Anda di halaman 1dari 158

i

VALUASI EKONOMI EKOSISTEM TERUMBU KARANG


TAMAN WISATA PERAIRAN KAPOPOSANG
KABUPATEN PANGKEP

THE ECONOMIC VALUATION OF CORAL REEF


ECOSYSTEMS IN KAPOPOSANG MARINE TOURISM PARK,
PANGKEP REGENCY

HASLINDAH
P 0201210003

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2012
ii

VALUASI EKONOMI EKOSISTEM TERUMBU KARANG


TAMAN WISATA PERAIRAN KAPOPOSANG
KABUPATEN PANGKEP

Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Magister

Program Studi
Perencanaan dan Pengembangan Wilayah

Disusun dan diajukan oleh

HASLINDAH
P 0201210003

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2012
TESIS

VALUASI EKONOMI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI TAMAN


wsATA PERATRAN (TWP) KAPOPOSANG
KABUPATEN PANGKEP

Disusun dan diajukan oleh

HASLINDAH
Nomor Pokok P0201210003

Telah dipertahankan di depan Panitia Ujian Tesis


Bada tanggal 06 Agustus2012
dinyatakan telah memenuhi syarat

Menyetujui
Komisi Penasehat,

Ketua Program Studi


Perencanaan Pengembangan Wilayah
iv

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Haslindah
Nomor Mahasiswa : P 0201210003
Program Studi : Perencanaan dan Pengembangan Wilayah
Konsentrasi : Manajemen Kelautan

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini


benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan
pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila di kemudian
hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis
ini hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan
tersebut.

Makassar, September 2012


Yang menyatakan

Haslindah
v

PRAKATA

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul :
“Valuasi Ekonomi Ekosistem Terumbu Karang di Taman Wisata Perairan
Kapoposang Kabupaten Pangkep” ini.

Penyusunan tesis ini merupakan salah satu syarat untuk


memperoleh gelar Magister dalam program studi Perencanaan dan
Pengembangan Wilayah Konsentrasi Manajemen Kelautan pada Program
PASCASARJANA Universitas Hasanuddin Makassar.

Dalam penyusunan tesis ini, berbagai pihak telah banyak


memberikan dorongan, bantuan serta masukan sehingga dalam
kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada :

Ketua Program Studi Perencanaan dan Pengembangan Wilayah


pada Program Pascasarjana Universitas Hasanudddin, Bapak Dr. Ir.
Roland Barkey, Ketua Konsentrasi Manajemen Kelautan Prof. Dr. Ir.
Yusran Nur Indar, M.Phill sekaligus sebagai pembimbing utama yang telah
banyak memberikan pengetahuan, bimbingan dan doa restunya.

Bapak Dr. Hasmin, SE, M.Si selaku pembimbing kedua yang telah
memberikan pengetahuan dan bimbingannya yang sangat bermanfaat
bagi penyusunan tesis ini.

Bapak Prof. Dr. Ir. Nasir Nessa; Dr. Rijal Idrus dan Dr. Ir. Rahim
Darma selaku penguji yang telah memberikan kritikan dan saran dalam
penyusunan tesis ini.

Direktur Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin Prof. Dr. Ir.


Mursalim beserta seluruh staf atas segala bantuan dan kemudahan yang
telah diberikan selama pendidikan.
vi

BKKPN Kupang selaku pengelola TWP Kapoposang atas segala


bantuan dan kemudahan yang diberikan selama melaksanakan penelitian
sehingga tesis ini dapat selesai tepat pada waktunya.

Spesial thanks buat Ayah dan Ibu saya tercinta, Kakak, beserta
adik saya tersayang Muhammad Anis Abulkhair Nur Afif, Nenek, Kakek,
Om, Tante, dan semua keluarga yang selalu memberikan dukungan moril
dan materiil sehingga tugas akhir ini dapat terlaksana dengan baik.
Kesabaran dan perhatiannya selama ini serta yang terpenting
kebersamaan yang terbaik dalam situasi yang paling buruk yang pernah
dihadapi.

Mitra Bahari, Coremap II dan Prof. Dr. Jamaluddin Jompa, Ph.D


yang telah memberikan bantua beasiswa penelitian, sekaligus
memberikan banyak masukan selama penelitian.

Sahabat dan teman-temanku Ni’mawati Syariah, Marhayana,


Deasy Ariani, Hasan, Sukardi, Awaludinnoer, Fadly Anggriawan, Ahmad
Zulqadry serta semua teman-teman di Puslitbang LP3k yang tidak
mungkin saya sebutkan satu persatu, atas segala dukungan, bantuan dan
sarannya sehingga tesis ini dapat terselesaikan dengan baik.

Kepada semua pihak yang membantu terlaksananya tesis ini,


terima kasih atas dukungna dan doanya selama ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini masih banyak


kekurangan, oleh karenanya kritik dan saran sangat penulis harapkan
guna menyempurnakan penulisan ini.

Akhir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih dan semoga


tesis ini dapat berguna bagi kita semua.

Makassar, September 2012

Penulis
vii

ABSTRAK

Haslindah. Valuasi Ekonomi Taman Wisata Perairan Kapoposang,


Kabupaten Pangkep (dibimbing oleh Yusran Nur Indar dan Hasmin).

Penelitian ini bertujuan mengetahui (1)Nilai ekonomi total ekosistem


terumbu karang di TWP Kapoposang dan (2) Untuk mengetahui Strategi
Optimalisasi nilai Ekonomi TWP Kapoposang.
Penelitian ini dilaksanakan di Taman Wisata Perairan
Kapoposang, Kabupaten Pangkep, mulai bulan April sampai dengan
Juli 2012. Jenis penelitian yang digunakan adalah survei dengan
mengambil sampel sebanyak 69 nelayan sebagai responden yang
ditentukan berdasarkan Purposive Random Sampling berdasarkan
jenis alat tangkap yang digunakan dan menggunakan daftar
pertanyaan sebagai alat pengumpulan data. Untuk mengetahui total
nilai ekonomi terumbu karang, data dianalisis dengan menjumlahkan
nilai manfaat langsung, nilai manfaat tak langsung, nilai manfaat
pilihan, nilai manfaat keberadaan, dan nilai manfaat warisan terumbu
karang, analisis kedua membandingkan penelitian yang dilakukan oleh
peneliti sebelumnya tahun 2006 dan penelitian yang dilakukan oleh
penulis tahun 2012 untuk memperoleh strategi optimalisasi nilai
ekonomi dari kawasan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Total Nilai Ekonomi Taman
Wisata Perairan Kapoposang adalah sebesar Rp 53,528,022,908,-/tahun
atau Rp 46,304,518,-/ha/tahun dengan manfaat langsung memberikan
kontribusi terbesar yaitu sebesar Rp 25,685,442,597,-/tahun atau sebesar
(47,99%). Hasil penelitian dari dua tahun yang berbeda yaitu tahun 2006
dan tahun 2012 kelihatan perbedaan nilai valuasi ekonomi yang dihasilkan
pada tahun 2006 nilai manfaat langsung sebesar Rp 2,905,367,708/tahun
sedangkan pada tahun 2012 nilai manfaat langsung sebesar Rp
5,650,867,202/tahun dengan kenaikan sebesar 94.50%, demikian halnya
dengan manfaat tak langsung, manfaat pilihan, manfaat keberadaan, dan
manfaat warisan, dikarenakan jumlah alat tangkap yang semakin
bertambah dan yang paling mempengaruhi adalah harga dari sumberdaya
tersebut semakin tinggi, selain itu jumlah wisatawan yang berkunjung di
wilayah tersebut semakin banyak baik wisatawan lokal maupun wisatawan
mancanegara.

Kata Kunci : Valuasi Ekonomi, Ekosistem Terumbu Karang, TWP


Kapoposang
viii

ABSTRACT

Haslindah. Economic Valuation of Coral Reef Ecosystems in Kapoposang


Marine Tourism Park, Pangkep Regency (supervised by Yusran Nur Indar
and Hasmin).

This study aims to find out (1) the total economic value of coral
reef ecosystems in Kapoposang Marine Tourism Park and (2) The
strategy of optimization of economic value of Kapoposang Marine
Tourism Park. The research was conducted at Kapoposang Marine
Tourism Park, Pangkep Regency, from April to June 2012. The type of
research was a survey with 69 purposively withdrawn samples from
fishermen, based on the type of catching tools they used. The data
were collected through questionnaires.
To acknowledge the total the total economic value of coral
reefs, data was analyzed by calculating direct, indirect, selected,
exiting, and heritage benefit value of the coral reefs. Secon analysis
was comparing with the research conducted by previous researchers
in 2006 and research performed by the author in 2012 to obtain to
economic value optimization strategy of the area. The results of the
research indicated that the Total Economic Value of Kapoposang
Marine Tourism Park was Rp 53,528,022,908,-/year or Rp 46,304,518
ha/year, with biggest contribution from direct value as much as Rp
25,685,442,597,-/year or (47.99%) . Results of research from 2
different years 2006 and 2012 indicated a difference of economic
value earned in 2006 with direct value was Rp 2,905,367,708 /year,
meanwhile in 2012 the value was Rp 5,650,867,202 /year with an
increase of 94.50%, so was the indirect, selected, existence, and
heritage benefits, because the number catching tools was increasing,
and the most influential factor was the increase of the resource.
Besides all of those, the number of tourists (local/foreign) visiting the
area was also increasing.

Key-words : Economic Valuation, Coral Reef Ecosystem,


Kapoposang Marine Tourism Park
ix

DAFTAR ISI

halaman
PRAKATA ........................................................................................ v

ABSTRAK ........................................................................................ viii

ABSTRACT ...................................................................................... ix

DAFTAR ISI .................................................................................... x

DAFTAR TABEL ............................................................................. xii

DAFTAR GAMBAR ......................................................................... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................... xv

I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .................................................................... 1


B. Rumusan Masalah .............................................................. 6
C. Tujuan Penelitian ................................................................ 6
D. Kegunaan Penelitian ........................................................... 7

II TINJAUAN PUSTAKA

A. Ekosistem Terumbu Karang …………………………………… 8

B. Kerusakan dan Degradasi Ekosistem Terumbu Karang ……. 11

C. Fungsi Ekologi dan Ekonomi Ekosistem Terumbu Karang …. 14

D. Review Studi Terdahulu Valuasi Ekonomi Terumbu Karang... 16

E. Metode Valuasi Ekonomi Ekosistem Terumbu Karang………. 18

F. Kerangka Konseptual ……………………………………………. 24

G. Definisi Operasional ................................................................. 26

III METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................ 27


B. Jenis dan Sumber Data ....................................................... 28
C. Populasi dan Sampel .......................................................... 28
x

D. Metode Pengumpulan Data ................................................ 30


E. Analisis Data ........................................................................ 32
IV DESKRIPSI TAMAN WISATA PERAIRAN KAPOPOSANG

A. Keadaan Wilayah ................................................................... 39


B. Topografi, Iklim dan Keadaan Angin ..................................... 55
C. Ekosistem Terumbu Karang................................................... 58
D. Kondisi Objektif Sosial Ekonomi Masyarakat
TWP Kapoposang .................................................................. ` 64

V HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Nilai Ekonomi Ekosistem Terumbu Karang

• Manfaat Langsung Ekosistem Terumbu Karang .............. 72


• Manfaat Tak Langsung ................................................... 82
• Manfaat Pilihan ............................................................... 85
• Manfaat Keberadaan ...................................................... 86
• Nilai Warisan ................................................................... 88
• Total Nilai Ekonomi Ekosistem Terumbu Karang Pada
Kawasan TWP kapoposang ............................................ 89
B. Strategi Optimalisasi Nilai Ekonomi

1. Perbandingan Hasil penelitian Valuasi Ekonomi


Tahun 2006 dan 2012 ....................................................... 92
2. Strategi Pengelolaan Kawasan TWP Kapoposang ........... 94

VI PENUTUP

A. Kesimpulan Penelitian ........................................................... 99


B. Rekomendasi Penelitian ....................................................... 100

DAFTAR PUSTAKA
xi

DAFTAR TABEL
Tabel halaman

1. Biota di Dalam Ekosistem Terumbu Karang


Kepulauan Kapoposang .......................................................... 10

2. Defenisi dan Contoh Komposisi Total Economic


Value (TEV) ............................................................................ 21

3. Teknik Valuasi Ekonomi Berdasarkan Pengelompokan


Nilainya ................................................................................... 23

4. Matriks Jenis Dan sumber Data .............................................. 28

5. Data Jenis dan Jumlah alat Tangkap yang


Beroperasi di Perairan TWP kaoposang ................................. 29

6. Nilai Ekonomi Ekosistem Terumbu Karang Pulau


kapoposang ............................................................................. 37

7. Kondisi Taman Wisata Perairan Kapoposang ......................... 40

8. Jumlah Penduduk Desa Mattiro Matae dan


Mattiro Ujung ........................................................................... 65

9. Hasil Tangkapan dan Jenis Alat tangkap pada TWP


Kapoposang Kabupaten Pangkep ........................................... 74

10. Nilai Ekonomi Manfaat Langsung Perikanan Terumbu


TWP Kapoposang .................................................................. 75

11. Biaya yang Dikeluarkan Wisatawan selama Melakukan


Wisata Diving di TWP Kapoposang Kabupaten Pangkep ........ 77

12. Jumlah dan Biaya Rumah yang Menggunakan


Batu Karang untuk Pembangunan di TWP
Kapoposang ............................................................................. 79

13. Nilai Rata-rata Manfaat Penelitian pada TWP


Kapoposang ............................................................................. 81

14. Total Nilai Manfaat Langsung Ekosistem


Terumbu Karang pada Perairan TWP
Kapoposang Kabupaten Pangkep ........................................... 81

15. Biaya Pembuatan Breakwater Kecamatan


Liukang Tupabbiring ............................................................... 83
xii

16. Biaya Pembuatan Penahan Ombak (Breakwater)


di TWP kapoposang................................................................. 84

17. Nilai Keberadaan Ekosistem Terumbu Karang di


TWP Kapoposang ................................................................... 88

18. Total Nilai Ekonomi Ekosistem Terumbu Karang


di TWP Kapoposang ................................................................ 90

19. Perbandingan Hasil Penelitian Valuasi Ekonomi


Tahun 2006 dan Tahun 2012 di Pulau
Kapoposang Kabupaten Pangkep ........................................... 92
xiii

DAFTAR GAMBAR
Gambar halaman

1. Diagram Kerangka Konseptual Valuasi Ekonomi


Terumbu Karang ......................................................................... 25

2. Peta Taman Wisata Perairan Kapoposang ............................. 31

3. Kelimpahan Karang di Perairan Pulau


Kapoposang ............................................................................. 43

4. Kelimpahan Ikan Karang di Perairan Pulau


Kapoposang ............................................................................. 44

5. Kelimpahan Karang di Perairan Pulau


Gondongbali ............................................................................ 48

6. Kelimpahan Ikan Karang di Perairan Pulau


Gondongbali ............................................................................ 49

7. Persentase Tutupan Terumbu Karang di Pulau


Gondongbali ........................................................................... 58

8. Persentase Tutupan Terumbu Karang di Pulau


Suranti .................................................................................... 61

9. Persentase Tutupan Terumbu Karang di Pulau


Kapoposang ............................................................................. 63
xiv

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran

1. Lembar Kuesioner Penelitian

2. Identitas Responden

3. Biaya yang Dikeluarkan Nelayan

4. Hasil Tangkapan

5. Pendapatan Bersih

6. Identitas Responden dan Nilai WTP Pulau Kapoposang

7. Hasil Tangkapan Nelayan Pulau Kapoposang

8. Biaya yang Dikeluarkan Nelayan Pulau Kapoposang

9. Pendapatan Bersih Nelayan Pulau Kapoposang

10. Perhitungan Valuasi Ekonomi Ekosistem Terumbu Karang Pulau


Kapoposang

11. Gambar Jenis Alat Tangkap yang Beroperasi di TWP Kapoposang

12. Penginapan yang Berada di Pulau Kapoposang


1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kepulauan Kapoposang merupakan bagian dari Kepulauan

Spermonde dan secara administratif masuk dalam wilayah Kabupaten

Pangkajene Kepulauan (Pangkep) Provinsi Sulawesi Selatan. SK Menteri

Kehutahan No. 588/KPTS-VI/1996 tanggal 12 September 1996

menetapkan Kepulauan Kapoposang sebagai Taman Wisata Alam Laut

dengan luas sebesar 50.000 hektar dan memiliki panjang batas 103 km.

Saat ini Pengelolaan Kepulauan Kapoposang dan perairan sekitarnya

telah diserahkan kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan sesuai

dengan Berita Acara Serah Terima No. BA.108/MEN.KP/III/2009 pada

tanggal 4 Maret 2009. Kawasan ini dan laut disekitarnya ditetapkan

sebagai Taman Wisata Perairan Kepulauan Kapoposang (TWP

Kepulauan Kapoposang) sesuai dengan Keputusan Menteri Kelautan dan

Perikanan Nomor KEP.66/MEN/2009.

Taman Wisata Perairan (TWP) Kapoposang kaya akan

sumberdaya hayati laut khususnya terumbu karang. Total luas reef flat

adalah sebesar 1.156 ha, dengan kondisi terumbu karang yang relatif

masih baik, di dalamnya hidup dan berkembang biak berbagai jenis ikan

maupun sumberdaya perikanan lainnya berupa molusca dan

echinodermata. Kawasan ini menjanjikan pemandangan pesona bawah air

yang tidak ada duanya di Kepulauan Spermonde. Ada beberapa titik


2

andalan bagi para penyelam yang ingin menikmati pesona bawah air

Pulau Kapoposang antara lain Titik Penyelaman Gua (Cave Point), Titik

Hiu (Shark Point), dan Titik Penyelaman Penyu (Turtle Point). Khusus

mengenai titik penyu (turtle point) Pulau Kapoposang memiliki satu titik

khusus yang merupakan habitat alami bagi Penyu Sisik (Erethmochelys

imbricata). Penyu Sisik di Pulau Kapoposang sangat jinak karena jarang

diganggu oleh masyarakat sekitar, di tempat lain, wisatawan hanya dapat

melihat penyu di darat, tetapi di tempat ini wisatawan dapat berenang,

berfoto, bahkan dapat menyentuh langsung penyu sisik di dalam laut.

Untuk dapat melihat spesies unik ini, cukup melakukan penyelaman

selama kurang lebih satu setengah jam dan menyelam sejauh kurang

lebih 500 meter maka penyelam dapat menyaksikan puluhan penyu sisik

dengan berbagai ukuran yang berenang bebas di antara keindahan

terumbu karang. Terkadang penyu sisik juga dapat ditemukan sedang

beristirahat di antara gua-gua (cave) pada dinding (wall) karang. Beberapa

lokasi di Pulau Kapoposang teridentifikasi sebagai daerah tempat bertelur

bagi Penyu Sisik, dari Bulan Desember-April merupakan musim bertelur

bagi spesies ini (Coremap, 2011).

Keindahan alami dan keunikan terumbu karang pada kawasan ini

menarik turis domestik maupun mancanegara untuk datang. Manfaat

wisata bahari ini sangat tinggi karena tak hanya menghasilkan devisa

tetapi juga efek pengganda lainnya seperti perdagangan lokal dan

regional, hotel dan restoran serta transportasi. Namun bila keadaan


3

terumbu karang tidak dapat dipertahankan, maka manfaat langsung dan

efek penggandaan tersebut juga akan sirna.

Terumbu karang menyediakan berbagai pemakaian langsung dan

tak langsung yang bermanfaat bagi masyarakat Indonesia, khususnya

masyarakat pesisir. Pemakaian yang paling dominan dan paling bernilai

adalah besarnya hasil yang dapat diperoleh dari sumberdaya perikanan

laut yang didukung oleh ekosistem terumbu karang dengan estimasi

sebesar 5 ton/km2 (Snedaker and Getter, 1985 dalam Sjafrie NDM, 2010).

Hasil ini tak terbatas pada ikan dan Crustacea yang dipanen langsung dari

ekosistem terumbu karang tetapi juga mencakup sejumlah besar varitas

dan kuantitas organisme yang bergantung pada ekosistem terumbu

karang.

Struktur terumbu karang juga melindungi pulau, pantai yang

bernilai, dan kawasan industri dari ganasnya gelombang serta badai dan

tenaga alami lainnya di laut. Sebagai tambahan, telah dilaporkan bahwa

ekosistem terumbu karang memiliki peran utama dalam mengurangi

pemanasan global karena fungsinya sebagai penangkap karbon yang

besar. Penambangan karang telah didokumentasi sebagai bahan

konstruksi, pembuatan jalan, dan produksi kapur di berbagai tempat di

Indonesia (Praseno dan Sukarno, 1977; Dahuri, 1991 dalam Sjafrie NDM,

2010). Dari sudut pandang keanekaragaman hayati dapat dikatakan

bahwa terumbu karang merupakan ekosistem yang sangat kompleks yang

mendukung banyak kehidupan. Terumbu karang telah diidentifikasi

memiliki nilai konservasi yang tinggi seperti hutan hujan karena


4

keragaman biologis, secara estetika menarik, dan memiliki fungsi sebagai

cadangan keanekaragaman genetika.

TWP Kapoposang yang kaya akan sumber daya alam hayati, tidak

terlepas dari bidikan masyarakat untuk mengambil dan memperoleh

manfaat ekonomi dari keberadaan kekayaan yang ada di dalamnya.

Menurut peraturan, pengambilan dan pemanfaatan sumber daya alam di

dalam kawasan TWP Kapoposang sepanjang sesuai dengan peraturan

tidaklah menjadi masalah. Namun yang terjadi adalah kegiatan illegal

seperti illegal fishing apalagi beberapa pelaku menggunakan teknik dan

peralatan yang merusak lingkungan. yang dapat mengancam kelestarian

sumberdaya keanekaragaman hayati dalam kawasan ini.

Nelayan yang beroperasi di dalam kawasan ini, terutama nelayan

dari luar biasa memakai bahan peledak (bom) dan masyarakat setempat

menggunakan bahan beracun dalam menangkap ikan. Penggunaan

bahan peledak dan bahan beracun dapat memusnahkan organisme dan

merusak lingkungan. Penggunaan bahan peledak dalam penangkapan

ikan menimbulkan efek negatif yang sangat besar. Selain rusaknya

terumbu karang yang ada si sekitar lokasi peledakan, hal itu juga dapat

menyebabkan kematian organisme lain yang bukan merupakan target.

Kehadiran program-program COREMAP II di TWP Kapoposang belum

sepenuhnya mampu mengendalikan kegatan-kegiatan penangkapan ikan

yang merusak lingkungan (bius dan bom). Meskipun secara kuantitas,

aktiftas illegal ini tidak semasif tahun-tahun sebelumnya. (Coremap II,

2011).
5

Eksploitasi sumberdaya alam dan lingkungan yang berlebihan akan

mempercepat kepunahan, dan tidak mendukung pembangunan yang

berkelanjutan. Eksploitasi yang berlebihan dapat terjadi karena

sumberdaya alam dan lingkungan hanya dinilai dari sisi yang dapat

memberikan manfaat langsung saja. Padahal, nilai sumberdaya alam dan

lingkungan sangat banyak. Oleh karena itu valuasi sumberdaya alam dan

lingkungan secara menyeluruh menjadi penting karena akan memberikan

nilai ekonomi total dari sumberdaya tersebut. Valuasi ekonomi

sumberdaya alam dan lingkungan merupakan suatu instrumen ekonomi

yang menggunakan teknik valuasi untuk mengestimasi nilai moneter dari

barang dan jasa yang diberikan oleh sumberdaya alam dan lingkungan

(Garrod dan Willis, 1999 dalam Sjafrie NDM, 2010).

Pemahaman tentang konsep Valuasi Ekonomi memungkinkan para

pengambil kebijakan untuk mengelola dan menggunakan berbagai

sumberdaya alam dan lingkungan pada tingkat yang paling efektif dan

efesien serta mampu mendistribusikan manfaat dan biaya konservasi

secara adil. Mengingat valuasi ekonomi dapat digunakan untuk

menunjukkan keterkaitan antara konservasi dan pembangunan ekonomi,

maka valuasi ekonomi dapat menjadi suatu instrumen penting dalam

peningkatan penghargaan dan kesadaran masyarakat terhadap barang

dan jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam dan lingkungan

khususnya ekosistem terumbu karang. Selain itu nilai atau manfaat dari

sumberdaya yang telah dikonversi ke dalam nilai moneter sangat berguna

sebagai acuan untuk menetapkan ganti rugi, misalnya sewaktu-waktu ada


6

kapal tangker minyak mengalami kecelakaan yang mengakibatkan

muatannya tumpah di wilayah TWP Kapoposang.

Penelitian-penelitian tentang valuasi ekonomi ekosistem terumbu

karang telah banyak dilakukan di kepulauan Spermonde khususnya di

lokasi Coremap II dalam konsep pengelolaan KKLD/DPL namun penelitian

di Wilayah TWP sebagai pengelolaan Taman Nasional dalam satu konsep

kawasan belum pernah dilakukan, olehnya itu peneliti merasa perlu

melihat dan meneliti nilai ekonomi sumberdaya yang berada di dalam

kawasan Taman Wisata Perairan Kapoposang dengan judul Valuasi

Ekonomi Terumbu Karang di Taman Wisata Perairan Kapoposang.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang pada pembahasan sebelumnya

sehingga masalah dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Berapa besar nilai ekonomi total ekosistem terumbu karang di TWP

Kapoposang ?

2. Bagaimana Strategi Optimalisasi nilai Ekonomi TWP Kapoposang ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk

mengetahui :

1. Untuk mengetahui nilai ekonomi total ekosistem terumbu karang di

TWP Kapoposang.

2. Untuk mengetahui Strategi Optimalisasi nilai Ekonomi TWP

Kapoposang.
7

D. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk:

1. Memberikan gambaran nilai ekonomi dari terumbu karang khususnya

dan sumberdaya alam pada umumnya, sebagai arahan penentuan

kebijakan pengelolaan kawasan.

2. Menjadi referensi bagi peneliti selanjutnya sehubungan dengan

penelitian ini.
8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Ekosistem Terumbu Karang

Terumbu karang adalah bangunan kapur besar yang dibentuk dan

dihasilkan oleh binatang karang mekanisme berkapur lainnya, sehingga

membentuk suatu ekosisterm yang kompak sebagai habitat bagi biota-

biota laut. Karang adalah suatu kelompok organisme dari filum Colentrata,

kelas Anthozoa, terutama dari ordo Scleractinia yang merupakan

pembentuk Karang Batu dan Karang lunak. Karang batu adalah karang

hidup yang khusus berkapur, biasanya disebut juga sebagai karang

hermatipik. Sedangkan batu karang adalah karang yang sudah mati

berupa batu kapur.

Terumbu Karang merupakan suatu ekosistem khas yang terdapat

di wilayah pesisir daerah tropis. Terumbu terbentuk dari endapan masif

kalsium karbonat yang dihasilkan oleh organisme Karang hermatipik yang

hidup bersimbiosis dengan Zooxanthellae. Zooxanthellae dapat

menghasilkan bahan organik melalui proses fotosintesis, yang kemudian

disekresikan sebagian ke dalam usus polip sebagai pangan.

Secara ekonomis, ekosistem karang dapat dimanfaatkan baik

secara langsung maupun tidak langsung, yaitu: (1) sebagai tempat

penangkapan berbagai jenis ikan hias dan jenis biota laut yang dapat

dikonsumsi atau dipelihara dalam akuarium, 12 persen hasil tangkapan

laut dunia berasal dari daerah terumbu karang; dan perikanan Terumbu
9

Karang Asia Tenggara menghasilkan US$ 2,4 milyar; (2) sebagai

penyedia lapangan kerja, di mana sektor perikanan Maladewa

menyumbangkan 25 persen dari total lapangan kerja yang tersedia; (3)

sebagai objek wisata, di mana wisata selam dunia memberi kontribusi

sebesar 4,5 milyar dollar per tahun yang diperoleh dari 4.726 pusat dan

resort selam; (4) sebagai penghasil bahan konsttruksi bangunan dan

pembuatan kapur; (5) sebagai penghasil bahan aktif untuk obat dan

kosmetik; dan (6) sebagai laboratorium alam untuk penunjang pendidikan

dan penelitian (Tuwo, 2011).

Secara ekologis, ekosistem karang, khususnya yang berbentuk

terumbu karang tepi dan penghalang, berperan penting sebagai: (1)

produser primer, di mana ekosistem terumbu karang dapat menghasilkan

15 sampai 35 ton setara karbon per Ha setiap tahun; (2) pelindung daerah

pantai dari abrasi akibat hempasan ombak dan arus kuat yang berasal

dari laut; (3) sebagai habitat atau tempat tinggal, tempat mencari makanan

(feeding ground), tempat asuhan dan pembesaran (nursery ground),

tempat pemijahan (spawning ground) bagi berbagai biota yang hidup di

Terumbu Karang dan sekitarnya, dan (4) pendaur zat-zat hara secara

efesien (Tuwo, 2011).

Kapoposang merupakan tipe perwakilan terumbu karang, lamun,

hutan pantai. Paparan terumbu karang relatif luas dan mengelilingi Pulau

Kapoposang. Paparan terumbu karang ini memanjang ke arah barat.

Terumbu karang membentuk daratan (reef flat) sejauh 200 meter sampai

tubir, dengan kedalaman 1-10 meter pada saat air laut surut. Jenis yang
10

telah teridentifikasi pada kedalaman kurang dari 10 meter sebanyak 9

famili karang keras, 1 famili karang lunak, 2 famili anemon, 4 famili

gorgonian,dan 5 famili sponges.

Tabel 1. Biota di Dalam Ekosistem Terumbu Karang Kepulauan


Kapoposang
No. Kelompok Biota Jenis
1. Sponges raksasa Xestopongia sp (di Perairan Batu Mandura),
2. Karang Acropora sp, Pocillopora sp, Porites sp,
Goniopora sp, Alveopora sp, Pectinia sp,
Lobophyllia sp, dll.
3. Ikan karang Lele laut (Plotosus lineatus), Ikan kadal (Synodus
sp), Lepu ayam (Pterois volitans), Karapu
(Cephalopholis miniata), Napoleon (Chelinus
undulatus), Ekor kuning (Caesio cuning), Kepe
(Chaetodon sp), Angelfish (Centropyge
multifasciatus), Bendera (Heniochus singularius),
Sersan mayor (Abudefduf sp), Pinguin
(Gomphosus varius), Moorish idol (Zanclus
canescens), dan Kakatua (Scarus bleekeri).
4. Lamun Enhalus acroides, Thallasia hemprichii,
Cymodocea rotundata, Cymodocea nonosa,
Syringodium filiforme, dan Halophila minor.
5. Algae Halimeda cylindracea, Padina gymnospora,
Boergesenii forbesii, Hypnea sp, Gracillaria sp,
Euchema alvarezii, dll.
6. Mollusca Gastropoda (siput) dan Pelecypoda (Kerang-
kerangan), terdapat pula dari kelas Amphineura,
Scaphopoda, dan Cephalopoda, terdapat pula
siput laut ukuran besar seperti Trocus niloticus,
Mata bulan (Turbo marmoratus L.), Keong triton
trompet (Charonia tritonis), Kepala kambing
(Cassis cornuta), dan Tedong-tedong (Lambis
chiragra).
Sumber : COREMAP II, 2008

Ekosistem terumbu karang menyumbangkan berbagai biota laut

seperti ikan, karang, moluska, echinodermata, dan krustasae bagi

masyarakat di kawasan pesisir, dan bersama ekosistem pantai lainnya


11

menyediakan makanan dan menjadi tempat berpijah bagi berbagai jenis

biota laut yang benilai ekonomi tinggi. Perairan yang memiliki ekosistem

terumbu karang, pada kedalaman kurang dari 30 meter dapat

menghasilkan ikan sebanyak 15 ton. Karena itu, terumbu karang menjadi

sumber ekonomi bagi masyarakat, khususnya masyarakat pulau-pulau

kecil, tidak hanya dari beragam sumberdaya ikan yang terkandung di

dalamnya, tapi juga dari kegiatan pemanfaatan jasa-jasa lingkungan

terutama kegiatan wisata bahari. Bahkan dewasa ini berbagai jenis biota

yang hidup di ekosistem terumbu karang ternyata banyak mengandung

senyawa bioaktif sebagai bahan obat-oabatan, makanan, dan kosmetik

yang menjadi daya tarik tersendiri bagi berbagai pemangku kepentingan

(stakeholders), yang pemanfaatanya diharapkan dapat pula berkontribusi

bagi peningkatan ekonomi masyarakat (Bengen et al, 2006).

