Anda di halaman 1dari 61

KAJIAN MAKROZOOBENTHOS PADA EKOSISTEM LAMUN DI

PULAU KELAPA DUA KABUPATEN KEPULAUAN SERIBU PROVINSI


DKI JAKARTA

KARYA ILMIAH PRAKTIK AKHIR

Oleh:
ALEN APRISYE LEKLIAY

POLITEKNIK AHLI USAHA PERIKANAN


2023
2

KAJIAN MAKROZOOBETHOS PADA EKOSISTEM LAMUN DI


PULAU KELAPA DUA KABUPATEN KEPULAUAN SERIBU PROVINSI
DKI JAKARTA

Oleh:
ALEN APRISYE LEKLIAY
NRP 55195212729

Karya Ilmiah Praktik Akhir Diajukan sebagai Salah Satu Syarat


untuk Memperoleh Gelar Sarjana Terapan Perikanan

PROGRAM SARJANA TERAPAN


PROGRAM STUDI PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERAIRAN
POLITEKNIK AHLI USAHA PERIKANAN
JAKARTA
2023
KARYA ILMIAH PRAKTIK AKHIR

Judul : Kajian Makrozoobenthos Pada Ekosistem Lamun Di Pulau


Kelapa Dua Kabupaten Kepualaun Seribu Provinsi DKI
Jakarta
Penyusun : Alen Aprisye Lekliay
NRP : 55195212729
Program Studi : Teknologi Pengelolaan Sumberdaya Perairan

Menyetujui
Dosen Pembimbing,

Dr. Ita Junita Puspa Dewi, A.Pi.,M.Pd Ir. Basuki Rachmad, M.Si
Pembimbing I Pembimbing II

Mengetahui,

Dr.Muhammad Hery Riyadi Alauddin, S.Pi.,M.Si Dr. Meuthia Aula Jabbar, A.Pi., M.Si
Direktur Politeknik AUP Ketua Program Studi
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa Karya Ilmiah Praktik Akhir “Kajian
Makrozoobenthos Pada Ekosistem Lamun Di Pulau Kelapa Dua Kabupaten
Kepulauan Seribu Provinsi Dki Jakarta” adalah karya saya sendiri dengan
arahan dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Karya Ilmiah
Praktik Akhir ini.
Apabila di kemudian hari pernyataan yang saya buat tidak sesuai, maka
saya bersedia dicabut gelar kesarjanaannya oleh Politeknik Ahli Usaha
Perikanan.

Jakarta, Juli 2023

Materai 10.000

Alen Aprisye Lekliay


NRP 55195212729
ii

© Hak Cipta Politeknik Ahli Usaha Perikanan, Tahun 2023


Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumber. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah dan pengutipan, tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar Politeknik Ahli Usaha Perikanan.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis


dalam bentuk apa pun tanpa izin Politeknik Ahli Usaha Perikanan.
RINGKASAN

ALEN APRISYE LEKLIAY, NRP 55195212729. Kajian Makrozoobenthos


Pada Ekosistem Lamun Di Pulau Kelapa Dua Kabupaten Kepualaun Seribu
Provinsi Dki Jakarta. Dibimbing oleh Ita Junita Puspa Dewi Pembimbing I
dan Basuki Rachmad Pembimbing II.

Lamun merupakan ekosisitem yang tinggi produktifitas organiknya,


tempat bagi organisme untuk mencari makan, tempat memijah, dan sebagai
tempat asuhan, atau pembesaran. Salah satu organisme yang berasosiasi yaitu
makrozoobentos. Kelimpahan makrozoobentos sangat dipengaruhi oleh kondisi
lingkungannya, misalnya sering dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar dasar
perairan.
Penelitian ini di lakukan di Pulau Kelapa Dua, Kepulauan Seribu yang
mengaji ekosistem lamun, struktur komunitas makrozoobenthos yang berasosiasi
pada ekosistem lamun di Pulau Kelapa Dua, serta mengkaji parameter kualitas air
pada ekosistem lamun di Pulau Kelapa Dua. berdasarkan hasil penelitian, jenis
lamun yang di temukan di Pulau Kelapa Dua terdapat 5 jenis yaitu: Thalassia
hemprichii, Cymodocea rotundata, Halophila ovalis, Halodule Uninervis,
Syringgodium isoetifolium. dan jenis lamun yang paling banyak di temukan di 4
stasiun adalah jenis lamun Thalassia hemprichii, dan jenis lamun yang paling
sedikit di temukan adalah jenis lamun Halophila ovalis. dan makrozoobenthos
yang di temukan terdapat 4 spesies yang terdiri dari dua filum yaitu; bivalvia dan
gastropoda. 4 spesies yang di temukan yaitu Anodonta woodiana, Anadara Sp,
Pomacea canaliculata, Melanotdes torulosa.
Dari hasil kajian parameter kualitas perairan di Pulau Kelapa Dua, didapati
bahwa kualitas perairan memenuhi standar baku mutu kualitas air laut umtuk
lamun berdasarkan KepmenLH Nomor 51 Tahun 2004 yaitu tergolong baik untuk
kehidupan lamun. rata-rata suhu tiap stasiun berkisar antara 27-28°C, salinitas
berkisar antara 27-28 ppt, pH dari 4 stasiun berkisar antara 5-8, DO berkisar
anatara 5-7 ppm, dan kecerahan 10-4,50 m.

Kata kunci: Lamun, Makrozoobenthos,Kelapa Dua

i
ii

KATA PENGANTAR

Penulis memanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
yang telah memberikan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
karya ilmiah praktik akhir (KIPA) yang berjudul “Kajian Makrozoobenthos Pada
Ekosistem Lamun Di Pulau Kelapa Dua Kabupaten Kepulauan Seribu
Provinsi DKI Jakarta”. Karya Ilmiah Praktik Akhir ini disusun sebagai salah satu
syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Terapan Perikanan (S.Tr.Pi.) pada
Program Studi Teknologi Pengelolaan Sumberdaya Perairan Politeknik Ahli
Usaha Perikanan.
Laporan Karya Ilmiah Praktik Akhir ini terdiri dari 4 (empat) bab yaitu:
Pendahuluan, Metode Praktik , Hasil dan Pembahasan, serta Simpulan dan
Saran. Bimbingan, koreksi, dan saran dari dosen pembimbing ibu Dr.Ita Junita
Puspa Dewi dan bapak Ir. Basuki Rachmad, M. SI dalam mewujudkan sebuah
karya ilmiah ini diharapkan bisa menambah ilmu pengetahuan bagi penulis,
khususnya dalam menyusun karya ilmiah.
Upaya maksimal telah penulis lakukan untuk merampung karya ini, namun
penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh sebab itu,
kritik dan saran yang bersifat membangun sangat dibutuhkan penulis untuk
menyempurnakan karya ilmiah ini.

Jakarta, Juni 2023

Penulis

ii
UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa,
karena berkat rahmat dan karunia-Nya penyusunan Laporan Karya Ilmiah Praktik
Akhir ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Selama proses penyusunan
Karya Ilmiah Praktik Akhir (KIPA) ini tidak lepas dari bantuan dan dorongan
berbagai pihak. Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima
kasih kepada Ibu Dr.Ita Junita Puspa Dewi,A,Pi,M.Pd dan Bapak Ir.Basuki
Rachmad,M,Si selaku Dosen Pembimbing I dan II, yang telah memberikan
bimbingan, dorongan, dan semangat dalam penyusunan Karya Ilmiah Praktik
Akhir ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada:
1. Dr. Muhammad Hery Riyadi Alauddin, S.Pi., M.Si., selaku Direktur Politeknik
AUP;
2. Dr. Heri Triyono, A.Pi., M.Kom.,selaku Wakil Direktur I Politeknik AUP;
3. Yenni Nuraini, S.Pi, M.Sc., selaku Plt. Wakil Direktur II Politeknik AUP;
4. Dr. Ita Junita Puspa Dewi, A.Pi., M.Pd., selaku Wakil Direktur III Politeknik AUP;
5. Dr. Meuthia Aula Jabbar, A.Pi., M.Si., selaku Ketua Program Studi Teknologi
Pengelolaan Sumberdaya Perairan, Politeknik AUP;
6. Pembimbing lapangan di Taman Nasioanl Pulau Kelapa Dua.
7. Rekan-rekan Taruna/Taruni Teknologi Pengelolaan Sumberdaya Perairan
Angkatan 55,
8. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan Karya Ilmiah Praktik Akhir
(KIPA).

iii
iv

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................... ii
UCAPAN TERIMA KASIH ..................................................................................... iii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL..................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................ vii
1 PENDAHULUAN ........................................................................................... 8
1.1 Latar Belakang....................................................................................... 8
1.2 Tujuan ................................................................................................... 9
1.3 Batasan Masalah ................................................................................... 9
1.4 Manfaat...................................................................................................9
2 METODE PRAKTIK ......................................................................................... 10
2.1 Waktu dan tempat praktik....................................................................10
2.2 Alat dan bahan....................................................................................10
2.3 Metode pengambilan data...................................................................11
2.3.1 Pengambilan data lamun.....................................................................11
2.3.2 Pengambilan data makrozoobenthos..................................................13
2.3.3 Pengambilan kualitas air.....................................................................14
2.4 Analisis data........................................................................................16
2.4.1 Analisis lamun.....................................................................................16
2.4.2 Analisis makrozoobenthos..................................................................19
3. HASIL DAN PEMBAHASAN...........................................................................21
3.1 Hasil..........................................................................................................21
3.2 Pembahasaan...........................................................................................28
4. SIMPULAN DAN SARAN................................................................................31
4.1 Simpulan...................................................................................................33
4.2 Saran........................................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................34
LAMPIRAN..........................................................................................................41
RIWAYAT HIDUP................................................................................................52

iv
DAFTAR TABEL

1. Alat dan Bahan .............................................................................................. 10


2. Presentase tutupan lamun ............................................................................ 13
3. Status Padang Lamun .................................................................................. 18
4. Kategori Tutupan Lamun............................................................................... 18
5. Tegakan jenis lamun pada setiap stasiun ...................................................... 21
6. Komposisi jenis lamun pada setiap stasiun .................................................... 22
7. Parameter kualitas air .................................................................................... 26

v
vi

DAFTAR GAMBAR

1.Peta Lokasi Praktik ............................................ Error! Bookmark not defined.


2.Skema transek kuadran padang lamun .......................................................... 11
3.Nomor kotak pada kuadran 50x50 cm2 .......................................................... 12
4.Kerapat jenis lamun ........................................................................................ 22
5.Kerapatan relatif lamun ................................................................................... 23
6.Frekuensi jenis lamun ..................................................................................... 23
7.Frekuensi relatif lamun .................................................................................... 24
8.Penutupan jenis lamun.................................................................................... 24
9.Penutupan relatif lamun .................................................................................. 25
10.Indeks Biologi lamun ..................................................................................... 25
11.Indeks biologi makrozoobenthos ................................................................... 29

vi
DAFTAR LAMPIRAN

1. Peta Lokasi Praktik Pulau Kelapa Dua .......................................................... 42


2. Alat dan bahan.............................................................................................. 43
3. Tabel Data Lamun Stasiun 1...... ................................................................... 45
4.Tabel Data Lamun Stasiun 2 .......................................................................... 46
5. Tabel Data Lamun Stasiun 3 ......................................................................... 47
6 Tabel Data Lamun Stasiun 4.......................................................................... 48
7. Data Tabel Kualitas Perairan Pulau Kelapa Dua ........................................... 49
8. Lanjutan Data Tabel Kualitas Perairan Pulau Kelapa Dua ............................ 50
9. Tabel Data Makrozoobenthos ....................................................................... 50
10. Dokumentasi Kegiatan Praktik .................................................................... 51
11. Lanjutan Dokumentasi Kegiatan Praktik ...................................................... 52
12. Jenis Makrozoobenthos .............................................................................. 53

vii
8

1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Lamun merupakan ekosisitem yang tinggi produktifitas organiknya, tempat bagi
organisme untuk mencari makan, tempat memijah, dan sebagai tempat asuhan atau
pembesaran(Indrayana dkk., 2014). Salah satu organisme yang berasosiasi yaitu
makrozoobentos (Litaay ., 2007). Kelimpahan makrozoobentos sangat dipengaruhi
oleh kondisi lingkungannya, misalnya sering dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar
(Andriyono ., 2016) Bentos adalah organisme yang hidup di permukaan atau di dalam
substrat dasar perairan, yang meliputi organisme nabati yang disebut fitobentos dan
organisme hewani yang disebut zoobentos (Odum, 1971). Seperti pada ekosistem
perairan lainnya, pada ekosistem lamun terdapat proses-proses ekologi, dimana terjadi
interaksi dari beberapa komponen biotik dan lingkungannya (abiotik). Salah satu dari
komponen biotik tersebut adalah makrozoobentos atau makrofauna. Makrozoobentos
merupakan organisme akuatik yang hidup di dasar perairan, baik yang membenamkan
diri di dasar perairan maupun yang hidup di permukaan dasar perairan (Azzura dkk.,
2022)
Berdasarkan ukurannya, organisme dibedakan menjadi dua kelompok besar,
yaitu makrozobenthos dan mikrozobentos (Lind, 1979). Banyaknya organisme bentos
(makrozobenthos) pada daerah padang lamun mencerminkan tingkat kesuburan
perairan yang tinggi (Arkham dkk., 2015) Makrozoobenthos merupakan hewan yang
hidup di dasar perairan Selain itu, makrozoobenthos juga memegang peranan utama
dalam siklus rantai makanan, baik sebagai konsumen primer (herbivor), konsumen
sekunder (karnivor) maupun dekomposer yang merombak bahan organik menjadi
unsur yang lebih sederhana dan siap dimanfaatkan kembali oleh berbagai macam
organisme (Ardiannanto., 2014) Menurut Ira (2011) total bahan organik dan kepadatan
tutupan lamun dapat mempengaruhi keberadaan struktur makrozoobentos, kepadatan
tutupan lamun yang tinggi (Feryatun, 2012)memiliki kelimpahan makrozoobentos yang
tinggi dibandingkan dengan kepadatan tutupan lamun yang rendah. Sedimen
mempunyai peran penting sebagai tingkat kelangsungan hidup dari lamun dan
makrozoobentos (Gultom., 2018). Tekstur sedimen dalam perairan mempunyai ukuran
bervariasi dari yang besar sampai halus(Hartati, Widianingsih, dkk., 2017) Perbedaan
sedimen ini dapat mempengaruhi ketersediaan oksigen, makanan, sebaran, morfologi
fungsional, dan tingkah laku makrozoobentos (Sudaryanto, 2001; Hakim, 2011).
Peranan benthos di perairan meliputi kemampuannya mendaur ulang
bahan bahan organik, membantu proses mineralisasi, serta berbagai posisi penting
dalam rantai makanan.(Octaferina & Prasetya, 2021) Bentos juga dapat digunakan
sebagai indikator pencemaran karena siklus hidupnya yang panjang dan sifat
penyebarannya terbatas(Firmandana, 2014)
9

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktik akhir ini adalah sebagai berikut :
1. Mengkaji ekosistem lamun di pulau kelapa dua kepulaun seribu
2. Mengkaji struktur komunitas makrozoobenthos yang berasosiasi pada ekosistem
lamun di di Pulau Kelapa Dua, Kab Kepulauan Seribu.
3. Mengkaji hubungan kelimpahan makrozoobenthos sebagai bioindikator kualitas
perairan di Pulau Kelapa Dua, Kab Kepulauan Seribu.
4. Mengkaji parameter kualitas air pada ekosistem lamun di di Pulau Kelapa Dua,
Kab Kepulauan Seribu.

