Anda di halaman 1dari 26

TEKNIK REHABILITASI EKOSISTEM MANGROVE

DI DESA BOJO, KECAMATAN MALLUSETASI, KABUPATEN BARRU

PROVINSI SELAWESI SELATAN

LAPORAN LENGKAP

OLEH:

NAMA : MUHAMMAD TAUFIQ RABBANI


NIM : L011171517
KELOMPOK : V (LIMA)
ASISTEN : HABEL PETRI APPANG

DEPARTEMEN ILMU KELAUTAN


FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Mata Kuliah :Teknik Rehabilitasi Ekosistem Pesisir Dan Laut


Judul Laporan :Teknik Rehabilitasi Ekosisten Mangrove Di Desa Bojo,
Kecamatan Mallusetasi, Kabupaten Barru Provinsi Selawesi
Selatan

Nama / Nim : Muhammad Taufiq Rabbani / L011171517


Kelompok : V (Lima)
Asisten : Habel Petri Appang
Departemen : Ilmu Kelautan
Fakultas : Ilmu Kelautan dan Perikanan

Laporan ini telah diperiksa dan disetujui oleh:

Koordinator Asisten, Asisten,

Husni Awal Habel Petri Appang


L111 15 305 L111 15 507

Koordinator Mata Kuliah,

Prof. Dr. Amran Saru ST, M.Si


NIP. 19670924 199503 1 001

Tanggal Pengesahan:
Makassar, November 2019

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang hingga saat ini masih memberikan kita
nikmat iman dan kesehatan, sehingga saya diberi kesempatan yang luar biasa ini yaitu
kesempatan untuk menyelesaikan Laporan Praktikum Teknik Rehabilitasi Ekosistem
Mangrove Di Tambak Pendidikan Universitas Hasanuddin ini dengan tepat waktu.
Dalam melakukan percobaan ini, tentunya banyak sekali hambatan yang telah
penulis rasakan, oleh sebab itu, kami berterimakasih kepada dosen pembimbing mata
kuliah ini, koordinator asisten, dan para asisten yang telah meluangkan waktunya
untuk membimbing praktikan dari awal praktikum sampai laporan praktikum ini dapat
terselesaikan.
Selain itu kami juga sadar bahwa pada laporan ini dapat ditemukan banyak
sekali kekurangan serta jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, penyusun benar-
benar menanti kritik dan saran untuk kemudian dapat kami revisi dan kami tulis di
masa yang selanjutnya, sebab sekali kali lagi kami menyadari bahwa tidak ada sesuatu
yang sempurna tanpa disertai saran yang konstruktif.
Semoga laporan percobaan ini dapat memberikan manfaat untuk semua yang
membaca. Sekian dan terima kasih

Makassar, November 2019

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN.....................................................................................................ii
KATA PENGANTAR................................................................................................................iii
DAFTAR ISI..............................................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR..................................................................................................................vi
I. PENDAHULUAN....................................................................................................................1
I.1 Latar Belakang................................................................................................................1
I.2 Tujuan Dan Kegunaan..................................................................................................1
I.3 Ruang Lingkup...............................................................................................................2
II. TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................................3
II.1 Pengertian Rehabilitasi...............................................................................................3
II.2 Fungsi dan Peranan Rehabilitasi Mangrove..........................................................3
II.3 Pemilihan Lokasi dan Kesesuaian Jenis Mangrove.............................................4
II.4 Cara Memilih Bibit, Pembibitan, Penanaman, Pemeliharaan.............................4
II.5 Teknik-Teknik Rehabilitasi.........................................................................................9
II.6 Jenis Mangrove yang Dipilih....................................................................................10
III. METODE PRAKTIK..........................................................................................................12
III.1 Waktu dan Tempat.....................................................................................................12
III.2 Alat dan Bahan...........................................................................................................12
III.3 Prosedur Kerja...........................................................................................................13
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN...........................................................................................14
IV.1 Hasil..............................................................................................................................14
IV.2 Pembahasan...............................................................................................................14
V. KESIMPULAN DAN SARAN............................................................................................16
V.1 Kesimpulan..................................................................................................................16
V.2 Saran.............................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................17
LAMPIRAN..............................................................................................................................19

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 5. Lokasi Penanaman Bibit Mangrove....................................................12


Gambar 5. Dokumentasi wawancara bersama warga desa Bojo………………....19
Gambar 6. Foto Kelompok 5……………………………………...............…………..19

