I. PENDAHULUAN
Indonesia dikenal sebagai negara bahari dan kepulauan terbesar di dunia dengan
keanekaragaman hayati laut terbesar (mega marine biodiversity). Berdasarkan hitungan
sekitar 5 km dari garis pantai ke arah laut potensi lahan budidaya laut diperkirakan sekitar
24,53 juta ha. Kegiatan perikanan budidaya ditentukan oleh beberapa faktor antara lain
sumber air menyangkut kuaalitas dan kuantitasnya, potensi ketersediaan lahan menyangkut
topografi ,tektur dan kesuburannya yang dapat diperkirakan manfaatnya bagi budidaya
Sejak awal pengembangan budidaya udang, keberhasilan yang diperoleh petambak
terus meningkat. Namun sejak tahun 1996 produksi udang yang diperoleh cenderung semakin
menurun. Penurunan produksi terutama disebabkan karena kegagalan budidaya udang
ditambak akibat timbulnya berbagai macam penyakit (terutama white spot dan vibriosis.
Rukyani dkk. (2001) menyebutkan bahwa munculnya berbagai macam penyakit tersebut
merupakan indikator telah terjadinya degradasi lingkungan. Berbagai upaya telah banyak
dilakukan oleh pemerintah maupun oleh pihak swasta/pelaku pertambakan sendiri dalam
mengatasi masalah tersebut.
Udang vaname merupakan udang introduksi yang secara resmi ditetapkan sebagai
salah satu komoditas unggulan perikanan budidaya oleh Menteri DKP pada tahun 2001, dan
sejak itu perkembangan budidayanya sangat cepat. Selain Indonesia, negara-negara yang
telah mengembangkan vaname antara lain China, Taiwan dan Thailand. Vaname mempunyai
ciri-ciri mampu hidup pada kisaran salinitas 5 – 45 ppt dengan salinitas optimal 10 – 30 ppt;
kisaran suhu 240 – 320 C dengan suhu optimal 280 – 300 C; mampu bertahan pada oksigen 0,8
ppm selama 3 – 4 hari tetapi disarankan DO 4 ppm. PH air 7 – 8,5 ; kebutuhan protein rendah
yaitu 32 % dengan FCR < 1,5 serta prosentase daging 66 – 68 %, lebih tinggi jika
dibandingkan udang windu yang hanya 62 %. Kebutuhan pasar cukup tinggi untuk Eropa dan
USA. Dengan keunggulan tersebut banyak petambak tergiur untuk beralih ke vaname
termasuk petambak Situbondo dan Banyuwangi serta Malang Selatan. Keberhasilan
petambak Jawa Timur merangsang petambak lain untuk beralih usaha dari budidaya udang
windu ke budidaya udang vaname, yaitu petambak dari propinsi Bali, Lampung, Jawa Barat,
Jawa Tengah, Sumatera Selatan dan Bengkulu.
2.2. Penyebaran
Udang vaname dapat ditemukan di perairan / lautan Pacific mulai dari Mexico, Amerika
Tengah dan Selatan dimana temperatur perairan tidak lebih dari 20°C sepanjang tahun.
Populasi udang vaname di daerah tersebut selalu kontinyu dan terisolasi. Udang vaname
relatif mudah dibudidayakan dan bisa dilakukan diseluruh dunia.
2.3. Pertumbuhan
Seperti halnya arthropoda lainnya, pertumbuhan udang vaname tergantung dua faktor
yaitu frekuensi molting (waktu antara molting) dan pertumbuhan (berapa pertumbuhan pada
setiap molting baru). Tubuh udang mempunyai carapace yang keras, sehingga pada setiap
kali molting carapace terlepas, terjadi pembagian cuticle antara carapace dan intercalary
sclerite, dimana cephalothorax dan appendic anterior akan terbentuk. Carapace baru pada
awalnya lunak, tetapi jika ukuran udang sudah proporsional akan mengeras kembali, biasanya
antara satu sampai dua hari.
Frekuensi molting erat kaitannya dengan ukuran udang, jika udang tumbuh frekuensi
molting meningkat. Pada stadia larva, molting terjadi setiap 30-40 jam pada temperatur 28°C.
Juvenil udang ukuran 1 – 5 gram akan molting setiap 4-6 hari, tetapi juvenil udang ukuran 15
gram akan molting dengan interval 2 minggu.
Frekuensi molting dipengaruhi oleh faktor kondisi lingkungan dan nutrisi. Misalnya
temperatur lebih tinggi, maka frekuensi molting meningkat. Absorsi oksigen tidak efisien
selama molting dan biasanya akan mati karena hypoxia.
Ketika carapace masih lunak setelah molting, udang akan dimangsa oleh kawannya.
Oleh sebab itu, biasanya udang akan mencari tempat terlindung di detritus yang lunak.
Karena molting sebagai kontrol pertumbuhan dan udang dalam kondisi riskan, dicoba untuk
membuat kondisi budidaya yang nyaman sehingga molting tidak membuat udang stress.
2.4. Makan dan Kebiasaan makan
Udang penaeid cenderung omnivorus atau detritus feeder. Dari studi yang dilakukan
isi pencernaan terdiri dari carnivor di alam, jasad renik / crustacea kecil, amphipoda, dan
polychaeta. Pada tambak intensif dimana tidak ada jasad renik, udang akan memangsa
makanan yang diberikan atau detritus.
Pada tambak yang alami, alga dan bakteri yang berkembang pada kolom air adalah
sumber nutrisi yang penting bagi udang vaname, dan meningkatkan pertumbuhan sebesar
50% dibanding tambak yang jernih. Dapat dikatakan bahwa udang tumbuh optimum pada
tambak yang berimbang dengan komunitas mikroba.
Udang vaname tidak makan sepanjang hari tetapi hanya beberapa waktu saja
sepanjang hari. Dengan tingkah laku makan seperti itu, dapat diaplikasikan pada budidaya
bahwa pemberian pakan dapat berupa pellet yang diberikan beberapa kali dalam satu hari.
Dari penelitian membuktikan bahwa pemberian pakan beberapa kali sehari memberikan
pertumbuhan yang lebih baik dari pada satu kali sehari.
Udang vaname membutuhkan pakan dengan 35% kandungan protein, lebih rendah
dari pada yang dibutuhkan oleh udang P.monodon dan udang P.japonicus. Jika digunakan
pakan dengan kandungan protein tinggi (45%), pertumbuhan cepat dan produksi tinggi tetapi
biaya mahal, sehingga lebih visibel dengan pakan protein rendah. Pakan yang mengandung
ikan dan cumi-cumi akan memacu pertumbuhan.
