boat. Semua
kegiatan ini dilakukan karena daya tarik dari terumbu karang yang ada di kawasan
ini. Dari kegiatan-kegiatan ini menimbulkan biaya-biaya yang dikeluarkan oleh
wisatawan yang menjadi benefit dari terumbu karang setelah dihitung melalui
prosedut perhitungan valuasi manfaat tidak langsung.

7.5.1.3. Manfaat Pitihan


Manfaat pilihan mempakan manfaat dari sumberdaya terumbu karang
yang dinilai melalui kesediaan masyarakat untuk tidak memanfaatkan sumberdaya
temmbu karang tersebut pada saat sekarang, terapi akan dimanfaatkan pada masa
yang akan datang dengan harapan sumberdaya tersebut akan kembali pasar
kualitas yang lebih baik. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
CVM (Contingan Valuation Method).
Metode ini dilakukan dengan basis mengukur WTP responden konservasi
dan pelestarian lingkungan. Metode ini dilakukan dengan menawarkan pilihan
kesediaan membayar responden, sehingga mereka dapat memiIih niIai maksimum
yang sesuai untuk preferensinya. Nilai yang menjadi patokan (benchmark) untuk
metode ini berdasarkan pada penelitian yang dilakukan di lokasi obyek wisata lain
dengan keadaan yang sama seperti di Gili Trawangan dan juga berdasarkan survey
di kawasan Gili Trawangan FA0 (2000) menunjukkan bahwa tujuan dari CVM
adalah untuk mengukur variasi nilai kompensasi dan nilai persamaan suatu barang
yang dinyatakan. Variasi nilai kompensasi dan nilai persamaan dapat ditentukan
dengan bertanya kepada seseorang untuk memberikan sejumlah satuan moneter
yang ingin dibayarkan
Nilai antara WTP dengan WTA (willingness to accept) seharusnya tidak
ada perbedaan yang signifikan, karena antara WTP dengan WTA merupakan
cerminan dari kesediaan masyarakat untuk tidak memanfaatkan sumberdaya
tersebut pada saat sekarang. Nilai WTP umumnya lebih kecil dari pada WTA
karena pada WTP, masyarakat yang hams membayar. Siapapun jika diminta
untuk mengeluarkan uang untuk kepentingan bersama, cenderung nilai uang yang
dia mau keluarkan kecil. Akan teapi jika mereka ditawarkan untuk diberikan uang,
cenderung mereka menginginkan nilai yang lebih besar.

7.5.2. Biaya Konservasi


Secara umum, biaya konservasi terumbu karang di kawasan Gili Indah
dilakukan ditanggung oleh dua lembaga yaitu lembaga adat yang disebut dengan
Satuan Tugas (Satgas) Gili Indah, dan lembaga pemerintah yang disebut dengan
BKSDA (Balai Konservasi Sumberdaya Alam) Nusa Tenggara Barat. Adapun
jenis-jenis biaya yang dikeluarkan dalam program konservasi dibedakan menjadi
empat kelompok yaitu biaya investasi, biaya operasional, biaya transaksi, dan
biava sosial.

7.5.2.1. Rezim Satgas Gili Indah


Keterbatasan kemampuan yang dimiliki oleh lembaga pemerintah
(BKSDA NTB) dalam menjalankan tugasnya melindungi sumberdaya daya di
kawasan konservasi, menyebabkan kelompok masyarakat ada yang berada di
kawasan konservasi Gili Indah ikut ambil bagian dalam program menjaga
kelestarian sumberdaya diwilayahnya. Di kawasan Gili Indah sampai saat ini
terdapat dua kelompok masyarakat yang turut mengawal program konsemasi,
mereka adalah kelompok masyarakat Gili Trawangan (Satgas Gili Trawangan),
dan kelompok masyarakat Gili Air (Satgas Gili Air). Mereka adalah dua lembaga
yang memiliki dua visi yang sama, namun memiliki struktur organisasi yang
berbeda, termasuk anggaran operasional yang berbeda pula. Dalam melaksanakan
operasinya, mereka berkoordinasi dan saling mendukung program yang mereka
lakukan. Aturan dan sanksi yang digunakan adalah aturan adat yang ditetapkan
berdasarkan pranata hukum adat setempat.

