Anda di halaman 1dari 44

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara pengekspor tuna terbesar di dunia.


Ikan tuna pada umumnya diekspor dalam bentuk segar utuh disiangi (fresh
whole gilled and gutted), produk beku utuh disiangi (frozen whole gilled and
gutted), loin (frozen loin) dan steak beku (frozen steak), serta produk dalam
kaleng (canned tuna).

Bali merupakan kontributor ekspor tuna terbesar di Indonesia. Setiap


tahun, Pulau Dewata rata-rata mengekspor sebanyak 18.000 ton ikan tuna
keberbagai Negara, mayoritas Jepang.

Menurut Kadis Kelautan dan Perikanan Bali Made Gunaja, posisi strategis
Pulau Dewata menyebabkan daerah ini dapat mempertahankan sebagai
daerah pengekspor ikan tuna terbesar di Indonesia.

“Faktor pertama, karena posisi Bali dekat dengan fishing ground, dan
kedua, pelabuhan dan bandara dekat sehingga fresh tuna dapat segera
dikirimkan,” ujarnya, kamis (19/5/2016).

Faktor lokasi tersebut yang membuat Bali unik bagi industry perikanan
tuna di tanah air. Hal itu dibuktikan dengan keberadaan Asosiasi Tuna
Longline Indonesia (ATLI) yang merupakan gabungan perusahaan
penangkapan dan eksportir tuna beku dan segar.

Gunaja mengakui kebijakan larangan transshipment yang dikeluarkan


Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) memang sempat mempengaruhi
jumlah ekspor dari sini. Dia mengatakan pasca kebijakan itu, ekspor ikan tuna
segar dari Pulau Dewata sempat turun 70% pada 2015, jika dibandingkan
2014.

Namun hal tersebut masih dapat dimaklumi karena tujuan larangan


tersebut untuk menjaga ekosistem ikan tuna. Dia menyakini dalam rentang
2

dua hingga tiga tahun kedepan pasokan ikan tuna akan kembali melimpah
karena dijaga.

Untuk menjamin mutu, dan menjaga kepercayaan konsumen serta mampu


meningkatkan daya saing produk maka diperlukan adanya penanganan yang
sesuai dengan prosedur Good Manufactiring Practice (GMP). Dengan begitu
perusahaan dapat memproduksi dan mengekspor produk yang aman
berkualitas dan terjamin mutunya.

PT. Hatindo Makmur Bali telah menerapkan prosedur pengolahan yang


sesuai dengan penerapan Good Manufactiring Practice (GMP), sehingga
dapat memenuhi persyaratan perusahaan pengolahan yang aman dan baik dan
layak produksi.

1.2 Tujuan

Tujuan dilaksanakannya Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT Hatindo


Makmur, Bali sebagai berikut :

1. Mengetahui tahapan proses pengolahan Tuna (Thunnus SP) Steak ;

2. Mengetahui penerapan Good Manufacturing Practices (GMP) pada


pengolahan produk Tuna (Thunnus SP) beku ;

3. Mengetahui peralatan yang digunakan dalam proses pembuatan produk


Tuna (Thunnus SP) Steak di PT. Hatindo Makmur Bali ;

1.3 Manfaat

1. Siswa/siswi mampu mengetahui dan memahami tahapan proses


pengolahan Tuna (Thunnus SP) Steak yang ada di PT. Hatindo Makmur
Bali ;

2. Siswa/siswi mampu mengetahui dan memahami penerapan Good


Manufacturing Practices (GMP) di PT. Hatindo Makmur Bali;

3. Siswa/siswi mampu mengetahui peralatan yang digunakan dalam proses


pembuatan produk Tuna (Thunnus SP) beku di PT. Hatindo Makmur Bali;
3

BAB II

TINJUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1 Klasifikasi Ikan Tuna (Thunnus sp.)

Menurut Saanin (1984), ikan tuna berdasarkan taksonominya dapat


diklasifikasikan sebagai berikut :

Filum : Chordata

Subfilum : Vertebrata

Kelas : Teleostei

Subkelas : Actinopterygi
i
Ordo : Perciformes

Subordo : Scombridei

Family : Scombridae

Genus : Thunnus

Spesies : Thunnus sp.

Gambar 1. Jenis – jenis Ikan Tuna


Sumber : Maulana (2012)
4

Berdasarkan ukuran tuna, di Indonesia terdapat dua kelompok tuna yaitu


tuna besar dan tuna kecil. Ikan tuna besar yang hidup di perairan laut
Indonesia yaitu tuna madidihang (Thunnus albacares), tuna mata besar
(Thunnus obesus), tuna albakora (Thunnus alalunga) dan tuna sirip biru
(Thunnus maccoyii).

2.2 Morfologi Ikan Tuna (Thunnus sp.)

 Tubuh ikan tuna lonjong memanjang seperti terpedo.

 Memiliki 2 sirip pungung, sirip depan yang biasanya pendek dan terpisah
dari sirip belakang yang agak tegak menjulang keatas.

 Mempunyai jari-jari sirip tambahan (finlet) di belakang sirip punggung


dan sirip dubur.

 Sirip dada agak panjang dan terlihat seperti sabit, sirip perut kecil, sirip
ekor bercagak agak ke dalam dengan jari-jari penyokong menutup seluruh
ujung hipural dan berbentuk seperti huruf V.

 Tubuh ikan tuna tertutup oleh sisik-sisik kecil, berwarna biru tua dan agak
gelap pada bagian atas tubuhnya dan berwarna putih keperakan pada
bagian bawah tubuhnya.

2.3 Habitat dan Kebiasan Hidup

Wilayah tangkap ikan tuna mayoritas berada di Samudera Pasifik dan


Samudera Hindia. Khusus di Indonesia, habitat ikan tuna banyak ditemui di
sisi selatan laut Pulau Jawa, menyisir hingga kawasan timur Indonesia.
Misalnya ikan tuna jenis bluefin, banyak ditemui hingga perairan Nusa
Tenggara Timur (NTT)

Menurut data Kementrerian Kelautan dan Perikanan (KKP), wilayah


tangkap ikan tuna di Indonesia mencapai Perairan Kabupaten Wakatobi yaitu
daerah Laut Banda, Sulawesi Tenggara, dan sekitarnya. Perairan Wakatobi
merupakan habitat khususnya jenis tuna sirip kuning (yellowfin-Thunnus
albacares).
5

Selain itu, khusus untuk daerah di kawasan timur Indonesia lainnya juga
didominasi oleh habitat ikan tuna cakalang. Puncak musim penangkapan ikan
cakalang pada umumnya berkisar pada musim peralihan I (April, Mei, dan
Juni) hingga awal musim timur

Di Maumere (Nusa Tenggara Timur) misalnya, puncak musim terjadi


pada Februari dan November, yaitu akhir musim barat dan akhir musim
peralihan II yang berselang selama empat bulan. Kisaran bulan-bulan musim
penangkapan ikan tuna dan cakalang adalah sebagai berikut:

 Perairan Selat Makassar bagian selatan: Maret-Juli

 Laut Flores: September-Maret

 Laut Banda: September-Maret

 Perairan Aru: September-Maret

 Laut Arafura: Agustus-Mei

 Laut Seram: Agustus-Maret

 Laut Maluku: Agustus-Maret

Hal itu juga dibenarkan oleh Ketua Umum Asosiasi Tuna Indonesia
(Astuin) Eddy Yuwono. Bahkan menurut Eddy, wilayah tangkap tuna terbesar
di Indonesia banyak dijumpai di laut lepas di perairan Bali berbatasan dengan
negara Australia.
6

2.4 Standar Bahan Baku SNI

Standar bahan baku ikan tuna segar berdasarkan SNI sebagai berikut :