2.5. Siklus hidup
Secara alami udang vaname termasuk jenis katadromus, yaitu udang dewasa hidup di
laut terbuka dan udang muda migrasi ke arah pantai. Perkembangan stadia seperti pada
gambar 3. Di habitat aslinya, udang matang gonad (matur), kawin (mating) dan bertelur
(spawning) berada pada perairan dengan kedalaman sekitar 70 meter di Amerika selatan,
tengah dan utara, dengan suhu 26 - 28°C dan salinitas sekitar 35 ppt. Telur menetas dan
larva berkembang di laut dalam sebagai tempat berkembangnya zooplankton. Post larva
udang vaname bergerak mendekati pantai dan menetap di dasar estuari /muara. Di estuari,
tersedia nutrien, air laut dengan salinitas dan suhu yang bervariasi dari pada di laut terbuka.
Setelah beberapa bulan di estuari, udang muda kembali ke lingkungan laut menjauhi pantai,
dimana aktivitas matur, mating dan spawning terjadi.
2.6. Karakteristik budidaya
Udang vaname mempunyai karakteristik budidaya yang sangat bagus. Udang tumbuh
dengan cepat sampai ukuran 20 gram, dengan laju pertumbuhan 3 gram per minggu dalam
kepadatan 100 ekor /m2 . Setelah 20 gram, udang tumbuh lambat yaitu 1 gram per minggu
dan betina tumbuh lebih cepat dari pada jantan. Udang mempunyai toleransi salinitas yang
cukup lebar yaitu 2 – 40 ppt, tetapi akan tumbuh lebih cepat pada salinitas rendah, ketika
terjadi isoosmotic antara lingkungan dan darah. Pada salinitas 33 ppt larva udang vaname
tumbuh sangat bagus.
Temperatur juga sangat mempengaruhi pertumbuhan. Udang akan mati jika berada
pada suhu dibawah 15°C atau diatas 33°C dalam waktu 24 jam atau lebih. Sub letal stres
terjadi pada 15-22°C dan 30-33°C. Temperatur optimum untuk udang vaname adalah antara
23 - 30°C. Efek temperatur terhadap pertumbuhan adalah perkembangan stadia dan ukuran.
Sebagai contoh, udang kecil (1 gram) tumbuh cepat dalam air hangat (30°C), udang medium
(12 gram) dan udang besar (18 gram) pertumbuhan tercepat terjadi pada temperatur 27°C dari
pada pada 30°C.
III. PEMILIHAN LOKASI
Pemilihan lokasi usaha budidaya udang dimaksudkan untuk menjamin keselarasan
lingkungan antara lokasi pengembangan usaha budidaya dengan pembangunan wilayah di
daerah dan keadaan sosial di lingkungan sekitarnya. Pemilihan lokasi dilakukan dengan
mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kelayakan suatu lahan untukkonstruksi
tambak dan operasionalnya, mengidentifikasi kemungkinan dampak negatif dari
pengembangan lokasi dan akibat sosial yang ditimbulkannya, memperkirakan kemudahan
teknis dengan finansial yang layak dan menimalkan timbulnya resiko-resiko yang lain.
Pemilihan lokasi yang tepat untuk usaha budidaya udang vaname akan menentukan
tingkat keberhasilan produksi. Elevasi atau tingkat kemiringan lokasi dan karakter pasang
surut air laut perlu dipertimbangkan Hal ini berkaitan dengan Pengairan, pergantian air dan
pengeringan tambak. Begitu juga dengan jarak area pertambakan dengan daerah pantai,
karena areal tambak yang jauh dari pantai akan kesulitan dalam penyediaan air laut bahkan
membutuhkan dana yang besar untuk operasional.
Amplitudo pasang surut harus sedang berkisar antara 2 – 3 m karena sangat baik
untuk memanfaatkan arus pasang untuk pengisian air tambak. Lokasi dengan tinggi pasang
surut lebih 4 m tidak cocok karena membutuhkan tanggul yang lebar dan mahal untuk
mencegah air selama pasang. Sebaliknya lokasi dengan pasang surut rendah yaitu kurang
dari 1 m tidak baik karena untuk pengisian dan pergantian air.
No Parameter Kisaran
1 pH 6,0 – 8,0
2 Bahan organik ( % ) < 90
3 Tekstur Liat (60 – 70 % ) dan Pasir ( 30 – 450 % )
4 Struktur Kompak
5 Potensi infiltrasi (cm / menit) <1
6 Soeloem ( meter ) >1
A. Pematang
Dalam setiap unit tambak biasanya ada dua pematang yang perlu dibangun yaitu
pematang utama dan sekunder. Pematang utama adalah pematang yang membatasi suatu
areal pertambakan dengan lingkungan luar atau benteng utama areal pertambakan, bila
konstruksinya kurang kuat pengelolaannya akan sulit. Pematang sekunder adalah pematang
pembentuk petakan yang berada di dalam lingkungan pematang utama.
B. Pintu air
Seperti halnya dengan pematang pada suatu unit tambak ada dua pintu air yaitu pintu
utama yang dibangun dibagian pematang utama dan pintu petakan yang dipasang pada
pematang antara setiap petakan dalam unit tambak. Pintu air harus didisain sedemikian rupa
sehingga dapat mengalirkan air dengan debit yang dikehendaki, selain itu harus kedap air,
mampu menahan tekanan air, tidak mudah rusak, berlandaskan pondasi kokoh, tidak
menghalangi aliran air sewaktu dalam keadaan terbuka, tidak menyebabkan kebocoran atau
rembesan pada pematang yang berbalasan dengannya dan mudah ditangani. Dasar pintu air
harus sama atau lebih rendah dari permukaan air tambak ketika sedang surut, supaya
menghilangkan kebocoran dibawah dasar pintu. Ukuran pintu utama sebaiknya mempunyai
lebar 1 – 1,5 m, tinggi 2 – 3 m dan panjang 5 – 6 m. Pada pintu diberi lubang atau sponing
untuk meletakkan papan pintu. Pintu air petakan pada prinsipnya sama dengan pintu air
utama, tetapi ukurannyalebih kecil danumumnya terbuat dari kayu atau beton. Ukuran pintu
petakan sebaiknya lebar 0,6 – 0,8 m, panjang 2 – 3 m dan tinggi pintu 1,5 – 2 m.
C. Petakan
Petakan untuk tambak vaname yang ideal berbentuk bujur sangkar, dimana luasnya
tergantung lahan yang tersedia.
Gambar 4. Bentuk petakan tambak
D. Kedalaman air tambak
Kedalaman air tambak yang baik untuk budidaya udang vaname yang baik 150 – 180
cm.