B. Kerusakan dan Degradasi Ekosistem Terumbu Karang

Terumbu karang mengalami banyak tekanan sebagai akibat pola

pemanfaatan yang tidak ramah lingkungan. Berdasarkan persentase

penutupan karang, kondisi ekosistem terumbu karang dapat

dikelompokkan menjadi empat, yaitu: (1) sangat baik atau exellent,

bilamana penutupan karang hidup sebanyak 75 persen hingga 100

persen; (2) baik atau good,bilaman penutupan karang hidup sebanyak 50

persen hingga 57 persen; (3) sedang atau fair, bilamana penutupan

karang hidup sebanyak 25 persen hingga 50 persen; (4) miskin atau poor,

bilamana penutupan karang hidup sebanyak 0 persen hingga 25 persen

(English et al, 1994 dalam Tuwo A, 2011). Berdasarkan keempat


12

pengelompokan tersebut, Suharsono (2007) memperoleh dari hasil

pengamatannya pada 325 stasiun yang tersebar di seluruh Indonesia,

bahwa hanya 7 persen terumbu karang Indonesia dalam kondisi sangat

baik. Sebanyak 22 persen dalam kondisi baik, 28 persen dalam kondisi

sedang, dan 43 persen dalam kondisi miskin atau rusak. Wilkinson (1993)

dalam Tuwo A (2011), menempatkan terumbu karang dalam katagori kritis

dan terancam.

Menurut Wilkinson (1993) dalam Tuwo A (2011), kondisi terumbu

karang dunia saat ini adalah: (1) sekitar 10 persen dalam kondisi hancur;

(2) sekitar 30 persen dalam kondisi kritis dan akan hilang dalam waktu 10

hingga 20 tahun kemudian jika tekanan antropogenik tidak berkurang

atau dihilangkan; (3) sekitar 30 persen dalam kondisi terancam, dan akan

nampak dalam 20 hingga 40 tahun ke depan, jika tekanan antropogenik

terus bertambah; dan (4) hanya sekitar 30 persen dari Terumbu Karang

dunia berada dalam kondisi stabil dan diharapkan akan bertahan dalam

waktu yang sangat lama.

Berdasarkan data Departemen Kelautan dan Perikanan. saat ini

sekitar 70 persen terumbu karang di laut Indonesia kondisinya sudah

rusak parah, dan hanya 30 persen yang masit relatif bagus. Khusus di

Sulawesi Selatan, terumbu karang telah mengalami kerusakan yang lebih

buruk, mencapai sekitar 75 persen yang umumnya disebabkan kegiatan

penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak.

Degradasi atau kerusakan ekosistem karang dapat disebabkan

oleh gangguan antropogenik dan gangguan alami. Jenis gangguan


13

antropogenik adalah pengambilan karang dan batu, sedimentasi, limbah

dan eutropikasi, dan perikanan terumbu karang. Keindahan dan keunikan

karang menyebabkan karang banyak dikoleksi sebagai hiasan. Hal ini

akan menjadi masalah yang serius bilamana tidak dilakukan pembatasan.

Pengambilan karang dalam jumlah besar oleh para eksportir bunga

karang sangat membahayakan ekosistem Karang dan berpotensi

menghilangkan atau menurunkan keanekaragaman jenis karang.

Masyarakat pesisir juga banyak melakukan pengambilan batu karang

untuk dijadikan bahan bangunan, hal ini dapat mengganggu fungsi

ekologis dari ekosistem karang.

Peningkatan sedimentasi pada ekosistem karang dapat disebabkan

oleh aktivitas yang terjadi secara langsung pada daerah terumbu, seperti

pembangunan pelabuhan. Sedimentasi dapat juga disebabkan aktivitas

yang terjadi secara tidak langsung pada ekosistem karang, seperti

penambangan, pertanian, dan urbanisasi. Masuknya sedimen ke

ekosistem karang dapat menyebabkan tertutupinya permukaan polip

karang sehingga mengganggu proses fotosisntesis Zooxanthella.

Masuknya sedimen tersuspensi akan menyebabkan kekeruhan meningkat

sehingga menghalangi masuknya cahaya matahari ke dalam perairan.

Limbah organik yang masuk ke dalam ekosistem karang dapat

menyebabkan penurunan kandungan oksigen dan peningkatan

konsentrasi bahan beracun. Limbah dapat mengandung bahan toksik atau

produk ikutan dari pestisida, herbisida. klorin, atau logam berat.

Penggunaan oksigen dalam jumlah besar saat limbah organik dirombak


14

dapat menyebabkan kondisi anoksi yang membahayakan kehidupan

organisme heterotrof yang ada pada ekosistem karang.

Nilai ekonomi ikan karang yang tinggi memicu masyarakat untuk

melakukan penangkapan ikan karang dalam jumlah besar dengan

menggunakan alat tangkap yang merusak ekosistem karang, seperti:

pengeboman dan penggunaan racun sianida. Aktivitas penangkapan ikan

secara besar-besaran dapat menyebabkan ketidakseimbangan jaring

makanan pada ekosistem karang. Selain ancaman antropogenik,

ekosistem terumbu karang mendapat tekanan secara alami. Jenis

gangguan alamiah adalah penyakit, acanthaster, coral bleaching, dan

perubahan iklim global (Tuwo, 2011).

C. Fungsi Ekologi dan Ekonomi Ekosistem Terumbu Karang

1. Fungsi Ekologi

Terumbu karang merupakan ekosistem perairan laut dangkal

memiliki yang memiliki produktivitas yang tinggi. Tingginya produktivitas ini

disebabkan oleh banyaknya jaringan tumbuhan yang dapat berfotosintesis

dalam terumbu dan kemampuan terumbu dalam menahan nutriennutrien

dalam sistemnya. Terumbu berperan pula sebagai kolam yang

menampung segala sesuatu dari luar, hal ini menyebabkan makanan

berputar dalam system terumbu dan tidak hilang ke perairan lepas pantai

yang lebih dalam.

Ekosistem terumbu karang berfungsi sebagai tempat mencari

makan (feeding ground), daerah asuhan (nursery ground), tempat

memijah (spawning ground). Bentuk terumbu yang rumit dan berliku-liku


15

sering dimanfaatkan biota laut sebagi tempat yang aman untuk memijah

dan meletakkan telur-telurnya, setelah telur-telur tersebut menetas, biota

laut yang masih berbentuk juvenil menghabiskan sebagian masa

perkembangannya di daerah terumbu karang tersebut. Terumbu terbentuk

dari endapan kalsium karbonat yang masif dan letaknya mengelilingi

pantai (terumbu karang tepi dan penghalang), oleh karena itu ekosistem

ini juga berfungsi sebagai penahan abrasi pantai dan peredam gelombang

(Kordi, 2010).

2. Fungsi Ekonomi

Ekosistem terumbu karang menyumbangkan berbagai biota laut

seperti ikan, karang, moluska, ekinodermata, dan krustasae bagi

masyarakat di kawasan pesisir, dan bersama ekosistem pantai lainnya

menyediakan makanan dan menjadi tempat berpijah bagi berbagai jenis

biota laut yang benilai ekonomi tinggi. Perairan yang memiliki ekosistem

terumbu karang, pada kedalaman kurang dari 30 meter dapat

menghasilkan ikan sebanyak 15 ton. Karena itu, terumbu karang menjadi

sumber ekonomi bagi masyarakat, khususnya masyarakat pulau-pulau

kecil, tidak hanya dari beragam sumberdaya ikan yang terkandung di

dalamnya, tapi juga dari kegiatan pemanfaatan jasa-jasa lingkungan

terutama kegiatan wisata bahari. Bahkan dewasa ini berbagai jenis biota

yang hidup di ekosistem terumbu karang ternyata banyak mengandung

senyawa bioaktif sebagai bahan obat-oabatan, makanan, dan kosmetik

yang menjadi daya tarik tersendiri bagi berbagai pemangku kepentingan


16

(stakeholders), yang pemanfaatanya diharapkan dapat pula berkontribusi

bagi peningkatan ekonomi masyarakat (Bengen et .al, 2006).

D. Review Studi Terdahulu Valuasi Ekonomi Terumbu Karang

Terumbu karang merupakan salah satu dari beberapa ekosistem

yang ada di laut yang kaya akan keanekaragaman hayati dan memiliki

manfaat yang besar di sektor perikanan. Berbagai jenis hewan dan

tumbuhan yang hidup di ekosistem terumbu karang. Ada sekitar 350 jenis

karang batu, >2000 jenis ikan, 1500 jenis moluska, 10 jenis teripang

ekonomis dan 555 jenis alga yang hidup di ekosistem ini (Nontji, 1993).

Ekosistem ini merupakan sumber nutrisi untuk kehidupan biota yang ada

di laut. Banyak hewan yang mencari makan, berbiak, mengasuh dan

membesarkan anak-anak di tempat ini. Manfaat lain dari ekosistem

terumbu karang adalah sebagai penahan gelombang, sumber benih

budidaya, serta memiliki potensi untuk pengembangan wisata bahari.

Ditinjau dari aspek ekonomi, terumbu karang memberikan

sumbangan yang cukup besar untuk sektor perikanan. Caesar (1996)

menyatakan bahwa terumbu karang yang termasuk dalam kategori sangat

baik dapat menyumbangkan 18 ton ikan per km2 per tahun, sedangkan

yang termasuk dalam kategori baik dan cukup adalah sebesar 13

ton/km2/tahun dan 8 ton/km2/tahun. Apabila dikalkulasikan secara

ekonomi, nilai terumbu karang yang ada di perairan Indonesia adalah

sebesar US$ 4,2 milyar dari aspek perikanan, wisata dan perlindungan
17

laut. Nilai ini belum termasuk nilai manfaat terumbu karang sebagai

pelindung pantai, bahan bangunan, sumber pangan serta obat-obatan.

Hasil penelitian mengenai nilai ekonomi terumbu karang dari

berbagai aspek telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Ohman dan

Caesar (2000) telah menghitung nilai ekonomi terumbu karang sebagai

bahan tambang di Lombok dan Srilanka. Hasil yang diperoleh

menunjukkan bahwa nilai ekonomi terumbu karang di Lombok adalah

sebesar US$ 762/km2, sedangkan di Srilangka nilainya sebesar US$

6.610.000/km2. Sawyer pada tahun 1992 dalam Suharsono (2007) telah

menghitung nilai ekonomi terumbu karang dari hasil perikanan di

Takabonerate, Sulawesi Selatan dan memperoleh nilai ekonomi sebesar

US$ 777/km2. Nilai ekonomi terumbu karang di Great Barrier Reef dari

hasil perikanan juga telah dilakukan oleh Driml (1999), sedangkan dari

hasil pariwisata oleh Muller (2000). Nilai ekonomi terumbu karang dari

hasil perikanan di Great Barrier Reef adalah sebesar US$ 143 juta/tahun,

sedangkan nilai ekonomi dari hasil pariwisata berkisar antara US$ 106-

144 juta/tahun. Sebaliknya Moore dan Best (2001) dalam Situmorang

(2004) telah melakukan penghitungan mengenai kerugian yang

disebabkan oleh kerusakan terumbu karang dilihat dari fungsinya sebagai

pelindung pantai. Hasil penelitian mereka menyatakan bahwa setiap

kerusakan 1 km2 terumbu karang akan mengakibatkan kerugian antara

US$ 137.000 sampai 1.200.000.


18

Hasil penelitian Sjafrie (2010) menunjukkan bahwa nilai ekonomi

terumbu karang di perairan Kecamatan Selat Nasik adalah sebesar Rp

112.624.393/tahun/ha atau US$ 27.387/tahun/ha. Kontribusi terbesar

diperoleh dari nilainya sebagai bahan bangunan diikuti oleh produksi

perikanan, habitat ikan dan sebagai pelindung pantai.

Penelitian lainnya yang dilakukan di Perairan Spermonde Sulawesi

Selatan diantaranya yang dilakukan oleh Hasmin (2006) dengan Total

Nilai Ekonomi ekosistem terumbu karang perairan Pulau Kapoposang

dengan luas 24.51396 ha adalah sebesar Rp 6,989,900,793,-/tahun atau

sebesar Rp 285,139,602,-/ha/tahun, Pulau Sarappo Keke dengan luas

sebesar 1.56381 ha adalah sebesar Rp 912,778,205,-/tahun atau Rp

583,688,686,-/ha/tahun dan Pulau Saugi dengan luas sebesar 0.69626 ha

adalah sebesar Rp 655,022,388,-/tahun atau Rp 940,772,682,-/ha/tahun.

Sedangkan nilai ekonomi terumbu karang perairan Pulau Balang Lompo

Kabupaten Pangkep menurut Rasyid, C (2009) adalah Rp

10.653.188.764,-/tahun atau sebesar Rp 482.486.214,- /ha/tahun dengan

kondisi terumbu karang dalam kategori sedang. Proporsi terbesar

didapatkan dari manfaat ekosistem terumbu karang sebagai penahan

abrasi pantai sebesar Rp 8.523.434.000,-/tahun atau Rp 386.200.000,-

/ha/tahun.

E. Metode Valuasi Ekonomi Ekosistem Terumbu Karang

Nilai merupakan persepsi manusia tentang makna suatu objek

(ekosistem terumbu karang), bagi orang (individu) tertentu, pada tempat

dan waktu tertentu pula (Fauzi, 2004). Nilai adalah harga yang diberikan
19

seseorang atau masyarakat ditempat tertentu akan beragam, tergantung

pada persepsi masyarakat tersebut. Persepsi adalah pandangan individu

terhadap suatu objek (ekosistem terumbu karang) sesuai dengan tingkat

pengetahuan, harapan, dan norma.

Nilai ekonomi diukur berdasarkan kesediaan membayar dari

beberapa individu atau Willingness To Pay (WTP) yang merefleksikan

preferensi seseorang terhadap barang dan jasa. Menurut Fauzi (2004),

nilai ekonomi didefinisikan sebagai pengukuran jumlah maksimun

seseorang ingin mengorbankan barang dan jasa untuk memperoleh

barang dan jasa lainnya. Konsep ini disebut keinginan membayar

(Willingness To Pay) seseorang terhadap barang dan jasa yang dihasilkan

oleh sumberdaya alam dan lingkungan. Dengan menggunakan

pengukuran ini, nilai ekologis ekosistem bisa diterjemahkan ke dalam

bahasa ekonomi dengan mengukur nilai ekonomi barang dan jasa. Dalam

konteks lingkungan, valuasi ekonomi membahas tentang pengukuran

preferensi orang terhadap kondisi lingkungan yang baik atau kondisi

lingkungan yang buruk. Valuasi merupakan analisa preferensi masing-

masing individu, hasil dari valuasi adalah dalam bentuk uang karena cara

menentukan preferensi dengan mengetahui kesediaan membayar

seseorang dengan cara lain. Penggunaan uang juga menunjukkan

pembangunan atau pengembangan yang mensyaratkan pertimbangan

nilai lingkungan. Menurut Santoso (2005), tujuan valuasi ekonomi pada

dasarnya adalah membantu mengambil keputusan untuk menduga


20

efisiensi ekonomi (economic efficiency) dari berbagai pemanfaatan

(competing use) yang mungkin dilakukan terhadap ekosistem yang ada.

Konsep yang dapat digunakan untuk mengukur nilai ekonomi suatu

sumberdaya (ekosistem terumbu karang) adalah Total Economic Value

(TEV) atau Total Nilai Ekonomi. Pendekatan Total Nilai Ekonomi dilakukan

dengan cara menilai seluruh manfaat dari suatu sumberdaya. Dalam

menilai suatu sumberdaya secara ekonomi, Ruitenbeek (1991) dalam

Fahrudin (1996), menggunakan tiga tahap pendekatan yaitu :

1. Identifikasi manfaat dan fungsi-fungsi antar komponen sumberdaya

2. Kuantifikasi seluruh manfaat dan fungsi kedalam nilai uang

3. Penilaian alternatif pilihan dan evaluasi kebijakan pemanfaatan

sumberdaya

Total Economic Value (TEV) terdiri dari nilai pakai (use value) dan

bukan nilai pakai (non-use value). Nilai pakai (use value) terdiri dari nilai

penggunaan langsung (direct value), nilai penggunaan tidak langsung

(non-use value), dan nilai pilihan (option value). Bukan nilai pakai (non-

use value) terdiri dari nilai keberadaan (existence value) dan nilai warisan

(bequest value).

TEV = UV + NUV

TEV = DUV + IUV + OV + EV + BV


21

Tabel 2. Definisi dan Contoh Komposisi Total Economic Value (TEV)

No Jenis Value Definisi Contoh


1 Direct Use Nilai ekonomi yang diperoleh Manfaat perikanan, kayu
Value dari pemanfaatan langsung
dari sebuah sumberdaya/ mangrove, genetic
ekosistem material
2 Indirect Use Nilai ekonomi yang diperoleh Fungsi ekosistem
Value dari pemanfaatan tidak mangrove sebagai natural
langsung dari sebuah break waters, fungsi
sumberdaya/ekosistem terumbu karang sebagai

spawning ground
3 Option Nilai ekonomi yang diperoleh Manfaat keanekaragaman
Value dari potensi pemanfaatan hayati, spesies baru
langsung maupun tidak
langsung dari sebuah
sumberdaya /ekosistem
4 Bequest Nilai ekonomi yang diperoleh Nilai sebuah system
Value dari manfaat pelestarian tradisional masyarakat
sumberdaya /ekosistem untuk yang terkait dengan
kepentingan generasi masa sumberdaya/ekosistem ;
depan habitat, keanekaragaman
hayati
5 Existence Nilai ekonomi yang diperoleh Terumbu karang yang
Value dari sebuah persepsi bahwa terancam punah, endemic
keberadaan (existence) dari species
sebuah sumberdaya
/ekosistem itu ada, terlepas
dari apakah ekosistem
sumberdaya tersebut
dimanfaatkan atau tidak
Sumber : Anggraini R (2008)

Ekosistem terumbu karang memiliki banyak fungsi dalam berbagai

proses dan memberikan banyak manfaat melalui eneka produk jasa

lingkungan yang sangat dibutuhkan mahluk hidup. Total kesejahteraan

sosial dari konsumsi barang atau jasa adalah setara dengan jumlah

kesediaan membayar (WTP) dari seluruh individu. Jumlah ini termasuk 1)

pengeluaran untuk memperoleh barang dan jasa, dan 2) surplus


22

konsumen. Kegunaan marjinal atau manfaat yang diperoleh dari konsumsi

setiap tambahan unit barang dan jasa diasumsikan berkurang. Dengan

demikian WTP untuk setiap tambahan unit juga berkurang.

Penggunaan harga pasar dikalikan dengan jumlah konsumsi

merupakan estimasi minimal dari kegunaan dalam pemanfaatan barang

atau jasa lingkungan. Surplus konsumen harus diperhitungkan untuk

memperoleh manfaat utuh dari setiap individu. Surplus konsumen dalam

hal ini adalah konsep nilai bersih dari pengeluaran. Terlihat bahwa barang

dan jasa lingkungan yang tak memiliki harga pasar akan menghasilkan

surplus konsumen yang sangat besar karena harganya sama dengan nol,

sehingga bila musnah akan mengakibatkan hilangnya kegunaan yang

sangat besar pula.

Bila diasumsikan bahwa pasar 1) bebas dari gangguan dan 2)

distribusi pendapatan merata dalam masyarakat, maka kurva permintaan

individu dapat diaggregasikan menjadi kurva permintaan pasar. Dengan

demikian kurva permintaan pasar akan mencerminkan total WTP untuk

barang dan jasa lingkungan. Kedua asumsi ini sangatlah kuat.

WTA adalah nilai kegunaan awal individu dari barang dan jasa

sebelum ada perubahan atau kesediaan individu untuk menerima

kompensasi bila barang dan jasa tersebut dimanfaatkan oleh individu lain

atau diubah pemanfaatannya. Perhatikan pertanyaan berikut ini:

1. Berapa banyak anda ingin dibayar bila kawasan terumbu karang ini

diubah menjadi kawasan konservasi?


23

2. Berapa banyak anda ingin dibayar bila anda dimohon untuk tidak

merusak terumbu karang ini?

Bandingkan dengan WTP yang mempertanyakan hal ini: berapa

besar anda kehilangan pendapatan yang sama dengan perubahan

kesejahteraan akibat perubahan terumbu karang menjadi kawasan

konservasi?

Pemilihan penggunaan konsep WTP dan WTA dalam menilai

sumberdaya berkaitan erat dengan status kepemilikan sumberdaya

(property right). Pada kasus di mana sumberdaya pesisir telah memiliki

sistem penguasaan yang sudah baik, WTA untuk kompensasi kehilangan

hak penguasaan menjadi lebih relevan daripada WTP. Secara umum

konsep WTP digunakan dalam situasi dimana pengguna sumberdaya

tidak secara jelas memiliki sumberdaya tersebut (barang publik, misal

terumbu karang). Hal ini disebabkan oleh adanya beberapa rejim

kelembagaan yang ada di wilayah pesisir.

Menurut World Bank tahun 1998 dalam Anggraeni R (2008), valuasi

ekonomi ditentukan berdasarkan pengelompokan nilai barang dan jasa.

Tabel 3 berikut ini menyajikan valuasi ekonomi berdasarkan

pengelompokan nilainya.
24

Tabel 3. Teknik Valuasi Ekonomi Berdasarkan Pengelompokan Nilainya.


No Jenis Nilai Metode Penelitian
1 Direct Use Value • Pendekatan harga pasar
• Pendekatan berdasarkan biaya
• Hedonic prices
• Contingen valuation method
• Biaya perjalanan/Travel cost
2 Indirect Use Value • Pendekatan berdasarkan biaya
• Contingen valuation method
• Pendekatan harga pasar
3 Option Value • Contingen valuation method
• Hedonic prices
4 Existence Value • Contingen valuation method
5 Bequest Value • Contingen valuation method
Sumber : Environment Departement the World Bank (1998) dalam Anggraeni R(2008)

F. Kerangka Konseptual

Taman Wisata Perairan Kapoposang terdiri dari empat ekosistem

utama, yaitu ekosistem hutan pantai, mangrove, lamun, dan terumbu

karang. Kapoposang ditetapkan sebagai kawasan konservasi dengan

tujuan untuk menjaga kelestarian keanekaragaman hayati dan

ekosistemnya dan dapat mendukung perkembangan ekonomi masyarakat

setempat. Walaupun telah ditetapkan sebagai kawasan taman Wisata

Perairan, namun masih terjadi penurunan kualitas dan degradsi

lingkungan pada kawasan tersebut. Salah satu ekosistem yang

mengalami laju kerusakan yang cukup tinggi adalah ekosistem terumbu

karang. Sebagian besar masyarakat (90%) setempat berprofesi sebagai

nelayan, hal ini mengindikasikan tingginya ketergantungan masyarakat

terhadap sumberdaya perikanan (Yulianto et. al, 2007). Masih

berlangsungnya praktek penangkapan ikan yang merusak, kelebihan

tangkap, tidak efektifnya pengelolaan kawasan adalah beberapa faktor


25

yang menjadi penyebab memburuknya kondisi terumbu karang dan

turunnya stok ikan karang di wilayah ini. Untuk itu perlu adanya alternatif

pengelolaan ekosistem terumbu karang perairan TWP yang optimal

secara ekonomi dan ramah lingkungan. Adanya perhitungan nilai manfaat

ekosistem terumbu karang TWP Kapoposang menjadi sangat penting.

Konsep valuasi ekonomi dapat digunakan untuk mentransformasi

nilai ekologis ekosistem ini menjadi nilai ekonomi dengan mengukur nilai

moneter dari seluruh barang dan jasa yang dihasilkan oleh ekosistem

terumbu karang. Dari nilai manfaat yang didapat tadi, kita dapat

menentukan alternatif pengelolaan ekosistem terumbu karang TWP

Kapoposang yang terbaik. Ruang lingkup penelitian ini dimulai dari

identifikasi nilai manfaat ekosistem terumbu karang, kemudian

mengkuantifikasi manfaat yang didapat ke dalam nilai ekonomi. Langkang

selanjutnya menghitung nilai total dari manfaat yang didapat, selanjutnya

membuat alternatif skenario pengelolaan ekosistem terumbu karang TWP

Kapoposang. Untuk lebih jelasnya berikut skema kerangka pendekatan

studi dari penelitian ini yang dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini.
26

Ekosistem Kawasan Taman Wisata Perairan


(TWP) Kapoposang

Ekosistem Terumbu karang

Degradasi Terumbu Karang

Identifikasi Manfaat Ekosistem


Terumbu Karang

Manfaat Tidak Manfaat Manfaat Manfaat


Manfaat Langsung Eksistensi Warisan
langsung pilihan

Nilai Ekonomi Total Ekosistem Terumbu


Karang TWP Kapoposang

Kebijakan Pengelolaan

Gambar 1. Diagram Kerangka Konseptual Valuasi Ekonomi Terumbu


Karang
27

G. Definisi Operasional

Untuk menghindari kesalahan dalam pemahaman tentang

beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka penulis

membuat pengertian dalam definisi operasional, yaitu sebagai berikut :

1. Nilai ekonomi adalah sebagai pengukur jumlah maksimum seseorang

ingin mengorbankan barang dan jasa untuk memperoleh barang dan

jasa lainnya (Rp/tahun).

2. Nilai manfaat total adalah keseluruhan nilai moneter dari barang dan

jasa yang dihasilkan ekosistem terumbu karang (Rp/tahun).

3. Nilai manfaat langsung adalah manfaat yang langsung diperoleh dari

ekosistem terumbu karang (Rp/tahun)

4. Nilai manfaat tidak langsung adalah nilai yang diperoleh dari ekosistam

terumbu karang berupa harga tidak langsung dari manfaat yang

duhasilkan terumbu karan tersebut (Rp/tahun)

5. Nilai manfaat pilihan adalah nilai yang diberikan oleh masyarakat atas

adanya pilihan untuk menikmati barang dan jasa dari sumberdaya

alam dimasa yang akan datang (Rp/tahun)

6. Nilai manfaat keberadaan/eksistensi adalah nilai yang diberikan atas

keberadaan atau terpeliharanya sumberdaya alam dan lingkungan

meskipun masyarakat tidak memanfaatkannya (Rp/tahun)


28

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di TWP Kapoposang Kecamatan

Liukang Tupabbiring pada 2 desa berbeda, yakni Desa Mattiro Ujung di

sebelah Barat, yang meliputi Pulau Papandangan dan Pulau Kapoposang;

dan Desa Mattiro Matae di sebelah Timur, yang meliputi Pulau

Gondongbali, Pulau Tambakulu, Pulau Suranti, dan Pulau

Pamanggangan. Penelitian ini dilaksanakan pada akhir April sampai awal

Juli 2012. Peta dari kawasan ini dapat dilihat pada Gambar 2. TWP

Kapoposang merupakan salah satu dari delapan Kawasan Konservasi

Perairan Nasional (KKPN) yang ditetapkan oleh Kementrian Kelautan dan

Perikanan pada tahun 2009 yang kaya akan sumberdaya hayati laut dan

merupakan tempat wisata bahari andalan di Provinsi Sulawesi Selatan.

Selain itu pertimbangan pemilihan lokasi ini didasarkan pada kondisi

masyarakatnya yang sebagian besar bekerja sebagai nelayan (Coremap II

2011), kondisi ini tentu menyebabkan tekanan terhadap terumbu karang

akan selalu meningkat. Di wilayah ini juga terdapat Daerah Perlindungan

Laut. Luas terumbu karang di TWP kapoposang sekitar ± 1.156 ha dan

mengalami degradasi jika tidak dikelola dengan baik.


29

B. Jenis dan Sumber Data

Data primer yang dikumpulkan melalui kuisioner atau wawancara

langsung. Data yang dihasilkan adalah jumlah hasil tangkapan, harga

hasil tangkapan, biaya operasional alat tangkap serta nilai Willingness to

Pay.

Data sekunder diperoleh dari pengelola TWP Kapoposang, Dinas

Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pangkep, dan studi literatur. Untuk

lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Matriks Jenis dan Sumber Data


No Data Jenis Satuan Sumber
1 Kondisi umum TWP Kapoposang :
- Kondisi goegrafis
- Kondisi fisik Sekunder - Coremap II
- Kondisi biofisik Sekunder -
Sekunder -
2 Kondisi sosial ekonomi
- Kependudukan Sekunder Jiwa Coremap II
- Sarana dan Prasarana Sekunder -
4 Perikanan tangkap
- Biaya investasi alat Primer Responden/kuesioner
- Biaya operasional penangkapan Primer Responden/kuesioner
- Produksi ikan Primer Responden/kuesioner
5 Pariwisata
- Jumlah wisatawan Sekunder
MDC
- Biaya perjalanan Sekunder Jiwa
- Sarana dan prasarana wisata Sekunder
6 Manfaat penelitian
- Jumlah peneliti Sekunder Jiwa BKKPN Kupang
- Biaya perjalanan Primer Responden/kuesioner
7 Manfaat perlindungan pantai Sekunder Rp Dinas PU
8 Manfaat keanekaragaman hayati
Sekunder Rp Pustaka
dan penyerap Karbon
9 Manfaat keberadaan ekosistem
Primer Rp Responden/kuesioner
terumbu karang

C. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat yang

memanfaatkan ekosistem terumbu karang baik yang berasal dari dalam


30

maupun dari luar kawasan. jumlah sampel yang diambil dalam penelitian

ini adalah 10% dari jumlah populasi yang tersebar di 3 pulau yang

berpenghuni yaitu pulau Kapoposang, pulau Gondongbali dan pulau

Papandangan serta nelayan yang berasal dari luar kawasan (Liukang

Tangayya, Barru dan Pulau Badi). Penarikan Sampel dengan

menggunakan teknik Stratified Random Sampling (Penarikan Sampel

Secara Acak Berstrata) disesuaikan dengan Jenis dan jumlah alat tangkap

yang beroperasi di perairan TWP Kapoposang dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Data Jenis dan Jumlah Alat Tangkap yang Beroperasi di Perairan
TWP Kapoposang
Jumlah Jumlah
No Nama Alat Tangkap
(Unit) Sampel (Unit )
Pulau Kapoposang
1 Pancing 110 11
3 Pukat Mairo 20 2
4 Pukat Baronang 1 1
5 Pancing Hiu 7 2
6 Pukat Ikan terbang 5 5
Total 143 21
Pulau Papandangan
1 Purseseine 50 5
2 Jaring Gurita 3 3
Total 53 8
Pulau Gondong Bali
1 Pukat Mairo 70 7
2 Rawai 100 10
3 Jaring Gurita 50 5
4 Jaring Ikan Kakap 50 5
Total 270 27
Nelayan dari Luar
1 Jaring insang hanyut Ikan Cendro (Tangayya) 5 1
2 Pancing Sunu (P.Badi) 50 5
3 Jaring Cumi (Barru) 7 7
Total 62 13
Sumber: Data primer setelah diolah, 2012
31

Jumlah sampel pada penelitian ini adalah sebanyak 69 unit alat

tangkap dari 11 jenis alat tangkap yang beroperasi di TWP Kapoposang

sehingga jumlah responden terbatas pada jenis alat tangkap yang dimiliki

yaitu nelayan pemilik alat tangkap.