v
I. PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Ekosistem Mangrove adalah sebuah lingkungan dengan ciri khusus dimana
lantai hutannya digenangi oleh air dimana salinitas juga fluktuasi permukaan air
tersebut sangat dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Ekosistem mangrove ini
sebenarnya masuk ke dalam lingkup ekosistem pantai sebab ia terletak di kawasan
perbatasan laut dan juga darat. Ia terletak di wilayah pantai dan juga muara sungai.
Hutan mangrove, sebagai sebuah hutan yang tumbuh di wilayah pasang dan surut
akan tergenang air di masa pasang dan akan bebas dari genangan air pada saat air
surut. Komunitas yang ada di dalam hutan mangrove ini sangat adaptif terhadap kadar
garam air laut. Sebagai sebuah ekosistem, hutan mangrove terdiri dari beragam
organisme yang juga saling berinteraksi satu sama lainnya (Anonim, 2010).
Pada umumnya, sebagian masyarakat yang tidak bertanggung jawab lebih
mementingkan keuntungan sesaat tanpa memikirkan kelangsungan kelestarian alam.
Selain itu, kerusakan pesisir adalah juga dampak dari pembangunan industri di pantai.
Reklamasi pantai yang belum terpadu secara menyeluruh, mengakibatkan hilangnya
areal tambak dan hutan mangrove. Hal ini mengakibatkan produksi ikan menipis
karena berkurangnya benih ikan (Saenger, 1983).
Kondisi ekosistem hutan mangrove saat ini sangat memprihatinkan dan pada
umumnya disebabkan oleh konversi lahan secara tidak terkendali. Selanjutnya, hutan
mangrove tersebut akhirnya berubah menjadi pemukiman, lahan pertanian dan tambak
karena selama ini hutan mangrove selalu dianggap lahan yang tidak penting. Selain
itu, hutan mangrove selalu pada posisi yang kalah atau dikorbankan apabila ada
kepentingan ekonomi yang lebih menjanjikan. Konversi lahan ekosistem hutan
mangrove terjadi karena ilmu pengetahuan dan teknologi mengenai pemanfaatan
hutan mangrove masih sangat minim, padahal hutan mangrove apabila dikelola secara
lestari dan berkelanjutan akan memberikan multipler efek yang cukup diandalkan
(Anonim, 2010)

I.2 Tujuan Dan Kegunaan

Tujuan dari praktik lapang ini adalah untuk mengetahui tahapan dalam
melakukan rehabilitasi mangrove dan jenis mangrove apa saja yang dapat ditanam di
Tambak Pendidikan Universitas Hasanuddin, Desa Bojo, Kecamatan Mallusetasi,
Kabupaten Barru.

1
Kegunaan dari praktikum ini yaitu dapat memulihkan kondisi lingkungan yang
telah mengalami degradasi melalui rehabilitasi mangrove, serta menghijaukan
lingkungan pesisir dan pantai melalui rehabilitasi mangrove.

I.3 Ruang Lingkup


Praktikum lapangan tehnik rehabilitasi sumber daya hayati laut mencakup
pemilihan lokasi rehabilitasi, pengambilan serta pemilihan bibit mangrove yang sesuai
untuk di semaikan, penerapan tehnik penyemian, pembuatan lokasi penyemaian guna
mengecilkan kerusakan akibat perubahan kondisi lingkungan serta pemasangan papan
kawasan rehabilitasi mangrove.

2
II. TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Pengertian Rehabilitasi


Ekosistem hutan mangrove merupakan komunitas tumbuhan pesisir yang
memiliki manfaat sangat besar, antara lain sebagai daerah pemijahan jenis ikan
tertentu, daerah asuhan ikan-ikan ekonomis, penyedia nutrien dan zat hara serta
fungsi fisik seperti menjaga daerah pesisir dari abrasi. Secara umum, Kerusakan-
kerusakan yang terjadi di mangrove pada dasarnya disebabkan ketidak pedulian
sebagian masyarakat akan pentingnya ekosistem mangrove yang merupakan
sumberdaya daerah pesisir (Nontji, 1987).
Rehabilitasi ekosistem mangrove adalah tindakan sebagian atau (lebih jarang)
sepenuhnya menggantikan karakteristik struktural atau fungsional dari suatu ekosistem
mangrove yang telah berkurang atau hilang, atau pengganti yang berkualitas.
Sehingga karakteristik ekosistem mangrove hasil rehabilitasi memiliki lebih baik nilai
sosial, ekonomi atau ekologi dibandingkan dengan keadaan lahan mangrove yang
terganggu atau terdegradasi. Dengan demikian, rehabilitasi ekosistem mangrove
merupakan kegiatan pemulihan lahan mangrove yang terdegradasi ke ekosistem
mangrove yang dapat berfungsi kembali terlepas dari keadaan asli dari lahan yang
terdegradasi tersebut. Restorasi mangrove adalah tindakan membawa ekosistem
mangrove ke, sedekat mungkin, dengan kondisi aslinya (Aqsa,2010)

II.2 Fungsi Dan Peranan Rehabilitasi Mangrove

Mangrove memiliki berbagai macam manfaat bagi kehidupan manusia dan


lingkungan sekitarnya. Bagi masyarakat pesisir, pemanfaatan mangrove untuk
berbagai tujuan telah dilakukan sejak lama. Akhir-akhir ini, peranan mangrove bagi
lingkungan sekitarnya dirasakan sangat besar setelah berbagai dampak merugikan
dirasakan di berbagai tempat akibat hilangnya mangrove. Secara umum, fungsi dan
peranan hutan mangrove terhadap manusia dan lingkungannya dapat diuraikan
sebagai berikut (Fitriadi,2005):

1) Melindungi pantai dari erosi dan abrasi


2) Melindungi pemukiman penduduk dari terpaan badai dan angin dari laut
3) Mencegah intrusi air laut
4) Tempat hidup dan berkembang biak berbagai satwa liar seperti ikan, udang,
kepiting, burung, monyet, dsb.
5) Memiliki potensi edukasi dan wisata

3
6) Mitigasi perubahan iklim melalui penyerapan CO2 dari udara, dll.

II.3 Pemilihan Lokasi Dan Kesesuaian Jenis Mangrove

Lokasi penanaman mangrove dapat dilakukan di kawasan hutan lindung, hutan


produksi dan kawasan budidaya. Mangrove dapat juga ditanam di daerah pantai
dengan lebar sebesar 120 kali rata-rata perbedaan air pasang tertinggi dan rendah
yang diukur dari garis air surut terendah ke arah pantai. Bila mangrove akan ditanam di
tepian sungai, maka bisa ditanam di areal yang memiliki lebar 50m ke arah kiri dan
kanan tepian sungai, yang masih terpengaruh air laut. Mangrove dapat juga ditanam di
tanggul, pelataran dan pinggiran saluran air tambak (Kusmana, 2008).

Pemilihan jenis mangrove juga harus disesuaikan dengan lahan yang akan
direhabilitasi. Beberapa jenis mangrove yang cocok untuk kondisi lahan tertentu
menurut Bengen (2006) adalah sebagai berikut :

a) Bakau (Rhizophora spp.) dapat tumbuh dengan baik pada substrat (tanah)


yang berlumpur, dan dapat mentoleransi tanah lumpur-berpasir, dipantai yang
agak berombak dengan frekuensi genangan 20-40 kali/bulan. Bakau merah
(Rhizophora stylosa) dapat ditanam pada substrat pasir berkoral.
b) Api-api (Avicennia spp.) lebih cocok ditanam pada substrat pasir berlumpur
terutama di bagian terdepan pantai, dengan frekuensi genangan 30-40
kali/bulan.
c) Bogem/Prapat (Sonneratia spp.) dapat tumbuh baik dilolasi bersubstrat lumpur
atau lumpur berpasir dari pinggir pantai ke arah darat, dengan frekuensi
genangan 30-40 kali/bulan.
d) Tancang (Bruguiera gymnorrhiza) dapat tumbuh dengan baik pada substrat
yang lebih keras yang terletak ke arah darat dari garis pantai dengan frekuensi
genangan 30-40 kali/bulan.

II.4 Cara Memilih Bibit Yang Baik, Pembibitan, Penanaman, Pemeliharaan

Beberapa langkah berikut perlu dilakukan untuk memastikan terlaksananya upaya


proses penanaman, yaitu:
a. Penyediaan Bibit
Penanaman mangrove dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: menanam
langsung buahnya, cara ini memiliki tingkat keberhasilan antara 20-30%. Cara lain
adalah melalui persemaian bibit, dengan tingkat keberhasilan antara 60-80%
(Fitriadi,2005).

4
Untuk memperoleh bibit mangrove yang baik, pengumpulan buah (propagule)
dapat dilakukan antara bulan September hingga bulan Maret, dengan karakteristik
sebagai berikut berdasarkan jenis tanaman mangrove (Fitriadi,2005):

1) Bakau (Rhizophora spp.), buah sebaiknya dipilih dari pohon yang telah berusia di
atas 10 tahun, buah yang baik dicirikan oleh hampir lepasnya bonggol buah dan
batang buah, ciri buah yang sudah matang
2) Bakau besar (Rhizophora mucronata): warna buah hijau tua atau kecoklatan
dengan kotiledon (cincin) berwarna kuning
3) Bakau kecil (Rhizophora apiculata): warna buah hijau kecoklatan dan warna
kotiledon merah.
4) Tancang (Bruguiera spp.), buah dipilih dari pohon yang berumur antara 5-10 tahun,
ciri buah yang matang: batang buah hampir lepas dari bonggolnya
5) Api-api (Avicennia spp.), bogem (Sonneratia spp.) dan bolicella (Xylocarpus
granatum)
 ciri buah yang matang: warna kecoklatan, agak ketas dan bebas dari hama
penggerek
 lebih baik buah yang sudah jatuh dari pohon

b. Pembibitan

Buah (propagul) mangrove untuk bibit sebaiknya berasal dari daerah setempat,
telah matang dan berkualitas bagus. Sebelum digunakan untuk pembibitan buah
disimpan sementara waktu dengan cara memasukkannya ke dalam ember atau bak
yang berisi air penuh dengan posisi tegak dan diletakkan di tempat yang terlindung dari
sinar matahari. Lama penyimpanan maksimal adalah 10 hari. Untuk menyemaikan
buah mangrove, lumpur dimasukkan ke dalam polibek. Selanjutnya, buah mangrove
disemaikan ke dalam polibek masing-masing 1 buah. Tempat penyemaian buah
mangrove sebaiknya dipilih yang berdekatan dengan lokasi penanaman dengan
perendaman kurang lebih 20 40 kali/bulan. (Kitamura dalam Priyono, 2010).