E. Saluran air
Saluran di tambak terdiri dari saluran pemasukan dan pengeluaran dimana saluran
pemasukan (inlet) dan saluran pembuangan (outlet) harus terpisah., Saluran inlet harus
mempunyai kemiringan 5-10 % dan saluran pembuangan harus dibuat sesuai dengan
besarnya petakan jangan sampai terlalu kecil hal ini dimaksudkan agar pada saat
pembuangan air dapat mengalir dengan lancar. Ukuran dari saluran pemasukan dan
pengeluaran air dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Q = AV dimana
Q = Volume air yang akan dikeluarkan
A = Penampang melintang dari saluran
V = Percepatan (velosity) aliran air
Besarnya V dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
V = R 2/3 x S ½ x 1/n dimana :
R = Kedalaman air
S = Kemiringan saluran air
N = Koefisien gesekan (0,02)
Lebar saluran kemudian dapat dihitung dengan rumus :
A = R (b + 2R) (Anonymous, 1987a)
Saluran pembuangan tengah (central drainage) berfungsi untuk membuang lumpur dan
kotoran dari dasar tengah tambak. Bisa berbentuk sistem matahari maupun bentuk T.
5.2. Pemupukan
Pemupukan berfungsi sebagai penyedia nutrisi bagi udang selama budidaya udang
vaname, dimana dengan pemupukan pakan alami akan tumbuh. Kontribusi pakan alami 60 -
70 % dalam mendukung keberhasilan pertumbuhan benur. Selain sebagai sumber pakan bagi
benur vaname yang baru tebar pakan alami ini juga dapat berfungsi sebagai sumber nutrisi
yang baik yang tidak didapat pada pakan buatan. Pupuk ada 2 macam yaitu organik pupuk
kandang atau kompos dan pupuk anorganik seperti Urea,TSP dan ZA.
5.3. Pengapuran
Kapur yang dapat digunakan dalam budidaya idang vaname adalah batu kapur
(crushed shell/CaCO3) dosis 100 – 300 kg/ha, kapur mati (slake lime Ca(OH2) 50 – 100 kg/ha,
dan dolomit (dolomitic lime, Ca Mg(Co)3) 200 -300 kg/ha. Pemberian kapur ini dilakukan bila
pH tanah kurang dari 7,5.
5.4. Pemberantasan hama
Saponin dapat berfungsi sebagai pupuk dan bahan beracun yang dapat metaikan
hama yang mengganggu udang vaname yang dipelihara. Cara pemakaiannya bungkil teh
terlebih dahulu dihaluskan kemudian direndam 24 jam dan ditebar ke petakan.
5.5. Benih
Besarnya produksi sebagian besar tergantung dari kualitas benih, bagaimana benih
ditebar dan sistem pengelaolaan selanjutnya. Sedangkan padat penebaran optimum
tergantung daya dukung tambak dan sistem budidaya yang diterapkan.
Benih yang akan ditebar harus yang bebas penyakit (Specific pathogen Free atau SPF
dan (Specific Pathogen Resistant atau SPR) karena penggunaan benur unggul akan
memperkecil resiko kegagalan, disarankan untuk dilakukan pengujian PCR di laboratorium.
Benur yang digunakan dapat dari induk yang berasal dari luar negeri maupun hasil turunan
(F1). Kriteria benur vaname yang sehat dapat diketahui secara visual, mikroskopis dan
ketahanan benur.
Secara visual penampakan benih yang baik adalah murni satu jenis, seragam dalam
ukuran dan umur, berwarna bening kecoklatan, tidak cacat fisik, bereaksi terhadap
rangsangan cahaya, bebas dari penyakit, tidak mengalami necrosis dan pertumbuyhannya
normal bila arus diputar dalam suatu wadah maka benih akan menentang arus, benur yang
sehat berenang mendatar dan bergherak aktif. Benur yang sakit melayang, terbawa arus,
berputar tanpa arah dan tubuh melengkung.
Pengujian secara mikroskopis dapat dilihat pada benur yang sehat permukuaan
tubuhnya bersih, dilakukan pengukuran MGR (muscle to gut ratio) yaitu perbandingan
diameter otot pada ekor dengan diameter pencernaan. Hasilnya dinyatakan dalam presentase
MGR 4 : 1. Selain itu dicek necrosis benur yaitu adanya luka pada tubuh udang.
Pengujian daya tahan dilakukan dengan perendaman dengan formalin dosis yang
digunakan 100 ppm selama 2 jam bila SR 95 % ke atas berarti benur baik. Selain itu juga
dilakukan tes daya tahan benur terhadapperubahan salinitas yaitu pada salinitas 0 ppt SR 50
% ke atas dianggap baik.
Benih sebelum ditebar diadaptasi selama 2 jam dengan cara kantong benih
dimasukkan ke petakan yang telah diberi sekat dari kayu agar kantong benih tidak menyebar
ke seluruh petakan. Kemudian kantong benih dibuka dan plastik digulung sampai permukaan
air selanjutnya diisi dengan air tambak sampai gulungan habis, bila benih telah beradaptasi
kantong dimiringkan sehingga benih keluar. Kepadatan penebaran benur vaname 100 – 125
ekor/m2 . Bila kepadatan ingin ditingkatkan harus dilihat daya dukung tambak dan sarana
pendukung lainnya.
Gambar 9. Proses adaptasi benih vaname
5.6. Monitoring kualitas air
Pengelolaan air untuk budidaya udang sama pentingnya dengan tehnik budidayanya,
karena air merupakan media terpenting bagi kehidupan organisme didalamnya. Dengan
pengelolaan air yang baik maka peningkatan produksi dapat diraih, untuk itu pengontrolan
kualitas air secara kontinyu perlu dilakukan.
Kualitas air tambak yang baik akan mendukung kesehatan dan pertumbuhan udang
vannmei . Parameter kualitas air yamg perlu diamati adalah :
Salinitas
Salinitas merupakan ukuran bagi jumlah garam yang terlarut dalam suatu volume air.
Salinitas di tambak biasanya dipengaruhi oleh tingkat evaporasi dan curah hujan. Bila salinitas
tinggi proses osmoregulasi akan terganggu dimana perumbuhan udang akan lambat karena
energi lebih banyak untuk proses osmoregulasi dibanding untuk tumbuh selain itu udang
kesulitan untuk ganti kulit karena kulit cenderung keras.
Suhu
Setiap organisme mempunyai persyaratan suhu minimum, optimum dan maksimum untuk
hidupnya dan mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri sampai suhu tertentu. Jika
suhu terlalu tinggi metabolisme akan berlangsung cepat sehingga kebutuhan oksigen akan
meningkat. Pada suhu rendah nafsu makan akan berkurang pemberian pakan harus dikurangi
agar tidak terjadi penumpukan sisa pakan dan bisa diberikan imunostimulan agar nafsu makan
meningkat bisa berupa pemberian Vitamin C maupun peptidoglikan.
pH merupakan derajat keasaman suatu perairan, dimana pH yang ideal berkisar 7,5 – 8,5
Kandungan oksigen
Oksigen terlarut merupakan parameter kualitas air yang kritis pada budidaya udang vaname
apalagi bila padat penebarannya tinggi. Konsentrasi oksigen terlarut dalam tambak selalu
mengalami perubahan, oleh karena itu pengelolaan tambak harus memantau perubahan
tersebut. Penambahan oksigen dapat dilakukan dengan penggunaan kincir selain itu dengan
adanya kincir akan terjadi arus sehingga dapat membantu berkumpulnya kotoran ditengah.
