Oleh:
ALEN APRISYE LEKLIAY
Oleh:
ALEN APRISYE LEKLIAY
NRP 55195212729
Menyetujui
Dosen Pembimbing,
Dr. Ita Junita Puspa Dewi, A.Pi.,M.Pd Ir. Basuki Rachmad, M.Si
Pembimbing I Pembimbing II
Mengetahui,
Dr.Muhammad Hery Riyadi Alauddin, S.Pi.,M.Si Dr. Meuthia Aula Jabbar, A.Pi., M.Si
Direktur Politeknik AUP Ketua Program Studi
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa Karya Ilmiah Praktik Akhir “Kajian
Makrozoobenthos Pada Ekosistem Lamun Di Pulau Kelapa Dua Kabupaten
Kepulauan Seribu Provinsi Dki Jakarta” adalah karya saya sendiri dengan
arahan dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Karya Ilmiah
Praktik Akhir ini.
Apabila di kemudian hari pernyataan yang saya buat tidak sesuai, maka
saya bersedia dicabut gelar kesarjanaannya oleh Politeknik Ahli Usaha
Perikanan.
Materai 10.000
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumber. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah dan pengutipan, tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar Politeknik Ahli Usaha Perikanan.
i
ii
KATA PENGANTAR
Penulis memanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
yang telah memberikan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
karya ilmiah praktik akhir (KIPA) yang berjudul “Kajian Makrozoobenthos Pada
Ekosistem Lamun Di Pulau Kelapa Dua Kabupaten Kepulauan Seribu
Provinsi DKI Jakarta”. Karya Ilmiah Praktik Akhir ini disusun sebagai salah satu
syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Terapan Perikanan (S.Tr.Pi.) pada
Program Studi Teknologi Pengelolaan Sumberdaya Perairan Politeknik Ahli
Usaha Perikanan.
Laporan Karya Ilmiah Praktik Akhir ini terdiri dari 4 (empat) bab yaitu:
Pendahuluan, Metode Praktik , Hasil dan Pembahasan, serta Simpulan dan
Saran. Bimbingan, koreksi, dan saran dari dosen pembimbing ibu Dr.Ita Junita
Puspa Dewi dan bapak Ir. Basuki Rachmad, M. SI dalam mewujudkan sebuah
karya ilmiah ini diharapkan bisa menambah ilmu pengetahuan bagi penulis,
khususnya dalam menyusun karya ilmiah.
Upaya maksimal telah penulis lakukan untuk merampung karya ini, namun
penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh sebab itu,
kritik dan saran yang bersifat membangun sangat dibutuhkan penulis untuk
menyempurnakan karya ilmiah ini.
Penulis
ii
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa,
karena berkat rahmat dan karunia-Nya penyusunan Laporan Karya Ilmiah Praktik
Akhir ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Selama proses penyusunan
Karya Ilmiah Praktik Akhir (KIPA) ini tidak lepas dari bantuan dan dorongan
berbagai pihak. Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima
kasih kepada Ibu Dr.Ita Junita Puspa Dewi,A,Pi,M.Pd dan Bapak Ir.Basuki
Rachmad,M,Si selaku Dosen Pembimbing I dan II, yang telah memberikan
bimbingan, dorongan, dan semangat dalam penyusunan Karya Ilmiah Praktik
Akhir ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada:
1. Dr. Muhammad Hery Riyadi Alauddin, S.Pi., M.Si., selaku Direktur Politeknik
AUP;
2. Dr. Heri Triyono, A.Pi., M.Kom.,selaku Wakil Direktur I Politeknik AUP;
3. Yenni Nuraini, S.Pi, M.Sc., selaku Plt. Wakil Direktur II Politeknik AUP;
4. Dr. Ita Junita Puspa Dewi, A.Pi., M.Pd., selaku Wakil Direktur III Politeknik AUP;
5. Dr. Meuthia Aula Jabbar, A.Pi., M.Si., selaku Ketua Program Studi Teknologi
Pengelolaan Sumberdaya Perairan, Politeknik AUP;
6. Pembimbing lapangan di Taman Nasioanl Pulau Kelapa Dua.
7. Rekan-rekan Taruna/Taruni Teknologi Pengelolaan Sumberdaya Perairan
Angkatan 55,
8. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan Karya Ilmiah Praktik Akhir
(KIPA).
