Anda di halaman 1dari 54

STUDI PENGOLAHAN TERASI BUBUK DI INDUSTRI AZZAHRA

KECAMATAN GENTENG KOTA SURABAYA

LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG

Oleh:

NURUL HASANAH

NIM : 2014110003

JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS DR SOETOMO

SURABAYA

2017
STUDI PENGOLAHAN TERASI BUBUK DI INDUSTRI AZZAHRA
KECAMATAN GENTENG KOTA SURABAYA

Dibuat Guna Memenuhi Satu Syarat Untuk Memenuhi Gelar Sarjana


Teknologi Pertanian Pada Fakultas Pertanian Jurusan Teknologi Pertanian
Universitas Dr.Soetomo Surabaya

Oleh :
NURUL HASANAH
NIM : 2014110003

Mengetahui : Menyetujui,
Ketua Jurusan, Dosen Pembimbing

........................................... ..............................................
Ir. Bambang Sigit S. MP Ir. Restu Tjiptaningdyah.Mkes
Tanggal :............................ Tanggal :..........................
Dibuat Guna Memenuhi Satu Syarat Untuk Memenuhi Gelar Sarjana
Teknologi Pertanian Pada Fakultas Pertanian Jurusan Teknologi Pertanian
Universitas Dr.Soetomo Surabaya

Oleh :
NURUL HASANAH
NIM : 2014110003

Mengetahui : Menyetujui,
Ketua Jurusan, Dosen Pembimbing

........................................... ..............................................
Ir. Bambang Sigit S. MP Ir. Restu Tjiptaningdyah.Mkes
Tanggal :............................ Tanggal :..........................

Dosen Penguji

Ir. Bambang Sigit S. MP


I Tanggal:..........................
i

RINGKASAN

NURUL HASANAH, NIM : 2014110003. STUDI PENGOLAHAN TERASI


BUBUK DI INDUSTRI AZZAHRA KECAMATAN GENTENG KOTA
SURABAYA (di bawah Bimbingan Ir.Restu Tciptaningdyah, Mkes).

Terasi merupakan suatu bahan makanan yang biasanya terbuat dari rebon
maupun ikan yang bernilai ekonomis rendah. Terasi umumnya berwarna coklat,
abu-abu dan merah. Pengolahan terasi di Indonesia ada yang dilakukan secara
modern maupun tradisional dan sudah banyak diproduksi di daerah-daerah pesisir.
Cirebon merupakan salah satu daerah yang cukup terkenal dalam memproduksi
terasi.
Produk terasi sudah banyak dikonsumsi masyarakat bahkan tiap-tiap
daerah memiliki terasi khasnya sendiri. Terasi biasanya dijadikan sebagai
pelengkap sambal maupun campuran untuk makanan yang ditumis.
Praktek Kerja Lapang ini dilakukan selama 15 hari pada tanggal 06
Februari - 19 Februari. Maksud dan Tujuan praktek kerja lapangan ini adalah
untuk mengetahui lebih lanjut mengenai proses pembuatan terasi bubuk,
mengetahui keadaan sesungguhnya di lapangan, dari pemilihan bahan baku
hingga proses pembuatan terasi. Mengamati, mempelajari, menyelaraskan teori
dari bangku kuliah dan kenyataan di lapangan. Manfaat dari Praktek Kerja Lapang
ini adalah untuk menambah pengetahuan dan pengalaman kerja serta pengetahuan
mahasiswa dalam pengolahan di industri pangan.
Praktek Kerja Lapang dilakukan menggunakan metode deskriptif dengan
teknik pengumpulan data antara lain observasi langsung dan wawancara untuk
mendapatkan data primer, serta ditunjang dari literatur, jurnal, dan laporan-
laporan untuk memperoleh data sekunder.
Pembuatan terasi bubuk di Industri Azzahra merupakan usaha yang
tergolong sederhana dan masih dalam skala kecil meski demikian di Industri ini
telah menerapkan proses yang benar dalam pembuatan terasi mulai dari proses
pembersihan bahan baku, penyortiran, pemasakan awal, penjemuran,
penumbukan, pembentukan adonan, fermentasi, pengovenan, penghalusan,
pengemasan hingga pendistribusian. Namun demikian peralatan yang digunakan
masih sangat sederhana sehingga kapasitas produksi masih terbatas dan perlu
adanya penambahan peralatan yang lebih modern agar usaha semakin maju dan
produksi meningkat
ii

KATA PENGANTAR

Maha Suci ALLAH SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayahnya


hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan laporan Praktek Kerja Lapang
(PKL) ini dengan judul STUDI PEMBUATAN TERASI BUBUK DI
INDUSTRI AZZAHRA KECAMATAN GENTENG KOTA SURABAYA.
Tak lupa penulis haturkan Shalawat dan salam kepada baginda Nabi Rasulullah
SAW yang membawa Rahmat kepada seluruh umat.
Laporan ini disusun berdasarkan PKL yang dilaksanakan oleh penulis
selama 15 hari yaitu mulai tanggal 06 Februari sampai 19 Februari 2017. Dalam
laporan PKL ini, diuraikan tentang pengolahan terasi bubuk, lengkap mulai dari
penanganan bahan baku, pencucian, pemasakan awal, penambahan bahan-bahan
lain, fermentasi terasi, pengovenan, pendinginan, pengayakan, pengemasan dan
sampai pada penanganan produk akhir.
Selesainya laporan ini semata-mata bukanlah hasil usaha penulis seorang
diri, melainkan banyak pihak yang turut andil memberikan bantuan baik moril
maupun materil, hingga laporan ini selesai dengan baik, oleh karena itu, patutlah
bagi penulis untuk berterima kasih yang tak terhingga kepada :
1. Bapak Ir A. Kusyairi, Msi, selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Dr
Soetomo Surabaya.
2. Ibu Restu Tjiptaningdiyah, M.kes, selaku dosen pembimbing lapangan yang
selalu berbagi ilmu dan pengalaman dan tak letih membantu dengan nasehat-
nasehat yang begitu membangun.
3. Bapak Ir Bambang Sigit S., MP, selaku Ketua Jurusan Fakultas Pertanian
Universitas Dr Soetomo Surabaya..
5. Ibu Ari selaku pendiri UD. Azzahra
6. Kepada Ibu, Bapakku , kakak-kakakku dan keponakanku yang senantiasa
menghibur dan juga memberikan doa ketulusan serta rasa sayang yang tak
terbatas terhadap diriku .
iii

7. Kepada keluarga Ibu Ari yang tidak dapat disebutkan satu persatu, sungguh
suatu pengalaman yang sangat menyenangkan bisa mengenal dan bekerja sama
dengan kalian semua.
8. Sahabat-sahabat TP 6 SORE. Kalian segalanya buatku motivasiku dalam
menyelesaikan tugas ini yang selalu berjuang untuk mencapai cita-cita kita
bersama.
Dengan memanjatkan doa kepada Allah SWT, penulis berharap semua kebaikan
yang telah kalian berikan mendapat balasan dari Allah SWT. Amin.

Penulis
iv

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ..............................................................................


RINGKASAN .................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ............................................................................................. vi
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang....................................................................... 1
1.2 Maksud dan Tujuan ............................................................... 2
1.3 Manfaat PKL ......................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hasil Perikanan ...................................................................... 4
2.2 Penanganan Pasca panen ....................................................... 5
2.3 Pengenalan Terasi............................................................ 5
2.4 Bahan baku..................................................................... 8
2.4.1 Ikan Rucah ....................................................... 9
2.4.2 Udang rebon............................................................10
2.4.3 Garam .....................................................................11
2.4.4 Pewarna...................................................................12
2.5 Kualitas Terasi. ......................................................................12
2.6 Daya Tahan Terasi ..........................................................14
2.7 Pemanfaatan.. ........................................................................14
2.8 Teknologi pengolahan ..............................................................14
2.8.1 Teknik Pembuatan terasi ........................................14
2.8.2 Proses Pembuatan terasi......................................15
2.9 Mikrobiologi terasi ...................................................................20

BAB III MATERI DAN METODE


3.1 Tempat Praktek Kerja Lapang. .............................................. 21
3.2 Waktu Praktek Kerja Lapang . .............................................. 21
3.3 Materi Praktek Kerja Lapang. ............................................... 21
3.3.1 Tahap-Tahap Pelaksanaan.. .................................... 21
3.3.2 Metode Praktek Kerja Lapang ............................. 21
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Keadaan Umum Perusahaan .................................................. 22
v

4.1.1 Sejarah Perusahaan ................................................. 22


4.1.2 Lokasi Perusahaan .................................................. 24
4.1.3 Struktur Organisasi ................................................. 26
4.2 Pengadaan Bahan Baku ......................................................... 28
4.2.1 Udang rebon............................................................ 29
4.2.2 Garam ..................................................................... 29
4.3 Penanganan bahan baku ........................................................ 30
4.3.1 Proses Penanganan.................................................. 30
4.4 Proses Produksi ..................................................................... 30
4.4.1 Kapasitas Produksi.................................................. 30
4.4.2 Persiapan bahan ...................................................... 30
4.4.3 Penimbangan........................................................... 30
4.4.4 Pencucian ................................................................ 31
4.4.5 Penghalusan ............................................................ 31
4.4.6 Pemasakan Awal ..................................................... 32
4.4.7 Penjemuran I. .......................................................... 32
4.4.8 Penumbukan ........................................................... 33
4.4.9 Penjemuran II.......................................................... 33
4.4.10 Fermentasi............................................................. 34
4.3.11 Pengovenan. .......................................................... 34
4.3.12 Penghalusan .......................................................... 35
4.4.13 Pengayakan ........................................................... 35
4.4.14 Pengemasan .......................................................... 36
4.5 Produk Akhir ......................................................................... 38
4.6 Pemasaran Produk ................................................................. 38
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ................................................................ 39
5.2 Saran .......................................................................... 40
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 41
vi

DAFTAR TABEL

Tabel Teks Halaman


1. Kandungan gizi terasi .................................................................................... 7
2. Standar Mutu Terasi ...................................................................................... 8
3. Kandungan gizi Ikan Rucah .......................................................................... 9
4. Kandungan gizi udang rebon. ....................................................................... 10
5. Tenaga Kerja Industri Azzahra. .................................................................... 28
vii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Teks Halaman

1. Udang rebon .................................................................................................11


2. Garam. ..........................................................................................................11
3. Pewarna. .......................................................................................................12
4. Diagram alir terasi ........................................................................................16
5. Denah produksi industri. .............................................................................. 25
6. Denah lokasi industri. .................................................................................. 26
7. Struktur Organisasi Industri. ........................................................................ 27
8. Udang rebon. ................................................................................................ 29
9. Garam. .......................................................................................................... 29
10 Timbangan. .................................................................................................. 31
11 Udang rebon. ................................................................................................ 31
12 Pencucian. .................................................................................................... 31
13 Pemberian garam. ........................................................................................ 32
14 Penghalusan. ................................................................................................ 32
15 Pemasakan Awal. ......................................................................................... 32
16 Penjemuran I. ............................................................................................... 32
17. Penumbukan. ................................................................................................ 33
18. Pembentukan adonan. .................................................................................. 33
19. Penjemuran II. .............................................................................................. 33
20. Terasi jadi. .................................................................................................... 34
21. Pengirisan. .................................................................................................... 34
22. Pengovenan. ................................................................................................. 34
23. Penghalusan. ................................................................................................ 35
24. Pengayakan. ................................................................................................ 35
25. Pengemasan.. ................................................................................................ 36
1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kebutuhan dasar manusia yang paling penting adalah pangan, disamping
papan, sandang, pendidikan dan kesehatan. Masalah pangan selalu lebih penting
apalagi bila ditambah dengan masalah lain yaitu cepatnya laju kenaikan
penduduk. (Winarno, 2004).
Pangan menjadi kebutuhan primer manusia yang tidak mengenal batasan,
baik waktu, ruang maupun tingkatan sosial. Sejak manusia hidup pangan selalu
menjadi kebutuhan mendasar yang tidak bisa ditawar. Pembicaraan tentang
pangan tidak mengenal istilah out of date (usang) melainkan akan selalu up to
date (dibutuhkan) mengingat pangan merupakan kebutuhan pokok dan kesehatan
manusia. (Dwiari dkk, 2008).
Sumber daya alam Indonesia adalah segala potensi yang dapat dikembangkan
untuk proses produksi dan dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan
manusia Dahuri et al (2003) dalam Maflahah 2013. Ilmu Teknologi pangan
disamping bisa didapatkan pada saat pembelajaran secara teori di bangku
perkuliahan juga memerlukan pengetahuan pada bidang pekerjaan yang
berhubungan dengan pangan.
Praktek kerja lapang merupakan kegiatan yang dilakukan oleh mahasiswa
dengan lembaga-lembaga yang relevan dalam bidang industri pangan. Bentuk
kegiatan yang dilakukan yaitu kerja praktek dengan mengikuti semua kegiatan di
lokasi praktek kerja lapang. Kegiatan praktek kerja lapang ini akan melengkapi
pengetahuan mahasiswa mengenai dunia industri yang sebenarnya dan merupakan
bentuk nyata dari teori-teori yang didapat selama mengikuti perkuliahan. Praktek
kerja lapang ini akan membahas bagaimana cara membuat terasi bubuk dari
proses penyiapan bahan hingga produk siap di distribusikan.
Hasil laut alam Indonesia sudah banyak dimanfaatkan salah satu olahannya
yang cukup populer adalah terasi. Terasi merupakan produk yang berasal dari
ikan / udang yang di fermentasi secara tradisional dan diproduksi oleh masyrakat
2

sekitar pesisir pantai. Daerah penghasil terasi ada bermacam-macam, yang


terkenal di Indonesia adalah; Cirebon, Jember, Rembang, dan Sidoarjo. Produk
mirip terasi juga dikonsumsi di beberapa negara Asia Tenggara yang umumnya
digunakan sebagai penyedap rasa bagi masakan yang menggunakan nasi.
Di Indonesia terasi tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan sehari-hari dan
merupakan produk fermentasi ikan yang populer. Terasi sebenarnya memegang
posisi penting khususnya untuk produk-produk ikan yang diolah secara
tradisional. Fitriyani et al. (2013) dalam Setiawan dkk (2015) berpendapat bahwa
banyak orang menyukai terasi karena rasa dan aromanya yang khas, terutama
untuk meningkatkan selera makan. Terasi digunakan sebagai bahan penyedap
makanan seperti pada makanan sayur, sambal, rujak dan sebagainya.
Pada umumnya bentuk terasi berupa padatan dan teksturnya agak kasar.
Memiliki khas aroma yang tajam akan tetapi rasanya gurih Pierson (2013) dalam
Suwandi (2015). Terasi yang diperdagangkan di pasar ada dua macam, yaitu terasi
udang dan terasi ikan. Jenis terasi udang umumnya mempunyai warna cokelat
kemerahan pada produk yang dihasilkan, sedangkan pada terasi ikan hasilnya
berwarna kehitaman. Terasi biasa digunakan sebagai penyedap sehingga pemakaian
terasi dalam masakan sangat sedikit, hal ini mengakibatkan kandungan yang terdapat
dalam terasi tidak banyak berperan Yuniar( 2010) dalam Putra (2016).

1.1 Maksud dan Tujuan


Maksud dari Praktek Kerja Lapang ini adalah untuk mengamati, mengetahui
tentang proses pembuatan terasi bubuk, mulai dari proses pemilihan bahan baku,
pengolahan, pengemasan, dan pendistribusian.
Tujuan dari Praktek Kerja Lapangan ini adalah untuk mengetahui,
memahami, dan mempelajari proses pembuatan terasi khas Kota Surabaya. Di
Industri Azzahra.

1.2 Manfaat Praktek Kerja Lapang


Praktek Kerja Lapang ini merupakan kegiatan di luar kampus yang
mempunyai manfaat serta kegunaan antara lain:
3

a. Menambah pengetahuan dan pengalaman kerja serta pengetahuan mahasiswa


dalam pengolahan di industri pangan.
b. Dapat memberikan masukan kepada perusahaan yang bersangkutan terhadap
permasalahan-permasalahan yang ada, sehingga nantinya dapat mengembangkan
perusahaan di masa datang.
c. Memberikan informasi bagi pihak lain yang memerlukan.
4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sumber daya perikanan


Subsektor perikanan dan peternakan merupakan andalan utama sumber
pangan dan gizi bagi masyarakat Indonesia. Ikan, selain merupakan sumber
protein juga diakui sebagai "functional food" yang mempunyai arti penting bagi
kesehatan karena mengandung asam lemak tidak jenuh berantai panjang (terutama
yang tergolong asam lemak omega-3), vitamin, serta makro dan mikro mineral
Heruwati (2002) dalam Soesilo dkk (2008).
Industri perikanan Indonesia berkembang cepat, salah satu komoditas yang
cukup besar di perairan Indonesia adalah udang rebon, tuna, cakalang dan udang-
udangan lain. Pengembangan produk olahan ikan juga semakin banyak dipasaran
walaupun demikian proporsi ikan yang dipasarkan dalam keadaan segar masih
cukup besar (Irianto, 2012).
Ikan merupakan suatu bahan pangan yang cepat mengalami proses
pembusukan (perishable food), hal ini disebabkan karena beberapa hal seperti
kandungan protein yang tinggi dan kondisi lingkungan yang sangat sesuai untuk
pertumbuhan mikroba pembusuk. Purwani dan Hapsari (2011) dalam Fauzia
(2016) menyatakan, kadar air yang semakin tinggi dalam bahan pangan maka
semakin besar kemungkinan kerusakan, baik sebagai akibat aktivitas biologis
internal maupun masuknya mikrobiologi perusak.
Kandungan protein ikan yang relatif tinggi, dengan kandungan air 1060%,
cara pengolahan yang kurang saniter dan higienis, serta penyimpanan dalam
keadaan tidak dilindungi/dikemas dengan baik pada kondisi tropik,
mengakibatkan produk ikan olahan tradisional sangat rentan terhadap kerusakan
mikrobiologis. Kerusakan mikrobiologis dapat menyebabkan pembusukan produk
baik oleh bakteri yang patogen maupun oleh racun yang dihasilkan (Fauzia,
2016). Ikan memerlukan penanganan pascapanen yang tepat untuk menghindari
kerusakan, antara lain dengan memproses secepatnya sebelum masa kerusakan
tiba atau dengan mengawetkan sementara.
5

2.2 Penanganan pasca panen


Ikan termasuk dalam kelompok hewani yang meskipun telah mati, reaksi
enzimatis dan mikrobiologi dalam tubuh ikan tersebut akan tetap berlangsung
secara alami dan terus menerus. (Suprapti, 2002). Penanganan yang tidak tepat
akan membuat proses penurunan kualitas yang mengarah pada pembusukan
sebagai akibat proses enzimatis, mikrobiologi dan juga autolisis akan segera
terjadi. Pembusukan alami akan terjadi 6-7 jam setelah ikan mati oleh karenanya
ikan memerlukan beberapa upaya penanganan pasca panen yang tepat untuk
menghindari kerusakan.
Upaya yang bisa dilakukan untuk membuat produk ikan lebih awet adalah
dengan mengolahnya segera sebelum ikan mengalami kerusakan. Menurut Irianto
(2012) ikan dapat diolah menjadi macam-macam produk seperti ikan kering / asin
(13,24%), ikan pindang (2,97%), produk fermentasi (0,65%), ikan asap (2,52%),
ikan beku (10,56%), ikan kaleng 1,53%), tepung ikan (0,76%) serta jenis produk
lainnya (0,68%).

2.3 Pengenalan terasi


Terasi atau belacan adalah salah satu produk awetan yang berasal dari ikan
dan udang rebon segar yang telah diolah melalui proses pemeraman atau
fermentasi, disertai dengan proses penggilingan dan penjemuran terasi. Pada
umumnya bentuk terasi berupa padatan, kemudian teksturnya agak kasar, dan
memiliki khas aroma yang tajam akan tetapi rasanya gurih (Hanafiarti, 2015).
Banyak makanan khas Indonesia yang dalam proses pembuatannya tidak bisa
dilepaskan dari terasi sebagai salah satu komponen bumbunya. Terasi sudah
dikenal luas di Indonesia, terbukti dengan beragamnya aneka sambal khas
Nusantara. Terasi tidak hanya dikenal di Indonesia saja, di Malaysia terasi dikenal
dengan sebutan balacan, di Jepang disebut gyoniso dan di Filipina disebut
Bagoong. (Anggo, 2014).
6

Produk terasi memang sangat jarang digunakan sekaligus dalam jumlah yang
banyak. Namun hampir selalu digunakan dalam proses pembuatan sayur dan
beberapa lauk lainnya. Baik dirumah tangga, warung, depot, rumah makan, hotel,
catering maupun industri. (Suprapti, 2002). Terasi umumnya dibuat dari udang
kecil (rebon) dan dari ikan kecil atau teri yang bernilai ekonomi rendah. Menurut
Afrianto dan Liviawati (2005) dalam Dewi dkk (2014), terasi merupakan salah
satu produk hasil fermentasi ikan atau udang yang mengalami perlakuan
penggaraman yang tanpa diikuti dengan penambahan warna, kemudian didiamkan
beberapa saat agar terjadi proses fermentasi.
Sebagai bahan makanan setengah basah yang berkadar garam tinggi, terasi
dapat disimpan berbulan-bulan (Esti, 2000). Jayadi (2014) menambahkan terasi
digunakan sebagai bahan penyedap makanan seperti pada makanan sayur, sambal,
rujak dan sebagainya Proses fermentasi dalam pembuatan terasi berlangsung
karena adanya aktivitas enzim yang berasal dari tubuh ikan / udang itu sendiri
atau dari mikroorganisme dan berlangsung dalam kondisi lingkungan terkontrol.
Proses penguraian ini berlangsung dengan atau tanpa aktivitas mikroorganisme
terutama dalam golongan jamur dan ragi. (Sainuddin, 2012).
Riadi, (2007) dalam Suwandi (2015) mengungkapkan bahwa fermentasi
sendiri sudah dikenal sejak zaman dahulu, fermentasi mulai menjadi ilmu pada
tahun 1857 ketika Louis Pasteur menemukan bahwa fermentasi merupakan
sebuah hasil dari sebuah aksi mikroorganisme yang spesifik.
Penggunaan terasi memberi rasa gurih pada makanan terutama makanan yang
ditumis. Aromanya yang khas juga akan meningkatkan cita rasa masakan tersebut.
Terasi biasanya dijual dalam bentuk bulat atau segi empat panjang, dibungkus
daun pisang, plastik atau kertas. Kadang, ada juga jenis terasi yang berbentuk
butiran kasar dan dikemas dalam botol plastik. (Jayadi, 2014)
Terasi yang bermutu menurut Adawiyah (2007) dalam Majid (2014).
berwarna gelap, tidak terlalu keras dan lembek dengan kandungan protein 15-
20%, terasi sangat baik sebagai penyedap rasa masakan. Namun kadang-kadang
ada pengusaha terasi yang ingin mengeruk banyak keuntungan dengan sengaja
menambahkan tepung tapioka dan zat pewarna kedalam adonan terasi. Tindakan
demikian sangat merugikan konsumen, karena selain mutu terasi menjadi rendah,
7

zat pewarna yang digunakan juga mengandung logam Cu atau Mg yang


berbahaya bagi kesehatan (Salam, 2008).

Unsur gizi pada terasi cukup lengkap dan cukup tinggi, pada terasi
terkandung yodium dalam jumlah yang cukup tinggi yang berasal dari bahan
bakunya. Kandungan gizi dalam terasi menurut Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia (2012 ) dapat dilihat dalam tabel yang disajikan berikut :

Tabel.1. Kandungan gizi unsur terasi per 100 g bahan

Nama unsur Kadar Unsur


Protein 22,3 g
Lemak 2,9 g
Karbohidrat 3,5 g
Mineral 23,0 g
Kalsium 100,0 mg
Fosfor 250,0 mg
Besi 3,1 mg
Air 40,0 g
Sumber : Kemenkes RI (2012)
Terasi juga memiliki standart syarat mutu agar dinyatakan aman untuk
dikonsumsi masyarakat. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2009), terasi
yang baik dan layak untuk dikonsumsi adalah terasi yang tidak terdapat cemaran
bakteri Salmonella dan V. cholera, dan E. coli.
Di Indonesia syarat mutu tersebut berdasarkan Standar Nasional Indonesia
Nomor 01-2716.1-2009 yang dapat dilihat pada tabel 2 dibawah ini :
8

Tabel. 2 Standar Mutu Terasi

Jenis Uji Satuan Persyaratan

1. Organoleptik Angka (1-9) Minimal 7

2. Cemaran mikroba
- Escherichia Coli Apm/gr Minimal < 3
- Salmonella Per 25 g Negatif
- Staphylococcus Aureus Koloni / g 1 x 103
- Vibrio cholerae Per 25 g Negatif

3. Kimia
% fraksi massa 30-50
- Kadar air
- Kadar abu tak larut dalam % fraksi massa Maksimal 1,5
asam
- Kadar garam % fraksi massa Maksimal 10
- Kadar protein % fraksi massa Maksimal 15
- Kadar karbohidrat % fraksi massa Maksimal 2

Sumber : BSN (2009)

2.4 Bahan Baku Terasi


Menurut Suprapti (2002), bahan yang biasa digunakan sebagai bahan baku
dalam pembuatan terasi adalah ikan-ikan kecil dan udang-udang kecil yang biasa
disebut rebon. Ikan-ikan kecil dan rebon tersebut hidup secara berkelompok dalam
jumlah yang sangat banyak disekitar pantai. Udang-udang atau ikan kecil tersebut
biasanya dari jenis Stelophorus atau Engraulis sp atau jenis rebon Schizopodes dan
Mytis sp.
Terasi yang dibuat dari udang disebut terasi udang sedangkan yang dibuat
dari ikan disebut terasi ikan. Ikan yang biasa digunakan dalam pembuatan terasi
adalah ikan rucah/trash fish. Ikan rucah dianggap sebagai bahan sisa tangkapan
(hasil ikutan dalam penangkapan ikan atau udang), sehingga nilai ekonomisnya
rendah. Namun dapat diolah menjadi produk yang diperlukan oleh masyarakat
9

dengan nilai ekonomi yang tinggi, maka akan dapat mendatangkan keuntungan
yang memadai (Tanuwijaya, 2007).
Meskipun dibuat dari ikan / udang yang memiliki kualitas rendah, bahan baku
terasi harus diseleksi terlebih dahulu berdasarkan mutu hal ini dikarenakan mutu
akhir dari produk akan sangat dipengaruhi oleh mutu dari bahan baku.

2.4.1 Ikan rucah


Ikan rucah merupakan ikan-ikan kecil dengan ukuran maksimum 10 cm yang
ikut tertangkap saat penangkapan ikan. Menurut Koesoemawardani dkk (2011),
ikan rucah termasuk dalam data statistik ikan lain-lain. Ikan lain-lain tersebut
meliputi ikan peperek, teri, selar, kerisi, tembang, pari dan kuniran dll. Produksi
ikan rucah pada tahun 2008 di Provinsi Lampung mencapai 64.470,49 ton.
Ikan rucah memiliki daging yang sedikit, sehingga kurang digemari oleh
masyarakat untuk dimanfaatkan. Ikan rucah biasanya dijadikan terasi, pakan ternak
atau setidaknya diolah menjadi ikan asin dan terkadang hanya dibuang begitu saja.
Menurut Assadad (2015) Kandungan gizi ikan rucah tidak berbeda dengan jenis
ikan lain, sehingga dapat diolah menjadi bahan baku produk olahan ikan. Kandugan
gizi ikan rucah dapat dilihat pada tabel 3 :

Tabel.3 Kandungan Gizi Ikan Rucah / trash fish


Jenis ikan Kandungan Unsur Gizi (%)
No Nama Lokal Nama latin Protein Lemak Abu Air
1 Bloso Saurida sp 16,00 0,50 1,30 79,50
2 Petek Leiognatus sp 17,10 0,20 1,30 80,00
3 Kuniran Upeneus sp 15,43 0,46 0,77 84,29
4 Kerisi Nemipterus sp 14,80 0,47 0,70 84,00
5 Teri Stolephorus sp 17,02 0,97 0,03 79,98
7 Selar Caranx leptolepsisi 19,02 2,28 0,88 78,85

Sumber : Suprapti (2002)


10

2.4.2 Udang Rebon

Udang rebon (Acetes) merupakan jenis udang yang berukuran kecil dan hidup
di perairan Asia Tenggara. Menurut Grave (2015) dalam Suwandi (2015), udang
rebon pertama kali ditemukan oleh Milne-Edwards tahun 1830 dan diklasifikasikan
dalam genus Acetes. Terdapat 14 jenis spesies dimana spesies Acetes indicus
merupakan spesies udang rebon terbanyak di Indonesia. Rebon dapat dimanfaatkan
sebagai bahan baku terasi karena rebon tersebut memiliki kulit atau cangkang yang
lunak sehingga tidak perlu untuk membuang kulit maupun kepalanya seperti ketika
memakan udang-udangan yang lain. Udang rebon secara fisik dapat dilihat pada
Gambar.1 berikut :

Gambar 1. Udang Rebon

Astawan (2009) dalam Hanafiarti (2015) berpendapat, justru inilah yang


menjadi salah satu keunggulan udang rebon dibandingkan udang-udangan lainnya
sehingga sangat tepat digunakan sebagai bahan baku terasi. Walaupun tidak setenar
seperti daging ayam, sapi, ikan maupun jenis udang yang lain, udang rebon memiliki
kandungan protein yang cukup tinggi. Kandungan gizi udang rebon per 100 gr dapat
disimak pada tabel 4 berikut :
11

Tabel 4. Kandungan gizi udang rebon per 100 gr


Kandungan gizi Udang rebon kering Udang rebon segar
Energi (kkal) 299 81
Protein (g) 59,4 16,2
Lemak (g) 3,6 1,2
Karbohidrat (g) 3,2 0,7
Kalsium (mg) 2.306 757
Fosfor (mg) 265 292
Besi (mg) 21,4 2,2
Vitamin A (SI) 0 60
Vitamin B1 0,06 0,04
Air 21,6 79,0
Sumber : Suprapti (2002)

2.4.3 Garam
Menurut Burhanudin (2001) dalam Rahmayati dkk (2014) secara fisik garam
adalah benda padatan berwarna putih berbentuk kristal yang merupakan kumpulan
senyawa dengan bagian terbesar natrium klorida (>80%) serta senyawa lainnya seperti
magnesium klorida, magnesium sulfat, kalsium klorida, dan lain-lain. Garam
mempunyai sifat / karakteristik higroskopis yang berarti mudah menyerap air, bulk
density (tingkat kepadatan) sebesar 0,8 - 0,9 dan titik lebur pada tingkat suhu 80.
Menurut Adawyah (2008) dalam Majid (2014) garam dapat digunakan sebagai
pengontrol proses fermentasi. Garam berfungsi juga sebagai bahan pengawet pada
bahan baku karena mempunyai tekanan osmotik yang tinggi, sehingga dapat
menyebabkan terjadinya proses penyerapan air bebas dalam daging ikan / udang dan
pada sel-sel mikroorganisme yang menyebabkan plasmolisis sehingga air sel
mikroorganisme tertarik keluar dan mikroorganisme kemudian mati.
Garam dalam proses fermentasi disamping berfungsi untuk meningkatkan cita
rasa, juga berperan sebagai pembentuk tekstur dan mengontrol pertumbuhan
mikroorganisme yang diinginkan dan menghambat pertumbuhan mikroorganisme
12

pembusuk dan patogen. (Rahmayati dkk, 2014). Contoh garam dapat dilihat pada
Gambar. 2 berikut :

Gambar 2. Garam

2.4.4 Pewarna
Pewarna biasanya digunakan untuk memperbaiki penampilan, oleh karena itu
sering dilakukan penambahan pewarna pada proses pembuatan terasi. Sifat produk
yang paling menarik perhatian konsumen dan paling cepat memberi kesan disukai atau
tidak adalah warna menurut (Soekarto, 1985) dalam Fitriyani dkk (2013).Warna terasi
menjadi parameter yang penting untuk menarik konsumen. Terasi dapat menggunakan
pewarna alami berupa bubuk angkak yang berwarna merah. Konsentrasi pewarna yang
digunakan disesuaikan dengan kebutuhan. Contoh angkak dapat dilihat pada Gambar 3
berikut :

Gambar 3. Angkak
13

2.5 Kualitas terasi


Faktor- faktor yang mempengaruhi kualitas menurut Pawe (2015) beberapa
diantaranya adalah sebagai berikut ;
a. Tingkat kesegaran bahan
Kualitas terasi sangat ditentukan oleh tingkat kesegaran bahan baku. Bahan baku yang
memiliki kualitas kesegaran yang baik akan menghasilkan produk akhir yang memiliki
kualitas yang tinggi.
b. Rasa dan Aroma Terasi
Lama proses fermentasi pada terasi juga mempengaruhi rasa dan aromadari terasi
yang dihasilkan, semakin lama terasi mengalami proses fermentasi maka akan semakin
bagus pula kualitasnya.
c. Tekstur terasi
Tingkat kehalusan pada butir-butir terasi yang dihasilkan memang tidak bisa diukur
dengan skala mesh, akan tetapi akan sangat terlihat pada penampilannya. Jika pada saat
proses pengirisan permukaan terasi yang halus dan licin akan mudah untuk diiris
menandakan tingkat kehalusan butirannya sangat tinggi.
d. Penjemuran dan Penggilingan
Penggilingan bertujuan untuk menghomogenenkan semua bahan baku dalam
pembuatan terasi. Penggilingan bahan baku yang homogen akan membuat proses
fermentasi berlangsung lebih optimal dan terbentuk cita rasa yang baik. Nooryantini,
(2010) menambahkan bahwa pembentukan tekstur terasi ditentukan oleh penjemuran
dan penumbukan.
e. Kualitas garam
Kualitas garam yang digunakan dapat menentukan pembentukan flavour. Bila
menggunakan garam yang kurang murni menyebabkan pengerasan jaringan, sehingga
memperlambat penetrasi garam kedalam jaringan ikat (udang). Garam murni membuat
bakteri halofil dapat tumbuh baik sehingga terbentuk flavour yang enak.
f. Konsentrasi garam
Christanti (2006) mengatakan bahwa penambahan garam kurang dari 10%
campuran akan mengalami fermentasi lebih lanjut menjadi busuk atau rusak karena
14

produksi ammonia dalam jumlah besar. Produk terasi yang terbaik yaitu produk yang
ditambah garam 15%.
g. Suhu dan Lama Fermentasi
Suhu fermentasi sangat menentukan jenis mikroorganisme yang tumbuh
dominan selama fermentasi. Jika kondisi asam yang dikehendaki telah tercapai, maka
suhu dapat dinaikan untuk menghentikan fermentasi. Suhu yang optimum untuk
proses fermentasi sekitar 25 C sampai 35 C. Waktu fermentasi terasi yang optimal
adalah 3-4 minggu.
h. Oksigen
Fermentasi terasi berlangsung secara aerob yaitu pada awal fermentasi di bagian
permukaan, sedangkan bagian dalam bongkahan bahan akan bersifat anaerob. Kondisi
tersebut diperoleh dengan membungkus terasi dengan selama fermentasi.
i. Kondisi Penyimpanan.
Terasi harus diberi kondisi penyimpanan yang baik, terutama dalam
pengemasan.

2.6. Daya tahan terasi


Hampir tidak pernah dijumpai adanya terasi yang membusuk kecuali pada
pembuatan terasi yang menggunakan bahan baku yang tidak baik. Produk-produk
olahan pangan yang lainnya akan mengalami penurunan waktu seiring dengan
lamanya penyimpanan produk tersebut, berbeda dengan produk terasi yang semakin
lama disimpan aroma dan citarasanya akan meningkat. (Setiawan, 2012)

2.7 Pemanfaatan terasi


Terasi biasa digunakan sebagai penyedap sehingga pemakaian terasi dalam
masakan sangat sedikit, hal ini mengakibatkan kandungan yang terdapat dalam terasi
tidak banyak berperan Yuniar (2010) dalam Putra (2016). Terasi juga biasa
dipergunakan dalam beberapa kegunaan antara lain ;
a. Sebagai bumbu pada beberapa masakan.
15

b. Sebagai pengganti udang atau ikan pada pembuatan produk kerupuk udang atau
ikan
c. Sebagai pemantap citarasa makanan. Seperti sambal, nasi goreng, tumisan.
d. Penambah selera makan

2.8 Teknologi Pengolahan


2.8.1 Teknik pembuatan terasi
Untuk menghasilkan terasi dengan kualitas yang baik diperlukan teknik dan
tahapan yang benar agar memperoleh produk dengan kualitas tinggi. Menurut Suprapti
(2002) teknik pembuatan terasi di Indonesia ada dua macam yaitu secara modern dan
tradisional. Menurut Junianto (2012), kondisi geografis sangat berkaitan dengan mutu
terasi yang dihasilkan karena dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban.
Proses pembuatan terasi secara modern maupun tradisional adalah sebagai berikut :
A. Cara Tradisional
Bahan baku terasi yang telah dicuci langsung dijemur tanpa dilakukan
penambahan garam terlebih dahulu sehingga apabila bahan baku tidak kering
sempurna maka resikonya adalah terjadi pembusukan pada bahan baku. Proses
penumbukan dilakukan setelah penjemuran pertama (saat bahan baku setengah
kering). Bahan baku yang setengah kering ini akan bersifat liat dan akan sulit untuk
dihancurkan apalagi jika hanya menggunakan alat tradisional seperti lumpang alu.
B. Cara Modern
Bahan baku dihancurkan melalui proses penggilingan dalam kondisi segar
setelah melewati proses sortasi bahan dan pencucian dan telah ditambah garam
sebagai pengawet sehingga dengan demikian bahan baku yang masih lunak tersebut
dapat dihancurkan secara sempurna oleh mesin penggiling.
Garam juga mempermudah proses penggilingan bahan dan apabila pengeringan
tidak dapat dilakukan selama satu hari, maka resiko terjadinya pembusukan dapat
dihindari atau diminimalkan. Proses pembuatan terasi secara modern sangat
dianjurkan guna menunjang keberhasilan dan mendapatkan kualitas terasi yang baik.
Pembuatan terasi secara garis besar dapat disimak pada Gambar.4 diagram alir berikut
;
16

UDANG REBON GARAM


SEGAR

PEMBERSIHAN,
SORTASI

PENCUCIAN

PENIRISAN

PENGGILINGAN

5 menit
PEMANASAN
mendidih

PENYIMPANAN 7 PENUMBUKAN II
Fermentasi
HARI
I
PENYIMPANAN 7
PENJEMURAN I HARI

FERMENTASI II

PENUMBUKAN
PENGEMASAN

PENJEMURAN II
kering
TERASI UDANG

Gambar 4. Diagram Alir Pembuatan Terasi


17

2.8.2 Proses Pembuatan Terasi


Bahan-Bahan Pembuatan Terasi :
1. Udang / Ikan (Rebon)
2. Garam
3. Pewarna (opsional)
4. Kain Saring
5. Bahan Pengemas

Peralatan :

1. Lumpang alu
2 . Alat penghancur / blender
3. Tempat fermentasi
4. Tempat penjemuran

Tata Cara :
a. Persiapan Bahan Baku
Bahan baku yang berupa udang disortasi, pisahkan dari kotoran-kotoran
yang menempel dan dicuci untuk menghilangkan lendir kemudian ditiriskan.
Proses pencucian menggunakan air bersih yang sudah ditaruh dalam wadah lalu
kemudian udang dimasukkan kedalam wadah untuk dicuci.
b. Penggilingan awal
Udang yang telah bersih dan ditiriskan tersebut kemudian digiling bersama-
sama dengan garam hingga halus. Menurut Afrianto dan liviawaty (2005) dalam
Nooryantini (2010) jumlah garam yang ditambahkan tergantung selera, maksimal
30% dari berat total ikan atau udang agar terasi yang diproduksi tidak terlalu asin.
Air yang keluar selama proses penggilingan awal tidak perlu dibuang sebab air
tersebut berasal dari tubuh udang rebon.
c. Pemasakan awal
Daging rebon yang sudah halus tersebut dipanaskan sembari diaduk agar tidak
hangus hingga mendidih sekitar 5 menit.
18

d. Penjemuran I
Proses penjemuran dilakukan dibawah terik matahari hingga setengah kering
dan dibolak-balik. Menurut Hadiwiyoto (1983) dalam Fatty (2012), maksud dari
penjemuran ini tidak hanya untuk mengeringkan sama sekali tetapi cukup kira-kira
setengah kering saja.
e. Fermentasi / Pemeraman
Proses fermentasi ini bertujuan untuk penguraian senyawa-senyawa yang
kompleks dari daging udang menjadi senyawa yang lebih sederhana. Menurut
Afrianto dan liviawaty (1989) dalam Tanuwijaya (2007) enzim yang berperan dalam
proses fermentasi pada produk perikanan terutama didominasi oleh enzim proteolitik
yang mampu menguraikan protein.
Adonan perlu dibungkus dengan kain saring yang berpori atau bisa
menggunakan daun pisang yang diberi irisan-irisan kecil pada beberapa sisi untuk
menunjang aktifitas mikroba selama fermentasi. Pembungkusan adonan juga
bertujuan untuk melindungi adonan dari cemaran lain seperti debu dan kotoran.
Adanya pori-pori pada kain maupun irisan kecil-kecil pada daun pisang bertujuan
untuk memberikan sirkulasi udara yang baik sehingga dengan demikian, mikroba
fermentasi dapat hidup dan beraktifitas dengan baik.
Fermentasi adonan berlangsung selama 7 hari dan dilakukan pada suhu kamar,
jika terdapat pada inkubator pemerahan dapat dilakukan pada suhu 20-30oC yang
merupakan suhu optimum untuk fermentasi terasi (Anonymous, 2005) dalam Irianto
(2012).
f. Penjemuran II
Penjemuran kedua dilakukan selama satu hari. Adonan hasil fermentasi
pertama dapat dijimpit sedikit demi sedikit dengan jari dan ditempatkan dalam
tampah bambu yang telah dialasi terlebih dahulu. Alas bisa menggunakan daun
pisang maupun plastik yang bersih.
g. Penumbukan
Proses selanjutnya adonan yang telah dijemur selama sehari penuh kemudian
ditumbuk hingga menjadi liat seperti adonan dodol.
19

h. Penjemuran III
Adonan yang telah menjadi liat lalu dijemur kembali hingga menjadi adonan
yang kering. Cara penjemurannya sama seperti pada penjemuran-penjemuran
sebelumnya.
i. Penumbukan II
Adonan yang sudah kering, siapkan garam sebanyak 5 % dari berat adonan.
Kemudian campur garam tersebut dengan adonan sedikit demi sedikit dan dibanting-
banting. Pada tahapan ini, beri pewarna sesuai kebutuhan jika ingin menambahkan
pewarna pada adonan terasi.
j. Fermentasi tahap II
Tempatkan adonan dalam bak/ tempat fermentasi, tutup dengan menggunakan
kain saring dan diamkan hingga timbul aroma khas terasi udang yang makin lama
akan makin tajam aromanya.
k. Pengemasan
Terasi dapat dibentuk terlebih dahulu sesuai selera seperti bulat, persegi panjang
atau bahkan dalam bentuk bubuk sebelum dikemas, selanjutnya kemas dengan
menggunakan kantong plastik yang ditutup rapat serta cantumkan label.
Beberapa perubahan yang terjadi selama proses pembuatan terasi meliputi :
a. Perubahan warna dan tekstur
Terasi yang dibuat dari udang memiliki warna khas coklat kemerahan. Menurut
Shahidi and Botta serta Suprapti dalam Sainuddin (2014), warna kemerahan pada
terasi udang berasal dari pigmen astaxanthin pada cangkang udang sehingga pigmen
tersebut membentuk warna merah. Suzuki dalam Karim dkk (2014), berpendapat
sebagian besar tubuh udang mengandung astaxanthin. Warna kecoklatan pada terasi
udang disebabkan karena adanya enzim polyphenoloxidase (PPO) pada tubuh udang
yang dapat mempengaruhi penggelapan warna pada terasi udang.
Penambahan garam (NaCl) bertujuan untuk menghambat kerja enzim bersebut.
Menurut Christanti (2006), sodium klorida atau NaCl dapat menghambat kerja PPO
sehingga reaksi pencokelatan dapat dihalangi. Proses penghambatannya meningkat
ketika pH menurun. Perubahan lain yang diharapkan selama fermentasi yang
diharapkan adalah liquid fiksi, setelah proses penggaraman cairan dari dalam ikan
20

(udang) terekstrak keluar. Penurunan kadar air ini akan membentuk tekstur yang
diinginkan. Nooryantini, (2010) menambahkan bahwa pembentukan tekstur terasi
ditentukan oleh penjemuran dan penumbukan.
b. Pembentukan Cita Rasa
Proses fermentasi akan menghasilkan cita rasa yang khas pada terasi. Aroma
khas pada terasi disebabkan oleh senyawa volatil yang dihasilkan oleh hidrolisis
protein selama fermentasi. Rasa gurih didapatkan dari senyawa asam asam amino,
seperti: asam glutamat dan asam nukleat. Amaliafitri (2010) dalam Rahmayati dkk
(2014) menambahkan asam glutamat merupakan sumber rasa umami (gurih) paling
dominan dan berdampak pada kesempurnaan atau keaslian dari rasa itu sendiri.
Rasa umami disebut sebagai rasa dasar kelima disamping rasa manis, asin, asam
dan pahit. Rasa umami produk fermentasi tergantung pada konsentrasi glutamat
didalamnya. Terasi mengandung asam glutamate sebesar 1508 mg/ 100 gr. (Pawe,
2015)

2.9 Mikrobiologi terasi


Mikroba yang tumbuh selama proses fermentasi terasi sangat mempengaruhi
mutu hasil produksi. Menurut Murniyati dan Sunarman (2004) dalam Christanti
(2006), fermentasi adalah proses penguraian daging yang dilakukan oleh enzim yang
memberikan hasil yang menguntungkan. Proses fermentasi serupa dengan
pembusukan, tetapi fermentasi menghasilkan zat zat yang memberikan rasa dan
aroma yang spesifik dan disukai orang.
Pembuatan produk-produk fermentasi ikan/udang melibatkan garam dalam
jumlah yang optimum untuk merangsang pertumbuhan bakteri asam laktat.
Fermentasi ikan/udang seringkali merupakan gabungan antara fermentasi garam
dengan fermentasi asam laktat. Mikroba yang berperan dalam fermentasi terasi
adalah bakteri asam laktat, asam asetat, khamir dan jamur. Strain dari bakteri asam
laktat adalah leuconostoc mesenteroides, Pediococcus cereviceae, Lactobacillus
plantarum, dan Steptococcus faecalis. Rosida (2003). Menurut Sjafi,I (1988) dalam
Putra (2016) yang bertanggung jawab atas pembentukan cita rasa khas yag dihasilkan
produk fermentasi adalah Staphylococcus sp.
21

BAB III
MATERI DAN METODE

3.1 Tempat Praktek Kerja Lapang


Praktek kerja lapang ini dilaksanakan di Industri Rumahan Azzahra yang
bertempat di Jalan Pandean VI no 43 Peneleh, Kecamatan Genteng Kota Surabaya,
Jawa Timur.
3.2 Waktu Praktek Kerja Lapang
Praktek Kerja Lapang di laksanakan selama 15 hari, pada hari senin 06
Februari 2017 dan di akhiri pada hari minggu 19 Februari 2016. Di mulai setiap
pukul 06.00-16.00 WIB, dengan hari kerja senin sampai sabtu kecuali hari libur.

3.3 Materi Praktek Kerja Lapang


3.3.1 Tahap - tahap pelaksanaan Praktek Kerja Lapang
Praktek kerja lapang merupakan suatu kegiatan pengamatan dan
pemahaman di lapangan yang di dalamnya terdapat proses produksi terasi bubuk
sehingga memiliki alur yang terdiri dari beberapa tahap adalah :
a. Memperkenalkan perusahaan secara garis besar
b. Mengenalkan proses produksi secara garis besar
c. Melaksanakan praktek kerja lapang
d. Mengumpulkan data dan pembahsan
e. Mengkonsultasikan data yang diperoleh
f. Menyelesaikan laporan praktek kerja lapang.

5.3.2 Metode Praktek Kerja Lapang


Metode yang digunakan dalam pengumpulan data Praktek Kerja Lapang
adalah metode deskriptif. Metode deskriptif adalah suatu metode yang bukan hanya
pelaksanaanya saja, tetapi juga perlu analisa dan pembahasannya. Pengumpulan
data ini meliputi data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer di
laksanakan dengan cara :
22

a. Observasi langsung ke objek Praktek Kerja Lapangan yang menyangkut


kegiatan penyiapan bahan baku, proses produksi terasi bubuk sampai
dengan proses akhir produk terasi bubuk.
b. Wawancara secara langsung dengan karyawan dan pemilik perusahaan
mengenai masing-masing proses produksi terasi bubuk.
c. Pengumpulan data sekunder dilakukan secara tidak langsung yaitu dari
literatur, studi pustaka serta laporan yang menunjang Praktek Kerja
Lapangan atau dari sumber yang dapat dipertanggungjawabkan.
23

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Keadaan Umum Perusahaan


4.1.1 Sejarah Perusahaan
Industri Azzahra didirikan pada awal tahun 2012. Industri ini merupakan usaha
kecil-kecilan yang dimiliki dan dikelola sendiri pemilik dan keluarganya. Berbekal
dengan kemampuannya mengikuti berbagai pelatihan usaha UKM yang diadakan
oleh pemkot Surabaya, pemilik akhirnya memutuskan untuk membuat terasi dengan
merek dagang sendiri yang di beri label Sipow.
Terasi bubuk tersebut mulai dipasarkan dari mulut ke mulut dan juga jejaring
media sosial. Terasi bubuk buatannya diklaim berbeda dari terasi yang lain. Terasi
ini merupakan terasi instan yang telah matang dan cukup ditaburkan pada sambal
maupun tumisan jika ingin menggunakannya. Cukup menarik dan berbeda dari
produk lain yang ada dipasaran sehingga membuat pemilik yakin bahwa produknya
akan disukai.
Akan tetapi pada awal-awal penjualan, pemilik mengakui mengalami beberapa
kesulitan, sebab produk terasinya tersebut menurut beberapa konsumen memiliki
harga jual yang tinggi daripada produk terasi yang lain dipasaran yang diklaim jauh
lebih murah. Terasi dengan berat 200 gr dijualnya seharga Rp.20.000 dan menurut
konsumen harga tersebut tergolong mahal.
Kegagalan awal tidak membuat pemilik menyerah, berkat bantuan dari
rekannya yang juga memiliki usaha rumahan, produk milik beliau mulai dilirik oleh
walikota Surabaya ketika dirinya ikut serta dalam pameran yang diselenggarakan
oleh pemkot pada saat ulangtahun kota Surabaya. Berawal dari kesempatan tersebut,
kini produk terasi bubuk miliknya akhirnya mendapatkan bantuan langsung berupa
stand resmi di beberapa outlet UKM yang didukung oleh pemerintah kota, seperti
AJBS, Pusat oleh-oleh kota Surabaya di Jalan Genteng kali, dan sentra UKM di
rungkut.
Produknya juga tersedia secara online lewat media sosialnya sembari terus memberi
edukasi kepada masyarakat dalam memilih terasi dengan kualitas yang baik
24

dipasaran. Pemilik kemudian mencoba memasarkan hasil produksi terasi bubuknya


dipasar-pasar terdekat yang cukup besar karena menurut beliau kemungkinan
pesanan produknya akan lebih tinggi di bandingkan dengan sebelumnya dan ingin
hasil produknya lebih di kenal secara luas. Respon dari masyarakat diluar dugaan
cukup baik sehingga pemilik hampir tiap minggu mendapat pesanan untuk membuat
terasi meski masih skala kecil-kecilan.
Ketika usaha terasinya sudah sedikit meningkat, peraturan pemerintah
mengatakan bahwa semua jenis produk pangan maupun non pangan baik tradisional
maupun non tradisional harus menggunakan ijin beredar dari pemerintah. Usaha
terasi bubuknya untuk beberapa waktu terhenti karena produk belum memiliki nomor
PIRT (Perizinan Industri Rumah Tangga) sehingga tidak dapat masuk pasar
swalayan, tetapi pemilik tetap memproduksi untuk tetangga atau teman teman yang
memesan lewat media sosialnya.
Pemilik pada akhirnya mulai mengurus PIRT (Perizinan Industri Rumah
Tangga) agar produknya bisa dijual di pasar swalayan, Kini pemilik tinggal
menunggu hasil perizinannya keluar sebab menurutnya proses perizinan cukup
memakan waktu dikarenakan banyak pula produk UKM-UKM lain yang juga sedang
menunggu perizinan.

4.1.2 Lokasi Perusahaan


Industri Azzahra berlokasi di Jalan Pandean IV no.34A Peneleh, Surabaya.
Proses produksi dilakukan di rumah pemilik industri terasi bubuk, ruang tamu
dijadikan sebagai tempat untuk menyimpan bahan pengemas dan alat-alat produksi
seperti blender, mixer, oven, dll. Terdapat satu buah kulkas besar untuk menyimpan
bahan baku terasi. Bahan baku terasi yang merupakan udang rebon ini hampir jarang
disimpan didalam kulkas dalam waktu yang lama, karena industri azzahra memiliki
pemasok sendiri yang akan mengantarkan ke rumahnya ketika ia membutuhkan
bahan baku.
Bahan baku tersebut didatangkan dari sentra pasar ikan terbesar yaitu, Pabean.
Keadaan sekitar lokasi produksi terasi bubuk cukup ramai dan terdapat banyak
aktifitas karena area perkampungan, Balai RT, sekolah dan di sekitar tempat tinggal
25

dekat dengan makam Peneleh Surabaya. Sebagai gambaranya dapat disimak pada
Gambar.5 berikut :
Utara : Makam Peneleh Surabaya
Selatan : Jalan Raya
Timur : Perkampungan
Barat : Perkampungan

Kamar Kamar Ruang Kamar


tidur Tidur keluarg mandi
a
LANTAI 2

RUANG TAMU (Untuk penyimpanan bahan-bahan lain seperti RAK


PIN
pengemas, oven, sealer, blender, timbangan dll)
TU RAK

UT
AM
A DAPUR (untuk proses produksi. Seperti pemasakan, Sum
Pengovenan, Pencucian bahan dll) ur

Gambar 5. Denah tempat produksi pembuatan terasi bubuk

Lokasi industri berada di dalam perkampungan. Mayoritas perkampungannya


lumayan padat penduduk. Industri ini berdekatan dengan makam umum peneleh
Surabaya dengan jarak sekitar 200 meter dan Masjid Al Akbar pandean jaraknya
sekitar 100 meter dari lokasi industri. Denah lokasi industri dapat disimak pada
Gambar 6 berikut :
26

SUNGAI KETABANG KALI

Jl. Raya Peneleh

JL. Peneleh Makam


Ruma Ruma Ruma Ruma
Makam Umum h h h h
Depot
Peneleh Surabaya Jl Pandean IV JL. PANDEAN

Ruma Musho Ruma


h lla h
Hotel
Masjid Al
Hana Akbar
Lokasi Industri
Rumahan Azzahra

Gambar 6 . Lokasi Industri Terasi Bubuk

4.1.3 Struktur Organisasi


Struktur oragnisasi yang diterapkan dalam industri Azzahra ini sangat sederhana.
Tugas dan wewenang di kelola oleh tiap keluarga. Pemilik sebagai pemimpin, penguji
mutu, dan bertugas dalam pemasaran. Pegawai dari industri ini tidak lain adalah anak
dari pemilik sendiri yang membantu dalam hal seperti pengolahan, pengemasan dan
mengatur penentuan harga.
Industri Azzahra mendapat semua keuntungan dan pemilik bebas mengatur
usahnya serta dapat mengambil keputusan dengan cepat tanpa memerlukan
pertimbangan dari pihak lain. Namun usaha ini juga memiliki kelemahan yaitu kerugian
ditanggung oleh pemilik seorang diri. Struktur organisasi yang terdapat pada industri
rumahan terasi bubuk Azzahra dapat dilihat pada Gambar 7.
27

Pimpinan

Bagian produksi dan Bagian pemasaran dan


pengemasan administrasi dan keuangan

Gambar 7. Struktur Organisasi Industri Rumahan Terasi Bubuk Azzahra

Tugas dari masing-masing bagian adalah sebagai berikut:


a. Pimpinan
Tugas dan Tanggung Jawab :
1) Memimpin dan mengkoordinir seluruh kegiatan perusahaan
2) Menentukan kebijakan bersifat umum maupun khusus mengenai
bidang keuangan
3) Membuat perencanaan jangka panjang dan jangka pendek perusahaan
4) Memberi contoh bagaimana perlakuan yang benar
5) Melakukan pengawasan terhadap kinerja karyawan
b. Bagian Produksi dan Pengemasan
Tugas dan Tanggung Jawab :
1) Membuat produk dengan tahap sortasi bahan baku, pemasakan awal,
Penjemuran, pembentukan adonan, fermentasi adonan, pengovenan
produk, pengemasan produk.
2) Mengecek alat-alat produksi
3) Mengecek produk akhir (rusak atau tidak)
c. Bagian Pemasaran dan Administrasi dan Keuangan
Tugas dan Tanggung Jawab :
1) Memasarkan dan mempromosikan hasil produksi kepada konsumen
28

2) Membuat laporan-laporan secara rutin kepada pimpinan mengenai


perkembangan pemasaran.
3) Mengatur strategi dan pelaksanaan aktivitas bagian pemasaran
4) Mencari peluang pasar baru atau memperluas daerah pemasaran untuk
meningkatkan pendapatan
5) Menciptakan strategi pemasaran untuk persaingan bisnis di pasaran
6) Mengatur administrasi dan surat-menyurat serta perijinan
7) Penyusunan rencana pengadaan bahan baku
Tenaga kerja tersebut ditempatkan dibeberapa bagian seperti yang ada di Tabel 5.

Tabel 5. Jumlah Tenaga Kerja Industri zzahra

Kedudukan Jumlah tenaga kerja

Pimpinan 1 orang

Bagian produksi dan pengemasan 2 orang

Bagian pemasaran,administrasi dan


1 orang
keuangan
Sumber: Data PKL (2017)

d. Sistem Penggajian
Tidak ada sistem penggajian pada industri rumahan Azzahra sebab industri ini
dikelola oleh anggota keluarga dari pemilik sendiri sehingga untuk untung dan ruginya
semuanya diambil oleh keluarga.

4.2 Pengadaan Bahan Baku


Untuk pembuatan terasi bubuk diperlukan beberapa bahan dasar antara lain :
Udang rebon dan garam. Bahan baku pembuatan terasi tersebut didapat dari beberapa
toko-toko yang ada di Surabaya dan sentrra pasar ikan Pabean. Pembelian bahan baku
disesuaikan dengan tingkat kebutuhan dengan banyak sedikitnya pemesanan terasi
29

bubuk. Jumlah pemesanan bahan baku harus disesuaikan dengan jumlah pemesanan
mengingat produk terasi ini masih sangat terbatas di beberapa tempat.

4.2.1 Udang Rebon


Udang rebon merupakan bahan dasar pembuatan terasi bubuk. Udang rebon
yang digunakan oleh industri rumahan Azzahra adalah udang rebon yang memiliki
kelas I di pasaran dimana udang ini diklaim memiliki kualitas yang baik diantara
udang-udang rebon lain sejenis. Afrianto dan Linawati (2005) dalam Putra (2017)
berpendapat bahwa bahan baku terasi harus diseleksi terlebih dahulu berdasarkan
mutu. Mutu akhir dari produk akan sangat dipengaruhi oleh mutu dari bahan baku.

Gambar 8. Udang Rebon

4.2.2 Garam
Garam yang digunakan oleh Industri Azzahra adalah garam yodium dengan
gambar kapal, karena pemilik tetap ingin menjaga kualitas produknya sehingga
menggunakan garam yang sudah dipastikan standartnya oleh pemerintah. Kualitas dari
garam tersebut juga mempengaruhi hasil akhir produk. Penggunaan garam tersebut
hanya 20% dari berat bahan baku.
30

Gambar 9. Garam Dapur

4.3 Penanganan Bahan Baku


4.3.1 Proses Penanganan
Penanganan bahan baku di industri Azzahra adalah:
a. Semua kedatangan baik bahan baku produk maupun pengemas harus
diperiksa kualitasnya terlebih dahulu oleh pemilik sebelum di terima dan disimpan di
lemari penyimpanan.
b. Pemeriksaan yang biasa dilakukan oleh pemilik adalah kesegaran bahan
baku, setelah diperiksa dan bahan baku tersebut dalam keadaan yang segar maka
bahan baku langsung disimpan dalam penyimpanan cold storage yang telah tersedia.

4.4 Proses Produksi


4.4.1 Kapasitas Produksi
Kapasitas produksi yang dimiliki industri azzahra dalam sebulan tidak
menentu hal ini dipengaruhi oleh pemesanan karena industri azzahra hanya akan
membuat terasi dalam jumlah banyak ketika mendapat pesanan yang banyak pula.
Stok terasi yang tersedia di UKM-UKM dan swalayan kecil biasanya hanya di supplai
jika habis. Industri azzahra di hari biasa atau bulan biasa mampu memproduksi kurang
lebih 6 kg terasi bubuk yang dikemas dalam kemasan 200 gr plastik standing pouch.
31

4.4.2 Persiapan Bahan


Sebelum melakukan pembuatan terasi bubuk, bahan-bahan perlu dipersiapkan
terlebih dahulu untuk mempermudah proses selanjutnya. Tahap awal pembuatan
bahan-bahan yang harus disiapkan dalam pembuatan terasi bubuk adalah udang rebon,
garam, air, baskom, dll.

4.4.3 Penimbangan bahan


Timbang rebon sebanyak 6 kg dengan menggunakan timbangan duduk, lalu
letakkan dalam baskom untuk selanjutnya dicuci.

Gambar 10. Timbangan duduk Gambar 11. Udang Rebon

4.4.4 Pembersihan dan Pencucian


Bahan baku yang berupa udang rebon diletakkan dalam baskom dan disortasi.
Bersihkan dari kotoran-kotoran seperti kerikil, rambut, lendir dan ikan kecil yang
biasanya bercampur dengan udang rebon kemudian cuci rebon dengan air hingga
benar-benar bersih dan tiriskan dalam baskom lain yang memiliki lubang.
32

Gambar 12. Pencucian Gambar 13. Pemberian Garam

4.4.5 Penghalusan
Udang rebon selanjutnya yang telah dicuci bersih dan ditiriskan diberi garam
sebanyak 20% dari total berat bahan baku lalu dihaluskan dengan menggunakan
blender dengan kecepatan sedang sebentar saja.

Gambar 14. Penghalusan

4.4.6 Pemasakan Awal


Udang yang telah dihaluskan dengan garam kemudian dipanaskan sebentar
dengan suhu sekitar 70C hingga mendidih sambil terus diaduk, setelah mendidih,
dinginkan adonan dengan cara diangin-anginkan.
33

Gambar 15. Pemasakan Awal

4.4.7 Penjemuran I
Adonan yang telah diangin-anginkan selanjutnya dijemur dibawah terik matahari.
Penjemuran dilakukan dengan tampah bambu atau tampah plastik. Ratakan adonan
pada tampah tersebut dan jemur hingga setengah kering..

Gambar 16. Penjemuran I

4.4.8 Penumbukan
Terasi yang telah dijemur selanjutnya bisa ditumbuk hingga benar-benar halus
dan liat dengan menggunakan lumpang alu. Bila adonan terlalu kering bisa ditambah
dengan sedikit air. Tanda-tanda bahwa adonan telah liat adalah ketika adonan tidak
lagi menempel di wadah atau di tangan. Terasi selanjutnya dibungkus dengan
menggunakan plastik yang telah diberi lubang-lubang. Tujuannya agar menjaga
sirkulasi udara yang baik selama proses fermentasi berlangsung.
34

Gambar 17. Penumbukan Gambar 18. Adonan telah liat

4.4.9 Penjemuran II
Terasi yang telah ditumbuk hingga liat kemudian dijemur kembali dibawah terik
matahari hingga kering.

Gambar 19. Penjemuran II

4.4.10 Fermentasi / Pemeraman


Terasi kemudian dibentuk kotak dan dibungkus dengan plastik atau bisa
menggunakan daun pisang kemudian diletakkan ke dalam sebuah baskom dan susun
secara rapi. Tutup bagian atasnya dengan kain bersih. Biarkan terasi mengalami proses
fermentasi hingga muncul aroma khas terasi. Proses ini berlangsung 1-3 minggu.
35

Gambar.20 Terasi yang sudah jadi

4.4.11 Pengirisan dan Pengovenan


Terasi yang telah mengalami proses fermentasi selanjutnya bisa dimasak
dengan menggunakan oven. Panaskan oven, sembari menunggu oven panas, Terasi
yang telah dibentuk menjadi kotak-kotak diiris tipis-tipis dan diletakkan pada loyang
oven. Tata secara rapi dan masukkan terasi tersebut ke dalam oven. Proses
pengovenan 20 menit. Sambil terus di periksa agar tidak gosong. Pengovenan
menggunakan api yang kecil dengan suhu kira-kira 90C.

Gambar 21. Pengirisan Gambar 22. Pengovenan

4.4.12 Penghalusan
Terasi yang telah dioven dihaluskan dengan menggunakan blender hingga
benar-benar halus seperti bubuk.
36

Gambar 23. Penghalusan

4.4.13 Pengayakan
Bubuk terasi yang telah halus ditempatkan ke dalam wadah dan diayak
dengan menggunakan alat saring manual. Pengayakan dilakukan hingga benar-benar
mendapartkan tekstur terasi yang lembut dan halus.

Gambar 24. Pengayakan

4.4.14 Pengemasan
37

Adonan terasi yang telah halus selanjutnya ditimbang dengan berat sebanyak
200 gr dan dikemas dengan menggunakan plastik standing pouch atau botol plastik
yang telah diberi label dan kemudian disegel.

Gambar 25. Pengemasan akhir

Diagram Alir Pembuatan Terasi


38

Udang rebon 6 kg

Air Pencucian udang rebon

Udang rebon ditiriskan dan


Garam 20 % Ditiriskan
diberi garam.

Penghalusan Diblender

Dimasak dengan suhu


Pemasakan awal Adonan diangin-anginkan
kira-kira 70C selama 5
menit

Penjemuran II
Dijemur hingga kering

Ditumbuk hingga liat dan


Penumbukan
menggumpal

Dibungkus Fermentasi Diperam selama 1-3


plastik / daun minggu

Terasi

Pengovenan Dioven selama 45


Diiris tipis
menit

Diblender Penghalusan Diayak

Terasi bubuk

Pengemasan
4.5 Produk Akhir
39

a. Jenis Produk Akhir


Terasi bubuk merupakan jenis terasi instan yang mempunyai tekstur halus dan
siap untuk diaplikasikan pada masakan. Kepraktisan inilah yang membuat terasi bubuk
buatan industri azzahra berbeda dari yang lain. Untuk rasa dari terasi bubuk ini sendiri
juga memiliki rasa yang khas.
b. Jumlah Produk Akhir
Terasi bubuk dibuat sesuai pesanan dan resep yang selalu digunakan oleh pemilik.
Produksi akan mengalami peningkatan apabila memasuki bulan dengan banyak event
seperti event ulang tahun Surabaya dan banyaknya event demo nemasak.
c. Penanganan Produk Akhir
Sebelum dipasarkan, produk yang sudah jadi harus dikemas terlebih dahulu.
Untuk pengemasan terasi bubuk menggunakan plastik standing pouch dengan
aluminium foil di dalam kemasan. Alasan mengapa memilih kemasan tersebut adalah
kemasan yang cukup aman dan higienis.

4.6 Pemasaran Produk


Industri azzahra melakukan pemasaran dengan 2 cara, yaitu sebagai berikut:
a. Langsung
Pemasaran produk dari produsen langsung ke konsumen, misalnya yang sering
terjadi lingkungan industri azzahra. Warga setempat bisa memesan langsung di rumah
pemilik.
b. Tidak Langsung
Pemasaran produk dari produsen ke perantara, lalu dari perantara baru ke
konsumen. Misalnya yaitu konsumen membeli produk di toko toko dan stand-stand
yang menjual terasi bubuk milik ndustri rumahan azzahra.
c. Cara Distribusi
Pendistribusian produknya dilakukan dengan cara mengantar pesanan pada
konsumen secara langsung dengan menggunakan kendaraan pribadi yang dimiliki oleh
pemilik. Jika pemesanan secara online maka akan dikirim lewat ekspedisi seperti JNE
/ Tiki.

BAB V
40

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
1. Dalam proses pengolahan terasi bubuk digunakan udang rebon yang memiliki
kualitas terbaik.
2. Proses pengolahan menggunakan tambahan konsentrasi garam 20% dari bahan
baku. Tidak menggunakan pewarna dan pengawet tambahan.
3. Proses fermentasi berlangsung selama kurang lebih 3 minggu untuk mendapatkan
terasi dengan kualitas yang baik..
4. Proses pengolahan terasi bubuk relatif sederhana dan tidak terlalu rumit meliputi :
pencucian, penghalusan, pemasakan, penjemuran 1, penumbukan, penjemuran II,
fermentasi, pengovenan, penghalusan, pengayakan, pengemasan.
5. Kapasitas produksi industri azzahra tidak terlalu besar, hanya mampu
memproduksi dengan jumlah bahan baku tepung 6 kg per hari.
6. Sebelum di kemas terasi bubuk di oven terlebih dahulu supaya produk tidak
mudah rusak atau menjamur dan agar memiliki daya simpan yang panjang.
7. Terasi bubuk dengan kemasan 200 gr dijual seharga Rp.20.000.
41

5.2 Saran
Saran yang dapat penulis sampaikan kepada pihak industri terasi bubuk azzahra
adalah sebagai berikut:
1. Sebaiknya menggunakan pewarna alami pada terasi agar konsumen semakin
tertarik terhadap produk. Contoh pewarna alami yang bisa digunakan adalah angkak.
2. Kebersihan selama proses pengolahan seharusnya juga diperhatikan dengan baik
diantaranya kebersihaan saat proses penjemuran, fermentasi dan selama pengolahan.
3. Sebaiknya pekerja menggunakan masker, topi (tutup kepala), dan sarung tangan
pada saat proses pengemasan, agar terjamin kebersihan produk yang dihasilkan dan
jauh dari kontaminasi.
4. Kemasan produk harus bervariasi seperti ; kemasan botol plastik, kemasan sachet
kecil, kemasan botol kaca agar pembeli semakin tertarik dengan produk.
5. Produk sebaiknya dibuat versi kemasan yang lebih kecil seperti sachet agar
produk lebih menjangkau masyarakat sekitar.
6. Produk semakin aktif untuk dipasarkan.
42

DAFTAR PUSTAKA

Anggo, Swastawati, Maruf, Rianingsih, 2014, Mutu Organoleptik dan Kimiawi


Terasi Udang Rebon Dengan Kadar Garam Berbeda dan Lama
Fermentasi, Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan, Vol 17

Assadad, Hakim, Widianto, 2015, Mutu Tepung Ikan Rucah Pada Berbagai
Proses Pengolahan, Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan dan Kelautan,
Vol 2.
Badan Standarisasi Nasional, 2009, Standar Mutu Terasi, (SNI 01-2716.1-2009),
Badan Standarisasi Nasional, Jakarta

Christanti, D.A, 2006, Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Halotoleran Pada Terasi,
Skripsi, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Dewi, Virgina, Nanda, 2014, Fermentasi Ikan, Laporan Praktikum, Jurusan


Teknologi Industri Pangan, Universitas Padjajaran, Bandung.

Dwiari, Nurhayati, Yoga, 2008, Teknologi Pangan Jilid 1, Departemen


Pendidikan Nasional Indonesia, Jakarta.

Esti, K.P, 2000. Terasi. http://www.warintek.ristek.go.id [Diakses pada: 5 Mei


2017]
Fatty, R.A, 2012, Pengaruh Penambahan Udang Rebon Terhadap Kandungan
Gizi dan Hasil Uji Hedonik Pada Bola-Bola Tempe, Skripsi,
Universitas Indonesia, Jakarta.

Fauzia, N.N, 2016, Pengaruh Berbagai Konsentrasi Minyak Atsiri Daun Jeruk
Purut (Citrus Hystrix) Sebagai Antibakteri Terhadap Daya Hambat
Bakteri Ikan Nila (Oreochromis niloticus), Skripsi, Universitas
Pasundan, Bandung.

Fitriyani, Utami, Nurhartadi, 2013, Kajian Karakteristik Fisikokimia dan Sensori


Bubuk Terasi Udang dengan Penambahan Angkak Sebagai Pewarna
Alami dan Sumber Antioksidan, Jurnal Teknosains Pangan, Vol 2.

Hanafiarti, D, 2016, Isolasi dan Identifikasi Bakteri Penghasil Protease dari


Terasi Udang Rebon, Skripsi, Universitas Lampung, Bandar Lampung.

http://www.id.wikipedia.org/wiki/terasi.com [Diakses pada 14 Februari 2017]

http://www.marketisasifishproduct.blogspot.com/terasi-udang.html [Diakses 14
Februari 2017]

http://www.hipoci.blogspot.com/manfaat-terasi.html. [Diakses pada 14 Februari


2017]
43

Irianto, E,H, 2012, Produk Fermentasi Ikan, Penebar Swadaya, Depok

Jayadi, A, 2015, Bahan Kuliah, Sumberdaya Perikanan : Cara Pembuatan Terasi


dengan Menggunaka Metode Fermentasi, Universitas Muhammadiyah,
Kendari.
Junianto, 2012,Studi Karakterisasi Pengolahan Terasi Cirebon Dalam Upaya
Mendapatkan Perlindungan Indikasi Geografis, Jurnal Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Vol 1.
Karim, Swastawati, Anggo, 2014,Pengaruh Perbedaan Bahan Baku Terhadap
Kandungan Asam Glutamat Pada Terasi, Jurnal Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Vol 3, hal 51-58.
Koesoemawardani, Nurainy, Hidayati, 2011, Proses Pembuatan Hidrolisat Ikan
Rucah, Jurnal Natur Indonesia.
Maflahah, 2013, Kajian Potensi Usaha Pembuatan Terasi Udang Studi Kasus
Desa Bantelan, Kecamatan Batu Putih, Kabupaten Sumenep, Jurnal
Perikanan dan Kelautan, Vol 7.
Majid, Agustini, Rianingsih, 2014, Pengaruh Perbedaan Konsentrasi Garam
Terhadap Mutu Sensori dan Kandungan Senyawa Volatil Pada Terasi
Ikan Teri, Jurnal Perikanan, Vol 3, Hal17-24.

Nooryantini, Fitriyal, Khairina, 2010, Kualitas Terasi Udang dengan Suplemtasi


Pediococcus Halophilus (FNCC-0033), Jurnal Hasil Perikanan.

Pawe, D, 2015, Isolasi dan Identifikasi Kandidat Bakteri Probiotik dari Terasi
Udang Rebon (Mysis relicta), Skripsi, Universitas Lampung, Bandar
Lampung.

Putra, D, 2016, Penapisan Bakteri Penghasil Enzim Kitinolitik Pada Terasi


Udang Rebon (Mysis Relicta), Skripsi, Universitas Lampung, Bandar
Lampung.
Rahmayati, Riadi, Rianingsih, 2014, Perbedaan Konsentrasi Garam Terhadap
Pembentukan Warna Terasi Udang Rebon (Acetes sp) Basah, Jurnal
Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan, Vol 3, hal 108-177.

Rosida, 2003, Pengaruh Konsentrasi Starter Lactobacillus plantarum dan Lama


Fermentasi terhadap Kualitas dan Kerusakan Produk Terasi, Jurnal
Protein, Vol 1.

Salam N, 2008, Bahan Kuliah, Mikrobiologi : Manfaat Mikroorganisme Pada


Industri Pembuatan Terasi, Politeknik Kesehatan Makassar, Makassar.

Sainuddin, 2012, Penentuan Komponen Kimiawi Produk Bubuk Penyedap Rasa


Alami Berbahan Dasar Terasi dengan Flavor Rempah, Skripsi,
Universitas Hasanuddin, Makassar.
44

Setiawan, Asikin, Hasanah, 2015, Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Pada Terasi
Udang Rebon (Mysis relicta) dari Bontang Kuala, Bontang, Jurnal
Perikanan,Vol 20.

Suprapti, M.L., 2002. Teknologi Tepat Guna : Membuat Terasi. Kanisius,


Yogyakarta.

Suwandi, 2015, Uji Komposisi Bahan Baku Terasi Dengan Menggunakan Alat
Pencetak Terasi, Skripsi, Universitas Sumatera Utara, Sumatra Utara.

Tanuwijaya, 2007, Evaluasi Sifat Fisikokimia, Mikrobiologi dan Sensoris Pada


Terasi Ikan Instant, Skripsi, Universitas Katolik Soegijapranata,
Semarang.

Winarno, F.G., 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai