SKRIPSI
Oleh:
AWALUDDIN
ABSTRAK
ABSTRACT
Oleh:
AWALUDDIN
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana
Pada
Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan
HALAMAN SAMPUL
v
HALAMAN PENGESAHAN
vi
RIWAYAT HIDUP
KATA PENGANTAR
satu syarat kelulusan di Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Departemen Ilmu
Tak lupa shalawat dan salam atas Nabi Muhammad SAW, Rasul Allah
kata dalam karya ini merupakan hasil kerja keras penulis serta bantuan dari
berbagai pihak, untuk itu penulis patut menghaturkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada :
kehangatan sebuah keluarga yang utuh baik itu secara materi, moral,
3. Bapak Dr. Ir. M. Rijal Idrus, M.Sc, Prof. Dr. Amran Saru, ST., M.Si, dan
Ibu Dr. Yayu Anugrah La Nafie, ST., M.Sc. selaku dosen penguji yang
penyempurnaan skripsi.
4. Dekan, Wakil Dekan, Ketua Departemen dan para Dosen Fakultas Ilmu
5. Para staf Departemen Ilmu Kelautan, FIKP, yang telah membantu dan
8. Untuk semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak bias disebutkan
satu persatu.
Semoga skripsi ini bisa memberikan manfaat dan Semoga Tuhan Yang Maha
Esa membalas semua bentuk kebaikan dan ketulusan yang telah diberikan oleh
Awaluddin
ix
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ............................................................................................................ ii
HALAMAN SAMPUL ........................................................................................... iv
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................. v
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ...........................................................................................vii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ ix
DAFTAR TABEL ................................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................xii
I. PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
A. Latar Belakang .......................................................................................... 1
B. Tujuan dan Kegunaan ............................................................................... 3
C. Ruang Lingkup .......................................................................................... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 4
A. Mangrove .................................................................................................. 4
B. Makrozoobenthos.................................................................................... 10
C. Faktor Lingkungan .................................................................................. 14
D. Strategi Pengelolaan dan Pelestarian Mangrove ..................................... 15
III. METODE PENELITIAN ........................................................................... 17
A. Waktu dan Tempat .................................................................................. 17
B. Alat dan Bahan ....................................................................................... 17
C. Prosedur Penelitian ................................................................................. 18
D. Analisis Data ........................................................................................... 22
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................................... 27
A. Gambaran Umum Lokasi ........................................................................ 27
B. Kondisi Vegetasi Mangrove ..................................................................... 28
C. Struktur Komunitas dan Indeks Ekologi Makrozoobenthos ...................... 31
D. Parameter Lingkungan ............................................................................ 39
V. KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................... 44
A. Kesimpulan ............................................................................................. 44
B. Saran ...................................................................................................... 44
x
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 45
LAMPIRAN ........................................................................................................ 48
xi
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
rehabilitasi. ........................................................................................................ 39
.......................................................................................................................... 40
Gambar 10. Kandungan Bahan Organik Total (BOT) pada sedimen mangrove
rehabilitasi ......................................................................................................... 41
Gambar 11. Kandungan Bahan Organik Total (BOT) pada sedimen Mangrove
Alami ................................................................................................................. 42
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kawasan pesisir dan laut di Indonesia memegang peranan penting, dimana
kawasan ini memiliki nilai strategis berupa potensi sumberdaya alam dan jasa-
kawasan pesisir pantai, yang sekilas hanya merupakan semak belukar yang tidak
terawat dan tidak berfungsi. Kawasan pantai yang ditumbuhi jenis tumbuhan
pantai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut sehingga lantainya selalu
tergenang air. Ekosistem mangrove berada di antara level pasang naik tertinggi
sampai level di sekitar atau di atas permukaan laut rata-rata pada daerah pantai
memijah, dan membesarkan anak bagi beberapa jenis ikan, kerang, kepiting, dan
sudah cukup parah, meskipun belum separah kondisi hutan mangrovedi Jakarta.
tergusur oleh areal tambak dan pemukiman. Kerusakan terjadi hampir di seluruh
pantai timur, mulai dari Kabupaten Sinjai hingga daerah Luwu Raya. Dengan
panjang pantai lebih kurang 1.000 km dari barat ke timur, luas hutan mangrovedi
Sulawesi Selatan hanya sekitar 30.000 ha. Untuk mencapai luas hutan mangrove
Teluk Bone propinsi Sulawesi Selatan, juga mengalami kerusakan yang cukup
memprihatinkan sejak tahun 1975 ( Medjang, et al., 2005 ). Lebih lanjut dikatakan
bahwa Kecamatan Pitumpanua yang berada di ujung utara Kabupaten Wajo juga
mengalami hal yang sama. Permasalah yang timbul di wilayah ini khsususnya
bagi masyarakat pesisir adalah tingkat abrasi yang cukup tinggi mencapai 15-30
sudah banyak dilakukan, baik dari instansi, kelompok masyarakat dan organisasi
pecinta alam. Salah satu upaya rehabilitasi yang dilakukan oleh kelompok
benthos.
burung, reptil dan biota asosiasi lainnya juga dapat dijadikan sebagai indikator
C. Ruang Lingkup
mangrove (Di), Frekuensi jenis i (Fi), penutupan jenis ( Ci) dan nilai penting.