D. Metode Pengumpulan Data

Untuk mengumpulkan data, baik data primer maupun data

sekunder dalam penelitian ini digunakan metode :

Metode Wawancara, yaitu pengumpulan data melalui tanya jawab, baik

langsung maupun dengan menggunakan kuesioner kepada masyarakat

yang memanfaatkan ekosisitem terumbu karang, para peneliti dan

wisatawan yang berkunjung ke wilayah TWP Kapoposang.

Metode Dokumentasi, yaitu data yang diperoleh melalui studi pustaka,

instansi pemerintah dan penelitian sebelumnya.


31

Gambar 2. Peta Taman Wisata Perairan Kapoposang (Sumber: Coremap II, 2011)

32
33

E. Analisis Data

Mengukur besarnya manfaat nilai ekonomi terumbu karang berarti

melakukan penilaian ekonomi atau memberikan nilai yang terukur secara

moneter (nilai uang) atas keseluruhan manfaat yang mencakup nilai

kegunaan, nilai pilihan, dan nilai keberadaan ekosistem terumbu karang.

Penjumlahan atas nilai-nilai tersebut merupakan nilai keseluruhan manfaat

ekonomi atau disebut pula nilai ekonomi total ekosistem terumbu karang

(Anggraini R, 2008).

Sesuai dengan tujuan penelitian yang hendak dicapai, maka model

analisis yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Total Nilai Ekonomi Ekosistem Terumbu Karang

Menggunakan pendekatan nilai pasar terhadap manfaat yang telah

bernilai pasar dan penggunaan harga tidak langsung (Shadow price)

terhadap manfaat yang belum memiliki nilai pasar. Selanjutnya dihitung

nilai ekonomi total dari ekosistem terumbu karang TWP Kapoposang,

yaitu penjumlahan dari Nilai Manfaat Langsung (NML), Nilai Manfaat Tidak

Langsung (NMTL), Nilai Pilihan (NP), Nilai Warisan (NW), atau

dirumuskan dengan :

NET = NML + NMTL + NP + NK + NW ……………………. (1)

a) Manfaat Langsung

Manfaat langsung atau Direct Use Value (DUV) adalah manfaat

yang dapat diperoleh dari ekosistem terumbu karang misalnya perikanan

terumbu, penambangan karang, ikan hias, dan lain-lain. Adapun rumus


34

manfaat langsung atau Direct Use Value (DUV) dapat dilihat pada

persamaan berikut:

TML = ML1 + ML2 + ML3 + ML4 + …+MLn ……………….. (2)

Di mana :

TML = Total Manfaat Langsung

ML1 = Manfaat Langsung Perikanan Terumbu

ML2 = Manfaat Langsung Pariwisata

ML3 = Manfaat Langsung Pemanfaatan Karang

ML4 = Manfaat Langsung Penelitian

Manfaat Langsung Perikanan Terumbu dapat diketahui dengan

menghitung selisih antara total pendapatan kotor dengan total biaya yang

digunakan untuk mendapatkan hasil perikanan terumbu. Manfaat

Langsung pariwisata dapat diketahui dengan menghitung biaya rata-rata

yang gunakan untuk dapat menikmati terumbu karang sebagai obyek

pariwisata dan rekreasi (Travel Cost Method). Manfaat Langsung

Pemanfaatan Karang dapat diketahui dengan merujuk ke hasil penelitian

yang dilaksanakan oleh Lauretta Burke, et.al (2002) dalam Hasmin (2006)

pada kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia dan Philifina.

Sedangkan Manfaat Langsung Penelitian dapat diketahui dengan

menghitung biaya rata-rata yang dikeluarkan selama melakukan penelitian

pada ketiga pulau tersebut.

Total Manfaat Langsung (TML) adalah penjumlahan seluruh

manfaat dan fungsi langsung terumbu karang di Taman Wisata Perairan

Kapoposang Kabupaten Pangkep.


35

b) Manfaat Tidak Langsung

Manfaat tidak langsung (Indirect Use Value) adalah nilai manfaat

yang diperoleh dari terumbu karang secara tidak langsung, misalnya

sebagai penahan ombak. Manfaat yang diperoleh dari ekosistem terumbu

karang berupa harga tidak langsung dari manfaat yang dihasikan

ekosistem terumbu karang tersebut, dirumuskan sebagai berikut :


n
MTL = ∑ i =1
MTLi ……………………………. (3)

Keterangan : MTL = Manfaat Tidak Langsung

i = Jenis manfaat ke-I

n = Jumlah jenis manfaat.

Nilai manfaat tidak langsung yang dapat diidentifikasi berupa :

1. Pelindung pantai

Manfaat tak langsung (Indirect Use Value) adalah nilai manfaat

yang diperoleh dari terumbu karang secara tidak langsung, misalnya

sebagai penahan ombak, dan lain-lain. Nilai ini dapat diperoleh dengan

melakukan pendekatan pada biaya pembuatan penahan ombak untuk

pantai di Taman Wisata Perairan Kapoposang Kabupaten Pangkep.

2. Nilai Serapan Karbon EkosistemTerumbu Karang

Menurut Soemarwoto (2001), nilai 1 ton karbon berkisar antara US$

1- US$28. Dalam kegiatan ini digunakan asumsi harga US$ 10 per ton

dan nilai produktivitas primer terumbu karang sebesar 2500 gr/m2/tahun.


36

c) Manfaat Pilihan

Manfaat pilihan diartikan sebagai nilai yang diberikan oleh

masyarakat atas adanya pilihan untuk menikmati barang dan jasa dari

sumberdaya alam dimasa yang akan datang. Manfaat pilihan dalam

penelitian ini didekati dengan nilai keanekaragaman hayati terumbu

karang yaitu sebesar Rp 493.696,-/ha/tahun (Fauzi dan Anna, 2005).

Manfaat pilihan dirumuskan sebagai berikut :

MP = (Nb x L) …………………………….. (4)

Keterangan : MP = Manfaat Pilihan

Nb = Nilai Keanekaragaman Hayati Terumbu Karang


(Rp 493.696,-/ha)

L = Luas Kawasan Terumbu Karang (ha)

d) Manfaat Keberadaan

Nilai yang diukur dari manfaat yang dirasakan masyarakat dari

keberadaan ekosistem terumbu setelah manfaat lain dihilangkan dari

analisis. Manfaat tersebut adalah nilai ekonomi keberadaan ekosistem

terumbu karang di Taman Wisata Perairan Kapoposang Kabupaten

Pangkep dengan metode Willingness to Pay (kesediaan membayar

masyarakat).

Manfaat tersebut merupakan nilai ekonomis keberadaan (fisik) dari

ekosistem terumbu karang yang dirumuskan sebagai berikut:

n
ME = ∑ ( MEi) / n ……………… (5)
i =1
37

Keterangan: MEi = Manfaat Ekosistem dari responden ke-i

n = Jumlah responden

Nilai manfaat keberadaan dihitung dengan Contingen Valuation

Method (CVM). Pendekatan ini disebut contingen (tergantung kondisi)

karena pada prakteknya informasi yang diperoleh sangat tergantung pada

hipotesis pasar yang dibangun. Pendekatan ini pada hakekatnya

bertujuan untuk mengetahui keinginan membayar (Willingness To Pay)

sekelompok masyarakat, dalam penelitian ini adalah nelayan (Fauzi,

2004).

e) Manfaat Warisan

Ekosistem terumbu karang sebagai warisan yang mempunyai nilai

yang sangat tinggi. Nilai warisan ekosistem terumbu karang yang dimiliki

tidak dapat dinilai dengan pendekatan nilai pasar, oleh karena itu, nilai

warisan dapat dihitung dengan pendekatan perkiraan. Sehubungan

dengan hal tersebut maka diperkirakan bahwa nilai warisan tidak kurang

10% dari nilai manfaat langsung terumbu karang (Hasmin, 2006).

2. Strategi Optimalisasi Nilai Ekonomi di TWP Kapoposang

Penelitian mengenai Valuasi Ekonomi Ekosistem Terumbu Karang

di Pulau Kapoposang yang merupakan salah satu pulau di wilayah Taman

Wisata Perairan (TWP) Kapoposang sudah pernah dilakukan pada tahun

2006. Berikut nilai ekonomi ekosistem terumbu karang dapat dilihat pada

Tabel 6.
38

Tabel 6. Nilai Ekonomi Ekosistem Terumbu Karang Pulau Kapoposang


Nilai Nilai
No Jenis Manfaat Sumber
(Rp/tahun) (Rp/ ha/tahun)
1 2 3 4 5
A Pulau Kapoposang 24.51396
1 Manfaat Langsung 2,905,367,708 118,518,905
2 Manfaat Tak langsung 1,281,249,085 52,266,100
3 Manfaat Pilihan 12,747,259 520,000 Hasmin
4 Manfaat Keberadaan 2,499,999,970 101,982,706 (2006)
5 Manfaat Warisan 290,536,771 11,851,891
Total Nilai Ekonomi 6,989,900,793 285,139,602

Hasil perhitungan valuasi ekonomi terumbu karang yang akan

dilakukan dalam penelitian ini akan dibandingkan (dalam hal ini hanya

satu pulau saja yaitu Pulau Kapoposang) dengan nilai ekonomi yang

diperoleh oleh Hasmin pada tahun 2006. Yang akan dibandingkan yaitu

manfaat langsung, manfaat pilihan, manfaat keberadaan dan manfaat

warisan. Manfaat tak langsung tidak dapat dibandingkan karena pada

penelitian Hasmin (2006) manfaat tak langsungnya tidak menghitung nilai

serapan karbon ekosistem tersebut sedangkan dalam penelitian ini,

penulis melakukan perhitungan.

Apabila nilai yang diperoleh pada penelitian ini kurang dari nilai

ekonomi ekosistem terumbu karang pada tahun 2006, berarti ada masalah

dengan pengelolaan ekosistem tersebut di wilayah ini sebaliknya apabila

hasil penelitian ini melebihi hasil penilaian ekonomi pada tahun 2006

artinya pengelolaan di kawasan tersebut dapat dikatakan sudah baik.

Selain membandingkan kedua hasil penelitian ini, peneliti juga mencoba

menyusun strategi yang dapat dilaksanakan dalam pengelolaan ekosistem


39

terumbu karang ke depan dengan berpedoman pada hasil penelitian nilai

total ekonomi ekosistem terumbu karang di kawasan TWP Kapoposang.


40

BAB IV

DESKRIPSI TAMAN WISATA PERAIRAN KAPOPOSANG

A. Keadaan Wilayah

1. Letak Geografis dan Administrasi Kepulauan Kapoposang

Wilayah TWP Kapoposang terletak di bagian paling barat dari

gugusan Kepulauan Spermonde atau Singkarang, dimana secara

administratif merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Pangkajene dan

Kepulauan, dan lebih tepatnya merupakan bagian dari wilayah Kecamatan

Liukang Tuppabiring. Penetapan wilayah menjadi TWP sebagaimana

Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Tahun 2009 tentang

Penetapan Taman Wisata Perairan Kepulauan Kapoposang dan Laut

disekitarmya memiliki posisi geografis pada 118°56’ 18’’ - 118°56’18’’ Bujur

Timur dan 4°40’21’’-4°40’35’’ Lintang Selatan, dan disekelilingnya dibatasi

oleh Selat Makassar.

TWP Kapoposang berada dalam suatu kawasan yang terdiri dari 5

(lima) pulau-pulau kecil, yaitu Pulau Kapoposang, Pulau Papandangan,

Pulau Gondongbali, Pulau Pamanggangan, Pulau Tambakulu, dan Pulau

Saranti. Adapun kondisi wilayah perencanaan adalah sebagai berikut:


41

Tabel 7. Kondisi Taman Wisata Perairan Kapoposang


Jumlah
Luas
Nama Desa Nama Pulau Berpenghuni/Tdk Penduduk
Daratan (ha)
(Jiwa)
Mattiro Ujung Papandangan Berpenghuni 13 898
Kapoposang Berpenghuni 42 510
Mattiro Mattae Gondongbali Berpenghuni 5 1.807
Suranti Tidak 4 -
Tambakulu Tidak 5 -
Pamanggangang Tidak 5 -
Sumber : Kantor Camat Tupabbiring Selatan, 2011

a. Pulau Kapoposang

Pulau Kapoposang merupakan salah satu dusun Desa Mattiro

Ujung, terletak pada posisi 04°41'45,6” - 04°43'24. 6” LS dan 118°57'7.2” -

118°59'2.4” BT. Luas pulau Kapoposang 10,0 km 2, merupakan salah satu

lokasi Taman Wisata Alam Laut, menjadikan pulau ini sering dikunjungi

oleh wisatawan asing maupun domestik. Jumlah penduduk Desa Mattiro

Ujung secara keseluruhan adalah 1.408 jiwa. Jumlah penduduk yang

berdiam di Pulau Papandangang lebih banyak dibandingkan warga yang

berdiam di Pulau Kapoposang.

Jaraknya yang cukup jauh dari Makassar dan atau Pangkajene Ibu

kota Pangkep, dan pada saat tertentu tertutama pada musim barat,

memilki ombak yang besar, sehingga akses tergolong sulit apalagi tidak

ada kapal/perahu penumpang reguler ke pulau tersebut, untuk

menjangkau pulau tersebut harus menumpang kapal reguler yang

langsung ke Pulau Papandangan atau kapal nelayan yang membawa ikan

yang berlabuh di kanal Paotere dengan lama perjalanan kurang lebih 6

jam. Bagi pendatang untuk tujuan wisata biasanya melalui agen/operator

wisata yang berpusat di Makassar.


42

Secara umum, sarana dan prasarana yang tersedia di Pulau

Kapoposang relatif sangat terbatas. Sarana pendidikan yang tersedia di

pulau tersebut hanya sebuah SD dengan kondisi gedung yang agak

memprihatinkan. Ruang kelas telah mengalami kerusakan secara fisik

bangunan dan belum mengalami perbaikan. Meskipun demikian, kegiatan

belajar mengajar tetap berlangsung. Fasilitas kesehatan berupa sebuah

Puskesmas Pembantu yang dilengkapi tenaga medis terdapat di Pulau

Papandangan. Warga Pulau Kapoposang yang memerlukan pelayanan

kesehatan umumnya memanfaatkan Puskesmas Pembantu ini. Sebagai

pembangkit tenaga listrik digunakan generator yang beroperasi antara

pukul 17.00 - 22.00 WITA. Tenaga listrik yang dihasilkan generator

berbahan bakar solar tersebut relatif terbatas karena hanya mampu

menyuplai sebagian rumah-rumah warga.

Sebagaimana pulau-pulau lainnya di Kabupaten Pangkep, mata

pencaharian penduduk Pulau Kapoposang umumnya adalah nelayan,

selain itu di darat terdapat banyak kelapa, sukun dan pisang yang tumbuh

subur. Hampir seluruh pulau dipenuhi dengan tanaman kelapa dan sukun.

Oleh penduduk, kelapa dan sukun tersebut dijual di pulau-pulau terdekat.

Dengan harga kelapa dan sukun yang relatif murah dan sarana dan

prasarana transportasi yang amat terbatas, ini menjadi alasan mengapa

komoditas tersebut, misalnya, tidak dijual di Pangkajene atau di Makassar.

Sebagian besar warga bermatapencaharian sebagai nelayan. Alat

tangkap yang paling banyak digunakan adalah alat tangkap lanra' dan

mini trawl untuk menangkap kepiting dan udang. Beberapa warga masih
43

ada yang mencari ikan seperti ikan banyara' atau ikan-ikan karang. Alat

tangkap yang digunakan biasa mereka sebut sebagai pukat banyara.

Lokasi penangkapan udang dan kepiting, banyara dan ikan karang relatif

dekat, yakni di sekitar pulau tempat tinggal mereka. Pemancingan ikan

dilakukan oleh masyarakat ketika musim barat tiba, dimana ombak relatif

besar, sehingga kegiatan penangkapan tersebut tidak dilakukan di lokasi

yang jauh, tetapi di daerah terumbu karang sekitar pulau dengan

menggunakan pancing tradisional. Hasil yang mereka dapatkan hanya

diperuntukkan bagi pemenuhan konsumsi rumah tangga sehari-hari.

Masa-masa paceklik terjadi pada musim Barat, banyak nelayan

yang tidak melaut ke lokasi yang relatif jauh karena kondisi perairan laut

yang berombak tinggi. Berdasarkan kalender musim, kepiting dan udang

paling melimpah masa penangkapannya, antara bulan Oktober dan Maret.

Seperti beberapa di pulau lain, kedua komoditi ini merupakan andalan

masyarakat. Jenis tangkapan lainnya adalah ikan, seperti ikan banyara'

dan sunu.

Beberapa nelayan juga adalah nelayan teripang. Penangkapan

teripang ini tidak mengenal musim, sehingga hampir setiap hari dilakukan

meskipun jumlahnya sedikit. Pulau Kapoposang dan Pulau Papandangan

termasuk dalam wilayah Desa Mattiro Ujung. Kedua pulau tersebut

merupakan pulau terluar dari kawasan Kepulauan Spermonde Pangkep.

Sebaran terumbu karang memanjang ke arah barat dari kedalaman 1

meter hingga 45 m dengan perairan yang sangat jernih. Rataan terumbu

yang lebih dalam sekitar 4-8 meter berbatasan dengan tubir terumbu dan
44

dinding terumbu (drop off). Kondisi terumbu karang masih cukup bagus

dengan tutupan karang hidup lebih dari 75 % hingga tahun 2005. Setelah

terserang bintang Acanthaster planci pada tahun 2006 di sisi utara dan

barat, kondisi terumbu karang menurun hingga kurang dari 25 % atau

kondisi rusak. Sementara sisi selatan terumbu karang Kapoposang cukup

landai yang didominasi oleh jenis-jenis karang Acropora, Montipora

dengan tipe pertumbuhan yang memanjang. Sebaliknya di sisi utara jenis

karang dominan dari karang masif dan bercabang pendek seperti

Pocillopora, Acropora, dan Porites.

Gambar 3. Kelimpahan Karang di Perairan Pulau Kapoposang

Lokasi drop off sangat menarik sebagai lokasi wisata penyelaman.

Ikan-ikan indikator chaetodontidae menjadi pemandangan yang menarik

sepanjang drop off sisi utara dan barat. Kepadatan ikan karang tertinggi

sekitar 1.360 ekor dalam 500 m2. Jenis-jenis ikan dari famili pomacen-

tridae, ekor kuning (caesionidae), acanthuridae, siganidae, Lutjanidae juga

terlihat lebih banyak dibanding beberapa lokasi lain di Kep. Spermonde.


45

Biota asosiasi terumbu karang seperti kipas laut (gorgonian), Kima

(tridacnide), dan kelompok tunicata acap kali ditemukan.

Gambar 4. Kelimpahan Ikan Karang di Perairan Pulau Kapoposang

b. Pulau Papandangan

Pulau Papandangan merupakan salah satu pulau terluar dalam

wilayah Kecamatan Liukang Tuppabiring. Pulau ini bersama Pulau

Kapoposang termasuk dalam wilayah administratif Desa Mattiro Ujung.

Secara geografis pulau pandangan berada pada 04°41' 45,6”LS dan

118°59'2,4” BT. Pulau Pandangan yang luasnya 5 km 2 ini dihuni oleh 853

jiwa yang terdiri dari 448 laki-laki dan 405 perempuan. Mereka

kebanyakan beretnis Bugis, sedangkan sebagian kecil lainnya beretnis

Makassar dan Mandar.

Aksesibilitas dari dan ke Pulau Pandangan dapat dilakukan dengan

meng-gunakan perahu motor dalam waktu 5 jam dari Kota Makassar

(Pelabuhan Paotere) dan 4 jam dari Pangkep (Dermaga MacciniBaji).

Biasanya penduduk yang ingin bepergian ke Makassar atau Pangkep ikut


46

menumpang di perahu motor ponggawa pulau atau nelayan yang akan

membawa ikan hasil tangkapan untuk dijual.

Secara umum, sarana dan prasarana di Pulau Pandangan relatif

sangat terbatas. Sarana pendidikan yang tersedia hanya berupa sebuah

SD, sedangkan sarana pendidikan belum tersedia. Sarana kesehatan

yang tersedia di pulau ini berupa Pustu dan Posyandu. Sarana umum

lainnya adalah dermaga, masjid, listrik dan kantor desa. Sebagai

pembangkit tenaga listrik digunakan generator yang beroperasi antara

pukul 17.00 dan 22.00 Wita. Tenaga listrik yang dihasilkan generator

berbahan bakar solar tersebut relatif terbatas karena hanya mampu

menyuplai sebagian rumah-rumah warga.

Nelayan dalam aktifitasnya menggunakan berbagai jenis alat

tangkap, seperti jaring, pukat dan pancing. Tetapi seperti pada umumnya

nelayan yang beroperasi di sekitar pulau-pulau di Kecamatan Liukang

Tuppabiring lainnya, sekarang mereka lebih banyak menggunakan alat

tangkap pancing. Pancing ini disebut kedo-kedo karena dioperasikan

dengan cara menggerak-gerakan alat pancing tersebut. Hasil tangkapan

utama nelayan adalah ikan sunu dan ikan cakalang yang banyak terdapat

di perairan sekitar Pulau Kapoposang dan Pulau Pandangan, namun

karena tingkat harga ikan sunu cukup baik, maka aktifitas nelayan lebih

difokuskan pada usaha penangkapan ikan sunu. Ikan sunu hidup bernilai

jual antara Rp 100.000,- dan Rp 300.000,- per kg. Tingginyaharga jual

ikan jenis ini karena diperuntukkan bagi ekspor, khususnya ke Hongkong.


47

Aktifitas penangkapan di lakukan dengan menggunakan perahu motor

(jolloro) dengan ukuran sekitar 7 m x 1,5 m. Kegiatan penangkapan di-

lakukan secara bersama-sama dengan dituntun oleh kapal motor

ponggawa sunu, dengan ukuran yang relatif lebih besar (10 m x 2 m).

Kapal motor ponggawa sunu ini berfungsi untuk menampung hasil

tangkapan ikan sunu. Siklus aktifitas penangkapan berlangsung sekitar

hari di laut dan antara 3 sampai 4 hari di darat (pulau).

Aktifitas tersebut berlangsung dari bulan Mei sampai November.

Selama di darat, sebagian waktu digunakan untuk mempersiapkan segala

keperluan yang berkaitan dengan usaha penangkapan. Pendapatan yang

mereka peroleh tergantung pada jumlah hasil tangkapan. Hasil tangkapan

rata-rata nelayan sunu antara Rp 150.000,- dan Rp 500.000,- per hari,

namun biasanya mereka menerima gaji per bulan dari ponggawa yang

menampung hasil tangkapan mereka.

c. Pulau Gondongbali

Pulau Gondongbali terletak pada posisi 04°39'4,32” - 04°44'26,88”

LS dan 119°03'39,6” - 119°08'24” BT. Pulau Gondongb ali merupakan

salah satu dari 4 (empat) pulau yang terdapat di Desa Mattiro Matae

(Pulau Pammanggangan, Pulau Gondong Bali, Pulau Tambakulu dan

Pulau Saranti). Luas wilayah daratan Pulau Gondongbali adalah 9,10 Km2

dihuni 1,171 jiwa; terdri atas 580 laki-laki dan 591 perempuan (Kantor

Camat Liukang Tupabbiring, 2011).

Penduduk umumnya beretnis Bugis dan Makassar. Etnis lain yang

terdapat di pulau ini adalah etnis Mandar, namun jumlahnya relatif sedikit.
48

Dengan menggunakan perahu motor, Pulau Gondongbali dapat dicapai

dalam waktu 4 (empat) jam dari Makassar (Pelabuhan Paotere), 3 (tiga)

jam dari Pangkep (Dermaga Maccini Baji), dan 3 (tiga) jam dari ibukota

kecamatan (Pulau Balang Lompo).

Sarana dan prasarana umum yang tersedia di pulau ini relatif

terbatas. Untuk sarana dan prasarana pendidikan, di pulau ini hanya

terdapat sebuah gedung SD dengan jumlah guru dan murid sangat

terbatas. Sarana dan prasarana kesehatan, di pulau ini hanya terdapat

sebuah Puskesmas Pembantu dan 2 (dua) orang tenaga kesehatan

(bidan desa). Di pulau ini juga terdapat prasarana listrik yang digerakkan

oleh generator listrik (Bantuan Japan International Cooperation Agency

(JICA) dengan kapasitas yang relatif cukup besar, mampu melayani

semua rumah dari pukul 17.30 dan 24.00. Sarana dan prasarana olahraga

juga cukup tersedia di pulau ini meliputi lapangan sepak bola, lapangan

voli, dan bulu tangkis masing-masing sebanyak 1 (satu) buah, serta

lapangan tenis meja 3 (tiga) buah.

Pekerjaan nelayan yang paling dominan adalah nelayan pang'es

dan nelayan penangkap ikan sunu hidup. Pang'es melakukan aktivitas

penangkapan di luar wilayah desa hingga mencapai wilayah kalimantan.

sebagian besar nelayan sunu melakukan aktivitas penangkapan di sekitar

wilayah desa dengan menggunakan alat pancing kedo-kedo. Aktifitas

penangkapan berlangsung setiap hari, dimulai pada pukul 17.00 sampai

dengan pukul 05.00 dengan lokasi penangkapan hanya di sekitar pulau.

Hasil tangkapan berupa ikan sunu selanjutnya dijual ke ponggawa. Oleh


49

ponggawa ditampung selama beberapa hari (sekitar 2-3 hari) untuk

mencapai ukuran tertentu, sebelum dipasarkan di Makassar.

Gambar 5. Kelimpahan Karang di Perairan Pulau Gondongbali

Pulau Gondongbali termasuk dalam wilayah administrasi Desa

Mattiro Matae. Pulau lainnya adalah Pulau Gondong Bali, Pulau Saranti,

Pulau Tambakulu dan Pulau Pamanggangang. Kondisi terumbu karang

hampir tidak ditemukan dalam kondisi baik, umumnya dalam kondisi

'rusak' hingga 'sedang'. Karang mati terbungkus algae dan substrat

berpasir sangat mudah ditemukan di beberapa lokasi. Pada sisi utara dan

barat pulau lereng terumbu cukup terjal yang didominasi oleh karang-

karang rapuh. Namun demikian, relief terumbu cukup besar sehingga

komunitas ikan karang termasuk ikan-ikan berukuran besar masih cukup

banyak ditemukan di bawah teras terumbu pada kedalaman 16-20 m.

Lokasi teras ini berada di sisi timur pulau yang sangat cocok bagi kegiatan

wisata penyelaman. Kegiatan penyelaman akan lebih menarik karena pad

lokasi ini terdapat banyak akar bahar kipas, namun demikian harus

waspada terhadap hewan hydroid pada sekitar kedalaman 3-4 meter.


50

Jumlah dan jenis ikan karang cukup banyak dan

keanekaragamannya cukup tinggi, ditopang oleh arus dan kejernihan air

terutama Pomacen-tridae yang sangat tergantung pada keberadaan

terumbu karang. Ikan konsumsi seperti ikan ekor kuning (caesionidae) dan

ikan baronang (siganidae), ikan sunu lutjanidae. Ikan indikator terumbu

karang Chaetodontidae masih cukup banyak ditemukan.

Gambar 6. Kelimpahan Ikan Karang di Perairan Pulau Gondongbali

d. Pulau Pamanggangan

Pulau Pamanggangang termasuk dalam kawasan pengelolaan

TWP Kepulauan Kapoposang yang tidak berpenghuni kecuali hanya

nelayan-nelayan musiman yang beristrahat. Rataan terumbu yang

memanjang dari arah utara ke selatan yang didominasi oleh pasir. Kondisi

terumbu karang di pulau ini tergolong kurang bagus (15-25 % karang

hidup) terutama di rataan terumbu. Kandungan TSS perairan 210 ppm

termasuk rendah dibanding dengan yang tercatat di Pulau Saugi dan

Pulau Satando. Nilai kecerahan perairan umumnya 2.5-3 m, tergolong

cukup dangkal dan sebagai indikasi kekeruhan.


51

Kondisi terumbu karang di pulau ini rusak parah hingga sedang

(karang hidup 5 - 47 %). Bentuk-bentuk karang keras yang dominan

ditemukan di sisi baratnya adalah bentuk foliosa dari genus montipora,

acropora, porites cylindrica, favia, goniastrea, lobophyllia corymbosa dan

porites (massive). Hamparan pasir dan karang (reef flat) yang amat luas

dan dangkal dengan beberapa mini patch reef. Jenis biota lain cukup

banyak, antara lain : Karang lunak : xenia, spons : aplysinella, akar bahar :

antipathes, tali arus : cihripathes, gorgonian : melithaea, dan kima :

tridacna. Beberapa algae yang hidup pada habitat ini diantaranya padina,

turbinaria, gracillaria dan gelidium. Spesies ikan karang : chromis

ternatensis, c. viridis, anthias sp dan pseudanthias sp, zebrasomascopas,

acanthurus lineatus.

e. Pulau Suranti

Pulau Suranti merupakan pulau tak berpenghuni, namun sering

disinggahi oleh nelayan untuk bermalam atau sekedar istrahat. Rataan

terumbu intertidal tidak terlalu lebar, tapi rataan terumbu yang berada

pada paparan subtidal cukup luas pada kedalaman 3 m. Pada terumbu

karang yang dangkal kedalaman 3 m tergolong rusak dengan penutupan

karang hidupnya 24 %, sedangkan pada kedalaman 10 m tergolong

sedang, dengan penutupan karang hidupnya 37 %. Komponen terumbu

karang lainnya yang tergolong dominan adalah karang mati di kedua

kedalaman, dan rubble di kedalaman 10 m. Paparan terumbu karang

kedua, bisa ditemukan pada kedalaman 7-9 meter dengan kondisi


52

terumbu karang yang bagus. Disini tutupan karang hidup mencapai lebih

dari 60-75 % dengan kepadatan dan keanekargaman karang yang tinggi.

