Anda di halaman 1dari 30

PENGAWASAN MUTU PROSES PRODUKSI IKAN LEMURU (Sardinella

lemuru) DALAM KALENG DI PT. BLAMBANGAN FOODPACKERS


INDONESIA, BANYUWANGI, JAWA TIMUR

USULAN PRAKTEK KERJA LAPANG


PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN

Oleh :

MOCHAMMAD DIEDIN ARIEF


MOJOKERTO – JAWA TIMUR

FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN


UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2018
PENGAWASAN MUTU PROSES PRODUKSI IKAN LEMURU (Sardinella
lemuru) DALAM KALENG DI PT. BLAMBANGAN FOODPACKERS
INDONESIA, BANYUWANGI, JAWA TIMUR

Oleh :

MOCHAMMAD DIEDIN ARIEF


NIM. 141611233071

Mengetahui, Menyetujui,

Dekan, Dosen Pembimbing,


Fakultas Perikanan dan Kelautan
Universitas Airlangga,

Prof. Dr. Mirni Lamid, drh., M.P Eka Saputra, S.Pi., M.Si.
NIP. 19620116 199203 2 001 NIP. 198610252015041002
I PENDAHULUAN

1.1 Judul

PENGAWASAN MUTU PROSES PRODUKSI IKAN LEMURU (Sardinella


lemuru) DALAM KALENG DI PT. BLAMBANGAN FOODPACKERS
INDONESIA, BANYUWANGI, JAWA TIMUR

1.2 Latar Belakang

Ikan segar merupakan salah satu komoditi yang mudah mengalami

kerusakan (high perishable food). Kerusakan ini dapat disebabkan oleh proses

biokimiawi maupun oleh aktivitas mikribiologi. Kandungan air hasil perikanan

pada umumnya tinggi mencapai 56,79% sehingga sangat memungkinkan

terjadinya reaksi-reaksi biokimiawi oleh enzim yang berlangsung pada tubuh ikan

segar. Sementara itu, kerusakan secara mikrobiologis disebabkan karena aktivitas

mikroorganisme terutama bakteri. Kandungan protein yang cukup tinggi pada

ikan menyebabkan ikan mudah rusak bila tidak segera dilakukan pengolahan dan

pengawetan (Wulandari et al, 2009).

Pengawetan bertujuan untuk memperpanjang masa simpan bahan pangan

tersebut. Salah satu usaha untuk meningkatkan daya simpan adalah dengan cara

diversifikasi pengolahan hasil perikanan. Diversifikasi pengolahan hasil perikanan

juga dapat meningkatkan nilai ekonomis ikan karena dapat menarik minat

masyarakat. Diversifikasi produk olahan bertujuan untuk meningkatkan konsumsi

ikan dengan cara menganekaragamankan olahan hasil perikanan (Salamah et al,

2008). Salah satu usaha untuk meningkatkan daya simpan dan daya awet pada
2

produk ikan adalah dengan pengalengan ikan (Winarno, 1980 dalam Wulandari et

al, 2009).

Moejanto et al (1978) dalam Widodo (2001), mengatakan bahwa banyak

hal yang harus diperhatikan untuk menjaga mutu ikan kaleng. Mutu ikan kaleng

tergantung pada kesegaran bahan mentah, cara pengalengan, peralatan, dan

kecakapan serta pengetahuan pelaksana-pelaksana teknis, sanitasi dan hygiene

pabrik dan lingkungannya. Kesegaran bahan mentah sangat penting dalam industri

perikanan. Kesegaran adalah tolak ukur untuk membedakan ikan yang jelek dan

bagus kualitasnya. Berdasarkan kesegarannya, ikan dapat digolongkan menjadi

empat kelas mutu, yaitu ikan dengan kesegaran baik sekali (prima), kesegaran

masih baik, kesegarannya mulai mundur (sedang), dan ikan yang sudah tidak

segar lagi.

Perkembangan teknologi menjadikan industri pangan semakin mengalami

kemajuan. Berbagai teknologi dilakukan dalam pembuatan produk olahan

diversifikasi dilakukan oleh mesin dalam skala industri. Dalam proses industri

pangan perlu dilakukan pengawasan proses produksi karena termasuk dalam

faktor penting bagi suatu perusahaan untuk menjaga konsistensi mutu produk

yang dihasilkan sesuai dengan tuntutan pasar. Pengawasan proses produksi dan

pengendalian mutu produk harus dilakukan sejak awal proses produksi hingga

proses distribusi. Suatu produk dikatakan memiliki mutu yang baik apabila

produk tersebut telah memiliki kesesuaian dengan standar yang telah ditetapkan.

Untuk mencapai kualitas produk sesuai strandart diperlukan pengawasan (Liufeto

et al, 2016).
3

Pengawasan proses produksi dilakukan untuk meningkatkan kepercayaan

konsumen, mencegah kerusakan produk dan menjamin keamanan produk (Junais

et al, 2010). Pengawasan proses produksi dan mutu produk juga diperlukan

industri pengolahan pangan agar mempermudah melakukan penilaian keamanan

produk yang dihasilkan (Liufeto et al, 2016).

Salah satu usaha yang bergerak dalam bidang industri pengolahan ikan

yakni PT. Blambangan Foodpackers Indonesia. PT. Blambangan Foodpackers

Indonesia memproduksi 3 produk utama dalam pengolahan ikan, yaitu

pengalengan ikan lemuru dan tuna, pengolahan tepung ikan dan minyak ikan,

pembekuan dan penyimpanan ikan.

Kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) sangat penting dilakukan karena

mahasiswa dapat mempelajari secara langsung tentang proses produksi yang ada

di PT. Blambangan Foodpackers Indonesia. Selain itu, mahasiswa dapat

mengetahui penerapan pengawasan mutu produk sehingga dapat mengetahui

permasalahan yang timbul dalam pegawasan mutu di PT. Blambangan

Foodpackers Indonesia.

1.3 Tujuan

Tujuan dari pelaksanaan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Blambangan

Foodpackers Indonesia ini adalah :

1. Mengetahui penerapan pengawasan proses produksi Ikan Lemuru dalam

kaleng di PT. Blambangan Foodpackers Indonesia, Banyuwangi, Jawa

Timur.
4

2. Mengetahui kendala yang dihadapi dalam penerapan proses pengawasan

proses produksi Ikan Lemuru dalam kaleng di PT. Blambangan

Foodpackers Indonesia, Banyuwangi, Jawa Timur.

1.4 Manfaat

Manfaat pelaksanaan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Blambangan

Foodpackers Indonesia ini adalah:

1. Mahasiswa dapat mengetahui secara langsung penerapan pengawasan

proses produksi Ikan Lemuru dalam kaleng di PT. Blambangan

Foodpackers Indonesia, Banyuwangi, Jawa Timur.

2. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami kendala yang dihadapi

dalam penerapan proses pengawasan proses produksi Ikan Lemuru dalam

kaleng di PT. Blambangan Foodpackers Indonesia, Banyuwangi, Jawa

Timur.

3. Melatih keterampilan soft skill guna persiapan sebelum memasuki dunia

kerja.

4. Menambah pengetahuan dan wawasan mengenai penerapan pengawasan

mutu produk hasil perikanan.


5

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bahan Baku Ikan Lemuru (Sardinella lemuru)

2.1.1 Kasifikasi dan Morfologi

Klasifikasi ikan lemuru (S. lemuru) menurut Integrated

TaxonomicInformation System (2018), adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia
Subkingdom : Bilateria
Infrakingdom : Deuterostomia
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Infraphylum : Gnathostomata
Superclass : Osteichthyes
Class : Actinopterygii
Subclass : Neopterygii
Infraclass : Teleostei
Superorder : Clupeomorpha
Order : Clupeiformes
Suborder : Clupeoidei
Family : Clupeidae
Subfamily : Clupeinae
Genus : Sardinella
Spesies : Sardinella lemuru Bleeker, 1853 – Bali Sardinella

Menurut FAO (2018), ciri morfologi ikan lemuru (S. lemuru) yaitu

memilikibentuk tubuhmemanjang, agak bulat dan bagian perut membundar.

Bagianbelakang tutup insang (operculum) terdapat kuning keemasan diikuti

dengan garisberwarna kekuningan pada gurat sisi (lateralline), terdapat bintik

hitam yangberbeda di tepi belakang tutup insang (operculum). Morfologi ikan

lemuru (S.lemuru) terdapat pada Gambar 2.1.


6

Gambar 2.1 Morfologi ikan lemuru (S. lemuru)


Sumber : FishBase (2018)

2.1.2 Biologi

Lemuru (S. lemuru) tersebar di Samudera Hindia bagian Timur (Phuket,

Thailand, di pantai sebelah Selatan Jawa Timur dan Bali, Australia Barat) dan

Samudera Pasifik sebelah Barat (Laut Jawa ke Utara sampai Filipina, Hongkong,

Taiwan sampai Selatan Jepang) (FAO, 2018). Menurut Merta et al. (2000), pada

siang hari ikan lemuru berada di dekat dasar perairan, sedangkan pada malam hari

lemuru berada di dekat permukaan air dalam bentuk gerombolan yang menyebar.

Seringkali, gerombolan lemuru akan muncul ke permukaan pada siang hari

ketikacuaca mendung dan hujan.

Ikan lemuru tergolong ikan yang mempunyai fekunditas tinggi. Ikan

lemurudiperkirakan memijah satu kali dalam setiap masa pemijahan dan

melepaskan telur sekaligus dalam waktu yang relatif singkat (total spawner)

(Tampubolonet al,2002). Menurut FAO (2018), kemungkinan ikan lemuru

melakukan pemijahanpada musim hujan setiap tahun (rata-rata bulan September-

Februari, terutamamengalami peningkatan pada bulan Desember-Januari).


7

Menurut penelitian Pradini et al. (2001), jenis pakan ikan lemuru

berupaorganisme dari kelas Bacillariophyceae yaitu Coscinodiscus sp.

