Anda di halaman 1dari 59

i

KEBERADAAN MIKROPLASTIK PADA


HEWAN FILTER FEEDER DI PADANG LAMUN
KEPULAUAN SPERMONDE KOTA MAKASSAR

SKRIPSI

Oleh :
KUASA SARI

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN


FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
i

ABSTRAK

KUASA SARI. L111 13 012. Keberadaan Mikroplastik pada Hewan Filter Feeder di
Padang lamun Kepulauan Spermonde Kota Makassar. Dibimbing oleh Dr. Ir.
Muhammad Farid Samawi, M.Si selaku Pembimbing Utama dan Prof. Dr. Akbar
Tahir, M.Sc Selaku Pembimbing Anggota.

Mikroplastik merupakan ancaman yang sangat menghawatirkan bagi biota


yang ada di perairan utama pada biota yang memiliki sifat filtrasi yaitu biota filter
feeder berfungsi untuk mensirkulasi air di perairan utamanya di ekosistem padang
lamun. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai Desember 2017,
bertujuan untuk mengetahui jumlah dan bentuk mikroplastik pada hewan filter feeder
di Kepulauan Spermonde Kota Makassar. Pengambilan data biota filter feeder
dilakukan pada area lamun dengan menggunakan metode transek kuadrat dengan
luas 10 x 10 meter dan melakukan pembagian plot 1 x 1 meter untuk pengambilan
data penutupan lamun sebanyak 5 plot dan pengamatan mikroplastik menggunakan
metode pengamatan visual. Hasil penelitian biota filter feeder yang didapatkan
sebanyak 22 individu dari 7 spesies dan 1 spesies tidak teridentifikasi diantaranya :
Pinna sp, Pinna muricata, Pinna nobilis, Malleus sp, Anadara sp. Atrina vexillum,
Pinctada sp. dan individu tidak terindetifikasi, dari hasil pengamatan menunjukkan
bahwa jumlah mikroplastik yang ditemukan pada hewan filter feeder di pulau
Kodingareng Lompo sebanyak 2 partikel, di Pulau Bonetambung sebanyak 3
partikel, dan di pulau Langkai sebanyak 3 partikel. Bentuk mikroplastik yang
didapatkan adalah jenis fiber atau filamen (berbentuk lembaran). Jumlah rata-rata
kelimpahan mikroplastik yang diperoleh pada pulau Kodingareng Lompo adalah
0,08 MP/Ind, pada Pulau Bonetambung diperoleh sebanyak 0,25 MP/Ind, dan pada
Pulau Langkai diperoleh sebanyak 0,125 MP/Ind Berdasarkan uji korelasi yang
diperoleh tidak terdapat hubungan antara kelimpahan mikroplastik dengan
penutupan lamun.

Kata Kunci : jumlah dan bentuk Mikroplastik, Hewan filter feeder, penutupan lamun.
ii

ABSTRACT

KUASA SARI. L111 13 012. Occurrence of microplastic in filter feeder animal on


seagrass in at Spermonde Archipelago Makassar. Supervised by Dr. Ir. Muhammad
Farid Samawi, M.Si as first supervise and Prof. Dr. Akbar Tahir, M.Sc as second
Supervise.

Microplastic is a very threatening problem for the biota in the ocean, biota filter
feeder serves to circulate water in the main waters in the ecosystem of seagrass.
The Research was conducted in October until December 2017 aimed to know the
quantity and the type of microplastic in filter feeder animal at Spermonde
Archipelago Makassar. Animal sampling was conducted at seagrass area by using
transect method with area 10 x 10 square meters and divison plot 1 x 1 meters for
collecting of data seagrass cover as much 5 division and microplastic observation
done by visual observation method. The result shows that the amount of filter feeder
animal found is 22 individuals as many as from 7 species and 1 undentified species
such as Pinna sp, Pinna muricata, Pinna nobilis, Malleus sp, Anadara sp. Atrina
vexillum, Pinctada sp. and unidentified species. The reasearch result that
microplastic found in filter feeder animal in Kodingareng Lompo Island is much as 2
particels, in Bonetambung Island is much as 3 particels, and in Langkai Island is
much as 2 particels. The type of microplastic in filter feeder animal is fiber or filament
(shaped sheet). The average of microplastic abudance found in Kodingareng Lompo
Island is 0,08 MP/Ind, in Bonetambung Island around 0,25 MP/Ind, and the average
microplastic in Langkai Island is 0,125 MP/Ind. Based on correlation test conducted
there is no relationship between microplastic abudance with seagrass cover.

Keyword: quantity and type of microplastic, Filter feeder animal, seagrass cover
i

KEBERADAAN MIKROPLASTIK PADA


HEWAN FILTER FEEDER DI PADANG LAMUN
KEPULAUAN SPERMONDE KOTA MAKASSAR

Oleh :
KUASA SARI

Skripsi
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana
pada
Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN


FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
ii

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Skripsi : Keberadaan Mikroplastik pada Hewan Filter Feeder di


Padang Lamun di Kepulauan Spermonde Kota Makassar

Nama : Kuasa Sari


Nomor Pokok : L111 13 012
Program Studi : Ilmu Kelautan
Departemen : Ilmu Kelautan

Skripsi telah diperiksa dan disetujui oleh :

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Dr. Ir. Muh. Farid Samawi, M.Si Prof. Dr. Akbar Tahir, M.Sc
Nip : 19650810 1991031 006 Nip : 19610718 1998101 001

Mengetahui :

Dekan Ketua Program Studi


Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Ilmu Kelautan

Dr. Ir. St. Aisjah Farhum, M.Si Dr. Ahmad Faizal, ST., M.Si
Nip : 19690605 1993 2 002 Nip : 19750727 200112 1 003

Tanggal Lulus : Juni 2018


iii

RIWAYAT HIDUP

Kuasa sari adalah anak Keenam dari delapan bersaudara,

lahir pada tanggal 18 Januari 1996 di Sidenreng Rappang.

Penulis merupakan anak dari pasangan bernama La Tellu

dan Hartati. Pada tahun 2007 menyelesaikan Sekolah Dasar

di SD Negeri 3 Amparita. Tahun 2010 penulis menyelesaikan

Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Tellu LimpoE.

Tahun 2013 penulis menyelesaikan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1

Pangsid yang sekarang bernama SMA Negeri 2 SIDRAP . Pada tahun 2013 penulis

diterima menjadi mahasiswa di Departemen Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan

dan Perikanan Universitas Hasanuddin melalui jalur Seleksi Nasional Masuk

Perguruan Tinggi (SNMPTN).

Selama menjalani dunia kemahasiswaan, Penulis aktif menjadi asisten di

beberapa mata kuliah seperti : Oseanografi Kimia, Pencemaran laut, Koralogi , dan

Penginderaan Jauh Kelautan. Pada bidang keorganisasian penulis pernah aktif

sebagai pengurus Ikatan Keluarga Mahasiswa Bidikmisi Universitas Hasanuddin

sebagai Anggota Bidang Hubungan Masyarakat periode 2014-2015. Tergabung

dalam Himpunan Mahasiswa Ilmu Kelautan (HMIK), dan bergabung dalam Marine

Science Diving Club Universitas Hasanuddin.

Penulis menyelesaikan rangkaian tugas akhir yaitu Kuliah Kerja Nyata (KKN)

Tematik Enrekang Angkatan 93 di Desa Bungin Kecamatan Baraka Kabupaten

Enrekang pada tahun 2016, kemudian menyelesaikan Praktek Kerja Lapang (PKL)

di Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Majene, Pusat Penelitian dan

Pengembangan Wilayah Tata Ruang dan Informasi Spasial Universitas Hasanuddin

dan di Laboratorium Rehabiitasi dan Penangkaran Ekosistem Laut di FIKP UNHAS.


iv

Penulis melakukan penelitian dengan judul “Keberadaan Mikroplastik pada hewan

filter feeder di Padang Lamun di Kepulauan Spermonde Kota Makassar.


v

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan Syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa sehingga

penulis dapat menyelesaikan tahap demi tahap penyusunan skripsi ini dengan

judul “Keberadaan Mikroplastik pada Hewan Filter Feeder di Padang Lamun

Kepulauan Spermonde Kota Makassar” sekaligus menjadi syarat kelulusan

sebagai mahasiswa pada Departemen Ilmu Kelautan dapat terselesaikan dengan

baik. Penulis menyadari bahwa terselesaikannya Skripsi ini tak lepas dari campur

tangan berbagai pihak. Untuk itulah penulis ingin berterima kasih sebesar-besarnya

pihak-pihak yang senantiasa berperan antara lain :

1. Kepada kedua orang tua La Tellu dan Hartati, saudara/i saya yang

senantiasa memberi dukungan, motivasi keluarga dan materi sehingga

dapat menyelesaikan tugas akhir ini.

2. Kepada Bapak/Om Koptu Sandy Hamid dan Ny. Sandi Hamid yang

senantiasa memberi dukungan kepada penulis tiada henti-hentinya

3. Kepada kakek ku La Dendang, Om Mustamin, Bapak Rusli Rahman terima

kasih untuk dukungan, motivasi, finansial, dan saran selama saya

menempuh pendidikan di Perguruan tinggi

4. Ibu Nurjannah Nurdin selaku Pembimbing Akademik yang selalu memberi

motivasi, saran, pesan moril selama penulis menjadi mahasiswa dan

menyelesaikan tugas akhir ini

5. Bapak Dr. Ir. Muhammad Farid Samawi, M.Si dan Bapak Prof. Dr. Akbar

Tahir, M.Sc selaku pembimbing yang tidak henti-hentinya memberikan

perbaikan, motivasi selama penulisan tugas akhir ini .

6. Ibu Dr. Shinta Werorilangi, M.Sc, Bapak Dr. Supriadi, ST.,M.Si, Bapak Dr.

Syafyuddin Yusuf, ST., M.Si selaku dosen penguji yang, memberikan

tanggapan, perbaikan dan saran untuk penyempurnaan skripsi ini.


vi

7. Ibu Dr. Ir. St. Aisjah Farhum, M.Si Selaku Dekan Fakultas Ilmu Kelautan

dan Perikanan, Universitas Hasanuddin, serta jajarannya

8. Bapak Dr. Ahmad Faizal, ST., M.Si selaku Ketua Departemen Ilmu Kelautan

dan para Dosen Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas

Hasanuddin yang telah membagikan ilmu pengetahuan dan pengalamannya

kepada penulis.

9. Para Staf Departemen Ilmu Kelautan, dan Fakultas FIKP, yang telah

membantu dan melayani penulis dengan baik dan tulus.

10. Tim Peneliti : Aditya Pranata, Daniel Soeprapto , Muh. Reza Hidayat, team

Microplastic pengambilan pengambilan data di lapangan dan analisis di

laboratorium .

11. Teman-temanku yang terbaik Dewi Sri Kurnia S.Kel, Ade Hermawan, St.

Nurjalia, S.Kel Nursanti, Syamsiar, Abdillah, Beni, kak Kivli, Andi

Malombassi, Hasriani asyang. terima kasih banyak motivasi, saran, ilmu,

pengalaman dan kebersamaannya.