Secara umum isu dan permasalahan pengelolaan sumberdaya

pesisir, kelautan dan pulau-pulau kecil yang dirasakan selama ini oleh

masyarakat maupun pengelola kawasan, antara lain berupa belitan

kemiskinan penduduk pesisir, penurunan kualitas lingkungan, kegiatan

ekstraksi sumberdaya alam yang merusak serta bukan memanen

pertumbuhannya (incremental harvesting), adanya gap pemanfaatan

potensi sumberdaya antar lokasi satu dengan lokasi lainnya pada satu

wilayah.

f. Luas Dan Batas

Kawasan TWP Kepulauan Kapoposang memiliki luas 50.000 ha

(SK. Menhut. 558/Kpts-VI/96). TWP ini meliputi 6 pulau utama

(Kapoposang, Papandangan, Pamangganggang, Tambakulu,

Gondongbali, dan Suranti), dan gugusan terumbu karang. Dari 5 pulau

tersebut, 3 pulau berpenghuni yaitu : Pulau Kapoposang, Papandangan,

dan Gondongbali. Sebagai pusat aktifitas sosial-ekonomi, serta kegatan

pelestarian sumberdaya alam TWP Kepulauan kapoposang, Pulau

Kapoposang menjadi prioritas pengembangan prasarana dan sarana, dan

pengembangan kawasan.

Secara geografis kawasan TWP Kepulauan Kapoposang terletak

pada koordinat 4°37’ sampai 4°52’ Lintang Selatan d an 118°54’00”

sampai 119°10’00’’ Bujur Timur. Pulau Kapoposang ya ng akan menjadi

pusat pengembangan TWP terletak pada koordinat 04°4 1’00” Lintang


53

Selatan dan 118°57’00” Bujur Timur, sedangkan Pulau Papandangan

yang menjadi pulau tetangga terdekat dari Pulau Kapoposang dan

sekaligus menjadi ibukota Desa Mattiro Ujung dimana Pulau Kapoposang

tercakup didalamnya, terletak pada posisi sekitar titik 4°43’15” Lintang

Selatan dan 118°58’00” Bujur Timur. Jarak Pulau Kap oposang ke Pulau

Papandangan sekitar 2,2 kilometer dengan jarak tempuh sekitar 10-15

menit menggunakan perahu motor.

Selain Pulau Kapoposang dan Papandangan, dalam kawasan TWP

juga tercakup Pulau Gondongbali, Pulau Tambakulu, Pulau

Pemanggangan dan Pulau Suranti. Pulau Gondongbali dahulu merupakan

pusat perkembangan sosial ekonomi pulau dikawasan ini. Tetapi setelah

diadakan pemekaran desa, Pulau Kapoposang dan Papandangan

dijadikan 1 desa baru, Pulau Gondongbali tidak lagi menjadi satu-satunya

pusat pengembangan. Pulau Papandangan tampil sebagai pusat

administrasi yang baru yang sekaligus pusat perkembangan sosial

ekonomi, sedangkan Pulau Kapoposang sebagai pusat kedatangan

wisata.

Pulau Kapoposang sebagai pusat TWP berada di sebelah Barat

laut Kota Makasar, dan merupakan pulau paling Barat dari Kepulauan

Sangkarang (Spermode). Berdasarkan letaknya yang paling ujung itulah

maka pulau ini diberi nama Kapoposang, yang dalam bahasa Bugis berarti

yang penghabisan atau yang terakhir. Jarak Pulau Kapoposang dari

ibukota Kecamatan Liukang Tupabbiring yang berpusat di Pulau Balang

Lompo, mencapai 48 km atau lima jam perjalanan dengan menggunakan


54

perahu motor berkekuatan lima tenaga kuda (HP). Jarak ke ibukota

Kabupaten, yakni Kota Pangkajene, mencapai 60 km atau lima sampai

enam jam perjalanan, sedangkan jarak ke ibukota propinsi (Makasar) 112

km atau lima sampai 6 jam perjalanan dengan perahu bermotor

berkekuatan 66 tenaga kuda (HP) dan sekitar dua jam dengan

menggunakan speed-boat berkekuatan 200 tenaga kuda (HP).

Sebagai bagian dari komposisi gugusan pulau di Kepulauan

Spermonde, garis pantai sebelah Utara dan Timur Pulau Kapoposang

berbatasan dengan Selat Makassar. Garis pantai ini merupakan lereng

curam dengan kedalaman hingga lebih 600 meter. Sedangkan pantai

bagian Selatan merupakan pantai yang landai dengan kedalaman yang

berangsur hingga mencapai 40 meter. Pulau Kapoposang membujur ke

arah Timur laut-Barat daya dan melengkung di bagian tengahnya,

sedangkan terumbu karangnya membujur ke arah Timur-Barat.

Gugusan Kepulauan Spermonde, dimana Kepulauan Kapoposang

termasuk didalamnya, merupakan pulau-pulau karang yang tumbuh pada

paparan Maros yang bersama Gunung Lompo Battang membentuk

paparan Holocone. Lebar paparan Spermode dari pantai ke arah Barat

berkisar antara 40 km.

Berdasarkan kedalaman dengan pertimbangan bentuk dasar

paparan berupa undakan Paparan Spermode dapat dibagi dalam empat

zona (Wisman, 1981 dalam Suharsono, 1997) yaitu :

a. Zona pertama merupakan zona pantai dengan dasar pasir atau

lumpur dan banyak dipengaruhi oleh daratan.


55

b. Zona Kedua berjarak sekitar lima kilometer dari pantai dengan

kedalaman sekitar 30 meter. Pada zona ini ditemukan banyak pulau-

pulau kecil

c. Zona ketiga berjarak 12,5 kilometer dari pantai dengan kedalaman

laut bervariasi antara 30-50 meter. Pada zona ini banyak ditemukan

”Patch reef” atau takat yaitu terumbu karang yang belum muncul

kepermukaan.

d. Zona keempat atau zona terluar mempunyai variasi kedalaman antara

30-50 meter dengan jarak 25-30 kilometer dari pantai. Pada umumnya

sisi Timur dari pulau-pulau yang berada di zona ini relatif landai

dengan kedalaman antara 30-50 meter, sedangkan sisi Barat

mempunyai dinding terumbu yang terjal dengan kedalaman antara

100-300 meter. Pulau Kapoposang berada pada zona keempat.

Secara administratif Kepulauan Kapoposang termasuk dalam

wilayah Kecamatan Liukang Tupabbiring. Luas wilayah Kecamatan

Liukang Tupabbiring mencakup 140 km2, sebagian besar terdiri dari

perairan dan 42 buah pulau. Ibukota Kecamatan bernama Mattiro Sompe

terletak di Pulau Balang Lompo. Jarak Mattiro Sompe dari Pangkajene

mencapai 22 km. TWP Kepulauan Kapoposang meliputi 6 pulau, yaitu

Kapoposang dengan luas 42 Ha, Papandangan ± 13 Ha, Gondongbali ±5

Ha, Tambakulu ± 5 Ha, Pamanggangan ± 5 Ha, dan Suranti ± 4 Ha.

Kepulauan Kapoposang masuk dalam wilayah administratif Kecamatan

Liukang Tupabbiring.
56

Desa dalam TWP Kepulauan Kapoposang yang berpenghuni

adalah Desa Mattiro Ujung (pulau Kapoposang dan Papandangan), dan

Mattiro Matae (di Pulau Gondongbali). Sebagai salah satu orientasi

pengembangan kawasan pengembangan, pada awalnya pulau yang

berpenghuni dipimpin seorang kepala pulau yang disebut galla

(gallarang). Beberapa kepala dusun di Kepulauan Kapoposang adalah

bekas galla (sebelum pemekaran desa). Ia ditunjuk oleh kepala desa dan

memperoleh persetujuan sepenuhnya dari masyarakat.

B. Topografi , Iklim dan Keadaan Angin

1. Topografi

Dataran pulau-pulau dalam kawasan TWP Kapoposang

berketinggian antara 0-2,5 meter dari permukaan laut. Pulau Kapoposang,

Pulau Papandangan, Pulau Gondongbali, Pulau Tambakulu, Pulau

Pamanggangan, dan Pulau Surati, topografi wilayah rata-rata datar dan

sedikit bergelombang. Pada sekeliling tiap pulau terdapat pematang

pantai (Beach ridge) dengan tipe pantai yang umumnya berpasir putih

dengan butiran yang relatif halus.

Di Pulau Kapoposang, Pulau Papandangan dan Pulau

Gondongbali, penggunaan lahan terdiri dari peruntukan pemukiman dan

vegetasi pohon-pohonan, sedangkan di Pulau Tambakulu, Pulau

Pamanggangang dan Pulau Surati peruntukan lahan secara keseluruhan

berupa vegetasi/ pohon-pohonan.


57

2. Geologi Dan Iklim

Daratan dalam Kepulauan Kapoposang terdiri dari tanah berpasir.

Semakin ke arah pantai, kandungan pasir semakin besar; sebaliknya

semakin ketengah pulau, kadar liat tanah lebih besar. Pulau-pulau di

kawasan memiliki tanah yang cukup subur untuk beberapa jenis tanaman.

Lahan yang ada vegetasi semak-belukar ditambah pohon sukun, kelapa

dan pisang serta perdu yang cukup lebat. Pada beberapa bagian daratan,

pelongsoran tanah oleh tekanan air (abrasi) sering terjadi.

Batuan penyusun daratan berupa endapan alluvial pantai, terdiri

dari pasir lepas, dengan material pembentuk berupa pecahan cangkang

binatang laut dan koral. Pada beberapa tempat di pinggir pantai sebelah

Timur laut kawasan, tersingkap lapisan batuan pantai (beach rocks)

membentuk perlapisan. Perlapisan ini bersifat semipermeabel dan

berfungsi sebagai batuan dasar penangkap air tanah. Tebal perlapisan

sekitar 1-1,5 m. Material pembentuk perlapisan batuan ini sama dengan

material pembentuk endapan pulau lainnya, kadang dijumpai campuran

batuan vulkanik berukuran 5-15 cm.

Iklim dalam kawasan TWP Kapoposang ditandai oleh dua musim

dengan keadaan cuaca yang secara signifikan berbeda yakni musim

Timur ( musim hujan) pada bulan November-Mei dan musim Barat (musim

kemarau) pada bulan Juni-November. Musim Barat ditandai oleh keadaan

laut yang berombak tinggi, curah hujan yang intensif dan angin yang

bertiup kencang, sedangkan pada musim Barat laut relatif tenang dan

curah hujan rendah. Curah hujan berkisar antara 2.000-4.000 milimeter


58

dengan curah rata-rata 3.163 mm/tahun, sedangkan hari hujan 159

hari/tahun. Rata-rata temperatur 27°C dan berkisar antara 18°-37°C, dan

evaporasi berkisar 4-8,5 mm/hari.

Secara umum luasan pasir putih di kawasan Kapoposang relatif

terbatas/sempit. Endapan pasir dominan ada dipinggir pulau terbentuk

akibat adanya proses abrasi dan akresi. Rataan terumbu karang di bagian

Utara pulau mencapai lebar 100-400 m; rataan terumbu di sebelah

Selatan lebih lebar yakni 300-600m; rataan terumbu ini melebar lagi

mencapai 1 km dengan panjang 4 km di bagian Timur; sedangkan di

bagian Barat kawasan lebih melebar lagi yakni mencapai 2,5 kilometer.

Dasar perairan Kepulauan Kapoposang di bagian Utara dan Timur

merupakan lereng yang curam. Sudut lereng dasar perairan, pada

kedalaman hingga 50 meter, berkisar hingga 45° dan berangsur-angsur

meningkat hingga 70° sampai pada kedalaman lebih da ri 200 meter. Di

sebelah Selatan, dasar perairan merupakan perairan dangkal dengan

lereng yang sangat landai (2° sampai 4°) berelief s angat kasar dengan

ditandai oleh beberapa tonjolan-tonjolan karang. Dasar perairan sebelah

Selatan sebagian besar tertutup oleh sedimen pasir.


59

C. Ekosistem Terumbu Karang

1. Pulau Gondong Bali

Hasil monitoring Coremap Fase II Kabupaten Pangkep tahun 2009

menunjukkan kondisi terumbu karang di Pulau Gondongbali masih

tergolong bagus pada kedalaman 3 m dan 10 m. Tutupan karang pada

kedalaman 3 m terjadi penurunan dari 68% tahun 2007 dan 2008 menjadi

76% tahun 2000, sementara pada kedalaman 10 m, tutupan karang

meningkat dari 34% tahun 2007 dan 2008 menjadi 62% tahun 2009.

Terjadi peningkatan tutupan karang lunak sekitar 6 – 10% pada

kedalaman 3 dan 10 m.

Gambar 7. Persentase Tutupan Terumbu Karang di Pulau Gondongbali


(Sumber: Coremap II Kabupaten Pangkep (2009))

Namun demikian, unsur biotik seperti rubble atau pecahan karang

mati menurun pada kedalaman 10 m. Di samping itu, karang lunak (Soft


60

coral) sebagai unsur biotik sedikit meningkat tutupannya menggantikan

penutupan abiotiknya. Artinya, lokasi ini tidak mengalami selama periode

satu tahun dan rekrutmen dan akresinya terjadi akibat pertumbuhan

karang keras. Jika dibandingkan dengan survey PPTK-Unhas (2006) yang

mendapatkan penutupan karang hidup di tubir terumbu karang 18% dan

hanya 24% pada tahun 2001.

Genera karang yang umum ditemukan pada pulau ini adalah

Echinopora, Lobophyllia, Porites, Acropora, Mantiphora, Pocillopora,

Pocillopora dan genera-genera karang yang bentuk pertumbuhannya

masif, bercabang, dan encrusting. Genera karang lunak (Octocorllia) yang

ditemukan antara lain: Sarcophyton dan Lobophytum. Selain itu, juga

ditemukan beberapa jenis biota asosiasi lain sepeti lili laut, bulu babi, kima

lubang, dan beberapa jenis sponge.

2. Pulau Suranti

Hasil monitoring Coremap Fase II Kabupaten Pangkep tahun 2009

menunjukkan kondisi terumbu karang Pulau Suranti pada kedalaman 3

meter mengalami peningkatan yang cukup signifikan, berdasarkan data

tahun 2007 didapatkan tutupan karang hidup AC dan NA sebesar 23%,

pada tahun 2008 meningkat menjadi 48% dan tahun 2009 meningkat lagi

menjadi 97%. Berbeda dengan kedalaman 3 meter, pada kedalaman 10

meter tidak terlihat perubahan data dari tahun ke tahun, data tutupan

karang tahun 2007 dari kategori AC dan NA sebesar 46%, tahun 2008

sebesar 47% dan tahun 2009 sebesar 49%, perubahan tutupan dasar

yang terlihat adalah pada kategori R (rubble/pecahan karang) dan DCA


61

(dead coral with algae), dimana pada tahun 2007 tutupan rubble sebesar

19% kemudian pada tahun 2008 menurun hingga 0% dan pada tahun

2009 meningkat kembali hingga 38%, menurunnya tutupan karang pada

tahun 2008 disebabkan karena pecahan karang ini sudah tertutupi oleh

pasir, hal ini dapat dilihat pada grafik dibawah dimana terjadi peningkatan

tutupan pasir pada tahun yang sama sebesar 6% dan juga terjadi

peningkatan tutupan karang lunak sebesar 10%. Peningkatan tutupan

karang lunak mengindikasikan terjadinya perbaikan terumbu karang

ditahun 2008 ini mengingat bahwa karang lunak merupakan hewan

perintis pada daerah terumbu karang yang rusak sebelum ditumbuhi oleh

organisme karang kembali.

Perubahan lain yang terjadi adalah perubahan tutupan karang oleh

kategori DCA, dimana pada tahun 2007 tutupan DCA sebesar 31%,

kemudian pada tahun 2008 meningkat menjadi 36% dan pada tahun 2009

menurun menjadi 9%, penurunan yang terjadi pada tahun 2009 mungkin

disebabkan terjadinya aktifitas yang merusak karena pada tahun ini terjadi

peningkatan tutupan pecahan karang, Hanya saja ada pengharapan untuk

pemulihan kondisi terumbu karang di pulau ini. Indikator adanya

pemulihan kondisi terumbu karang di pulau ini telah terlihat pada awal

survei dimana banyak koloni-koloni karang yang berukuran kecil yang

mulai tumbuh di pulau ini. Beberapa tahun ke depan terumbu karang di

pulau ini akan mengalami perbaikan. Sebagai perbandingan dengan

survey ini, hasil survey PPTK-Unhas (2005) menunjukan bahwa kondisi

karang Pulau Suranti pada umumnya kurang baik. Walaupun penutupan


62

rata-rata terumbu karang hidupnya hanya sekitar 27% di reef top dan 23%

di reef edge pada beberapa titik karang hidupnya dapat mencapai 37%

dari total makrobentik (kategori sedang). Namun, untuk wilayah tertentu

substrat dasar didominasi oleh pasir putih dan wilayah tertentu lainnya

lebih sering dijumpai hancuran karang (rubble). Persentase rata-rata

penutupan rublle di pulau ini relatif tinggi yakni 21% di daerah reef top dan

20% di daerah reef edge. Data LIT memperlihatkan pesrsentase yang

sangat tinggi dari karang mati (DC) dan karang mati yang tertutup alga

(DCA) 32%. Genera karang yang dominan ditemukan di kedalaman 3 m

adalah Acropora 28%, kemudian Echinopora, Montipora, dan Porites.

Sementara pada kedalaman 10 m Genera karang yang dominan adalah

Montipora, Caulastrea dan Alveopora.

Gambar 8. Persentase Tutupan Terumbu Karang di Pulau Suranti


(Sumber: Coremap II Kabupaten Pangkep (2009)
63

3. Pulau Kapoposang

Hasil monitoring Coremap Fase II Kabupaten Pangkep tahun 2009

terjadi peningkatan jika dibandingkan dengan data tahun 2007 dan 2008.

Secara keseluruhan terjadi peningkatan tutupan karang hidup dipulau ini

baik dikedalaman 3 meter maupun dikedalaman 10 meter. Peningkatan

terbesar terlihat pada kategori AC (acropora) di kedalaman 3 meter yaitu

sebesar 27%, peningkatan ini diikuti dengan penurunan karang mati

dengan alga (DCA) sebesar 23%. Tingginya perubahan yang terjadi pada

kategori ini karena pada kondisi perairan yang baik karang jenis acropora

ini terutama bentuk pertumbuhan bercabang memiliki kecepatan tumbuh

yang bagus.

Pada kedalaman 10 meter juga terjadi peningkatan pada kategori

AC dan NA, dimana pada tahun 2007 dan 2008 tidak ditemukan AC tetapi

pada tahun 2009 ditemukan 14%. Kategori NA peningkatan terjadi dari

tahun 2007- 2009 dimana tahun 2007 didapatkan tutupan NA sebesar 9%,

tahun 2008 sebesar 30% dan tahun 2009 sebesar 41%. Penurunan

karang mati dengan alga (DCA) juga terjadi dikedalaman 10 meter ini,

pada tahun 2007 tutupan DCA sebesar 61%, kemudian pada tahun 2008

menurun menjadi 40% dan pada tahun 2009 ini menjadi 0%.

Berdasarkan perbandingan kondisi terumbu karang antara

monitoring ini dengan survei PPTK-Unhas (2006) menunjukkan bahwa

dalam tenggang waktu 1 tahun beberapa tempat di sebelah Barat pulau

mengalami peningkatan dan penurunan penutupan karang hidupnya.

Penurunan penutupan berkisar 40 - 45 %, sedangkan peningkatan


64

penutupan berkisar 15 - 20 %. Peningkatan dan penurunan penutupan

karang hidup di beberapa tempat di pulau ini diakibatkan oleh serangan

Acanthaster planci 1 atau 2 tahun yang lalu, dan juga beberapa aktivitas

penduduk di kawasan terumbu karang pulau tersebut.

Topografi dasar terumbu karang pada sisi Timur, Utara hingga

Barat Pulau Kapoposang sangat spesifik yakni terdiri dari Reef flat (rataan

terumbu) dan Reef edge (batas atas tubir) dan Drop off (tebing terumbu).

Lokasi terumbu ini tidak memiliki lereng terumbu yang landai, akan tetapi

berupa tebing terumbu (Drop off) sehingga menjadi tujuan utama

penyelaman wisata.

Gambar 9. Persentase Tutupan Terumbu karang di Pulau Kapoposang


(Sumber: Coremap II Kabupaten Pangkep (2009))

Secara ekologi, kondisi terumbu karang di daerah reef flat

tergolong rusak. Kerusakan terumbu karang diakibatkan oleh

pemangsaan bintang laut bermahkota duri Acanthaster planci. Populasi


65

binatang pemakan karang ini memuncak pada tahun 2005 di hampir

semua titik di sisi Utara dan Barat (PPTK-Unhas, 2006). Hasil penelitian

Spice-PPTK (2005) mengungkapkan bahwa populasi Acanthaster planci

mencapai 120 ekor per 100 m2. Dalam jangka waktu 6 bulan, kondisi

terumbu karang menurun dari 60 % tutupan karang hidup menjadi 10-25

%. Pada tahun 2006 terumbu karang didominasi oleh komponen karang

mati dan karang mati tertutup algae. Di satu sisi tutupan terumbu karang

pada kawasan ini yang masih tersisa, sekarang sedang diserang pula oleh

bintang berduri ini.

D. Kondisi Objektif Sosial Ekonomi Masyarakat TWP Kapoposang

1. Kondisi Sosial Dan Ekonomi

a. Demografi

Distribusi dan jumlah penduduk dalam Kecamatan Liukang

Tupabbiring. Penduduk Kecamatan Liukang Tupabbiring tahun 2010

mencapai 16.927 jiwa. Penduduk desa Mattiro Matae menurut

Kelurahan/Desa, distribusi penduduknya sebesar 8,70 % dengan jumlah

penduduk sebanyak 1.472 dengan komposisi penduduknya meliputi laki-

laki 705 orang dan perempuan 767 orang. Sedangkan, Desa Mattiro

Ujung, distribusi penduduknya sebesar 8,48 % dengan jumlah penduduk

sebanyak 1.436 dengan komposisi penduduknya meliputi laki-laki 727

orang dan perempuan 709 orang. Jumlah penduduk perempuan lebih

banyak dari penduduk laki-laki terdapat di Desa Mattiro Matae, sedangkan

di Desa Mattiro Ujung penduduk perempuannya lebih sedikit dari

penduduk laki-laki.
66

Secara demografis, luas daratan sekitar 0,99 Km2 dengan

kepadatan penduduk di Desa Mattiro Matae sebesar 4.329, sedangkan

kepadatan penduduk di desa Mattiro Ujung sebesar 2.209. Sex ratio desa

Mattiro Matae sebesar 91,92 dengan 271 KK, sedangkan Desa Mattiro

Ujung sebesar 102,54 dengan 278 KK.

Tabel 8. Jumlah Penduduk Desa Mattiro Matae dan Mattiro Ujung


Penduduk Sex Rumah Distribusi
Desa Kepadatan
Laki Perempuan Jumlah ratio Tangga (%)
Mattiro
705 767 1472 91,92 271 4,329 8,70
Matae
Mattiro
727 709 1436 102,54 278 2,209 8,48
Ujung
Sumber : BPS Pangkep 2010

b. Mata Pencaharian

1. Pulau Godongbali

Pekerjaan yang dominan penduduk di Gondongbali adalah nelayan

pang’es dan nelayan penangkap ikan sunu hidup. Pang’es melakukan

aktivitas penangkapan di luar wilayah desa hingga mencapai wilayah

Kalimantan. Sebagian besar nelayan sunu melakukan aktivitas

penangkapan disekitar wilayah desa dengan menggunakan alat pancing

kedo-kedo.

Waktu penangkapan berlangsung setiap hari, dimulai pada pukul

17.00 sampai dengan pukul 05.00 dengan lokasi penangkapan hanya

disekitar pulau. Hasil tangkapan berupa ikan sunu dan teripang

selanjutnya dijual ke ponggawa, oleh ponggawa ditampung dulu selama

beberapa hari ( sekitar 2 - 3 hari ) untuk mecapai ukuran tertentu, sebelum

dipasarkan di Makassar.
67

2. Pulau Kapoposang

Pekerjaan sebagian besar warga Pulau Kapoposang adalah

nelayan. Alat tangkap yang paling banyak digunakan adalah alat tangkap

pancing yang biasa mereka sebut pancing kedo-kedo untuk menangkap

ikan sunu.

Jenis komoditi yang ada di Pulau Kapoposang adalah pohon

kelapan, sukun dan kelor. Kedua komoditi ini tidak saja untuk dikonsumsi

penduduk Pulau Kapoposang, tetapi juga dijual sampai ke Kota Pangkep.

Kedua komoditi ini dapat dijumpai hampir sepanjang tahun. Melimpahnya

hasil panen berlangsung pada bulan Juni sampai Oktober untuk kelor,

sedangkan sukun pada bulan Oktober sampai Maret. Beberapa warga

menggeluti usaha pembuatan perahu. Pembuatan perahu ini dilakukan

sesuai dengan pesanan, karena jumlah penduduk yang membuat perahu

ini tidak banyak, dan jumlah yang dibuat juga sesuai dengan pesanan.

Lokasi penangkapan ikan karang relatif dekat yaitu di sekitar pulau

tempat mereka tinggal. Pemancingan ikan dilakukan oleh masyarakat

ketika musim Barat tiba, dimana ombak relatif besar, sehingga kegiatan

penangkapan tersebut tidak dilakukan di lokasi yang jauh, tetapi di daerah

terumbu karang sekitar pulau dengan menggunakan pancing tradisional.

3. Pulau Papandangan

Aktifitas yang dilakukan sehari-hari sebagai nelayan, menggunakan

alat tangkap Purse Seine atau Ga’e. Siklus aktifitas penangkapan

berlangsung sekitar 2 sampai 3 hari di laut dan antara 3 sampai 4 hari di

darat (pulau). Aktifitas tersebut berlangsung dari bulan Mei sampai


68

November. Selama di darat, sebagian waktu digunakan untuk

mempersiapkan segala keperluan yang berkaitan dengan usaha

penangkapan.

c. Pendidikan dan Kesehatan

Tingkat pendidikan penduduk dalam kawasan TWP Kapoposang

rerata masih rendah. Rendahnya tingkat pendidikan rata-rata disebabkan

oleh akses ke lembaga pendidikan lanjutan yang sangat rendah, karena

lokasi Pulau Kapoposang terpencil dan terisolasi. Untuk melanjutkan

pendidikan, penduduk harus merantau ke Pangkep atau Makasar.

Cepatnya lingkungan pekerjaan menyerap anak usia sekolah menjadikan

kesempatan ke pendidikan lanjutan semakin terbatas.

Jenis keterampilan yang dikuasai masyarakat berkisar pada

pekerjaan yang berhubungan dengan laut sebagai hasil sosialisasi dari

lingkungan keluarga dan alam, terutama yang berkaitan dengan

keterampilan pelayaran dan penangkapan hasil laut. Setelah nelayan di

berbagai kawasan mengalami modernisasi penangkapan, keterampilan

nelayan di pulau ini ikut meningkat sebagai hasil persinggungan

pengalaman dengan nelayan dari luar pulau, khususnya dalam

keterampilan motorisasi penangkapan, penggunaan alat selam,

penggunaan bahan peledak, penggunaan bahan kimia (sianida) dan

sebagainya.

Peningkatan keterampilan juga dicapai melalui kegiatan

penyuluhan yang dijalankan oleh instansi pemerintah dan Lembaga

Swadaya Masyarakat (LSM). Departemen Perindustrian dan Dinas


69

Perikanan pernah mengajarkan merek cara pembuatan abon-abon dan

teknik pengeringan ikan, tetapi keterampilan ini kemudian kurang

bermanfaat karena sebagian besar hasil tangkapan langsung dijual di laut

atau dibawa ke daratan Makasar dan Pangkep.

Fasilitas kesehatan berupa puskesmas pembantu terdapat di Pulau

Papandangan dan Gondongbali. Puskesmas di Papandangan dengan

seorang tenaga medis bidan PTT melayani penduduk (Kapoposang dan

Papandangan). Posyandu namun kurang aktif. Karena keterbatasan

fasilitas kesehatan, sebagian penduduk masih mengandalkan jasa dukun

dalam bidang pengobatan. Bila warga diserang penyakit serius, sering

mereka harus berobat ke Pangkep atau Makassar dengan menempuh

perjalanan laut sekitar 6 jam. Penyakit yang banyak diderita adalah

malaria, gatal kulit, poso (sesak nafas), rematik, batuk, dan influenza.

Kadang juga ada muntaber.

Fasilitas medis yang ada di Kecamatan Liukang Tupabbiring adalah

2 puskesmas, 12 puskesmas pembantu, 1 puskesmas keliling, 28

posyandu. Sedangkan banyaknya tenaga medis yang bertugas di

Kecamatan Liukang Tupabbiring adalah 2 dokter umum, 2 dokter gigi, 7

bidan, 26 perawat, 50 dukun, dan 6 lainnya.

d. Agama dan Istiadat

Berdasarkan hasil pengamatan lapangan, hampir seluruh warga

pulau dalam kawasan TWP Kepulauan Kapoposang berasal dari

Pangkep. Ada juga yang mengaku keturunan Mandar. Dengan asal-usul

demikian, agama yang dianut penduduk pulau 100% Islam. Sarana


70

agama yang ada berupa masjid, mushola terdapat disetiap pulau yang

berpenghuni.

Adat istiadat penduduk lazimnya sama dengan adat istiadat

penduduk Bugis-Makassar pada umumnya. Orientasi nilai dalam hidup

mereka mengacu pada nilai budaya siri’ na pacce, sebuah nilai budaya

yang mengutamakan harga diri dan solidaritas sosial. Orientasi nilai ini

kemudian berinteraksi dengan tantangan hidup mereka yang bergelut

dengan alam laut yang keras dan terpencil, lalu pada gilirannya

melahirkan etos kerja yang kuat, senang dengan tantangan.

Adat istiadat yang berhubungan dengan ritual siklus kehidupan

memberi penekanan yang besar pada hari perkawinan. Perkawinan

dipestakan sebagaimana halnya pada masyarakat Bugis-Makassar secara

umum, tetapi dalam bagian pesta itu ada acara adat berupa pengambilan

kima dari laut yang dilanjutkan dengan acara makan bersama. Dalam

masyarakat berkembang mitos bahwa sepanjang untuk digunakan dalam

ritual perkawinan, kima akan selalu tersedia dari alam.

Kegotongroyongan dan kekeluargaan masyarakat masih cukup

tinggi. Untuk kebersihan lingkungan dikenal acara jumat bersih, beberapa

fasilitas umum seperti dermaga dan jalan kampung juga dilakukan secara

gotong royong. Berhubung warga pulau masih terkait kekerabatan satu

sama lain, rasa kekeluargaan juga sangat tinggi. Kepemimpinan

patronase yang dipegang oleh tokoh agama masih sangat kuat

pengaruhnya, selain itu, pada kelompok lebih kecil, kepemimpinan

patronase punggawa terhadap sawin.