(33,01%),Pleurosigma sp. (23,88%), Nitzschia sp. (6,28%); dari kelas

Dinophyceaeditemukan jenis Peridinium sp. (10,26%) serta dari kelas Sarcodina

ditemukanjenis Amphilithium sp. (1,85%). Ikan lemuru mengkonsumsi

Coscinodiscus sp.sebagai pakan utama, Pleurosigma sp. dan Nitzschia sp. sebagai

pakan sekunder. Pola kebiasaan pakan S. lemuru cenderung mengalami perubahan

menurut ukuran kelompok. Perubahan pakan tersebut disebabkan karena

perbedaan tapis insang, ukuran pakan, tingkat kelaparan, dan frekuensi

pengambilan pakan.

2.1.3 Kandungan Gizi dan Manfaat

Menurut Poedjiadi dan Supriyanti (2009), komposisi lemuru (S. lemuru)

per100 gram bahan yaitu air 76 gram; protein 20,0 gram; lemak 3,0 gram;

kalsium(Ca+) 20 mg; fosfor (P) 100 mg; besi (Fe) 1,0 mg; vitamin A 100 Satuan

Internasional (SI); vitamin B1 0,05 mg. Menurut Batafor (2014), ikan sardin

berpotensi sebagai sumber minyak ikan sebesar 15-20% dan memiliki konsentrasi

asam lemak ω-3 yang tinggi. Menurut Haris (2004), ω-3 merupakan salah satu

asam lemak tak jenuh yang esensial bagi tubuh dan dibutuhkan terutama bagi

penderita kolesterol tinggi. Eikosapentaenoat (EPA) dan dokosaheksaenoat

(DHA) merupakan jenis ω-3 yang tidak diproduksi oleh ikan, melainkan

olehtumbuhan laut seperti alga. Kandungan eikosapentaenoat (EPA)

dandokosaheksaenoat (DHA) dalam ikan disebabkan karena ikan lemuru (S.


8

lemuru)mengkonsumsi alga yang mengandung kedua asam tersebut. Hasil

penelitianMaulana et al. (2014) menunjukkan bahwa kandungan eikosapentaenoat

(EPA)dan dokosaheksaenoat (DHA) minyak ikan lemuru sebesar 8,97% dan

6,56%.

Menurut Haris (2004), mengkonsumsi eikosapentaenoat (EPA) dan

dokosaheksaenoat (DHA) dapat menurunkan kolesterol dalam darah terutama low

density lipoprotein (LDL), anti agregasi platelet, anti inflamasi, dan dalam jangka

waktu yang panjang berdampak positif terhadap penderita jantung koroner, yaitu

mampu menurunkan resiko kematian mendadak hingga 45% jika dibandingkan

terhadap penderita yang tidak mengkonsumsi eikosapentaenoat (EPA) dan

dokosaheksaenoat (DHA).

2.2 Pengalengan Ikan

Pengalengan merupakan pengawetan makanan yang menggunakan aplikasi

panas yang bertujuan untuk menginaktifkan enzim di dalam makanan. Enzim

tersebut dapat mendegradasi makanan dengan menurunkan kualitasnya dan untuk

menghilangkan organisme patogen serta pembusuk makanan (Farber and Todd,

2000). Murniyati dan Sunarman (2004) menjelaskan bahwa pengalengan adalah

proses pengawetan bahan makanan yang dimasukkan dalam suatu wadah yang

ditutup rapat kemudian dipanaskan pada suhu 121°C. Proses pengalengan ini

bertujuan untuk mematikan mikroorganisme yang ikut terbawa pada produk yang

dikalengkan.
9

Tahapan proses pengalengan ikan menurut Adawyah (2008)yaitu

persiapan wadah, pengisian (filling), exhausting, penutupan wadah, sterilisasi

(processing), pendinginan, dan penyimpanan. Prosedur pengalengan ikan dapat

dilihat pada Gambar 2.2

Persiapan Wadah

Pengisian

Exhausting

Penutupan Wadah

Sterilisasi

Pendinginan

Penyimpanan
Gambar 2.2 Prosedur Pengalengan Ikan (Adawyah, 2008)

2.2.1 Persiapan Wadah

Penyiapan wadah terdiri dari proses pembersihan wadah sebelum dipakai

dan pemberian kode. Untuk pembersihan wadah dapat dilakukan dengan wadah

dicuci terlebih dahulu dan kemudian dibersihkan dari sisa-sisa air pencuci.

Sedangkan untuk pemberian kode pada wadah perlu diberikan kode tentang

tingkat kualitas bahan yang diisikan tanggal, tempat dan nomor dari batch

pengolahan (Hudaya, 2008)


10

2.2.2 Pengisian (filling)

Pengisian bahan pangan ke dalam wadah sebaiknya dilakukan segera

setelah proses persiapan selesai secara teratur dan seragam. Pengisian bahan

pangan ke dalam wadah harus memperhatikan ruangan pada bagian dalam atas

kaleng (head space). Head space adalah ruang kosong antara permukaan produk

dengan tutup. Fungsinya sebagai ruang cadangan untuk pengembangan produk

selama disterilisasi, agar tidak menekan wadah karena akan menyebabkan gelas

menjadi pecah atau kaleng menjadi gelembung. Besarnya head space bervariasi

tergantung jenis produk dan jenis wadah (Adawyah, 2008).

2.2.3 Exhausting

Exhausting adalah pengusiran udara dari wadah sebelum ditutup. Tujuan

exhausting antara lain mencegah terjadinya tekanan yang berlebihan dalam wadah

pada waktu sterilisasi, mengeluarkan O2 dan gas-gas dari makanan dan kaleng,

mengurangi kemungkinan terjadinya karat atau korosi, agar tutup kaleng tetap

cekung, mencegah reaksi oksidasi yang dapat menimbulkan kerusakan flavor serta

kerusakan vitamin, misalnya vitamin A dan vitamin C (Hudaya, 2008). Adawyah

(2008) menambahkan bahwa exhausting juga berguna untuk memberikan ruang

bagi pengembangan produk selama proses sterilisasi sehingga kerusakan wadah

akibat tekanan produk dari dalam dapat dihindarkan, juga berguna untuk

menaikkan suhu produk di dalam wadah sampai mencapai suhu awal.


11

2.2.4 Penutupan Wadah

Penutupan kaleng dilakukan dengan alat khusus. Penutupan kaleng harus

sempurna, sebab kebocoran dapat merusak produk. Sebelum wadah ditutup

diperiksa dahulu apakah head space-nya sudah cukup dan sesuai dengan

perhitungan. Setelah ditutup sempurna, kaleng atau wadah perlu dibersihkan jika

ada sisa-sisa bahan yang menempel pada dinding kaleng atau wadah. Pencucian

dilakukan dengan air panas (suhu sekitar 82,2°C) yang mengandung larutan

H2PO4dengan konsentrasi 1,0-1,5 persen kemudian dibilas dengan air bersih

beberapa kali (Hudaya,2008).

2.2.5 Sterilisasi

Sterilisasi merupakan suatu proses untuk membebaskan suatu benda dari

semua mikroorganisme, baik bentuk vegetatif maupun bentuk spora (Gupte, 1990

dalamRachmawati dan Triyana, 2014). Tujuan sterilisasi untuk menghancurkan

mikroba pembusuk dan patogen, membuat produk menjadi cukup masak yaitu

dilihat dari penampilannya, teksturnya dan citarasanya, sesuai dengan yang

diinginkan. Beberapa faktor yang mempengaruhi proses sterilisasi adalah jenis

mikroba yang akan dihancurkan, kecepatan perambatan panas ke dalam titik

dingin, suhu awal bahan pangan di dalam wadah, ukuran dan jenis wadah yang

digunakan, suhu dan tekanan yang digunakan untuk proses sterilisasi, dan

keasaman atau pH produk yang dikalengkan (Rahimah,2011).

Pada prinsipnya, proses pemanasan yang diterapkan di dalam industri

pengalengan atau pembotolan pangan, dirancang khusus hanya cukup untuk


12

mencapai sterilisasi komersial. Kondisi tersebut tidak mudah dicapai, tetapi

kadang-kadang justru dapat menghasilkan perubahan-perubahan mutu yang tidak

diinginkan dalam produk. Proses tersebut dikenal dengan proses thermal atau

proses pemanasan makanan, yang prinsip dasarnya diambil dari ilmu

termobakteriologi dengan memanfaatkan prinsip perambatan dan penetrasi panas

serta sifat daya tahan panas mikroorganisme khususnya yang mampu membentuk

spora (Adawyah, 2008).

2.2.6 Pendinginan

Pendinginan dilakukan sampai suhunya sedikit diatas suhu kamar (35-

40°C) dengan maksud agar air yang menempel pada dinding wadah cepat

menguap sehingga terjadinya karat dapat dicegah. Tujuan pendinginan adalah

untuk mencegah lewat pemasakan (overcooking) dari bahan pangan serta

mencegah tumbuhnya spora-spora dari bakteri perusak bahan pangan yang belum

mati (Hudaya,2008).

Adawyah (2008) menambahkan bahwa apabila pendinginan terlalu lambat

dilakukan maka produk akan cenderung terlalu masak sehingga akan merusak

tekstur dan cita rasa. Selain itu, selama produk berada pada antara suhu ruang dan

proses, pertumbuhan spora dan bakteri tahan panas akan distimulir. Pendinginan

juga mengakibatkan bakteri yang masih bertahan hidup akan menyebabkan shock

kemudian akan mati.


13

2.2.7 Penyimpanan

Suhu penyimpanan yang dapat mempertahankan kualitas bahan yang

disimpan adalah 15°C. Suhu penyimpanan yang tinggi dapat mempercepat

terjadinya korosi dan perubahan tekstur, warna, rasa serta aroma makanan kaleng.

