Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENGOLAHAN MODERN

PEMBEKUAN UDANG VANNAMEI (Litopenaeus


vannamei)
Dengan dosen pengampu: Bpk. Arpan Nasri Siregar S.Pi MSt.Pi

Kelompok 1:

QUROTUL AENI

51153211016

PROGRAM STUDI

TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN

SEKOLAH TINGGI PERIKANAN

JAKARTA

2016
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji syukur kami limpahkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan
ridho-Nya, kami dapat menyelesaikan laporan Pembekuan Ikan (Fillet Kakap Merah)
ini. Tak lupa shalawat serta salam kami haturkan kepada Nabi Muhammad SAW
beserta keluarga dan sahabatnya.

Untuk menyelesaikan laporan ini adalah suatu hal yang mustahil apabila kami
tidak mendapatkan bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini
penulis menyampaikan terimakasih kepada bapak Arpan N. Siregar, SPi MStPi selaku
dosen Mata Kuliah Pengolahan Modern kami, karena atas bimbingannya kami dapat
menyelesaikan laporan ini sebaik mungkin. Kami juga ingin mengucapkan banyak
terimakasih kepada seluruh pihak yang telah membantu proses pembuatan laporan ini
baik secara langsung maupun tidak langsung.

Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Kami pun
menyadari bahwa Tak Ada Gading yang Tak Retak oleh karena itu, kami mohon
maaf apabila masih terdapat banyak kekurangan dalam pembuatan laporan ini karena
pada saat ini kami masih dalam proses pembelajaran dan masih membutuhkan
bimbingan.

Wassalamualakum Wr. Wb

Jakarta, November 2016

Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan Negara agraris yang kaya sumber daya alam, sumber
daya alam ini merupakan potensi bagi Negara Indonesia. Potensi tersebut harus
didukung oleh kebijakan yang memacu perkembangan dengan berlandaskan pada
pemanfaatan sumber daya yang ada. Dalam suatu Industri khususnya dalam Industri
pangan diperlukan suatu usaha untuk mencegah kontaminasi pada produk pangan
yang berproduksi mulai dari bahan baku sampai produk akhir.

Udang merupakan komoditi ekspor hasil perikan anter besar Indonesia diatas
komoditasi kan tuna yang menempati urutan kedua. Dilihat dari data volume ekspor
udang Indonesia kemancanegara dari bulan Januari sampai dengan November pada
tahun 2008 mencapai 158.000 ton sedangkan volume ekspor ikan tuna hanya
mencapai 111.000 ton. Volume ekspor udang ini meningkat dibandingkan pada tahun
2007 yang hanya mencapai 154.747 ton (DJP2HP 2009). Sebagai komoditi
perdagangan ekspor maka udang senantiasa dituntut memiliki mutu yang prima. Oleh
karena itu diperlukan suatu sistem jaminan, pengendalian dan pengawasan mutu hasil
perikanan.

Udang adalah salah satu produk perikanan yang istimewa, memiliki aroma
spesifik dan mempunyai nilai gizi tinggih. Di samping itu, daging udang banyak
mengandung asam amino esensial yang penting bagi manusia. Namun udang
memiliki sifat yang sama dengan ikan yaitu (perrisible food) mudah mengalami
kerusakan atau penurunan mutu. Penurunan mutu udang disebabkan oleh faktor-faktor
yang berasal dari badan udang itu sendiri atau faktor lingkungan. Maka dari itu
diperlukan penanganan yang baik agar mutu udang dapat dipertahankan sampai udang
dikonsumsi oleh konsumen, salah satu cara yaitu dengan dibekukan.

Head Less merupakan salah satu produk udang beku yang dibekukan dalam
keadaan utuh yang dipotong kepalanya. Produk ini merupakan komoditas yang tinggi
permintaannya dipasaran internasional dan mempunyai nilai jual yang cukup baik
(Hadiwiyoto, 1993).