71

2. Dasar Hukum Pengelolaan Kawasan

Lokasi kegiatan merupakan salah satu kawasan lindung nasional

yang awal penunjukkannya sebagai Taman Wisata Alam (TWA) adalah

melalui Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 588/Kpts-VI/1996 tentang

Penunjukkan Kepulauan Kapoposang dan Perairan Laut di sekitarnya

yang terletak di Kabupaten Daerah Tingkat II Pangkajene Kepulauan

Provinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan seluas ± 50.000 (lima puluh

ribu) hektar sebagai Taman Wisata Alam. Wilayah perencanaan dalam

Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana

Tata Ruang Wilayah Nasional dikenal sebagai Taman Wisata Alam Laut

(TWAL) Kepulauan Kapoposang.

Tahun 2009, pengelolaan TWAL Kepulauan Kapoposang

diserahterimakan dari Departemen Kehutanan kepada Departemen

Kelautan dan Perikanan melalui Berita Acara Serah Terima Kawasan

Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam dari Departemen Kehutanan

kepada Departemen Kelautan dan Perikanan Nomor BA.01/Menhut-

IV/2009 dan BA.108/MEN.KP/III/2009. Menindaklanjuti serahterima

tersebut, TWAL Kapoposang disesuaikan menjadi Taman Wisata Perairan

(TWP) berdasarkan Rancangan Keputusan Menteri Kelautan dan

Perikanan yang tengah dipersiapkan.

Keberadaan dan fungsi TWP Kepulauan Kapoposang dan laut

disekitarnya juga telah selaras dengan yang ditetapkan dalam Rencana

Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZ-WP3K) Kabupaten

Pangkep. Sementara itu, dalam Keputusan Bupati Pangkajene dan


72

Kepulauan Nomor 180 Tahun 2009 tentang Penetapan Kawasan

Konservasi Laut Daerah Kabupaten Pangkep, beberapa bagian dari TWP

Kepulauan Kapoposang termasuk dalam zona inti dan zona perikanan

berkelanjutan.
73

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Nilai Ekonomi Ekosistem Terumbu Karang

Jenis pemanfaatan terumbu karang di Taman Wisata Perairan

(TWP) Kapoposang berdasarkan penelitian terdiri dari pemanfaatan

langsung untuk kegiatan penangkapan, kagiatan penelitian, pariwisata

dan pengambilan karang untuk bahan pondasi rumah. Sedangkan

pemanfaatan tak langsung karang terdiri dari manfaat sebagai penahan

ombak untuk menghindari terjadinya abrasi pulau, manfaat pilihan,

manfaat warisan dan manfaat keberadaan.

1. Manfaat Langsung Ekosistem Terumbu Karang

Hasil penelitian menyebutkan bahwa masyarakat perairan TWP

Kapoposang memperoleh beberapa nilai langsung ekosistem terumbu

karang diantaranya manfaat langsung perikanan, manfaat langsung

penelitian, manfaat langsung pariwisata, dan pengambilan karang sebagai

pondasi rumah dan rangka rumah.

Khusus untuk manfaat langsung perikanan menunjukkan bahwa

penangkapan ikan karang merupakan mata pencarian utama masyarakat

di wilayah TWP Kapoposang sehingga dengan sendirinya ketergantungan

terhadap ekosistem karang sangat tinggi dalam hal penyediaan

sumberdaya ikan. Beberapa kelompok ikan yang terdapat di ekosistem

terumbu karang di perairan TWP Kapoposang diantaranya:


74

a. Ikan target, yaitu ikan ekonomis penting dan biasa ditangkap untuk

konsumsi. Misalnya ikan katamba, ciko ciko, kaneke, laik-laik, sunu,

dan lain-lain.

b. Ikan indikator yaitu jenis ikan karang khas yang ada di terumbu karang

dan menjadi indikator kesuburan perairan. Misalnya ikan kepe-kepe,

angel, kakatua, dan lain-lain.

c. Ikan major, yaitu ikan berukuran kecil sekitar 5-25 cm, mempunyai

warna yang beragam sehingga dikenal juga sebagai ikan hias, misalnya

ikan petok laut, ikan serinding dan lainnya.

Manfaat Langsung ekosistem terumbu karang pada penelitian ini

terdiri dari empat manfaat langsung yaitu :

a. Manfaat Langsung Perikanan Terumbu TWP Kapoposang

Taman Wisata Perairan Kapoposang memiliki ekosistem terumbu

karang yang terbilang cukup luas dengan luas terumbu karang sekitar

kurang lebih 1.156 ha. sebagian besar penduduknya bermata pencaharian

sebagai nelayan sehingga hidup mereka sangat tergantung dari

sumberdaya alam.

Penduduk di Wilayah TWP Kapoposang maupun penduduk dari

luar kawasan, memanfaatkan sumberdaya perikanan terumbu dengan

menjalankan aktifitas penangkapan menggunakan berbagai jenis alat

tangkap yaitu Pancing, Pukat Baronang, Jaring Ikan Kakap, Purse Seine

(Pa'gae), Pancing Rawai, Jaring Cumi-cumi, Pancing Hiu, Jaring Ikan

Terbang, penangkap gurita. Alat tangkap tersebut menangkap berbagai

jenis ikan karang dan ikan pelagis, yang dapat dilihat pada Tabel 9.
75

Tabel 9. Hasil tangkapan dan jenis alat tangkap pada TWP Kapoposang
Kabupaten Pangkep
No Sumberdaya Perikanan Jenis Alat Tangkap
A. Ikan Karang
1 Sunu Pancing Sunu
2 Baronang Pukat Baronang
3 Kakap Jaring Ikan Kakap
4 Hiu Pancing Hiu
B Ikan Pelagis
1 Cakalang Pancing Sunu dan Purse Seine
2 Tongkol Purse Seine
3 Ikan Terbang Jaring Ikan Terbang
4 Ikan Teri Pukat Mairo

C Sumberdaya Perikanan Lainnya


1 Cumi-cumi Jaring Cumi-cumi
2 Gurita Sero/Tombak
Sumber: Data primer setelah diolah, 2012

Berdasarkan Tabel 9 dapat diketahui bahwa wilayah perairan TWP

Kapoposang dengan berbagai jenis alat tangkap yang beroperasi dapat

menangkap beberapa jenis biota laut yang memiliki nilai jual yang cukup

baik di pasaran baik dalam maupun luar negeri, diantaranya ikan sunu,

baronang, cumi-cumi, cakalang, dan Gurita. Untuk produksi hasil

tangkapan di TWP Kapoposang dapat dilihat pada tabel 10.


76

Tabel 9. Produksi Penangkapan Ikan di TWP Kapoposang


Jml Jml Produksi Jumlah
No Jenis Alat Tangkap
Smpl Pls Rata/rata Produksi/tahun

1 2 3 4 5 (4x5)
1 Pancing 16 160 549 87,808
2 Pukat mairo 9 90 1,046 94,100
3 Pukat baronang 1 1 875 875
4 Pancing Hiu 2 7 50 350
5 Jaring Ikan Terbang 5 5 5,650 28,250
6 Purse Seine (Pa'gae) 5 50 19,750 987,500
7 Sero (Gurita) 8 53 501 26,571
8 Jaring Ikan Kakap 5 50 3,684 184,200
9 Rawai 10 100 1,684 168,440
10 Jaring Cumi-cumi 7 7 3,045 21,316
11 Jaring Ikan Cendro 1 5 6,360 31,800
Total 69 528 43,194 1,631,210
Sumber : Data primer setelah diolah tahun 2012

Tabel 10 menjelaskan bahwa hasil tangkapan nelayan di TWP

kapoposang untuk satu tahun terakhir ini sebanyak 1,631,210 kg atau

sekitar 1,631 ton. Sebagian besar hasil tangkapannya dipasarkan di

Makassar, sebagian didaratkan di Kabupaten Pangkep sehingga produksi

hasil tangkapan di Kecamatan Liukang Tupabbiring yang tercatat di Dinas

kelautan dan Perikanan jauh lebih sedikit dibanding hasil yang diperoleh

oleh penulis (tabel 11: hanya 1.022,3 ton) karena hanya yang didaratkan

di Kabupaten Pangkep yang tercatat sedangkan yang didaratkan di luar

kabupaten tidak tercatat oleh petugas, dan ada pula yang di pasarkan di

Kabupaten Barru seperti cumi-cumi, karena yang melakukan

penangkapan cumi-cumi adalah nelayan yang berasal dari Kabupaten

Barru.
77

Satuan
Tabel 11. Produksi Perikanan Tangkap Per Kecamatan di Kabupaten Pangkep : Ton
Tahun Produksi
No Jenis Alat Penangkap Ikan
2006 2007 2008 2009 2010 2011

1 Minasa tene 40,2 28,5 28,8 28,9 29,1 28.0


2 pangkajene 281,1 197,0 199,8 200,0 201.2 189.3
3 Bungoro 743,0 587,8 295,0 595,6 596.5 560.0
4 Labakkang 602,4 429,7 452,6 453,4 454.6 434.6
5 Ma'rang 903,7 641,0 640,1 641,1 610 525.7

6 Segeri 833,4 591,2 590,0 590,6 580 518.7


7 Mandalle 933,8 602,4 610,0 610,8 603 511.7
8 Liukang Tupabbiring 2.158,7 1.532,0 1.551,2 1.553,0 1,642 1022.3

9 Liukang Tupabbiring Utara - - - - - 1,019.9


9 Liukang Tangaya 1.777,2 1.260,0 1.275,7 1.276,4 1,279.10 1,106.8
10 Liukang kalmas 1.767,2 1.252,8 1.268,5 1.270,0 1,273,2 1,092.8

Jumlah 10.040,7 7.122,4 7.211,7 7.219,8 7.268,7 7,009.8


Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pangkep, 2011
78

Pemanfaatan langsung perikanan terumbu memberikan nilai

ekonomi yang cukup tinggi kepada nelayan, baik nelayan yang berasal

dari dalam kawasan TWP Kapoposang maupun yang dari luar, hal ini

dapat dilihat pada Tabel 12 berikut :

Tabel 12. Nilai Ekonomi Manfaat langsung Perikanan Terumbu TWP


Kapoposang
Jml Pendapatan Pengeluaran Pendapatan Total Total Total
Jenis Alat Jml
No Sm Kotor Rata- Rata-rata Bersih Rata- Pendapatan Pengeluaran pendapatan
Tangkap Pls
pl rata (Rp) (Rp) rata (Rp) Kotor (Rp) (Rp) bersih (Rp)

1 2 3 4 5 6 7 (5-6) 8 (4 x 5) 9 (4 x 6) 10 (8-9)
1 Pancing 16 160 45,311,387 10,130,794 35,180,593 7,249,821,867 1,620,926,984 5,628,894,883
Pukat
2 mairo 9 90 69,858,000 16,328,274 53,529,726 6,287,220,000 1,469,544,667 4,817,675,333
Pukat
3 baronang 1 1 73,180,000 45,606,944 27,573,056 73,180,000 45,606,944 27,573,056
Pancing
4 Hiu 2 7 39,500,000 630,556 38,869,444 276,500,000 4,413,889 272,086,111
Jaring Ikan
5 Terbang 5 5 56,224,000 31,910,083 24,313,917 281,120,000 159,550,417 121,569,583
Purse
Seine 5 50 125,500,000 51,038,889 74,461,111 6,275,000,000 2,551,944,444 3,723,055,556
6 (Pa'gae)
Sero
7 (Gurita) 8 53 11,044,000 3,725,397 7,318,603 585,332,000 197,446,032 387,885,968
Jaring Ikan
8 Kakap 5 50 90,500,000 9,672,000 80,828,000 4,525,000,000 483,600,000 4,041,400,000
9 Rawai 10 100 47,604,000 28,398,167 19,205,833 4,760,400,000 2,839,816,667 1,920,583,333
Jaring
10 Cumi-cumi 7 7 75,952,571 21,279,592 54,672,980 531,668,000 148,957,143 382,710,857
Jaring Ikan
11 Cendro 1 5 19,080,000 6,732,417 12,347,583 95,400,000 33,662,083 61,737,917
Total 69 523 653,753,958 225,453,112 428,300,846 30,940,641,867 9,555,469,270 21,385,172,597
Sumber: Data primer setelah diolah, 2012.
79

Dari hasil perhitungan pada tabel 12 dapat diketahui bahwa pancing

memberikan pemanfaatan paling besar karena target tangkapannya

memiliki harga jual yang sangat tinggi di pasaran, kemudian Purse Seine

dan Rawai. Selanjutnya pendapatan bersih secara total dari usaha

penangkapan (manfaat langsung perikanan terumbu) di wilayah perairan

TWP Kapoposang adalah Rp 21,385,172,597,- dengan jumlah populasi

sebanyak 523 buah alat tangkap dari 11 jenis alat tangkap yang

beroperasi di perairan tersebut.

Melihat tingginya pemanfaatan langsung perikanan terumbu di

TWP Kapoposang dapat mengakibatkan tekanan terhadap sumberdaya,

oleh karena itu diperlukan mata pencaharian alternatif seperti

pembudidayaan rumput laut dan teripang bagi nelayan agar hidup mereka

tidak sepenuhnya tergantung dari hasil tangkapan.

b. Manfaat Langsung Pariwisata

Bagi orang yang menyukai laut dengan terumbu karang serta ikan

hias yang beraneka ragam warna, serta pantai yang bersih merupakan

tempat rekreasi yang diidam-idamkan. Menurut Departemen Eksplorasi

Laut dan Perikanan (2000) dalam Supriharyono (2000) berdasarkan hasil

skoring nilai keindahan terumbu karang di Indonesia menyamai bahkan

lebih tinggi dari terumbu karang andalan dunia. Para penggemar cabang-

cabang olahraga seperti layar, selancar, selam dan ski air boleh

bersenang hati karena olahraga ini mulai populer di beberapa tempat

wisata di Indonesia, bahkan kegiatan kelautan sekarang makin

berkembang pesat sehingga muncul wisata Bahari.


80

Potensi pariwisata dan rekreasi di wilayah TWP Kapoposang

sangat besar, Selama ini pantai Pulau Kapoposang dijadikan tempat untuk

bermain Diving oleh wisatawan. Hal ini karena keindahan terumbu

Kapoposang mempunyai nilai keindahan yang cukup besar bila

dibandingkan dengan pantai lainnya. Kegiatan ini sangat menarik

wisatawan untuk mengunjungi pantai Pulau Kapoposang. Ditambah lagi

dengan kualitas pantai yang belum tercemar oleh kerusakan alam dan

juga pasir putih yang mengelilingi sepanjang kawasan pantai. Pulau

Kapoposang biasa dikunjungi oleh para wisatawan, baik lokal maupun luar

negeri. Berdasarkan data dari MDC selaku penyedia jasa rekreasi di pulau

Kapoposang, jumlah wisatawan yang datang berkunjung pada tahun 2011

sebanyak 241 orang wisatawan domestik, 13 orang KIMS (Orang asing

yang bekerja di Indonesia) yang berasal dari Jepang dan Swiss, serta 21

orang wisatawan asing dari Belanda .

Nilai manfaat langsung pariwisata di TWP Kapoposang dapat

dihitung dengan menggunakan metode travel cost yaitu dengan

menghitung biaya yang dikeluarkan oleh para wisatwan selama berada di

pulau, baik itu biaya perjalanan, biaya penginapan. Rincian biaya wisata

ke wilayah TWP Kapoposang dapat dilihat pada tabel 13.

Tabel 13. Biaya yang dikeluarkan wisatawan selama melakukan wisata


Diving di TWP Kapoposang Kabupaten pangkep
No Paket Wisata Biaya/Orang Keterangan
1 1 malam 2 hari 2,000,000 Transportasi, Komsumsi,
2 2 malam 3 hari 2,500,000 penginapan, Tabung,
3 3 malam 4 hari 3,000,000 Weightbelet, gaet
Sumber: MDC (Makassar Diving Club), 2012
81

Berdasarkan Tabel 13 dapat diketahui bahwa biaya yang

dikeluarkan wisatawan beraneka ragam tergantung lama kunjungan

berdasarkan paket yang dipilih, setiap penambahan waktu satu malam

akan dikenakan biaya Rp 500.000,-/orang. Rata-rata wisatawan yang

berkunjung ke wilaya TWP Kapoposang memilih paket 1 yaitu sebesar

Rp2.000.000,- per orang dengan frekuensi kunjungan 2 kali dalam

setahun. Biaya yang dikenakan untuk wisatawan asing dan domestik

adalah sama dikarenakan wisatawan asing yang berkunjung adalah

mamber tetap MDC.

Manfaat Langsung pariwisata dapat diketahui dengan menghitung

biaya rata-rata yang gunakan untuk dapat menikmati terumbu karang

sebagai obyek pariwisata dan rekreasi (travel cost method) dengan

Rumus yaitu :

NML Pariwisata = Jumlah wisatawan x biaya

= 281 x Rp 2,000,000,-

= Rp 562,000,000,-

Perhitungan di atas menghasilkan manfaat langsung potensi

pariwisata dan rekreasi (dengan frekuensi kunjungan rata-rata 2 kali

pertahun) TWP Kapoposang setelah dikalikan dengan jumlah wisatawan

yang datang sebanyak 281 orang dengan biaya Rp 2,000,000,- per orang

adalah sebesar Rp 562,000,000,-. Sedangkan Lauretta Burke, et.al (2002)

dari hasil perhitungan yang didapatkan untuk kawasan Asia Tenggara

termasuk Indonesia bahwa manfaat pariwisata dan rekreasi terhadap

pariwisata bahari adalah sebesar US$700-US$111,000/km2/tahun atau


82

setara dengan Rp 6,623,400 – Rp 1,050,282,000. Dengan demikian dari

dasar inilah nilai potensi pariwisata dengan asumsi bahwa terumbu karang

dalam keadaan yang baik.

c. Manfaat Langsung Karang

Meskipun di Wilayah TWP Kapoposang telah terdapat pos dan

petugas dari COREMAP yang secara khusus memberikan penyadaran

kepada masyarakat akan manfaat terumbu karang, namun dari hasil

wawancara dan pengamatan terhadap penduduk di wilayah tersebut

sebagian masyarakat masih menggunakan karang sebagai bahan pondasi

rumah mereka. Mereka mengambil karang termasuk karang yang mati

pada saat akan membangun rumah sebagai bahan pondasi. Sedangkan

dinding biasanya terbuat dari batu merah yang didatangkan dari Kota

Makassar.

Kondisi ini tidak hanya terjadi di Wilayah TWP Kapoposang namun

juga sebagaian besar pulau-pulau di Indonesia. Berdasarkan penelitian

Hamsah (2005) di Pulau Balang Lompo sebanyak 34,4% rumah

permanen dan 34,1% rumah semi permanen menggunakan karang

sebagai pondasi rumah dan pada penelitian Hasmin (2006) di Pulau

Kapoposang dan Sarappo Keke didapatkan nilai penggunaan batu karang

sebagai bahan pondasi rumah sebesar Rp. 79.872.000,-. Jumlah rumah

yang menggunakan batu karang untuk membuat rumah di Wilayah TWP

kapoposang Baik semi permanen maupun yang permanen dapat dilihat

pada tabel 14.


83

Tabel 14. Jumlah dan biaya rumah yang menggunakan batu karang untuk
pembangunan di TWP kapoposang
Jumlah Rumah Pulau Gondong Bali
Biaya Rata-rata
No Jenis Rumah Jumlah Pembuatan Total Biaya
1 Semi Permanen 30 12,460,000 373,800,000
2 Permanen 60 15,660,000 939,600,000
Jumlah Rumah Pulau kapoposang
Biaya Rata-rata
No Jenis Rumah Jumlah Pembuatan Total Biaya
1 Permanen 6 15,240,000 91,440,000
2 Semi permanen 27 12,040,000 325,080,000

Jumlah Rumah Pulau Papandangan


Biaya Rata-rata
No Jenis Rumah Jumlah Pembuatan Total Biaya
1 Permanen 30 15,240,000 457,200,000
2 Semi permanen 107 12,040,000 1,288,280,000
Total 3,475,400,000
Sumber : Data primer setelah diolah, 2012

Material batu karang yang digunakan untuk pondasi rumah

permanen dan semi permanen berukuran rata-rata 7 x 12 m dan 8 x 12 m.

Dari perhitungan tersebut didapatkan nilai terumbu karang sebagai bahan

bangunan rumah dengan harga karang sebesar Rp 3,475,400,000,-. Dari

nilai tersebut diketahui bahwa nilai kerugian yang diperoleh dari

pengambilan karang tidaklah sedikit yang dapat mengancam

keberlanjutan dari ekosistem terumbu karang.

d. Manfaat Langsung Penelitian

Nilai manfaat langsung penelitian ekosistem terumbu karang di

perairan TWP Kapoposang, didekati dengan menghitung biaya yang

dikeluarkan selama melakukan penelitian di daerah tersebut. Kawasan

ekosistem terumbu karang di perairan TWP Kapoposang, merupakan

tempat yang menarik untuk dijadikan lokasi penelitian. Menurut


84

Supriharyono (2000) bahwa program penelitian baik ekosistem terumbu

karang, lamun maupun mangrove di Indonesia, melibatkan sejumlah

instansi yang bergerak dalam bidang penelitian termasuk Pusat

Pengembangan Oseanografi (P30) dan perguruan-perguruan tinggi baik

negeri maupun swasta.

Hasil wawancara dengan pengelola TWP Kapoposang (BKKPN

Kupang) dan Sekdes desa Mattiro Matae di ketahui bahwa orang yang

melakukan penelitian pada tahun 2011 di wilayah Tersebut sebanyak 31

orang mahasiswa (S1,S2 dan S3) dari perguruan tinggi negeri maupun

swasta, dengan rata-rata berada di pulau selama 4 hari. Biaya-biaya yang

dikeluarkan antara lain biaya penginapan, biaya makan dan biaya lainnya

dapat dilihat pada tabel 15.

Tabel 15. Nilai Rata-rata Manfaat Penelitian pada TWP Kapoposang


No Komponen Biaya Satuan Harga Rata-rata

1 2 3 4
1 Biaya transportasi 1 kali Rp 650,000
2 Biaya penginapan 4 mlm Rp 341,667
3 Biaya konsumsi 4 hari Rp 215.000
4 Biaya Sewa alat Selam 4 hari Rp 916.667
5 Biaya Pembuatan Laporan 1 Kali Rp 250.000
5 Biaya lain-lain 1 kali Rp 450,000
Biaya Rata-rata per Orang/kunjungan Rp 2,823,334
Biaya rata-rata per oarang (3 kali kunjungan/tahun) Rp 8,470,000
Total Biaya (31 Orang) Peneliti Rp 262,570,000
Sumber : Data primer setelah diolah, 2012
85

Berdasarkan tabel 15, maka rata-rata biaya per peneliti (rata-rata

frekuensi kunjungan 3 kali/tahun) sebesar Rp 8,470,000,-. Dari hasil

perhitungan diketahui total manfaat langsung penelitian pada Pulau

Kapoposang sebanyak Rp 262,570,000,-/tahun.

e. Total Nilai Ekonomi Manfaat Langsung Terumbu

Total nilai ekonomi manfaat langsung ekosistem terumbu karang

merupakan hasil penjumlahan dari keempat jenis manfaat langsung yang

ada dan dapat dilihat pada tabel 16 berikut.

Tabel 16. Total Nilai Manfaat Langsung Ekosistem Terumbu Karang


pada Perairan TWP Kapoposang Kabupaten Pangkep
Nilai
Nilai Nilai
No Jenis Manfaat (Rp/
(Rp/tahun) (%)
ha/tahun)
1 2 3 4 5
TWP Kapoposang 1,156 ha
Manfaat Langsung
1 21,385,172,597
Perikanan 18.499.284,- 83
Manfaat Langsung
2 562.000.000,-
Pariwisata 486.159,- 2
Manfaat Langsung
3 3.475.400.000,-.
Pemanfaatan Karang 3.006.661,- 14
Manfaat Langsung
4 262.570.000,-
Penelitian 227,137,- 1
Total Nilai Ekonomi 25.685.442.597,- 22.219.241,- 100
Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2012
Tabel 16 menyatakan bahwa pada TWP Kapoposang nilai terbesar

berasal dari manfaat langsung perikanan dengan persentase sebesar

83% kemudian manfaat langsung pemanfaatan karang sebesar 14%.

Sedangkan manfaat langsung yang memberikan kontribusi terendah

adalah manfaat langsung penelitian dan pariwisata masing-masing

sebesar 1% dan 2%.


86

Hasil ini menunjukkan bahwa masyarakat di Kawasan TWP

Kapoposang sangat merasakan manfaat dari keberadaan ekosistem

terumbu karang disekitarnya dan untuk mencukupi kebutuhan hidup,

mengingat 90% masyarakatnya memiliki mata pencaharian sebagai

nelayan, mereka bergantung pada hasil sebagai nelayan tanpa ada

alternatif pekerjaan lain, sehingga bila ekosistem terumbu karang sebagai

tempat ikan suatu saat habis, maka hidup merekapun akan habis.

Sebagai Taman Wisata Perairan, Kepulauan Kapoposang

seharusnya nilai manfaat terbesar ada pada pemanfaatan kawasan

sebagai tempat wisata, namun kenyataan yang terjadi hanya 2% dari

manfaat langsung terumbu karang, hal ini diakibatkan karena mahalnya

biaya yang harus dikeluarkan untuk bisa sampai ke tempat tersebut, selain

itu jarak yang jauh sehingga memakan waktu beberapa jam untuk bisa

sampai, medan yang dilalui juga cukup berat, hanya waktu-waktu tertentu

saja wisatawan dapat berkunjung ke TWP Kapoposang karena dibatasi

oleh kondisi cuaca.

2. Manfaat Tak Langsung

Manfaat tak langsung (Indirect Use Value) adalah nilai manfaat

yang diperoleh dari terumbu karang secara tidak langsung, misalnya

sebagai penahan ombak dan penyerap karbon. Manfaat yang diperoleh

dari ekosistem terumbu karang berupa harga tidak langsung dari manfaat

yang dihasikan ekosistem terumbu karang tersebut.


87

a. Pelindung Pantai

Fungsi fisik terumbu karang sebagai pemecah ombak yang dapat

mengurangi terjadinya erosi pulau tidak dapat dihitung secara langsung.

Olehnya itu digunakan pendekatan nilai pasar untuk biaya pembuatan

tanggul ataupun break water. Nilai tidak langsung terumbu karang ini

didapatkan dari nilai pembuatan beton yang terdiri dari pasir, kerikil,

semen, besi beton dan biaya tenaga kerja.

Berdasarkan penelitian Dahuri (1995) bahwa terumbu karang

seperti halnya hutan mangrove mempunyai fungsi sebagai pelindung

pantai dari abrasi. Dengan mengalikan nilai pembuatan tanggul penahan

ombak dengan panjang garis pantainya dapat dihitung nilai fungsi fisik

terumbu karang sebagai penahan abrasi. Berikut digambarkan perkiraan

biaya pembuatan penahan ombak di TWP kapoposang.


88

Tabel 17. Biaya Pembuatan Break Water Kecamatan Liukang Tupabbiring


No Uraian Satuan Harga (Rp)
BAHAN
1 Tanah Timbunan m³ 60.000
2 Batu Belah Gunung m³ 100.000
3 Semen portland Zak 48.000
4 pasir pasang m³ 95.000
5 pasir beton m³ 125.000
6 kerikil m³ 90.000
7 besi beton Kg 10.000
8 kawat beton Kg 15.000
9 paku biasa Kg 18.000
10 kayu Kls 1 m³ 9.750.000
11 paku biasa Kg 15.000
UPAH KERJA
1 Pekerja oh 38.000
2 Tukang oh 60.000
3 Kepala Tukang oh 65.000
4 Mandor oh 55.000
5 Operator jam 15.000
6 Pembantu Operator jam 7.500
7 Buruh Lapangan oh 30.000
TOTAL 10.596.500
Sumber : Dinas PU Kabupaten Pangkep, 2011.

Berdasar Tabel 17 yang bersumber dari Dinas Pekerjaan Umum

Kabupaten Pangkep menyatakan bahwa biaya pembuatan Break Water di

Kecamatan Liukang Tupabbiring adalah sebesar Rp 10.596.500,- /m³

dengan panjang break water 200 meter untuk pulau yang memiliki

panjang garis pantai 2.340 meter yaitu pulau Gondongbali yang saat ini

telah dibangun bronjong (Break water). Artinya Break Water yang

dibangun adalah hanya 8,55% dari panjang garis pantai suatu pulau.

Biaya pembuatan penahan ombak (Breakwater) berdasarkan

panjang garis pantai atau keliling pulau di enam pulau yang masuk dalam

Kawasan Taman Wisata perairan dapat dilihat pada tabel 16.


89

Tabel 18. Biaya pembuatan penahan Ombak (breakwater) di TWP


kapoposang
Panjang Panjang
Biaya
Garis break Total Biaya
No. Nama Pulau pembuatan
Pantai water (Rp)
(per m³)
(m) (m)
1 P. Suranti 1.712 146 10.596.500 1.551.073.284
2 P. Papandangan 1.760 150 10.596.500 1.594.561.320
3 P. Gondongbali 2.340 200 10.596.500 2.120.041.755
4 P. Kapoposang 4.748 406 10.596.500 4.301.691.561
5 P. Pamanggangan 3.415 292 10.596.500 3.093.992.561
6 P. Tambangkulu 1.546 132 10.596.500 1.400.677.160
TOTAL 15.521 1.327 14.062.037.641
Sumber : Data primer setelah diolah, 2012

Berdasarkan Tabel 18 dapat diketahui bahwa total biaya

pembuatan breakwater (penahan ombak) yaitu sebesar Rp

14.062.037.641,-. Nilai tersebut sekaligus merupakan nilai manfaat

terumbu karang sebagai penahan ombak. Nilai tersebut tidaklah sedikit,

dapat dibayangkan bahwa apabila ekosisitem terumbu karang rusak,

maka fungsinya sebagai pelindung pantai juga akan hilang sehingga untuk

menggantikan posisi terumbu karang sebagai pelindung pantai dibangun

break water dengan menghabiskan biaya lebih dari Rp 14 Milyar. Oleh

karena itu, sangat penting untuk menjaga keberlanjutan dari ekosistem

terumbu karang.

b. Nilai Serapan Karbon

Fungsi lain dari Terumbu Karang selain sebagai pemecah ombak

juga sebagai penyerap karbon. Untuk mendapatkan nilai manfaat sebagai

penyerap karbon maka rumusnya adalah :

NMTL (Penyerap Karbon) = Luas Terumbu Karang x nilai serapan karbon

yang ada
90

Menurut Soemarwoto (2001), nilai 1 ton karbon berkisar antara

US$ 1- US$28. Dalam kegiatan ini digunakan asumsi harga US$ 10 per

ton atau setara dengan Rp 94,620,- per ton dan nilai produktivitas primer

terumbu karang sebesar 2500 gr/m2/tahun. Dengan demikian, maka untuk

mendapatkan nilai serapan karbon pada daerah penelitian, yaitu dengan

mengalikan luasan terumbu karang dengan nilai serapan karbon yang

ada, sebagaimana telah dijelaskan di atas.