12. Teman-teman KKN Tematik DSM Enrekang Gel. 93 di Desa Bungin

Kecamatan Baraka Kabupaten Enrekang yang telah memberikan semangat.

13. Teman-teman seperjuangan Kelautan Dua Ribu Tiga Belas (KERITIS). Ayu,

mita, Indah, sri, boy, safah, Azhar, santy, faiz, sesi, niar, jalil, bowo, permas,

samson, ikke, fandy,sheryl, riska, mega, ratna, vicky dan yang lain yang tidak

bisa disebutkan satu persatu Terima kasih atas kebersamaan selama

perkuliahan..

14. Keluarga Besar Ikatan Mahasiswa Bidikmisi UNHAS, terima kasih untuk

kebersamaan

15. Keluarga besar Marine Science Diving Club Unhas , terima kasih atas

pengalaman dalam bidang penyelaman dan ilmu kelembagaannya .


vii

16. Untuk semua pihak yang telah membantu yang tidak sempat disebutkan satu

persatu. Terima kasih untuk segala bantuannya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini terdapat banyak kekurangan dan masih

jauh dari kesempurnaan, sehingga penulis mengharap segala bentuk kritik serta

saran yang membangun kepada para pembaca sehingga bisa menjadi bahan

penyempurnan pada penulisan yang seanjutnya ataupun yang serupa.

Terima Kasih,

Penulis

Kuasa sari
viii

DAFTAR ISI

Halaman
ABSTRAK................................................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN..................................................................................... ii
RIWAYAT HIDUP .................................................................................................. iii
UCAPAN TERIMA KASIH.......................................................................................v
DAFTAR ISI ......................................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................x
DAFTAR TABEL .................................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................ xii
I. PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
A. Latar Belakang ............................................................................................ 1
B. Tujuan dan Kegunaan .................................................................................. 2
C. Ruang Lingkup ............................................................................................. 3
II. TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................... 4
A. Mikroplastik .................................................................................................. 4
1. Pengertian Mikroplastik .............................................................................. 4
2. Bentuk dan ukuran Mikropastik .................................................................. 4
3. Sumber Mikroplastik ................................................................................... 7
4. Dampak Mikroplastik .................................................................................. 9
B. Tumbuhan Lamun ...................................................................................... 11
C. Hewan Filter feeder .................................................................................... 12
D. Arus ....................................................................................................... 14
III. METODE PENELITIAN................................................................................. 15
A. Waktu dan Tempat ..................................................................................... 15
B. Alat dan Bahan ........................................................................................... 15
C. Prosedur Kerja............................................................................................ 16
D. Analisis Statistik.......................................................................................... 19
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................... 21
A. Kondisi Lokasi Penelitian ............................................................................ 21
B. Kecepatan Arus .......................................................................................... 21
C. Jenis Biota Filter Feeder ............................................................................. 22
D. Mikroplastik Pada Hewan Filter Feeder ...................................................... 23
ix

E. Bentuk Mikroplastik Pada Hewan Filter Feeder .......................................... 25


F. Mikroplastik Pada Sedimen ........................................................................ 26
G. Hubungan antara mikroplastik dengan penutupan lamun ........................... 29
V. SIMPULAN DAN SARAN .............................................................................. 29
A. Simpulan .................................................................................................... 29
B. Saran.......................................................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
x

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman
Gambar 1. Jenis-jenis mikroplastik (Brate et al, 2016). .......................................... 6
Gambar 2. Bentuk-bentuk mikroplastik (a, b, c).fragment , (d,e,f) Filamen ............. 7
Gambar 3. Morfologi umum lamun (Mc. Kenzie dan Yoshida, 2009).................... 11
Gambar 4. Peta penelitian (Sumber : SAS Planet, 2017). .................................... 15
Gambar 5. Modifikasi skema penempatan transek kuadrat .................................. 17
Gambar 6. Standar presentase penutupan lamun (Mc.Kenzie, 2003). ................. 17
Gambar 7. Bagan Alur Penelitian ......................................................................... 20
Gambar 8. Kelimpahan mikroplastik pada biota filter feeder di pulau
Kodingareng ...................................................................................... 24
Gambar 9. Mikroplastik jenis yang ditemukan jenis fiber merah (kiri), bening ...... 25
Gambar 10. Proporsi biota yang terkontaminasi mikroplastik di ........................... 26
Gambar 11. Rata-rata kelimpahan mikroplastik pada sedimen di pulau
Kodingareng ...................................................................................... 27
xi

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman
Tabel 1. Ukuran mikroplastik yang ditemukan pada penelitian sebelumnya
pada bivalvia ........................................................................................ 7
Tabel 2. Rata-rata kecepatan arus di pulau Kodingareng Lompo,
Bonetambung, ..................................................................................... 21
Tabel 3. Kepadatan Biota filter feeder yang ditemukan di Pulau Kodingareng
Lompo, ................................................................................................ 23
Tabel 4. Uji korelasi antara tutupan lamun dengan mikroplastik. ......................... 29
xii

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman
Lampiran 1. Kelimpahan mikroplastik di pulau Kodingareng Lompo di stasiun 2.. 35
Lampiran 2. Kelimpahan mikroplastik di pulau Bonetambung pada stasiun 3 ...... 35
Lampiran 3. Kelimpahan mikroplastik di pulau Langkai di stasiun 1 ..................... 36
Lampiran 4. Kelimpahan mikroplastik di pulau Langkai pada stasiun 2 .............. 36
Lampiran 5. Kelimpahan mikroplastik di pulau Langkai pada stasiun 3 ................ 36
Lampiran 6. Rata-rata kelimpahan mikroplastik pada biota di Pulau Kodingareng 37
Lampiran 7. Biota filter feeder yang ditemukan di Pulau Kodingareng Lompo, ..... 37
Lampiran 8. Mikroplastik pada sedimen pada pulau Kodingareng Lompo ............ 38
Lampiran 9. Mikroplastik pada sedimen pada pulau Bonetambung ..................... 39
Lampiran 10. Mikroplastik pada sedimen pada pulau Langkai ............................. 39
Lampiran 11. Rata-rata kelimpahan mikroplastik pada sedimen di pulau ............. 40
Lampiran 12. Proporsi biota yang terkontaminasi oleh mikroplastik di Pulau ....... 40
Lampiran 13. % Penutupan lamun di Pulau Kodingareng Lompo ....................... 40
Lampiran 14. % Penutupan lamun di Bonetambung ............................................ 41
Lampiran 15. % Penutupan lamun di Pulau Langkai ............................................ 41
Lampiran 16. Morfologi sampel dan mikroplastik yang didapatkan pada tutupan . 42
Lampiran 17. Morfologi sampel dan mikroplasti yang didapatkan pada tutupan ... 43
Lampiran 18. Morfologi sampel dan mikroplastik yang didapatkan pada tutupan . 44
1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sampah plastik saat ini telah menjadi masalah yang cukup menghawatirkan,

terutama di wilayah perairan laut, ini disebabkan karena volume sampah yang

masuk ke perairan laut tiap tahun semakin meningkat, sampah plastik merupakan

salah satu partikel yang sangat susah untuk terurai di dalam perairan. Menurut

(Galgani, 2015) hampir 95% sampah di laut di dominasi oleh sampah jenis plastik

dari total sampah yang terakumulasi di sepanjang garis pantai permukaan bahkan

dasar laut. Sampah plastik akan mengalami degradasi di perairan yakni terurai

menjadi partikel-partikel kecil plastik yang disebut mikroplastik.

Mikroplastik merupakan partikel plastik dengan diameter berukuran kurang

lebih 5 mm. Batas bawah ukuran partikel yang termasuk dalam kelompok

mikroplastik belum didefenisikan secara pasti namun kebanyakan penelitian

mengambil objek minimal 300 µm. Mikroplastik terbagi menjadi 2 kategori ukuran

besar yaitu (1-5 mm) dan kecil (<1 mm) (Tankovic, 2015).

Lamun merupakan ekosistem yang paling dekat dengan pesisir pulau.

Ekosistem lamun merupakan ekosistem yang memiliki fungsi dan peran penting

bagi kehidupan makhluk hidup antara lain: sebagai produser primer, tempat

asuhan dan mencari makanan bagi biota laut, penangkap sedimen, dan pendaur

zat hara (Azkab, 1988). Buangan sampah masyarakat pulau akan masuk dan

berpotensi besar mencemari ekosistem lamun, menurut (Mandasari, 2014)

sampah yang mengendap di daerah lamun akan menutupi lamun, kemudian lama

kelamaan sampah akan tertutupi oleh sedimen dan membentuk substrat baru bagi

tumbuhan lamun, selain sampah akan menutupi lamun dan sedimen sampah akan

masuk atau terakumulasi dalam tubuh biota.


2

Berbagai macam jenis biota yang terdapat di area padang lamun salah satu

hewan tersebut adalah kelompok biota filter feeder. Biota filter feeder memilki

fungsi yang cukup penting di area padang lamun karena hewan tersebut

menyaring partikel partikel tersuspensi pada area perairan, sehingga menjaga

perairan tetap jernih, dan dapat mengakumulasi logam.

Dampak mikroplastik pada biota di perairan yaitu berpotensi menyebabkan

kerusakan bagi biota. Masuknya mikroplastik ke dalam tubuh biota dapat merusak

fungsi ada organ – organ seperti : saluran pencernaan, mengurangi tingkat

pertumbuhan, menghambat produksi enzim, menurunkan kadar hormon steroid,

mempengaruhi reproduksi, dan dapat menyebabkan paparan aditif plastik lebih

besar sifat toksik (Wright et al., 2013).

Berdasarkan latar belakang tersebut maka dilakukan penelitian untuk

mengetahui keberadaan mikroplastik pada hewan bentik jenis filter feeder di

daerah lamun.

B. Tujuan dan Kegunaan

1. Mengetahui jumlah mikroplastik yang terakumulasi pada tubuh biota filter

feeder

2. Mengetahui bentuk-bentuk mikroplastik yang terdapat pada hewan filter

feeder

3. Menganalisis hubungan keberadaan mikroplastik dengan tingkat

penutupan lamun yang berbeda.

Kegunaan dari Penelitian :

Sebagai informasi pendukung mengenai keberadaan mikroplastik di

Kepulauan Spermonde Kota Makassar, khususnya pada hewan bentik yang

bersifat filter feeder di area padang lamun


3

C. Ruang Lingkup

Ruang lingkup dari penelitian meliputi pengambilan data penutupan lamun,

pengukuran arus, pengambilan sampel biota, analisis sampel sedimen,

pengamatan mikroplastik pada sedimen, dan pengamatan keberadaan

mikroplastik pada hewan filter feeder.


4

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Mikroplastik

1. Pengertian Mikroplastik

Mikroplastik merupakan partikel plastik yang diameternya berukuran kurang

dari 5 mm. Batas bawah ukuran partikel yang termasuk dalam kelompok

mikroplastik belum didefinisikan secara pasti namun kebanyakan penelitian

mengambil objek partikel dengan ukuran minimal 330 μm3 (Storck, 2015).

