Anda di halaman 1dari 48

ANALISIS KEBIASAAN MAKAN IKAN BANDENG (CHANOS CHANOS) PADA

TAMBAK POLIKULTUR DI DESA KUPANG KECAMATAN JABON


KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMUR

USULAN SKRIPSI

Oleh :

VIAN RAHMAWATI
NIM. 155080100111011

PROGAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN


JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019
ANALISIS KEBIASAAN MAKAN IKAN BANDENG (CHANOS CHANOS) PADA
TAMBAK POLIKULTUR DI DESA KUPANG KECAMATAN JABON
KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMUR

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Perikanan


di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Brawijaya

Oleh :

VIAN RAHMAWATI
NIM. 155080100111011

PROGAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN


JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019

i
USULAN SKRIPSI

ANALISIS KEBIASAAN MAKAN IKAN BANDENG (CHANOS CHANOS) PADA


TAMBAK POLIKULTUR DI DESA KUPANG KECAMATAN JABON
KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMUR

Oleh :
VIAN RAHMAWATI
NIM. 155080100111011

Mengetahui, Menyetujui,
Ketua Jurusan Dosen Pembimbing

(Dr. Ir. M. Firdaus, MP) (Dr. Ir. Muhammad Musa, MS)


NIP. 196809019 200501 1 001 NIP. 19570507 198602 1 002
Tanggal : Tanggal :

ii
UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada:

1. Allah SWT, yang telah memberikan segala nikmat dan kemudahan-Nya

sehingga saya dapat menyelesaikan usulan skripsi saya dengan lancar dan

tepat waktu.

2. Dr. Ir. Muhammad Musa, MS, selaku dosen pembimbing yang memberi

masukan, pengarahan dan bimbingan selama proses penyelesaian usulan

skripsi saya.

3. Bu Ayu, selaku dosen yang mau membantu membimbing saya selama proses

penyelesaian skripsi saya.

4. Pak Kasum, selaku pemilik tambak tempat penelitian saya dan selaku

pembimbing yang telah membantu kegiatan saya selama melakukan survei

ke lokasi penelitian.

5. Orang tua, yang telah memberikan doa, dukungan yang menjadi motivasi

untuk saya dalam penyusunan usulan skripsi ini.

6. Teman saya yang membantu saya dalam survei ke lokasi penelitian dan telah

memberi semangat selama kegiatan dilaksanakan.

Malang, 13 Februari 2019

Penulis

iii
RINGKASAN

Ikan bandeng merupakan salah satu biota yang menjadi andalan untuk
dibudidayakan di tambak terutama di wilayah sidoarjo. Tambak itu sendiri yaitu
salah satu jenis dari habitat yang digunakan untuk kegiatan budidaya air payau.
Tambak-tambak di Sidoarjo umumnya berupa tambak tradisional dan terletak di
daerah pesisir dan dekat aliran sungai. Ikan bandeng dapat hidup di berbagai tipe
habitat, seperti perairan pantai, muara, kawasan mangrove, danau pinggir pantai,
sungai, hingga daerah pasang surut. Ikan bandeng tergolong ikan herbivora dan
umumnya memakan plankton sebagai pakan alaminya. Pakan terutama pakan
alami sangat dibutuhkan oleh ikan bandeng demi kelangsungan hidup ikan itu
sendiri. Keberadaan pakan alami di perairan sangat diperlukan karena merupakan
makanan ikan yang bisa diperoleh dari alam tanpa bantuan buatan manusia.
Adanya aktivitas masyarakat disekitar wilayah tambak dapat mempengaruhi
kualitas air dalam tambak sehingga berpengaruh terhadap keberadaan pakan
alami tersebut dan tentu berpengaruh juga terhadap kebiasaan makan ikan
bandeng. Jika pakan alami di perairan tambak tersebut tidak mencukupi maka
dapat mengganggu hubungan tingkatan trofik diatasnya.
Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui komunitas pakan
alami yang berada di dalam perairan tambak ikan bandeng, mengetahui komunitas
pakan alami yang berada di dalam lambung ikan bandeng dan mengetahui
kebiasaan makan ikan bandeng. Penelitian ini dilaksanakan di tambak polikultur
Desa Kupang Kecamatan Jabon Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur pada bulan
Februari-Maret 2019.
Adapun metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu metode deskriptif
observatif dengan teknik pengambilan data primer dan sekunder. Pengumpulan
data dilakukan dengan kegiatan observasi dan wawancara. Pengumpulan data
sekunder yaitu berupa studi pustaka. Sampel diambil di 3 stasiun. Pengambilan
sampel lambung ikan dan air dilakukan sebanyak 3 kali selama 1 minggu sekali.
Parameter kualitas air yang diukur yaitu ada parameter fisika (suhu dan
kecerahan), kimia (DO, pH, CO2, salinitas, nitrat dan ortofosfat).

iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta

karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis berhasil menyelesaikan Usulan

Skripsi yang berjudul “Analisis Kebiasaan Makan Ikan Bandeng (Chanos

Chanos) pada Tambak Polikultur di Desa Kupang Kecamatan Jabon

Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur”. Tujuan dibuatnya Usulan Skripsi ini adalah

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Perikanan

dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya. Di bawah bimbingan:

1. Dr. Ir. M. Firdaus, MP

2. Dr. Ir. Muhammad Musa, MS

Usulan Skripsi ini menyajikan latar belakang serta materi dan metode

pengukuran parameter kualitas air. Penulis menyadari bahwa Usulan Skripsi ini

masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran

dari semua pihak yang bersifat membangun agar tulisan ini dapat memberikan

informasi yang bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.

Malang, 13 Februari 2019

Penulis

v
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN................................................................................. ii

UCAPAN TERIMAKASIH ....................................................................................iii

RINGKASAN ...................................................................................................... iv

KATA PENGANTAR ........................................................................................... v

DAFTAR ISI ....................................................................................................... vi

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... viii

DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... ix

1. PENDAHULUAN ............................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1


1.2 Perumusan Masalah ................................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian........................................................................................ 5
1.4 Kegunaan Penelitian .................................................................................. 5
1.5 Tempat, Waktu Pelaksanaan ..................................................................... 6

2. TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................... 7

2.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan Bandeng (Chanos chanos) .......................... 7


2.2 Kebiasaan Makan Ikan Bandeng ................................................................ 8
2.3 Jenis Pakan Ikan Bandeng (Chanos chanos) ........................................... 10
2.4 Saluran Pencernaan Ikan Bandeng .......................................................... 11
2.5 Tambak dan Sistem Tambak .................................................................... 11
2.6 Parameter Kualitas Air .............................................................................. 13
2.6.1 Parameter Fisika.............................................................................. 13
2.6.2 Parameter Kimia .............................................................................. 14

3. Metode Penelitian ........................................................................................ 19

3.1 Materi Penelitian ....................................................................................... 19


3.2 Alat dan Bahan ......................................................................................... 19
3.3 Metode Penelitian ..................................................................................... 19
3.3.1 Data Primer ...................................................................................... 20
3.3.2 Data Sekunder ................................................................................. 21

vi
3.4 Penentuan Lokasi Pengambilan Sampel .................................................. 21
3.5 Metode Pengambilan Sampel Ikan Bandeng (Chanos chanos) ................ 22
3.5.1 Pengambilan Sampel Ikan Bandeng (Chanos chanos) .................... 22
3.5.2 Perhitungan Panjang Total dan Berat Ikan ....................................... 22
3.6 Prosedur Analisa Sampel Plankton .......................................................... 23
3.6.1 Prosedur Pengambilan Sampel Plankton ......................................... 23
3.6.2 Identifikasi Fitoplankton ................................................................... 24
3.6.2 Perhitungan Kelimpahan Fitoplankton.............................................. 25
3.6.3 Indeks Keanekaragaman Plankton................................................... 25
3.6.4 Indeks Dominasi .............................................................................. 25
3.7 Prosedur Pengukuran Parameter ............................................................. 26
3.7.1 Parameter Fisika .............................................................................. 26
3.7.2 Parameter Kimia .............................................................................. 27
3.8 Analisis Data ............................................................................................ 30
3.8.1 Analisis Kebiasaan Makan Ikan Bandeng ........................................ 30
3.8.2 Cara Menghitung Komposisi Jenis Plankton dalam Lambung .......... 30
3.8.3 Indeks Pilihan Makan Ikan Bandeng (Index of Electivity) ................. 31

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 32

LAMPIRAN........................................................................................................ 36

vii
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
1. Bagan perumusan masalah ............................................................................. 4
2. Ikan Bandeng (Sumber: Google Image, 2019) ................................................. 7

viii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman
1. Alat dan Bahan yang digunakan selama Penelitian ....................................... 36
2. Peta Lokasi Penelitian ................................................................................... 38

ix
1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia menjadi produsen perikanan budidaya terbesar dengan urutan

keempat di dunia pada saat ini. Sektor ini akan menjadi andalan untuk memenuhi

kebutuhan permintaan ikan di masa mendatang. Berbagai macam kegiatan

budidaya telah dilakukan seperti budidaya ikan air tawar, budidaya ikan air laut,

payau hingga ikan hias yang juga ikut dibudidayakan. Pada budidaya air payau

atau tambak, potensi lahan perikanan diperkirakan telah mencapai 1,22 juta ha

dan tingkat pemanfaatannya saat ini telah mencapai 40% (Mustafa et al., 2007).

Kegiatan budidaya memilki keuntungan dimana para pembudidaya tentu akan

menghasilkan keuntungan secara ekonomi dan kegiatan budidaya juga memiliki

tujuan konservasi sehingga memproduksi biota-biota agar terhindar dari

kepunahan. Selain itu, kegiatan ekspor biota tersebut tentu dapat meningkatkan

devisa negara (Irawan, 2017).