Amonia merupakanhasil sekresi atau pengeluaran kotoran udang yang berbentuk gas,
selain itu dapat berasal dari sisa pakan. Amonia akan mengalami proses nitrifikasi bila tersedia
bakteri nitrobakter berubah menjadi nitrit dan denitrifikasi bila terdapat bakteri nitrosomonas
sehingga menjadi nitrat. Salah satu cara meningkatkan bakteri dapat menggunakan probiotik
yang mengandung bakteri yang dibutuhkan.
Transparasi
Cahaya yang jatuh kepermukaan air sebagian akan dipantulkan dan sebagian lagi diteruskan
ke dalam air. Cahaya ini akan disebar dan diserap, cahaya yang diserap akan diubah menjadi
panas. Sedangkan cahaya yang disebar akan mennentukan kecerahan suatu perairan,
dimana kecerahan juga tergantung pada banyaknya partikel-partikel koloid serta jasad renik
yang ada dalam air
Tabel 3. Parameter Kualitas Air Pemeliharaan
No Parameter Kisaran
1 Salinitas ( ppt ) 15 – 25
2 Suhu ( 0 C ) 28,5 – 31,5
3 pH 7,5 – 8,5
4 Oksigen ( ppm ) 3,0 – 7,5
5 Alkalinitas ( ppm ) 120 – 160
6 Nitrit ( ppm ) 0,01 – 0,05
7 NH3 ( ppm ) 0,05 - 0,10
8 H2S ( ppm P 0,01 – 0,05
9 Bahan organik ( ppm ) < 55
10 Phospat ( ppm ) 0,10 – 0,25
11 Transparasi 30 – 40
5.8. Pakan
Kegiatan yang paling penting dalam budidaya udang vaname adalah pemberian pakan.
Pakan yang diberikan harus memenuhi kebutuhan nutrisi bagi pertumbuhan udang yang
dibudidayakan serta harus disesuaikan dengan kebiasaan makan dan tingkah laku udang itu
sendiri. Nutrisi pakan terdiri dari protein, lemak, karbohidrat. Udang vaname memerlukan
formulasi pakan dengan kandungan protein antara 28 – 30 %.
Pakan harus memiliki daya rangsang dan kekompakan dan daya tahan yang lama
dalam air, karena akan membantu penyediaan pakan ditambak lebih lama tidak cepat terirai
sedangkan daya rangsang akan menambah nafsu makan. Perangsangan/attractant akan
keluar dari pellet kemudian ditangkap melalui Chemoreceptor yang ada pada tubuh udang.
Udang mengkonsumsi pakan melalui penciuman bukan penglihatan. Oleh karena itu warna
pakan tidak terlalu penting, meskipun demikian pakan harus memiliki warna yang seragam
karena perbedaan warna menunjukkan kurang baiknya pencampuran bahan baku (mixing).
Pencampuran yang kurang merata menyebabkan zat gizi dalam pakan tidak merata.
Pakan harus memiliki daya tahan dalam air atau tidak mudah terurai, bila tidak akan
menyebabkan pencemaran air, begitu juga zat perangsang pada pakan akan terlepas. Bila
pakan sudah tidak ada zat perangsang maka udang tidak mau makan
Dosis pemberian pakan dari udang mulai ditebar sampai waktu panen bervariasi
dimana udang muda perbandingan antara jumlah pakan dan berat tubuhnya lebih tinggi dari
udang yang dewasa. Hal ini dikarenakan udang muda metabolismenya lebih tinggi sehingga
membutuhkan pakan yang banyak sebagai sumber energi. Jumlah pakan yang diberikan
selama pemeliharaan di tambak sebagai berikut :
a. Pakan buatan yang digunakan tidak kadaluwarsa dan harus memenuhi standar nutrisi.
b. Pakan harus disimpan di tempat yang sejuk dan kering untuk menghindari penjamuran
dan kontamonan lain.
c. Pemberian pakan harus dilakukan dengan tepat untukmenjamin udang mengkonsumsi
pakan secara maksimal dan tidak meninggalkan kelebihan pakan di tambak.
d. Penggunaan pakan segar harus bermutu baik dan tidak mengandung penyakit.
e. Penumbuhan pakan alami pada tambak ekstensif ( sederhana ) melalui pemupukan
mutlak dilakukan.
Salah satu rangkaian hasil kegiatan akhir dari usaha pembesaran udang adalah
pemungutan hasil atau panen. Pencapaian hasil panen yang optimal dapat diperoleh dengan
dukungan faktor produksi yang baik misalnya pemilihan lokasi yang tepat, padat tebar yang
optimal, kulitas pakan tinggi, pemberian pakan yang optimal dan pencegahan serta
penanggulangan penyakit yang tepat dan benar.
Pada akhir masa pemeliharaan selama kurang lebih 114 dengan padat penebaran 62
ekor/m2 udang vaname dapat mencapai rata-rata berat 17,7 gram. Pemanenan dapat
dilakukan secara total maupun selektif. Adapun beberapa hal yang perlu diperhatikan pada
saat panen yaitu :
6.1. Persiapan
Kegiatan ini meliputi penyediaan alat untuk panen diantaranya timbangan, kranjang
bambu/plastik, jaring panen, cold box sedangkan bahan yang digunakan air tawar dan es
6.2. Pelaksanaan
Jaring panen terlebih dahulu dipasang sehingga pada saat pintu air dibuka air dan udang
keluar bersamaan. Udang yang ada di dalam jaring kemudian dikeluarkan dan dimasukkan ke
dalam keranjang. Keranjang yang telah penuh dibawa ke tempat penyortiran dengan terlebih
dahulu dibersihkan dengan menyemprot air tawar kemudian ditimbang.
1. WSSV (White Spot Syndrome Virus) dimana gejalanya muncul bintik-bintik putih pada
bagian eksoskeleton dan epidermis setelah 2 hari serangan virus ini menyerang karapas
dan kemudian menjalar ke seluruh bagian tubuh. Selanjutnya udang akan berenang
dipermukaan dan berkumpul di pinggir biasanya juga disertai dengan rusaknya antena.
2. IHHNV (Infectious Hypodermal and Hematopoietic Virus Diseases) dimana gejalanya
berenang tidak beraturan bahkan berputar-putar dan kadang-kadang muncul
dipermukaan.