Tabel 1. Persyaratan Mutu Bahan Baku Ikan Tuna Segar SNI


Jenis uji Satuan Persyaratan

a Organoleptik Angka (1-9) Minimal 7

b Cemaran mikroba :

- ALT Koloni/g
maksimal 5,0 x
- Escherichia APM/g
coli maksimal < 2
APM/25g
- Salmonella nagatif
APM/25g
- Vibrio negatif
cholerae

c Cemaran kimia :

- Raksa (Hg) mg/kg maksimal 0,5

- Timbal (Pb) mg/kg maksimal 0,4

- Histamin mg/kg maksimal 100

- Cadmium (Cd) mg/kg maksimal 0,1

Parasit Ekor maksimal 0

Sumber : SNI 01-2729.1-2006

2.5 Standar Produk Akhir SNI


7

Standar produk akhir tuna steak beku berdasarkan SNI sebagai berikut :

Tabel 2. Persyaratan Mutu Produk Akhir Tuna Steak SNI


Jenis uji Satuan Persyaratan
a Organoleptik Angka (1-9) Minimal 7

b Cemaran mikroba :
- ALT Koloni/g maksimal 5,0 x
- Escherichia coli APM/g maksimal < 2
- Salmonella APM/25g nagatif
- Vibrio cholerae APM/25g negatif

c Cemaran kimia :
- Raksa (Hg) mg/kg maksimal 0,5
- Timbal (Pb) mg/kg maksimal 0,4
- Histamin mg/kg maksimal 100
- Cadmium (Cd) mg/kg maksimal 0,1

Parasit Ekor maksimal 0

CATATAN* Bila diperlukan

Sumber : SNI 01-4485.1-2006

Produk tuna steak beku adalah produk yang dihasilkan dari penyerutan loin
menggunakan mesin benso, dengan ketebalan 3 – 4 cm. weight/berat produk
antara lain 4 oz (113,39 gr), 6 oz (170,09 gr), 8 oz (226,79 gr), 10 oz (283,49 gr).

Gambar 2. Produk Tuna Steak Beku

2.6 Good Manufacturing Practices (GMP)


8

Good Manufacturing Practices meliputi cara memproduksi makanan yang


baik, pedoman yang menjelaskan bagaimana memproduksi makanan agar
aman, bermutu dan layak dikonsumsi. Berisi penjelasan mengenai
persyaratan minimum yang harus dipenuhi pada seluryh mata rantai makanan,
mulai bahan baku sampai produk akhir. Umumnya menguraikan tentang
kondisi yang bagaimana dan prosedur yang mana yang akan di pakai
perusahaan.

Hubungan antar sistem dalam keamanan pangan

Gambar 3. Hubungan Antar Sistem Dalam Keamanan Pangan

a. Kegunaan penerapn GMP

1. Bagi pemerintah :

 Melindungi konsumen dari penyakit atau kerugian yang


diakibatkan oleh makanan yang tidak memenuhi persyaratan.
 Memberikan jaminan kepada konsumen bahwa makanan yang di
konsumsi adalah makanan yang layak. Mempertahankan atau
meningkatkan kepercayaan terhadap makanan yang di
perdagangkan secara internasional.
 Memberikan bahan acuan dalam program pendidikan kesehatan
dibidang makanan kepada industri dan konsumen.

2. Bagi perindustrian :
9

 Memproduksi dan menyediakan makanan yang aman dan layak


bagi konsumen.
 Memberikan informasi yang jelas dan mudah dimengerti kepada
masyarakat untuk melindungi makanan terhadap kontaminasi dan
kerusakan.
 Mempertahankan atau meningkatkan kepercayaan dunia
internasional terhadap makanan yang diproduksi.

Untuk menghasilkan produk yang bermutu baik, GMP menetapkan :

 Kriteria (istilah umum, persyaratan bangunan dan fasilitas lain)


 Standar (spesifikasi bahan baku dan produk, komposisi produk)
 Kondisi (parameter proses pengolahan)

b. Ruang Lingkup Good Manufactiring practices (GMP)

Lingkungan dan lokasi, Bangunan dan fasilitas unit uasaha, Fasilitas


dan kegiatan sanitasi, Sistem, Pengendalian hama, Hygiene karyawan,
Pengendalian proses, Manajemen pengawasan, Pencatatan dan
dokumentasi, Lingkungan dan lokasi. Berikut penjelasan selengkapnya

1. Lingkungan

 Lingkungan sarana pengolahan harus terawat baik,bersih dan bebas


sampah
 Sistem pembuangan dan penanganan limbah cukup baik
 Sistem saluran pembuangan air lancar

2. Lokasi

 Terletak dibagian pinggir kota, tidak padat penduduk dan lebih


rendah dari permukiman
 Tidak menimbulkan pencemaran lingkungan
 Bebas banjir, polusi asap, debu, bau, dan kontaminan lainnya
 Bebas dari sarang hama seperti hewan pengerat dan serangga
 Tidak berada dekat dengan industri logam dan kimia, pembuangan
sampah atau limbah

c. Bangunan dan fasilitas unit usaha

1. Desain bangunan

- Desain, konstruksi dan tata ruang harus sesuai dengan alur proses
10

- Bangunan cukup luas dan dapat dilakukan pembersihan secara


intensif
- Lantai dan dinding dari bahan yang kedap air, kuat, dan mudah
dibersihkan, serta sudut pertemuannya berbentung lengkung.

2. Fasilitas unit usaha

- Penerangan cukup, sesuai spesifikasi proses


- Ventilasi baik memungkinkan udara mengalir dari ruang bersih ke
ruang kotor
- Sarana pencucian tangan dan kaki dilengkapi sabun dan pengering
atau desinfektan
- Gudang mudah dibersihkan, terjaga dari hama, pengaturan suhu
dan kelembaban sesuai, penyimpanan sistem FIFO dilengkapi
catatan.

3. Fasilitas dan kegiatan sanitasi

Program sanitasi meliputi :

- Sarana penyediaan air


- Sarana pembuangan air dan limbah
- Sarana pembersihan atau pencucian
- Sarana toilet/jamban
- Sarana hygiene karyawan

4. Sistem pengendalian hama


Pengawasan atas barang atau bahan yang masuk, Penerapan atau
praktek hygienis yang baik, Menutup lubang dan saluran yang
memungkinkan masuknya hama, Memasang kawat kasa pada jendela
dan ventilasi, Mencegah hewan peliharaan berkeliaran di lokasi unit
usaha, Hygiene karyawan, Persyaratan dan pemeriksaan rutin kesehatan
karyawan.

Persyaratan kebersihan karyawan :

- Menjaga kebersihan badan


- Mengenakan pakaian kerja dan perlengkapannya
- Menutup luka
- Selalu mencuci tangan dengan sabun
- Melatih kebiasaan karyawan
- Pengendalian proses
- Pengendalian pre produksi
11

Persyaratan bahan baku, komposisi bahan, cara pengolahan bahan baku,


persyaratan distribusi/transportasi, penyiapan produk sebelum di konsumsi

 Pengendalian proses produksi


 Pengendalian pasca produksi

Jenis dan jumlah bahan yang digunakan dalam produksi, bagan alir proses
pengolahan, keterangan produk, penyimpanan produk, jenis kemasan, jenis
produk pangan yang dihasilkan

 Manajemen pengawasan

 Pengawasan terhadap jalannya proses produksi dan perbaikan bila


terjadi penyimpangan yang menurunkan mutu dan keamanan produk

 Pengawasan rutin untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi


produksi

 Pencatatan dan Dokumentasi

 Berisi catatan tentang proses pengolahan, termasuk tanggal produksi


dan kadaluarsa, distribusi dan penarikan produk karena kadaluarsa

 Dokumen yang baik akan meningkatkan jaminan mutu dan keamanan


produk.

BAB III

METODE PELAKSANAAN

3.1 Waktu dan Lokasi Pelaksanaan

Praktek Kerja Lapang (PKL) II dilakasanakan di PT Hatindo Makmur Jl.