iii
iv
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................... ii
UCAPAN TERIMA KASIH ..................................................................................... iii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL..................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................ vii
1 PENDAHULUAN ........................................................................................... 8
1.1 Latar Belakang....................................................................................... 8
1.2 Tujuan ................................................................................................... 9
1.3 Batasan Masalah ................................................................................... 9
1.4 Manfaat...................................................................................................9
2 METODE PRAKTIK ......................................................................................... 10
2.1 Waktu dan tempat praktik....................................................................10
2.2 Alat dan bahan....................................................................................10
2.3 Metode pengambilan data...................................................................11
2.3.1 Pengambilan data lamun.....................................................................11
2.3.2 Pengambilan data makrozoobenthos..................................................13
2.3.3 Pengambilan kualitas air.....................................................................14
2.4 Analisis data........................................................................................16
2.4.1 Analisis lamun.....................................................................................16
2.4.2 Analisis makrozoobenthos..................................................................19
3. HASIL DAN PEMBAHASAN...........................................................................21
3.1 Hasil..........................................................................................................21
3.2 Pembahasaan...........................................................................................28
4. SIMPULAN DAN SARAN................................................................................31
4.1 Simpulan...................................................................................................33
4.2 Saran........................................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................34
LAMPIRAN..........................................................................................................41
RIWAYAT HIDUP................................................................................................52
iv
DAFTAR TABEL
v
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vii
8
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Lamun merupakan ekosisitem yang tinggi produktifitas organiknya, tempat bagi
organisme untuk mencari makan, tempat memijah, dan sebagai tempat asuhan atau
pembesaran(Indrayana dkk., 2014). Salah satu organisme yang berasosiasi yaitu
makrozoobentos (Litaay ., 2007). Kelimpahan makrozoobentos sangat dipengaruhi
oleh kondisi lingkungannya, misalnya sering dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar
(Andriyono ., 2016) Bentos adalah organisme yang hidup di permukaan atau di dalam
substrat dasar perairan, yang meliputi organisme nabati yang disebut fitobentos dan
organisme hewani yang disebut zoobentos (Odum, 1971). Seperti pada ekosistem
perairan lainnya, pada ekosistem lamun terdapat proses-proses ekologi, dimana terjadi
interaksi dari beberapa komponen biotik dan lingkungannya (abiotik). Salah satu dari
komponen biotik tersebut adalah makrozoobentos atau makrofauna. Makrozoobentos
merupakan organisme akuatik yang hidup di dasar perairan, baik yang membenamkan
diri di dasar perairan maupun yang hidup di permukaan dasar perairan (Azzura dkk.,
2022)
Berdasarkan ukurannya, organisme dibedakan menjadi dua kelompok besar,
yaitu makrozobenthos dan mikrozobentos (Lind, 1979). Banyaknya organisme bentos
(makrozobenthos) pada daerah padang lamun mencerminkan tingkat kesuburan
perairan yang tinggi (Arkham dkk., 2015) Makrozoobenthos merupakan hewan yang
hidup di dasar perairan Selain itu, makrozoobenthos juga memegang peranan utama
dalam siklus rantai makanan, baik sebagai konsumen primer (herbivor), konsumen
sekunder (karnivor) maupun dekomposer yang merombak bahan organik menjadi
unsur yang lebih sederhana dan siap dimanfaatkan kembali oleh berbagai macam
organisme (Ardiannanto., 2014) Menurut Ira (2011) total bahan organik dan kepadatan
tutupan lamun dapat mempengaruhi keberadaan struktur makrozoobentos, kepadatan
tutupan lamun yang tinggi (Feryatun, 2012)memiliki kelimpahan makrozoobentos yang
tinggi dibandingkan dengan kepadatan tutupan lamun yang rendah. Sedimen
mempunyai peran penting sebagai tingkat kelangsungan hidup dari lamun dan
makrozoobentos (Gultom., 2018). Tekstur sedimen dalam perairan mempunyai ukuran
bervariasi dari yang besar sampai halus(Hartati, Widianingsih, dkk., 2017) Perbedaan
sedimen ini dapat mempengaruhi ketersediaan oksigen, makanan, sebaran, morfologi
fungsional, dan tingkah laku makrozoobentos (Sudaryanto, 2001; Hakim, 2011).
Peranan benthos di perairan meliputi kemampuannya mendaur ulang
bahan bahan organik, membantu proses mineralisasi, serta berbagai posisi penting
dalam rantai makanan.(Octaferina & Prasetya, 2021) Bentos juga dapat digunakan
sebagai indikator pencemaran karena siklus hidupnya yang panjang dan sifat
penyebarannya terbatas(Firmandana, 2014)
9
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktik akhir ini adalah sebagai berikut :
1. Mengkaji ekosistem lamun di pulau kelapa dua kepulaun seribu
2. Mengkaji struktur komunitas makrozoobenthos yang berasosiasi pada ekosistem
lamun di di Pulau Kelapa Dua, Kab Kepulauan Seribu.
3. Mengkaji hubungan kelimpahan makrozoobenthos sebagai bioindikator kualitas
perairan di Pulau Kelapa Dua, Kab Kepulauan Seribu.
4. Mengkaji parameter kualitas air pada ekosistem lamun di di Pulau Kelapa Dua,
Kab Kepulauan Seribu.
2 METODE PRAKTIK
2.1 Waktu dan tempat praktik
Praktek akhir ini dilaksanakan pada tanggal 20 Februari – 20 Mei 2023
lokasi praktik akhir ini dilaksanakan di Pulau Kelapa Dua, Kepulauan Seribu adapun
peta lokasi pelaksanaan praktik akhir adalah sebagai berikut.