Untuk menghindari terjadinya hal tersebut maka penyimpanan harus memenuhi

syarat yaitu suhu rendah, kelembaban udara rendah dan ventilasi atau pertukaran

udara di dalam ruangan penyimpanan harus baik. Penyimpanan bertujuan agar

makanan yang dikalengkan tidak berubah kualitasnya maupun kenampakannya

sampai saat akan diangkut atau dipasarkan (Hudaya, 2008).

2.3 Pengawasan Proses Produksi

Pengawasan merupakan tindakan yang bersifat mengawasi untuk

menjamin agar semua pekrjaan yang sedang dilaksanakan berjalan sesuai dengan

rencana yang telah ditentukan (Siagian, 2000). Proses produksi merupakan

penciptaan barang dan jasa. Dapat pula diartikan sebgaai interaksi antara bahan

dasar, bahan-bahan pembantu, tenaga kerja dan mesin-mesin serta alat-alat

perlengkapan yang digunakan (Gitosudarmo, 2002). Proses produksi merupakan

kegiatan dalam suatu perusahaan untuk menjamin kontinuitas dan aktifitas untuk

menyelesaikan produk sesuai dengan bentuk dan waktu yang diinginkan.

Pengawasan pada proses produksi diperlukan adagar dalam pelaksanaan proses

prodksi dapat mendapatkan hasil yang baik.

Pengawasan produksi meliputi pengawasan proses produksi, pengawasan

bahan baku, pengawasan tenaga kerja, pengawasan biaya produksi dan


14

pengawasan kualitas. Pengawasan proses produksi meliputi kapan produksi

dimulai dan kapan produksi diakhiri. Pengawasan bahan baku meliputi jumlah

persediaan bahan baku dan standart bahan baku yang baik. Pengawasan tenaga

kerja meliputi kemampuan kerja karyawan pada suatu perusahaan. Pengawasan

biaya produksi yakni pengawasan terhadap keseimbangan antara pekerja, bahan

baku dan biaya perbaikan. Pengawasan kualitas yakni pengawasan untuk menjaga

kualitas produk agar sesuai dengan yang telah direncanakan.

2.4 Pengawasan Mutu Produk

Pengawasan mutu merupakan factor penting bagi suatu perusahaan untuk

menjaga kosistensi mutu produk yang akan dihasilkan pada suatu pabrik pangan

(Junais et al, 2010). Pengawasan mutu harus dilakukan sejak awal proses produksi

samapai distribusi untuk meningkatkan kepercayaan konsumen, meningkatkan

jaminan keamanan produk, menecegah banyaknya produk yang rusak seta untuk

mencegah pemborosan biaya akibat kerugian yang dapat ditimbulkan (Junais et al,

2010). Program pengawasan mutu pada umumnya mencakup empat aspek yakni

pengawasan kualitas bahan baku, kualitas produk akhir, kandungan zat dalam

makanan, dan control proses produksi (Junais et al, 2010). Bagian di dalam suatu

pabrik pangan untuk menjamin mutu selama peneriaan bahan baku hingga

pengendalian mutu pada bagian produksi yakni quality control.

Pangan yang aman, bermutu, bergizi, beragam, dan tersedia dalam jumlah

yang cukup merupakan syarat utama yang harus dipenuhi dalam upaya

terselenggaranya suatu sistem pangan yang memberikan perlindungan bagi


15

kepentingan kesehatan. Masayarakat perlu dilindungi dari pangan yang dapat

merugikan atau membahayakan kesehatan. Masalah mutu pangan menyangkut

pula kemanan, keselamatan, dan kesehatan manusia yang mengonsumsinya (

Kristiati, 2011).

Produk pangan yang dikonsumsi oleh masyarakatan pada dasarnya melalui

suatu mata rantau proses yang meliputi produksi, penyimpanan, pengangkutan,

pengedaran hingga sampai ditangan konsumen. Sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku, secara hukum produsen bertanggung jawab

atas mutu dan keamanan produk yang dihasilkannya. Beberapa aturan hukum

yang ditetapkan pemerintah yaitu, UU Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan

dan Peraturan Pemerintah No.57 Tahun 2015 tentang sistem jaminan mutu dan

keamanan hasil perikanan serta peningkatan nilai tambah produk hasil perikanan.

Tindakan pengawasan mutu perlu diadakan agar dapat mengontrol mutu produk

yang dihasilkan sejak penerimaan bahan baku hingga produk siap untuk

dipasarkan.
5
16

III PELAKSANAAN KEGIATAN

3.1 Tempat dan Waktu

Praktek Keja Lapang (PKL) dilaksanakan di PT. Blambangan

Foodpackers Indonesia, yang bertempat di Kedungrejo, Muncar, Banyuwangi,

Jawa Timur. Kegiatan Praktek Kerja Lapang dilaksanakan mulai 17 Desember

2018 sampai dengan 31 Januari 2019.

3.2 Metode Kerja

Praktek Kerja Lapang ini menggunakan metode observasi deskriptif, yaitu

metode dalam suatu penyelesaian masalah dimana peneliti mengamati secara

lagsung seluruh proses produksi dan mendeskripsikan hasil obsservasi yang telah

diamati (Djaelani, 2013).