Ikan Tuna Raya III No.2 Komplek Pelabuhan Benoa, Bali. Terhitung selama
4 bulan di berangkatkan pada tanggal 14 Januari 2019 – 14 Mei 2019.

3.2 Metode Pengumpulan Data


Pengamatan ini dilaksanakan dengan dua cara yaitu pengamatan primer
dan pengamatan sekunder.

a) Pengamatan Data Primer


12

Data primer Data yang diperoleh peneliti secara langsung (Dari


tangan pertama dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu:
1. Pengumpulan data dengan wawancara
Wawancara menurut Esterberg dalam Sugiyono (2013:231)
Merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide
melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonssultasikan makna dalam
suatu topic tertentu.
2. Dokumentasi
Dokumentasi Catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen
berupa tulisan, gambar atau karya-karya monumental dari seseorang.
Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya catatan harian, sejarah
kehidupan (life histories), ceriteri, biografi, peraturan, kebijakan.
Dokumen yang berbentuk gambar misalnya, foto, gambar hidup, sketsa,
dll. Studi dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode
observasi dan wawancara dalam penelitian kualitativ Sugiyono
(2013:240)
3. Observasi
Observasi adalah suatu proses yang komples dan tersusun dari
berbagai proses biologis dan psikologis .dua diantara yang terpenting
adalah proses pengamatan dan ingatan Sutrisno Hadi dalam sugiyono
(2013:145)

Data Primer meliputi penilaian terhadap:

 Data khusus tentang penerapan Good Manufacturing Practices (GMP)


Pada pengolahan Tuna (Thunnus SP) Steak di PT. Hatindo Makmur
Bali;
 Standar bahan baku menurut SNI;
 Standar produk menurut akhirSNI;
b) Pengamatan Data Skunder
Yaitu dengan cara melakukan penelitian dari sumber yang ada dapat
berupa catatan, dokumentasi
Data Pengamatan Skunder meliputi penilaian terhadap:
a. Data khusus tentang pencatatan pada beberapa sumber atau instansi
terkait dinas perikanan kelautan;
b. Lokasiperusahaan,sejarah berdirinya perusahaan, sarana dan
prasarana, alur proses, alat dan bahan;
13

c. Teknik dan teknologi dalam proses pengolahan;

BAB IV

KEADAAN UMUM PERUSAHAAN

4.1 Lokasi Perusahaan

Perusahaan PT. Hatindo Makmur berada di Kompleks Pelabuhan Benoa Jl.


Ikan Tuna III No. 2, Bali – Indonesia 80223. Dengan luas perusahaan 2.100
m².

4.2 Sejarah Berdirinya Perusahaan

Perusahaan PT. Hatindo Makmur didirikan pada tanggal 17 Maret 1999,


melalui akte Notaris Tjia Francisca Teresa Nilawati, S.H dengan akte No. 8
tanggal 01 Januari 1999 dan disahkan Menteri Kehakiman R.I melalui Surat
Keputusan No. AHU-30165.AH.01.02 tahun 2010, tertanggal 14 Juni 2010.
Akte ini telah disesuaikan dengan UU No. 1 tahun 1995 tentang Perseroan
Terbatas dengan Akte Notaris Tjia Francisca Teresa Nilawati, S.H

Table 3. Detail Perusahaan


14

No DETAIL PERUSAHAAN

1. Alamat Perusahaan Kompleks Pelabuhan Benoa Jl.


Ikan Tuna lll NO. 2, Bali-
Indonesia 80223

2. Telepon / Fak 62-361-724095 / 62-361-


724097

3. E-mail / website Pt.htmbali@yahoo.com /


www .kingseafood.biz

4. Tahun Pendiran 17 Maret 1999

5. Jenis Usaha Pengelolahan dan pembekuan


produk-produk perikanan

6. Jenis Produk Tuna Segar, tuuna beku, palagic


beku dan demersal beku

7. Asal bahan baku Tangkapan liar (laut Indonesia)

8. Luas Perusahaan 2.100 m2

9. Penanggung Jawab Perusahaan Beddhi Gunawan

10. Penanggung Jawab Produksi Antoni

11. Penanggung Jawab Mutu I Gede Widi Sedana, S.TP

12. Kapasitas Produksi 5 ton perhari

13. Kapasitas Penyimpanan 200 ton

14. Jumlah SDM Laki-laki Perempuan

-Tenaga tetap 16 30

-Tenaga harian 0 0

-Tenaga borongan 0 0

15. No IUI 1268/1/IU/PMA/2017

16 Nomor surat keterangan lain IUI : 1268/1/IU/PMA/2017


TPD : 22.09.1.10.00207
NPWP : 01.898.253.-904.000
15

IUP : 235/BRP/XI/2013
Izin ganggguan :
12b/324/2079/D5/DPMPTSP/2
017
SITU :
11b/444/2008/DS/DPMPTSP/2
017
17. Pangsa pasar USA, Asia, dan Eropa

4.3 Struktur Organisasi


16

Direktur

Plant
Manger

Marketing QA Production HRD


Maneger Manager Manager Manager

SPV
SPV QC SPV SPV
Ekspor & Supervisor Potong SPV
Impor
Akutan Satpa
SPV CO Teknisi
m
QC Sanitasi
& Hygine
SPV Steak

QC Entry SPV
Room Packing
Basah
QC
Laboratorium SPV
Packing
Kering
SPV Cold
Storage
Staff Staff
Staff
Loadin Staff Staff Teknis
Satpam
g pembelian Pengendali i
Staff Dokumen Staff
Tally Staff
HRD
Packin Gudang
g
Operator Operator Operator Packing
Laudry Potong Kering
Operator CS Operator CO Operator Cold Storage

Operator entry Operator ABF


Operator Steak
Room
Operator Metal
Operator Detector
Packing Basah

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN


17

5.1 Diagram Alur Proses

.Penerimaan

Pembekuan ABF

Pencucian 1

Potong kepala & Pemvacuman


ekor Pendeteksian Logam

Pencucian 2 Pengemasan dan Pelabelan 1 Penimbangan

Pemisahan Mutu 2
Potong Loin Pengemasan Pelabelan 2

Buang kulit
Perapihan 2

Penyimpanan Cold Storage

Pemisahan Mutu 1 Penyimpanan Chilling Room

Pemuatan & Pengiriman


Buang Daging Hitam

Penghembusan Gas CO

Perapihan 1 Pembungkusan Sementara

Suntik Gas CO

5.2 Alur Proses

1. Penerimaan

a. Penerimaan bahan baku dilakukan di ruang penerimaan bahan baku


(receiving room).
18

b. Pendistribusian bahan baku dari tempat pelelangan dilakukan


menggunakan mobil bak tertutup untuk mencegah ikan dari paparan
cahaya matahari.

c. Bahan baku yang didatangkan dari luar Pelabuhan Benoa, harus


didistribusikan menggunakan kendaraan bak tertutup dengan
penambahan media pendingin es curah untuk menjaga suhu ikan
≤ 4.4˚C.

d. Penerimaan bahan baku ikan harus dilakukan cepat dan hati-hati.

e. QC penerimaan bahan baku harus melakukan monitoring terhadap


kualitas bahan baku yang tiba di pabrik. Monitoring kualitas bahaan
baku dilakukan dengan cara berikut:

 Pengecekan suhu bahan baku ikan menggunakan thermometer


tusuk digital yang telah dikalibrasi pada laboratorium
tersertifikasi.

 Pengecekan organoleptik (kenampakan, tekstur dan aroma)


sesuai SNI (Standar Nasional Indonesia) tentang tata cara
pengujian organoleptik pada ikan segar oleh operator yang telah
terlatih dan berpengalaman.

