Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

KONSERVASI SUMBERDAYA PERAIRAN

“Konflik Sosial Dalam Upaya Konservasi Kawasan Pesisir”

Dosen Pengampu:

Pratama Diffi Samuel, S.Pi, M.Ling

Disusun oleh:

Amin Muslimin (185080100111038)

Vylzah Rizqa (185080100111031)

Meliana Puspita H (185080100111037)

M02

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan

Makalah Konservasi Sumberdaya Perairan yang berjudul “Konflik Sosial Dalam

Upaya Konservasi Kawasan Pesisir”.

Penulis bermaksud menyusun makalah ini guna menambah wawasan

para pembaca akan mata kuliah Konservasi Sumberdaya Perairan. Kami

ucapkan terima kasih kepada dosen pengajar mata kuliah Konservasi

Sumberdaya Perairan yang telah membantu menyiapkan dan memberi masukan

dalam penyusunan makalah ini sehingga dapat terselesaikan dengan baik dalam

waktu yang telah disepakati.

Penulis pun menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak

kekurangan, maka kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami

harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Semoga apa yang kami lakukan

dapat menjadi hal yang membawa dampak baik bagi pembaca dan semoga

makalah ini dapat digunakan sebagaimana fungsinya.

Malang, 3 Juni 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................ii

DAFTAR ISI................................................................................................................iii

1. PENDAHULUAN.....................................................................................................1

1.1 Latar Belakang.................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................2

1.3 Tujuan...............................................................................................................3

2. HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................................................4

2.1 Definisi Konservasi Kawasan Pesisir............................................................4

2.2 Konflik Sosial yang Biasa Muncul..................................................................5

2.3 Penyebab Konflik.............................................................................................6

2.4 Studi Kasus Kawasan Pesisir Pantai Wonokerto Kabupaten Pekalongan


...........................................................................................................................7

3. PENUTUP..............................................................................................................10

3.1 Kesimpulan.....................................................................................................10

3.2 Saran...............................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................12

iii
1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut Birawa dan Sukarna (2016), Indonesia sebagai negara kepulauan

berkembang menjadi kawasan dengan pertumbuhan yang pesat, mengingat

kawasan pesisir dapat menyediakan ruang dengan aksesibilitas tinggi dan relatif

murah dibandingkan dengan ruang daratan di atasnya. Hampir 60 % jumlah

penduduk di kota-kota besar, seperti Jakarta, Surabaya, Semarang, Medan, dan

Makasar menyebar ke daerah pesisir. Berdasarkan fakta tersebut, dapat

dikatakan bahwa pengelolaan kawasan pesisir merupakan komponen penting

yang perlu diperhatikan dalam menunjang pembangunan di Indonesia.

Ekosistem pesisir merupakan ekosistem yang dinamis dan mempunyai kekayaan

habitat yang beragam, baik di darat maupun di laut yang saling berinteraksi satu

dengan lainnya (Birawa dan Sukarna, 2016). Kawasan pesisir merupakan

ekosistem yang paling mudah terkena dampak pembangunan baik secara

langsung maupun tidak langsung. Wilayah pesisir merupakan wilayah yang unik

karena merupakan percampuran antara darat dan perairan yang dikenal sebagai

daerah ekoton. kawasan pesisir merupakan salah satu kawasan yang memiliki

produktivitas hayati yang tinggi. Menurut Adiprima dan Sudrajat (2016), pesisir

merupakan wilayah yang rentan terhadap perubahan, baik perubahan yang

terjadi karena proses alami dan perubahan karena campur tangan manusia.

Kegiatan-kegiatan di kawasan pesisir seperti perikanan tangkap, perikanan

budidaya (tambak), pelabuhan, pariwisata, permukiman dan suaka alam dapat

mempengaruhi keseimbangan ekosistem dan geomorfologi kawasan pesisir.

1
Menurut Birawa dan Sukarna (2016), konversi lahan dan pemanfaatan

lahan di kawasan pesisir menjadi salah satu penyebab utama terjadinya

permasalahan pada kawasan pesisir yang mempengaruhi penyimpangan tata

guna lahan di kawasan tersebut. Ekosistem alami yang terdapat di wilayah

pesisir antara lain adalah terumbu karang (coral reefs), hutan mangrove, padang

lamun (sea grass), pantai berpasir (sandy beach), estuaria, laguna, dan delta.

Ekosistem buatan antara lain berupa: tambak, sawah pasang surut, kawasan

pariwisata, kawasan industri, kawasan agroindustri dan kawasan pemukiman

Menurut Nanlohy, et al. (2017), kawasan konservasi pesisir dilakukan

dengan tujuan untuk melestarikan keanekaragaman hayati dan sumberdaya

perairan sekaligus mendukung pemanfaatan yang berkelanjutan. Kawasan

konservasi laut memungkinkan dilakukan pemanfaatan secara khusus untuk

kawasan tertentu dan melakukan pelarangan terhadap pemanfaatan serupa

untuk wilayah disekitarnya. Kawasan konservasi merupakan habitat penting bagi

wilayah pemijahan ikan, sementara itu penangkapan dengan alat tangkap

sederhana (tradisional) masih dapat diijinkan untuk dilakukan di kawasan-

kawasan di sekitar wilayah pemijahan tersebut (Kementerian Kelautan

Perikanan, 2013a). Konservasi kawasan pesisir merupakan sebuah solusi dalam

mengatasi kerusakan yang diakibatkan adanya aktivitas manusia, agar

kehidupan organisme atau sumberdaya dan lingkungan dapat diperbaiki seperti

atau mendekati keadaan semula. Selalu terdapat konflik social yang ada dalam

perancangan konservasi Kawasan pesisir meliputi pemanfaatan sumberdaya,

kepentingan kelompok, pembagaian kawasan dan lain-lain.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa definisi konservasi kawasan pesisir ?

2
2. Apa konflik sosial yang biasa muncul pada konservasi kawasan pesisir ?

3. Apa penyebab konflik yang terjadi pada konservasi kawasan pesisir ?

4. Studi kasus kawasan pesisir pantai Wonokerto Kabupaten Pekalongan ?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui definisi konservasi kawasan pesisir.

2. Untuk mengetahui konflik sosial yang biasa muncul pada konservasi

kawasan pesisir.

3. Untuk mengetahui penyebab konflik yang terjadi pada konservasi kawasan

pesisir.

4. Untuk memahami studi kasus kawasan pesisir pantai Wonokerto

Kabupaten Pekalongan.

3
2. HASIL DAN PEMBAHASAN

2.1 Definisi Konservasi Kawasan Pesisir

Menurut Mahfudhoh (2019), pesisir adalah wilayah yang lebih luas

daripada pantai. Wilayahnya mencakup wilayah daratan yang masih mendapat

pengaruh laut (pasang-surut, suara deburan ombak dan rembesan air laut di

daratan) dan wilayah laut sepanjang masih mendapat pengaruh dari darat (aliran

air sungai dan sedimentasi dari darat). Menurut badan koordinasi survey dan

pemetaan nasional, batas wilayah pesisir adalah daerah yang masih ada

pengaruh kegiatan bahari dan sejauh konsentrasi permukiman nelayan.

Konservasi adalah upaya yang dilakukan oleh manusia untuk melestarikan atau

melindungi alam. Istilah konservasi sendiri merupakan saduran dari bahasa

Inggris “conservation” yang berarti sebuah usaha pencegahan akan kehilangan

ataupun kerusakan; sebuah usaha pelestarian lingkungan alami. Sedangkan

menurut ilmu lingkungan, konservasi dapat diartikan sebagai berikut:

a. Upaya perlindungan dan pengelolaan yang hati-hati terhadap lingkungan

dan sumber daya alam.

b. Upaya suaka dan perlindungan jangka panjang terhadap lingkungan.

c. Suatu keyakinan bahwa habitat alami dari suatu wilayah dapat dikelola

sementara keanekaragaman genetik dari spesies dapat berlangsung

dengan mempertahankan lingkungan alaminya.

d. Pengelolaan terhadap kuantitas tertentu yang stabil sepanjang reaksi

kimia atau transformasi fisik; dan

e. Upaya efisiensi dari penggunaan energi, produksi, transmisi atau

distribusi yang berakibat pada pengurangan konsumsi energi.