1.3 Batasan Masalah


1. Mengidentifikasi ekositem lamun di Pulau Kelapa Dua Kepulauan Seribu yang
meliputi identifikasi jenis lamun, kerapatan jenis lamun ( KJi ), kerapatan relatif
jenis lamun ( KR), frekuensi jenis lamun ( FJi ), frekuensi relatif jenis lamun ( FR
), tutupan jenis lamun, tutupan relatif jenis lamun, , keanekaragaman lamun, indeks
keseragaman lamun, indeks dominasi lamun.
2. Mengamati makrozoobenthos yang berasosiasi pada ekosistem lamun meliputi
identifikasi jenis makrozoobenthos, kelimpahan makrozoobenthos, indeks biologi
makrozoobenthos.
3. Mengukur parameter kualitas air sebagai pembatas pada ekosistem lamun
meliputi Suhu, Salinitas, DO, Derajad Keasamaan, Kecerahan, dan substrat dasar
perairan.
4. Menganalisis hubungan kelimpahan makrozoobenthos sebagai biondikator
kualitas perairan di Pulau Kelapa Dua, Kepulauan Seribu.
.
1.4 Manfaat
Dengan mengetahui kajian ekosistem lamun maka dapat dikelola dan
dimanfaatkan secara maksimal serta dijaga agar tidak terjadi kerusakan pada
ekosistem lamun yang ada, dan mengetahui makrozoobenthos yang berasosiasi di
ekosistem lamun Dengan mengetahui kesesuaian kualitas perairan yang dihidupi oleh
ekosistem lamun sehingga ada pengendalian di perairan tersebut untuk mengurangi
pencemaran perairan agar ekosistem lamun tetap aman(Juraij dkk., 2014)
10

2 METODE PRAKTIK
2.1 Waktu dan tempat praktik
Praktek akhir ini dilaksanakan pada tanggal 20 Februari – 20 Mei 2023
lokasi praktik akhir ini dilaksanakan di Pulau Kelapa Dua, Kepulauan Seribu adapun
peta lokasi pelaksanaan praktik akhir adalah sebagai berikut.

Gambar 1. Peta Lokasi Praktik


2.2 Alat dan bahan
Alat dan bahan yang digunakan selama proses pengambilan data adalah sebagai
berikut
Tabel 1. Alat dan Bahan
No Jenis peralatan Spesifikasi Jumlah Kegunaan
1 Kuadran Ukuran 50 x 50 1 buah Sebagai batas
Cm pengamatan
2 Meteran rol Panjang 100 m 1 buah Mengukur panjang
transek
3 Global position Garming (akurasi 5 1 buah Menentukan posisi
system (GPS) r)

4 Kamera bawah Camera tahan 1 buah Dokumentasi kegiatan


air air praktek
5 Alat tulis kedap Pensil 2B dan 2 buah Pencatatan data
Air sabak 15 x 2cm2
6 Lembar Print 1 lembar Sebagai acuan
Identifikasi Laminating identifikasi
7 Perlengkapan - 1 set Alat bantu
snorkling Pengamatan lamun
8 Termometer Alkohol ketelitian 1 buah Mengukur suhu perairan
10C, range
10-1100C
9 Refraktometer Ketelitian 10/∞ 1 buah Mengukur
salinitas
11

Tabel 1. Lanjutan
No Jenis peralatan Spesifikasi Jumlah Kegunaan
10 Timbangan Ketelitian 0,001 1 buah Menimbang berat
Digital Gr sampel lamun
11 Sekop - 1 buah Alat bantu mengambil
sampel sedimen
12 Plastik sampel - Secukupny Alat untuk menyimpan
atau toples a sampel
13 pH paper Kertas pH paper 1 buah Mengukur pH air
universal lakmus 0-
14
14 Label Tahan air Secukupny Untuk memberi
a Tanda padasampel
lamun
15 Saringan Ukuran matasaring 1 buah Untuk menyaring
makrozoobenthos

2.3 Metode Pengumpulan Data


Metode yang digunakan dalam penumpulan data adalah dengan cara
pengamatan langsung di lapangan. (Setiawati dkk., 2018)Data yang dikumpulkan
adalah data primer dan data sekunder.(Sari & Kayame, 2022) Data primer berupa
observasi langsung di setiap stasiun yang telah ditentukan, meliputi; identifikasi jenis,
persentase penutupan dan kerapatan lamun. Sedangkan data sekunder merupakan
jenis data yang diperoleh dari studi literatur (Ulfah, 2017)
2.3.1 Pengambilan data lamun
Metode yang digunakan adalah metode seagrass watch ((McKenzie et al., 2009)
Cara pengumpulan data adalah dengan mengamati dan melakukan pengukuran
langsung kondisi ekosistem lamun, dengan menggunakan “Line Intersecpt Transect”
yang merupakan garis lurus yang ditarik di atas padang lamun, tegak lurus dari pinggir
Pulau (Hitalessy dkk., 2015). Sedangkan kuadran adalah frame atau bingkai berbentuk
kuadran (segi empat) yang diletakan pada garis transek. Adapun Langkah-langkah
pengukuran struktur komunitas lamun menurut adalah sebagai berikut,

Gambar 2. Skema transek kuadran padang lamun (Wismar et al.2021)


12

Keterangan:
1. Apabila luas lamun tidak mencapai 100x100 m², maka pertama disarankan untuk
mencari lokasi yang sesuai dengan kriteria disekitar stasiun yang telah ditetapkan.
2. Apabila tidak terdapat kondisi lamun yang sesuai untuk monitoring, panjang transek
dan jarak antar transek disesuaikan dengan luas padang lamun.
Cara kerja:
a) Titik awal transek ditandai dengan tanda permanen seperti patok besi yang dipasangi
pelampung kecil, serta keramik putih agar mudah menemukan titik awal transek pada
monitoring tahun selanjutnya.
b) Transek dibuat dengan menarik roll meter sepanjang 100 meter ke arah tubir.
Pengamat yang lain mengamati pembuatan transek agar transek lurus.
c) Kuadran 50 x 50 cm² ditempatkan pada titik 0 m, disebelah kanan transek. Pengamat
berjalan disebelah kiri agar tidak merusak lamun yang akan diamati.
d) Tentukan nilai persentase tutupan lamun ditentukan pada setiap kotak kecil dalam
frame kuadran, berdasarkan penilaian pada Tabel dan catat pada lembar kerja
lapangan, seperti pada Gambar 3.

Gambar 3. Nomor kotak pada kuadran 50x50 cm2 (Adil,2016)


Pada setiap kotak kecil, komposisi jenis lamun dicatat dengan bantuan
panduan identifikasi lamun. Penilai penutupan lamun perjenis dapat dilihat seperti
pada Tabel 2 :
13

Tabel 2. Presentase tutupan lamun (Izuan et al., 2014)


No. Kategori Nilai Penutupan Lamun
1. Tutupan penuh 100
2. Tutupan ¾ kotak kecil 75
3. Tutupan ½ kotak kecil 50
4. Tutupan ¼ kotak kecil 25
5. Kosong 0

Keterangan :
1) Karakteristik substrat diamati secara visual dan dengan memilinnya menggunakan
tangan, lalu dicatat. Karakteristik substrat dibagi menjadi: berlumpur, berpasir, rubble
(pecahan karang).
2) Pengamatan dilakukan setiap 10 meter sampai meter ke-100 (0m, 10m, 20, 30m, dst.)
atau sampai batas lamun, apabila luasan padang lamun kurang dari 100 m.
3) Patok dan penanda dipasang pada titik terakhir.
4) Posisi titik terakhir ditandai dengan GPS dan catat koordinat (Latitude dan Longitude)
serta kode di GPS pada lembar kerja lapangan.

2.3.2 Data Makrozoobenthos


. Metode transek ploting dilakukan dengan pembuatan sumbu utama yang
sejajar dengan garis pantai. Jarak antara sumbu utama dan garis pantai sejauh 20
meter. (Rosdatina dkk., 2019) Dari sumbu utama ditarik garis tegak lurus munuju arah
laut. Garis ini disebut dengan transek. Jarak antara transek 10 meter dengan masing-
masing transek dilakukan ploting. Jarak antara ploting 10 meter dan diletakkan selang-
seling. (Fitriansyah dkk., 2018).
Sampel dalam penelitian adalah semua makrozoobenthos (Aziizah dkk., 2016)
yang ditemukan di lokasi penelitian. Sampel diambil dengan langkah sebagai berikut
Lokasi penelitian ditentukan berdasarkan karakteristik wilayah tersebut.
1. Titik pengamatan dibuat dalam setiap ditemukan makrozoobenthos berdasarkan
garis transek mulai dari titik surut terendah (pada saat penelitian dilakukan) masing-
masing ekosistem hingga 100 meter menuju laut di masing-masing ekosistem
lamun.Pada setiap ekosistem terdapat 3 garis transek yang masing-masing jaraknya
ialah 20 m.(Elfami & Efendy, 2020)
2. Pengamatan dilakukan pada setiap titik dengan menemukannya secara langsung
berdasarkan garis transek mulai dari titik surut terendah (pada saat penelitian
dilakukan) masing-masing ekosistem hingga 100 meter menuju laut di masing-masing
ekosistem lamun
3. Pengambilan sampel yaitu jenis-jenis makrozoobenthos.
14

4. Perwakilan setiap jenis spesimen yang ditemukan dimasukkan ke dalam plastik


sampel sesuai titik pengambilan sampel.
5. Plastik sampel yang telah berisi spesimen diberi label.
6. Spesimen dibawa kembali ke basecamp untuk keperluan identifikasi spesies.
Spesimen diidentifikasi menggunakan panduan identifikasi yaitu buku identifikasi
(Ansari dkk., 2020) Furqon & Muzaki, 2018)
2.3.3 Pengambilan kualitas air Kualitas Perairan
Parameter fisik perairan sangat berpengaruh terhadap kondisi perairan serta
faktor-faktor yang mempengaruhi proses ekologi yang terjadi di Kawasan tersebut
(Haerudin & Putra, 2019)Selain melalui pengamatan secara langsung di lokasi
penelitian, data parameter fisik perairan juga diperoleh dari sumber pustaka. Adapun
pengukuran yang dilakukan adalah sebagai berikut (Hamuna dkk., 2018)

1. Suhu
Alat yang digunakan adalah thermometer alkohol dengan tingkat ketelitian 1°C.
Adapun prosedur pengukuran suhu adalah sebagai berikut :
a. Ujung bawah termometer dicelupkan ke dalam badan perairan.
b. Termometer didiamkan selama ± 3 menit didalam badan perairan.
c. Pencatatan dilakukan apabila skala telah menunjukkan angka pada termometer
raksa.
Hal yang harus diperhatikan pada saat mengukur suhu perairan, termometer
sebaiknya membelakangi cahaya matahari secara langsung, ini bertujuan agar
temperatur yang terukur tidak terkontaminasi dengan temperatur cahaya
matahari,(Ningrum dkk., 2020) pembacaan skala harus sejajar dengan pandangan
mata untuk menghindari bias dan setelah pemakaian alat dicuci dengan air tawar
(Rosidi, 2016).

2. Salinitas
Alat yang digunakn untuk mengukur adalah refraktometer dengan langkah
sebagai berikut :
a. Air yang diukur salinitasnya diteteskan ke permukaan kaca prisma sebanyak1-2 tetes.
b. Kaca prisma pada refraktometer ditutup kembali.
c. Skala yang ditunjukkan refraktometer diamati dan dicatat, skala yang ditunjukkan
merupakan nilai salinitas perairan yang kita amati.
d. Refraktometer dibersihkan dengan menggunakan tissue.
15

3. pH
Alat yang digunakan adalah pH paper dengan skala. Adapun langkahnyaadalah
sebagai berikut :
a. Kertas pH paper disiapkan sebanyak 1 unit.
b. Kemudian kertas pH paper dicelupkan ke dalam air laut.
c. Kerubahan warna dibandingkan dengan tabel pH.

4. Kecepatan Arus
Alat yang digunakan adalah current drogue yang terbuat dari seng, semen, dan
tali dengan panjang tali 5 meter, kecepatan arus perairan tersebut adalah hasil bagi
dari panjang tali current drogue dengan waktu yang di perlukan untuk membuat tali
tersebut menegang, cara pengukuran dilakukan sebagai berikut (Amri dkk., 2011)
a. Current drogue dimasukkan kedalam badan perairan. Waktu pada saat alatdicelupkan
ke perairan dicatat.
b. Ketika current drogue membentang kencang atau menegang sepanjang tali yang telah
ditentukan dihentikan waktunya.
c. Kecepatan arus tersebut dihitung dan kemudian dicatat.

5. Kedalaman
Kedalaman diamati dengan menggunakan tali panjang yang diberi bandul
sebagai pemberat
a. Tali dimasukkan kedalam air hingga menyentuh dasar
b. Selanjutnya tali yang basah diukur panjangnya, itulah kedalaman laut

6. Substrat
Contoh substrat diambil pada setiap stasiun kemudian diamati secara visual atau
diraba menggunakan tangan, ditentukan dan dicatat jenis substrat dasar yang ada
pada sampel tersebut.

7. Pasang Surut
Pasang surut diamati menggunakan patok berskala yang ditancapkan pada
dengan ketelitian 1 cm selama 24 jam dalam 28 hari
16

2.4 Analisis Data


2.4.1 Analisis Lamun
1) Kajian Ekosistem Lamun
a) Identifikasi Jenis Lamun
Identifikasi jenis lamun di lapangan dengan mengamati tumbuhan lamun yang
dilakukan dengan mengamati morfologi dan morfometri (Lawrence, 1975) tegakan
lamun dan di identifikasi berdasarkan buku identifikasi jenis lamun (Andriani dkk., 2014)
b) Komposisi Jenis Lamun
Komposisi jenis lamun di hitung dengan menggunakan rumus (Muhammad dkk.,
2021):
ni
Ki = x 100%
N
Keterangan :
Ki = Komposisi jenis
𝑛i = Jumlah individu jenis ke-i (ind)
N = Jumlah total individu

c) Kerapatan Jenis dan Kerapatan Relatif


Kerapatan Jenis Lamun (KJi), yaitu jumlah total individu jenis dalam suatu unit
area yang diukur (Martha dkk., 2019) Kerapatan jenis lamun dihitung dengan
menggunakan rumus (Septiani dkk., 2018):

𝑛𝑖
KJi = 𝐴
Keterangan:

KJi = Kerapatan jenis (tegakan/m²)


ni = Jumlah total tegakan spesies i (tegakan)
A = Luas daerah yang di sampling (1 m²)

Kerapatan Relatif (KR), merupakan perbandingan antara jumlah individu jenis


dan jumlah total individu seluruh jenis(Kepel dkk., 2018) Kerapatan relatif lamun dapat
dihitung dengan persamaan (Adli, 2016):

𝑛𝑖
KR = ∑𝑛 x 100%
Keterangan:
KR = Kerapatan relatif (%)
ni = Jumlah individu jenis ke-i (tegakan)
∑n = Jumlah individu seluruh jenis (ind/m²)
17

d) Frekuensi Jenis dan Frekuensi Relatif


Frekuensi Jenis (FJi), merupakan perbandingan antara jumlah petak sampel
yang ditemukan suatu jenis lamun dengan jumlah total petak sampel yang diamati
(Hilyana dkk., 2022)Frekuensi jenis lamun dapat dihitung dengan persamaan (Sitaba
dkk., 2021a):
𝑃𝑖
FJi = ∑𝑃
Keterangan:
Fji = Frekuensi jenis ke-i
Pi = Jumlah petak sampel tempat ditemukan jenis ke-i
∑P = Jumlah total petak sampel yang diamati
Frekuensi Relatif (FR), merupakan perbandingan antara frekuensi jenis ke-i
dengan jumlah frekuensi untuk seluruh jenis.(Hertyastuti dkk., 2020) Frekuensi relatif
lamun dapat dihitung dengan persamaan (Adli, 2016):
𝐹𝑖
FR = ∑𝐹 x 100
Keterangan:
FR = Frekuensi relatif (%)
Fi = Frekuensi jenis ke-i
∑F = Jumlah frekuensi untuk seluruh jenis

e) Penutupan Jenis dan Penutupan Relatif


Penutupan Jenis (PJ), merupakan perbandingan antara luas area yang ditutupi
oleh jenis lamun ke-i dengan jumlah total area yang ditutupi lamun. Penutupan jenis
lamun dapat dihitung dengan persamaan (Septiani dkk., 2018):
𝑎𝑖
PJ = 𝐴
Keterangan:
PJ = Penutupan jenis ke-i (%)
ɑi = Luas total penutupan jenis ke-i (%)
A = Jumlah total area yang ditutupi lamun (m²)
Penutupan Relatif (PR), yaitu perbandingan antara penutupan individu jenis ke-
i dan total penutupan seluruh jenis. Penutupan relative lamun dapat dihitung dengan
pesamaan (Adli, 2016):
𝐏𝐢
PR= 𝐏
𝐱 𝟏𝟎𝟎
Keterangan :
PR = Penutupan relatif (%/m²)
Pi = Penutupan jeni ke-i (%/m²)
P = Penutupan seluruh jenis lamun (%/m²)

Dari perhitungan data penutupan lamun, status padang lamun dapat


dikatagorikan sebagai berikut (Tuhumury, 2008):
18

Tabel 3. Status Padang Lamun (KepmenLH, 2004)


No Kondisi Tutupan %
1. Baik Kaya/Sehat ≥ 60
2. Kurang Kaya/Kurang 30 - 59,9
Rusak Sehat
3. Miskin ≤ 29,9
Berdasarkan hasil nilai tutupan lamun yang didapat dari pengamatan,
disesuaikan dengan kategori dari hasil penelitian LIPI sebagai berikut (Rahmawati dkk.,
2017):

Tabel 4. Kategori Tutupan Lamun (Rahmawati dkk., 2017)


No. Presentase Tutupan (%) Kategori
1. 0-25 Jarang
2. 26-50 Sedang
3. 51-75 Padat
4. 76-100 Sangat Padat

f) Indeks Biologi (Keanekaragaman, Keseragaman, dan Dominansi)


Indeks keanekaragaman, keanekaragaman jenis lamun dihitung menggunakan
indeks keanekaragaman Shannon-Weaner (Hartati, Pratikto, dkk., 2017):

H’= -∑(Pi ln Pi)


Keterangan:
H’ = Indeks Keanekaragaman
Ln = Logaritma Natural (log2)
Pi = 𝑛i/N (Peluang spesies i dari total individu)
Indeks keseragaman lamun dapat dihitung dengan rumus Odum 1993
(Sholihah dkk., 2018):
𝑯′
E= 𝑯 𝒎𝒂𝒙
Keterangan:
E = Indeks Keseragaman
H’ = Indeks Keanekaragaman
H max = Ln S atau (log2 S)
S = Jumlah Spesies
Dominansi spesies dinyatakan dalam Indeks Dominansi Simpson sebagai berikut
(Arfiati dkk., 2019):

𝐧𝐢
D= ( 𝐍 )2
19

Keterangan:
D = Indeks dominasi
ni = Jumlah individu spesies ke-i
N = Jumlah total individu dari seluruh spesies

g) Indeks Nilai Penting


Indeks Nilai Penting (INP), digunakan untuk menghitung keseluruhan dari
peranan jenis lamun di dalam satu komunitas. Rumus yang digunakan untuk
menghitung indeks nilai penting adalah (Adli, 2016):

INP = FR + KR + PR
Keterangan :
INP = Indeks nilai penting
FR = Frekuensi relatif
KR = Kerapatan relatif
PR = Penutupan relatif

2.4.2 Makrozoobenthos
Identifikasi Jenis Spesies Kelimpahan Spesies, sebagai jumlah individu per
satuan luas atau volume (Sosiawan & Setia, 2022), yang dirumuskan sebagai berikut:
Indeks keanekaragaman
Indeks yang digunakan untuk menentukan keanekaragaman spesies adalah
indeks keanekaragaman Shannon-Wiener (H'), (Ganefiani dkk., 2019) dengan rumus
sebagai berikut menurut (Shannon and Wiener 1949 dalam (Widianingsih dkk., 2021)
H' = -Pi In (Pi)
Keterangan :
H’ = Indeks Keanekaragaman
Pi = Proporsi jumlah individu (ni/N).
Kriteria indeks keanekaragaman (H') (Shannon and Wiener, 1949 ) dalam (Widianingsih
dkk., 2021):
1. H’ < 1 = rendah, produktivitas sangat rendah sebagai indikasi adanya tekanan yang
berat dan ekosistem tidak stabil
2. < H’ < 3 = sedang, produktivitas cukup, kondisi ekosistem cukup seimbang,
tekanan ekologis sedang.
3. H’ > 3,0 = tinggi ekosistem, stabilitas ekosistem mantap, produktivitas tinggi, tahan
terhadap tekanan ekologis.
4. Indeks keseragaman yang digunakan menurut (Krebs, 1989 dalam (Widianingsih
dkk., 2021)), sebagai berikut:
20

Keterangan:
E = Indeks keseragaman
H' = Indeks keanekaragaman S = jumlah spesies
𝑯′
E= 𝑯 𝒎𝒂𝒙

Kriteria hasil nilai indeks keseragaman adalah:


a. E < 0.4 : Keseragaman rendah, berarti ekosistem berada dalam kondisi dan
keseragaman tertekan.
b. E < 0.6 : Keseragaman sedang, berarti ekosistem berada dalam kondisikurang
stabil.
c. E > 0.6 : Keseragaman tinggi, berarti ekosistem berada dalam kondisi stabil.
5. Dominansi spesies dinyatakan dalam indeks dominansi Simpson (Widianingsih
dkk., 2021), sebagai berikut:

Keterangan:
D : Indeks dominasi
ni : Jumlah individu spesies ke-i
N : Jumlah total individu dari seluruh spesies
Kriteria nilai indeks dominasi, yaitu:
1. 0 < D < 0,5 : Dominasi rendah (tidak terdapat spesies yang secara ekstrim
mendominasi spesies lainnya), kondisi lingkungan stabil, dan tidak terjadi tekanan
ekologis terhadap biota di lokasi tersebut.
2. 0,5 < D < 0,75 : Dominasi sedang, kondisi lingkungan cukup stabil 0,75 < D < 1,0
: Dominasi tinggi (terdapat spesies yang mendominasi spesies lainnya), kondisi
lingkungan tidak stabil dan terdapat suatu tekanan ekolog (Afif dkk., 2014)
21

3. HASIL DAN PEMBAHASAAN


3.1 Hasil
Kabupaten administrasi Kepulauan Seribu merupakan kawasan kepulauan di
Utara Jakarta berupa gugusan kepulauan. Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu
seluas 107.489 hektar, pada geografis antara 5°24' - 5°45' LS dan 106°25' - 106°40'
BT, termasuk kawasan darat Pulau Penjaliran Barat dan Pulau Penjaliran Timur seluas
39,50 hektar. (Naufaldin, 2016)Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu tersusun oleh
Ekosistem Pulau-Pulau Sangat Kecil dan Perairan Laut Dangkal, yang terdiri dari
Gugus Kepulauan dengan 78 pulau sangat kecil, 86 Gosong Pulau dan hamparan laut
dangkal pasir karang sekitar 2.136 hektar (Reef flat 1.994 ha, Laguna 119 ha, Selat 18
ha dan Teluk 5 ha), terumbu karang tipe fringing reef, Mangrove dan Lamun bermedia
tumbuh sangat miskin hara atau lumpur, dan kedalaman laut dangkal sekitar 20-40 m
(Dinas Hidro-Oseanografi 1986 dalam Pratama 2005) (Jamil dkk., 2020)
Tipe iklim di Pulau Kelapa Dua Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu termasuk
tropika panas dengan suhu maksimum 32,3 oC, suhu minimum 21,6oC dan suhu rata-
rata 27oC serta kelembaban udara 80 mm Hg 7. Kondisi perairan di Pulau Kelapa Dua
Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu dipengaruhi musim, pada musim timur tinggi
gelombang lebih rendah dibandingkan dengan musim barat (Nurjannah & Irawan,
2013) Kondisi ini terjadi sebagai akibat dari adanya proses peredaman gelombang oleh
gugusan pulau yang berada di perairan Kepulauan Seribu.(Patty & Rifai, 2013)

3.1.1 Ekosistem Lamun


Berdasarkan jenis lamun yang ditemukan pada hasil praktik di Perairan Pulau
kelapa dua kepulauan seribu, ada 5 jenis lamun yang hidup di 4 stasiun pengamatan
yaitu, cymodocea rotundata, halophila ovalis, halodule uninervis,syringodium
isoetifolium, thalassia hemprichii (Dewi dkk., 2020) Berikut merupakan data tegakan
jenis lamun pada setiap stasiun (Prasetya & Widyorini, 2015)
Tabel 5. tegakan jenis lamun pada setiap stasiun
jumlah (ind)
No. jenis lamun Total
ST I ST II ST III ST IV
1 Cymodocea rotundata 657 1029 968 267 2921
2 Halophila ovalis 538 23 288 204 1053
3 Halodule uninervis 558 435 0 554 1547
4 Syringodium isoetifolium 787 0 0 65 852
5 Thalassia hemprichii 711 943 1069 2185 4908
Total 3251 2430 2325 3275 11281
22

3.1.2 Komposisi jenis lamun


Pada hasil penelitian komposisi jenis lamun (Riniatsih, 2016) yang di dapati pada
lokasi penelitian di dapati hasil sebagai berikut :

Tabel 6. komposisi jenis lamun pada setiap stasiun

jumlah (ind)
No. komposisi jenis
jenis lamun ST I ST II ST III ST IV
1 Cymodocea rotundata 20,209 42,345 41,634 8,152 112,341
2 Halophila ovalis 16,548 0,946 12,387 6,229 36,111
3 Halodule uninervis 17,163 17,901 0 16,916 51,981
Syringodium
4 isoetifolium 24,207 0 0 1,984 26,192
5 Thalassia hemprichii 21,870 38,806 45,978 66,717 173,372
total 100 100 100 100

3.1.3 Kerapatan jenis dan kerapatan relatif


Kerapatan lamun tertinggi di Pulau Kelapa Dua Kepualaun Seribu berada pada
jenis lamun Thalassia hemprichii, dengan tingkat kerapatan 124,727 ind/m2; dilanjut
dengan jenis lamun Halodule uninervis dengan nilai kerapatan 117,333 ind/m2;
Cymodocea rotundata dengan nilai kerapatan 65,76 ind/m2; Thalassia hemprichii
dengan nilai kerapatan 6,67 ind/m2 dan kerapatan spesies lamun terendah yang hidup
pada tiap stasiun yaitu jenis lamun Syringodium isoetifolium dengan nilai kerapatan
3,52 ind/m2

450.000
400.000
Kerapatan Jenis (ind/m2

350.000
300.000 Cymodocea rotundata
250.000
Halophila ovalis
200.000
150.000 Halodule uninervis
100.000
Syringodium isoetifolium
50.000
0.000 Thalassia hemprichii
stasiun 1 stasiun 2 stasiun 3 stasiun 4
kerapatan jenis

Gambar 4. Kerapat Jenis Lamun


23

0
5.468 5.052

4.137

6.052

4.291

jenis lamun Cymodocea rotundata Halophila ovalis


Halodule uninervis Syringodium isoetifolium Thalassia hemprichii

Gambar 5. Kerapatan Relatif Lamun


Hasil dari kerapatan relatif berbanding lurus dengan kerapatan jenis lamun.
Dimana hasil kerapatan relatif tertinggi berada pada jenis lamun syringodium
isoetifolium dengan tingkat kerapatan relatif 47,78% dan hasil kerapatan relatif
terendah pada jenis lamun halophila ovalis dengan tingkat kerapatan relatif 0,47%.