 Pengambilan sampel bahan baku ikan untuk uji mikrobiologi


(TPC/ALT, E.Coli, Salmonella dan Staphylococcus Aureus)
dan kimia (Histamine) di laboratorium internal oleh staff
laboratorium.

f. Semua bahan baku yang diterima dari supplier harus dilengkapi


dengan surat garansi supplier.

g. Melakukan uji kandungan logam berat (Pb, Cd, Hg, Sn) secara
berkala untuk memonitoring kualitas bahan baku.

h. Bahan baku yang di terima harus memenuhi standar bahan baku yang
telah ditetapkan oleh perusahaan, yaitu:

 Suhu bahan baku ikan yang diterima harus ≤ 4.4˚C.


19

 Nilai organoleptik ( kenampakan, tekstur dan aroma) minimal 7.

 Hasil pengujian mikrobiologi; TPC/ALT < 5.0 x 105 cfu/gr,


E.Coli < 3 cfu/gr, Salmonella = Negatif / 25 gr dan
Staphycoccus Aureus = Negatif / 25 gr.

 Hasil pengujian kimia; Histamin < 25 PPM.

i. Semua lot bahan baku yang tidak memenuhi persyaratan nilai


organoleptik, uji mikrobiologi dan uji kimia harus ditolak atau
tidak dapat diproses menjadi produk.

j. Operator penerimaan bahan baku harus selalu menjaga kebersihan


ruang penerimaan, peralatan dan seragam yang digunakan dengan cara
melaksanakan SSOP (Standard Sanitation Operational Procedure)
secara disiplin.

2. Pencucian 1

a. Ikan yang memenuhi standar bahan baku, dibersihkan menggunakan


air RO (Reverse Osmosis) bertekana tinggi.

b. Selanjutnya ikan direndam kedalam bak perendaman ikan yang berisi


campuran air RO (Reverse Osmosis) dan es curah yang mengandung
30 ppm khlorin dengan suhu 0˚- 4˚C.

c. Air pada bak perendaaman bahan baku ikan harus diganti setelah
digunakan merendam maksimal 40 ekor ikan.

d. Jika terjadi pergantian jenis ikan, maka dilakukan penggantian air


rendaman untuk menghindari kontaminasi silang.

3. Potong Ekor dan Kepala

a. Pengecekaan suhu ikan.

b. Pemotongan bagian ekor dan kepala ikan, dilakukan dengan cepat dan
hati-hati menggunakan pisau golok stanless.
20

c. Limbah ekor dan kepala dibuang pada keranjang yang telah


disediakan.

d. Semua operator prosesing harus melaksanakan prosedur kebersihan


perlengkapan dan peralatan setiap 15 menit untuk mencegah
kontaminasi bakteri patogen.

e. Jika terjadi pergantian jenis ikan, maka dilakukan pembersihan


perlengkapan dan peralatan untuk menghindari kontaminasi silang.

4. Pencucian 2

a. Pencucian bagian luar dan perut ikan menggunakan air RO (Reverse


Osmosis) untuk membersihkan darah dan sisa kotoran yang tertinggal
setelah tahap pemotongan ekor dan kepala.

b. Jika terjadi pergantian jenis ikan maka dilakukan pembersihan


perlengkapan dan peralatan untuk menghindari kontaminasi silang.

5. Potong Loining

a. Potong loining adalah memotong ikan menjadi empat bagian loin.

b. Potong loining dilakukan menggunakan pisau stainless dengan cepat


dan hati-hati.

c. Semua operator prosesing harus melaksanakan prosedur kebersihan


perlengkapan dan peralatan setiap 15 menit untuk mencegah
kontaminasi patogen.

d. Jika terjadi pergantian jenis ikan, maka dilakukan pembersihan


perlengkapan dan peralatan untuk menghindari kontaminasi silang.

6. Buang Kulit

a. Proses pembuangan kulit dilakukan menggunakan pisau stainless


dengan cepat dan hati-hati.
21

b. kulit yang telah terpisah dari daging, dibuang ke dalam keranjang


penampungan dan dipisahkan sesuai warna kulitnya.

c. Semua operator prosesing harus melakukan prosedur kebersihan


perlengkapan dan peralatan setiap 15 menit untuk mencegah
kontaminasi silang bakteri patogen.

d. Jika terjadi pergantian jenis ikan, maka dilakukan pembersihan


perlengkapan dan peralatan untuk menghindari kontaminasi silang.

7. Pemisahan Mutu 1

a. Tahap pemisahan mutu 1 dilakukan oleh SPV. bagian potong.

b. Pemisahan mutu dilakukan berdasarkan parameter organoleptik


(kenampakan, tekstur dan aroma).

c. Ikan yang tidak sesuai standar harus ditolak atau dikembalikan pada
supplier.

d. Semua operator prosesing harus melakukan prosedur kebersihan


perlengkapan dan peralatan setiap 15 menit untuk mencegah
kontaminasi silang bakteri patogen.

e. Jika terjadi pergantian jenis ikan, maka dilakukan pembersihan


perlengkapan dan peralatan untuk menghindari kontaminasi silang.

8. Membuang Daging Hitam

a. Membuang daging hitam dilakukan menggunakan pisau stainless


dengan cepat dan hati-hati.

b. Ikan harus dipastikan sudah benar-benar bersih dari daging hitam.

c. Daging ikan hasil pemisahan, ditempatkan pada keranjang yang sudah


disediakan.

d. Ikan yang sudah bersih, ditempatkan terpisah sesuai dengan mutunya.

e. Semua operator prosesing harus melaksanakan prosedur kebersihan


perlengkapan dan peralatan setiap 15 menit untuk mencegah
kontaminasi bakteri patogen.
22

f. Jika terjadi pergantian jenis ikan, maka dilakukan pembersihan


perlengkapan dan peralatan untuk menghindari kontaminasi silang.

9. Perapihan 1 (Trimming dan sizing produk Steak)

a. Trimming dilakukan dengan cepat dan hati-hati untuk mencegah


kenaikan suhu.

b. Proses trimming dipandu dan diawasi oleh SPV. pada bagiannya.

c. Produk harus ditempatkan diatas lempengan es (Ice plate) untuk


mempertahankan suhu produk pada suhu ≤ 4.4˚C.

d. Trimming dilakukan menggunakan pisau stainless, bentuk dan ukuran


disesuaikan dengan spesifikasi yang telah ditentukan.

e. Produk – produk no CO yang sudah melewati tahapan trimming dan


sizing, dimasukan kedalam kemasan IVP (Individual Vacuum
Packaging) selanjutnya divacuum.

f. Produk – produk dengan penambahan perlakuan gas CO yang telah


melewati tahapan trimming, dimasukan kedalam kemasan plastik
sementara untuk selanjutnya mendapatkan perlakuan gas CO.

g. Semua operator prosesing harus melaksanakan prosedur kebersihan


perlengkapan dan peralatan setiap 15 menit untuk mencegah
kontaminasi bakteri patogen.

h. Jika terjadi pergantian jenis ikan, maka dilakukan pembersihan


perlengkapan dan peralatan untuk menghindari kontaminasi silang.

10. Suntik Gas CO (Produk CO Loin dan CO Fillet)

a. Penyuntikan gas CO dilakukan dengan teliti dan hati-hati untuk


mencegah kecelakaan kerja.
23

b. Proses penyuntikan gas CO dipandu dan diawasi SPV. bagian CO.

c. Produk yang akan disuntik harus diletakan di atas lempengan es.

d. Penyuntikan gas CO dilakukan menggunakan jarum suntik single,


jarak suntik 2-3 cm horizontal dan vertikal dengan tekanan gas 0.6
BAR.

e. Penggunaan jarum suntik dikontrol dan dicatat oleh SPV. bagian


CO.

f. Semua operator prosesing harus melaksanakan prosedur kebersihan


perlengkapan dan peralatan setiap 15 menit untuk mencegah
kontaminasi bakteri patogen.

g. Jika terjadi pergantian jenis ikan, maka dilakukan pembersihan


perlengkapan dan peralatan untuk menghindari kontaminasi silang.