Tabel 1. Lanjutan
No Jenis peralatan Spesifikasi Jumlah Kegunaan
10 Timbangan Ketelitian 0,001 1 buah Menimbang berat
Digital Gr sampel lamun
11 Sekop - 1 buah Alat bantu mengambil
sampel sedimen
12 Plastik sampel - Secukupny Alat untuk menyimpan
atau toples a sampel
13 pH paper Kertas pH paper 1 buah Mengukur pH air
universal lakmus 0-
14
14 Label Tahan air Secukupny Untuk memberi
a Tanda padasampel
lamun
15 Saringan Ukuran matasaring 1 buah Untuk menyaring
makrozoobenthos
Keterangan:
1. Apabila luas lamun tidak mencapai 100x100 m², maka pertama disarankan untuk
mencari lokasi yang sesuai dengan kriteria disekitar stasiun yang telah ditetapkan.
2. Apabila tidak terdapat kondisi lamun yang sesuai untuk monitoring, panjang transek
dan jarak antar transek disesuaikan dengan luas padang lamun.
Cara kerja:
a) Titik awal transek ditandai dengan tanda permanen seperti patok besi yang dipasangi
pelampung kecil, serta keramik putih agar mudah menemukan titik awal transek pada
monitoring tahun selanjutnya.
b) Transek dibuat dengan menarik roll meter sepanjang 100 meter ke arah tubir.
Pengamat yang lain mengamati pembuatan transek agar transek lurus.
c) Kuadran 50 x 50 cm² ditempatkan pada titik 0 m, disebelah kanan transek. Pengamat
berjalan disebelah kiri agar tidak merusak lamun yang akan diamati.
d) Tentukan nilai persentase tutupan lamun ditentukan pada setiap kotak kecil dalam
frame kuadran, berdasarkan penilaian pada Tabel dan catat pada lembar kerja
lapangan, seperti pada Gambar 3.
Keterangan :
1) Karakteristik substrat diamati secara visual dan dengan memilinnya menggunakan
tangan, lalu dicatat. Karakteristik substrat dibagi menjadi: berlumpur, berpasir, rubble
(pecahan karang).
2) Pengamatan dilakukan setiap 10 meter sampai meter ke-100 (0m, 10m, 20, 30m, dst.)
atau sampai batas lamun, apabila luasan padang lamun kurang dari 100 m.
3) Patok dan penanda dipasang pada titik terakhir.
4) Posisi titik terakhir ditandai dengan GPS dan catat koordinat (Latitude dan Longitude)
serta kode di GPS pada lembar kerja lapangan.
1. Suhu
Alat yang digunakan adalah thermometer alkohol dengan tingkat ketelitian 1°C.
Adapun prosedur pengukuran suhu adalah sebagai berikut :
a. Ujung bawah termometer dicelupkan ke dalam badan perairan.
b. Termometer didiamkan selama ± 3 menit didalam badan perairan.
c. Pencatatan dilakukan apabila skala telah menunjukkan angka pada termometer
raksa.
Hal yang harus diperhatikan pada saat mengukur suhu perairan, termometer
sebaiknya membelakangi cahaya matahari secara langsung, ini bertujuan agar
temperatur yang terukur tidak terkontaminasi dengan temperatur cahaya
matahari,(Ningrum dkk., 2020) pembacaan skala harus sejajar dengan pandangan
mata untuk menghindari bias dan setelah pemakaian alat dicuci dengan air tawar
(Rosidi, 2016).
2. Salinitas
Alat yang digunakn untuk mengukur adalah refraktometer dengan langkah
sebagai berikut :
a. Air yang diukur salinitasnya diteteskan ke permukaan kaca prisma sebanyak1-2 tetes.
b. Kaca prisma pada refraktometer ditutup kembali.
c. Skala yang ditunjukkan refraktometer diamati dan dicatat, skala yang ditunjukkan
merupakan nilai salinitas perairan yang kita amati.
d. Refraktometer dibersihkan dengan menggunakan tissue.
15
3. pH
Alat yang digunakan adalah pH paper dengan skala. Adapun langkahnyaadalah
sebagai berikut :
a. Kertas pH paper disiapkan sebanyak 1 unit.
b. Kemudian kertas pH paper dicelupkan ke dalam air laut.
c. Kerubahan warna dibandingkan dengan tabel pH.
4. Kecepatan Arus
Alat yang digunakan adalah current drogue yang terbuat dari seng, semen, dan
tali dengan panjang tali 5 meter, kecepatan arus perairan tersebut adalah hasil bagi
dari panjang tali current drogue dengan waktu yang di perlukan untuk membuat tali
tersebut menegang, cara pengukuran dilakukan sebagai berikut (Amri dkk., 2011)
a. Current drogue dimasukkan kedalam badan perairan. Waktu pada saat alatdicelupkan
ke perairan dicatat.
b. Ketika current drogue membentang kencang atau menegang sepanjang tali yang telah
ditentukan dihentikan waktunya.
c. Kecepatan arus tersebut dihitung dan kemudian dicatat.
5. Kedalaman
Kedalaman diamati dengan menggunakan tali panjang yang diberi bandul
sebagai pemberat
a. Tali dimasukkan kedalam air hingga menyentuh dasar
b. Selanjutnya tali yang basah diukur panjangnya, itulah kedalaman laut
6. Substrat
Contoh substrat diambil pada setiap stasiun kemudian diamati secara visual atau
diraba menggunakan tangan, ditentukan dan dicatat jenis substrat dasar yang ada
pada sampel tersebut.