A. Mangrove
Kata mangrove merupakan kombinasi antara bahasa Portugis mangue dan
bahasa Inggris grove. Dalam bahasa Inggris kata mangrove digunakan baik
2013)
(tumbuhan dan hewan) yang berinteraksi dengan faktor lingkungan dan dengan
surut, yang tergenang pada saat pasang dan bebas dari genangan pada saat
2013)
sp, Rhyzopora sp, Bruguiera sp, Ceriops sp, Lumnitzera sp, dan Xylocarpus sp.
Nypa merupakan batas hutan mangrove dan hutan pantai. Susunan formasi dari
masing masing diatas sangat dipengaruhi oleh kadar garam (Talib, 2008)
genangan pada suatu waktu dan tempat tertentu, kemudian secara cepat dapat
berdekatan mempunyai sifat atau tidak ada sama sekali jenis yang sama
walaupun tumbuh dalam lingkungan yang sama dimana dapat terjadi perubahan
daerah terbuka, daerah tengah, daerah yang memiliki sungai berair payau
sampai hampir tawar, serta daerah kearah daratan yang memiliki air tawar
Nontji (2007), pohon yang dominan dan merupakan pohon perintis (pionir)
(Sonneratia) . Api-api cenderung hidup pada tanah yang berpasir agak keras
Nontji (2007), pada tanah lempung yang sedikit terjal dapat ditemukan
tawar. Zona ini didominasi oleh komunitas Nypa atau Sonneratia. Di jalur lain
vegetasi yang terdiri dari Cerbera sp, Gluta renghas, Stenochena palustris,
belakang jalur hijau mangrove sebenarnya, jenis ini memiliki kekayaan jenis
yang lebih tinggi dibandingkan dengan zona lainnya. Jenis-jenis yang umum
ditemukan pada zona ini termasuk Ficus microcarpus, Ficus retusa, Intsia
moluccensis .
mangrove dibedakan menjadi lima aspek yaitu fungsi fisik, kimia, biologi,
1) Fungsi Fisik
a. Menjaga garis pantai agar tetap stabil dari proses abrasi atau erosi.
Sistem perakaran mangrove yang rapat dan terpancang seperti jangkar dan
menancap pada tanah dapat berfungsi meredam gelombang laut dan menahan
dapat dicegah.
tanah yang berasal dari hasil erosi di daerah hulu. Perakaran mangrove
pemukiman nelayan di sebelahnya (ke arah daratan) dari hembusan angin laut
yang kencang. Angin laut yang meniup kencang ke arah daratan , ditahan oleh
tegakan menurun.
2) Fungsi Kimia
ini dalam melakukan proses kimia dan pemulihan diri (self purification). Menurut
Khasali (2002) ditinjau dari aspek kimia fungsi vegetasi mangrove antara lain :
yang bernaung di dalamnya, seperti ikan, udang, kepiting, burung, kera, dan lain-
lain, dengan rantai makanan yang sangat kompleks sehingga terjadi pengalihan
energy dari tingkat tropik yang lebih rendah ke tingkat tropic yang lebih tinggi.
8
Endapan sulfide dalam bentuk butiran yang sangat halus dan berwarna
3) Fungsi Biologis
perakaran mangrove menahan telur ikan yang telah dibuahi agar tidak hanyut ke
predator dan mendapat makanan yang cukup hingga berkembang menjadi ikan
dewasa.