Berikut ini diterangkan mengenai bagaimana tata cara pembibitan beberapa


jenis mangrove, menurut Taniguchi, dkk (1999) :

Rhizophora spp

Buah yang digunakan untuk pembibitan, sebaiknya dipilih dari pohon mangrove
yang berusia diatas 10 tahun. Buah yang baik, dicirikan oleh hampir lepasnya hipokotil
dari buahnya. Buah yang sudah matang dari Rhizophora spp, dicirikan dengan warna

5
buah hijau tua atau kecoklatan, dengan kotiledon (cincin) berwarna kuning atau merah.
Media yang digunakan untuk pembibitan adalah sedimen dari tanggul bekas tambak
atau sedimen yang sesuai dengan karakteristik pohon induknya. Media dibiarkan
selama kurang lebih 24 jam agar tidak terlalu lembek. Media tanam yang sudah
disediakan, dimasukkan ke dalam kantong plastik hitam (polibek) berukuran lebar 12
cm dan tinggi 20 cm, yang telah diberi lubang keci-kecil kurang lebih 10 buah. Buah
disemaikan masing-masing 1 buah dalam setiap polibek. Buah ditancapkan kurang
lebih sepertiga dari total panjangnya (± 7 cm). Setiap 6-10 buah, diikat menjadi satu
agar tidak mudah rebah. Ikatan dibuka setelah daun pertama keluar. Daun pertama
akan keluar setelah 1 bulan, daun ketiga akan keluar setelah 3 bulan.

Bruguiera spp

Buah dipilih dari pohon yang berumur antara 5-10 tahun. Buah dipilih yang
sudah matang dicirikan oleh hampir lepasnya batang buah dari bonggolnya dan warna
hipokotil merah kecoklatan atau hijau kemerahan. Buah yang terkumpul tidak perlu
dicuci dengan air tapi cukup dibersihkan dengan lap dan dipilih buah yang segar,
sehat, bebas hama dan penyakit, belum berakar dan panjang hipokotilnya 10-20 cm.
Kelopak buah jangan dicabut atau dilepaskan dengan paksa karena dapat merusak
buah. Media yang digunakan untuk pembibitan sama dengan Rhizophora spp. Semua
pekerjaan selalu dilakukan di bawah naungan (tidak mendapat sinar matahari secara
langsung), supaya buah tidak kering. Sebelum penyemaian, polibek dibiarkan
tergenang oleh pasang. Penyemaian dilakukan pada awal pasang purnama, dimana
penggenangannya dapat mencapai hipokotil buah. Penyemaian Bruguiera spp seperti
pada Rhizophora spp, tetapi tidak usah diikat. Ceriops spp Ciri kematangan buah
adalah kotiledon berwarna kuning dengan panjang kotiledon 1 cm atau lebih dan
hipokotil berwarna hijau kecoklatan. Buah yang terkumpul dicuci bersih dan buahnya
dilepas. Kemudian, dipilih buah yang panjang hipokotilnya 20 cm atau lebih. Penyiapan
media untuk Ceriops spp sama dengan penyiapan media semai Rhizophora spp.
Penyemaian buah Ceriops spp sama dengan Bruguiera spp.

Excoecaria spp

Warna buah dari Excoecaria spp yang telah matang adalah kuning kecoklatan.
Buah berbentuk bulat kecil-kecil dan akan jatuh setelah matang. Biji dipilih yang padat
dan mempunyai diameter 3 mm atau lebih. Media yang digunakan untuk pembibitan
sama dengan Rhizophora spp. Excoecaria spp pembibitannya tidak langsung
dilakukan pada polibek. Biji dari Excoecaria spp ditebar di parit yang berisi media dan

6
terlindung dari cahaya matahari secara langsung. Parit dibuat di darat untuk
menghindari biji terbawa arus. Setelah daun Excoecaria spp tumbuh 3-5 buah, bibit
bisa dicabut dan dipindahkan ke polibek. Setiap satu polibek ditanami satu bibit.

Avicennia spp

Ciri kematangan buah adalah warna kulit buah kekuningan, dan kadang kulit
buah sedikit terbuka. Buah yang sudah matang mudah terlepas dari kelopaknya. Buah
dilepas dari kelopaknya dan dipilih buah yang bebas hama dan beratnya 1,5 gram atau
lebih. Setelah kelopak dilepas, buah direndam dalam air selama satu hari agar
terkelupas kulitnya. Buah yang belum terkelupas kulitnya, dapat dikupas dengan
tangan. Kemudian, buah dipindahkan ke dalam ember berisi air payau yang bersih.
Penyiapan media semai Avicennia spp tidak berbeda dengan Rhizophora spp. Polibek
disiram hingga cukup basah, barulah dilakukan persemaian. Buah disemaikan masing-
masing satu buah dalam satu polibek, dengan cara ditancapkan kurang lebih sepertiga
panjang buah ke dalam tanah/media.

c. Penanaman

Beberapa faktor lingkungan penting yang harus diperhatikan sebelum


melakukan tahap penanaman mangrove antara lain adalah tipe substrat, salinitas,
temperature, ketinggian tanah, pH, musim dan saluran air. Substrat untuk penanaman
mangrove harus sesuai dengan jenis mangrove yang akan ditanam. Secara
sederhana, pada sedimen yang berlumpur, maka jenis Rhizopora spp adalah jenis
mangrove yang tepat untuk ditanam. Avicennia spp dan Sonneratia spp, menyukai
tanah berpasir yang berada di pinggiran pantai. Jenis mangrove lainnya seperti
Ceriops spp dan Bruguiera spp bisa hidup bervariasi di substrat lumpur berpasir.
Salinitas atau kadar garam juga perlu diperhatikan, karena mangrove hidup pada
salinitas yang bervariasi. Kadar salinitas yang bervariasi ini ikut pula menentukan pola
penyebaran mangrove di habitatnya (Mayalanda,2014).