7. Pasang Surut
Pasang surut diamati menggunakan patok berskala yang ditancapkan pada
dengan ketelitian 1 cm selama 24 jam dalam 28 hari
16
𝑛𝑖
KJi = 𝐴
Keterangan:
𝑛𝑖
KR = ∑𝑛 x 100%
Keterangan:
KR = Kerapatan relatif (%)
ni = Jumlah individu jenis ke-i (tegakan)
∑n = Jumlah individu seluruh jenis (ind/m²)
17
𝐧𝐢
D= ( 𝐍 )2
19
Keterangan:
D = Indeks dominasi
ni = Jumlah individu spesies ke-i
N = Jumlah total individu dari seluruh spesies
INP = FR + KR + PR
Keterangan :
INP = Indeks nilai penting
FR = Frekuensi relatif
KR = Kerapatan relatif
PR = Penutupan relatif
2.4.2 Makrozoobenthos
Identifikasi Jenis Spesies Kelimpahan Spesies, sebagai jumlah individu per
satuan luas atau volume (Sosiawan & Setia, 2022), yang dirumuskan sebagai berikut:
Indeks keanekaragaman
Indeks yang digunakan untuk menentukan keanekaragaman spesies adalah
indeks keanekaragaman Shannon-Wiener (H'), (Ganefiani dkk., 2019) dengan rumus
sebagai berikut menurut (Shannon and Wiener 1949 dalam (Widianingsih dkk., 2021)
H' = -Pi In (Pi)
Keterangan :
H’ = Indeks Keanekaragaman
Pi = Proporsi jumlah individu (ni/N).
Kriteria indeks keanekaragaman (H') (Shannon and Wiener, 1949 ) dalam (Widianingsih
dkk., 2021):
1. H’ < 1 = rendah, produktivitas sangat rendah sebagai indikasi adanya tekanan yang
berat dan ekosistem tidak stabil
2. < H’ < 3 = sedang, produktivitas cukup, kondisi ekosistem cukup seimbang,
tekanan ekologis sedang.
3. H’ > 3,0 = tinggi ekosistem, stabilitas ekosistem mantap, produktivitas tinggi, tahan
terhadap tekanan ekologis.
4. Indeks keseragaman yang digunakan menurut (Krebs, 1989 dalam (Widianingsih
dkk., 2021)), sebagai berikut:
20
Keterangan:
E = Indeks keseragaman
H' = Indeks keanekaragaman S = jumlah spesies
𝑯′
E= 𝑯 𝒎𝒂𝒙
Keterangan:
D : Indeks dominasi
ni : Jumlah individu spesies ke-i
N : Jumlah total individu dari seluruh spesies
Kriteria nilai indeks dominasi, yaitu:
1. 0 < D < 0,5 : Dominasi rendah (tidak terdapat spesies yang secara ekstrim
mendominasi spesies lainnya), kondisi lingkungan stabil, dan tidak terjadi tekanan
ekologis terhadap biota di lokasi tersebut.
2. 0,5 < D < 0,75 : Dominasi sedang, kondisi lingkungan cukup stabil 0,75 < D < 1,0
: Dominasi tinggi (terdapat spesies yang mendominasi spesies lainnya), kondisi
lingkungan tidak stabil dan terdapat suatu tekanan ekolog (Afif dkk., 2014)
21
jumlah (ind)
No. komposisi jenis
jenis lamun ST I ST II ST III ST IV
1 Cymodocea rotundata 20,209 42,345 41,634 8,152 112,341
2 Halophila ovalis 16,548 0,946 12,387 6,229 36,111
3 Halodule uninervis 17,163 17,901 0 16,916 51,981
Syringodium
4 isoetifolium 24,207 0 0 1,984 26,192
5 Thalassia hemprichii 21,870 38,806 45,978 66,717 173,372
total 100 100 100 100
450.000
400.000
Kerapatan Jenis (ind/m2
350.000
300.000 Cymodocea rotundata
250.000
Halophila ovalis
200.000
150.000 Halodule uninervis
100.000
Syringodium isoetifolium
50.000
0.000 Thalassia hemprichii
stasiun 1 stasiun 2 stasiun 3 stasiun 4
kerapatan jenis
0
5.468 5.052
4.137
6.052
4.291
2.000
Frekuensi Jenis (ind)
1.500
1.000
0.500
0.000
stasiun 1 stasiun 2 stasiun 3 stasiun 4
frekuensi jenis
45.86 51.38
25
20
15
Penutupan Jenis (%)
10
0
stasiun 1 stasiun 2 stasiun 3 stasiun 4
Tutupan
0%
1%
0%
45%
54%
3.00
2.50
2.00
1.50
1.00
0.50
0.00
Cymodocea Halophila ovalis Halodule uninervis Syringodium Thalassia
rotundata isoetifolium hemprichii
Baku mutu
kepmen LH
No. No.51 thn
stasiun 2004
parameter satuan I II III IV
1 suhu °C 28 28 27 28 28-30
2 salinitas ppt 27 28 27 27 33-34
3 pH - 5 6 5 6 7,8,5
4 Do ppm 5 5 5 6 -
5 kecerahan m 1,97 44 2,30 22 >3
Pasir Pasir Pasir Pasir