3. BP (Baculovirus Penaeid)
4. BMN (Baculoviral Midgud gland Necrosis)
5. MBV (Monodon Baculovirus)
6. GPV (Hepatopancreatic Parvo – like Virus)
7. HPVREO (Hepatopancreatic Reo – like Virus)
8. TSV (Taura sundrome virus)
9. IHHNV (Infection hypodermal hematopoetic necrosis virus)
10. IMNV (Infectious Myo Necrosis Virus) dimana udang yang terserang tubuhnya berwarna
merah seperti terbakar.
Penyakit yang disebabkan oleh organisme parasit adalah Zoothamniumiosis yang
disebabkan oleh Zoothammnium sp. Sedangkan penyakit yang disebabkan oleh bakteri
adalah :
a. Vibriosis disebabkan bakteri Vibrio sp
b. Penyakit insang hitam disebabkan bakteri benang Leucothrix sp
Harga
Total harga
No Komponen Satuan Volume satuan
(Rp)
(Rp)
1. Biaya sewa
1. Lahan (4 petak @ + 4000) Petak 4 1.500.000 6.000.000
2. Pompa air Unit 4 600.000 2.400.000
3. Kincir air Unit 16 200.000 3.200.000
4. Genset Unit 2 5.000.000 5.000.000
Sub total 20.600.000
Anonymous, 2004. Pedoman Umum Budidaya Udang di Tambak. Departemen Kelautan dan
Perikanan, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Direktorat Pembudidayaan. Jakarta.
Ghufran M. Kordi H. Panggulangan K,. 2004, .Hama dan Penyakit Ikan. Penerbit Bina
Adiaksara. Jakarta.
Haliman, R. W., Adijaya, D. S., 2006. Udang vaname. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta
Hanggono, B., 2006. Peranan Biosekuriti Dalam Budidaya Udang Vaname. Makalah Pelatihan
Best Management Practices (BMP) Budidaya Udang Vaname 6 – 11 Juni 2006. Balai
Budidaya Air Payau Situbondo
Lestari, Y. N, Subyakto, S., Triastutik, G., Hanggono, B., Nursanto, D.B., 2006. Waspadai
IMNV (Infectious Myonecrosis Virus). Balai Budidaya Air Payau Situbondo.
Santoso, D. 2006. Penerapan GAP (Good Aquaculture Practices) Pada Budidaya Udang di
Tambak. Makalah Pelatihan Best Management Practices (BMP) Budidaya Udang Vaname 6 –
11 Juni 2006. Balai Budidaya Air Payau Situbondo
Suyanto, S.R., Mujiman. A., 2005. Budidaya Udang Windu. Penerbit Penebar Swadaya.
Jakarta.
Wyban, J. A dan Sweeney, J. 1991 Intensif Shrimp Production Technology. Honolulu, Hawaii,
USA 96825.
PEDOMAN BUDIDAYA UDANG VANNAMEI
Track record yang bagus dari sisi keuangan maupun cara panen dan sampling- (masa
pemeliharaan 100-110 hari), nilai konversi pakan (FCR-nya) rendah (1:1,3).
Untuk menunjang berbaikan kualitas tanah dan air dilakukan pemberian kapur pertanian
( kaptan) sebanyak 200 kg/(4sak)pertambak. selanjutnya masukkan air ketambak sehingga
tambak menjadi macak-macak kemudian dilakukan pemupukan dengan pupuk urea (10-25
kg/pertambak) secara merata.
Pengisian air
Pengisian air dilakukan setelah seluruh persiapan dasar tambak telah rampung dan air
dimasukkan ke dalam tambak secara bertahap. Ketinggian air tersebut dibiarkan dalam tambak
selama 1 minggu/10hari, sampai kondisi air betul-betul siap ditebari benih udang. tinggi air di
petak pembesaran diupayakan ≥1,0m.
Persiapan planktonTujuan untuk menumbuhkan plankton yang baik menggunakan fermentasi katul.
Caradan dosis fermentasi katul untuk lahan 1000m2 yaitu: 10kg katul, 2liter tetes, 1kg
pakan,200gram ragi. Semua bahan dicampur dengan air hingga seperti bubur kemudianditutup
rapat selama 45-48 jam yang kemudian ditebar di petakan pada pagi hari danmulai saat itu
kincir harus hidup 24 jam nonstop minimal 2 kincir tiap petak 1000m2
hingga hari penebaran benur. Kegiatan pembuatan fermentasi diulang minimal 3 kalisampai
saat tebar hingga didapatkan kecerahan air optimal 70cm. jika sampai 2 harisebelum tebar kondisi
plankton masih tipis maka bisa dilakukan treatmen kultur suoerNB dengan dosis (utk petakan 1000m2):
Super NB 250ml dan tetes 1 liter dicampur airtawar 25 liter dan diaerasi selama 12-16 jam
kemudian ditebar di petakan pada pagi hariTebar BenurWaktu yang tepat untuk tebar benur
adalah pagi hari menjelang subuh hingga matahari terbitatau sore hari sekitar 2 jam sebelum
matahari tenggelam hingga sekitar 2 jam setelah mataharitenggelam. Yang harus diperhatikan
dalam penebaran adalah adaptasi benur dan efektifitasuntuk itu perlu diatur tenaga untuk
penebaran. Yang paling tepat dalam 1 petak minimal ada 3orang, dan harus dipastikan setelah
kantong keluar dari box dalam waktu maksimal 1 jam sudahharus ditebar. Prosedur dalam
penebaran:-
Penebaran benur:
Kantong-kantong benur dibiarkan mengapung di air tambak dengan catatan maxsimal 1jam
gakboleh lebih, hingga mengembun dengan tujuan menyamakan suhu karena suhu dalam box
selama perjalanan benur dibuat lebih dingin dari suhu air nirmal untuk menghindari stress-
Setelah cukup mengembun (sekitar 15-30 menit) maka benur sip dilepas ke tambak dengan cara
mencampur air tambak ke dalam kantong kira-kira 1/5 volume air kantong dengan tujuan untuk
menyamakan beberapa parameter seperti pH dansalinitas-
Selama penebaran minimal kincir hidup 1 unit-
Saat penebaran dilakukan sampling jumlah benur dengan sampel 2 kantong benurdari box yang
berbeda untuk mengetahui jumlah benur yang lebih actual sehinggatidak keliru dalam
menetukan program pakan di kemudian hariPemberian pakanPemberian pakan selama budidaya
dibagi menjadi 2 bagian yaitu program pakan buta danprogram pakan terkontrol. Program
pakan buta adalah pemberian pakan berdasarkan jumlahbenur yang ditebar dengan asumsi
benur hidup 100%. Biasanya dilakukan selama 30 haripertama. Sedangkan program pakan
terkontrol adalah program pakan berdasarkan hitunganfeeding rate dan control anco, biasanya
dilakukan setelah 30 hari. Dalam feeding programterkontrol yang harus diperhatikan adalah
ketepatan % pakan di anco, waktu control anco, danpengambilan keputusan dalam menambah
dan memotong pakan.Criteria dalam penambahan pakan:
-PAKAN:3.