3.1.4 Frekuensi Jenis dan Frekuensi Relatif


Frekuensi jenis lamun adalah peluang suatu jenis yang ditemukan dalam stasiun
yang diamati. Pada hasil perhitungan pada penelitian ditiap stasiun pada perairan
Pulau Kelapa Dua Kepulauan Seribu didapati hasil sebagai berikut
2.500

2.000
Frekuensi Jenis (ind)

1.500

1.000

0.500

0.000
stasiun 1 stasiun 2 stasiun 3 stasiun 4
frekuensi jenis

Cymodocea rotundata Halophila ovalis Halodule uninervis


Syringodium isoetifolium Thalassia hemprichii

Gambar 6. Frekuensi Jenis Lamun


Dari hasil didapati jenis lamun Thalassia hemprichii dengan nilai frekuensi 2,351
adalah jenis lamun yang paling banyak ditemukan (Rochmady, 2010) dari seluruh jenis
ditiap stasiun pengamatan. Pada jenis lamun Halophila ovalis dengan nilai frekuensi
2,168; kemudian jenis lamun Cymodocea rotundata dengan nilai frekuensi 0,382;
Halodule uninervis dengan nilai frekuensi 2,341; dan nilai frekuensi terendah jenis
lamun Syringodium isoetifolium dengan nilai frekuensi 2,122 (Harnianti dkk., 2017)
24

3.1.5 Frekuensi relatif lamun


Pada hasil dari frekuensi relatif dengan frekuensi jenis dimana hasil frekuensi
relatif tertinggi berada pada jenis lamun thalassia hempirichii (Wahab dkk., 2019)
dengan tingkat frekuensi relatif 51,38% dan hasil frekuensi relatif terendah pada jenis
lamun Halophila ovalis dengan frekuensi relatif 2,76%.

2.76 frekuensi relatif


- -

45.86 51.38

Thalassia Hempirichii Cymododcea Rotundata


Halodule Uninervis Halopila ovalis
Syringodium Isoetifolium

Gambar 7. Frekuensi Relatif Lamun

3.1.6 Penutupan Jenis Lamun (ind/m²)


Hasil pengamatan penutupan jenis lamun (Roem & Laga, 2014) yang didapat di
Perairan Pulau kelapa dua kepulauan seribu yang memiliki nilai persentase penutupan
(Rombe dkk., 2022)sebagai berikut:

25

20

15
Penutupan Jenis (%)

10

0
stasiun 1 stasiun 2 stasiun 3 stasiun 4
Tutupan

Thalassia Hempirichii Cymododcea Rotundata Halopila uninervis


Halopila ovalis Syringodium Isoetifolium Total

Gambar 8. Penutupan Jenis Lamun


25

0%
1%
0%

45%
54%

Thalassia Hempirichii Cymododcea Rotundata Halopila uninervis


Halopila ovalis Syringodium Isoetifolium

Gambar 9. Penutupan Relatif Lamun

3.1.7 Indeks Biologi Lamun


Hasil perhitungan indeks nilai biologi yang meliputi keanekaragaman,
keseragaman, dan dominansi (Latuconsina, 2011) dari empat stasiun di perairan pulau
kelapa dua kepulauan seribu yaitu sebagai berikut

3.00

2.50

2.00

1.50

1.00

0.50

0.00
Cymodocea Halophila ovalis Halodule uninervis Syringodium Thalassia
rotundata isoetifolium hemprichii

Keanekaragaman Keseragaman Dominansi

Gambar 10. Indeks Biologi Lamun

3.1.8 Kajian Parameter Kualitas Air


Parameter kualitas perairan yang di ukur dari empat stasiun yang meliputi
suhu,pH, salinitas,Do, kecerahan, dan substrat (Ulfah, 2017)di perairan pulau kelapa
dua kepulauan seribu yang di dapati hasil sebagai berikut :
26

Tabel 7. Parameter Kualitas Air Di Pulau Kelapa Dua

Baku mutu
kepmen LH
No. No.51 thn
stasiun 2004
parameter satuan I II III IV
1 suhu °C 28 28 27 28 28-30
2 salinitas ppt 27 28 27 27 33-34
3 pH - 5 6 5 6 7,8,5
4 Do ppm 5 5 5 6 -
5 kecerahan m 1,97 44 2,30 22 >3
Pasir Pasir Pasir Pasir
6 substrat - berlumpur kasar berkarang berkarang -

3.1.9 Identifikasi dan Klasifikasi Jenis Makrozoobenthos


Hasil identifikasi berdasarkan bentuk dan warna kerang Anodonta woodiana,
secara morfologi cangkang berwarna hijau gelap, cangkang berwarna trapesium ada
struktur sayap di bagian dorsal posterior. Klasifikasi Anodonta woodiana (Yanuardi &
Suprapto, 2015) sebagai berikut:

A. Anodonta woodiana

Kingdom: Animalia
Filum:Moluska
Kelas : Bilvavia
Ordo: Eulamelibranchia
Famili: Unionidae
Genus: Anodonta
Spesies: Anodonta Woodiana
27

B .Anadara Sp
Kingdom: Animalia
Filum : Mollusca
Kelas: Pteriomorpha
Ordo: Arcoida
Famili : Arcidae
Genus : Anadara
Spesies: Anadara Sp

Seperti pada kerang umumnya, kerang darah merupakan jenis bilvavia yang
hidup pada dasar perairan dan mempunyai ciri khas yaitu di tutupi oleh dua keping
cangkang yang dapat di buka dan di tutup karena terdapat persendian berupa engsel
elastis (Ginting dkk., 2017)
C Pomacea Canaliculata

Kingdom: Animalia
Filum : Mollusca
Kelas: Gastropoda
Ordo: Mesogastropoda
Famili : Ampullariidae
Genus : Pomacea
Spesies: Pomacea canaliculata

Keong mas memeliki morfologi yang sama dengan keong sawah cangkang
berbentuk bulat mengerut berwarna kuning keemasan. Keong mas berkembang biak
secara ovivar dan menhasilkan telur (N. Hidayat, 2011)
28

D.Melanotdes torulosa

Filum : Mollusca
Kelas: Gastropoda
Ordo: Mesogastropoda
Famili : Thiaridae
Genus : Melanotdes
Spesies: Melanotdes torulosa

Family thiaridae cangkangnya berukuran kecil bentuknya memanjang


operculumnya tipis tidak berkapur.(Isnaningsih dkk., 2021)

Dari hasil pengamatan makrozoobenthos di Perairan Kelapa Dua Kepulauan Seribu


terdiri dari dua kelas dan empat spesies makrozoobenthos yaitu sebagai berikut

Kelas Spesies Stasiun


1 2 3 4
Bilvavia anodonta woodiana 17 17 17 13
Anadara Sp 10 14 10 10
Pomacea
Gastropoda canaliculata 8 11 8 8
Melanotdes
torulosa 8 0 8 8
Jumlah 43 42 43 39

3.1.9 Indeks Biologi Makrozoobenthos

Dari hasil penelitian yang di lakukan di perairan pulau kelapa dua kepulauan seribu
yang meliputi keanekaragaman, keseragaman, dan dominansi pada empat stasiun
yaitu sebagai berikut
29

1.60
1.40
1.20
1.00
0.80
0.60
0.40
0.20
0.00
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4

Keanekaragaman Keseragaman Dominansi

Gambar 11. Indeks Biologi Makrozoobenthos

3.2 Pembahasan
3.2.1 Kajian Ekosistem Lamun
a. Identifikasi Jenis Lamun
Berdasarkan hasil praktik di perairan pulau kelapa dua kepulauan seribu terdapat
5 jenis lamun yaitu Thalassia hemprichii (Th) Cymodocea rotundata ( Cr ) Halodule
uninervis (Hu) Halophila ovalis (Ho) Syringodum isoetifolium (Si) yang terdapat di
empat stasiun. (Allamah, 2016) Pada stasiun pertama di temukan jenis lamun yang
paling terbanyak adalah jenis Syringodum isoetifolium (Si) sedangkan jenis lamun yang
paling sedikit di temukan di stasiun pertama adalah Halophila ovalis (Ho) . Pada stasiun
kedua di temukan empat jenis lamun,(Sakey dkk., 2015) tetapi jenis lamun pada
stasiun dua tidak di temukan jenis Syringodum isoetifolium (Si), dan jenis lamun yang
paling di temukan adalah jenis lamun Cymodocea rotundata (Cr), dan paling sedikit di
temukan di stasiun kedua adalah Halophia ovalis ( Ho). Pada stasiun ketiga di temukan
tiga jenis lamun di temukan tiga jenis lamun, tetapi pada stasiun ketiga tidak di temukan
jenis lamun Halophila uninervis (Hu), dan Syringodum (Si) (Rosalina, 2012) dan pada
stasiun ketiga di temukan jenis lamun yang paling terbanyak adalah Thalassia
hemprichii (Th), dan paling sedikit adalah jenis Halophila ovalis (Ho). (Choirudin dkk.,
2014)Dan pada stasiun ke empat di temukan lima jenis lamun, yang paling banyak di
temukan adalah Thalassia hemprichii ( Th) sedangkan jenis lamun yang di temukan
paling sedikit adalah Syringodum isoetifolium ( Si). (Rustam dkk., 2014) Pada stasiun
kedua dan ketiga tidak di temukan jenis lamun Syringodum isoetifolium, Halophila
uninervis, beda dengan jenis lamun lainnya yang banyak di temukan.hal ini di
karenakan kondisi lingkungan perairan di masing-masing stasiun berbeda (Tuhumury,
2008)
b. Komposisi Jenis Lamun
Pada hasil perhitungan komposisi jenis lamun yang di dapati pada lokasi
penelitian bahwa jenis lamun Thalassia hemprichii (Andriyono dkk., 2016) adalah jenis
lamun yang paling banyak di temukan di empat stasiun di perairan pulau kelapa dua
hal ini bisa terjadi karena lokasi perairan substrat berpasir hal ini sesuai dengan
pernyataan bahwa jenis lamum Thalassia hemprichii bisa tumbuh di perairan substrat
berpasir (W. Hidayat dkk., 2018).
30

c. Kerapatan Jenis dan Kerapatan Relatif

Pengamatan kerapatan lamun di setiap lokasi didasarkan pada jumlah tegakan


tiap spesies di setiap lokasi.(Yusuf dkk., 2013) Nilai kerapatan lamun menunjukkan
jumlah individu lamun dalam suatu area tertentu Pada jenis lamun yang memiliki
kerapatan paling tinggi (Setiani dkk., 2020)pada adalah Thalassia hemprichii yaitu
124,727ind/m2, hal itu dikarenakan jenis lamun ini banyak ditemukan pada stasiun I II
III dan IV dengan pertumbuhan yang baik, dan kerapatan lamun terkecil atau terendah
adalah jenis lamun Syringodium isoetifolium dengan nilai 10,5 ind/m2, dimana jenis
lamun ini ada di stasiun I, dan IV namun hanya sedikit dan jarang ditemukan, dan
pertumbuhan yang tidak begitu baik dengan persebaran yang tidak merata (Zurba,
2018). Dengan begitu, kerapatan jenis lamun Thalassia hemprichii dapat dikatakan
dalam kondisi sangat rapat dan kondisi jenis lamun Syringodium isoetifolium adalah
sangat jarang. (Sofiana dkk., 2016)Kerapatan relatif lamun berbanding lurus dengan
kerapatan jenis lamun. Dimana jenis lamun Halophila ovalis memiliki kerapatan relatif
paling tingi yaitu 47,78%,, dan kerapatan relatif terkecil atau terendah adalah jenis
lamun Syringodium isoetifolium dengan nilai 0,47%. (Astutik dkk., 2021)

d. Frekuensi Jenis dan Frekuensi Relatif


Frekuensi spesies merupakan penggambaran peluang ditemukannya spesies-
spesies lamun dalam plot-plot (Yunita dkk., 2020) yang dibuat sehingga dapat
menggambarkan sebaran suatu spesies lamun yang ada jenis lamun Thalassia
hemprichii dengan nilai frekuensi 2,351 adalah jenis lamun yang paling paling tinggi
nilai frekuensinya dari seluruh jenis ditiap stasiun pengamatan, dan frekuensi terendah
adalah jenis lamun Cymodocea rotundata yang nilainya 0,382 dengan nilai frekuensi
paling rendah dari tiap jenis. Hal itu sesuai dengan banyaknya sebaran jenis lamun
yang ditemukan dilokasi penelitian pada titik pengamatan di Pulau Kelapa Dua
Kepulauan Seribu (Yunitha dkk., 2014)

e. Penutupan Jenis dan Penutupan Relatif


Presentase penutupan jenis lamun menggambarkan seberapa luas lamun yang
menutupi suatu perairan dan biasanya dinyatakan dalam persen.(Wirawan, 2014)
jumlah jenis maupun tingginya kerapatan jenis karena pengamatan penutupan yang
dilihat adalah helaian daun sedangkan pada kerapatan jenis yang dilihat adalah jumlah
tegakan. (Yudhantoko dkk., 2016)hasil pengamatan yang didapat pada lokasi
penelitian di perairan pulau kelapa dua kepulauan seribu yang memiliki nilai persentase
penutupan yang paling besar di stasiun adalah jenis lamun Thalassia hemprichii
dengan nilai penutupan sebesar 54,25% yaitu kategori kurang kaya/kurang sehat dan
penutupan terendah adalah jenis lamun Syringodium isoetifolium yakni sebesar 1,50%
yaitu kategori miskin.(S. N. Santoso & Adharini, 2022) Pada lokasi yang memiliki nilai
persentase penutupan yang paling besar di stasiun II adalah jenis lamun Halophila
ovalis dengan nilai penutupan yakni sebesar 87,37% yaitu kategori kaya/sehat dan
penutupan terendah adalah jenis lamun Thalassia hemprichii dan yakni sebesar 4,56%
yaitu kategori miskin, dan tidak ditemukan jenis lamun Halodule uninervis dan
Syringodium isoetifolium.(Wajuna, 2018) Pada lokasi yang memiliki nilai persentase
penutupan yang paling besar di stasiun III adalah jenis lamun Halodule uninervis
dengan nilai penutupan yakni sebesar 87,84% yaitu kategori kaya/sehat dan
31

penutupan terendah adalah jenis lamun Thalassia hemprichii yakni sebesar 1,64%
yaitu kategori miskin, dan tidak ditemukan jenis lamun Halophila ovalis. Dan pada
lokasi yang memiliki nilai persentase penutupan yang paling besar di stasiun IV adalah
jenis lamun Halodule uninervis dengan nilai penutupan yakni sebesar 83,21% yaitu
kategori kaya/sehat dan penutupan terendah adalah jenis lamun Syringodium
isoetifolium dan yakni sebesar 0,46% yaitu kategori miskin, dan tidak ditemukan jenis
lamun Halophila ovalis(Wigdati dkk., 2021)

3.2.2 Indeks Biologi Lamun


Berdasarkan data yang di dapatkan di lokasi penelitian terdapat perbedaan
indeks keanekaragaman di setiap stasiun, nilai keanekaragaman(Tebaiy dkk., 2015)
tertinggi pada stasiun adalah 2,51 dengan begitu dapat di katakan bahwa nilai indeks
keanekaragaman pada tiap stasiun tergolong rendah. (Wicaksono dkk.,
2012)Rendahnya keanekaragaman lamun di perairan pulau kelapa dua kepulauan
seribu di sebabkan oleh substrat atau sedikit lamun yang di temukan di perairan pulau
kelapa dua. (Elfidasari dkk., 2012)Tinggi rendahnya nilai indeks keseragaman yang di
dapat di perairan pulau kelapa dua kepulauan seribu yang di dapat. Nilai indeks
keseragaman tertinggi adalah dengan nilai 1,56 (Elfami & Efendy, 2020)

3.2.3 Kajian Parameter Kualitas Air


Berdasarkan hasil pengamatan yang telah di lakukan di 4 stasiun di perairan
pulau kelapa dua kepulauan seribu di ketahui bahwa suhu perairan berkisaran antara
27-300C, salinitas berkisar antara 27-35 ppt, pH berkisar antara 5-8, DO berkisar antara
5-7ppm dan kecerahan 10-450m.(Syukur, 2015) Substrat pada lokasi penelitian terdiri
dari pasir berlumpur,pasir kasar dan pasir berkarang. Pada stasiun I di dominasi pasir
berlumpur, dan pada stasiun II di dominasi pasir kasar dan juga pasir berkarang,
begitupun dengan stasiun III dan IV (Syakur, 2020)
Kualitas suatu perairan sangat menentukan kelangsungan hidup biota yang
hidup di perairan tersebut.(Sitaba dkk., 2021b) Kualitas perairan di Pulau kelapa dua
relatif baik dengan suhu berkisar antara 27 - 30°C, dimana suhu ini masih tergolong
sangat sesuai bagi kehidupan ekosistem lamun menurut KepmenLH, (2004b) bahwa
suhu berkisar antara 28 - 30°C.(Rappe, 2010)
Salinitas pada seluruh stasiun perairan tidak jauh berbeda. Dimana salinitas
keempat stasiun adalah 27-35 ppt dengan pertumbuhan lamun yang cukup baik. Hal
ini terkait kemampuan toleransi lamun terhadap salinitas optimum untuk kehidupan
lamun berkisar antara 33 – 34ppt menurut (KepmenLH, 2004) Sebaran salinitas di laut
dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan dan
aliran sungai (Nontji, 2005, Siahaan, 2020) Pentingnya salinitas karena salinitas akan
menurunkan kemampuan lamun dalam proses fotosintesis (Dita Cahyani dkk., 2007),
dimana merupakan proses pembuatan atau pembentukan makanan yang dilakukan
oleh tumbuhan. Salinitas juga berpengaruh terhadap biomassa, produktivitas primer,
kerapatan, lebar daun, kecepatan pulih, kerapatan juga semakin meningkat dengan
meningkatnya salinitas (Hartati, 2012).
Nilai pH perairan dari hasil penelitian secara keseluruhan menunjukkan sama
disemua stasiun yaitu 5-8ppm Dimana diketahui bahwa baku mutu pH air laut pada
umumnya berkisar 7 – 8,5ppm Menurut penelitian, pH merupakan suatu indeks kadar
ion hidrogen (H+) yang mencirikan keseimbangan asam dan basa.(Sholihah dkk.,
32

2020) Nilai pH juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi produktifitas
perairan (Gacia, Duarte, 2001). Nilai pH pada suatu perairan mempunyai pengaruh
yang besar terhadap organisme (Ginting dkk., 2017)perairan sehingga seringkali
dijadikan petunjuk untuk menyatakan baik buruknya suatu perairan(Minerva dkk.,
2014)
Nilai DO pada Perairan Pulau Kelapa Dua secara keseluruhan adalah 5-6ppm
dengan pertumbuhan lamun yang cukup baik, kondisi oksigen terlarut (DO) Perairan
Pulau Kelapa Dua masih memenuhi batas yang di perolehkan yaitu >4 jika di
bandingkan dengan daftar baku mutu (Sermatang dkk., 2021)
Kecerahan dan kekeruhan air dalam suatu perairan yang dipengaruhi oleh
jumlah cahaya matahari yang masuk ke dalam perairan disebut juga dengan intensitas
cahaya matahari.(Septiyadi, 2011) Cahaya matahari di dalam air berfungsi terutama
untuk kegiatan asimilasi (peleburan) fitolankton dan tumbuhan lamun di dalam air
(Hartati dkk., 2012). Pada lokasi penelitian di Pulau Kelapa Dua menunjukkan
kecerahan yang baik dengan kedalaman yang mampu ditembus cahaya hingga 0,25m,
hal tersebut berdasarkan pada kecerahan di lingkungan ekosistem lamun yang pada
perairan(Ario dkk., 2019) dan pengukuran kecerahan dilakukan pada siang hari, hal ini
dilakukan karena pada siang hari ada penerangan secara alami dari pancaran
langsung sinar matahari ke bumi (Sari, 2015)

3.2.4 Identifikasi Jenis Makrozoobenthos


Dari hasil penelitian terdapat 4 spesies makrozoobenthos yang terdiri dari dua filum
yaitu, bivalvia, dan gastropoda. dari dua filum yang di temukan bivalvia sebanyak dua
spesies dengan total individu 108, sedangkan filum gastropoda dengan spesies dua
dengan total individu 59.(B. Santoso dkk., 2018) Keanekaragaman makrozoobenthos
yang di temukan pada lokasi penelitian di 4 stasiun ini di peroleh 2 filum
makrozoobenthos dengan di temukan 4 spesies yaitu filum bivalvia dan gastropoda, 4
spesies makrozoobenthos adalah Anodonta woodiana, Anadara Sp, Pomacea
canaliculata, Melanotdes torulosa. (Nangin dkk., 2015)

3.2.5 Indeks Biologi Makrozoobenthos


Dari hasil pengamatan yang di peroleh indeks biologi makrozoobenthos pada
setiap stasiun pengamatan berbeda-beda, Indeks biologi Stasiun I di peroleh nilai
keanekaragaman 1,27, keseragaman 0,91, dan dominansi 0,32. Dan pada stasiun II,
dengan nilai keanekaragaman 1,33 keseragaman 0,96 dominansi 0,28. pada Stasiun
III di peroleh nilai keanekaragaman 1,37 keseragaman 0,98 dominansi 0,26. dan pada
Stasiun IV, di peroleh nilai keanekaragaman1,24 keseragaman 0,89 dan dominansi
0,33. Nilai indeks biologi makrozoobenthos tertinggi terdapat pada Stasiun III, dengan
jumlah kelimpahan makrozoobenthos terbanyak di bandingkan dengan stasiun
lainnya. Kelimpahan makrozoobenthos dapat mempengaruhi hasil nilai indeks biologi
pada setiap stasiun (Afifatur, 2022)
33

3.2.6 Kelimpahan Makrozoobenthos sebagai Biondikator Kualitas Air

Makrozoobenthos sering di pakai sebagai biondikator kualitas perairan karena


di bandingkan dengan pengujian fisika parameter biologis dapat memberikan
gambaran yang lebih tepat,(Adi dkk., 2019) sedangkan biondikator sendiri adalah
organisme yang memberikan informasi tentang kualitas lingkungan.jadi kelimpahan
makrozoobenthos dapat di lihat dari kualitas air tersebut, jika kualitas airnya
memenuhi standar baku mutu maka terdapat kelimpahan makrozoobentos pada
perairan tersebut (Kurniawati, 2022)
34

4. SIMPULAN DAN SARAN


4.1 Simpulan
1. Di Perairan Pulau Kelapa Dua Kepulauan Seribu di dapati hasil bahwa ada 5 jenis
lamun yaitu: Thalassia hemprichii (Th), Cymodocea rotundata (Cr), Halophila ovalis
(Ho), Halodule uninervis (Hu), Syringodium isoetifolium (Si). jenis lamun yang paling
banyak di temukan adalah jenis lamun Thalassia hemprichii.
2. Jenis makrozoobenthos yang di temukan di perairan pulau kelapa dua terdapat 2 famili
dan 4 spesies dengan total individu secara keseluruhan 167. Jenis makrozoobenthos
yang paling banyak di temukan terdapat di stasiun I dan III.
3. Hubungan kelimpahan makrozoobenthos sebagai biondikator kualitas air tergantung
dari kualitas air tersebut jika kualitas airnya memenuhi standar baku mutu, jadi data
kualitas air yang saya dapat adalah memenuhi standar baku mutu.
4. Dari hasil kajian parameter kualitas perairan di dapati bahwa kualitas perairan pada
pulau kelapa dua kepulauan seribu memenuhi standar baku mutu kualitas perairan
berdasarkan KepmenLH No. 51 tahun 2004 yang tergolong baik untuk kehidupan
lamun dan makrozoobenthos.
4.2 Saran
Ekositem lamun di perairan pulau kelapa dua kepulauan seribu yang tergolong
stabil dan cukup baik harus tetap di jaga dan di lestarikan, pertumbuhan lamun yang
kurang baik di beberapa stasiun di karenakan banyak aktivitas masyarakat sekitar. Dan
masih kurangnya informasi mengenai makrozoobenthos di perairan pulau kelapa dua,
dan untuk mendapatkan informasi lagi mengenai makrozoobenthos perlu adanya
penelitian lebih lanjut mengenai makrozoobenthos.
33

DAFTAR PUSTAKA

Amri, K., Setiadi, D., Qayim, I., & Djokosetiyanto, D. (2011). Dampak Aktivitas
Antropogenik Terhadap Kualitas Perairan Habitat Padang Lamun Di
Kepulauan Spermonde Sulawesi Selatan. Fakultas Perikanan Dan Ilmu
Kelautan. Universitas Adi, W., Nugraha, A. H., Dasmasela, Y. H., Ramli, A.,
Sondak, C. F. A., & Sjafrie, N. D. M. (2019). Struktur Komunitas Lamun Di
Malang Rapat, Bintan. Jurnal Enggano, 4(2), 148–159.
Adli, A. (2016). Profil Ekosistem Lamun Sebagai Salah Satu Indikator Kesehatan Pesisir
Perairan Sabang Tende Kabupaten Tolitoli. JSTT, 5(1).
Afif, J., Ngabekti, S., & Pribadi, T. A. (2014). Keanekaragaman Makrozoobentos Sebagai
Indikator Kualitas Perairan Di Ekosistem Mangrove Wilayah Tapak Kelurahan
Tugurejo Kota Semarang. Life Science, 3(1).
Afifatur, M. (2022). Keanekaragaman Makrozoobentos Di Hulu Sungai Sampean
Kecamatan Maesan Kabupaten Bondowoso [Phd Thesis]. Universitas Islam
Negeri Maulana Malik Ibrahim.
Allamah, D. D. (2016). Struktur Komunitas Lamun Di Pantai Sindangkerta Kecamatan
Cipatujah Kabupaten Tasikmalaya [Phd Thesis]. Fkip Unpas.
Ampat, K. R. (2016). Struktur Komunitas Lamun Di Perairan Distrik Salawati Utara.
Andriani, N., Zulfikar, A., & Zen, L. W. (2014). Analisis Kelompok Dan Tutupan Lamun Di
Wilayah TRISMADES Desa Malang Rapat Kecamatan Gunung Kijang
Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau. Universitas Maritim Raja Ali Haji.
Tanjungpinang.
Andriyono, S., Nindarwi, D. D., Kenconojatia, H., Budia, D. S., Azhar, M. H., & Ulkhaq, M.
F. (2016). Dominansi Dan Diversitas Lamun Dan Makrozoobenthos Pada
Musim Pancaroba Di Pantai Bama, Taman Nasional Baluran, Situbondo
[Dominance And Diversity Of Seagrass And Macrozoobenthos On Transition
Season In Bama Beach, Baluran National Park, Situbondo]. Jurnal Ilmiah
Perikanan Dan Kelautan, 8(1), 36–44.
Ansari, R. A., Apriadi, T., & Syakti, A. D. (2020). Stok Karbon Lamun Thallasia Hemprichii
Dan Sedimen Pulau Bintan Kepulauan Riau. Jurnal Ruaya: Jurnal Penelitian
Dan Kajian Ilmu Perikanan Dan Kelautan, 8(1).
Arfiati, D., Herawati, E. Y., Buwono, N. R., Firdaus, A., Winarno, M. S., & Puspitasari, A.
W. (2019). Struktur Komunitas Makrozoobentos Pada Ekosistem Lamun Di
34