Salah satu wilayah dengan pemasok hasil budidaya perikanan payau

terbesar di Indonesia yaitu Sidoarjo. Kabupaten Sidoarjo memiliki tambak yang

tersebar di delapan kecamatan dengan total luas mencapai 15.513,41 Ha.

Komoditi yang menjadi unggulan di sana yaitu ikan bandeng, udang, serta ikan

nila (Solichudin et al., 2017). Tambak itu sendiri yaitu salah satu jenis dari habitat

yang digunakan untuk kegiatan budidaya air payau. Tambak-tambak di Sidoarjo

umumnya kebanyakan berupa tambak tradisional dan terletak di daerah pesisir

dan dekat aliran sungai (Suparjo, 2008).

Ikan bandeng menjadi salah satu biota yang sering dikembangkan oleh

para petani tambak. Ikan ini memiliki kandungan protein yang tinggi dan harganya

yang sangat ekonomis (Murtidjo, 2002). Kandungan gizi ikan bandeng yaitu

1
dengan kadar protein 24,1%, air 70,7%, lemak 0,85%; kadar abu 1,4%, karbohidrat

2,7%. Protein yang terkandung dalam ikan bandeng sangat diperlukan untuk

pembentukan sel otak dalam peningkatan intelegensia. Jika mengkonsumsi ikan

bandeng memiliki manfaat yang sangat menyehatkan dan juga meningkatkan

kemampuan otak untuk mencapai prestasi belajar optimal (Lestari, 2016). Ikan

bandeng dapat dijumpai di daerah pantai serta pulau di daerah trofik tepatnya di

wilayah indo-pasifik. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan hasil bahwa

kelimpahan ikan bandeng tertinggi yaitu di wilayah Asia Tenggara dan di sebelah

barat perairan pasifik. Ikan bandeng dapat hidup di berbagai tipe habitat, seperti

perairan pantai, muara, kawasan mangrove, danau pinggir pantai, sungai, hingga

daerah pasang surut. Akan tetapi, umumnya ikan bandeng hidup di daerah litoral

pantai (Aqil, 2010).

Permintaan akan ikan bandeng setiap tahun terus meningkat. Mayoritas

permintaan banyak untuk konsumsi lokal, sebagai umpan dalam perindustrian ikan

tuna ataupun untuk pasar ekspor. Ikan bandeng memiliki keunggulan sebagai

komoditas budidaya yang bisa tumbuh baik di tambak tradisional. Ikan bandeng

tersebut biasanya dibudidayakan dengan sistem polikultur bersama ikan jenis lain,

udang atapun rumput laut, produk yang dihasilkan dapat segera diserap pasar dan

harga jualnya cenderung stabil. Ikan ini dapat dipanen dua kali dalam setahun

(Ayumayasari dan Waskitasari, 2016). Ikan bandeng ini sangat tahan terhadap

penyakit karena ikan bandeng tergolong ikan herbivora dan memiliki usus yang

panjang melebihi beberapa kali dari tubuhnya. Di dalam saluran pencernaan ikan

tersebut memiliki. bakteri yang berasosiasi membantu pencernaan untuk

peningkatan kesehatan dan mencegah penyakit pada ikan bandeng (Wardani et

al., 2013).

Bandeng memiliki keunggulan yaitu memiliki sifat yang herbivora dan

memiliki respon terhadap pemberian pakan buatan. Bandeng dapat

2
memanfaatkan pakan alami yang tersedia di tambak dan juga memilki kemampuan

untuk memakan pakan buatan sehingga dapat dibudidayakan baik secara intensif

maupun ekstensif (Sukmawati et al., 2018). Ikan bandeng memiliki kecenderungan

memakan fitoplankton sebagai pakan alaminya. Banyak penelitian yang

menemukan bahwa jenis fitoplankton merupakan jenis plankton yang sering

ditemukan pada saluran pencernaan ikan bandeng sesuai dengan penelitian yang

dilakukan oleh Djumanto et al., (2017), jenis-jenis fitoplankton yang ditemukan di

lambung ikan bandeng terdiri atas Diatom elongatum, Nitzschia sp., Spirogyra sp.,

Surirella elegana, Synedra sp., Tribonema sp. Ada pula jenis zooplankton yang

ditemukan seperti dari jenis Daphnia sp., Diaptomus sp., Euglypha sp. Variasi

kehadiran jenis makanan pada kelompok fitoplakton lebih besar daripada

kelompok zooplankton.

Pakan terutama pakan alami sangat dibutuhkan oleh ikan bandeng demi

kelangsungan hidup ikan itu sendiri. Keberadaan pakan alami sangat tergantung

kualitas air di dalam perairan tersebut. Adanya aktivitas masyarakat disekitar

wilayah tambak seperti adanya pemukiman, kegiatan perindustrian atau kegiatan

perikanan lainnya yang masukan limbahnya mengalir melalui sungai Brantas

sebagai sumber air tambak tentu secara tidak langsung akan berpengaruh

terhadap kualitas air pada tambak sehingga dapat mempengaruhi keberadaan

pakan alami di tambak tersebut. Jika pakan alami tidak mencukupi maka

hubungan tingkatan trofik diatasnya akan terganggu. Sehingga, perlu adanya

penelitian mengenai komunitas pakan alami dalam lambung ikan bandeng

sehingga dapat mengetahui kebiasaan makan dari ikan tersebut di tambak

Polikultur di Desa Kupang Kecamatan Jabon Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.

3
1.2 Perumusan Masalah

Adanya kegiatan manusia seperti kegiatan pemukiman, industri atau

kegiatan perikanan lainnya disekitar wilayah tambak terutama di aliran sungai yang

menjadi sumber air tambak tentu akan berpengaruh terhadap kualitas air pada

tambak tersebut. Perubahan kualitas air secara fisika dan kimia sangat

berpengaruh terhadap pertumbuhan plankton didalam perairan tambak. Banyak

sedikitnya plankton yang ditemukan dalam lambung ikan bandeng sangat

tergantung pada jenis plankton yang menjadi pakan alami ikan tersebut di

perairan.

Tambak polikultur yang berada di Desa Kupang Kecamatan Jabon

Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur merupakan jenis tambak tradisional dan pakan

ikan bandeng disana bergantung pada pakan alami yang tersedia di perairan

tambak tersebut. Sehingga, jika tambak tersebut mengalami perubahan kualitas

air, ketersediaan pakan alami di tambak tersebut pun dapat berubah dan hal

tersebut dapat berpengaruh terhadap kebiasaan makan ikan bandeng. Bagan

rumusan masalah dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Bagan perumusan masalah

4
Berdasarkan uraian singkat diatas maka dapat ditarik suatu permasalahan

yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimana komunitas pakan alami yang berada di dalam perairan tambak

polikultur ikan bandeng di Desa Kupang Kecamatan Jabon Kabupaten

Sidoarjo, Jawa Timur?

2. Bagaimana komunitas pakan alami yang berada di dalam lambung ikan

bandeng pada tambak polikultur Desa Kupang Kecamatan Jabon

Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur?

3. Bagaimana kebiasaan makan ikan bandeng pada tambak polikultur Desa

Kupang Kecamatan Jabon Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu sebagai berikut:

1. Mengetahui komunitas pakan alami yang berada di dalam perairan tambak

polikultur ikan bandeng di Desa Kupang Kecamatan Jabon Kabupaten

Sidoarjo, Jawa Timur.

2. Mengetahui komunitas pakan alami yang berada di dalam lambung ikan

bandeng pada tambak polikultur Desa Kupang Kecamatan Jabon

Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur

3. Mengetahui kebiasaan makan ikan bandeng pada tambak polikultur Desa

Kupang Kecamatan Jabon Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur

1.4 Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini yaitu sebagai berikut:

- Mahasiswa

5
Diharapkan dapat menambah pengetahuan, keterampilan dan wawasan

tentang jenis plankton yang terdapat dalam lambung ikan bandeng di

tambak polikultur

- Lembaga Perguruan Tinggi

Sebagai sumber informasi keilmuan dan dasar untuk penelitian

selanjutnya.

- Pemerintah

Dari hasil penelitian yang didapatkan diharapkan dapat dijadikan sumber

informasi dan rujukan dalam penentuan kebijakan mengenai upaya

pengelolaan tambak dengan memperhatikan kualitas air di tambak serta

upaya pelestarian ikan bandeng di tambak.

1.5 Tempat, Waktu Pelaksanaan

Penelitian dilaksanakan di tambak polikultur ikan bandeng di Desa Kupang

Kecamatan Jabon Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Waktu pelaksaan penelitian

dilaksanakan pada bulan Februari-Maret 2019.

6
2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan Bandeng (Chanos chanos)

Adapun klasifikasi serta morfologi dari ikan bandeng menurut Gufron H.

dan Kordi (2010) yaitu sebagai berikut:

Filum : Chordata

Klas : Pisces

Ordo : Gonorhynchiformes

Famili : Chanidae

Genus : Chanos

Spesies : Chanos chanos

Gambar ikan bandeng bisa dilihat pada Gambar 1.

Gambar 2. Ikan Bandeng (Sumber: Google Image, 2019)

Ikan bandeng berbentuk memanjang mirip seperti torpedo yang disertai

dengan sirip ekor bercabang. Hal tersebut menunjukan bahwa ikan bandeng

tergolong perenang cepat. Warna tubuh ikan yaitu putih keperak-perakan dan

punggung ikan biasa berwarna biru kehitaman. Ikan ini tidak memiliki gigi dan

memiliki lubang hidung yang terdapat tepat di depan mata. Pada bagian kepala

ikan bandeng tidak memiliki sisik, memiliki mulut kecil yang terletak pada ujung

rahang.

7
Ikan bandeng mempunyai sirip punggung menjulur jauh kearah belakang

dengan tutup insang sebanyak 14-16 jari-jari pada sirip punggung, 16-17 jari-jari

pada sirip dada, 11-12 jari-jari pada sirip perut, dan 10-11 jari-jari pada sirip anus

atau dubur (sirip dubur atau anal fin terletak jauh di belakang sirip punggung). Sirip

ekor memiliki 19 jari-jari.

