Anda di halaman 1dari 44

POTENSI EKOSISTEM MANGROVE UNTUK EKOWISATA DI DESA

GOLO SEPANG, KECAMATAN BOLENG, KABUPATEN MANGGARAI


BARAT, NUSA TENGGARA TIMUR

KARYA ILMIAH PRAKTIK AKHIR

Oleh:
LODOVIKUS JELEHOT

POLITEKNIK AHLI USAHA PERIKANAN


2022
2

POTENSI EKOSISTEM MANGROVE UNTUK EKOWISATA DI DESA


GOLO SEPANG, KECAMATAN BOLENG, KABUPATEN MANGGARAI
BARAT,NUSA TENGGARA TIMUR

Oleh:
LODOVIKUS JELEHOT
NRP 54185112439

Karya Ilmiah Praktik Akhir Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk
Memperoleh Gelar Sarjana Terapan Perikanan

PROGRAM SARJANA TERAPAN


PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERAIRAN
POLITEKNIK AHLI USAHA PERIKANAN
JAKARTA
2022
KARYA ILMIAH PRAKTIK AKHIR

Judul : POTENSI EKOSISTEM MANGROVE UNTUK


EKOWISATA DI DESA GOLO SEPANG, KECAMATAN
BOLENG, KABUPATEN MANGGARAI BARAT,NUSA
TENGGARA TIMUR
Penyusun : LODOVIKUS JELEHOT
NRP : 54185112439
Program Studi : TEKNOLOGI PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERAIRAN

Menyetujui
Dosen Pembimbing,

Mira Maulita, S.Pi., MM Hendra Irawan, A.Pi.,M.M.Pi


Pembimbing I Pembimbing II

Mengetahui,

……………………………… Dr. Meuthia A.Jabbar.A.Pi.,M.Si


Direktur Ketua Program Studi
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa Karya Ilmiah Praktik Akhir “…(POTENSI
EKOSISTEM MANGROVE UNTUK EKOWISATA DI DESA GOLO SEPANG,
KECAMATAN BOLENG, KABUPATEN MANGGARAI BARAT,NUSA TENGGARA
TIMUR)…” adalah karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir Karya Ilmiah Praktik Akhir ini.
Apabila di kemudian hari pernyataan yang saya buat tidak sesuai, maka saya
bersedia dicabut gelar kesarjanaannya oleh Politeknik Ahli Usaha Perikanan.

Jakarta, 04 juni 2022


Materai 10.000

Lodovikus Jelehot
NRP 54185112439
ii

© Hak Cipta Politeknik Ahli Usaha Perikanan, Tahun 20XX


Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumber. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah dan pengutipan, tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar Politeknik Ahli Usaha Perikanan.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis


dalam bentuk apa pun tanpa izin Politeknik Ahli Usaha Perikanan.
RINGKASAN

LODOVIKUS JELEHOT , NRP54185112439. …( POTENSI EKOSISTEM


MANGROVE UNTUK EKOWISATA DI DESA GOLO SEPANG, KECAMATAN
BOLENG, KABUPATEN MANGGARAI BARAT,NUSA TENGGARA TIMUR)… .
Dibimbing oleh Ibu Mira Maulita, S.Pi., MM selaku dosen pembimbing I dan
Bapak Hendra Irawan, A.Pi.,M.M.Pi selaku dosen pembimbing II

Ekosistem mangrove berada di wilayah pesisir yang merupakan daerah


pertemuan antara ekosistem darat dan laut. Lingkup ekosistem ini dibagi menjadi
dua, yaitu 1) ke arah darat meliputi bagian tanah baik yang kering maupun yang
terendam air laut, dan masih dipengaruhi oleh sifat-sifat fisik laut seperti pasang
surut, ombak dan gelombang serta perembesan air laut; 2) ke arah laut mencakup
bagian perairan laut dan dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi di darat seperti
sedimentasi serta aliran air tawar dari sungai termasuk yang disebabkan oleh
kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan, pembuangan limbah,
perluasan permukiman serta intensifikasi pertanian (Wardhani, 2011)
Metode pengumpulan data dilakukan dengan pengumpulan data secara langsung
dan tidak langsung. Pengamatan secara langsung melalui observasi yaitu
mengidentifikasi vegetasi mangrove yang ada di lokasi. Sedangkan pengumpulan
data secara tidak langsung (data sekunder) melalui pengumpulan data-data yang
berkaitan dengan materi praktik dari berbagai pihak dan mengadakan studi
literatur.
Hutan mangrove di Golo Sepang sebagian besar merupakan hutan alam, pada
beberapa lokasi merupakan hasil penanaman melalui gerakan nasional
rehabilitasi hutan dan lahan tahun 2004. Kegiatan rehabilitasi dilakukan karena
kualitas hutan mangrove yang semakin menurun akibat intensitas pemanfaatan
yang cukup tinggi. Penebangan mangrove untuk kayu bakar, bahan bangunan,
maupun konversi lahan untuk pembuatan tambak serta aktivitas lain yang
mendukung penurunan kualitas mangrove masih dapat dijumpai di lokasi ini.Hutan
mangrove di Golo Sepang tumbuh pada tempat yang hampir rata dan tidak terlalu
tinggi, frekuensi genangan berkisar antara 1 – 2 kali dalam sehari selama 2
jam.Penelitian kesesuain lahan mangrove untuk ekowisata di lakaukan pada 3 titik
yang terdapat di desa golo sepang. Pemilihan lokasi ini karena, laokasi ini
merupakan daereah yang cocok dalam pembangunan ekowisata berlanjut.
Komposisi Vegetasi Mangrove tertinggi terdapat pada stasiun 1 dengan
jenis Rhizophora apiculata 17.65%. Kerapatan Stasiun 1 didominasi oleh spesies
R. apiculata, stasiun 2 didominasi oleh spesies R. mucronata dan stasiun 3
didominasi oleh spesies Ceriops tagal. Frekuensi relatif tertinggi terdapat di stasiun
1 dengan jenis Rhizophora apiculata 17.65%,tutupan stasiun 1 memiliki total
penutupan jenis 16.08, stasiun 2 memiliki total penutupan jenis 16.08 dan stasiun
3 memiliki total penutupan jenis 2182.79. Nilai Penting di stasiun 1 adalah 300,
stasiun 2 adalah 300 dan stasiun 3 adalah 300. Keanekaragaman vegetasi dari 10
spesies mangrove di 3 stasiun penelitian. Stasiun 1 memiliki total nilai 1.38624,
stasiun 2 meiliki total nilai 4.157635 dan stasiun 3 memiliki tota nilai 4.583384.
analisis Indeks Keseragaman vegetasi dari 10 spesies mangrove di 3 stasiun

iii
iv

penelitian. Stasiun 1 memiliki total nilai 1.38624, stasiun 2 meiliki total nilai
2.079442 dan stasiun 3 memiliki tota nilai 2.079442. Indeks Dominasi vegetasi dari
10 spesies mangrove di 3 stasiun penelitian. Stasiun 1 memiliki total nilai 6.59678,
stasiun 2 meiliki total nilai 5.9982 dan stasiun 3 memiliki tota nilai 6.612426. stasiun
1,2 dan 3 sangat sesuai untuk dijadikan sebagai tempat ekowisata. ekosistem
mangrove Desa Golo memiliki daya dukung stasiun 1 yaitu 3632, stasiun 2 yaitu
2960 dan stasiun 3 yaitu 3776.

Kata kunci: Mangrove, ekowisata dan parameter

iv
KATA PENGANTAR

Penulis memanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya
Ilmiah Praktik Akhir (KIPA) yang berjudul “POTENSI EKOSISTEM MANGROVE
UNTUK EKOWISATA DI DESA GOLO SEPANG, KECAMATAN BOLENG,
KABUPATEN MANGGARAI BARAT,NUSA TENGGARA TIMUR”. Karya Ilmiah
Praktik Akhir ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar
Sarjana Terapan Perikanan (S.Tr.Pi.) pada Program Studi teknologi pengelolaan
sumberdaya perairan, Politeknik Ahli Usaha Perikanan.
Laporan Karya Ilmiah Praktik Akhir ini terdiri dari 4 (empat) bab yaitu:
Pendahuluan, Metode Praktik / Metode Perancangan / Metodologi, Hasil dan
Pembahasan / Analisis Desain / Analisis Rancang Bangun, serta Simpulan dan
Saran. Bimbingan, koreksi, dan saran dari dosen pembimbing (Ibu Mira Maulita,
S.Pi., MM dan Bapak Hendra Irawan, A.Pi.,M.M.Pi ) dalam mewujudkan sebuah
karya ilmiah ini diharapkan bisa menambah ilmu pengetahuan bagi penulis,
khususnya dalam menyusun karya ilmiah.
Upaya maksimal telah penulis lakukan untuk merampung karya ini, namun
penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh sebab itu, kritik
dan saran yang bersifat membangun sangat dibutuhkan penulis untuk
menyempurnakan karya ilmiah ini.

Jakarta, 04 juni 2022


Penulis

Lodovikus Jelehot

v
vi

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena
berkat rahmat dan karunia-Nya penyusunan Laporan Karya Ilmiah Praktik Akhir ini
dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Selama proses penyusunan Karya Ilmiah
Praktik Akhir (KIPA) ini tidak lepas dari bantuan dan dorongan berbagai pihak.
Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ibu
Mira Maulita, S.Pi., MM dan Bapak Hendra Irawan, A.Pi.,M.M.Pi selaku Dosen
Pembimbing I dan II, yang telah memberikan bimbingan, dorongan, dan semangat
dalam penyusunan Karya Ilmiah Praktik Akhir ini. Ucapan terima kasih penulis
sampaikan pula kepada:
1. Dr. M. Hery Riyadi Alauddin, S.Pi., M.Si selaku Direktur Politeknik AUP;
2. Dr. Heri Triyono, A.Pi., M.Kom., selaku Wakil Direktur I Politeknik AUP;
3. Yenni Nuraini, S.Pi., M.Sc selaku Wakil Direktur II Politeknik AUP;
4. Dr. Ita Junita Puspadewi, A.Pi., M.Pd., selaku Wakil Direktur III Politeknik AUP;
5. Dr. Meuthia A.Jabbar.A.Pi.,M.Si selaku Ketua Program Studi Teknologi,
Pengelolaan Sumberdaya Perairan , Politeknik AUP;
6. Keluarga tercinta yang telah mendukung secara moril maupun materil;
7. Sahabat, teman, dan saudara seperjuangan selama masa pendidikan di
Program Studi Teknologi Pengelolaan Sumberdaya Perairan, Politeknik AUP
yaitu Angkatan 54;
8. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan Karya Ilmiah Praktik
Akhir (KIPA).

vi
DAFTAR ISI

UCAPAN TERIMA KASIH ................................................................................ vi


DAFTAR ISI ..................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. viii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ x
1 PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2 Tujuan ................................................................................................. 1
1.3 Batasan Masalah ................................................................................. 1
1.4 Manfaat ............................................................................................... 2
2 METODE PENELITIAN ................................................................................. 3
2.1 Waktu dan Tempat .............................................................................. 3
2.2 Metode Pengumpulan Data ................................................................. 3
2.3 Metode Analisis Data ........................................................................... 7
2.3.1 Kerapatan Mnagrove........................................................................... 7
3 HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 14
3.1 HASIL ........................................................................................................ 14
3.1.1 Kondisi Umum Lokasi Praktik.................................................................. 14
3.1.2 Struktur komunitas ekosistem mangrove................................................. 14
3.1.3 Parameter Vegetasi Mangrove ................................................................ 15
3.1.4 Struktur komunitas mangrove ................................................................. 17
3.1.5 Parameter Lingkungan Perairan ............................................................. 18
3.1.6 Analisis Kesesuaian Wisata .................................................................... 20
3.1.7 Analisis Daya Dukung ............................................................................. 20
3.2 Pembahasan.............................................................................................. 21
4 SIMPULAN DAN SARAN ........................................................................... 23
4.1 Simpulan ........................................................................................... 23
4.2 Saran ................................................................................................ 23
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 24
LAMPIRAN ...................................................................................................... 26
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................ 30

vii
viii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Alat dan bahan yang digunakan ......................................................... 4


Tabel 2 Alat dan bahan yang digunakan untuk pengukuran parameter .......... 7
Tabel 3 Kriteria Baku Mutu Kerusakan Mangrove............................................ 8
Tabel 4 Kriteria Baku Kerusakan Mangrove .................................................... 9
Table 5 Kategori Indeks Dominansi ............................................................... 11
Tabel 6 Matriks kesesuaian lahan ekowisata mangrove ................................ 11
Tabel 7 persebaran vegetasi mangrove di lokasi penelitian ........................... 14
Table 8 Parameter Vegetasi Mangrove ......................................................... 15
Table 9 struktur komunitas mangrove . .......................................................... 17
Tabel 10 Parameter lingkungan perairan ...................................................... 18
Table 11 pasang surut .................................................................................. 19
Table 12 biota biota yang berasiosiasi........................................................... 19
Tabel 13 Kesesuaian ekowisata mangrove .................................................. 20
Tabel 14 Kesesuaian ekowisata mangrove di stasiun 1............................... . 20
Tabel 15 Kesesuaian ekowisata mangrove di stasiun 2................................ 20.
Tabel 16 Kesesuaian ekowisata mangrove di stasiun 3................................ 20.

viii
DAFTAR GAMBAR

1 Peta penelitian ...........................................Error! Bookmark not defined.


2 Peletakan Garis Transek Yang Mewakili Setiap Zona Mangrove ...... Error!
Bookmark not defined.
3 Penentuan lingkar batang mangrove..........Error! Bookmark not defined.
4 Penentuan lingkar batang mangrove..........Error! Bookmark not defined.
5 desain pengamatan vegetasi di lapangan .Error! Bookmark not defined.

ix
DAFTAR LAMPIRAN

1 26
2 28
3 29

x
1

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia memiliki mangrove yang terluas di dunia dan juga memiliki
keragaman hayati yang terbesar serta strukturnya paling bervariasi. Di Indonesia
perkiraan luas mangrove juga sangat beragam. Luas mangrove Indonesia sekitar
2,5 juta hektar. Salah satu dari sumber yang mendapat perhatian di wilayah pesisir
adalah ekosistem mangrove(Joandani et al., 2019).
Hutan Mangrove memiliki fungsi ekologis sebagai penyedia nutrien bagi
biota perairan, tempat pemijahan dan asuhan bagi berbagai macam biota,
penahan abrasi, amukan angin taufan dan tsunami, penyerap limbah, pencegah
intrusi air laut dan lain sebagainya. Hutan mangrove juga mempunyai fungsi
ekonomis penting seperti penyedia kayu, daun-daunan sebagai bahan baku obat-
obatan dan kegiatan ekowisata. Hutan Mangrove memiliki fungsi ekologis sebagai
penyedia nutrien bagi biota perairan, tempat pemijahan dan asuhan bagi berbagai
macam biota, penahan abrasi, amukan angin taufan dan tsunami, penyerap
limbah, pencegah intrusi air laut dan lain sebagainya. Hutan mangrove juga
mempunyai fungsi ekonomis penting seperti penyedia kayu, daun-daunan sebagai
bahan baku obat-obatan dan kegiatan ekowisata(Rajab, 2020)
Ekosistem mangrove berada di wilayah pesisir yang merupakan daerah
pertemuan antara ekosistem darat dan laut. Lingkup ekosistem ini dibagi menjadi
dua, yaitu 1) ke arah darat meliputi bagian tanah baik yang kering maupun yang
terendam air laut, dan masih dipengaruhi oleh sifat-sifat fisik laut seperti pasang
surut, ombak dan gelombang serta perembesan air laut; 2) ke arah laut mencakup
bagian perairan laut dan dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi di darat seperti
sedimentasi serta aliran air tawar dari sungai termasuk yang disebabkan oleh
kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan, pembuangan limbah,
perluasan permukiman serta intensifikasi pertanian (Wardhani, 2011)
Ekowisata bahari merupakan bentuk pengelolaan sumber daya pesisir dan
laut yang dikembangkan dengan pendekatan konservasi. Dengan pola ekowisata,
masyarakat dapat memanfaatkan keindahan alam yang masih utuh, budaya, dan
sejarah setempat tanpa merusak atau menjual isinya (Nugroho et al., 2019).
Hutan mangrove di sepanjang pesisir Desa Golo Sepang, Kecamatan Aesesa,
Kabupaten Nagekeo sampai saat ini belum terkelola dengan baik dan banyak yang
dialihfungsikan oleh masyarakat setempat untuk pembuatan tambak oleh sebab
itu dengan adanya pembangunan ekowisata yang berkelanjutan ini dapat
mengurangi kerusakan dan penyalahgunaan hutan mangrove.

1.2 Tujuan
Tujuan praktek akhir adalah Analisis potensi ekowisata mangrove di desa
golo sepang, Kecamatan Aesesa, Kabupaten Nagekeo, Nusa Tenggara Timur

1.3 Batasan Masalah


1. Komposisi Vegetasi Mangrove di Desa Golo Sepang
2

2. Struktur komunitas vegetasi mangrove meliputi Kerapatan, Frekuensi,


Tutupan, Indeks Nilai Penting, Keanekaragaman, Keseragaman,
Indeks Dominansi
3. Menganalisis Indeks Kesesuaian Kawasan ekosistem mangrove untuk
ekowisata
4. Menganalisis Daya Dukung Kawasan (DDK) ekowisata mangrove

1.4 Manfaat
1. memberikan pemahaman dan pengetahuan kepada masyarakat
(pembaca) mengenai pentingnya pengelolaan ekosistem mangrove
yang berkelanjutan;
2. memberikan pengaruh positif kepada masyarakat (pembaca) agar
lebih aktif dalam mengelolah ekosistem mangrove untuk kegiatan
ekowisata.
3

2 METODE PENELITIAN

2.1 Waktu dan Tempat


Karya ilmiah praktik akhir ini akan di laksanakan dari tanggal 7 Maret 2021
– 30 Mei 2022, Pengambilan data di lakukan di desa golo sepang, Kabupaten
Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur. Lokasi praktik seperti disajikan pada
gambar berikut

2.2 Metode Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data dilakukan dengan pengumpulan data secara
langsung dan tidak langsung. Pengamatan secara langsung melalui observasi
yaitu mengidentifikasi vegetasi mangrove yang ada di lokasi. Sedangkan
pengumpulan data secara tidak langsung (data sekunder) melalui pengumpulan
data-data yang berkaitan dengan materi praktik dari berbagai pihak dan
mengadakan studi literatur.
2.2.1 Mekanisme pengukuran vegetasi mangrove
Lokasi yang ditentukan untuk pengamatan vegetasi mangrove mewakili
setiap zona mangrove yang terdapat di wilayah kajian. Pengambilan data vegetasi
mangrove yang digunakan untuk mengetahui kondisi mangrove menggunakan
Metode Transek Garis dan Petak Contoh (Transect Line Plot). Metode Transek
Garis Dan Petak Contoh (Transect Line Plot) adalah metode pencuplikan contoh
populasi suatu ekosistem dengan pendekatan petak contoh yang berada pada
garis yang ditarik melewati wilayah ekosistem tersebut.
4

Metode ini merupakan salah satu metode pengukuran yang paling mudah
dilakukan dengan tingkat akurasi dan ketelitian yang akurat (Kepmen LH No. 201
Tahun 2004).
Alat dan bahan yang digunakan dalam pengukuran vegetasi mangrove
sebagaimana yang tertera pada Tabel 1.