• 1.156 ha x 10.000 m2/ha x 2500 gr/m2/tahun x 1/1.000.000 ton/gr =

28,900 ton/tahun

• Nilai karbon US$ 10 per ton (nilai tukar, US$ 1= Rp 9.462,- )

Berdasarkan perhitungan tersebut maka nilai serapan karbon TWP

Kapoposang senilai :

• 28.900 x 10 x Rp 9.462,- = Rp 2.734.518.000,- /tahun

Nilai Manfaat Tidak langsung dari ekosistem terumbu karang

adalah hasil penjumlahan dari manfaat terumbu karang sebagai penahan

ombak dan penyerap karbon adalah Rp 14.062.037.641,-. + Rp

2.734.000.000 = Rp 16.796.037.641,-

3. Manfaat Pilihan

Manfaat pilihan pada peneltian ini menggunakan nilai

pemeliharaan sumberdaya yang potensial dimasa akan datang Seperti

yang dijelaskan oleh Fauzi dan Anna 2005, bahwa nilai pilihan dapat

didekati dengan nilai keanekaragaman hayati (biodiversity) dari terumbu

karang, yaitu yaitu sebesar Rp 493.696,-/ha.


91

Manfaat pilihan dirumuskan sebagai berikut :

MP =( Nb x L)

Keterangan :

MP = Manfaat Pilihan

Nb = Nilai Keanekaragaman Hayati Terumbu Karang

L = Luas Kawasan Terumbu Karang (ha)

Jadi, MP = Rp 493.696,- per ha x 1.156 ha = Rp 570.712.576,-

Jika luas terumbu karang di perairan TWP Kapoposang 1.156 ha

dan nilai tukar rupiah terhadap dolar sebesar Rp.9.462,- maka diperoleh

besarnya nilai manfaat pilihan dari ekosistem terumbu karang berdasarkan

keanekaragaman hayati perairan di perairan TWP Kapoposang adalah

sebesar Rp 570.712.576,- /tahun.

4. Manfaat Keberadaan

Nilai manfaat keberadan (existence value) ekosistem terumbu

karang di perairan TWP Kapoposang diestimasi dengan menggunakan

teknis contingent valuation method. Metode ini digunakan untuk

menanyakan tentang nilai atau harga yang diberikan masyarakat akan

keberadaan ekosistem terumbu karang agar terumbu karang tetap

terpelihara. Manfaat tersebut merupakan nilai ekonomis keberadaan (fisik)

dari ekosistem terumbu karang yang dirumuskan sebagai berikut:

n
ME = ∑ ( MEi) / n
i =1

Keterangan:

MEi = Manfaat Ekosistem dari responden ke-i

n = Jumlah populasi
92

Nilai manfaat diperoleh dari hasil wawancara dengan responden,

tetapi sebelum mengajukan pertanyaan terlebih dahulu ditanyakan

bagaimana persepsi mereka terhadap terumbu karang. Sebagian besar

dari mereka telah mengetahui apa fungsi dan manfaat terumbu karang

bagi perikanan, sehingga dengan rusaknya terumbu karang, maka

pendapatan merekapun akan berkurang.

Untuk mendapatkan informasi atas kesediaan membayar terhadap

keberadaan terumbu karang, sedikit mengalami kesulitan dalam memilih

pertanyaan yang cocok agar tujuan penelitian dapat terjawab. Oleh karena

itu sebelum bertanya, yang paling pertama adalah memberikan

pertanyaan pengantar berupa ilustrasi tentang terumbu karang; dengan

menanyakan hasil yang didapatkan beberapa tahun yang lalu dibanding

saat ini. Setelah itu menanyakan bahwa ikan dan biota lain yang ada di

laut (tempat makan, berkumpul, bertelur dan lain-lain) menurut mereka

dimana biasanya hal tersebut berlangsung. Dari tanggapan tersebut

kemudian ditanyakan seandainya masih seperti dulu hasil yang mereka

dapatkan, berapa kesediaan mereka membayar agar kembali seperti itu,

nilai kesediaan membayar responden dapat dilihat pada tabel 19 berikut ;


93

Tabel 19. Nilai Keberadaan Ekosistem Terumbu Karang di TWP


Kapoposang
Jml Jml WTP Rata-
No Jenis Alat Tangkap
Smpl Pls rata Total WTP
1 2 3 4 5 (4 x 5)
1 Pancing 16 160 25.200.000 4.032.000.000
2 Pukat mairo 9 90 8.840.478 795.643.000
3 Pukat baronang 1 1 20.000.000 20.000.000
4 Pancing Hiu 2 7 22.500.000 157.500.000
5 Jaring Ikan Terbang 5 5 26.400.000 132.000.000
6 Purse Seine (Pa'gae) 5 50 26.400.000 1.320.000.000
7 Sero/Tombak 8 53 3.725.000 197.425.000
8 Jaring Ikan Kakap 5 50 21.400.000 1.070.000.000
9 Rawai 10 100 14.008.458 1.400.845.833
10 Jaring Cumi-cumi 7 7 38.325.000 268.275.000
Total 68 523 9.393.688.833
Sumber: Data primer setelah diolah, 2012

Tabel 19 menunjukkan bahwa Nilai WTP (kesediaan membayar)

masyarakat di wilayah TWP Kapoposang adalah sebesar Rp

9.393.688.833,- dengan jumlah populasi sebanyak 523 orang yang

disesuaikan dengan jumlah alat tangkap yang beroperasi di perairan

tersebut.

5. Nilai Warisan

Ekositem terumbu karang sebagai warisan yang mempunyai nilai

yang sangat tinggi. Nilai warisan ekosistem terumbu karang yang dimiliki

tidak dapat dinilai dengan pendekatan nilai pasar, oleh karena itu, nilai

warisan dapat dihitung dengan pendekatan perkiraan. Sehubungan

dengan hal tersebut maka diperkirakan bahwa nilai warisan tidak kurang

10% dari nilai manfaat langsung terumbu karang.


94

Dengan demikian maka, perkiraan nilai warisan terumbu karang

pada kawasan TWP adalah sebesar 10 % x Rp 25,685,442,597,- adalah

Rp 2,568,544,260,-/tahun.

6. Total Nilai Ekonomi Ekosistem Terumbu Karang Pada Kawasan

TWP Kapoposang

Dari hasil penilaian yang telah dilakukan ekosistem terumbu karang

Kawasan TWP Kapoposang memiliki beberapa nilai yaitu manfaat

langsung, manfaat tak langsung, manfaat pilihan, manfaat keberadaan,

dan nilai warisan.

Berdasarkan hasil identifikasi dan pengukuran manfaat langsung

meliputi manfaat perikanan terumbu dengan berbagai jenis alat tangkap,

penelitian, serta pariwisata dan rekreasi. Manfaat tak langsung dari fungsi

ekosistem terumbu karang sebagai pelindung pantai dari abrasi dengan

pendekatan biaya pembuatan penahan ombak (break water) dan

penyerap karbon. Manfaat pilihan yang didapatkan dari identifikasi nilai

keanekaragaman hayati (biodiversity) perairan terumbu karang. Adapun

manfaat lain adalah keberadaan ekosistem yang didapatkan dari nilai

kerelaan membayar (WTP) dari responden, serta manfaat nilai warisan

yang diperkirakan tidak kurang 10% dari manfaat langsung perikanan

terumbu.

Total Nilai Ekonomi didasarkan pada hasil identifikasi seluruh jenis

manfaat dari ekosistem terumbu karang di TWP Kapoposang, kemudian

dilakukan perhitungan terhadap seluruh nilai manfaat tersebut.


95

Rekapitulasi seluruh hasil estimasi nilai manfaat ekosistem terumbu

karang di TWP Kapoposang dapat dilihat pada tabel 20.

Tabel 20. Total Nilai Ekonomi Ekosistem Terumbu Karang di TWP


Kapoposang
Nilai Nilai Nilai
No. Jenis Manfaat
(Rp/Tahun) (Rp/ha/Tahun) (%)
Luas Terumbu Karang 1,156
1 Manfaat Langsung 25,685,442,597 22,219,241 47.65
2 Manfaat tidak langsung 16,796,037,641 14,529,444 31.16
3 Manfaat Pilihan 570,712,576 493,696 1.06
4 Manfaat Keberadaan 9,393,688,833 8,126,028 17.42
5 Manfaat Warisan 2,568,544,260 2,221,924 2.71
TOTAL 55,014,425,907 47,597,333 100
Sumber : Data primer setelah diolah, 2012

Pada tabel 20, terlihat bahwa Total Nilai Ekonomi dari ekosistem

terumbu karang di TWP Kapoposang sebesar Rp 55,014,425,907,-/tahun

atau sebesar Rp 47,597,333,-/ha/tahun.

Dari total nilai ekonomi terumbu karang tersebut, Manfaat langsung

pada TWP Kapoposang memberikan kontribusi terbesar yaitu sebesar Rp

25,685,442,597,-/tahun atau sebesar (47,65%), kemudian Manfaat Tidak

Langsung memberikan kontribusi sebesar Rp 16,796,037,641,-/tahun atau

sebesar (31,16%), kemudian Manfaat keberadaan sebesar sebesar

Rp 9,393,688,833,-/tahun (17,42%), Manfaat Warisan sebesar Rp

2,568,544,260,-/tahun (2,71%), dan Manfaat pilihan sebesar Rp

570,712,576,-/tahun (1,06%).

Lebih Besarnya nilai ekonomi manfaat langsung terumbu karang

daripada manfaat tidak langsung mengindikasikan bahwa masyarakat di

sekitar TWP Kapoposang sangat tergantung pada potensi perikanan

tangkap.
96

Hasil penelitian serupa yang dilakukan oleh White dan Trinidad

(1998) di Philipina sebesar US$ 319-1.130/ha Rp. 3.658.930 –

12.961.100/ha/tahun, Dahuri (1999) di kawasan Belerang dan Bintan Rp.

1.614.637.864,-/ha/tahun, GEF/UNDP/IMO regional program for the

prevention management of marine pollution in the east Asia Seas (1999)

di selat Makassar sebesar US$ 1,077.05/ha/tahun atau Rp. 12.353.766,-

/ha/tahun serta Wawo (2000) di Pulau Ameth Nusa Laut Maluku sebesar

Rp. 4.265.174,- /ha/tahun. Dan penelitian yang dilakukan oleh Hamzah

(2005), di Pulau Barrang Lompo sebesar Rp 4,165,750,702,-/tahun.

Perbedaan nilai ekonomi yang diperoleh dikarenakan sifat-sifat

khas dari masing-masing lokasi penelitian dan perubahan nilai tukar yang

dijadikan sebagai acuan pengukuran. Namun demikian banyak ahli

berpendapat bahwa kontribusi komponen species dan sebagai agregate

life support system yang disediakan oleh ekosistem tidak terukur dalam

valuasi ekonomi, selain itu nilai ekonomi total terumbu karang yang

diperoleh gagal untuk mengukur nilai ekonomi sekunder (underestimate),

disebabkan karena banyak fungsi ekosistem dan prosesnya yang sulit

diukur secara saintifice.

B. Strategi Optimalisasi nilai Ekonomi

Strategi optimalisasi nilai ekonomi yang penulis maksudkan di

dalam penelitian ini adalah bagaimana hasil perhitungan terhadap nilai

ekonomi sumberdaya alam yang dalam hal ini terumbu karang di TWP

Kapoposang dapat dijadikan sebagai dasar kebijakan untuk membuat


97

strategi pengelolaan terumbu karang ke depan. Jadi nilai yang dihasilkan

bukan semata hanya sebagai patokan seberapa besar nilai (value)

terumbu karang yang ada pada kawasan ini sehingga kita harus menjaga

dan melestarikannya, tetapi nilai tersebut dapat dijadikan sebagai

pedoman dalam pengelolaan ekosistem terumbu karang ke depan.

1. Perbandingan Hasil Penelitian Valuasi Ekonomi Tahun 2006 dan


Tahun 2012

Penelitian mengenai Valuasi Ekonomi Ekosistem Terumbu Karang

di Pulau Kapoposang yang merupakan salah satu pulau di wilayah Taman

Wisata Perairan (TWP) Kapoposang sudah pernah dilakukan oleh Hasmin

(2006) yang akan dibandingkan dengan hasil penelitian pada tahun 2012

(sekarang ini). Perbandingan kedua penelitian tersebut dapat dilihat pada

tabel 21 berikut ini:


98

Tabel 21. Perbandingan hasil penelitian valuasi ekonomi tahun 2006 dan
tahun 2012 di Pulau Kapoposang Kabupaten Pangkep.

Tahun 2006 Tahun 2012 %


No Jenis Manfaat Nilai Nilai Perbeda- Keterangan
(Rp/tahun) (Rp/tahun) an Nilai

1 2 3 3 4 5
Metode
1 Manfaat Langsung 2,905,367,708 5,650,867,202 94.50
sama

Ada
Manfaat Tak tambahan
2 1,281,249,085 4,301,691,561 235.74
langsung item
perhitungan

Metode
3 Manfaat Pilihan 12,747,259 11,917,624 6.96*
sama

Manfaat Metode
4 2,499,999,970 3,349,500,000 33.98
Keberadaan sama
Metode
5 Manfaat Warisan 290,536,771 565,086,720 94.50
sama
Total Nilai Ekonomi 6,989,900,796 13,879,063,110 98.56
Sumber : Data primer setelah diolah, 2012

Ket : * nilainya turun

Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan nilai, di mana

pada hasil penilaian Hasmin (2006) terlihat bahwa nilai manfaat langsung

sebesar Rp2.905.367.708/tahun sedangkan pada tahun 2012 nilai

manfaat langsung sebesar Rp 5,650,867,202/tahun dengan kenaikan

sebesar 94.50%. Kenaikan nilai ini dikarenakan jumlah alat tangkap yang

semakin bertambah dan yang paling mempengaruhi adalah harga dari

sumberdaya tersebut semakin tinggi, selain itu jumlah wisatawan yang

berkunjung ke wilayah ini juga semakin banyak baik wisatawan lokal

maupun wisatawan mancanegara sehingga mempengaruhi hasil

perhitungan nilai ekonomi.


99

Pada manfaat tak langsung memiliki dasar perhitungan yang

berbeda sehingga perbedaan nilai yang ada adalah hal yang wajar.

Namun yang perlu dicatat di sini adalah inilah letak perbedaan yang

signifikan anatara penelitian ini dengan penelitian Hasmin (2006). Di mana

pada penelitian Hasmin (2006) tidak memasukkan manfaat tak langsung

ekosistem karang sebagai penyerap karbon.

Manfaat keberadaarn juga mengalami kenaikan nilai sebesar

33.98%, dengan menggunakan metode yang sama tetapi mengalami

perbedaan nilai, menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat khususnya

yang memanfaatkan sumberdaya yang ada pada ekosistem terumbu

karang di TWP Kapoposang semakin hari semakin meningkat yang

ditandai dengan semakin tingginya apresiasi terhadap keberadaan

ekosistem terumbu karang di kawasan ini dengan memberikan nilai

keingin membayar (WTP) yang semakin tinggi.

2. Strategi Pengelolaan Kawasan TWP Kapoposang

Pengelolaan ekosistem terumbu karang pada hakekatnya adalah

suatu proses pengontrolan tindakan manusia, agar pemanfaatan

sumberdaya alam dapat dilakukan secara bijaksana dengan

mengindahkan kaidah kelestarian lingkungan. Apabila dilihat

permasalahan pemanfaatan sumberdaya ekosistem terumbu karang yang

menyangkut berbagai sektor, maka pengelolaan sumberdaya terumbu

karang tidak dapat dilakukan sendiri-sendiri, namun harus dilakukan

secara terpadu oleh beberapa instansi terkait.Dasar pemikiran


100

pengelolaan terumbu karang seharusnya yaitu terumbu karang

merupakan sumber pertumbuhan ekonomi yang harus dikelola dengan

bijaksana, terpadu dan berkelanjutan dengan memelihara daya dukung

dan kualitas lingkungan melalui pemberdayaan masyarakat dan

stakeholders (pengguna) guna memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan

masyarakat dan pengguna secara berkelanjutan (sustainable).

Hasil penelitian (lihat tabel 20) menunjukkan bahwa ekosistem

terumbu karang yang ada pada TWP Kapoposang memiliki nilai yang

sangat tinggi yaitu sebesar Rp 55,014,425,907/tahun. Nilai ini menunjukkan

bahwa apabila ekosistem terumbu karang mengalami kerusakan sampai

mengalami kepunahan, maka kerugian kita begitu besarnya sehingga

diperlukan berbagai strategi pengelolaan yang baik ke depan. Namun

demikian strategi itu dapat disusun apabila kita memiliki landasan yang

kuat tentang keadaan ekosistem terumbu karang di TWP Kapoposang

saat ini. Oleh karena itu hasil perhitungan nilai ekonomi ini, peneliti jadikan

sebagai salah satu dasar untuk menyusun strategi pengelolaan ekosistem

terumbu karang ke depan. Strategi yang ditawarkan di sini dengan melihat

hasil perhitungan pada tabel 20, maka dapat diartikan sebagai berikut:

a. Nilai perhitungan yang paling tinggi adalah berasal dari manfaat

langsung ekosistem terumbu karang yaitu sebesar

Rp25,685,442,597/tahun atau sebesar 47.65% dimana manfaat

langsung perikanan memberikan manfaat yang paling tinggi dibanding

manfaat lainnya. Penilaian ini berdasarkan pada pemanfaatan secara


101

langsung ekosistem terumbu karang sebagai perikanan terumbu, ini

berarti bahwa:

1) Kehidupan masyarakat di wilayah tersebut sangat bergantung pada

keberadaan ekosistem terumbu karang. Dalam pemanfaatan

ekosistem terumbu karang sebagai perikanan terumbu memiliki

nilai yang tidak kecil, yaitu Rp21.385.172.597/tahun adalah yang

terbesar (83%) sebagai manfaat langsung ekosistem terumbu

karang di TWP Kapoposang. Dalam berinteraksi (melakukan

aktivitas) dengan ekosistem terumbu karang, para nelayan

menggunakan alat tangkap yang semakin hari semakin bertambah

serta masih adanya alat tangkap yang tidak ramah lingkungan

sehingga akan berakibat fatal terhadap keberadaan ekosistem

terumbu karang di kawasan ini yang pada akhirnya akan

mengakibatkan kerusakan ekosistem tersebut.

2) Selain sebagai manfaat perikanan terumbu, masyarakat di kawasan

ini juga menggunakan karang sebagai bahan membangun rumah

mereka sebesar Rp3.475.400.000/tahun atau 14% dari total nilai

manfaat langsung. Pemanfaatan ini secara terus menerus akan

membahayakan keberadaan kosistem terumbu karang.

3) Manfaat pariwisata dan penelitian merupakan manfaat langsung

lainnya dari ekosistem terumbu karang di TWP Kapoposang. Kedua

manfaat ini menempati urutan selanjunya yaitu masing-masing

sebesar Rp562.000.000/tahun dan Rp262.570.000/tahun atau

masing-masing 2% dan 1% dari total nilai manfaat langsung


102

ekosistem terumbu karang di kawasan ini. Pariwisata dan penelitian

mendatangkan manfaat bagi perekonomian kawasan ini, baik

langsung maupun tidak langsung tetapi dalam prosesnya para

wisatawan yang sedang menikmati keindahan alam di dalam air

sadar atau tidak sadar suatu waktu akan menginjak terumbu karang

yang ada sehingga dapat mengakibatkan kerusakan eksosistem

terumbu yang ada.

Berdasarkan pada kenyataan tersebut di atas, maka dibutuhkan

usaha yang lebih keras lagi untuk membina para nelayan agar tidak

menggunakan atau mengganti alat tangkap yang tidak ramah lingkungan

dengan alat tangkap yang lebih baik serta penerapan secara tegas

terhadap peraturan yang telah ada, dalam hal ini diperlukan pengawasan

yang ketat oleh pihak pengelola yaitu BKKPN dan diperlukan partisipasi

masyarakat dalam pengawasan, sehingga pemanfaatan perikanan yang

lestari dapat dipertahankan.

Selanjutnya dibutuhkan mata pencaharian alternatif bagi nelayan

seperti pembudidayaan rumput laut dan teripang, pembuatan souvenir

dari batok kelapa yang tumbuh subur di kawasan ini untuk ibu-ibu rumah

tangga, pengemasan dan labeling terhadap minyak goreng yang mereka

hasilkan dari buah kelapa agar memiliki nilai jualnya tinggi sehingga mata

pencaharian masyarakat tidak terfokus pada penangkapan saja. Selain ini

dibutuhkan aturan yang baku dalam melakukan kegiatan sehubungan

dengan pemanfaatan ekosistem terumbu karang sehingga ada batas-

batas tertentu baik yang dilakukan oleh para wisatawan, masyarakat lokal,
103

dan para peneliti dalam memanfaatkan terumbu karang yang ada dalam

eksositem terumbu karang di TWP kapoposang.

b. Manfaat pilihan yang paling kecil di antara manfaat yang ada, yaitu

hanya sebesar Rp 570,712,576/tahun atau hanya 1.06% dari total nilai

ekonomi ekosistem terumbu karang di TWP Kapoposang. Penilaian ini

didasarkan pada potensi pemanfaatan sumberdaya yang ada pada

ekosistem terumbu karang, dengan demikian masih dibutuhkan usaha

yang keras untuk mencari alternatif potensi pemanfaatan ekosistem

terumbu karang ke depan, seperti pemanfaatan sebagai bahan obat,

sebagai habitat ikan dan lain-lain yang akan menjadi nilai potensi yang

belum terhitung dalam penelitian ini.

Sebelum membahas masalah Konsep Pengembangan wilayah

yang ditawarkan dalam tulisan ini terlebih dahulu mengetahui fungsi yang

sangat mendasar dari Taman wisata Perairan Kapoposang, berdasarkan

Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.66/MEN/2009,

fungsi mendasar dari pembentukan TWP Kapoposang yaitu :

1. Sebagai wahana konservasi sumberdaya hayati pesisir dan lautan,

dalam rangka upaya perlindungan kawasan dan pelestarian

sumberdaya yang ada.

2. Sebagai wahana penelitian (research) dan pemantauan (monitoring)

sumberdaya hayati, meliputi sarana dan prasaraana penelitian dan

penyebarluasan informasi.

3. Sebagai wahana partisipasi masyarakat dari segala lapisan, baik lokal

maupun non-lokal dalam rangka pendidikan dan pembinaan yang


104

berwawaasan linkungan, sehingga pembudayaan sadar dan cinta

lingkungan dapat dicapai

4. Sebagai wahana pemanfaatan untuk meningkatkan kesejahteraan

masyarakat yang meliputi kegiatan wisata alam dan usaha perikanan

yang bersahabat dengan lingkungan.

Potensi sumberdaya alam yang dapat didayagunakan dalam

kawasan TWP dan sekitarnya dapat dikelompokkan 2 katagori, yaitu

kegiatan wisata dan non-wisata yang menunjang kegiatan wisata.

Pendayagunaan potensi sumberdaya alam melalui kegiatan wisata antara

lain: snorkling, scuba diving, perahu kaca dan perahu wisata biasa,

pancing wisata, ski air, kawasan pendaratan penyu, areal pasir putih,

komplek persitirahat (risort) dengan latar belakang panorama laut.

Sedangkan kegiatan non wisata, antara lain: Budidaya rumput laut,

Budidaya/pembesaran ikan jaring apung, Penangkaran dan peneloran

penyu, Pendidikan dan Penelitian. Kegiatan-kegiatan tersebut ditata

sedemikian rupa sehingga setiap kegiatan memiliki daerah tertentu.


105

BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan Penelitian

Adapun kesimpulan yang bisa diambil dari penelitian ini adalah :

1. Total Nilai Ekonomi Taman Wisata Perairan Kapoposang adalah

sebesar Rp 46.779.102.228,-/tahun atau Rp 40.466.351,-/ha/tahun

dengan manfaat langsung memberikan kontribusi terbesar yaitu

sebesar Rp 18.936.521.917,-/tahun atau sebesar 40,48%

2. Hasil penelitian dari dua tahun yang berbeda yaitu tahun 2006 dan

tahun 2012 terlihat adanya perbedaan nilai valuasi ekonomi yang

dihasilkan pada tahun 2006 nilai manfaat langsung sebesar Rp

2,905,367,708/tahun, sedangkan pada tahun 2012 nilai manfaat

langsung sebesar Rp 4.035.226.515/tahun dengan kenaikan sebesar

39%, demikian halnya dengan manfaat tak langsung, manfaat pilihan,

manfaat keberadaan, dan manfaat warisan, dikarenakan jumlah alat

tangkap yang semakin bertambah dan yang paling mempengaruhi

adalah harga dari sumberdaya tersebut semakin tinggi. Selain itu

jumlah wisatawan yang berkunjung di wilayah tersebut semakin

banyak baik wisatawan lokal maupun wisatawan mancanegara.

Manfaat keberadaan juga mengalami kenaikan nilai sebesar 44%,

menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat khususnya yang

memanfaatkan sumberdaya yang ada pada ekosistem terumbu karang


106

di TWP Kapoposang semakin hari semakin meningkat yang ditandai

dengan semakin tingginya apresiasi terhadap keberadaan ekosistem

terumbu karang di kawasan ini dengan memberikan nilai keingin

membayar (WTP) yang semakin tinggi.

B. Rekomendasi Penelitian

Dalam penelitian ini penulis merekomendasikan beberapa hal yaitu:

1. Pengawasan dan penegakan hukum terhadap perikanan tangkap di

perairan TWP Kapoposang sangat perlu ditingkatkan mengingat masih

banyaknya alat tangkap yang tidak ramah lingkugan yang beroperasi

di wilayah tersebut.

2. Diperlukan penelitian selajutnya di TWP Kapoposang mengenai

Valuasi Ekonomi secara total untuk semua ekosistem yang ada

sehingga diketahui berapa nilai ekonomi dari Taman Perairan tersebut.

3. Untuk mempermudah akses masyarakat ke kota diperlukan perahu

reguler atau penumpang dan masyarakat TWP Kapoposang sangat

mengharapkan pengadaan jaringan komunikasi.


107

DAFTAR PUSTAKA

Andalita, Vidya, 2006. Valuasi Ekonomi Ekosistem Terumbu Karang Di


Perairan Pulau Menjangan Provinsi Bali Barat. Skripsi. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.

Anggraeni, Retno. 2008. Valuasi Ekonomi Ekosistem Terumbu Karang


Taman Nasional Karimunjawa. Skripsi Manajemen Bisnis dan
Ekonomi Perikanan Kelautan Fakultas Perikanan dan Kelautan
Institut Pertanian Bogor.

Bengen D dan A. Retraubun . 2006. Menguak Realitas Dan Urgensi


Pengelolaan Berbasis Eko-Sosial Sistem Pengelolaan Pulau-Pulau
Kecil. Bogor : Pusat Pembelajaran dan Pengembangan Pesisir dan
Laut (P4L).

Caesar, H. 1996. Economic analysis of Indonesian coral reef. Working


Paper Series “Work in Progress”. World Bank, Washing\\ton DC: 97
pp.

Caesar. 2000. Coral Reefs : Their Function, Theats and Economic Value.

Caesar H, P. V. Beukering, S. Pintz, J. Dierking. 2002. Economic


Valuation Of The Coral Reefs Of Hawaii. Netherlands : Cesar
Environmental Economics Consulting.

Coremap II. 2007. Profil Pulau-Pulau Kecil Kabupaten Pangkep.

Coremap II. 2008. Monitoring Kondisi Ekosistem Terumbu Karang


Kabupaten Pangkep.

Coremap II. 2009. Laporan Monitoring Kondisi Ekosistem Terumbu


Karang Kabupaten Pangkep.

Coremap II. 2011. Dokumen Percontohan Perikanan Berkelanjutan di


TWP Kapoposang Tahun 2011.

Driml, S. M. 1999. Dollar values and trend of major direct uses of the
Great Barrier Reef Marine Park. GBRMPA, Townsville: 56 pp.

Fahruddin. 1996. Analisis Ekonomi Pengelolaan Lahan Pesisir Kabupaten


Subang Jawa Barat. [Thesis]. Program Pasca Sarjana, Institut
Pertanian Bogor.

Fauzi. 2004. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan. PT. Gramedia


Pustaka. Jakarta.
108

Fauzi A dan S. Anna. 2005. Studi Valuasi Ekonomi Perencanaan


Kawasan Konservasi Selat Lembeh, Sulawesi Utara. Jakarta :
USAID, DKP, dan Mitra Pesisir.

Hamzah. 2005. Analisis Penilaian Manfaat Ekonomi Ekosistem Terumbu


Karang Perairan Pulau Kapoposang, Sarappo Keke, dan Saugi
Makassar. Tesis pada PPs UNHAS, Makassar.

Hasmin. 2006. Penilaian Ekonomi Ekosistem Terumbu Karang di Perairan


Pulau Kapoposang, Sarappo Keke, dan Saugi Kabupaten
Pangkep.Tesis Program Studi Ekonomi Sumberdaya Program
Pascasarjana Universitas Hasanuddin Makassar.

Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.66/MEN/2009


tentang Penetapan Kawasan Konservasi Perairan.

Kordi, K.M.G.H. 2010. Ekosistem Terumbu Karang. Rineka Cipta. Jakarta.

Kusumastanto T. 2001. Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan. Program


Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut. IPB. Bogor.

Muller, J.; S. Bettencourt and R. Gillet. 2000. A comparative study of


socio-economic and management issues related to coastal resources
in Pasific Island. In: H.S.J. Cesar (ed.) Collected essay on economic
of coral reef. Cordio. 166-182.

Nontji, A. 1993. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta. 367 hal.

Ohman, M. C and H.S.J Caesar. 2000. Cost and benefit of coral mining.
In: H.S.J. CESAR (ed.) Collected essay on economic of coral reef.
CORDIO. 85-93.

PPTK Unhas. 2006. Monitoring Kondisi Ekosistem Terumbu Karang di


Kepulauan Spermonde.

Rasyid, Cahyadi. 2009. Valuasi Ekonomi Ekosistem Terumbu Karang


Perairan Pulau Balang Lompo Kabupaten Pangkep. Tesis Program
Pascasarjana Universitas Hasanuddin Makassar.

Ruteenbeek, H.J. 1991. Mangrove Management. An Economics Analysis


of Management Option Whit a Focus on Bintuni Bay, Irian Jaya.
Environmental Management Development in Indonesia (EMDI)
Project.

Santoso D. 2005. Valuasi Ekonomi Ekosistem Hutan Mangrove di


Kawasan Pondok Bali, Desa Longon Waten, Kecamatan Longkulon,
109

kabupaten Subang Jawa Barat. [Skripsi]. Fakultas Perikanan dan


Ilmu Kelautan, IPB. Bogor.

Situmorang, B. 2004. Valuasi ekonomi terumbu karang Kepulauan Seribu.


Thesis Sekolah Pasca Sarjana IPB.

Sjafrie, NDM. 2010. Nilai Ekonomi Terumbu Karang di Kecamatan Selat


Nasik, Kabupaten Belitung. Pusat Penelitian Oseanografi – LIPI.
Jakarta.

Soemarwoto, 2001. Ekologi, Lingkungan dan Pembangunan. Jakarta:


Djambatan

Suharsono. 2007. Pengelolaan terumbu karang di Indonesia. Pusat


Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Jakarta.

