Anda di halaman 1dari 98

MANAJEMEN PEMBESARAN UDANG WINDU ( Penaeus Monodon

Fabr) DI BALAI BESAR PERIKANAN BUDIDAYA AIR PAYAU


(BBPBAP) JEPARA, JAWA TENGAH

LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANG

Oleh :

IKHSAN
NIM. 175080107111004

PRGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN


JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2020

i
MANAJEMEN PEMBESARAN UDANG WINDU ( Penaeus Monodon
Fabr) DI BALAI BESAR PERIKANAN BUDIDAYA AIR PAYAU
(BBPBAP) JEPARA, JAWA TENGAH

LAPORAN PRAKTIK KERJA MAGANG

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Perikanan


di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Brawijaya

Oleh :

IKHSAN
NIM. 175080107111004

PRGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN


JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2020

ii
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANG

MANAJEMEN PEMBESARAN UDANG WINDU ( Penaeus Monodon Fabr) DI BALAI


BESAR PERIKANAN BUDIDAYA AIR PAYAU (BBPBAP) JEPARA, JAWA TENGAH

Oleh :

IKHSAN
NIM. 175080107111004

Telah dipertahankan didepan Pembimbing sekaligus penguji


pada tanggal 20 November 2020
dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Mengetahui, Menyetujui,
Ketua Jurusan , Dosen Pembimbing,

(Dr. Ir. Muhamad Firdaus, M.P) ( Dr. Ir. Muhammad Mahmudi,Ms )


NIP. 19680919 200501 1 001 NIP. 19600505 198601 1 004
Tanggal : 12/7/2020 Tanggal : 12/7/2020

iii
PERNYATAAN TELAH MELAKUKAN MAGANG

iv
PERNYATAAN ORISINALITAS

Dengan ini Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Ikhsan

NIM : 175080107111004

Judul PKL : Manajemen Pembesaran Udang Windu (Penaeus monodon)


di Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau Jepara, Jawa
Tengah

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa penulisan PKL ini berdasarkan hasil

kegiatan, pemikiran dan pemaparan asli dari saya sendiri baik untuk naskah,

tabel, gambar maupun ilustrasi lainnya yang tercantum sebagai bagian dari

laporan PKL ini. Jika terdapat karya/ pendapat/ informasi dari orang lain, maka

saya telah mencantumkan sumber yang jelas dalam daftar pustaka.

Demikian pernyataan ini saya buat, apabila di kemudian hari terdapat

penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia

menerima sanksi akademik sesuai dengan peraturan yang berlaku di Universitas

Brawijaya, Malang. Demikian pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar

tanpa adanya paksaan dari pihak manapun.

Malang, 18 November 2020

Ikhsan
NIM. 175080107111004

v
UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

berperan dan membantu demi kelancaran penulisan sehingga Laporan Praktik

Kerja Lapang (PKL) dengan judul Manajemen Pembesaran Udang Windu

(Penaeus monodon) di Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau Jepara, Jawa

Tengah dapat terselesaikan. Penulis ingin menyampaiakan ucapan terima kasih

kepada :

1. Allah SWT yang telah melimpahkan segala karunia-Nya sehingga penulis

bisa menyelesaikan laporan PKM ini dengan baik.

2. Bapak Dr. Ir. Mohammad Mahmudi, MS yang saya hormati selaku

dosen pembimbing yang membimbing saya dalam Laporan Praktik Kerja

Magang (PKM).

3. Pak Supardiman A dan mas Rosid serta teman teman di tambak yang

saya hormati selaku pembimbing lapang yang senantiasa memberikan

ilmu-ilmunya, makanan dan kasih sayangnya

4. Kepada orang tua ku bapak Parlagutan Batubara dan Irma Suryani yang

senantiasa memanjatkan doa-doa terbaik untuk menemani anaknya yang

sedang berjuang.

5. Adik adikku Nese Maryamah dan Syifa Fauziah yang mengorbankan

waktunya untuk mendengarkan keluh kesah dan mengantar ke tempat

magang.

6. Seseorang yang selalu menjadi teman ceritaku wanita bandung Amalia

Ayu Utami

7. Teman teman kos KOROOP VIP ( Hafizh Gigih P , Ilham Affandi, Punto,

Luthfiwiko ,Agi dll)

i
8. Teman - teman Asrama Windu dan Vaname (Denta, Dina, Inaya, Mitha,

Salwa) yang membagikan ruangan, makanan dan ilmunya selama 30

hari.

9. Mas Usman terima kasih.

10. Semua pihak dan teman-teman yang tidak bisa saya sebukan namanya

satu-persatu. Terimakasih banyak selama ini sudah membantu,

mendukung dan mengajarkan saya banyak ilmu dan pengalaman baru.

Malang.

Malang, 4 Oktober 2020

Penulis

ii
RINGKASAN

Ikhsan. Manajemen Pembesaran Udang Windu (Penaeus monodon) di Balai


Besar Perikanan Budidaya Air Payau Jepara, Jawa Tengah (di bawah bimbingan
Dr. Ir. Mohammad Mahmudi, MS).

Udang ialah salah satu subsektor perikanan yang cukup tinggi di pasaran
baik nasional maupun internasional. Udang windu (Penaeus Monodon)
merupakan salah satu jenis udang yang berekonomis tinggi dan udang yang
berasal asli dari indonesia. Kegiatan pembesaran udang windu sendiri meliputi
persiapan tambak, pemilihan dan penebaran benur, pemeliharaan kualitas air,
pengelolaan pakan dan pengendalian penyakit, hingga panen. Permasalahan
utama yang sering ditemukan dalam kegagalan produksi udang windu adalah
buruknya kualitas air selama masa pemeliharaan. Beberapa parameter kulitas air
yang sering diukur dan berpengaruh pada pertumbuhan udang yaitu oksigen
terlarut (DO), suhu, pH, salinitas, amonia. Salah satunya dibudidayakan di Jawa
yaitu di Balai Besar Perikanan Air Payau Jepara, Jawa Tengah. Tujuan dari
pelaksanaan Praktik Kerja Magang (PKM) ini adalah mengetahui, memahami
dan mempraktikan manajemen pembesaran udang windu (Penaeus monodon)
dan manajemen kualitas air serta kendala dalam budidaya udang windu di Balai
Besar Perikanan Budidaya Air Payau Jepara, Jawa Tengah. Metode yang
digunakan saat pelaksanaan Praktik Kerja Magang ini yaitu metode deskriptif
yang terdiri dari pengamatan, mengumpulkan data lapang, wawancara,
partisipasi aktif dan studi literatur. Beberapa parameter kualitas air yang diukur
selama pelaksanaan Praktik Kerja Magang (PKM) dilakukan selama 5 Agustus –
3 September 2020. ini yaitu dimulai dari Pada Persiapan tambak meliputi
Pengeringan, perbaikan konstruksi tambak, pemasangan alat dan komponen
tambak, pengisian air ,sterilisasi, pengapuran serta pemupukan.Pengapuran
dilakukan jika pH dan alkalinitas belum mencapai nilai optimal pada saat 1,5
bulan pertama, jika setelah 1,5 bulan berikutnya pH dan alkalinitas belum optimal
maka dilakukan pengapuran setiap 2 hari sekali. Pada proses pemupukan jenis
pupuk yang digunakan pada BBPBAP Jepara adalah pupuk ZA dan TSP.
Manejemen Kualitas air yang diukur terdapat Parameter fisika diantaranya yaitu
suhu, parameter kimia seperti pH, salinitas, DO (oksigen terlarut) dan amonia.
Pada penebaran benih udang windu pada PL 12 sebanyak 100.000 ekor dengan
luas tambak 3000 m2 sehingga padat tebarnya adalah 25 ekor/m2. Manajemen
pakan di BBPBAP Jepara dalam satu siklus pemeliharaan menghabiskan 2700
Kg. Hasil dari pengamatan dan pengukuran saat Praktik Kerja Magang (PKM)
diperoleh hasil rata-rata suhu yaitu berkisar antara 24 oC - 27oC (Pagi hari), 28o
-31o C (sore hari) pH 6.4 – 7.9 (pagi hari) 6.3-8.0 (sore hari), salinitas 30 ppt - 35
ppt (pagi hari) 30-36 ppt (sore hari) dan DO berkisar 3.4mg/L – 5.2 mg/L (pagi
hari) 3,5-5.4 ppt (sore hari). Adapun parameter kualitas air yang diukur setiap
satu minggu sekali meliputi amonia dengan kadar 0.402 mg/L lalu pada
pengukuran minggu kedua di dapat 1.145 mg/l, minggu ketiga 1,525 mg/l dan
pada minggu ke 4 yaitu 3,820 mg/l. Cara yang dilakukan untuk menanggulangi
amonia yang tinggi ialah dengan melakukan penyifonan 2 kali dalam 1 minggu.
Kualitas air yang didapat bisa disimpulkan bahwa ada beberapa yang tidak
optimum sehingga memperlambat pertumbuhan udang windu. Pemanenan
udang windu dengan SR 75 % menghasilkan 1500 Kg. Sehingga Berdasarkan
Analisa usaha budidaya udang windu menguntungkan.

iii
SUMMARY

Ikhsan. Management of Growing Tiger Shrimp (Penaeus monodon) at the Center


for Brackish Water Cultivation Fisheries in Jepara, Central Java ( Under the
guidance of Dr. Ir. Mohammad Mahmudi, MS).

Shrimp is one of the fisheries subsectors which is quite high in the market
both nationally and internationally. Tiger prawns (Penaeus Monodon) are one
type of high economic shrimp and shrimp originating from Indonesia. Tiger prawn
rearing activities include pond preparation, selection and distribution of fry, water
quality maintenance, feed management and disease control, and harvesting. The
main problem that is often found in the failure of tiger shrimp production is the
poor quality of water during the rearing period. Some water quality parameters
that are often measured and affect shrimp growth are dissolved oxygen (DO),
temperature, pH, salinity, ammonia. One of them is cultivated in Java, namely at
the Center for Brackish Water Fisheries in Jepara, Central Java. The purpose of
implementing this Apprenticeship Practices (PKM) is to know, understand and
practice the management of tiger shrimp rearing (Penaeus monodon) and water
quality management as well as constraints in tiger prawn cultivation at the Center
for Brackish Water Cultivation Fisheries in Jepara, Central Java. The method
used during the Apprenticeship Practices is descriptive method consisting of
observation, collecting field data, interviews, active participation and literature
study. Several water quality parameters measured during the implementation of
the Apprenticeship Practices (PKM) were carried out during 5 August - 3
September 2020. This starts from the preparation of the ponds including drying,
repairing pond construction, installing pond tools and components, filling water,
sterilizing, liming and Calcification is carried out if the pH and alkalinity have not
reached optimal values during the first 1.5 months, if after the next 1.5 months
the pH and alkalinity are not optimal, then calcification is carried out every 2 days.
In the fertilization process, the types of fertilizers used at BBPBAP Jepara are ZA
and TSP fertilizers. Management of water quality that is measured has physical
parameters including temperature, chemical parameters such as pH, salinity, DO
(dissolved oxygen) and ammonia. In the stocking of tiger prawns on PL 12 as
many as 100,000 heads with a pond area of 3000 m2 so that the density of the
spread is 25 heads / m2. Feed management at BBPBAP Jepara in one
maintenance cycle consumes 2700 Kg. The results of observations and
measurements during the Apprenticeship Practices (PKM) obtained the average
temperature, which is between 24 oC - 27oC (morning), 28o -31o C (afternoon)
pH 6.4 - 7.9 (morning) 6.3-8.0 ( afternoon), salinity 30 ppt - 35 ppt (morning) 30-
36 ppt (afternoon) and DO ranges from 3.4 mg / L - 5.2 mg / L (morning) 3.5-5.4
ppt (afternoon). The water quality parameters measured once a week include
ammonia with a level of 0.402 mg / L, then in the second week of measurement it
gets 1,145 mg / l, the third week is 1.525 mg / l and at week 4 it is 3,820 mg / l.
The way to deal with high ammonia is to do the buffing 2 times a week. The
quality of water obtained can be concluded that there are some that are not
optimal so that it slows down the growth of tiger prawns. Harvesting tiger prawns
with SR 75% yields 1500 Kg. So that based on the analysis of tiger shrimp
cultivation is profitable.

iv
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kepada Allah SWT atas ridho dan hidayah-NYA, sehingga

penulis dapat menyelesaikan laporan praktik kerja magang dengan judul

“MANAJEMEN PEMBESARAN UDANG WINDU (Penaeus monodon) DI

BALAI BESAR PERIKANAN BUDIDAYA AIR PAYAU (BBPBAP) JEPARA,

JAWA TENGAH”. laporan magang ini dibuat sebagai syarat untuk meraih gelar

sarjana perikanan.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak Prof. Dr. Ir. Happy

Nursyam, MS selaku Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas

Brawijaya, bapak Dr. Ir. M. Firdaus, MP selaku Ketua Jurusan Manajemen

Sumberdaya Perairan, ibu Dr. Uun Yanuhar, S.Pi., Msi selaku Ketua Program

Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, bapak Dr. Ir. Moh. Mahmudi, MS selaku

Dosen Pembimbing yang telah membimbing dalam penyusunan proposal

magang, kepada segenap dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, serta

kepada kepala Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara.

Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada seluruh pihak dan rekan-rekan

yang telah banyak membantu dalam penyusunan usulan praktek magang.

Penulis menyadari bahwa penyusunan usulan Praktik Kerja Magang

(PKM) ini masih ada kekurangan dan kesalahan, oleh sebab itu penulis

mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk kesempurnaan

penyusunan proposal usulan magang ini kearah yang lebih baik. Harapan

penulis semoga proposal ini memberi manfaat kepada penulis khusunya dan

pembaca umumnya.

Malang, 27 Februari 2020

Penulis

v
DAFTAR ISI

Halaman
PERNYATAAN ORISINALITAS.............................................................................I

UCAPAN TERIMA KASIH.....................................................................................II

RINGKASAN.......................................................................................................iii

SUMMARY............................................................................................................iv

KATA PENGANTAR............................................................................................v

DAFTAR ISI........................................................................................................ vi

DAFTAR TABEL.................................................................................................ix

DAFTAR GAMBAR..............................................................................................x

DAFTAR LAMPIRAN..........................................................................................xi

1. PENDAHULUAN.........................................................................................1

1.1 Latar Belakang........................................................................................1


1.2 Maksud dan Tujuan.................................................................................3
1.3 Kegunaan.................................................................................................4
1.4 Waktu dan Tempat..................................................................................4
2. MATERI DAN METODE..............................................................................6

2.1 Materi Praktek Kerja Magang.................................................................6


2.2 Alat dan Bahan........................................................................................6
2.3 Metode Praktik Kerja Magang................................................................6
2.4 Jenis dan Sumber Data..........................................................................7
2.4.1 Data Primer......................................................................................7
2.4.2 Data Sekunder.................................................................................9
2.5 Pelaksanaan Praktik Kerja Magang.....................................................9
2.5.1 Persiapan Tambak........................................................................10
2.5.2 Persiapan Media...........................................................................11
2.5.3 Pemilihan dan Penebaran Benih...................................................12
2.5.4 Kegiatan Pembesaran Udang windu (Penaeus monodon)............13
2.5.5 Pemanenan...................................................................................14
2.5.6 Pemasaran....................................................................................14
2.6 Prosedur Pengukuran Kualitas Air.................................................14

vi
2.6.1 Pengambilan Sampel Parameter Fisika..........................................14
2.6.2 Pengambilan Sampel Parameter Kimia..........................................15
2.6.3 Pengambilan Sampel Parameter Biologi........................................16
3. KEADAAN UMUM LOKASI.......................................................................18

3.1 Letak Geografis dan Topografi BBPBAP Jepara................................18


3.2 Sejarah Berdirinya BBPBAP Jepara....................................................19
3.3 Visi dan Misi BBPBAP Jepara..............................................................20
3.4 Struktur Organisasi dan Tugas Serta Fungsi BBPBAP Jepara.........21
3.5 Bidang Kegiatan BBPBAP Jepara.......................................................23
3.6 Sarana dan Prasarana BBPBAPJepara...............................................24
3.6.1 Sarana BBPAP Jepara...................................................................24
3.6.2 Prasarana Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPAP)
Jepara............................................................................................29
4. HASIL DAN PEMBAHASAN.....................................................................32

4.1 Persiapan Tambak................................................................................32


4.1.1 Pengeringan...................................................................................32
4.1.2 Perbaikan Konstruksi Tambak........................................................33
4.1.3 Pemasangan Alat dan Komponen Tambak....................................34
4.1.4 Pengisian Air..................................................................................36
4.1.5 Sterilisasi........................................................................................36
4.1.6 Pengapuran....................................................................................37
4.1.7 Pemupukan....................................................................................38
4.2 Kegiatan Pembesaran Udang Windu (Paneous Monodon)................38
4.2.1 Pemilihan dan Penebaran Benih....................................................39
4.2.2 Pemberian Probiotik.......................................................................42
4.2.3 Manajemen Pakan.........................................................................43
4.2.4 Manajemen Kualitas Air.................................................................46
4.2.5 Manajemen Hama dan Penyakit.....................................................54
4.2.6 Sampling Pertumbuhan..................................................................55
4.3 Pemanenan............................................................................................56
4.4 Pemasaran.............................................................................................58
5. PENUTUP........................................................Error! Bookmark not defined.