Tabel 1 Alat dan bahan yang digunakan


No. Nama Alat Spesifikasi Jumlah Kegunaan
1 Tali transek dan Panjang 50 Masing-masing 1 Untuk batas transek dan
tali plot meter, 10x10, buah batas identifikasi
5x5, 2x2 meter
2 Meteran kain Panjang 150m, 1 buah Untuk mengukur diameter
ketelitian 1 cm batang pohon mangrove.
3 Patok kayu Panjang 150cm 10 buah Sebagai patokan tali
transek dan plot
4 Table Print laminating 1 set Membantu dalam
identifikasi mengidentifikasi jenis
Mangrove mangrove di lapangan
5 Worksheet Kertas Print 3 lembar Lembar pengisian data
Mangrove Mangrove
6 Papan jalan dan 35x22cm, 1 buah Membantu dalam menulis
alat tulis Bolpoint data
7 Roll meter Panjang 50 1 buah Bertujuan untuk
meter menentukan jarak antar
Transek
8 Kamera Kamera 1 buah Alat dokumentasi
handpone /
Kamera digital
9 GPS Aplikasi 1 buah Untuk menentukan titik
Handphone Koordinat

Berdasarkan KepMen LH Nomor 201 Tahun 2004, mekanisme pengukuran


mangrove adalah sebagai berikut:
1. Wilayah kajian yang ditentukan untuk melakukan pengamatan vegetasi
mangrove harus dapat mengindikasikan atau mewakili setiap zona
mangrove yang terdapat di wilayah penelitian (Gambar 2).
5

Gambar 2 Contoh peletakan garis transek yang mewakili setiap zona mangrove

2. Pada setiap wilayah kajian ditentukan stasiun-stasiun pengamatan secara


konseptual berdasarkan keterwakilan pada lokasi penelitian.
3. Pada setiap stasiun pengamatan, ditetapkan transek-transek garis dari
arah laut ke arah darat (tegak lurus garis pantai sepanjang zonasi hutan
mangrove yang terjadi) di daerah intertidal dengan jarak 10 m persatu
transek sepanjang 50 m.
4. Pada setiap zona mangrove yang berada di sepanjang transek garis,
diletakkan secara acak petak-petak contoh (plot) berbentuk bujur sangkar
dengan ukuran 10 m x 10 m sebanyak paling kurang 3 (tiga) petak contoh
(plot).
5. Pada setiap petak contoh (plot) yang telah ditentukan, determinasi setiap
jenis tumbuhan mangrove yang ada, dihitung jumlah individu setiap jenis,
dan ukur lingkaran batang setiap pohon mangrove setinggi dada, sekitar
1,3 meter (Gambar 3)

Gambar 3 (a) Penentuan lingkar batang mangrove setinggi dada.


(b) Penentuan lingkar batang mangrove pada berbagai jenis
batang mangrove. (KepMen LH Nomor 201 Tahun 2004)
6

Seluruh individu tumbuhan mangrove pada setiap sub-petak tingkat


pertumbuhan diidentifikasi, dihitung jumlahnya, dan khusus untuk tingkat pohon
diukur diameter pohon. Diameter adalah panjang titik tunas yang melalui titik pusat
lingkaran dan menghubungkan dua titik lingkaran pada batang lingkaran.

Gambar 4 desain pengamatan vegetasi di lapangan

Pengambilan contoh untuk analisis vegetasi dilakukan di dalam setiap


transek garis berpetak. Identifikasi jenis mangrove yang ditentukan pada
petak transek tersebut dan dibuat petak-petak contoh menurut kriteria tingkat
tegakan:
 Semai
Permudahan mulai dari kecambah sampai anakan setinggi kurang
dari 1,5 m, dihitung jumlahnya untuk setiap jenis pada petak ukuran
2x2m.
 Pancang
Permudahan tinggi 1,5 m sampai anakan yang berdiameter kurang
dari 10 cm, dihitung jumlahnya untuk setiap jenis pada petak
berukuran 5x5m.
 Pohon
Pohon dewasa yang memiliki tinggi lebih dari 1,5 m dengan
diameter 10 cm atau lebih. Pohon pada tingkat ini dihitung jumlah
dan diameternya untuk setiap jenis pada petak ukuran 10x10m.
Pengukuran ketebalan mangrove dilakukan dengan analisis spasial
menggunakan Google Earth. Analisis dilakukan dengan cara menarik garis
dari awal vegetasi mangrove yang dekat dengan pantai sampai pada batas
terakhir adanya vegetasi mangrove. Pengumpulan data jenis mangrove
dilakukan dengan cara mengidentifikasi pohon mangrove menggunakan buku
identifikasi. Proses identifikasi dilakukan dengan mengidentifikasi pohon
7

mangrove yang ada dalam plot. Pengumpulan data fauna mangrove dilakukan
menggunakan teknik visual dan identifikasi. Pengamatan dilakukan dengan
cara berjalan menyusuri ekosistem mangrove. Selain data pohon dan fauna
di ekosistem mangrove, diambil juga data pasang surut yang didapatkan
melalui pengamatan langsung selama satu hari menggunakan mistar
(Cahyono., 2019).

2.2.2 Pengukuran parameter pembatas


Pertumbuhan mangrove sebelum menarik garis transek, terlebih dahulu
melakukan pengukuran parameter pembatas pertumbuhan mangrove yang
berada di lokasi penelitian 1 di Marapokot dan lokasi penelitian 2 di Aeramo. Alat
dan bahan yang digunakan dalam pengukuran parameter pembatas sebagaimana
pada Tabel 2.
Tabel 2 Alat dan bahan yang digunakan untuk pengukuran parameter
No. Nama Alat Spesifikasi Jumlah Kegunaan
1 Refraktometer Ketelitian 0- 1 buah Mengukur salinitas
100‰ Perairan
2 Thermometer Celcius 1 buah Mengukur suhu
alkohol
3 pH Paper Indikator warna 1 kotak Mengukur pH perairan dan pH
tanah
.

2.3 Metode Analisis Data


Pengolahan data meliputi kegiatan tabulasi dan sortasi data. Setelah
ditabulasikan dan dipilih, selanjutnya data diolah sesuai dengan tema atau topik
dan tujuan praktik. Hasil pengolahan data dapat disajikan secara kualitatif dalam
bentuk tabel maupun dalam bentuk gambar atau grafik.

2.3.1 Kerapatan Mnagrove


a) Kerapatan jenis mangrove
Kerapatan jenis (Di) adalah jumlah tegakan jenis ke-i dalam suatu
unit area. Untuk mengetahui kerapatan jenis mangrove dengan
menggunakan rumus

𝑵𝒊
𝑫𝒊 =
𝑨
Keterangan:
Di = Kerapatan jenis ke - i (ind/m2)
Ni = Jumlah total individu dari jenis ke – i (ind)
A = Luas area total pengambilan contoh ( m2 )
b) Kerapatan Relatif
8

Kerapatan Relatif (RDi) adalah perbandingan antara


jumlah tegakan jenis ke-i (Ni) dan total tegakan seluruh jenis
(∑n) :
𝑵𝒊
𝑹𝑫𝒊 = 𝒙 𝟏𝟎𝟎%
∑𝒏

Keterangan:
RDi = Kerapatan Relatif (100%)
Ni = Jumlah individu jenis ke-i (ind)
∑n = Jumlah seluruh individu (ind)

Tabel 3 Kriteria Baku Mutu Kerusakan Mangrove

Kriteria Tingkat Kerapatan Penutupan (%) Kerapatan (pohon ha)

Baik Sangat Padat ≥ 75 ≥ 1500

Sedang ≥ 50 - < 75 ≥1000 - < 1500

Rusak Jarang < 50 < 1000


Sumber: Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 201 Tahun 2004
c) Frekuensi Jenis
Frekuensi (Fi) adalah peluang ditemukannya suatu jenis ke-i
dalam semua petak contoh yang di buat :

𝒑𝒊
𝑭𝒊 =
∑𝒑

Keterangan:
Rfi = Frekuensi Relatif (%)
Fi = Frekuensi jenis ke-i (ind)
∑F = Jumlah frekuensi seluruh jenis (ind)

d) Frekuensi relatif
Frekuensi Relatif (RFi) adalah perbandingan antara frekuensi jenis
(Fi) dan total frekuensi seluruh jenis (∑F) (Tufliha et al., 2019) :
𝑭𝒊
𝑹𝑭𝒊 = 𝒙 𝟏𝟎𝟎%
∑𝑭

Keterangan:
Rfi = Frekuensi Relatif (%)
Fi = Frekuensi jenis ke-i (ind)
∑F = Jumlah frekuensi seluruh jenis (ind)
9

Tabel 4 Kriteria Baku Kerusakan Mangrove


Kriteria Penutupan (%) Kerapatan (Pohon/ha)
Baik Sangat Padat >70 >= 1500
Rusak Sedang >50 - <70 >= 1000-1500
Jarang <50 1000
Sumber : Kepmen. LH. No. 201, Tahun 2004 .

e) Penutupan jenis
Penutupan jenis (Ci) adalah luas penutupan jenis ke-i dalam suatu area

∑𝑩𝑨
𝑪𝒊 =
𝑨

Keterangan:
Ci = Luas penutupan jenis ke-i
BA = 3, 1416
DBH = Diameter pohon dari jenis ke-i
A = Luas total area pengambilan contoh (plot)1

f) Penutupan relatif
Penutupan relatif (RCi) adalah perbandingan antara luas area
penutupan jenis ke-i (Ci) dan total luas penutupan untuk seluruh jenis
(∑C) :
𝑪𝒊
𝑹𝑪𝒊 = 𝒙 𝟏𝟎𝟎%
∑𝐂

Keterangan:
Rci = Penutupan Relatif (%)
Ci = Luas area penutupan jenis ke-i
∑C = Luas total area penutupa seluruh jenis

g) Indeks nilai penting


Indeks Nilai Penting adalah jumlah nilai kerapatan relatif jenis
(RDi), frekuensi relatif jenis (RFi), dan penutupan relatif jenis (RCi).

𝑰𝑵𝑷 = 𝑹𝑫𝒊 + 𝑹𝑭𝒊 + 𝑹𝑪𝒊

Nilai penting suatu jenis berkisar antara 0% - 300%. Nilai penting


ini memberikan suatu gambaran mengenai pengaruh atau peranan suatu
jenis tumbuhan mangrove dalam komunitas mangrove.

h) Indeks keanekaragaman (H')


Untuk keanekaragaman, maka digunakan indeks keanekaragaman
Shannon (H') dengan persamaan sebagai berikut :
10

H' = -X (ni/N) ln (ni/N)

Keterangan :
H' = Indeks keanekaragaman
ni = Jumlah individu/spesies
N = Jumlahindividu keseluruhan
Menurut Wilhem dan Dorris (1986), tingkat keanekaragaman
vegetasi dapat ditentukan berdasarkan nilai indeks keanekaragaman jenis
(H') dengan kriteria sebagai berikut:
H' < 1 : Indeks keanekaragaman rendah
1 < H' < 3 : Indeks keanekaragaman sedang
H' > 3 : Indeks keanekaragaman tinggi

i) Indeks keseragaman (E)


Untuk mengetahui keseimbangan komunitas digunakan indeks
keseragaman, yaitu ukuran kesamaan jumlah individu antar spesies dalam
suatu komunitas. Rumus indeks keseragaman (E) adalah sebagai berikut:

E = lnS
Keterangan :
E = Indeks keseragaman
H' = Indeks keanekaragaman
S = Jumlah spesies
Indeks keseragaman dapat ditentukan dengan kriteria sebagai berikut:
E < 0,4: Keseragaman jenis tergolong kecil
0,4 < E < 0,6 : Keseragaman jenis tergolong sedang
E > 0,6: Keseragaman jenis tergolong tinggi

j) Indeks dominansi (C)


Dominansi dari spesies tertentu dapat diketahui dengan
menggunakan Indeks Dominasi Simpson dengan rumus:
𝟏
C= 𝑵𝟐 ∑𝑺𝒊=𝟏 𝒏𝟐𝟏

Keterangan :
C = Indeks dominansi Simpson
ni = Jumlah individu tiap jenis
N = Jumlah individu seluruh jenis
Nilai indeks dominansi berkisar antara 0 - 1. Jika nilai indeks
dominansi mendekati 0, berarti tidak ada individu yang mendominansi
dan biasanya nilai keseragamannya besar. Sedangkan jika nilai indeks
dominansi mendekati 1, maka ada salah satu jenis/individu yang
mendominasi dan nilai keseragamannya kecil.
11

Table 5 Kategori Indeks Dominansi


Nilai Dominansi Kondisi komunitas

Dominansi rendah (tidak terdapat spesies yang


secara ekstrim mendominasi spesies lainnya),
0 < C ≤ 0,5 kondisi lingkungan stabil, dan tidak terjadi
tekanan ekologis terhadap biota di lokasi
tersebut.
Dominansi sedang dan kondisi lingkungan cukup
0,5 < C < 0,75
stabil.
Dominansi tinggi (terdapat spesies yang
mendominasi spesies lainnya), kondisi
0,75 < C ≤ 1,0
lingkungan tidak stabil, dan terdapat suatu
tekanan ekologi.

2.4 Analisis kesesuaian wisata


Setiap kegiatan wisata mempunyai persyaratan sumberdaya dan
lingkungan yang sesuai objek wisata yang akan dikembangkan (Susi et.al.,
2018). Untuk setiap kegiatan wisata menggunakan matriks kesesuaian wisata
yang berbeda-beda pula. Parameter kesesuaian wisata lahan ekowisata
mangrove tersaji pada Tabel 6 berikut.

Tabel 6 Matriks kesesuaian lahan ekowisata mangrove


No Parameter Bobo Kategori S1 Sko Kategor Skor Kategor Skor Kategori Sko
. t r i i N r
S2 S3
1 Ketebalan 5 >500 3 200 - 2 50 - 1 <50 0
Mangrove 500 200
2 Kerapatan 15 – 25 10-15 5 - 10 <5
mangrov 4 3 2 1 0
e (100
m2)
3 Jenis 4 >5 3 3-5 2 1-2 1 0 0
Mangrove
4 Objek 3 Ikan, udang. Ikan, Ikan Salah
biota Kepiting, udang, molusk satu
moluska,repti 3 kepiting 2 a 1 biota air 0
l, ,
burung molusk
a
5 Pasang 3 0-1 3 1-2 2 2-5 1 >5 0
Surut (m)
Sumber: Yulianda (2007) dalam (Cahyono., 2019)

Rumus yang digunakan dalam mencari indeks kesesuaian wisata


(Yulianda, 2007 dalam Susi et.al., 2018) adalah :
12

𝑵𝒊𝒙
IKW=∑ = ( )x 100%
𝑵𝒎𝒂𝒙

Keterangan :
IKW : Indeks Kesesuaian Wisata
Ni : Nilai Parameter Ke-i (bobot x skor)
Nmaks : Nilai Maksimum dari Suatu Kategori wisata
Penentuan kesesuaian berdasarkan perkalian skor dan bobot yang
diperoleh dari setiap parameter. Kesesuaian kawasan dilihat dari tingkat
persentase kesesuaian yang diperoleh penjumlah nilai dari seluruh parameter.
Kesesuaian wisata pantai kategori wisata mangrove mempertimbangkan 5
parameter dengan 4 klasifikasi penilaian.
Keterangan:
Nilai maksimum = 108
S1 = Sangat sesuai, dengan nilai 80%-100%
S2 = Sesuai, dengan nilai 60%-<80%
S3 = Sesuai bersyarat, dengan nilai 35%-<60%
N = Tidak sesuai, dengan nilai <35%

Definisi dari kelas-kelas kesesuaian dijelaskan sebagai berikut:


1. Kategori S1 : Sangat Sesuai (Highly Suitable), pada kelas kesesuaian ini
tidak mempunyai faktor pembatas yang berat untuk suatu penggunaan
tertentu secara lestari atau hanya mempunyai pembatas yang kurang
berarti dan tidak berpengaruh secara nyata.
2. Kategori S2 : Sesuai, pada kelas kesesuaian ini mempunyai faktor
pembatas yang agak berat untuk suatu penggunaan kegiatan tertentu
secara lestari. Faktor pembatas tersebut akan mempengaruhi produktivitas
kegiatan wisata dan keuntungan yang diperoleh serta meningkatkan input
untuk mengusahakan kegiatan wisata tersebut.
3. Kategori S3 : Sesuai Bersyarat, pada kelas kesesuaian ini mempunyai
faktor pembatas yang lebih banyak untuk dipenuhi. Faktor pembatas
tersebut akan mengurangi produktivitas sehingga untuk melakukan
kegiatan wisata faktor pembatas tersebu harus benar-benar lebih
diperhatikan sehingga ekosistem dapat dipertahankan.
4. Kategori N : Tidak Sesuai (Not Suitable), pada kelas kesesuaian ini
mempunyai faktor pembatas berat atau permanen, sehingga tidak mungkin
untuk mengembangkan kegiatan wisata secara lestari.

2.5 Analisis daya dukung wisata


DDK (Daya Dukung Kawasan) adalah jumlah maksimum pengunjung
yang secara fisik dapat ditampung di kawasan yang disediakan pada waktu
tertentu tanpa menimbulkan gangguan pada alam dan manusia. Perhitungan
DDK menggunakan rumus berikut:
𝑲𝑿𝑳𝒑 𝑾𝒕
DDK= 𝑳𝒕
x𝑾𝒑

Keterangan:
DDK = Daya dukung kawasan
K = Potensi ekologis maksimum pengunjung per satuan unit area
Lp = Luas area atau panjang area yang dapat dimanfaatkan
Ltb = Unit area untuk kategori tertentu
13

Wt = Waktu yang disediakan oleh kawasan untuk kegiatan wisata dalam satu
hari
Wp = Waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk setiap kegiatan tertentu
14

3 HASIL DAN PEMBAHASAN


3.1 HASIL
3.1.1 Kondisi Umum Lokasi Praktik
Luas wilayah Kabupaten Manggarai Barat adalah 9.450 km² yang terdiri
dari wilayah daratan seluas 2.947,50 km² dan wilayah lautan 7.052,97 km², terdiri
atas beberapa pulau besar seperti daratan pulau Flores, Komodo, Rinca, Longos
serta beberapa pulau kecil lainnya.
Desa Golo Sepang merupakan wilayah pesisir dengan ketinggian wilayah
kurang dari 100 mdpl. Luas desa mencapai 57,88 km2 atau 19,05% dari luas
kecamatan, sebagian besar penduduk desa bermata pencaharian sebagai
nelayan. Desa Golo Sepang merupakan desa dengan proporsi hutan mangrove
yang cukup luas di Kabupaten Manggarai Barat, bahkan yang terluas di
kecamatan Boleng yaitu mencapai 356,66 ha atau 75,66% dari luas hutan
mangrove di kecamatan Boleng.
Hutan mangrove di Golo Sepang sebagian besar merupakan hutan alam,
pada beberapa lokasi merupakan hasil penanaman melalui gerakan nasional
rehabilitasi hutan dan lahan tahun 2004. Kegiatan rehabilitasi dilakukan karena
kualitas hutan mangrove yang semakin menurun akibat intensitas pemanfaatan
yang cukup tinggi. Penebangan mangrove untuk kayu bakar, bahan bangunan,
maupun konversi lahan untuk pembuatan tambak serta aktivitas lain yang
mendukung penurunan kualitas mangrove masih dapat dijumpai di lokasi ini.
Hutan mangrove di Golo Sepang tumbuh pada tempat yang hampir rata
dan tidak terlalu tinggi, frekuensi genangan berkisar antara 1 – 2 kali dalam sehari
selama 2 jam.
Penelitian kesesuain lahan mangrove untuk ekowisata di lakaukan pada 3
titik yang terdapat di desa golo sepang. Pemilihan lokasi ini karena, laokasi ini
merupakan daereah yang cocok dalam pembangunan ekowisata berlanjut.