4
Maka yang dimaksud dengan konservasi kawasan pesisir yaitu sebuah

usaha perlindungan dan pengelolaan jangka panjang terhadap wilayah

pesisir wilayah daratan yang masih mendapat pengaruh laut (pasang-surut,

suara deburan ombak dan rembesan air laut di daratan) dan wilayah laut

sepanjang masih mendapat pengaruh dari darat (aliran air sungai dan

sedimentasi dari darat). Menurut Arifin, et al. (2019), konservasi kawasan pesisir

merupakan pemeliharaan dan perlindungan makhluk hidup beserta

lingkungannya untuk mencegah kerusakan dan kemusnahan dengan cara

pelestarian di wilayah peralihan antara daratan dan lautan. Berdasarkan Permen

KP No 30 Tahun 2010 menyatakan bahwa zonasi dalam kawasan konservasi

perairan terdiri atas 4 zona yaitu: zona Inti, zona pemanfaatan atau zona wisata,

zona perikanan berkelanjutan dan zona lainnya. Penetapan zona inti dan

perlindungan penting dilaksanakan guna melindungi sumberdaya perikanan yang

ada (Hukom, et al. 2019). Kawasan perairan yang dilindungi memberikan

manfaat bagi biota, mengurangi penangkapan yang berlebihan dan memberikan

perlindungan bagi ekosistem. Kepatuhan masyarakat pesisir merupakan factor

kunci keberhasilan pengelolaan konservasi Kawasan pesisir (Najmi, et al. (2020).

2.2 Konflik Sosial yang Biasa Muncul

Sumber daya alam yang tidak menjadi obyek kepemilikan, yang juga

berarti milik semua orang (the commons), cenderung akan mengalami

kehancuran yang diakibatkan oleh eksploitasi yang berlebih. Hal ini terjadi karena

the commons menciptakan akses terbuka, kemudian dalam kondisi akses

terbuka, tidak ada insentif untuk konservasi karena tidak ada jaminan jika

seseorang berhenti melakukan eksploitasi, orang lain akan melakukan hal yang

sama, bahkan sebaliknya, dan semua orang, secara individu, akan berlomba-

lomba untuk mengeksploitasi sumber daya itu sebanyak - banyaknya. Oleh

5
karena itu, perlu adanya upaya konservasi dalam pengelolaan sumberdaya

pesisir dan lut. Pengelolaan sumber daya pesisir dan laut tidak terlepas dari

relasi konflik pengetahuan dan kekuasaan dari berbagai aktor. Dari relasi konflik

pengetahuan dan kekuasaan tersebut, pada akhirnya ada aktor yang

memperoleh manfaat dan ada aktor yang menerima kerugian bahkan sampai

pada pemarginalan aktor tertentu. Peran pemerintah sebagai agen dan sekaligus

pelindung sumber daya pesisir tidak jarang menimbulkan konflik dengan

masyarakat.

Konflik yang pertama yaitu antara masyarakat versus pemerintah sebagai

pelindung sumber daya pesisir. Sebagai pihak yang berperan dalam melindungi

sumber daya alam, pemerintah menggunakan instrumen kebijakan dengan

menetapkan suatu wilayah sebagai kawasan konservasi, misalnya dengan

menetapkan taman nasional laut atau cagar alam. Kedua, konflik antara

masyarakat versus pemerintah sebagai agen pembangunan melibatkan swasta

pada umumnya. Hal ini terjadi karena pemerintah menggunakan otoritasnya

untuk memberikan hak pemanfaatan sumber daya alam kepada pihak-pihak

tertentu. Fenomena semacam akan menyebabkan semakin melemahnya bahkan

hilangnya akses dari masyarakat lokal. Pemberian hak pengelolaan kepada

pihak swasta dapat menghilangkan hak akses bagi masyarakat. Melemahnya

akses bagi masyarakat, membuatnya semakin marginal.

2.3 Penyebab Konflik

Penyebab konflik dalam pemanfaatan sumber daya pesisir antara lain yaitu:

a. Belum efektifnya bentuk kepemilikan sumber daya di wilayah pesisir yang

semula “open acces” menjadi “state property regime“ melalui “controlled

access”. Dalam memanfaatan sumber daya pesisir sebagai Common-poll

6
Resusrces/CPR memicu konflik pemanfaatannya disebabkan perubahan

’rezim’ pemerintahan. Kebijakan otonomi daerah telah mengubah

kewenangan pengelolaan sumberdaya di pesisir yang sebelumnya terpusat

menjadi ‘ruang’ kewenangan terdesentralisasi pada daerah.

b. Perbedaan kepentingan, perbedaan ini dapat menimbulkan konflik walaupun

berbagai pihak menerima fakta dan interpretasi yang sama serta mempunyai

kesamaan nilai, perbedaan tentang siapa yang diuntungkan atau siapa yang

dirugikan. Juga dapat terjadi ketika satu pihak atau lebih meyakini bahwa

untuk memuaskan kebutuhannya, pihak lain yang harus berkorban.

c. Ketidak-adilan pemerataan hasil pembangunan yang dilihat sebagai ketidak-

seimbangan pemanfaatan ruang yang ditetapkan.

2.4 Studi Kasus Kawasan Pesisir Pantai Wonokerto Kabupaten

Pekalongan

Pembangunan Pariwisata merupakan suatu proses perubahan untuk

menciptakan nilai tambah dalam segala aspek bidang pariwisata, mulai dari

sarana dan prasarana, Objek Daya Tarik Wisata (ODTW), dan aspek-aspek

lainnya. Konsep pariwisata pesisir berkelanjutan (sustainable coastal tourism)

adalah pariwisata yang dapat memenuhi kebutuhan wisatawan maupun daerah

tujuan wisata pada masa kini, sekaligus melindungi dan mendorong kesempatan

serupa dimasa yang akan datang. Pariwisata berkelanjutan mengarah pada

pengelolaan seluruh sumberdaya sedemikian rupa sehingga kebutuhan ekonomi,

sosial, estetika dapat terpenuhi sekaligus memelihara integritas kultural, proses

ekologi essensial keanekaragaman hayati dan sistem pendukung kehidupan.

Kawasan wisata pesisir Pantai Wonokerto Kabupaten Pekalongan adalah salah

satu kawasan pesisir yang memiliki luas ± 71 Ha. Memiliki potensi secara fisik

berupa adanya kampung nelayan dan TPI yang dapat menjadi pusat aktivitas

7
perekonomian masyarakat serta kondisi pantainya yang landai sehingga dapat

mendukung pengembangan aktivitas tersebut. Keberadaan areal pertambakan

dan dermaga kapal juga dapat ikut mendukung pengembangan aktivitas

pariwisata di Kawasan Pantai Wonokerto sehingga dapat tercipta sebuah

kawasan wisata yang memiliki atraksi yang beragam. Permasalahan yang

terdapat di Kawasan Wisata Pesisir Pantai Wonokerto adalah belum

terakodomasi dengan baik kebutuhan pengunjung seperti keberadaan sarana

prasarana yang baik dan tidak adanya fasilitas umum pendukung yang dapat

menunjang aktivitas pariwisata pengunjung dan kurang tertatanya sistem

pengelolaan wisata pesisir oleh pemerintah Kabupaten Pekalongan. Berdasarkan

hal tersebut, maka perlu adanya pengembangan wilayah pesisir yang

berkelanjutan. Untuk menunjang hal tersebut dibutuhkan sarana dan prasarana

yang mendukung guna mencapai semua kebutuhan dalam mengoptimalkan

kawasan pariwisata. Terdapat berbagai potensi yang ada pada Kawasan wisata

Pantai Wonokerto antara lain: adanya kampung nelayan beserta aktivitas

nelayan di kawasan pesisir, terdapat Pantai Wonokerto yang mempunyai pasir

pantai yang landai. Mempunyai dermaga kapal yang berfungsi sebagai tempat

bersandar kapal-kapal milik nelayan, TPI yang cukup besar yaitu TPI Wonokerto

di Muara Sungai Bedahan dengan semua komoditi unggulannya, kebun melati

dan areal tambak. Selain itu pula terdapat kebudayaan, meliputi peninggalan

bersejarah atau adat seperti kebudayaan sedekah bumi yang dilakukan setiap

tahun dapat dijadikan sebagai kawasan pariwisata pesisir. Sedangkan

permasalahan yang terjadi di Wisata Pesisir Pantai Wonokerto secara fisik

adalah tidak tersedia dengan baiknya sarana prasana di Kawasan Pantai mulai

dari kondisi jalan yang rusak dan terbatasnya tempat pembuangan sampah di

sekitar pantai. Sedangkan permasalahan secara kelembagaan adalah kurang

tertatanya sistem pengelolaan wisata pesisir. Hal ini terjadi disebabkan adanya

8
tumpang tindih tanggung jawab dan kewenangan atas kawasan pesisir Pantai

Wonokerto yang mengakibatkan pembangunan dalam pengembangan kawasan

pesisir Pantai Wonokerto menjadi tidak optimal. Berdasarkan hasil analisis yang

dilakukan kawasan wisata pesisir Pantai Wonokerto memiliki banyak potensi

tetapi sarana dan prasarana pendukung aktifitas wisata masih membutuhkan

peningkatan kualitas maupun kuantitasnya. Pembangunan sarana dan prasarana

pariwisata pesisir yang berkelanjutan harus berpedoman dengan empat elemen

penting yang menjadi acuan dalam teori keberlanjutan yaitu: aspek sosial dimana

dibutuhkan peningkatan kesadaran akan pemeliharaan, diberikan pengetahuan

dan melibatkan penduduk asli dalam engembangan sarana dan prasarana untuk

menunjang aktifitas pariwisata pantai yang berkelanjutan, aspek ekonomi

pengembangan sarana dan prasarana pariwisata untuk mendukung pariwisata

pantai maka secara tidak langsung menarik wisatawan berkunjung, mengajak

organisasi lokal untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui aktivitas

ekonomi, aspek lingkungan dibutuhkan kesadaran bahwa pemanfaatan sumber

daya manusia dan alam secara berlebihan akan mengganggu keseimbangan

lingkungan dan aspek kelembagaan. Diperlukannya pengelolaan dan

pemeliharaan kawasan wisata pesisir Pantai Wonokerto dengan cara

menggabungkan kerjasama antara pemerintah dan swasta dan dengan

melibatkan masyarakat. Keempat elemen ini harus bersinergi agar tidak pincang

dan menimbulkan masalah di generasi selanjutnya. Hal ini dapat dirumuskan

rekomendasi bagi pemerintah terutama berupa pengembangan daerah yang

berkaitan dengan sarana dan prasarana dan partisipasi masyarakat dalam

proses pelaksanaannya untuk menjaga kelestarian kawasan wisata Pantai

Wonokerto (Fajriah dan Mussadun, 2014).

9
3. PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari pembahasan dengan materi “Konflik Sosial Dalam Upaya Konservasi

Kawasan Pesisir” dapat disimpulkan bahwa:

1. konservasi kawasan pesisir yaitu sebuah usaha perlindungan dan

pengelolaan jangka panjang terhadap wilayah pesisir wilayah daratan

yang masih mendapat pengaruh laut (pasang-surut, suara deburan

ombak dan rembesan air laut di daratan) dan wilayah laut sepanjang

masih mendapat pengaruh dari darat (aliran air sungai dan sedimentasi

dari darat).

2. Konflik yang biasanya muncul dalam konservasi Kawasan pesisir adalah

adanya ketidakharmonisan pemanfaatan antara pemerintah dengan

masyarakat lokal yang membuat masyarakat lokal termarjinalkan.

3. Konflik yang ada biasanya disebabkan oleh belum efektifnya bentuk

kepemilikan sumber daya di wilayah pesisir, perbedaan kepentingan dan

tidak meratanya pembangunan sarana prasarana di kawasan pesisir.

4. Permasalahan yang terjadi di Wisata Pesisir Pantai Wonokerto secara

fisik adalah kurang memadainya sarana prasana di kawasan pantai dan

kurang tertatanya sistem pengelolaan wisata pesisir. Dibutuhkan

kerjasama antara pihak pemerintah dan masyarakat sekitar dalam

mengelola ekoswisata yang ada, dengan menggunakan acuan “ekowisata

berdasarkan partisipasi masyarakat” sehingga ekonomi masyarkat sekitar

dapat meningkat

10
3.2 Saran

Terdapat keterbatasan informasi dan pemahaman mengenai materi

makalah ini. Sehingga masih banyak kekurangan dalam isinya, maka dari itu

penulis mengharapkan kritik dan saran agar kedepannya penulis dapat membuat

makalah dengan materi yang lebih baik lagi.

11
DAFTAR PUSTAKA

Adiprima, K.P dan A. Sudradjat. (2016). Kajian kesesuaian lahan tambak,


konservasi dan permukiman kawasan pesisir
menggunakan sistem informasi geografis (Studi Kasus: Pesisir
Pangandaran, Jawa Barat). Jurnal Teknik Lingkungan. 1(2): 1-10

Arifin, R., Ashadi dan L. Prayogi. (2019). Penerapan konsep arsitektur hijau pada
pusat konservasi ekologi kawasan pesisir di Jakarta Utara. Jurnal
Arsitektur PURWARUP. 3(3): 207-212.

Birawa, C dan R.M. Sukarna. (2016). Zonasi ekowisata kawasan konservasi


pesisir di kecamatan katingan kuala, kabupaten katingan, provinsi
kalimantan tengah melalui pendekatan ekologi bentang lahan. Jurnal Ilmu
Kehutanan. 10(1): 19-32

Cadith, J. (2019). Konflik dalam pemanfaatan sumber daya di Pesisir Teluk


Banten. 280 – 299.

Fajriah, S. D dan Mussadun. (2014). Pengembangan sarana dan prasarana


untuk mendukung pariwisata pantai yang berkelanjutan (studi kasus:
kawasan pesisir pantai Wonokerto Kabupaten Pekalongan). Jurnal
pembangunan wilayah dan kota. 10(2): 218-233.

Hukom, F.D., F. Yulianda., D.G. Bengen dan M.M. Kamal. (2019). Efektivitas
zonasi dalam pengelolaan perikanan karang di kawasan konservasi
perairan Selat Dampier, Raja Ampat. J. Kebijakan Sosek KP. 9(2): 93-
103.

Mahfudhoh, A. (2019). Pemberdayaan pemuda dalam proses konservasi


lingkungan pesisir di Desa Banjarwati, Kecamatan Paciran, Kabupaten
Lamongan. Skripsi. Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
Fakultas Dakwah dan Komunikasi Program Studi Pengembangan
Masyarakat Islam. 1-117.

Najmi, N., M. Suriani., M.M. Rahmi., D. Islama., M.A. Nasution dan M.A Thahir.
(2020). Peran masyarakat pesisir terhadap pengelolaan terumbu karang
di kawasan konservasi perairan pesisir timur Pulau Weh. Jurnal
Perikanan Tropis. 7(1): 73-84.

Nanlohy, H., R. Natelda., Timisela, Estradivari, I. Dyahapsari dan Rizal. (2017).


Manfaat Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau Kecil (kkp3k) Pulau Koon
dan perairan sekitarnya bagi peningkatan kejehteraan masyarakat. Jurnal
PAPALELE. 1(2): 39-48.

Obie, M., Soetarto, E., Sumarti, T., & Saharuddin. (2015). Sejarah penguasaan
sumber daya pesisir dan laut di Teluk Tomini. Paramita, 25(1), 73 – 87.

12

Anda mungkin juga menyukai