7.5.2.2. Analisa Kelayakan


Net Present Value (NPV) yang digunakan dalam menganalisis program
konservasi terumbu karang di Desa Gili Indah merupakan nilai sekarang dari total
manfaat yang akan diperoleh pada masa yang akan datang jika manfaat tersebut
dinilai sekarang. Dengan mcnggunakan NPV saja tidak cukup sebagai kriteria
untuk menentukan kelayakan suatu program kegiatan konservasi, sehingga perlu
dikombinasikan dengan kritcria yang lain yaitu cost effectiveness analysis (analisa
efektivitas biaya).
Penggunaan metode analisis biaya yang konvensional sering tidak mampu
menjawab pennasalahan pengukuran yang komprehensif termasuk pengukuran
nilai yang tidak terlihat (intengible). Dalam analisa biaya manfaat tidak hanya
mengukur kelayakan dari aspek komersial saja, tetapi juga mengukur kelayakan
dari aspek kelayakan sosial. Dalam ekonomi konvensional, analisa biaya manfaat
hanya memperhitungkan input dan output yang nilainya ada di pasar. Tapi dalarn
hal ini, analisa biaya manfaat memasukkan nilai input dan output yang tidak ada
di pasar. Intinya adalah mengukur, memasukkan dan membandingkan semua
biaya dan manfaat dari proyek publik.
Kelemahan dari kiteria iili adalah dalam menentukan tingkat bunga yang
tepat untuk digunakan dalam perhitungan untuk menjamin hasil perhitungan
sesuai dengan kenyataan yang &an dihadapi dimasa yang akan datang. Karena
dalam menghitung NPV suatu kegiatan. hams ditetapkan terlebih dahulu suatu
tingkat bunga tertentu dimana besarnya tingkat suku bunga tersebut diasurnsikan
tetap dan berlaku sepanjang program berjalan. Sedangkan pada kenyataannya,
tingkat suku bunga d i p e n g d i oleh kondisi ekonomi secara makro yang sangat
dinamis, sehingga tingkat suku bunga juga berubah secara dinamis. Pada kondisi
seperti ini, NPV yang diperoleh saat ini tidak berlaku lagi dimasa yang akan
datang karena tingkat suku bunga juga berubah, bisa naik atau bisa juga turun.
Tabel 26 di bawah ini menunjukkan tingkat kelayakan dari program konservasi
sumberdaya t e m b u karang di Desa Gili Indah tanpa biaya sosial. Sedangkan
analisis dengan biaya sosial disajikan pada tabel 27 di bawah.

Tabel 26 Analisa Kelayakan Program Konservasi Terumbu Karang di Desa Gili

Tabel 27 Analisa Kelayakan Program Konservasi Terumbu Karang di Desa Gili


Indah (Dengan Biaya Sosial)
I Jenis Manfaat Manfaat Konservasi (Rpltahun)
1 Manfaat langsung ekstraktif 369.882.224,74
2 Manfaat langsung tidak ekstraktif 83.486.413.643,32
3 anf fa at ~ i l i h a n- 30.486.418.077,63
Total Manfaat 114.342.713.945,69
Disco~mrRare (DR 93%) 1.OO
Present Value 113.312.713.915.69
B Jenis Biaya Bial-a Konsemasi (Rp.:tahun)
1 Biaya investasi 1.007.924.280.74
2 Biaya operasional 131.606.000.00
3
- Biava
- transaksi 48.940.000,OO
4 Biaya sosial 2.728.000.000,00
Total Biaya 3.91 6.470.280,74
Discount Rate (DR 9,8%) 1.OO
Present Value 3.916.470.280,74
Net Present Value (NPv 110.426.243.664,95
Gambar 17 di bawah ini menyajikan perbandingan manfaat bersih tanpa
biaya sosial dan manfaat bersih dengan biaya sosial.

Perbandingan Manfaat Bersih dengan Biaya Sosial dengan


Tanpa Biaya Sosial

114,000,000,000.00 " "

113,000,000,000.00 --
112,000,000,000.00
111,000,000,000.00
110,000,000,000.00
109,000,000,000.00