3.1.2 Struktur komunitas ekosistem mangrove


Berdasarkan Hasil praktek yang dilakukan di wilayah kecamatan Boleng,
Desa Golo sepang di temukan 10 spesies mangrove. Ekosistem mangrove mterdiri
Jenis vegetasi mangrove yang dirtemukan terdiri dari sepuluh spesies Ceriops
tagal, Rhizopora apiculata, Bruguiera sexangula, Bruguiera gymnorrhiza,
Bruguiera parviflora, Rhizopora mucronata, Phempis acidula, Xylocarpus
granatum, Achrosthicum aureum, dan Derris trifoliata. Berikut disajikan
persebaran vegetasi mangrove di lokasi penelitian pada Tabel 6.

Tabel 7 persebaran vegetasi mangrove di lokasi penelitian


Stasiun
Jenis
1 2 3
Rhizophora mucronata Lmk √ √ √
Bruguiera gymnorrhiza (L) √ √ √
Ceriops tagal (Perr) √ √ √
Bruguiera sexangula (Lour.) √ √ √
Rhizophora apiculata (Bi) √ √ √
Derris trifoliata Lour √ √ √
Phemphis acidula Forst √ √ √
15

Bruguiera parviflora (Roxb) √ √ √


Xylocarpus granatum Koen √ √ √
Acrosthicum aureum Linn √ √ √

Berdasarkan hasil penelitian di Desa Golo Sepang ditemukan 600 pohon


vegetasi mangrove yang terdiri dari sepuluh spesies. Stasiun 1 berjumlah 190
pohon, Stasiun 2 berumlah 195 pohon Stasiun 3 berumlah 215 pohon.

3.1.3 Parameter Vegetasi Mangrove


Berdasarkan hasil analisis parameter vegetasi mangrove dapat disajikan
Kerapatan jenis (Di), Kerapatan Relatif (RDi), Frekuensi jenis (Fi), Frekuensi
Relatif (RFi), Penutupan Jenis (CI), Penutupan Relatif (RCi) dan Indeks Nilai
Penting (INP) seperti pada Tabel 8 berikut.

Table 8 Parameter Vegetasi Mangrove


Di RDi RFi RCi
stasiun Jenis Fi Ci INP
(ind/m²) (%) (%) (%)
Rhizophora
mucronata 216.65 15.79 0.22 11.76 2.24 13.94 41.49
Lmk
Bruguiera
gymnorrhiza 72.22 5.26 0.11 5.88 0.88 5.45 16.60
(L)
Ceriops tagal
216.65 15.79 0.33 17.65 6.13 38.12 71.56
(Perr)
Bruguiera
sexangula 144.43 10.53 0.22 11.76 1.32 8.18 30.47
(Lour.)
Rhizophora
1 324.97 23.68 0.33 17.65 2.06 12.84 54.17
apiculata (Bi)
Derris trifoliata
36.11 2.63 0.11 5.88 0.15 0,94 9.45
Lour
Phemphis
72.22 5.26 0.11 5.88 0,86 5.35 16.49
acidula Forst
Bruguiera
parviflora 108.32 7.89 0.22 11.76 1.27 7.9 27.56
(Roxb)
Xylocarpus
144.43 10.53 0.11 5.88 0.73 4.53 20.94
granatum Koen
Acrosthicum
36.11 2.63 0.11 5.88 0.44 2.74 11.26
aureum Linn
Total 1372.10 100.0 1.89 100.0 16.08 100 300

Rhizophora
2 mucronata 144.43 10.26 0.22 12.50 2.24 13.94 24.25
Lmk
16

Bruguiera
gymnorrhiza 36.11 2.56 0.11 6.25 0.88 5.45 13.80
(L)
Ceriops tagal
216.65 15.38 0.22 12.50 6.13 38.12 43.98
(Perr)
Bruguiera
sexangula 36.11 2.56 0.11 6.25 1.32 8.18 11.66
(Lour.)
Rhizophora
252.76 17.95 0.22 12.50 2.06 12.84 46.22
apiculata (Bi)
Derris trifoliata
202.20 14.36 0.22 12.50 0.15 0.94 39.43
Lour
Phemphis
acidula Forst 194.98 13.85 0.22 12.50 0.86 5.35 43.20
Bruguiera
parviflora
(Roxb) 144.43 10.26 0.11 6.25 1.27 7.90 31.32
Xylocarpus
granatum Koen 151.65 10.77 0.22 12.50 0.73 4.53 33.05
Acrosthicum
aureum Linn 28.89 2.05 0.11 6.25 0.44 2.74 13.10
Total 1408.21 100.00 1.78 100.00 16.08 100.00 300.00

Rhizophora
mucronata
Lmk 50.55 3.26 0.11 5.88 139.54 6.39 15.53
Bruguiera
gymnorrhiza
(L) 129.99 8.37 0.22 11.76 203.08 9.30 29.44
Ceriops tagal
(Perr) 36.11 2.33 0.11 5.88 22.20 1.02 9.22
Bruguiera
sexangula
(Lour.) 108.32 6.98 0.22 11.76 142.53 6.53 25.27
Rhizophora
3
apiculata (Bi) 252.76 16.28 0.22 11.76 392.83 18.00 46.04
Derris trifoliata
Lour 274.42 17.67 0.22 11.76 408.55 18.72 48.16
Phemphis
acidula Forst 447.74 28.84 0.22 11.76 547.74 25.09 65.70
Bruguiera
parviflora
(Roxb) 180.54 11.63 0.22 11.76 214.62 9.83 33.22
Xylocarpus
granatum Koen 28.89 1.86 0.22 11.76 51.71 2.37 15.99
Acrosthicum
aureum Linn 43.33 2.79 0.11 5.88 60.01 2.75 11.42
Total 1552.64 100.00 1.89 100.00 2182.79 100.00 300.00
17

a. Kerapatan Vegetasi Mangrove


Bedasarkan hasil analisis untuk kerapatan vegetasi mangrove di lokasi
praktik Desa Golo Sepang, masing-masing stasiun terdiri dari 3 transek mangrove
yang setiap transeknya terdiri dari 3 plot pengambilan sampel. Stasiun 1
didominasi oleh spesies R. apiculata, stasiun 2 didominasi oleh spesies R.
mucronata dan stasiun 3 didominasi oleh spesies Ceriops tagal.

b. Frekuensi Vegetasi Mangrove


Berdasarkan hasil analisis frekuensi vegetasi mangrove di Desa golo
sepang untuk frekuensi relatif setiap jenis vegetasi mangrove memiliki nilai yang
berbeda beda untuk setiap stasiun di masing-masing lokasi. Frekuensi relatif
tertinggi terdapat di stasiun 1 dengan jenis Rhizophora apiculata 17.65%, stasiun 2
tertinggi 12.50% dengan jenis Phemphis acidula Forst, Xylocarpus granatum Koen
Rhizophora mucronata Lmk,Bruguiera gymnorrhiza (L),Ceriops tagal (Perr) dan Bruguiera
sexangula (Lour.) stasiun 3 tertinggi 11.76% dengan jenis Bruguiera parviflora (Roxb),
Acrosthicum aureum Linn, Rhizophora mucronata Lmk, Bruguiera gymnorrhiza (L),
Ceriops tagal (Perr), Rhizophora apiculata (Bi), Bruguiera sexangula (Lour.)

c. Penutupan Jenis
Berdasarkan hasil analisa penutupan jenis mangrove di lokasi penelitian,
stasiun 1 memiliki total penutupan jenis 16.08, stasiun 2 memiliki total penutupan
jenis 16.08 dan stasiun 3 memiliki total penutupan jenis 2182.79.
d. Indeks Nilai Penting
Berdasarkan hasil penelitian total rata-rata Indeks Nilai Penting di stasiun
1 adalah 300, stasiun 2 adalah 300 dan stasiun 3 adalah 300.

3.1.4 Struktur komunitas mangrove


Berdasarkan hasil analisis parameter-parameter vegetasi mangrove
dapat disajikan Indeks Keanekaragaman (H'), Indeks Keseragaman (E) dan
Indeks Dominansi (D) vegetasi mangrove seperti pada Tabel 9

Table 9 struktur komunitas mangrove .