1.2 Tujuan
Untuk mengetahui alur proses dari awal sampai akhir tahapan pengolahan
udang vannamei.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Udang Vannamei


Udang Vannamei, atau yang sering juga disebut udang putih oleh masyarakat
umum, adalah jenis udang yang sedang semarak dibudidayakan oleh masyarakat
hampir di seluruh Indonesia, ternyata adalah jenis udang yang berasal dari Pantai
Pasifik Barat Amerika Latin, untuk pertama kalinya dikenalkan pada tahun 1970 di
Tahiti. Lalu dibudidayakan secara intensif di Hawai (Utara Barat pantai Pasitik),
South Carolina (pantai timur Atlantik), Texas (teluk Meksiko), Belize, Nikaragua,
Kolombia, Venezuela, dan Brazil. Sebenarnya udang Vannamie telah diperkenalkan
ke benua Asia pada tahun 1978-1979, tetapi baru diperkenalkan secara komersial di
Indonesia pada tahun 2001.
Dan berdasarkan data dari South East Asian Fisheries Development Centre
(SEAFDEC) pada tahun 2005, menyebutkan bahwa Indonesia memiliki 419.282 Ha
tambak air payau dan sekitar 913.000 Ha lahan yang berpotensi untuk tambak. Udang
Vannamie dengan nama latin Litopenaeus Vannamei, memiliki tubuh yang terbentuk
oleh 2 Cabang (biramous), dan tubuh Udang Vannamei berbuku-buku. Kepala udang
Vannamie terbentuk dari Antenula, Antena, Mandibula dan dua pasang Maxillae serta
tiga pasang Maxiliped. Antenula dan Antena berfungsi sebagai organ sensor.
Maxiliped setelah mengalami modifikasi akan berfungsi sebagai organ makan.
Terdapat lima pasang kaki dan enam ruas pada badan udang Vannamie, karena
carapace udang Vannamei transparan maka perkembangan Ovarium pada betina dapat
terlihat. Habitat udang Vannamei adalah dilaut tropis dengan suhu air lebih dari 20
derajat Celcius, mereka bertelur di laut terbuka dan pada Stadia postlarva mereka
bermigrasi ke pantai sampai stadia juvenil mereka akan kembali kelaut lagi setelah
dewasa dan bertelur lagi disana. Siklus hidup udang Vannamei adalah telur naupli
mysis post larva juvenil dewasa telur.
Udang jenis Vannamei semakin diminati untuk dibudidayakan karena udang
Vannamei memiliki karakteristik yang unggul yaitu :
1. Kemampuan adaptasi yang tinggi, udang Vannamei mampu beradaptasi terhadap
suhu, dan salinitas.
2. Laju pertumbuhan yang cepat pada bulan I dan II Kelangsungan hidup yang tinggi.
3. Memiliki pangsa pasar yang fleksibel, Udang jenis Vannamei memiliki pasar mulai
ukuran kecil hingga besar.
2.2 Klasifikasi dan Morfologi Ikan
Menurut Wyban & Sweeney (1991) dalam Manoppo (2011) klasifikasi udang
vaname adalah sebagai berikut:
Phylum : Anthropoda
Subphylum : Krustase
Class : Malacostraca
Subclass : Eumalacostraca
Superorder : Eucarida
Order : Decapoda
Suborder : Dendrobranchiata
Super Family : Penaeidea
Family : Penaeidae
Genus : Litopenaeus
Spesies : L. vannamei
Menurut Haliman dan Adijaya (2005) dalam Zulkarnain (2011), Klasifikasi
udang vannamei (Litopenaeus vannamei) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Sub Kingdom : Metazoa
Filum : Arthropoda
Sub Fillum : Crustacea