NW dengan biaya sosial NW tanpa biaya sosial

Gambar 17 Perbandingan Manfaat Bersih Program Konservasi dengan Biaya


Sosial dan Tanpa Biaya Sosial

Ketergantungan ~nasyarakat di sekitar Desa Gili Indah yang tinggi


tcrhadap sumberdaya terttmbu kamtlg, telah inenyebabkan eksploitasi besar-
besaran sehingga tnenyebabkan rusaknya teru~nbu karang tersebut. Teruta~na
masyarakat yang tinggal dekat dengan areal kawasan terurnbu karang.
Terbatasnya s ~ ~ m b ependapatan
r alternatif selain dari teru~nbukarang, menjadi
fahtor kuat terjadinya kerusakan terumbtt harang. Ancaman utaina terumbu karang
ialah eksploitasi su~nberdayaterutnbu karang sebagai kapur (salah satu bahan
barigunan). Untuk melarang inereha menghentikan aktivitasnya tidaklah tnudah.
tapi kalau dibiarkan juga akan sangat membahayakan inasyarakat di illasa yang
akan datang. Sebagai konsekuensi logis dari pelarangan tersebut adalah peinberian
kompensasi sebagai ganti rugi sebesar ker~tyianyang diderita akibat hilangnya
pendapatan tnereka.
Kompensasi ini ditetapkan setelah kelompok nelayan melakukan negosiasi
dengan para pengusaha wisata di Gili Indah, temtama pengusaha di Gili
Trawangan yang notabene penduduknya didominasi oleh pengusaha wisata.
Menurut nelayan setempat yang menerima kompensasi, jumlah kompensasi ini
masih sangat kecil, karena setelah sejumlah uang tersebut dibagi kepada seluruh
anggota yang berjumlah 105 orang, maka yang diperoleh sangat kecil yaitu sekitar
Rp.28.000,- per orang dalam satu bulan. Dibandingkan dengan hasil tangkapan
yang biasa diperoleh jika menangkap ikan di kawasan ini, jumlahnya jauh l e b i
besar. Dalam setiap kali menangkap ikan di kawasan ini, pendapatan yang
diperoleh rata-rata sebesar Rp114.000 per hari, maka dalam satu bulan,
pendapatan kotor rata-rata nelayan sebesar Rp760.000 per orang. Gambar di
bawah ini menunjukkan tingkat pendapatan masyarakat nelayan sebelum dan
sesudah dilakukan koservasi:

Pendapatan Melayan Muroami Sebelum


dan Sesudah Konservasi

-. -.

Setelah konservasi Sebelum


konservasi

Gambar 18 Pendapatan Nelayan Muroami Sebelum dan Sesudah Konservasi

Selain itu, sebagai eksternalitas negatif dari kegiatan konservasi ini adalah,
masyarakat yang biasanya mengambil terumbu karang sebagai bahan baku
pembuatan kapur bangunan menjadi terhenti. Mereka tidak bisa lagi
mengeksploitasi terumbu karang sebagai mana biasa. Akibat larangan ini,
kesempatan mendapatkan penghasilan dari kegiatannya rnengeksploitasi terumbu
karang menjadi hilang. Dengan demikian, sejumlah kehilangan penghasilan ini
menjadi biaya eksternal dari kegiatan konservasi.
Biaya sosial yang ditanggung oleh lembaga pemerintah sama dengan biaya
sosial yang ditanggung oleh Satgas Gili Indah. Perbedaannya adalah pada
pemberian kompensasi kepada nelayan. Kompensasi yang diterima oleh kelompok
nelayan jaring muroami diberikan oleh Satgas Gili Indah. Sedangkan BKSDA
NTB tidak memberikan kompensasi apapun kepada yang terkena dampak
konservasi. Sejumlah penghasilan yang hilang ini disebut sebagai biaya eksternal
konservasi, atau sebagai dampak sosial dari program konservasi. Dengan
memasukkan biaya sosial ke dalam biaya konservasi menunjukkan total biaya
konservasi yang sesungguhnya yang hams ditanggung oleh pengelola konservasi.
VIII. SIMPULAN DAN SARAN

8.1. Simpulan
Dari uraian pembahasan di atas dapat disimpwlkan sebagai berikut:
1. Diketahui total manfaat konservasi sumberdaya terumbu karang sebesar
Rpl14.342.713.945,69 per tahun. Manfaat terbesar diperoleh dari manfaat
langsung tidak ekstraktif (perikanan) yaitu sebesar Rp 83.486.413.643,32
pertahun. Manfaat non ekstraktif (wisata) lebih tinggi karena adanya konversi
kawasan penangkapan ikan menjadi kawasan wisata bahari.
2. Diketahui total biaya konservasi sumberdaya terumbu karang sebesar
Rp3.916.470.280,74 per tahun. Biaya terbesar dari program ini adalah biaya
sosial yaitu sebesar Rp 2.728.000.000,00 per tahun. Akan tetapi, dalam jangka
pendek, dampak dari program konservasi ini menyebabkan penurunan tingkat
pendapatan masyarakat disekitamya.
3. Satgas Gili Indah lebih layak mengelola program konsewasi dibanding dengan
BKSDA NTB. Hal ini dilihat dari efektifitas penggunaan anggaran program
konservasi di lokasi yang sama. Hasil analisa Net Present Value dengan
memasukkan biaya sosial menunjukkan angka positif yaitu sebesar Rp
110.426.243.664.95 per tahun. Sesuai dengan kriteria kelayakan NPV, maka
program konservasi yang saat ini dilaksanakan di Desa Gili Indah layak
dilanjutkan.