Pakan di anco habis tepat waktu maka penambahan pakan mengikuti feeding program berdasarkan
estimasi pertumbuhan udang pada keesokan harinya-
Pakan di anco habis 30 menit sebelum waktunya dengan adg di bawah standard maka pakan bisa
dinaikkan 10% pada keesokan harinya-
Pakan di anco sisa sedikit (<10%) maka pakan utk besok tetap-
Pakan di anco sisa banyak (<25%) maka pakan dipotong 25% dari posisi saat ini pada jam
pakan berikutnya-
Pakan di anco sisa banyak >25% maka pakan dipotong 50% dari posisi saat ini pada jam pakan
berikutnya-
Pakan di anco sisa >50% maka udang dipuasakan pada jam pakan berikutnya dandiberi makan
25% dari seharusnya di jam pakan setelah puasa-
Jika dosis pakan 25% masih tidak habis maka bisa dipuasakan 2 kali jam pakan-
Selain berdasarkan control anco, penambahan dan pemotongan pakan juga harus mempertimbang kan
kualitas air di mana pakan harus dipotong pada air dengan kecerahan <15cm dengan warna
apapun, atau warna air merah dan menyala dimalam hari dengan kecerahan berapapun. Pakan
juga harus dipotong jika airberwarna hijau tua pekat atau terindikasi dominasi BGA (alga hijau
biru), plankton merah (red tide), plankton diatom dengan warna coklat kemerahan dan total
vibriotinggi >50% dari total bakteri.-
Perhitungan pakan untuk saat ini menggunakan feeding rate dengan rumusFR= 13.66 * mbw
^0.593; FR= Feeding Rate, mbw= berat rata-rata udangTotal pakan harian = Biomass x FR
dalam %Biomass = jumlah tebar x mbwBiomass =
pakan harian/FR Prinsip pemberian pakan: dalam hal pemberian pakan yang paling bisa
dipercayaadalah anco
kalau kita tidak percaya anco maka kita mau percaya kepada siapalagi?
Pemakaian Obat-obatan.
Feed additive yaitu zat yang dicampurkan di pakan untuk meningkatkan mutu pakan,utk saat ini
kita memakai vitamin C, fungsinya untuk meningkatkan daya tahan tubuhter hadap stress.
Pemakaian setiap hari mulai hari ke-15 dosis 3-5 gram/kg pakan di saat jam pakan terbanyak.
Bisa juga dengan model 3 hari pakai 3 hari libur.
Probiotik, yaitu mikroba yang berguna untuk mendukung kehidupan udang danekosistem di air.
Saat ini kita memakai 3 macam probiotik yaitu:-
Golongan bakteri nitrifikasi dengan merek dagang Super NB, fungsinya untukmenumbuhkan
plankton dengan cara mengubah nitrit dan ammonium menjadinitrat yang merupakan nutrisi untuk plankton.
Aplikasi bisa dengan cara diaktifasidengan mencampur tetes dengan perbandingan 1 super NB:2
tetes:100 air tawardan diaerasi selama 12-16 jam. Bisa juga ditebar langsung dengan dosis 0.25-
0.5ppmpada saat-saat kritis. Pemakaian normal untuk bulan I adalah 5 hari sekali dan dibulan
ke-2 dst. seminggu sekali-
Golongan bakteri Fotosintetis dengan merek dagang Super PS, fungsinya sebagaipengurai sisa-
sisa pakan dan plankton mati menjadi molekul yang lebih sederhanadan tidak membahayakan
udang dengan cara memecah H2S dalam proses aktifiasbakteri tersebut. Pemakaian mulai
setelah udang umur 2 minggu dengan frekuensiseminggu sekali dan ditingkatakan menjadi
seminggu 2 kali pada saat kondisi airmulai pekat-
Golongan bakteri bacillus sp terutama bacillus subtilis yang berfungsi untukmenekan
pertumbuhan plankton supaya tidak terlalu pekat, selainitu bakteri ini jugamengeluarkan
enzyme yang berguna untuk menekan perkembangan bakteri vibrio.Pemakaian sesuai kondisi
di lapangan terutama saat plankton hijau terlalu pekatdenga nkecerahan <25cm dengan dosis
0.25-0.5ppm dengan frekuensi 5 hari sekali3.
Kaptan atau kapur pertanian fungsinya untuk mempertahankan alkalinitas dan
menjagakestabilan pH air, Megendalikan pertumbuhan plankton, mengikat kelebihan
phospat.Pemakaian tiap hari di pagi hari saat plankton mulai stabil di kecerahan 40cm,
dosis5ppm, atau di malam hari saat plankton berwarna merah dengan dosis 5-10ppmSilica gel
fungsinya untuk membantu pembentukan kulit udang saat moulting, karena moultingsecara
massal biasa terjadi di saat purnama dan tilem maka aplikasi dilakukan pada 2 harisebelum,
pada saat, dan 2 hari setelah purnama dan tilem dengan dosis 1ppm
Beberapa Parameter kualitas air yang Penting1.
Kecerahan
Digunakan untuk indicator kepadatan plankton, yang ideal adalah 70cm saat tebar,40cm di
bulan I, dan di bulan selanjutnya maksimal 25cm jadi untuk nilai kecerahan <25harus ada
perlakuan pengenceran plankton. Diukur sehari sekali pada jam 11 siangdengan tempat dan
pengukur yang sama
Total bakteri dan Total vibrioUntuk mengetahui komposisi bakteri yang merugikan (vibrio)
idealnya di cek 5 harisekali. Vibrio maksimal 10 % dari total bakteri dengan catatan vibrio
harveyii harus 0PenyiphonanPenyiphonan dilakukan untuk menjaga dasar kolam agar selalu
bersih dari kotoran sisa pakan,plankton mati dan kotoran serta sisa moulting1.
Penyiphonan pertama dilakukan minimal umur 16 hari2. UDANG umur 1bulan.
Selanjutnya dilakukan setiap hari sampai dasar bersih3.
Setelah semuanya bersih bisa dijadwalkan 3 hari sekali atau tergantung kondisi lahan Hal-hal
yang harus dilakukan penyiphonan di luar jadwal-
Perubahan warna air dan kecerahan yang drastic-
Sebelum kegiatan panen parsial -
Saat mengubah arah kincirSistem AerasiMenggunakan kincir dengan perbandingan biomass
minimal 1 kincir untuk 600kg udang atau 1kincir untuk 12kg pakan.
Aturan jam opersi kincir tiap 100.000-150.000 benur:-
7. 15 menit sebelum dan 30 menit sesudah feeding s.d DOC 45- >DOC 45 dimatikan 15
menit sebelum dan sesudah feeding
PanenDibagi menjadi panen parsial dan panen total1.
Panen parsialPanen parsial bertujuan untuk mengurangi kepadatan dan biomass udang di
kolam.Panen parsial yang pertama dilakukan untuk menurunkan kepadatan udang ditambak
sehingga menjadi 125-140 ekor/m2, sedangkan panen parsial selanjutnyadilakukan jika rasio
pakan dan kincir >12 atau biomass melebihi 1.8kg/m2.
Panen totalDilakukan setelah udang mencapai size yang diinginkan dan biomass mencapai
puncak maksimalnya di kisaran 2.3-2.7/m2 atau pertumbuhan sudah tidak optimalsedangkan
umur maksimal untuk pertumbuhan yang optimal 125 hari.Criteria dalam memeilih pembeli
udang-
Manajemen Pakan Udang Vannamei di BBAP Situbondo (23-10-11)
Pengetahuan dasar yang sangat dibutuhkan bagi pelaksana budidaya udang dan ikan dalam
hubungannya dengan hasil produksi adalah data pertumbuhan. Laju pertumbuhan dari suatu
makhluk hidup dapat dinyatakan sebagai peningkatan panjang, volume, bobot basah dan kering
persatuan waktu. Pertumbuhan udang biasanya dinyatakan dalam kenaikan bobot basah. Hal ini
dimaklumi karena hasil panen dan pemasarannyadinyatakan dalam bobot. Faktor – faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan udang adalah :
1. Faktor dalam (internal factor), yaitu faktor keturunan (genetik), jenis kelamin, dan umur
udang
2. Faktor luar (eksternal factor), yaitu makanan, persaingan, pemangsaan, penyakit, serta
faktor lingkungan hidup lainnya.
Pertumbuhan pada udang berbeda dengan jenis makhluk yang lain, udang tumbuh secara tiba –
tiba pada setiap rangkaian pergantian kulit (moulting). Meskipun pergantian udang erat dengan
kulit, akan tetapi dapat saja tidak diikuti dengan pertumbuhan. Hal ini dapat terjadi disebabkan
karena keadaan gizi makanan tidak seimbang dan stress.
TEKNIK MEMPERCEPAT PERTUMBUHAN UDANG
Secara alami udang tumbuh diperairan laut yang didahului dengan proses ganti kulit (moulting).
Fenomena ini merupakan indikasi awal pertumbuhan hewan golongan crustacea. Proses
tersebut merupakan salah satu sifat biologis udang yang berlangsung secara periodik (dari telur
– larva s.d dewasa).
Terdapat dua jenis faktor yang mempengaruhi timbulnya proses moulting pada udang, yaitu : (i)
pengruh kondisi lingkungan luar seperti intensitas sinar matahari, salinitas, suhu, O2, dan pH;
(ii) pengaruh makanan dan aktivitas makan udang; (iii) jenis kelamin
Udang betina umumnya memperlihatkan laju pertumbuhan yang lebih cepat dari pada udang
jantan. Perbedaan pertumbuhan udang betina dan udang jantan diduga disebabkan oleh
perbedaan jumlah makanan sebab udang betina aktivitas makannya lebih tinggi dari udang
jantan.
Laju pertumbuhan udang juga dapat dilihat dari pertumbuhan panjang carapace dan
pertumbuhan panjang total dari berat tubuh. Carapace udang setiap hari akan bertambah sekitar
0,3 – 0,7 mm.
Dalam pertumbuhannya, udang windu mengalami beberapa pergantian kulit (moulting).
Pergantian kulit ini selain dimaksudkan untuk menambah ukuran volume ruang yang terbentuk
juga untuk menghadapi proses perkawinan dan untuk mengatasi kondisi lingkungan yang
kurang menguntungkan.
Sebelum terjadi moulting (masa persiapan moullting), nafsu makan udang biasanya menurun
dan pada permukaan tubuhnya sudah terbentuk sebagian kulit baru di bawah kulit lama.
Apabila keadaan gizi pakan cukup seimbang, maka frekuensi pergantian kulit akan lebih sering
terjadi. Apabila pakan yang diberikan mengandung cholesterol sebagai zat pembentuk hormon
moulting (MH), frekuensi moulting akan meningkat. Interval moulting bagi udang muda lebih
pendek dari pada udang dewasa, dimana semakin besar udang maka frekuensi moulting
semakin menurun.
Selama pergantian kulit, chitin dan protein pada lapisan epidermis lama diserap kembali oleh
kulit. Sedangkan bahan organik yang lain tidak diserap. Segera setelah pergantian kulit, kulit
yang baru akan diperkuat dan penyimpanan calcium akan segera dilakukan pada kulit yang
baru. Pertukaran calcium antara cairan tubuh dengan media sekitarnya dilakukan melalui insang
dengan laju 90% diserap dan 70% dilepaskan. Penyimpanan calcium akan terus berlangsung
selamam ganti kulit.
Prinsip dari metode mempercepat pertumbuhan udang sebenarnya mengambil manfaat dari
fenomena moulting tersebut yaitu makan setelah moulting. Pada proses moulting, aktivitas
makan udang menurun, dan setelah selesai moulting aktvitas makannya tinggi sekali sebagai
akibat tahap starvasi (pemuasan) selama masa moulting. Nafsu makan setelah moulting dapat
dimanfaatkan untuk memacu pertumbuhan udang dengan cara pemberian pakan optimal dan
bergizi tinggi sesuai dengan masa pemeliharaan udang. Dengan demikian prinsip metode
mempercepat pertumbuhan udang windu adalah menimbulkan proses moulting pada udang
windu sesuai dengan daur siklus biologis udang dengan memasukan input faktor makanan yang
dapat memacu pertumbuhan udang.
Faktor lingkungan luar yang berpengaruh terhadap moulting antara lain salinitas air laut.
Moulting dapat berlangsung baik pada air lauut yang bersalinitas tinggi maupun yang
bersalinitas rendah. Pada salinitas tinggi, konsentrasi garam – garam air laut sangat meningkat
termasuk garam calcium dan posphor amat diperlukan untuk pengerasan cangkang selama
proses moulting sehingga mengakibatkan cangkang udang sangat keras.
Kondisi cangkang udang yang cukup keras ini mengakibatkan proses pergantian kulit
(moulting) berikutnya sulit dilakukan. Hal ini disebabkan karena udang harus merobek
cangkangnya sendiri untuk memacu pertumbuhan udang karena proses moulting tersebut.
Salinitas air yang tinggi dapat menghambat pertumbuhan udang karena proses moulting itu
sendiri sangat sulit dilakukan.
Pada salinitas rendah, proses moulting dapat berlangsung secara aman, tanpa mengganggu
pertumbuhannya. Cairan tubuh udang saat moulting dapat memperlancar proses osmoregulasi
(pertukaran garam – garam air laut kedalam cairan tubuh udang ). Dengan adanya cairan ini,
pada saat terjadi moultingudang dapat dengan mudah merobek cangkang yang lama. Kekerasan
cangkang dapat dilunakan dengan kondisi media sekitarnya yang bersalinitass rendah.
Setelah terjadi moulting, udang akan mengalami kelaparan sebagai akibat dari fase starvasi
(pemuasan) selama proses moulting. Kondisi tersebut dapat digunakan untuk memacu
pertumbuhannya dengan cara pemberian pakan semaksimal mungkin dan berkadar protein
tinggi. Dengan demikian dalam budidaya udang, faktor – faktor yang dapat diatur untuk
menimbulkan terjadinya proses moulting adalah faktor salinitas dan komposisi pakan.
Untuk memperoleh salinitas air laut yang rendah, langkah – langkah yang dilakukan adalah
dengan pengenceran air tambak dengan melakukan penambahan air tawar kedalam tambak.
Tabel 1. Metode lapangan untuk memacu moulting
Umur udang Salinitas Salinitas Monitoring kondisi Penambahan air tawar
permulaan baru udang, sebagai setinggi
(memacu indikasi untuk Tinggi Tinggi air
moulting) memacu moulting air tambak baru
tambak setelah
penambahan
Misal : 26 ppt 24 ppt - Nafsu makan turun 100 cm 120 cm
2 bulan - Daya renang turun
(60 hari) - Jumlah pakan di anco
- Anco selama 3 – 4
hari
75 hari 24 ppt 22 ppt idem 120 cm 150 cm
90 hari 22 ppt 20 ppt idem 150 cm 170 cm
Dst
Selain salinitas rendah, cholesterol (minyak ikan) sebagai zat pembentuk moulting dapat
ditambahkan kedalam makanan udang untuk mendorong terjadinya proses moulting. Dalam
makanan, dapat pula ditambahkan dengan ampas biji teh (saponin) untuk mendorong terjadinya
proses moulting.
Dalam pertumbuhannya, larva udang windu mengalami perubahan bentuk dan moulting berkali
– kali. Pada proses pergantian kulit tersebut sebenarnya faktor lingkungan yang mempengaruhi
tidak berdiri sendiri – sendiri akan tetapi faktor – faktor tersebut secara bersama – sama
mempengruhi terjadinya proses terjadinya moulting. Rangsangan lingkungan yang mendorong
terjadinya proses moulting terdiri dari internal factor dan eksternal factor.
Makanan sebagai internal factor merupakan faktor pertama yang mempengaruhi proses
moulting, dimana kandungan nutrisi dari pakan udang yang lengkap dan bergizi tinggi,
terutama yang banyak mengandung cholesterol dalam pakan akan dapat mendorong tubuh
udang untuk memproduksi zat pembentuk hormon moulting (Moulting Hormon = MH).
Terdapat dua jenis hormon yang mempengaruhi proses moulting didalam tubuh udang, yaitu
1. Hormon pencegah moulting (moulting inhibiting hormon = MIH) yang dikeluarkan dari
organ x pada tangkai mata.
2. Hormon moulting (MH) yang dikeluarkan dari organ y yang terdapat pada ruas antenna
(sungut).
Faktor berikutnya yang secara bersama mendorong terjadinya proses moulting adalah eksternal
factor yaitu cahaya, suhu, dan salinitas. Biasanya udang mengalami moulting pada malam hari
yaitu pada saat kondisi makanan, suhu, sinar dan salinitas sesuai. Informasi – informasi faktor
lingkungan tersebut diteruskan ke mata dan pada otak bagian kepala, tepatnya di thoracix
ganglion yang menghasilkan organ y sebagai zat pembentuk hormon moulting.
Kebiasaan udang melakukan moulting pada malam hari menandakan bahwa udang
menghendaki intensitas cahaya, suhu serta salinitas rendah. Apabila organ y telah terbentuk
hormon moulting yang diperoleh dari makanan yang mengandung cholesterol (internal factor),
meskipun pada organ x terdapat MIH, asalkan lingkungan sudah sesuai maka informasi tersebut
akan terus dilanjutkan dari organ x ke organ y sehingga udang terdorong untuk moulting.
Fenomena moulting ini bersifat periodik, karena untuk pertumbuhan udang harus memperluas
volume tubuhnya dengan cara berganti kulit. Proses pertumbuhannya tersebut harus dibantu
dengan penyerapan sejumlah besar air. Dengan adanya kapasitas volumetubuh yang demikian ,
maka sangat memungkinkan untuk pertumbuhan sel – sel tubuh udang secara maksimal.
MONITORING
Keberhasilan budidaya udang adalah sangat ditentukan oleh perhatian yang besar dari
pengelolanya. Pengelolaan harus cepat tanggap dalam mengatasi permasalahan atau
penyimpangan yang terjadi. Oleh karena itu, monitoring setiap saat secara terus menerus harus
selalu dilakukan (terutama pada setiap pemberian pakan).
Monitoring pertumbuhan udang untuk mengetahui laju pertumbuhannya dilakukan dengan cara
mencatat data pertumbuhan udang pada blanko monitoring pertumbuhan yang dilakukan per
minggu dengan sampling ukuran udang pada anco (tempat makan udang). Monitoring
dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali sampling, dimana hasil pengukuran tersebut dibandingkan
normal udang sehingga nantinya akan diketahui apakah terjadi stagnasi pertumbuhan atau tidak.
Pertumbuhan normal udang windu dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 2. Pertumbuhan normal udang windu (Penaeus monodon)
Densitas Umur (hari)
Ekor/m2 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 170 180
20 e/m2 2,5 5,0 7,0 9,0 10,0 12, 14,0 17,0 20, 23,0 26,0 30, 34,0 36, 38,0
0 0 0 0
25 e/m2 2,0 3,5 5,5 7,5 9,0 10, 11,0 13,0 15, 18,0 21,0 25, 28,0 31, 33,0
0 0 0 0
Tabel 3. Pertumbuhan normal udang windu (Penaeus monodon)
Hari Ke Berat (gram)
0 0,02
20 2,0
40 10,0
60 17,0
80 24,8
100 30,0
120 39,0 – 40,0
160 44,0 – 50,0
Tabel 4. Blanko monitoring pertumbuhan (sampling ukuran/ size)