Kelas : Malacostraca
Sub Kelas : Eumalacostraca
Super Ordo : Eucarida
Ordo : Decapoda
Sub Ordo : Dendrobranchiata
Famili : Penaeidae
Genus : Litopenaeus
Spesies : Litopenaeus vannamei
Secara umum tubuh udang vannamei dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian
kepala yang menyatu dengan bagian dada (Cephalothorax) dan bagian tubuh sampai
ekor (Abdomen). Bagian cephalothorax terlindung oleh kulit chitin yang disebut
carapace. Bagian ujung cephalotorax meruncing dan bergerigi yang disebut rostrum.
Udang vannamei memiliki 2 gerigi di bagian ventral rostrum sedangkan di bagian
dorsalnya memiliki 8 sampai 9 gerigi. Tubuh udang vannamei beruas-ruas dan tiap
ruas terdapat sepasang anggota badan yang umumnya bercabang dua atau biramus.
Jumlah keseluruhan ruas badan udang vannamei umumnya sebanyak 20 buah.
Cephalotorax terdiri dari 13 ruas, yaitu 5 ruas dibagian kepala dan 8 ruas di bagian
dada. Ruas I terdapat mata bertangkai, sedangkan pada ruas II dan III terdapat antenna
dan antennula yang berfungsi sebagai alat peraba dan pencium. Pada ruas ke III
terdapat rahang (mandibula) yang berfungsi sebagai alat untuk menghancurkan
makanan sehingga dapat masuk ke dalam mulut (Zulkarnain, 2011).
Tubuh berwarna putih transparan sehingga lebih umum dikenal sebagai white
shrimp. Tubuh sering berwarna kebiruan karena lebih dominannya kromatofor biru.
Panjang tubuh dapat mencapai 23 cm. Udang vaname dapat dibedakan dengan spesies
lainnya berdasarkan pada eksternal genitalnya. Ciri-ciri udang vanameadalah rostrum
bergigi, biasanya 2-4 (kadang-kadang 5-8) pada bagian ventral yang cukup panjang
dan pada udang muda melebihi panjang antennular peduncle. Karapaks memiliki
pronounced antenal dan hepatic spines. Pada udang jantan dewasa, petasma
symmetrical, semi-open, dan tidak tertutup. Spermatofora sangat kompleks yang
terdiri atas masa sperma yang dibungkus oleh suatu pembungkusyang mengandung
berbagai struktur perlekatan (anterior wing, lateral flap, caudal flange, dorsal plate)
maupun bahan-bahan adhesif dan glutinous. Udang betina dewasa memiliki open
thelycumdan sternit ridges, yang merupakan pembeda utama udang vaname betina
(Manoppo, 2011). Adapun komposisi kimia pada daging udang dapat dilihat table 1.
Di bawah ini :
Tabel 1. Komposisi Zat Kimia Daging Udang
N Zat kimia yang terkandung Peresentase %
o
1. Air 7,5-79,6
2. Protein 18-22
3. Lemak 23
4. Kalsium 0,0542
5. Magnesium 0,421
6. Fosfor 0,2285
7.. Besi 0,002285
8. Tembaga 0,003973
9. Yodium 0,000023
Sumber : Purwaningsih (1995 )
Selain itu daging udang juga mempunyai asam amino esensial yang penting
bagi manusia, dimana asam amino tirosin, triptofan dan sistein lebih tinggi dibanding
hewan darat.Hal ini disebabkan tingginya protein pada udang dengan 18 jenis asam
amino yang terkandung didalamnya. Komposisi protein dan asam amino esensial
yang terdapat pada udang dapat dilihat pada tabel 2:
Tabel 2. Komposisi protein dan asam amino esensial pada udang
Komposisi Satuan Konsenterasi

Protein :
Mioplasma % 32

Miofibril % 59
Miostroma % 5
Asam amino esensial :
Isoleusin 9/100 g 0,985
L eosin 9/100 g 1,612
Lisin 9/100 g 1,768

Metioninin 9/100 g 0,572

Sistein 9/100 g 0,288

Fenilalanin 9/100 g 0,858

Tirosin 9/100 g 0,676

Teronin 9/100 g 0,882

Triptofan 9/100 g 0,283

Valin 9/100 g 0,956

Sumber : United State Department Of Agricultural (2003)


2.3 Ruang Lingkup Pembekuan
2.3.1 Pengertian Pembekuan
Menurut code of practice for frozen fish FAO, 1977 dalam IIyas (1993),
pembekuan udang adalah suatu proses dilaksanakan dengan alat pembekuan yang
tepat supaya suhu pembekuan maksimum sehingga suhu produk mencapai -18
C.
Menurut Afrianto dan Liviawati (1996), bahwa suhu pembekuan dimana
seluruh cairan tubuh telah membeku, disebut Eutectic point dengan suhu berkisar
antara -55 C sampai -65C, sedangkan menurut IIyas (1983), suhu pada pusat
thermal produk beku maksimum -18C, sebaiknya -25C hingga mencapai -30C
atau lebih rendah. Waktu pembekuan untuk produk beku mencapai suhu pusat -
18C adalah maksimal 4 jam.
Akibat pembekuan udang didalam ruang pendingin, udang akan mengalami
penurunan mutu pada udang dibedakan menjadi 4 yaitu:
1. Aktifitas enzimatis
Penurunan mutu adalah suatu proses autolysis yang terjadi karena
kegiatan enzim dalam tubuh udang dan tidak terkendali sehingga senyawa
pada jaringan tubuh telah mati secara kimia (Purwaningsih 1995).
2. Aktifitas Mikroorganisme
Proses penurunan mutu secara mikrobiologis adalah suatu proses
penurunan mutu yang terjadi karena adanya kegiatan bakteri yang berasal dari
selaput lendir, ingsang dan seluruh pencernaan ( Purwaningsih, 1995 ).
3. Oksidasi
Oksidasi adalah persenyawaan lemak dengan udara yang menyebabkan
produk menjadi tengik. Untuk melindungi produk agar tidak terjadi ketengikan
maka produk dibungkus atau packing yang mana sebelum packing ditambah
antioksikedalam produk, kemasan disini juga berfungsi untuk mencegah
kontak antara produk dengan logam-logam berat lainnya(IIyas 1983 dalam
Irwanto 2002).
4. Dehidrasi
Produk udang beku akan mengalami proses dehidrasi (kekeringan)
karena adanya perpindahan panas yang membawa uap air dari produk kearah
evaporator, sehingga produk menjadi kering dan berwarna coklat. Cara
mengatasi adalah dengan proses glazing dan pengemasan yang benar.
2.4 Tujuan Pembekuan
Menurut IIyas (1993), tujuan dari pembekuan adalah untuk
mempertahankan sifat-sifat mutu tinggi pada produk perikanan dengan teknik
penarikan panas secara efektif sehingga suhu turun sampai pada suatu tingkat
yang redah dan stabil selama proses pembekuan, penyimpanan dan distribusi.
2.5 Persyaratan Pembekuan
Persyaratan pembekuan yang baik meliputi beberapa faktor-faktor yang
mendukung meliputi:
2.5.1 Secara Biologis
Persyaratan pembekuan harus mampu mempertahankan mutu biologis,
organoleptik, dan fisik mampu secara kimiawi.
2.5.2 Secara Teknologis
Laju penarikan panas dari udang pada kecepatan tinggi artinya pembekuan
berlangsung dalam waktu singkat dengan menggunakan metode pemindahan
panas yang efektif tanpa mengakibatkan perubahan biologis.
2.5.3 Secara Kesehatan
Metode pembekuan ini tidak membahayakan pada produk dan manusia atau
hewan yang mengkosumsinya.
2.5.4 Secara Ekonomis
Pembekuan yang diterapkan harus praktis, sederhana dan efisien dengan
biaya yang rendah dan mampu bersaing.
2.6 Waktu Pembekuan
Waktu pembekuan banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut:
1. Jenis Produk
Jenis produk dan tipe dari produk adalah komponen air, semakin tinggi kadar
air maka lemaknya rendah artinya semakin besar kandungan panas yang harus
diserap dalam pembekuan.
2. Suhu lingkungan selama pembekuan
Semakin rendah suhu awal maka semakin singkat pembekuannya.Selain
memperpendek waktu pembekuan juga dapat menekan laju pembusukan selama
pembekuan.
3. Jenis dan alat pembeku
Menurut IIyas (1983), jenis alat pembeku sangat mempengaruhi produk akhir
pada pembekuan. Ada beberapa jenis alat pembeku yang digunakan dalam
pembekuan produk perikanan antara lain:

ABF (Air Blast Frezzer )


Prinsip pembekuan yang dibantu oleh hembusan udara(blower) dengan
refrigerant, suhu -35C sampai dengan - 45C.
CPF ( Contact Plate Frezzer )
Prinsip pembekuan ini adalah dengan cara meletakan ikan / udang yang
dilakukan 2 cara lempengan metal yang diinginkan. Pembekuan dengan sistim ini
banyak dilakukan karena waktu yang dibutuhkan dalam pembekuan relatife cepat.
Pembekuan Konvesional
Prinsip pembekuan ini adalah cara pembekuannnya menggunakan alat
pendingin sederhana yang teradisional atau konvesional sifatnya.
Immersion Frezzing(IF) atau pembekuan celup
Pada metode ini bahan yang akan dibekukan dicelupkan kedalam cairan yang
sangat dingin, misalnya larutan garam (Nacl) dingin, campuran gliserol dan
alcohol atau larutan gula dingin.
Spray Frezzing (SF)
Pada metode ini pembekuan dilakukan dengan cara menyemprotkan bahan
pendingin berbentuk cair pada bahan yang akan dibekukan.
The Blend Process (TBP)
Yaitu kombinasi pembekuan celup dengan blast freezing.
Cryoyenic Frezzing
Merupakan metode pembekuan dengan menggunakan gas Nitrogen yang
dicairkan atau karbondioksida cair.
2.7 Bentuk olahan Udang Beku
Menurut Hariadi (1994 ), macam-macam olahan udang beku adalah sebagai
berikut :
2.7.1 Head On ( HO )
Yaitu bentuk udang yang utuh yang masih lengkap dengan kepala badan dan
kulit.
2.7.2 Head Less (HL )
Yaitu produk udang beku yang diproses dengan kepala yang sudah dipotong,
tapi masih memiliki kulit, kaki dan ekor.
2.7.3 Peeled
Merupakan produk udang beku tanpa kulit, atau dengan ekor.
Bentuk pengolahan produk peeled ada 5 macam:
1. Peeled Tail On (PTO)
Yaitu produk udang beku tanpa kepala, atau kulit dikupas mulaidari
ruas pertama sampai ruas kelima, sedangkan ruas terakhir dan ekor disisakan.
2. Peeled Deveined Tail On ( PDTO )
Yaitu produk udang kupas (hampir sama dengan PTO), tetapipada
bagian punggung udang diambil usus (kotoran perutnya) dengan cara dicukit.
3. Peeled and Deveined (PD)
Yaitu produk udang yang dikupas seluruh kulit dan ekornya dan bagian
punggung dibelah untuk diambil kotoran perutnya.
4. Peeled Undevened ( PUD )
Yaitu produk udang beku yang dikupas seluruh kulit dan ekor seperti
pada produk PD tetapi tanpa mengambil kotoran perut.
5. Butterfly
Yaitu udang beku hampirsama dengan produk PDTO dimana kulit
udang dikupas mulai dari ruas pertama sampai ruas kelima, sedangkan ruas
terakhir dan ekor disisakan. Kemudian bagian punggung dibelahsampai pada
bagaian perut bawahnya, tetapi tidak sampai putus dan kotoran perutnya
dibuang.
2.7.4 Value Added Product (VAP)
Adalah produk udang beku yang mendapat perlakaun tambahan.Produk
VAP ini ada 2 jenis yaitu:
1. VAPBelly Cut (BC)
Yaitu produk udang beku yang dikupas dan disisikan satu ruas didekat
ekor kemudian dipijit dan diluruskan.
2. VAP Not Belly Cut (NBC)
Yaitu produk dang beku yang dikupas, tetapi tidak dipijit dan
diluruskan, hanya dibuang ususnya.
2.8 Kemunduran Mutu Secara Bakteriologis
Penurunan mutu secara bakteriologis adalah suatu penurunan mutu yang
terjadi karena adanya kegiatan bakteri yang berasal dari selaput lendir dari
permukaan tubuh, insang, dan saluran pencernaan. Penurunan mutu ini
mengakibatkan daging udang terurai dan menimbulkan bau busuk (Purwaningsih,
1995). Pertumbuhan bakteri pembusuk tertahan pada deret suhu antara -10
sampai 5C (Ilyas, 1993). Bakteri merupakan anggota mikroorganisme terbanyak
pada tubuh ikan, dapat dibagi menjadi tiga golongan berdasarkan temperature
hidupnya, yaitu:
1) Bakteri thermophili, bakteri ini merupakan golongan bakteri yang dapat hidup
dengan baik pada temperature tinggi (40-80C), kemampuan hidup optimal pada
temperature 45 sampai 55C.
2) Bakteri mesophili, bakteri ini merupakan golongan bakteri yang dapat hidup
dengan baik pada temperature 30-45C, kemampuan hidup optimal pada
temperature 30-37C.
3) Bakteri psikrophili, bakteri ini dapat hidup dengan baik pada temperature 10-
20C, kemampuan hidup optimal pada temperature 10C.
2.9 Pembekuan
Pembekuan adalah penyimpanan bahan pangan dalam keadaan beku.
Pembekuan biasanya dilakukan pada suhu -120C sampai -240C. Pembekuan
digolongkan dalam dua macam, yaitu pembekuan cepat dan pembekuan lambat. Ini
didasarkan atas lamanya waktu yang diperlukan untuk melewati daerah
terbentuknya kristal-kristal es (Muchtadi dan Ayustaningwarno, 2010).
Pembekuan Cepat (quick freezing), yaitu pembekuan dengan thermal arrest
time tidak lebih dari dua jam. Kristal-kristal es yang dihasilkan berukuran kecil di
dalam jaringan daging ikan. Jika ikan dibekukan dan dicairkan kembali maka
kristal-kristal yang keluar akan diserap kembali oleh daging dan hanya sedikit yang
lolos sebagai drip.
Pembekuan lambat (slow freezing), yaitu bila thermal arrest time lebih dari
dua jam. Pembekuan lambat akan menghasilkan kristal yang besar-besar sehingga
merusak jaringan daging ikan, sehingga tekstur daging ikan setelah dicairkan
menjadi kurang baik karena berongga-rongga dan banyak sekali drip yang
terbentuk (Adawyah, 2007). Secara garis besar, tahapan proses pembekuan dapat
dilihat pada Gambar 3. (Afrianto dan Liviyawati, 1989).
2.10 Rendemen
Menurut Moeljanto (1992), rendemen adalah perbandingan antara produk
akhir dangan bahan mentah dalam satuan berat. Rendemen juga disebut yield, yaitu
bagian yang diinginkan dari proses pengolahan bahan baku. Perhitungan rendemen
dilakukan untuk setiap tahapan proses, dimana terjadi perubahan berat. Berat yang
hilang dari produk dinamakan limbah. Limbah yang dihasilkan berupa kepala,
kulit, dan usus. Rendemen atau penyusutan dipengaruhi oleh jenis, bentuk dan
ukuran produk. Besarnya penyusutan akan berbeda menurut jenis ikan (udang,
kembung atau yang lainnya), bentuk ikan (fillet, utuh atau yang lainnya), ikan
berukuran kecil maka lebih besar perbandingan luas permukaan tarhadap beratnya,
lebih besar susutnya dari pada ikan berukuran besar. Sama halnya dengan ikan
yang dibekukan sendiri akan lebih besar susutnya dari pada sejumlah ikan yang
dibekukan dalam keadaan blok (Ilyas, 1993)
BAB III
METODE PRAKTEK

3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktik


Hari/Tanggal : Selasa, 29 November 2016
Pukul : 08.00 s.d selesai
Tempat: Workshop Pengolahan Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta
3.2 Alat dan Bahan yang Digunakan
Peralatan yang digunakan terdiri dari pisau, talenan, pinset, steroform, baskom,
es batu, dan timbangan. Alat yang digunakan untuk proses pembekuan ialah contact
plate frezeer, termocouple, sedangkan bahan yang digunakan udang vannamei segar
dan lembar penilaian sensori.

3.3 Prosedur Pelaksaan Praktek


a. Penerimaan Bahan Baku
Jenis udang yang digunakan pada praktikum kali ini ialah udang
vannamei (Litopenaeus vannamei). Pada saat penerimaan, udang terlebih dahulu
dilakukan pengujian organoleptik.
b. Penimbangan I
Dilakukan udang masih dalam keadaan utuh (kepala, badan dan ekor)
c. Potong Kepala
Dilakukan dengan memotong kepala udang sampai batas lengkung leher
kepala udang.
d. Pencucian I
Untuk menghilangkan kotoran yang masih tersisa pada badan udang.
e. Penimbangan II
Melakukan penimbangan setelah udang di potong kepala, agar
mengetahui hasil rendemen pada akhir nanti.
f. Penglupasan Kulit Udang
Kulit udang dikelupas dari badan udang sampai ekor udang, proses ini
dinamakan proses PUD.
g. Penimbangan III
Dilakukan agar bisa mengetahui berapa rendemen yang berkurang pada
udang.
h. Pembuangan Kotoran (Usus)
Dilakukan dengan cara punggung udang disobek menggunakan pisau
sampai ujung badan (kecuali ekor) kemudian diambil usus pada udang
menggunakan pinset. Proses ini dinamakan proses PD.
i. Penimbangan IV
Proses ini hanya sedikit yang diambil untuk menimbang berat usus.
j. Pencucian II
Dilakukan untuk pembersihan udang sebelum dikemas dan di vakum.
k. Pembekuan
Dilakukan pada mesin Contact Plate Frezzer karena udang hanya bisa
dibekukan dengan mesin itu, dari suhu 0C sampai -18C.
l. Penyimpanan
Dilakukan pada frezeer supaya untuk mengawetkan udang agar mutu
dan gizinya tetap terjaga.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Organoleptik Udang Segar


Kenampak
Panelis Bau Tekstur Rerata
an
1 8 9 8 8,33
2 8 9 8 8,33
3 9 9 8 8,67
4 7 9 7 7,67
5 8 9 8 8,33
6 8 9 7 8,00

Udang yang digunakan dalam praktek ini sangatlah baik karena nilai yang
kita dapatkan pada udang vannamei sesuai dengan standar organoleptik.
4.2 Data berat udang
HO PUD
Ob HO to PU HO to HL to to to
s. HO HL HL D PUD PUD PD PD PD
24,5 14, 60,93 12, 52,53 12, 51,6 98,2
1 2 94 % 88 % 86,21% 66 3% 9%
25,9 16, 62,08 14, 54,21 14, 54,0 99,7
2 2 09 % 05 % 87,32% 01 5% 2%
26,2 18, 69,75 14, 56,30 14, 56,1 99,6
3 5 31 % 78 % 80,72% 73 1% 6%
23,0 14, 63,45 12, 54,21 12, 53,0 97,9
4 4 62 % 49 % 85,43% 23 8% 2%
24,7 15, 60,94 13, 53,98 13, 53,7 99,6
5 3 07 % 35 % 88,59% 3 8% 3%
22,9 14, 61,98 12, 52,35 11, 52,0 99,5
6 6 23 % 02 % 84,47% 96 9% 0%
Tot 147, 93, 63,26 79, 53,98 78, 53,5 99,1
al 42 26 % 57 % 85,32% 89 1% 5%

Persen yang didapat sangat sigfinikan, karena hasil yang didapat pada proses
pengolahan udang ini sesuai dengan standar yang ditentukan untuk penetapan pada
rendemen yang telah ditentukan.

4.3 Waktu Penurunan Suhu


waktu Suhu
0 20,4
10 10,7
20 1,8
30 -0,5
40 -0,8
50 -1,2
60 -1,5
70 -2
80 -3,9
90 -6
100 -10,4
110 -13,6
120 -16,9
130 -18
Suhu udang yang didinginkan dengan es 3-4 C. Suhu alat Contact Plate
Freezer sekitar -18C. Udang akhirnya beku pada waktu 40 menit yang termasuk
dalam pembekuan cepat. Kemudian di simpan dalam freezer untuk memperthankan
keadaan beku pada udang.
4.4 Pola Penurunan Suhu
15

10

0 kel 3
10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 kel 4
-5 kel 5

-10

-15

-20

Proses pembekuan terjadi secara bertahap dari permukaan sampai pusat bahan.
Pada permukaan bahan, pembekuan berlangsung cepat sedangkan pada bagian yang
lebih dalam, proses pembekuan berlangsung lambat. Pada awal proses pembekuan,
terjadi fase precooling dimana suhu bahan diturunkan dari suhu awal ke suhu titik
beku. Pada tahap ini semua kandungan air bahan berada pada keadaan cair. Setelah
tahap precooling terjadi tahap perubahan fase, pada tahap ini terjadi pembentukan
kristal es. Dan alat pembeku yang paling baik untuk digunakan karena cepat dalam
proses penurunan suhu ialah yang berwarna biru (kelompok 3).
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa rendemen pada udang
banyak dimanfaatkan sebagai chitosan karena banyak dari bagian-bagian udang
yang menjadi limbah namun dapat dimanfaatkan menjadi produk lain. Rendemen
pada kepala didapat sebesar 29%, daging sebesar 58%, dan pada kulit sebesar
13%. Dari hasil data tersebut, rendemen yang tertinggi terdapat pada daging
yakni sebesar 58% dan yang terkecil pada kulit sebesar 13%.
Dalam bentuk produk olahan, udang vannamei dapat dijadikan udang
beku, udang beku datar, udang kering dan frozen. Namun yang paling besar
potensiuntuk dijadikan produk olahan yaitu chitosan karena bermanfaat bagi
tubuh manusia.

5.2 Saran
Udang sangat digemari dipasaran karena rasanya yang khas, oleh karena
itu pemasaran udang dalam bentuk segar sangat disukai oleh konsumen. Salah
satu cara untuk mempertahankan mutu dan kesegaran dari udang yang hendak
dipasarkan adalah dengan cara pembekuan. Dengan semakin meningkatnya
produksi, maka diperlukan suatu praktek penanganan dan pengolahan pasca
panen yang memadai agar nilai kenaikan produksi yang telah diperoleh tidak sia-
sia dalam arti mengalami kerusakan yang mengakibatkan susut hasil dan kerugian
yang tidak kecil.
DAFTAR PUSTAKA

Andryan R. 2007. Vitamins and Nutrition is very important for human body.
http://www.geocities.com/andryan_pwt/foodsecret.html?20097 [diakses pada tanggal
7 Juni 2009].
Ariawan, K., dkk., 2005. Peningkatan produksi udang merguiensis melalui
optimasi dan pengaturan oksigen. Laporan Tahunan. Balai Besar Pengembangan
Budidaya Air Payau. Jepara.
Briggs M., Simon F.S., R. Subasinghe, and M. Phillips. 2004. Introduction and
movement of Penaeus vannamei and Penaeus stylirostris in Asia and the Pacific.
FAO-UN. Bangkok.
Cherian, G. and J. S. Sim. 1994. Omega-3 Fatty Acid Enriched Eggs as a
Source of Long Chain Omega-3 Fatty Acids for the Developing infant. In: Sim, J.S.
and S. Nakai (Eds.). Eggs Uses and Processing Technologies. CAB International,
Canada.
Djanarko SB. 2008. Pemanfaatan Limbah Kepala Udang Vannamei
(Lithopenaeus vannamei) Dalam Bentuk Serbuk Flavor Udang.
http://simonbwidjanarko.wordpress.com/2008/12/19/pemanfaatan-limbah-kepala-
udang-vannamei-lithopenaeus-vannamei-dalam-bentuk-serbuk-flavor-udang/
[diakses pada tanggal 6 Juni 2009].
Ekawati A. 2008. Impor Udang akan Diperketat.
http://www.tempointeraktif.com [diakses pada tanggal 6 Juni 2009].
Januri. 2004. Pengaruh waktu penirisan dan penyimpanan udang head less
(HL) beku terhadap perubahan berat dalam kaitannya dengan HCCP. Bogor: Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Nurfianti D. 2007. Pembuatan kitosan sebagai pembentiukan gel dan
pengawet bakso ikan kurisi [skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor.
Pranoto SH.2007.Isolasi dan seleksi bakteri nitrifikasi dan denitrifikasi sebagai
agen bioremediasi pada media pmeliharaan udang vannamei [skripsi]. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Prasetiyo KW. 2006. Pengolahan Limbah Cangkang Udang. http://biomaterial-
lipi.org/?p=154 [diakses pada tanggal 7 Juni 2009].
Sihombing M. 2005. Ekspor udang RI terus membaik.
http://www.bisnis.com/servlet/page [diakses pada tanggal 6 Juni 2009].

Anda mungkin juga menyukai