11. Pembungkusan Sementara (Produk-produk dengan perlakuan gas CO)

a. Pembungkusan sementara dilakukan menggunakan kantong plastik


jenis PE (Poly Ethylene).

b. Pembungkusan pertama dilakukan dengan cepat dan hati-hati.

c. Ukuran plastik yang digunakan, harus sesuai dengan jenis dan


ukuran produk yang akan dikemas.

d. Jika alrm sanitasii berbunyi (15 menit sekali), semua karyawan


berhenti beraktifitas dan wajib melaksanakan prosedur sanitasi.

e. Jiak terjadi pergantian jenis ikan, maka dilakukan pembersihan


perlengkapan dan peralatan untuk mencegah kontaminasi silang.

12. Penghembusan Gas CO (Produk-produk dengan perlakuan gas CO)

a. Penghembusan gas CO dilakukan dengan teliti dan hati-hati untuk


mencegah kecelakaan kerja (keracunan gas CO).

b. Penghembusan gas CO dilakukan menggunakan mesin hembusdan


sealer dengan setingan mesin berdasarkan produk sebagai berikut:

Table 4. Setingan Mesin Hembus Dan Sealler Berdasarkan Produk


24

Produk Vacuum CO (BAR) Seal Panas Seal Dingin


(detik) (detik) (detik)

Loin Fillet 7.0 1.7 2.4 2.5

Steak
Saku
Cube 4.0 0.9 2.4 2.5
Strip
GM

c. Produk-produk yang sudah selesai dihembuskan gas CO, disusun


dengan rapih pada tanggok dan dipisahkan sesuai jenisnya.

d. Jika alrm sanitasii berbunyi (15 menit sekali), semua karyawan


berhenti beraktifitas dan wajib melaksanakan prosedur sanitasi.

e. Jiak terjadi pergantian jenis ikan, maka dilakukan pembersihan


perlengkapan dan peralatan untuk mencegah kontaminasi silang.

13. Penyimpanan Dingin (Produk-produk dengan perlakuan gas CO)

a. Penyimpanan dingin dilakukan bertujuan untuk mematangkan


potensi warna hasil dari perlakuan gas CO sebelumnya.

b. Penyimpanan dingin dilakukan dalam ruangan chilling room


dengan pengaturan suhu 0˚- 3˚C, selama 24-28 jam.

c. Penyusunan produk dalam chilling room harus memberikan ruang


untuk sirkulasi udara dingin, penataan produk tidak boleh
menempel pada dinding dan menyediakan ruang untuk pergerakan
operator.

d. Produk-produk yang disimpan dalam chilling room harus dibalik


setelah penyimpanan selama 24 jam, agar proses pematangan
warna lebih merata.

14. Perapihan 2 (Trimming dan sizing produk steak)

a. Trimming dilakukan dengan cepat dan hati-hati untuk mencegah


kenaikan suhu.
25

b. Proses trimming dipandu dan diawasi oleh SPV. pada bagiannya.

c. Produk harus ditempatkan di atas lempengan es (Ice plate) untuk


mempertahankan suhu.

d. Trimming dilakukan menggunakan pisau stainless, bentuk dan


ukuran produk disessuaikan dengan spesifikasi yang telah
ditentukan.

e. Trimming dilakukan untuk membentuk, merapihkan dan


membersihkan produk dari daging hitam atau urat yang
mengurangi kualitas produk.

f. Jika alarm sannitasi berbunyi (15 menit sekali), semua karyawan


berhenti beraktifitas dan wajib melaksanakan prosedur sanitasi.

g. Jika terjadi pergantian jenis ikan, maka dilakukan pembersihan


perlengkapan dan peralatan untuk menghindari kontaminasi silang.

15. Pemisahan Mutu 2

a. Pemisahan mutu 2 dilakukan bertujuan untuk memilih dan


mengkelompokan produk berdasarkan kualitas/standard produk
sesuai dengan spesifikasi produk yang telah ditetapkan oleh
perusahaan atau pembeli.

b. Pemisahan mutu 2 dipandu dan diawasi oleh SPV. bagian packing


basah.

c. Produk dipisahkan dan dikelompokan berdasarkan jenis, kualitas


dan ukuran.

d. Jika ditemukan produk-produk yang tidak memenuhi standard


organoleptik yang telah ditetapkan oleh perusahaan, maka produk
tersebut harus di tolak.

e. Jika alarm sannitasi berbunyi (15 menit sekali), semua karyawan


berhenti beraktifitas dan wajib melaksanakan prosedur sanitasi.

f. Jika terjadi pergantian jenis ikan, maka dilakukan pembersihan


perlengkapan dan peralatan untuk menghindari kontaminasi silang.
26

16. Pengemasan dan Pelabelan 1

a. pengemasan dan pelabelan 1 dipandu dan diawasi oleh SPV. bagian


packing basah.

b. pengemasan dilakukan menggunakan kantong plastik vacuum yang


disebut dengan istilah IVP (Individual Vacuum Packaging).

c. pemilihan kemasan IVP harus disesuaikan dengan ukuran produk,


label kemasan dan kode-kode penanda yang telah tertera pada IVP.

d. Jika alarm sannitasi berbunyi (15 menit sekali), semua karyawan


berhenti beraktifitas dan wajib melaksanakan prosedur sanitasi.

e. Jika terjadi pergantian jenis ikan, maka dilakukan pembersihan


perlengkapan dan peralatan untuk menghindari kontaminasi silang.

17. Pemvacuuman Kemasan IVP

a. Produk-produk yang sudah dimasukan ke dalam IVP sudah siap


untuk di vacuum.

b. pengaturan mesin vacuum harus sesuai dengan jenis produk dan


kemasan yang akan divacuum, yaitu:

Table 5. Pengaturan Mesin Vacuum Sesuai Jenis Produk Dan Kemasan

PRODUK Vacuum(detik) Panas Seal (detik)

Saku

Loin 35,0 8,5

Ground Meat
Steak 25,0 8,5
27

Cube

Strip

Fillet

c. Operator mesin vacuum harus memeriksa semua hasil vacuum


produk yang telah dilakukan.

d. Jika alarm sannitasi berbunyi (15 menit sekali), semua karyawan


berhenti beraktifitas dan wajib melaksanakan prosedur sanitasi.

e. Jika terjadi pergantian jenis ikan, maka dilakukan pembersihan


perlengkapan dan peralatan untuk menghindari kontaminasi silang.

18. Pembekuan ABF (Air Blast Freezer)

a. Produk-produk yang sudah divacuum, ditata dalam keranjang


sesuai dengan jenis dan ukuran produk.

b. Pembekuan di ABF (Air Blast Freezer) dengan suhu - 30˚C


- (-35˚C) hingga padat atau beku dalam waktu ± 15 jam.

c. Suhu dan lama pembekuan produk dalam ABF harus selalu dicatat
oleh operator yang bertanggung jawab.

d. Penyusunan produk dala ABF (Air Blast Freezer) harus


memberikan ruang untuk sirkulasi udara dingin, penataan produk
tidak boleh menempel pada dinding dan menyediakan ruang untuk
pergerakan operator.