Perlu diketahui bahwa penentuan jenis mangrove untuk ditanam disuatu lokasi
harus disesuaikan dengan kondisi substratnya dan budaya masyarakat lokal setempat.
Beberapa hal yang kami temui dilapangan menginformasikan bahwa jenis – jenis
mangrove tertentu cenderung “tidak” disukai untuk ditanam di daerah tertentu, sebagai
contoh di Surodadi, misalnya jenis mangrove Rhizopora spp cenderung tidak bnyak
ditanam tetapi ditebangi, karena di wilayah tersebut perakaran Rhizopora spp
ditengarai telah menyebabkan jebolnya tanggul pertambakan mereka. Untuk itu,

7
mangrove jenis Avicennia spp yang dianggap memiliki sistem perakaran yang lebih
rapat dan mampu menstabilkan tanah tambak (Fitriadi,2005).

Secara teori penanaman mangrove dengan mempergunakan bibit mangrove


akan memiliki tingkat kelulusanhidupan yang lebih tinggi apabila dibandingkan dengan
penanaman mangrove dengan menggunakan propagul. Namun demikian, penanaman
mangrove dengan propagul tanpa penyemaian sebaiknya juga dilakukan terutama
pada saat penyulaman. Faktanya, penanaman mangrove menggunakan propagul juga
seringkali dilakukan dengan alasan bibit mangrove lebih mudah menyesuaikan diri
terhadap lingkungan. Sementara itu, penggunaan propagul sebagai “bahan baku”
penanaman mangrove, walaupun diklaim memiliki daya adaptasi yang lebih tinggi,
tetapi tidak demikian dengan daya tahannya terhadap gelombang (Fitriadi,2005).

Selanjutnya, penanaman bibit mangrove harus dikelompokkan sesuai dengan


jenisnya. Hal ini dilakukan mengingat pada kondisi alami, mangrove memamng
membentuk tegakan murni yang berarti ditemukan secara berkelompok sesuai dengan
jenisnya. Penanaman mangrove sebaiknya dilakukan pada saat air laut surut. Namun
demikian, apabila keadaan tidak memungkinkan, maka penanaman mangrove bisa
tetap dilaksanakan pada saat air tergenang dengan syarat pada saat melakukan
penanaman akar bibit benar – benar tertancap dengan baik di sedimen dan terikat kuat
di smaping ajirnya. Alat dan bahan yang dipergunakan untuk melakukan tahapan
penanaman mangrove adalah bibit mangrove berbagai jenis, cetok, ajir dan tali raffia
(Mayalanda,2014).

Gambar 1. Teknik penanaman mangrove

8
d Pemeliharaan

Setelah program penanaman bibit mangrove selesai, maka kegiatan


selanjutnya yang sangat penting adalah kegiatan pemeliharan. Kegiatan ini meliputi
penyiangan gulma pengganggu dan penyulaman dilakukan setiap bulan, terutama
pada masa pertumbuhan jika ada yang mati. Kegiatan pemeliharaan terhadap
tanaman mangrove diupayakan sampai sekitar 2 tahun. Kemudian penjarangan
dilakukan setelah tegakkan berumur 5-10 tahun, mengingat waktu tanam jarak antara
tumbuhan satu dengan lainnya hanya 1 x 2 meter atau 2 x 3 meter (Pramudji, 2001).

Tahapan pemeliharaan mangrove, memiliki tujuan jangka panjang untuk


memastikan agar bibit-bibit mangrove kita, bisa hidup dalam jangka waktu yang lama.
Hal yang harus dilakukan pada tahapan ini adalah program penjarangan, yaitu berupa
penebangan beberapa buah batang pohon mangrove muda, jika ditengarai bibit
mangrove yang berhasil tumbuh memiliki kepadatan yang sangat tinggi. Hal ini penting
dilakukan untuk memaksimalkan pertumbuhan pohon mangrove lainnya (Priyono,
2010).

Teknik penebangan yang dilakukan adalah hanya menebang beberapa buah


batang pohon muda saja, yang ditengarai menyebabkan terganggunya pohon muda
lainnya dalam mendapatkan pertumbuhannya yang maksimal. Selain penjarangan,
juga dilakukan pembersihan lokasi terhadap hama dan gangguan lainnya seperti
rumput liar, pencemaran minyak dan gangguan lainnya, serta pengelolaan saluran air,
jika didapati terjadinya penutupan saluran air sebagai akibat dari perubahan alam di
daerah pesisir (Priyono, 2010).

II.5 Teknik-Teknik Rehabilitasi

Dalam melakukan penanaman bibit mangrove harus dilakukan dengan teknik-


teknik yang telah ada sebelumnya. Adapun teknik-teknik penanaman bibit mangrove,
sebagai berikut:

a. Teknik tanam Pola merata dan pola strip

Teknik penanaman mangrove dengan menggunakan pola merata


menggambarkan pola yang disusun secara rapi dengan jarak-jarak tertentu antar
mangrove. Sehingga terlihat pola yang sejajar antar bibit mangrove yang ditanam
sedangkan pola strip menggambarkan proses penanaman bibit mangrove dengan

9
membentuk jalur atau wilayah kosong yang dapat dilalui oleh manusia dan pola
penanaman bibit mangrovenya bersilangan (Menhut, 2004).

Gambar 2. Teknik pola merata dan pola strip

b. Teknik tumpang sari mangrove

Teknik tumpang sari mangrove menggambarkan teknik penanaman mangrove


dengan menggunakan tanaman mengrove yang sudah ada sebelumnya dan sudah
besar. Bibit mangrove yang akan ditanam diletakkan di belakang pohon mangrove
yang sudah ada. Sehingga pohon mangrove sebelumnya akan berfungsi sebagai ajir
untuk penahan ombak (Menhut, 2004).

c. Teknik banjar harian

Penanaman bibit dengan teknik banjar harian merupakan teknik penanaman


mangrove dengan memperhatikan beberapa hal seperti (Menhut, 2004):

a) Jarak tanam disesuaikan dengan kondisi lapangan dengan jumlah bibit 5.500
batang/ha.
b) Di dekat ajir dibuat lubang tanam sebesar kantong plastik bibit.
c) Bibit dalam kantong plastik disobek bagian bawah dengan hati-hati supaya
tanah tetap kompak dan perakaran tidak rusak.
d) Ditanam dekat ajir, dan apabila tanahnya sangat lunak atau mudah hanyut
sebaiknya diikatkan dengan tali pada ajir agar bibit tidak roboh.
e) Pada tapak berombak besar disarankan ditanami dengan jenis Rhizophora sp.
dengan pola selang seling, anakan diikat pada tiang pancang/bambu serta
dibuat penghalang ombak.

10
f) Penanaman pada tapak berlumpur dalam sebaiknya menggunakan jenis
Rhizophora sp.

Gambar 3.Teknik Tanam Banjar dengan menggunakan ajir

II.6 Jenis Mangrove yang Dipilih

Jenis Mangrove yang dipilih untuk ditanam adalah Rhizophora mucronata.,


jenis tanaman ini merupakan tanaman tropis yang bersifat halophytic atau toleran
terhadap garam dan memiliki kemampuan khusus untuk beradaptasi dengan kondisi
lingkungan yang ekstrim, seperti kondisi tanah yang tergenang, kadar garam yang
tinggi serta kondisi tanah yang kurang stabil. Kondisi lingkungan seperti itu
menyebabkan Rhizophora sp dipilih untuk ditanam (Gunarto, 2004).

Gambar 4. Rhizophora mucronata. (Noor, dkk. 2012)

Pohon dengan ketinggian mencapai 27 m, jarang melebihi 30 m. Batang


memiliki diameter hingga 70 cm dengan kulit kayu berwarna gelap hingga hitam dan

11
terdapat celah horizontal. Akar tunjang dan akar nafas yang tumbuh dari percabangan
bagian bawah. Terletak dibelakang zona Avicennia dengan substrat masih berupa
lumpur lunak, namun kadar salinitasnya agak rendah serta masih tergenang pada saat
air pasang.

Klasifikasi dari Rhizophora mucronata. (Noor, dkk. 2012):

Kingdom: Plantae
Phylum: Magnoliophyta
Class: Magnoliopsida
Order: Malpighiales
Family: Rhizoporaceae
Genus: Rhizopora
Species: Rhizophora mucronata

12
III. METODE PRAKTIK

III.1 Waktu dan Tempat

Praktik lapang Teknik Rehabilitasi Ekosistem Pesisir dan Laut yaitu


pengambilan data sosial dan ekonomi masyarakat pesisir dilaksanakan pada hari
Sabtu, tanggal 19 Oktober 2019 pada pukul 13.00 - 15.00 WITA. Bertempat di Desa
Kupa, Kecamatan Mallusetasi, Kabupaten Barru, Selawesi Selatan.
Praktik lapang penanaman bibit mangrove dilaksanakan pada hari Minggu,
tanggal 20 Oktober 2019 pada pukul 08.00 - 11.00 WITA di Desa Bojo, Kecamatan
Mallusetasi, Kabupaten Barru, Provinsi Selawesi Selatan.

Gambar 5. Lokasi Penanaman Bibit Mangrove

III.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada praktik lapang ini adalah box digunakan untuk
mengangkut bibit, parang digunakan untuk membuat patok dan penanda lainnya,
sendok semen digunakan untuk mengambil lumpur, gunting digunakan untuk
memotong tali rafiah, roll meter digunakan untuk mengukur jarak dan menentukan titik
penanaman agar lurus, kamera digunakan untuk mendokumentasikan kegiatan.

Bahan yang digunakan pada praktik lapang ini adalah kusioner digunakan
untuk melakukan pendataan sosial ekonomi masyarakat, polybag digunakan sebagai
wadah penanaman bibit, lumpur sebagai substrat penanaman bibit, bibit mangrove
sebagai objek penanaman, patok berupa kayu digunakan sebagai penopang dari bibit
yang akan ditanam, tali rafiah digunakan untuk mengikat bibit mangrove pada patok
kayu, waring digunakan sebagai pelindung area pembibitan mangrove, balok/papan
dan spidol permanen digunakan untuk menandai wilayah yang telah dilakukan

13
rehabilitasi, waring digunakan untuk membatasi wilayah dan menghalau ombak
langsung menghantam area penanaman bibit.

III.3 Prosedur Kerja

Adapun prosedur kerja yang dilakukan yaitu menyiapkan alat dan bahan yang
akan digunakan, mencari bibit mangrove yang belum tertanam disepanjang tumbuhan
mangrove, setelah itu mencari substrat berupa lumpur yang akan digunakan untuk
pembibitan mangrove dan memasukkan lumpur ke dalam polybag, selanjutnya
polybag yang berisi lumpur diatur ke tempat pembibitan.
Setelah sampai ditempat pembibitan tanam bibit mangrove ke dalam polybag
dengan susunan teratur dan pasangkan waring untuk melindungi bibit mangrove dari
hantaman ombak, Selanjutnya memilih lokasi tempat penanaman bibit mangrove,
Kemudian menandai lokasi yang akan menjadi lahan pembibitan dengan balok/papan
perkelompok dan memasang patok dari kayu sebagai tempat yang akan ditanami bibit
mangrove, menanam bibit mangrove dilakukan dengan menancapkan patok dari kayu
terlebih dahulu lalu menancapkan bibit mangrove, kemudian diikat dengan
menggunakan tali rafiah dengan jarak 1x1 meter.
Selanjutnya memasang waring seluas lahan yang telah ditanami bibit mangrove
yang berfungsi melindungi bibit mangrove yang akan ditanam. Dalam pemasangan
waring ini kita harus mengetahui darimana arah datangnya ombak sehingga dapat
menghalau ombak yang dating.

14
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil

Setelah melakukan wawancara dengan beberapa warga di desa Bojo, warga di


daerah tersebut sebagian besar bermata pencaharian sebagai nelayan dan ada juga
yang mengelola tambak. Pada lokasi pengamatan banyak diantara masyarakat yang
tidak mengetahui manfaat dari tanaman mangrove. Hal tersebut dikarenakan
kurangnya melibatkan masyarakat dalam kegiatan penanaman mangrove.

Adapun hasil wawancara warga di desa Bojo mengenai jenis-jenis mangrove


yang diketahui oleh responden yaitu jenis Bakau (Rhizophora sp.), Api-api (Avicennia
sp.), dan Nipah (Nypa sp.). Jenis-jenis mangrove tersebut adalah ekosistem yang
berada di daerah tepi pantai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut sehingga
substratnya selalu tergenang air. Ekosistem mangrove berada di antara level pasang
naik tertinggi sampai level di sekitar atau diatas permukaan laut rata-rata pada daerah
pantai yang terlindungi dan menjadi pendukung berbagai jasa ekosistem di sepanjang
garis pantai di kawasan tropis.

Hasil dari penanaman mangrove yang dilakukan di Kabupaten Barru yaitu


beberapa bibit mangrove dapat tumbuh dan sebagian lainnya terbawa oleh arus. Hal
ini disebabkan karena beberapa faktor penghambat dalam kegiatan penanaman
mangrove tersebut, seperti ketidaksesuaian substrat, buah sebaiknya dipilih dari pohon
mangrove sebaiknya yang berusia diatas 10 tahun, dan beberapa faktor lainnya.

IV.2 Pembahasan

Pemilihan lokasi penanaman mangrove didasarkan pada hasil pengamatan


dilapangan dan hasil pengukuran kerapatan relatif mangrove yang menunjukan bahwa
keadaan mangrove dilokasi penanaman tergolong rusak atau kerapatan mangrovenya
jarang. Hal ini sesuai dengan peraturan tentang kriteria baku kerusakan mangrove
yang dikeluarkan oleh Mentri Negara Lingkungan Hidup No 201 tahun 2004 yang
mengatakan bahwa penutupan mangrove kurang dari 50% dan kerapatan kurang dari
1000 pohon per hektar tergolong rusak atau jarang. Berdasarkan hal tersebut maka
lokasi penanaman mangrove dipilih di area tersebut.

Dari hasil yang didapatkan dapat dikatakan bahwa partisipasi masyarakat


dalam kegiatan rehabilitasi hutan mangrove pada kawasan pesisir khususnya desa

15
bojo kurang karena pemerintah daerah hanya melibatkan beberapa warga yang telah
paham mengenai teknik rehabilitasi mangrove dalam kegiatan tersebut. Sehingga
beberapa responden yang merupakan warga desa bojo tidak mendapatkan peran
dalam kegiatan rehabilitasi hutan mangrove karena minimnya pengetahuan dan
pelatihan dari Pemerintah Daerah.

Warga desa Bojo mengharapkan pemerintah dapat melakukan kegiatan


sosialisasi dan penyuluhan tentang teknik rehabilitasi ekosistem pesisir secara
menyeluruh serta upaya yang dapat dilakukan oleh warga desa bojo untuk turun
langsung melakukan kegiatan penanaman serta pemeliharaan mangrove di kawasan
pesisir desa Bojo.

16
V. KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan

Ekosistem Mangrove adalah sebuah lingkungan dengan ciri khusus dimana


lantai hutannya digenangi oleh air dimana salinitas juga fluktuasi permukaan air
tersebut sangat dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Ekosistem mangrove ini
sebenarnya masuk ke dalam lingkup ekosistem pantai sebab ia terletak di kawasan
perbatasan laut dan juga darat. Ia terletak di wilayah pantai dan juga muara sungai.
Hutan mangrove, sebagai sebuah hutan yang tumbuh di wilayah pasang dan surut
akan tergenang air di masa pasang dan akan bebas dari genangan air pada saat air
surut. Komunitas yang ada di dalam hutan mangrove ini sangat adaptif terhadap kadar
garam air laut. Sebagai sebuah ekosistem, hutan mangrove terdiri dari beragam
organisme yang juga saling berinteraksi satu sama lainnya.
Rehabilitasi ekosistem mangrove adalah tindakan sebagian atau (lebih jarang)
sepenuhnya menggantikan karakteristik struktural atau fungsional dari suatu ekosistem
mangrove yang telah berkurang atau hilang, atau pengganti yang berkualitas.
Sehingga karakteristik ekosistem mangrove hasil rehabilitasi memiliki lebih baik nilai
sosial, ekonomi atau ekologi dibandingkan dengan keadaan lahan mangrove yang
terganggu atau terdegradasi.

