Oleh :
KARDIANTO
NPM : 15742041
Oleh :
KARDIANTO
NPM : 15742041
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Mengetahui,
Ketua Jurusan Peternakan
Oleh :
KARDIANTO
Dibawah bimbingan :
Bapak Dwi Puji Hartono, S.Pi., M.Si., sebagai pembimbing I, dan
Bapak Pindo Witoko, S.Pi., M.P., sebagai pembimbing II.
diselesaikan pada tahun 2009, selajutnya pada tahun 2012 penulis telah
Merbau Mataram dan pada tahun yang sama penulis diterima di Politeknik Negeri
Keorganisasian yang pernah penulis ikuti adalah tahun 2015 sebagai Staf
Muda Kabinet Sinergi dan Berkarya, Badan Eksekutif Mahasiswa. Pada tahun
Dalam Negeri, Kabinet Ceria, Badan Eksekutif Mahasiswa, dan pada tahun 2017
“Do the best and pray. God will take care of the rest”
Puji syukur atas segala rahmat dan karunia yang telah diberikan Allah SWT
kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Tugas Akhir yang
vannamei) DOC 77-140”. Penulis menyadari bahwa tanpa ada bimbingan dan
dorongan dari semua pihak laporan tugas akhir ini tidak akan berjalan dengan
sebaik ini. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
Negeri Lampung.
3. Ibu Dian Febriani, S.Pi., M.Si., selaku ketua Program Studi Budidaya
6. Bapak Ratno Timur S.Pi., dan Bapak Sukarno Ekawana A.Md.Pi., selaku
Perwita.
9. Keluarga besar Oemah Keong (Fajar, Gufron, Habib, Taufik, Setyo dan
Yosefa) yang saling memberikan support dan sama - sama berjuang dalam
10. Siti Pipit Rahayu seorang wanita yang selalu memberikan dukungan dan
11. Para sahabat, dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan tugas akhir ini masih jauh
dari sempurna. Oleh karena itu, penulis menerima segala kritik dan saran dari
Penulis
ix
DAFTAR ISI
Halaman
I. PENDAHULUAN ............................................................................ 1
LAMPIRAN ............................................................................................... 45
xi
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Tahapan Perkembangan Udang Vaname ............................................... 8
Gambar Halaman
1. Morfologi Udang Vaname...................................................................... 6
Lampiran Halaman
1. Tabel Pengontrolan Anco ....................................................................... 46
sangat luas, yaitu 5,8 juta km² wilayah laut dengan garis pantai sepanjang 81.000
km. Kondisi air laut bertemperatur hangat dan tenang, terutama di wilayah teluk
yang memiliki potensi untuk pengembangan budidaya perikanan air laut, antara
lain karang laut, kerang dan ikan. Selain itu juga terdapat pengembangan
budidaya tambak ikan dan udang di wilayah pesisir. Menurut Nuhman (2008)
terdapat potensi wilayah daratan yang luas sehingga bisa dimanfaatkan sebagai
putih adalah spesies introduksi asal dari perairan Amerika Tengah dan negara-
Brasil, dan Meksiko. Udang vaname mulai masuk dan dikenalkan di Indonesia
pada tahun 2001 melalui SK Menteri Kelautan dan Perikanan RI. No. 41/2001
udang windu (Penaeus monodon) yang telah mengalami penurunan kualitas dan
gagal produksi akibat faktor teknis maupun non teknis (Pratama et al., 2017).
responsif terhadap pakan yang diberikan, lebih tahan terhadap serangan penyakit
dan lingkungan yang kurang baik. Dengan keunggulan yang dimiliki tersebut,
udang vaname sangat potensial untuk dikembangkan mulai dari sistem budidaya
2
keberhasilan budidaya udang. Hal ini karena biaya pakan menempati 60 – 70%
memperhatikan apa, berapa banyak, kapan, berapa kali, dan dimana udang diberi
penggunaan pakan.
dengan berbagai aplikasi dan teknik pemberian pakan buatan pada budidaya
udang. Berdasarkan hal tersebut maka Laporan Tugas Akhir ini mengambil tema
vannamei).
3
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan laporan tugas akhir ini adalah untuk :
vaname.
Udang vaname merupakan salah satu jenis udang yang telah dibudidayakan
di Indonesia karena memiliki prospek pasar yang sangat luas. Dalam melakukan
pembesaran udang vaname memiliki banyak aspek yang harus diperhatikan antara
lain adalah manajemen pakan. Manajemen pemberian pakan merupakan salah satu
pemberian pakan udang secara mendasar harus mengacu pada feeding habits
(kebiasaan pola makan) dan foods habits (kebiasaan makan berdasarkan jenis
makanan) dari udang itu sendiri agar pemberian pakan yang dilakukan terukur
dan tepat sasaran baik dari segi waktu dan tingkat kebutuhan udangnya.
Udang vaname memiliki sifat continous feeder (makan sedikit demi sedikit
tetapi secara terus menerus) sehingga membutuhkan pakan selalu tersedia dalam
kondisi baik. Dengan mengacu pada kebiasaan makan udang maka kita dapat
menentukan jumlah dan frekuensi pemberian pakan yang diberikan. Jumlah pakan
4
yang diberikan selama budidaya akan mempengaruhi nilai FCR (Feed Covertion
Ratio) sehingga akan berdampak pada biaya produksi yang dikeluarkan. Oleh
udang vaname agar jumlah pakan yang diberikan sesuai dengan jumlah produksi
yang dihasilkan.
1.4 Kontribusi
diterapkan oleh PT. Indonusa Yudha Perwita diharapkan dapat diterapkan kembali
barat Amerika. Berikut klasifikasi udang vannamei menurut Edhy et., al (2010).