8.2. Saran
Karena manfaat yang diperoleh oleh pengusaha pariwisata di kawasan
konsewasi cukup besar, maka mereka harus terlibat aktif dan berperan lebih besar
dalam program konservasi tersebut. Mengacu pada Coase Theorm. ada empat
solusi yang ditawarkan untuk mengatasi ekstemalitas seperti yang disebutkan di
atas yaitu: (1) pengusaha pariwisata memberikan kompensasi secara langsung
kepada nelayan yang kehilangan sumber pendapatannya akibat adanya konversi
kawasan penangkapan menjadi kawasan wisata, (2) pemerintah memungut pajak
yang lebih tinggi kepada pengusaha, dan pajak tersebut digunakan untuk biaya
program konservasi, (3) mengingat posisi tawar dari masyarakat sangat rendah
terhadap pengusaha pariwisata, maka diperlukan keterlibatan pihak ketiga dalam
memperjuangkan hak-hak masyarakat yang hilang akibat program konserya~i,(4)
biaya konsemasi di sekitar kawasan wisata harus dibebankan kepada pengusaha
pariwisata.
Selain itu, untuk memperkaya khasanah pengetahuan tentang ekonomi
sumberdaya alam dan lingkungan, maka diperlukan kajian yang lebih
komprehensif, terutama tentang pengelolaan program konservasi sumberdaya
terumbu karang di kawasan konservasi Desa Gili Indah.
DAFTAR PUSTAKA