Setelah melakukan wawancara dengan beberapa warga di desa Bojo, warga di


daerah tersebut sebagian besar bermata pencaharian sebagai nelayan dan ada juga
yang mengelola tambak. Pada lokasi pengamatan banyak diantara masyarakat yang
tidak mengetahui manfaat dari tanaman mangrove. Hal tersebut dikarenakan
kurangnya melibatkan masyarakat dalam kegiatan penanaman mangrove.

Warga desa Bojo mengharapkan pemerintah dapat melakukan kegiatan sosialisasi


dan penyuluhan tentang teknik rehabilitasi ekosistem pesisir secara menyeluruh serta
upaya yang dapat dilakukan oleh warga desa bojo untuk turun langsung melakukan
kegiatan penanaman serta pemeliharaan mangrove di kawasan pesisir desa Bojo.

V.2 Saran

Saran untuk praktik lapang Teknik Rehabilitasi yaitu sebaiknya pembagian


kelompok diperbanyak lagi agar praktikan lebih mudah memahami penjelasan dari

17
masing-masing asisten di setiap kelompoknya dan sebaiknya pada proses penanaman
mangrove dilakukan di dua lokasi berbeda agar lebih efektif.

18
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010 [online] http://poltekipb.wordpress.com/2009/09/13, (Diakses pada hari


Sabtu, tanggal 1 Desember 2013, Pukul 22.00 WITA)

Aqsa, Muhammad. 2010. Rehabilitasi Dan Konservasi Mangrove Dalam Menunjang


Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) Selat Tiworo.

Bengen, Dietriech G. 2006. Pedoman Teknis Pengenalan Dan Pengelolaan Ekosistem


Mangrove. PKSPL-IPB (Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Laut Institut
Pertanian Bogor). Bogor.

DKP, 2010. Rehabilitasi Di Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil http://diskanlut-


jateng.go.id/index.php/read/news/detail/62 [Diakses tanggal 6 November 2019]

Fitriadi. Gunawan, T. Rijanta. 2005. Peran Pemerintah Dan Partisipasi Masyarakat


Dalam Rehabilitasi Hutan Mangrove: Kasus Di Kecamatan Pemangkat
Kabupaten Sambas Kalimantan Barat. Pusat Studi Lingkungan IIidup
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Indonesia.

Gunarto. 2004. Konservasi Mangrove Sebagai Pendukung Sumber Hayati Perikanan


Pantai. Jurnal Litbang Pertanian.

Kusmana, C. 2008. Studi ekologi hutan mangrove di pantai timur Sumatera Utara.

Kitamura, S., C. Anwar, A. Chaniago, S. Baba. 1997. Buku Panduan Mangrove di


Indonesia. Bali dan Lombok. Departemen Kehutanan Republik Indonesia dan
Japan International Cooperation Agency.

MENHUT. 2004. Pedoman Pembuatan Rehabilitasi Hutan Mangrove Gerakan


Rehabilitasi Hutan dan Lahan. Peraturan Menteri Kehutanan. Jakarta.
http://www.dephut.go.id/uploads/files/P35_2010.pdf

Nontji, A. 1987. Laut Nusantara (Marine Nusantara). Djambatan. Jakarta,  Indonesia.

Noor, Y. R., Khazali, M., Suryadiputra, I N.N. 2012. Panduan Pengenalan MANGROVE
di Indonesia. Cetakan ulang ketiga. Bogor Onrizal. 2014. Merancang Program
Rehabilitasi Mangrove yang Terpadu dan Partisipatif. Program Studi
Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Mayalanda, Y. Yulianda, F. Setyobudiandi, I. 2014. Strategi rehabilitasi ekosistem


mangrove melalui analisis tingkat kerusakan di Suaka Margasatwa Muara
Angke, Jakarta.

19
Pramudji. 2001. Upaya Pengelolaan Rehabilitasi Dan Konservasi Pada Lahan
Mangrove Yang Kritis Kondisinya. Oseana, Volume XXVI, Nomor 2, 2001 : 1-8

Priyono, A. 2010. Buku Panduan Praktis Teknik Rehabilitasi Mangrove di Kawasan


Pesisir Indonesia. KeSEMaT, Semarang.

Saenger, P., E. J. Hegerl & J. D. S. Davie. 1983. Global Status of Mangroves


Ecosystems. IUCN Commission on Ecology Papers No. 3.

Taniguchi, K., S. Takashima, O. Suko. 1999. Manual Silvikultur Mangrove untuk Bali
dan Lombok. Departemen Kehutanan dan Perkebunan Republik Indonesia dan
Japan International Cooperation Agency. Bali.

20
LAMPIRAN

Gambar 6. Dokumentasi wawancara bersama warga desa Bojo

Gambar 7. Foto Kelompok 5

21

Anda mungkin juga menyukai