6 substrat - berlumpur kasar berkarang berkarang -
A. Anodonta woodiana
Kingdom: Animalia
Filum:Moluska
Kelas : Bilvavia
Ordo: Eulamelibranchia
Famili: Unionidae
Genus: Anodonta
Spesies: Anodonta Woodiana
27
B .Anadara Sp
Kingdom: Animalia
Filum : Mollusca
Kelas: Pteriomorpha
Ordo: Arcoida
Famili : Arcidae
Genus : Anadara
Spesies: Anadara Sp
Seperti pada kerang umumnya, kerang darah merupakan jenis bilvavia yang
hidup pada dasar perairan dan mempunyai ciri khas yaitu di tutupi oleh dua keping
cangkang yang dapat di buka dan di tutup karena terdapat persendian berupa engsel
elastis (Ginting dkk., 2017)
C Pomacea Canaliculata
Kingdom: Animalia
Filum : Mollusca
Kelas: Gastropoda
Ordo: Mesogastropoda
Famili : Ampullariidae
Genus : Pomacea
Spesies: Pomacea canaliculata
Keong mas memeliki morfologi yang sama dengan keong sawah cangkang
berbentuk bulat mengerut berwarna kuning keemasan. Keong mas berkembang biak
secara ovivar dan menhasilkan telur (N. Hidayat, 2011)
28
D.Melanotdes torulosa
Filum : Mollusca
Kelas: Gastropoda
Ordo: Mesogastropoda
Famili : Thiaridae
Genus : Melanotdes
Spesies: Melanotdes torulosa
Dari hasil penelitian yang di lakukan di perairan pulau kelapa dua kepulauan seribu
yang meliputi keanekaragaman, keseragaman, dan dominansi pada empat stasiun
yaitu sebagai berikut
29
1.60
1.40
1.20
1.00
0.80
0.60
0.40
0.20
0.00
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4
3.2 Pembahasan
3.2.1 Kajian Ekosistem Lamun
a. Identifikasi Jenis Lamun
Berdasarkan hasil praktik di perairan pulau kelapa dua kepulauan seribu terdapat
5 jenis lamun yaitu Thalassia hemprichii (Th) Cymodocea rotundata ( Cr ) Halodule
uninervis (Hu) Halophila ovalis (Ho) Syringodum isoetifolium (Si) yang terdapat di
empat stasiun. (Allamah, 2016) Pada stasiun pertama di temukan jenis lamun yang
paling terbanyak adalah jenis Syringodum isoetifolium (Si) sedangkan jenis lamun yang
paling sedikit di temukan di stasiun pertama adalah Halophila ovalis (Ho) . Pada stasiun
kedua di temukan empat jenis lamun,(Sakey dkk., 2015) tetapi jenis lamun pada
stasiun dua tidak di temukan jenis Syringodum isoetifolium (Si), dan jenis lamun yang
paling di temukan adalah jenis lamun Cymodocea rotundata (Cr), dan paling sedikit di
temukan di stasiun kedua adalah Halophia ovalis ( Ho). Pada stasiun ketiga di temukan
tiga jenis lamun di temukan tiga jenis lamun, tetapi pada stasiun ketiga tidak di temukan
jenis lamun Halophila uninervis (Hu), dan Syringodum (Si) (Rosalina, 2012) dan pada
stasiun ketiga di temukan jenis lamun yang paling terbanyak adalah Thalassia
hemprichii (Th), dan paling sedikit adalah jenis Halophila ovalis (Ho). (Choirudin dkk.,
2014)Dan pada stasiun ke empat di temukan lima jenis lamun, yang paling banyak di
temukan adalah Thalassia hemprichii ( Th) sedangkan jenis lamun yang di temukan
paling sedikit adalah Syringodum isoetifolium ( Si). (Rustam dkk., 2014) Pada stasiun
kedua dan ketiga tidak di temukan jenis lamun Syringodum isoetifolium, Halophila
uninervis, beda dengan jenis lamun lainnya yang banyak di temukan.hal ini di
karenakan kondisi lingkungan perairan di masing-masing stasiun berbeda (Tuhumury,
2008)
b. Komposisi Jenis Lamun
Pada hasil perhitungan komposisi jenis lamun yang di dapati pada lokasi
penelitian bahwa jenis lamun Thalassia hemprichii (Andriyono dkk., 2016) adalah jenis
lamun yang paling banyak di temukan di empat stasiun di perairan pulau kelapa dua
hal ini bisa terjadi karena lokasi perairan substrat berpasir hal ini sesuai dengan
pernyataan bahwa jenis lamum Thalassia hemprichii bisa tumbuh di perairan substrat
berpasir (W. Hidayat dkk., 2018).