19. Pendeteksian Logam (Metal Detector)

a. Semua produk yang sudah dibekukan harus melewati tahap


pendeteksian logam menggunakan alat metal detector.

b. Pengaturan sensitifitas metal detector harus sesuai dengan jenis


produk yang akan dilewatkan, yaitu:
28

Tabel 6. Pengaturan Sensitifitas Metal Detector Sesuai Jenis


Produk

Test piece yang digunakan:


Fe : 1.5 mm, Sus (304) : 3.5 mm, Non Fe (Aluminium) : 3.0 mm
PRODUK SENSITIFITAS DRY/MID/WET

Loin 1,65 DRY

Saku 1,65 MID

Steak 1,63 MID

Strip 1,70 MID

Cube 1,64 DRY

GM 1,63 DRY

c. Khusus untuk produk loin dengan diameter besar (10-15 cm)


dilakukan pendeteksian dalam kondisi fresh atau sebelum
dibekukan.

d. Operator metal detector harus melakukan verifiksi sensitifitas


metal detector diawal proses dan setiap 1 jam ketika proses
pendeteksian logam berlangsung.

e. Operator metal detector harus mencatat jumlah produk yang telah


melewati tahaap pendeteksian logam.

f. Jika ditemukan produk terindikasi mengandung logam, maka


produk tersebut harus dipisahkan untuk diinfestigasi.

20. Penimbangan

a. Penimbangan produk dipandu dan diawasi oleh SPV. Packing


kering.

b. Timbangan yang digunakan adalah timbangan digital yang sudah


ditera (kalibrasi) oleh badan metrologi.
29

c. Penimbangan produk dilakukan sesuai spesifikasi yang telah


ditetapkan oleh perusahaan atau pembeli.

d. Penimbangan harus dilakaukn dengan hati-hati, operator harus


memperhatikan jenis, ukuran dan label produk.

e. Operator yang bertugas harus melakukan pemeriksaan keakuratan


timbangan setiap 1 jam sekali.

f. Jika ditemukan kemasaan IVP produk yang bocor, maka operator


harus memisahkannya untuk dikerjakan ulang.

g. Jika alrm sanitasi berbunyi (15 menit sekali) semua karyawan


berhenti beraktifitas dan wajib melaksanakan prosedur sanitasi.

21. Pengemasan dan Pelabelan 2

a. Pengemasan dan pelabelan 2 dipandu dan diawasi oleh SPV.


Packing kering.

b. Pengemasan dapat dilakukan menggunakan sterofoam box, inner


carton dan master carton sesuai dengan permintaan pembeli.

c. Pelabelan kemasan jadi hanya boleh dilakukan di gudang kering,


sedangkan pelabelan kemasan tampungan dilakukan diruang
pengemasan.

d. Peletakan kemasan kosong harus dibedakan sesuai dengan jenis,


ukuran dan pembelinya.

e. Operator yang bertugas menata produk dalam kemasan harus


memperhaatikan kesesuaian jenis, ukuran dan label IVP produk
dengan kemasan akhir yang akan digunakan.

f. Operator yang bertugas menutup dan melakban kemasan, harus


memeriksa kembali kesesuain produk dengan kemasannya.

g. QC yang bertugas mengambil minimal 3 MC sampel produk jadi


untuk dilakukan pengecekan spesifikasi produk (berat, kemasan
dan label) serta pengujian organoleptik (kenampakan, aroma dan
30

tekstur) dan penngujian pada laboratorium internal (mikrobiologi


dan histamin).

h. Sample tersebut selanjutnya disimpan dalam cold storage sebagai


retention sample selama 2 bulan.

22. Penyimpanan Beku (Coold Storage)

a. Produk-produk yang sudah dikemas dan dilabeli menggunakan


kemasan tampungan maupun kemasan jadi, dicatat jumlah dan
jenis produk oleh operator tally packing sebelum disimpan dalam
ruang pendingin (Coold Storage).

b. Suhu cold storage harus dijaga pada -20˚C – (-30˚C).

c. Penyimpanan produk pada cold storage, dipandu dan diawasi oleh


SPV. bagian cold storage.

d. Penataan produk pada cold storage, harus dikelompokan sesuai


dengan jenis, ukuran dan kemasan produk.

e. Penyusunan produk harus rapih, produk tidak boleh menyentuh


dinding ruang berpendingin (Cold storage) dan diberi jarak antar
susunan agar memudahkan operator dalam aktifitas memasukan
atau mengeluarkan produk.

f. Produk-produk yang keluar dari penyimpanan dingin (Cold


Storage) harus dicatat oleh operator tally, untuk memastikan Stock
of Num dan sistem FIFO (First In First Out) berjalan dengan baik
dan akurat.

23. Pemuatan dan Pengiriman Produk (Loading and Stuffing Product)

a. Pengiriman produk dilakukan dengan dua cara, yaitu: Jalur laut


menggunakan kontainer berpendingin dan jalur udara
menggunakan pesawat kargo.
31

b. Pemuatan produk dilakukan untuk produk-produk sudah sesuai


dengan order dan dinyatakan layak untuk direlease oleh Quality
Assurance.

c. Pemuatan produk pada kontainer dilakukan oleh operator Stuffing.

d. Sebelum melakukan pemutan produk, harus dilakukan pengecekan


kondisi kontainer dan precooling untuk memastikan kontainer
berfungsi dengan baik.

e. Produk yang dikeluarkan dari cold storage, harus dipisahkan sesuai


dengan jenis, ukuran dan no lot produk.

f. Operator tally stuffing berjumlah 2 orang, 1 orang bertugas untuk


mencatat produk yang keluar dari Cold Storage dan 1 lagi bertugas
mencatat produk yang telah disusun dalam kontainer.

g. Kedua catatan tally harus dikonfirmasi setiap berakhirnya proses


Stuffing.

h. Penataan produk dalam kontainer diusahakan satu jenis produk


dalam satu baris.

i. Setiap baris produk harus diberikan label jumlah serta jenis yang
disusun dan didokumentasikan dalam sebuah foto.

j. Setelah semua produk disusun dalam kontainer, operator tally harus


menyiapkan laporan packing lis dan loading map.

k. Selama kontainer berada di pabrik suhu kontainer dicatat oleh


scurity setiap 1 jam sekali.

l. Tahap pengiriman disubkontrakkan kepada perusahaan penyedia


jasa kontainer.

5.3 Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang digunakan dalam pembuatan Tuna (Thunnus Sp.)
Steak antara lain:
1. Alat :

a) Pisau fillet
32

Pisau fillet berjumlah 20 buah dengan cadangan 5 buah pisau


terbuat dari bahan logam yang berfungsi untuk memfillet daging ikan.
Biasanya pisau ini digunakan untuk membuat produk saku.

b) Golok

Golok adalah alat yang digunakan untuk memotong bagian ikan


yang bertekstur lebih keras. Golok ini juga terbuat dari bahan logam
yang tahan karat. Dengan jumlah 4 buah dah cadangan 5 buah golok.

c) Gancu

Gancu adalah peralatan tajam berbahan logam, memanjang dan


berbentuk seperti tongkat dengan ujung runcing. Gancu ini biasannya
dipergunakan untuk menarik tanggok yang bermuatan banyak barang
dengan jumlah 3 buah dan cadangan 1 buah.

d) Jarum suntik

Jarum suntik terbuat dari bahan stainless steel tahan karat. Jarum
suntik digunakan untuk menyuntik ikan/ mentrasfer gas CO kedalam
daging ikan. Penggunaan jarum suntik hanya digunakan untuk sekali
pemakaian dengan cadangan 1 box.

e) Keranjang

Keranjang ini terbuat dari atum/plastik, keranjang ini digunakan


untuk wadah ikan.

f) Talenan

Talenan diigunakan sebagai alas untuk memotong daging ikan.