3.3 Metode Pengumpulan Data

Data yang diambil dalam Praktek Kerja Lapang (PKL) berupa data primer

dan data sekunder yang diperoleh melalui beberapa metode atau cara

pengambilan.

3.1.1 Data Primer

Data primer merupakan data yang pertama kali dicatat dan dikumpulkan

oleh peneliti (Sanusi, 2014). Data primer diperolah dari hasil wawancara,

observasi dan partisipasi aktif dalam suatu proses.


17

A. Wawancara

Dalam sebuah penelitian, wawancara menjadi metode pengumpulan data

yang utama. Wawancara merupakan percakapan dengan maksud tertentu,

percakapan dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara yang mengajukan

pertanyaan dan terwawanacara yang memberikan jawaban atas pertanyaan

tersebut. dapat diartikan pula sebagai percakapan antara dua orang yang salah

satunya bertujuan untuk menggali atau mendapatkan informasi untuk suatu tujuan

tertentu (Herdiasnyah, 2010). Data wawancara yang didapatkan selama Praktek

Kerja Lapang (PKL) yaitu data mengenai penerapan pengawasan produksi di PT.

Blambangan Foodpackers Indonesia meliputi pengadaan bahan baku, tahan proses

produksi, personal hygiene karyawan, penyediaan sarana prasana serta sistem

pengendalian hama yang ada di PT. Blambangan Foodpackers Indonesia.

B. Observasi

Observasi merupakan suatu kegiatan mencari data yang dapat digunakan

untuk memberikan suatu kesimpulan atau diagnosis. Observasi dapat diartikan

sebagai memperhatikan atau mengikuti dalam arti mengamati dengan teliti dan

sistematis sasaran perilaku yang dituju (Herdiansyah, 2010). Data yang

didapatkan saat melakukan observasi yakni kesesuaian antara prosedur yang telah

dietatpkan oleh perusahaan dengan kenyataan dilapangan selama proses produksi

ikan sardine dalam kaleng berlangsung. Data tersebut meliputi keadaan

lingkungan dan lokasi pabrik, kegiatan sanitasi, personal hygiene dan penyediaan

sarana dan prasarana.


18

C. Partisipasi Aktif

Pengumpulan data dengan partisipasi aktif dilakukan dengan mengikuti

secara langsung berbagai kegiatan yang dilakukan dalam proses produksi ikan

sardine dalam kaleng di PT. Blambangan Foodpackers Indonesia. Kegiatan yang

berkaitan dengan PKL di PT. Blambangan Foodpackers Indonesia juga dilakukan

untuk mendapatkan pengalaman kerja serta informasi mengenai industri

pengolahan ikan. Data yang didapatkan yakni data mengenai tahapan proses

produksi ikan sardine dalam kaleng di PT. Blambangan Foodpackers Indonesia.

3.1.2 Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari suatu organisasi atau

perorangan. Data sekunder bentuknya berupa sumber pustaka yang mendukung

penelitian ilmiah serta diperoleh dari literatur yang relevan (Sanusi, 2014). Data

sekunder digunakan apabila peneliti tidak bisa mendapatkan informasil terkait

secara langsung dan dapat juga digunakan sebagai pembanding data primer. Data

sekunder yang didapatkan selama PKL yakni data keadaan umum lokasi PKL,

dan SOP proses produksi ikan sardine dalam kaleng di PT. Blambangan

Foodpackers Indonesia.
19

3.3 Rencana Kegiatan

Pelaksanaan Praktek Kerja Lapang (PKL) akan dilaksanakan pada tanggal 17

Desember 2018 s/d 31 Januari 2019 dengan jadwal sebagai berikut :

Tabel 1. Jadwal kegiatan praktek kerja lapang

Keterangan Bulan
Kegiatan
Oktober November Desember Januari Febuari Maret

Judul
Konsultasi
Judul
Perubahan
Revisi
Pkl
Revisi
Ujian
DAFTAR PUSTAKA

[FAO] Food and Agriculture Organization of the United Nations. 2018. Sardinella
lemuru (Bleeker, 1853). http://www.fao.org/fishery/species/2892/en. 4 hal.
diakses tanggal 10 November 2018 (19.43).

Adawyah, R. 2008. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Bumi Aksara. Jakarta. hal.
25-34.

Batafor, Y.M.J. 2014. Peningkatan Kualitas Minyak Ikan Sardin (Sardinella sp.)
Dengan Sentrifugasi Dan Adsorben. Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
hal. 1-75.

Djaelani, A.R. 2013. Teknik Pengumpulan Data Dalam Penelitian Kualitatif. Jurnal
Majalah Ilmiah Pawiyatan 20(1) : 82-92.

Faber, J. M. and E. C. D. Todd. 2000. Safe Handling of Foods. Marcel Dekker,


Inc. New York. pp. 335-372.

FishBase. 2018. Sardinella lemuru Bleeker, 1853.


http://www.fishnbase.org/sumary/1510. diakses tanggal 2 November 2018
(19.35).

Gitosudarmo, I. 2002. Manajemen Operasi. Edisi Kedua. Yogyakarta : BPFE.

Haris, S.W. 2004. Review: Fish Oil Supplementation: Evidence For Health
Benefits. Cleveland Clinic Journal of Medicine, 71 (3) : 208-219.

Herdiansyah, H. 2010. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Jakarta : Salemba


Humanika.

Hudaya, S. 2008. Tahapan Proses Pengalengan. Makalah pada Pelatihan Teknologi


Pengolahan Hasil Pertanian Pengolahan dan Pengawetan Pangan. 13
Oktober 2008. 24 hal.

Integrated Taxonomic Information System (ITIS). 2018. ITIS Report: Sardinella


lemuru Bleeker, 1853. http://www.itis.gov/servlet/SingleRpt/SingleRpt 1 hal.
diakses tanggal 10 November 2018 (19.00).

Jacoeb, A.M., M. Hamdani., dan Nurjanah.2008. Perubahan Komposisi Kimia dan


Vitamin Daging Udang Ronggeng (Harpiosquilla raphidea) Akibat
Perebusan. Buletin Teknologi Hasil Perikanann XI (2).
Junais,I., N. Brasit., dan R. Latief. 2010. Kajian Strategi Pengawasan dan
Pengendalian Mutu Produk Ebi Furay PT. Bogatama Indonesia.

Kristianti, C.T.S. 2011. Hukum Perlindungan Konsumen. Sinar Grafika.Jakarta.

Liufeto, D.S., Darmanto, dan T.W Agustini. 2016. Kualitas Pengolahan Ikan Kayu di
Kabupaten Sikka. Prosiding Seminar Nasional Kelautan. Universitas
Trunojoyo Madura.

Maulana, I.T., Sukraso., dan S. Damayanti. 2014. Kandungan Asam Lemak


Dalam Minyak Ikan Indonesia. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis,
6 (1) : 121-130.

Merta, I.G.S., K. Widana., Yunizal., and R. Basuki. 2000. Status Of The Lemuru
Fishery In Bali Strait Its Development And Prospects. FAO : 1-52.

Murniyati, A. S. dan Sunarman. 2004. Pendinginan Pembekuan dan Pengawetan


Ikan. Kanisius. Yogyakarta. hal. 32-35.

Poedjiadi, A dan Supriyanti, T.M.F. 2009. Dasar – Dasar Biokimia. Cetakan


Pertama. Universitas Indonesia (UI-Press). Jakarta. hal 445-466.

Pradini, S., M. F. Rahardjo dan R. Kaswadji. 2001. Kebiasaan Makanan Ikan


Lemuru (Sardinella lemuru) di Perairan Muncar Banyuwangi. Jurnal
Iktiologi Indonesia. Bogor. 1 (1) : 41-45.

Rachmawati, F. J. dan S. Y. Triyana. 2014. Perbandingan Angka Kuman pada


Cuci Tangan dengan Beberapa Bahan sebagai Standarisasi Kerja di
Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Islam
Indonesia. Jurnal Penelitian & Pengabdian. http://dppm.uii.ac.id. hal. 1-13.

Rahimah, S. 2011. Pengemasan Bahan Pangan dalam Kemasan Logam. Jurnal


Teknologi Pangan. Fakultas Teknologi Industri Pangan Padjadjaran.
Bandung. hal 1-3.

Salamah, E., Ayuningrat, E., dan Purwaningsih, S. 2008. Penapisan Awal Komponen
Bioaktif dari Kijing Taiwan (Anadonta woodiana Lea.) Sebagai Senyawa
Antioksidan. Buletin Teknologi Hasil Perikanan 11(2) : 119-132.

Sanusi, A. 2014. Metodologi Penelitian Bisnis. Cetakan Keempat. Jakarta: Salemba


Empat.

Siagian P.S. 2000. Peranan Staf dalam Manajemen. Jakarta: Bumi Aksara.
Tampubolon, W.V., S. Sukimin., dan M.F.Rahardjo. 2002. Aspek Biologi
Reproduksi Dan Pertumbuhan Ikan Lemuru (Sardinella longiceps C.V.) di
Perairan Teluk Sibolga. Jurnal Iktiologi Indonesia, 2 (1) : 1-7.

Thaherr, H. 2005. Sistem Manajemen HACCP ( Hazard Analysis CriticalControl


Points). Jakarta. Bumi Aksara.

Widodo, J. 2001. Pengamatan Sanitasi dan Higiene di Unit Pengolahan PT.


Maya Muncar. Jakarta 20: 9-17.