30
penutupan terendah adalah jenis lamun Thalassia hemprichii yakni sebesar 1,64%
yaitu kategori miskin, dan tidak ditemukan jenis lamun Halophila ovalis. Dan pada
lokasi yang memiliki nilai persentase penutupan yang paling besar di stasiun IV adalah
jenis lamun Halodule uninervis dengan nilai penutupan yakni sebesar 83,21% yaitu
kategori kaya/sehat dan penutupan terendah adalah jenis lamun Syringodium
isoetifolium dan yakni sebesar 0,46% yaitu kategori miskin, dan tidak ditemukan jenis
lamun Halophila ovalis(Wigdati dkk., 2021)
2020) Nilai pH juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi produktifitas
perairan (Gacia, Duarte, 2001). Nilai pH pada suatu perairan mempunyai pengaruh
yang besar terhadap organisme (Ginting dkk., 2017)perairan sehingga seringkali
dijadikan petunjuk untuk menyatakan baik buruknya suatu perairan(Minerva dkk.,
2014)
Nilai DO pada Perairan Pulau Kelapa Dua secara keseluruhan adalah 5-6ppm
dengan pertumbuhan lamun yang cukup baik, kondisi oksigen terlarut (DO) Perairan
Pulau Kelapa Dua masih memenuhi batas yang di perolehkan yaitu >4 jika di
bandingkan dengan daftar baku mutu (Sermatang dkk., 2021)
Kecerahan dan kekeruhan air dalam suatu perairan yang dipengaruhi oleh
jumlah cahaya matahari yang masuk ke dalam perairan disebut juga dengan intensitas
cahaya matahari.(Septiyadi, 2011) Cahaya matahari di dalam air berfungsi terutama
untuk kegiatan asimilasi (peleburan) fitolankton dan tumbuhan lamun di dalam air
(Hartati dkk., 2012). Pada lokasi penelitian di Pulau Kelapa Dua menunjukkan
kecerahan yang baik dengan kedalaman yang mampu ditembus cahaya hingga 0,25m,
hal tersebut berdasarkan pada kecerahan di lingkungan ekosistem lamun yang pada
perairan(Ario dkk., 2019) dan pengukuran kecerahan dilakukan pada siang hari, hal ini
dilakukan karena pada siang hari ada penerangan secara alami dari pancaran
langsung sinar matahari ke bumi (Sari, 2015)
DAFTAR PUSTAKA
Amri, K., Setiadi, D., Qayim, I., & Djokosetiyanto, D. (2011). Dampak Aktivitas
Antropogenik Terhadap Kualitas Perairan Habitat Padang Lamun Di
Kepulauan Spermonde Sulawesi Selatan. Fakultas Perikanan Dan Ilmu
Kelautan. Universitas Adi, W., Nugraha, A. H., Dasmasela, Y. H., Ramli, A.,
Sondak, C. F. A., & Sjafrie, N. D. M. (2019). Struktur Komunitas Lamun Di
Malang Rapat, Bintan. Jurnal Enggano, 4(2), 148–159.
Adli, A. (2016). Profil Ekosistem Lamun Sebagai Salah Satu Indikator Kesehatan Pesisir
Perairan Sabang Tende Kabupaten Tolitoli. JSTT, 5(1).
Afif, J., Ngabekti, S., & Pribadi, T. A. (2014). Keanekaragaman Makrozoobentos Sebagai
Indikator Kualitas Perairan Di Ekosistem Mangrove Wilayah Tapak Kelurahan
Tugurejo Kota Semarang. Life Science, 3(1).
Afifatur, M. (2022). Keanekaragaman Makrozoobentos Di Hulu Sungai Sampean
Kecamatan Maesan Kabupaten Bondowoso [Phd Thesis]. Universitas Islam
Negeri Maulana Malik Ibrahim.
Allamah, D. D. (2016). Struktur Komunitas Lamun Di Pantai Sindangkerta Kecamatan
Cipatujah Kabupaten Tasikmalaya [Phd Thesis]. Fkip Unpas.
Ampat, K. R. (2016). Struktur Komunitas Lamun Di Perairan Distrik Salawati Utara.
Andriani, N., Zulfikar, A., & Zen, L. W. (2014). Analisis Kelompok Dan Tutupan Lamun Di
Wilayah TRISMADES Desa Malang Rapat Kecamatan Gunung Kijang
Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau. Universitas Maritim Raja Ali Haji.
Tanjungpinang.
Andriyono, S., Nindarwi, D. D., Kenconojatia, H., Budia, D. S., Azhar, M. H., & Ulkhaq, M.
F. (2016). Dominansi Dan Diversitas Lamun Dan Makrozoobenthos Pada
Musim Pancaroba Di Pantai Bama, Taman Nasional Baluran, Situbondo
[Dominance And Diversity Of Seagrass And Macrozoobenthos On Transition
Season In Bama Beach, Baluran National Park, Situbondo]. Jurnal Ilmiah
Perikanan Dan Kelautan, 8(1), 36–44.
Ansari, R. A., Apriadi, T., & Syakti, A. D. (2020). Stok Karbon Lamun Thallasia Hemprichii
Dan Sedimen Pulau Bintan Kepulauan Riau. Jurnal Ruaya: Jurnal Penelitian
Dan Kajian Ilmu Perikanan Dan Kelautan, 8(1).
Arfiati, D., Herawati, E. Y., Buwono, N. R., Firdaus, A., Winarno, M. S., & Puspitasari, A.