Stasiun Transek H’ E D

1 2.19068 0.69314 3.16048


1
2 1.3421 0.6931 1.9363

3 1.0397 0,6931 1.5000

Rata-rata 1.52416 0.69312 2.198927


Total 4.57248 1.38624 6.59678

1 2.028662 0.693147 2.926741


18

2 1.09006 0.693147 1.572624

3 1.038914 0.693147 1.498836

Rata-rata 1.385878 0.693147 1.9994


Total 4.157635 2.079442 5.9982

1 2.176845 0.693147 3.140524

3 2 1.366818 0.693147 1.971902

3 1.039721 0.693147 1.5

Rata-rata 1.527795 0.693147 2.204142


Total 4.583384 2.079442 6.612426

a. Indeks Keanekaragaman vegetasi mangrove


Berdasarkan analisis Indeks Keanekaragaman vegetasi dari 10 spesies
mangrove di 3 stasiun penelitian. Stasiun 1 memiliki total nilai 1.38624, stasiun 2
meiliki total nilai 4.157635 dan stasiun 3 memiliki tota nilai 4.583384.
b. Indeks Keseragaman
Berdasarkan analisis Indeks Keseragaman vegetasi dari 10 spesies
mangrove di 3 stasiun penelitian. Stasiun 1 memiliki total nilai 1.38624, stasiun 2
meiliki total nilai 2.079442 dan stasiun 3 memiliki tota nilai 2.079442.
c. Indeks Dominansi
Berdasarkan analisis Indeks Keseragaman vegetasi dari 10 spesies
mangrove di 3 stasiun penelitian. Stasiun 1 memiliki total nilai 6.59678, stasiun 2
meiliki total nilai 5.9982 dan stasiun 3 memiliki tota nilai 6.612426.

3.1.5 Parameter Lingkungan Perairan


Berikut ditampilkan parameter lingkungan perairan di lokasi penelitian
Desa GoloSepang pada Tabel.

Tabel 10 Parameter lingkungan perairan


Stasiun Suhu ºc pH Salinitas (ppt) Substrat
1 31 6,8 25 lumpur berpasir
2 30 7 20 lumpur berpasir
3 30 7 17 lumpur berpasir

a) Suhu
Suhu perairan berpengaruh terhadap pertumbuhan biota yang ada
didalamnya. Berdasarkan hasil pegukuran yang dilakukan dimasing masing
stasiun yaitu stasiun 1 dengan suhu 31ºC, stasiun 2 dengan suhu 30ºC , stasiun 3
dengan suhu 30ºC.
19

b) pH
Derajat keasaman atau pH sangat penting dalam berlangsungnya
kehidupan kepiting bakau. Berdasarkan hasil pengukuran derajat keasaman atau
pH disetiap stasiun pengambilan sampel nilai derajat keasaman stasiun 1 yaitu
6,8, stasiun 2 yaitu 7, stasiun 3 yaitu 7.
c) Salinitas
Salinitas suatu perairan berpengaruh pada pertumbhan kepiting bakau.
Berdasarkan hasil salinitas perairan di setiap stasiun pengambilan sampel dengan
salinitas yang berkisar antara 17 ppt sampai 25 ppt.
d) Substrat
Substrat yang baik untuk pertumbuhan mangrove adalah substrat lumpur
berpasir. Berdasarkan hasil pengamatan di lokasi penelitian di ketiga stasiun
penelitian substratnya mengandung lumpur berpasir.
e) Pasang Surut
Berikut disajikan tingkat pasang surut di Desa Golo Sepang pada
Tabel Pasang surut

Table 11 pasang surut


Surut (cm) Pasang (cm)
Stasiun
Pagi Sore Pagi Sore
1 0.28 0.45 1.53 1.59
2 0.20 0.22 1.40 1.45
3 0.17 0.19 1.38 1.40

Berdasarkan pengukuran pasang surut di Desa Golo Sepang, pasang air


laut tertinggi berada di stasiun 1 dengan kondisi pasang pada pagi hari 1,53 dan
sore hari 1,59, sedangkan surut air laut terendah berada di stasiun 3 dengan
kondisi pasang pagi hari 0,11 dan sore hari 0,19.
Biota yang berasosiasi pada mangrove
Berikut disajikan biota-biota yang ada di Lokasi Praktik seperti pada Tabel 12

Table 12 biota biota yang berasiosiasi .


Nama stasiun 1
Kelas Famili
Lokal 1 2 3 Total
Gecarsinid Kepitin
Crustacea 4 4 5 13
ae g biola
Ikan
Actinopteygii Chordata 3 5 6 14
glodok
Potamidida Kerang 1
Gastropoda 15 8 36
e bakau 3
Burung
Aves flythacher 5 2 4 11
bakau
2 2
Jumlah 27 74
4 6

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan terdapat biota yang


berasosiasi dengan mangrove di ketiga stasiun pengambilan sampel seperti Aves,
Actinopteygi, Crustacea dan Gastropoda.
20

3.1.6 Analisis Kesesuaian Wisata


Berikut ini ditampilkan hasil analisis kesesuaian ekosistem mangrove
untuk kegiatan ekowisata di Lokasi Praktik Desa Golo Sepang Tabel.13

Tabel 13 Kesesuaian ekowisata mangrove


Stasiun Nilai IKW Tingkat Kesesuaian
1 3,64 sangat sesuai
2 3,46 sangat sesuai
3 3,46 sangat sesuai

Berdasarkan hasil analisis kesesuaian wisata di lokasi penelitian, ketiga


stasiun pengambilan sampel memiliki tingkat kesesuaian sangat sesuai untuk
dijadikan sebagai tempat wisata.

3.1.7 Analisis Daya Dukung


Berikut ini ditampilkan hasil analisis daya dukung kawasan ekosistem mangrove
untuk kegiatan ekowisata di Lokasi Praktik Desa Golo Sepang Tabel.

Tabel 14 Kesesuaian ekowisata mangrove di stasiun 1.


K (∑ Lt Wp Wt
Aktivitas Pengunjung) (area) (hour) (hour) DDK
Wisata
mangrove 1 25 2 8 3632

Tabel 15 Kesesuaian ekowisata mangrove di stasiun 2.


K (∑ Lt Wp Wt
Aktivitas Pengunjung) (area) (hour) (hour) DDK
Wisata
mangrove 1 25 2 8 2960

Tabel 16 Kesesuaian ekowisata mangrove di stasiun 3.


K (∑ Lt Wp Wt
Aktivitas Pengunjung) (area) (hour) (hour) DDK
Wisata
mangrove 1 25 2 8 3776

Berdasarkan hasil analisis daya dukung kawasan di lokasi penelitian


ekosistem mangrove Desa Golo Sepang ketiga stasiun pengambilan sampel
memiliki daya dukung stasiun 1 yaitu 3632, stasiun 2 yaitu 2960 dan stasiun 3
yaitu 3776.
21

3.2 Pembahasan
Kerapatan jenis (Di) adalah jumlah tegakan jenis ke-i dalam suatu unit
area. Untuk mengetahui kerapatan jenis mangrove dengan menggunakan rumus
(Aprianto, 2021). Bedasarkan hasil analisis untuk kerapatan vegetasi mangrove di
lokasi praktik Desa , masing-masing terdiri dari 3 transek mangrove yang setiap
transeknya terdiri dari 1 plot yang didominasi oleh jenis A. alba, S. alba dan A.
marina. Hal ini disebabkan karena lokasinya yang sangat dekat dengan daratan
utama, kondisi substrat juga yang lebih banyak mengandung lumpur, sehingga
jenis A. alba lebih toleran pada kedua lokasi tersebut. Kerapatan pohon mangrove
menentukan tingkat kerusakan hutan mangrove seperti terdapat dalam Kepmen
LH No. 201 Tahun 2004.
Berdasarkan hasil analisis kerapatan vegetasi mangrove di Desa Golo
Sepang di dominasi oleh spesies. Total rata-rata kerapatan jenis Ceriops tagal 469
ind/ha, Rhizopora apiculata 830 ind/ha, Bruguiera sexangula 289 ind/ha, Bruguiera
gymnorrhiza 238 ind/ha, Bruguiera parviflora 433 ind/ha, Rhizopora mucronata
412 ind/ha, Phempis acidula 614 ind/ha, Xylocarpus granatum 325 ind/ha,
Achrosthicum aureum 108 ind/ha, dan Derris trifoliata 513 ind/ha dan total rata-
rata kerapatan jenis S. alba yaitu 2800 ind/ha. Jadi total kerapatan mangrove di
Desa Golo Sepang yaitu 4333 ind/ha.
Berdasarkan hasil penelitian di Desa Golo Sepang ditemukan 600 pohon
vegetasi mangrove yang terdiri dari sepuluh spesies. Stasiun 1 berjumlah 190
pohon yang terdiri dari spesies Ceriops tagal 30 pohon, Rhizopora apiculata 45
pohon, Bruguiera sexangula 20 pohon, Bruguiera gymnorrhiza 20, Bruguiera
parviflora 15 , Rhizopora mucronata 30, Phempis acidula 10 pohon, Xylocarpus
granatum 20 pohon , Achrosthicum aureum 5 pohon, dan Derris trifoliata 5 pohon.
Stasiun 2 berumlah 195 pohon yang terdiri dari spesies Ceriops tagal 27 pohon,
Rhizopora apiculata 20 pohon, Bruguiera sexangula 21 pohon, Bruguiera
gymnorrhiza 28 pohon, Bruguiera parviflora 5 pohon, Rhizopora mucronata 35
pohon, Phempis acidula 20 pohon, Xylocarpus granatum 30 pohon, Achrosthicum
aureum 5 pohon, dan Derris trifoliata 4 pohon. Stasiun 3 berumlah 215 pohon
yang terdiri dari spesies Ceriops tagal 62 pohon, Rhizopora apiculata 25 pohon,
Bruguiera sexangula, Bruguiera gymnorrhiza, Bruguiera parviflora, Rhizopora
mucronata 35 pohon, Phempis acidula 7 pohon, Xylocarpus granatum 5 pohon,
Achrosthicum aureum 15 pohon, dan Derris trifoliata pohon.
hasil analisis frekuensi vegetasi mangrove di Desa golo sepang untuk
frekuensi relatif setiap jenis vegetasi mangrove memiliki nilai yang sama untuk
setiap stasiun di masing-masing lokasi. Frekuensi relatif di stasiun 1 Rhizopora
mucronata 11.76 %, Bruguiera gymnorrhiza 5.88% Ceriops tagal 17.65 % Bruguiera
sexangula 11.76%, Rhizophora apiculata 17.65%, Derris trifoliata 5.88%,Phemphis
acidula Forst 5.88%, Bruguiera parviflora 11.76%, Xylocarpus granatum Koen 5.88%,
Acrosthicum aureum 5.88%. Stasiun 2 Rhizophora mucronata Lmk 12.50%,
Bruguiera gymnorrhiza (L) 6.25%, Ceriops tagal (Perr) 6.25%, Bruguiera
sexangula (Lour.) 6.25%, Rhizophora apiculata (Bi) 12.50%, Derris trifoliata Lour
6.25%, Phemphis acidula Forst 12.50%, Bruguiera parviflora (Roxb) 12.50%,
Xylocarpus granatum Koen 12.50%, Acrosthicum aureum Linn 12.50%. Stasiun 3
Rhizopora mucronata 11.76 %, Bruguiera gymnorrhiza 5.88% Ceriops tagal 17.65
22

% Bruguiera sexangula 11.76%, Rhizophora apiculata 17.65%, Derris trifoliata


5.88%,Phemphis acidula Forst 5.88%, Bruguiera parviflora 11.76%, Xylocarpus
granatum Koen 5.88%, Acrosthicum aureum 5.88%.
kualitas perairan menadi salah satu faktor pertumbuhan ekosistem
mangrove, dari hasil pengamatan didapatkan suhu berkisar antara 30º - 31º, PH
berkisar antara 6,8 – 7 sedangkan untuk salinitas berkisar antara 17-25, menurut
(Khow et.al 2002) perairannya masih dikatakan produktif untuk pertumbuhan
mangrove, kecuali salnitas dikarenakan salinitas rendah pada lokasi tersebut.
Berdasarkan hasil analisis kesesuaian wisata di lokasi penelitian, ketiga
stasiun pengambilan sampel memiliki tingkat kesesuaian sangat sesuai untuk
dijadikan sebagai tempat wisata.dapat dilihat pada tabel
Berdasarkan hasil analisis daya dukung kawasan di lokasi penelitian
ekosistem mangrove Desa Golo Sepang ketiga stasiun pengambilan sampel
memiliki daya dukung stasiun 1 yaitu 3632, stasiun 2 yaitu 2960 dan stasiun 3
yaitu 3776.
23

4 SIMPULAN DAN SARAN

4.1 Simpulan
1. Komposisi Vegetasi Mangrove tertinggi terdapat pada stasiun 1 dengan
jenis Rhizophora apiculata 17.65%
2. Kerapatan Stasiun 1 didominasi oleh spesies R. apiculata, stasiun 2
didominasi oleh spesies R. mucronata dan stasiun 3 didominasi oleh
spesies Ceriops tagal. Frekuensi relatif tertinggi terdapat di stasiun 1
dengan jenis Rhizophora apiculata 17.65%,tutupan stasiun 1 memiliki
total penutupan jenis 16.08, stasiun 2 memiliki total penutupan jenis
16.08 dan stasiun 3 memiliki total penutupan jenis 2182.79. Nilai Penting
di stasiun 1 adalah 300, stasiun 2 adalah 300 dan stasiun 3 adalah 300.
Keanekaragaman vegetasi dari 10 spesies mangrove di 3 stasiun
penelitian. Stasiun 1 memiliki total nilai 1.38624, stasiun 2 meiliki total
nilai 4.157635 dan stasiun 3 memiliki tota nilai 4.583384. analisis Indeks
Keseragaman vegetasi dari 10 spesies mangrove di 3 stasiun penelitian.
Stasiun 1 memiliki total nilai 1.38624, stasiun 2 meiliki total nilai
2.079442 dan stasiun 3 memiliki tota nilai 2.079442. Indeks Dominasi
vegetasi dari 10 spesies mangrove di 3 stasiun penelitian. Stasiun 1
memiliki total nilai 6.59678, stasiun 2 meiliki total nilai 5.9982 dan stasiun
3 memiliki tota nilai 6.612426.
3. stasiun 1,2 dan 3 sangat sesuai untuk dijadikan sebagai tempat
ekowisata
4. ekosistem mangrove Desa Golo memiliki daya dukung stasiun 1 yaitu
3632, stasiun 2 yaitu 2960 dan stasiun 3 yaitu 3776.

4.2 Saran
1. Kepada masyarakat desa golo sepang agar tetap menjaga kelestarian
mangrove
2. Perlu adanya penelitian selanjutnya untuk dapat melengkapi informasi
kesesuaian ekowisata mangrove didesa golo sepang
24

DAFTAR PUSTAKA

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika. (2017). Data online pusat database
BMKG. Indonesia. https://dataonline.bmkg.go.id
Holsman, K. K., Hazen, E. L., Haynie, A., Gourguet, S., Hollowed, A., Bograd, S.
J., Samhouri, J. F., & Aydin, K. Towards climate resiliency in fisheries
management. ICES Journal of Marine Science, 76: 1368–1378.
https://doi.org/10.1093/icesjms/fsz031
Hulwani, F. Z. (2020). Keragaman genetik dan struktur populasi karang Galaxea
fascicularis (Linnaeus 1767 di Perairan Lombok, Nusa Tenggara Barat
[Thesis]. IPB University.
Kawachi, M. & Noël, M. H. (2005). Sterilization and sterile technique. In R. A.
Andersen (Eds.), Algal culturing techniques (pp. 65-82). Elsevier Academic
Press.
Ladwig, N., Hesse, K. J., Wulp, S. A. V. D., Damar, A., & Koch, D. (2016). Pressure
on oxygen levels of Jakarta Bay. Marine Pollution Bulletin, 110(2), 1-10.
http://dx.doi.org/10.1016/j.marpolbul.2016.04.017
Naiu, A. S., Koniyo, Y., Nursinar, S., & Kasim, F. (2018). Penanganan dan
pelolahan hasil perikanan. Gorontalo: CV. Athra Samudra.
Sofiati, D., Anandya, A., & Solehah, K. F. (2020, September). Analisis kelayakan
finansial dan sensitivitas usaha kerupuk di Poklahsar Mina Permata,
Kabupaten Kediri [Paper presentation]. In N. M. Wati, T. Hasanah, H. Lestari,
S. Nurhayati (Eds.). Akselerasi hasil riset sosial ekonomi dalam mendukung
kebijakan sektor kelautan dan perikanan. Seminar Nasional Riset dan
Kebijakan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Tahun 2020, Jakarta (pp.
39-50). AMaFRaD Press.
Sokal, R. R. & Rohlf, F. J. (2009). Introduction to biostatics (2nd ed.). New York:
Dover Publications. Inc.
Stewart, R. H. (2008). Introduction to physical oceanography. Texas A&M
University. http://hdl.handle.net/1969.1/160216
Thomson, A. (1998). Penumbuhan Bioflok pada Budidaya Udang Vaname Pola
Intensif di Tambak. http://www.ed.uiuc.edu/EPS/PES-
Yearbook/1998/thompson.htm
Tolmazin, D. (1985). Elements of dynamic oceanography. Boston: Allen and
Unwin.
Abiyoga, R., Suryanti, S., & Muskananfola, M. R. (2018). Strategi Pengembangan
Kegiatan Konservasi Mangrove Di Desa Bedono Kabupaten Demak.
Management of Aquatic Resources Journal (MAQUARES), 6(3), 293– 301.
Anwar, C., & Gunawan, H. (2006). Peranan ekologis dan sosial ekonomis hutan
mangrove dalam mendukung pembangunan wilayah pesisir. Makalah Utama
Pada Ekspose Hasil-Hasil Penelitian: Konservasi Dan Rehabilitasi Sumberdaya
Hutan. Padang, 20, 23–34. Asari, A., Toloh, B. H., & Sangari, J. R. (2018).
Pengembangan ekowisata bahari berbasis masyarakat di desa Bahoi,
kecamatan Likupang Barat, kabupaten Minahasa Utara. Jurnal Ilmiah Platak,
6(1), 29–41. Astuti, Y., & Rachman, I. N. A. (2021). STUDI POTENSI DAN
RAGAM PEMANFAATAN HUTAN MANGROVE BAGI MASYARAKAT DESA
GOLO SEPANG MANGGARAI BARAT. Jurnal Silva Samalas, 4(2), 48– 53.
https://doi.org/10.33394/jss.v4i2.4873 Efendi, M. (2021). TATA KELOLA
KOLABORATIF PENGELOLAAN EKOWISATA MANGROVE DI INDONESIA.
JISP (Jurnal Inovasi Sektor Publik), 1(1), 40–69. Ely, A. J., Tuhumena, L.,
25

Sopaheluwakan, J., & Pattinaja, Y. (2021). Strategi Pengelolaan Ekosistem


Hutan Mangrove di Negeri Amahai. TRITON: Jurnal Manajemen Sumberdaya
Perairan, 17(1), 57–67. Fandeli, C. (2000). Pengertian dan konsep dasar
ekowisata. Yogyakarta, Fakultas Kehutanan UGM. 25 Geografis. (n.d.).
Manggarai Barat. Retrieved March 3, 2022, from
https://portal.manggaraibaratkab.go.id/geografis/ Hewandati, Y. T. (2018).
Pengelolaan Ekosistem Mangrove Berbasis Masyarakat Secara Berkelanjutan:
Studi Kasus Desa Blanakan, Subang, Jawa Barat. Seminar Nasional FMIPA,
Universitas Terbuka, PeranMatematika, Sains, Dan Teknologi Dalam Mencapai
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Hidayat, M. T. (2021). Strategi
Pengembangan Usaha Kopi Mangrove (Rhizopora Stylosa) Di Mitra Pokmaswas
Desa Lembung. Syntax Literate; Jurnal Ilmiah Indonesia, 6(4), 1842–1858.
Hidayatullah, M., & Pujiono, E. (2014). STRUKTUR DAN KOMPOSISI JENIS
HUTAN MANGROVE DI GOLO SEPANG – KECAMATAN BOLENG
KABUPATEN MANGGARAI BARAT. Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea,
3(2), 151–162. Joandani, G. K. J., Pribadi, R., & Suryono, C. A. (2019). Kajian
potensi pengembangan ekowisata sebagai upaya konservasi mangrove di Desa
Pasar Banggi, Kabupaten Rembang 5. Journal of Marine Research, 8(1), 117–
126. Kristiningrum, R., Lahjie, A. M., & Yusuf, S. (n.d.). MINAT KONSUMEN DAN
STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA HUTAN MANGROVE DI
KELURAHAN MENTAWIR KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA. Jurnal
Hutan Tropis, 8(3), 291–297. Nugroho, T. S., Fahrudin, A., Yulianda, F., &
Bengen, D. G. (n.d.). Analisis kesesuaian lahan dan daya dukung ekowisata
mangrove di Kawasan Mangrove Muara Kubu, Kalimantan Barat. 15. Prakoso, A.
A., & Irawati, N. (2018). Performa Hutan Mangrove Wanatirta berbasis
Ekowisata. 26 Prihadi, D. J., Riyantini, I. R., & Ismail, M. R. (2018). Pengelolaan
kondisi ekosistem mangrove dan daya dukung lingkungan kawasan wisata
bahari mangrove di Karangsong Indramayu. Jurnal Kelautan Nasional, 13(1), 53–
64. Rajab, M. A. (2020). Potensi biofisik ekosistem mangrove untuk ekowisata di
kampung parambu, kabupaten jeneponto. Jurnal Kepariwisataan Dan
Hospitalitas, 4(1), 25–29. Salamor, Y. L., Limba, S., & Pattimahu, D. V. (2017).
KAJIAN PENGELOLAAN EKOWISATA BERBASIS EKONOMI DAN SOSIAL
(Studi Kasus Semenanjung Nusaniwe Kota Ambon Provinsi Maluku). JURNAL
HUTAN PULAU-PULAU KECIL, 1(3), 275–286. Sari, D. M., Suryanti, S., &
Sulardiono, B. (2019). PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE SEBAGAI
KAWASAN EKOWISATA DI MAROON MANGROVE EDU PARK (MMEP)
SEMARANG, JAWA TENGAH Management Of Mangrove Ecosystem As
Ecotourism Area In Maroon Mangrove Edu Park (MMEP) Semarang, Central
Java. Management of Aquatic Resources Journal (MAQUARES), 8(1), 37–45.
Taluke, D., Lakat, R. S., & Sembel, A. (2019). Analisis preferensi masyarakat
dalam pengelolaan ekosistem mangrove di pesisir pantai kecamatan loloda
kabupaten halmahera barat. Spasial, 6(2), 531–540. Wardhani, M. K. (2011).
KAWASAN KONSERVASI MANGROVE: SUATU POTENSI EKOWISATA. Jurnal
Kelautan: Indonesian Journal of Marine Science and Technology, 4(1), 60–76.
https://doi.org/10.21107/jk.v4i1.891 Yulianita, S., & Romadhon, A. (2020).
PENGELOLAAN MANGROVE BERKELANJUTAN UNTUK KEGIATAN
EKOWISATA DI PANTAI MENGARE KABUPATEN GRESIK. Juvenil: Jurnal
Ilmiah Kelautan Dan Perikanan, 1(1), 29–37.
26

LAMPIRAN

Lampiran 1 Data panjang dan bobot ikan kuniran (Upeneus sulphureus)


betina
No L (mm) W (gram) JK Log L Log W
1 156 35 B 2,1931 1,5441
2 155 29 B 2,1903 1,4624
3 150 28 B 2,1761 1,4472
4 162 33 B 2,2095 1,5185
5 152 30 B 2,1818 1,4771
6 160 34 B 2,2041 1,5315
7 145 25 B 2,1614 1,3979
8 150 25 B 2,1761 1,3979
9 166 39 B 2,2201 1,5911
10 157 31 B 2,1959 1,4914
11 156 36 B 2,1931 1,5563
12 165 44 B 2,2175 1,6435
13 146 26 B 2,1644 1,4150
14 160 38 B 2,2041 1,5798
15 160 36 B 2,2041 1,5563
16 151 30 B 2,1790 1,4771
17 151 29 B 2,1790 1,4624
18 143 26 B 2,1553 1,4150
19 145 26 B 2,1614 1,4150
20 160 35 B 2,2041 1,5441
21 145 30 B 2,1614 1,4771
22 145 25 B 2,1614 1,3979
23 147 27 B 2,1673 1,4314
24 162 30 B 2,2095 1,4771
25 152 28 B 2,1818 1,4472
26 150 33 B 2,1761 1,5185
27 158 37 B 2,1987 1,5682
28 155 31 B 2,1903 1,4914
29 172 47 B 2,2355 1,6721
30 153 33 B 2,1847 1,5185
31 150 27 B 2,1761 1,4314
32 154 29 B 2,1875 1,4624
33 150 27 B 2,1761 1,4314
34 154 29 B 2,1875 1,4624
35 160 39 B 2,2041 1,5911
36 155 34 B 2,1903 1,5315
37 140 27 B 2,1461 1,4314
38 170 36 B 2,2304 1,5563
39 145 27 B 2,1614 1,4314
40 150 31 B 2,1761 1,4914
41 155 32 B 2,1903 1,5051
42 150 29 B 2,1761 1,4624
43 155 35 B 2,1903 1,5441
44 145 29 B 2,1614 1,4624
27

Lampiran 1 (Lanjutan)
No L (mm) W (gram) JK Log L Log W
45 140 29 B 2,1461 1,4624
46 150 33 B 2,1761 1,5185
47 145 29 B 2,1614 1,4624
48 140 25 B 2,1461 1,3979
49 150 28 B 2,1761 1,4472
50 160 34 B 2,2041 1,5315
51 156 35 B 2,1931 1,5441
52 155 29 B 2,1903 1,4624
53 150 28 B 2,1761 1,4472
54 162 33 B 2,2095 1,5185
55 152 30 B 2,1818 1,4771
56 160 34 B 2,2041 1,5315
57 145 25 B 2,1614 1,3979
58 150 25 B 2,1761 1,3979
59 166 39 B 2,2201 1,5911
60 157 31 B 2,1959 1,4914
61 156 36 B 2,1931 1,5563
62 165 44 B 2,2175 1,6435
63 146 26 B 2,1644 1,4150
64 160 38 B 2,2041 1,5798
65 160 36 B 2,2041 1,5563
66 151 30 B 2,1790 1,4771
67 151 29 B 2,1790 1,4624
68 143 26 B 2,1553 1,4150
69 145 26 B 2,1614 1,4150
70 160 35 B 2,2041 1,5441
71 145 30 B 2,1614 1,4771
72 145 25 B 2,1614 1,3979
73 147 27 B 2,1673 1,4314
74 162 30 B 2,2095 1,4771
75 152 28 B 2,1818 1,4472
28

Lampiran 2 Layout hatchery (Sumber: DJPB Direktorat Perbenihan)


29

Lampiran 3 Dokumentasi pelaksanaan praktik akhir

Proses wawancara pelaku perikanan Proses wawancara masyarakat


setempat

Pengambilan sampel sedimen Pengambilan sampel air


30

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kabupaten Ende pada tanggal 28


April 2000, anak pertama dari lima bersaudara dari pasangan
Bapak (Alrhm) Johanes makatita dan Ibu Magdalena
anaktototy. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar
pada tahun 2012 di SDK, kemudian pada tahun 2015
menamatkan Sekolah Menengah Pertama di SMP Katolik
Frateran Ndao dan melanjutkan pendidikan ke Sekolah
Menengah Atas di SMA Katolik Ftrateran Ndao dan lulus pada
tahun 2018. Penulis kemudian melanjutkan pendidikannya ke
jenjang salah satu perguruan tinggi kedinasan di Indonesia, yaitu Politeknik Ahli
Usaha Perikanan Jakarta Diploma IV pada program studi Teknologi Pengelolaan
Sumberdaya Perairan (TPS), Penulis berhasil menyelesaikan Karya Ilmiah
Praktek Akhir yang berjudul “Potensi Ekosistem Mangrove Untuk Ekowisata Di
Desa Golo Sepang, Kecamatan Boleng, Kabupaten Manggarai Barat,Nusa
Tenggara Timur”. Pada bulan Agustus 2022 penulis dinyatakan lulus dan
memperoleh sebutan Sarjana Terapan Perikanan (S.Tr.Pi).

Anda mungkin juga menyukai