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Sub filum : Crustacea
Kelas : Malacostraca
Ordo : Decapoda
Sub Ordo : Dendrobranchiata
Famili : Penaeidea
Genus : Litopenaeus
Species : Litopenaues vannamei
terbuat dari bahan kitin. Tubuhnya beruas – ruas dan mempunyai aktivitas
berganti kulit (moulting). Menurut Suyanto dan Mudjiman (2001) dalam Zakaria
(2010) tubuh udang yang dilihat dari luar terdiri dari tiga bagian, yaitu begian
depan yang disebut cephalothorax, serta menyatunya begian kepala dan serta
bagian belakang (perut) yang disebut abdomen dan terdapat ekor atau uropod
karotenoid yang terdapat pada bagian kulit. Kadar pigmen ini akan semakin
berkurang seiring pertumbuhan udang, karena pada saat molting sebagian pigmen
yang terdapat pada kulit akan terbuang. Keberadaan pigmen ini memberikan
warna putih kemerahan pada tubuh udang (Haliman dan Adijaya, 2005 dalam
Zakaria, 2010).
vaname dapat beradaptasi dengan baik pada level salinitas yang luas atau
dasar kolam bila siang hari, dan tidak mencari makan. Akan tetapi jika siang hari
tetap diberi pakan maka udang vaname akan bergerak untuk mencari makanan, itu
berarti sifat nocturnal pada udang vaname ini tidak mutlak (Edhy et al., 2010).
sedikit tetapi secara terus menerus) sehingga membutuhkan pakan selalu tersedia
dalam kondisi baik. Dalam mencari makan udang akan berenang menggunakan
kaki jalan yang memiliki capit untuk mendekati sumber pakan. Pakan langsung
dan esofagus. Bila pakan yang dikonsumsi berukuran lebih besar, akan dicerna
secara kimiawi terlebih dahulu oleh maxilliped di dalam mulut (Supono, 2017).
dilaut berkadar garam tinggi, sedangkan ketika stadia larva ia migrasi ke daerah
estuaria berkadar garam rendah. Telur udang vannamei bersifat menyebar dalam
air dan menetas menjadi nauplius diperairan laut lepas bersifat zooplankton.
mengalami beberapa kali metamorfosa. Siklus hidup udang vaname yaitu naupli,
Larva udang vaname mengalami tiga tahap perkembangan (gambar 2), yaitu
nauplii, zoea, dan mysis kemudian bermetamorfosis menjadi post larva (PL). Saat
telur menetas menjadi nauplii, larva hanya menghabiskan sisa cadangan makanan
dari telur (egg yolk). Pada tahap zoea memakan fitoplankton yang dilanjutkan
kecil lain seperti artemia. Berikut adalah tahapan perkembangan, waktu dan
ukuran udang vaname dari telur hingga post larva (Tabel 1).
pada siang dan malam hari (diurnal dan nokturnal) dan sangat rakus. Sifat
tersebut perlu untuk diketahui karena berkaitan dengan jumlah pakan dan
lebih rendah dibanding dengan kebutuhan pakan untuk udang Penaeus monodon,
tumbuh dengan baik. Hal ini menunjukan dari segi pakan udang vaname lebih
sebab bahan pangan yang mengandung protein banyak tentu lebih mahal
Pakan buatan untuk udang vaname digolongkan menjadi 3 jenis yaitu starter,
grower, dan finisher yang mempunyai bentuk, ukuran, kandungan nutrisi dan
Berikut ini adalah syarat mutu yang baik untuk pakan udang vaname yang
kimiawi berupa getaran dengan bantuan organ sensor yang terdiri dari bulu -
bulu halus (seta). Dengan bantuan sinyal kimiawi yang ditangkap udang akan
sumber nutrisi yang terdiri dari protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral.
Nutrisi digunakan oleh udang vaname sebagai sumber energi untuk pertumbuhan
dan berkembang biak. Secara alami udang tidak mampu mensintesis protein dan
asam amino, begitu pula senyawa anorganik. Oleh karena itu asupan protein dari
udang dalam satu siklus budidaya. Kegiatan ini ikut menentukan tingkat
kebutuhan udang terhadap pakan. Program pakan meliputi pemilihan jenis pakan,
Jenis, bentuk dan ukuran pakan tergantung pada berat udang itu sendiri,
karena pakan yang diberikan menyesuaikan dengan ukuran bukaan mulut udang
sehingga semakin besar ukuran udang maka semakin besar ukuran pakan yang
digunakan (Edhy et al., 2010). Berikut ini adalah kesesuaian bentuk pakan dengan
sesuai kebutuhan nutrisi udang dengan jumlah yang dibutuhkan, secara garis besar
teknik penentuan dosis pakan pada DOC 77-140 menggunakan metode FR dan
hasil kontrol anco. Haliman dan Adiwijaya (2011) menyatakan bahwa pemberian
(demand feeding). Tingkat kebutuhan pakan udang dapat dilihat dari nafsu makan
12
udang berdasarkan scoring anco. Hal yang perlu diperhatikan dalam program
pemberian pakan dengan scoring anco yaitu Feeding Rate (FR), Feed Convertion
Rate (FCR) dan nafsu makan udang. FR yaitu persentase pakan yang
makan udang antara lain kondisi kualitas air, cuaca, kondisi dasar tambak yang
kotor, suhu, kondisi pakan, periode moulting massal, penyakit, dan teknik
pengoplosan pakan saat pergantian nomor pakan (Sobana, 2008 dalam Purbaya,
2011).
merata pada feeding area. Feeding area adalah bagian dasar tambak yang
digunakan sebagai sasaran lokasi penebaran pakan selama proses budidaya. Selain
ditebar secara merata pada feeding area pakan juga ditebar pada anco dengan
jumlah yang sudah ditentukan berdasarkan tabel presentase pakan pada anco pada
Frekuensi pakan merupakan salah satu bagian dari program pakan yang
pada satu periode budidaya. Frekuensi pakan dapat diartikan sebagai berapa kali
Edhy (2006) dalam Purbaya (2011) menyatakan bahwa frekuensi pakan perlu
2. Nafsu makan udang relatif berbeda antara pagi, siang, sore dan malam.
efisiensi program pakan melalui tolok ukur FCR dapat terkontrol secara
berkesinambungan dalam satu siklus budidaya yaitu dari mulai tebar sampai
Anco merupakan suatu alat yang terbuat dari kain kassa (nylon
keseragaman udang, tingkat konsumsi pakan dan nafsu makan udang, memantau
kesahatan udang, dan kondisi udang apakah udang sedang ganti kulit (molting)
atau tidak (Edhy et al., 2010). Jumlah anco yang digunakan menyesuaikan dengan
luasan tambak yang digunakan, semakin luas ukuran tambak yang digunakan
maka jumlah anco yang digunakan akan semakin banyak karena menyesuaikan
kebutuhan udang untuk hidup dan tumbuh secara optimal. Berikut ini adalah hasil
penelitian yang dilakukan oleh (Supono, 2011) yang melakukan penelitian terkait
yang masing-masing memiliki ukuran 5000 m2 dengan padat tebar rata-rata 115
ekor/m2. Metode yang digunakan adalah studi kasus (case study) terhadap tambak
dalam sehari.
15
tetapi masih diberikan perlakuan yang sama. Dari data diatas diperoleh nilai FCR
yang dilakukan berjalan dengan cukup baik. Nilai MBW udang pada masing-
masing tambak yaitu 17,2-19,4 gram/ekor dengan biomassa akhir 8.797 – 10.047
kg/kolam, hasil tersebut sebanding dengan jumlah pakan yang diberikan sehingga
proses budidaya yang dilakukan dengan metode pemberian pakan FR dan hasil
Kerja Lapang (PKL) yang dilaksanakan selama 2,5 bulan, dimulai pada tanggal 19
Februari 2018 hingga 03 Mei 2018. Berlokasi di PT. Indonusa Yudha Perwita,
Dusun Kepuh, Desa Patrol Lor, Kecamatan Patrol, Kabupaten Indramayu, Jawa
Barat.
3.2.1 Alat
pemberian pakan dalam pembesaran udang vaname selama Praktik Kerja Lapang
3.2.2 Bahan
pemberian pakan dalam pembesaran udang vaname selama Praktik Kerja Lapang
Data Primer yaitu data yang diperoleh dari melaksanakan kegiatan secara
Data sekunder diperoleh melalui studi literatur, arsip – arsip serta dokumen
– dokumen yang dimiliki instansi yang terkait dengan judul praktik yang
dilakukan. Hal yang membedakan antara data primer dan sekunder terletak pada
metode pengambilan data. Data primer diperoleh dengan cara terjun langsung ke
lapangan dan dengan melakukan diskusi, sedangkan data sekunder yang diambil
Pemilihan jenis dan nomor pakan disesuaikan dengan ukuran bukaan mulut
digunakan di tambak PT. Indonusa Yudha Perwita merupakan pakan dari PT.
dengan bobot rata-rata udang udang vaname terdapat pada (Tabel 7).
Pakan yang digunakan pada DOC 77–140 adalah pakan buatan berbentuk
pellet dengan kode/nomor pakan 922-3M dan 922-3L yang memiliki kandungan
dengan Feeding Rate (FR) dan program cek anco dengan frekuensi pemberian
pakan sebanyak 5 kali yaitu pada pukul 07.00, 11.00, 15.00, 19.00 dan yang
terakhir pada pukul 23.00. Program pakan menggunakan FR dan cek anco pada
tambak PT. Indonusa Yudha Perwita dimulai dari DOC 22 hingga panen.
menyesuaikan dengan FR, nafsu makan udang, kondisi lingkungan budidaya dan
19
hasil pengontrolan anco apabila pakan dalam anco habis maka jumlah pakan yang
diberikan ditambah 10%, pakan dalam anco masih sedikit jumlah pakan yang
diberikan tetap namun apabila terus berlanjut akan dilakukan pengurangan pakan
10 % dan jika pakan yang diberikan pada anco masih sisa banyak maka jumlah
yang akan diberikan, kemudian penebaran pakan dilakukan secara merata pada
dengan kebutuhan pakan harian yang ditentukan berdasarkan Feeding Rate dan
menimbang pakan yang akan ditebar pada feeding area dan pakan yang akan
ditebar pada anco dengan presentasi anco 1,2-1,4 % dari jumlah pakan yang akan
diberikan. Dalam melakukan proses penimbangan pakan, salah satu hal yang
sangat penting adalah ketepatan jumlah pakan yang ditimbang terutama jumlah
pakan yang akan ditebar pada anco karena dapat mempengaruhi nilai
pengontrolan anco.
Pemberian pakan dilakukan dengan cara menebar pakan secara merata pada
feeding area. Feeding area adalah bagian dasar tambak yang digunakan sebagai
penebaran pakan agar pakan dapat ditebar secara merata pada feeding area.
Berikut ini penebaran pakan yang dilakukan pada feeding area dapat dilihat pada
gambar 3.
20
Selain ditebar secara merata pada feeding area, pakan juga ditebar pada
anco dengan presentase 1,2-1,4 % dari jumlah pakan yang akan diberikan.
Penebaran pakan pada anco dilakukan dengan mengangkat anco secara perlahan
sampai ke permukaan air kemudian pakan ditebar secara merata pada anco lalu
anco dimasukan kembali secara perlahan agar pakan yang ditebar pada anco tidak
keluar dari petakan anco. Berikut ini adalah proses penebaran pakan pada anco
Anco merupakan suatu alat yang terbuat dari kain kassa (nylon
udang dan menentukan jumlah pakan yang akan diberikan pada pemberian pakan
berikutnya. Pemberian pakan pada anco dilakukan dengan cara mengangkat anco
secara perlahan ke permukaan air, kemudian pakan yang sudah disiapkan ditebar
merata pada anco kemudian anco diturunkan secara perlahan-lahan sampai dasar
tambak. Pengontrolan anco dilakukan selama 1-2 jam setelah proses pemberian
pakan, hasil pengontrolan anco dicatat pada buku scoring anco untuk menentukan
jumlah pakan selanjutnya. Berikut adalah kode pengontrolan anco yang digunakan
A. Habis semua
Jika pakan yang ditebar pada anco habis dan tidak ada lagi pakan yang
tersisa maka diberikan point A, artinya pakan yang ditebar pada anco habis
semua.
22
B. Sisa banyak
Jika pakan yang ditebar pada anco masih banyak maka diberikan point B,
C. Sisa sedikit
Jika pakan yang ditebar pada anco masih sedikit maka diberikan point C,
3.4.5 Sampling
meliputi penimbangan bobot udang dari minggu ke minggu selama budidaya dan
proses dimulai pada DOC 42. Pada DOC 77-140 kegiatan sampling dilakukan
bersamaan dengan proses panen parsial yang dilakukan satu minggu sekali.
sampel udang dengan menggunakan jala yang berdiameter sekitar 3-5 m. Udang
yang berhasil dijala kemudian dipindahkan kedalam wadah lalu ditimbang untuk
kemudian dilakukan perhitungan jumlah udang sampling lalu bobot total udang
sampling dibagi dengan jumlah udang sampling untuk mengetahui bobot rata-rata
MBW (Mean Body Weight) adalah berat rata-rata udang per ekor (Effendi,
2000 dalam Purbaya, 2011). Pertumbuhan berat rata-rata dapat dihitung dengan
menggunakan rumus :
𝑩𝒆𝒓𝒂𝒕 𝒖𝒅𝒂𝒏𝒈 𝒔𝒂𝒎𝒑𝒆𝒍 (𝒈)
MBW : 𝑱𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉 𝒖𝒅𝒂𝒏𝒈 𝒔𝒂𝒎𝒑𝒆𝒍 (𝒈)
ADG (Average Daily Growth) adalah rata-rata pertambahan berat per hari
dalam suatu periode waktu (Hudi dan Shahab, 2005). Pertambahan berat rata-
𝑴𝑩𝑾𝟐−𝑴𝑩𝑾𝟏
ADG (Gr/hari) : 𝑻
Keterangan :
antara jumlah pakan yang diberikan dengan bobot biomassa yang dihasilkan
(Hudi dan Shahab, 2005). Nilai FCR dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
𝐅
FCR : 𝐁𝐭+𝐁𝐦−𝐁𝐨
Keterangan :
(𝐁𝐭 + 𝐁𝐝) − 𝐁𝐨
𝐄𝐏 ∶ 𝑿 𝟏𝟎𝟎 %
𝐅
Keterangan :
EP : Efisiensi pemanfaatan pakan (%)
Bt : Biomassa mutlak udang pada akhir pemeliharaa (g)
Bd : Biomassa mutlak udang yang mati selama pemeliharaan (g)
Bo : Biomass mutlak udang pada awal pemeliharaan (g)
F : Jumlah pakan yang dikonsumsi oleh udang.
kimia yang ada dalam suatu perairan tersebut untuk memonitoring kondisi
A. Pengukuran suhu
Suhu merupakan kondisi dimana terjadinya kondisi panas atau dingin dalam
suatu perairan budidaya. Suhu sebagai salah satu faktor yang penting dalam
proses budidaya jika suhu mengalami perubahan yang fluktuatif maka dapat
sensor DO meter kedalam perairan dan skala DO meter pada akan menunjukkan
nilai suhu perairan pada angka yang berada pada thermometer. Proses pengukuran
suhu akan dilakukan sebanyak 2 kali sehari yaitu pada pagi dan malam hari.
25
media pemeliharaan yang dipengaruhi kandungan bahan organik yang ada dalam
tambak.
C. DO (Dissolved Oxygent)
masing tambak lalu amati dan catat hasil pengamatan. Pengukuran DO dilakukan
2 kali dalam sehari yaitu pada pagi dan malam hari bersamaan dengan pengukuran
suhu.
D. Salinitas
dilakukan secara exsitu dengan cara mengambil sampel air menggunakan botol
dilakukan 1 kali dalam sehari yaitu pagi hari bersamaan dengan pengukuran pH
E. Alkalinitas
F. Amonia
dikeluarkan oleh udang dan hasil dekomposisi sisa pakan, feses, palnkton yang
mati, dan lainya yang dilakukan oleh bakteri proteolitik. Pengukuran amonia
dilakukan secara exsitu didalam laboratorium dengan cara mengambil sampel air
Pada budidaya udang vaname secara intensif pakan berperan sangat besar
udang sangat bergantung pada konsumsi pakan yang diberikan. Selain itu biaya
sesuai kebutuhan udang untuk hidup dan tumbuh secara optimal. Pemberian
pakan yang under feeding akan menyebabkan pertumbuhan udang lambat, nilai
konversi pakan tinggi tetapi tidak mengalami penurunan kualitas air. Pemberian
pakan secara over feeding akan menyebabkan pertumbuhan udang cepat pada
awal budidaya, namun mengalami penurunan kualitas air, nilai konversi pakan
tinggi, dan sering diikuti infeksi penyakit. Sedangkan pemberian pakan secara
langkah awal yang harus diperhatikan untuk menentukan baik jenis, ukuran,
frekuensi pemberian dan total kebutuhan pakan selama masa pemeliharaan. Pada
DOC 77-140 MBW udang vaname >13 gram dan termasuk kedalam tahapan
protein minimal 30 % agar udang yang dipelihara dapat tumbuh secara optimal
(SNI 7549:2009).
Pellet adalah pakan yang umumnya berbentuk silinder atau bulat dibuat
dari berbagai bahan pakan dengan komposisi tertentu. Pakan yang digunakan pada
DOC 77-140 merupakan pakan dari PT. Evergreen dengan kode/nomor pakan
lemak ≥5 %, abu ≤14 %, dan kadar air ≤12% sehingga sudah memenuhi
7549:2009).
harus mengacu pada sifat dan behaviour udang dalam kaitannya dengan
feeding habits (kebiasaan pola makan) dan foods habits (kebiasaan makan
berdasarkan jenis makanan) dari udang itu sendiri agar pemberian pakan terukur
dan tepat sasaran baik dari segi waktu dan tingkat kebutuhan udangnya. Udang
dalam kondisi baik. Dalam hal ini, jumlah dan frekuensi pemberian pakan
memiliki peran yang sangat penting sehingga harus di optimalkan agar pakan
yang diberikan mampu terserap dengan baik untuk pertumbuhan udang (Supono,
2017).
Selain mengacu pada feeding habits dan foods habits udang vaname,
ukuran dan nomor pakan dengan MBW udang yang dipelihara dapat dilihat pada
(Tabel 3) agar jenis dan ukuran pakan yang diberikan sesuai dengan ukuran
29
sehingga jumlah pakan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan pakan harian
Pada PT. Indonusa Yudha Perwita program pemberian pakan pada DOC
rate (FR) dan hasil pengontrolan anco. Pemberian pakan dilakukan dengan
frekuensi 5 kali pemberian dengan jumlah yang disesuaikan dengan FR, hasil
pengontrolan anco, nafsu makan udang, dan kondisi lingkungan selama proses
sehari berdasarkan ketentuan yang sudah ditetapkan oleh PT. Indonusa Yudha
Perwita menyesuaikan dengan sifat makan udang yang dilakukan pada pukul
07.00, 11.00, 15.00, 19.00 dan yang terakhir pada pukul 23.00. Udang vaname
memiliki sifat continous feeder (makan sedikit demi sedikit tetapi secara terus
(Supono, 2017).
Mean Body Weight (MBW) adalah berat rata-rata udang yang diperoleh
dari hasil sampling. Sampling dilakukan dengan cara mengambil contoh udang
perhitungan jumlah udang yang disampling untuk mengetahui MBW dari masing-
masing sampling yang dilakukan. Adapun hasil pengamatan MBW pada tambak
MBW
40
33.78
35 30.3 32.03
30 25.67 27.35
22.73
MBW (gram)
25
18.76 26.73 28.83
24.63
20 15.33 17 20.64
22.6 MBW Sampling
13.66 18.75
15
15.2116.93 MBW Target
10 13.6
11.99
5
0
77 84 91 98 105 112 119 126 133 140
DOC
Berdasarkan hasil sampling yang dilakukan setiap minggu pada DOC 77-
140 menunjukan bahwa nilai MBW udang vaname pada tambak D6 mengalami
peningkatan yang cukup signifikan bahkan melebihi nilai MBW target yang sudah
ditentukan. Pada sampling DOC 119 diperoleh nilai MBW udang vaname
sebesar 27,35 gram/ekor. Hal ini cukup baik jika mengacu pada nilai MBW target
yang ditentukan oleh PT. Indonusa Yudha Perwita pada DOC 119 sebesar 22,6
gram/ekor.
kali dalam sehari menunjukan bahwa pakan yang diberikan selama pemeliharaan
dapat terserap dengan baik untuk pertumbuhan udang sehingga nilai MBW
sampling mampu melebihi nilai MBW target. Menurut Wyban dan Sweeny
(1991) dalam Supono (2017) Frekuensi pemberian pakan udang vaname yang
baik sekitar 2-4 kali perhari. Namun jika mengacu pada feeding habits udang
vaname yang bersifat continous feeder (makan sedikit demi sedikit tetapi secara
meskipun dengan jumlah pakan yang sama akan semakin efektif untuk
ada kenaikan berat rata-rata. Hal ini dapat dipengaruhi oleh program pemberian
pakan yang dilakukan dan kondisi lingkungan budidaya yang mendukung karena
keadaan kualitas air tambak D6 berada pada kisaran yang optimal untuk
pertumbuhan udang dan dapat dilihat pada (Lampiran 6) sehingga udang yang
dipelihara dapat tumbuh secara optimum. Menurut Supono (2011) udang vaname
yang dipelihara dengan padat tebar 115 ekor/m2 dan frekuensi pemberian pakan
didukung oleh kualitas air media pemeliharaan yang berada dalam kisaran optimal
untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup udang vaname pada DOC 120
diperoleh nilai MBW sebesar 18,3 gram/ekor dan biomassa akhir pemeliharaan
dengan padat tebar 125 ekor/m2 dan frekuensi pemberian pakan sebanyak 5 kali
dalam sehari dengan kandungan protein pakan rata-rata ≥33 % pada DOC 119
diperoleh nilai MBW sebesar 27,35 gram/ekor dan diperoleh biomassa akhir
sebesar 4.857 kg. Hasil ini menunjukan bahwa program pemberian pakan
pemberian pakan 5 kali dalam sehari yang didukung dengan parameter kualitas air
yang optimal akan mendukung pertumbuhan yang optimal pula. Edhy et al.,
dalam suatu periode waktu tertentu sehingga dapat digunakan untuk mengetahui
ADG
0.6 0.5671
0.5
0.4214
0.42
0.4 0.3042
Gram/hari
nilai ADG pada tambak D6 dari DOC 77-140 sangatlah fluktuatif naik turun,
dibandingkan dengan ADG target yang telah ditentukan oleh PT. Indonusa Yudha
Perwita. Kenaikan dan penurunan nilai ADG disebakan oleh nafsu makan udang
terhadap pakan yang diberikan. Hasil pengontrolan anco yang dapat dilihat pada
nilai ADG tertinggi terjadi pada DOC 105 sebesar 0,5671 gram/hari. Hal tersebut
dimungkinkan terjadi karena adanya peningkatan nafsu makan dilihat pada tabel
33
DOC 98-105 sehingga adanya penambahan jumlah pakan yang diberikan, karena
nafsu makan udang juga dipengaruhi oleh banyak faktor seperti kualitas air (Suhu
dan DO).
Pertumbuhan nilai ADG terendah diperoleh pada DOC 119 sebesar 0,24
gram/hari lebih rendah jika dibandingkan dengan ADG target sebesar 0,28
gram/hari. Adanya penurunan nilai ADG pada DOC 109 hingga DOC 119
disebabkan karena adanya gejala penyakit yang menyerang udang vaname yaitu
white feses desease (WFD). White feses desease atau kotoran putih merupakan
salah satu penyakit yang sering menyerang udang vaname yang ditandai dengan
gejala menurunnya nafsu makan, kotoran udang berwarna putih pada permukaan
air, saluran pencernaan kosong sampai terjadi kematian pada dasar tambak
(Supono, 2017). White feses desease merupakan penyakit non pathogenic yang
disebabkan oleh kondisi lingkungan seperti kandungan bahan organik yang terlalu
tinggi, plankton di dominasi oleh jenis BGA (Blue Green Algae), bakteri vibrio
lebih dari 12 % dari total bakteri yang terdapat pada media budidaya sehingga
nafsu makan sehingga pakan yang diberikan tidak sepenuhnya habis yang dapat
jumlah pakan yang diberikan. Adanya pengurangan jumlah pakan yang diberikan
kualitas air (Suhu dan DO), pada pemeliharaan DOC 77-140 kualitas air media
sehingga udang vannamei dapat tumbuh secara optimal. Namun dengan adanya
gejala white feses desease yang menyebabkan penurunan nafsu makan sehingga
pertumbuhan udang terhambat karena jumlah pakan yang diberikan tidak mampu
memenuhi kebutuhan pakan harian udang vaname. Hal ini mengacu pada Supono
Feed Convertion Ratio (FCR) adalah rasio jumlah pakan yang dibutuhkan
untuk menghasilkan 1 kg daging pada ikan/udang. FCR yang diperoleh pada DOC
pemeliharaan 4.857 kg dengan jumlah pakan yang diberikan sebanyak 7409 kg.
Berdasarkan biomassa akhir dan jumlah pakan yang diberikan diperoleh nilai FCR
pakan. FCR yang diperoleh selama pemeliharaan lebih baik jika dibandingan
dengan FCR target yang ditetapkan oleh PT. Indonusa Yudha Perwita yaitu
sebesar 1,6. Jika mengacu pada FCR target yang telah ditentukan, program
pemberian pakan yang dilakukan pada PT. Indonusa Yudha Perwita dapat
dikatakan telah berjalan secara optimal karena mampu menekan jumlah pakan
yang diberikan untuk memperoleh hasil produksi yang maksimal. Kemudian hasil
biomassa udang pada akhir pemeliharaan cukup sesuai dengan jumlah pakan yang
dalam kategori berhasil karena nilai FCR yang diperoleh masih dibawah FCR
Selain program pemberian pakan yang tepat sasaran, nilai FCR yang lebih
baik untuk pertumbuhan udang dan pakan alami yang tersedia pada media
pertumbuhan udang sehingga nilai FCR nya relative rendah. FCR yang relatih
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kualitas dan kuantitas pakan, species,
ukuran dan kualitas air media pemeliharaan. Pada pemeliharaan DOC 77-140
untuk mendapatkan nilai FCR yang lebih rendah dari FCR target.
dan salah satu parameter yang digunakan untuk menggambarkan jumlah pakan
yang dapat dimanfaatkan oleh udang (Yuniasari, 2009). Dari pemeliharaan yang
dengan jumlah pakan yang diberikan sebanyak 7.409 kg sehingga nilai efisiensi
pakan pada tambak D6 dengan frekuensi 5 kali pemberian pakan sebesar 65,5 %.
Efisiensi pemanfaatan pakan pada tambak D6 masih dalam kategori baik jika
optimal karena jumlah pakan yang diberikan mampu dimanfaatkan dengan baik
dan kualitas lingkungan tambak yang baik sehingga manajemen pakan yang
kualitas pakan yang diberikan, kondisi kesehatan udang, dan kondisi lingkungan
37
budidaya agar pakan yang diberikan dapat dimanfaatkan secara optimal untuk
pertumbuhan udang.
Nafsu makan udang juga dipengaruhi oleh banyak faktor seperti kondisi
lingkungan budidaya dan kualitas air media pemeliharaan. Edhy et al., (2010)
dalam kisaran toleransi yang mampu di tolerir untuk pertumbuhan udang sehingga
4.6.1 Suhu
Suhu merupakan kondisi dimana terjadinya panas atau dingin dalam suatu
perairan budidaya. Selama kegiatan budidaya pengukuran suhu dilakukan dua kali
dalam sehari yaitu pagi dan malam hari diperoleh hasil pengamatan suhu pada
pagi hari yaitu 26-29,6 0C dan hasil pengamatan pada malam hari yaitu 26,3-31
0
C. Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan, suhu perairan dalam media
pemeliharaan masih dalam kisaran toleransi untuk kegiatan budidaya. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Taslihan, (2005) dalam Amrilah et al., (2015) bahwa
suhu yang optimal dalam proses pemeliharaan udang dalam sistem tambak yaitu
23-32 0C. Pada kisaran suhu tersebut proses metabolisme udang dapat berjalan
dengan normal dan nafsu makan udang lebih tinggi dibandingkan dengan suhu 22
0
C. Tinggi rendahnya suhu pada perairan tambak disebakan karena sering
dilakukan dua kali dalam sehari yaitu pada pagi dan siang hari, hasil pengamatan
pH pada pagi hari yaitu 7,5-7,8 dan pH pada siang hari 7,6-8. Hasil tersebut
dikatakan baik, karena masih dalam kisaran toleransi untuk kegiatan budiaya. Hal
ini mengacu pada Supono (2017) yang menyatakan bahwa range pH yang optimal
untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup udang vaname yakni pada kisaran
7,5-8,5.
jumlah organisme yang berada didalam kolam budidaya, Pada pagi hari nilai ph
cenderung lebih rendah dibandingkan dengan nilai pH pada siang hari. Hal
tersebut dikarenakan pada pagi hari organisme seperti lumut dan plankton belum
yang disebabkan karena adanya penumpukan CO2 akibat adanya proses respirasi
menyebabkan perairan bersifat asam. Ini terjadi karena CO2 dalam perairan akan
bereaksi dengan unsur H+ menjadi HCO3. Sedangkan pada siang hari lumut dan
Oksigen terlarut (DO) adalah jumlah oksigen terlarut pada suatu perairan
kali dalam sehari yaitu pagi dan malam hari, hasil pengamatan kanudngan oksigen
terlarut pada tambak D6 diperoleh nilai DO pada pagi hari 4,33-6,33 ppm dan
tergolong baik, karena pada kisaran DO tersebut dapat memenuhi laju konsumsi
oksigen udang budidaya. Hal ini mengacu pada (Haliman dan Adijaya 2005,
dalam Zakaria, 2010) yang menyatakan kandungan oksigen terlarut yang baik
4.6.4 Salinitas
Salinitas adalah tingkat kadar garam yang terlarut dalam suatu perairan.
dengan hasil pengukuran salinitas tambak pada DOC 77-140 berada pada kisaran
tergolong baik, karena salinitas tersebut masih dalam kisaran toleransi untuk
pertumbuhan udang. Hal ini sesuai dengan pernyataan Zakaria (2010) yang
menyatakan bahwa salinitas yang baik untuk pertumbuhan udang vaname berkisar
Salinitas perairan tambak sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain
banyaknya sungai yang bermuara di sekitar lokasi pertambakan, curah hujan, dan
musim. Menurut Yuniasari (2009), Salinitas memiliki pengaruh yang relatif kecil
salinitas yang tinggi). Pengaruh salinitas menjadi besar apabila terjadi perubahan
40
secara mendadak. Salinitas yang terlalu tinggi juga dapat menyebakan udang
4.6.5 Alkalinitas
Alkalinitas adalah total dari unsur basa yang terkandung dalam perairan dan
pertumbuhan dan produksi budidaya. Hasil pengukuran alkalinitas pada DOC 77-
140 berada pada kisaran 140-190 mg/l (Lampiran 6). Hal ini menunjukan hasil
yang kurang baik kurang baik jika mengacu pada Supono (2017) yang
menyatakan bahwa kisaran nilai alkalinitas yang baik untuk pertumbuhan dan
4.6.6 Amonia
Amonia (NH3) merupakan senyawa yang terbentuk dari unsur N, amonia
dihasilkan dari sisa metabolisme udang yang bersumber dari pakan yang
berkala sekali dalam seminggu. Pada DOC 77-140 nilai amonia berkisar antara 0-
1,2 ppm (Lampiran 6). Nilai amonia tertinggi terjadi pada pengamatan DOC ke
Hasil pengukuran amonia pada DOC 77-140 menunjukan hasil kurang baik
jika mengacu pada Supono (2017) yang menyatakan bahwa nilai amonia optimum
yang baik untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup udang vaname berada pada
kisaran <1 ppm. Sumber utama amonia dalam tambak adalah ekskresi dari udang
atau ikan maupun timbunan bahan organik dari sisa pakan dan plankton yang
5.1 Kesimpulan
metode Feeding Rate (FR) dengan presentase 2,74 - 1,88 %, dan hasil
sebesar 0,25 % dengan nilai FCR sebesar 1,52 dan efisiensi pemanfaatan
5.2 Saran
kondisi kesehatan dan nafsu makan udang agar jumlah pakan yang diberikan
sesuai dengan kebutuhan pakan harian udang, dan pakan yang diberikan dapat
Edhy, W.A., Azhary, K., Pribadi, J., and Chaerudin, M.K. 2010. Budidaya Udang
Putih (Litopenaeus vannamei). CV. Mulia Indah
Hudi, L., dan Shahab, A. 2005. Optimasi Produktifitas Budidaya Udang Vaname
(Litopenaues vannamei) Dengan Menggunakan Metode Respon Surface dan
Non Linier Programming. Magister Manajemen Teknologi, Institut
Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.
Nababan, E., Putra, I., dan Rusliadi. 2015. Pemeliharaan Udang Vaname
(Litopenaeus vannamei) dengan Persentase Pemberian Pakan Yang
Berbeda. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Riau.
110 A B A B A B
111 A B A C A B 1 Jam
112 A A A C A B
113 A C A A A B
114 A A A C A B
115 A C A C A C
116 A A A B
117 A A A A A A
118 A A C C A A
119 A A A C C C
120 A A A C A C
121 A A A A A C
122 A C A A A C
123 A B A A A C
124 A A A A C C
125 C C A A A A
126 A A A A A B 1,4
127 A A A C C C
128 A A A B
129 A A A A C C
130 A B A A A C
131 B C A A A C
132 A C A A A B
133 A C A C A A
134 A A A A A C
135 A A A A C C
136 A A A A A B
137 A A A A A b
138 A A A C A A
139 C C A C A C
140
48
3280
DOC 77 MBW : : 13,66 gram
240
4.140
DOC 84 MBW : : 15,33 gram
270
4.760
DOC 91 MBW : : 17 gram
280
5.030
DOC 98 MBW : : 18,76 gram
268
3.820
DOC 105 MBW : : 22,73 gram
168
2.567
DOC 112 MBW : : 25,67 gram
100
3200
DOC 119 MBW : : 27,35 gram
117
4.090
DOC 126 MBW : : 30,30 gram
133
3203
DOC 133 MBW : : 32,03 gram
100
3378
DOC 140 MBW : : 33,78 gram
100
49
𝐌𝐁𝐖𝟐−𝐌𝐁𝐖𝟏
ADG : 𝐭
13,66−11,53
DOC 77 ADG : : 0,3042 gram
7
15,33−13,66
DOC 84 ADG : : 0,2385 gram
7
17−15,33
DOC 91 ADG : : 0,2385 gram
7
18,76−17
DOC 98 ADG : : 0,25,14 gram
7
22,73−18,76
DOC 105 ADG : : 0, 5671 gram
7
25,67−22,73
DOC 112 ADG : : 0,4200 gram
7
27,35−25,67
DOC 119 ADG : : 0,2400 gram
7
30,30−27,35
DOC 126 ADG : : 0,4214 gram
7
32,03−30,30
DOC 133 ADG : : 0,2471 gram
7
33,78−32,03
DOC 140 ADG : : 0,2500 gram
7
50
𝐅
𝐅𝐂𝐑 ∶
𝐁𝐭 + 𝐁𝐦 − 𝐁𝟎
7.409
:
4.857,12+0− 0
7.409
:
4.857,12
: 1,52
Keterangan :
FCR : Feed Convertion Rate
F : Jumlah pakan yang dikonsumsi oleh udang
Bt : Biomassa mutlak udang pada akhir pemeliharaan (g)
Bm : Biomassa mutlak yang mati saat perlakuan (g)
Bo : Biomassa udang pada awal pemeliharaan (g)
51
(𝐁𝐭+𝐁𝐝)−𝐛𝐨
𝐄𝐏 ∶ 𝒙 𝟏𝟎𝟎 %
𝐅
(4.857,12 +0)−0
: 𝑥 100 %
7.409
4.857,12
: 𝑥 100 %
7.409
: 65,5 %
Keterangan :
EP : Efisiensi pemanfaatan pakan (%)
Bt : Biomassa mutlak udang pada akhir pemeliharaa (g)
Bd : Biomassa mutlak udang yang mati selama pemeliharaan (g)
Bo : Biomassa mutlak udang pada awal pemeliharaan (g)
F : Jumlah pakan yang dikonsumsi oleh udang.
52
PH SUHU DO
DOC Salinitas Alkalinitas Amonia
P S P M P M
77 7,6 7,6 26 27 5,9 5,3 25
78 7,6 7,6 26 28 5,6 5,2 25
79 7,6 7,6 26 28 5,6 5,5 25 155 0
80 7,6 7,7 27 28 5,9 5,1 25
81 7,7 7,6 28 28 5,7 5,1 25
82 7,6 7,7 27 29 5,6 4,9 25
83 7,7 7,7 28 27 5,6 5,2 24
84 7,7 7,6 27 27 5 5,2 24
85 7,6 7,6 26 26 5,1 5 21
86 7,6 7,6 26 27 5,6 5,6 21 140 0
87 7,6 7,7 26 27 4,9 4,6 21
88 7,5 7,6 26 27 5,6 5 20
89 7,5 7,6 27 28 5,8 4,4 21
90 7,6 7,7 28 29 5,8 4,7 22
91 7,5 7,6 28 28 5 5,2 20
92 7,6 7,7 27 28 5,8 5,4 22
93 7,6 7,7 27 28 6 5,1 20 190 0,1
94 7,6 7,7 27 29 5,3 5,3 20
95 7,6 7,7 28 28 5,1 5,3 21
96 7,6 7,8 27 29 5,6 5,4 21
97 7,6 7,8 28 29 5,8 5,8 20
98 7,6 7,7 28 29 5,9 5,1 21
99 7,7 7,8 28 30 5,3 4,9 20
100 7,8 7,9 29 30 4,9 4,6 21 180 0
101 7,6 7,9 29 30 4,8 4,6 22
102 7,7 7,9 29 31 5,3 4,8 21
103 7,8 7,8 29 30 4,9 4,7 20
104 7,6 7,7 29 30 4,5 4 21
105 7,6 7,8 29 31 4,3 6,2 20
106 7,6 7,8 29 30 5,3 5,8 20
107 7,6 7,9 29 30 6,2 5,3 20 155 0,4
108 7,6 7,7 29 29 5,1 5 22
109 7,6 7,7 28 30 6,2 5,1 20
110 7,7 7,7 29 31 5,3 5 21
53