Serpihan plastik memiliki berbagai bentuk dan ukuran, tapi pada umumnya

ukurannya kurang dari lima milimeter (atau kira-kira seukuran biji wijen) disebut

"microplastics." Karena masih terbilang sebagai studi yang masih baru masih

banyak yang belum diketahui mengenai mikroplastik sendiri dan dampaknya bagi

lingkungan (oceanservice.noaa.gov).

2. Bentuk dan ukuran Mikropastik

Lokakarya internasional pertama tentang keberadaan mikroplastik, dan hasil

akhir mikroplastik tentang limbah plastik di lingkungan laut yang diselenggarakan

pada tanggal 9-11 september 2008 di Univercity of Tacoma USA (NOAA, 2009)

menyepakati klasifikasi plastik menurut ukurannya mikroplastik memilki ukuran (<5

mm – 330 µm) dan nanoplastik (<330 µm). Partikel mikroplastik (>330 µm < 5 mm)

yang tersebar luas diseluruh pusaran arus lautan dunia (5 gyres) diduga kuat

berasal dari proses peluruhan yang sangat lambat, baik partikel-partikel yang

mengapung ataupun melayang-layang dalam kolom air, maupun keping-kepingan

plastik yang mengalami degradasi menjadi serpihan – serpihan yang lebih kecil

yang akhirnya berlabuh di pantai – pantai seluruh dunia.

Limbah plastik diklasifikasi menurut ukurannya. Mikroplastik adalah plastik

yang memiliki ukuran partikel 0,33 - 5 mm. Nanoplastik memiliki ukuran yang

bahkan lebih kecil < 0.330 mm dan banyak digunakan dalam bahan-bahan
5

perawatan/kosmetik seperti pasta gigi dan sabun pencuci muka (facial scrub) yang

mengandung plastik dalam bentuk polyethylene glycol disingkat PEG (NOAA’s

Marine Debris Program).

Mikroplastik tidak terlihat secara kasat mata akan tetapi berpotensi memberi

dampak negatif baik bagi biota maupun perairan. Masalah kesehatan manusia

dicurigai melalui akumulasi mikroplastik dalam rantai makanan danatau

penyerapan racun ke plastik saat terbawa melalui arus laut (Eriksen et al., 2014).

Mikroplastik primer adalah plastik yang langsung dilepaskan ke lingkungan

dalam bentuk partikel kecil, yang berasal dari produk–produk yang mengandung

partikel plastik (misalnya gel mandi), juga dapat berasal dari proses degradasi

benda plastik besar selama proses pembuatan, penggunaan atau perawatan

seperti erosi ban atau degradasi tekstil sintetis saat mencuci (Eriksen

et al., 2014).

Mikroplastik sekunder adalah mikroplastik yang berasal dari degradasi

barang plastik yang lebih besar menjadi fragmen plastik yang lebih kecil setelah

terkena lingkungan laut, hal ini terjadi melalui proses fotodegradasi dan proses

pelapukan limbah lainnya seperti kantong plastik yang dibuang atau seperti jaring

ikan.

Adapun bentuk-bentuk mikroplastik yang pernah diantaranya fragmen, film,

dan fiber:

Jenis fiber pada dasarnya berasal dari pemukiman penduduk yang berada

di daerah pesisir dengan sebagian besar masyarakat yang bekerja sebagai

nelayan. Aktivitas nelayan seperti penangkapan ikan dengan menggunakan

berbagai alat tangkap, kebanyakan alat tangkap yang dipergunakan nelayan

berasal dari tali (jenis fiber) atau karung plastik yang telah mengalami degradasi.

Mikroplastik jenis fiber banyak digunakan dalam pembuatan pakaian, tali temali,
6

berbagai bentuk penangkapan seperti pancing dan jaring tangkap (Nor

dan Obbard, 2014).

Jenis Film Menurut Kingfisher (2011), Film merupakan polimer plastik

sekunder yang berasal dari fragmentasi kantong plastik atau plastik kemasan dan

memiliki densistas rendah. Film mempunyai densistas lebih rendah dibandingkan

tipe mikroplastik lainnya sehingga lebih mudah ditransportasikan hingga pasang

tertinggi, dan pelet merupakan partikel kecil yang digunakan untuk bahan produk

industri.

Jenis fragmen pada dasarnya berasal dari buangan limbah atau sampah dari

pertokoan dan warung-warung makanan yang ada di lingkungan sekitar

merupakan salah satu dari sumber mikroplastik. Sumber limbah mikroplastik yang

berasal dari pertokoan atau warung-warung makanan antara lain adalah: kantong-

kantong plastik baik kantong plastik yang berukuran besar maupun kecil, bungkus

nasi, kemasan-kemasan makanan siap saji dan botol-botol minuman plastik.

Sampah plastik tersebut terurai menjadi serpihan serpihan kecil hingga

membentuk fragmen (Dewi et al, 2015).

Gambar 1. Jenis-jenis mikroplastik (Brate et al, 2016).


7

Gambar 2. Bentuk-bentuk mikroplastik (a, b, c).fragment , (d,e,f) Filamen

Tabel 1. Ukuran mikroplastik yang ditemukan pada penelitian sebelumnya pada


bivalvia (Van Cauwenberghe et al, 2015).
Gut anf Translocatio
Browne
Spiked 3.0 µm PS 15,000 Hemolym n
et al.,
Seawater 9,6µm PS MP/mL pmh to circulatory
2008
analysis system
50 Van
10 µm PS No
Spiked MP/mL Energy Cauwenb
30 µm PS significant
Seawater 10 budget erghe et
90 µm PS effect
MP/mL al., 2015
Accumulatio
n
Histologi
in lysosomal
>0-80 µm cal and Von
Spiked system and
Mytilus PS 2.5 g/L histoloch Moos et
Seawater digestive
edulis HDPE emical al., 2012
cells
Bivalve assays
Inflammatory
response
Pseudofaece
0.1 g/L Wegner
Spiked Feeding s production
30 nm PS 0.2 g/L et al.,
Seawater activity Reduced
0.3 g/L 2012
feeding
Kach and
Spiked 0,5 µm 12.000 Ingestion Aggreged
Ward,
Seawater 1 µm MP/mL rate (Ingestion)
2008
Kach and
Spiked 13.000 Ingestion (Aggreged)
100 nm Ward,
Seawater MP/mL rate Ingestion
2008
Crassos Kach and
Spiked 13.000 Ingestion
trea 100 nm Ingestion Ward,
Seawater MP/mL rate
virginia 2008

3. Sumber Mikroplastik

Mikroplastik berasal dari berbagai sumber, termasuk dari puing plastik yang

lebih besar dan terdegradasi menjadi potongan yang lebih kecil. Selain itu,

microbeads, sejenis mikroplastik, adalah potongan plastik polietilen yang sangat


8

kecil yang ditambahkan sebagai exfoliant untuk produk kesehatan dan kecantikan,

seperti beberapa pembersih dan pasta gigi. Partikel kecil ini mudah melewati

sistem penyaringan air dan berakhir di laut ataupun sungai-sungai dan danau,

menimbulkan ancaman potensial bagi kehidupan di perairan

(oceanservice.noaa.gov).

Sumber mikroplastik terbagi menjadi dua, yaitu primer dan sekunder.

Mikroplastik primer merupakan butiran plastik murni yang mencapai wilayah laut

akibat kelalaian dalam penanganan. Sementara itu, mikroplastik sekunder

merupakan mikroplastik yang dihasilkan akibat fragmentasi plastik yang lebih

besar. Sumber primer mencakup kandungan plastik dalam produk-produk

pembersih dan kecantikan, pelet untuk pakan hewan, bubuk resin, dan umpan

produksi plastik. Mikroplastik yang masuk ke wilayah perairan melalui saluran

limbah rumah tangga, umumnya mencakup polietilen, polipropilen, dan polistiren.

(Gregory, 1996). Sumber sekunder meliputi serat atau potongan hasil pemutusan

rantai dari plastik yang lebih besar yang mungkin terjadi sebelum mikroplastik

memasuki lingkungan. Potongan ini dapat berasal dari jala ikan, bahan baku

industri, alat rumah tangga, kantong plastik yang memang dirancang untuk

terdegradasi di lingkungan, serat sintetis dari pencucian pakaian, atau akibat

pelapukan produk plastik.

Sumber lain dari pencemaran plastik yang berukuran nano juga terdeteksi

ada produk- produk kosmetik kecantikan, khususnya untuk perawatan/pemutihan

muka yang diketahui mengandung exfoliants yang mengandung plastik dalam

bentuk polyethelene glycol disingkat PEG, serta bahan pemutihan berbentuk halus

lainnya, polyester atau acrylic beads yang juga sangat sering digunakan untuk

perawatan kapal. Dengan semakin mengecilnya ukuran partikel seperti ikan dan

copepod (zooplankton) juga telah terdeteksi. Hewan–hewan laut lainnya seperti

polychaeta, crustacean, echinodermata, bryozoans dan bivalvia juga menelan


9

partikel plastik, baik yang berukuran mikro atau nano (Moos et al,

2012).

Mikroplastik dapat mengapung atau tenggelam karena berat massa jenis

mikroplastik lebih ringan daripada air laut seperti polypropylene yang akan

mengapung dan menyebar luas di lautan. Mikroplastik lainnya seperti akrilik lebih

padat daripada air laut dan kemungkinan besar terakumulasi di dasar laut, yang

berarti bahwa sejumlah besar mikroplastik pada akhirnya dapat terakumulasi di

laut dalam dan akhirnya akan mengganggu rantai makanan di perairan (Seltenrich,

2015). Kontaminasi mikroplastik saat ini menjadi perhatian utama mengingat

besarnya dampak yang ditimbulkan (Reed, 2016) .

4. Dampak Mikroplastik

Dampak mikroplastik pada biota di perairan yaitu berpotensi menyebabkan

kerugian tambahan. Masuknya mikroplastik dalam tubuh biota dapat merusak

saluran pencernaan, mengurangi tingkat pertumbuhan, menghambat produksi

enzim, menurunkan kadar hormon steroid, mempengaruhi reproduksi, dan dapat

menyebabkan paparan aditif plastik lebih besar sifat toksik (Wright et al., 2013).

Dampak kontaminasi sampah plastik pada kehidupan di laut dipengaruhi

oleh ukuran sampah tersebut. Sampah plastik yang berukuran kecil, seperti

benang pancing dan jaring, yang mengganggu sistem fungsi organ pada

organisme (Carr, 1987).

Sampah plastik yang lebih kecil, seperti tutup botol, korek api, dan pelet

plastik dapat tertelan oleh organisme perairan dan menyebabkan penyumbatan

usus serta potensi keracunan bahan kimia. Sementara itu, mikroplastik dapat

tercerna bahkan tertelan oleh organisme terkecil di habitat tersebut dan

menimbulkan dampak yang serius.