W. (2019). Struktur Komunitas Makrozoobentos Pada Ekosistem Lamun Di
34
Jamil, K., Surachmat, A., Rosalina, D., Rombe, K. H., & Imran, A. (2020). Komposisi Jenis
Lamun Di Perairan Tanjung Palette Dan Tangkulara, Kabupaten Bone,
Provinsi Sulawesi Selatan. Jurnal Salamata, 2(1), 18–22.
Juraij, J., Bengen, D. G., & Kawaroe, M. (2014). Keanekaragaman Jenis Lamun Sebagai
Sumber Pakan Dugong Dugon Pada Desa Busung Bintan Utara Kepulauan
Riau. Omni-Akuatika, 10(2).
Kepel, T. L., Ati, R. N. A., Rahayu, Y. P., & Adi, N. S. (2018). Pengaruh Alih Fungsi
Kawasan Mangrove Pada Sifat Sedimen Dan Kemampuan Penyimpanan
Karbon. Jurnal Kelautan Nasional, 13(3), 145–153.
Kurniawati, M. A. (2022). Makrozoobentos Sebagai Bioindikator Kualitas Perairan Di
Sungai Tajum Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah [Phd Thesis]. Universitas
Jenderal Soedirman.
Latuconsina, H. (2011). Komposisi Jenis Dan Struktur Komunitas Ikan Padang Lamun Di
Perairan Pantai Lateri Teluk Ambon Dalam. Agrikan: Jurnal Agribisnis
Perikanan, 4(1), 30–36.
Lawrence, J. M. (1975). On The Relationship Between Marine Plants And Sea Urchins.
Oceanogr. Mar. Biol. Ann. Rev., 13, 213–286.
Martha, L., Julyantoro, P. G. S., & Sari, A. H. W. (2019). Kondisi Dan Keanekaragaman
Jenis Lamun Di Perairan Pulau Serangan, Provinsi Bali. Journal Of Marine
And Aquatic Sciences, 5(1), 131–141.
Minerva, A., Purwanti, F., & Suryanto, A. (2014). Analisis Hubungan Keberadaan Dan
Kelimpahan Lamun Dengan Kualitas Air Di Pulau Karimunjawa, Jepara.
Management Of Aquatic Resources Journal (MAQUARES), 3(3), 88–94.
Muhammad, S. H., Alwi, D., & Fang, M. (2021). Komposisi Dan Keanekaragaman Jenis
Lamun Di Perairan Desa Mandiri Kabupaten Pulau Morotai. Aurelia Journal,
3(1), 73–81.
Nangin, S. R., Langoy, M. L., & Katili, D. Y. (2015). Makrozoobentos Sebagai Indikator
Biologis Dalam Menentukan Kualitas Air Sungai Suhuyon Sulawesi Utara.
Jurnal MIPA, 4(2), 165–168.
Naufaldin, A. (2016). Identifikasi Lamun Menggunakan Metode Transek Kuadran Di
Perairan Pulau Pramuka, Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu, DKI
Jakarta.
Ningrum, K. P., Endrawati, H., & Riniatsih, I. (2020). Simpanan Karbon Pada Ekosistem
Lamun Di Perairan Alang–Alang Dan Perairan Pancuran Karimunjawa, Jawa
Tengah. Journal Of Marine Research, 9(3), 289–295.
38
Rustam, A., Kepel, T. L., Afiati, R. N., Salim, H. L., Astrid, M., Daulat, A., Mangindaan, P.,
Sudirman, N., Puspitaningsih, Y., & Dwiyanti, D. (2014). Peran Ekosistem
Lamun Sebagai Blue Carbon Dalam Mitigasi Perubahan Iklim, Studi Kasus
Tanjung Lesung, Banten. Jurnal Segara, 10(2), 107–117.
Sakey, W. F., Wagey, B. T., & Gerung, G. S. (2015). Variasi Morfometrik Pada Beberapa
Lamun Di Perairan Semenanjung Minahasa. Jurnal Pesisir Dan Laut Tropis,
3(1), 1–7.
Santoso, B., Dharma, I., & Faiqoh, E. (2018). Pertumbuhan Dan Produktivitas Daun
Lamun Thalassia Hemprichii (Ehrenb) Ascherson Di Perairan Tanjung Benoa,
Bali. Journal Of Marine And Aquatic Sciences, 4(2), 278–285.
Santoso, S. N., & Adharini, R. I. (2022). Biomassa Dan Stok Karbon Pada Ekosistem
Padang Lamun Di Pulau Pamegaran, Taman Nasional Kepulauan Seribu.
Jurnal Kelautan Tropis, 25(3), 391–400.
Sari, A. (2015). Jenis-Jenis Plankton Di Perairan Teluk Yos Sudarso. The Journal Of
Fisheries Development, 2(2), 11–16.
Sari, A., & Kayame, J. R. (2022). Komposisi Jenis Dan Kelimpahan Zooplankton Di Perairan
℡Uk Youtefa (Kampung Tobati & Kampung Enggros) Kota Jayapura. The Journal Of
Fisheries Development, 5(1), 9–19.
Septiani, E. F., Ghofar, A., & Febrianto, S. (2018). Pemetaan Karbon Di Padang Lamun
Pantai Prawean Bandengan Jepara. Majalah Ilmiah Globe, 20(2), 117–124.