Wulandari, D.A., Abida, I.W., dan Farid, A. 2009. Kualitas Mutu Bahan Mentah dan
Produk Akhir Pada Unit Pengalengan Ikan Sardine di PT. Karya Manunggal
Prima Sukses Muncar Banyuwangi. Jurnal Kelautan 2(1) : 41-49.
23

LAMPIRAN

Lampiran 1. Lokasi PT. Blambangan Foodpackers Indonesia, Banyuwangi,


Jawa Timur

(Sumber : www.maps.google.co.id diakses pada tanggal 10 Desember 2018)


24

Lampiran 2. Susunan Sementara Kerangka Laporan Praktek Kerja Lapang

Judul:
PENGAWASAN MUTU PROSES PRODUKSI IKAN LEMURU
(Sardinella lemuru) DALAM KALENG DI PT. BLAMBANGAN
FOODPACKERS INDONESIA, BANYUWANGI, JAWA TIMUR

HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN
RINGKASAN
SUMMARY
KATA PENGANTAR
UCAPAN TERIMAKASIH
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
I PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakang
1.2 Tujuan
1.3 Manfaat
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bahan Baku Ikan Lemuru (Sardinella lemuru)
2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi
2.1.2 Biologi
2.1.3 Kandungan Gizi dan Manfaat
2.2 Pengalengan Ikan
2.3 Pengawasan Proses Produksi
2.4 Pengawasan Mutu Produk
III PELAKSANAAN KEGIATAN
3.1 Waktu dan Tempat
3.2 MetodeKerja
25

3.3 MetodePengumpulan Data


3.3.1 Data Primer
A. Wawancara
B. Observasi
C. PartisipasiAktif
3.3.2 Data Sekunder
3.4 Jadwal Pelaksanaan
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Keadaan Umum Lokasi Praktek Kerja Lapang
4.1.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan
4.1.2 Letak Geografis dan Topografi Lokasi
4.1.3 Organisasi
A. Struktur Organisasi dan Tenaga Kerja
B. Tujuan Pokok dan Fungsi
C. Visi dan Misi
4.1.4 Produk dan Jangkauan Pasar
4.2 Penerapan Pengawasn Produksi di PT. Blambangan Foodpackers Indonesia
4.2.1 Personal Hygiene karyawan
4.2.2 Pengadaan Bahan Baku Ikan Kaleng
4.2.3 Tahapan Proses Produksi Ikan Lemuru Dalam Kaleng
4.2.4 Lingkungan dan Lokasi Produksi
4.2.5 Bangunan, Peralatan, dan Fasilitas Unit Usaha
4.2.6 Fasilitas dan Kegiatan Sanitasi
4.2.7 Sistem Pengendalian Hama
4.3 Manajemen Pengawasan di PT. Blambangan Foodpackers Indonesia
4.4 Faktor dan Kendala Pengawasan Mutu
V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
26

Lampiran 3. Daftar Pertanyaan

1. Keadaan Umum Lokasi Praktek Kerja Lapang

a. Bagaimana sejarah perkembangan PT. Blambangan Foodpackers

Indonesia

b. Dimana lokasi PT. Blambangan Foodpackers Indonesia

c. Bagaimana struktur organisasi PT. Blambangan Foodpackers Indonesia

dan ketenagakerjaannya

d. Apa sajakah visi dan misi PT. Blambangan Foodpackers Indonesia

e. Apa sajakah produk di PT. Blambangan Foodpackers Indonesia dan

bagaimana jangkauan pasarnya

2. Penerapan Pengawasn Produksi di PT. Blambangan Foodpackers Indonesia

a. Bagaimana personal hygiene karyawan di PT. Blambangan Foodpackers

Indonesia

b. Bagaimana pengadaan bahan baku ikan kaleng yang ada di PT.

Blambangan Foodpackers Indonesia

c. Apa sajakah tahapan proses produksi ikan lemuru dalam kaleng PT.

Blambangan Foodpackers Indonesia

d. Bagaimana lingkungan dan lokasi produksi ikan lemuru dalam kaleng di

PT. Blambangan Foodpackers Indonesia

e. Terdiri dari apa sajakah bagian – bagian bangunan, peralatan, dan fasilitas

unit usaha di PT. Blambangan Foodpackers Indonesia


27

f. Bagaimana kegiatan sanitasi pada proses produksi ikan lemuru dalam

kaleng di PT. Blambangan Foodpackers Indonesia

g. Bagaimana sistem pengendalian hama di PT. Blambangan Foodpackers

Indonesia

3. Manajemen Pengawasan di PT. Blambangan Foodpackers Indonesia

a. Bagaimana manajemen pengawasan produksi ikan lemuru dalam kaleng

yang ada di PT. Blambangan Foodpackers Indonesia

b. Apa sajakah kegiatan yang dilakukan dalam pengawasan proses produksi

ikan lemuru dalam kaleng di PT. Blambangan Foodpackers Indonesia

4. Faktor dan kendala Pengawasan Mutu

a. Apa sajakah faktor yang berpengaruh dalam pengawasan mutu produksi

ikan lemuru dalam kaleng di PT. Blambangan Foodpackers Indonesia

b. Apa sajakah kendala yang dihadapi dalam pengawasan mutu produksi ikan

lemuru dalam kaleng di PT. Blambangan Foodpackers Indonesia dan

bagaimana cara mengatasinya

Anda mungkin juga menyukai