Tuwo, Ambo. 2011. Pengelolaan Ekowisata Pesisir dan Laut. Pendekatan


Ekologi, Sosial-Ekonomi, Kelembagaan, dan Sarana Wilayah. Brilian
Internasional. Surabaya.
110

Lampiran 1
KUESIONER

Valuasi (Penilaian) Ekonomi Ekosistem Terumbu Karang di Taman


Wisata Perairan (TWP) Kapoposang

Oleh

Haslindah
Manajemen Kelautan
Pascasarjana Universitas Hasanuddin

Nama : ……………………………………………………
Umur : ……………………………………………………
Pendidikan : ……………………………………………………
Pekerjaan Pokok : ……………………………………………………
Pekerjaan Sampingan : ……………………………………………………
Tanggungan Keluarga : …………………………………………………....
Pendapatan : Rp ……………………hari / bulan / tahun*
Alamat : ……………………………………………………

Jenis Pemanfaatan Karang


KEGIATAN Ya Tidak
Menangkap ikan
Mengambil karang
Daerah wisata
Lainnya (sebutkan)

Manfaat Langsung Perikanan


1. Alat Kerja :
a. Jenis alat tangkap yang digunakan …………………………….
b. Ukuran alat tangkap : Panjang ……………..m, Lebar…………….m
c. Lama bertahan dipakai …………………tahun
d. Harga Rp …………………….
e. Biaya perawatan Rp ……………………/trip

2. Mesin :
a. Jenis/merek mesin/kekuatan : ……….PK/HP
b. Harga Rp ……………………………….
c. Lama dipakai ……………………tahun
111

d. Biaya perawatan Rp …………………/trip


3. Perahu :
a. Ukuran kapal/perahu : Panjang….…m, lebar…….m, Tonase.…..ton
b. Harga Rp ……………………..
c. Lama dipakai ……………………..tahun
d. Biaya perawatan Rp ………………………../trip

4. Biaya/pengeluaran melaut/trip (1 kali menangkap)


Jenis Pengeluaran Jumlah Harga Satuan (Rp)
BBM
Konsumsi (Makanan)
Rokok (jika ada)
ABK (Sawi)

5. Hasil Tangkapan :
a. Musim Puncak/Gelombang Tenang
Jumlah trip (melaut) perbulan : ……………………….
Jenis Tangkapan Jumlah Tangkapan/ Harga Satuan
Trip (kg)

b. Musim Sedang/Pancaroba
Jumlah trip (melaut) perbulan : ………………….
Jenis Tangkapan Jumlah Tangkapan/ Harga Satuan
Trip (kg)
112

c. Musim Ombak/Gelombang Kuat


Jumlah trip (melaut) perbulan : …………………..
Jenis Tangkapan Jumlah Tangkapan/ Harga Satuan
Trip (kg)

6. Jarak yang ditempuh dari pinggir pantai ke daerah penangkapan


……mil/km
7. Berapa lama waktu yang dibutuhkan dalam satu kali operasi
penangkapan? …………………jam/hari

8. Apakah Bapak/Ibu pernah mendapat penjelasan tentang terumbu


karang?

Manfaat Keberadaan
Gambar yang saya tunjukkan kepada Anda adalah gambar dua kondisi
terumbu karang yang berbeda. Gambar A menunjukkan terumbu karang
yang masih baik dengan stok ikan yang banyak. Gambar B menunjukkan
terumbu karang yang sudah rusak.

Baik Buruk

Jika pemerintah ingin memperbaiki kondisi terumbu karang yang rusak


tersebut, maukah Anda berkontribusi menyisakan sebagian pendapatan
rumah tangga perbulan atau pertahun untuk program perbaikan tersebut.
1. Ya, berapa : Rp………………………………/bulan/tahun
2. Tidak, alasan ……………………………………………….
Lampiran 2. Identitas Responden

Identitas Responden Jaring Cumi-cumi


No Responden Umur Pendidikan Tanggungan Pengalaman WTP
1 C01 43 SD 5 7 36,500,000
2 C02 33 SD 4 10 31,025,000
3 C03 40 SD 4 20 54,750,000
4 C04 32 SMP 3 10 54,750,000
5 C05 30 SD 3 8 40,150,000
6 C06 38 SD 3 8 21,900,000
7 C07 42 SD 6 13 29,200,000
Rata-rata 38,325,000

Identitas Responden Pancing Sunu & Cakalang


No Responden Umur Pendidikan Tanggungan Pengalaman WTP
1 S01 41 SD 3 24 35,000,000
2 S02 56 SD 3 37 40,000,000
3 S03 25 SD 5 10 9,000,000
4 S04 47 SD 4 32 8,000,000
5 S05 50 SD 3 37 12,000,000
6 S06 50 SD 5 34 50,000,000
7 S07 30 SD 3 15 15,000,000
8 S08 40 SD 4 25 34,000,000
9 S09 32 SD 4 20 25,000,000
10 S10 39 SD 4 32 7,000,000
11 S11 43 SD 3 15 15,000,000
12 S12 32 SD 5 25 12,000,000
13 S13 33 SD 3 20 4,000,000
14 S14 33 SD 5 7 12,000,000
15 S15 36 SD 4 15 24,000,000
Rata-rata 20,133,333

Identitas Responden Pukat Mairo


No Responden Umur Pendidikan Tanggungan Pengalaman WTP
1 PM01 50 SD 5 34 20,000,000
2 PM02 40 SD 3 25 34,000,000
3 PM03 45 SD 4 25 1,481,467
4 PM04 38 SD 4 22 3,813,867
5 PM05 27 SD 2 17 1,705,667
6 PM06 33 SD 4 15 875,000
7 PM07 38 SD 3 20 8,670,667
8 PM08 35 SD 3 20 4,837,500
9 PM09 29 SD 2 15 4,180,133
Rata-rata 8,840,478
Identitas Responden Pukat Baronang
No Responden Umur Pendidikan Tanggungan Pengalaman WTP
1 PB01 50 SD 5 34 20,000,000

Identitas Responden Pancing Hiu


No Responden Umur Pendidikan Tanggungan Pengalaman WTP
1 PH01 20 SD 0 1 30,000,000
2 PH02 21 SD 0 1 15,000,000
Rata-rata 22,500,000

Identitas Responden Pukat Ikan Terbang


No Responden Umur Pendidikan Tanggungan Pengalaman WTP
1 T01 50 SD 5 34 20,000,000
2 T02 40 SD 3 25 34,000,000
3 T03 47 SD 4 32 20,000,000
4 T04 32 SD 4 20 34,000,000
5 T05 36 SD 4 15 24,000,000
Rata-rata 26,400,000

Identitas Responden Purse seine


No Responden Umur Pendidikan Tanggungan Pengalaman WTP
1 PS01 28 SD 3 13 51,588,333
2 PS02 53 SD 3 2 18,925,000
3 PS03 43 SD 5 25 25,041,667
4 PS04 52 SD 4 30 56,497,778
5 PS05 40 SD 4 25 48,524,000
Rata-rata 40,115,356

Identitas Responden Jaring Gurita


No Responden Umur Pendidikan Tanggungan Pengalaman WTP
1 G01 45 SD 4 30 5,000,000
2 G02 53 SD 3 25 3,000,000
3 G03 47 SD 3 27 2,500,000
4 G04 38 SD 4 20 3,000,000
5 G05 41 SD 5 31 2,500,000
6 G06 43 SD 4 20 7,000,000
7 G07 42 SD 5 25 4,800,000
8 G08 30 SD 3 10 2,000,000
Rata-rata 3,725,000
Identitas Responden Jaring Ikan Kakap
No Responden Umur Pendidikan Tanggungan Pengalaman WTP
1 K01 34 SD 3 25 20,000,000
2 K02 47 SD 4 25 25,000,000
3 K03 51 SD 3 30 40,000,000
4 K04 43 SD 5 23 12,000,000
5 K05 29 SD 4 15 10,000,000
Rata-rata 21,400,000

Identitas Responden Pancing Rawai


No Responden Umur Pendidikan Tanggungan Pengalaman WTP
1 PM01 32 SD 3 20 14,439,583
2 PM02 41 SD 5 31 18,763,750
3 PM03 43 SD 5 23 13,339,167
4 PM04 29 SD 4 15 30,000,000
5 PM05 34 SD 3 25 12,000,000
6 PM06 33 SD 2 20 5,838,750
7 PM07 45 SD 4 25 20,164,583
8 PM08 51 SD 5 30 10,000,000
9 PM09 40 SD 4 25 13,038,750
10 R10 27 SD 2 17 2,500,000
Rata-rata 14,008,458

Identitas Responden Pjaring Ikan Cendro


No Responden Umur Pendidikan Tanggungan Pengalaman WTP
1 JC01 43 SD 5 20 1,200,000
Lampiran 3. Biaya yang Dikeluarkan Nelayan

Biaya Investasi Jaring Cumi-cumi


No Responden Kapal Penyusutan/bln Mesin Penyusutan/bln Alat Tangkap Penyusutan/bln Biaya Opresional/trip
Total Biaya
1 C01 20,000,000 166,667 5,000,000 59,524 600,000 150,000 500,000 21,014,286
2 C02 15,000,000 125,000 6,000,000 71,429 1,500,000 375,000 500,000 23,357,143
3 C03 17,000,000 141,667 6,000,000 71,429 600,000 150,000 500,000 20,857,143
4 C04 18,000,000 150,000 6,000,000 71,429 600,000 150,000 500,000 20,957,143
5 C05 20,000,000 166,667 6,000,000 71,429 600,000 150,000 500,000 21,157,143
6 C06 15,000,000 125,000 6,000,000 71,429 600,000 150,000 500,000 20,657,143
7 C07 18,000,000 150,000 6,000,000 71,429 600,000 150,000 500,000 20,957,143
Rata-rata 17,571,429 146,429 5,857,143 69,728 728,571 182,143 500,000 21,279,592

Biaya Pancing Sunu & Cakalang


No Responden Kapal Penyusutan/bln Mesin Penyusutan/bln Alat Tangkap Penyusutan/bln Biaya Opresional/trip
Total Biaya
1 S01 20,000,000 166,667 5,000,000 41,667 70,000 5,833 50,000 4,114,167
2 S02 27,000,000 225,000 5,000,000 41,667 70,000 5,833 50,000 4,172,500
3 S03 25,000,000 208,333 7,000,000 58,333 70,000 5,833 60,000 4,892,500
4 S04 30,000,000 250,000 7,000,000 58,333 70,000 5,833 50,000 4,164,167
5 S05 25,000,000 208,333 6,000,000 50,000 70,000 5,833 70,000 5,514,167
6 S06 25,000,000 208,333 7,000,000 58,333 70,000 5,833 50,000 4,022,500
7 S07 27,000,000 225,000 5,000,000 41,667 75,000 6,250 50,000 4,172,917
8 S08 20,000,000 166,667 7,000,000 58,333 100,000 8,333 50,000 4,133,333
9 S09 5,750,000 575,000 5,000,000 83,333 50,000 50,000 60,000 5,388,333
10 S10 25,000,000 297,619 7,000,000 58,333 60,000 5,000 250,000 19,860,952
11 S11 30,000,000 250,000 7,000,000 58,333 70,000 5,833 200,000 14,314,167
12 S12 25,000,000 208,333 6,000,000 50,000 70,000 5,833 250,000 17,764,167
13 S13 30,000,000 250,000 7,000,000 58,333 70,000 5,833 250,000 19,814,167
14 S14 27,000,000 225,000 5,000,000 41,667 75,000 6,250 250,000 19,772,917
15 S15 20,000,000 166,667 7,000,000 58,333 100,000 8,333 200,000 15,833,333
Rata-rata 24,116,667 242,063 6,200,000 54,444 72,667 9,111 126,000 9,862,286
Biaya Pukat Mairo
No Responden Kapal Penyusutan/bln Mesin Penyusutan/bln Alat Tangkap Penyusutan/bln ABK Biaya Opresional/trip
Total Biaya
1 PM01 20,000,000 166,667 7,000,000 58,333 2,500,000 208,333 16,502,667 500,000 25,836,000
2 PM02 21,000,000 175,000 8,000,000 66,667 2,300,000 191,667 4,498,133 500,000 11,031,467
3 PM03 25,000,000 208,333 5,000,000 41,667 2,200,000 183,333 6,830,533 500,000 13,363,867
4 PM04 27,000,000 225,000 9,000,000 75,000 2,500,000 208,333 6,497,333 500,000 16,580,667
5 PM05 30,000,000 250,000 6,000,000 50,000 2,500,000 208,333 5,666,667 500,000 15,750,000
6 PM06 25,000,000 208,333 7,000,000 58,333 2,200,000 183,333 13,170,667 500,000 22,670,667
7 PM07 25,000,000 208,333 7,000,000 58,333 2,500,000 208,333 8,000,000 500,000 14,825,000
8 PM08 25,000,000 208,333 7,000,000 58,333 2,500,000 208,333 7,830,133 500,000 15,630,133
9 PM09 20,000,000 166,667 7,000,000 58,333 2,500,000 208,333 4,733,333 500,000 11,266,667
Rata-rata 24,222,222 201,852 7,000,000 58,333 2,411,111 200,926 8,192,163 500,000 16,328,274

Biaya Pukat Baronang


No Responden Kapal Penyusutan/bln Mesin Penyusutan/bln Alat Tangkap Penyusutan/bln ABK Biaya Opresional/trip
Total Biaya
1 PB01 20,000,000 111,111 7,000,000 58,333 2,500,000 104,167 11,333,333 250,000 45,606,944

Biaya Pancing Hiu


No Responden Kapal Penyusutan/bln Mesin Penyusutan/bln Alat Tangkap Penyusutan/bln Biaya Opresional/trip
Total Biaya
1 PH01 20,000,000 166,667 7,000,000 38,889 150,000 75,000 60,000 580,556
2 PH02 20,000,000 166,667 7,000,000 38,889 150,000 75,000 80,000 680,556
Rata-rata 20,000,000 166,667 7,000,000 38,889 150,000 75,000 70,000 630,556

Biaya Jaring Ikan Terbang


No Responden Kapal Penyusutan/bln Mesin Penyusutan/bln Alat Tangkap Penyusutan/bln ABK Biaya Opresional/trip
Total Biaya
1 T01 20,000,000 166,667 7,000,000 58,333 2,500,000 2,500,000 13,200,000 500,000 33,925,000
2 T02 20,000,000 166,667 7,000,000 58,333 2,500,000 2,500,000 15,000,000 500,000 32,725,000
3 T03 18,000,000 150,000 6,500,000 54,167 2,500,000 2,500,000 10,340,000 500,000 29,544,167
4 T04 5,750,000 47,917 5,000,000 41,667 2,500,000 2,500,000 14,000,000 500,000 30,589,583
5 T05 25,000,000 208,333 7,000,000 58,333 2,500,000 2,500,000 15,000,000 500,000 32,766,667
Rata-rata 17,750,000 147,917 6,500,000 54,167 2,500,000 2,500,000 13,508,000 500,000 31,910,083
Biaya Purse seine
No Responden Kapal Penyusutan/bln Mesin Penyusutan/bln Alat Tangkap Penyusutan/bln Biaya Opresional/trip
ABK (12 orang) Total Biaya
1 PS01 150,000,000 625,000 30,000,000 166,667 50,000,000 416,667 1,000,000 51,588,333 65,213,333
2 PS02 150,000,000 625,000 18,000,000 100,000 75,000,000 625,000 1,000,000 18,925,000 32,975,000
3 PS03 150,000,000 625,000 30,000,000 166,667 50,000,000 416,667 1,000,000 25,041,667 38,666,667
4 PS04 150,000,000 625,000 25,000,000 138,889 70,000,000 583,333 1,000,000 56,497,778 70,539,444
5 PS05 150,000,000 625,000 27,000,000 150,000 55,000,000 458,333 1,000,000 34,100,000 47,800,000
Rata-rata 150,000,000 625,000 26,000,000 144,444 60,000,000 500,000 1,000,000 37,230,556 51,038,889

Biaya Jaring Gurita


No Responden Kapal Penyusutan/bln Mesin Penyusutan/bln Alat Tangkap Penyusutan/bln Biaya Opresional/trip
Total Biaya
1 G01 25,000,000 208,333 6,000,000 50,000 50,000 5,556 50,000 4,163,889
2 G02 27,000,000 225,000 5,000,000 41,667 20,000 2,222 60,000 3,868,889
3 G03 20,000,000 166,667 5,000,000 41,667 28,000 3,111 50,000 3,211,444
4 G04 25,000,000 208,333 6,000,000 50,000 25,000 2,778 70,000 4,041,111
5 G05 25,000,000 208,333 6,000,000 50,000 25,000 2,778 50,000 2,861,111
6 G06 30,000,000 250,000 6,000,000 50,000 30,000 3,333 50,000 3,803,333
7 G07 20,000,000 166,667 7,000,000 58,333 27,000 3,000 50,000 4,128,000
8 G08 25,000,000 208,333 6,000,000 50,000 25,000 2,778 60,000 4,701,111
Rata-rata 24,625,000 205,208 5,875,000 48,958 28,750 3,194 55,000 3,847,361

Biaya Jaring Ikan Kakap


No Responden Kapal Penyusutan/bln Mesin Penyusutan/bln Alat Tangkap Penyusutan/thn Biaya Opresional/trip
Total Biaya
1 K01 30,000,000 1,500,000 7,000,000 700,000 1,500,000 750,000 100,000 8,600,000
2 K02 27,000,000 1,800,000 6,000,000 600,000 1,500,000 750,000 120,000 8,160,000
3 K03 25,000,000 2,500,000 6,000,000 600,000 1,300,000 650,000 150,000 12,700,000
4 K04 30,000,000 1,500,000 6,000,000 600,000 1,200,000 600,000 140,000 7,700,000
5 K05 25,000,000 2,500,000 7,000,000 700,000 1,250,000 625,000 200,000 11,200,000
Rata-rata 27,400,000 1,960,000 6,400,000 640,000 1,350,000 675,000 142,000 9,672,000
Biaya Pancing Rawai
No Responden Kapal Penyusutan/bln Mesin Penyusutan/bln Alat Tangkap Penyusutan/bln Biaya Opresional/trip
ABK Total Biaya
1 R01 30,000,000 250,000 6,000,000 50,000 250,000 20,833 100,000 7,613,333 16,734,167
2 R02 25,000,000 208,333 5,000,000 41,667 270,000 22,500 100,000 13,633,333 24,705,833
3 R03 15,000,000 125,000 6,000,000 50,000 260,000 21,667 90,000 25,366,667 36,003,333
4 R04 25,000,000 208,333 7,000,000 58,333 270,000 22,500 150,000 20,700,000 39,589,167
5 R05 30,000,000 250,000 5,000,000 41,667 280,000 23,333 130,000 13,100,000 27,455,000
6 R06 27,000,000 225,000 9,000,000 75,000 270,000 22,500 120,000 11,413,333 25,175,833
7 R07 25,000,000 208,333 5,000,000 41,667 250,000 20,833 130,000 19,766,667 35,117,500
8 R08 25,000,000 208,333 6,000,000 50,000 250,000 20,833 90,000 15,100,000 26,539,167
9 R09 28,000,000 233,333 8,000,000 66,667 270,000 22,500 85,000 18,933,333 28,775,833
10 R10 25,000,000 208,333 5,000,000 41,667 270,000 22,500 120,000 13,053,333 23,885,833
Rata-rata 25,500,000 212,500 6,200,000 51,667 264,000 22,000 111,500 15,868,000 28,398,167

Biaya Jaring Cendro


No Responden Kapal Penyusutan/bln Mesin Penyusutan/bln Alat Tangkap Penyusutan/bln Biaya Opresional/trip
ABK Total Biaya
1 JC01 17,000,000 177,083 5,000,000 83,333 600,000 50,000 93,000 6,329,000 6,732,417
Lampiran 4. Hasil Tangkapan

Hasil Tangkapan Jaring Cumi-cumi


Musim Puncak Musim Sedang Musim Paceklik
Respond
No Jenis Tangkapan Jml Jml Jml
en
Rata2/trip Trip/m Rata2/t Trip/m Rata2/tri Trip/m Pendapatan
(Kg) Harga/kg usim Total rip Harga usim Total p Harga usim Total Kotor
1 C01 Cumi-cumi 100 20,000 16 32,000,000 70 28,000 12 23,520,000 45 33,000 15 22,275,000 77,795,000 3,115
2 C02 Cumi-cumi 90 20,000 16 28,800,000 78 28,000 12 26,208,000 30 33,000 15 14,850,000 69,858,000 2,826
3 C03 Cumi-cumi 100 20,000 16 32,000,000 60 28,000 12 20,160,000 50 33,000 15 24,750,000 76,910,000 3,070
4 C04 Cumi-cumi 100 20,000 16 32,000,000 60 28,000 12 20,160,000 35 33,000 15 17,325,000 69,485,000 2,845
5 C05 Cumi-cumi 100 20,000 16 32,000,000 80 28,000 12 26,880,000 40 33,000 15 19,800,000 78,680,000 3,160
6 C06 Cumi-cumi 95 20,000 16 30,400,000 70 28,000 12 23,520,000 50 33,000 15 24,750,000 78,670,000 3,110
7 C07 Cumi-cumi 100 20,000 16 32,000,000 70 28,000 12 23,520,000 50 33,000 15 24,750,000 80,270,000 3,190
Rata-rata 98 31,314,286 70 23,424,000 43 21,214,286 75,952,571

Hasil Tangkapan Pukat Mairo


Musim Paceklik
Respond
No Jenis Tangkapan Jml
en
Trip/m
Rata2/trip Harga usim Total
1 PM01 Ikan Teri 1,786 2,800 10 50,008,000
2 PM02 Ikan Teri 714 2,800 7 13,994,400
3 PM03 Ikan Teri 1,071 2,800 7 20,991,600
4 PM04 Ikan Teri 714 2,800 10 19,992,000
5 PM05 Ikan Teri 625 2,800 10 17,500,000
6 PM06 Ikan Teri 1,429 2,800 10 40,012,000
7 PM07 Ikan Teri 1,250 2,800 7 24,500,000
8 PM08 Ikan Teri 1,071 2,800 8 23,990,400
9 PM09 Ikan Teri 750 2,800 7 14,700,000
Jumlah 9,410 25,200 76 225,688,400
Rata-rata 1,046 2,800 8 25,076,489
Hasil Tangkapan Pancing
Musim Puncak Musim Sedang Musim Paceklik Ikan Sunu Ikan Cakalang
Respond Jml Jml Jml
No Jenis Tangkapan
en Rata2/trip Trip/m Rata2/t Trip/m Rata2/tri Trip/m
(Kg) Harga/kg usim Total rip Harga usim Total p Harga usim Total (Rp) (Rp)
1 S01 Ikan Sunu 2 150,000 48 14,400,000 1 270,000 15 4,050,000 2 250,000 30 15,000,000 33,450,000
Ikan Cakalang 30 3,200 48 4,608,000 10 6,000 15 900,000 20 6,000 30 3,600,000 9,108,000
2 S02 Ikan Sunu 2 150,000 47 14,100,000 1 270,000 15 4,050,000 2 250,000 30 15,000,000 33,150,000
Ikan Cakalang 35 3,200 47 5,264,000 15 6,000 15 1,350,000 25 6,000 30 4,500,000 11,114,000
3 S03 Ikan Sunu 1 150,000 45 6,750,000 1 270,000 15 4,050,000 1 250,000 30 7,500,000 18,300,000
Ikan Cakalang 25 3,200 45 3,600,000 15 6,000 15 1,350,000 15 6,000 30 2,700,000 7,650,000
4 S04 Ikan Sunu 3 150,000 48 21,600,000 1 270,000 15 4,050,000 1 250,000 30 7,500,000 33,150,000
Ikan Cakalang 35 3,200 48 5,376,000 15 6,000 15 1,350,000 25 6,000 30 4,500,000 11,226,000
5 S05 Ikan Sunu 1 150,000 48 7,200,000 2 270,000 15 8,100,000 1 250,000 30 7,500,000 22,800,000
Ikan Cakalang 35 3,200 48 5,376,000 25 6,000 15 2,250,000 25 6,000 30 4,500,000 12,126,000
6 S06 Ikan Sunu 5 150,000 40 30,000,000 1 270,000 15 4,050,000 3 250,000 30 22,500,000 56,550,000
Ikan Cakalang 25 3,200 40 3,200,000 20 6,000 15 1,800,000 15 6,000 30 2,700,000 7,700,000
7 S07 Ikan Sunu 2 150,000 48 14,400,000 1 270,000 15 4,050,000 2 250,000 30 15,000,000 33,450,000
Ikan Cakalang 20 3,200 48 3,072,000 10 6,000 15 900,000 10 6,000 30 1,800,000 5,772,000
8 S08 Ikan Sunu 2 150,000 48 14,400,000 2 270,000 15 8,100,000 1 250,000 30 7,500,000 30,000,000
Ikan Cakalang 15 3,200 48 2,304,000 5 6,000 15 450,000 5 6,000 30 900,000 3,654,000
9 S09 Ikan Sunu 4 150,000 48 28,800,000 2 270,000 15 8,100,000 2 250,000 30 15,000,000 51,900,000
Ikan Cakalang 18 3,200 48 2,764,800 8 6,000 15 720,000 8 6,000 30 1,440,000 4,924,800
10 S10 Ikan Sunu 5 150,000 28 21,000,000 1 270,000 7 1,890,000 1 250,000 20 5,000,000 27,890,000
Ikan Cakalang 26 3,200 28 2,329,600 10 6,000 7 420,000 18 6,000 20 2,160,000 4,909,600
11 S11 Ikan Sunu 5 150,000 28 21,000,000 2 270,000 7 3,780,000 1 250,000 20 5,000,000 29,780,000
Ikan Cakalang 20 3,200 28 1,792,000 10 6,000 7 420,000 10 6,000 20 1,200,000 3,412,000
12 S12 Ikan Sunu 6 150,000 28 25,200,000 5 270,000 7 9,450,000 2 250,000 20 10,000,000 44,650,000
Ikan Cakalang 15 3,200 28 1,344,000 10 6,000 7 420,000 10 6,000 20 1,200,000 2,964,000
13 S13 Ikan Sunu 7 150,000 28 29,400,000 2 270,000 7 3,780,000 5 250,000 20 25,000,000 58,180,000
Ikan Cakalang 18 3,200 28 1,612,800 10 6,000 7 420,000 10 6,000 20 1,200,000 3,232,800
14 S14 Ikan Sunu 6 150,000 28 25,200,000 2 270,000 7 3,780,000 5 250,000 20 25,000,000 53,980,000
Ikan Cakalang 26 3,200 28 2,329,600 5 6,000 7 210,000 20 6,000 20 2,400,000 4,939,600
15 S15 Ikan Sunu 6 150,000 28 25,200,000 2 270,000 7 3,780,000 5 250,000 20 25,000,000 53,980,000
Ikan Cakalang 20 3,200 28 1,792,000 8 6,000 7 336,000 30 6,000 20 3,600,000 5,728,000
Rata-rata 14 39 7 12 9 26 38,747,333 6,564,053
Hasil Tangkapan Pukat Baronang
Musim Puncak Musim Sedang Musim Paceklik
Respond
No Jenis Tangkapan Jml Jml Jml
en
Rata2/trip Trip/m Rata2/t Trip/m Rata2/tri Trip/m Pendapatan
(Kg) Harga/kg usim Total rip Harga usim Total p Harga usim Total Kotor
Ikan Baronang
1 PB01 (Siganus Sp ) 175 3,200 68 38,080,000 50 6,000 12 3,600,000 125 4,500 56 31,500,000 73,180,000

Hasil Tangkapan Jaring Ikan Terbang


Musim Paceklik
Respond
No Jenis Tangkapan Jml
en
Rata2/trip Trip/m
(Kg) Harga/kg usim Total
1 T01 Ikan terbang 500 3,200 36 57,600,000 20 basket
18,000
2 T02 Ikan terbang 625 3,200 30 60,000,000 25 basket
18,750
3 T03 Ikan terbang 450 3,200 33 47,520,000 18 basket
14,850
4 T04 Ikan terbang 625 3,200 28 56,000,000 25 basket
17,500
5 T05 Ikan terbang 625 3,200 30 60,000,000 25 basket
18,750
Rata-rata 56,224,000 17,570
Hasil Tangkapan Purse seine Ikan Cakalang
Musim Puncak Musim Sedang Musim Paceklik Hasil Tangkapan
Respond Jml Jml Jml
No Jenis Tangkapan
en Rata2/trip Trip/m Rata2/t Trip/m Rata2/tri Trip/m
(Kg) Harga/kg usim Total rip Harga usim Total p Harga usim Total Cakalang Tongkol
1 PS01 Cakalang 6,250 3,200 6 120,000,000 1,250 7,000 2 17,500,000 1,250 6,000 4 30,000,000 167,500,000
Tongkol 50 800 6 240,000 50 2,500 2 250,000 50 2,000 4 400,000 890,000
2 PS02 Cakalang 625 3,200 7 14,000,000 1,250 7,000 2 17,500,000 1,250 6,000 5 37,500,000 69,000,000
Tongkol 125 800 7 700,000 75 2,500 2 375,000 75 2,000 5 750,000 1,825,000
3 PS03 Cakalang 3,750 3,200 5 60,000,000 875 7,000 2 12,250,000 875 6,000 3 15,750,000 88,000,000
Tongkol 50 800 5 200,000 50 2,500 2 250,000 50 2,000 3 300,000 750,000
4 PS04 Cakalang 5,000 3,200 8 128,000,000 1,250 7,000 2 17,500,000 1,250 6,000 5 37,500,000 183,000,000
Tongkol 25 800 8 160,000 25 2,500 2 125,000 25 2,000 5 250,000 535,000
5 PS05 Cakalang 3,750 3,200 6 72,000,000 1,125 7,000 2 15,750,000 1,125 6,000 4 27,000,000 114,750,000
Tongkol 125 800 6 600,000 50 2,500 2 250,000 50 2,000 4 400,000 1,250,000
Rata-rata 124,450,000 1,050,000

Hasil Tangkapan Jaring Gurita


Musim Puncak Musim Sedang Musim Paceklik
Respond
No Jenis Tangkapan Jml Jml Jml TOTAL
en
Rata2/trip Trip/m Rata2/t Trip/m Rata2/tri Trip/m
(Kg) Harga/kg usim Total rip Harga usim Total p Harga usim Total
1 G01 Gurita 8 22,000 40 7,040,000 8 22,000 10 1,760,000 8 22,000 28 4,928,000 13,728,000 624
2 G02 Gurita 8 22,000 32 5,632,000 8 22,000 8 1,408,000 8 22,000 20 3,520,000 10,560,000 480
3 G03 Gurita 6 22,000 32 4,224,000 6 22,000 8 1,056,000 6 22,000 20 2,640,000 7,920,000 360
4 G04 Gurita 8 22,000 28 4,928,000 8 22,000 10 1,760,000 8 22,000 16 2,816,000 9,504,000 432
5 G05 Gurita 7 22,000 28 4,312,000 7 22,000 8 1,232,000 7 22,000 16 2,464,000 8,008,000 364
6 G06 Gurita 9 22,000 36 7,128,000 9 22,000 10 1,980,000 9 22,000 24 4,752,000 13,860,000 630
7 G07 Gurita 8 22,000 40 7,040,000 8 22,000 10 1,760,000 8 22,000 28 4,928,000 13,728,000 624
8 G08 Gurita 7 22,000 40 6,160,000 7 22,000 10 1,540,000 7 22,000 24 3,696,000 11,396,000 518
Rata-rata 11,088,000 504
Hasil Tangkapan Jaring Ikan Kakap
Musim Puncak Musim Paceklik TOTAL
Respond Jml Jml
No Jenis Tangkapan
en Rata2/trip Trip/m Rata2/t Trip/m
(Kg) Harga/kg usim Total rip Harga usim Total (Rp)
1 K01 Ikan Kakap 50 25,000 48 60,000,000 75 25,000 16 30,000,000 90,000,000
2 K02 Ikan Kakap 75 25,000 40 75,000,000 50 25,000 8 10,000,000 85,000,000
3 K03 Ikan Kakap 75 25,000 52 97,500,000 50 25,000 12 15,000,000 112,500,000
4 K04 Ikan Kakap 100 25,000 32 80,000,000 75 25,000 8 15,000,000 95,000,000
5 K05 Ikan Kakap 75 25,000 32 60,000,000 50 25,000 8 10,000,000 70,000,000
Rata-rata 90,500,000