Septiyadi, A. (2011). Pengaruh Material Lamun Buatan Terhadap Keanekaragaman Dan
Kelimpahan Crustacea Di Peraian Pulau Pari Kepulauan Seribu.
Sermatang, J. H., Tupan, C. I., & Siahainenia, L. (2021). Morfometrik Lamun Thalassia
Hemprichii Berdasarkan Tipe Substrat Di Perairan Pantai Tanjung Tiram,
Poka, Teluk Ambon Dalam. TRITON: Jurnal Manajemen Sumberdaya
Perairan, 17(2), 77–89.
Setiani, H., Solichin, A., & Afiati, N. (2020). Hubungan Kandungan Nitrat Dan Fosfat Pada
Air Dan Sedimen Terhadap Kerapatan Lamun Di Pantai Prawean Bandengan,
Jepara Relationship The Content Of Nitrates And Phosphates In Water And
Sediment To The Density Seagrass At Prawean Bandengan Beach, Jepara.
Management Of Aquatic Resources Journal (Maquares), 8(4), 291–299.
Setiawati, T., Alifah, M., Mutaqin, A. Z., Nurzaman, M., Irawan, B., & Budiono, R. (2018).
Studi Morfologi Beberapa Jenis Lamun Di Pantai Timur Dan Pantai Barat,
Cagar Alam Pangandaran. Jurnal Pro-Life, 5(1), 487–495.
40
Wicaksono, S. G., Widianingsih, W., & Hartati, S. T. (2012). Struktur Vegetasi Dan
Kerapatan Jenis Lamun Di Perairan Kepulauan Karimunjawa Kabupaten
Jepara. Journal Of Marine Research, 1(2), 1–7.
Wigdati, N., Setiabudi, G. I., Ampou, E. E., & Surana, I. N. (2021). Kondisi Padang Lamun
Di Pesisir Bali Utara Berdasarkan Jumlah Spesies, Jumlah Alga, Dan
Persentase Tutupan. Jfmr (Journal Of Fisheries And Marine Research), 5(2),
452–458.
Wirawan, A. A. (2014). Tingkat Kelangsungan Hidup Lamun Yang Ditransplantasi Secara
Multispesies Di Pulau Barranglompo. Fakultas Ilmu Kelautan Dan Perikanan
Universitas Hassanuddin, Makassar.
Yanuardi, F., & Suprapto, D. (2015). Kepadatan Dan Distribusi Spasial Kerang Kijing
(Anodonta Woodiana) Di Sekitar Inlet Dan Outlet Perairan Rawapening.
Management Of Aquatic Resources Journal (MAQUARES), 4(2), 38–47.
Yudhantoko, M., Handoyo, G., & Zainuri, M. (2016). Karakteristik Dan Peramalan Pasang
Surut Di Pulau Kelapa Dua, Kabupaten Kepulauan Seribu. Journal Of
Oceanography, 5(3), 368–377.
Yunita, R. R., Suryanti, S., & Latifah, N. (2020). Biodiversitas Echinodermata Pada
Ekosistem Lamun Di Perairan Pulau Karimunjawa, Jepara. Jurnal Kelautan
Tropis, 23(1), 47–56.
Yunitha, A., Wardiatno, Y., & Yulianda, F. (2014). Diameter Substrat Dan Jenis Lamun Di
Pesisir Bahoi Minahasa Utara: Sebuah Analisis Korelasi. Jurnal Ilmu
Pertanian Indonesia, 19(3), 130–135.
Yusuf, M., Koniyo, Y., & Panigoro, C. (2013). Keanekaragaman Lamun Di Perairan Sekitar
Pulau Dudepo Kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara. The Nike
Journal, 1(1).
Zurba, N. (2018). Pengenalan Padang Lamun. Suatu Ekosistem Yang Terlupakan.
42
LAMPIRAN
Alat bantu
pengamatan lamun
Alat selam
dasar
Suhu
No Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4
2 27,6 27 27,7 29,8
3 27,8 28 28,1 29
4 27,9 28,2 28 28,9
5 28,8 29,6 28 28
6 28,5 28,8 28 29
7 28,2 28,6 27,4 30
8 27,4 27,8 27 27
9 29,5 28,5 28,5 28
Rata-Rata 28,2125 28,3125 27,8375 28,7125
pH
No Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4
1 5 5 5 7
2 5 5 5 6
3 6 5 5 5
4 6 5 6 7
5 6 6 4 6
6 5 6 6 5
7 4 6 6 7
8 8,3 8,61 8,01 7
9 8,23 8,07 7,6 6
Rata-Rata 5,947777778 6,075556 5,845556 6,222222
Salinitas
No Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4
1 28 35 28 27
2 27 27 27 28
3 28 28 28 28
4 27 27 27 27
5 28 28 29 28
6 27 29 28 28
7 29 28 27 27
8 27 27 29 28
9 29 29 27 27
Rata-Rata 27,77777778 28,66667 27,77778 27,55556
50
Kecerahan
No Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4
1 350 50 450 30
2 150 10 170 10
3 300 30 180 30
4 120 30 130 16
5 250 12 120 23
6 100 17 200 16
7 120 17 240 26
8 115 16 230 30
9 270 215 350 17
Rata-Rata 197,22222 44,11111 230 22