Paciran, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. JFMR (Journal Of Fisheries And


Marine Research), 3(1), 1–7.
Ario, R., Riniatsih, I., Pratikto, I., & Sundari, P. M. (2019). Keanekaragaman Perifiton Pada
Daun Lamun Enhalus Acoroides Dan Cymodocea Serrulata Di Pulau Parang,
Karimunjawa. Buletin Oseanografi Marina, 8(2), 116–122.
Arkham, M. N., Adrianto, L., & Wardiatno, Y. (2015). Studi Keterkaitan Ekosistem Lamun
Dan Perikanan Skala Kecil (Studi Kasus: Desa Malang Rapat Dan Berakit,
Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau). Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan Dan
Perikanan, 10(2), 137–148.
Astutik, M. D., Watiniasih, N. L., & Kartika, I. W. D. (2021). Kerapatan Lamun (Seagrass)
Dan Kelimpahan Makrozoobenthos Di Perairan Pantai Mengiat Nusa Dua,
Bali.
Aziizah, N. N., Siregar, V. P., & Agus, S. B. (2016). Analisa Spasial Luas Tutupan Lamun
Di Pulau Tunda Serang, Banten. Omni-Akuatika, 12(1).
Azzura, M. R. F. B., Riniatsih, I., & Santosa, G. W. (2022). Kajian Kondisi Padang Lamun
Di Pulau Kelapa Dua Taman Nasional Kepulauan Seribu. Journal Of Marine
Research, 11(4), 720–728.
Choirudin, I. R., Supardjo, M. N., & Muskananfola, M. R. (2014). Studi Hubungan
Kandungan Bahan Organik Sedimen Dengan Kelimpahan Makrozoobenthos
Di Muara Sungai Wedung Kabupaten Demak. Management Of Aquatic
Resources Journal (MAQUARES), 3(3), 168–176.
Dewi, C. S., Yona, D., & Iranawati, F. (2020). Analisis Kesehatan Ekosistem Lamun Di
Pantai Menjangan, Buleleng, Bali. Prosiding Seminar Nasional Perikanan Dan
Kelautan, 8(1), 36–40.
Dita Cahyani, N. K., Windia Adnyana, I. B., & Arthana, I. W. (2007). Identifikasi Jejaring
Pengelolaan Konservasi Penyu Hijau (Chelonia Mydas) Melalui Penentuan
Komposisi Genetik Dan Metal Tag Di Laut Sulu Sulawesi. Ecotrophic, 2(2),
377808.
Elfami, M. R., & Efendy, M. (2020). Struktur Komunitas Makrozoobentos Epifauna Pada
Ekosistem Lamun, Mangrove Dan Terumbu Karang Di Desa Labuhan
Kecamatan Sepulu Bangkalan. Juvenil: Jurnal Ilmiah Kelautan Dan
Perikanan, 1(2), 260–268.
Elfidasari, D., Noriko, N., Wulandari, N., & Perdana, A. T. (2012). Identifikasi Jenis
Teripang Genus Holothuria Asal Perairan Sekitar Kepulauan Seribu
35

Berdasarkan Perbedaan Morfologi. Jurnal Al-Azhar Indonesia Seri Sains Dan


Teknologi, 1(3), 140–146.
Feryatun, F. (2012). Kerapatan Dan Distribusi Lamun (Seagrass) Berdasarkan Zona
Kegiatan Yang Berbeda Di Perairan Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu.
Management Of Aquatic Resources Journal (Maquares), 1(1), 44–50.
Firmandana, T. C. (2014). Kelimpahan Bulu Babi (Sea Urchin) Pada Ekosistem Karang
Dan Lamun Di Perairan Pantai Sundak, Yogyakarta. Management Of Aquatic
Resources Journal (MAQUARES), 3(4), 41–50.
Furqon, F., & Muzaki, F. K. (2018). Studi Komunitas Echinodermata Pada Padang Lamun
Pantai Bama Dan Kajang, Taman Nasional Baluran, Situbondo, Jawa Timur.
Departemen Biologi, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS),
Surabaya.[Indonesian].
Gacia, E., & Duarte, C. M. (2001). Sediment Retention By A Mediterranean Posidonia
Oceanica Meadow: The Balance Between Deposition And Resuspension.
Estuarine, Coastal And Shelf Science, 52(4), 505–514.
Ganefiani, A., Suryanti, S., & Latifah, N. (2019). Potensi Padang Lamun Sebagai
Penyerap Karbon Di Perairan Pulau Karimunjawa, Taman Nasional
Karimunjawa (Ability Of Seagrass Beds As Carbon Sink In The Waters Of
Karimunjawa Island, Karimunjawa National Park). Saintek Perikanan:
Indonesian Journal Of Fisheries Science And Technology, 14(2), 115–122.
Ginting, E. D. D., Susetya, I. E., Patana, P., & Desrita, D. (2017). Identifikasi Jenis-Jenis
Bivalvia Di Perairan Tanjungbalai, Provinsi Sumatera Utara. Acta Aquatica:
Aquatic Sciences Journal, 4(1), 13–20.
Haerudin, H., & Putra, A. M. (2019). Analisis Baku Mutu Air Laut Untuk Pengembangan
Wisata Bahari Di Perairan Pantai Labuhan Haji Kabupaten Lombok Timur.
Geodika: Jurnal Kajian Ilmu Dan Pendidikan Geografi, 3(1), 13–18.
Hamuna, B., Tanjung, R. H., & Maury, H. (2018). Kajian Kualitas Air Laut Dan Indeks
Pencemaran Berdasarkan Parameter Fisika-Kimia Di Perairan Distrik
Depapre, Jayapura.
Harnianti, N., Karlina, I., & Irawan, H. (2017). Laju Pertumbuhan Jenis Lamun Enhalus
Acoroides Dengan Teknik Transplantasi Polybag Dan Sprig Anchor Pada
Jumlah Tunas Yang Berbeda Dalam Rimpang Di Perairan Bintan. Intek
Akuakultur, 1(1), 15–26.
Hartati, R., Junaedi, A., Hariyadi, H., & Mujiyanto, M. (2012). Struktur Komunitas Padang
Lamun Di Perairan Pulau Kumbang, Kepulauan Karimunjawa (Seagrass
36

Community Structure Of Kumbang Waters-Karimunjawa Islands). Ilmu


Kelautan: Indonesian Journal Of Marine Sciences, 17(4), 217–225.
Hartati, R., Pratikto, I., & Pratiwi, T. N. (2017). Biomassa Dan Estimasi Simpanan Karbon
Pada Ekosistem Padang Lamun Di Pulau Menjangan Kecil Dan Pulau Sintok,
Kepulauan Karimunjawa. Buletin Oseanografi Marina, 6(1), 74–81.
Hartati, R., Widianingsih, W., Santoso, A., Endrawati, H., Zainuri, M., Riniatsih, I., Saputra,
W. L., & Mahendrajaya, R. T. (2017). Variasi Komposisi Dan Kerapatan Jenis
Lamun Di Perairan Ujung Piring, Kabupaten Jepara. Jurnal Kelautan Tropis,
20(2), 96–105.
Hertyastuti, P. R., Putra, R. D., Apriadi, T., Suhana, M. P., Idris, F., & Nugraha, A. H.
(2020). Estimasi Kandungan Stok Karbon Pada Ekosistem Padang Lamun Di
Perairan Dompak Dan Berakit, Kepulauan Riau. Jurnal Ilmu Dan Teknologi
Kelautan Tropis, 12(3), 849–862.
Hidayat, N. (2011). Pengaruh Pemberian Kombinasi Tepung Keong Mas (Pomacea
Canaliculata) Dan Tepung Paku Air (Azolla Pinnata) Terfermentasi Terhadap
Kadar Kolesterol Dan Warna Kuning Telur Pada Ayam Petelur Strain Isa
Brown Periode Layer [Phd Thesis]. Universitas Islan Negeri Maulana Malik
Ibrahim.
Hidayat, W., Warpala, I. S., & Dewi, N. S. R. (2018). Komposisi Jenis Lamun (Seagrass)
Dan Karakteristik Biofisik Perairan Di Kawasan Pelabuhan Desa
Celukanbawang Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng Bali. Jurnal
Pendidikan Biologi Undiksha, 5(3), 133–145.
Hilyana, S., Rahman, F. A., & Hadi, A. P. (2022). Penyerapan Karbon Pada Ekosistem
Lamun Di Kawasan Perairan Gili Maringkik Lombok, Provinsi Nusa Tenggara
Barat, Indonesia. Jurnal Sains Teknologi & Lingkungan, 8(1), 102–112.
Hitalessy, R. B., Leksono, A. S., & Herawati, E. Y. (2015). Struktur Komunitas Dan
Asosiasi Gastro
Indrayana, R., Yusuf, M., & Rifai, A. (2014). Pengaruh Arus Permukaan Terhadap
Sebaran Kualitas Air Di Perairan Genuk Semarang. Journal Of
Oceanography, 3(4), 651–659.
Isnaningsih, N. R., Marwanto, R. M., Alfiah, A., Prihandini, R., & Santoso, P. H. (2021).
Studi Morfologi, Ontogeni, Dan Strategi Reproduksi Pada Melanoides
Tuberculata (Müller, 1774) Dan Stenomelania Punctata (Lamarck,
1822)(Gastropoda: Cerithioidea: Thiaridae). Berita Biologi, 20(2), 171–180.
37

Jamil, K., Surachmat, A., Rosalina, D., Rombe, K. H., & Imran, A. (2020). Komposisi Jenis
Lamun Di Perairan Tanjung Palette Dan Tangkulara, Kabupaten Bone,
Provinsi Sulawesi Selatan. Jurnal Salamata, 2(1), 18–22.
Juraij, J., Bengen, D. G., & Kawaroe, M. (2014). Keanekaragaman Jenis Lamun Sebagai
Sumber Pakan Dugong Dugon Pada Desa Busung Bintan Utara Kepulauan
Riau. Omni-Akuatika, 10(2).
Kepel, T. L., Ati, R. N. A., Rahayu, Y. P., & Adi, N. S. (2018). Pengaruh Alih Fungsi
Kawasan Mangrove Pada Sifat Sedimen Dan Kemampuan Penyimpanan
Karbon. Jurnal Kelautan Nasional, 13(3), 145–153.
Kurniawati, M. A. (2022). Makrozoobentos Sebagai Bioindikator Kualitas Perairan Di
Sungai Tajum Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah [Phd Thesis]. Universitas
Jenderal Soedirman.
Latuconsina, H. (2011). Komposisi Jenis Dan Struktur Komunitas Ikan Padang Lamun Di
Perairan Pantai Lateri Teluk Ambon Dalam. Agrikan: Jurnal Agribisnis
Perikanan, 4(1), 30–36.
Lawrence, J. M. (1975). On The Relationship Between Marine Plants And Sea Urchins.
Oceanogr. Mar. Biol. Ann. Rev., 13, 213–286.
Martha, L., Julyantoro, P. G. S., & Sari, A. H. W. (2019). Kondisi Dan Keanekaragaman
Jenis Lamun Di Perairan Pulau Serangan, Provinsi Bali. Journal Of Marine
And Aquatic Sciences, 5(1), 131–141.
Minerva, A., Purwanti, F., & Suryanto, A. (2014). Analisis Hubungan Keberadaan Dan
Kelimpahan Lamun Dengan Kualitas Air Di Pulau Karimunjawa, Jepara.
Management Of Aquatic Resources Journal (MAQUARES), 3(3), 88–94.
Muhammad, S. H., Alwi, D., & Fang, M. (2021). Komposisi Dan Keanekaragaman Jenis
Lamun Di Perairan Desa Mandiri Kabupaten Pulau Morotai. Aurelia Journal,
3(1), 73–81.
Nangin, S. R., Langoy, M. L., & Katili, D. Y. (2015). Makrozoobentos Sebagai Indikator
Biologis Dalam Menentukan Kualitas Air Sungai Suhuyon Sulawesi Utara.
Jurnal MIPA, 4(2), 165–168.
Naufaldin, A. (2016). Identifikasi Lamun Menggunakan Metode Transek Kuadran Di
Perairan Pulau Pramuka, Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu, DKI
Jakarta.
Ningrum, K. P., Endrawati, H., & Riniatsih, I. (2020). Simpanan Karbon Pada Ekosistem
Lamun Di Perairan Alang–Alang Dan Perairan Pancuran Karimunjawa, Jawa
Tengah. Journal Of Marine Research, 9(3), 289–295.
38

Nontji, A. (2005). Laut Nusantara Edisi Revisi. Djambatan Jakarta.