Abelson, P., 1980. Cost Benejit Analysis and Environmental Problems. Itchen
Printers Limited, Southampton, England
Adrianto,L., 2005. Valuasi Ekonomi Sumberdaya Pulau-Pulau Kecil. PKSPL IPB
Bogor
Adrianto,L., 2006. Pengenalan Konsep dun Metodologi Valuasi Ekonomi
Sumberdaya Pesisir dun Laut. PKSPL IPB Bogor 2006
Adrianto,L., 2006. Konsep dan Kerangka Nilai Ekonomi Sumberdaya. PKSPL
IPB Bogor 2006
Andalita, 2006. Valuasi Ekonomi Ekosistem Terurnbu Karang di Perairan Pulau
Menjungan Privinsi Bali. [skripsiJ. IPB Bogor
Bachtiar I, 2005. Sustainable Coastal Development. Faculty Of Education,
Universitas Mataram
Bachtiar I, 2000. Community Based Coral Reef Manage~nentOf The Marine
Tourism Park Gili Indah, Lombok Barat. Jurusan Pendidikan Biologi,
Fkip Universitas Mataram
Blamford, A. 2002. Economic Reasons for Conserving Wild Nature. SCIENCE'S
COMPASS REVIEW Vol. 297
Borton. N. David. SMR Report. 1411994. Economic Factors and Valuation of
Tropical Coastal Resources. Universitetet I Bergen, Senter For Milyo-
OG Ressursstudier
Clawson, M and L.J. Knetsch. 1996. Economics of Outdoor Recreation. The John
Hopkins Press, Baltimore.
Dahuri R, Rais J, Sapta P.G., Sitepu M, 2001. Pengelolaan Sumberaya Wilayah
Pesisir dan Lautan Secara terpadu (Edisi Revisi). Saptodadi. Jakarta
[DKP RI] Depertemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. 2003. Valuasi
Ekonomi Kawasan Konservasi Laut. Dirjen Pesisir dun Pulau-Pulau
Kecil, Direkforat Konservasi dun Taman Nasional Laut. Jakarta: DKP
RI .
Fahrudin,A., 2003. Extended Cost Benejit Analysis Of Present And Future Use Of
Indonesian Coral Reej5, An Empirical Approach To Sustainable
Management Of Tropical Marine Resources. Aus dem Institut flir
Agrarokonomie der Christian-Albrechts-Universistzu Kiel
Fauzi,A., (2004). Ekonomi Sumberdaya Alum dun Lingkungan, Teori dun
liplikasi. PT Gramedia Pujtaka Utama
Fauzi.4.. Amas.. 2005. P~lrmod~ian Sumber Daya Perikanan dun Kelautan. PT
Gramedia Pustaka
Field. 2002. Environmenral Economics. An Introduction. Third edition. McGraw-
Hill Companies
GEFA.XDPI?MO Regional Programme for the Prevention and Management of
Marine Pollution in the East Asian Seas. Januari 1999. Manual On
Economic Instrumentsfor Coastal and Marine Resource Management.
Quezon City, Philippines
Gold, S.M. 1980. Recreation Planning and Design. New York: MacGraw Hill
Book Company.
Hanley, N., Spash L. Clive. 1995. Cost-Benefit Analysis and The Environment.
Edward Eigar Publishing Limited.
Husni, S. 2001. Kajian Ekonomi Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang. (Studi
Kaszrs di Kawasan Taman Wisata Alam Laut Gili Indah Kabupaten
Lombok Barat, Propirzsi Nusa Tenggara Barao. Institut Pertanian
Bogor (Tesis).
Kecamatan Pemenang Dalam Angka 2004. Biro Pusat Statistik Provinsi Nusa
Tenggara Barat 2004.
Kusmurtiyah. 2004. Nusib Terumbu Karang di Ujung Tanduk. [Suara Penzbaruan
Daylyl 15 September 2004
Kusumastanto, T. 2000. Ekonomi Sumberdayu dun Lingkungan. Institut Pertanian
Bogor
Nyabakken, J.W. 1992. Biologi Laut: Suutu Pendekatan Ekologis (Tej: Ediman,
M; Koesbino, D.G. Bangen; M. Hutomo; dan S. Sukardjo). Jakarta:
PT. Gramedia
Nikijuluw. 2002. Rezim Pengelolaan Strmberdaya Perikunan. PT Pustiika
Cidesindo, Jakarta Selatan
Pet Jos (2002). Kawusan Konservasi Luut dun Manfautnya Bagi Perikanan.
[paper] Ay s t u s 2002
Satria, et.Al. 2005. Questioning Community Bused Coral Reef Management
Systems: Case Study Of Awig-Awig In Gili Indah, Iizdonesia.
Environment, Development and Sustainability (2005) 00:l-20 -
Springer 2005 DOI: 10.1007/~10668-005-0909-9
Satria, ef. Al. 2002. Menuju Desenfralisasi Kelaufun. Pusat Kajian Agraria Institut
Pertanian Bogor
Singarimbun. 1987. Metodologi Penelitian Survai. LP3ES
Sorensen and Cearry. 1990. Coast: Institutional Arrangements for Managing
Coastal resources. University of California. Barkeley
Douglass, R. W. 1982. Forest Recreation. Pergamon Press, Oxford.
Sudarsono D,. (2000). Pengambilalihan Kembali dun Redistribusi Tanah Kasus
Gili Trawangan NTB. [artikel] tidak dipublikasikan.
Suparmoko, M. 1989. Ekonomi Sumberdaya Alam dun Lingkungan (Suatu
Pendebtan Teoritis) Edisi Kedua. Pusat Antar Universitas Studi
Ekonomi Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Supannoko, M. 2006. Panduan dun Analisis Valuasi Ekonomi, Konsep, Metode
Penghittmngan. dun Aplikasi BPFE Yogyakarta
Suparmoko, h?.. Maria. 2000. Ekonomika Lingkungan. Edisi Perfama. BPFE
Yogyakarta.
Suharsono, 1993. Porensi Sumberdqa Laur Gili Trmangan. Gili -\fen0 dun Gili
,lir. Lombok Barar
Tishriani. Y. 2005 [skripsi]. Dampuk Pengembangan Puri~visuta Terhadap
Lingkungan dun Sosial Ekonomi di Gili Trrnvangan Kabupaten
Lombok Barat. hicra Tenggara Burat. Universitas Indonesia
Unit Konsemasi Sumber Daya Alam Nusa Tenggara Barat. 2001. Laporan
Inventarisasi Terumbu Karang di TWAL Gili Matra Kabupaten
Lombok Barat. Lombok Barat
Yoeti, A.O.K. 1990. Pemasaran Pariwisnta. Bandung: Penerbit Angkasa.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Peta Lokasi Penelitian, Kawasan Konservasi Desa Gili Indah Kabupaten Lombok Barat Provinsi Nusa Tenggara Barat
Lampiran 2 Data I'rotluksi
-. d:111 . -
-. 1..li~l.ga-lkan di Kawasan Koservasi Desa Gili Indah
111111111111
No I lnrgi~/Iallun Jumlnh Ln Ln Ln Ln Jumlah
tnr~gk~ip~~t~ Pendidikan Umnr
Respouden Tanggungan Ln Harga Urnur Pendidikan tanggungan
( k ~ ) f f a l ~ ~ ~ l t (I~P)