Bandeng merupakan ikan asli laut dan memiliki sifat petualang ulung.

Tetapi, ikan bandeng sudah banyak yang dibudidayakan di tambak air payau

maupun air tawar. Ikan bandeng berenang di berbagai tingkatan salinitas dimulai

dari perairan laut yang bersalinitas tinggi, 35 ppt atau lebih (habitat asli) dan ikan

bandeng bisa masuk ke muara sungai yang bersalinitas 15-20 ppt ataupun ke

sungai dan danau yang memiliki air tawar. Sehingga, ikan bandeng digolongkan

ikan euryhaline dimana merupakan ikan yang memilki kemampuan beradaptasi

pada kisaran salinitas yang cukup luas.

Ikan bandeng termasuk ke dalam hewan herbivora. Ikan herbivora

biasanya tidak memiliki gigi dan memiliki tapis insang lembut yang mampu untuk

menyaring fitoplankton di air. Ikan ini hanya mampu untuk mencerna tumbuhan

dan cenderung lambat untuk dicerna (Aqil, 2010).

2.2 Kebiasaan Makan Ikan Bandeng

Mempelajari kebiasaan makan ikan pada dasarnya dilakukan untuk dapat

mengetahui jenis, kualitas serta kuantitas dari makanan yang dimakan oleh ikan

tersebut. Kebiasaan makan ikan dibedakan menjadi empat kelompok berdasarkan

persentase terbesar terdiri dari makanan utama dimana makanan yang biasanya

utamanya dimakan oleh ikan dan ada dalam jumlah sangat banyak, ada juga

makanan pelengkap dimana makanan tersebut ditemukan dalam jumlah sedikit di

dalam saluran pencernaan, selain itu ada pula makanan tambahan dimana

makanan tersebut terdapat dalam saluran pencernaan dalam jumlah yang sangat

8
sedikit dan terakhir ada makanan pengganti dimana makanan tersebut

dimanfaatkan oleh ikan pada saat tidak hadirnya makanan utama untuk dimakan

(Mahyashopa, 2007).

Menurut Djarijah (1995), berdasarkan macam pakan yang dimakan oleh

ikan, maka dapat digolongkan menjadi 3 golongan, yaitu ada yang sebagai

pemakan segala (omnivora), pemakan tumbuh-tumbuhan (herbivora) dan

pemakan daging (karnivora) Jenis ikan pemakan segala ini yaitu ikan yang

memakan plankton dan ikan yang memakan penghancur bahan organik (detritus).

Menurut Gani, et al. (2015), bahwa kebiasaan makanan (food habit) dan

cara ikan makan (feeding habit) secara alami bergantung pada lingkungan tempat

ikan itu hidup. Ketersediaan makanan dalam perairan menjadi faktor utama yang

dapat berpengaruh terhadap besarnya populasi ikan tersebut di perairan.

Makanan yang dimakan oleh ikan tentu akan dimanfaatkan di dalam siklus

metabolisme tubuh yang berpengaruh terhadap perubahan reproduksi,

pertumbuhan dan tingkat keberhasilan hidup tiap individu ikan di suatu perairan.

Maka dari itu, jika mengetahui kebiasaan makan ikan maka dapat dilihat pula

hubungan ekologis antara individu di perairan tersebut seperti adanya persaingan,

pemangsaan serta rantai makanan (Mahyashopa, 2007).

Ikan bandeng termasuk ikan herbivora dimana pada diseluruh siklus hidup

ikan ini merupakan ikan planktivor. Ikan bandeng aktif untuk makan yaitu pada

siang hari. Cara makan ikan bandeng yaitu menyaring dari air kemudian masuk ke

dalam mulut melalui tapis insang (Aqil, 2010). Pada habitat aslinya, ikan bandeng

memiliki kebiasaan yaitu mengambil makanan dari lapisan atas dasar laut,

makanan tersebut berupa tumbuhan mikroskopis, yang memiliki struktur sama

dengan klekap yang terdapat di tambak. Klekap terdiri atas ganggang kersik

(Bacillariopyceae), cacing, bakteri, protozoa dan udang renik, biasa disebut

“Microbenthic Biological Complex”. Bukaan mulut pada ikan bandeng tentu akan

9
menentukan jenis dari makanan ikan bandeng tersebut. Hal tersebut

diadaptasikan dalam kegiatan budidaya, dimana pakan alami yang digunakan

yaitu klekap (Tim Perikanan WWF – Indonesia, 2014).

2.3. Jenis Pakan Ikan Bandeng (Chanos chanos)

Menurut Agustina. et al, (2015), syarat utama yang harus disediakan untuk

meningkatkan kelangsungan hidup larva ikan yaitu pakan alami. Pakan alami

memiliki kandungan gizi yang sangat baik dan ukurannya yang lebih kecil dari

bukaan mulut larva ikan. Pakan alami yang sering digunakan untuk larva ikan

diantaranya adalah Paramaecium sp., Rotifer sp., Moina sp., Artemia sp., Daphnia

sp., Tubifex sp.

Jenis makanan ikan bandeng secara umum adalah Chlorophyceae,

Cyanophyceae, Bacillariophyceae, Dinophyceae dan potongan tumbuhan. pada

setiap kelompok ukuran, komposisi makanan yang ditemukan tidak berbeda jauh.

Ikan bandeng tergolong ke dalam jenis herbivora jika dilihat dari nilai indeks

makanan pentingnya. Indeks ini dapat menunjukkan pakan alami yang disukai

maupun kurang disukai oleh ikan. Jika indeks bernilai positif itu berarti terjadi

sebuah pemilihan pakan yang positif terhadap pakan alami dan nilai negatif terjadi

jika pemilihan pakan negatif terhadap pakan alami (Allphisara, 2015).

Di tambak, ikan bandeng umumnya memakan klekap (lab-lab). Klekap

merupakan komunitas makhluk hidup kompleks yang terdiri dari asosiasi atau

hubungan antara alga hijau-biru, diatom, hewan invertebrate dan lumut. Klekap

juga merupakan hewan dan tumbuhan mikrobentik yang memiliki asosiasi dengan

lumpur di dasar kolam. Tumbuhan tersebut berasal dari berbagai macam tipe alga

berfilamen dari alga hijau-biru dan alga hijau serta diatom. Pada komponen hewan

yaitu terdiri dari protozoa, copepoda, ostracoda, nematoda, moluska serta

crustaceae. Namun telah banyak studi tentang kebiasaan makan ikan bandeng

10
bahwa yang disukai oleh seluruh kelompok umur ikan bandeng yaitu alga hijau-

biru dan bentik diatom yang dipelihara di tambak air payau (Aqil, 2010).

2.4 Saluran Pencernaan Ikan Bandeng

Ikan bandeng memiliki 2 bagian dalam sistem pencernaannya yaitu terdiri

dari kelenjar pencernaan dan saluran pencernaan. Saluran pencernaan terdiri dari

mulut, kerongkongan, esophagus, serta dubur. Selain itu, lambung dan usus juga

termasuk ke dalam saluran pencernaan. Kelenjar pencernaan terdiri atas kantong

empedu dan hati. Ikan bandeng memiliki saluran pencernaan yang lebih panjang

disbanding dengan saluran pencernaan pada ikan pemakan daging. Hal tersebut

dikarenakan tumbuhan cenderung sulit dicerna oleh ikan bandeng (Murtidjo,

2002).

Ikan bandeng tidak mempunyai lambung yang benar (bagian usus

mempunyai jaringan otot yang kuat, mengekresi asam, mudah mengembang,

terdapat di bagian muka alat pencerna makanannya. Ikan ini memiliki usus yang

panjang dan berliku-liku disertai dengan dinding yang tipis. Usus panjang tersebut

dapat berguna sebagai penahan makanan dalam waktu yang lama dan jumlah

yang besar sehingga kesempatan untuk pemanfaatan penuh material material

yang telah dicernanya (Aqil, 2010).

2.5 Tambak dan Sistem Tambak

Tambak sesungguhnya adalah kolam air tenang, namun menggunakan air

payau sebagai sumber airnya. Karena menggunakan sumber air payau maka

lokasi tambak diusahakan sedekat mungkin dengan sumber air tersebut, yakni di

dekat pantai dan muara sungai. Di lokasi tersebut biasanya terjadi fenomena

pasang dan surut air laut. Pada saat pasang, ketinggian permukaan air laut

meningkat dan air laut merambat masuk ke daratan, sebaliknya pada saat surut.

11
Tenaga pasang surut ini bisa dimanfaatkan untuk mengisi air tambak. Pada saat

pasang pintu air tambak dibuka sehingga air masuk ke dalam tambak, sedangkan

pada saat surut pintu ditutup sehingga air pasang tertahan di dalam tambak

dengan ketinggian air 0,5 m hingga 2 m, bergantung pada ketinggian pematang

dan kisaran pasang surut. Beberapa komponen dari sistem ini meliputi lokasi

pengambilan air (intake air), saluran tambak, petak tambak dan infrastruktur

pendukung. Petak tambak terdiri dari beberapa komponen, seperti pematang,

dasar dan pintu tambak, baik pintu pemasukan (inlet) maupun pintu pengeluaran

(outlet) (Effendi, 2012).

Budidaya yang dilakukan secara tradisional di tambak biasanya selalu

mengedepankan, pasang surut, luas lahan, intercrop dan tidak dilakukan

pemberian pakan tambahan. Jadi biota di tambak akan memanfaatkan pakan

alami dan ketersediaan pakan alami tersebut harus cukup untuk memenuhi

kebutuhan biota di dalamnya (Murachman et al., 2010). Tambak biasanya dapat

dilakukan dengan menerapkan sistem polikultur. Umumnya polikultur yang

dilakukan seperti antara ikan bandeng dengan udang.

Penerapan polikultur antara ikan bandeng dengan udang tentu sangat baik

untuk dilakukan. Hal ini dikarenakan ikan bandeng yang merupakan herbivora

dapat menjadi pengendali terhadap kelebihan plankton di perairan. Ikan ini

cenderung hidup bergerombol dan kecepatan berenangnya cukup tinggi sehingga

menyebabkan peningkatan difusi oksigen ke dalam perairan. Kotoran dari udang

dan ikan bandeng serta sisa bahan organik lain akan terdekomposisi sehingga

dapat menghasilkan unsur hara untuk pertumbuhan fitoplankton. Kondisi tambak

yang demikian dapat mencerminkan kondisi suatu ekosistem perairan yang

seimbang (Murachman et al., 2010).

12
2.6 Parameter Kualitas Air

2.6.1 Parameter Fisika

a. Suhu

Salah satu faktor lingkungan yang berperan sangat penting terhadap

aktivitas organisme perairan yaitu suhu. Suhu perairan akan mempengaruhi

fisiologi hewan terutama ikan dalam hal metabolisme tubuhnya serta tingkat

kelarutan oksigen dalam perairan. Suhu yang meningkat maka dapat

menyebabkan oksigen ikut meningkat dan sebaliknya dapat menurunkan daya

larut oksigen di dalam perairan (Rukka, 2012).

Ikan yang dibudidayakan di tambak jika dipelihara pada air media yang

bersuhu 25-30°C akan menyebabkan ikan dapat mengalami pertumbuhan yang

cepat. Namun jika suhu berada di bawah batas optimum tersebut masih dapat

untuk ditolerir oleh ikan tetapi pakan alami yang telah dimakan oleh ikan tersebut

hanya dapat digunakan untuk mempertahankan hidup bukan untuk tumbuh dan

berkembang (Agustina et al., 2015).

b. Kecerahan

Kecerahan merupakan ukuran tingkat transparansi di suatu perairan.

Kecerahan perairan tergantung pada kekeruhan dan warna. Kecerahan secara

visual dapat ditentukan dengan menggunakan secchi disk. Alat tersebut

merupakan alat pengukur kecerahan yang telah dikembangkan oleh profesor

Secchi pada abad 19. Secchi disk juga dapat menghitung tingkat kekeruhan air

secara kuantitatif. Tingkat kekeruhan air dapat dinyatakan dengan nilai kecerahan

secchi disk (Effendi, 2003).

Menurut Maniagasi. et al, (2013), kecerahan yaitu sebagian cahaya yang

masuk dan diteruskan ke dalam air, dari beberapa panjang gelombang di daerah

spektrum yang terlibat cahaya melalui lapisan sekitar satu meter, jatuh agak lurus

13
pada permukaan air. Kekeruhan suatu perairan dapat mempengaruhi kemampuan

cahaya matahari untuk menembus hingga ke dasar perairan. Nilai kecerahan

perairan dapat digunakan untuk mengetahui sejauh mana proses asimilasi dalam

perairan. Nilai kecerahan dapat dikatakan tinggi jika melebihi 25 cm. Jika di suatu

perairan memiliki nilai kecerahan kurang dari 25 cm menggunakan kedalaman

piringan secchi. Kecerahan yang cocok untuk usaha budidaya ikan dan biota

lainnya berkisar 30 - 40 cm. Bila kecerahan sudah mencapai kedalaman kurang

dari 25 cm, berarti akan terjadi penurunan oksigen terlarut.

2.6.2 Parameter Kimia

a. Derajat Keasaman (pH)

pH air memperlihatkan aktivitas ion hidrogen yang ada di larutan tersebut

dan dinyatakan sebagai konsentrasi ion hidrogen (dalam mol per liter) di dalam

suhu tertentu. Pada suatu perairan jika memiliki nilai pH yang rendah berarti

menunjukan bahwa perairan tersebut dalam keadaan asam. Sebaliknya, pH yang

tinggi menunjukan perairan keadaan dalam keadaan basa (Maniagasi et al., 2013),

Menurut Triyatno (2003), nilai pH di suatu perairan bisa berpengaruh

terhadap keseimbangan senyawa-senyawa yang terdapat dalam perairan. Kadar

pH juga berpengaruh terhadap fisiologis ikan. Jika di dalam suatu perairan memiliki

nilai pH dibawah 5 biasanya ikan di perairan tersebut tidak tumbuh berkembang

atau bahkan dapat mengalami kematian karena perairan yang terlalu asam. Nilai

pH yang lebih kecil dari 6,5 menyebabkan pertumbuhan ikan terhambat dan

cenderung lambat. Nilai pH yang baik untuk kehidupan ikan yaitu sekitar 6,5 – 9.

Jika nilai pH lebih dari 9 dapat menyebabkan pertumbuhan ikan lambat dan jika

pH lebih dari 11 bisa menyebabkan ikan mengalami kematian. Untuk

pemeliharaan ikan, pH yang ideal yaitu sekitar 6,5 – 8,5

b. Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen/DO)

14
Oksigen terlarut merupakan jumlah kadar oksigen yang berada dalam perairan.

Oksigen terlarut dihasilkan dari proses fotosintesis oleh organisme autotrof

ataupun berasal dari difusi udara. Organisme perairan biasanya memanfaatkan

oksigen sebagai sumber respirasi dan juga digunakan untuk proses dekomposisi

bahan organik oleh detritus. Semua organisme memanfaatkan oksigen termasuk

fitoplankton. Respirasi terjadi saat siang hari serta malam hari, namun fotosintesis

terjadi pada siang hari karena memanfaatkan cahaya dari matahari. Saat siang

hari, oksigen yang dilepas sebagai hasil dari proses fotosintesis di lapisan eufotik

lebih besar daripada pemanfaatan oksigen di perairan sehingga mengalami

supersaturasi. Namun sebaliknya saat malam hari, proses fotosintesis berhenti

sedangkan oksigen terus dimanfaatkan oleh organisme sehingga menyebabkan

terbentuknya pola perubahan kadar oksigen. Hal tersebut yang menghasilkan

sebuah fluktuasi harian oksigen (Muriasih, 2012).

Kandungan oksigen terlarut di perairan sangat penting untuk mendukung

kehidupan ikan. Nilai kandungan O2 yang baik untuk mendukung kehidupan ikan

yaitu tidak kurang dari 4 ppm. Jika di suatu perairan memiliki nilai kandungan O2

terlarut minimal 2 ppm sudah sangat cukup untuk mendukung kehidupan

organisme perairan secara normal jika di perairan tersebut tidak terdapat senyawa

lain yang beracun (Triyatno, 2003).

c. Karbondioksida (CO2)

Karbondioksida atau biasa disebut CO2 merupakan zat asam arang dan

termasuk ke dalam senyawa kimia. CO2 terdiri dari dua atom oksigen yang

berikatan kovalen dengan karbon (Sehabudin, 2011). Pada perairan

karbondioksida berasal dari proses difusi oleh air hujan (0,55-0,6 mg/l), atmosfer,

respirasi tumbuhan, hewan dan bakteri aerob maupun anaerob, serta air tanah

yang melewati tanah organik (Astuti et al., 2009). Menurut Yanti (2016), CO2 tidak

hanya bersumber dari masukan atmosfer, tetapi bersumber juga dari besarnya

15
buangan bahan atau limbah organik dari daratan ke perairan tersebut. Bahan-

bahan organik tersebut akan diuraikan oleh bakteri pengurai sehingga dapat

menghasilkan CO2. Semakin banyaknya limbah organik yang masuk ke perairan

tentu akan meningkatkan kadar CO2 perairan tersebut. Semakin tinggi nilai CO2

disuatu perairan akan menurunkan pH perairan juga sehingga keseimbangan

kimiawi akan terganggu

Menurut Triyatno (2003), jika di dalam suatu perairan memiliki nilai

karbondioksida (CO2) dengan konsentrasi tinggi tentu dapat mengakibatkan

terhambatnya penyerapan oksigen di dalam darah pada tubuh ikan. Kandungan

oksigen terlarut harus mencukupi dan nilai kandungan CO2 bebas tidak lebih dari

25 mg/l. Besar kandungan CO2 yang aman untuk kelangsungan hidup ikan yaitu

sebesar 12 mg/l. Pada suatu perairan diharapkan kandungan CO2 bebas tidak

tinggi dan O2 tidak juga menurun karena sangat berpengaruh terhadap

kelangsungan hidup ikan.

d. Salinitas

Salinitas merupakan kadar garam yang terlarut dalam air. Salinitas di air

media mempengaruhi efisiensi pemanfaatan pakan, sintasan serta pertumbuhan

ikan bandeng. Jika salinitas perairan tinggi maka tekanan osmotik akan tinggi

sehingga menyebabkan kecepatan pertumbuhan terhambat (Rukka, 2012).

Salinitas juga berupa tingkat keasinan suatu perairan. Salinitas di tambak

menggambarkan banyaknya kandungan garam yang ada di dalam tambak. Garam

tersebut yaitu sejenis ion yang terlarut di dalam air seperti garam dapur (NaCl).

Salinitas dinyatakan dengan satuan gr/kg atau bisa juga promil (‰). Umumnya

salinitas memiliki 7 ion utama seperti kalsium (Ca2+), natrium (Na+), bikarbonat

(HCO3-), magnesium (Mg2+), kalium (K+), sulfat (SO42-), dan klorida (Cl-). Air payau

memiliki konsentrasi garamnya 0,05 sampai 3% atau menjadi saline jika memiliki

16
konsentrsi sebesar 3 sampai 5% dan jika memiliki nilai lebih dari 5% disebut brine

(Dharmayanti, 2016).

Salinitas merupakan variabel yang sangat penting di lingkungan. Salinitas

sangat mempengaruhi ikan bandeng secara langsung terkait metabolisme,

pertumbuhan, dan lain-lain. Ikan ini peka terhadap adanya perubahan pada

salinitas yang mendadak. Jadi ikan bandeng tidak dapat dipindahkan secara

mendadak pada air yang memiliki salinitas berbeda. Ikan bandeng memiliki

toleransi terhadap perbedaan salinitas cukup besar yaitu 0 - 40 ppt. Namun jika

nilai salinitas melebihi kadar tersebut tentu dapat menimbulkan kematian pada

ikan (Rukka, 2012).

e. Nitrat (NO3)

Nitrat merupakan nutrisi utama untuk pertumbuhan tanaman ataupun alga.

Nitrat yaitu bentuk utama dari unsur nitrogen di perairan. Nitrat nitrogen cenderung

stabil dan bersifat mudah larut di dalam air. Senyawa ini dihasilkan dari proses

oksidasi sempurna oleh senyawa nitrogen di perairan. Proses oksidasi ammonia

yang diubah menjadi senyawa nitrit serta nitrat dinamakan proses nitrifikasi.

Proses tersebut sangat penting dalam siklus nitrogen dan biasanya berlangsung

pada kondisi aerob (Ardiansyah, 2017).

Jika kadar nitrat-nitrogen > 0,2 ppm, hal tersebut menunjukan bahwa

perairan telah terjadi eutrofikasi sehingga terlihat bahwa pertumbuhan fitoplankton

dan tumbuhan air sangat pesat. Jika suatu perairan memiliki kadar nitrat-nitrogen

> 5 ppm berarti menunjukkan bahwa terjadi pencemaran antropogenik.

Pencemaran ini biasa berasal dari aktivitas manusia, buangan manusia seperti

tinja dan kotoran hewan.

f. Orthofosfat (PO43-)

Orthofosfat merupakan bentuk fosfat yang bisa dimanfaatkan secara

langsung oleh tanaman. Salah satu faktor lingkungan yang penting dalam

17
pertumbuhan organisme terutama fitoplankton yaitu fosfat. Senyawa ini sangat

diperlukan untuk transfer energi dari luar sel ke dalam sel organisme. Fosfat

dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit. Konsentrasi senyawa fosfat di perairan

lebih sedikit dibandingkan konsentrasi senyawa ammonia serta nitrat. Senyawa ini

merupakan bentuk fosfor dan dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan dan fitoplankton

(Ardiansyah, 2017). Fosfat dibutuhkan oleh fitoplankton untuk pertumbuhannya.

Parameter fosfat berperan penting untuk membedakan tinggi rendahnya

kelimpahan fitoplankton di perairan. Hal ini dikarenakan semakin tingginya nilai

kadar fosfat di perairan maka dapat menyebabkan diatom ikut melimpah (Constina

et al., 2017). Kadar fosfat yang tinggi di areal buangan tambak disebabkan adanya

aktifitas yang dilakukan di tambak seperti kegiatan pemupukan. Sumber fosfat lain

pun bisa berasal dari limbah industri atau rumah tangga karena tingginya

penggunaan detergen dimana mengandung fosfat. Selain itu juga berasal dari

organisme yang mati (Anisah, 2017).

Kadar fosfor di perairan biasa diperlukan dalam jumlah tidak melebihi dari

5 µg/l – 20 µg/l. Sangat jarang sekali jika kadar fosfor mencapai 100 µg/l. Kadar

orthofosfat terbagi menjadi 3 klasifikasi kesuburan. Klasifikasi pertama yaitu

perairan oligotrofik berkisar 0,003 µg/l – 0,01 µg/l. Klasifikasi kedua yaitu perairan

mesotrofik dengan kadar antara 0,0011 µg/l – 0,03 µg/l dan yang terakhir yaitu

eutrofik berkisar 0,031 µg/l – 0,1 µg/l (Wibowo, 2009).

18
3. METODE PENELITIAN

3.1 Materi Penelitian

Adapun penelitian ini dilaksanakan di tambak polikultur ikan bandeng yang

terletak di Desa Kupang Kecamatan Jabon Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.

Materi pada penelitian ini yaitu ikan bandeng (Chanos chanos). Parameter yang

dianalisis yaitu jenis plankton yang berada di dalam perairan dan lambung ikan

bandeng, kebiasaan makan ikan bandeng dan mengukur parameter kualitas air.

Parameter kualitas air yang diuji yaitu ada parameter fisika dan kimia. Parameter

fisika terdiri dari suhu dan kecerahan sedangkan parameter kimia terdiri dari

derajat keasaman (pH), oksigen terlarut (DO), karbondioksida (CO 2), salinitas,

nitrat (NO3) dan orthofosfat (PO43-).

3.2 Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini untuk menguji

semua parameter dari parameter fisika (suhu dan kecerahan), kimia (derajat

keasaman (pH), oksigen terlarut (DO), karbondioksida (CO2), salinitas, nitrat (NO3)

dan orthofosfat (PO43-)) dan biologi (plankton) dapat dilihat pada Lampiran 1.

3.3 Metode Penelitian

Metode yang digunakan yaitu metode deskriptif observatif, yaitu

menguraikan dan menjelaskan data dengan melakukan pengamatan langsung

selama kegiatan. Hasil pengamatan kemudian dianalisa untuk mendapatkan suatu

kesimpulan. Metode observasi merupakan suatu cara pengumpulan data dengan

pengamatan langsung dan pencatatan secara sistematis terhadap obyek yang

akan diteliti. Observasi dilakukan oleh peneliti dengan cara pengamatan dan

pencatatan mengenai pelaksanaan kegiatan (Fahrudin, 2012).

19
3.3.1 Data Primer

Data primer adalah data yang diberikan langsung oleh sumber data kepada

pengumpul data. Data diperoleh melalui keterangan-keterangan, penjelasan-

penjelasan dari perusahaan secara langsung yang berkaitan dengan penelitian

(Sugiyono, 2009). Data primer yang diambil dari penelitian ini adalah pengambilan

sampel plankton di perairan dan di dalam lambung ikan bandeng. Selain itu juga

pengukuran parameter kualitas air meliputi parameter fisika dan kimia perairan.

Data dari penelitian ini didapatkan dari hasil observasi, partisipasi aktif dan

wawancara langsung dengan petani tambak di sekitar tambak.

a. Observasi

Observasi merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan

pengamatan langsung pada objek. Observasi juga adalah pemilihan, pengubahan,

pencatatan, dan pengodean serangkaian perilaku dan suasana yang berkenaan

dengan organisasi, sesuai dengan tujuan-tujuan empiris (Abror, 2013). Pada

penelitian ini dilakukan pengamatan langsung di tambak pada bulan februari –

Maret 2019 dengan 3 kali pengambilan sampel ikan.

b. Partisipasi Aktif

Partisipasi aktif merupakan teknik pengumpulan data yang mengharuskan

peneliti untuk ikut melibatkan diri dalam kegiatan yang diteliti. Hal tersebut

bertujuan untuk melihat dan memahami gejala – gejala yang ada, sesuai dengan

makna yang diberikan (Patilimia, 2005). Partisipasi aktif dari penelitian ini yaitu

dapat ikut langsung dalam kegiatan budidaya ikan bandeng guna mendapat data

dan informasi mengenai budidaya ikan bandeng tersebut.

c. Wawancara

Wawancara adalah proses tanya-jawab dalam penelitian yang

berlangsung secara lisan yang dilakukan oleh pewawancara dan narasumber

dengan bertatap muka mendengarkan secara langsung informasi-informasi atau

20
keterangan-keterangan (Narbuko dan Achmadi, 2007). Pada penelitian ini

kegiatan wawancara dilakukan secara langsung terhadap petani tambak di sekitar

Tambak Polikultur di Desa Kupang Kecamatan Jabon Kabupaten Sidoarjo, Jawa

Timur

3.3.2 Data Sekunder

Data Sekunder adalah data sekunder yang telah diolah lebih lanjut dan

disajikan dengan baik oleh pihak pengumpul data primer atau pihak lain

(Wandasari, 2013). Pada penelitian ini data sekunder didapatkan dari laporan,

jurnal, internet, buku-buku yang berhubungan dengan tambak polikultur.

3.4 Penentuan Lokasi Pengambilan Sampel

Adapun pengambilan sampel pada penelitian ini yaitu dilakukan pada

tambak polikultur ikan bandeng di Tambak Polikultur di Desa Kupang Kecamatan

Jabon Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur meliputi 3 titik pengambilan sampel yaitu

pada inlet atau outlet, bagian tengah tambak dan bagian ujung tepi tambak. Hal

tersebut dikarenakan kondisi perairan pada ketiga titik tersebut berbeda.

Pengambilan sampel dilakukan sebanyak 3 kali pengambilan sampel. Selang

waktu pengambilan sampel yaitu selama 7 hari sekali. Hal ini disesuaikan dengan

daur hidup fitoplankton yaitu selama 7-14 hari. Pengambilan sampel ikan bandeng

dilakukan pada saat siang hari, karena pada siang hari Ikan bandeng aktif untuk

makan (Aqil, 2010).

Pengambilan sampel kualitas air meliputi parameter fisika, kimia dan biologi

yang dilakukan dengan cara menggunakan ember serta botol air mineral 600 ml

yang dicelupkan langsung ke dalam tambak. Pengukuran sampel kualitas air untuk

parameter kimia seperti CO2, nitrat dan ortofosfat dan parameter biologi seperti

identifikasi plankton dilaksanakan di laboratorium UPT Perikanan Air Tawar

Sumberpasir Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya,

21
Malang. Parameter kualitas air lainnya seperti suhu, kecerahan, pH, oksigen

terlarut, salinitas dilakukan secara langsung di lokasi tambak budidaya ikan

bandeng atau biasa disebut secara in-situ.

3.5 Metode Pengambilan Sampel Ikan Bandeng (Chanos chanos)

3.5.1 Pengambilan Sampel Ikan Bandeng (Chanos chanos)

Pengambilan sampel ikan bandeng dilakukan dalam waktu seminggu

sekali dengan 3 kali pengulangan dikarenakan agar sesuai dengan daur hidup

fitoplankton yaitu 7 – 14 hari. Penentuan tersebut karena dalam jangka waktu

tersebut diperkirakan bahwa jenis plankton yang terdapat di perairan bisa berubah

sehingga dapat berpengaruh terhadap jenis plankton yang ada di dalam lambung

ikan bandeng. Pengambilan sampel ikan diambil 10 ekor setiap seminggu sekali

dan kemudian dilakukan pengamatan lambung ikan bandeng tersebut karena

dianggap sudah mewakili ikan bandeng di tambak tersebut secara keseluruhan.

Sampel ikan bandeng diukur panjang tubuh dan beratnya. Ikan kemudian

dilakukan pembedahan dengan membedah bagian abdominal mulai dari anus ke

arah vertebrae hingga ke tulang operkulum (Titrawani et al., 2013) dan isi perutnya

diambil untuk kemudian dimasukkan kedalam kantong plastik atau botol film

(Sukamto et al., 2003). Sampel lalu diberi alkohol 70% untuk pengawetan (Taunay

et al., 2013). Sampel kemudian disimpan dalam coolbox yang sudah berisi es batu.

Setelah itu dilakukan pengamatan identifikasi jenis plankton yang terdapat pada

dalam lambung ikan bandeng di laboratorium UPT Perikanan Air Tawar

Sumberpasir Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya,

Malang.

3.5.2 Perhitungan Panjang Total dan Berat Ikan

a. Perhitungan Panjang Total

22
Pengukuran panjang ikan dilakukan dengan mengukur panjang total ikan.

Pengukuran dilakukan dari satu titik ke titik lain tanpa melalui lengkungan badan,

panjang total (TL) diukur dimulai dari bagian terdepan yaitu bibir/mocong

(premaxillae) hingga ujung ekor (caudal fin) menggunakan penggaris (Taunay et

al., 2013).

b. Perhitungan Berat Ikan

Menurut Wahyuningsih dan Barus (2006), pengukuran berat ikan meliputi

berat tubuh ikan (W) dalam ukuran gram. Pengukuran berat ikan dilakukan di

tempat pengambilan sampel dan menggunakan alat yaitu timbangan digital

dengan ketelitian 1 gram. Adapun cara yang dapat dilakukan yaitu dengan

membersihkan kotoran yang menempel pada tubuh ikan dan kemudian ikan

diletakkan diatas timbangan lalu dicatat hasilnya.

3.5.3 Pengamatan Lambung Ikan Bandeng (Chanos chanos)

Menurut Effendi (1979), adapun langkah-langkah pada pengamatan jenis

plankton di lambung ikan bandeng yaitu sebagai berikut:

- Sampel ikan bandeng dibedah dengan menggunakan sectio set

- Lambung ikan bandeng diambil kemudian diawetkan dengan alkohol

- Lambung ikan bandeng kemudian dibedah dan dikeluarkan isinya

- Lambung ikan diencerkan dengan aquades 10 ml kemudian dibuat

preparat

- Lambung yang telah diencerkan lalu diamati dibawah mikroskop dan catat

jenis plankton yang didapatkan

3.6 Prosedur Analisa Sampel Plankton

3.6.1 Prosedur Pengambilan Sampel Plankton

Menurut Herawati dan Kusriani (2005), adapun cara dalam pengambilan

sampel plankton ialah sebagai berikut:

23
- Botol film dipasang pada plankton net no.25

- Sampel air diambil sebanyak 25 liter dan jumlah air yang tersaring dicatat

sebagai (W)

- Sampel air kemudian disaring dengan plankton net sehingga konsentrat

plankton tertampung pada botol film kemudian dicatat sebagai (V)

- Lugol kemudian diberikan sebanyak 3-4 tetes ke dalam botol film sebagai

pengawet. Hal ini dilakukan agar sampel plankton awet baik untuk warna

dan bentuk sampel untuk preservasi sampel sebelum dilakukan

pengamatan dan identifikasi plankton

- Botol film yang berisi fitoplankton diberikan label

3.6.2 Identifikasi Fitoplankton

Menurut Herawati dan Kusriani (2005), adapun cara dalam kegiatan

identifikasi plankton ialah sebagai berikut:

- Objek glass dan cover glass disiapkan

- Kemudian dibilas dengan akuades

- Objek glass dan cover glass kemudian dilap secara searah dengan tisu

- Sampel plankton dalam botol film kemudian diambil sebanyak 1 tetes

menggunakan pipet tetes

- Teteskan sampel plankton pada objek glass kemudian tutup dengan cover

glass dengan kemiringan 45° agar terhindar dari gelembung

- Amati dibawah mikroskop dimulai dari perbesaran terkecil hingga terlihat

sampel di bawah bidang pandang

- Ciri-ciri plankton dan jumlah plankton yang didapat kemudian dicatat

- Identifikasi sampel plankton yang didapat menggunakan buku identifikasi

Presscott dan Davis

24
3.6.2 Perhitungan Kelimpahan Fitoplankton

Menurut Herawati (1969), adapun perhitungan kelimpahan plankton dapat

dilakukan dengan memakai metode “Lackey Drop” dengan menggunakan satuan

sel/liter dengan rumus sebagai berikut:

TxV
N (ind/ml) = xn
LxVxPxW

Keterangan:
N = Jumlah plankton (ind/ml)
T = Luas cover glass (20 x 20 mm2)
V = Volume konsentrat plankton dalam botol tampung
L = Luas bidang pandang dalam mikroskop (mm2)
v = Volume konsentrat plankton dibawah cover glass (ml)
p = Jumlah lapang bidang (5)
W = Volume air yang tersaring dalam plankton net (liter)
N = Jumlah plankton yang ada dalam bidang pandang

3.6.3 Indeks Keanekaragaman Plankton

Menurut Usman. et al, (2013), untuk menghitung indeks keanekaragaman

plankton dapat menggunakan rumus formula Shannon-Wener seperti dibawah ini:

𝑛𝑖 𝑛𝑖
𝐻 ′ = − ∑( 𝑙𝑛 )
𝑁 𝑁

Keterangan:
H’ = Indeks keanekaragaman spesies
ni = Jumlah individu ke-i
N = Jumlah total individu

3.6.4 Indeks Dominasi

Adapun untuk perhitungan indeks dominasi plankton dapat dihitung

menggunakan rumus sebagai berikut (Simpson, 1949):

𝑛𝑖
𝐶 = ∑( )2
𝑁

Keterangan:
Ni = Jumlah individu pada genus tersebut
N = Jumlah total individu

25
3.7 Prosedur Pengukuran Parameter

Adapun prosedur pengukuran parameter kualitas air yang dilakukan oleh

Perusahaan Umum (Perum) Jasa Tirta I adalah sebagai berikut:

3.7.1 Parameter Fisika

a. Suhu

Menurut Mariyam. et al, (2004), pengukuran suhu dengan menggunakan

DO meter. Adapun prosedur pengukuran suhu, yaitu:

- Menyiapkan alat DO meter

- Probe dicelupkan ke dalam air sampel sekurang-kurangnya pada kedalaman

10 cm, agar probe dipengaruhi oleh temperatur sehingga terjadi pergantian

temperatur secara otomatis

- Probe ditunggu sekitar lima menit agar terjadi keseimbangan panas antara

probe dengan sampel yang diukur.

- Setelah selesai pengukuran, probe dicuci secara teliti dengan air ledeng

biasa atau air akuades setiap selesai pengukuran.

b. Kecerahan

Menurut Hariyadi. et al, (1992), adapun prosedur pengukuran dari

kecerahan yaitu menggunakan Secchi disk dengan cara sebagai berikut:

- Alat Secchi disk dimasukkan perlahan ke dalam perairan

- Kemudian diukur batas saat tidak tampak pertama kali lalu dicatat sebagai

d1

- Secchi disk dimasukkan kembali lebih dalam kemudian diangkat perlahan-

lahan hingga tampak pertama kali dan dicatat sebagai d2

- Hitung kecerahan dengan rumus sebagai berikut:

𝑑1 + 𝑑2
𝑘𝑒𝑐𝑒𝑟𝑎ℎ𝑎𝑛 =
2

26
Keterangan:
D1 = Batas tidak tampak pertama kali
D2 = Batas tampak pertama kali

3.7.2 Parameter Kimia

a. Derajat Keasaman (pH)

Menurut Simanjuntak (2009), pengukuran pH dengan menggunakan PH

meter. Adapun prosedur pengukuran pH, yaitu:

- PH meter dengan merk pH Testr 30 disiapkan

- Tekan tombol ON/OFF untuk menghidupkan pH meter

- Masukkan Elektroda pH meter sekitar 2 sampai 3 cm ke dalam larutan uji.

Aduk dan biarkan hingga angka yang tertera stabil

- Perhatikan nilai pH atau tekan tombol HOLD/ENT untuk menghentikan

pengukuran sehingga dapat dibaca. Untuk melepaskan penghentian

tersebut, tekan HOLD/ENT lagi

- Catat hasil pengukuran pH tersebut

- Tekan ON/OFF untuk mematikan pH Meter.

b. Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen/DO)

Menurut Mariyam. et al, (2004), pengukuran suhu dengan menggunakan

DO meter. Adapun prosedur pengukuran suhu, yaitu:

- Menyiapkan alat DO meter

- Probe dicelupkan ke dalam air sampel sekurang-kurangnya pada kedalaman

10 cm, agar probe dipengaruhi oleh temperatur sehingga terjadi pergantian

temperatur secara otomatis

- Probe ditunggu sekitar lima menit agar terjadi keseimbangan panas antara

probe dengan sampel yang diukur.

- Setelah selesai pengukuran, probe dicuci secara teliti dengan air ledeng

biasa atau air akuades setiap selesai pengukuran

27
c. Karbondioksida (CO2)

Menurut Hariyadi. et al, (1992), prosedur pengukuran karbondioksida (CO2)

ialah sebagai berikut:

- Air sampel dimasukkan ke dalam erlenmeyer sebanyak 25 ml

- Tambahkan 2-3 teter larutan pp ke dalam air sampel

- Bila warna air berubah menjadi merah muda berarti menunjukkan bahwa

perairan tersebut tidak mengandung CO2 bebas

- Bila air tidak berubah warna, berarti perlu dititrasi menggunakan Na2CO3

0,0454 N sampai berubah warna merah muda pertama kali

- Catat volume (ml) titran yang telah dipakai

- Hitung kadar CO2 bebas dengan rumus:

ml (titran) x N (titran)x 22 x 1000


CO2 bebas (mg/l) =
ml air sampel

Keterangan:
N = Normalitas larutan Natrium Carbonat (0,0454)
ml titran = ml larutan Natrium Carbonat untuk titrasi
ml air sampel = ml jumlah sampel air yang dititrasi
22 = Jumlah Ar (atom relatif) dari CO2
1000 = Konversi dari liter (1) menjadi mililiter (ml)

d. Salinitas

Menurut Hariyadi. et al, (1992), pengukuran salinitas dapat dilakukan

menggunakan refraktometer. Adapun pengukuran salinitas dilakukan dengan cara

sebagai berikut:

- Alat refraktometer disiapkan

- Penutup kaca pertama dibuka lalu dikalibrasi dengan akuades

- Bersihkan dengan tisu secara searah

- Teteskan air sampel sebanyak 1-2 tetes

- Tutup kembali dengan hati-hati agar tidak terjadi gelembung udara

dipermukaan kaca prisma

28
- Arahkan refraktometer ke sumber cahaya

- Lihat nilai salinitas dari air sampel yang diukur melalui kaca pengintai

e. Nitrat

Menurut Hariyadi. et al, (1992), adapun prosedur dalam pengukuran

parameter nitrat adalah sebagai berikut:

- Air sampel diambi sebanyak 12,5 ml dan dituang ke dalam cawan porselen

lalu diaduk merata dengan spatula

- Tambahkan 0,5 ml asam fenol disulfonik, aduk rata dengan spatula dan

encerkan 5 ml akuades

- Tambahkan larutan NH4OH (1:1), teteskan mencapai 1,5 ml hingga

terbentuk warna kekuningan dan kemudian diencerkan dengan akuades

setelah itu dimasukkan ke dalam cuvet

- Bandingkan dengan larutan standar pembanding yang telah dibuat, baik

secara visual atau dengan spektrofotometer dengan panjang gelombang

410 µm

f. Orthofosfat (PO43-)

Menurut de Zwart dan Trivedi (1994), adapun prosedur pengukuran

ortofosfat ialah sebagai berikut:

- Air sampel diukur dan dituang sebanyak 12,5 ml ke dalam erlenmeyer

berukuran 25 ml

- Tambahkan 0,5 ml ammonium molybdat lalu dikocok

- Tambahkan 1 tetes SnCl2 kemudian dikocok

- Hitung nilai ortofosfat dengan cara membandingkan warna biru air sampel

dengan larutan standart ataupun dengan spektrofotometer yang memiliki

panjang gelombang 690 µm

29
3.8 Analisis Data

3.8.1 Analisis Kebiasaan Makan Ikan Bandeng

Untuk mengetahui kehadiran fitoplankton di dalam lambung ikan bandeng

maka dapat digunakan metode frekuensi. Menurut Effendie (1979), metode

frekuensi kejadian dapat dilakukan yaitu dengan cara mencatat semua isi lambung

ikan bandeng yang ada plankton nya. Isi lambung ikan yang kosong juga ikut

dicatat. Tiap-tiap spesies plankton yang ditemukan kemudian dapat dihitung

dengan rumus:

∑ ikan bandeng yang isi lambungnya terdapat (genus ke − i) plankton


Ni = 𝑥 100
∑ seluruh ikan bandeng yang isi lambungnya terdapat plankton

Keterangan:
Ni = Frekuensi Kejadian Plankton
i = Jenis plankton

3.8.2 Cara Menghitung Komposisi Jenis Plankton dalam Lambung

Untuk mengetahui kelimpahan relatif atau komposisi jenis plankton yang

berada di dalam lambung ikan bandeng maka perlu diketahui terlebih dahulu

mengenai jenis dari plankton yang telah ditemukan di dalam lambung ikan.

Menurut Effendie (1979), berat jenis masing-masing organisme dapat ditentukan

dengan metode gravimetrik. Komposisi plankton dalam lambung ikan bandeng

dapat diketahui dengan rumus sebagai berikut:


𝑎
- Fitoplankton (a) : % Xa = 𝑎+𝑏 𝑥 100

𝑏
- Zooplankton (b) : % Xb = 𝑎+𝑏 𝑥 10

Keterangan:
Xa = Komposisi Fitoplankton (%)
Xb = Komposisi Zooplankton (%)
a = Jumlah fitoplankton yang ditemukan
b = Jumlah zooplankton yang ditemukan

30
3.8.3 Indeks Pilihan Makan Ikan Bandeng (Index of Electivity)

Menurut Effendie (1979), Ikan memiliki saat-saat dimana sekali ikan

menyukai suatu makanan maka ikan tersebut cenderung akan terus memakan

makanan itu. Namun, ada pula kondisi dimana ikan selektif dengan apa yang akan

dimakannya. Indeks elektivitas (E) digunakan untuk membandingkan pakan alami

yang berada di lambung ikan dengan pakan alami yang ada di perairan. Nilai

indeks elektivitas (E) bisa dihitung dengan rumus:

𝑟𝑖 − 𝑝𝑖
𝐸=
𝑟𝑖 + 𝑝𝑖

Keterangan:
E = Index of Electivity
ri = Jumlah relatif pakan alami yang terdapat di dalam lambung ikan
pi = Jumlah relatif pakan alami yang terdapat di dalam perairan

Nilai indeks elektivitas (E) memiliki kisaran antara =1 hingga -1. Jika hasil

yang didapat memiliki nilai E (0 < E < 1) berarti memiliki hasil yang positif sehingga

terjadi pemilihan pakan yang positif terhadap pakan alami yang dimaksud dan bisa

dibilang bahwa makanan tersebut merupakan makanan pilihan dan disukai oleh

ikan tersebut. Jika hasil yang didapat menunjukkan nilai E (-1 < E < 0) berarti

memiliki hasil yang negatif, maka terjadi pemilihan pakan yang negatif terhadap

pakan alami yang dimaksud dan bisa dikatakan bahwa makanan tersebut tidak

termasuk makanan pilihan dan tidak disukai oleh ikan tersebut. Jika nilai E = 0,

berarti menunjukan bahwa ikan tersebut tidak memilih pakan alami yang ada di

lambungnya.

31
DAFTAR PUSTAKA

Abror, K. 2013. Persepsi Pemustaka Tentang Kinerja Pustakawan pada Layanan


Sirkulasi di Perpustakaan Daerah Kabupaten Sragen. Tesis. Universitas
Diponegoro.

Anisah, S. 2017. Kaitan Konsentrasi Nitrat (No3) dan Fosfat (Po43-) dengan Klorofil-
A dari Fitoplankton pada Kondisi Lingkungan Perairan yang Berbeda di
Pundata Baji, Kabupaten Pangkep. Skripsi. Universitas Hasanuddin.

Aqil, D.I. 2010. Pemanfaatan Plankton sebagai Sumber Makanan Ikan Bandeng
(Chanos chanos) di Waduk IR. H. Juanda, Jawa Barat. Skripsi. Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Allphisara, A. 2015. Kualitas Pakan Alami Plankton dalam Lambung dan Kondisi
Ikan Bandeng (Chanos chanos) di Tambak Polikultur Desa Kupang,
Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Skripsi. Universitas
Brawijaya.

Agustina, H., Yulisman dan M. Fitrani. 2015. Periode Waktu Pemberian dan Jenis
Pakan Berbeda untuk Meningkatkan Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan
Larva Ikan Tambakan (Helostoma Temminckii C.V). Jurnal Akuakultur Rawa
Indonesia. 3(1): 94-103.

Ardiansyah, K. 2017. Hubungan Nitrat dan Fosfat terhadap Kelimpahan


Fitoplankton Di Perairan Pulau Anak Krakatau. Skripsi. Universitas
Lampung.

Ayumayasari, S dan A. H. Waskitasari. 2016. Kajian Pengembangan Budidaya


Ikan Bandeng (Chanos – Chanos Forsskal) Di Desa Pemuteran Kecamatan
Gerokgak Guna Meningkatkan Nilai Tambah. Fakultas Kelautan dan
Perikanan Universitas Udayana.

Constina, Y., B. Amin dan J. Samiaji. 2018. Hubungan Kandungan Nitrat dan
Fosfat dengan Kelimpahan Diatom di Perairan Pantai Panipahan Kabupaten
Rokan Hilir Provinsi Riau. Jurnal Online Mahasiswa. 5: 1-11.

de Zwart, D dan R. C. Trivedi. 1994. Manual on Integrated Water Quality


Evaluation. Netherlands Ministry of Foreign Affairs. Netherland.

Dharmayanti, R.E. 2016. Pengaruh Media Filter terhadap Perubahan Sifat Air
Payau melalui Proses Water Treatment. Tesis. Politeknik Negeri Sriwijaya.

Djumanto., B.E. Pranoto, V.S. Diani dan E. Setyobudi. 2017. Makanan dan
pertumbuhan ikan bandeng, Chanos chanos (Forsskål, 1775) tebaran di
Waduk Sermo, Kulon Progo. Jurnal Iktiologi Indonesia. 17(1): 83-100.

Effendie, M.I. 1979. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air-Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan


Lingkungan Perairan. Kanisius: Yogyakarta

32
Effendi, I. 2012. Budidaya Perikanan. In: Budidaya Perikanan. Universitas Terbuka
Jakarta. 40 hlmn.

Fahrudin, A. 2012. Peningkatan Kemandirian dan Prestasi Belajar Bahasa Jawa


melalui Blog sebagai Media Pembelajaran pada Siswa Kelas XI Sma Negeri
1 Candimulyo Magelang. Skripsi. Universitas Negeri Yogyakarta

Gani, A., J. Nilawati dan A. Rizal. 2015. Studi Habitat dan Kebiasaan Makanan
(Food Habit) Ikan Rono Lindu (Oryzias Sarasinorum Popta, 1905). Jurnal
Sains dan Teknologi Tadulako. 4(3): 9-18.

Gufran H, M dan Kordi, K. 2010. Nikmat Rasanya, Nikmat Untungnya – Pintar Budi
Daya Ikan di Tambak secara Intensif. Andi. Yogyakarta. 262 hlm.

Hariyadi, S. Suryadiputra dan B. Widigdo.1992. Limnologi: Metode Kualitas Air.


Institut Pertanian Bogor: Bogor.

Herawati, E.Y. 1989. Pengantar Planktonologi (fitoplankton). NUFFIC.


UNIBRAW/LUW/FISH. Universitas Brawijaya.

Herawati, E. Y dan Kusriani. 2005. Buku Ajar Planktonologi. Fakultas Perikanan


Universitas Brawijaya: Malang

Irawan, H. 2017. Potensi Kegiatan Budidaya Perikanan di Kepulauan. Universitas


Maritim Raja Ali Haji

Lestari, H.P. 2016. Kualitas dan Daya Simpan Ikan Bandeng Menggunakan
Konsentrasi Daun Sirih Hijau dan Lama Perendaman yang Berbeda. Skripsi.
Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Maniagasi, R., S.S. Tumembouw dan Y. Mundeng. 2013. Analisis Kualitas Fisika
Kimia Air di Areal Budidaya Ikan Danau Tondano Provinsi Sulawesi Utara.
Budidaya Perairan. 1(2): 29-37.

Mahyashopa, S. 2007. Stud1 Kebiasaan Makanan Ikan Terbang (Hirundichthys


oxycephalus, Bleeker, 1852) di Laut Flores Pada Waktu Penangkapan yang
Berbeda. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian
Bogor

Mariyam, S., S. Romdom dan E. Kosasih. 2004. Teknik Pengukuran Oksigen


Terlarut. Buletin Teknik Litkayasa Sumber Daya dan Penangkapan. 2: 45-47

Mustafa, A., I. Sapo, Hasnawi dan J. Sammut. 2007. Hubungan Antara Faktor
Kondisi Lingkungan dan Produktivitas Tambak untuk Penajaman Kriteria
Kelayakan Lahan: 1. Kualitas Air. J. Ris. Akuakultur. 2(3): 289—302.

Murachman., N. Hanani, Soemarno dan S. Muhammad. 2010. Model Polikultur


Udang Windu (Penaeus monodon Fab), Ikan Bandeng(Chanos-chanos
Forskal) dan Rumput Laut (Gracillaria Sp.) Secara Tradisional. Jurnal
Pembangunan dan Alam Lestari. 1(1): 1-10.

33
Muriasih, W. 2012. Penyebaran Oksigen Terlarut dari Sungai Cicendo di Waduk
Cirata, Jawa Barat. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.

Murtidjo, B.A. 2002. Budidaya dan Pembenihan Bandeng. Kanisius. Yogyakarta.

Narbuko, C dan A. Achmadi. 2007. Metodologi Penelitian. PT Bumi Angkasa:


Jakarta.

Patilimia, H, 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Aliabeta: Bandung

Rukka, D.P. 2012. Pengaruh Kegiatan Berbeda terhadap Konsumsi Oksigen pada
Juvenil Ikan Bandeng (Chanos chanos Forsskal). Skripsi. Universitas
Hasanuddin.

Sehabudin, S. 2011. Penambatan Karbon Dioksida dan Pengaruh Densitas Alga


Air Tawar (Chlorella sp.) terhadap Pengurangan Emisi Karbon Dioksida.
Skripsi. Universitas Islam Syarif Hidayatullah.

Simanjuntak, M. 2009. Hubungan faktor lingkungan kimia, fisika terhadap distribusi


plankton di perairan Belitung Timur, Bangka Belitung. J. Perikanan.
11(1):41–59.

Suparjo, M.N. 2008. Daya Dukung Lingkungan Perairan Tambak Desa Mororejo
Kabupaten Kendal. Jurnal Saintek Perikanan. 4(1): 50 – 55.

Sugiyono, 2009, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Bandung:


Alfabeta.

Sukamto., S. Romdom dan E. Kosasih. 2003. Kebiasaan Makan Ikan Nila


(Oreochromis niloticus) di Waduk Jatiluhur. Buletin Teknik Litkayasa Sumber
Daya dan Penangkapan. 1: 5-7.

Sukmawati, D.A., T. Elfitasari dan S. Rejeki. 2018. Evaluasi Kelayakan Usaha


Pembesaran Ikan Bandeng (Chanos Chanos) Semi Intensif di Kecamatan
Tayu Kabupaten Pati. Journal of Aquaculture Management and Technology.
7(1): 55-63.

Solichudin, M., S. Ramdlani dan B. Yatnawijaya. 2017. Balai Budidaya Ikan


Bandeng dan Udang Vanamei Sebagai Percontohan Budidaya Perikanan di
Kecamatan Jabon, Sidoarjo. Jurnal Mahasiswa Jurusan Arsitektur. 5(2): 9
hlm.

Taunay, P.N., E. Wibowo dan S. Redjeki. 2013. Studi Komposisi Isi Lambung dan
Kondisi Morfometri untuk Mengetahui Kebiasaan Makan Ikan Manyung
(Arius Thalassinus) yang diperoleh di Wilayah Semarang. Journal Of Marine
Research.

Tim Perikanan WWF – Indonesia. 2014. Budidaya Ikan Bandeng (Chanos chanos)
pada Tambak Ramah Lingkungan. WWF-Indonesia. Jakarta Selatan.

Titrawani., R. Elvyra dan R.U. Sawalia. 2013. Analisis Isi Lambung Ikan Senangin
(Eleutheronema Tetradactylum Shaw) di Perairan Dumai.

34
Triyatmo, B. 2003. Zeolit Mempertahankan Kualitas Air dan Meningkatkan
Pertumbuhan Lele Dumbo (Clarias gariepinus).

Usman, M.S., Kusen J.D dan Joice R.T.S.L. 2013. Struktur Komunitas Plankton di
Perairan Pulau Bangka Kabupaten Minahasa Utara. Jurnal Pesisir dan Laut
Tropis. Universitas Sam Ratulangi. 2(1).

Wandasari, N.D. 2013. Perlakuan Akuntansi Atas Pph Pasal 21 pada PT. Artha
Prima Finance Kotamobagu. Jurnal EMBA. 1(3): 558 – 566

Wahyuningsih, H dan T. A. Barus 2006. Buku Ajar Iktiologi. Universitas Sumatera


Utara. Medan.

Wardani, B.A., R. Sari dan Sarjito. 2013. Inventarisasi Bakteri yang Berpotensi
sebagai Probiotik dari Usus Ikan Bandeng (Chanos chanos). Journal of
Aquaculture Management and Technology. 2(1): 75-85.

Wibowo, R.K.A. 2009. Analisis Kualitas Air pada Sentral Outlet Tambak Udang
Sistem Terpadu Tulang Bawang, Lampung. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.

Yanti, N.D. 2016. Penilaian Kondisi Keasaman Perairan Pesisir dan Laut
Kabupaten Pangkajene Kepulauan pada Musim Peralihan I. Skripsi.
Universitas Hasanuddin.

35
LAMPIRAN

Lampiran 1. Alat dan Bahan yang digunakan selama Penelitian

Parameter Alat Bahan


Biologi
1. Pengambilan - Coolbox - Ikan Bandeng
sampel ikan - Es Batu
- Kertas label
2. Pengamatan - Sectio set - Ikan bandeng
lambung ikan - Timbangan digital - Alkohol 70%
bandeng - Penggaris - Akuades
- Botol film
- Mikroskop
- Objek glass
- Cover glass
- Buku Shirota
3. Pengambilan - Plankton net - Kertas label
sampel - Ember 5 liter - Larutan lugol
plankton - Botol film - Air tambak
4. Identifikasi - Mikroskop - Air tambak
plankton - Cover glass - Akuades
- Objek glass - tisu
- Pipet tetes
- Buku Presscot
dan Davis
Fisika
1. Suhu - Temperatur meter - Air tambak
2. Kecerahan - Secchi disk - Air tambak
- Penggaris
Kimia
1. Oksigen terlarut - DO meter - Air tambak
(DO)
2. Derajat - pH meter - Air tambak
keasaman (pH)
3. Karbondioksida - Erlenmeyer - Kertas label
(CO2) - Pipet tetes - Larutan pp
- Buret - Larutan Na2CO3
- Statif - Air tambak
- Gelas ukur 25 ml
4. Salinitas - Refraktometer - Air tambak
- Pipet tetes
- Tisu
- akuades

36
Lampiran 1. Lanjutan

Parameter Alat Bahan

5. Nitrat - Botol air mineral - Air tambak dalam


- Beaker glass 100 botol mineral
ml - Asam fenol
- Gelas ukur 100 ml disulfonik
- Cawan porselen - Akuades
50 ml - NH4OH
- Hot plate - Kertas saring
- Spatula
- Pipet tetes
- Cuvet
- Rak cuvet
- Nampan
- Spektrofotometer
(410 µm)
6. Ortofosfat - Botol air mineral - Air tambak dalam
- Erlenmeyer 50 ml botol air mineral
- Pipet tetes - Ammonium
- Pipet volume molybdat
- Nampan - SnCl2
- Spektrofotometer
(690 µm)

37
Lampiran 2. Peta Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Tambak Polikultur Desa Kupang, Kecamatan


Jabon, Kabupaten Sidoarjo

38

Anda mungkin juga menyukai