Nurjannah, M., & Irawan, H. (2013). Keanekaragaman Gastropoda Di Padang Lamun
Perairan Kelurahan Senggarang Kota Tanjungpinang Provinsi Kepulauan
Riau. Repository UMRAH.
Octaferina, A. R., & Prasetya, F. A. S. (2021). Kajian Karakteristik Pasang Surut Di
Perairan Teluk Balikpapan Menggunakan Metode Admiralty. Buletin
Poltanesa, 22(1), 38–44.
Patty, S. I., & Rifai, H. (2013). Struktur Komunitas Padang Lamun Di Perairan Pulau
Mantehage, Sulawesi Utara. Jurnal Ilmiah Platax, 1:(4): 177, 186.
Prasetya, D. K., & Widyorini, N. (2015). Hubungan Antara Kelimpahan Hewan
Makrobenthos Dengan Kerapatan Lamun Yang Berbeda Di Pulau Panjang
Dan Teluk Awur Jepara. Management Of Aquatic Resources Journal
(MAQUARES), 4(4), 155–163.
Rahmawati, S., Irawan, A., & Supriyadi, I. (2017). Panduan Pemantauan Penilaian Kondisi
Padang Lamun Edisi 2.
Rappe, R. A. (2010). Struktur Komunitas Ikan Pada Padang Lamun Yang Berbeda Di
Pulau Barrang Lompo Fish Community Structure In Different Seagrass Beds
Of Barrang Lompo Island. Jurnal Ilmu Dan Teknologi Kelautan Tropis, 2(2),
63.
Riniatsih, I. (2016). Distribusi Jenis Lamun Dihubungkan Dengan Sebaran Nutrien
Perairan Di Padang Lamun Teluk Awur Jepara. Jurnal Kelautan Tropis, 19(2),
101–107.
Rochmady, R. (2010). Rehabilitasi Ekosistem Padang Lamun.
Roem, M., & Laga, A. (2014). Struktur Komunitas Padang Lamun Pulau Derawan. Jurnal
Harpodon Borneo, 7(2).
Rombe, K. H., Surachmat, A., & Rahayu, E. S. (2022). Keanekaragaman Makrobentos Di
Pulau Kelapa Dua Taman Nasional Kepulauan Seribu DKI Jakarta. Berkala
Perikanan Terubuk, 50(2).
Rosalina, D. (2012). Studi Tentang Struktur Komunitas Lamun Dan Faktor-Faktor Fisika
Dan Kimia Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Lamun Di Kabupaten Bangka
Tengah. Akuatik: Jurnal Sumberdaya Perairan, 6(1), 22–26.
Rosdatina, Y., Apriadi, T., & Melani, W. R. (2019). Makrozoobentos Sebagai Bioindikator
Kualitas Perairan Pulau Penyengat, Kepulauan Riau. Jurnal Pengelolaan
Lingkungan Berkelanjutan (Journal Of Environmental Sustainability
Management), 309–317.
39

Rustam, A., Kepel, T. L., Afiati, R. N., Salim, H. L., Astrid, M., Daulat, A., Mangindaan, P.,
Sudirman, N., Puspitaningsih, Y., & Dwiyanti, D. (2014). Peran Ekosistem
Lamun Sebagai Blue Carbon Dalam Mitigasi Perubahan Iklim, Studi Kasus
Tanjung Lesung, Banten. Jurnal Segara, 10(2), 107–117.
Sakey, W. F., Wagey, B. T., & Gerung, G. S. (2015). Variasi Morfometrik Pada Beberapa
Lamun Di Perairan Semenanjung Minahasa. Jurnal Pesisir Dan Laut Tropis,
3(1), 1–7.
Santoso, B., Dharma, I., & Faiqoh, E. (2018). Pertumbuhan Dan Produktivitas Daun
Lamun Thalassia Hemprichii (Ehrenb) Ascherson Di Perairan Tanjung Benoa,
Bali. Journal Of Marine And Aquatic Sciences, 4(2), 278–285.
Santoso, S. N., & Adharini, R. I. (2022). Biomassa Dan Stok Karbon Pada Ekosistem
Padang Lamun Di Pulau Pamegaran, Taman Nasional Kepulauan Seribu.
Jurnal Kelautan Tropis, 25(3), 391–400.
Sari, A. (2015). Jenis-Jenis Plankton Di Perairan Teluk Yos Sudarso. The Journal Of
Fisheries Development, 2(2), 11–16.
Sari, A., & Kayame, J. R. (2022). Komposisi Jenis Dan Kelimpahan Zooplankton Di Perairan
℡Uk Youtefa (Kampung Tobati & Kampung Enggros) Kota Jayapura. The Journal Of
Fisheries Development, 5(1), 9–19.
Septiani, E. F., Ghofar, A., & Febrianto, S. (2018). Pemetaan Karbon Di Padang Lamun
Pantai Prawean Bandengan Jepara. Majalah Ilmiah Globe, 20(2), 117–124.
Septiyadi, A. (2011). Pengaruh Material Lamun Buatan Terhadap Keanekaragaman Dan
Kelimpahan Crustacea Di Peraian Pulau Pari Kepulauan Seribu.
Sermatang, J. H., Tupan, C. I., & Siahainenia, L. (2021). Morfometrik Lamun Thalassia
Hemprichii Berdasarkan Tipe Substrat Di Perairan Pantai Tanjung Tiram,
Poka, Teluk Ambon Dalam. TRITON: Jurnal Manajemen Sumberdaya
Perairan, 17(2), 77–89.
Setiani, H., Solichin, A., & Afiati, N. (2020). Hubungan Kandungan Nitrat Dan Fosfat Pada
Air Dan Sedimen Terhadap Kerapatan Lamun Di Pantai Prawean Bandengan,
Jepara Relationship The Content Of Nitrates And Phosphates In Water And
Sediment To The Density Seagrass At Prawean Bandengan Beach, Jepara.
Management Of Aquatic Resources Journal (Maquares), 8(4), 291–299.
Setiawati, T., Alifah, M., Mutaqin, A. Z., Nurzaman, M., Irawan, B., & Budiono, R. (2018).
Studi Morfologi Beberapa Jenis Lamun Di Pantai Timur Dan Pantai Barat,
Cagar Alam Pangandaran. Jurnal Pro-Life, 5(1), 487–495.
40

Sholihah, H., Arthana, I. W., & Ekawaty, R. (2018). Hubungan Keanekaragaman


Makrozoobentos Dengan Kerapatan Lamun Di Pantai Semawang Sanur Bali.
Sholihah, H., Arthana, I. W., & Ekawaty, R. (2020). Hubungan Keanekaragaman
Makrozoobentos Dengan Kerapatan Lamun Di Pantai Semawang Sanur Bali.
Current Trends In Aquatic Science, 3(1), 1–7.
Siahaan, S. (2020). Struktur Komunitas Ekosistem Lamun Di Pulau Panjang Kabupaten
Berau Kalimantan Timur.
Sitaba, R. D., Paruntu, C. P., & Wagey, B. T. (2021a). Kajian Komunitas Ekosistem Lamun
Di Semenanjung Tarabitan Kecamatan Likupang Barat Kabupaten Minahasa
Utara. Jurnal Pesisir Dan Laut Tropis, 9(2), 24–34.
Sofiana, U. R., Sulardiono, B., & Nitisupardjo, M. (2016). Hubungan Kandungan Bahan
Organik Sedimen Dengan Kelimpahan Infauna Pada Kerapatan Lamun Yang
Berbeda Di Pantai Bandengan Jepara. Management Of Aquatic Resources
Journal (MAQUARES), 5(3), 135–141.
Sosiawan, T. G., & Setia, T. M. (2022). Ekosistem Lamun Dan Makrozoobenthos Di
Taman Nasional Kepulauan Seribu. Techno-Fish, 6(2), 109–132.
Syakur, A. (2020). Jenis-Jenis Lamun Di Perairan Ponnori Kecamatan Larompong
Selatan Kabupaten Luwu. Jurnal Biogenerasi, 5(1), 56–67.
Syukur, A. (2015). Distribusi, Keragaman Jenis Lamun (Seagrass) Dan Status
Konservasinya Di Pulau Lombok. Jurnal Biologi Tropis.
Tebaiy, S., Yulianda, F., Fahrudin, A., & Muchsin, I. (2015). Struktur Komunitas Padang
Lamun Dan Strategi Pengelolaan Di Teluk Youtefa Jayapura Papua. Jurnal
Segara, 10(2).
Tuhumury, S. F. (2008). Status Komunitas Lamun Di Perairan Pantai Teluk Ambon Bagian
Dalam (TAD). Ichthyos, 7(2), 85–88.
Ulfah, S. M. (2017). Perbandingan Struktur Komunitas Makrozoobenthos Pantai Karang
Dan Padang Lamun Di Pantai Sindangkerta Kecamatan Cipatujah Kabupaten
Tasikmalaya [Phd Thesis]. FKIP Unpas.
Wahab, I., Madduppa, H., Kawaroe, M., & Nurafni, N. (2019). Analisis Kepadatan
Makrozoobentos Pada Fase Bulan Berbeda Di Lamun, Pulau Panggang,
Kepulauan Seribu Jakarta. Jurnal Teknologi Perikanan Dan Kelautan, 10(1),
93–107.
Wajuna, W. (2018). Studi Tutupan Dan Kerapatan Lamun Di Pesisir Pantai Pandaratan
Kabupaten Tapanuli Tengah Provinsi Sumatera Utara [Phd Thesis].
Universitas Sumatera Utara.
41

Wicaksono, S. G., Widianingsih, W., & Hartati, S. T. (2012). Struktur Vegetasi Dan
Kerapatan Jenis Lamun Di Perairan Kepulauan Karimunjawa Kabupaten
Jepara. Journal Of Marine Research, 1(2), 1–7.
Wigdati, N., Setiabudi, G. I., Ampou, E. E., & Surana, I. N. (2021). Kondisi Padang Lamun
Di Pesisir Bali Utara Berdasarkan Jumlah Spesies, Jumlah Alga, Dan
Persentase Tutupan. Jfmr (Journal Of Fisheries And Marine Research), 5(2),
452–458.
Wirawan, A. A. (2014). Tingkat Kelangsungan Hidup Lamun Yang Ditransplantasi Secara
Multispesies Di Pulau Barranglompo. Fakultas Ilmu Kelautan Dan Perikanan
Universitas Hassanuddin, Makassar.
Yanuardi, F., & Suprapto, D. (2015). Kepadatan Dan Distribusi Spasial Kerang Kijing
(Anodonta Woodiana) Di Sekitar Inlet Dan Outlet Perairan Rawapening.
Management Of Aquatic Resources Journal (MAQUARES), 4(2), 38–47.
Yudhantoko, M., Handoyo, G., & Zainuri, M. (2016). Karakteristik Dan Peramalan Pasang
Surut Di Pulau Kelapa Dua, Kabupaten Kepulauan Seribu. Journal Of
Oceanography, 5(3), 368–377.
Yunita, R. R., Suryanti, S., & Latifah, N. (2020). Biodiversitas Echinodermata Pada
Ekosistem Lamun Di Perairan Pulau Karimunjawa, Jepara. Jurnal Kelautan
Tropis, 23(1), 47–56.
Yunitha, A., Wardiatno, Y., & Yulianda, F. (2014). Diameter Substrat Dan Jenis Lamun Di
Pesisir Bahoi Minahasa Utara: Sebuah Analisis Korelasi. Jurnal Ilmu
Pertanian Indonesia, 19(3), 130–135.
Yusuf, M., Koniyo, Y., & Panigoro, C. (2013). Keanekaragaman Lamun Di Perairan Sekitar
Pulau Dudepo Kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara. The Nike
Journal, 1(1).
Zurba, N. (2018). Pengenalan Padang Lamun. Suatu Ekosistem Yang Terlupakan.
42

LAMPIRAN

Lampiran 1. Peta Lokasi Praktik Pulau Kelapa Dua


43

Lampiran 2. Alat dan bahan


Nama Alat Gambar Kegunaan
Saringan Untuk menyaring
makrozoobenthos

Kuadran 50 x Sebagai batas


50 pengamatan

Alat bantu
pengamatan lamun

Alat selam
dasar

Meteran rol Mengukur panjang


100m transek
44

Papan jalan Memegang kertas


atau memberikan
dukungan untuk
menulis
45

Lampiran 3. Tabel Data Lamun Stasiun 1


Th Cr Hu Ho Si
1 2 3 4 Total 1 2 3 4 Total 1 2 3 4 Total 1 2 3 4 Total 1 2 3 4 Total
3 2 0 0 5,000 0 0 12 13 25,000 0 0 0 0 0,000 0 0 12 17 29,000 0 0 0 0 0,000
5 0 0 0 5,000 0 0 0 20 20,000 0 0 0 2 2,000 0 2 1 7 10,000 0 0 0 0 0,000
12 0 4 1 17,000 0 1 0 0 1,000 32 23 0 0 55,000 18 0 0 2 20,000 0 0 0 0 0,000
18 7 2 3 30,000 12 11 5 7 35,000 18 12 7 0 37,000 12 13 10 0 35,000 0 0 0 0 0,000
2 2 10 9 23,000 12 1 2 2 17,000 28 11 3 4 46,000 3 9 0 0 12,000 0 0 0 0 0,000
18 2 2 14 36,000 7 2 7 5 21,000 0 7 4 0 11,000 9 0 0 2 11,000 0 0 0 0 0,000
4 7 9 11 31,000 3 2 0 8 13,000 0 0 0 10 10,000 0 10 11 0 21,000 0 0 0 0 0,000
0 2 2 8 12,000 3 4 10 2 19,000 0 0 0 0 0,000 10 2 2 0 14,000 0 0 0 0 0,000
0 0 0 4 4,000 10 1 6 18 35,000 0 0 2 0 2,000 0 4 9 4 17,000 0 0 0 0 0,000
0 0 1 0 1,000 0 0 3 4 7,000 0 0 0 4 4,000 8 10 14 0 32,000 0 0 0 0 0,000
0 0 0 0 0,000 4 12 1 3 20,000 20 2 9 10 41,000 2 10 3 20 35,000 0 0 0 0 0,000
0 0 0 0 0,000 14 13 5 25 57,000 11 17 0 8 36,000 1 0 0 0 1,000 0 0 0 0 0,000
0 7 6 2 15,000 14 2 11 8 35,000 3 0 11 0 14,000 0 12 28 2 42,000 0 0 0 0 0,000
0 10 0 0 10,000 0 3 0 0 3,000 19 14 0 3 36,000 11 0 0 10 21,000 0 0 0 0 0,000
10 7 7 10 34,000 0 0 0 0 0,000 0 0 10 0 10,000 0 13 22 0 35,000 0 0 0 0 0,000
5 23 4 20 52,000 0 10 13 0 23,000 0 11 0 1 12,000 10 0 0 9 19,000 0 0 0 0 0,000
7 27 25 33 92,000 0 0 0 0 0,000 20 0 0 0 20,000 9 10 4 0 23,000 0 0 0 0 0,000
7 14 30 22 73,000 4 1 0 1 6,000 9 10 29 11 59,000 0 0 23 3 26,000 0 0 0 0 0,000
4 16 29 10 59,000 0 0 10 3 13,000 0 3 19 19 41,000 0 9 0 0 9,000 0 0 0 0 0,000
12 0 0 1 13,000 57 25 23 29 134,000 21 4 18 27 70,000 6 15 4 2 27,000 0 0 0 0 0,000
0 18 10 26 54,000 29 35 31 4 99,000 7 2 20 23 52,000 0 10 7 2 19,000 0 0 0 0 0,000
0 0 0 0 0,000 2 0 0 0 2,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000 10 23 19 20 72,000
0 0 2 1 3,000 7 3 5 12 27,000 0 0 0 0 0,000 5 3 0 0 8,000 15 22 21 27 85,000
0 3 1 10 14,000 3 3 5 0 11,000 0 0 0 0 0,000 3 0 2 2 7,000 18 23 32 24 97,000
0 5 12 8 25,000 2 3 0 6 11,000 0 0 0 0 0,000 0 5 0 0 5,000 15 23 21 25 84,000
0 0 0 0 0,000 0 12 0 0 12,000 0 0 0 0 0,000 10 0 0 0 10,000 29 15 3 9 56,000
4 6 9 5 24,000 1 0 1 1 3,000 0 0 0 0 0,000 2 0 7 0 9,000 33 4 12 0 49,000
2 0 4 2 8,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000 9 0 0 8 17,000 25 10 23 22 80,000
7 2 8 0 17,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000 2 4 0 0 6,000 39 22 13 24 98,000
5 2 0 4 11,000 0 0 0 2 2,000 0 0 0 0 0,000 4 0 3 0 7,000 20 21 13 4 58,000
0 11 17 10 38,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000 2 0 0 5 7,000 15 24 10 7 56,000
0 0 2 3 5,000 5 1 0 0 6,000 0 0 0 0 0,000 0 2 0 2 4,000 30 9 4 9 52,000
JP JP JP JP JP
TOTAL TEGAKAN LAMUN TH 82 711,000 CR 75 657,000 46 558,000 HO 71 538,000 SI 43 787,000
46