Hewan laut yang menelan mikoplastik termasuk organisme bentik dan

pelagis, yang memiliki variasi strategi makan dan menempati tingkat trofik yang
10

berbeda. Invertebrata laut bentik yang menelan mikroplastik, termasuk teripang,

kerang, lobster, amphipods, lugworms, dan teritip. Beberapa invertebrata bahkan

lebih memilih partikel plastik, teripang dari habitat bentik menelan fragmen plastik

dalam jumlah yang tidak proporsional berdasarkan rasio tertentu plastik dengan

pasir. Dalam habitat pelagis laut, mikroplastik tertelan oleh berbagai taksa

zooplankton dan oleh ikan dewasa serta larva ikan. Penyelidikan air tawar pertama

masuknya plastik pada biota menunjukkan bahwa hewan-hewan dari beragam

habitat, rantai makanan, dan level tropik yang berbeda menelan mikroplastik.

Bahkan pada tingkat organisme paling dasar, beragam komunitas mikroba yang

termasuk heterotrof, autotrof, predator, dan simbion, terkontaminasi mikroplastik

(Zettler, 2013).

Karena ukuran, komposisi kimia, dan sifat fisiknya, mikro/nanoplastik sangat

berpotensi dapat mempengaruhi organisme air dan kesehatan manusia. Efek

samping dari mikro/nanoplastik dapat terjadi dari kombinasi toksisitas intrinsik

plastik (kerusakan fisik) : komposisi kimia (unit monomer dan aditif); dan

kemampuan untuk menyerap, berkonsentrasi, dan melepaskan polutan

lingkungan (Bouwmeester et al., 2015).

Selain itu mikroplastik dapat berfungsi sebagai faktor patogen, berpotensi

membawa spesies mikroba ke perairan, mikroplastik yang telah mengkontaminasi

biota diberbagai tingkat trofik, ada kekhawatiran bahwa puing-puing dari plastik

atau bahan kimia yang teradopsi dapat berakumulasi di tingkat tropik yang lebih

rendah. Selanjutnya organisme tingkat trofik yang lebih rendah dikonsumsi,

biomagnifikasi berpotensi terjadi pada tingkat trofik yang lebih tinggi, ini akan

mempengaruhi kesehatan manusia (Rochman et al., 2015).


11

B. Tumbuhan Lamun

Tumbuhan lamun termasuk tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang hidup

terendam dalam kolom air dan berkembang dengan baik di perairan laut dangkal

dan esturia. Tumbuhan lamun terdiri dari daun, batang menjalar yang biasanya

mempunyai sistem perakaran yang berkembang baik, mampu melaksanakan daur

generatif dalam keadaan terbenam, mampu bertahan dalam kondisi laut yang

kurang stabil.

Gambar 3. Morfologi umum lamun (Mc. Kenzie dan Yoshida, 2009)

Secara morfologi tumbuhan lamun memiliki rhizoma, yang merupakan

batang yang tertimbun oleh substrat, dan merjalar secara mendatar, serta

berbuku-buku. Pada buku-buku tumbuh batang pendek yang tegak ke atas, dan

terdapat daun, serta bunga. Lamun memiliki daun-daun tipis yang memanjang

seperti pita dan memiliki saluran-saluran air. Daun menyerap hara langsung dari

perairan sekitarnya, mempunyai rongga untuk mengapung agar dapat berdiri

tegak di air (Hutomo, 1997). Bentuk daun seperti ini dapat memaksimalkan difusi

gas dan nutrien antara daun dan air, juga memaksimalkan proses fotosintesis di

permukaan daun (Phillips dan Menez 1988).


12

Ekosistem padang lamun memiliki peranan penting bagi kehidupan dan

perkembangan makhluk hidup di perairan laut dangkal (Azkab, 1988) antara lain

a. Sebagai produser primer

Lamun memiliki tingkat produktifitas primer tertinggi bila dibandingkan

dengan ekosistem lainnya yang ada di laut dangkal seperti ekosistem terumbu

karang.

b. Habitat biota

Lamun memberikan tempat perlindungan dan tempat menempel berbagai

hewan. Di samping itu padang lamun dapat juga sebagai daerah asuhan, mencari

makan bagi ikan herbivora dan ikan-ikan karang.

c. Penangkap sedimen.

Daun lamun yang lebat akan memperlambat air yang disebabkan oleh arus

dan ombak, sehingga perairan sekitarnya menjadi tenang, di samping itu, rimpang

dan akar lamun dapat mengikat sedimen, sehingga dapat menguatkan dan

menstabilkan dasar, dan permukaan perairan laut. Sehingga padang lamun

berfungsi sebagai penangkap sedimen dan juga dapat mencegah erosi.

d. Pendaur zat hara

Lamun memegang peranan penting dalam pendauran berbagai zat hara,

khususnya zat-zat hara yang dibutuhkan oleh alga epifit.

C. Hewan Filter Feeder

Hewan penyaring (filter feeder) adalah hewan yang memakan partikel dan

materi organik dan makhluk hidup yang tersuspensi di air, umumnya dengan

melewatkan air ke struktur penyaring yang dimiliki hewan tersebut. Hewan

penyaring memiliki peran penting di dalam ekosistem karena membersihkan air

dari partikel tersuspensi dan menjaga air tetap jernih, namun mereka sangat

rentan terhadap pencemaran. Limbah dapat terakumulasi di dalam tubuh hewan


13

penyaring dengan efek yang beragam bagi hewan tersebut dan predator/manusia

yang memakannya mekanisme filter feeder, yaitu proses untuk memperoleh

makanan dengan cara menyaring cairan yang berada di luar cangkang (Ningrum

et al., 2015).

Beberapa kelompok hewan filter feeder sebagai berikut :

• Bivalvia

Kelas Bivalvia, ada lebih dari 15.000 spesies kerang, tiram, dan anggota

filum lainnya mollusca yang ditandai dengan cangkang yang terbagi dari depan ke

belakang ke katup kiri dan kanan. Bivalvia primitif menyerap sedimen namun, pada

kebanyakan spesies insang pernafasan telah dimodifikasi menjadi organ

penyaringan yang disebut ctenidia. Sejalan dengan gaya hidup makan yang

sebagian besar tidak berpindah-pindah atau suspensi, bivalvia telah berdifrensiasi

kebanyakan dalam bentuk moluska (Morton, 2017).

• Tiram
Tiram merupakan salah satu jenis hewan filter feeder. Tiram menyerap

nutrisi yang berlebih di muara sungai, termasuk limpasan dari lahan pertanian dan

perkotaan. Bivalvia secara garis besar mampu dimanfaatkan sebagai organisme

untuk melakukan bioremediasi ekosistem perairan.

Mysidacea hidup dekat dengan pantai dan bergerak di atas dasar laut,

menyaring partikel dari air. Mysidacea tergolong tahan terhadap pencemaran air

dan mampu menimbun banyak limbah beracun di dalam tubuh mereka (US

National Oceanic and Atmospheric Administration. diakses tahun, 2008).

• Teritip

Teritip adalah hewan yang menghabiskan seluruh hidupnya di lingkungan

perairan laut dan bersifat menempel permanen pada substrat ketika sudah

dewasa. Hewan ini dapat menempel pada hampir semua substrat, misalnya beton
14

bangunan dermaga, pemecah ombak, batu, pelampung, penanda kedalaman,

lambung kapal, dan benda-benda yang mengapung di lautan, misalnya :

styrofoam, botol plastik, dan kayu. Teritip juga berasosiasi dengan menempel atau

membenamkan dirinya pada organisme lain, misalnya; paus, kepiting, ular laut,

lobster, ubur-ubur, penyu, karang, dan spons) (Jones, 2004). Teritip yang hidup di

dasar laut biasanya berasosiasi dengan organisme lain seperti pada spons

(Kolbasov, 1993).

D. Arus

Menurut NOAA (2016), arus merupakan salah satu faktor yang mendukung

perpindahan sampah laut di perairan dengan jarak yang cukup jauh. Pergerakan

massa air laut ini disebabkan oleh adanya hembusan atau tiupan angin di

permukaan air atau juga disebabkan oleh gerakan gelombang yang panjang yang

disebabkan oleh pasang surut yang terjadi.

Gerakan massa air tersebut yang dapat membawa sampah yang berada

dipinggir pantai terbawa dan masuk ke dalam laut, hal ini sesuai dengan yang di

katakan (Hutabarat dan Evans, 1986), bahwa arus merupakan suatu peristiwa

pergerakan massa air yang dipengaruhi oleh tegangan permukaan, angin dan

beberapa faktor lainnya atau perpindahan massa air secara horizontal maupun

secara vertikal. Berdasarkan kecepatan arus maka perairan dapat dikelompokkan

menjadi berarus sangat cepat (> 1 m/s), cepat (0,5 -1 m/s), sedang (0,25 – 0,5

m/s), lambat (0,01 –0,25 m/s) dan sangat lambat (<0,01 m/s) (Mason,1981).
15

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober sampai Desember 2017

pengambilan sampel dilakukan pada Pulau Kodingareng Lompo, Pulau

Bonetambung dan Pulau Langkai, Kepulauan Spermonde Kota Makassar, dan

akan dilanjutkan analisis sampel di Laboratorium Ekotoksikologi laut, Departemen

Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin,

Makassar.

Gambar 4. Peta penelitian tiga pulau di Kepulauan Spermonde, Kota Makassar


(Sumber : SAS Planet, 2017).

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian diantaranya : makroskop untuk

mengamati sampel, perahu digunakan sebagai alat transportasi, transek 10 x 10

m digunakan sebagai plot sampling pengambilan data, coolbox digunakan untuk

menyimpan sampel, botol sampel digunakan untuk menyimpan sampel, layang-

layang arus digunakan untuk mengukur kecepatan arus, cawan petri digunakan
16

sebagai untuk media untuk mengamati larutan pada makroskop, ATK digunakan

sebagai alat menulis, Global Positioning System (GPS) digunakan mengambil titik

posisi sampling, Handcorer digunakan untuk mengambil sedimen. Pinset

digunakan sebagai alat bantu, preparat membantu mengamati sampel sedimen,

gelas piala sebagai wadah untuk sedimen, Ehrlenmeyer untuk wadah sedimen

menganalisis, oven digunakan untuk mengeringkan sampel sedimen, kamera

digunakan untuk mendokumentasikan aktifitas penelitian, mistar ukur digunakan

untuk mengukur panjang mikroplastik

Bahan yang digunakan adalah larutan KOH ini digunakan untuk

menghilangkan bahan organik pada sampel, aluminium foil digunakan untruk

membungkus sampel, aquades berfungsi mensterilkan alat dan bahan, alkohol

96% digunakan untuk mensterilkan alat, kertas Whatman untuk menyaring

sedimen bahan kimia ZnBr2 sebagai pelarut untuk menganalisis sedimen, Tissu

roll digunakan untuk mengeringkan alat, masker digunakan untuk melindungi

bagian wajah dan saluran pernafasan, gloves digunakan sebagai untuk melindungi

tangan

C. Prosedur Kerja

1. Survey Awal

Survey awal dilakukan untuk menentukan stasiun lokasi sampling pada

lokasi penelitian. Serta mengetahui kondisi sekitar pada pulau, penentuan

lokasi sampling area lamun dilakukan berdasarkan penutupan lamun berbeda.