25 36,666 460,000.00 1 55 10 10.50961 13.03898 0 4.00733319 2.302585093


Jumlah 110,002 27.069,525.00 149,655 117.00 180.78 324.29 0.69 89.54 35.69
Rata-rata 4,400 --- i.082.78 1 9,977 7.80 12.05 21.62 0.05 5.97 2.38
Lampiran 3 Koelisicn Rcgrcsi M i l ~ ~ i 1,angsung
k~t Ekstraktif Program Konservasi Terumbu Karang Desa Gili Indah

SUMMARY 01~1'I'1I'I

Regressio!i Sl~aislics
- . .- -- - .
Multiple R 0.7560?0347
R Square 0.57 1.500764
0.48 1370204
Square
standard Error 0.887269963
Observations 24

ANOVA
111
.- ...-. -. .-.. S S MS F Signijicance I;
Regression 4 10.05487325 4.988718313 6.336908309 0.002046883
Residual I ') 1~1.05771176 0.787247987
'l'olal 23 34.91258502

Standard Lower
Coefficienls Error t Stat P-value Lower 95% Upper 95% 95,0% upper
95.0%
Intercept 6.1209932 4.689141004 1.305354903 0.207359043 -3.693491695 15.93547809 -3.69349 15.93548
X Variable 1 -0.76534359 0.189229168 -4.044532907 0.000692088 -1.161404794 0,369;82396 -1.1614 -0.36928
XVariable2 -1.46604704 1.3600892 -1.077905067 0.294571671 -4.312746444 1.380652365 -4.31275 1.380652
XVariable3 3.34817962 1,325080528 2.526774448 0.020545354 0.574754207 6.121605034 0.574754 6.121605
X Variable 4 -0.46761719 0.579382781 -0.807095425 0.429599784 -1.680279286 0.745044903 -1.68028 0.745045
Lampiran 4 Data Tingkat Kui~jungan
.. dan Total Pengeluaran Wisatawan ke Desa Gili Indah
No Total Ln Total
Visit pekerjaan umur asal
Responden ~c~~seluarnn
- Ln pengeluaran pekerjaan
Ln Ln umur ~n asal
1 3 50,000.00 I 20 1 1.098612 10.81978 0 2.995732 0
Lampiran 5 Manlaat I,angsu~lgTidak Ekstraktif Program Konservasi Terumbu Karang Desa Gili Indah
SUMMARY OU'I'I'U'I

Regression Statistics
Multiple R 0.40449766
R Square 0.16361836 .
Adiusted R

Observations 29

dT -SS
. MS F Significance F
Regression ‘I . 1.174565723 0.2936414 1.173759 0.347251
Residual 24-_- - 6.004125934 0.2501719
Total ?X-- -- 7.178691657
~.-
C'oellicicnls Sl:~nd;lrdError t Stat P-value Lower 95% F!!! Lower
CIS no/. Upper 95.0%
Intercept ( , I V1~1'
.L 175h 1.1'13199427 1.0006689 0.32697 -1.268645 3.65664 -1.268645 3.65664
Pengeluaran -0.Of~'ltI3272 0.086669053 -0.7965094 0.433545 -0.247909 0.109843 -0.247909 0.109843
Pekerjaan - --
-0.21 550601) 0,239218657 -0.9012511 0.376411 -0.709319 0.278127 -0.709319 0.278127
Umur 0.01 700633 0.302494563 0.0434817 0.965677 -0.793003 0.827135 -0.793003 0.827135
Asal 0.24650745 0.250735437 0.983377 0.335232 -0.270925 0.76406 -0.270925 0.76406
Lampirali 6- - hl:isy;~,.iih;~l
Data M"I'I' . . . . ...1)es;i
.. Gili Indah Untuk Kawasan Konsewasi Terumbu Karang
Naliiit I'endidik jumlah Ln jumlah
w'l I' umur pendidikan umur
No' Respo~ldcti-. -- .-....-
,
an tanggungan WTP tanggungan
1 f I . Alimt~din 7.000,OOO.OO 1 8 50 15.76 0 2.079442 3.912023005
2 Sahdin 7,000,000.00 1 2 28 15.76 0 0.693147 3.33220451
3 Nasrun 7,000,000.00 1 5 39 15.76 0 1.609438 3.663561646
4 Mahsin 7,000,000.00 1 6 58 15.76 0 1.791759 4.060443011
5 Suasto 12,000,000.00 1 4 39 46.30 0 1.386294 3.663561646
6 Susiadi 22,000,000.00 2 3 32 16.91 0.693147181 1.098612 3.465735903
7 I-lusnan 7,000,000.00 1 2 34 15.76 0 0.693147 3.526360525
8 Sayuti 7,000,000.00 1 3 40 15.76 0 1.098612 3.688879454
9 Muhammad 7,000,000.00 1 4 37 15.76 0 1.386294 3.610917913
10 Muksin 7,000,000.00 1 2 33 15.76 0 0.693147 3.496507561
1 1 Sanusi 7,000,000.00 1 9 45 15.76 0 2.197225 3.80666249
12 Saliha 7,000,000.00 1 6 50 15.76 0 1.791759 3.912023005
13 Nuhung 7,000,000.00 I 5 53 15.76 0 1.609438 3.970291914
14 Mas'ud 7,000,000.00 1 4 45 15.76 0 1.386294 3.80666249
15 Abdul Razak 7,000,000.00 1 6 35 15.76 0 1.791759 3.55534806I
16 Ibrahirnn 7,000,000.00 1 5 50 15.76 0 1.609438 3.912023005
17 Subaidi 7,000,000.00 1 3 29 15.76 0 1.098612 3.36729583
18 Jumawal 7,000,000.00 1 3 47 15.76 0 1.098612 3.850147602
19 Rasudin 7,000,000.00 1 4 45 15.76 0 1.386294 3.80666249
20 Sahri 7,000,000.00 1 5 50 15.76 0 1.609438 3.912023005
21 Hanaiigi 7,000,000.00 1 4 35 15.76 0 1.386294 3.555348061
22 H. lsmail 7,000,000.00 1 7 49 15.76 0 1.94591 3.891820298
23 Abdul Madjid 7,000,000.00 1 7 43 15.76 0 1.94591 3.761200116
24 Baso Sultani 7,000,000.00 1 10 55 15.76 0 2.302585 4.007333185
Lampiran 7 Koclisicl) Ilcprcsi Manlhat Pilihan Program Konservasi Terumbu Karang Desa Gili Indah

Regrcssio~~St:~lislics
Multiple R 0.002245
R Sauare 0.8 1.1045
Adjusted R
0,786 57,
Square
standard Error 0.1 1745 l
Observations 211

MS F Significance F
llegressiol~ 1 1 20777 1747 0.402590582 29.18436 1.66747E-07
liesidual 20 0.275894732 0.013794737
I Total 23 1.483666479

Standard Upper Lower Upper


Coefficients Error t Stat P-value Lower 95%
95% 95.0% 95.0%
Intercept 15.96738 0.572788617
X Variable I 1.5995 0.18000333
X Variable 2 0.001607 0.075986568
X Variable 3 -0.04942 0.172692158

jumlah
Rata - rata variabel pendidikan tanggungan umur
.-
0 2.302585093 4.007333

Memasukkan rata - rata variabel ke dalam persamaan


pendapatan individu = 16.17
. .
~ooulasi = 2.897
Total WTP WTP 30.486.418.077,63
Populasi
Lampiran 8 Kurva Permintaan Manfaat Langsung E k s t r a k t i f

> restart;
> b0:=66864854913;bl:=-0.765343596;a:=4400;
b0 := 66864854913

> p l o t (f(Q) ,Q=lO . .200) ;