Lampiran 4.Tabel Data Lamun Stasiun 2


Th Cr Hu Ho Si
1 2 3 4 Total 1 2 3 4 Total 1 2 3 4 Total 1 2 3 4 Total 1 2 3 4 Total
15 0 0 4 19,000 0 9 3 0 12,000 15 4 8 0 27,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000
8 10 14 3 35,000 5 0 0 9 14,000 0 0 0 0,000 0 0 4 0 4,000 0 0 0 0 0,000
14 8 0 4 26,000 4 6 4 0 14,000 2 0 0 0 2,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000
20 13 13 2 48,000 2 0 7 1 10,000 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000
24 9 12 1 46,000 0 0 0 0 0,000 6 10 3 1 20,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000
10 28 13 0 51,000 8 0 5 2 15,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000
10 18 10 0 38,000 3 6 1 10 20,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000
16 5 9 10 40,000 0 17 6 7 30,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000
0 19 0 8 27,000 2 8 0 5 15,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000
0 0 0 3 3,000 0 10 7 3 20,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000
0 0 0 0 0,000 1 0 0 5 6,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000
0 0 0 0 0,000 25 3 15 7 50,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000
10 0 0 0 10,000 10 0 12 8 30,000 19 10 0 11 40,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000
9 0 2 3 14,000 4 9 1 15 29,000 11 30 8 22 71,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000
13 10 0 0 23,000 7 27 15 19 68,000 40 10 8 20 78,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000
3 0 8 0 11,000 22 42 13 23 100,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000
0 0 0 4 4,000 13 5 21 3 42,000 0 12 4 1 17,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000
0 2 0 0 2,000 25 25 27 23 100,000 6 7 22 0 35,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000
4 0 0 0 4,000 25 4 23 22 74,000 1 0 3 1 5,000 0 2 4 0 6,000 0 0 0 0 0,000
14 1 2 10 27,000 0 0 0 0 0,000 5 28 18 6 57,000 4 1 0 0 5,000 0 0 0 0 0,000
12 0 23 9 44,000 12 4 4 5 25,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000
7 12 16 22 57,000 11 0 2 5 18,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000
3 0 0 0 3,000 12 2 4 7 25,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000
0 0 0 0 0,000 20 11 10 11 52,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000
10 0 0 0 10,000 26 31 35 17 109,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000
0 0 0 0 0,000 12 14 6 23 55,000 27 18 12 4 61,000 4 1 2 1 8,000 0 0 0 0 0,000
4 10 11 5 30,000 10 17 6 6 39,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000
24 30 6 14 74,000 0 8 8 4 20,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000
4 15 6 8 33,000 2 10 2 3 17,000 4 7 6 0 17,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000
13 9 10 12 44,000 0 0 0 2 2,000 0 0 5 0 5,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000
18 14 24 25 81,000 0 0 2 6 8,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000
33 8 20 21 82,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000
23 0 19 15 57,000 2 2 0 6 10,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000
JP JP JP JP JP
TH 81 943,000 CR 99 1029,000 HP 40 435,000 HO 9 23,000 SI 0 0,000
rata-rata tutupan lamun perjenis 31,182 13,182 0,000
47

Lampiran 5. Tabel Data Lamun Stasiun 3


Nilai penutupan lamun per jenis
Th Cr Hu Ho Si
1 2 3 4 Total 1 2 3 4 Total 1 2 3 4 Total 1 2 3 4 1 2 3 4 Total
17 10 3 14 44,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000 24 12 13 4 53,000 0 0 0 0 0,000
20 4 8 0 32,000 0 1 0 0 1,000 0 0 0 0 0,000 2 1 11 0 14,000 0 0 0 0 0,000
10 3 0 9 22,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000
5 3 0 7 15,000 0 9 7 3 19,000 0 0 0 0 0,000 13 10 27 6 56,000 0 0 0 0 0,000
3 1 2 3 9,000 9 2 4 4 19,000 0 0 0 0 0,000 5 1 6 5 17,000 0 0 0 0 0,000
3 9 0 0 12,000 18 9 15 2 44,000 0 0 0 0 0,000 0 0 2 2 4,000 0 0 0 0 0,000
3 0 14 4 21,000 7 19 12 3 41,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000
2 0 8 1 11,000 16 5 2 14 37,000 0 0 0 0 0,000 2 1 3 0 6,000 0 0 0 0 0,000
4 3 16 8 31,000 1 0 2 1 4,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000
10 5 5 9 29,000 9 10 4 10 33,000 0 0 0 0 0,000 9 0 3 0 12,000 0 0 0 0 0,000
10 8 18 8 44,000 14 9 6 11 40,000 0 0 0 0 0,000 4 0 7 9 20,000 0 0 0 0 0,000
0 0 0 0 0,000 38 21 13 24 96,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000
0 0 0 0 0,000 7 10 10 20 47,000 0 0 0 0 0,000 2 3 2 7,000 0 0 0 0 0,000
5 1 3 2 11,000 20 11 9 19 59,000 0 0 0 0 0,000 12 7 0 2 21,000 0 0 0 0 0,000
26 40 31 36 133,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000
24 16 18 4 62,000 0 12 7 1 20,000 0 0 0 0 0,000 4 9 11 1 25,000 0 0 0 0 0,000
0 0 0 0 0,000 31 23 37 22 113,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000
14 13 7 23 57,000 2 5 19 3 29,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000
13 6 28 19 66,000 12 5 6 10 33,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000
22 20 10 10 62,000 25 4 11 13 53,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000
16 3 15 0 34,000 0 1 4 0 5,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000
9 11 7 22 49,000 0 7 8 17 32,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000
0 0 0 0 0,000 3 0 2 4 9,000 0 0 0 0 0,000 2 9 0 0 11,000 0 0 0 0 0,000
0 0 2 2 4,000 2 3 1 1 7,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000
8 11 5 5 29,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000 0 0 9 0 9,000 0 0 0 0 0,000
10 7 4 19 40,000 2 3 3 0 8,000 0 0 0 0 0,000 8 0 0 0 8,000 0 0 0 0 0,000
10 12 15 15 52,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000 0 0 2 0 2,000 0 0 0 0 0,000
9 11 5 16 41,000 8 0 5 4 17,000 0 0 0 0 0,000 0 3 0 3 6,000 0 0 0 0 0,000
20 9 30 8 67,000 2 2 4 3 11,000 0 0 0 0 0,000 0 2 0 0 2,000 0 0 0 0 0,000
8 17 5 10 40,000 4 6 1 1 12,000 0 0 0 0 0,000 7 0 3 0 10,000 0 0 0 0 0,000
5 3 0 9 17,000 4 2 0 14 20,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 2 2,000 0 0 0 0 0,000
4 2 4 0 10,000 20 36 24 19 99,000 0 0 0 0 0,000 1 0 2 0 3,000 0 0 0 0 0,000
6 6 10 3 25,000 8 4 18 30 60,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000
JP JP JP JP JP
Tumlah penutupan lamun LAMUN TH 104 1069,000 CR 99 968,000 HP 0 0,000 HO 48 288,000 SI 0 0,000
rata-rata tutupan lamun seluruh transek 32,394 0,000
48

Lampiran 6. Tabel Data Lamun Stasiun 4


Th Cr Hp Ho Si
1 2 3 4 Total 1 2 3 4 Total 1 2 3 4 Total 1 2 3 4 Total 1 2 3 4 Total
10 0 0 0 10,000 0 0 0 0 0,000 37 42 20 3 102,000 0 0 0 0 0,000 24 3 0 7 34,000
14 0 0 0 14,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000 12 4 3 8 27,000 0 0 0 0 0,000
2 8 4 5 19,000 4 12 10 1 27,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000
22 10 19 18 69,000 2 11 5 9 27,000 0 0 0 0 0,000 0 13 0 0 13,000 0 0 0 0 0,000
20 15 29 31 95,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000 12 0 19 0 31,000 0 0 0 0 0,000
18 32 30 17 97,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000 4 9 0 0 13,000
26 35 36 38 135,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 17 17,000 0 0 0 0 0,000
34 29 22 29 114,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000 0 11 8 0 19,000 0 0 0 8 8,000
13 22 21 11 67,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000 3 7 0 0 10,000
20 14 28 33 95,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000 10 0 0 9 19,000 0 0 0 0 0,000
14 20 30 21 85,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000 0 0 9 0 9,000 0 0 0 0 0,000
0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000 48 36 51 24 159,000 0 12 0 9 21,000 0 0 0 0 0,000
0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000
21 25 13 15 74,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000
18 6 20 10 54,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000 12 0 3 0 15,000 0 0 0 0 0,000
26 22 22 24 94,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000
14 5 4 24 47,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000 0 7 0 0 7,000 0 0 0 0 0,000
9 28 25 22 84,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 8 8,000 0 0 0 0 0,000
20 25 30 35 110,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000
0 16 10 1 27,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000 4 0 2 1 7,000 0 0 0 0 0,000
17 20 8 21 66,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000
25 23 30 22 100,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000 0 9 0 2 11,000 0 0 0 0 0,000
0 0 0 0 0,000 2 4 0 0 6,000 32 21 15 18 86,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000
0 0 0 0 0,000 8 1 6 15 30,000 34 30 29 40 133,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000
0 0 0 0 0,000 3 10 7 11 31,000 8 14 16 27 65,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000
30 16 25 20 91,000 11 23 12 36 82,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000
18 34 25 25 102,000 0 0 0 0 0,000 2 0 7 0 9,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000
4 19 24 28 75,000 9 6 13 20 48,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000
24 26 4 15 69,000 5 2 3 4 14,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000
43 20 39 12 114,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000
20 22 10 35 87,000 0 0 0 2 2,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000
25 26 33 10 94,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000
23 28 8 38 97,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000 0 0 0 0 0,000
JP JP JP JP JP
TH 105 2185,000 CR 31 267,000 HP 22 554,000 HO 24 204,000 SI 8 65,000
66,212
49

Lampiran 7. Data Tabel Kualitas Perairan Pulau Kelapa Dua

Suhu
No Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4
2 27,6 27 27,7 29,8
3 27,8 28 28,1 29
4 27,9 28,2 28 28,9
5 28,8 29,6 28 28
6 28,5 28,8 28 29
7 28,2 28,6 27,4 30
8 27,4 27,8 27 27
9 29,5 28,5 28,5 28
Rata-Rata 28,2125 28,3125 27,8375 28,7125
pH
No Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4
1 5 5 5 7
2 5 5 5 6
3 6 5 5 5
4 6 5 6 7
5 6 6 4 6
6 5 6 6 5
7 4 6 6 7
8 8,3 8,61 8,01 7
9 8,23 8,07 7,6 6
Rata-Rata 5,947777778 6,075556 5,845556 6,222222

Salinitas
No Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4
1 28 35 28 27
2 27 27 27 28
3 28 28 28 28
4 27 27 27 27
5 28 28 29 28
6 27 29 28 28
7 29 28 27 27
8 27 27 29 28
9 29 29 27 27
Rata-Rata 27,77777778 28,66667 27,77778 27,55556
50

Lampiran 8. Lanjutan Data Tabel Kualitas Perairan Pulau Kelapa Dua


Do
No Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4
1 5 5,98 5,74 7,5
2 5,69 5 5,49 5,1
3 5,32 5 5,3 7,6
4 5,5 5,1 5,3 5,8
5 5,8 5 5,6 7,5
6 5,8 5,1 5,9 5,7
7 5,9 6,7 6,5 5
8 6,7 5 5 6,7
9 5 5,6 6,5 5
Rata-Rata 5,634444 5,386667 5,703333 6,211111

Kecerahan
No Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4
1 350 50 450 30
2 150 10 170 10
3 300 30 180 30
4 120 30 130 16
5 250 12 120 23
6 100 17 200 16
7 120 17 240 26
8 115 16 230 30
9 270 215 350 17
Rata-Rata 197,22222 44,11111 230 22

Lampiran 9. Tabel Data Makrozoobenthos


51

Lampiran 10. Dokumentasi Kegiatan Praktik


52

Lampiran 11. Lanjutan Dokumentasi Kegiatan Praktik


53

Lampiran 12. Jenis Makrozoobenthos

Anda mungkin juga menyukai