Hasil Tangkapan Pancing Rawai


Musim Puncak (April-Juli) Musim Paceklik (Nop-Maret)
Nama
No Respond Jenis Tangkapan Jml Jml
en Rata2/trip Trip/m Rata2/t Trip/m
(Kg) Harga/kg usim Total rip Harga usim Total TOTAL
1 R01 Ikan Kakap Merah 10 25,000 60 15,000,000 8 35,000 28 7,840,000 22,840,000
2 R02 Ikan Kakap Merah 15 25,000 68 25,500,000 11 35,000 40 15,400,000 40,900,000
3 R03 Ikan Kakap Merah 25 25,000 68 42,500,000 20 35,000 48 33,600,000 76,100,000
4 R04 Ikan Kakap Merah 15 25,000 76 28,500,000 20 35,000 48 33,600,000 62,100,000
5 R05 Ikan Kakap Merah 15 25,000 60 22,500,000 10 35,000 48 16,800,000 39,300,000
6 R06 Ikan Kakap Merah 13 25,000 64 20,800,000 8 35,000 48 13,440,000 34,240,000
7 R07 Ikan Kakap Merah 25 25,000 68 42,500,000 10 35,000 48 16,800,000 59,300,000
8 R08 Ikan Kakap Merah 15 25,000 76 28,500,000 10 35,000 48 16,800,000 45,300,000
9 R09 Ikan Kakap Merah 25 25,000 64 40,000,000 10 35,000 48 16,800,000 56,800,000
10 R10 Ikan Bambangan 15 25,000 60 22,500,000 17 35,000 28 16,660,000 39,160,000
Rata-rata 47,604,000 47,604,000 #REF!
Hasil Tangkapan Jaring Ikan Cendro
Musim Puncak Musim Sedang Musim Paceklik
Respond
No Jenis Tangkapan Jml Jml Jml TOTAL
en
Rata2/trip Trip/m Rata2/t Trip/m Rata2/tri Trip/m
(Kg) Harga/kg usim Total rip Harga usim Total p Harga usim Total
1 JC01 Ikan Cendro 100 3,000 30 9,000,000 75 3,000 30 6,750,000 37 3,000 30 3,330,000 19,080,000

Hasil Tangkapan Pancing Hiu


Musim Puncak

No Respond Jenis Tangkapan Jml


en Rata2/trip Trip/m
(ekor) Harga/ekor usim Total
1 PH01 Ikan Hiu 1 5,500,000 10 55,000,000
2 PH02 Ikan Hiu 1 4,000,000 6 24,000,000
Rata-rata 39,500,000
Lampiran 5. Pendapatan Bersih

Pendapatan Bersih Jaring cumi-cumi

No Responden TR TC π
1 C01 77,795,000 21,014,286 56,780,714
2 C02 69,858,000 23,357,143 46,500,857
3 C03 76,910,000 20,857,143 56,052,857
4 C04 69,485,000 20,957,143 48,527,857
5 C05 78,680,000 21,157,143 57,522,857
6 C06 78,670,000 20,657,143 58,012,857
7 C07 80,270,000 20,957,143 59,312,857
Rata-rata 75,952,571 21,279,592 54,672,980

Pendapatan Bersih Alat tangkap pancing


No Nama Responden TR TC π
1 S01 42,558,000 4,114,167 38,443,833
2 S02 44,264,000 4,172,500 40,091,500
3 S03 25,950,000 4,892,500 21,057,500
4 S04 44,376,000 4,164,167 40,211,833
5 S05 34,926,000 5,514,167 29,411,833
6 S06 64,250,000 4,022,500 60,227,500
7 S07 39,222,000 4,172,917 35,049,083
8 S08 33,654,000 4,133,333 29,520,667
9 S09 56,824,800 5,388,333 51,436,467
10 S10 32,799,600 19,860,952 12,938,648
11 S11 33,192,000 19,860,952 13,331,048
12 S12 47,614,000 14,314,167 33,299,833
13 S13 61,412,800 17,764,167 43,648,633
14 S14 58,919,600 19,814,167 39,105,433
15 S15 59,708,000 19,772,917 39,935,083
Rata-rata 45,311,387 10,130,794 35,180,593

Pendapatan Bersih Pukat Mairo


No Responden TR TC π
1 PM01 50,008,000 25,836,000 24,172,000
2 PM02 13,994,400 11,031,467 2,962,933
3 PM03 20,991,600 13,363,867 7,627,733
4 PM04 19,992,000 16,580,667 3,411,333
5 PM05 17,500,000 15,750,000 1,750,000
6 PM06 40,012,000 22,670,667 17,341,333
7 PM07 24,500,000 14,825,000 9,675,000
8 PM08 23,990,400 15,630,133 8,360,267
9 PM09 14,700,000 11,266,667 3,433,333
Rata-rata 25,076,489 16,328,274 8,748,215
Pendapatan Bersih Pukat Baronang
No Responden TR TC π
1 B01 73,180,000 45,606,944 27,573,056

Pendapatan Bersih Pancing Hiu


No Responden TR TC π
1 H01 55,000,000 580,556 54,419,444
2 H02 24,000,000 680,556 23,319,444
Rata-rata 39,500,000 630,556 38,869,444

Pendapatan Bersih Jaring Ikan Terbang


No Responden TR TC π
1 T01 57,600,000 33,925,000 23,675,000
2 T02 60,000,000 32,725,000 27,275,000
3 T03 47,520,000 29,544,167 17,975,833
4 T04 56,000,000 30,589,583 25,410,417
5 T05 60,000,000 32,766,667 27,233,333
Rata-rata 56,224,000 31,910,083 24,313,917

Pendapatan Bersih Purse Seine


No Responden TR TC π
1 PS01 168,390,000 65,213,333 103,176,667
2 PS02 70,825,000 32,975,000 37,850,000
3 PS03 88,750,000 38,666,667 50,083,333
4 PS04 183,535,000 70,539,444 112,995,556
5 PS05 116,000,000 47,800,000 68,200,000
Rata-rata 125,500,000 51,038,889 74,461,111

Pendapatan Bersih Pancing Gurita


No Responden TR TC π
1 G01 13,728,000 4,163,889 9,564,111
2 G02 10,560,000 3,868,889 6,691,111
3 G03 7,920,000 3,211,444 4,708,556
4 G04 9,504,000 4,041,111 5,462,889
5 G05 8,008,000 2,861,111 5,146,889
6 G06 13,860,000 3,803,333 10,056,667
7 G07 13,728,000 4,128,000 9,600,000
8 G08 11,396,000 4,701,111 6,694,889
Rata-rata 11,044,000 3,725,397 7,318,603
Pendapatan Bersih Jaring Ikan Kakap
No Responden TR TC π
1 K01 90,000,000 8,600,000 81,400,000
2 K02 85,000,000 8,160,000 76,840,000
3 K03 112,500,000 12,700,000 99,800,000
4 K04 95,000,000 7,700,000 87,300,000
5 K05 70,000,000 11,200,000 58,800,000
Rata-rata 90,500,000 9,672,000 80,828,000

Pendapatan Bersih Pancing Rawai


No Responden TR TC π
1 R01 22,840,000 16,734,167 6,105,833
2 R02 40,900,000 24,705,833 16,194,167
3 R03 76,100,000 36,003,333 40,096,667
4 R04 62,100,000 39,589,167 22,510,833
5 R05 39,300,000 27,455,000 11,845,000
6 R06 34,240,000 25,175,833 9,064,167
7 R07 59,300,000 35,117,500 24,182,500
8 R08 45,300,000 26,539,167 18,760,833
9 R09 56,800,000 28,775,833 28,024,167
10 R10 39,160,000 23,885,833 15,274,167
Total 47,604,000 28,398,167 19,205,833

Pendapatan Bersih Jaring Ikan Cendro


No Responden TR TC π
1 JC01 19,080,000 6,732,417 12,347,583
Lampiran 6. Identitas Responden dan Nilai WTP Pulau Kapoposang

Identitas Responden Pancing Sunu & Cakalang


No Responden Umur Pendidikan Tanggungan Pengalaman WTP
1 S01 41 SD 3 24 35,000,000
2 S02 56 SD 3 37 40,000,000
3 S03 25 SD 5 10 9,000,000
4 S04 47 SD 4 32 8,000,000
5 S05 50 SD 3 37 12,000,000
6 S06 50 SD 5 34 50,000,000
7 S07 30 SD 3 15 15,000,000
8 S08 40 SD 4 25 34,000,000
9 S09 32 SD 4 20 25,000,000
10 S10 39 SD 4 32 7,000,000
11 S11 43 SD 3 15 15,000,000
Rata-rata 22,727,273

Identitas Responden Pukat Mairo


No Responden Umur Pendidikan Tanggungan Pengalaman WTP
1 PM01 50 SD 5 34 20,000,000
2 PM02 40 SD 3 25 34,000,000
Rata-rata 27,000,000

Identitas Responden Pukat Baronang


No Responden Umur Pendidikan Tanggungan Pengalaman WTP
1 PB01 50 SD 5 34 20,000,000

Identitas Responden Pancing Hiu


No Responden Umur Pendidikan Tanggungan Pengalaman WTP
1 PH01 20 SD 0 1 30,000,000
2 PH02 21 SD 0 1 15,000,000
Rata-rata 22,500,000

Identitas Responden Pukat Ikan Terbang


No Responden Umur Pendidikan Tanggungan Pengalaman WTP
1 T01 50 SD 5 34 20,000,000
2 T02 40 SD 3 25 34,000,000
3 T03 47 SD 4 32 20,000,000
4 T04 32 SD 4 20 34,000,000
5 T05 36 SD 4 15 24,000,000
Rata-rata 26,400,000
Lampiran 7. Hasil Tangkapan Nelayan Pulau Kapoposang

Hasil Tangkapan Pukat Mairo


Musim Paceklik
Respond
No Jenis Tangkapan Jml
en
Trip/m
Rata2/trip Harga usim Total
1 PM01 Ikan Teri 1,786 2,800 10 50,008,000
2 PM02 Ikan Teri 714 2,800 7 13,994,400
Jumlah 2,500 5,600 17 64,002,400
Rata-rata 1,250 2,800 9 32,001,200

Hasil Tangkapan Pancing


Musim Puncak Musim Sedang Musim Paceklik Ikan Sunu Ikan Cakalang
Respond
No Jenis Tangkapan Jml Jml Jml
en
Rata2/trip Trip/m Rata2/t Trip/m Rata2/t Trip/m
(Kg) Harga/kg usim Total rip Harga usim Total rip Harga usim Total (Rp) (Rp)
1 S01 Ikan Sunu 2 150,000 48 14,400,000 1 270,000 15 4,050,000 2 250,000 30 15,000,000 33,450,000
Ikan Cakalang 30 3,200 48 4,608,000 10 6,000 15 900,000 20 6,000 30 3,600,000 9,108,000
2 S02 Ikan Sunu 2 150,000 47 14,100,000 1 270,000 15 4,050,000 2 250,000 30 15,000,000 33,150,000
Ikan Cakalang 35 3,200 47 5,264,000 15 6,000 15 1,350,000 25 6,000 30 4,500,000 11,114,000
3 S03 Ikan Sunu 1 150,000 45 6,750,000 1 270,000 15 4,050,000 1 250,000 30 7,500,000 18,300,000
Ikan Cakalang 25 3,200 45 3,600,000 15 6,000 15 1,350,000 15 6,000 30 2,700,000 7,650,000
4 S04 Ikan Sunu 3 150,000 48 21,600,000 1 270,000 15 4,050,000 1 250,000 30 7,500,000 33,150,000
Ikan Cakalang 35 3,200 48 5,376,000 15 6,000 15 1,350,000 25 6,000 30 4,500,000 11,226,000
5 S05 Ikan Sunu 1 150,000 48 7,200,000 2 270,000 15 8,100,000 1 250,000 30 7,500,000 22,800,000
Ikan Cakalang 35 3,200 48 5,376,000 25 6,000 15 2,250,000 25 6,000 30 4,500,000 12,126,000
6 S06 Ikan Sunu 5 150,000 40 30,000,000 1 270,000 15 4,050,000 3 250,000 30 22,500,000 56,550,000
Ikan Cakalang 25 3,200 40 3,200,000 20 6,000 15 1,800,000 15 6,000 30 2,700,000 7,700,000
7 S07 Ikan Sunu 2 150,000 48 14,400,000 1 270,000 15 4,050,000 2 250,000 30 15,000,000 33,450,000
Ikan Cakalang 20 3,200 48 3,072,000 10 6,000 15 900,000 10 6,000 30 1,800,000 5,772,000
8 S08 Ikan Sunu 2 150,000 48 14,400,000 2 270,000 15 8,100,000 1 250,000 30 7,500,000 30,000,000
Ikan Cakalang 15 3,200 48 2,304,000 5 6,000 15 450,000 5 6,000 30 900,000 3,654,000
9 S09 Ikan Sunu 4 150,000 48 28,800,000 2 270,000 15 8,100,000 2 250,000 30 15,000,000 51,900,000
Ikan Cakalang 18 3,200 48 2,764,800 8 6,000 15 720,000 8 6,000 30 1,440,000 4,924,800
10 S10 Ikan Sunu 5 150,000 28 21,000,000 1 270,000 7 1,890,000 1 250,000 20 5,000,000 27,890,000
Ikan Cakalang 26 3,200 28 2,329,600 10 6,000 7 420,000 18 6,000 20 2,160,000 4,909,600
11 S11 Ikan Sunu 5 150,000 28 21,000,000 2 270,000 7 3,780,000 1 250,000 20 5,000,000 29,780,000
Ikan Cakalang 20 3,200 28 1,792,000 10 6,000 7 420,000 10 6,000 20 1,200,000 3,412,000
Rata-rata 33,674,545 7,417,855

Hasil Tangkapan Pukat Baronang


Musim Puncak Musim Sedang Musim Paceklik
Respond
No Jenis Tangkapan Jml Jml Jml
en
Rata2/trip Trip/m Rata2/t Trip/m Rata2/t Trip/m Pendapatan
(Kg) Harga/kg usim Total rip Harga usim Total rip Harga usim Total Kotor
Ikan Baronang
1 PB01 (Siganus Sp ) 175 3,200 68 38,080,000 50 6,000 12 3,600,000 125 4,500 56 31,500,000 73,180,000

Hasil Tangkapan Jaring Ikan Terbang


Musim Paceklik
Respond
No Jenis Tangkapan Jml
en
Rata2/trip Trip/m
(Kg) Harga/kg usim Total
1 T01 Ikan terbang 500 3,200 36 57,600,000 20 basket
18,000
2 T02 Ikan terbang 625 3,200 30 60,000,000 25 basket
18,750
3 T03 Ikan terbang 450 3,200 33 47,520,000 18 basket
14,850
4 T04 Ikan terbang 625 3,200 28 56,000,000 25 basket
17,500
5 T05 Ikan terbang 625 3,200 30 60,000,000 25 basket
18,750
Rata-rata 56,224,000 17,570

Hasil Tangkapan Jaring Ikan Cendro


Musim Puncak Musim Sedang Musim Paceklik
Respond
No Jenis Tangkapan Jml Jml Jml TOTAL
en
Rata2/trip Trip/m Rata2/t Trip/m Rata2/t Trip/m
(Kg) Harga/kg usim Total rip Harga usim Total rip Harga usim Total
1 JC01 Ikan Cendro 100 3,000 30 9,000,000 75 3,000 30 6,750,000 37 3,000 30 3,330,000 19,080,000
Hasil Tangkapan Pancing Hiu
Musim Puncak

No Respond Jenis Tangkapan Jml


en Rata2/trip Trip/m
(ekor) Harga/ekor usim Total
1 PH01 Ikan Hiu 1 5,500,000 10 55,000,000
2 PH02 Ikan Hiu 1 4,000,000 6 24,000,000
Rata-rata 39,500,000
Lampiran 8. Biaya yang Dikeluarkan Nelayan Pulau Kapoposang

Biaya Pancing Sunu & Cakalang


No Responden Kapal Penyusutan/bln Mesin Penyusutan/bln Alat Tangkap Penyusutan/bln Biaya Opresional/trip
Total Biaya
1 S01 20,000,000 166,667 5,000,000 41,667 70,000 5,833 50,000 4,114,167
2 S02 27,000,000 225,000 5,000,000 41,667 70,000 5,833 50,000 4,172,500
3 S03 25,000,000 208,333 7,000,000 58,333 70,000 5,833 60,000 4,892,500
4 S04 30,000,000 250,000 7,000,000 58,333 70,000 5,833 50,000 4,164,167
5 S05 25,000,000 208,333 6,000,000 50,000 70,000 5,833 70,000 5,514,167
6 S06 25,000,000 208,333 7,000,000 58,333 70,000 5,833 50,000 4,022,500
7 S07 27,000,000 225,000 5,000,000 41,667 75,000 6,250 50,000 4,172,917
8 S08 20,000,000 166,667 7,000,000 58,333 100,000 8,333 50,000 4,133,333
9 S09 5,750,000 575,000 5,000,000 83,333 50,000 50,000 60,000 5,388,333
10 S10 25,000,000 297,619 7,000,000 58,333 60,000 5,000 250,000 19,860,952
11 S11 30,000,000 250,000 7,000,000 58,333 70,000 5,833 200,000 14,314,167
Rata-rata 23,613,636 252,814 6,181,818 55,303 70,455 10,038 85,455 6,795,427

Biaya Pukat Mairo


No Responden Kapal Penyusutan/bln Mesin Penyusutan/bln Alat Tangkap Penyusutan/bln ABK Biaya Opresional/trip
Total Biaya
1 PM01 20,000,000 166,667 7,000,000 58,333 2,500,000 208,333 16,502,667 500,000 25,836,000
2 PM02 21,000,000 175,000 8,000,000 66,667 2,300,000 191,667 4,498,133 500,000 11,031,467
Rata-rata 20,500,000 170,833 7,500,000 62,500 2,400,000 200,000 10,500,400 500,000 18,433,733

Biaya Pukat Baronang


No Responden Kapal Penyusutan/bln Mesin Penyusutan/bln Alat Tangkap Penyusutan/bln ABK Biaya Opresional/trip
Total Biaya
1 PB01 20,000,000 111,111 7,000,000 58,333 2,500,000 104,167 11,333,333 250,000 45,606,944
Biaya Pancing Hiu
No Responden Kapal Penyusutan/bln Mesin Penyusutan/bln Alat Tangkap Penyusutan/bln Biaya Opresional/trip
Total Biaya
1 PH01 20,000,000 166,667 7,000,000 38,889 150,000 75,000 60,000 580,556
2 PH02 20,000,000 166,667 7,000,000 38,889 150,000 75,000 80,000 680,556
Rata-rata 20,000,000 166,667 7,000,000 38,889 150,000 75,000 70,000 630,556

Biaya Jaring Ikan Terbang


No Responden Kapal Penyusutan/bln Mesin Penyusutan/bln Alat Tangkap Penyusutan/bln ABK Biaya Opresional/trip
Total Biaya
1 T01 20,000,000 166,667 7,000,000 58,333 2,500,000 2,500,000 13,200,000 500,000 33,925,000
2 T02 20,000,000 166,667 7,000,000 58,333 2,500,000 2,500,000 15,000,000 500,000 32,725,000
3 T03 18,000,000 150,000 6,500,000 54,167 2,500,000 2,500,000 10,340,000 500,000 29,544,167
4 T04 5,750,000 47,917 5,000,000 41,667 2,500,000 2,500,000 14,000,000 500,000 30,589,583
5 T05 25,000,000 208,333 7,000,000 58,333 2,500,000 2,500,000 15,000,000 500,000 32,766,667
Rata-rata 17,750,000 147,917 6,500,000 54,167 2,500,000 2,500,000 13,508,000 500,000 31,910,083
Lampiran 9. Pendapatan Bersih Nelayan Pulau Kapoposang

Pendapatan Bersih Alat tangkap pancing

No Nama Responden TR TC π
1 S01 42,558,000 4,114,167 38,443,833
2 S02 44,264,000 4,172,500 40,091,500
3 S03 25,950,000 4,892,500 21,057,500
4 S04 44,376,000 4,164,167 40,211,833
5 S05 34,926,000 5,514,167 29,411,833
6 S06 64,250,000 4,022,500 60,227,500
7 S07 39,222,000 4,172,917 35,049,083
8 S08 33,654,000 4,133,333 29,520,667
9 S09 56,824,800 5,388,333 51,436,467
10 S10 32,799,600 19,860,952 12,938,648
11 S11 33,192,000 19,860,952 13,331,048
Rata-rata 41,092,400 7,299,681 33,792,719

Pendapatan Bersih Pukat Mairo


No Responden TR TC π
1 PM01 50,008,000 25,836,000 24,172,000
2 PM02 13,994,400 11,031,467 2,962,933
Rata-rata 32,001,200 18,433,733 13,567,467

Pendapatan Bersih Pukat Baronang


No Responden TR TC π
1 B01 73,180,000 45,606,944 27,573,056

Pendapatan Bersih Pancing Hiu


No Responden TR TC π
1 H01 55,000,000 580,556 54,419,444
2 H02 24,000,000 680,556 23,319,444
Rata-rata 39,500,000 630,556 38,869,444

Pendapatan Bersih Jaring Ikan Terbang


No Responden TR TC π
1 T01 57,600,000 33,925,000 23,675,000
2 T02 60,000,000 32,725,000 27,275,000
3 T03 47,520,000 29,544,167 17,975,833
4 T04 56,000,000 30,589,583 25,410,417
5 T05 60,000,000 32,766,667 27,233,333
Rata-rata 56,224,000 31,910,083 24,313,917
Lampiran 10.

Perhitungan Valuasi Ekonomi Ekosistem Terumbu Karang Pulau


Kapoposang

A. Manfaat Langsung

1. Manfaat Langsung Perikanan Terumbu


Pendapatan Pengeluaran Pendapatan Total Total Total
Jenis Alat Jml Jml Kotor Rata- Rata-rata Bersih Rata- Pendapatan Pengeluaran pendapatan
No Tangkap Smpl Pls rata (Rp) (Rp) rata (Rp) Kotor (Rp) (Rp) bersih (Rp)
1 2 3 4 5 6 7 (5-6) 8 (4 x 5) 9 (4 x 6) 10 (8-9)
1 Pancing 11 110 41,092,400 7,299,681 33,792,719 4,520,164,000 802,964,881 3,717,199,119
2 Pukat mairo 2 20 32,001,200 18,433,733 13,567,467 640,024,000 368,674,667 271,349,333
Pukat
3 baronang 1 1 73,180,000 45,606,944 27,573,056 73,180,000 45,606,944 27,573,056
4 Pancing Hiu 2 7 39,500,000 630,556 38,869,444 276,500,000 4,413,889 272,086,111
Jaring Ikan
5 Terbang 5 5 56,224,000 31,910,083 24,313,917 281,120,000 159,550,417 121,569,583
Total 24 523 241,997,600 103,880,997 138,116,603 5,790,988,000 1,381,210,798 4,409,777,202

2. Manfaat Langsung Pariwisata

Biaya yang dikeluarkan wisatawan selama melakukan wisata Diving di TWP


Kapoposang Kabupaten pangkep

No Paket Wisata Biaya/Orang Keterangan


1 1 malam 2 hari 2,000,000 Transportasi, Komsumsi,
2 2 malam 3 hari 2,500,000 penginapan, Tabung,
Weightbelet, gaet
3 3 malam 4 hari 3,000,000
Sumber: MDC (Makassar Diving Club), 2012

Berdasarkan Tabel di atas dapat diketahui bahwa biaya yang

dikeluarkan wisatawan beraneka ragam tergantung lama kunjungan

berdasarkan paket yang dipilih, setiap penambahan waktu satu malam akan

dikenakan biaya Rp 500.000,-/orang. Rata-rata wisatawan yang berkunjung

ke wilaya TWP Kapoposang memilih paket 1 yaitu sebesar Rp 2.000.000,-

per orang dengan frekuensi kunjungan 2 kali dalam setahun.

NML Pariwisata = Jumlah wisatawan x biaya

= 281 x Rp 2,000,000,-

= Rp 562,000,000,-
3. Manfaat Langsung Karang

Jumlah Rumah Pulau kapoposang


Biaya Rata-rata
No Jenis Rumah Jumlah Pembuatan Total Biaya
1 Permanen 6 15,240,000 91,440,000
2 Semi permanen 27 12,040,000 325,080,000
TOTAL 416,520,000

4. Manfaat Langsung Penelitian

Nilai Rata-rata Manfaat Penelitian pada TWP Kapoposang

No Komponen Biaya Satuan Harga Rata-rata

1 2 3 4
1 Biaya transportasi 1 kali Rp 650,000
2 Biaya penginapan 4 mlm Rp 341,667
3 Biaya konsumsi 4 hari Rp 215.000
4 Biaya Sewa alat Selam 4 hari Rp 916.667
5 Biaya Pembuatan Laporan 1 Kali Rp 250.000
5 Biaya lain-lain 1 kali Rp 450,000
Biaya Rata-rata per Orang/kunjungan Rp 2,823,334
Biaya rata-rata per oarang (3 kali kunjungan/tahun) Rp 8,470,000
Total Biaya (31 Orang) Peneliti Rp 262,570,000

5. Total Nilai Ekonomi Manfaat Langsung Terumbu Karang

Total Nilai Manfaat Langsung Ekosistem Terumbu Karang pada Perairan


TWP Kapoposang Kabupaten Pangkep
Nilai
Nilai Nilai
No Jenis Manfaat (Rp/
(Rp/tahun) (%)
ha/tahun)
1 2 3 4 5

1 Manfaat Langsung Perikanan 4,409,777,202 179,888,407 78.04

2 Manfaat Langsung Pariwisata 562,000,000 22,925,713 9.95

Manfaat Langsung Pemanfaatan


3 416,520,000 16,991,135 7.37
Karang
4 Manfaat Langsung Penelitian 262,570,000 10,711,040 4.65
Total Nilai Ekonomi 5,650,867,202 230,516,322 100
Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2012
B. Manfaat Tak Langsung

1. Pelindung Pantai

Biaya Pembuatan Breakwater Kecamatan Liukang Tupabbiring


No Uraian Satuan Harga (Rp)
BAHAN
1 Tanah Timbunan m³ 60.000
2 Batu Belah Gunung m³ 100.000
3 Semen portland Zak 48.000
4 pasir pasang m³ 95.000
5 pasir beton m³ 125.000
6 Kerikil m³ 90.000
7 besi beton Kg 10.000
8 kawat beton Kg 15.000
9 paku biasa Kg 18.000
10 kayu Kls 1 m³ 9.750.000
11 paku biasa Kg 15.000
UPAH KERJA
1 Pekerja oh 38.000
2 Tukang oh 60.000
3 Kepala Tukang oh 65.000
4 Mandor oh 55.000
5 Operator jam 15.000
6 Pembantu Operator jam 7.500
7 Buruh Lapangan oh 30.000
TOTAL 10.596.500
Sumber : Dinas PU Kabupaten Pangkep, 2011.

Panjang garis pantai pulau kapoposang adalah 4.748 m. Breakwater

yang dibangun adalah hanya 8,55% dari panjang garis pantai suatu pulau

yaitu 406 m, jadi biaya pembuatan penahan ombak yaitu sebesar Rp

4,301,691,561.
2. Nilai Serapan Karbon

NMTL (Penyerap Karbon) = Luas Terumbu Karang x Nilai Serapan Karbon

yang Ada

• 24.51 ha x 10.000 m2/ha x 2500 gr/m²/tahun x 1/1.000.000 ton/gr =

612.75 ton/tahun

• Nilai karbon US$ 10 per ton (nilai tukar, US$ 1= Rp 9.462,- )

Berdasarkan perhitungan tersebut maka nilai serapan karbon TWP

Kapoposang senilai :

28.900 x 10 x Rp 9.462,- = Rp 57,978,405,- /tahun.

Manfaat tak langsung = manfaat terumbu karang sebagai pelindung pantai +

nilai serapan karbon

= Rp 4,301,691,561 + Rp 57,978,405

= Rp 4,359,669,966

C. Manfaat Pilihan

MP = (Nb x L)

Keterangan :

MP = Manfaat Pilihan

Nb = Nilai Keanekaragaman Hayati Terumbu Karang

L = Luas Kawasan Terumbu Karang (ha)

Jadi, MP = Rp 493,696,- per ha x 24.1396 ha = Rp 11,917,624,-


D. Manfaat Keberadaan

Jml Jml WTP Rata-


No Jenis Alat Tangkap Total WTP
Smpl Pls rata

1 2 3 4 5 (4 x 5)
1 Pancing 11 110 22,727,273 2,500,000,000
2 Pukat mairo 2 20 27,000,000 540,000,000
3 Pukat baronang 1 1 20,000,000 20,000,000
4 Pancing Hiu 2 7 22,500,000 157,500,000
5 Jaring Ikan Terbang 5 5 26,400,000 132,000,000
Total 24 147 3,349,500,000
Sumber: Data primer setelah diolah, 2012

E. Nilai Warisan

Perkiraan nilai warisan terumbu karang pada kawasan TWP adalah

sebesar 10 % x Rp 5,650,867,202,- adalah Rp 565,086,720,-/tahun.

F. Total Nilai Ekonomi Ekosistem Terumbu Karang di Pulau


Kapoposang
Nilai Nilai
No. Jenis Manfaat Nilai (Rp/Tahun)
(Rp/ha/Tahun) (%)
Luas Terumbu Karang 24.51
1 Manfaat Langsung 5,650,867,202 230,553,537 40.72
2 Manfaat tidak langsung 4,301,691,561 175,507,612 30.99
3 Manfaat Pilihan 11,917,624 486,235 0.09
4 Manfaat Keberadaan 3,349,500,000 136,658,507 24.13
5 Manfaat Warisan 565,086,720 23,055,354 4.07
TOTAL 13,879,063,107 566,261,269 100
Sumber: Data primer setelah diolah, 2012
Lampiran 11
Gambar Jenis Alat Tangkap yang beroperasi di TWP Kapoposang

Jaring Ikan Teri Jaring Ikan Terbang Pukat Baronang

Pancing Hiu
Purse Seine (Pa’gae)
Gambar Pada Saat Wawancara Dengan Masyarakat
Kapal Nelayan
Lampiran 12.

Penginapan yang Berada di Pulau Kapoposang

Anda mungkin juga menyukai