5.1 Kesimpulan............................................................................................60

vii
5.2 Saran......................................................................................................62
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................63

LAMPIRAN.........................................................................................................67

Lampiran 2 . Data Hasil Pengukuran Kualitas Air..........................................69

Lampiran 3 . Data Hasil Pengukuran Kualitas Air..........................................71

Lampiran 4. Dokumemtasi Praktik Kerja Magang (PKM)...............................72

Lampiran 5. Log Book Praktik Kerja Magang (PKM).......................................74

Lampiran 6. Alat dan Bahan Kualitas Air.........................................................81

viii
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Pelaksanaan Kegiatan Pembesaran Udang Windu (Penaeus monodon).........9

2. Data Rata Rata Kualitas Air.............................................................................46

3. Analisa Biaya Usaha Udang Windu.................................................................58

ix
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

Gambar 1 . Kantor BBPBAP Jepara...................................................................19

Gambar 2 . Struktur Organisasi BBPBAP Jepara...............................................21

Gambar 3 . Tambak Pembesaran Udang Windu................................................25

Gambar 4 . Tandon.............................................................................................26

Gambar 5 . Hatchery Udang Windu....................................................................27

Gambar 6 . Sistem Aerasi (Dokumentasi Pribadi )..............................................27

Gambar 7. Pompa Air (Dokumentasi Pribadi).....................................................28

Gambar 8. Jaringan Listrik (Dokumentasi Pribadi)..............................................29

Gambar 9 . Laboratorium Pakan Hidup (Dokumentasi Pribadi)..........................29

Gambar 10 . Aditorium BBPBAP Jepara.............................................................30

Gambar 11 . WIFi Sebagai Sarana Komunikasi (Dokumentasi Pribadi)..............31

Gambar 12 . Transportasi Roda 4 (Pick up) (Dokumentasi Pribadi)...................31

Gambar 13 . Pengeringan Tambak.....................................................................33

Gambar 14 . Pemasangan Kincir (Dokumentasi Pribadi)....................................35

Gambar 15. Seleksi Benih..................................................................................40

Gambar 16. Penebaran benih ke kolam.............................................................42

Gambar 17. Penebaran probiotik........................................................................43

Gambar 18. Pemberian Pakan Udang Windu.....................................................45

Gambar 19. Ancho (Alat Bantu Pengecekan Pakan) (Dokumentasi Pribadi)......45

Gambar 20. Hasil Pengukuran Suhu..................................................................48

Gambar 21. Hasil Pengukuran Ph......................................................................50

Gambar 22. Hasil Pengukuran DO.....................................................................51

Gambar 23. Hasil Pengukuran Salinitas.............................................................53

x
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 . Daftar Pertanyaan Praktik Kerja Magang (PKM)..........................................67

2 . Hasil Pengukuran Kualitas Air......................................................................69

3 . Peta Praktik Kerja Magang............................................................................68

4. Dokumentasi Praktik Kerja Magang...............................................................69

5. Alat dan Bahan Pengukuran Kualitas Air.......................................................71

xi
1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut Evania et al.,. (2018), Udang merupakan salah satu komoditas

ekspor dari sub sektor perikanan yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Udang windu

(Penaeus Monodon) merupakan salah satu jenis udang yang berekonomis tinggi

dan dapat dibudidayakan di indonesia selain udang Vanamei. Hal ini

menyebabkan permintaan produksi udang windu semakin meningkat sesuai

dengan kebutuhan pasar menjadikan pembudidaya udang semakin banyak untuk

mendapatkan hasil yang banyak melalui tambak intensif. Dalam proses budidaya

udang windu, dibagi menjadi 3 sektor kegiatan, yakni pembenihan, pendederan,

dan pembesaran. Kegiatan pembesaran udang windu sendiri meliputi persiapan

tambak, pemilihan dan penebaran benur, pemeliharaan kualitas air, pengelolaan

pakan dan pengendalian penyakit, hingga panen.

Menurut Syukri (2016), Salah satu budidaya tambak yang memiliki

prospek usaha yang cukup baik untuk dikembangkan adalah budidaya udang

windu. Di Indonesia sendiri budidaya udang windu mulai berkembang pada

pertengahan tahun 1980-an. Sampai pada awal tahun 1990-an budidaya udang

mengalami perkembangan yang sangat pesat, baik dengan pola tradisional, semi

intensif, maupun intensif, yang mengantarkan Indonesia menjadi salah satu

produsen utama udang dunia melalui usaha budidaya tambak.1 Sampai saat ini

udang windu masih menjadi komoditas perikanan yang memiliki peluang usaha

yang cukup baik karena sangat digemari konsumen lokal dan konsumen luar

negeri. Hal ini disebabkan oleh rasa udang windu yang enak dan gurih serta

kandungan gizinya yang sangat tinggi. Daging udang windu diperkirakan

mengandung 90% protein. Keunggulan udang windu lainnya adalah kandungan

lemaknya hanya sedikit. Udang windu (penaeus monodon) paling dominan

1
dibudidayakan sekarang ini, karena fakta menunjukkan bahwa spesies ini paling

cepat tumbuh. Setelah 4 bulan, dengan kondisi cukup baik (antara lain

temperatur 28-30 C) dapat mencapai berat 39 g.

Menurut Pratama et al., (2017), Udang windu (Penaeus monodon)

merupakan salah satu komoditi perikanan yang dibudidayakan di Indonesia.

Budidaya udang windu dilakukan dengan sistem intensif dan semi intensif,

dicirikan dengan padat tebar yang cukup tinggi. Faktor pendukung keberhasilan

budidaya udang windu (Penaeus monodon) yaitu penggunaan kincir air,

pemasangan biosecurity, pengelolaan kualitas air, penggunaan pakan komersil

dengan kandungan protein yang tinggi, penggunaan probiotik dan alat-alat

pendukung lainnya. Dari faktor pendukung tersebut terdapat faktor utama yang

mempengaruhi kelangsungan hidup udang windu yaitu kualitas air, maka dari hal

tersebut perlu dilakukan manajemen kualitas air. Kualitas air yang mempengaruhi

kelangsungan hidup udang diantaranya yaitu derajat keasaman (pH), kadar

garam (salinitas), kandungan oksigen terlarut (DO), kandungan amoniak, H2S,

kecerahan air, kandungan plankton, dan lain-lain.

Menurut Supito et al., (2017), Permasalahan utama yang sering ditemukan

dalam kegagalan produksi udang windu adalah buruknya kualitas air selama

masa pemeliharaan, terutama pada tambak intensif. Berdasarkan pada hasil

identifikasi permasalahan budidaya udang windu, terdapat sedikitnya empat

faktor penyebab tambak pembesaran udang udang windu gagal berproduksi

antara lain karena : kualitas benih yang rendah dan terinfeksi virus White Spot

(WSSV) dan jenis virus lainnya; daya dukung lahan cenderung menurun;

lingkungan tempat budidaya yang terkontaminasi dan fluktuasi lingkungan dalam

tambak yang ekstrim akibat eutrifikasi. Permasalahan lain yang dapat

memperparah kegagalan adalah sistem tata guna air yang buruk antar

pembudidaya sehingga memudahkan proses kontaminasi dan infeksi penyakit

2
pada petakan tambak dalam satu kawasan. Selain itu, pembudidaya dalam satu

kawasan kurang memperhatikan musim tanam yang tepat dan kurang kompak

dalam strategi pola tanam yang baik . Masalah lainnya ialah Padat tebar yang

tinggi dan pemberian pakan yang banyak dapat menurunkan kondisi kualitas air.

Hal ini diakibatkan adanya akumulasi bahan organik, karena udang meretensi

protein pakan sekitar 16.3-40.87% dan sisanya dibuang dalam bentuk ekskresi

residu pakan, serta feses. Oleh karena itu, manajemen kualitas air selama

proses pemeliharaan mutlak diperlukan. Beberapa parameter kulitas air yang

sering diukur dan berpengaruh pada pertumbuhan udang yaitu oksigen terlarut

(DO), suhu, pH, salinitas, amonia, dan alkalinitas.

Dilihat dari segi peluang ekonomi udang windu (Penaeus Monodon )

memiliki prospek yang cerah untuk dibudidayakan. Salah satu faktor penting

dalam kegiatan budidaya udang windu (paneous monodon ) adalah kondisi

kualitas air. Dalam hal ini faktor-faktor yang mempengaruhi keberlangsungan

hidup salah satunya kualitas air perlu diperhatikan sebagai penunjang

keberhasilan kegiatan budidaya. Praktik Kerja Magang (PKM) diperlukan agar

kita dapat mengetahui secara langsung permasalahan yang dihadapi dalam

budidaya udang windu (Penaeus Monodon), dapat mengetahui kondisi kualitas

air yang sesuai dengan kehidupan udang windu (Penaeus monodon), serta

menerapkan teori yang didapat pada saat perkuliahan dengan fakta yang ada

dilapang dan meningkatkan pengetahuan dan pengalaman kerja magang dalam

bidang perikanan.

1.2 Maksud dan Tujuan

Maksud dari kegiatan Praktik Kerja Magang tentang Manajemen

Pembesaran Udang windu (Penaeus monodon) di Balai Besar Perikanan

Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara, Jawa Tengah adalah untuk mengetahui

3
dan mempelajari secara langsung teknik pembesaran Udang Windu (Penaeus

monodon) serta permasalahan yang dihadapai dalam budidaya pembesaran

Udang Windu (Penaeus monodon) di Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau

(BBPBAP) Jepara, Jawa Tengah .

Tujuan yang ingin dicapai dari Praktik Kerja Magang (PKM) tentang

Manajemen Pembesaran Udang windu (Penaeus monodon) di Balai Besar

Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara, Jawa Tengah adalah :

1. Mempelajari, memahami dan mempraktikkan tentang cara pembesaran

udang windu (Penaeus monodon) di Balai Besar Perikanan Budidaya Air

Payau (BBPBAP) Jepara, Jawa Tengah

2. Mengetahui manajemen kualitas air pada pembesaran udang windu

(Penaeus monodon) di Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP)

Jepara, Jawa Tengah

3. Mengetahui permasalahan atau kendala yang dihadapi pada kegiatan

pembesaran udang windu (Penaeus monodon) di Balai Besar Perikanan

Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara, Jawa Tengah.

1.3 Kegunaan

Kegunaan dari kegiatan Praktik Kerja Magang (PKM) tentang Manajemen

Pembesaran Udang Windu (Penaeus monodon) di Balai Besar Perikanan

Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara, Jawa Tengah yaitu dapat mengenal lebih

jauh realita yang ada di lapangan tentang bidang yang telah dipelajari di bangku

kuliah dan menambah wawasan, pengetahuan, dan pengalaman yang lebih

dalam terkait kualitas air untuk pembesaran Udang Windu (Penaeus monodon).

1.4 Waktu dan Tempat

Praktik Kerja Magang (PKM) dengan judul “Manajemen Pembesaran

Udang windu (Penaeus monodon) di Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau

4
(BBPABAP) Jepara, Jawa Tengah” dilaksanakan di Balai Besar Perikanan

Budidaya Air Payau (BBPBAP) Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah.

Praktik Kerja Magang (PKM) dilaksanakan mulai 5 Agutus sampai 3 September

tahun 2020.

Rancangan jadwal pelaksanaan praktik Kerja Magang ini digunakan

sebagai acuan waktu agar proses pelaksanaannya dapat terselesaikan secara

tepat dan terstruktur. Pelaksanaan Praktik Kerja Magang terdiri dari tahap

persiapan yang meliputi kegiatan pengajuan judul, konsultasi, pembuatan

proposal, dan persiapan di Universitas Brawijaya.

5
2. MATERI DAN METODE

2.1 Materi Praktek Kerja Magang

Materi yang digunakan pada Praktik Kerja Magang (PKM) adalah

pembesaran udang windu (Penaeus monodon) yang dibudidayakan di Balai

Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara, Jawa Tengah. Selain

itu, dilakukan manajemen pemberian pakan, manajemen hama dan penyakit

pengukuran beberapa kualitas air meliputi parameter fisika yaitu suhu dan

kecerahan, parameter kimia yaitu pH, DO, salinitas, dan amonia, dan parameter

biologi yaitu plankton.

2.2 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan pada Praktik Kerja Magang (PKM) tentang

Manajemen Pembesaran Udang windu (Penaeus monodon) di Balai Besar

Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara, Jawa Tengah untuk mengukur

kualitas air dapat dilihat pada Lampiran 3.

2.3 Metode Praktik Kerja Magang

Data yang diambil saat kegiatan magang menggunakan metode deskriptif

yaitu suatu metode yang bertujuan untuk memberikan gambaran umum,

sistematis dan faktual mengenai data-data kegiatan pembesaran udang windu

(Penaeus monodon). Pengambilan data tidak hanya terbatas pada pengumpulan

data dan penyusunan data tetapi juga meliputi analisis dan pembahasan data-

data tersebut. Data yang diambil meliputi data primer dan data sekunder.

Menurut Rahayu (2009), metode deskriptif adalah suatu metode dalam meniliti

status sekolompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem

pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa masa sekarang. Metode dimulai dengan

mengumpulkan data, menganalisis data dan menginterpretasikannya.

6
2.4 Jenis dan Sumber Data

Menurut Bandur (2014), metode pengambilan data adalah langkah-langkah

atau prosedur yang digunakan oleh seorang peneliti untuk mengumpulkan data

atau subjek yang akan diteliti, memutuskan jenis-jenis informasi yang akan

dikumpulkan dan hasillnya dapat dipertanggungjawabkan. Data yang diambil

pada Praktik Kerja Magang (PKM) adalah data primer dan data sekunder. Data

primer dan data sekunder merupakan pengklasifikasian berdasarkan sumber

data. Data primer didapat fari observasi, wawancara, partispasi aktif dan

dokumentasi. Data sekunder diperoleh dari studi pustaka yaitu dapat berasal dari

buku, jurnal, laporan skrips, dan sebagainya.

2.4.1 Data Primer

Menurut Sugiyono (2010), sumber primer adalah sumber data yang

langsung memberikan data kepada pengumpul data. Data primer yang diperoleh

dengan cara observasi dan wawancara. Menurut Azwar (1998), Data primer

merupakan data yang diperoleh langsung dari sumbernya, diamati dan dicatat

untuk pertama kalinya melalui prosedur dan teknik pengambilan data berupa

wawancara, observasi, partisipasi aktif maupun memakai instrumen pengukuran

yang khusus sesuai dengan tujuan. Data primer yang diambil dalam Praktik Kerja

Magang (PKM) meliputi pola manajemen pembenihan dan kualitas air serta

parameter pendukung lainnya. Data primer dalam Praktik Kerja Magang (PKM)

diperoleh dari hasil observasi, partisipasi aktif, wawancara dan dokumentasi

dengan pihak terkait.

a. Observasi

Menurut Nazir (1988), Observasi atau pengamatan secara langsung adalah

pengambilan data dengan menggunkaan indera mata tanpa ada pertolongan alat

standar lain untuk keperluan tersebut. Observasi dilakukan terhadap berbagai hal

yang berhubungan dengan kegiatan budidaya udang windu (Penaeus monodon)

7
meliputi pengamatan kualitas air, pemberian pakan, dan pengendalian hama dan

penyakit.

b. Partisipasi Aktif

Menurut Nazir (1988), Partisipatif adalah keterlibatan dalam suatu kegiatan

yang dilakukan secara langsung di lapangan. Menurut Patillima (2005),

Partisipasi atif merupakan teknik pengumpulan data yang mengharuskan peneliti

melibatkan diri dalam kegiatan yang diteliti untuk melihat dan memahami gejala-

gejala yang ada sesuai dengan makna yang diberikan. Dalam Praktik Kerja

Magang (PKM) partisipasi aktif yang diikuti secara langsung yaitu turut serta dan

berperan dalam kegiatan pembesaran udang windu (Penaeus monodon)di

BBPBAP Jepara guna mendapatkan data dan informasi mengenai karakteristik

parameter kualitas air, pemberian pakan, dan pengendalian hama dan penyakit.

c. Wawancara

Menurut Nazir (1988), Wawancara merupakan cara mengumpulkan data

dengan cara tanya jawab sepihak yang dikerjakan secara sistematis dan

berlandaskan pada tujuan penelitian. Wawancara memelurkan komunikasi yang

baik dan lancar antara peneliti dengan subjek sehingga pada akhirnya bisa

didapatkan data yang dapat dipertanggung jawabkan secara keseluruhan.

Wawancara kegiatan Praktek Kerja Magang (PKM) di BBPBAP Jepara dilakukan

dengan cara tanya jawab dengan pembimbing lapang mengenai segala hal yang

berhubungan dengan pembesaran udang windu (Penaeus monodon) dan

permasalahan yang dihadapi dalam menjalankan kegiatan.

d. Dokumentasi

Menurut Sudarsono (2003), Dokumentasi adalah suatu kegiatan yang

digunakan untuk menerangkan suatu peristiwa baik dalam bentuk tulisan, foto,

rekaman dan berbagai cara-cara lain seiring dengan kemajuan teknologi yang

pada akhirnya menjadi salah satu sumber informasi tentang peristiwa tersebut.

