Anda di halaman 1dari 49

i

DISTRIBUSI BAKTERI Vibrio spp PADA SAAT SURUT DI PERAIRAN


PULAU BARRANGLOMPO, KOTA MAKASSAR, SULAWESI SELATAN

SKRIPSI

Oleh :
IDA RACHMANIAR RAMLI
L11113511

DEPARTEMEN ILMU KELAUTAN


FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
ii

ABSTRAK

IDA RACHMANIAR RAMLI. Distribusi Bakteri Vibrio Spp Pada Saat Surut Di
Perairan Pulau Barranglompo, Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Di bawah
bimbingan Arniati Massinai, sebagai pembimbing Utama dan Yayu Anugrah La
Nafie sebagai pembimbing anggota.

Vibrio merupakan salah satu jenis bakteri yang banyak menginfeksi biota,
bakteri ini sangat mudah tersebar dan mengakibatkan beberapa penyakit pada
biota, termaksud biota laut yang terdapat pada pulau barranglompo. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui distribusi bakteri Vibrio spp di perairan Pulau
Barranglompo pada saat surut. Pengambilan sampel air menggunakan botol
sampel sebanyak 100 mL. metode penyaringan sampel menggunakan kertas
whatman 0,45 µm dan disolasi pada medium TCBS Agar. Perhitungan jumlah
koloni menggunakan metode hitungan cawan. Hasil yang diperoleh menunjukan
tidak ada perbedaan nyata dari populasi Vibrio pada daerah pasir, lamun dan
terumbu karang, begitupun pada populasi Vibrio di masing-masing stasiun utara,
timur, selatan, barat pulau Barranglompo. Hal tersebut kemungkinan diakibatkan
oleh kondisi perairan juga menunjukan hasil yang relatif sama di masing-masing
daerah dan stasiun sampling.

Kata Kunci : Kota Makassar, Barranglompo, Bakteri, Vibrio


iii

ABSTRACK

IDA RACHMANIAR RAMLI. Distributions of Vibrio spp at low tide in the waters of
Barranglompo Island, Makassar City, South Sulawesi. “Guided by Arniati
Massinai, as primary advisior and Yayu Anugrah La Nafie as secondary
advisior”.

Vibrio is one type of bacteria that many infect the biota, this bacteria is very
easily spread and cause some diseases in the biota, which means marine life
contained on the Barranglompo Island. The purpose of this research to know
distribution of Vibrio spp in Barranglompo Island at low tide. Water sampling use a
bottle as much as 100 mL. Sample filtering method is use Whatman 0,45 µm and
isolation in TCBS Agar. Calculation of number of colonies using the cup count
method. The result show there was no significant difference on the Vibrio
population in sand, seagrass and coral reefs, as well as in the Vibrio population in
each station north, east, south, west of Barranglompo Island. This may be caused
by water conditions, which show relatively similar results in each region and
sampling stations.

Key Words : City of Makassar, Barranglompo Island, Bacteria, Vibrio


iv

DISTRIBUSI BAKTERI Vibrio spp PADA SAAT SURUT DI PERAIRAN


PULAU BARRANGLOMPO, KOTA MAKASSAR, SULAWESI SELATAN

Oleh:
IDA RACHMANIAR RAMLI

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada
Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan

DEPARTEMEN ILMU KELAUTAN


FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
v

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Skripsi : Distribusi Bakteri Vibrio Spp Pada Saat Surut Di Perairan
Pulau Barranglompo, Kota Makassar, Sulawesi Selatan

Nama Mahasiswa : Ida Rachmaniar Ramli

Nomor Pokok : L11113 511

Program Studi : Ilmu Kelautan

Skripsi telah diperiksa

dan disetujui oleh:

Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota,

Dr. Ir. Arniati Massinai, M.Si Dr. Yayu Anugrah La Nafie, ST., M.Sc

NIP. 19660614 199103 2 002 NIP.19710823 200003 2 002

Mengetahui,

Dekan Ketua Departemen

Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Ilmu Kelautan,

Prof. Dr. Ir. Jamaluddin Jompa, M.Sc Dr. Mahatma Lanuru, ST. M.Sc

NIP. 19670308 199003 1 001 NIP. 19701029 199503 1 001

Tanggal Lulus: 21 Juli 2017


vi

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkah,

rahmat dan Inayah-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan

skripsi ini. Seiring selesainya penulisan skripsi ini, perkenankanlah penulis

menyampaikan ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya dan penghargaan yang

setinggi-tingginya kepada yang terhormat :

1. Kedua orang tuaku: ayahanda Drs. H. Muh. Ramli, M.Pd dan Ibunda Hj. A.

Idalwati, S.Pd., M.Si yang telah melahirkan, membesarkan, mendidik dan

memberi semangat, limpahan kasih sayang, waktu serta tenaganya untuk

memotivasi, memberi dukungan dan semangat yang tiada hentinya selama

penulis menempuh pendidikan.

2. Terima Kasih Kepada saudara – saudara kandungku yaitu, Adik Isra

Miraj’man Ramli, Ida Rachmalia Ramli serta Muh. Rahman Ramli Kalian

adalah Penyemangat dan pengering peluhku selama menempuh pendidikan.

3. Kepada Pembimbing utama yang telah saya anggap seperti orang tua saya

sendiri yaitu Ibunda Tercinta Dr. Ir. Arniati Masinai, M.Si. sekaligus

Penasehat Akademik yang senantiasa meluangkan waktu dan kesempatan

serta memberikan dukungan, arahan dan bimbingan, Kepada ibu Dr. Yayu

Anugrah La Nafie, ST., M.Sc. selaku pembimbing anggota yang senantiasa

memberi arahan dan masukan serta dukungan moril dalam menyelesaikan

tulisan ini dengan sangat sabar dan tekun selama penulis menjadi mahasiswa

di Departemen Ilmu Kelautan, FIKP, Universitas Hasanuddin

4. Kepada Penguji b apak Prof. Dr. Ir. Abdul Haris, M.Si., bapak Dr. Ir.

Syafiuddin M.Si., dan Bapak Drs. Sulaiman Gosalam, M.Si., yang telah
vii

memberikan kritik dan saran yang sangat membangun dalam penulisan skripsi

ini.

5. Kepada Bapak Dekan FIKP, Bapak Ketua Departemen Ilmu Kelautan, Kepada

seluruh Dosen dan Staf Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas

Hasanuddin.

6. Terkhusus buat kak Huyyirnah, S.P., M.P. yang senantiasa berbagi ilmu dan

memberi support selama penulis dalam proses penyelesaian penelitian.

Terima kasih telah membagikan ilmu pengetahuan dan pengalamannya

kepada penulis.

7. Kepada teman-teman yang telah membantu dalam penyelesaian penelitian

Riska Adriana, Ayu Lestari dan Dewi Sri Kurnia yang telah saya anggap

seperti saudara sendiri. Kak Nizar Hardiansyah, Kak Andiyari, Kak Sufardin,

Kak Sadik, Kak Nurul Fitri Hayati dan kak Asirwan

8. 9. Kepada saudara – saudara seperjuanganku, Patmawati, Sheryl Alprianti,

Reny Anggraeny, Syequido Sora Datu, Angga Dwiyanto, Ratna Sari dan

Megawati Samad, terima kasih atas keakraban dan kebersamaan ini. Tidak

lupa pula Kepada teman – teman seangkatan ku yang saya cintai “KERITIS”

yang selalu kompak dan selalu ada ketika masa – masa sulit dan bahagia

selama di bangku perkuliahan.

9. Sahabat sahabatku Nabila Letviana, Andi Sugiana Sartifar, Hikmawaty

Nur, Dwiyuni Wulandari, Akifah, Dwi Putri Utami dan Siska Sri Wahyuni

serta Ade porwati, A. Nurul Zakiyah “MENID” yang selalu memberikan motivas

dan pelajaran hidup secara tidak langsung. Kepada teman sePOSKO KKN

Gel. 93, kelurahan Tamalatea : kak Wahida, kak Achmad Akbar Sentot, kak

Muh. Ikhsan dan saudari Indria Serukana terima kasih atas semangat dan

motivasi serta kebersamaanya selama menjalani Kuliah Kerja Nyata.


viii

Serta masih sangat banyak orang-orang yang membantu dalam

menyelasaikan tulisan ini baik secara moril maupun non moril yang tidak bisa saya

sebutkan satu-persatu. Penulis mengetahui jika tanpa bantuan kalian semua maka

tulisan ini tidak angka pernah mencapai akhir yang baik, oleh karena itu sekali lagi

penulis ucapkan terima kasih setulus-tulusnya, tanpa kalian semua tidak akan ada

artinya. Akhir kata, penulis mengharapkan skripsi ini dapat memberikan manfaat

dalam perkembangan ilmu pengetahuan di masa depan. Amin Ya Rabbal

Alamin…!!!

Makassar, Juni 2017

IDA RACHMANIAR RAMLI


ix

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 07 Februari 1995 di

Watampone. Anak pertama dari empat bersaudara dari

Ayahanda Drs. H. Muh. Ramli., M.Pd dan Hj. A. Idalwati.,

M.Si. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 13

Biru, Kabupaten Bone tahun 2007, pendidikan lanjutan di

Pondok Pesantren Al-Ikhlas, Desa Ujung, Kecamatan Dua Boccoe, Kabupaten

Bone tahun 2007 dan pendidikan sekolah menengah di SMAN 1 Watampone

tahun 2013. Pada tahun 2013 melalui Seleksi Jalur Non Subsidi penulis berhasil

diterima pada Program Studi Ilmu Kelautan, Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu

Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin, Makassar.

Masa perkuliahan penulis aktif di organisasi kemahasiswaan yaitu

Himpunan Mahasiswa Ilmu Kelautan (HMIK) peroide 2014 - 2015 dan Anggota

Muda Marine Science Diving Club Universitas Hasanuddin peroide 2013 - 2014

Penulis juga aktif sebagai asisten mata kuliah Mikrobiologi Laut.

Penulis menyelesaikan rangkaian tugas akhir di Fakultas Ilmu Kelautan

dan Perikanan dalam mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Kel. Tonrokassi, Kec.

Tamalatea Kab. Jenneponto dan melakukan Praktik Kerja Lapang (PKL) di Balai

Besar Karantina Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Makassar.

Sebagai tugas akhir, penulis melakukan penelitian dengan Judul Distribusi Bakteri

Vibrio Spp Pada Saat Surut Di Perairan Pulau Barranglompo, Kota Makassar,

Sulawesi Selatan
x

DAFTAR ISI

ABSTRAK ........................................................................................................... ii

ABSTRACK ....................................................................................................... iii

UCAPAN TERIMA KASIH.................................................................................. vi

RIWAYAT HIDUP............................................................................................... ix

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xii

DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiii

DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xiv

I. PENDAHULUAN............................................................................................. 1

A. Latar Belakang ................................................................................................ 1

B. Tujuan dan Kegunaan ..................................................................................... 2

C. Ruang Lingkup ................................................................................................ 3

II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 4

A. Pulau Barranglompo........................................................................................ 4

B. Bakteri Laut ..................................................................................................... 4

C. Peranan Vibrio................................................................................................. 5

D. Patogenitas Vibrio ........................................................................................... 6

E. Parameter Perairan Bakteri ............................................................................. 7

III. METODOLOGI PENELITIAN........................................................................ 11

A. Waktu dan Tempat ........................................................................................ 11

B. Alat dan Bahan.............................................................................................. 12

C. Prosedur Kerja .............................................................................................. 13


xi

1. Stasiun Sampling .......................................................................................... 13

2. Pengambilan Sampel .................................................................................... 13

3. Analisis bakteri Vibrio spp ............................................................................ 15

4. Analisis Data ................................................................................................. 17

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................ 18

A. Parameter Kualitas Air Pulau Barranglompo ................................................. 18

B. Morfologi Bakteri Vibrio spp........................................................................... 20

C. Uji Reaksi Biokimia Bakteri Vibrio spp ........................................................... 21

D. Jumlah Bakteri Vibrio spp Pulau Barranglompo............................................. 22

E. Distribusi Bakteri Vibrio spp Pulau Barranglompo.......................................... 24

V. SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 26

A. Kesimpulan ................................................................................................... 26

B. Saran ............................................................................................................ 26

DAFTAR PUSTAKA
xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Lokasi Penelitian ............................................................................. 11

Gambar 2. Koloni bakteri pada media TCBS Vibrio spp.................................... 20

Gambar 3. Morofologi sel Bakteri Vibrio spp ..................................................... 21

Gambar 4. Rata Rata Jumlah Bakteri Vibrio ..................................................... 22

Gambar 5. Peta Sebaran dan Kecepatan Arus Pulau Barranglompo ................. 23

Gambar 6. Peta Distribusi Pulau Barranglompo................................................ 24

Gambar 7. Distribusi Bakteri Vibrio spp pada daerah ....................................... 25


xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Data Parameter Kualitas Air di Perairan Pulau Barranglompo............ 18

Tabel 2. Hasil pengujian Reaksi biokimia Bakteri Vibrio spp ............................. 21


xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Pengambilan dan pengukuran sampel air ..................................... 32

Lampiran 2. Pengukuran BOT dan Penyaringan Sampel air ............................. 32

Lampiran 3. Morofologi Koloni dan Sel Bakteri Vibrio spp.................................. 32

Lampiran 4. Uji Oksidase dan Katalase ............................................................ 33

Lampiran 5. Pengujian MrVp dan Mio ............................................................... 33

Lampiran 6. Uji TSIA, SCA dan Malonate ......................................................... 33

Lampiran 7. Uji Lia, OF dan Urea ..................................................................... 34

Lampiran 8. Uji Nitrat, Gelatine dan Glukosa .................................................... 34


1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Vibrio merupakan salah satu jenis bakteri yang banyak menginfeksi biota,

bakteri ini sangat mudah tersebar. Sebaran bakteri ini mengakibatkan beberapa

penyakit pada biota, termaksud biota laut. Beberapa kasus bakteri Vibrio telah

menyebabkan penyakit dan kematian pada ikan dan avertebrata laut, baik pada

fase larva maupun fase dewasa (Elmanama et al., 2006). Wijayati dan Handayani

(1999) mendapatkan bahwa pada ikan kerapu tikus yang sakit diisolasi sekitar 7

jenis Vibrio yaitu V. anguillarum, V. alginolyticus, V. parahaemolyticus, V. marinus,

V. algosus, V. fuscus dan V.hypa/us. Seng (1994) menyatakan bahwa V.

parahaemolyticus dan V. Alginolyticus merupakan bakteri potensial penyebab

kematian pada ikan kerapu. Demikian juga Kasonchandra (1999) menyatakan

bahwa V. parahaemolyticus dan V. alginolyticus berperan sebagai penyebab

terjadinya kematian pada benih ikan laut hingga mencapai 80·90%.

Selain pada ikan, bakteri Vibrio juga ditemukan di beberapa jenis hewan

avertebrata laut seperti pada udang dan kerang di pasar tradisional Kota Denpasar

(Pasar Ketapian, Pasar Kumbasari, dan Pasar Pidada) (Widyastana, 2015),

Sussman (2009) menemukan bakteri Vibrio pada karang Montastrea

aquetuberculkata dan Pachyseris speciosa yang terinfeksi penyakit White

syndrome (WS) yang berasal dari Nelly bay, Great Barrier Reef Australia. Usman

(2015) mengidentifikasi bakteri Vibrio yang berasosiasi dengan karang jenis

Acropora muricata yang terinfeksi penyakit brown band (BRB) di perairan Pulau

Barranglompo, Sulawesi Selatan Indonesia. Hashem and Al-Barbary (2013)

melaporkan bahwa Vibrio harveyi menyebabkan penyakit vibriosis pada ikan hias
2

laut Arabian surgeon (Acanthurus sohal). Lafferty et al (2014) menemukan pula

kematian moluska jenis Haliotis tuberculat akibat infeksi Vibrio harvei.

Penyebaran bakteri Vibrio di berbagai daerah laut telah banyak ditemukan

karena bakteri Vibrio merupakan bakteri yang berasal dari laut (Fardiaz, 2002),

Selain di ekosistem perairan, bakteri ini banyak ditemukan pada permukaan air

yang terkontaminasi faces (Osawa, 2008) dan keberadaan jumlah penduduk

berkaitan dengan pembuangan limbah organik, sehingga penyebaran bakteri

Vibrio sangat mudah ditemukan.

Pulau Barrang Lompo merupakan bagian dari wilayah administrasi

Kecamatan Ujung Tanah, Kota Makassar dengan total luas wilayah 20,38 Ha.

Diantara 5 Pulau Spermonde yang masuk wilayah Kota Makassar, Pulau Barrang

Lompo merupakan pulau termaju dan terbanyak kedua jumlah penduduknya

setelah Pulau Kodingareng. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Kota

Makassar (BPS, 2015) Kelurahan Barrang Lompo memiliki jumlah penduduk 4.647

jiwa yang terdiri atas 2.358 orang laki-laki dan 2.289 orang perempuan. Menurut

Asnari dkk (2011) bahwa kepadatan penduduk berkaitan dengan jumlah

pembuangan limbah organik. Kandungan limbah organik mengandung unsur atau

senyawa yang dibutuhkan bakteri untuk bertumbuh dan berkembang biak.

Berdasarkan beberapa penelitian sebelumnya Vibrio dapat menginfeksi

invertebrata dan vertebrata yang hidup di perairan laut, namun sebarannya di

perairan laut belum dilakukan khususnya di Pulau Barranglompo. Untuk itu

penelitian ini penting dilakukan.

B. Tujuan dan Kegunaan

Tujuan untuk mengetahui distribusi bakteri Vibrio spp di perairan Pulau

Barranglompo pada saat surut.


3

Sedangkan kegunaannya sebagai bahan informasi kepada peneliti

pemerintah, dan stakekholder.

C. Ruang Lingkup

Ruang Lingkup penelitian ini meliputi, inokulasi, perhitungan, dan

identifikasi. pengukuran parameter lingkungan seperti salinitas, pH, bahan organik

total (BOT), arah dan kecepatan arus.


4

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pulau Barranglompo

Pulau Barrang Lompo merupakan bagian dari wilayah administrasi

Kecamatan Ujung Tanah, Kota Makassar dengan total luas wilayah 20,38 Ha.

memiliki jumlah penduduk 4.647 (BPS, 2015) Dengan penduduk yang padat

tersebut menyebabkan pulau ini berpotensi memiliki banyak sampah dan kotoran

manusia (tinja). Sampah dan tinja pada umumnya dibuang langsung ke perairan

laut, selain itu perairan pulau Barranglompo menerima sampah dan tinja terbawa

oleh aliran air dan arus dari daratan utama dan pulau Barranglompo, karena jarak

dari Kota Makassar dan pulau Barranglompo cukup dekat ± 12 km (Arifin, 2010).

Hal ini menjadi salah satu faktor pertumbuhan bakteri Vibrio berupa Bahan Organik

Terlarut (BOT) yang menjadi nutrisi di perairan untuk bakteri Vibrio.

B. Bakteri Laut

Bakteri memiliki ratusan ribu spesies yang hidup di darat hingga lautan dan

pada tempat-tempat yang ekstrim. Bakteri termasuk dalam golongan prokariotik

uniseluler, tidak mempunyai selubung inti, pada umumnya mempunyai ukuran sel

0,5-1,0 µm x 2,0-5,0 µm, dan terdiri dari empat bentuk dasar yaitu bentuk bulat

atau kokus, batang atau basil, koma dan spiral (Dwidjoseputro, 1985).

Komposisi bakteri laut diketahui sekitar 80 % jenis yang berbentuk batang

dan 95% Gram negatif. Bakteri laut sebagian besar bergerak secara aktif karena

memiliki flagel dan mampu mencerna hampir semua senyawa organik yang

mengalami perubahan menjadi senyawa anorganik akibat kegiatan bakteri laut.

70% mengandung pigmen dan mempunyai toleransi yang besar terhadap suhu

tetapi sensitif terhadap suhu tinggi (Sidharta, 2000)


5

Beberapa jenis bakteri yang umum dijumpai di laut adalah Pseudomonas,

Vibrio, Flavobacterium, Achromobacter, dan Bacterium (Sidharta, 2000).

Penyebaran bakteri laut dipengaruhi oleh banyak faktor, misalnya gerakan

air laut yang dapat membawa bakteri berada di dekat pantai, tapi pada saat

berikutnya sudah berada sekian kilometer dari pantai. Hal ini membawa akibat

pada penyebaran bakteri laut, terutama yang melayang-layang dalam kolom air.

Selain berada di kolom air, bakteri juga dapat berada pada sedimen karena

sedimen merupakan habitat yang kompleks sehingga menguntungkan tumbuhnya

mikroorganisme. Nutrisi partikel yang melewati kolam air mengumpul di dalam

permukaan sedimen. Sebagian besar sedimen laut mengandung sejumlah bakteri

yang sangat tinggi. Jumlah bakteri menurun dengan berkurangnya jumlah nutrisi

yang tersedia pada kondisi anoksida (Sidharta, 2000).

C. Peranan Vibrio

Vibrio memainkan peranan penting dalam siklus nutrisi di lingkungan

perairan melalui pemecahan bahan organik (Thompson et al., 2004). Vibrio

menyediakan asam lemak tak jenuh esensial bagi rantai makanan akuatik

(Nichols, 2003). Vibrio juga dapat mendegradasi kitin, sebuah homopolimer N-

asetil glukosamin, yang merupakan salah satu pool terbesar gula amino di lautan

(Rieman dan Azam, 2002).

Vibrio telah dieksploitasi untuk berbagai keperluan. Organisme ini telah

digunakan untuk biomonitoring lingkungan perairan karena dapat memproduksi

autoinduser berupa N-acyl homoserine lakton yang dapat mengontrol terjadinya

infeksi dan pembentukan biofilm (Tanaka et al., 2002). Selain itu, spesies tertentu

dari bakteri ini digunakan untuk produksi vaksin dan probiotik, dan dapat

melakukan bioremediasi hidrokarbon poliaromatik (Thompson et al., 2004).


6

D. Patogenitas Vibrio

Vibrio sp merupakan bakteri akuatik yang dapat ditemukan di sungai,

muara sungai, kolam, dan laut. (Liston, 1989). Vibrio cholerae banyak ditemukan

pada permukaan air yang terkontaminasi oleh feses yang mengandung bakteri

tersebut (Osawa, 2008). Oleh karena itu, penularan penyakit kolera ini dapat

melalui air, makanan, dan sanitasi yang buruk (Purwoko, 2007)

Bakteri Vibrio patogen mampu menimbulkan penyakit Epizotic, namun

beberapa bakteri Vibrio juga hanya dapat bersifat patogen ketika organisme

tersebut mengalami luka akibat parasit, stress dan luka fisik (Zafran et al.,1998).

Hal ini dapat dilihat dari beberapa spesies bakteri patogen yang sering ditemukan

pada ikan dan produk perikaan antara lain: Vibrio parahaemolyticus dan jenis

Vibrio lainya, Escherichia coli, Aeromonas spp., Salmonella spp., Staphylococcus

aureus, Listeria monocytogenes, Clostridium botulium, C.perfringens, dan Shigella

spp. (Feldhusen, 2000; novotny et al., 2004). Serta udang yang terserang Vibrio

umumnya ditandai dengan gejala klinis, di mana udang terlihat lemah, berwarna

merah gelap atau pucat, antena dan kaki renang berwarna merah. Bakteri Vibrio

sp merupakan jenis patogen yang menginfeksi dan menyebabkan penyakit pada

saat kondisi udang lemah dan faktor lingkungan yang ekstrim (Lopillo, 2000).

Bakteri Vibrio dapat hidup pada permukaan tubuh inangnya (dengan cara

menempel) atau pada organ tubuh bagian dalam inangnya, seperti hati, usus

dan sebagainya. Dampak langsung bakteri patogen ini adalah terjadinya

gangguan tingkat kesehatan inangnya, atau bahkan dalam keadaan tertentu

dapat menyebabkan kematian (Pelczar and Chan, 2006).

Adanya jenis bakteri vibrio yang berpotensi sebagai penyakit vibriosis pada

ikan kerapu macan di Keramba jaring Apung kabupaten Barru (Ilmiah, 2012), lalu

(Widyastana, 2015) menemukan adanya bakteri Vibrio penyebab penyakit cholera

pada tubuh udang dan kerang-kerangan di Pasar Tradisional Denpasar.


7

E. Parameter Perairan Bakteri

Parameter perairan air laut berpengaruh terhadap keberadaan,

pertumbuhan, dan perbanyakan bakteri. Factor-faktor yang berpengaruh berupa

factor biotik seperti spesies mikroba lain dan abiotik , seperti suhu, pH, salinitas,

Bahan Organik Terlarut (BOT) dan arus (Rofi’I, 2009).

1. Biotik

Faktor biotik yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba adalah

pertumbuhan spesies mikroba lain. Pertumbuhan dan aktifitas tiap spesies

mikroba umumnya tergantung pada aktifitas mikroba lain yang banyak jumlahnya,

ada yang menguntungkan, ada yang menyaingi dan ada pula yang sifatnya

berlawanan.

Jaelani (2014) juga menyatakan bahwa faktor biotik yang mempengaruhi

pertumbuhan mikroba yaitu bentuk jasad, sifat jasad, terutama di dalam

kehidupannya, apakah toleran terhadap suatu perubahan yang tiba - tiba ada, baik

yang datang dari lingkungan yang bersifat hidup salah satu contohnya yaitu hama.

Kemampuan jasad untuk menyesuaikan diri dan tumbuh berkembang, sekali

waktu ditemukan kehadiran jasad yang hidup sebagai biakan murni tetapi selalu

berada di dalam asosiasi dengan jasad - jasad lainnya.

2. Abiotik

Faktor abiotik merupakan faktor fisik dan kimia yang dapat mempengaruhi

pertumbuhan mikroba. Di antara faktor fisik dan kimia tersebut yaitu:

a. Suhu

Suhu merupakan salah satu faktor yang penting di dalam kehidupan.

Beberapa jenis mikroba dapat hidup pada daerah suhu yang luas sedangkan jenis
8

lainnya pada daerah yang terbatas. Pada umumnya batas daerah suhu bagi

kehidupan mikroba terletak antara 0ºC dan 90ºC (Musdalifah, 2013).

Semua proses pertumbuhan bakteri bergantung pada reaksi kimia dimana

adanya laju reaksi yang dipengaruhi oleh suhu, keragaman suhu dapat mengubah

proses metabolisme tertentu selain morfologi dari sel bakteri (Pelczar dan Chan,

1988).

Suhu perairan air laut mulai dari daerah kutub sampai air laut daerah tropis

berkisar antara 2-40ºC (Sidhartha, 2000). Liston (1957) meneliti bakteri dari

Aberdeen yang tumbuh baik pada kisaran suhu 0-20ºC dan semua bakteri hampir

mati ketika suhu meningkat menjadi 37ºC. Peningkatan suhu dikarenakan radiasi

matahari, mengakibatkan bakteri laut berkurang (Kharisma, 2012), sehingga

Lioyd (1930) menyarankan menggunakan kisaran suhu sebesar 25-35ºC saat

melakukan inokulasi agar bakteri tidak mati.

3. pH

Air dapat bersifat asam atau basa tergantung pada besar kecilnya pH air

atau besarnya konsentrasi ion hidrogen di dalam air. Air normal yang memenuhi

syarat untuk suatu kehidupan mempunyai pH antara 6,5 - 7,5. Air yang

mempunyai pH lebih rendah dari pH normal akan bersifat asam (Jaelani, 2014).

Derajat keasaman (pH) merupakan salah satu faktor lingkungan yang

berpengaruh terhadap pertumbuhan dan aktivitas bakteri (Esoy et al., 1998).

konsterasi pH perairan laut antara 7,5 dan 8,5, kemudian pH untuk pertumbuhan

bakteri berkisar antara 7,2-7,6 (Hidayat et.al, 2006).

Berdasarkan pH yang ada, mikroba dibagi menjadi 3 kelompok yaitu:

1). Asidofil, mikroba yang dapat tumbuh pada pH antara 2,0-5,0.

2). Neutrofil, mikroba yang dapat tumbuh pada kisaran pH 5,5 - 8,0.

3). Alkalifil, mikroba yang tumbuh pada kisaran pH 8,4 - 9,5


9

4. Sallinitas

Salinitas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kehidupan

serta pertumbuhan mikroorganisme di perairan. Sebaran salinitas di laut

dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah

hujan dan aliran sungai. Salinitas permukaan air laut sangat erat kaitannya

dengan proses penguapan dimana garam-garam akan mengendap atau

terkonsentrasi (Nontji, 1987).

Salinitas berupa konsentrasi seluruh bahan padat terlarut dalam air.

Salinitas permukaan air laut biasanya berkisar antara 33-37%, kecuali bila

terlarutkan oleh air hujan, mencairnya es dan masuknya air sungai

(Sidhartha,2000). Narulita (2011) mengemukakan bahwa salinitas optimal yang

baik untuk pertumbuhan bakteri laut adalah antara 25 – 40%.

5. Arus

Gerakan air di laut mempengaruhi sebaran bakteri pada perairan. Sebaran

bakteri laut mengakibatkan perhitungan jumlah sel atau koloni bervariasi

(Sidhartha, 2000). Mason (1981) menyatakan bahwa arus dengan kecepatan

<0,1 –0,25 m/s tergolong lemah.

6. Bahan Organik Terlarut

Kandungan bahan organik terlarut suatu perairan sangat erat kaitannya

dengan jumlah nutrien yang masuk ke perairan dan dipengaruhi oleh keterdekatan

lokasi dengan daratan utama. Sebagian besar bahan buangan organik yang dapat

diuraikan oleh mikroorganisme yang berada di dalam perairan, tetapi beberapa

komponen organik seperti lignin, sellulosa,dan batu bara tidak dapat atau sukar

diurai oleh mikroorganisme. Komponen - komponen tersebut akan menutupi

daerah perairan, memperdangkal daerah perairan dan juga dapat mengakibatkan

turunnya konsentrasi oksigen terlarut dalam air (Wardoyo, 1974).


10

Bahan organik terlarut (BOT) mengandung karbon, nitrat, fosfat, amoniak

dan beberapa mineral yang merupakan nutrien bagi pertumbuhan dan

perkembangbiakan mikroba patogen (Sidharta, 2000).


11

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari – Mei 2017, di perairan Pulau

Barranglompo (Gambar 1). Pengukuran parameter kualitas air seperti, suhu,

salinitas, pH, arah dan kecepatan arus dilakukan secara langsung di lapangan.

Pengukuran bahan organik total dilakukan di Laboratorium Oseanografi Kimia,

Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin, sedangkan

inokulasi dan perhitungan jumlah koloni bakteri Vibrio spp dilakukan di

Laboratorium Mikrobiologi Laut, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan,

Universitas Hasanuddin, serta pengujian biokimia dilakukan di Laboratorium Balai

Besar Pengendalian Mutu dan Keamananan Hasil Perikanan Makassar.

Gambar 1. Lokasi Penelitian


12

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada saat mengambil sampel di lapangan adalah

botol sampel 100 mL sebagai wadah untuk menyimpan sampel air, cool box

sebagai wadah untuk menyimpan sampel, GPS digunakan dalam pengambilan

titik kordinat di lokasi peneilitian, layang-layang arus digunakan dalam pengukuran

arus, thermometer digunakan untuk mengukur suhu, handrefraktometer

digunakan untuk mengukur salinitas dan kertas lakmus digunakan untuk

mengukur pH, Kemudian alat-alat yang digunakan untuk pengamatan bakteri di

laboratorium adalah cawan petri sebagai wadah medium bakteri, pipet tetes untuk

mengambil larutan, pinset sebagai alat untuk memindahkan suatu bahan, LAF

(Laminary Air Flow) sebagai alat untuk melakukan pekerjaan secara septik dan

steril, autoclave berfungsi mensterilkan alat dan bahan dalam sterilisasi basah,

oven berfungsi mensterilkan alat dalam kering, bunsen untuk mensterilkan

sebagai alat dengan panas, gloves sebagai pelindung tangan, masker untuk

melindungi diri sehingga terhindar dari kontaminasi selama pengamatan, beaker

glass dan erlenmeyer sebagai wadah, hot plate with magnetic stirrer berfungsi

sebagai alat pemanas dan pelarut larutan, loop sebagai alat untuk membantu

dalam proses pengamatan (kaca pembesar), labu semprot digunakan dalam

proses sterilisasi, inkubator sebagai alat inkubasi bakteri, pompa vacum

digunakan untuk proses filterisasi bakteri, timbangan analitik untuk menimbang

medium yang akan digunakan, mikroskop untuk melihat koloni sel bakteri Vibrio.

Adapun bahan yang digunakan pada saat pengambilan sampel di

lapangan yaitu es kristal digunakan untuk mengawetkan sampel air, aluminium foil

digunakan untuk membungkus alat.

Kemudian untuk bahan yang digunakan dalam laboratorium oseanografi

kimia dan mikrobiologi yaitu alkohol untuk sterilisasi alat, KMNO4 (Kalium

permanganat), H2SO4 (Asam sulfat), Na2C2O4 (Natrium Oksalat). Kertas saring


13

porositas berukuran 0,45 µm dengan diamater berukuran 47 mm digunakan

sebagai membran dalam proses filterisasi, aquades steril untuk pengenceran

medium, medium Thiosulfate Citrate Bilesalt Sucrose agar (TCBS-Agar) MERCK

sebagai media pertumbuhan sampel bakteri, spiritus sebagai bahan bakar bunsen,

label untuk memberikan tanda pada sampel, dan tissu untuk membersihkan

kotoran.

C. Prosedur Kerja

1. Stasiun Sampling

Stasiun sampling terdiri atas empat bagian Pulau Barranglompo. Hal ini

ditentukan berdasarkan arah mata angin, yaitu stasiun A sebelah selatan, stasiun

B sebelah timur, stasiun C sebelah barat dan stasiun D berada di sebelah utara

Pulau Barranglompo yang dianggap dapat mewakili keseluruhan pulau

Barranglompo. Setiap stasiun terdiri dari 3 titik sampling yang ditentukan

berdasarkan daerah perairan yaitu, daerah pasir, daerah lamun dan daerah

terumbu karang. Masing-masing titik subsampling dilakukan 3 kali pengulangan

peletakan titik subsampling yang satu dengan yang lainnya berjarak 10 meter ke

arah horizontal agar tidak terlalu berpengaruh terhadap ombak.

2. Pengambilan Sampel

a. Pengambilan Sampel Air Untuk Analisisi Bakteri Vibrio sp

Pengambilan sampel air dilakukan dengan memasukkan botol sampel

volume 150 mL dengan memiringkan 45 derajat ke kolom air pada kedalaman 10

cm (APHA, 1992 ) di bawah permukaan air laut. Setelah terisi air laut 100 mL, botol

sampel ditutup dan diangkat ke permukaan selanjutnya memasukkan ke dalam

cool box berisi es batu kristal.


14

b. Pengukuran parameter kualitas air dan analisis Bahan Oraganik Terlarut

Pengukuran pH dilakukan dengan mencelupkan kertas lakmus kedalam

perairan beberapa detik, kemudian diangkat dan dicocokkan dengan tabel

universal indikator pH skala 0-14. Pengukuran suhu perairan dilakukan dengan

mencelupkan thermometer kedalam air kemudian tunggu beberapa menit angkat

dan mencatat hasil pada thermometercelcius skala 10-100°c. Pengukuran

salinitas dilakukan dengan menggunakan handrefraktometer, mengambil air laut

menggunakan pipet tetes kemudian diteteskan ke prisma dan melihat hasil

salinitas pada biomaterial serta skala. (SNI, 2001)

Pengukuran kecepatan arus dilakukan dengan meletakkan layang-layang

arus, biarkan terbawa arus hingga tali tegang pada permukaan air laut dan

mencatat waktu yang dibutuhkan hingga layang-layang arus tegak lurus

dipermukaan air laut . Arah arus ditentukan berdasarkan penunjukan pada alat

berupa kompas yangtegak lurus dengan layang-layang arus. Kecepatan arus

diketahui dengan rumus (Saribun, 2007)

Rumus

V=

Keterangan :

V = Kecepatan (meter/detik)

S = Panjang Lintasan Layang-Layang Arus (meter)

T = Waktu (detik)

Penentuan BOT dilakukan berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI,

2004) yaitu mengambil sampel air sebanyak 50 mL kemudian masukkan ke dalam

erlenmeyer kemudian menambahkan sebanyak 9.5 mL KMnO4 dengan

menggunakan buret selanjutnya menambahkan 10 mL H2SO4 dengan

menggunakan pipet tetes dan memanaskan sampel air sampai menggunakan


15

hotplate dengan suhu 70 hingga 800 C dan dalam keadaan hingga bening.

Tambahkan Natrium Oksalat 0.01 N sampai suhu sampel air menjadi 60 atau 70

derajat Celcius, secara perlahan sampai berwarna bening lalu titrasi dengan

KMnO4, 0.01 N sampai warna sampel menjadi merah muda dan mencatat berapa

mL KMnO4 yang digunakan untuk titrasi. Adapun rumus yang digunakan untuk

menentukan konsetrasi BOT yaitu :

( )× . × .
BOT = × 1000

Keterangan :

X = Jumlah larutan KMNO4 yang dibutuhkan saat titrasi

Y = 1,7 mL

Vol.contoh = 50 mL

3. Analisis bakteri Vibrio spp

a. Sterilisasi Alat dan Bahan

Peralatan seperti erlenmeyer, beaker gelas botol sampel dan tabung

disterilisasi dengan autoclave 121° C, tekanan 2 atm selama 15 menit, cawan

petri disterilisasi kering dengan oven suhu 180° C selama 2 jam, ose bulat dan

ose lurus menggunakan sterilisasi apilangsung sampai memijar (Bunsen) dan

untuk air laut disterilisasi menggunakan kertas saring whatman no.42.

b. Pembuatan Medium

Pembuatan meduim untuk bakteri Vibrio sp menggunakan medium selektif

agar Thiosulfate Citrate Bilesalt Sucrose agar (TCBS-Agar) MERCK,yaitu

menimbang 1,76 gr media TCBS-Agar dengan timbangan analitik dan melarutkan

kedalam erlenmeyer yang berisi aquades 200 mL (25 % dan air laut steril 75%).

Menutup mulut erlenmeyer dengan aluminiumfoil hingga rapat kemudian

dihomogenkan menggunakan hotplate with magnetic strier hingga larut ± 15 menit.


16

Adapun rumus yang digunakan dalam pembuatan medium TCBS yaitu :


× ℎ
1000

c. Penyaringan Sampel

Penyaringan sampel untuk bakteri Vibrio sp dilakukan dengan

menghomogenkan sampel air yang terdapat dalam botol lalu menuangkan sampel

air kedalam botol filtrasi yang telah dilapisi kertas saring Whatman 0,45 µm

kemudian menyaring air sampel mengunakan pompa vakum selanjutnya

mengeringkan ke dalam inkubator, setelah kertas saring kering di inokulasi pada

medium TCBS Agar, diinkubasi suhu 35° C selama 24 jam.

d. Pengamatan morfologi koloni dan perhitungan bakteri

Pengamatan morfologi koloni bakteriVibrio sp dilakukan dengan dengan

mengamati bentuk (form), pinggiran (entire), ketinggian (elevation), warna (colour),

dan tekstur permukaan dengan bantuan kaca pembesar (Loop) berdasarkan

petunjuk (Cappuccino and Sherman, 1987).

Perhitungan jumlah koloni bakteri dilakukan dengan metode hitungan

cawan, yaitu menghitung koloni secara manual. Dengan menandai koloni bakteri

agar tidak terjadi pengulangan hitungan (Cappuccino and Sherman, 1987). Jumlah

bakteri vibrio diketahui dengan rumus (EPA, 1984) :

ℎ ℎ
Jumlah sp per 100 mL = 100
( )

e. Pewarnaan Gram dan pengamatan morfologi sel bakteri

Pewarnaan Gram dilakukan dengan cara mengambil bakteri dengan ose

bulat dan diulas pada permukaan objek gelas ditetesi aquades kemudian
17

diratakan. Setelah rata fiksasi biakan bakteri atas api. Selanjutnya dilakukan

pewarnaan Gram dengan tahapan sebagai berikut :

Meneteskan larutan kristaviolet selama 1 menit kemudian membilas

dengan air, larutan iodine 1 menit kemudian membilas dengan air, alkohol selama

35 detik kemudian membilas dengan air dan terakhir larutan safranin selama 1

menit kemudian membilas dengan air. Lalu mengeringkan objek gelas

menggunakan kertas serap. Untuk pengamatan morfologi sel bakteri Vibrio sp

dilakukan menggunakan mikroskop (Pelczar and Chan, 2006).

f. Metode uji biokimia

Uji biokimia dilakukan dengan menginokulasi sampel pada media uji

biokimia kemudian mengingkubasi pada suhu 35 ºC dalam incubator selama 24

jam dengan metode dan cara pembacaan uji biokimia bakteri Vibrio yaitu (Buller,

2004) :

4. Analisis Data

Data parameter oseanografi dianalisisi secara deskriptif begitupula dengan

perbedaan jumlah bakteri Vibrio sp antar stasiun sedangkan data morfologi koloni

dan sel bakteri Vibrio sp di analisis kualitatif serta pemetaan berupa kecepatan

arus dan peta distribusi bakteri dilakukan dengan menggunakan aplikasi Argis

10.3.
18

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Parameter Kualitas Air Pulau Barranglompo

Parameter kualitas air yang diukur dilapangan berupa suhu, pH salinitas,

arah dan kecepatan arus, sedangkan parameter yang diukur di laboratorium

berupa Bahan Organik Terlarut (BOT). Data parameter kualitas perairan Pulau

Barranglompo disajikan pada tabel 1

Tabel 1. Data Parameter Kualitas Air di Perairan Pulau Barranglompo

Tabel 1 memperlihatkan bahwa suhu rata-rata pada setiap stasiun

penelitian berkisar antara 30ºC – 34ºC. Kisaran suhu tersebut dapat mendukung

kehidupan bakteri Vibrio. Costa et al., (2010) melaporkan beberapa jenis Vibrio

seperti V. Harveyi, V. Parahaemolyticus, V. alginolitycus dan, V. cholerae dapat

tumbuh pada suhu antara 28,7 ºC – 31,3 ºC, selanjutnya Faturrahman dan

Widiyanti (2012) menemukan 3 isolat bakteri Vibrio tumbuh dengan baik pada

suhu 29 ºC dan 37 ºC.

Salinitas pada perairan pulau Barranglompo pada bagian Selatan 31%,

Barat 34%, Utara 34% dan Timur 31 % sehingga rata-rata salinitas pulau

Barranglompo berkisar 32,5%. Kisaran salinitas ini memungkinkan untuk hidupnya

bakteri Vibrio di perairan laut, dan (Pelczar dan Roger, 1965) mengemukakan
19

bahwa Keadaan salinitas laut sangat memungkinkan bagi bakteri halofilik untuk

hidup seperti Vibrio, Pseudomonas, Flavobacterium dan Achromobacter

Sidhartha, (1996) salinitas permukaan air laut biasanya sekitar 33-37%, kecuali

bila terlarutkan oleh air hujan, mencairnya es, dan masuknya air sungai

Pernyataan tersebut di dukung oleh Narulita (2011) mengemukakan bahwa

salinitas optimal yang baik untuk pertumbuhan bakteri laut adalah antara 25 –

40%.

Hasil pengukuran pH perairan pulau Barranglompo pada bagian Selatan

7,42, Barat 7,49, Utara 7,47, dan Timur 7,53 sehingga rata-rata pH pulau

Barranglompo berkisar 7,47, hal ini sesuai dengan pH pertumbuhan yang

dibutuhkan bakteri. (Pelczar dan Chan,1986) menyatakan bahwa sebagian besar

bakteri memiliki nilai pH minimum dan maksimum antara 4 dan 9 dalam

pertumbuhannya. Pada umumnya pertumbuhan untuk mikroorganisme aquatik

biasanya tumbuh baik pada pH 6,5 - 8,5. Air laut memiliki pH 7,5 - 8,5 dan

sebagian besar mikroorganisme laut tumbuh baik pada media kultur dengan pH

7,2 - 7,6 (Hidayat et.al, 2006) serta pH perairan laut bersifat basa dapat menunjang

pertumbuhan bakteri laut yang berkisar antara 7-8 (Faturrahman, 2012)

Arah arus pada bagian timur daerah karang dan utara pasir 210ºS, bagian

barat dan utara daerah karang 200ºS, bagian selatan daerah karang 190ºS,

bagian utara dan timur lamun 180ºS, kemudian pada bagian selatan daerah lamun

170ºS, sedangkan pada bagian selatan pasir, barat lamun dan pasir tidak

dilakukan pengukuran arah arus karena kondisi daerah pasir dangkal. Hasil

pengukuran arus berasal dari utara ke arah selatan pulau.

kemudian hasil pengukuran kecepatan arus pada bagian selatan pulau

Barranglompo 0,027 m/s, bagian barat 0,035 m/s, utara 0,011m/s, dan bagian

timur pulau Barranglompo 0,136 m/s. Kecepatan arus berdasarkan arah mata
20

angin masih tergolong lemah, hal ini sesuai dengan pernyataan Mason (1981)

bahwa arus dengan kecepatan <0,1 –0,25 m/s tergolong lemah.

Hasil pengukuran BOT (Bahan Organik Terlarut) di Pulau Barranglompo

(Tabel 1) pada bagian selatan 34,5 mg/L, barat 25,9 mg/L, barat 39,8 mg/L dan

timur 35,6 mg/L. Unsur terkandung dalam BOT berupa karbon, nitrat, fosfat dan

sulfur berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroba

patogen (Sidharta, 2000).

B. Morfologi Bakteri Vibrio spp

Berdasarkan hasil pengamatan morfologi koloni didapatkan bakteri Vibrio

berbentuk bulat dengan pinggiran yang utuh, elevasi mencembung, warna kuning

dengan tekstur koloni (berlendir) (Gambar 2).

Vibrio tersebut sama dengan yang ditemukan oleh peneliti terdahulu

seperti Hidayat, (2014) yang menemukan Vibrio dengan bentuk bulat, pinggiran

yang utuh, elevasi (bentuk permukaan koloni) mencembung, berwarna kuning

dengan tekstur yang halus berbentuk bulat pada ikan kerapu jenis sunu dan

usman, 2015 dengan tekstur bakteri yang sama pada karang.

Gambar 2. Koloni bakteri pada media TCBS Vibrio spp


21

Gambar 3. Morofologi sel Bakteri Vibrio spp

Karasteristik morfologi sel bakteri Vibrio spp yang didapatkan berwarna

merah muda (Gram Negatif), berbentuk seperti koma (gambar 3)

Hal ini sama dengan karasteristik sel Vibrio yang dinyatakan oleh (Pelczar

and Chan, 1986) dengan ciri sel berwarna merah muda (Gram negative),

berbentuk koma, ciri-ciri ini juga ditemukan oleh (Howard and Daghlian, 2012)

dengan ciri- ciri gram negatif, berbentuk batang bengkok seperti koma dengan

ukuran panjang 2-4 µm.

C. Uji Reaksi Biokimia Bakteri Vibrio spp

Identifikasi jenis bakteri suatu biakan murni hasil isolasi dilakukan dengan

pengujian biokimia ( Buller, 2004) :

Tabel 2. Hasil pengujian Reaksi biokimia Bakteri Vibrio spp


Kode sampel
No Uji Reaksi Biokimia
A B C
1 Motil + + +
2 Indol - - -
3 Ornithin + + +
4 Mr + + +
5 Vp + + +
6 Sukrosa + + +
7 Laktosa + + +
8 Dextrose + + +
9 Gas + + +
10 H2s - - -
11 SCA + + +
12 Malonate - - -
13 Lia - - -
22

14 oF +/F +/F +/F


15 Urea - - -
16 Gelatin + - -
17 Nitrat + + +
18 Arginin - - -
19 Glukosa +/Gas +/Gas +/Gas
20 Oksidase - - -
21 Katalase - - -
22 Pewarnaan Gram - - -
22 Genus Vibrio sp 1 Vibrio sp 2 Vibrio sp 3

Berdasarkan uji reaksi biokimia di dapatkan dua jenis isolat Vibrio, jenis

sampel A dapat mendegradasi gelatin sedangkan jenis sampel B dan C tidak

dapat mendegradasi gelatin. Perbedaan reaksi gelatin pada sampel A dan BC

kemungkinan dikarenakan perbedaan spesies Vibrio spp dengan satu jenis genus

Vibrio. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh (Buller, 2004)

D. Jumlah Bakteri Vibrio spp Pulau Barranglompo

Isolasi bakteri Vibrio spp. pada penelitian ini dilakukan dengan cara filter.

Hasil perhitungan rata-rata jumlah Vibrio spp. per 100 mL air sampel pada

perairan Pulau Barranglompo bagian selatan, barat, utara dan timur , masing-

masing pada daerah terumbu karang, lamun dan pasir, disajikan pada Gambar 4
Rata-Rata Jumlah Bakteri Vibrio spp

80 68.1
60.7 Timur
51 49.1
60
Selatan
40 Barat

20 Utara

Gambar 4. Rata Rata Jumlah Bakteri Vibrio


23

Jumlah Vibrio di perairan pulau Barranglompo pada bagian selatan pulau

dengan 154 koloni, lalu pada bagian timur 144 koloni, kemudian bagian barat 134

koloni serta terakhir pada bagian utara pulau dengan jumlah 113 koloni.

Perbedaan jumlah populasi Vibrio kemungkinan diakibatkan oleh beberapa

parameter perairan. Bagian selatan dan bagian timur pulau barranglompo memiliki

kelimpahan terbanyak dengan kadar salinitas yang sama , akan tetapi arus

perairan yang mengarah bagian selatan mengakibatkan populasi Vibrio dominan

pada bagian selatan dibandingkan bagian timur, kemudian pada bagian barat dan

utara juga memiliki salinitas yang sama akan tetapi, arus yang berasal dari utara

mengakibatkan bagian utara pulau memiliki populasi Vibrio yang paling sedikit

diantara kempat bagian pulau lainya (Gambar 4).

Gambar 5. Peta Sebaran dan Kecepatan Arus Pulau Barranglompo

Hal ini dikarenakan Vibrio merupakan bakteri laut yang hidup dalam kadar

salinitas rendah (Prayitno dan Latchford, 1995), selain itu arah arus di perairan
24

juga berpengaruh dengan jumlah populasi bakteri disuatu perairan karena arus

akan membawa bakteri kearah arus (Sidharta, 2000).

E. Distribusi Bakteri Vibrio spp Pulau Barranglompo

Penentuan distribusi bakteri Vibrio spp di perairan pulau Barranglompo

berdasarkan arah mata angin, sebelah selatan, timur, barat dan utara Pulau

Barranglompo.

Gambar 6. Peta Distribusi Pulau Barranglompo

Berdasarkan Gambar 6 distribusi bakteri Vibrio spp di Pulau Barranglompo

ada disetiap stasiun (selatan, timur, barat dan utara), hal ini kemungkinan

dikarenakan parameter perairan yang ada di Pulau Barranglompo menunjang

pertumbuhan dan perkembangan bakteri Vibrio, selain berdasarkan arah mata

angin, distribusi bakteri Vibrio juga dapat dilihat berdasarkan daerah karang, lamun

dan daerah pasir (Gambar 7)


25

62 60.5

Rata-Rata Jumlah Bakteri Vibrio spp


60
58
58
Karang
56
Lamun
54 53
Pasir

52

50

48
Karang Lamun Pasir

Gambar 7. Distribusi Bakteri Vibrio spp pada daerah pasir, lamun dan terumbu
karang.

Distribusi Bakteri Vibrio spp berdasarkan daerah banyak pada daerah

karang kemudian lamun, dan pada daerah pasir, perbedaan distribusi

kemungkinan dikarenakan adanya karang yang terinfeksi penyakit dari bakteri

Vibrio, serta bakteri Vibrio yang masuk kedalam kategori bakteri laut menjadikan

bakteri laut tidak terlalu berpengaruh terhadap daratan hal ini kemungkinan

menjadikan bakteri Vibrio kurang pada daerah tepi pantai.

Hal ini seperti yang ditemukan oleh peneliti terdahulu, seperti (Rosenberg

et al. 2007) adanya bakteri Vibrio spp pada karang yang terinfeksi penyakit

bleaching di Eastern Mediterranean , bleaching and lysis di Indian Ocean and Red

Sea white bang diesense di Caribbean yellow band diesense di Caribbeanand Red

Sea. (Usman, 2015) yang menemukan bakteri Vibrio spp pada karang yang

terinfeksi penyakit Black Band Diensense (BrB), dan sussman, 2009 juga

menemukan adanya bakteri Vibrio spp pada karang yang terinfeksi penyakit.

Distribusi bakteri Vibrio spp di Perairan pulau Barranglompo dipengaruhi

oleh parameter perairan dan kemudian untuk distribusi berdasarkan daerah

dipengaruhi oleh penyakit pada karang.


26

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa

distribusi bakteri Vibrio spp di perairan pulau Barranglompo relatif sama di setiap

bagian selatan, utara, timur dan utara pulau yang di pengaruhi oleh parameter

perairan pulau Barranglompo yang juga relatif sama antar setiap stasiun.

B. Saran

Sebaiknya dilakukan penelitian selanjutnya mengenai distribusi bakteri

Vibrio spp berdasarkan musim.

Dan sebaiknya pemerintah dan stekholder memonitoring bakteri Vibrio di

perairan agar perairan dan biota tidak terinfeksi bakteri Vibrio.


27

DAFTAR PUSTAKA

Ansari, A. A,. 2011. Eutrophication : Causes, Consequences and Control,


Department of Botany, Aligarh Muslim University, Uttar Pradesh, India
Mason, C.F. 1981. Biology of Freshwater Pollution. Longman group.
New York.USA.

APHA. 1992. Standard Methods 18th Edition,For The Examination Of Water And
Wastewater. Greenberg, A.E., Clesceri, L.S.,Eaton, A.D. (edt). American
Public Health Association Washington,DC. part 9 hal 38-39

Arifin, T. 2010. Optimasi pengelolaan Kawasan Terumbu Karang di Pulau-Pulau


Kecil Kota Makassar. Laporan Hasil Penelitian. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Sumberdaya Laut dan Pesisir Badan Penelitian dan
Pengembangan Kelautan dan Perikanan. Kementerian Kelautan dan
Perikanan
Badan Pusat Statistik Makassar Pusat , 2016. Statistik Indonesia Tahun 2016.
Jakarta Pusat : Badan Pusat Statistik

Buller, N. B. 2004. Bacteria from fish and other aquatic animals: a practical
identification manual. Penerbit. Kota

Cappucino, J.G.,and Sherman, N. 1987. Microbiology, A Laboratory Manual.


California. Menko Park. Hal. 31, 63, 75, 101, 111, 171 dan 179

Dwidjoseputro. 1985. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Penerbit Djambatan. Surabaya

Elmanama, A., Afifi, S and Bahr, S. 2006. Seasonal and Spatial Variation in the
Monitoring Parameters of Gaza Beach During 2002-2003. Environmental
Research ,101 (1): 25-33.

Environmental Protection Agency. 1984. Use and disposal of municipal


wastewater sludge. EPA/625/10-84/003. US .EPA, Washington D.C

Esoy, A.,. Odegaard. H and Bentzen. G. 1998. The Effect of Sulphide and Organic
Matter on The Nitrification Activity In Biofilm Procces. Water Science
Technology 37 (1): 115-122

Fardiaz, Srikandi. 2002. Polusi Air dan Udara. Yogyakarta: Kanisius. Hal.42

Feldhusen, F. 2000. The role of seafood in bacterial foodborne diesense.


Microbes & Infection., 2: 1651– 1660.

Hashem, M. And Barbary, M.E. 2013. Vibrio Harveyi Infection In Arabian Surgeon
Fish (Acanthurus Sohal) Of Red Sea At Hurghada, Egypt. Egyptian
Journal Of Aquatic Research. 39:199–203

Hidayat, N., Masiana dan Suhartini. 2006. Mikrobiologi Industri. ANDI Yokyakarta
28

Ilmiah., Sukenda., Widarni dan Harris Enang. 2012. Isolasi dan Karakteristik
Vibrio Patogen pada ikan kerapu macan Epinephelus fuscoguttatus. Jurnal
Akuakultur, Vol 11(1);28-37

Jaelani, I. 2014. Bakteri Asosiasi Pada Karang Pachyseris sp. Yang Terinfeksi
Penyakit Bbd ( Black Band Disease) Di Perairan Pulau BarrangLompo.
Skripsi. Jurusan Ilmu Kelautan. Fakultas Ilmu Kelautan Dan Perikanan.
Universitas Hasanuddin. Makassar.
Kasonchandra J. 1999. Major Viral Bakterial Diseases of Marine Fishes with
Emphasions Seabass and Grooper. Paper Contributed to the Fourth
Syimposium on Diseases in Asian Aquaculture. Cebu International
Convention Centre. Cebu City. Philipines.

Kharisma, A dan Menan, A. 2012. Populasi Bakteri Vibrio sp pada pembesaran


udang Vannamei (Litopenaus Vannamei) Sebagai Deteksi Dini Serangan
Penyakit Vibriosis. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan, Vol 4 (2);
halaman 131-133

Lafferty, Peter. 2000. Jendela Iptek. Gaya dan Gerak. Jakarta. PT Balai Pustaka

Liston, J. 1957. The occurance and distribution of bacterial types on flatfish. J. Gen.
Microbiol. 20:252-257

Llyod, B. 1930. Bacteria of the Clyde sea area: a quantitative in vestigation. J.


mar.biol. Ass. 16:879-907

Lopillo, R. 2000. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Heterotropik pada Tambak yang
Antagonis Terhadap Vibrio harveyi dan Vibrio parahaemolyticus. Skripsi,
Faperikan Unri. Pekanbaru, 27 hal.

Mason, C. F. 1981. Biology of Freshwater Pollution. Longman. New York.

Musdalifah, 2013. Distribusi Dan Kelimpahan Bakteri Enterococcus Spp. Di


Perairan Terumbu Karang Kepulauan Spermonde Makassar. Skripsi.
Jurusan Ilmu Kelautan. Fakultas Ilmu Kelautan Dan Perikanan.
Universitas Hasanuddin. Makassar

Narulita, D.S. 2011. Analisis Tingkat Pencemaran Bakteri Coliform dan Kaitannya
dengan Parameter Oseanografi pada Perairan Pantai Kab. Maros. Skrpsi.
Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP UNHAS. Makassar

Nichols D.S. 2003. Prokariotes and the input of polysaturated fatty acids to the
marine food web. FEMS Microbiol. Lett. 219:1-7

Nontji, A. 1987. Laut Nusantara. Penerbit Jambatan, Jakarta. Hal. 156-160.

Novonty, V., and Olem. H. 1994. Water Quality, Prevention, Identification and
Management of Diffuse Pollution. Van Nostrans Reinhold. New York
29

Osawa. 2008. Osawa sensei’s Vibrio cholerae Isolation Protocol for Environmental
Samples (Seafood and River or Melted Ice Water). Japan. KOBE
University.

Pelczar, M. J., Chan, E. C. S. 2006. Dasar-Dasar Mikrobiologi I&II. Jakarta :


Universitas Indonesia (UI-Press).

Pelczar, M. J., Chan, E. C. S. 1986. Dasar-dasar Mikrobiologi 1. UI Press:


Jakarta,

Pelczar, M. J., Chan, E. C. S. 1988. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jilid 2. Hadioetomo,


R. S., Imas, T., tjitrosomo, S. S. Angka, S. L., penerjemaah; Jakarta: UI dari
lements of Microbiolology
Provasoli L., Shirashi, K.,dan Lance, J.R. 1959. Nutritional idiosyncrasies of
Artemia and Tigriopus in monoxenic culture Ann. N. Y. Acad. Sci. 77:250-
261

Purwoko, T. 2007. Fisiologi Mikroba. Jakarta : Bumi Aksara.

Riemann L. and Azam. F. 2002. Widespread N-acetyl-D-glucosamine up-take


among marine pelagic bacteria and its ecological implictions. Appl.
Environ. Microbiol. 68:5554-5562

Rofi’i, F. 2009. Hubungan Antara Jumlah Total Bakteri Dan Angka Katalase
Terhadap Daya Tahan Susu. [Skripsi]. Fakultas Kedokteran Hewan. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Saribun, 2007.Pengaruh Jenis Penggunaan Lahan dan Kelas Kemiringan Lereng
Terhadap Bobot Isi, Porositas Total dan Kadar Air Tanah Pada Sub-
DAS Cikapundung Hulu. Universitas Padjajaran, Jatinangor

Sidaharta R.B, 2000. Pengantar Mikrobiologi Kelautan. Perputakaan


Nasional.Universitas Atma Jaya Yogyakarta.hal 21-4

Standar Naional Indonesia (SNI) 19-2897-2001. Tentang Cara Uji Cemaran


Mikroba. Badan Standarisasi Nasional.

Standar Naional Indonesia (SNI) 19-2897-2004. Tentang Cara Uji Cemaran


Mikroba. Badan Standarisasi Nasional.

Sussman M, Loya Y, Fine , Rosenberg E M. (2009) The Marine Fire Worm


hermodicekaruunculatais a winter reservoir and spring summer vector for
the coral Bleaching pathogen Vibrio Shiloi. environ Microbiol 5:250-255

Tanaka R., T. Sawabe, Yoshimizu M. and Ezure. Y. 2000. Distribution of Vibrio


halioticoli around an Abalone-farming Center in Japan. Microbes and
Environments. 17(1):6-9
30

Taslihan, A, Ani W, Retna H, S.M. Astuti. 2004. Pengendalian Penyakit Pada


Budidaya Ikan Air Payau. Direktorat Jenderal Perikanan Balai Besar
Budidaya Air Payau Jepara

Thompson F.L, Ida T, and Swings J., 2004. Biodiversitas of Vibrio s. Microbiology
and Biology Rev. 68(3):403-431

Usman,W.S., 2015. Bakteri Asosiasi Karang Yang Terinfeksi Penyakit Brown


Band (Brb) Di Perairan Pulau Barranglompo Kota Makassar. Skripsi.
Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas Ilmu Kelautan Dan Perikanan Universitas
Hasanuddin. Makassar

Wardoyo, S.T.H. 1978. Kriteria Kualitas Air untuk Pertanian dan Perikanan.
Makalah Pada Seminar Pengendalian Pencemaran Air. Dirjen
Pengairan Dept. Pekerjaan Umum. Bandung.

Wijayati A dan Handayani. 1999. Penggunaan Antimikroba sebagai Pengganti


Obat-Obatan untuk Mengendalikan Penyakit Udang. Laporan tahunan
BBAP 1999-2000

Zafran, I. Koesharyani, D. Roza, Johnny, F.dan Yuasa, K.. 1998. Peningkatan


Sintasan Ikan Kerapu Tikus (Cromileptes Altivelis) dengan penambahan
vitamin dan imunostimulan ke dalam pakan segar. Seminar Teknologi
Perikanan Pantai. Denpasar 6-7 Agustus 1998. 164-168
31

LAMPIRAN
32

Lampiran 1. Pengambilan dan pengukuran sampel air

Lampiran 2. Pengukuran BOT dan Penyaringan Sampel air

Lampiran 3. Morofologi Koloni dan Sel Bakteri Vibrio spp


33

Lampiran 4. Uji Oksidase dan Katalase

Lampiran 5. Pengujian MrVp dan Mio

Lampiran 6. Uji TSIA, SCA dan Malonate


34

Lampiran 7. Uji Lia, OF dan Urea

Lampiran 8. Uji Nitrat, Gelatine dan Glukosa

Lampiran 9 Jumlah Bakteri Vibrio spp perairan pulau Barranglompo

No Stasiun Sub Stasiun Rata-rata (CFU) Total

Daerah Karang 69,3


1 Selatan Daerah Lamun 59,3 154
Daerah Pasir 75,7
Daerah Karang 62,7
2 Barat Daerah Lamun 62,3 134
Daerah Pasir 28,0
Daerah Karang 48,3
3 Utara 113
Daerah Lamun 47,7
35

Daerah Pasir 51,3


Daerah Karang 62,0
4 Timur Daerah Lamun 62,7 144
Daerah Pasir 57,3
Keterangan : CFU = Coloni From Unit

Anda mungkin juga menyukai