Anda di halaman 1dari 15

1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Udang merupakan salah satu komoditas perikanan andalan Indonesia yang
menjadi komoditas ekspor, ini terbukti dari data ekspor tahun 2013 sebesar 13.500
ton perbulan maka diperkirakan volume ekspor udang Indonesia pada tahun 2014
ini berkisar sebesar 180 ribu ton. Peningkatan volime ekspor udang selama ini
juga diikuti dengan peningkatan nlai volume ekspor udang meningkat tinggi
Ditjen Perikanan Budidaya (2014). Berdasarkan komoditas makaproduksi udang
vaneme terus mengalami peningkatan pada tahun 2014 diliris oleh Badan
Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Periknan (BKIPM)
Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP), indinesia mengekspor produk
perikanan mati sebanyak 81.916,31 ton sepanjang 2017 salah satunya produk
perikanan udang vaname 6.655,42 ton (8,13%). Negara tujuan utama Amerika
Serikat (70,50%), Jepang (10,94%), dan Vietnam (5,065). Ada dua komoditas
udang yang menjadi andalan, yakni udang windu dan udag vaname. Sementara
produksi udang windu pada tahun 2014, produksinya masih dibawah tahun
sebelumnya begitu juga dengan udang lainnya Ditjen Perikanan Budidaya (2014).
Udang Vanname (Litopenaeus Vannamei) merupakan udang introduksi
yang secara ekonomis bernilai tinggi sebagian komoditi ekspor karena diminati
pasar dunia. Nama lain dari udang vaneme ini adalah panaeus vannamei, white
leg shrimp, camaron pati blanco (spain), crevette pattes blanches (france) dan
lain-lain (panjaitan 2014). Dimana kita ketahui udang memiliki citra rasa khas
sehingga kebanyaan orang mengonsumsi udang tersebut tetapi komponen yang
memberikan citra rasa itu seperti asam amino yang relative tinggi), juga
merupakan substrat untuk memacu pertumbuhan bakteri yang jika dibiarkan akan
menyebabkan kemunduran mutu pada udang tersebut hingga menyebabkan
kebusukan. Bahkan jika dibandingkan dengan komuditas lainnya, udang lebih
cepat mengalami kemunduran mutu atau pembusukan karena memiliki kandungan
protein yang tinggi, maka udang termaksud komuditas yang mudah rusak di
sebabkan oleh aktivitas enzim dan bakteri, oleh karena itu penanganan udang
sangan mempengaruhi mutu hasil olahan.
Penanganan adalah rangkaian kegiatan penanganan untuk mendapatkan
produk yang baik yang bertujuan untuk mempunyai jaminan mutu untuk
mendapatkan bahan baku yang bebas dari bakteri patogen dan memenuhi
persyaratan mutu. Penanganan proses penerimaan bahan baku merupakan
kegiatan yang sangat penting, agar mutu bahan baku tetap terjaga hingga proses
pengolahan. Bahan baku yang diterima harus ditangani dan dikendalikan dengan
baik agar tetap menghasilkan mutu yang baik. Umumnya bahan baku untuk pabrik
pengolahan udang beku berasal dari udang laut yang di ditangkap oleh nelayan
dengan kapal, dan sebagian ada yang berasal dari udag tambak. Selama
penanganan sejak dari penangkapan, pengumpulan dan pengangkutan ke pabrik,
udang telah mengalami penguraian yang disebabkan oleh aktivitas enzim bakteri,
sehingga terjadi kemunduran mutu organoleptik dalam bentuk perubahan rupa,
warna, bau, tekstur dan rasa. Untuk mengetahui kualitas dari mutunudang tersebut
maka diperlukan pengujian organoleptik.
Uji organoleptik atau uji indra atau uji sensori merupakan cara pengujian
dengan menggunakan indra manusia sebagai alat utama untuk mengetahui kondisi
dan tingkat kesegaran udang. Pengujian organoleptik mempunyai peranan penting
dalam penerapan mutu. Pengujian organoleptik dapat memberikan indikasi
kebusukan, kemunduran mutu dan kerusakan lainnya dari produk. Pengujian
organoleptic ditujukkan pada mata, daging, bau dan tekstur.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah pada proposal pelaksanaan kerja peraktek akhir
(KPA) ini adalah :
1. Bagaimana cara penanganan bahan baku dalam proses pembekuan udang
vaname (litopenaeus vannemei) di PT. Pulau Mas Pontianak
2. Berapa nilai organoleptic pada bahan baku udang di PT. Pulau Mas
Pontianak.