Mengestimasi Total Kesediaan Membayar

Mengestimasi harga rataan WTP

> f (Q) :=aA( l / b l ) / b O A ( l / b l ) ;


fig):= 2.j1szsszs; lo9

Mengestimasi nilai yang dibayarkan

illenghirung Surplus Konsumen


Lampiran 9 Kurva Permintaan Manfaat Langsung Tidak
Ekstraktif

> restart;
> b0:=2.21;bl:=-0.069032722559;a:=45;
60 := 2.2 1

> plot (f(q),q=10..ZOO);

4
> u:=int(f (q),q=l... 4 4 2 ) ;
N := 7226.8 16997
Lampiran 10 Jenis Species Ikan di Kawasan Kosewasi Desa Gili Indah

'--.I
' I

.-

-
5.
-6. m
-
l
7.
Amphlprlon

JChrombonolis
.- - -
I
--
I

!3
-17. p. analis
18. [P. chry~m-5 12 1
19. 1~loclro.Dlckll [ ( 2 1 I I I 1
1 133 ( 27 i !9 :
-
20. ! P O m J C m
icrmbolnerui: I i 12i5 j 12 1 \ 2 3 ! 7
I i I !
2

Sumber: KSDA NTB, (2000)


113

Lanjutan lampiran 10
-----
. ...

Sumber: KSDA NTB. (20001


Lanjutan lampiran 10
.--..- -
n/ l~aranqoldae
- sp
40. (Carangoides 1
-V fabrldae
41. hnampses sp I
42. Ci~oerodooSp
43. Halichoeres sp - 1 19 -
44. labroldes
dimldidus --
45. Thalosso~r~a
lunore

36. Slganus sp 2
47. Slganus 4 4
vulpinbus
--VII
... --
Scorldoe
-48. Scarus bieekrl 19 2 .?
49. Scarus evides 3 4
50. Scarus ghobbcln -
51. Scarus psNfacus
Neml~torldae
52, Sco!opslslineata
53. Scolopsls spl 1
I
% m ~ f d ~ o
54. Plalax pinnaltts
X Mullidae
2 ' i
I I I
j
.

55, P. bifasclatus --- 3


56. parupeneus
I 3
I I

Surnber: KSDA KTB, (2000)


Lanjutan lampiran 10
. .
8 Serranldaq
58. Ephinepelus sp_
a Pomacanlldao
59. ~entlopygej
bicoior -
60. 'Chaetodonloplu
1s rnesoleucus
61.
62.
Pomaconll~ussp ---
Pornacanthus
-- .-
1
-
63.
dlacanll~us
Pornocanthus
Imperafor
Xlll Oalislidan
64. i
4-
B ~ I I S ~ O I ~ ~ ; P
65. Rhinocclnfl~us
undulo!us
Caeslonidao
66. Pterocoesio sp
Zancfldo~
67. Zanclus
canescens
Holocenlrldao
I 8

68. Myriprislis murian 2


a 1 pooaonidae I
-.
69. LApogonl aereus 3 1 2 1 1 I I
X V d l~mfraodonfldae I
70' [ Scolopsis
bilineata
7 1 . IScolopsh llneofa
4

3 ,
I-' I *
1 1 1

xs \&nodontidoe I
72. Synodus
Plotosldao
73. Plotosus linealus

Sumber: KSDA NTB, (2000)


Larnpiran 11 Aktivitas Ekstraktif Masyarakat Desa Gili Indah

Ikan horas termasuk ikan permukaan yang Jaring seret (pursesein mini) yang
ditangkap di sekitar kawasan konsewasi Gili digunakan nelayan Gili lndah
Indah menangkap ikan permukaan

Ikan Tongkol hasil tangkapan nelayan, Nelayan Mourami memperbaiki jarring


merupakan salah satu jenis ikan dasar dikala tidak melaut

- - - "
mengynakan pancing oleh -nelayan Gili sambilan masyarakat yang dilakuki di
Trawangan waktu senggang.
Lampiran 12 Aktivitas non Ekstraktif Masyarakat Desa Gili lndah

Terumbu karang buatan sebagai alternatif Lokasi pembakaran terumbu karang


sumber pendapatan nelayan dan menjadi kapur,
menaembalikan kelestariannva.

Aktivitas wisatawan yang akan melakukan Kelompok nelayan mogong berangkat


diving di kawasan konsewasi Gili Indah. menangkap ikan.

Menjual souvenir menjadi salab satu Para wisatawan bersantai sambil


aktivitas ekonomi masyarakat sebagai menikmati indahnya pasir putih di Gili
dampak pariwisata di Gili Indah Trawangan

Anda mungkin juga menyukai