2. Pengambilan Data Lamun

Pada lokasi pengambilan sampel yang dilakukan cara membuat transek

10 x 10 m, kemudian melakukan pengamatan dengan mengambil transek

kuadrat 1 x 1 m pada 5 titik yaitu pada bagian sudut sebanyak 4 plot dan 1

plot pada bagian tengah transek (Mc Kenzie,et al., 2003).


17

Transek 10x10 m Plot 1x1 m

Gambar 5. Modifikasi skema penempatan transek kuadrat


10x10 m dan transek ( Rahmawati dkk, 2015)

Untuk mengatahui persen penutupan lakukan dengan menggunakan

metode untuk penentuan persentase tutupan lamun menggunakan metode

pengamatan standar kondisi presentase tutupan lamun menurut

Mc. Kenzie (2003).

Gambar 6. Standar presentase penutupan lamun (Mc.Kenzie, 2003).

3. Pengukuran Kecepatan Arus

Pengambilan data kecepatan arus dilakukan sebanyak 3 kali ulangan

dalam setiap stasiun pada setiap pulau, adapun rumus kecepatan arus :

𝑠
𝑉=
𝑡
Keterangan :

V =Kecepatan arus (m/detik)


s =Jarak tempuh layang layang arus (m)
18

t =Waktu yang digunakan (detik)

4. Pengambilan Sampel Biota Filter feeder

pengambilan sampel biota filter feeder pada area lamun setiap stasiun,

serta dilakukan pengukuran panjang (terhitung dari ujung bawah hingga ujung

atas biota), berat (terhitung dari sisi kiri ke sisi kanan) lebar dan berat pada

setiap sampel dan dilakukan identifikasi pada setiap biota menggunakan buku

identifikasi serta indentifikasi melalui internet menggunakan situs World of

Register of Marine Species (WoRMS) dan CHONCOLOGY, INC dan

disertakan authors pada masing-masing sampel.

5. Preparasi Sampel

Sampel yang di ambil dilanjutkan diberikan preparasi sampel dengan cara

memasukkan setiap sampel bentos yang didapat dan dimasukkan ke dalam

botol sampel kemudian dimasukkan larutan KOH 10% (Rochman et al., 2015).

Larutan KOH ini berfungsi untuk menghilangkan bahan organik pada sampel

sehingga sampel lebih mudah mengamati sampel, serta dilakukan penandaan

(labeling) pada setiap sampel dari setiap stasiun pada lokasi penelitian.

6. Pengambilan Sampel Sedimen

Sampel sedimen yang diambil pada setiap tutupan lamun ini dibagi

menjadi 9 titik sampling, pengambilan sampel dilakukan dengan cara

menggunakan handcorer dengan mengambil sampel sedimen sebanyak 5 cm

dari permukaan.

7. Preparasi Sampel Sedimen

Preparasi sedimen dilakukan dengan cara mengeringkan sampel

sedimen dengan suhu 90 derajat selama 24 jam, jika sampel belum kering

maka dilanjutkan pengeringan selama 24 jam berikutnya, setelah itu sampel

sedimen kering kemudian dianalisis lanjut dengan menggunakan metode


19

separasi atau metode pemisahan dimana benda – benda yang memiliki

massa jenis yang lebih ringan dari air akan mengapung ke permukaan air

dengan menggunakan larutan ZnBr2 dengan cara melarutkan 1,7 mg ZnBr2 ke

dalam aquades 1000 cm3 ( Liebezeit et al. (2012) and Imhof et al. (2013)

dengan perbandingan 1 : 3 dengan asumsi 1 Liter larutan aquades dapat

melarutkan 3 sampel sedimen. Setelah itu dilakukan shaker/pengadukan

dengan kecepatan 120/10 rpm/menit, setelah itu sampel di diamkan selama 5

menit, kemudian setelah sampel sedimen mengendap, kemudian dilakukan

penyaringan dengan pemisahan larutan dengan sedimen menggunakan

vacum dengan cara memipet larutan sampel 1/3 dari permukaan.

8. Pengamatan mikroplastik

Pengamatan sampel mikroplastik pada bentos dapat dilakukan setelah

sampel terendam dalam KOH selama kurang lebih 2 sampai 3 minggu pada

suhu kamar, cara pengamatan dilakukan dengan mengambil sebanyak 3

sampai 5 ml larutan sampel di letakkan ke dalam cawan petri mengamati

menggunakan metode visual kemudian diamati di bawah makroskop

Olympus, kemudian sampel mikroplastik didokumentasikan untuk kebutuhan

penulisan skripsi, setelah itu dilakukan pengukuran panjang sampel ,

kemudian sampel mikroplastik disimpan dalam aluminium foil.

D. Analisis Statistik

Hasil pengolahan data yang didapatkan, selanjutnya dianalisis statistik

secara deskriptif yaitu mendeskripsikan bentuk dari mikroplastik yang di temukan

pada biota filter feeder, dan melakukan uji korelasi antara penutupan lamun

dengan mikroplastik menggunakan SPSS 16.0 .


20

Bagan Alur Penelitian

Survei Awal

Pengambilan data

Pengambilan Pengukuran Pengambilan Pengambilan Pengukuran


data tutupan parameter sedimen bentos panjang,
lamun (Arus) berat, dan
lebar pada
biota
-Pembersihan sampel dari kotoran dan pengeringan Perendaman biota
sampel pada larutan KOH
- Analisis sampel menggunakan larutan ZnBr2

Pengamatan sampel

Analisis data

Pembahasan

Gambar 7. Bagan Alur Penelitian


21

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kondisi Lokasi Penelitian

Pulau Kodingareng Lompo merupakan pulau dengan jumlah penduduk yang

cukup padat penduduk, dengan luas area sekitar 14 Ha berjarak 15,05 Km dari

kota Makassar. Pulau Bonetambung merupakan pulau yang memiliki penduduk

yang cukup padat penduduk, memilki luas 5 ha, atau berjarak 18 km dari

Makassar, dan Pulau Langkai merupakan pulau dengan penduduk lebih sedikit

dibandingkan pulau kodingareng Lompo dan Bonetambung, pulau ini berjarak 36

km dari kota Makassar dan merupakan pulau terluar di Kota Makassar.

Berdasarkan hasil survei lokasi di pulau Kodingareng Lompo,

Bonetambung, dan Langkai, ketiga pulau tersebut belum memiliki tempat

pembuangan sampah akhir, kebiasaan masyarakat dalam membuang sampah

diantaranya dengan cara mengubur, membakar bahkan sebagian besar

membuang sampah ke laut.

B. Kecepatan Arus

Hasil pengukuran kecepatan arus pulau Kodingareng Lompo,

Bonetambung, dan Langkai pada setiap stasiun disajikan Tabel 2.

Tabel 2. Rata-rata kecepatan arus di pulau Kodingareng Lompo, Bonetambung,


dan Langkai (m/det)
Lokasi Stasiun Kisaran (m/det) Rata-rata (m/det)
Jarang 0,0327-0,0385 0,0360 (m/det)
Kodingareng
Sedang 0,0396-0,0494 0,0461 (m/det)
Lompo
Padat 0,0392-0,0469 0,0451 (m/det)
Jarang 0,0487-0,0502 0,0462 (m/det)
Bonetambung Sedang 0,0505-0,0782 0,0682 (m/det)
Padat 0,0324-0,0494 0,0428 (m/det)
Jarang 0,0703-0,0782 0,0748 (m/det)
Langkai Sedang 0,0385-0,0529 0,0464 (m/det)
Padat 0,1061-0,0502 0,0701 (m/det)
22

Kecepatan arus di Pulau Kodingareng Lompo hampir sama pada setiap

stasiun tetapi kecepatan arus tertinggi didapatkan pada stasiun tutupan lamun

sedang senilai 0,0458 m/det sedangkan terendah didapatkan pada stasiun jarang

senilai 0,0360 m/det. Dari ketiga rata-rata kecepatan arus pada pulau Kodingareng

Lompo dikategorikan kecepatan arus sangat lambat.

Kecepatan arus di pulau Bonetambung tertinggi didapatkan pada stasiun

sedang yaitu senilai 0,0682 m/det sedangkan terendah didapatkan pada stasiun

padat 0,0428 m/det. Dari ketiga rata-rata kecepatan arus pada pulau

Bonetambung dikategorikan kecepatan arus sangat lambat.

Kecepatan arus pada pulau Langkai termasuk dalam kategori kecepatan

arus lambat. Kecepatan arus tertinggi berada pada tutupan lamun jarang yaitu

senilai 0,0748 m/det sedangkan terendah terdapat pada stasiun sedang yaitu

senilai 0,0464m/det.

Menurut (Mason,1981) kecepatan arus maka perairan dapat dikelompokkan

menjadi berarus sangat cepat (> 1 m/s), cepat (0,5 -1 m/s), sedang (0,25 – 0,5

m/s), lambat (0,1 –0,25 m/s) dan sangat lambat (<0,01 m/s) , Berdasarkan nilai

rata-rata kecepatan arus pada ketiga pulau dikategorikan kecepatan arus lambat,

ini sesuai pengukuran kecepatan arus di padang lamun yang dilakukan oleh

(Mandasari, 2004) diperoleh nilai kecepatan arus kategori lambat

C. Jenis Biota Filter Feeder di Padang Lamun

Jenis biota filter feeder yang ditemukan dari tiga pulau di daerah lamun

adalah dari kelas bivalvia terdapat 6 jenis spesies yaitu : Pinctada sp.(Gould,

1850). Malleus sp.(Linnaeus, 1758), Pinna muricata (Linnaeus, 1758), Pinna sp.,

Pinna nobilis (Linnaeus, 1758), Atrina vexillum (Born, 1778) dan Anadara sp (Gray,

1847) dan tdk teridentifikasi. Dengan total jumlah spesies didapatkan sebanyak 22

individu seperti pada Tabel 3 dan Lampiran 7.


23

Tabel 3. Kepadatan Biota filter feeder yang ditemukan di Pulau Kodingareng Lompo,
Bonetambung, dan Langkai (ind/100m2)
Kodingareng Lompo Bonetambung Langkai
Jenis Jaran Sedan Pada Jaran Sedan Pada Jaran Pada
Sedang
g g t g g t g t
Atrina
- - - - - - - 1 -
vexillum
Anadara sp. - - - - - - - - 1
Malleus sp. - - - - - - 4 - 3
Pinna sp. - 1 - - - - - - -
Pinna
- - - - 4 - - - -
muricata
Pinna nobilis - - - - 1 - - - -
Pinctada sp. - 5 - - - - - - -
Tidak
teridentifikasi - - - - - - 2 -
1

Sebanyak 2 spesies biota filter feeder yang didapatkan pada tutupan lamun

sedang di Kodingareng Lompo diantaranya : Pinctada sp. Sebanyak 5 individu dan

Pinna sp. Pada Bonetambung didapatkan pada tutupan lamun padat jenis Pinna

Muricata sebanyak 4 individu dan Pinna nobilis sebanyak 1 individu,.

Di pulau Langkai didapatkan biota filter feeder pada tutupan lamun jarang

jenis Malleus sp. Sebanyak 4 individu, pada tutupan lamun sedang didapatkan 2

spesies yaitu Atrina vexilium sebanyak 1 individu, dan 2 individu biota yang tidak

teridentifikasi namun masuk ke dalam kelas bivalvia, dan pada tutupan lamun

padat didapatkan 2 spesies yaitu Malleus sp. Sebanyak 3 individu, dan Anadara

sp sebanyak 1 individu

D. Mikroplastik Pada Hewan Filter Feeder

Hasil pengamatan mikroplastik pada biota filter feeder pulau Kodingareng

Lompo, Bonetambung, dan Langkai diperlihatkan pada Gambar 8 dan Lampiran

6.

0.6
3
Rata-rata kelimpahan MP/ind

0.5
0.4
0.3 2
0.2
0.1
0
Pinctada sp. Pinna muricata Malleus sp.
24

Pinctada sp. Pinna muricata Malleus sp.


Pinctada sp.

Gambar 8. Kelimpahan mikroplastik pada biota filter feeder di pulau Kodingareng


Lompo, Bonetambung, dan Langkai
.
Berdasarkan histogram pada Gambar 8 Pada pulau Kodingareng Lompo

mikroplastik didapatkan biota jenis Pinctada sp pada tutupan lamun sedang,

dengan kelimpahan mikroplastik sebanyak 2 partikel dan nilai rata-rata sebanyak

0,08 MP/ind.

Pada pulau Bonetambung didapatkan mikroplastik pada tutupan lamun

padat jenis yaitu : Pinna muricata dengan kelimpahan mikroplastik sebanyak 3

partikel dan nilai rata-rata kelimpahan senilai 0,25 MP/ind.

Pada pulau Langkai didapatkan mikroplastik pada tutupan lamun jarang

pada biota jenis Malleus sp. dengan kelimpahan sebanyak 2 partikel dan nilai rata-

rata kelimpahan mikroplastik sebanyak 0,125 MP/ind. Adanya mikroplastik yang

didapatkan pada hewan filter feeder pada pulau Kodingareng Lompo,

Bonetambung, dan Langkai ini disebabkan karena di sekitar lokasi tersebut

merupakan area buangan sampah masyarakat, serta karena adanya pergerakan

arus yang yang membawa partikel-partikel mikroplastik.

Mikroplastik banyak ditemukan pada biota filter feeder ini disebabkan karena

disekitar area sampling biota di daerah padang lamun ini juga merupakan tempat

nelayan untuk menyandarkan kapal, serta banyaknya aktifitas masyarakat

disekitar kapal seperti membersihkan kapal, memperbaiki jaring dan alat tangkap.
25

E. Bentuk Mikroplastik Pada Hewan Filter Feeder

Mikroplastik yang didapatkan pada biota filter feeder di pulau Kodingareng

Lompo, Bonetambung, dan Langkai adalah jenis fiber atau filamen, berbentuk

seperti lembaran dengan beragam warna seperti (merah, hijau, hitam, dll) yang

disajikan pada Lampiran 19, 20, dan 21.

Gambar 9. Mikroplastik jenis yang ditemukan jenis fiber merah (kiri), bening
(tengah), hijau (kanan).

Banyaknya mikroplastik jenis fiber yang ditemukan kemungkinanan besar

bersumber dari tali kapal yang sudah tidak digunakan oleh nelayan atau yang

mengalami gesekan kemudian terurai menjadi partikel plastik dengan ukuran yang

sangat kecil yang kemudian terbawa arus masuk masuk ke perairan. Sesuai yang

dikemukakan oleh Nor dan Obbard (2014) yang mengatakan bahwa mikroplastik

jenis fiber berasal dari degradasi dari berbagai aktifitas nelayan baik itu dari alat

tangkap maupun dari tali dari kapal yang terurai masuk ke perairan dan

terakumulasi dalam tubuh biota.

Menurut Katsanevakis dan Katsarou (2004) mikroplastik jenis fiber paling

banyak bersumber adanya pada alat tangkap seperti jaring ikan dan alat pancing.

Fiber dapat berasal dari tingginya aktivitas penangkapan sekitar kawasan

sehingga dapat menyumbang sampah atau debris ke dalam perairan laut.

Selain itu menurut (Rochman et al, 2015) yang melakukan penelitian

pengamatan mikroplastik pada kerang komsumsi di USA dan Indonesia

mikroplastik yang teridentifikasi pada bivalvia ditemukan mikroplastik jenis fiber.


26

Menurut (Green et al, 2016) melakukan penelitian ekperimen dengan

menggunakan kerang Mytilus , kemudian memasukkan partikel plastik ke dalam

wadah, hasil dari pengamatan kerang ditemukan mikroplastik berbentuk polimer.

Presentase biota yang terkontaminasi oleh mikroplastik diperlihatkan pada

Gambar 10 dan Lampiran 12.

18,18%
33,33%

60,00%

Kodingareng Lompo Bonetambung Langkai

Gambar 10. Proporsi biota yang terkontaminasi mikroplastik di


Pulau Kodingareng Lompo, Bonetambung, dan Langkai

Berdasarkan gambar 10 proporsi biota yang terkontaminasi oleh mikroplastik

di pulau Kodingareng Lompo, Bonetambung, dan Langkai yaitu pada pulau

Kodingareng Lompo dari 6 biota yang didapatkan sebanyak 33,33 % yang

terkontaminasi mikroplastik. Pada pulau Bonetambung dari 5 biota yang

didapatkan yang terkontaminasi mikroplastik sebanyak 60,00%, sedangkan pada

pulau Langkai dari 11 biota yang didapatkan hanya sebanyak 18,18 % yang

terkontaminasi mikroplastik. Menurut (Green et al, 2016) banyak tidaknya biota,

tidak memiliki pengaruh terhadap besar atau kecilnya potensi untuk tekontaminasi

mikroplastik, karena setiap biota punya rentan respon terhadap penyerapan, jenis

lingkungan yang berbeda-beda, dan tergantung pada buangan polimer sampah

yang berbeda-beda.

F. Mikroplastik Pada Sedimen


27

Hasil pengambilan dan analisis mikroplastik pada sedimen pada setiap pulau

didapatkan mikroplastik pada sedimen diperlihatkan pada Gambar 10 dan

Lampiran 8,9 dan 10

45
Rata-rata Partikel MP/kg BK Sedimen

40
35
30
25
20
15
10
5
0
Rendah Sedang Padat Rendah Sedang Padat Rendah Sedang Padat
KL BT LK
Lokasi

Gambar 11. Rata-rata kelimpahan mikroplastik pada sedimen di pulau Kodingareng


Lompo, Bonetambung, dan Langkai
Berdasarkan pada gambar 11 dapat dijelaskan bahwa setiap tutupan

lamundi pada ketiga pulau positif terkontaminasi oleh mikroplastik dan dinyatakan

salam satuan rata-rata kelimpahan partikel MP/kg B.K. sedimen. Pada pulau

Kodingareng Lompo didapatkan mikroplastik di tutupan lamun rendah sebanyak

11 dengan nilai rata-rata kelimpahan sebanyak 26,28 partikel MP/Kg B.K.

sedimen, pada tutupan sedang didapatkan mikroplastik sebanyak 2 dengan nilai

rata-rata 5,32 partikel MP/kg B.K. sedimen. Pada tutupan padat didapatkan

mikroplastik sebanyak 3 dengan nilai rata-rata sebanyak 5,59 partikel MP/kg B.K.

sedimen.

Rata-rata kelimpahan mikroplastik tertinggi pada pulau Kodingareng

Lompo berada pada tutupan lamun yang rendah ini disebabkan karena lokasi

pengambilan sampel sangat dekat dengan pesisir pulau dan merupakan area yang

dijadikan masyarakat sebagai tempat menyandarkan kapal, dan rata-rata


28

kelimpahan mikroplastik terendah berada pada tutupan sedang, hal ini disebabkan

karena lokasi stasiun ini cukup diantara ketiga stasiun.

Pada pulau Bonetambung mikropastik didapatkan pada tutupan lamun

rendah dengan kelimpahan mikroplastik sebanyak 4 dengan nilai rata-rata 6,59

partikel MP/kg B.K. sedimen. Pada tutupan lamun sedang didapatkan mikroplastik

sebanyak 2 dengan nilai rata-rata 6,37 partikel MP/kg B.K. sedimen, pada tutupan

padat didapatkan mikroplastik sebanyak 9 dengan nilai rata-rata kelimpahan

mikroplastik sebanyak 14,27 partikel MP/kg B.K. sedimen.

Rata-rata kelimpahan mikroplastik tertinggi berada pada tutupan lamun

padat karena lokasi tersebut berdekatan langsung dengan pesisir dan terdapat

buangan sampah disekitar pesisir pulau dan terendah terdapat stasiun sedang.

Pada pulau Langkai didapatkan mikroplastik pada tutupan lamun rendah

didapatkan dengan kelimpahan mikroplastik sebanyak 11 dan rata-rata nilai

kelimpahan sebanyak 26,28 partikel MP/kg B.K. sedimen, pada tutupan lamun

sedang didapatkan mikroplastik sebanyak 2 dengan rata-rata nilai 5,32 partikel

MP/kg B.K. sedimen, dan pada tutupan lamun padat ditemukan mikroplastik

sebanyak 3 dengan rata-rata nilai kelimpahan sebanyak 5,59 partikel MP/kg B.K.

sedimen.

Rata-rata kelimpahan mikroplastik pada sedimen didapatkan tertinggi pada

tutupan lamun rendah ini dikarenakan daerah tersebut memiki kecepatan arus

yang rendah dibanding stasiun padat dan sedang, sehingga transportasi sedimen

beserta sampah dari luar akan masuk kebagian pesisir pantai dan perlahan akan

mengendap lebih cepat pada area yang memiki arus rendah, sedangkan rata-rata

kelimpahan mikroplastik terendah didapatkan pada tutupan lamun sedang.

Mikroplastik yang didapatkan pada sedimen yaitu jenis fiber dan fragmen,

ini dikarenakan lokasi pengambilan sampel yang berdekatan dengan pesisir pulau,

banyaknya buangan sampah masyarakat seperti (botol minuman pembungkus


29

detergen, plastik-plastik pembungkus makanan), kapal, alat pancing menjadi

pemicu adanya mikroplastik yang mengendap pada sedimen, ini sesuai yang

dikemukakan oleh (Dewi et al., 2015) yang mengatakan bahwa mikroplastik jenis

fiber paling bayak berasal dari alat tangkap seperti jaring ikan dan alat pancing,

dan fragmen sendiri berasal dari potongan plastik polimer sintetik seperti botol

minuman sisa-sisa toples yang terbuang.

G. Hubungan antara mikroplastik dengan penutupan lamun

Hasil Uji Statistik dengan korelasi person, ditemukan bahwa tidak ada

hubungan antara tutupan lamun dengan keberadaan atau tidak ada pengaruh

mikroplastik pada biota karena nilainya P>0,05 yang dihasilkan pada Tabel 4.

Tabel 4. Uji korelasi antara tutupan lamun dengan mikroplastik.


Correlations
Tutupan MP MP
Biota
lamun biota sedimen
Pearson
Tutupan lamun 1 .034 .207 -.269
Correlation
Sig. (2-tailed) .932 .593 .484
N 9 9 9 9
Pearson
MP biota .034 1 .758* .435
Correlation
Sig. (2-tailed) .932 .018 .242
N 9 9 9 9
Pearson
Biota .207 .758* 1 .053
Correlation
Sig. (2-tailed) .593 .018 .892
N 9 9 9 9
Pearson
MP sedimen -.269 .435 .053 1
Correlation
Sig. (2-tailed) .484 .242 .892
N 9 9 9 9
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat disimpulan :


30

1. Jumlah mikroplastik didapatkan di Pulau Kodingareng Lompo sebanyak

2 partikel (Pinctada sp.), Pulau Bonetambung sebanyak 3 Partikel

(Pinna muricata), dan Pulau Langkai sebanyak 2 Partikel (Malleus sp.)

2. Jenis mikroplastik yang ditemukan pada semua biota di pulau

Kodingareng Lompo, Bonetambung, dan Langkai adalah fiber atau

filamen.

3. Tidak terdapat hubungan antara tutupan lamun dengan kelimpahan

mikroplastik.

B. Saran

Sebaiknya pada penelitian selanjutkan dilakukan pengamatan bagian isi

tubuh pada biota agar lebih dapat dipastikan bahwa biota tersebut telah

terkontaminasi mikroplastik.
31

DAFTAR PUSTAKA

Azkab, M.H. 1988. Pertumbuhan dan produksi lamun Enhalus acoroides (L.f)
Royle di rataan terumbu Pulau Pari, Kepulauan Seribu. P. 55-59. In: Moosa
MK, Praseno DP & Sukarno (eds.). Teluk Jakarta: Biologi, budidaya,
oseanografi, geologi dan kondisi perairan. Pusat Penelitian Oseanografi-
LIPI. Jakarta.

Bouwmeester H, Hollman PCH, Peters RJB. 2015. Potential health impact of


environmentally released micro- and nanoplastics in the human food
production chain: experiences from nanotoxicology. Environmental
Science & Technology. Epub date July 01, 2015.

Browne MA, Galloway T, Thompson R. 2007. Microplastic--an emerging


contaminant of potential concern Integrated Environmental Assessment
and Management. 3:559-561.

Browne MA, Niven SJ, Galloway TS, Rowland SJ, Thompson RC. 2013.
Microplastic moves pollutantsand additives to worms, reducing functions
linked to health and biodiversity. Current Biology. CB 23:2388-2392.

Brian morton, 2017, article https://www.britannica.com/animal/bivalve.

Carr, A., 1987. Impact of nondegradable marine debris on the ecology and survival
outlook of seaturtles. Mar. Pollut. Bull. 18 (6B), 352-356.

Dewi, SI, Budiyarsa AA, Ritonga IR.,Distribusi mikroplastik pada sedimen di muara
badak, Kapupaten Kutai Kartanegara. Artikel Research get. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan. Fakultas Mulawarman.

Eriksen, M , Lebreton, L C M , Carson, H S , Thiel, M , Moore, C J , Borerro, J C ,


Galgani, F , Ryan, P G , and Reisser, J (2014) Plastic Pollution in the
World’s Oceans: More than 5 Trillion Plastic Pieces Weighing over 250,000
Tons Afloat at Sea PloS One 9, e111913 https://doi org/10 1371/journal
pone 0111913
Galgani, F. The Mediterranean Sea: From litter to microplastics. (2015) Micro
2015: Book of abstracts.

Green, D. S. Effects of microplastics on European flat oysters,Ostrea edulisand


their associated benthic communities. Environ. Pollut.2016, 216, 95−103.

Gregory, M.R., 1996).Gregory, 1996. M.R. GregoryPlastic ‘Scrubbers’ in Hand


Cleansers: a further (and minor) source for Marine Pollution Identified.
Marine Pollution Bulletin

Hutomo, M, Nontji A. Panduan Monitoring Padang Lamun. COREMAP-CTI


Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Bogor . Jawa Barat.

Hickman and Roberts (2001) Integrated principles of zoology — 11th ed., p.247
32

Imhof, H.K., Ivleva, N.P., Schmid, J., Niessner, R.,Laforsch, C., 2013.
Contamination of beachsediments of a subalpine lake with
microplasticparticles. Curr. Biol. 23 (19), R867-R868.
Jones, D.S. 2004. Barnacles (cirripedia: thoracica) of the dampier archipelago,
Western Australia. Records of the Western Australian Museum
Supplement, 66: 121-157.

Kolbasov, G.A. 1993. Revision of the genus acasta leach (cirripedia: balanoidea).
Zoological Journal of the Linnean Society, 109(4): 395-427.

Katsanevakis, S., A. Katsarou. 2004. Influences on the distribution of marine debris


on the seafloor of shallow coastal areas in Greece (Eastern
Mediterranean). Water, Air, and Soil Pollution, 159:325-337 Liebezeit, G.,
Dubaish, F., 2012. Microplastics in Beaches of the East Frisian Islands
Spiekeroog and 866 Kachelotplate. Bulletin of Environmental
Contamination and Toxicology 89, 213-217. doi: 867 10.1007/s00128-012-
0642-7.

Kingfisher, J. 2011. Micro-plastic debris accumulation on puget sound beaches.


Port Townsend Marine Science Center [Internet]. [diunduh 2014 Apr 6].
Tersedia pada:http://www.ptmsc.org/Science/plastic_project/Summit%20
Final%20Draft.pdf. Diakses pada tanggal 8 April 2015 pukul 16.56 WITA.

Lisbeth Van Cauwenberghe, Lisa devriese, François Galgani, Johan Robbens,


Colin R. Janssen. 2015. Microplastics in sediments: A review of techniques,
occurrence and effects. Marine Environmental Research (2015), doi:
10.1016/j.marenvres.2015.06.007.

McKenzie, Campbell, S.J., Roder, C.A. 2003. Seagrass watch:Manual for


mapping & monitoring seagrass resources by community (citizen)
volunteers 2sd edition. The state of Queensland, Departement of Primary
Industries, CRC Reef. Queensland. Pp 104.

Mason, 1981. Biology of freshwater Pollution. Longma. NewYork

Moos, Nadia von, Burkhardi-holm.P and Angela Kohler., 2012. Uptake and Effect
of Microplastic on Cell and Tissue the Blue Mussel Mytilus edulis after an
Experimental Exposure. Environ. Sci. Technol. 46,11327-11335
Mandasari,M.AR 2014. Hubungan Kondisi Padang Lamun dengan Sampah Laut
Di Pulau Barrang Lompo. Skripsi Jurusan Ilmu Kelautan. Fakultas Ilmu
Kelautan dan Perikanan. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Morton Morton, Brian. "Bivalve: The mantle and musculature". Encyclopædia
Britannica. Retrieved 2012-05-05
Morton, B. (2008). "The evolution of eyes in the Bivalvia: new insights". American
Malacological Bulletin. 26 (1–2): 35–45. doi:10.4003/006.026.0205
Nor, M., J.P. Obbard. 2014. Microplastics in Singapore’s coastal mangrove
ecosystems. Marine PollutionBulletin., 79(1/2):278–283.
33

Oyster Reefs: Ecological importance". US National Oceanic and Atmospheric


Administration. Diakses tanggal 2008-01-16.
Philip, R.C., Menez, E,G. 1988. Seagrasses. Washington D.C, Smithsonian
Institution Press Smithsonian Contributionto be Marine Science series
no.34, 104 PC.
Paradinas, L. 2015. The incidence of microplastics in the scyphozoan Pelagia
noctiluca and the anthozoan Actinia equine. Speciality of Oceanography
and Marine Environments. Mention Science of the Universe, Environment,
Ecology. PIERRE ET MARIE CURIE UNIVERSITY. Paris, France

Rahmawati,S., Supriyadi, H.I., Azka, M.H., 2014. Panduan monitoring Padang


Lamun.CORMAP-CTI LIPI. Jakarta.

Reed, C (2016) Plastic Age: How it’s reshaping rocks, oceans and life
NewScientist, Feature 28 January 2015

Rochman, C.M.,Tahir,A.,Baxa, D.V.,Williamsm S., Werorilangi, S. And Teh,


S.J.2015. Antropogenic debris in seafood: Plastic debris and fiber from
textiles in fish and shellfish sold for human comsumprtion. Sci.Report5:
DOI: 10.1038/srp 14340.

Sundt, P , Schulze, P -E , and Syversen, F 2014. Sources of microplastic- pollution


to the marine environment (MEPEX) www miljodirektoratet
no/Documents/publikasjoner/M321/M321 pdf.
Storck, F.R. et al. 2015. Microplastics in FreshWater Resources. Global Water
Research Coalition

Seltenrich, N 2015. New Link in the Food Chain? Marine Plastic Pollution and
Seafood Safety Environ Health Perspect 123, A34–A41 https://doi org/10
1289/ehp 123-a34
Tuwo, A. 2011. Pengelolaan Ekowisata Pesisir dan Laut; Pendekatan Ekologi,
Sosial Ekonomi, Kelembagaan dan Sarana Wilayah. Brilian Internasional.
Makassar.

Thompson, R.C., Olsen, Y., Mitchell, R.P., Davis,A., Rowland, S.J., John, A.W.C.,
McGonigle, D.,Russell, A.E., 2004. Lost at Sea: where is all theplastic?
Science 304 (5672), 838
Tanković, M.S. Perusco, V.S., J. Godrijan, D., M.Pfannkuchen. Marine plastic
debris in the northeastern Adriatic. (2015) Micro 2015. Book
ofabstracts.ational Oceanic and Atmospheric Administration. 2013.
Programmatic environmental assessment (PEA) forthe NOAA Marine
Debris Program (MDP). Maryland (US): NOAA. 168 p.
Victoria. 2016. Kontaminasi Mikroplastik Diperairan Air Tawar . Institut Teknologi
Bandung. Bandung.
Van Franeker, J.A., Blaize, C., Danielsen, J., Fairclough, K., Gollan, J., Guse, N.,
Hansen, P.L.,Heubeck, M., Jensen, J.K., Le Guillou, G., Olsen, B., Olsen,
K.O., Pedersen, J., Stienen,E.W., Turner, D.M., 2011. Monitoring plastic
34

ingestion by the northern fulmar Fulmarus glacialis in the North Sea.


Environ. Pollut. 159:2609–2615.
http://dx.doi.org/10.1016/j.envpol.2011.06.008.

Wright, S.L., Thompson, R.C., Galloway, T.S., 2013. The physical impacts of
microplasticson marine organisms: a review. Environ. Pollut. 178, 483–492.

Zettler, E.R., Mincer, T.J., Amaral-Zettler, L.A.,2013. Life in the “Plastisphere”:


microbialcommunities on plastic marine debris. Environ. Sci.Technol. 47,
7137-7146.

https://oceanservice.noaa.gov/facts/microplastics.html. Diakeses pada tanggal 26


Agustus 2017, Pukul 20.34 WITA. Makassar. Sulawesi Selatan.
https://translate.google.co.id/translate?hl=id&sl=en&u=https://en.wikipedia.org/wi
ki/Filter_feeder&prev=search diakses pada tanggal 11 November 2017.
https://www.conchology.be/?t=66&family=PTERIIDAE&species=Pinctada
https://www.conchology.be/?t=66&family=PINNIDAE&species=Pinna%20nobilis
https://www.conchology.be/?t=66&family=PINNIDAE&species=Pinna%20muricat
a
https://www.conchology.be/?t=77&searchRadioFilter=all&search=atrina+vexillum
&shells=on
35

LAMPIRAN

DATA BENTOS KESELURUHAN


Data pulau Kodingareng Lompo Stasiun 2 (lamun Sedang )
Lampiran 1. Kelimpahan mikroplastik di pulau Kodingareng Lompo di stasiun 2
Ciri-ciri Mikroplastik Perbesar
No Spesies Panjang F Jumlah an Ket
Warna Bentuk Tekstur Lensa
(mm)
1 Pinna sp.
Tidak
2
Ada
4.68 Bening Filament Halus 1 2,2
3 2
Pinctada 1.95 Hitam Filament Halus 1 2,3
sp. Tidak
4
Ada
Tidak
5
Ada
Tidak
6
Ada

Data pulau Bonetambung stasiun 3 (lamun padat)

Lampiran 2. Kelimpahan mikroplastik di pulau Bonetambung pada stasiun 3


Ciri-ciri Mikroplastik perbesar
Jenis an
No Panjang F Jumlah Ket
Spesies Warna Bentuk Tekstur lensa
(mm)
Pinna Tidak
1
muricata Ada
Pinna Tidak
2
nobilis Ada
Pinna Tidak
3
muricata Ada
3.12 Hitam filamen halus 1 2,5
Pinna
4 1.95 Biru filamen halus 1 3 2,5
muricata
1.95 Biru filamen halus 1 2,5
Pinna Tidak
5
muricata Ada
36

Data pulau Langkai stasiun 1 (lamun Jarang)

Lampiran 3. Kelimpahan mikroplastik di pulau Langkai di stasiun 1


Ciri-ciri Mikroplastik perbesar
F Jumlah
No Spesies an Ket
Panjang lensa
Warna Bentuk Tekstur
(mm)
1 3.12 Biru Filament halus 1 1 2,3
Tidak
2
Ada
Malleus sp.
3 1.56 Hitam Filament halus 1 2,5
Tidak
4
Ada

Data pulau Langkai stasiun 2 (lamun sedang)


Lampiran 4. Kelimpahan mikroplastik di pulau Langkai pada stasiun 2
Ciri-ciri Mikroplastik
perbesaran ket
No Spesies Panjang F Jumlah
Warna Bentuk Tekstur lensa
(mm)
-
1 Pinna sp.
- - - - - - -
-
2 Tidak - -
- - - - -
teridentifi
kasi -
3
- - - - - - -

Data pulau Langkai stasiun 3 (lamun Padat)

Lampiran 5. Kelimpahan mikroplastik di pulau Langkai pada stasiun 3


Ciri-ciri Mikroplastik perbesar
No Spesies F Jumah an Ket
Panjang lensa
Warna Bentuk Tekstur
(mm)
Tidak
1
Ada
Malleus Tidak
2
sp. Ada
Tidak
3
Ada

Anadara Tidak
4
sp. Ada
37

Lampiran 6. Rata-rata kelimpahan mikroplastik pada biota di Pulau Kodingareng


Lompo, Bonetambung, dan Langkai
Lokasi ∑ Rata-rata
Spesies ∑individu ∑Mp
Pulau Lamun Mp/ind
Jarang - - - -
Kodingareng Pinctada sp. 5 2 0.08
Sedang
Lompo Pinna sp 1 - -
Padat - - - -
Jarang - - - -
Sedang - - - -
Bonetambung
Pinna muricata 4 3 0.25
Padat
Pinna nobilis 1 - -
Jarang Malleus sp 4 2 0.125±0.072
Pinna sp 1 - -
Sedang
Langkai Bivavia sp 1 2 - -

Padat Mallues sp 3 - -
Anadara sp 1 - -

Lampiran 7. Biota filter feeder yang ditemukan di Pulau Kodingareng Lompo,


Bonetambung, dan Langkai
Lokasi ∑ ∑ind/tot Dimensi
Spesies family indivi al panjang lebar Berat
Pulau Lamun du sampel (cm ) (cm ) (gr)
Jarang - - - - - - -
Pteridae 1 0,2 7,8 3,2 17,91
Pteridae 1 0,2 8 4,8 17,73
Pinctad
KL Sedang Pteridae 1 0,2 8,5 3,3 23,19
a sp.
Pteridae 1 0,2 7,6 4,9 22,23
Pteridae 1 0,2 7,5 3,3 19,82
Padat - - - - - - -
Pinna
pinnadae 1 0,2 9,1 4,6 15,37
nobilis
pinnadae 1 0,2 6,2 3,4 3,98
BT Sedang pinnadae 1 0,2 12 5,8 25,65
Pinna
muricata pinnadae 1 0,2 13,2 6,4 29,67
pinnadae 1 0,2 9,5 6 15,16
Jarang Malleidae 1 0,25 9,4 6,9 31,9
Malleus Malleidae 1 0,25 8,3 3 19,01
sp. Malleidae 1 0,25 7,9 3,4 20,64
LK Malleidae 1 0,25 6,8 2,6 12,84
Pinna
Sedang pinnidae 1 0,33 15,2 11,4 88,2
sp.
Mytilidae 1 0,33 2,1 1,2 1,38
38

Tidak
teridentif Mytilidae 1 0,33 1,1 0,9 0,5
ikasi
Padat Malleidae 1 0,25 10,2 6,2 38,19
Malleus
Malleidae 1 0,25 10,9 3,5 28,57
sp.
Malleidae 1 0,25 3,2 3,6 29,86
Anadara
Arcidae 1 0,25 3,3 2,8 9,65
sp.

Lampiran 8. Mikroplastik pada sedimen pada pulau Kodingareng Lompo


Mikroplastik
Titik Lens
Lokasi Ukuran Jumlah
Sampel Bentuk Warna Kuantitas Zoom
(mm)
Stasiun 1 Titik 9 0,78 fragmen Biru 1 2 1,5
1,95 filamen Orange 1
Titik 6
2,34 filamen Merah 1
Stasiun 2
Titik 7 1,17 filamen Hitam 1 3 1,5

Titik 8 1,95 filamen Hitam 1


1,17 filamen Biru 1
3,51 filamen Hitam 1
Titik 5 1,75 filamen Merah 1 3
1,56 filamen Ungu 1
Stasiun 3 Titik 6 2,34 filamen Merah 1 1 1,5
1,17 filamen Ungu 1
1,95 filamen Ungu 1 4
Titik 8
1,17 fragmen Biru 1
5,46 filamen Hijau 1
39

Lampiran 9. Mikroplastik pada sedimen pada pulau Bonetambung


Mikroplastik
Kode
Lokasi Ukuran Jumlah Lens
Sampel Bentuk Warna Kuantitas
(mm) Zoom
Stasiun 1 5,46 filamen hitam 1
Titik 1 2
1,95 filamen hitam 1
2
Titik 6 0,95 fragmen Biru 1 1
Titik 8 2,73 filamen hitam 1 1
5,07 filamen Ungu 1 1
Stasiun 2 Titik 9 1,5
2,92 filamen Ungu 1 1
1,17 filamen Merah 1
Titik 3 3
2,34 filamen Merah 1
Titik 4 1,95 filamen hitam 1 1
0,78 fragmen Merah 1
Stasiun 3 Titik 5 1,5
3,12 filamen Biru 1 3
2,73 filamen merah 1
Titik 9 1,17 filamen Biru 1 2
1,95 filamen Biru 1

Lampiran 10. Mikroplastik pada sedimen pada pulau Langkai


Mikroplastik
Titik Lens
Lokasi Ukuran Jumlah
Sampel Bentuk Warna Kuantitas Zoom
(mm)
Fragme
2,34 Biru 1
Titik .2 n 2
0,78 filamen Biru 1
6,63 filamen Hitam 1
Titik 6 4,29 filamen Hijau 1 4
Stasiun 1 2,73 filamen Biru 1 1,5
0,2 fragmen Biru 1
0,98 filamen Merah 1
Titik 7 1,56 filamen Bening 1 5
1,56 filamen Hijau 1
2,34 filamen Biru 1
Titik 4 0,59 fragmen Biru 1 1 1,5
Stasiun 2
Titik 9 5,85 filamen Merah 1 1
3,51 filamen Hitam 1
Titik 4 1,5
Stasiun 3 3,71 filamen Biru 1 3
Titik 6 6,63 filamen Biru 1
40

Lampiran 11. Rata-rata kelimpahan mikroplastik pada sedimen di pulau


Kodingareng Lompo,Bonetambung, dan Langkai
Lokasi ∑Rata-rata MP/kg B.k.
∑Sampel ∑Mp
Pulau Lamun sedimen
Rendah 9 11 26.28 ± 14.64
KL Sedang 9 2 5.32 ± 3.74
Padat 9 3 5.59 ± 4.07
Rendah 9 4 6.59 ± 3.61
BT Sedang 9 2 6.37 ± 6.36
Padat 9 9 14.27 ± 7.02
Rendah 9 11 26.28 ± 14.64
LK Sedang 9 2 5.32 ± 3.74
Padat 9 3 5.59 ± 4.07

Lampiran 12. Proporsi biota yang terkontaminasi oleh mikroplastik di Pulau


Kodingareng Lompo,Bonetambung, dan Langkai
Pulau ∑ biota ∑ Mp proporsi
Kodingareng Lompo 6 2 33,33
Bonetambung 5 3 60,00
Langkai 11 2 18,18
22 7

Lampiran 13 % Penutupan lamun di Pulau Kodingareng Lompo


% Penutupan Lamun
No
Jarang Sedang Padat
1 15 55 95
2 8 45 70
3 5 50 75
4 20 70 60
5 25 35 80
Rata-rata 14,6 51 76
41

Lampiran 14. %Penutupan lamun di Bonetambung


% Penutupan Lamun
No
Jarang Sedang Padat
1 20 50 75
2 8 30 70
3 10 60 65
4 8 70 85
5 15 80 90
Rata-rata 12,2 58 77

Lampiran 15. %Penutupan lamun di Pulau Langkai


% Penutupan Lamun
No
Jarang Sedang Padat
1 35 60 90
2 15 45 80
3 35 50 90
4 40 55 95
5 35 35 95
Rata-rata 32 49 90
42

PULAU KODINGARENG

Lampiran 16. Morfologi sampel dan mikroplastik yang didapatkan pada tutupan
sedang di pulau Kodingareng Lompo
Morfologi sampel Mikroplastik
nctada sp.
43

PULAU BONETAMBUNG

Lampiran 17. Morfologi sampel dan mikroplasti yang didapatkan pada tutupan
padat di pulau Bonetambung
No Morfologi Sampel Mikroplastik

Pinna muricata

3
44

PULAU LANGKAI
Lampiran 18. Morfologi sampel dan mikroplastik yang didapatkan pada tutupan
jarang di pulau Langkai

No Morfologi Sampel Mikroplastik

Malleus sp.

Anda mungkin juga menyukai