1.3 Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai pada proposal praktek kerja akhir (KPA) ini
antara lain :
1. Melakukan penanganan bahan baku dalam proses pembekuan udang vaneme
(litopenaeus vannemei) di PT. Pulau Mas Pontianak.
2. Menganalisa mutu organoleptik bahan baku udang di PT. Pulau Mas
Pontianak

1.4 Manfaat
Manfaat yang ingin dicapai dari praktek kerja akhir (KPA) ini di antara
lain:
1. Mengetahui cara penanganan bahan baku udang di PT. Pulau Mas Pontianak
2. Mengetahui nilai organoleptik bahan baku udang di PT. Pulau Mas Pontianak
2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi Dan Morfologi Udang Vannamei


2.1.1 Klasifikasi Udang Vannamei (Litopenaeus Vannamei)
Klasifikasi udang putih atau Udang Vaname menurut (Effendie, 1997)
adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Sub Kingdom : Metazoa
Filum : Arthropoda
Subfilum : Crustacea
Kelas : Malacostraca
Subkelas : Eumalacostraca
Superordo : Eucarida
Ordo : Decapoda
Subordo : Dendrobrachiata
Famili : Penaeidae
Genus : Litopenaeus
Spesies : Litopenaeus vannamei

2.1.2 Mofologi Udang Vannamai (Litopenaeus Vannamei)


Umumnya tubuh udang dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian
kepala dan bagian badan. Bagian kepala menyatu dengan bagian dada disebut
cephalothorax yang terdiri dari 13 ruas yaitu 5 ruas di bagian kepala dan 8 ruas
dibagian dada. Bagian badan dan abdomen terdiri dari 6 ruas tiap-tiap ruas
(segmen) mempunyai sepasang anggota badan (kaki renang) yang beruas-ruas.
Pada ujung ruas keenam terdapat ekor kipas 4 lembar dan satu telson yang
berbentuk runcing. Bagian kepala dilindungi oleh cangkang kepala atau carapace
bagian depan meruncing dan melengkung membentuk huruf S yang disebut cucuk
kepala atau rostrum (Kordi, G. 2007).
Menurut Haliman dan Adijaya (2005) udang putih memiliki tubuh
berbuku-buku dan aktivitas berganti kulit luar (eksoskeleton) secara periodik
(moulting) Pada bagian kepala udang putih terdiri dari antena antenula dan 3
pasang maxilliped. Kepala udang putih juga dilengkapi dengan 3 pasang
maxilliped dan 5 pasang kaki berjalan (periopoda). Maxilliped sudah mengalami
modifikasi dan berfungsi sebagai organ untuk makan. Pada ujung peripoda
beruas-ruas yang berbentuk capit (dactylus) ada pada kaki ke-1, ke-2, dan ke-3.
Abdomen terdiri dari 6 ruas pada bagian abdomen terdapat 5 pasang (pleopoda)
kaki renang dan sepasang uropods (ekor) yang membentuk kipas bersama-sama
telson. Udang juga mengalami moulting pada saat bulan purnama atau bulan mati
(moulting secara normal) dan moulting pada saat mengalami stres yang
diakibatkan oleh lingkungan dan penyakit (Suyanto dan Mujiman, 2003).