8
Dalam Praktik Kerja Magang (PKM), dokumentasi yang dilakukan dengan cara

mengambil gambar atau foto dengan menggunakan kamera dan mencatat data

dari kegiatan pembesaran udang windu (Penaeus monodon) di Balai Besar

Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara.

2.4.2 Data Sekunder

Menurut Azwar (1998), Data sekunder adalah data yang diperoleh dari

sumber tidak langsung dan telah dikumpulkan serta dilaporkan oleh orang di luar

dari penelitian itu sendiri. Menurut Sugiyono (2010), sumber sekunder adalah

sumber data yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data,

misalnya lewat orang lain atau lewat dokumen. Data sekunder merupakan data

yang berhubungan secara langsung dengan penelitian yang dilaksanakan dan

bersumber dari pihak lembaga maupun masyarakat terkait pembesaran udang

windu (Penaeus monodon) dan juga diperoleh dari laporan, jurnal, Laporan PKL

dan PKM, skripsi, serta situs internet.

2.5 Pelaksanaan Praktik Kerja Magang

Pelaksanaan prosedur Praktek Kerja Magang (PKM) tentang Kondisi

Kualitas Air pada Tambak Pembesaran Udang windu (Penaeus monodon) di

Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara dilakukan dalam

beberapa kegiatan. Kegiatan tersebut dan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 1. Pelaksanaan Kegiatan Pembesaran Udang Windu (Penaeus monodon)

Kegiatan Metode
1. Persiapan Tambak  
a. Pengeringan Wawancara
b. Perbaikan Konstruksi Tambak Wawancara
c. Pemasangan Alat dan Komponen Tambak Wawancara
-       Pipa Central Drain Wawancara
-       Pipa Outlet Wawancara
-       Kincir Air Wawancara
-       Anco Wawancara
d. Persiapan Media Wawancara

9
-       Pengisian Air Wawancara
-       Sterilisasi Wawancara/Partisipasi
-       Pengapuran observasi/partisipasi
-       Pemupukan Wawancara
-       Pemberian Probiotik observasi/partisipasi
2. Pemilihan dan Penebaran Benih  
a. Persiapan Benih Wawancara
b. Seleksi Benih Wawancara
c. Penebaran Benih Wawancara
3. Kegiatan Pembesaran Udang windu (Penaeus
 
monodon)
a. Manajemen Pakan observasi/partisipasi
b. Pengendalian Hama dan Penyakit Wawancara/Partisipasi
c. Manajemen Kualitas Air  
-    Fisika  
  Suhu observasi/partisipasi
-    Kimia  
  pH observasi/partisipasi
  Oksigen Terlarut (DO) observasi/partisipasi
  Salinitas observasi/partisipasi
  Amonia observasi/partisipasi
- Biologi  
 Plankton observasi/partisipasi
d. Pemanenan  
- Pemanenan observasi/partisipasi
- Penanganan Pasca Panen observasi/partisipasi
e. Pemasaran observasi/partisipasi

2.5.1 Persiapan Tambak

Dalam kegiatan pembesaran udang windu (Penaeus monodon) hal

pertama yang dilakukan yaitu persiapan kolam. Kolam yang digunakan dalam

budidaya pembesaran udang windu (Penaeus monodon) biasanya

menggunakan kolam tradisional berlumpur dengan tekstur tanah liat berpasir

(sandy clay) atau lempung berliat (silty loam). Tahapan-tahapan yang dilakukan

dalam persiapan kolam yaitu pengeringan, pengapuran, pemupukan, pengisian

air, dan penyiapan bibit.

Berikut prosedur persiapan kolam :

10
a. Pengeringan

Pengeringan dasar kolam іnі bertujuan untuk mensterilkan kolam dаrі

bakteri pembusuk dan mikroorganisme penyebab penyakit lainnya. Pengeringan

kolam bergantung pada cuaca, jika cuaca panas maka pengeringan berlangsung

lebih cepat.

b. Perbaikan Konstruksi Tambak

Perbaikan konstruksi tambak dilakukan seperti peninggian pematang

tambak dan pemasangan biosekuriti. Tujuan dilakukan perbaikan konstruksi

tambak yaitu untuk mencegah kebocoran pada tambak.

c. Penyiapan benih

Dalam penyiapan bibit yaitu melakukan pemilihan bibit yang baik, ciri-

cirinya yaitu benih yang sehat gerakannya lincah, tidak terdapat cacat atau luka

dipermukaan tubuhnya, bebas dari bibit penyakit dan gerakannya normal.

2.5.2 Persiapan Media

a. Pengisian Air

Pengairan іnі harus dilakukan ѕеbеlum benih udang windu (Penaeus

monodon) dі tebar kе dalam kolam pemeliharaan agar pakan alami tumbuh

dеngаn sempurna. Pengisian air dilakukan secara bertahap, yaitu mengisi air

setinggi sepertiga kolam, lalu dibarkan, setelah beberapa hari pengisian air

kolam dilakukan hingga penuh.

b. Sterilisasi

Sterilisasi dilakukan bertujuan untuk membunuh hama dan penyakit pada

air yang akan digunakan untuk budidaya. Sterilisasi dilakukan pada tandon air,

sebelum air dialirkan ke tambak.

c. Pengapuran

11
Pengapuran pada tambak bertujuan untuk menstabilkan pH, jika pH tidak

stabil akan menggangu pertumbuhan udang windu yang dibudidayakan. Selain

itu pengapuran dilakukan bertujuan untuk menghambat pertumbuhan hama dan

penyakit

d. Pemupukan

Tujuan dаrі pemupukan dasar kolam аdаlаh untuk memperbaiki struktur

tanah. Fungsi lainnya dаrі pemupukan dasar kolam аdаlаh untuk menumbuhkan

pakan alami ikan, уаknі fitoplankton dan zooplankton. Sеlаіn іtu pemupukan јugа

dараt menghambat peresapan air pada tanah-tanah gembur (porous). Pupuk

yang digunakan yaitu dapat berupa pupuk organik maupun pupuk anorganik.

Pemupukan pada kolam tanah yaitu pupuk ditebarkan secara merata di

permukaan dasar kolam, sedangkan pada kolam beton, pupuk dimasukkan

kedalam karung, lalu diletakkan di dasar kolam.

e. Pemberian Probiotik

Tujuan dilakukan pemberian probiotik pada tambak yaitu untuk

menumbuhkan bakteri baik yang dapat menekan pertumbuhan bakteri patogen,

serta memperbaiki sistem pencernaan pada udang windu yang dibudidayakan.

2.5.3 Pemilihan dan Penebaran Benih

a. Persiapan Benih

Persiapan benih dilakukan untuk menyiapkan benih berkualitas untuk

budidaya. Hal yang dilakukan dalam persiapan benih yaitu seleksi benih,

penebaran benih, dan padat tebar.

b. Seleksi Benih

Seleksi benih dilakukan untuk menyiapkan benih berkualitas untuk kegiatan

budidaya, selain itu untuk menghindari benih yang terserang penyakit.

c. Penebaran Benih

12
Penebaran benih dilakukan sesuai dengan carrying capacity pada tambak,

agar tidal terjadi persaingan ruang gerak dan pakan, sehingga dapat

menurunkan hasil produksi. Sebelum benih ditebar, harus melakukan

penyesuaian iklim terlebih dahulu agar udang windu (Penaeus monodon) dapat

beradaptasi dengan lingkungan baru. Caranya yaitu, memasukan benih dengan

wadahnya ke dalam kolam. Benih dibiarkan agar terjadi penyesuaian suhu

tempat benih dengan suhu kolam sebagai lingkungan barunya. Wadah

dimiringkan dan biarkan benih keluar dengan sendirinya. Metode ini bermanfaat

mencegah stres pada benih.

2.5.4 Kegiatan Pembesaran Udang windu (Penaeus monodon)

Tahapan-Tahapan yang dilakukan pada saat pembesaran udang windu

(Penaeus monodon) yaitu pengontrolan kualitas air, pengendalian hama dan

penyakit, pemberian pakan. Berikut prosedur pembesaran udang windu

(Penaeus monodon) :

a. Manajemen Kualitas Air

Faktor penunjang keberhasilan budidaya udang windu (Penaeus

monodon)yaitu kualitas air. Dari hal tersebut, maka manajemen kualitas air pada

pembesaran udang windu (Penaeus monodon) sangat diperlukan. Parameter

kualitas air yang perlu dikontrol diantaranya yaitu suhu, kecerahan, pH, DO,

salinitas dan amonia. Parameter kualitas air tersebut mempengaruhi

keberlangsungan hidup udang windu (Penaeus monodon).

b. Pengendalian Hama dan Penyakit

Kualitas air yang buruk dapat menyebabkan tumbuhnya hama dan

penyakit, sehingga mengakibatkan kematian pada budidaya pembesaran udang

windu (Penaeus monodon). Dari hal tersebut perlu dilakukan pengendalian hama

dan penyakit dengan cara menjaga kualitas air.

c. Pemberian Pakan

13
Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan udang windu (Penaeus

monodon) salah satunya yaitu pakan. Pemberian pakan harus sesuai dosis dan

kandungan, serta jenis pakan yang diperlukan untuk pertumbuhan udang windu

(Penaeus monodon)

2.5.5 Pemanenan

Tahap pemanenan, cara pemanenan udang windu (Penaeus monodon)

yaitu membuang air, lalu udang windu (Penaeus monodon) ditangkap dengan

menggunakan alat tangkap. Langkah berikutnya udang windu (Penaeus

monodon) dicuci dengan air bersih kemudian diletakkan di wadah.

2.5.6 Pemasaran

Udang windu (Penaeus monodon) yang telah dipanen kemudian

dipasarkan ke konsumen. Udang windu (Penaeus monodon) biasanya dijual ke

rumah makan atau ke pasar tradisional maupun supermarket.

2.6 Prosedur Pengukuran Kualitas Air

Prosedur pengukuran kualitas pada kegiatan Praktek Kerja Magang

(PKM) pada tambak pembesaran Udang windu (Penaeus monodon), berikut

prosedur pengambilan sampel kualitas air :

2.6.1 Pengambilan Sampel Parameter Fisika

a. Suhu

Menurut Sakaruddin (2011), suhu perairan permukaan diukur dengan

menggunakan termometer air raksa. Cara menggunakan termometer yaitu

memasukan termometer dengan membelakangi sinar matahari.Kemudian

ditunggu selama 2-5 menit sampai skala suhu pada thermometer menunjukkan

angka yang stabil, pembacaan nilai sushu dilakukan sesaat setelah termometer

diangkat ke permukaan agar menghindari perubahan nilai akibat pengaruh suhu

udara, kemudian dicatat hasilnya.

14
2.6.2 Pengambilan Sampel Parameter Kimia

a. pH

Alat yang digunakan dalam pengukuran pH ait yaitu pH meter. Menurut

SNI (2004), prosedur pengukuran pH dengan menggunakan pH meter langkah

awalnya yaitu melakukan kalibrasi pH meter. Kalibrasi dilakukan dengan

menggunakan laruta buffer dan bilas sensor dengan aquades menggunakan

tissu. Langkah selanjutnya pH meter dimasukkan kedalam air sampel, lalu

tunggu hingga display pH meter menunjukkan angka yang stabil. Pengukuran pH

dapat dilakukan secara temporal yaitu pada pagi, siang, dan sore hari.

b. Oksigen Terlarut (DO)

Kadar oksigen terlarut (DO) dapat diukur dengan menggunakan DO meter.

Menurut Hargreaves dan Craig (2002), keakuratan pengukuran kadar oksigen

terlarut dengan menggunakan DO meter hanya bisa didapat apabila alat

pengukuran dikalibrasi dengan benar, cara pengukuran yang benar dan sensor

alat dipelihara dengan baik. Pengukuran oksigen terlarut dengan sensor polagrafi

membutuhkan sedikit menggerakkan sensor dalam perairan. Awalnya perubahan

nilai pengukuran dilayar akan berubah secara cepat, tetapi ketika 15-20 detik

nilai yang ditunjukkan display akan mulai stabil. Pengukuran kadar oksigen

terlarut di tepi kolam biasanya cenderung rendah dibandingkan dengan di tengah

kolam. Apabila alat tidak digunakan selama sekitar 1 jam, maka DO meter

dimatikan untuk memperpanjang umur batrei dan sensor DO meter.

c. Salinitas

Menurut Amri et al. (2018), Salinitas perairan menggambarkan

kandungan garam dalam suatu perairan dan besarannya dinyatakan dalam

permil. Salinitas mempengaruhi proses biologi dan secara langsung akan

mempengaruhi kehidupan organisme antara lain aspek laju pertumbuhan, jumlah

15
makanan yang dikonsumsi, nilai konversi makanan, dan daya kelangsungan

hidup.

Menurut EPA (2006), prosedur pengukuran salinitas adalah lensa

refraktometer dibilas dengan air suling dan dikeringkan mengunakan tisu.

Langkah berikutnya lensa refraktometer dibuka dan diteteskan beberapa tetes air

sampel pada lensa. Langkah selanjutnya Lensa refraktometer ditutup dengan

tanpa ada gelembung. Hasil dibaca melalui lensa mata dan akan terlihat pada

lensa nilai salinitas.

d. Amonia

Cara pengukuran kadar amonia di perairan yaitu air sampel diukur

sebanyak 25 ml menggunakan gelas ukur, kemudian dimasukkan kedalam

beaker glass. Setelah itu menambahkan 0,5 ml larutan nessler sebagai pengikat

amonia diperairan, lalu didiamkan kurang lebih 10 menit. Langkah selanjutnya

sampel dimasukkan kedalam tabung reaksi kecil untuk dihitung kadar amonianya

dengan spektrofotometer (panjang gelombang 425 nm dan nomor program 380

nm).

2.6.3 Pengambilan Sampel Parameter Biologi

a. Pengambilan Sampel Plankton

Menurut Pagora et al., (2015), Pengambilan sampe plankton dilakukan

dengan langkah-langkah secara bertahap, yaitu (1) penentuan titik sampel,

(2) pengambilan sampel, (3) identifikasi di laboratorium. Menurut Agustini dan

Madyowati (2014), Adapun prosedur kerja dalam pengambilan sampel

plankton, yaitu pertama menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan,

kedua menentukan letak pengambilan sampel, ke tiga air sampel disaring

sebanyak 35 liter menggunakan jaring plankton (planktonet) , kemudian hasil

penyaringan dimasukkan kedalam botol plankton, kemudian diawetkan dengan

menggunakan formalin 5%, selanjutnya sampel tersebut diidentifikasi di

16
Laboratorium. Menurut Wijiyono dan Artiningsih (2013), pengambilan sampel

plankton di kolam budidaya dapat diambil pada 5 titik (stasiun). Melakukan

pengulangan pengambilan sebanyak 3 kali pada setiap zona tersebut secara

berurutan.

17
3. KEADAAN UMUM LOKASI

3.1 Letak Geografis dan Topografi BBPBAP Jepara

Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara terletak di

Desa Bulu, Kecamatan Jepara, Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah. Letak

Geografis BBPBAP Jepara terletak pada adalah 110039’11” BT dan 60 33’10” LS.

Batas batas daerah yang mengelilingi BBPABP Jepara antara lain ialah sebelah

Barat terdapat Pantai kartini dan Pulau Panjang, sebelah Timur dan Selatan

tedapat Desa Jobokuto, Kelurahan Demaan dan Pantai Kartini dan sebelah

Utara berbatasan dengan Laut Jawa.

Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau Jepara merupakan salah satu

Balai terbesar yang ada di Indonesia dengan luas kompleks 64,5472 Ha yang

terdiri dari kompleks balai seluas 10 Ha dan tambak seluas 54,5472 Ha. Balai

memiliki kompleks yang terdiri dari perkantoran, perumahan, tambak, unit

pembenihan, unit pembesaran, lapangan olahraga, auditorium, dan laboratorium.

Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau Jepara dan sekitarnya memiliki iklim

tropis dengan musim kemarau terjadi pada bulan Juli-Oktober,musim hujan

terjadi pada bulan November- Maret, dan musim pancaroba terjadi pada bulan

April-Juni.

Kondisi Topografi di Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau terletak

didaerah pesisir dengan pantai yang berbatu, dimana jenis tanah di Lokasi

Praktik Kerja Magang cenderung mengandung liat pada daratan dan berpasir

pada pantainya, hal ini menyebabkan tekstur tanah pertambakan disekitar lokasi

relatif bervariasi atau cenderung liat berpasir dengan ketinggian daratannya

sekitar 0.5-3 m di atas permukaan laut. Suhu udara rata rata berkisar 20-30o C.

18
Gambar 1 . Kantor BBPBAP Jepara

3.2 Sejarah Berdirinya BBPBAP Jepara

Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara dalam

perkembangannya sejak didirikannya mengalami bebarapa hal perubahan

status. Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara didirikan

pada tahun 1971, pada awal berdirinya, lembaga ini bernama Research Center

Udang (RCU), Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara

berada dibawah naungan Badan Penelitian dan Pengembangan Perikanan,

Departemen Pertanian. RCU selanjutnya diubah namanya menjadi Balai Besar

Air Payau (BBAP) yang secara struktural berada dibawah Direktorat Jendral

Perikanan, Departemen Pertanian pada tahun 1977 (BBPBAP Jepara, 2019).