Talenan ini terbuat dari bahan atom/plastik.

g) Meja proses

Meja proses adalah tempat untuk meletakan daging atau peralatan


lainnya. Meja proses ini juga terbuat dari stainless steel dan tahan
karat.
33

h) Mesin metal detector

Mesin metal detector adalah sebuah alat yang mampuu mendeteksi


keberedaan logam.

i) Mesin chiller

Mesin chiller merupakan salah satu mesin pendingin yang


berfungsi untuk mendinginkan air dan udara dengan proses penukaran
atara kedua komponen tersebut sehingga menghasilkan suhu tertentu
sesuai yang diinginkan.

j) Mesin ABF

Air Blast Freezer adalah salah satu metode pembekuan cepat (7-8
am) untuk daging dan ikan sehingga dapat bertahan dalam jangka
waktu yang lama dan mempertahankan rasa, aroma, warna, dan
kesegaran daging.

k) Cold Storage

Cold storage adlah suatu ruangan yang dirancang khusus dengan


suhu tertentu dan aka digunakan untuk menyimpan berbagai macam
produk dengan tujuan untuk mempertahankan kesegarannya.

l) Mesin pendingin air RO

Mesin pendingin air RO berfungsi untuk menurunkan suhu dalam


kondisi maksimum yang telah di tentukan perusahaan.

m) Mesin sedot untuk mesin vacuum kotak

Mesin sedot ini berfungsi untung menyedot/menganbil gas CO


yang ada dalam plastik yang berisi daging ikan.

n) Mesin sedot untuk msin vacuum conveyer

- Mesin ozon

Mesin ozon adalah mesin yang berfungsi untuk mensterilkan air


terhadap bakteri, kuman, virus, racun, menguraikan Metalic
34

Hydronium, dan meningkatkan oksigen sehingga kualitas air lebih


bersih.

2. Bahan :

a. Bahan utama

- Ikan tuna (Thunnus Sp.)


Sebagai salah satu bahan baku utama dalam pembuatan produk
tuna beku.

- Gas CO (Carbon Monoxide)


Digunakan untuk mengikat sel darah merah pada daging ikan.

b. Bahan kimia :

1) Kaporit (Pembantu – anti bakteri) takaran penggunaan:

a) Bak Stainless cuci tangan : 50 – 100 ppm dosis kaporit 20 ml

b) Bak cuci kaki : 200 – 300 ppm dosis kaporit 680 ml

c) Bak Fiber untuk cuci dan rendam keranjang : 200 – 300 ppm dosis
kaporit 635 ml

d) Bak Cuci Ikan : 30 ppm dosis kaporit 250 ml

e) Blong untuk cuci lantai : 500 ppm dosis kaporit 250 ml

2) Alkohol (Pembantu – Sterilisasi)

Untuk keperluan sterilisasi tangan dan peralatan (meja, sarung


tangan, piasau dan avron) larutan Alkohol yang digunakan berkisar
90 – 96%.

3) Gas CO (Carbon Monoxide) merupakan salah satu bahan kimia yang


digunakan dalam proses produksi yang berfungsi untuk mengikat sel
darah merah dalam daging ikan.

4) Prostex (Pembersih – Bersihkan kerak lantai)

5) Aquadest (Pembantu - air steril)


Digunakan untuk keperluan pengujian labolatorium.
35

6) Sunlight (Pembersih – Cuci Peralatan)

7) Ecolab (Pembersih – Cuci tangan)

5.4 Pengamatan Penerapan GMP (Good Manufacturing Practices) di PT.


Hatindo Makmur, Bali

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam GMP (Good Manufacturing


Practices) di sebuah perusahaan anatara lain :

1. Seleksi Bahan Baku


Bahan baku yang diterima harus memenuhi standar bahan baku yang
telah ditetapkan oleh perusahaan antara lain, suhu bahan baku ikan yang
diterima harus ≤ 4.4˚C. Kualitas mutu ikan tuna dibedakan menjadi empat
kategori, yaitu grade/kualitas A, B, C dan D. Kegiatan sortasi dilakukan
oleh seorang pemeriksa (checker) dengan menggunakan alat Corring tube
yaitu semacam alat yang berbentuk batang, tajam dan terbuat dari besi.

Gambar 4. Corring Tube

Pengambilan sampel dilakukan pada dua sisi ikan (bagian belakang


sirip atau ekor kanan dan kiri) dengan cara menusukan coring tube ke
tubuh ikan, sehingga didapatkan potongan daging ikan tuna. Perbedaan
klasifikasi mutu daging ikan tuna dapat dilihat pada gambar 5, 6, 7, dan 8.

 Mutu I (A)
36

Gambar 5. Daging Ikan Tuna Grade A Hasil Checker

Ciri – ciri ikan tuna grade A adalah sebagai berikut :


Warna daging untuk yellow fin tuna adalah merah seperti darah
segar atau buah semangka dengan tekstur daging keras, kenyal dan
elastis. Sedangkan big eye tuna, merahnya seperti bunga mawar
yang berwarna merah tua dengan tekstur daging yang lembut,
kenyal dan elastis.

 Mutu II (B)

Gambar 6. Gambar Ikan Tuna Grade B Hasil checker

Ciri – ciri ikan tuna grade B adalah sebagai berikut :


Warna daging merah, terdapat pelangi, otot daging agak elastis,
jaringan daging tidak pecah, mata bersih terang dan menonjol, kulit
normal bersih dan sedikit lender, tidak ada kerusakan fisik (utuh).

 Mutu III (C)


37

Gambar 7. Daging Ikan Tuna Grade C Hasil Checker

Ciri – ciri ikan tuna grade C adalah sebagai berikut :


Warna daging kurang merah terdapat pelangi, kulit normal dan
berlendir, otot daging kurang elastis, kondisi ikan tidak utuh atau
cacat biasanya pada bagian punggung atau dada.

 Mutu IV (D)

Gambar 8. Daging Ikan Tuna Grade D Hasil Checker

Ciri – ciri ikan tuna grade D adalah sebagai berikut :


Warna daging agak kurang merah dan cenderung warna coklat
dan pudar, otot daging kurang elastis, lemak sedikit dan ada
pelangi, tekstur lunak, jaringan daging pecah, terjadi kerusakan
fisik pada tubuh ikan.
38

Ikan tuna yang memiliki kualitas mutu A dan B akan langsung diekspor
dalam bentuk segar dan utuh. Sedangkan ikan dengan mutu C dan D akan
diolah terlebih dahulu sebelum diekspor. Produk olahan tuna kualitas C
dan D berupa produk beku dalam bentuk utuh disiangi, steak, saku, dan
kaleng.

Setelah itu dilakukan uji organoleptik (kenampakan, tekstur dan aroma)


dengan nilai minimal 7 dan hasil pengujian mikrobiologi; TPC/ALT < 5.0
x 105 cfu/gr, E.Colli < 3 cfu\gr, Samonella = Negatif / 25 gr dan
Staphylococcus Aureus = Negatif / 25 gr. Sedangkan untuk hasil
pengujian kimia; Histamine < 25 PPM. Jika semua lot bahan baku yang
tidak memenuhi persyaratan nilai organoleptik, uji mikrobiologi dan uji
kimia maka harus ditolak atau tidak dapat diproses menjadi produk.

2. Penanganan dan Pengolahan

Penerimaan bahan baku dilakukan dengan cepat, higenis, terlindung dan


mampu untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang. Proses penanganan
dan pengolahan menggunakan sistem FIFO (First in First Out), supaya
tetap terjaga suhu dan mutu produk maka bahan baku yang menunggu
proses lebih lanjut harus di tempatkan pada wadah yang saniter dan
higenis, diberi es atau dimasukan kedalam pendingin. Peralatan yang
digunakan dalam proses pengolahan terbuat dari bahan yang tidak
menimbulkan kontaminasi dan mempengaruhi produk dan juga dapat
menjaga suhu produk tersebut. Untuk meminimalkan terjadinya
kontaminasi dan menjaga kebersihan antara peralatan yang kontak
langsung dengan produk maka dilakukan sanitasi setiap 15 menit sekali
yang ditandai dengan bunyi bell di ruang proses. Penanganan dan
pengolahan produk harus dapat mempertahankan rantai dingin dari awal
penerimaan bahan baku, pengolahan hingga produk akhir. Setiap proses
penanganan dan pengolahan harus dilakukan dengan hygiene.

3. Bahan tambahan makanan


39

Bahan tambahan makanan yang digunakan dalam proses pembuatan


tuna steak adalah gas CO (karbon monoksida) dan air RO (Reverse
Osmosis). Gas CO (Carbon Monoksida) adalah gas yang tak berwarna, tak
berbau, tak berasa, dan tidak mengiritasi. Gas ini dihasilkan melalui
pembakaran gas, minyak, petrol, bahan bakar padat atau kayu.
Terbentuknya gas CO berasal dari kebakaran, tungku, pemanas, oven dan
mesin. Dampak langsung yang dirasakaan akibat terhirupnya gas karbon
monoksida pada saat proses penyuntikan adalah sakit kepala berat, mual,
dan lesu. Penambahan gas CO bertujuan untuk mempertahan kan warna
asli pada daging ikan. Gas CO (KarbonMonoksida) yang digunakan
sebagai bahan tambahan bersifat Food Grade sehingga tidak menyebabkan
keracunan terhadap konsumen. Sedangkan air RO (Reverse Osmosis)
adalah air PDAM yang telah melewati tahap filtrasi dengan mesin Ozon.
Air RO (Reverse Osmosis) memiliki fungsi sebagai pembunuh bakteri
jahat dan mengurangi bau tertentu seperti Amoniak . Amoniak adalah
senyawa kimia dengan rumus NH3. Biasanya senyawa ini didapati berupa
gas dengan bau tajam dan khas serta dapat merusak kesehatan.

4. Bahan Kimia

Jenis bahan kimia yang dipergunakan adalah sebagai anti bakteri


(Kaporit), sterilisasi (Alkohol), pembersih (Ecolab, Sunlight, Porstex),
Aquadest, dan Carbon Monoxide. Penggunaan bahan kimia disesuaikan
dengan kebutuhan dan bahan kimia disimpan diruang bahan kimia dan
tersususn rapih. Semua bahan kimia terlabeli sesuai dengan nama bahan
kimianya untuk menghindari terjadinyya kesalahan dalam penggunaan.

5. Pengemasan

Pengemasan dilakukan dengan kantong plastik PE (Poly ethylene), dan


IVP (Individual Vacuum Packaging) serta menggunakan sterofoam box,
inner cartoon, dan master cartoon sesuai dengan permintaan pembeli.

6. Penyimpanan
40

Produk yang telah dikemas dan dilabeli selanjutnya di catat jumlah dan
jenis oleh operator tally packing. Produk beku disimpan di cold storage
dengan suhu -20˚C – (-30˚C). Produk disusun di atas palet untuk
mencegah kontaminasi dan menjamin sirkulasi udara yang merata, cold
storage dilengkapi dengan tirai udara pada pintu masuk antara anteroom
dan gudang beku yang dilengkapi dengan ante room.

7. Distribusi

Pendistribusian dilakukan dengan alat angkut kontainer dan produk


yang akan didistribusikan disusun sesuai dengan jenis. Kondisi kontainer
harus tetap terjaga kebersihan, dan suhu didalamnya untuk tetap
mempertahankan mutu produk selama proses pengiriman.
41

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Praktek Kerja Lapang (PKL) II yang dilaksanakan pada tanggal 14


Januari – 14 Mei yang berlokasi di PT Hatindo Makmur Bali, siswa/i
memperoleh:

1. Siswa dapat mengetahui dan mampu menerapkan proses pengolahan


ikan Tuna Steak dari awal penerimaan bahan baku, hingga
pendistribusian dalam bentuk produk beku.

2. Dapat mengetahui tata cara pengolahan produk perikanan beku yang


baik menurut SSOP (Sanitation Standard Operaating Procedures) dan
GMP (Good Manufacturing Practices), dengan tetap mempertahankan
rantai dingin dan menerapkan sistem FIFO (First in First Out) disetiap
alur proses.

3. Mampu mengetahui dan mengoprasikan serta memahami fungsi dari


kegunaan peralatan yang dipakai selama proses produksi.

B. SARAN

Berdasarkan Praktek Kerja Lapang (PKL) II yang telah dilaksanakan


selama ± 4 bulan yang terhitung sejak tanggal pemberangkatan 14 Januari
2019 – 14 Mei 2019 sebaiknya PT Hatindo Makmur :

1. Mempertahankan system kerja cepat, hygine, dan hati – hati serta


menerapkan system FIFO (First in First Out) disetiap produk baik
pada tahap penerimaan bahan baku hingga pendistribusian.

2. Selalu melakukan pengecekan suhu produk disetiap alur proses


produksi agar rantai dingin tetap terjaga dan terpantau oleh petugas.

3. Melakukan pelatihan rutin terhadap karyawan mengenai cara kerja


yang cepat, hygiene, dan hati – hati.
42

4. Mengganti perlengkapan kerja karyawan yang telah rusak, seperti baju


proses, penutup kepala, dan sepatu proses.
43

DAFTAR PUSTAKA

Agroindustri.id, tentang Bagaimana Cara Penerapan GMP (Good Manufacturing


Practices) http://www.agroindustri.id/penerapan-gmp-untuk
-memproduksi-mekanan/amp/

Departemen kelautan dan perikana, 2005 tentang Daerah kaya Ikan Tuna di
Indonesia https://finance.detik.com/industri/d-2551391/ini-daerah-kaya-
ikan-tuna-di-indonesia

Feri Kristianto, 19 Mei 2016 – 21:02 WIB tentang Bali Jadi Eksportir Utama
Ekspor Ikan Tuna Indonesia
https://m.bisnis.com/ekonomibisnis/read/20160519/99/549391/bali-
jadi-eksportir-utama-ekspor-ikan-tuna-indonesia

Hatindo Makmur, PT, 20 November 2018 Tentang Prerequisite Programmes


(GMP dan SSOP)

Hatindo Makmur, PT, 25 Juni 2018 Tentang Profil Dan Sejarah Perusahaan

Hatindo Makmur, PT, 10 November 2018 Diagram Struktur Organisasi

Hatindo Makmur, PT, 18 September 2018 Diagram Alur Proses Produk – Produk
Tuna Beku

Maulana, 2012 Tentang Jenis – jenis Ikan Tuna

Sanin, 1984 Tentang Klasifikasi dan Morfologi Ikan Tuna


https://ikantunaku.wordpress.com/2012/04/23/klasifikasi-morfologi-sbt/

SNI, 01-2729.1-2006 Tentang Spesifikasi Ikan Segar


https://dokumen.tips/documents/sni-01-27291-2006-spesifikasi-ikan-
segar-i-55b0847d55e92.html

SNI 01-27292-2006 Ikan Segar Bagian 2 Persyaratan Bahan Baku


https://dokumen.tips/documents/sni-01-27292-2006-ikan-segar-
bagian-2-persyaratan-bahan-baku.html
44

Sugiyono, (2013:231) tentang Pengamatan Data

http://teori.online Wordpress.Com/service/metode-pengumpulan-
data

Sugiyono, (2013:145) tentang Pengertian Metode Observasi www.Sarianaku.


Com/2013/04pengertian-metode-observasi-devenisi.html?m=l

Suhirman, 04 – 2011 Pengolahan Hasil Perikanan Tentang Pengolahan TunaSteak


http://suhirmanpengolahanhasilperikanan.blogspot.com/2011/04/pengola
han-tuna-steak.html

Taufiqullah, 05 Mei 2019 tentang Kualitas Mutu Ikan Tuna Beku,


https://www.tneutron.net

Wendaw Ikan Perikanan, 09-2017 Tentang Produk Tuna Ekspor Berkualitas


http://wendawikanperikanan.blogspot.com/2017/09/produk-tuna-ekspor-
berkualitas.html

Anda mungkin juga menyukai