2.1 Proses Kemunduran Mutu Udang


Kemunduran mutu udang segar sangat berhubungan dengan komposisi
kimia dan susunan tubuhnya. Sebagai produk biologis, udang termasuk bahan
makanan yang mudah busuk bila dibandingkan dengan ikan. Oleh karena itu,
penanganan udang segar memerlukan perhatian dan perlakuan cermat. Susunan
tubuh udang mempunyai hubungan erat dengan masa simpannya. Bagian kepala
merupakan bagian yang sangat berpengaruh terhadap daya simpan karena bagian
ini mengandung enzim pencernaan dan bakteri pembusuk. Proses penurunan mutu
udang disebabkan oleh faktor-faktor yang berasal dari badan udang itu sendiri dan
faktor lingkungan. Penurunan mutu ini terjadi secara autolisis, bakteriologis, dan
oksidasi (Purwaningsih 1994).
2.1.1 Autolisis
Penurunan secara autolisis adalah suatu proses penurunan mutu yang
terjadi karena kegiatan enzim dalam tubuh udang yang tidak terkendali sehingga
senyawa kimia pada jaringan tubuh yang telah mati terurai secara kimia.
Penurunan mutu ditandai dengan rasa, warna, tekstur, dan rupa yang berubah.
Proses enzimatik yang terjadi juga sangat mempengaruhi rupa udang yaitu
pembentukan bercak hitam melanosis dengan gejala terjadinya penghitaman pada
kepala, ruas-ruas dan ekor. Proses melanosis ini segera dan cepat dipengaruhi oleh
keadaan kering, adanya oksigen, suhu tinggi dan faktor waktu (Ilyas 1993).
2.1.2 Bakteriologis
Penurunan mutu secara bakteriologis adalah suatu proses penurunan mutu
yang terjadi karena adanya kegiatan bakteri yang berasal dari lendir pada
permukaan tubuh, insang, dan saluran pencernaan. Penurunan mutu ini
mengakibatkan daging udang terurai dan menimbulkan bau busuk Purwaningsih
1994. Kandungan bakteri pada udang sangat bervariasi tergantung pada
kebersihan udang waktu ditangkap, cara penanganan, dan lain-lain, dimana akan
mempengaruhi penurunan mutu udang Ilyas 1993.
2.1.3 Oksidasi
Penurunan mutu secara oksidasi biasanya terjadi pada udang yang
kandungan lemaknya tinggi. Lemak udang akan dioksidasi oleh oksigen yang
berada di udara sehingga menimbulkan bau dan rasa tengik purwaningsih 1994.

2.3. Pengawasan Mutu Produk


Pengawasan mutu produk adalah prioritas utama yang harus diberikan
terhadap mutu produk. Mutu produk yang prima adalah cermin dan jaminan
terhadap tingkat kesegeran produk. Penyesuaian untuk dikonsumsi, dan tidak
terkontaminasi sedikitpun oleh bibit penyakit yang dapat membahyakan
kesehatan.
Pengawasan mutu harus dimulai sejak dari penangkapannya. Penggunaan
es yang sangat memadai, mempersingkat jangka waktu selama penangkapan dan
pembekuan, serta penggunaan peralatan pengolahan yang harus memenuhi
persyaratan higienenya untuk mencapai mutu produk yang prima. Dalam
pengolahan udang dikenal semacam aksioma. Aksioma ini menyatakan bahwa
“dari bahan baku yang baik belum tentu akan dihasilkan produk yang baik jika
cara pengolahannya tidak memadai, dan sebalilknya, dari bahan baku yang jelek,
sebaik apapun cara pengolahannya tidak akan dapat diperoleh produk akhir yang
bermutu baik”( Murty, 1991 )

2.4 Prinsip Penanganan Bahan Baku


Prinsip yang dilakukan dalam penananan udang adalah mempertahankan
kesegaran udang selama mungkin dengan cara memperlakukan udang secara
cermat dan hati-hati, segera dan cepat serta harus terjaga rantai dinginnya. Proses
mempertahankan kesegaraan udang tidak terlepas dari penggnaan suhu rendah
selama penanganan dan pengolahan. Antara suhu 1oC sampai 5oC aktivitas akteri
terhambat dan enzim pada daging udang dalam keadan tidak aktif.
Penanganan adalah rangkaian kegiatan penanganan untuk mendapatkan
produk yang baik yang bertujuan untuk mempunyai jaminan mutu mendapatkan
bahan baku yang bebas bakteri pathogen dan memenuhi persyaratan mutu. Untuk
mempertahankan agar mutu udang tetap baik harus ditangani dengan hati-hati dan
jangan sembarangan, penanganan tersebut yang harus diperhatikan adalah
kebersihan peralatan yang digunakan, penanganan harus cepat dan cermat,
hindarkan terkena matahari secara langsung, mencuci udang dari kotoran dan
lumpur dengan air bersih masukan ke dalam keranjang, ember atau tong dan
disiram dengan air bersih, lebih baik lagi dari mulai awal menggunakan es batu
untuk mendinginkannya, dan mengelompokkannya menurut jenis dan ukurannya
(Wijandi, 2003).