Pada Periode ini, Jenis komoditas yang dikembangkan selain jenis udang

juga jenis ikan bersirip, Echinodermata dan Moluska air. Momentum yang

menjadi pendorong bagi perkembangan industri udang secara nasional berawal

dari keberhasilan yang diraih BBPBAP dalam produksi benih udang secara

massal, khususnya benih udang windu pada tahun 1978. Pada saat itu diawali

diterapkannya teknik pematangan gonad induk dengan cara absasi mata,

19
sehingga salah satu kendala dalam penyediaan induk matang telur sudah dapat

teratasi.

Pada tahun 2000, setelah terbentuknya Departemen Eksplorasi Laut dan

Perikanan, keberadaan BBPAP masih berada dibawah naungan Direktorat

Jendral Perikanan. Pada bulan Mei 2001, status BBAP ditingkatkan menjadi

Eselon II dengan nama Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau

(BBPBAP) Jepara dibawah naungan Direktorat Jendral Perikanan, Departemen

Kelautan dan Perikanan. Pada tahun 2014, ditetapkannya Peraturan Menteri

Kelautan dan Perikanan tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksanaan

Teknis Perikanan Budidaya Air Tawar, Perikanan Budidaya Air Payau, dan

Perikanan Budidaya Laut Noor 6/PERMEN-KP/2014. Pada tanggal 3 Februari

2014., nama Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau diubah menjadi

Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau. Pada tanggal 7 Februari 2014,

Menteri Kelautan dan Perikanan membuat peraturan dalam rangka

meningkatkan optomalisasi pelaksanaan tugas pokok dan fungsi perikanan

budidaya air tawar, air payau, dan laut melalui pengaturan organisasi dan tata

kerja.

3.3 Visi dan Misi BBPBAP Jepara

Visi dari Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara

adalah “Terwujudnya Perikanan Budidaya Tangguh, Mandiri, Berkelas Dunia dan

Berkelanjutan”. Adapun misi dari Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau

(BBPBAP) Jepara yaitu :

1. Memanfaatkan sumberdaya perikanan budidaya secara optimal dan

berkelanjutan

2. Menerapkan teknologi inovatf adaptif untuk meningkatkan produksi atau

produktivitas

20
3. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat pembudidaya

4. Meningkatkan harmonisasi kerjasama berbagai pihak dan daya dukung

lingkungan budidaya.

3.4 Struktur Organisasi dan Tugas Serta Fungsi BBPBAP Jepara

KEPALA BALAI

KABAG TATA
USAHA

KASUBAG
KASUBAG
KEUANGAN DAN
KEPEGAWAIAN
UMUM

BIDANG UJI TERAP TEKNIK BIDANG PENGUJIAN DAN


DAN KERJASAMA DUKUNGAN TEKNIS

SEKSI UJI SEKSI


SEKSI KERJASAMA SEKSI PRODUKSI
TERAP DUKUNGAN
DAN INFORMASI DAN PENGUJIAN
TEKNIK TEKNIS

Pengawas
PRANAT PRANATA
PEREKA LITKAY Pekerjaan PUSTAK ARSIP
ASA
PHPI AWAN
A KOMPUTE
YASA ARIS HUMAS R

Gambar 2 . Struktur Organisasi BBPBAP Jepara

Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.6 /PERMEN-

KP/2014 tanggal 4 February 2014 Tugas pokok Balai Besar Perikanan Budidaya

Air Payau (BBPBAP) Jepara yaitu melaksanakan pengembangan, penerapan

teknik pembenihan, pembudidayaan, pengelolaan kesehatan ikan dan

pelestarian lingkungan budidaya. Adapun tugas pokok Balai Besar Perikanan

Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara sebagai berikut :

21
1. Kepala Balai mempunyai tugas memimpin, mengkoordinasi, mengarahkan,

mengawasi, dan mengendalikan tugas-tugas unit.

2. Bagian Tata Usaha bertugas melaksanakan urusan tata usaha balai serta

memberikan pelayanan teknis dan administratif kepada semua satuan

organisasi dalam lingkungan

- Sub Bagian Keuangan bertugas mengelola keungan, dan membuat

rencana kegiatan bagian perencanaan dan keuangan

- Sub Bagian Umum bertugas untuk memberikan pelayanan terhadap

satuan organisasi

3. Bidang Pelayanan Teknik bertugas melakukan pelayanan teknik kegiatan

penerapan teknik penangan induk, pengadaan benih, pengelolaan sumber

benih alam, distribusi atau transportasi induk dan benih serta penerapan

teknik konstruksi, pengelolaan dan pemeliharaan ikan-ikan.

- Seksi Sarana Lapang bertugas untuk memberikan pelayanan pada

kegiatan dan persiapan lapangan serta penyediaan dan pengelolaan di

lapangan

- Seksi Sarana Laboratorium bertugas melakukan penyediaan dan

pengelolaan sarana teknik kegiatan pelestarian sumberdaya ikan dan

lingkungan, pengendalian hama dan penyakit, serta teknik pembuatan

pakan

4. Bidang Standarisasi dan Informasi bertugas melakukan pelayanan kebutuhan

informasi dan referensi serta pengelolaan data atau informasi kegiatan

penerapan teknik pembenihan dan dan budidaya air payau menjadi berbagai

bentuk informasi dan publikasi serta penyelenggaraan perpustakaan balai

5. Jabatan Fungsional bertugas melaksanakan kegiatan penerapan teknik dan

pengujian perikanan budidaya air payau, serta kegiatan lain sesuai dengan

tugas masing-masing.

22
Dalam pelaksanaan tugas didukung sumberdaya manusia sebanyak 191

orang, terdiri atas 141 orang PNS, 4 orang CPNS, dan 26 orang tenaga kontrak.

Dalam rangka mewujudkan pengembangan SDM, Balai Besar Perikanan

Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara telah mengusahakan tugas tugas belajar

dan ijin belajar maupun diklat untuk para pegawai. Tugas belajar maupun diklat

tersebut dilaksanakan atau ditempuh di dalam maupun luar negeri.

Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara mempunyai

fungsi sebagai sebagai berikut :

1. Identifikasi dan perumusan program pengembangan teknik budidaya air

payau

2. Pengujian standar pembenihan dan pembudidaya ikan

3. Pengujian alat, mesin, dan teknik pembenihan serta pembudidayaan ikan

4. Pelaksanaan bimbingan penerapan standar pembenihan dan pembudidaya-

an ikan

5. Pelaksanaan sertifikasi sistem mutu dan sertifikasi personil pembenihan dan

pembudidayaan ikan

6. Pengawasan pembenihan, pembudidayaan ikan serta pengendalian hama

dan penyakit ikan

7. Pengembangan teknik dan pengujian standar pengendalian lingkungan dan

sumberdaya induk dan benih

8. Pengelolaan sistem jaringan laboratorium penguji dan pengawasan pem-

benihan dan pembudidayaan ikan

3.5 Bidang Kegiatan BBPBAP Jepara

Komoditas unggulan kegiatan di Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau

(BBPBAP) Jepara yaitu

- Ikan nila salin (Oreochromis niloticus)

- Udang windu (Paneus monodon)

23
- Udang vaname (Litopenaeus vannamei)

- Ikan kerapu : ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) dan ikan

kerapu tikus (Cromileptes altivelis)

- Ikan bandeng (Chanos chanos)

- Rumput laut

- Pakan alami fitoplankton yang dibudidayakan yaitu Chlorella vulgaris,

Spirulina platensis, Skeletonema costatum, Tetraselmis chuii,

Nannochloropsis oculata, dan lain-lain. Sedangkan zooplankton yang

dibudidayakan yaitu Artemia, Rotifera sp dan Brachionus plicatilis.

Selain kegiatan budidaya, di Balai Budidaya Perikanan Air payau

melakukan produksi pakan buatan untuk memenuhi kebutuhan internal balai dan

didistribusikan kepada masyarakat. Pakan buatan itu diberikan kepada

komoditas udang, bandeng, nila dan lele.

3.6 Sarana dan Prasarana BBPBAPJepara

Sarana adalah segala hal yang berupa apapun baik berupa alat dan

bangunan yang berkaitan langsung dengan kegiatan sehari hari dalam

pembesaran udang windu, sedangkan prasarana adalah segala hal baik alat dan

bangunan yang tidak berkaitan langsung dengan kegiatan pembesaran udang

windu.

3.6.1 Sarana BBPAP Jepara

Balai Besar Budidaya Perikanan Air Payau Jepara memiliki sarana yang

mampu menunjang pelaksanaan kegiatan, diantaranya sebagai berikut:

a. Tambak

Dalam kegiatan berbudidaya yang berteknologi pada pembesaran baik

udang , nila, bandeng dll di perlukan tambak sebagai media habitat. Tambak

sebagai sarana di Balai besar Budidaya Perikanan Air Payau Jepara memiliki

24
luas 54 Ha untuk tambak produksi dengan dibagi menjadi 100 petak. Tambak

produksi terbagi untuk pembesaran ikan sebanyak 46 petak dan tambak udang

sebanyak 64 petak. Disekitar tambak terdapat saluran air, jalan luas 1,64 Ha,

jalan seluas 5,55 Ha, sedangkan sarana penunjang operasional tambak berupa

pompa air (33 unit), kincir ganda (46 unit), dan pompa diesel (20 unit).

Gambar 3 . Tambak Pembesaran Udang Windu

b. Jaringan air tawar dan air laut

Air tawar dan air laut merupakan sebuah kebutuhan di Balai Besar

Perikanan Air Payau Jepara, sarana penunjang berupa jaringan air tawar di

perumahan, asrama dan pemukiman warga sepanjang 1000 meter dengan

tandon dan pompa air. Sumber air tawar didapat berasal dari sumur,selain air

tawar adapun air laut yang digunakan untuk mensuplai kebutuhan pembenihan

dan laboratorium jaringan air laut sepanjang 2500 m yang dilengakpi dengan

tandon air, tower, dan jaringan aerasi. Tandon air tawar dan tandon air laut dapat

dilihat pada Gambar 4.

25
Gambar 4 . Tandon
c. Hatchery

Pelaksanaan kegiatan pembenihan yang meliputi kegiatan pemeliharaan

induk dan larva, penyediaan pakan serta kesehatan ikan dan lingkungan, sarana

yang menunjang kegiatan tersebut yaitu bak dan Hatchery indoor maupun

outdoor. Sarana Hatchery outdoor untuk udang terdiri dari bak pengendapan air

laut (2 unit), bak sand filter air laut (2 unit), bak sterilisasi air laut (2 unit), bak

tower air laut dan air tawar (3 unit), bak mini Hatchery dan bak larva udang (12

unit), bak Artemia dewasa (10 unit), bak induk udang (5 unit), bak pemijahan

induk u dang (2 unit).

Sarana Hatchery indoor terdiri dari bak larva udang (10 unit), bak besar

induk udang (4 unit), bak kecil induk udang (9 unit), bak tower air laut (2 unit),

bak penampungan kotak (4 unit), bak penampungan bulat (1 unit), dan bak bulat

induk kerapu (3 unit). Sarana pembenihan meliputi bak induk udang (5 unit), bak

induk kerapu dan kakap (14 unit), bak pakan hidup (7 unit), bak induk abalon (1

unit), bak larva abalon (1 unit), bak pembenihan ikan atau kepiting (12 unit), bak

tower (1 unit), bak penampungan bulat (6 unit), bak induk ikan (6 unit), bak sand

filter (2 unit), dan bak limbah (2 unit). Bak Hatchery dapat dilihat pada Gambar 5.

26
Gambar 5 . Hatchery Udang Windu
d. Sistem Aerasi

Aerasi berfungsi untuk meningkatkan kandungan oksigen yang terlarut

dalam air dan menguapkan kandungan H2S dan NH3. Balai Besar Perikanan

Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara menggunakan sarana penunjang untuk

memenuhi kebutuhan oksigen terlarut dalam kegiatan budidaya yaitu

menggunakan blower sejumlah 4 unit yang berkuatan 10 HP, keempat blower

tersebut beroperasi secara bergantian selama 12 jam sekali, dimana setiap 2 unit

dioperasikan pada siang hari dan 2 unit lainnya dioperasikan pada malam hari.

Sistem aerasi (kincir) dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 . Sistem Aerasi (Dokumentasi Pribadi )

e. Pompa Air

Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara

menggunakan 2 buah pompa untuk penyediaan air laut, pompa tersebut terdiri

27
dari pompa primer dan pompa sekunder. Pompa primer berkekuatan 300 HP,

yang berfungsi menyedot air laut secara langsung dengan debit pengeluaran 15

liter/detik, sedangakan pompa sekunder sekunder berkekuatan 3 HP yang

berfungsi untuk mendistribusikan air dari bak tandon sekunder ke bak

pemeliharaan larva dan pakan alami dengan debit pengeluaran sebesar 1,5

liter/detik. Pompa air dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Pompa Air (Dokumentasi Pribadi)


f. Jaringan Listrik

Listrik merupakan salah satu pendukung utama dalam kegiatan di Balai

Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara secara umum, listrik

diperlukan selama 24 jam. Pembangkit tenaga listrik yang digunakan berasal dari

jaringan PLN dengan daya terpasang sebesar 147 KVA dan 197 KVA dengan

panjang jaringan 5000 m, terdapat 5 buah genset masing-masing dengan daya

150 KVA (2 buah), 80 KVA (1 buah), 250 KVA (1 buah), 125 KVA (1 buah) yang

digunakan untuk menanggulangi sewaktu-waktu aliran listrik PLN mengalami

gangguan atau padam. Jaringan listrik dapat dilihat pada Gambar 8.

28
Gambar 8. Jaringan Listrik (Dokumentasi Pribadi)
3.6.2 Prasarana Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPAP) Jepara

Beberapa prasarana yang dimiliki Balai Besar Perikanan Budidaya Air

Payau (BBPBAP) Jepara, yaitu :

a. Laboratorium

Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau Jepara memiliki beberapa

laboratorium untuk menunjang target produksi serta penerapan teknik yang

berwawasan lingkungan secara tepat dan efisien. Laboratorium tersebut meliputi

Laboratorium lingungan, laboratorium fisika-kimia, Laboratorium pakan hidup,

laboratorium hama penyakit.Laboratorium fisika-kimia bisa di lihat di Gambar 9.

Gambar 9 . Laboratorium Pakan Hidup (Dokumentasi Pribadi)


b. Bangunan

Bangunan yang dimiliki Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau

(BBPBAP) Jepara berupa gedung perkantoran, laboratorium, bangsal

29
pembenihan, ruang kuliah, auditorium, kantin, garasi, asrama, rumah dinas, dan

pos satpam. Gedung perkantoran meliputi gedung utama yang digunakan untuk

perpustakaan, ruang rapat, ruang para pejabat struktural berserta staf.Selain itu,

Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau terdapat prasarana selain gedung

yaitu berupa aspal sebagai penghubung antara kantor, perpusatakaan, kompleks

tambak. Prasarana lain berupa lapangan tenis ,lapangan voli yang digunakan

untuk olahraga serta terdapat masjid al hidayah yang digunakan sebagai tempat

ibadah.

Gambar 10 . Aditorium BBPBAP Jepara


c. Sistem Komunikasi dan Informasi

Dalam menunjang segala pekerjaan yang ada di Balai Besar Perikanan

Budidaya Air Payau di perlukan prasarana berupa sistem komunikasi dan

informasi. Sistem informasi yang tersedia di Balai Besar Perikanan Budidaya Air

Payau (BBPBAP) Jepara adalah website resmi dan brosur, sedangkan sistem

komunikasi yang digunakan adalah telepon dan Email. Sistem komunikasi

digunakan untuk mendukung dan mempermudah setiap aktivitas di Balai Besar

Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara. Sistem informasi dan

komunikasi dapat dilihat pada Gambar 11.

30
Gambar 11 . WIFi Sebagai Sarana Komunikasi (Dokumentasi Pribadi)
d. Transportasi

Kegiatan di Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara

didukung dengan adanya transportasi berupa 4 unit kendaraan roda 2,

kendaraan roda 3 sebanyak 2 unit, dan kendaraan roda 4 sebanyak 9 unit. Salah

satu transportasi roda 4 dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12 . Transportasi Roda 4 (Pick up) (Dokumentasi Pribadi)

31
4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Persiapan Tambak

Persiapan tambak dilakukan sebelum kegiatan pembesaran udang windu

(Paneous Monodon) dilakukan, persiapan tambak terdapat beberapa langkah-

langkah sebagai berikut:

4.1.1 Pengeringan

Proses pengeringan tambak merupakan salah satu kegiatan persiapan

tambak yang bertujuan untuk mengurangi oksidasi bahan – bahan beracun

seperti NH3 dan H2S serta membunuh bakteri patogen seperti vibrio sp. dan

organisme lain yang dapat membahayakan kehidupan udang windu. Proses

pengeringan pada tambak full lining didahului dengan pembuangan air sisa

budidaya hingga habis, setelah itu dilakukan pembersihan di dasar tambak

terhadap lumpur, sampah dan tiram. Proses pembersihan dasar tambak tersebut

menggunakan alat bantu berupa alkon, sikat dan alat pel. Setelah bersih, dasar

tambak di biarkan terkena sinar matahari yang dapat mengeringkan sisa-sisa air

dan dapat menguapkan gas – gas beracun seperti yang telah disebutkan diatas.

Menurut Andriyanto et al., (2013), pengeringan dasar tambak dilakukan

selama 7–14 hari sesuai terik matahari hingga kering, sinar UV yang ada pada

sinar matahari dapat membunuh mikroorgnisme yang merugikan serta

memudahkan renovasi tambak agar tidak licin dan berlumpur. Menurut Hendrajat

et al., (2015), dalam kegiatan budidaya udang vaname pengeringan dasar

tambak sangat diperlukan baik untuk sistem intensif, semi intensif maupun

tradisional. Pengeringan yang dilakukan dengan bantuan sinar matahari berguna

sebagai desinfektan, membantu proses oksidasi yang dapat menetralkan sifat

32
keasaman tanah, menghilangkan gas – gas beracun dan membantu membunuh

telur – telur hama yang tertinggal.

Gambar 13 . Pengeringan Tambak

4.1.2 Perbaikan Konstruksi Tambak

Perbaikan konstruksi tambak udang windu (Panenous Monodon) dimulai

dari pengendapan dan peninggian pematang utama hingga pemasangan

biosekuriti.Pengendapan dan peninggian pematang utama dengan ketinggian

sekitar 80 cm dan harus disesuaikan dengan kondisi lahan sekitar sehingga

terhindar dari banjir.Perbaikan biosekuriti bertujuan untuk mencegah masuknya

organisme dan hama ke dalam tambak.

Menurut Sutanto (2004), desain dari konstruksi tambak dibuat untuk

memberikan lingkungan yang baik bagi kehidupan udang dan mampu mencegah

masuknya patogen dari luar, sehingga mudah dilakukan pengendalian penyakit.

Menurut Haliman dan Adijaya (2005), hal-hal yang perlu diperhatikan dalam

pembuatan tambak dilihat dari segi konstruksi, antara lain : petakan, kedalaman

air, saluran air masuk dan saluran pembuangan. Menurut Amri dan Iskandar

(2008), kondisi fisik pematang harus kuat agar tidak terjadi kebocoran. Jika

terdapat kebocoran pada pematang segera lakukan penambalan dan perbaikan.

Peninggian tanggul perlu dilakukan untuk membatasi akses manusia dan hewan

pembawa penyakit , antara lain kepiting, burung, dan hewan lainnya untuk

33
masuk ke tambak, selain peninggian tanggul dapat dilakukan dengan pembuatan

pagar pembatas di sekeliling tambak.

4.1.3 Pemasangan Alat dan Komponen Tambak

Dalam usaha budidaya udang windu salah satu tahapan persiapan tambak

adalah pemasangan alat dan komponen tambak. Kegiatan pemasangan alat

dilakukan sebelum pengisian air. Peralatan peralatan yang dibutuhkan adalah

pipa central drain, pintu outlet dan kincir.

a. Pipa Central Drain

Kegiatan udang windu sangat erat kaitannya dengan Pipa central

drain.Bentuk dari pipa central drain adalah tabung dengan bagian bawah

berlubang-lubang. Untuk menghindari terbawa keluarnya udang udang dari

tambak, dapat dilakukan penutupan pipa central drain dengan menggunakan

kain strimin. Pipa central drain pada usaha budidaya udang windu berfungsi

sebagai saluran pembuangan. Kegiatan budidaya membutuhkan pipa central

drain ialah pada kegiatan penyifonan tambak yang dilakukan saat kualitas air

dalam kondisi buruk. Pipa central drain akan berfungsi aktif jika terdapat kincir

yang berfungsi membentu arus sehingga kotoran dapat dialirkan ke tengah

tambak. Menurut Romadhona et al., (2016), bahwa central drainase digunakan

sebagai saluran pembuangan air ketika terjadi permasalah terhadap kondisi air

serta sebagai saluran pembuangan endapan lumpur dan kotoran dari dasar

tambak.

b. Pemasangan Kincir

Pemasangan kincir air pada tambak dilakukan sebelum penebaran benih

bertujuan untuk mempercepat proses sterilisasi, karena kincir dapat meratakan

kaporit yang ditebar untuk mensterilisasi air. Selain itu penggunaan kincir setelah

penebaran benih berfungsi menghasilkan oksigen di perairan selain dari proses

fotosintesis dan difusi oksigen, pemasangan kincir air juga bertujuan untuk

34
mengalirkan kotoran yang ditambak ke arah tengah tambak.Pemasangan kincir

dilakukan setelah pengisian air sekitar 50 cm.Pemasangan kincir dilakukan

dengan cara menurunkan kincir terlebih dahulu pada tambak, selanjutnya kincir

dikaitkan pada pipa besi yang dipasang pemberat berupa beton. Tujuan

dikaitkanya kincir dengan pipa besi tersebut agar kincir tidak terbalik atau

berpindah tempat. Kincir yang digunakan pada BBPBAP Jepara adalah jenis

single paddle wheel aerator yang berdaya 1 HP. Kincir dengan daya 1 HP

tersebut dapat digunakan untuk menyuplai oksigen biomassa udang 400 –

500kg.Pemasangan kincir tidak boleh berhadapan agar distribusi oksigen pada

tambak merata serta mengumpulkan endapan lumpur pada central drain untuk

memudahkan dalam dalam melakukan pembuangan kotoran. Pada tambak

pembesaran udang windu di Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau

(BBPBAP) Jepara menggunakan kincir air sebanyak 4 buah dengan luas tambak

3000 m2 dan penebaran benur sebanyak 100.000 ekor. Jarak sapu kincir yaitu 10

meter dengan posisi acak atau random yang bertujuan untuk menyuplai oksigen

dari permukaan ke dasar tambak secara merata. Menurut Suhendar et al.,

(2014), Kincir digunakan untuk membantu penambahan oksigen dalam tambak.

Biasanya mulai digunakan saat pemeliharaan mencapai umur 1-1.5 bulan, pada

saat udang sudah cukup kuat terhadap pengadukan air.

Gambar 14 . Pemasangan Kincir (Dokumentasi Pribadi)

35
4.1.4 Pengisian Air

Salah satu tahapan persiapan media pada kegiatan budidaya udang

vaname adalah pengisian air. Air yang digunakan pada kegiatan budidaya udang

vaname BBPBAP Jepara diambil dari perairan sekitar Pantai Kartini. Pengisian

air dilakukan dengan mengambil dari saluran utama air laut dengan

menggunakan pompa air.Sebelum di alirkan menuju tambak pembesaran, air di

endapkan terlebih dahulu pada tandon untuk dilakukan sterilisasi selama 24 jam.

Pada tahap pengisian air, sterilisasi dilakukan untuk mencegah hama dan

penyakit yang masuk ke tambak pembesaran yang dapat menyebabkan

gangguan maupun penyakit. Setelah dilakukan sterilisasi, air dialirkan menuju

tambak pembesaran dengan menggunakan pompa yang dihubungkan pada pipa

yang mengarah pada masing masing petakan tambak.Pengisian air dilakukan 2

kali, untuk pengisian pertama di isikan 50 cm dengan jeda waktu 2 hari lalu

pengisian kedua yaitu hingga penuh 100 cm.

Menurut kokarkin et al., (2014 ), Pengisian air dilakukan saat pasang air

laut melalui pintu air atau pompa. Pastikan air tidak keruh dan hindari

penggerusan lumpur di saluran yang teraduk sehingga dapat mencemari

tambak. Proses pengisian tambak ini dilakukan selama 4-6 hari (di waktu bulan

purnama, yaitu hari ke 13-18 atau waktu bulan mati, yaitu hari ke 28-3). Pada

hari pertama, isi tambak hingga ketinggian air mencapai minimal 30 cm untuk

proses pengendalian hama dan penyakit.

4.1.5 Sterilisasi

Sterilisasi adalah usaha yang dilakukan untuk mendapatkan lingkungan

yang steril.Tujuan dilakukan sterilisasi adalah menghilangkan hama maupun

penyakit seperti bakteri,virus ,telur telur hama ikan dll pada air yang akan

digunakan untuk kegiatan budidaya udang windu. Pada BBPBAP Jepara

sterilisasi pada tambak udang menggunakan kaporit TCCA (klorin 90%) dengan

36
dosis 30 ppm sebanyak 40 kg untuk tambak 2000 m2.Pemberian kaporit TCCA

dilakukan secara tebar dengan merata ke seluruh isi tandon.

Jurnal Hidayat et al., (2019), Setelah pengisian air dilakukan sterilisasi air,

dengan menggunakan Trichloroisocyanuric acid (TCAA) 90% dengan dosis 60

ppm, proses ini bertujuan untuk membunuh mikroorganisme yang berada di

dalam air.

4.1.6 Pengapuran

Pengapuran adalah proses pemberian kapur kedalam media budidaya

udang windu yang bertujuan untuk menjaga kualitas air agar pH air tetap stabil

dan tidak berbahaya bagi udang windu. Selain itu, pengapuran juga berfungsi

untuk mempercepat proses moulting pada udang windu.Saat proses persiapan

media, pengapuran dilakukan setelah proses pengisian air pada tambak. Pada

BBPBAP Jepara jenis kapur yang digunakan adalah kapur pertanian (CaCo3)

sebanyak 100 ppm. Pengapuran dilakukan jika pH dan alkalinitas belum

mencapai nilai optimal pada saat 1,5 bulan pertama, jika setelah 1,5 bulan

berikutnya pH dan alkalinitas belum optimal maka dilakukan pengapuran setiap 2

hari sekali, lalu saat umur udang sudah sekitar 60 doc diberikan pengapuran

setiap hari saat sore hari. Menurut Arini (2011), kapur mengandung unsur Ca,

tetapi pemberian kapur kedalam tanah pada umumnya bukan karena tanah

kekurangan unsur Ca melainkan tanah terlalau asam. Dengan naiknya nilai pH

tanah, maka unsur-unsur hara seperti P akan mudah diserap dan tidak diikat

oleh Fe maupun Al. awal persiapan tambak terhadap produksi udang windu

sangat erat kaitannya dengan proses remediasi tambak, dimana pengapuran

dapat meningkatkan atau memperbaiki kualitas tanah khususnya pH tanah

sampai pada tingkat yang layak untuk usaha budidaya.

37
4.1.7 Pemupukan

Kegiatan pemupukan adalah pemberian pupuk organik maupun anorganik

pada budidaya udang windu yang bertujuan untuk memberikan nutrien makro

maupun mikro yang dibutuhkan oleh pakan alami yang ada disetiap

tambak.Pemupukan dilakukan setelah treatment air pada tambak telah netral,di

karenakan pupuk bersifat asam. Jenis pupuk yang digunakan pada BBPBAP

Jepara adalah pupuk ZA dan TSP, dengan dosis 6-7 ppm untuk pupuk ZA,

sedangkan untuk dosis TSP yaitu 4-6 ppm. Pemupukan dilakukan dengan cara

dilarutkan dengan air dan disebar merata kedalam petakan tambak.

Menurut Ernawati dan Rachmadi (2017), Untuk menambahkan pakan alami

pada tambak udang dibutuhkan pemupukan.Pemupukan air merupakan

kebutuhan teknis pada budidaya untuk mensuplai phytoplankton.Untuk

mendorong pertumbuhan pakan alami, yakni klekap, lumut, plankton dan

binatang renik di dasar tambak pemupukan dilakukan pada saat tambak masih

kering, untuk menumbuhkan plankton pemupukan dilakukan setelah tambak

terisi air. Pemupukan air tambak juga bertujuan untuk; (1) Mengatur dan

mengontrol tingkat kecerahan air tambak agar sesuai dengan tingkat kebutuhan

udang, (2) Mengatur dan mengontrol kestabilan plankton di dalam tambak agar

sesuai dengan tingkat kebutuhan udang, dan (3) Memacu pertumbuhan plankton

pada perairan yang sedang diperbaiki kualitasnya.

4.2 Kegiatan Pembesaran Udang Windu (Paneous Monodon)

Kegiatan pembesaran udang windu (Paneous Monodon) meliputi pemilihan

dan penebaran benih, manajemen pakan, menejemen kualitas air, dan

manajemen hama dan penyakit. Kegiatan pembesaran udang windu (Paneous

Monodon) di Balai Besar Perikanan Air Payau (BBPBAP) Jepara sebagai

berikut :

38
4.2.1 Pemilihan dan Penebaran Benih

Dalam kegiatan budidaya pembesaran udang windu, pemilihan dan

penebaran benih adalah salah satu faktor penting dalam menunjang

keberhasilan budidaya.Langkah-langkah pemilihan dan penebaran benih untuk

kegiatan budidaya pembesaran udang windu yaitu sebagai berikut :

a. Persiapan Benih

Pentingnya benih dalam suatu budidaya pembesaran udang windu

( Paneous Monodon), maka perlu diperhatikan hal-hal yang menyangkut

keberhasilan budidaya pembesaran udang windu. Hal hal tersebut seperti seleksi

benih, padat tebar, serta aklimatisasi agar diperoleh tingkat kehidupan udang

yang tinggi dan pertumbuhan yang optimal dengan demikian budidaya udang

windu dapat berjalan optimal.

Menurut kokarkin et al., (2014), Salah satu syarat dalam penunjang

keberhasilan dalam budidaya udang windu adalah benih yang sehat dan

berkualitas. Pemilihan benih harus dari hatchery yang bersertifikat (memiliki

keterangan asal benih), surat bebas penyakit, dan berkualitas baik. Cari

hatchery yang melakukan cara pembenihan benih udang yang baik dengan

menerapkan biosekuriti yang baik, memiliki laboratorium pengujian mandiri agar

menghasilkan benur yang berkualitas.

b. Seleksi Benih

Benih merupakan larva udang yang masih dalam tahap pertumbuhan 1- 2

minggu untuk itu salah satu faktor penentu keberhasilan dalam budidaya

pembesaran udang windu (Paneous Monodon). Benih yang baik dengan

persiapan tambak dan pengelolaan kualitas air yang baik akan mengahsilkan

produksi udang windu yang baik. Benih yang digunakan dalam budidaya

pembesaran udang windu (Panenous Monodon) harus lulus uji PCR (Polymerasi

39
Chain Reaction). PCR adalah metode yang akurat untuk mendeteksi adanya

virus yang menyerang organisme budidaya. Selain dari uji laboratorium, seleksi

benih yang baik dapat dilihat berdasarkan organ tubuh lengkap, ukuran

seragam, warna benur transparan, fototaksis positif, responsive terhadap

rangsanfan dan pergerakannya aktif terlihat dari pergerakannya yang melawan

arus.Menurut (Haryanti et al., 2003; Kordi dan Tancung, 2007) ciri benih udang

yang bagus diantaranya ukuran benih seragam, panjang benih > 6 mm, aktif

berenang secara menyebar dan melawan arus, tubuh berwarna bening

transparan, serta terbebas dari infeksi virus dan bakteri.

Gambar 15. Seleksi Benih


c. Penebaran Benih

Setelah air penuh pada tambak dalam jangka waktu sehari baru bisa

melakukan penebaran benih dikarenakan air sudah siap untuk kehidupan para

benih. Benih asal Penebaran benih udang windu di Balai Besar Perikanan dan

Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara dilakukan tanggal 25 Juni 2020 dengan

ukuran PL 12. Benur udang windu yang di tebar berasal dari BBPBAP itu sendiri

yang mereka siapkan di kolam pembenihan. sebanyak 100.000 ekor dengan luas

tambak 3000 m2 sehingga padat tebarnya adalah 25 ekor/m2. Benur udang

windu tidak bisa hidup dengan kepadatan yang terlalu tinggi, dikarenakan udang

40
windu hanya bisa hidup didasar perairan dibanding udang vaname yang dapat

hidup dikepadatan tinggi.

Menurut Arsyad et al., (2017), Permasalahan utama dalam kegagalan

produksi udang yang sering ditemukan adalah buruknya kualitas air pada

pemeliharaan, terutama tambak intensif. Padat tebar yang tinggi dan pemberian

pakan yang banyak dapat menurunkan kondisi kualitas air. Hal ini diakibatkan

adanya akumulasi bahan organik. karena udang meretensi protein pakan sekitar

16.3-40.87 % dan sisanya dibuang dalam bentuk ekskresi residu pakan, serta

feses.

Sebelum benur ditebar dilakukan aklimatisasi agar benur dapat beradaptasi

terhadap kondisi tambak. Cara aklimatisasi yaitu dengan memasukkan kantong

plastik ke dalam tambak kurang lebih 30 menit, apabila terdapat embun didalam

kantong plastik maka suhu tersebut sudah sama dengan suhu kolam.

Selanjutnya untuk menyamakan salinitas dan pH, kantong plastik dibuka dan

ditambahkan sedikit demi sedikitair tambak secara perlahan hingga parameter air

dalam plastik mendekati sama, maka benur siap untuk ditebar secara perlahan

dengan memiringkan kemasan plastik didalam perairan tambak dan biarkan

benur berpindah keluar ke tambak saat kantong dimiringkan.

Menurut kokarkin et al., (2014), adaptasi suhu air dan udara. Buka

plastik dan dilipat pada bagian ujungnya. Biarkan terbuka dan terapung selama

15 - 30 menit agar terjadi pertukaran udara bebas dengan udara dalam kantong.

Adaptasi kadar garam/salinitas. Masukkan air tambak ke dalam plastik secara

bertahap. Tujuannya agar terjadi percampuran air yang salinitasnya berbeda,

sehingga benur dapat menyesuaikan dengan salinitas air tambak. Benur dalam

kantong plastik yang sedang diadaptasikan, dapat ditambahkan pakan artemia

untuk meningkatkan SR (ketahanan/kelangsungan hidup). Selanjutnya

penebaran benih dilakukan pada saat pagi atau sore hari untuk menghindari

41
suhu yang terlalu tinggi. Hal ini untuk menghindari stress pada benih. Sebelum

dimasukkan ke tambak, benih diaklimatisasi terlebih dahulu dengan cara

meletakkan plastik berisi benur ke atas air tambak. Proses ini berlangsung

sekitar 15 menit.

Gambar 16. Penebaran benih ke kolam


4.2.2 Pemberian Probiotik

Pemberian probiotik pada budidaya udang vaname di BBPBAP Jepara

bertujuan untuk memberikan dominasi bakteri yang diinginkan pada media

budidaya atau lingkungan air tambak agar bakteri patogen tertekan. Jenis bakteri

yang digunakan sebagai probiotik adalah dari strain Bacillus sp dengan dosis 0,5

ppm setiap seminggu sekali. Dalam pembuatan probiotik selain probiotik itu

sendiri diperlukan bahan lain yaitu 2 liter molase, 1 kg pupuk Za dan air

secukupnya.

Menurut Rakhfid et al., (2017), Penerapan teknologi intensif dalam kegiatan

budidaya memunculkan permasalahan penurunan daya dukung tambak bagi

kehidupan udang yang dibudidayakan. Untuk itu langkah antisipatif yang dapat

dilakukan adalah melalui aplikasi probiotik yang mempunyai kemampuan

mempertahankan kualitas air dan menghambat pertumbuhn mikroorganisme

patogen. Penggunaan probiotik sebagai upaya untuk memperbaiki lingkungan

budidaya dan menekan penyakit ternyata terbukti dapat membantu mengatasi

42
sebagian masalah dalam budidaya udang. Probiotik sebagai kontrol biologis

mampu mempertahankan kualitas air dan menghambat pertumbuhan

mikroorganisme pathogen guna terciptanya sistem budidaya perikanan yang

berkelanjutan (sustainable aquaculture).

Gambar 17. Penebaran probiotik


4.2.3 Manajemen Pakan

Manajemen pakan ialah kegiatan dalam mengatur jumlah pakan sesuai

dengan umur pertumbuhan udang windu. Manajemen pakan merupakan salah

satu faktor yang sangat penting dalam budidaya udang windu terlebih budidaya

intensive.Penggunaan tipe pakan yang tepat dapat memberikan keuntungan bagi

petambak udang windu karena dapat mengurangi biaya produksi yaitu

meminimalisisir pakan yang terbuang, mengurangi permasalahan kualitas air

serta menjamin pertumbuhan dan kesehatan udang yang baik.

Jenis pakan yang digunakan pada BBPBAP Jepara yaitu crumble dan

pellet dengan sifat pakan tenggelam. Jenis pakan crumble digunakan pada DOC

ke 1-30 dan jenis pakan pellet digunakan pada DOC 31 – 90. Penentuan Pakan

pada tambak pembesaran di BBPBAP Jepara menggunakan metode Blind

Feeding dan Demand Base Feeeding. Blind Feeding merupakan perhitungan

simulasi matematis dengan melihat standarisasi Feeding Rate dan perkiraan

biomass udang yang biasanya dilakukan untuk usia budidaya dibawah 30 hari.

Sedangkan Demand Base Feeding adalah perhitungan pakan yang didasarkan

pada habisnya pakan di anco, Feeding Rate dan perkiraan biomass udang.

43
Demand Base Feeding biasanya dilakukan pada udang yang berusia lebih dari

30 hari. Pemberian pakan pada Doc 1 – 30 sekitar memakai total pakan 405 kg,

lalu pada doc 31- 60 menggunakan total pakan sekitar 650 kg dan pada doc 61-

90 udang windu menggunakan total pakan sekitar 750 kg dan pada bulan

terakhir pemeliharaan total pakan yang di gunakan sekitar 850 kg sehingga total

penggunaan pakan dalam 1 kali pemeliharaan udang windu sekitar 2700 Kg.

Pada BBPBAP Jepara terdapat dua buah anco di tiap petakan yang

dipasang di sudut tambak yang berlawanan. Jumlah pemberian pakan di anco

sebesar 1-2 % dari total pakan yang diberikan sebagai kontrol pakan terhadap

udang windu (Paneous Monodon) yang dibudidayakan. Waktu pemberian pakan

di BBPBAP Jepara dilakukan sebanyak 4 kali dalam sehari yaitu pukul 08.00,

11.00, 15.00 dan 19.00. Sedangkan jenis pakan yang digunakan adalah pakan

dengan komposisi 33-36%,kadar lemak tidak kurang dari 4,5% dan kadar abu

tidak lebih dari 16%.

405 650 750 850

0 P1 1 P2 2 P3 3 P4 4

Menurut Tacon et al., (2013), pada setiap stadia atau umur udang, jenis

dan ukuran pakan yang diberikan berbeda – beda. Hal tersebut bertujuan agar

pakan dapat dimakan udang seefektif mungkin. Jenis pakan buatan yang

digunakan yaitu dalam bentuk crumble dan pellet. Menurut Nur (2011), jumlah

pemberian pakan pada anco adalah sebesar 1,5-2% dari total pakan. Apabila

pakan pada anco habis dalam waktu singkat maka pemberian pakan berikutnya

ditambah 5% dari jumlah berat udang.

44
Gambar 18. Pemberian Pakan Udang Windu
a. Ancho
Ancho pada kegiatan budidaya udang windu ialah berfungsi untuk

mengetahui nafsu makan udang, performa udang dan menentukan jumlah pakan

udang.Pada BBPBAP Jepara di tambak udang windu diberikan sekitar 2 ancho.

Ancho biasanya diletakan pada dua sudut tambak pada area yang memiliki arus

rendah serta mewakili suatu area tambak.Pada ancho diberikan pakan sekitar 1

% dari total pakan. Menurut Pratama et al., (2017), dalam budidaya udang windu

anco digunakan untuk membantu estimasi tingkat konsumsi pakan harian untuk

penyesuaian kebutuhan pakan udang windu. Pemberian pakan pada anco

dilakukan sebesar 1% dari jumlah pakan per hari yang diberikan pada tiap

tambak. Jika pakan yang diberikan tidak habis dapat diakibatkan menurunnya

kualitas air pada tambak udang windu sehingga kelimpahan plankton rendah, hal

tersebut berakibat pada penurunan nafsu makan. Ancho (alat bantu pengecekan

pakan) dapat dilihat pada Gambar 15

Gambar 19. Ancho (Alat Bantu Pengecekan Pakan) (Dokumentasi Pribadi)

45
4.2.4 Manajemen Kualitas Air

Dalam usaha Budidaya, baik pembenihan maupun pembesaran, habitat

pada organisme perairan khsusnya air merupakan faktor utama dan merupakan

kebutuhan yang sangat penting untuk menjaga kelangsungan usaha tersebut. Air

yang digunakan untuk usaha pembesaran udang harus memenuhi persyaratan

baik kualitas ataupun kuantitas. Pengukuran kualitas yang dilakukan harian yaitu

suhu, pH, DO, Salinitas sedangkan pengukuran kualitas air mingguan yaitu

amonia. Sistem yang digunakan dalam budidaya udang windu yaitu budidaya

intensif, sehingga terdapat penggantian atau sirkulasi air terdapat kincir. Sumber

air ialah berasal dari air laut yang diendapkan di tandon.Manajemen kualitas air

selama proses pemeliharaan mutlak diperlukan. Beberapa parameter kulitas air

yang sering diukur dan berpengaruh pada pertumbuhan udang yaitu oksigen

terlarut, suhu, pH, salinitas, amonia, dan alkalinitas (Wiranto dan Hermida, 2010).

Tabel 2. Data Rata Rata Kualitas Air


Suhu (o C) DO (mg/l)

PAGI SORE PAGI SORE

Minggu -1 27,7857 31,4143 Minggu-1 4,17 4,56

Minggu -2 28,8714 32,0143 Minggu-2 3,90 4,83

Minggu -3 28,0857 31,57 Minggu-3 3,86 4,38

Minggu-4 27,3125 30,55 Minggu-4 4,14 4,48

Derajat Keasaman Salinitas (ppt)

Minggu-1 6,43 6,87 Minggu-1 32 32

Minggu-2 6,93 6,99 Minggu-2 31 32

Minggu-3 7,10 7,39 Minggu-3 29 30

Minggu-4 7,20 7,81 Minggu-4 29 29

A. Parameter Fisika

46
a. Suhu

Pengukuran Suhu pada tambak pembesaran udang windu di BBPBAP

Jepara menggunakan DO meter. Pengukuran suhu dilakukan sebanyak 2 kali

yaitu pada pagi hari pada jam 05.30 dan sore hari pada jam 16.30. Kisaran suhu

yang didapat pagi hari berkisar antara 24,1 oC- 27 0 C,sedangkan pada sore hari
0 o
didapatkan suhu berkisar 28 C- 31.8 C.Suhu yang didapat masih dalam

kategori optimal. Menurut Suhaimi .et al (2013), suhu air yang layak untuk

budidaya udang windu berkisar antara 26 oC dan 32 oC dan optimumnya antara

29 oC dan 30 oC. Suhu air sangat berpengaruh terhadap sifat fisik, kimia, dan

biologi tambak, yang akibatnya mempengaruhi fisiologis kehidupan organisme

budidaya, secara umum laju pertumbuhan udang akan meningkat sejalan

dengan kenaikan suhu sampai pada batas batas tertentu.

Semakin tinggi suhu maka semakin rendah Kelarutan oksigen, dikarenakan

semakin tinggi konsumsi oksigen yang disebabkan oleh tingginya metabolisme.

Untuk itulah suhu sangat berpengaruh terhadap laju metabolisme udang.

Menurut Putra dan Abdul (2014), semakin tinggi suhu, maka kelarutan oksigen

akan semakin rendah, sedangkan kebutuhan oksigen bagi udang semakin tinggi

dengan meningkatnya metabolisme. Kenaikan suhu tersebut bahkan akan

mengurangi daya larut oksigen dalam air dan mempercepat reaksi kimia sebesar

2 kali. Fluktuasi suhu yang ekstrim dapat menjadikan nafsu makan udang

berkurang.

Hasil pengukuran suhu pada tambak dilakukan 2 kali dalam satu hari.

Pengukuran tersebut dilakukan pada pagi hari sekitar pukul 05.30 Wib dan pada

sore hari sekitar pukul 16.30. Nilai suhu yang didapat pada pengukuran pagi hari

dan sore hari menunjukan adanya perbedaan. hal tersebut dipengaruhi oleh

waktu pengukuran dan intesitas cahaya matahari. Pada pagi hari intesitas

cahaya matahari rendah serta terdapat angin, sehingga hasil pengukuran suhu

47
yang didapat rendah, sedangkan pada sore hari intensitas cahaya matahari yang

menembus badan perairan tinggi, sehingga hasil pengukuran suhu tinggi.

Menurut Muarif (2016), pada umumnya nilai suhu air yang tinggi diperoleh pada

waktu pengukuran siang hari, sedangkan suhu air yang rendah diperoleh dari

pengamatan pagi hari. Suhu perairan akan rendah saat hujan turun, penurunan

tersebut disebabkan karena tidak adanya radiasi matahari dan menurunnya suhu

udara. Selain waktu pengukuran dan cuaca, suhu perairan juga dipengaruhi oleh

Topografi.

Gambar 20. Hasil Pengukuran Suhu


B. Parameter Kimia

a. pH

Pengukuran pH pada tambak budidaya udang windu di Balai Besar

Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara menggunakan pH meter. Pengukuran pH

dilakukan sebanyak 2 kali dalam 1 hari yaitu pada pagi hari pukul 05.30 WIB dan

sore hari pada pukul 16.30 WIB. Hasil pengukuran pH yang didapat pada

pengukuran di pagi hari ialah berkisar antara 6.4 – 7.9. Hasil yang didapat pada

pengukuran pada sore hari ialah berkisar antara 6.3 – 8.0. Nilai pH hasil

pengukuran termasuk dalam kategori optimal untuk pertumbuhan udang windu.

Menurut Suhaimi etal., (2016), Kisaran pH yang baik untuk udang windu adalah

7,5-8,5 dengan optimum 8,0-8,5. Jika nilai pH perairan dibawah standar untuk

48
budidaya, maka untuk menaikkan pH di tambak dengan menambahkan kapur

dolomit.

pH perairan sangat berpengaruh pada kehidupan udang windu dalam

melakukan proses moulting. Moulting merupakan proses pergantian kulit udang

yang alami dilakukan oleh udang, karena kulit udang tidak elastis, tersusun oleh

senyawa kitin yang keras. Saat moulting terjadi, udang sangat rentan terhadap

ancaman kanbalisme dari udang lainnya. Jika pH air sudah menunjukan pH

asam, maka penanganannya ialah di lakukan pemberian kapur. Pemberian kapur

ini biasanya dilakukan setelah memberikan pakan pada sore hari karena

dibutuhkan oleh udang untuk proses moulting. Sedangkan jika pH terlalu basa

maka dapat dilakukan pergantian air. Menurut Yuliharti et al., (2016),

Keberadaan Ca(OH)2 dalam air bereaksi dengan H+ akibatnya pH akan

meningkat. Penambahan calsium hidrosida Ca(OH)2 dapat menyebabkan

kenaikan pada pH media pemeliharaan karena pengapuran bersifat menetralkan

keasaman sehingga pH air akan meningkat setelah pemberian kapur. Proses

pembentukan eksoskeleton baru, udang membutuhkan kalsium dan HCO 3.

Calsium dan HCO3 dalam tubuh akan bereaksi menjadi CaCO3 yang

mengendap di kulit sedangkan H+ dikeluarkan kelingkungan media

pemeliharaan. Hal inilah yang menyebabkan pH media pemeliharaan mengalami

penurunan, karena pada proses pembentukan eksoskeleton, perairan menjadi

lebih asam karena adanya ion H+ dalam perairan.

49
Gambar 21. Hasil Pengukuran Ph
b. Oksigen Terlarut

Pengukuran oksigen terlarut (DO) pada tambak pembesaran udang windu

di Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara menggunakan

DO meter. Pengukuran oksigen terlarut (DO) dilakukan sebanyak 2 kali sehari

yaitu pagi hari pada pukul 05.30 WIB dan sore hari pada pukul 16.30 WIB. Hasil

pengukuran oksigen terlarut yang didapat pada pagi hari yaitu berkisar 3.4 – 5.2

mg/l. Sedangkan hasil pengukuran oksigen terlarut pada sore hari berkisar

antara 3.5 – 5.4 mg/l. Hasil dari pengukuran tersebut tergolong dalam kadar

optimal. Menurut Romadhona etal., (2016), Oksigen terlarut dalam air tambak

harus dipertahankan minimal 3 ppm. Pengamatan oksigen terlarut terutama

dilakukan pada malam hari hingga pagi hari. Apabila pada malam hari oksigen

sudah mencapai 3 ppm maka perlu dilakukan aerasi Aerasi dapat dilakukan

dengan menggunakan pompa air, yaitu memasukkan air dari petak tandon atau

penyedot air dari petak udang disemprotkan kembali.

Hasil pengukuran oksigen terlarut (DO) pada sore hari lebih tinggi

dibandingkan pada pagi hari. Hal tersebut terjadi karena pada siang hari hingga

sore fitoplankton melakukan proses fotosintesis yang menghasilkan oksigen,

sehingga pada pengukuran sore hari menunjukan nilai DO lebih tinggi dari pada

pagi hari. Pagi hari mendapatkan hasil DO lebih rendah disebabkan tidak ada

50
proses fotosistensis dari fitoplankton karena tidak ada cahaya matahari masuk ke

kolom perairan. Menurut Romadhona etal., (2016), Nilai uji DO pada sore hari

lebih tinggi dibanding sore hari karena pada siang hari terjadi proses fotosintesis

yang berakibat menghasilkan oksigen dalam perairan.

Kelarutan oksigen di perairan dipengaruhi oleh suhu perairan. Jika suhu

perairan tinggi maka kelarutan oksigen rendah, sedangkan jika suhu rendah

maka kelarutan oksigen di perairan akan tinggi. Menurut Putra dan Abdul,

(2014), semakin tinggi suhu semakin kecil kelarutan oksigen dalam air.

Sedangkan kebutuhan oksigen bagi organisme air semakin besar dengan

meningkatnya metabolisme. Kenaikan suhu tersebut bahkan akan mengurangi

kelarutan oksigen dalam air dan mempercepat reaksi kimia sebesar 2 kali.

Gambar 22. Hasil Pengukuran DO


c. Salinitas

Pengukuran salinitas pada tambak pembesaran udang vaname di Balai

Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara menggunakan

refraktometer. Pengukuran salinitas dilakukan sebanyak 2 kali dalam 1 hari yaitu

pagi hari pada pukul 05.30 WIB dan sore hari hari pada pukul 16.30 WIB. Hasil

pengukuran salinitas yang didapat pada pengukuran pagi hari yaitu berkisar

antar 30-35 g/l, sedangkan pada sore hari berkisar antara 30-36 g/l. Hasil dari

pengukuran salinitas tersebut tergolong dalam kadar yang optimal. Menurut

51
Putra dan manan (2014), Kisaran salinitas antara 20 – 28 ppt masih berada pada

kisaran salinitas yang dianjurkan pada air sumber untuk kegiatan budidaya

udang. Sumber air diambil dari tengah laut dengan jarak kurang lebih 200-300

meter dari garis pantai.

Kadar garam atau salinitas pada tambak dapat mempengaruhi proses

moulting pada udang windu. Jika salinitas pada perairan rendah udang windu

maka udang windu akan lebih cepat melakukan moulting.Salinitas pada tambak

sangat dipengaruhi oleh cuaca, pada saat musim hujan salinitas akan rendah

karena adanya penambahan air tawar dari air hujan.Pada saat musim kemarau,

suhu udara akan meningkat, sehingga terjadi penguapan air pada tambak, maka

salinitas akan tinggi atau hipersalin. Pada Salinitas tinggi pertumbuhan udang

menjadi lambat karena proses osmoregulasi terganggu. Apabila salinitas

meningkat maka pertumbuhan udang akan melambat karena energi lebih banyak

terserap untuk proses osmoregulasi dibandingkan dengan untuk pertumbuhan.

Upaya yang dilakukan untuk menurunkan kadar salinitas dengan penambahan

air tawar yang berasal dari sumur bor atau sumber air tawar lainnya. Menurut

Syukri ( 2016), Konsentrasi salinitas sangat berpengaruh terhadap proses

osmoregulasi yaitu upaya hewan air untuk mengontrol keseimbangan air dan ion

antara tubuh dan lingkungannya. Jika kondisi salinitas berfluktuasi maka semakin

banyak energi yang dibutuhkan untuk metabolisme. Kisaran salinitas yang

rendah dapat menurunkan oksigen terlarut dalam air, selain itu dapat

menyebabkan tipisnya kulit udang. Sedangkan kisaran salinitas tinggi dapat

menyebabkan terhambatnya proses molting sehingga pertumbuhan udang

terhambat.

52
Gambar 23. Hasil Pengukuran Salinitas
d. Amonia

Amonia di BBPBAP di lakukan pengukuran pada tambak pembesaran

udang windu di Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) jepara

menggunakan spektrofotometer. Amonia pada BBPBAP Jepara diukur dalam

bentuk TAN (Total Amonia Nitrogen) .Pengukuran TAN dilakukan sebanyak 1 kali

dalam 1 minggu didapat hasil yaitu 0.402 mg/l ,minggu kedua 1.145 mg/l, minggu

ketiga 1,525 mg/l dan pada minggu ke 4 yaitu 3,820 mg/l. Hasil dari pengukuran

amonia tersebut tergolong baik dan aman bagi pertumbuhan udang windu yang

dibudidayakan. Menurut Romadhona .etal (2016), kandungan amoniak 0,45 mg/l

dapat menghambat laju pertumbuhan udang sampai dengan 50%, sedangkan

pada tingkat amoniak 1,29 mg/l dapat membunuh beberapa udang jenis

Penaeus, kandungan amoniak 0,05-0,2 mg/l mempengaruhi terjadinya gangguan

pertumbuhan secara umumnya organisme aquatik. Menurunnya kandungan

amoniak diduga disebabkan keberadaan oksigen dan meningkatnya kecerahan

dalam tambak.

Amonia merupakan salah satu parameter kualitas air yang harus diukur

pada kegiatan budidaya, karena dalam jumlah yang tinggi, amonia menjadi

beracun untuk hewan budidaya. Sumber utama amonia di perairan yaitu sisa

53
pakan, feses dan urine hewan budidaya, serta plankton yang mati. Upaya untuk

menanggulangi amonia yang tinggi ialah dengan cara pemberian aerasi dan

pemberian bakteri. Amonia merupakan produk akhir utama dalam pemecahan

protein pada budidaya udang windu. Udang mencerna protein pakan dan

mengekskresikan amonia melalui insang dan feses. Jumlah amonia di eksresikan

oleh udang bervariasi tergantung jumlah pakan dimasukkan ke dalam kolam atau

sistem budidaya. Amonia terdapat pada kolam dari bakteri dekomposisi bahan

organik seperti dekomposisi pakan ( Durborrow et al., 1997). Masalah amoniak

pada kolam dapat di atasi dengan peningkatan aerobik melalui penggunaan

aerasi dan bakteri yang dapat mereduksi amonia menjadi bentuk lainnya yang

tidak bersifat toksis ( Hargreaves and Tucker 2004).

C. Parameter Biologi

a. Plankton

Parameter biologi yang diukur pada tambak pembesaran udang windu di

Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau Jepara yaitu plankton. Pengukuran

parameter biologi dilakukan 1 minggu sekali dengan menggunakan plankton net,

kemudian dianalisis dilaboratorium pakan alami. Hasil yang didapat yaitu

plankton jenis Chroococus sp (Cyanobacteria) dengan kepadatan 10.000 sel/ml,

Chlorella sp (Chlorophyta) dengan kepadatan 490.000 sel/ml, vibrio 5200 sel/ml.

Dari hal tersebut menunjukkan bahwa tamba udang windu tergolong subur.

4.2.5 Manajemen Hama dan Penyakit

Pencegahan hama dan penyakit yang dilakukan pada BBPBAP Jepara

adalah dengan menjaga paramater kualitas air agar nilainya tetap pada kisaran

yang optimal. Setelah pemeliharaan udang mencapai DOC 30 dapat dilakukan

penyiponan untuk mebersihkan kotoran dan senyawa kimia seperti H2S dan NH3.

Selain itu, untuk menjaga daya tahan tubuh pada udang windu dilakukan

pemberian probiotik dan ekstrak bawang putih yang dicampurkan ke dalam

54
pakan. Pada kegiatan budidaya udang windu di BBPBAP Jepara pernah di

serang oleh penyakit berak putih atau white feces pada tahun 1996 sehingga

udang windu tergeser oleh udang vaname. Penyakit tersebut ditandai dengan

turunnya nafsu makan udang dan terdapat feces berwarna putih di permukaan

perairan. Penanganan terhadap penyakit White Feces Disease yaitu dilakukan

pengurangan padat tebar, meningkatkan kualitas air dengan mengganti sebagian

air serta pemberian probiotik yang dapat menekan pertumbuhan bakteri vibrio.

Selain itu, penyakit yang menyerang yaitu White Spot Syndrome Virus (WSSV)

yang ditandai dengan kematian pada udang, serta mengakibatkan udang

berwarna merah. Sedangkan hama yang sering muncul adalah burung bangau

dan kepiting, hama tersebut dapat memangsa dan membunuh udang windu

untuk dijadikan makan. Selain itu, burung bangau juga dapat menularkan

penyakit karena dapat membawa patogen dari tempat lain.

Menurut Andriyanto et al. (2013), bahwa dalam pencegahan hama dan

penyakit pada budidaya udang vaname perlu dilakukan pengontrolan air secara

teratur, monitoring dan pengelolaan dasar tambak,pemelihaan lingkungan

budidaya dan ketepatan dalam pemberian pakan baik jumlah, waktu, jenis pakan

serta kualitas pakan. Jenis penyakit yang sering ditemukan menyerang udang

vaname adalah Bacterial White Spot Syndrome (BWSS), Black Gill Disease

(BGD), Taura Syndrome Virus (TSV), Fouling Disease (FD) dan Infections

Hypodermal and Haematopoietic Virus (IHHNV).

4.2.6 Sampling Pertumbuhan

Sampling pertumbuhan pada kegiatan budidaya bertujuan untuk

mengetahui laju pertumbuhan dan mengetahui total biomass udang yang

dibudidayakan. Selain itu, sampling dapat digunakan untuk menentukan

intensitas pakan yang diberikan. Pada BBPBAP Jepara, sampling dilakukan

seminggu sekali pada DOC ke – 37 sampai panen. Sampling dilakukan dengan

55
menggunakan jala untuk mengambil beberapa ekor udang. Setelah dilakukan

penjalaan, selanjutnya dilakukan terhadap jumlah udang yang berada didalam

jala lalu ditimbang untuk mengetahui berat rata – rata udang per ekor. Pada

sampling pertumbumbuhan didapatkan pertambahan berat rata-rata udang hasil

sampling (ABW) yaitu 4 gram, didapatkan SR 90%, dan FCR 1,5.

Menurut Purnamasari et al., (2017), sampling pertama dilakukan pada

saat udang mencapai umur 45 hari pemeliharaan, setelah itu dilakukan samplng

rutin yang dilakukan setiap 7 hari sekali dari sampling berikutnya. Pada budidaya

udang windu kegiatan sampling dilakukan untuk mendapatkan data bobot udang

yang digunakan untuk menghitung pertambahan bobot rata – rata udang windu

yang dibudidayakan.

4.3 Pemanenan
Tahap pemanenan dibagi menjadi 2 tahap yaitu tahap pemanenan yang

merupakan penangkapan udang windu menggunakan jaring, dan tahap pasca

panen yang merupakan tahap penyortiran hingga distribusi udang vaname.

Berikut penjelasan pemanenan udang vaname di Balai Besar Perikanan

Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara :

a. Pemanenan

Pemanenan pada udang windu yaitu panen total. Panen total adalah

panen yang dilakukan untuk mengambil seluruh hasil budidaya dalam satu siklus

untuk kemudian dijual pada konsummen maupun distributor. Panen total

menggunakan jaring kantong dan dilanjut dengan jaring tarik. Untuk tambak yang

bisa dikeringkan dengan cara gravitasi pasang surut, adalah dengan membuka

pintu air keluar (outlet) untuk mengeluarkan air tambak. Pasang jaring pada pintu

keluar air (outlet) tambak dengan tepat untuk menampung udang yang terbawa

air. Pada tambak yang berukuran besar (>20 Ha) air bisa ditambahkan dan

dilakukan panen lanjutan pada periode surut terendah selanjutmya. Untuk

56
tambak yang tidak bisa dikeringkan dengan cara gravitasi pasang surut, maka

digunakan jala atau prayan/bubu sambil dilakukan pengeringan tambak Panen

Total dilakukan pada DOC 120 hari, dengan ukuran 35 ekor/kg.Panen Total pada

udang windu didapat sekitar 1500 kg dengan Sr 75 %.

Menurut Purnamasari et al. (2017), bahwa terdapat satu kali pemanenan

dalam budidaya udang windu yaitu dan panen total. Panen total dilakukan ketika

udang berumur 125 – 126 hari dengan bobot rata – rata berkisar antara 28,07 –

29,23 gram dan ukuran udang berkisar antara 34 – 35 ekor/kg.Pemanenan

dilakukan saat menjelang pagi hari dan harus selesai sebelum matahari terik.

Pengambilan udang dilakukan dengan cepat menggunakan jala atau jaring.

b. Penanganan Pasca Panen

Penanganan hasil panen di BBPBAP Jepara mula-mula dilakukan

penyortiran berdasarkan ukuran.Tujuan dilkukannya penyortiran adalah untuk

mendapatkan udang dengan ukuran seragam dan berkualitas baik. Selanjutnya,

udang setelah di sortir tersebut ditimbang dan dicatat beratnya. Setelah

ditimbang udang dikemas dengan cara memasukan udang yang telah bersih ke

dalam box fiber dan ditambahkan es batu secara berlapis agar suhu dalam box

fiber merata. Menurut Atmomarsono et al. (2014), bahwa udang yang telah

dipanen dicuci dengan air bersih dan dibenamkan dalam wadah yang berisi

air es dengan suhu -4°C. Udang dimasukkan ke dalam wadah dengan rapi, lalu

ditambahkan es curah dengan perbandingan 1:1. Proses pengemasan tersebut

bertujuan untuk menghindari penurunan kualitas udang sehingga udang tidak

cepat busuk dan menurunkan tingkat metabolisme bakteri didalam tubuh

udang.

57
4.4 Pemasaran
Pemasaran yang dilakukan di BBPBAP Jepara yaitu dengan cara

dilelang, apabila terdapat supplier yang memberikan penawaran dengan harga

yang cocok maka penjualan dilakukan terhadap supplier tersebut. Para supplier

biasanya langsung datang pada lokasi dan langsung membawa udang yang

sudah dibeli ke cold storage untuk didistribusikan ke pasar atau ke pabrik untuk

diolah lebih lanjut. Harga udang bervarasi berdasarkan size yang diperoleh,

semakin tinggi size yang didapat maka harga udang semakin murah. Hal

tersebut sesuai dengan pendapat Wiguna, et al. (2017), bahwa hasil panen total

udang windu yang didapat dijual kepada tengkulak atau pedagang kecil,

sedangkan hasil panen total udang vaname dijual pada supplier untuk

dipasarkan lebih lanjut. Selanjutnya akan dibuat analisa biaya pada usaha

budiya udang windu.

Tabel 3. Analisa usaha Budidaya Udang windu


No Komponen Volume Unit price Jumlah (Rp)
1 Konstruksi 3.500.000,-
2 Pakan buatan (Kg) 2700 12.000 32.400.000,-
3 Pupuk organik (Kg) 1500 5000 750.000
4 Pupuk anorganik (Kg) 300 5000 1.500.000
5 Kapur pertanian (Kg) 4000 600 2.400.000
6 Saponoin (Kg) 50 5.500 275.000
7 Zeolit (Kg) 750 900 675.000
8 Disenfektan (Kg) 150 15.000 2.250.000
9 Probiotik ( liter/kg) 40 55.000 2.200.000
10 Biofilter (paket) 1 625.000 625.000
11 Feed aditive 1 1.500.000 1.500.000
12 Bahan bakar (paket) 1 6.500.000 6.500.000
13 Perawatan dan perbaikan 2.000.000
14 Pakan segar (kg) 200 5000 1000.000
15 Biaya lainnya 200.000
16 Tenaga teknisi 1 5.000.000 5.000.000
17 Tenaga operator 2 3.750.000 7.500.000
18 Biaya panen (paket ) 1 1000.000 1.000.000
19 Akomodasi dan panen 5 500.000 2.500.000
Jumlah Rp 73.775.000
Biaya Operasional 1 siklus pemeliharaan Rp 73.775.000

58
Hasil / Pendapatan = 1500 kg x 70.000

= Rp. 105.000.000

Keuntungan = Penghasilan – Pengeluaran

= 105.000.000 – 73.775.000

= Rp. 31.225.000

Berdasarkan Analisa budidaya udang windu dapat disimpulkan budidaya

udang windu sangat dilayak untuk dijalankan, jika dilihat dari keuntungan yang

besar.

59
5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari kegiatan Praktik Kerja Magang yang berjudul “Manajemen

Pembesaran Udang Windu (Penaeus monodon) di Balai Besar Perikanan

Budidaya Air Payau (BBPBBAP) Jepara selama 30 hari didapatkan kesimpulan

sebagai berikut :

a. Pada Persiapan tambak meliputi Pengeringan, perbaikan konstruksi

tambak, pemasangan alat dan komponen tambak, pengisian air

,sterilisasi, pengapuran serta pemupukan.

b. Kegiatan pembesaran udang windu dimulai dari pemilihan dan

persiapan benih. Benih harus diseleksi dengan baik sesuai standar

nasional agar tingkat keberhasilan budidaya tinggi. Selanjutnya

Penebaran benih dilakukan di BBPBAP JEPARA dengan PL 12

sebanyak 100.000 ekor dengan luas tambak 3000 m2 sehingga

padat tebarnya adalah 25 ekor/m2..Selanjutnya ada Pemberian

Probiotik dari strain Bacillus sp dengan dosis 0,5 ppm setiap

seminggu sekali.

c. Kegiatan Manajemen pakan di BBPBAP dilakukan sebanyak 4

kali dalam sehari yaitu pukul 08.00, 11.00, 15.00 dan 19.00. Jumlah

pakan yang digunakan dalam satu siklus pemeliharaan ialah sekitar

2700 Kg dengan rincian Doc 1 – 30 sekitar memakai total pakan

405 kg, lalu pada doc 31- 60 menggunakan total pakan sekitar 650

kg dan pada doc 61-90 udang windu menggunakan total pakan

sekitar 750 kg dan pada bulan terakhir pemeliharaan total pakan

yang di gunakan sekitar 850 kg.

60
d. Suhu pada pagi hari berkisar antara 24.1-27.0 oC, pada sore hari

berkisar anatara 27.10C -31.20C, suhu tersebut optimal untuk udang

vaname.

e. pH pada pagi hari berkisar antara 6.5 -7.8, sedangkan pada sore

hari berkisar antara 6.4-8, pH tersebut optimal untuk udang windu.

f. Oksigen terlarut (DO) pada pagi hari berkisar antara 3.47-5.6

mg/l, sedangkan pada sore hari berkisar antara 3.8-7.0 mg/l, DO

tersebut optimal untuk udang windu.

g. Salinitas pada pagi hari berkisar antara 35-35 g/l, sedangkan pada

sore hari berkisar antara 30-36 g/l, salinitas tersebut optimal untuk

udang windu.

h. Amonia yang didapat yaitu 0.402 mg/l dan 1.14 mg/l, 1,525 mg/l dan

ke 4 yaitu 3,820 mg/l. mg/l amonia tersebut kurang optimal untuk

udang windu tetapi masih dalam tahap aman untuk kehidupan

udang windu.

i. Parameter biologi yaitu plankton yang ditemukan

mengindikasikan perairan tambak tergolong subur.

j. Penyakit yang menyerang udang windu di BBPABAP yaitu

White Feces Diases dan White Spot Syndrome Virus (WSSV) pada

tahun 1996 tetapi pada 5 tahun terakhir serangan virus 80 % sudah

bisa di hindari.

k. Pada kegiatan pembesaran budidaya udang windu hasil

keuntungan yang di dapat cukup besar sehingga layak untuk

dijalankan.

61
5.2 Saran

Saran untuk kegiatan budidaya pembesaran udang windu perlu adanya

biosekuriti yang lebih aman agar hama dan penyakit tidak mengganggu udang

windu yang dibudidaya, serta perlu adanya manajemen kualitas air yang lebih

baik untuk menghindari stres pada udang, serta ketersediaan kapur harus selalu

tersedia karena agar memenuhi kebutuhan kalsium.

62
DAFTAR PUSTAKA

Amri, K., Muchlizar dan A. Ma'mun. 2018. Variasi Bulanan Salinitas, pH dan
Oksigen Terlarut di Perairan Estuari Bengkalis. Majalah Ilmiah Globe. Vol
20(2): 57-66.

Andriyanto, F., A. Efani dan H.Riniwati. 2013. Analisis faktor – faktor produksi
usaha pembesaran udang vanname (Litopenaeus vannamei) di
Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan Jawa Timur ; Pendekatan
fungsi cobb-douglass. Jurnal ECSOFiM. Vol 1(1) : 82 – 96.

Anzwar, S. 1998. Metode Penelitian. Pustaka Belajar. Yogyakarta.

Arini,E. Pemberian Kapur CACO 3 Untuk Perbaikan Kualitas Tanah Tambak dan
Pertumbuhan Rumput Laut Glacilaria sp. Jurnal Saintek Perikanan Vol. 6
No. 2, 2011, 23 – 30.

Arsad, S., Afandy, A., Purwadhi, A. P., Saputra, D. K., & Buwono, N. R. (2017).
Studi Kegiatan Budidaya Pembesaran Udang Vaname (Litopenaeus
vannamei) dengan Penerapan Sistem Pemeliharaan Berbeda [Study of
Vaname Shrimp Culture (Litopenaeus vannamei) in Different Rearing
System]. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan.Vol 9(1), 1-14.

Atmomarsono,M., Supito., M. Mangampa., H. Pitoyo., Lideman., H. Cahyo., I.


Akhidat., H. Wibowo., M. Ishak., A. Basori., N.T. Wahyono., S. Latief dan
Akmal. 2014. Best management practices seri panduan perikanan skala
kecil budidaya udang vaname tambak semi intensif dengan instalasi
pengolahan air limbah (IPAL). WWF-Indonesia. 38 hlm.

Bandur, A. 2014. Penelitian-Kualitatif-Mrtodologi, Desain, dan Teknik Analisis


Data dengan NVIVO 10. Mitra Wacana Media. Jakarta.

Ernawati, E., & Rochmady, R. (2017). Effect of fertilization and density on the
survival rate and growth of post-larva of shrimp vaname (Litopenaues
vannamei). Akuatikisle: Jurnal Akuakultur, Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil, 1(1), 1-10.

Evania,C.,Rejeki,S dan Restiana,W.A.2018.Performa pertumbuhan udang


windu(Paneous monodon) yang dibudidayakan bersama kerang hijau
(perna viridis) dengan sistem IMTA.Jurnal Sains Akuakultur Tropis.Vol 2 :
44-52.

Haliman, R.W. dan Adijaya DS. 2005. Udang Vannamei. Penebar Swadaya.
Jakarta. 75 hlm.

63
Hargreaves, J.A dan Craig, S.T. 2002. Measuring Dissolved Oxygen
Concetration In Aquaculture. Southern Regional Aquaculture Center.
4601.

Hendrajat, E.A., M. Mangampa dan Burhanuddin. 2015. Tambak plastik mulsa


untuk budidaya udang vaname (Litopenaeus vannamei) semi intensif.
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur. 1107-1115.

Hidayat, K. W., Nabilah, I. A., Nurazizah, S., & Gunawan, B. I. (2019).


PEMBESARAN UDANG VANNAMEI (Litopenaeus vannamei) DI PT.
DEWI LAUT AQUACULTURE GARUT JAWA BARAT.Journal of
Aquaculture and Fish Health, 8(3), 123-128.

Kokarkin, C., S. Sumarto., H. Setyawan dan C. Anam. 2014. Better management


practices seri panduan perikanan skala kecil BMP budidaya udang windu
(Penaeus monodon) tambak tradisional dan semi-intnsif. WWF-Indonesia.
46 hlm.
Manan, A., & Putra, F. R. (2014). Monitoring Kualitas Air pada Tambak
Pembesaran Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) di Situbondo,
Jawa Timur [Monitoring of Water Quality on Rearing Ponds of Vannamei
Shrimp (Litopenaeus vannamei) in Situbondo, Jawa Timur]. Jurnal Ilmiah
Perikanan dan Kelautan, 6(2), 137-142.

Muarif, M. (2016). Karakteristik Suhu Perairan Di Kolam Budidaya


Perikanan. JURNAL MINA SAINS.Vol 2(2), 96-101.

Nazir, M. 1988. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Pagora, H., Ghitarina dan D. Udayana. 2015. Kualitas plankton pada kolam
pasca tambang batu bara yang dimanfaatkan untuk budidaya perairan.
Ziraa’ah. Vol 40(2): 108-113.

Pratama, A., Wardiyanto dan Supono. 2017. Studi performa udang vaname
(Litopenaeus vannamei) yang dipelihara dengan sistem semi intensif
pada kondisi air tambak dengan kelimpahan plankton yag berbeda pada
saat penebaran. e-Jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya
Perairan.Vol 6 (1) : 643-652.

Pratama, A., Wardiyanto dan Supono. 2017. Studi performa udang vaname
(Litopenaeus vannamei) yang dipelihara dengan sistem semi intensif
pada kondisi air tambak dengan kelimpahan plankton yag berbeda pada
saat penebaran. e-Jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya
Perairan.Vol 6 (1) : 643-652.

Purnamasari, I., D. Purnama dan M. A. F. Utami. 2017. Pertumbuhan udang


vaname (Litopenaeus vannamei) di tambak intensif. Jurnal Enggano. Vol
2(1) : 58 – 67.

64
Rakhfid, A., Halida, W. O., Rochmady, R., & Fendi, F. (2018). Probiotic aplication
for growth and survival rate of vaname shrimp Litopenaeus vannamei with
different density. Akuatikisle: Jurnal Akuakultur, Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil. Vol 2(2), 41-48.

Robertson, M. J., Preston, N. P., & Bonnett, G. D. (2016). NEW


TECHNOLOGIES. Food Production and Nature Conservation: Conflicts
and Solutions, 155.

Romadhona, B., B. Yulianto dan Sudarno. 2016. Fluktuasi kandungan amonia


dan beban cemaran lingkungan tambak udang vaname intensif dengan
teknik panen parsial dan panen total, Jurnal Saintek Periknanan. Vol
11(2) : 84 – 93.

Sakaruddin, M.I. 2011. Komposisi Jenis, Kerapatan, Persen Penutupan dan Luas
Penutupan Lamun di Perairan Pulau Panjang Tahun 1990-2000. Institut
Pertanian Bogor.

SNI 06-6989.11-2004. 2004. Cara Uji Derajat Keasaman (pH) dengan


Menggunakan Alat pH meter. Badan Standart Nasional Indonesia.

Sudarsono, B. 2003. Dokumentasi Informasi dan Demokratisasi. Diskusi Jaringan


Dokumentasi dan Informasi Hak Asasi Manusia. Jakarta.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan RND. Bandung :


Alfabeta.

Suhaimi, R. A., Hasnawi, H., & Ratnawati, E. (2016). Kesesuaian Lahan Untuk
Budidaya Udang Windu (Penaeus Monodon) Di Tambak Kabupaten
Brebes, Jawa Tengah. Jurnal Riset Akuakultur. Vol 8(3), 465-477.

Suhendar, D. T., Zaidy, A. B., & Sachoemar, S. I. (2020). PROFIL OKSIGEN


TERLARUT, TOTAL PADATAN TERSUSPENSI, AMONIA, NITRAT,
FOSFAT DAN SUHU PADA TAMBAK UDANG VANAMEI SECARA
INTENSIF. Jurnal Akuatek. Vol 1(1), 1-11.

Supito.,Adiwidjaya,D.,Taslihan,A dan Iwan,S.Petunjuk Teknis Teknik Budidaya


Udang Windu (Penaeus monodon) Pola Sederhana Melalui Penerapan
BMPs (Best Management Practices).BBPAP Jepara : 2017
Supono, S. (2018). Manajemen Kualitas Air untuk Budidaya Udang.

Sutanto, I. 2004. Petunjuk Praktis Budidaya Udang Vaname (Litopenaeus


Vannamei Ala Lampung). CV Biotirta Lampung.

Syukri, M., & Ilham, M. (2016). Pengaruh salinitas terhadap sintasan dan
pertumbuhan larva udang windu (Penaeus monodon). Jurnal Galung
Tropika.Vol 5(2), 86-96.

65
Tacon,A.G.J.,Jory.D, and Nunes,A. 2013. Shrimp Food Management : issues
and perspektives on farm feeding and feed management aquakulture.
FAO Fisheries and Aquakulture Technical Paper No.583.PP. 481 -488.

US.EPA (U.S. Environmental Protection Agency). 2006. Voluntary Estuary


Monitoring Manual Chapter 14: Salinity EPA-842-B-06-003.

Yulihartini, W., Rusliadi, R., & Alawi, H.2004. Effect of Adding Calcium Hydroxide
Ca (oh) 2 on Molting, Growth and Survival Rate Vannamei Shrimp
(Litopenaeus Vannamei) (Doctoral dissertation, Riau University).

66
LAMPIRAN

Lampiran 1 . Daftar Pertanyaan Praktik Kerja Magang (PKM)

1. Sejak kapan Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP)


Jepara didirikan?

2. Bagaimana visi dan misi dari Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau
(BBPBAP) Jepara?

3. Bagaimana struktur organisasi di Balai Besar Perikanan Budidaya Air


Payau (BBPBAP) Jepara?

4. Apa saja sarana dan prasana yang ada di Balai Besar Perikanan
Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara?

5. Apa saja kegiatan perikanan yang dilakukan oleh Balai Besar Perikanan
Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara?

6. Berapa jumlah kolam/tambak yang ada di Balai Besar Perikanan


Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara?

7. Apa saja persiapan yang dilakukan sebelum melakukan pemebesaran


udang windu (Penaeus monodon) di Balai Besar Perikanan Budidaya Air
Payau (BBPBAP) Jepara?

8. Tahapan Apa saja yang dilakukan dalam udang windu (Penaeus


monodon) di Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP)
Jepara

9. Bagaimana cara pembesaran udang windu (Penaeus monodon) di Balai


Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara?

10. Pakan apa yang digunakan dalam budidaya pembesaran udang vaname
(udang windu (Penaeus monodon) di Balai Besar Perikanan Budidaya Air
Payau (BBPBAP) Jepara?

11. Mengapa menggunakan pakan tersebut?

12. Apa saja pengukuran parameter kualitas air yang dilakukan pada
budidaya pembesaran udang windu (Penaeus monodon) di Balai Besar
Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara?

13. Berapa hari sekali dilakukannya pengukuran kualitas air?

14. Berapa kualitas air dalam kadar optimum di kolam pembesaran udang
windu ?

67
15. Apakah sering atau tidak terjadi kematian pada kegiatan pembesaran
udang windu (Penaeus monodon) di Balai Besar Perikanan Budidaya Air
Payau (BBPBAP) Jepara?

16. Jika sering terjadi kematian, faktor apa yang menyebabkan kematian
pada kegiatan pembesaran udang windu (Penaeus monodon) ?

17. Kendala apa saja yang biasa dihadapi saat proses pembesaran udang
windu (Penaeus monodon) di Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau
(BBPBAP) Jepara?

18. Bagaimana cara mengatasi permasalahan/ kendala tersebut?

19. Bagaimana proses pemanenan udang windu (Penaeus monodon) di Balai


Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara?

20. Kendala apa saja yang dihadapi saat proses pemanenan udang windu
(Penaeus monodon) di Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau
(BBPBAP) Jepara?

21. Bagaimana cara mengatasi kendala dalam pemanenan udang windu


(Penaeus monodon) di Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau
(BBPBAP) Jepara??

22. Bagaimana cara pemasaran udang windu (Penaeus monodon) yang


dihasilkan oleh Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP)
Jepara?

23. Berapa haraga per kilogram udang windu (Penaeus monodon) yang dijual
atau dipasarkan?

24. Apa manfaat pembesaran udang windu (Penaeus monodon) dalam dunia
perikanan?

68
Lampiran 2 . Data Hasil Pengukuran Kualitas Air

Pengamatan Umur Oksigen


Salinitas
(tanggal,bula Udang Suhu Terlarut (mg/l) PH
n, (Hari ) (g/l)
tahun)
Pagi Sore Pagi Sore Pagi Sore Pagi Sore
(05.00) (16.30) (05.00) (16.30) (05.00) (16.30) (05.00) (16.30)

06/08/2020 30 28 31.2 3.47 4.4 6.5 7.1 36 31

07/08/2020 31 28.4 30.1 4.50 4.45 6.4 6.9 37 33

08/08/2020 32 28.2 31.5 4.50 3.8 6.4 6.8 36 34

09/08/2020 33 28.0 30.3 4.0 4.1 6.5 6.9 38 35

10/08/2020 34 24.2 32.9 5.1 6.4 6.4 6.7 37 30

11/08/2020 35 28.9 31.9 3.9 4.0 6.4 6.9 37 33

12/08/2020 36 28.8 32.0 3.7 4.8 6.4 6.8 38 34

13/08/2020 37 28.6 32.1 4.4 4.1 7.7 6.8 38 35

14/08/2020 38 29.7 32.4 4.3 4.4 7.8 6.9 36 33

15/08/2020 39 29.0 32.1 3.4 6.1 6.6 6.3 35 34

16/08/2020 40 29.1 32.5 3.4 7.0 6.4 7.4 36 32

17/08/2020 41 28.7 31,6 3.7 3.6 6.5 6.6 32 33

18/02/2020 42 28.5 31.5 3.8 3.9 6.8 7.5 28 30

19/08/2020 43 28.5 31.9 3.9 3.9 6.7 6.8 28 31

20/08/2020 44 28.5 30.9 4.0 3.5 6.6 6.4 27 30

21/08/2020 45 26.5 31.9 3.9 4.0 7.1 7.4 29 33

22/08/2020 46 29.0 31.9 4.0 4.38 7.0 7.3 30 32

23/08/2020 47 28.7 31.3 3.6 3.21 7.0 7.1 27 31

24/08/2020 48 28.6 32.0 3.8 4.1 7.2 7.4 28 34

25/08/2020 49 27.4 31.4 3.6 5.4 7.4 8.0 29 33

26/08/2020 50 27.9 31.6 3.9 5.0 7.4 8.0 26 34

27/08/2020 51 27.2 29.2 3.9 4.0 7.4 7.8 28 32

28/08/2020 52 26.3 30.1 5.6 6.1 7.3 8.0 30 33

69
29/08/2020 53 28.0 30.4 3.9 4.4 7.2 7.7 31 31

30/08/2020 54 28.1 30.9 4.2 4.1 7.3 7.9 29 30

31/08/2020 55 26.8 29.9 4.1 4.4 7.1 7.7 30 32

01/09/2020 56 27.6 31.1 3.93 4.25 7.2 7.8 31 32

02/09/2020 57 27.1 31.0 3.6 4.1 7.1 7.8 26 33

03/08/2020 58 27.4 31.4 3.9 4.5 7.0 7.8 27 31

70
Lampiran 3 . Data Hasil Pengukuran Kualitas Air

Ikhsan
175080107111004
Manajemen Sumberdaya
Perairan
Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan
Universitas Brawijayan

71
Lampiran 4. Dokumemtasi Praktik Kerja Magang (PKM)

Aklimatisasi Penebaran Benur

Penimbangan Ancho Pemberian Probiotik

Pemberian Pakan Sterilisasi

72
Pengukuran Kualitas Air Pemanenan

Penyortiran Pembersihan Kincir

Pembersihan Klekap Pengisian Air

73
Lampiran 5 . Log Book Praktik Kerja Lapang

74
75
76
77
78
79
80
Lampiran 6 . Alat dan Bahan yang Digunakan dalam Praktik Kerja Magang

N Paramet Nama Gambar Nama Gambar


o. er Alat/Bahan Alat/Baha
n

1. Suhu Termomete Air Sampel


r Hg

2. pH pH meter Air Sampel

Tissue Aquades

3. DO DO meter Air Sampel

Tissue Aquades

81
4. Salinitas Refraktome Air Sampel
ter

Aquades Tissue

5. Amonia Erlenmeyer Air sampel

Cuvet Nessler

Spektrofoto Aquades
meter

82

Anda mungkin juga menyukai