Mangrove dengan tajuknya yang rata-rata dan rapat serta selalu hijau,
(Malindu,2016)
4) Fungsi Ekonomi
(bahan bangunan rumah, pagar, dan lain-lain), konsumsi manusia atau yang
c. Penghasil benih ikan, udang, kerang dan kepiting, telur burung serta madu
(nectar)
d. Penghasil kayu bakar, arang serta kayu untuk bangunan dan perabot untuk
e. Menjadi tempat wisata alam atau wisata pendidikan (dalam analisis valuasi
Alam Muara Angke yang terletak di Pantai Indah Kapuk, Jakarta yang
B. Makrozoobenthos
yang masih dipengaruhi oleh air pasang (daerah litoral) hingga laut yang sangat
dalam (daerah bathyl dan abysal) termasuk di dalamnya (Hutabarat dan Evans,
(a) epifauna yaitu benthos yang hidup melekat atau merayap di permukaan dasar
laut dan (b) infauna yaitu jenis benthos yang membenamkan diri atau menggali
lubang dalam dasar laut (Dahuri, 2007). Menurut Hutabarat dan Evans (1986,)
yaitu :
antara 0,1 mm sampai 1,0 mm. Ini termasuk golongan protozoa yang
pasang surut yaitu, benthos yang hidup di daerah supra pasut, wilayah pasut dan
sub pasut. Keadaan ekstrim terdapat dilokasi air pasang dimana benthos
tersebut harus menghadapai banyak kekeringan dan suhu udara panas karena
daerah ini hanya beberapa tertutup air. Sebaliknya di wilayah sub pasut benthos
Benthos mempunyai habitat yang relatif tetap pada dasar perairan. Dengan
respon terhadap kualitas habitat dengan cara penyesuaian diri pada struktur
Organisme yang memiliki kisaran toleransi yang luas akan memiliki penyebaran
yang luas juga. Sebaliknya organisme yang memiliki kisaran toleransi sempit
mangrove hidup pada substrat dengan cara berendam dalam lubang lumpur,
air surut mereka akan turun mencari makanan. Beberapa makrozoobenthos yang
mereka mengkonsumsi zat hara berupa detritus, mereka juga berperan sebagai
mangrove diwakili oleh sejumlah siput. Kelompok ini pada umumnya hidup pada
akar dan batang pohon mangrove (Littorinidae) dan lainnya pada lumpur di dasar
Kelompok kedua dari mollusca termasuk bivalvia didominasi oleh tiram. Mereka
nyata.
1. Indeks Ekologi
a. Indeks Keanekaragaman
masing-masing jenis tinggi dan sebaliknya keragaman jenis rendah jika hanya
berasal dari genus atau spesies yang berbeda-beda, sedangkan nilai terkecil
didapat jika semua individu berasal dari 1 genus atau 1 spesies saja (Odum,
1993).
13
H‟ ≤ 2,0 Rendah
H‟ ≥ 3,0 Tinggi
jumlah spesies atau genus yang mendominasi atau bervariasi. Nilai indeks
sama atau hampir sama. Sebaliknya semakin kecil nilai E maka keseragaman
populasi semakin kecil, artinya penyebaran individu setiap spesies tidak sama
(Odum, 1993).
Nilai indeks keseragaman (E) 0,75 < E < 1,00 menandakan kondisi
mempunyai keanekaragaman yang tinggi, tidak ada jenis yang dominan serta
c. Indeks Dominansi
digunakan indeks Simpson (Odum, 1993). Nilai indeks dominansi berkisar antara
0-1. Semakin mendekati 1, berarti semakin tinggi pula tingkat dominansi oleh
spesies tertentu, sebaliknya jika nilai mendekti 0 (nol) berarti tidak ada jenis
C. Faktor Lingkungan
kekeruhan, substrat dasar dan suhu perairan. Sedangkan sifat kimia yang
berasal dari sisa tanaman dan hewan yang terdapat di dalam tanah yang
organik yang sedikit dibandingkan jenis sedimen halus, karena sedimen sedimen
pasir kasar kurang memiliki kemampuan untuk mengikat bahan organik yang
lebih banyak. Sebaliknya, jenis sedimen halus memiliki kemampuan cukup besar
proses aerasi. Standar bahan organik total yang diperbolehkan agar organisme
2. Substrat/Sedimen
partikel liat dan pasir akan membentuk lumpur. Keberadaan partikel debu terjadi
wajar atau minimal, karena debu mampu mengikat zat hara yang dibutuhkan
dalam kehidupannya.
sangat miskin unsur hara karena kegiatan dekomposer sedikit dan dengan
2003).
mangrove dan rehabilitasi mangrove merupakan dua konsep utama yang dapat
bentuk sabuk hijau di sepanjang pantai dan tepi sungai (Bengen, 2001). Undang-
Undang No.5 tahun 1990 tentang kawasan konservasi sumber daya alam hayati
keberadaan ekosistemnya
maupun jasa.
2. Rehabilitasi Mangrove
terhadap vegetasi mangrove yang telah gundul (Bengen, 2001). Kegiatan ini
kondisi ekosistem yang telah rusak agar ekosistem mangrove dapat menjalankan
tingkat keberhasilan tumbuhnya relatif tinggi (sekitar 60% - 80%) (Bengen, 2001).
17
Laboratorium Ekologi Laut, analisis besar butir atau tekstur sedimen dilakukan di
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah GPS ( Global Positioning
System) untuk menentukan posisi titik koordinat tiap-tiap stasiun, roll meter untuk
mengukur jarak tiap stasiun pengamatan, alat tulis menulis untuk mencatat data
dan sampel yang didapat, kantong sampel untuk menyimpan sampel, kertas
18
batang, cool box untuk menyimpan sampel, ayakan bentos untuk memisahkan
C. Prosedur Penelitian
1. Tahap persiapan
Tahap ini meliputi studi literatur dan pengumpulan data yang berhubungan
Position System).
19
a. Vegetasi mangrove
garis yaitu meteran ditarik disesuaikan dengan ketebalan mangrove dari darat ke
yang telah ditentukan, mangrove yang diamati hanya mangrove kategori pohon,
kemudian dideterminasi setiap jenis tumbuhan yang ada, dihitung jumlah individu
dari setiap jenis, diukur lingkar batang mangrove setinggi dada atau sekitar 1,3
meter (kategori pohon : diameter >4cm, anakan : diameter <4cm dan tinggi >1 m,
b. Makrozoobenthos
cm. pengambilan sampel dilakukan pada setiap sudut transek kuadran dan
bagian tengah transek. Selain itu juga dilakukan pengambilan sampel dengan
20
metode acak sebanyak 5 kali sekop 20x20 cm². Sampel yang telah diambil
c. Parameter Lingkungan
sedimen di laboratorium.
4. Analisis Laboratorium
alat tanur dengan metode gravimetrik (Walckley dan Black dalam Amir, 2006).
berikut :
21
akhir sedimen.
jenis sedimen pada daerah penelitian. Proses kerjanya adalah sebagai berikut :
diangin-anginkan.
partikel-partikel sedimen.
D. Analisis Data
1) Kerapatan Jenis i (Di) adalah jumlah tegakan jenis i dalam suatu unit
tegakan jenis I (ni) dan jumlah total tegakan seluruh jenis (Ʃn), dengan
rumus :
Di = ni / A
frekuensi jenis i (Fi) dan jumlah frekuensi untuk seluruh jenis (ƩF) dengan
rumus :
Fi = pi / Ʃp
RFi = ( Fi / ƩF) x
100%
23
3) Penutupan Jenis i (Ci) adalah luas penutupan jenis i dalam suatu unit
area penutupan jenis (Ci) dan luas total area penutupan untuk seluruh
Ci = Ʃ BA / A
RCi = Ci / ƩC x 100
BA = πDBH2 / 4
DBH = CBH / π
4) Nilai penting jenis (IVi) merupakan nilai penting suatu jenis mangrove
2. Makrozoobenthos
1) Kelimpahan Makrozoobenthos
Shannon-Wiener (Odum,1971) :
10.000 x a
𝑌=
b
R = ni / N x 100%
1971)
H‟= - ƩPi In Pi ; Pi = ni/N
H′
E=
InS
25
1971).
𝑛𝑖
C = ∑ ( 𝑁 )2
3. Sedimen
berat BOT
%𝐵𝑂𝑇 = BS
x100
deskriptif dalam bentuk tabel, grafik dan gambar untuk melihat perbandingan tiap
sampling disajikan dalam bentuk tabel dan grafik, khusus untuk nilai perbedaan
Selatan, dengan jarak tempuh ±70 KM dari Kota Sengkang Ibu Kota Kabupaten
Desa Bulu Siwa, bagian Timur berbatasan dengan Kelurahan Bulete, bagian
Utara berbatasan dengan dengan Teluk Bone, dan bagian Selatan berbatasan
merupakan perairan Teluk Bone. Posisi koordinat pelabuhan siwa yaitu 30° 41‟
50.6‟‟ LS dan 1200° 25‟ 25.8” BT. Pelabuhan Siwa merupakan pelabuhan kelas
III yang memiliki wilayah kerja meliputi Pelabuhan Jalang dengan jarak tempuh ±
yaitu sebelah Timur dengan Teluk Bone, sebelah Selatan dengan Kabupaten
Rappang, sebelah Utara dengan Kabupaten Luwu (Kantor UPP Kelas III Siwa,
2014).
keadaan lautnya sangat tenang karena berada di dalam alur sungai, dengan
kecepatan arus rata-rata 0,2 mil/jam gelombang rata-rata 0,50 m. Musim hujan
biasanya dari bulan Desember sampai dengan bulan April sedangkan musim
panas dari bulan Mei sampai dengan bulan Nopember (Kantor UPP Kelas III
Siwa, 2014)
28
siwa. Mangrove alami yang diamati berada pada bagian utara Pelabuhan
Pelabuhan Bangsalae.
terbentuk dari arah daratan yang awalnya didominasi oleh tutupan mangrove,
namun telah berubah menjadi pantai pasir terbuka dan terabrasi oleh hempasan
suatu habitat baru dengan formasi mangrove yang berbeda dari sebelumnya.
Pada stasiun 1 dan stasiun 2 ditemukan jenis mangrove yang tidak ditanam
pada saat program rehabilitasi yaitu mangrove jenis Avicennia alba dan
Avicennia marina. Hal ini diduga karena adanya beberapa aliran sungai kecil di
sekitar tambak. Pada tepian sungai kecil yang mengalir disekitar tambak terdapat
sehingga menemukan tempat yang cocok untuk hidup. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Brown, 2006 bahwa propagul yang jatuh akan mengapung di air dan
hanyut terbawa arus sampai ia menemukan tempat yang cocok untuk tumbuh.
(Brown, 2006).
alami. Hal ini disebabkan karena mangrove rehabilitasi ditanam dengan sengaja
dan dengan jarak yang hampir sama. Sedangkan pada ekosistem mangrove
alami tumbuh secara alami, tidak ada proses pemeliharaan dan perawatan
sehingga jarak antara pohon yang satu dengan yang lain tidak menentu.
30
0,5
0,41
0,45 0,385
0,4
Kerapatan (Ind/m²)
0,35
0,3 0,22
0,176 0,183
0,25
0,13
0,2
0,15
0,1
0,05
0
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
Rehab Alami
paling tinggi yaitu 0,41 ind/m2, hal ini disebabkan karena pada saat program
terendah terdapat di stasiun 1 yaitu 0,22 ind/m2. Pada ekosistem mangrove alami
stasiun 3 memilii kerapatan tertinggi yaitu 0,183 ind/m2 kemudian stasiun 2 yaitu
0,176 ind/m2 dan stasiun 3 dengan kerapatan terendah yaitu 0,13 ind/m2.
1). Hal tersebut diduga karena jenis substrat pada masing-masing stasiun
mangrove rehabilitasi dan alami yaitu lumpur atau pasir halus. Sesuai dengan
dan pasir halus yang didominasi oleh mangrove jenis Rhizophora sp.
31
a. Komposisi Jenis
(epifauna dan infauna) mangrove selama penelitian terdiri dari 12 jenis berasal
Gastropoda dengan 9 jenis kemudian kelas Crustacea dengan 2 jenis dan kelas
9% 1%
4%
96%
90%
dilakukan hanya pada daerah yang sempit dan belum dilakukan secara efektif.
90% pada mangrove rehabilitasi dan 96% pada mangrove alami. Kelas
untuk membenamkan diri. Sesuai dengan tingkah laku atau gaya adapatasi
kondisi lingkungan, serta kemampuannya melekatkan diri pada akar dan batang
ketika air surut mereka masuk ke dalam cangkang lalu menutup rapat operkulum
Terebralia sp., Ceritium sp., Chicoreus sp., Metopograpsus sp., Pagurus sp.,
scabra, Terebralia sp., Ceritium sp., Metopograpsus sp., Pagurus sp., Cassidula
yang ditemukan disemua stasiun yaitu Nerita undata dan Littoraria scabra. Dan
terdapat 2 jenis yang hanya ditemukan pada satu stasiun yaitu jenis
semua stasiun penelitian yaitu Nerita undata, Littoraria scabra, Terebralia sp.,
Ceritium sp., Chicoreus sp. dan terdapat 3 jenis makrozoobenthos yang hanya
b. Kelimpahan Makrozoobenthos
pada ekosistem mangrove rehablitasi berkisar antara 27,5 ind/m2 – 137 ind/m2
dengan rata-rata 72,5 ind/m2. Hasil ini termasuk rendah dibanding dengan
(Rani, 1998).
34
160
nya memiliki jumlah jenis yang tinggi yaitu 4 jenis dibanding dengan stasiun 3
yaitu 1 jenis (Tabel 5). Karena adanya jenis mangrove yang berbeda pada
berasosiasi dengan hutan mangrove pada umumnya hidup pada akar dan batang
120 113,3
60
40
20
0
I II III
Stasiun
tertinggi terdapat pada stasiun 2 yaitu sebesar 113,3 ind/m2. Sedangkan stasiun
pernyataan Bengen (2001), bahwa kandungan bahan organik pada sedimen atau
terbuka dengan ketebalan mangrove yang rendah yaitu 41 meter untuk stasiun 1
yaitu 81 meter.
Dari hasil analisis uji Non Parametrik (Wilcoxon) diperoleh nilai signifikansi
Nilai H‟ pada stasiun 1 yaitu 1,65 tergolong rendah, stasiun 2 1,98 tergolong
rendah dan stasiun 3 yaitu 1,24 tergolong rendah. Nilai E pada stasiun 1 yaitu
0,75 tergolong tidak stabil, stasiun 2 yaitu 0,9 tergolong stabil dan stasiun 3 0,83
tergolong stabil. Nilai D pada stasiun 1 yaitu 0,25 tergolong rendah, stasiun 2
yaitu 0,16 tergolong rendah dan stasiun 3 yaitu 0,32 tergolong rendah.
Nilai H‟ pada stasiun 1 yaitu 1,86 tergolong rendah, stasiun 2 1,53 tergolong
rendah dan stasiun 3 yaitu 1,33 tergolong rendah. Nilai E pada stasiun 1 yaitu
0,85 tergolong stabil, stasiun 2 yaitu 0,86 tergolong stabil dan stasiun 3 0,83
tergolong stabil. Nilai D pada stasiun 1 yaitu 0.18 tergolong rendah, stasiun II
yaitu 0,25 tergolong rendah dan stasiun 3 yaitu 0,3 tergolong rendah.
37
mangrove alami berkisar antara 1,33 – 1,86 dengan rata-rata 1,62 tergolong
pada ekosistem mangrove alami yaitu 1,62 dengan kisaran 1,24 – 1,98 yang
jumlah jenis yang diperoleh pada beberapa stasiun yang diimbangi dengan
penyebaran jumlah inidividu yang tidak terlalu besar. Hal ini sesuai dengan
kelimpahan individu setiap jenis. Nilai keanekaragaman besar jika semua individu
berasal dari jenis atau genera yang berbeda-beda dan akan mempunyai nilai
kecil atau sama dengan nol jika individu hanya ada satu jenis.
informasi bahwa pada ekosistem mangrove alami dan rehabilitasi hanya terdapat
berkisar antara 0,83 – 0,86 dengan rata-rata 0,84 yang tergolong kategori stabil.
mangrove rehabilitasi yaitu 0,84 dengan kisaran 0,79 – 0,90 yang tergolong
kategori sedang. Hal ini menjelaskan bahwa tidak ada jenis yang mendominasi
terbalik dengan indeks dominansi , jika terjadi dominansi spesies dalam suatu
3) Indeks Dominansi
tingkat dominansi oleh spesies tertentu, sebaliknya bila nilai mendekati nol,
tergolong rendah dengan kisaran 0,18 – 0,3 dengan rata-rata 0,24. Sama
rehabilitasi yaitu 0,24 dengan kisaran 0,16 – 0,32. Hal ini menunjukkan bahwa
tidak ada jenis yang mendominasi baik di stasiun mangrove alami maupun
mangrove rehabilitasi.
39
D. Parameter Lingkungan
1. Sedimen
berdasarkan ukuran butir (Gambar 7), yaitu pasir kasar, pasir sedang, pasir halus
dan lumpur. Lumpur menjadi jenis sedimen yang dominan pada ekosistem
mangrove rehabilitasi.
rehabilitasi yakni sebesar 37,11 % pada stasiun 3 dan sebesar 35,51 % pada
dalam pasir halus yakni sebesar 32,72 %. Selain itu pada stasiun 1 diperoleh
lumpur sebesar 31,06 %, pasir kasar sebesar 21,39 % dan pasir sedang sebesar
14,75 %. Pada stasiun 2 diperoleh pasir halus sebesar 30,15 %, pasir kasar
sebesar 17,95 % dan pasir sedang sebesar 16,37 %. Sedangkan pada stasiun 3
diperoleh pasir halus sebesar 26,17 %, pasir sedang sebesar 25,20 % dan pasir
40,00 37,11
35,51
32,72
ukuran butir sedimen (%)
Sementara pada ekosistem mangrove alami (gambar 7), pasir halus menjadi
jenis sedimen dominan yakni sebesar 36,947 % pada stasiun 2 dan 33,032 %
masuk dalam kategori lumpur yakni sebesar 31,530 %. Selain itu pada stasiun 1
diperoleh pasir halus sebesar 28,865 %, pasir kasar sebesar 20,062 % dan pasir
pasir kasar sebesar 20,863 % dan pasir sedang sebesar 13,029 %. Sedangkan
pada stasiun 3 diperoleh lumpur sebesar 27,954 %, pasir kasar sebesar 26,881
40,000 36,947
35,000 33,032
31,530
ukuran butir sedimen (%)
stasiun pada ekosistem mangrove alami dibentuk dengan partikel pasir halus.
mangrove.
16,000 14,964
14,000
12,000
Kandungan BO%)
9,372 9,629
10,000
8,000
6,000
4,000
2,000
0,000
1 2 3
Stasiun
Gambar 10. Kandungan Bahan Organik Total (BOT) pada sedimen mangrove
rehabilitasi
Bahan organik total tertinggi yang diperoleh pada stasiun 3 yaitu sebesar
Bahan Oranik Total tertinggi pada stasiun 2 yaitu sebesar 22,085 %. Sedangkan
22,200 22,085
22,000 21,801
Gambar 11. Kandungan Bahan Organik Total (BOT) pada sedimen Mangrove
Alami
Hasil analisis kandungan bahan organik total yang berasal dari sedimen
oleh organisme pemakan deposit. Organisme pemakan deposit antara lain dari
partikel lumpur dan menyerap bahan organiknya , lalu bahan sisa yang tidak
rata-rata kandungan bahan organik total yang tertinggi di dapatkan pada sedimen
43
yang berasal dari naungan mangrove. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Marsono dan Setyono , 1993 dalam Arief (2003), bahwa semakin kearah darat,
arus pasang surut semakin kecil dan kandungan lumpur serta bahan organic
A. Kesimpulan
dari tujuh kelas Gastropoda dan dua jenis kelas Crustacea yang didominasi
kelas Crustacea dan satu kelas Bivalvia yang didominasi oleh kelas
Gastropoda.
mangrove rehabilitasi.
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Heriyanto, N.M., dan Subiandono, E., 2012. Komposisi dan Struktur Tegakan,
Biomasa, dan Potensi Kandungan Karbon Hutan Mangrove di Taman
Nasional Alas Purwo. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam, 9 (1)
: 23 - 32.
Kariada, T.M., dan Andin, I., 2014. Peranan Mangrove sebagai Biofilter
Pencemaran Air Wilayah Tambak Bandeng, Semarang. Jurnal Manusia
dan Lingkungan, 21 (2) : 188 - 194.
Khasali, M.H. 2002. Ragam Fungsi dan Manfaat Hutan Mangrove. Proyek
Pesisir Kalimantan Timur (CRMP) kerja sama Pusat Penelitian
Pengelolaan Sumberdaya Air (PPPSA) Universitas Mulawarman.
Ludiro, D., Supriatna, A. Dame. 1999. Studi Konservasi dan Konversi Lahan
Mangrove. Makalah disampaikan pada Workshop Penelitian Lintas
Disiplin Pesisir Timur Sulawesi Selatan. Sengkang.
46
Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Bilogis. Alih bahas oleh M.
Eidman., Koesoebiono., D.G. Bengen., M. Hutomo., S. Sukardjo.
PT.Gramedia Pustaka Utama. Jakarta, Indonesia.
Rani, Chair., 1998. Studi Ekologis Komunitas Makrobentos Pada Hutan Bakau
Rakyat di Kecamatan Sinjai Timur Kabupaten Sinjau. [Laporan Hasil
Penelitian]. Lembaga Penelitian Universitas Hasanuddin. Ujung Pandang.
47
Rusila Noor, Y., M. Khazali, dan I N.N. Suryadiputra. 2006. Panduan Pengenalan
Mangrove di Indonesia. PHKA/WI-IP. Bogor
Talib, F. M., 2008. Struktur Dan Pola Zonasi (Sebaran) Mangrove Serta
Makrozoobenthos Yang Berkoeksistensi, Di Desa Tanah Merah Dan
Oebelo Kecil Kabupaten Kupang. Skripsi. Program studi ilmu dan
teknologi kelautan Fakultas perikanan dan ilmu kelautan Institut pertanian
bogor. IPB. Bogor.
Ukkas, M. 2009. Kajian Aspek Bioekologi Vegetasi Mangrove Alami dan Hasil
Rehabilitasi di Kecamatan Keera Kab Wajo Sulawesi Selatan. Hibah
Penelitian. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas
Hasanuddin. Makassar.
LAMPIRAN
49
C. Hasil Perhitungan Penutupan Jenis, Penutupan Relatif Jenis, dan Indeks Nilai
Penting
Alami Rehabilitasi
No Jenis Makrozoobenthos Kelas
1 2 3 1 2 3
1 Nerita undata Gastropoda
2 Littoraria scabra Gastropoda
3 Terebralia sp. Gastropoda
4 Ceritium sp. Gastropoda
5 Chicoreus sp. Gastropoda
6 Metopograpsus sp. Crustacesa
7 Pagurus sp. Crustacesa
8 Faunus ater Gastropoda
9 Cassidula sp. Gastropoda
10 Telescopium telescopium Gastropoda
11 Vexillum sp. Gastropoda
12 Veneridae sp. Bivalvia
52
REHABILITASI Kelimpahan
STASIUN JENIS x b
1 2 ind/m
Telescopium telescopium 5
Pagurus sp. 5
Ceritium Sp. 15 5
Nerita undata 55 20
Litoraria scabra 60 45
1 137,5 10000 2000
Vexillum sp. 5 5
Metopograpsus sp. 5 5
Terebralia sp. 5
Cassidula sp. 40
Jumlah 155 120
Pagurus sp. 20
Nerita undata 15 5
Cassidula sp. 5 10
Littoraria scabra 5
Terebralia sp. 25
2 52,5 10000 2000
Veneridae sp. 5
Ceritium sp. 5
Telescopium telescopium 5
Pagurus sp. 5
Jumlah 80 25
Terebralia sp 15
Vexilum 5
3 Nerita undata 15 10 27,5 10000 2000
Littoraria scabra 10
Jumlah 35 20
53
ALAMI Kelimpahan
STASIUN JENIS x b
1 2 3 ind/m
Nerita undata 35 35
Terebralia sp. 35 20
Ceritium sp. 5 10 5
Littoraria scabra 40 5
Metopograpsus
1
sp. 5 10 90,00 10000 2000
Chicoreus sp. 5 40
Pagurus sp. 5 5
Faunus ater 5
Cassidula sp. 5
Jumlah 85 90 95
Pagurus sp. 10
Ceritum 15 5
Terebralia sp. 25 40 55
2
Chicoreus sp. 30 15 113,3 10000 2000
Nerita undata 35 40 25
Littoraria scabra 20 25
Jumlah 135 110 95
Nerita undata 50 15
Littoraria scabra 20 5
3 Terebralia sp. 30 40
90 10000 2000
Chicoreus sp. 10
Ceritium sp. 10
Jumlah 120 60
1
Lampiran 4. Hasil Perhitungan Indeks Ekologi Makrozoobenthos pada Ekosistem Mangrove Rehabilitasi dan Mangrove Alami
BOT REHABILITASI
BCK Kandungan Rata-
Stasiun Plot BS (gr) BSP (gr) %BOT
(gr) BOT (gr) Rata
1 11,802 5,015 16,274 0,543 10,828
1 9,372
2 10,916 5,002 15,522 0,396 7,917
1 11,763 5,018 16,286 0,495 9,864
2 9,629
2 17,679 5,014 22,222 0,471 9,394
1 14,562 5,006 19,035 0,533 10,647
3 14,964
2 15,534 5,005 19,574 0,965 19,281
BOT ALAMI
BCK Kandungan Rata-
Stasiun Plot BS (gr) BSP (gr) %BOT
(gr) BOT (gr) Rata
1 23,184 5,009 27,008 1,185 23,657
1 21,173
2 15,988 5,014 20,065 0,937 18,688
1 17,071 5,002 20,758 1,315 26,289
2 2 16,173 5,007 20,312 0,868 17,336 22,085
3 15,133 5,02 19,017 1,136 22,629
1 17,254 5,015 21,034 1,235 24,626
3 2 16,173 5,004 20,096 1,081 21,603 21,801
3 22,474 5,012 26,525 0,961 19,174
2
Presentase % Komponen
ST Plot Ukuran Berat Pasir Pasir Pasir
(mm) (gr) Berat Kumulatif kasar Sedang Halus Lumpur
2 0,850 0,850 0,850
1 5,240 5,240 6,090
0,5 17,335 17,335 23,425
0,25 12,353 12,353 35,778
1 23,43 12,35 31,55 32,53
0,125 17,077 17,077 52,855
0,063 14,469 14,469 67,324
< 0,063 32,526 32,526 100
Total 100 100
1
2 0,520 0,520 0,520
1 6,343 6,343 6,863
0,5 12,492 12,492 19,355
0,25 17,141 17,141 36,496
2 19,355 17,141 33,890 29,594
0,125 10,195 10,195 46,691
0,063 23,695 23,695 70,386
< 0,063 29,594 29,594 100
Total 99,980 99,980
2 0,342 0,342 0,342
1 2,257 2,257 2,599
0,5 19,025 19,025 21,624
0,25 19,746 19,746 41,37
1 21,624 19,746 27,463 31,167
0,125 19,495 19,495 60,865
0,063 7,968 7,968 68,833
< 0,063 31,167 31,167 100
Total 100 100
2
2 0,702 0,702 0,702
1 1,400 1,400 2,102
0,5 12,167 12,167 14,269
0,25 12,996 12,996 27,265
2 14,269 12,996 32,837 39,848
0,125 10,135 10,135 37,400
0,063 22,702 22,702 60,102
< 0,063 39,848 39,848 99,950
Total 99,950 99,950
2 1,223 1,223 1,223
1 1,432 1,432 2,655
3 1 0,5 4,978 4,978 7,633 7,633 31,877 26,771 33,709
0,25 31,877 31,877 39,51
0,125 14,552 14,552 54,062
3
Presentase % Komponen
ST Plot Ukuran Berat Pasir Pasir Pasir
(mm) (gr) Berat Kumulatif kasar Sedang Halus Lumpur
2 0,42 0,42 0,42
1 2,37 2,37 2,79
0,5 17,272 17,272 20,062
0,25 19,543 19,543 39,605
1 20,062 19,543 28,865 31,53
0,125 10,648 10,648 50,253
0,063 18,217 18,217 68,47
< 0,063 31,53 31,53 100
Total 100 100
1
2 0,42 0,42 0,42
1 2,37 2,37 2,79
0,5 17,272 17,272 20,062
0,25 19,543 19,543 39,605
2 20,062 19,543 28,865 31,53
0,125 10,648 10,648 50,253
0,063 18,217 18,217 68,47
< 0,063 31,53 31,53 100
Total 100 100
2 10,013 10,013 10,013
1 8,396 8,396 18,409
0,5 12,104 12,104 30,513
0,25 21,678 21,678 52,191
1 30,513 21,678 25,954 21,855
0,125 14,299 14,299 66,49
2
0,063 11,655 11,655 78,145
< 0,063 21,855 21,855 100
Total 100 100
2 0,541 0,541 0,541
2 12,997 6,235 41,733 38,876
1 6,009 6,009 6,55
4
Descriptive Statistics
Ranks
Total 3
c. Rehab = Alami
b
Test Statistics
Rehab - Alami
a
Z -1.069
Pengamatan Mangrove
8
Tim Lapangan