2.5 Sanitasi Dan Higiene


Sanitasi merupakan pengendalian yang terencana terhadap lingkungan
produksi,bahan-bahan baku, peralatan dan pekerja untuk mencegahpencemaran
pada hasil olah, kerusakan hasil olah,mencegah terlanggarnya nilai estetika
konsumen sertamengusahakan lingkungan kerja yang bersih dan sehat. Sedangkan
higiene adalah berhubungan dengan masalah kesehatan dan berbagai usaha yang
dilakukan untuk mempertahankan atau memperbaiki kesehatan.Sanitasi hasil
perikanan adalah upaya pencegahan terhadap kemungkinan berkembang biaknya
jasad renik pembusuk dan pathogen dalam hasil perikanan dan membahayakan
manusia (siswati, 2004)
Menurut Sandra (2015), Teknik sanitasi dan higiene adalah segala
kegiatan yang berkaitan dengan upaya pemeliharaan kebersihan dan kesehatan
dalam proses produksi. Persyaratan sanitasi adalah standar kebersihan dan
kesehatan yang harus dipenuhi, termasuk standar higiene, sebagai upaya untuk
mematikan atau melakukan penencegahan hidupnya jasad renik pathogen dan
mengurangi jasad renik pembusuk lainnya agar hasil olahan perikanan yang
dihasilkan dan dikonsumsi tidak membahayakan kesehatan. Program sanitasi
dijalankan sama sekali tidak hanya mengatasi masalah kotornya lingkungan
pemrosesan bahan baku, tetapi untuk menghilangkan kontaminan dari makanan
dan mesin pengolahan makanan serta mencegah terjadinya kontaminasi kembali
( Winarno, 2004 ).
Kontaminasi yang mungkin timbul berasal dari pestisida, bahan kimia,
insekta, tikus, dan pertikel-pertikel asing seperti, rambut, pecahan gelas, dan lain-
lain. Tetapi yang penting dari semua itu adalah kontaminasi mikroba (Winarno
2004).
Prinsip sanitasi adalah :
1. Membersihkan
Menghilangkan mikroorganisme sisa makanan dan tanah yang akan menjadi
media yang baik bagi pertumbuhan mikroba.

2. Pelaksanaan Sanitasi
Menggunakan zat kimia dan metode fisika (sesudah bersih) untuk
menghilangkan mikroorganisme yang tertinggal pada permukaan alat dan
mesin pengolahan makananan.

2.6 Persyaratan Bahan Baku


Adapun syarat-syarat bahan baku menueurt Departemen Kesehatan adalah
sebagai berikut :
a. Unit pengolahan dilarang mengolah udang yang berasal dari atau ditangkap
diperairan yang tercemar. Perairan yang tercemar adalah perairan yang ditulari
baik dengan sengaja atau tidak boleh kotor oleh manusia dan hewan yang
dapat menulari produk yang mungkin dimakan tanpa dipanaskan atau
dimasak.
b. Udang yang diolah haru bersih, segar, bebas dari segalah bau yang
menandakan pembsukan, bebas dari dekomposisi dan pemalsuan, bebas dari
sifat-sifat alami lainnya yang dapat menurunkan mutu produk, dan tidak
membahayakan kesehatan bagi yang mengonsumsinya.
c. Udang yang karna suatu hal yang terkontaminasi atau yang dipilih dari
kelompok yang telah dianggap sisa pengolahan dilarang diolah untuk tujuan
manusia.
Berdasarkan SNI – 2705.1 – 2006 bahan baku udang beku adalah semua
jenis udang segar yang dapat ditangani dan diolah untuk dijadikan produk akhir
berupa udang beku. Pada dasarnya semua jenis udang dapat di bekukan tetapi
pada umumnya yang dijadikan bahan baku adalah jurbung (paneus merguensis),
udang kelong (Indicus), Udng kembung ( panaeus inicus), udang baku ( penaeus
semiculstus), udang windu (panaeus monodon), udang harimau (porapenaoepsis
scuiptilis) dan udang bacang (metapenaeus br evic ornis).
Persyartan mutu bahan baku menurut direktur jederal perikanan (1993),
berdasarkan konsep SNI 01 -2705.1 – 1992, menyatakan bahwa bahan baku yang
digunakan harus bersih, bebas dari setiap bau yang menandakan pembusukan,
bebas dari tanda-tanda dekomposisi, dan bebas dari sifat-sifat alamiah lain yang
dapat menurutkan mutu produk serta tidak membahayakan kesehatan.

2.7 Pemgujian Orgnoleptik


pengujian organoleptik merupakan cara pengujian menggunakan indera
manusia sebagai alat utama untuk menilai mutu ikan hidup dan produk perikanan
yang segar utuh. Keseragaman jenis ukuran sangat diperlukan untuk menentukan
bentuk dan tipe produk yang akan diolah. Oleh sebab itu udang tersebut tidak
boleh cacat atu rusak yang akan mengurangi tingkatan mutu udang yang akan
diolah.
Sasaran alat indra ini ditunjukan untuk berbagai aspek mutu yang mrliputi
penampakan, bau, rasa dan konsistensi serta beberapa faktor lain yang mngkin
diperlukan produk tersebut. Metode pengujian yang dipakai dalam standar ini
adalah dengan penggunakan score sheet sesuai dengan produk yang diuji. Skala
angka yang tercantum dalam scre sheet adalah mulai dari angka satu sebagai nilai
terendah dan angka Sembilan sebagai nilai tertinggi. Skala angka ditunjukan
dengan spesifikasi masing-masing produk yang dapat diberi pengertian pada
panels (orang yang melakukan pengujian organoleptic) yang kemudian panelis
langsung memberikan penilaian pada score sheet tersebut.
Adapun syarat-syarat panelis adalah sebagai berikut :
1. Syarat-syarat panelis
a. Calon panelis harus tertarik terhadap uji organoleptic dan mau
berpatisipasi (faktor motivasi)
b. Calon panelis harus terampil serta konsisten dalam mengambil keputusan.
c. Calon panelis harus siap uji terlebih dahulu kemampuannya dalam
melakukan organoleptic.
d. Calon panelis harus sedia pada saat dibutuhkan dalam pengujian.
e. Calon panelis harus berbadan sehat, bebas dari penyakit THT, mata/buta
warna dan psikologis.
f. Kebiasaan merokok, minum-minuman keras dan makan permen karet satu
jam sebelum pengujian harus ditentkan.
g. Calon panelis tdak menolak terhadap maan yang di ujikan (alergi).
2. Jumlah panelis yang dipakai minimal dalam satu kali pengujian adalah enam
orang panelis non standar 20 orang.
Metode yang digunakan dalam pengujian organoleptik ini adalah scring
test. Pelaksanaan uji organoleptic ini dengan menggunakan skala angka. Skala
angkat terdiri dari 1-9 yang ditunjang spesifikasi masing-masing produk yang
dapat memberikan pengertian pada penelis. Skala angka dan spesifikasinya ini
dicantumkan dalam score sheet. Organoleptic yang kemudian penulis langsung
mencantumkan penilaian dengan score sheet tersebut. Pengujian ini dengan
menggunakan alat berupa score sheet udang segar. Penilaian diambil oleh enam
orang panelis yang berpengalaman dalam penilaian organoleptic pada udang
segar. Setiap panelis menghadapi satu sampel yang diambil secara acak dan
dilakakan sebanyak enam kali pengujian.
Konsep score sheet dibuat berdasarkan informasi mutu tertinggi dan
terendah dari pengelola. Pengujian mutu secara organoleptic pada bahan baku
udang dapat dilakukan dengan menetukan nilai kesegaran udang berdasarkan
kenampakan, keelastisan dan baunya, dengan kata lain pengujian ini
menggunakan kemampuan indra (sensori).
Pengujian sensori merupakan pengujian menggunakan indera manusia
sebagai alat utama untuk menilai mutu produk perikanan yang suda mengalami
penentuan fase kemunduran mutu udang dilakukan untuk mengetahui kondisi dan
tingkat kesegaran udang. Kemunduran mutu udang meliputi empat tahan yaitu
prerigor, rigor mortis, postrigor dan kebusukan (deterioration). Penentuan fase
kemunduran mutu udang dilakukan penggunaan score sheet yang sesuai dengan
SNI 01-2346-2006 meliputi parameter kenampakan udang, bau dan tekstur. Hasil
pengamatan organoleptik diketahui bahwa fase kemunduran mutu udang yaitu
prerigor, rigor mortis, post rigor, dan kebusukan.
3. METODOLOGI
3.1 Waktu Dan Tempat
Kerja Praktek Akhir (KPA) dilaksanan mulai tanggal 1 maret – mei,
dengan lokasi praktek di PT. Pulau Mas Pontianak – Kalimantan Barat.

3.2 Metode Pengumpulan Data


Pengumpulan data pada pelaksanaan Kerja Praktek Akhir (KPA) ini
dilakukan dengan dua cara yaitu pengumpulan data primer dan pengumpulan data
sekunder yang dapat dijelaskan sebagai berikut :
3.2.1 Data Primer
Data primer adalah data yang dperoleh penelitian secara langsung dari
lapangan yang dikumpulkan berdasarkan hasil peraktek kerja lapangan (KPA) di
PT. Pulau Mas Pontianak, dengan melakukan dokumentasi dan pencatatan semua
data yang diperlukan dengan judul KPA meliputi :
a. Penanganan bahan baku pada proses pembekuan udang vaneme
(Litopenaeus vannemei)
b. Uji organoleptik bahan baku udang pada proses penerimaan bahan baku
udang vaneme (Litopenaeus vannemei)
Adapun instrument dan teknik pengumpulan data primer dalam
pelaksanaan KPA ini adalah sebagai berikut :
1. Wawancara / interview
Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui
tatap muka dan Tanya jawab langsung antara pengumpul data maupun peneliti
terhadap narasumber atau sumber data tentang penerimaan bahan baku.
2. Pengujian Organoleptik.
Pengujan organoleptik merupakan cara pengujian menggunakan indera
manusia sebagai alat utama untuk menilai mutu produk udang beku yang sudah
mengalami proses pengolahan.
3. Partisipasi langsung
Partisipasi merupkan kegiatan partisipasi dengan melakukan pengamatan
atau langsung terjun kelapangan.
Adapun data yang dapat dikumpulkan dari kerja praktek akhir (KPA) adalah :
a. Penanganan bahan baku pada proses pembekuan udang vaneme
b. Jenis bahan penolong yang digunakan dalam penanganan bahan baku
c. Alat-alat yang digunakan dalam proses pengolaha udang beku.

3.2.2 Data Sekunder


Data sekunder adalah data yang diperoleh penelitian dari sumber yang
sudah ada. Data ini digunakan untuk mendukung informasi data primer yang telah
di peroleh dari kegiatan praktek akhir (KPA) yaitu dengan membandigkan dengan
bahan pustaka, literature, penelitian dahulu, jurnal publikasi, buku, dan
sebagainya. Adapun data sekunder yaitu berupa pustaka tentang penanganan
bahan baku yang disertai dengan pengujian organoleptic pada bahan baku.

3.3 Analisis Data


Metode analisa data yang digunakan adalah secara deskriktif, yaitu
menggambarkan data yang diperoleh kemudian hasilnya di bahas dan dijelaskan.
Data yang diperoleh dari lembar penilaian ditabulasi dan menentukan nilai
mutunya dengan mencari hasil rata-rata pada setiap panelis pada tingkat
kepercayaan 95%. Penilaian pada uji organolepik diambil dari 6 orang yang
berpengalaman. Untuk menghitung interval nilai mutu rata-rata dari setiap panelis
digunakan rumus sebagai berikut :

p=(x−1,96. s / √ n)<µ< ¿
∑ xi
x=
n
∑ ( xi−x ) 2
s2=
n
s= √ s ²

DAFTAR PUSTAKA

Anonim 2006. Pengujian Organoleptik (evaluasi Sensori) Dalam Industri


Pangan.
Ebook pangan. Com http://tekpan. Unimus. ac. Id/wp-content/ uploads/
2013/ 07/ Pengujian organoleptik-dalam-Industri-Pangan.pdf.

Azizah L.H 2015. Analisis Kemunduran Mutu Udang Vaneme (Litopenaeus


Vannemei) Secara Kimiawi Dan Mikirobiologis (Skripsi). Bogor: Institut
Pertanian Bogor.

Afrianto, E dan F. Liviawaty, 1989. Penganwetan Dan Pengolahan Ikan.


Kanisius.
Yogyakarta.

[DJPB] Direktur Jederal Perikanan Budidaya. 2014. Udang Vannamei Dan


Udang
Windu Masih Andalan Ekspor Indonesia. Jakarta: Kementrian Kelautan
Dan Perikanan.
[SNI] Standar Nasional Indonesia 01-2346-2006. Petunjuk Pengujian
Orgonoleptik
Dan Atau Sensori. Badan Standarisasi Nasional. 25-07-2018. 23.24.

[SNI] Standar Nasional Indonesia 2705:2014. 2014. Udang Beku. Jakarta: Badan
Standardisasi Nasional.

[SNI] Standar Nasional Indinesia 01-2705.3-2006. 2006. Udang Beku – bagian 3:


Penanganan Dan Pengolahan. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.

Ilyas, S. 1993. Teknologi Refrigrasi Hasil Perikanan. Teknik Pembekuan Ikan.


Paripurna. Jakarta.

Hidiwiyanto, S. 1993. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Jilit 1. Penerbit


Lyberty. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai