Oleh:
NURUL HASANAH
NIM : 2014110003
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS DR SOETOMO
SURABAYA
2017
STUDI PENGOLAHAN TERASI BUBUK DI INDUSTRI AZZAHRA
KECAMATAN GENTENG KOTA SURABAYA
Oleh :
NURUL HASANAH
NIM : 2014110003
Mengetahui : Menyetujui,
Ketua Jurusan, Dosen Pembimbing
........................................... ..............................................
Ir. Bambang Sigit S. MP Ir. Restu Tjiptaningdyah.Mkes
Tanggal :............................ Tanggal :..........................
Dibuat Guna Memenuhi Satu Syarat Untuk Memenuhi Gelar Sarjana
Teknologi Pertanian Pada Fakultas Pertanian Jurusan Teknologi Pertanian
Universitas Dr.Soetomo Surabaya
Oleh :
NURUL HASANAH
NIM : 2014110003
Mengetahui : Menyetujui,
Ketua Jurusan, Dosen Pembimbing
........................................... ..............................................
Ir. Bambang Sigit S. MP Ir. Restu Tjiptaningdyah.Mkes
Tanggal :............................ Tanggal :..........................
Dosen Penguji
RINGKASAN
Terasi merupakan suatu bahan makanan yang biasanya terbuat dari rebon
maupun ikan yang bernilai ekonomis rendah. Terasi umumnya berwarna coklat,
abu-abu dan merah. Pengolahan terasi di Indonesia ada yang dilakukan secara
modern maupun tradisional dan sudah banyak diproduksi di daerah-daerah pesisir.
Cirebon merupakan salah satu daerah yang cukup terkenal dalam memproduksi
terasi.
Produk terasi sudah banyak dikonsumsi masyarakat bahkan tiap-tiap
daerah memiliki terasi khasnya sendiri. Terasi biasanya dijadikan sebagai
pelengkap sambal maupun campuran untuk makanan yang ditumis.
Praktek Kerja Lapang ini dilakukan selama 15 hari pada tanggal 06
Februari - 19 Februari. Maksud dan Tujuan praktek kerja lapangan ini adalah
untuk mengetahui lebih lanjut mengenai proses pembuatan terasi bubuk,
mengetahui keadaan sesungguhnya di lapangan, dari pemilihan bahan baku
hingga proses pembuatan terasi. Mengamati, mempelajari, menyelaraskan teori
dari bangku kuliah dan kenyataan di lapangan. Manfaat dari Praktek Kerja Lapang
ini adalah untuk menambah pengetahuan dan pengalaman kerja serta pengetahuan
mahasiswa dalam pengolahan di industri pangan.
Praktek Kerja Lapang dilakukan menggunakan metode deskriptif dengan
teknik pengumpulan data antara lain observasi langsung dan wawancara untuk
mendapatkan data primer, serta ditunjang dari literatur, jurnal, dan laporan-
laporan untuk memperoleh data sekunder.
Pembuatan terasi bubuk di Industri Azzahra merupakan usaha yang
tergolong sederhana dan masih dalam skala kecil meski demikian di Industri ini
telah menerapkan proses yang benar dalam pembuatan terasi mulai dari proses
pembersihan bahan baku, penyortiran, pemasakan awal, penjemuran,
penumbukan, pembentukan adonan, fermentasi, pengovenan, penghalusan,
pengemasan hingga pendistribusian. Namun demikian peralatan yang digunakan
masih sangat sederhana sehingga kapasitas produksi masih terbatas dan perlu
adanya penambahan peralatan yang lebih modern agar usaha semakin maju dan
produksi meningkat
ii
KATA PENGANTAR
7. Kepada keluarga Ibu Ari yang tidak dapat disebutkan satu persatu, sungguh
suatu pengalaman yang sangat menyenangkan bisa mengenal dan bekerja sama
dengan kalian semua.
8. Sahabat-sahabat TP 6 SORE. Kalian segalanya buatku motivasiku dalam
menyelesaikan tugas ini yang selalu berjuang untuk mencapai cita-cita kita
bersama.
Dengan memanjatkan doa kepada Allah SWT, penulis berharap semua kebaikan
yang telah kalian berikan mendapat balasan dari Allah SWT. Amin.
Penulis
iv
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
BAB 1
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Produk terasi memang sangat jarang digunakan sekaligus dalam jumlah yang
banyak. Namun hampir selalu digunakan dalam proses pembuatan sayur dan
beberapa lauk lainnya. Baik dirumah tangga, warung, depot, rumah makan, hotel,
catering maupun industri. (Suprapti, 2002). Terasi umumnya dibuat dari udang
kecil (rebon) dan dari ikan kecil atau teri yang bernilai ekonomi rendah. Menurut
Afrianto dan Liviawati (2005) dalam Dewi dkk (2014), terasi merupakan salah
satu produk hasil fermentasi ikan atau udang yang mengalami perlakuan
penggaraman yang tanpa diikuti dengan penambahan warna, kemudian didiamkan
beberapa saat agar terjadi proses fermentasi.
Sebagai bahan makanan setengah basah yang berkadar garam tinggi, terasi
dapat disimpan berbulan-bulan (Esti, 2000). Jayadi (2014) menambahkan terasi
digunakan sebagai bahan penyedap makanan seperti pada makanan sayur, sambal,
rujak dan sebagainya Proses fermentasi dalam pembuatan terasi berlangsung
karena adanya aktivitas enzim yang berasal dari tubuh ikan / udang itu sendiri
atau dari mikroorganisme dan berlangsung dalam kondisi lingkungan terkontrol.
Proses penguraian ini berlangsung dengan atau tanpa aktivitas mikroorganisme
terutama dalam golongan jamur dan ragi. (Sainuddin, 2012).
Riadi, (2007) dalam Suwandi (2015) mengungkapkan bahwa fermentasi
sendiri sudah dikenal sejak zaman dahulu, fermentasi mulai menjadi ilmu pada
tahun 1857 ketika Louis Pasteur menemukan bahwa fermentasi merupakan
sebuah hasil dari sebuah aksi mikroorganisme yang spesifik.
Penggunaan terasi memberi rasa gurih pada makanan terutama makanan yang
ditumis. Aromanya yang khas juga akan meningkatkan cita rasa masakan tersebut.
Terasi biasanya dijual dalam bentuk bulat atau segi empat panjang, dibungkus
daun pisang, plastik atau kertas. Kadang, ada juga jenis terasi yang berbentuk
butiran kasar dan dikemas dalam botol plastik. (Jayadi, 2014)
Terasi yang bermutu menurut Adawiyah (2007) dalam Majid (2014).
berwarna gelap, tidak terlalu keras dan lembek dengan kandungan protein 15-
20%, terasi sangat baik sebagai penyedap rasa masakan. Namun kadang-kadang
ada pengusaha terasi yang ingin mengeruk banyak keuntungan dengan sengaja
menambahkan tepung tapioka dan zat pewarna kedalam adonan terasi. Tindakan
demikian sangat merugikan konsumen, karena selain mutu terasi menjadi rendah,
7
Unsur gizi pada terasi cukup lengkap dan cukup tinggi, pada terasi
terkandung yodium dalam jumlah yang cukup tinggi yang berasal dari bahan
bakunya. Kandungan gizi dalam terasi menurut Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia (2012 ) dapat dilihat dalam tabel yang disajikan berikut :
2. Cemaran mikroba
- Escherichia Coli Apm/gr Minimal < 3
- Salmonella Per 25 g Negatif
- Staphylococcus Aureus Koloni / g 1 x 103
- Vibrio cholerae Per 25 g Negatif
3. Kimia
% fraksi massa 30-50
- Kadar air
- Kadar abu tak larut dalam % fraksi massa Maksimal 1,5
asam
- Kadar garam % fraksi massa Maksimal 10
- Kadar protein % fraksi massa Maksimal 15
- Kadar karbohidrat % fraksi massa Maksimal 2
dengan nilai ekonomi yang tinggi, maka akan dapat mendatangkan keuntungan
yang memadai (Tanuwijaya, 2007).
Meskipun dibuat dari ikan / udang yang memiliki kualitas rendah, bahan baku
terasi harus diseleksi terlebih dahulu berdasarkan mutu hal ini dikarenakan mutu
akhir dari produk akan sangat dipengaruhi oleh mutu dari bahan baku.
Udang rebon (Acetes) merupakan jenis udang yang berukuran kecil dan hidup
di perairan Asia Tenggara. Menurut Grave (2015) dalam Suwandi (2015), udang
rebon pertama kali ditemukan oleh Milne-Edwards tahun 1830 dan diklasifikasikan
dalam genus Acetes. Terdapat 14 jenis spesies dimana spesies Acetes indicus
merupakan spesies udang rebon terbanyak di Indonesia. Rebon dapat dimanfaatkan
sebagai bahan baku terasi karena rebon tersebut memiliki kulit atau cangkang yang
lunak sehingga tidak perlu untuk membuang kulit maupun kepalanya seperti ketika
memakan udang-udangan yang lain. Udang rebon secara fisik dapat dilihat pada
Gambar.1 berikut :
2.4.3 Garam
Menurut Burhanudin (2001) dalam Rahmayati dkk (2014) secara fisik garam
adalah benda padatan berwarna putih berbentuk kristal yang merupakan kumpulan
senyawa dengan bagian terbesar natrium klorida (>80%) serta senyawa lainnya seperti
magnesium klorida, magnesium sulfat, kalsium klorida, dan lain-lain. Garam
mempunyai sifat / karakteristik higroskopis yang berarti mudah menyerap air, bulk
density (tingkat kepadatan) sebesar 0,8 - 0,9 dan titik lebur pada tingkat suhu 80.
Menurut Adawyah (2008) dalam Majid (2014) garam dapat digunakan sebagai
pengontrol proses fermentasi. Garam berfungsi juga sebagai bahan pengawet pada
bahan baku karena mempunyai tekanan osmotik yang tinggi, sehingga dapat
menyebabkan terjadinya proses penyerapan air bebas dalam daging ikan / udang dan
pada sel-sel mikroorganisme yang menyebabkan plasmolisis sehingga air sel
mikroorganisme tertarik keluar dan mikroorganisme kemudian mati.
Garam dalam proses fermentasi disamping berfungsi untuk meningkatkan cita
rasa, juga berperan sebagai pembentuk tekstur dan mengontrol pertumbuhan
mikroorganisme yang diinginkan dan menghambat pertumbuhan mikroorganisme
12
pembusuk dan patogen. (Rahmayati dkk, 2014). Contoh garam dapat dilihat pada
Gambar. 2 berikut :
Gambar 2. Garam
2.4.4 Pewarna
Pewarna biasanya digunakan untuk memperbaiki penampilan, oleh karena itu
sering dilakukan penambahan pewarna pada proses pembuatan terasi. Sifat produk
yang paling menarik perhatian konsumen dan paling cepat memberi kesan disukai atau
tidak adalah warna menurut (Soekarto, 1985) dalam Fitriyani dkk (2013).Warna terasi
menjadi parameter yang penting untuk menarik konsumen. Terasi dapat menggunakan
pewarna alami berupa bubuk angkak yang berwarna merah. Konsentrasi pewarna yang
digunakan disesuaikan dengan kebutuhan. Contoh angkak dapat dilihat pada Gambar 3
berikut :
Gambar 3. Angkak
13
produksi ammonia dalam jumlah besar. Produk terasi yang terbaik yaitu produk yang
ditambah garam 15%.
g. Suhu dan Lama Fermentasi
Suhu fermentasi sangat menentukan jenis mikroorganisme yang tumbuh
dominan selama fermentasi. Jika kondisi asam yang dikehendaki telah tercapai, maka
suhu dapat dinaikan untuk menghentikan fermentasi. Suhu yang optimum untuk
proses fermentasi sekitar 25 C sampai 35 C. Waktu fermentasi terasi yang optimal
adalah 3-4 minggu.
h. Oksigen
Fermentasi terasi berlangsung secara aerob yaitu pada awal fermentasi di bagian
permukaan, sedangkan bagian dalam bongkahan bahan akan bersifat anaerob. Kondisi
tersebut diperoleh dengan membungkus terasi dengan selama fermentasi.
i. Kondisi Penyimpanan.
Terasi harus diberi kondisi penyimpanan yang baik, terutama dalam
pengemasan.
b. Sebagai pengganti udang atau ikan pada pembuatan produk kerupuk udang atau
ikan
c. Sebagai pemantap citarasa makanan. Seperti sambal, nasi goreng, tumisan.
d. Penambah selera makan
PEMBERSIHAN,
SORTASI
PENCUCIAN
PENIRISAN
PENGGILINGAN
5 menit
PEMANASAN
mendidih
PENYIMPANAN 7 PENUMBUKAN II
Fermentasi
HARI
I
PENYIMPANAN 7
PENJEMURAN I HARI
FERMENTASI II
PENUMBUKAN
PENGEMASAN
PENJEMURAN II
kering
TERASI UDANG
Peralatan :
1. Lumpang alu
2 . Alat penghancur / blender
3. Tempat fermentasi
4. Tempat penjemuran
Tata Cara :
a. Persiapan Bahan Baku
Bahan baku yang berupa udang disortasi, pisahkan dari kotoran-kotoran
yang menempel dan dicuci untuk menghilangkan lendir kemudian ditiriskan.
Proses pencucian menggunakan air bersih yang sudah ditaruh dalam wadah lalu
kemudian udang dimasukkan kedalam wadah untuk dicuci.
b. Penggilingan awal
Udang yang telah bersih dan ditiriskan tersebut kemudian digiling bersama-
sama dengan garam hingga halus. Menurut Afrianto dan liviawaty (2005) dalam
Nooryantini (2010) jumlah garam yang ditambahkan tergantung selera, maksimal
30% dari berat total ikan atau udang agar terasi yang diproduksi tidak terlalu asin.
Air yang keluar selama proses penggilingan awal tidak perlu dibuang sebab air
tersebut berasal dari tubuh udang rebon.
c. Pemasakan awal
Daging rebon yang sudah halus tersebut dipanaskan sembari diaduk agar tidak
hangus hingga mendidih sekitar 5 menit.
18
d. Penjemuran I
Proses penjemuran dilakukan dibawah terik matahari hingga setengah kering
dan dibolak-balik. Menurut Hadiwiyoto (1983) dalam Fatty (2012), maksud dari
penjemuran ini tidak hanya untuk mengeringkan sama sekali tetapi cukup kira-kira
setengah kering saja.
e. Fermentasi / Pemeraman
Proses fermentasi ini bertujuan untuk penguraian senyawa-senyawa yang
kompleks dari daging udang menjadi senyawa yang lebih sederhana. Menurut
Afrianto dan liviawaty (1989) dalam Tanuwijaya (2007) enzim yang berperan dalam
proses fermentasi pada produk perikanan terutama didominasi oleh enzim proteolitik
yang mampu menguraikan protein.
Adonan perlu dibungkus dengan kain saring yang berpori atau bisa
menggunakan daun pisang yang diberi irisan-irisan kecil pada beberapa sisi untuk
menunjang aktifitas mikroba selama fermentasi. Pembungkusan adonan juga
bertujuan untuk melindungi adonan dari cemaran lain seperti debu dan kotoran.
Adanya pori-pori pada kain maupun irisan kecil-kecil pada daun pisang bertujuan
untuk memberikan sirkulasi udara yang baik sehingga dengan demikian, mikroba
fermentasi dapat hidup dan beraktifitas dengan baik.
Fermentasi adonan berlangsung selama 7 hari dan dilakukan pada suhu kamar,
jika terdapat pada inkubator pemerahan dapat dilakukan pada suhu 20-30oC yang
merupakan suhu optimum untuk fermentasi terasi (Anonymous, 2005) dalam Irianto
(2012).
f. Penjemuran II
Penjemuran kedua dilakukan selama satu hari. Adonan hasil fermentasi
pertama dapat dijimpit sedikit demi sedikit dengan jari dan ditempatkan dalam
tampah bambu yang telah dialasi terlebih dahulu. Alas bisa menggunakan daun
pisang maupun plastik yang bersih.
g. Penumbukan
Proses selanjutnya adonan yang telah dijemur selama sehari penuh kemudian
ditumbuk hingga menjadi liat seperti adonan dodol.
19
h. Penjemuran III
Adonan yang telah menjadi liat lalu dijemur kembali hingga menjadi adonan
yang kering. Cara penjemurannya sama seperti pada penjemuran-penjemuran
sebelumnya.
i. Penumbukan II
Adonan yang sudah kering, siapkan garam sebanyak 5 % dari berat adonan.
Kemudian campur garam tersebut dengan adonan sedikit demi sedikit dan dibanting-
banting. Pada tahapan ini, beri pewarna sesuai kebutuhan jika ingin menambahkan
pewarna pada adonan terasi.
j. Fermentasi tahap II
Tempatkan adonan dalam bak/ tempat fermentasi, tutup dengan menggunakan
kain saring dan diamkan hingga timbul aroma khas terasi udang yang makin lama
akan makin tajam aromanya.
k. Pengemasan
Terasi dapat dibentuk terlebih dahulu sesuai selera seperti bulat, persegi panjang
atau bahkan dalam bentuk bubuk sebelum dikemas, selanjutnya kemas dengan
menggunakan kantong plastik yang ditutup rapat serta cantumkan label.
Beberapa perubahan yang terjadi selama proses pembuatan terasi meliputi :
a. Perubahan warna dan tekstur
Terasi yang dibuat dari udang memiliki warna khas coklat kemerahan. Menurut
Shahidi and Botta serta Suprapti dalam Sainuddin (2014), warna kemerahan pada
terasi udang berasal dari pigmen astaxanthin pada cangkang udang sehingga pigmen
tersebut membentuk warna merah. Suzuki dalam Karim dkk (2014), berpendapat
sebagian besar tubuh udang mengandung astaxanthin. Warna kecoklatan pada terasi
udang disebabkan karena adanya enzim polyphenoloxidase (PPO) pada tubuh udang
yang dapat mempengaruhi penggelapan warna pada terasi udang.
Penambahan garam (NaCl) bertujuan untuk menghambat kerja enzim bersebut.
Menurut Christanti (2006), sodium klorida atau NaCl dapat menghambat kerja PPO
sehingga reaksi pencokelatan dapat dihalangi. Proses penghambatannya meningkat
ketika pH menurun. Perubahan lain yang diharapkan selama fermentasi yang
diharapkan adalah liquid fiksi, setelah proses penggaraman cairan dari dalam ikan
20
(udang) terekstrak keluar. Penurunan kadar air ini akan membentuk tekstur yang
diinginkan. Nooryantini, (2010) menambahkan bahwa pembentukan tekstur terasi
ditentukan oleh penjemuran dan penumbukan.
b. Pembentukan Cita Rasa
Proses fermentasi akan menghasilkan cita rasa yang khas pada terasi. Aroma
khas pada terasi disebabkan oleh senyawa volatil yang dihasilkan oleh hidrolisis
protein selama fermentasi. Rasa gurih didapatkan dari senyawa asam asam amino,
seperti: asam glutamat dan asam nukleat. Amaliafitri (2010) dalam Rahmayati dkk
(2014) menambahkan asam glutamat merupakan sumber rasa umami (gurih) paling
dominan dan berdampak pada kesempurnaan atau keaslian dari rasa itu sendiri.
Rasa umami disebut sebagai rasa dasar kelima disamping rasa manis, asin, asam
dan pahit. Rasa umami produk fermentasi tergantung pada konsentrasi glutamat
didalamnya. Terasi mengandung asam glutamate sebesar 1508 mg/ 100 gr. (Pawe,
2015)
BAB III
MATERI DAN METODE
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
dekat dengan makam Peneleh Surabaya. Sebagai gambaranya dapat disimak pada
Gambar.5 berikut :
Utara : Makam Peneleh Surabaya
Selatan : Jalan Raya
Timur : Perkampungan
Barat : Perkampungan
UT
AM
A DAPUR (untuk proses produksi. Seperti pemasakan, Sum
Pengovenan, Pencucian bahan dll) ur
Pimpinan
Pimpinan 1 orang
d. Sistem Penggajian
Tidak ada sistem penggajian pada industri rumahan Azzahra sebab industri ini
dikelola oleh anggota keluarga dari pemilik sendiri sehingga untuk untung dan ruginya
semuanya diambil oleh keluarga.
bubuk. Jumlah pemesanan bahan baku harus disesuaikan dengan jumlah pemesanan
mengingat produk terasi ini masih sangat terbatas di beberapa tempat.
4.2.2 Garam
Garam yang digunakan oleh Industri Azzahra adalah garam yodium dengan
gambar kapal, karena pemilik tetap ingin menjaga kualitas produknya sehingga
menggunakan garam yang sudah dipastikan standartnya oleh pemerintah. Kualitas dari
garam tersebut juga mempengaruhi hasil akhir produk. Penggunaan garam tersebut
hanya 20% dari berat bahan baku.
30
4.4.5 Penghalusan
Udang rebon selanjutnya yang telah dicuci bersih dan ditiriskan diberi garam
sebanyak 20% dari total berat bahan baku lalu dihaluskan dengan menggunakan
blender dengan kecepatan sedang sebentar saja.
4.4.7 Penjemuran I
Adonan yang telah diangin-anginkan selanjutnya dijemur dibawah terik matahari.
Penjemuran dilakukan dengan tampah bambu atau tampah plastik. Ratakan adonan
pada tampah tersebut dan jemur hingga setengah kering..
4.4.8 Penumbukan
Terasi yang telah dijemur selanjutnya bisa ditumbuk hingga benar-benar halus
dan liat dengan menggunakan lumpang alu. Bila adonan terlalu kering bisa ditambah
dengan sedikit air. Tanda-tanda bahwa adonan telah liat adalah ketika adonan tidak
lagi menempel di wadah atau di tangan. Terasi selanjutnya dibungkus dengan
menggunakan plastik yang telah diberi lubang-lubang. Tujuannya agar menjaga
sirkulasi udara yang baik selama proses fermentasi berlangsung.
34
4.4.9 Penjemuran II
Terasi yang telah ditumbuk hingga liat kemudian dijemur kembali dibawah terik
matahari hingga kering.
4.4.12 Penghalusan
Terasi yang telah dioven dihaluskan dengan menggunakan blender hingga
benar-benar halus seperti bubuk.
36
4.4.13 Pengayakan
Bubuk terasi yang telah halus ditempatkan ke dalam wadah dan diayak
dengan menggunakan alat saring manual. Pengayakan dilakukan hingga benar-benar
mendapartkan tekstur terasi yang lembut dan halus.
4.4.14 Pengemasan
37
Adonan terasi yang telah halus selanjutnya ditimbang dengan berat sebanyak
200 gr dan dikemas dengan menggunakan plastik standing pouch atau botol plastik
yang telah diberi label dan kemudian disegel.
Udang rebon 6 kg
Penghalusan Diblender
Penjemuran II
Dijemur hingga kering
Terasi
Terasi bubuk
Pengemasan
4.5 Produk Akhir
39
BAB V
40
5.1 Kesimpulan
1. Dalam proses pengolahan terasi bubuk digunakan udang rebon yang memiliki
kualitas terbaik.
2. Proses pengolahan menggunakan tambahan konsentrasi garam 20% dari bahan
baku. Tidak menggunakan pewarna dan pengawet tambahan.
3. Proses fermentasi berlangsung selama kurang lebih 3 minggu untuk mendapatkan
terasi dengan kualitas yang baik..
4. Proses pengolahan terasi bubuk relatif sederhana dan tidak terlalu rumit meliputi :
pencucian, penghalusan, pemasakan, penjemuran 1, penumbukan, penjemuran II,
fermentasi, pengovenan, penghalusan, pengayakan, pengemasan.
5. Kapasitas produksi industri azzahra tidak terlalu besar, hanya mampu
memproduksi dengan jumlah bahan baku tepung 6 kg per hari.
6. Sebelum di kemas terasi bubuk di oven terlebih dahulu supaya produk tidak
mudah rusak atau menjamur dan agar memiliki daya simpan yang panjang.
7. Terasi bubuk dengan kemasan 200 gr dijual seharga Rp.20.000.
41
5.2 Saran
Saran yang dapat penulis sampaikan kepada pihak industri terasi bubuk azzahra
adalah sebagai berikut:
1. Sebaiknya menggunakan pewarna alami pada terasi agar konsumen semakin
tertarik terhadap produk. Contoh pewarna alami yang bisa digunakan adalah angkak.
2. Kebersihan selama proses pengolahan seharusnya juga diperhatikan dengan baik
diantaranya kebersihaan saat proses penjemuran, fermentasi dan selama pengolahan.
3. Sebaiknya pekerja menggunakan masker, topi (tutup kepala), dan sarung tangan
pada saat proses pengemasan, agar terjamin kebersihan produk yang dihasilkan dan
jauh dari kontaminasi.
4. Kemasan produk harus bervariasi seperti ; kemasan botol plastik, kemasan sachet
kecil, kemasan botol kaca agar pembeli semakin tertarik dengan produk.
5. Produk sebaiknya dibuat versi kemasan yang lebih kecil seperti sachet agar
produk lebih menjangkau masyarakat sekitar.
6. Produk semakin aktif untuk dipasarkan.
42
DAFTAR PUSTAKA
Assadad, Hakim, Widianto, 2015, Mutu Tepung Ikan Rucah Pada Berbagai
Proses Pengolahan, Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan dan Kelautan,
Vol 2.
Badan Standarisasi Nasional, 2009, Standar Mutu Terasi, (SNI 01-2716.1-2009),
Badan Standarisasi Nasional, Jakarta
Christanti, D.A, 2006, Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Halotoleran Pada Terasi,
Skripsi, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Fauzia, N.N, 2016, Pengaruh Berbagai Konsentrasi Minyak Atsiri Daun Jeruk
Purut (Citrus Hystrix) Sebagai Antibakteri Terhadap Daya Hambat
Bakteri Ikan Nila (Oreochromis niloticus), Skripsi, Universitas
Pasundan, Bandung.
http://www.marketisasifishproduct.blogspot.com/terasi-udang.html [Diakses 14
Februari 2017]
Pawe, D, 2015, Isolasi dan Identifikasi Kandidat Bakteri Probiotik dari Terasi
Udang Rebon (Mysis relicta), Skripsi, Universitas Lampung, Bandar
Lampung.
Setiawan, Asikin, Hasanah, 2015, Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Pada Terasi
Udang Rebon (Mysis relicta) dari Bontang Kuala, Bontang, Jurnal
Perikanan,Vol 20.
Suwandi, 2015, Uji Komposisi Bahan Baku Terasi Dengan Menggunakan Alat
Pencetak Terasi, Skripsi, Universitas Sumatera Utara, Sumatra Utara.
Winarno, F.G., 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.