Anda di halaman 1dari 66

i

TEKNIK BUDIDAYA RUMPUT LAUT (Gracilaria verrucosa) DI BALAI BESAR


PERIKANAN BUDIDAYA AIR PAYAU (BBPBAP) JEPARA,
JAWA TENGAH

PRAKTIK KERJA MAGANG

Oleh:

ALMAURA MAGNALIA MADYARATRI


NIM. 155080501111009

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN


JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018
ii

TEKNIK BUDIDAYA RUMPUT LAUT (Gracilaria verrucosa) DI BALAI BESAR


PERIKANAN BUDIDAYA AIR PAYAU (BBPBAP) JEPARA,
JAWA TENGAH

PRAKTIK KERJA MAGANG

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Perikanan di


Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Brawijaya

Oleh:

ALMAURA MAGNALIA MADYARATRI


NIM. 155080501111009

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN


JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018
iii
iv

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur atas kehadirat Allah yang senantiasa memberikan

rahmat serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan

Praktik Kerja Magang (PKM) dengan judul “Teknik Budidaya Rumput Laut

(Gracilaria verrucosa) di Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau

(BBPBAP) Jepara, Jawa Tengah”. Penyusunan laporan ini telah melalui

beberapa proses yaitu pengumpulan data lapang dan studi banding. Laporan ini

berisikan kegiatan teknik budidaya rumput laut yang meliputi penyediaan bibit

rumput laut secara kultur jaringan di laboratorium yaitu penanaman eksplan,

pemeliharaan, kualitas air, pertumbuhan dan aklimatisasi. Pembesaran rumput

laut di tambak meliputi penanaman, pemeliharaan, kualitas air, pertumbuhan dan

pemanenan.

Saya menyadari dalam penyusunan Laporan Praktik Kerja Magang

(PKM) ini masih terdapat kekurangan dalam penulisan maupun isi materinya.

Oleh karena itu, diharapkan kepada pembaca untuk memberikan saran dan kritik

yang membangun untuk laporan ini agar tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita

semua untuk menggali informasi. Demikian dan terima kasih.

Malang, 26 September 2018

Penulis
v

PERNYATAAN TELAH MELAKUKAN PKM DARI INSTANSI


vi

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Allah SWT atas karunia, kesehatan dan kelancaran yang diberikan selama
ini sehingga kegiatan PKM terselesaikan dengan baik.
2. Bapak Dr. Ir. M. Firdaus, MP. selaku Ketua Jurusan MSP.
3. Bapak Dr. Ir. Mohamad Fadjar, MSc. selaku Ketua Prodi BP.
4. Bapak Muhammad Fakhri, S.Pi., MP., M.Sc. selaku Dosen Pembimbing
yang memberikan ilmu, wawasan serta bimbingan selama kegiatan PKM.
5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas
Brawijaya Malang.
6. Orangtua, Adek dan Keluarga yang selalu memberikan semangat dan
motivasi dalam pembuatan laporan PKM.
7. Bapak Sugeng Raharjo, A.Pi selaku Kepala BBPBAP Jepara beserta seluruh
jajarannya yang bersedia menerima mahasiswa PKM.
8. Bapak Suhardi Atmoko Budi Susilo, S.Si, Bapak Puspito Dwi Cipto Leksono,
S.P, Bapak Suyoto dan Bapak Bunjamin selaku pembimbing di tambak
rumput laut.
9. Ibu Arofah Lyla Nurhayati, S.Si, Ibu Agustien Naryaningsih, S.Si, M.Si dan
Bapak Haryanto selaku pembimbing Laboratorium Kultur Jaringan.
10. Teman-teman satu perjuangan, satu angkatan (Aqualatte) yang selalu
memberikan motivasi, semangat, serta referensi terkait PKM.
11. Tim Kuljar (Nila, Nisa, Fia, Narjo, Dwi, Devi, Afif, Gunawan, Matthew) yang
selalu kompak dalam kegiatan di laboratorium.
12. Seaweed squad (Fitra, Rahmi, Aliya, Melinda, Renita, Bentar, Cita, Tere,
Mirda, Calista dan Septi) yang selalu semangat berenang di tambak rumput
laut.
13. Jepara Squad (Tita, Aisyah, Fitri, Ilfilatul, Zulfa, Ema, Diyan, Erlin, Nugi,
Anbi, Gery, Bakhul, Febri, Gilang dan Bayu) yang saling membantu dan
memberi semangat saat kegiatan PKM.
14. Tim pak Fakhri (Bella, Ilfi, Ilham, Rahmalia, Ihza, Ema dan Teduh) yang
saling membantu dalam kegiatan laporan PKM.
15. Sahabatsekosan dari maba (Risma, Galuh, Yani, Hanum dan Mela) yang
selalu mendukung satu sama lain.

Malang, 26 September 2018

Penulis
vii

RINGKASAN

ALMAURA MAGNALIA MADYARATRI. Teknik Budidaya Rumput Laut


(Gracilaria verrucosa)di Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP)
Jepara, Jawa Tengah (dibawah bimbingan Muhammad Fakhri, S.Pi, MP.,
M.Sc.)

Rumput laut di Indonesia mencapai 555 jenis dari 8.642 spesies yang
terdapat di dunia. Ekspor tertinggi periode 2008-2012 adalah negara China
sebesar US$ 90 juta. Tahun 2010 produksi rumput laut mencapai 6,897 ton dan
tahun 2015 meningkat menjadi 10,677 ton. Rumput LautG. verrucosa
dibudidayakan untuk ekpsor karena memiliki kandungan agar (>90%)
dibandingkan dengan genus lainnya. Praktik Magang ini dilaksanakan pada 25
Juni – 3 Agustus 2018 di Desa Bulu, Kecamatan Jepara, Kabupaten Jepara.
Tujuan dari Praktik Kerja Magang ini adalah untuk mengetahui teknik
budidaya rumput laut (G. verrucosa) secara intensif dengan bibit kultur jaringan
serta mengetahui secara langsung penerapan ilmu yang dipelajari dalam
perkuliahan.
Metode yang digunakan dalam Praktik Kerja Magang ini adalah metode
deskriptif yang terdiri dari observasi, wawancara, partisipasi aktif dan referensi
dari literatur. Kegiatan yang dilakukan dalam Praktik Kerja Magang ini meliputi
pembuatan eksplan, pemeliharaan eksplan, pengukuran kualitas air (suhu, DO,
salinitas, pH) dan pertumbuhan di laboratorium. Kegiatan di tambak adalah
pengukuran kualitas air (suhu, DO, salinitas, pH). Perawatan rutin, pengamatan
pertumbuhan rumput laut metode gantung (longline).
Hasil yang diperoleh dari Praktik Kerja Magang pada kultur jaringan
pertumbuhan eksplan selama pengamatan mengalami kenaikan yang tidak
begitu signifikan. Eksplan rumput laut G. verrucosa dalam 3 minggu pengamatan
dengan berat awal tanam setiap media A dan B adalah 0,5 gram dengan
salinitas 25 ppt. Waktu yang diperlukan untuk pemeliharaan eksplan hingga
menjadi bibit siap tebar kurang lebih 6 bulan. Rata-rata pertumbuhan setiap
minggunya berat eksplan bertambah 0,01-0,02 gram. Pergantian media eksplan
setiap minggu dilakukan agar kualitas air media tetap terjaga dan eksplan tidak
terserang lumut karena air yang keruh, serta menjaga nutrisi media dengan
pupukProvasoli Enriched Seawater (PES) yang harus terpenuhi untuk
mempercepat pertumbuhan eksplan. Bibit siap ditebar pada tambak berusia
antara 25-30 hari. Padat tebar untuk bibit G. verrucosa di tambak dengan metode
gantung (longline) setiap keranjangnya ialah 100 gram. Pemeliharaan dilakukan
dengan mencuci setiap keranjang yang berisi rumput laut, pergantian air tambak
2 kali dalam seminggu, menimbang berat rumput laut setiap minggunya. Hasil 3
minggu pengamatan berat rumput lautmengalami kenaikan dan penurunan.
Rata-rata pertumbuhan minggu pertama sebesar 140 gram, minggu kedua
sebesar 161 gram dan minggu ketiga sebesar 165 gram. Laju pertumbuhan
relatif (RGR) tertinggi sebesar 80% dan laju pertumbuhan spesifik (SGR) sebesar
2%. Kualitas air yang kurang optimal dan hama yang menyerang seperti ikan
baronang, lumut dan biawak dapat mempenagruhi pertumbuhan rumput laut.
Saran dari kegiatan Praktik Kerja Magang ini adalah lebih diperhatikan
lagi mengenai pemeliharaan rutin setiap minggunya eksplan rumput laut agar
mendapat hasil yang maksimal dan diperlukan perawatan yang lebih intensif
pada budidaya rumput laut metode gantung (longline) agar pertumbuhan dapat
selalu meningkat.
viii

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL............................................................................................................... i
HALAMAN JUDUL...............................................................................................ii
LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................iii
KATA PENGANTAR...........................................................................................iv
PERNYATAAN TELAH MELAKUKAN PKM DARI INSTANSI............................v
UCAPAN TERIMA KASIH..................................................................................vi
RINGKASAN......................................................................................................vii
DAFTAR ISI......................................................................................................viii
DAFTAR TABEL..................................................................................................x
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................xi
DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................xii
1. PENDAHULUAN.............................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Tujuan.......................................................................................................2
1.3 Kegunaan..................................................................................................3
1.4 Tempat, Waktu/Jadwal Pelaksanaan........................................................3
2. METODE PKM.................................................................................................4
2.1 Metode......................................................................................................4
2.2 Teknik Pengambilan Data.........................................................................4
2.2.1 Data Primer...................................................................................4
2.2.2 Data Sekunder...............................................................................5
3. KEADAAN UMUM LOKASI PKM....................................................................7
3.1 Sejarah Berdirinya Besar Perikanan Budidaya Air Payau
(BBPBAP)Jepara, Jawa Tengah...............................................................7
3.2 Letak Geografis dan Topografi Balai Besar Perikanan Budidaya Air
Payau (BBPBAP) Jepara, Jawa Tengah...................................................8
3.3 Organisasi dan Tenaga Kerja....................................................................8
3.3.1 Struktur Organisasi........................................................................8
3.3.1 Tenaga Kerja...............................................................................10
3.4 Visi dan Misi BBPBAP Jepara.................................................................12
3.5 Sarana dan Prasarana............................................................................12
3.5.1 Sarana Kultur Jaringan Rumput Laut (G.verrucosa)....................12
3.5.2 Prasarana Kultur Jaringan Rumput Laut (G. verrucosa)..............15
3.5.3 Sarana Pembesaran Rumput Laut (G. verrucosa).......................16
3.5.4 Prasarana Pembesaran Rumput Laut (G. verrucosa)..................17
4. HASIL PKM...................................................................................................19
4.1 Teknik Kultur Jaringan Rumput Laut (G. verrucosa) di BBPBAP
Jepara.....................................................................................................19
4.1.1 Persiapan....................................................................................19
4.1.2 Pembuatan Eksplan.....................................................................20
4.1.3 Penanaman.................................................................................22
4.1.4 Pemeliharaan...............................................................................23
4.1.5 Kualitas Air..................................................................................25
4.1.6 Aklimatisasi..................................................................................26
4.1.7 Analisa Pertumbuhan Eksplan G. verrucosa................................27
ix

4.2 Pembesaran Rumput Laut (G. verrucosa) di Tambak.............................28


4.2.1 Pemilihan Lokasi Budidaya..........................................................28
4.2.2 Persiapan Tambak Budidaya.......................................................29
4.2.3 Teknik Budidaya Rumput Laut Metode Gantung (Longline).........29
4.2.4 Pemilihan Bibit.............................................................................30
4.2.5 Penanaman Bibit.........................................................................31
4.2.6 Kualitas Air..................................................................................32
4.2.7 Pemeliharaan...............................................................................33
4.2.8 Pengendalian Hama dan Penyakit...............................................35
4.2.9 Analisa Pertumbuhan G. verrucosa di Tambak............................36
4.2.10 Pemanenan.................................................................................39
5. KESIMPULAN DAN SARAN.........................................................................40
5.1 Kesimpulan.............................................................................................40
5.2 Saran......................................................................................................40
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................41
LAMPIRAN.........................................................................................................44
x

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Jumlah Pegawai BBPBAP Jepara Menurut Tingkat Pendidikan dan


Golongan Tahun 2018....................................................................................11
2. Kondisi Pegawai BBPBAP Jepara Berdasarkan Profesi Tahun 2018.............11
3. Komposisi PupukProvasoli Enriched Seawater (PES)....................................23
4. Manfaat Pupuk NPK.......................................................................................34
xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. (A) Pintu masuk BBPBAP Jepara, (A) Kantor BBPBAP Jepara........................7


2. Skema Struktur Organisasi Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau.........10
3. Laboratorium Kultur Jaringan........................................................................13
4.(A) Instalator listrik, (B) Genset........................................................................13
5. (A) Tandon kolam bandeng, (B) Sand filter, (C) Tandon laboratorium,...........14
6. Wifi Laboratorium Kultur Jaringan...................................................................15
7. Motor.............................................................................................................. 16
8. Tambak Budidaya Rumput Laut......................................................................16
9. (A) Saluran Utama dari laut, (B) Pipa Saluran Air untuk disalurkan ke............17
10. Rumah Jaga.................................................................................................18
11. (A) Motor fasilitas rumput laut, (B) Jembatan bambu....................................18
12. (A) Proses autoklaf, (B) Proses pengukusan, (C) Proses.............................20
13. Pembuatan eksplan G. verrucosa.................................................................21
14. (A) Penanaman G. verrucosa, (B) Pemeliharaan di ruang inkubasi..............23
15. Pergantian media..........................................................................................24
16. (A) pH meter, (B) Refraktometer, (C) Termometer........................................26
17. Aklimatisasi di luar ruangan inkubasi............................................................27
18. Rata-rata Pertumbuhan eksplan G. verrucosa..............................................27
19. Budidaya G. verrucosa dengan metode gantung (longline)..........................30
20. Penanaman G. verrucosa dengan metode gantung (longline)......................32
21. (A) Pengukuran DO dan suhu, (B) Pengukuran pH, (C) Pengukuran...........33
22. (A) Perawatan G. verrucosa, (B) Pemupukan...............................................35
23. (A) Biawak, (B) Kekerangan..........................................................................36
24. Rata-rata Pertumbuhan Rumput Laut (G. verrucosa)...................................36
25. (A) Pemanenan rumput laut, (B) Hasil panen...............................................39
xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Peta Lokasi PKM............................................................................................44


2. Denah Kawasan BBPBAP Jepara...................................................................45
3. Data Kualitas Air.............................................................................................47
4. Data PertumbuhanG. verrucosa......................................................................50
1

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perairan Indonesia merupakan perairan tropika yang kaya akan sumber

daya plasma nutfah rumput laut dengan 555 jenis dari 8.642 spesies rumput laut

yang terdapat di dunia. Jenis rumput laut dari dari alga merah (Rhodophyceae)

menempati urutan terbanyak yang tumbuh di perairan laut Indonesia sekitar 452

jenis, setelah itu alga hijau (Chlorophyceae) sekitar 196 jenis dan alga coklat

(Phaeophyceae) sekitar 134 (Suparmi dan Sahri, 2009). Komoditas rumput laut

yang dikembangkan secara luas di wilayah perairan Indonesia mencapai 384,73

ribu ha dengan target produksi pada tahun 2004 sebesar 10 juta ton. Negara

tujuan ekspor rumput laut Indonesia meliputi China, Filipina, Chili, Hongkong,

Korea, Prancis, Denmark, Vietnam.Ekspor rumput laut tertinggi periode 2008-

2012 adalah negara China sebesar US$ 90 juta (Direktorat Jendral, 2013).

Perkembangan produksi rumput laut lima tahun terakhir semakin meningkat.

Rata-rata tahun 2010 produksi mencapai 6,897 ton, sedangkan pada tahun 2015

meningkat menjadi 10,677 ton dengan potensi lahan 5,395 ha (Asni, 2015).

Jenis rumput laut Gracilaria verrucosa merupakan salah satu komoditas

unggulan perikanan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi di Indonesia. Rumput

laut G. verrucosa yaitu jenis alga merah (Rhodophyta) yang tumbuh di daerah

tropis dan subtropis perairan laut dangkal. Jenis rumput laut ini dibudidayakan

untuk ekspor karena mengandung agar-agar yang tinggi dan bermanfaat untuk

berbagai keperluan (Ruslaini, 2017). Penghasil agar-agar lainnya adalah

Gelidium, Pterocladia, Gelidiela. Tahun 2009 total produksi di Indonesia

mencapai 35.050 ton kering dan 28.600 ton diserap oleh industri nasional dan

sisanya diserap industri luar negeri. Gracilaria dalam hal ini memberikan

kontribusi paling besar (>90%) untuk menyumbang bahan baku agar-agar


2

dibandingkan dengan genus yang lainnya.Hal ini dikarenakan Gracilaria banyak

dibudidayakan di tambak, sedangkan lainnya masih dipanen dari alam atau laut

lepas (WWF-Indonesia, 2014).

Bibit rumput laut dapat diperoleh dari alam, hasil budidaya atau hasil

kultur jaringan. Permasalahan yang dijumpai dalam pemakaian bibit dari sisa

hasil budidaya adalah adanya penurunan kualitas rumput laut karena pemakaian

bibit yang berulang-ulang dalam beberapa kali siklus penanaman, ketersediaan

bibit yang sangat bergantung pada musim, serta tidak adanya kemungkinan

untuk perbaikan mutu bibit rumput laut. Kultur jaringan menjadi solusi untuk

meningkatkan produksi dan kualitas bibit rumput laut (Mulyaningrum, 2014).

Kultur jaringan adalah kultur secara aseptis di laboratorium. Aklimatisasi di

lapangan hingga siap untuk dibudidayakan secara luas. Pertumbuhan benih

rumput laut hasil in vitro di laboratorium lebih baik dibandingkan pertumbuhan

rumput laut yang berasal dari alam (Satriani, et al., 2017). G. verrucosa biasanya

dibudidayakan di laut lepas, namun rumput laut ini juga dapat dibudidayakan di

daerah tambak dengan kondisi air payau. Pembudidaya dapatmenggunakan

tambak intensif untuk budidaya rumput laut, karena dengan teknik ini

pembudidaya dapat menjaga manajemenlingkungansecara terkontrol dan

optimal (Sugiyatno, 2013).

Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu kegiatan yang dapat meningkatkan

produksi rumput laut (G. verrucosa) yaitu praktik kerja magang. Kegiatan praktik

kerja magang ini dilakukan untuk mengetahui teknik budidaya rumput laut (G.

verrucosa) secara intensif dengan bibit kultur jaringan.

1.2 Tujuan

Tujuan dilakukan Praktik Kerja Magang ini adalah untuk mengetahui

teknik budidaya rumput laut (G. verrucosa) secara intensif dengan bibit kultur
3

jaringan serta untuk mengetahui secara langsung penerapan ilmu yang dipelajari

dalam perkuliahan.

1.3 Kegunaan

Kegunaan dari kegiatan Praktik Kerja Magang ini adalah agar mahasiswa

memperoleh wawasan, keterampilan serta pengalaman kerja tentang budidaya

rumput laut (G. verrucosa), khususnya teknik budidaya rumput laut (G.

verrucosa) secara intensif dengan bibit kultur jaringan.

1.4 Tempat, Waktu/Jadwal Pelaksanaan

Praktik Kerja Magang ini dilaksanakan di Balai Besar Perikanan Budidaya

Air Payau (BBPBAP), Jepara, Jawa Tengah pada 25 Juni – 3 Agustus 2018.
4

2. METODE PKM

2.1 Metode

Metode kerja yang digunakan dalam kegiatan Praktik Kerja Magang ini

adalah metode deskriptif. Deskriptif digunakan untuk menganalisis data dengan

cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul serta

membuat kesimpulan yang berlaku umum (Sugiyono, 2014).

2.2 Teknik Pengambilan Data

Teknik pengambilan data pada kegiatan Praktik Kerja Magang ini dengan

dua macam data, yaitu pengambilan data primer dan data sekunder. Hal ini

sesuai dengan pernyataan Djaelani (2013), bahwa teknik pengambilan data

terdiri data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil observasi,

wawancara dan partisipasi aktif. Data sekunder diperoleh dari data atau

kumpulan informasi dan dilaporkan oleh seseorang untuk tujuan tertentu serta

sebagai pengetahuan ilmiah.

2.2.1 Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh peneliti

secara peneliti secara langsung dari sumbernya dengan melakukan observasi,

wawancara dan partisipasi aktif. Hal ini sesuai dengan pendapat Siyoto dan

Sodik (2015), teknik yang dapat digunakan untuk mengumpulkan data primer

antara lain observasi, wawancara serta partisipasi aktif.

a. Observasi

Observasi adalah aktivitas mencatat suatu peristiwa dengan bantuan alat

untuk merekam atau mencatat guna tujuan ilmiah atau lainnya. Dengan demikian

peneliti menggunakan seluruh panca indera untuk mengumpulkan data melalui

interaksi langsung dengan orang yang diamati. Pengamat harus menyaksikan


5

secara langsung semua peristiwa yang sedang diamati (Syamsudin, 2014).

Observasi yang dilakukan yaitu mengamati dan mencatat kegiatan yang

dilakukan selama proses budidaya rumput laut (G. verrucosa) serta

mendokumentasikan kegiatan budidaya rumput laut (G. verrucosa) di Balai Besar

Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP), Jepara.

b. Wawancara

Wawancara adalah metode pengumpul data yang menunjukkan peneliti

sebagai pewawancara mengajukan sejumlah pertanyaan pada partisipan

sebagai subjek yang diwawancarai. Kehadiran wawancara memungkinkan terus-

menerus pemantauan mengenai informasi yang dikumpulkan dan peneliti

memeriksa apa yang dikatakan oleh narasumber (Gumilang, 2016). Wawancara

yang dilakukandalam kegiatan praktik kerja magang ini adalah dengan

memberikan pertanyaan-pertanyaan yang telah disiapkan kepada pihak dari

instansi seperti teknisi lapang, pembimbing PKM yang berhubungan dengan

kegiatan budidaya rumput laut (G. verrucosa) di Balai Besar Perikanan Budidaya

Air Payau (BBPBAP), Jepara.

c. Partisipasi Aktif

Partisipasi aktif adalah seseorang turut serta dalam semua proses

kegiatan yang ada dengan memberikan kontribusi sesuai kapabilitas, kapital dan

kompetensi yang dimiliki oleh seseorang tersebut (Damsar dan Indrayani, 2016).

Partisipasi aktif dalam kegiatan praktik kerja magang ini adalah turut serta secara

langsung dalam kegiatan budidaya rumput laut (G. verrucosa) sehingga

mendapatkan data dan informasi mengenai kegiatan budidaya rumput laut (G.

verrucosa) di Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP), Jepara.

2.2.2 Data Sekunder

Data sekunder adalah sumber data yang bersifat tidak langsung. Data

tersebut diperoleh dari pihak kedua, seperti literatur dan studi pustaka yang
6

mendukung penulisan penelitian (Batubara, 2013). Data sekunder dalam

kegiatan praktik kerja magang ini berasal dari literatur yang terdapat pada

internet dan buku-buku bacaan yang terdapat pada ruang baca Fakultas

Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya Malang.


7

3. KEADAAN UMUM LOKASI PKM

3.1 Sejarah Berdirinya Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP)

Jepara, Jawa Tengah

Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara sejak

didirikan mengalami beberapa kali perubahan nama (status). BBPBAP awal

berdirinya pada tahun 1971 dengan nama Research Center Udang (RCU) dan

berada dibawah badan penelitian dan pengembangan perikanan, Departemen

Pertanian. Tahun 1971, RCU diubah nama menjadi Balai Besar Air Payau

(BBAP) yang secara struktural berada dibawah Direktorat Jenderal Perikanan,

Departemen Pertanian.

Tahun 2000 setelah terbentuknya Departemen Eksplorasi Laut dan

Perikanan, keberadaan BBAP masih dibawah Direktorat Jenderal Perikanan.

Pada bulan Mei 2001, status BBAP ditingkatkan ditingkatkan menjadi Eselon II

dengan nama Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau (BBPBAP)

Jepara dibawah Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Kelautan dan

Perikanan. Pada tahun 2014, berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan

Perikanan No. 6/Permen-KP/2014 nama Balai Besar Pengembangan Budidaya

Air Payau (BBPBAP) Jepara diubah menjadi Balai Besar Perikanan Budidaya Air

Payau (BBPBAP).

A B
Gambar 1. (A) Pintu masuk BBPBAP Jepara, (A) Kantor BBPBAP Jepara
8

3.2 Letak Geografis dan Topografi Balai Besar Perikanan Budidaya Air

Payau (BBPBAP) Jepara, Jawa Tengah

Lokasi BBPBAP Jepara terletak di Jalan Cik Lanang No 1, Desa Bulu,

Kecamatan Jepara, Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah dan berada di tepi

pantai utara Jawa Tengah, tepatnya 110° 39’ 11” BT dan 6°35’ 10” LS dengan

tanjung kecil landai yang memiliki ketinggian 0 sampai dengan 0,5 meter dari

permukaan laut. BBPBAP Jepara berada di tepi pantai utara Jawa yang

berbatasan dengan beberapa wilayah yaitu bagian utara berbatasan dengan

pantai utara Jawa, bagian timur berbatasan dengan Desa Kauman, bagian

selatan berbatasan dengan Pantai Kartini dan bagian barat berbatasan dengan

Pulau Panjang.

Kondisi perairan pantai berbatu dan berpasir dengan salinitas 26–35 ppt

dan suhu udara berkisar 20-30°C. Jenis tanahnya lempung berpasir dan

datarannya cenderung liat. Beda pasang naik dan turun ± 1 meter, sehingga baik

digunakan untuk kegiatan budidaya. Luas areal BBPBAP Jepara yaitu seluas

64,547 ha. Dari jumlah lahan yang dimiliki oleh BBPBAP Jepara ini terdiri dari

perkantoran, perumahan dinas, asrama, masjid, unit pembenihan, lapangan

olahraga, auditorium dan labolatorium seluas dan 54,547 ha lainnya digunakan

sebagai area pertambakan baik digunakan sebagai tambak beberapa spesies

ikan, udang dan rumput laut.

3.3 Organisasi dan Tenaga Kerja

3.3.1 Struktur Organisasi

Struktur organisasi BBPBAP Jepara berdasarkan Surat Keputusan

Menteri Kelautan dan Perikanan No: 6/PERMEN-KP/2014 tanggal 3 Februari

2014 bahwa Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau merupakan Unit

Pelaksana Teknis (UPT) Kementerian Kelautan dan Perikanan yang berada


9

dibawah naungan Direktur Jenderal Perikanan Budidaya dan bertanggung jawab

kepada Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, dan dipimpin oleh seorang Kepala

Balai. Kepala balai bertugas sebagai penanggung jawab penuh atas kinerja para

pegawai. Susunan organisasi BBPBAP Jepara terdiri dari beberapa bidang

seperti penjelasan masing-masing bidang kepegawaian seperti yang tercantum

pada penjelasan berikut ini:

1. Bidang Pengujian dan Dukungan Teknis

a. Seksi Dukungan Teknis

b. Seksi Produksi dan Pengujian

2. Bidang Uji Terap Teknik dan Kerjasama

a. Seksi Uji Terap Teknik

b. Seksi Kerjasama dan Informasi

3. Bagian Tata Usaha

a. Sub Bagian Keuangan dan Umum

b. Sub Bagian Kepegawaian

4. Kelompok Jabatan Fungsional

a. Perekayasa

b. Litkayasa

c. Pengawas Perikanan

d. Pustakawan

e. Pengawas Hama Penyakit Ikan

f. Arsiparis

g. Pranata Humas

h. Pranata Komputer

Berikut tersaji pula struktur organisasi Balai Besar Perikanan Budidaya Air

Payau (BBPBAP) Jepara pada tahun 2016 dimana dari gambar dapat diperoleh

penjelasan bahwa seorang kepala balai memiliki wewenang dan tanggung jawab
10

khusus kepada seluruh pegawai yang berada di BBPBAP Jepara. Kepala balai

dalam melakukan segala tugas dibantu oleh semua jajaran pegawai sehingga

terciptalah kondisi kerja yang dinamis, sehingga dapat tercapai hasil yang

maksimal dalam melakukan tugas sebagai UPT Budidaya Air Payau. Struktur

organisasi Balai Besar Perikanan Air Payau (BBPBAP) Jepara seperti yang

tertera pada Gambar 2.

Kepala Balai

Bagian Tata Usaha

Sub Bag Sub Bag


Kepegawaian Keuangan dan
Umum

Bidang Uji Terap Bidang Pengujian dan


Teknik dan Dukungan Tekinis
Kerjasama

Seksi Uji Terap Seksi


Teknik Dukungan
Teknis
Seksi Kelompok Jabatan
Kerjasama dan Fungsional Seksi Produksi
Informasi dan Pengujian

Gambar 2. Skema Struktur Organisasi Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau
(BBPBAP) Jepara

3.3.1 Tenaga Kerja

Tenaga kerja pada BBPBAP Jepara berdasarkan status kepegawaian

tahun 2018 berjumlah 166 orang dengan rincian 139 orang sudah berstatus PNS

dan 27 orang masih tenaga honorer. Berikut merupakan rincian pegawai


11

BBPBAP Jepara menurut status kepegawaian dan tingkat pendidikan tahun 2018

mulai dari jumlah pegawai BBPBAP sampai kondisi pegawai berdasarkan profesi

yang tersaji dalam Tabel 1 dan Tabel 2.

Tabel1. Jumlah Pegawai BBPBAP Jepara Menurut Tingkat Pendidikan dan


Golongan Tahun 2018
Pegawai Negeri
Tingkat Tenaga
No Sipil Jumlah
Pendidikan Honorer
IV III II I
1. Pasca Sarjana S-3 2 - - - - 2

2. Pasca Sarjana S-2 9 1 - - - 10

3. Sarjana S-1 & D IV 15 35 - - 1 51

4. Sarjana Muda/D3 - 16 2 - - 18

5. SLTA - 33 18 - 24 75

6. SLTP - - 5 - 1 6

7. SD - - 4 - 1 5

Jumlah 26 84 29 - 27 166

Tabel2. Kondisi Pegawai BBPBAP Jepara Berdasarkan Profesi Tahun 2018


Pendidikan
No Profesi Jumlah
S3 S2 S1/D4 D3 SLTA SLTP SD
1. Struktural

Kepala Balai - - 1 - - - - 1
Bagian Tata
- - 3 - - - - 3
Usaha
Bidang Uji
Terap & - - 4 - 1 - - 5
Kerjasama
Bidang
Pengujian &
- - 3 - 2 - - 5
Dukungan
Teknis
2. Fungsional
Tertentu
Perekayasa 2 15 10 - - - - 27
Litkayasa - - 2 12 21 - - 35
Pengawasan
- 1 3 - - - - 4
dan PHPI
Pranata
- - - 1 - - - 1
Komputer
12

Pendidikan
No Profesi Jumlah
S3 S2 S1/D4 D3 SLTA SLTP SD
Pranata
- - - - 1 - - 1
Humas
Pustakawan - - 1 - - - - 1
Arsiparis - - - 1 - - - 1
Penyuluh - - 1 - 1 - - 2
Perikanan*
Fungsional - - - 4 41 5 4 54
Umun

3.4 Visi dan Misi BBPBAP Jepara

Visi Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara adalah

terwujudnya pengelolaan sumberdaya perikanan budidaya yang mandiri,

berdaya saing dan berkelanjutan. Misi Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau

(BBPBAP) Jepara adalah meningkatkan kemandirian pembudidaya ikan melalui

pemberdayaan, menerapkan teknologi inovatif untuk meningkatkan daya saing

produk perikanan budidaya dan memanfaatkan sumberdaya perikanan budidaya

secara berkelanjutan.

3.5 Sarana dan Prasarana

3.5.1 Sarana Kultur Jaringan Rumput Laut (G.verrucosa)

Kultur jaringan rumput laut (G. verrucosa) di Balai Besar Perikanan

Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara memiliki sarana yang mampu menunjang

kegiatan, yaitu sebagai berikut:

a. Laboratorium Kultur Jaringan

Laboratotium kultur jaringan rumput laut di Balai Besar Perikanan Budidaya

Air Payau (BBPBAP) Jepara terdapat 5 ruangan diantaranya, ruang preparasi,

ruang rekultur, ruang inkubasi, sterilisasi dan ruang pemeliharaan induk.

Laboratorium kultur jaringan rumput laut dapat dilihat pada Gambar 3.


13

Gambar 3. Laboratorium Kultur Jaringan

b. Sumber Listrik

Listrik merupakan salah satu pendukung utama kegiatan balai. Listrik yang

digunakan pada BBPBAP Jepara bersumber dari jaringan listrik PLN. Sumber

PLN yang digunakan ini menggunakan daya sebesar 147 KVA dan 197 KVA

dengan panjang jaringan kurang lebih 5000 meter. Selain itu, terdapat generator

set (genset) berdaya tinggi yang dapat digunakan apabila terjadi pemadaman

listrik dari PLN atau terjadi gangguan sewaktu-waktu. Genset yang dimiliki balai

ini sebanyak 5 buah yaitu: generator dengan daya 150 KVA (2 buah), 80 KVA (1

buah/rusak ringan), 250 KVA (1 buah) dan 125 KVA (1 buah). Sistem

penyediaan listrik untuk laboratorium kultur jaringan digunakan untuk aerasi,

cahaya lampu dan menjaga AC ruangan agar tetap menyala dan suhu ruang

terjaga.

A B
Gambar 4. (A) Instalator listrik, (B) Genset

c. Sumber Air

Sumber air pada laboratorium kultur jaringan rumput laut yaitu berasal dari

laut yang ditampung pada tandon yang terdapat di dekat kolam induk bandeng,
14

kemudian dari tandon tersebut air dialirkan melalui pipa paralon besar menuju 2

tandon masing-masing berukuran 500 liter yang berada dilaboratorium kultur

jaringan, air disaring dengan sand filter sebelum masuk ke dalam tandon. Air

pada tandon dialirkan pada bak yang berada pada ruang sterilisasi yang difilter

lagi menggunakan sandfilter ukuran 0,5 µ, 0,3 µ dan arang aktif. Air tawar

bersumber dari sumur bor.

A B

C D
Gambar 5. (A) Tandon kolam bandeng, (B) Sand filter, (C) Tandon laboratorium,
(D) Sand filter dan arang aktif

d. Peralatan

Kultur jaringan rumput laut (G. verrucosa) di BBPBAP Jepara dilengkapi

dengan berbagai peralatan untuk menunjang kegiatan. Peralatan tersebut

diantaranya pinset, pisau bedah, cawan petri, gelas ukur, aerator, selang aerasi,

LAF (Laminary Air Flow), ember, mangkok, akuarium, pipet tetes, refraktometer,

pH meter, termometer, seser, baskom, timbangan digital, botol kultur 1 L, lampu

neon, kulkas, rak peralatan, kompor dan panci kukusan.


15

e. Bahan

Kultur jaringan rumput laut (G. verrucosa) di BBBPBAP Jepara dilengkapi

dengan berbagai bahan untuk menunjang kegiatan. Bahan tersebut diantaranya

induk rumput laut, pupuk Provasoli Enriched Seawater (PES), tisu steril, alkohol

70%, air laut steril, air tawar, masker, karet gelang, betadine, plastik bening,

koran, tisu steril, sabun cuci (sunlight), aluminium foil, aquades, kapas, spiritus,

kertas label, eksplan rumput laut.

3.5.2 Prasarana Kultur Jaringan Rumput Laut (G. verrucosa)

a. Wifi

Wifi digunakan untuk membantu kelancaran komunikasi antar pegawai di

laboratorium kultur jaringan rumput laut. Sarana komunikasi wifi dapat dilihat

pada gambar 6.

Gambar 6. Wifi Laboratorium Kultur Jaringan

b. Transportasi

Sarana transportasi yang terdapat pada kultur jaringan rumput laut adalah

adanya kendaraan yang dapat digunakan pegawai untuk bepergian disekitar

balai. Sarana ini tidak dapat digunakan apabila diluar wilayah BBPBAP Jepara.

Sarana transportasi yang terdapat di tambak rumput laut itu berupa satu buah

motor dapat dilihat pada Gambar 7.


16

Gambar 7.Motor

3.5.3 Sarana Pembesaran Rumput Laut (G. verrucosa)

a. Tambak Budidaya

Tambak Budidaya rumput laut di Balai Besar Perikanan Air Payau terdapat

4 petak tambak budidaya, diantaranya ada 1 tambak anggur laut (Caulerpa sp.),

1 tambak rumput laut (G. verrucosa) medote gantung (longline), 1 tambak rumput

laut (G. verrucosa) metode dasar dan 1 tambak rajungan. Tambak budidaya

rumput laut dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Tambak Budidaya Rumput Laut


b. Sumber Air

Sumber air yang digunakan untuk sirkulasi pada tambak rumput laut

diperoleh dari air laut yang disalurkan pada saluran utama. Saluran utama

tersebut ialah sungai besar yang terhubung dengan laut. Setelah air masuk pada

saluran utama, air ditampung pada kolam segita yang terdapat anggur laut

(Caulerpa sp.). Air akan disalurkan melalui pipa-pipa yang dialirkan ke tambak-
17

tambak budidaya secara berurutan. Sumber air pada saluran utama dapat dilihat

pada Gambar 9.

A B

C
Gambar 9. (A) Saluran Utama dari laut, (B) Pipa Saluran Air untuk disalurkan ke
kolam-kolam, (C) Tombol listrik untuk menyalakan pompa

c. Peralatan

Tambak budidaya rumput laut (G. verrucosa) di BBPBAP Jepara dilengkapi

dengan beberapa peralatan yang menunjang kegiatan, diantaranya bak besar

hitam, cool box, timbangan, ember, basket (keranjang), paranet, tali rafia dan

jarum. Peralatan yang digunakan untuk pengukuran kualitas air yaitu

refraktometer, DO meter dan TRI meter.

3.5.4 Prasarana Pembesaran Rumput Laut (G. verrucosa)

a. Rumah Jaga

Tambak budidaya rumput laut (G. verrucosa) di BBPBAP Jepara dilengkapi

dengan rumah jaga yang berfungsi untuk menunjang kegiatan budidaya dan

monitoring. Rumah jaga tersebut digunakan untuk menampung air tawar, tempat

penyimpanan peralatan budidaya, gudang penyimpanan pupuk dan pakan

rajungan. Rumah jaga ini juga berfungsi sebagai tempat istirahat penjaga tambak
18

dan pembuatan laporan. Rumah jaga pada budidaya rumput laut dapat dilihat

pada Gambar 10.

Gambar 10. Rumah Jaga

b. Transportasi dan Jembatan

Transportasi pada tambak budidaya rumput laut ialah kendaraan yang

dapat digunakan olehp egawai untuk berpergian disekitar balai. Sarana

transportasi yang terdapat pada tambak rumput laut ini berupa motor, sedangkan

jembatan bambu digunakan sebagai penghubung dari jalan raya menuju tambak

rumput laut. Motor dan jembatan dapat dilihat pada gambar 11.

A B
Gambar 11.(A) Motor fasilitas rumput laut, (B) Jembatan bambu
19

4. HASIL PKM

4.1 Teknik Kultur JaringanRumput Laut (G. verrucosa)di BBPBAP

Jepara

4.1.1 Persiapan

Hal pertama yang harus dilakukan adalah sterilisasi alat dan bahan. Alat

yang akan disterilisasi seperti pinset, pisau bedah, cawan petri, gelas ukur, botol

kultur1 L yang sebelumnya dicuci bersih kemudian tunggu hingga kering atau

dilap dengan kain bersih, kemudian dibungkuskoran, lalu disterilisasi

menggunakan oven dengan suhu 150°C selama 15 menit. Selang aerator

disterilisasi dengan cara dikukus selama 15 menit.

Bahan meliputi air laut dimasukkan kedalam botol kultur 1000 ml yang

disaring dulu menggunakan filter, lalu disterilisasi dengan autoklaf selama 15

menit dengan tekanan 1 atm dan suhu 121°C. Tisu juga disterilkan dengan

autoklaf selama 15 menit dengan tekanan 1 atm dengan suhu 121°C. Sterilkan

terlebih dulu tangan dengan mencuci dengan sabun, setelah itu semprotkan

tangan dengan alkohol. Masuk laboratorium menggunakan sandal khusus

laboratorium. Proses sterilisasi dapat dilihat pada Gambar 12.

Sterilisasi bahandapat dilakukandengan menggunakan autoklaf (sterilisasi

uap bertekanan), sedangkan gelas-gelas kaca dilakukan sterilisasi menggunakan

oven (udara panas). Penggunaan autoklaf untuk bahan sangat efektif meskipun

pada suhu yang begitu tinggi, karena uap air berkondensasi pada bahan-bahan

yang disterilkan, dilepaskan sebanyak 636 kalori/gram uap air pada suhu 121°C.

Kedua metode sterilisasi ini dapat mendenaturasikan pada organisme hidup

dengan demikian mematikannya (Cahyani, 2009).


20

A B

C
Gambar 12. (A) Proses autoklaf, (B) Proses pengukusan, (C) Proses
pengovenan

4.1.2 Pembuatan Eksplan

Prosedur yang dilakukan dalam pembuatan eksplan, yaitu mengambil

bagian tubuh organisme yang diisolasi untuk dikultur secara in vitro, yaitu

potongan thallusG. verrucosa. Pertama yang dilakukan adalah seleksi induk

yang siap diambil thallusnya. Induk yang digunakan berumur 30-40 hari. Induk

yang bagus memiliki ciri-ciri memiliki percabangan thallus yang banyak, warna

thallus lebih cerah dan tidak terkena penyakit. Induk diambil pada wadah

akuarium dengan seser dan ditaruh pada baskom. Sebelumnya nyalakan terlebih

dahulu LAF (Laminary Air Flow). Kegiatan pembuatan eksplan dilakukan pada

LAF. Pemotongan dengan menggunakan pinset, pisau bedahdengan alas cawan

petri, kemudian diukur panjang dengan penggaris. Potong induk dengan ukuran

5 cm, caranya potong bagian ujung cabang 3 cm kemudian ambil bagian tengah

5 cm, buang percabangan yang tidak berguna, lakukan seperti itu hingga

terdapat berat yang diinginkan. Induk yang masih tersisa untuk eksplan

dikembalikan pada akuarium agar tidak mati. Setelah mendapat berat yang
21

diinginkan sterilisasikan eksplan dengan cara masukkan eksplan kedalam

botol(100 ml) yang diberi air laut 50 ml, tambahkan sabun cuci (sunlight) 2 tetes,

direndam selama 4 menit kemudian bilas dengan air laut steril. Setelah itubuat

larutan betadine dengan perbandingan betadine dan air laut steril (1 ml: 9 ml)

buat secukupnya, rendam eksplan dengan larutan tersebut selama 4 menit.

Penggunaan sabun cuci (sunlight) sebagai desinfektan dan betadine untuk

membunuh bakteri atau jamur, setelah itu eksplan dibilas dengan air laut steril

hingga bersih dan keringkan dengan tisu steril secara perlahan-lahan dengan

bantuan pinset dan cawan petri sebagai alas. Timbang menggunakan timbangan

digital 0,5 gram untuk media A dan 0,5 gram untuk media B. Proses pembuatan

eksplan dapat dilihat pada Gambar 13.

Pengambilan eksplan dari bagian tanaman yang akan dikultur secara in

vitro diawali dengan pencucian G. verrucosa dengan ari laut bersih. Thallus

dipotong seragam dengan ukuran 1 cm menggunakan cutter steril sebanyak 400

eksplan rumput laut (G. verrucosa)dan diletakkan pada baskom berisi air laut

bersih, kemudian dilakukan sterilisasi eksplan secara bertingkat. Pertama

rendam eksplan dengan larutan antibiotik 0,1% selama 3 menit. Selanjutnya

dilakukan pembilasan hingga bersih dari larutan antibiotik. Langkah kedua

rendam eksplan dengan larutan betadine 1% selama 3 menit, selanjutnya dibilas

dengan air laut steril hingga bersih (Satriani, et al, 2017).

Gambar 13. Pembuatan eksplan G. verrucosa


22

4.1.3 Penanaman

Penanaman dilakukan dengan pembuatan media dengan cara ukur

terlebih dahulu salinitas pada air laut, apabila salinitas tidak sesuai dilakukan

pengenceran dengan mengurangi volume air laut dan menambahkannya air

tawar. Air laut pada media A dan B dibuat salinitas 25 ppt. Setelah itu tuang air

laut steril yang sudah diatur salinitasnya ke dalambotol kultur ukuran 1 L

sebanyak 480 ml dan tambahkan pupuk Provasoli Enriched Seawater (PES)

sebanyak 20 ml. Masukkan eksplan yang sudah kering dan bersih pada masing-

masing media A dan B. Tutup botol kultur dengan plastik bening dan diikat

dengan 2 buah karet gelang. Letakkan botol tersebut pada ruang inkubasi yang

disinari dengan lampu neon dengan intensitas cahaya 1500 lux,serta fotoperiodik

12 jam terang 12 jam gelap secara otomatis dan suhu ruangan diatur dengan

penggunaan AC bersuhu sekitar 20-25°C, lubangi botol dengan pisau dan di

pasang termometer dan aerasi. Pemberian pupuk lebih dari 20 ml pertumbuhan

eksplan baik, tetapi pada proses aklimatisasi, bibit tidak tahan terhadap

perubahan lingkungan ekstrim. Pembuatan eksplan dapat dilihat pada Gambar

14.

Wadah eksplan berisi500 ml media kultur dengan salinitas air laut 32-34

ppt dan diberikan pupuk Provasoli Enriched Seawater (PES) dengan konsentrasi

20 ml. Pemberian pupuk PES 20 ml adalah dosis yang optimal untuk

pertumbuhan eksplan. Aerasi diatur kuat untuk meningkatkan difusi nutrisi media

ke jaringan rumput laut. Kultur thallus diinkubasi di rak kultur selama 8 minggu

pada suhu sekitar 25°C dengan intensitas cahaya 1.500 lux. Fotoperiodik 12 jam

terang dan 12 jam gelap. Pergantian media dilakukan setiap minggu dan diamati

kualitas air dan pertambahan berat eksplan (Fadilah dan Pratiwi, 2016).

Menurut Kain, et al. (1998), komposisi yang terdapat pada pupuk

Provasoli Enriched Seawater (PES) untuk 2 liter tersedia pada tabel berikut:
23

Tabel3. Komposisi PupukProvasoli Enriched Seawater (PES)


Komponen Bahan Berat
Disodium DL-b-glycerophosphate
pentahydrate (g/l) 50

NaNO3 (g/l) 35

Fe(NH4)2(SO4)2.6H2O(g/l) 700

Larutan stok Na2-EDTA(g/l) 600

Larutan stok Trace metals (g/l) 150

VitaminB12(g/l) 25

Thiamine (g/l) 500

Biotin (g/l) 50

A B
Gambar 14. (A) Penanaman G. verrucosa, (B) Pemeliharaan di ruang inkubasi

4.1.4 Pemeliharaan

Pemeliharaan yang dilakukan adalah dengan pergantian media seminggu

sekali dan pengukuran suhu dilakukan setiap pagi jam 06.00 dan sore hari jam

18.00. Langkah yang dilakukan untuk mengganti air media adalah melepaskan

selang aerator dari botol kultur yang terdapat eksplan rumput laut, ukur kualitas

airnya terlebih dulu (suhu, salinitas, pH), lalu buang air media dan pindahkan bibit

pada gelas kaca kecil, bersihkan dengan tisu steril secara perlahan dengan

pinset dengan alas cawan petri, apabila ada lumut yang menempel juga

dibersihkan. Setelah itu sterilkan dengan larutan betadine dengan perbandingan

betadine dan air laut (1 ml : 9 ml), rendam secukupnya selama 4 menit,

kemudian bilas dengan air laut steril. Keringkan dengan tisu steril dan timbang
24

kembali eksplan serta diamati morfologinya. Buat media baru dengan cara ukur

terlebih dahulu salinitaspada air laut, apabila salinitas tidak 25 ppt maka

dilakukan pengenceran dengan mengurangi volumeair laut dan

menambahkannya air tawar. Setelah itu tuang air laut steril pada botol kultur

ukuran 1 L sebanyak 480 ml dan tambahkan pupuk Provasoli Enriched Seawater

(PES) sebanyak 20 ml. Masukkan eksplan yang sudah kering dan bersih pada

masing-masing media A dan B. Tutup botol kultur dengan plastik bening dan

diikat dengan 2 buah karet gelang. Diberi label pada masing-masing botol.

Letakkan botol tersebut pada ruang inkubasi, lubangi botol dengan pisau dan di

pasang alat pengukur suhu dan aerator. Pergantian media bibit rumput laut dapat

dilihat pada Gambar 15.

Pemeliharaan eksplan rumput laut G. verrucosa yaitu dengan melakukan

pergantian air media setiap seminggu sekali. Pergantian air media dilakukan di

LAF (Laminary Air Flow). Eksplan dikeluarkan dari air media lama kemudian

dibersihkan, lalu direndam dengan larutan betadine 1% selama 1 menit. Setelah

itu eksplan dibilas menggunakan air laut steril sebanyak 2 kali. Keringkan

eksplan dan masukkan ke media yang sudah diberi pupuk PES. Simpan pada

ruangan dengan suhu ruang sekitar 22-25°C, intensitas cahaya 1500 lux dan

penyinaran terang dan gelap (12 jam:12 jam) (Nurrahmawan dan Jadid, 2017).

Gambar 15. Pergantian media


25

4.1.5 Kualitas Air

Pengukuran kualitas air pada Praktik Kerja Magang (PKM) yang

dilaksanakan di BBPBAP Jepara dilakukan pengontrolan kualitas air selama 21

hari pengamatan.Pengukuran yang dilakukan setiap harinya ialah suhu.

Pengukuruan suhu dilakukan 2 kali setiap harinya pada pagi hari pukul 06.00 dan

sore hari pukul 18.00. Pengukuran kualitas airpHdan salinitas dilakukan setiap

seminggu sekali pada saat pergantian air media. Alat kualitas air dapat dilihat

pada Gambar 16.

Pengukuran kualitas air dilakukan dengan menggunakan alat-alat seperti

refraktometer, pH meter dan termometer. Hasil yang diperoleh untuk masing-

masing parameter pada suhu selama 21 hari suhu media A pada pagi hari

berkisar antara16,3-18°C dan sore hari yaitu 20,3-22,5°C dan suhu media B

pada pagi hari berkisar antara 16,2-18,2°C dan sore hari 21-24,8°C. Salinitas

setiap minggunya media A berkisar29-32 ppt dan media B yaitu 28-31 ppt. pH

pada media A berkisar antara 7,8-8,2 dan media B berkisar 7,7-8,2. Hasil

pengukuran kualitias air selama 21 hari berada pada kisaran cukup baik. Data

kualitas air disajikan pada Lampiran 3.

Parameter kualitas air yang mempengruhi pertumbuhan rumput laut

adalah suhu, pH, salinitas. Suhu air yang cocok untuk menunjang pertumbuhan

rumput laut G. verrucosa adalah 25-30°C. Derajat kemasaman (pH) yang baik

untuk pertumbuhan rumput laut berkisar 6-9. Salinitas yang baik untuk

pertumbuhan rumput laut berkisar 25-35 ppt. Pertumbuhan optimal salinitas G.

verrucosa adalah 25 ppt (Ruslaini, 2016).


26

A B

Gambar 16.(A) pH meter, (B) Refraktometer, (C) Termometer

4.1.6 Aklimatisasi

Proses aklimatisasi di BBPBAP Jepara pada rumput laut (G. verrucosa)

dengan serangkaian tahapan, yaitu rumput laut berada pada ruang inkubasi

dengan media 500ml selama 2,5-3 bulan, setelah itu dipindah dengan

menggunakan air media ukuran 1000 ml selama 1,5-2 bulan. Pindahkan diluar

ruang inkubasi pada toples dan air media tidak diberi pupuk, namun tetap

diberikan aerasi 24 jam selama 2-3 bulan, dilakukan pergantian air media

seminggu sekali. Setelah itu (G. verrucosa) diaklimatisasi di bak fiber 25-30 hari.

Contoh G. verrucosa yang diaklimatisasi di luar ruang inkubasi dapat dilihat pada

Gambar 17.

Aklimatisasi merupakan proses yang penting, dimana rumput laut hasil

kultur jaringan secara perlahan menyesuaikan dengan perubahan lingkungan

seperti suhu, kelembaban, fotoperiode dan pH. Aklimatisasi bibit dilaboratorium

umur 3 bulan dengan panjang 3-5 cm. Bibit rumput laut diletakkan pada rumah

kaca dengan wadah toples plastik yang diberi aerasi selama 24 jam, salinitas
27

pada media sekitar 25-32 ppt. Aklimatisasi di rumah kaca yaitu 1 bulan,

kemudian diaklimatisasi pada bak beton atau fiber yang diberi aerasi selama 2

bulan dan bibit siap untuk ditebar pada tambak atau laut (Bujang,2013).

Gambar 17. Aklimatisasi di luar ruangan inkubasi

4.1.7 Analisa Pertumbuhan Eksplan G. verrucosa

0.52
Rata-rata Pertumbuhan Eks-

G. verrucosa Perminggu

0.51
0.5
(gram)

0.49 Media
plan

A dan
0.48 B (25
ppt)
0.47
0.46
1 2 3
Waktu Kultur (Minggu)
Gambar 18. Rata-rata Pertumbuhan eksplan G. verrucosa

Berdasarkan grafik diatas, dapat dilihat besarnya pertumbuhan eksplan

rumput laut G. verrucosa pada ruang inkubasi selama 3 minggu dan 3 kali

pergantian air media. Masing-masing eksplan yang ditanam memiliki berat awal

0,5 gram. Pertambahan berat hanya 0,01-0,02 gram, rata-rata pertumbuhan

media A (25 ppt) dan B (25 ppt) minggu pertama sebesar 0,48 gram, minggu

kedua sebesar 0,50 gram dan minggu ketiga sebesar 0,51 gram.
28

Perolehan hasil tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor

diantaranya saat melakukan penimbangan pada awal pembuatan ekpslan yang

ditimbang kurang kering sehingga berat yang didapat saat penimbangan minggu

selanjutnya malah berkurang atau tetap. Nutrisi pada media eksplan harus

tercukupi agar pertumbuhan dan perkembangan menjadi optimal. Faktor lainnya

juga dapat dipengaruhi oleh pergantian air yang tidak sesuai jadwal sehingga air

menjadi keruh dan eksplan terserang lumut yang akan mudah menjadi patah dan

keropos.

Pertumbuhan eksplan dengan penanaman awal sebesar 0,5 mg/L

menunjukkan rata-rata mengalami peningkatan sebesar 0,42%/hari dengan

pengamatan di dalam rak kultur selama 4 minggu. Temperatur ruangan sekitar

22-25ºC dan intensitas cahaya 1500 lux. Pertumbuhan ini dipengaruhi oleh

beberapa faktor seperti kondisi salinitas, pH dan suhu pada pemeliharaan.

Kemampuan penyerapan nutrisi pada eksplan juga dapat mempengaruhi

pertumbuhannya (Nurrahmawan dan Jadid, 2017).

4.2 Pembesaran Rumput Laut (G. verrucosa) di Tambak

4.2.1 Pemilihan Lokasi Budidaya

Pemilihan lokasi atau tambak budidaya yang diterapkan di BBPBAP

Jepara untuk budidaya rumput laut terdapat beberapa aspek yang perlu

diperhatikan, yaitu dekat dengan sumber air laut dan air tawar, area tambak yang

landai, gelombang dan arus dalam tambak tidak terlalu besar, lokasi budidaya

bebas dari limbah pencemaran, suhu air berkisar 20-28°C, pH berkisar 6-9.

Mendapatkan izin dari pemerintah dan dekat dengan pemukiman penduduk serta

jalan raya.

Pemilihan lokasi budidaya rumput laut terdapat beberapa persyaratan

yang harus diperhatikan. Hal tersebut diantaranya perairan yang cukup tenang,
29

terlindung dari pengaruh angin dan ombak. Kedalaman kolam kurang lebih 60

cm dan tidak boleh melebihi 210 cm. Tipe dasar perairan bersubrat (sedikit

berlumpur atau berpasir). Faktor lain yang harus diperhatikan adalah kualitas air,

akses tenaga kerja dan perizinan (Priono, 2013).

4.2.2 Persiapan Tambak Budidaya

Persiapan tambak yang dilakukan pada tambak intensif budidaya rumput

laut metode gantung (longline) yaitu tambak dikeringkan terlebih dahulu,

kemudian pengisian air sekitar 60 cm. Selanjutnya diberi saponin untuk

membasmi hama liar dengan dosis 10 ppm. Diberi pupuk organik (kotoran

hewan) 1000 kg/ha dan non organik (NPK) 100 kg/ha. Lakukan pengecekan

kualitas air sudah memenuhi syarat atau belum. Persiapan teknik penanaman

metode gantung (longline).

Persiapan tambak yaitu dimulai dari pengeringan tambak terlebih dahulu

dan diangkat lumpur atau bahan organik yang tersisa pada tambak. Pengeringan

dilakukan 3-5 hari. Masukkan air ke dalam tambak melalui saringan yang

dipasang pada pintu pemasukan air. Kedalaman air tambak yang optimal untuk

budidaya Gracilaria adalah 50 cm. Apabila masih terdapat hama pada tambak,

maka gunakan saponin dengan dosis 20 ppm (WWF-Indonesia, 2014).

4.2.3 Teknik Budidaya Rumput Laut Metode Gantung (Longline)

Metode budiaya rumput laut G. verrucosa lainnya adalah metode gantung

atau longline. Metode ini biasanya digunakan pada laut lepas, namun juga bisa

dilakukan pada tambak intensif. Budidaya G. verrucosa di BBPBAP Jepara

menggunakan basket (keranjang) yang kemudian digantungkan. Komponen dari

metode budidaya gantung ini terdiri dari bambu, tali ris, pelampung (botol aqua),

tali rafia,keranjang. Pada kegiatanPKM di BBPBAP Jepara dilakukan

penamaman dengan metode gantung dengan menggunakan keranjang yang

setiap minggunya dilakukan penimbangan berat rumput laut untuk mengetahui


30

laju pertumbuhan setiap minggunya. Penanaman G. verrucosa dengan metode

gantung dapat dilihat pada Gambar 19.

Metode penanaman gantung ini menggunakan talis ris dengan panjang

kurang lebih 40 meter dengan jarak antar keranjang 20-30 cm. Jumlah garis yang

digunakan 3 garis. Jumlah rumput laut yang ditanam pada setiap garisnya sama.

Jumlah keranjang pada garis 1, 2 dan 3 masing-masing sebanyak 50 buah.

Metode yang digunakan untuk budidaya rumput laut Gracilaria yaitu

dengan metode rawai (longline). Metode ini dapat menghasilkan kualitas rumput

laut menjadi lebih baik dari segi kandungan agar. Alat yang digunakan pada

metode longlineyaitu tali tambang berjenis PE dengan panjang 200 m yang

digunakan sebagai tali ris. Tali rafia yang berguna untuk pengait atau pengikat

rumput laut Gracilaria dengan tali ris. Bambu berjumlah 4 buah yang digunakan

untuk tiang pancang (Trawanda, et al., 2014).

Gambar 19. Budidaya G. verrucosa dengan metode gantung (longline)

4.2.4 Pemilihan Bibit

Pemilihan bibit pada kegiatan budidaya rumput laut di Balai Besar

Perikanan Budidaya Air Payau Jepara yaitu bibit dperoleh dari hasil kultur

jaringan atau perbanyakan sel dan membeli bibit dari petani tambak di daerah

Jepara, dalam pemilihan bibit rumput laut terdapat beberapa hal yang perlu

diperhatikan yaitu dari segi umur bibit berusia sekitar 25-30 hari, bebas hama

dan penyakit, tidak cacat, ujung thallus berwarna cerah dan memiliki thallus yang
31

besar, thallus memiliki banyak cabang dan pangkalnya relatif lebih besar dari

cabangnya.

Bibit rumput laut yang digunakan ialah bibit yang berkualitas dan

memenuhi kriteria bibit unggul. Kriteria yang diinginkan adalah bibit memiliki

tingkat adaptasi yang tinggi, umur bibit berkisar 20-30 hari. Batang atau Thallus

berbentuk silindris, tidak berbau amis, bersih, segar dan tidak pucat.

Thallusmemiliki cabang banyak. Memilih bibit dengan thallus memanjang

berkisar 15-30 cm (Pong-Masak, et al., 2011).

4.2.5 Penanaman Bibit

Penanaman bibit rumput laut di BBPBAP Jepara pada metode gantung

(longline) dilakukan pada pagi atau sore hari menjelang malam sekitar pukul

06.00-0.700 pagi dan 17.00-18.00 pada saat intensitas cahaya rendah, hal ini

dilakukan agar bibit rumput laut tidak stres karena paparan sinar matahari.

Metode gantung dilakukan dengan budidaya rumput laut G. verrucosa

menggunakan keranjang yang diikat secara langsung dengan tali rafia dan

digantung pada tali ris. Cara pengikatan rumput laut dapat dilihat pada Gambar

20.

Metode tali gantung atau longline ini dilakukan dengan mengikat bibit-bibit

rumput laut dalam posisi vertikal (tegak lurus) pada tali-tali yang disusun berjajar.

Bibit rumput laut yang siap ditanam dimasukkan ke dalam keranjang, kemudian

digantung pada tali yang panjang yang sudah disiapkan. Tambak harus

dipersiapkan terlebih dahulu seperti tambak harus dilengkapi dengan saluran

pemasukan dan pengeluaran air. Tinggi air tidak boleh melebihi 70 cm karena

dapat mempengaruhi intensitas matahari. Penanaman bibit sebaiknya dilakukan

pada pagi atau sore hari agar bibit tidak stress (Kresnarini, 2011).
32

Gambar 20. Penanaman G. verrucosa dengan metode gantung (longline)

4.2.6 Kualitas Air

Pengukuran kualitas air pada kegiatan PKM di BBPBAP Jepara dilakukan

selama 22 hari. Pengukuran kualitas air dilakukan 2 kali setiap harinya pada pagi

hari pukul 08.00dan sore hari pukul 16.00. Pengukuran kualitas air dilakukan

dengan menggunakan alat-alat seperti DO meter, refraktometer, TRI meter. Hasil

yang diperoleh pada masing-masing parameter ialah untuk salinitas pagi hari

berkisar 33-38 ppt dan sore hari berkisar 33-37 ppt. Suhu pada pagi hari berkisar

25,3-28,6°C dan sore hari berkisar 28,6-32,4°C. DO pada pagi hari berkisar

antara 4,7-6,3 ppm dan sore hari berkisar 4,1-6,2 ppm. pH pada pagi hari

berkisar antara 8,15-8,62 dan sore hari berkisar antara 8,14-9,53 (Lampiran 3).

G. verrucosa tahan terhadap perubahan kualitas air yang ekstrim, namun apabila

kualitas air tidak dalam kondisi optimal, pertumbuhan berat G. verrucosa tidak

berkembang (tetap). Kegiatan pengukuran kualitas air dapat dilihat pada Gambar

21.

Pengukuran parameter kualitas air dilakukan untuk menjaga kualitas air

tambak budidaya rumput laut. Kisaran suhu yang baik untuk pertumbuhan G.

verrucosa yaitu berkisar 25-30°C. Peningkatan suhu dapat terjadi pada siang hari

dan menurun pada pagi hari. Salinitas optimal untuk pertumbuhan rumput laut

15-30 ppt. kisaran pH untuk pertumbuhan G. verrucosa yaitu 6-9.Kandungan

oksigen terlarut untukmenunjang usaha budidaya rumput laut adalah 3–8 ppm.
33

Media tumbuh G. verrucosa yang tidak terdapat pada kisaran tersebut maka

pertumbuhan G. verrucosa menjadi terhambat (Azizah, et al., 2018).

A B

C
Gambar 21. (A) Pengukuran DO dan suhu, (B) Pengukuran pH, (C) Pengukuran
salinitas

4.2.7 Pemeliharaan

Pemeliharaan rumput laut metode gantung yaitu dilakukan dengan cara

membersihkan rumput laut dari kotoran atau hama yang berasal dari perairan.

Pembersihan atau pencucian rumput laut dilakukan setiap 2 kali dalam

seminggu, yaitu pada hari senin dan jum’at. Cara pencuciannya yaitu dengan

cara masuk ke dalam tambak dan kemudian keranjang yang berisi rumput laut G.

verrucosa dicuci satu persatu denganmenggoyang-goyangkan keranjang dan

menceburkannya kembali ke dalam perairan, bersihkan dari kekerangan yang

menempel pada rumput laut, pemeliharaan lakukan secara perlahan agar rumput

laut tidak ada yang terjatuh. Kegiatan perawatan rumput laut G. verrucosa dapat

dilihat pada Gambar 22.

Pengawasan yang dilakukan pada budidaya rumput laut yaitu dengan

melakukan monitoring pada suhu dan salinitas air tambak. Penggantian air
34

tambak yang dilakukan 2 kali setiap minggunya bertujuan untuk sirkulasi air atau

pergantian air tambak. Pemberian pupuk dilakukan apabila pertumbuhan rumput

laut kurang baik, pemupukan dilakukan menggunakan pupuk NPK. Pupuk NPK

dipilih karena mudah ditemukan dipasaran dan bermanfaat untuk pertumbuhan

rumput laut. Dosis pemberian pupuk NPK untuk tambak Rumput Laut (G.

verrucosa)50x40x2 m3 sebanyak 2 kg dan ditambah dengan molase secukupnya.

Perawatan rumput laut yang ditanam selama pemeliharaan berupa

penjarangan dan pemerataan. Gumpalan besar rumput laut pada setiap titik

diambil dan digerak-gerakkan dengan tangan agar lumpur atau hama yang

menempel lainnya terlepas. Kegiatan ini dilakukan setiap dua minggu sekali.

Pemupukan dilakukan tiga minggu setelah penanaman. Pupuk yang diberikan

berupa pupuk NPK dengan dosis 10 kg/ha.Pergantian air tambak dilakukan

sesuai dengan pasang surut air laut yaitu umumnya pasang terjadi pada pagi

hari pukul 07.00 WIB dan surut pada sore hari pukul 14.00 WIB. Persentase

pergantian air tambak sebesar 75-80% (Soelistyowati, et al., 2014).

Pupuk NPK merupakan pupuk yang dapat memacu pertumbuhan dan

meningkatkan daya tahan tumbuhan terhadap serangan penyakit (Setiaji, et al.,

2012). Manfaat dari unsur NPK (nitrogren, phosphor dan kalium) terdapat pada

tabel 5.

Tabel4. Manfaat Pupuk NPK


Unsur NPK Manfaat
Nitrogen Unsur makro yang bermanfaat untuk merangsang
pertumbuhan suatu tumbuhan.
Phosphor Fosfor merupakan nutrien yang terpenting dan faktor
utama yang menentukan kesuburan perairan.
Kalium Unsur hara makro yang dibutuhkan dalam jumlah
banyak oleh untuk mempercepat pertumbuhan.
35

A B
Gambar 22. (A) Perawatan G. verrucosa, (B) Pemupukan

4.2.8 Pengendalian Hama dan Penyakit

Hama yang terdapat pada budidaya rumput laut G. verrucosa yaitu

kekerangan, ikan liar dan biawak. Kekerangan biasanya menempel pada thallus

rumput laut dan tidak mengganggu pertumbuhannya apabila jumlahnya sedikit.

Kekerangan apabila dalam jumlah yang banyak menempel pada thallus, maka

akan mengganggu kebutuhan sinar matahari, karena kekerangan dapat

menutupi bagian-bagian thallus, sehingga pertumbuhan dan proses fotosintesis

terganggu. Ikan liar seperti ikan baronang dapat mengganggu pertumbuhan

rumput laut karena ikan tersebut dapat memakan rumput laut yang ada di

tambak. Biawak sendiri adalah hewan liar yang tidak mempengaruhi

pertumbuhan rumput laut, namun dapat mengganggu kegiatan perawatan

rumput laut karena dapat melukai para teknisi tambak. Penyakit yang biasa

menyerang rumput laut yaitu ice-ice yang ditandai dengan perubahan warna

rumput laut yang menjadi putih, namun di BBPBAP Jepara G. verrucosa jarang

terkena penyakit ice-ice karena G. verrucosa tahan terhadap cuaca yang

ekstrim.Pengendalian yang dilakukan apabila terserang hama yaitu dengan

menambahkan saponin 10 ppm pada tambak. Saponin 10 ppm karena dapat

mengatasi hama secara optimal. Hama yang menyerang rumput laut dapat

dilihat pada Gambar 23.


36

Serangan hama yang sering ditemukan pada budidaya rumput laut G.

verrucosa yaitu ikan baronang, penyu hijau, bulu babi dan bintang laut yang akan

menyebabkan luka pada thallus. Luka akan menyebabkan bagian terinfeksi

bakteri dan thallus akan menjadi putih dan rapuh atau mudah patah. Penyakit

ice-ice disebabkan oleh kondisi lingkungan yang mendadak seperti perubahan

salinitas, suhu air dan intensitas cahaya. Ciri-ciri rumput lautyang terkena ice-ice

yaitu timbul bintik/bercak-bercak merah pada bagian thallus yang selanjutnya

akan menjadi kuning pucat dan berangsur-angsur menjadi putih. Pemberantasan

hama dan penyakit pada rumput laut Gracilariasp. dilakukan dengan mengganti

air tambak seminggu dua kalidiberikan saponin 10 ppm untuk hama yang

menyerang rumput laut (Arisandi dan Farid, 2014).

A B
Gambar 23. (A) Biawak, (B) Kekerangan

4.2.9 Analisa Pertumbuhan G. verrucosa di Tambak

170
Rata-rata Pertumbuhan G. verru-

165
160
cosa perminggu (gram)

155
150 Keranjang
1-5
145
140
135
130
125
1 2 3

Waktu Pemeliharaan (Minggu)


Gambar 24. Rata-rata Pertumbuhan Rumput Laut (G. verrucosa)
37

Berdasarkan grafik tersebut, pemeliharaan yang dilakukan selama 3

minggu dengan padat tebar awal masing-masing keranjang 1-5 sebesar 100

gram. Kedalaman kolam sekitar 60 cm dan jarak antar keranjang sekitar 20-30

cm. Hasil rata-rata setiap minggu penimbangan berat yaitu pada minggu pertama

berat G. verrucosa pada keranjang 1-5 rata-rata sebesar 140 gram. Minggu

kedua mendapat hasil rata-rata sebesar 161 gram. Minggu ketiga penimbangan

berat sebesar 165 gram. Hasil tersebut dipengaruhi oleh kedalaman kolam yang

dapat mempengaruhi jumlah cahaya untuk fotosintesis yang dapat memacu

pertumbuhan sel.

Jumlah dan mutu cahaya sangat berpengaruh dalam proses fotosintesis

karena dapat memacu aktivitas pembelahan sel sehingga terjadi pelebaran dan

perpanjangan dimana pada akhirnya rumput laut cenderung tumbuh dengan

baik. Jarak tanam pada tali pada umumnya berkisar antara 20-25 cm. Apabila

jarak tanam terlalu pendek maka akan terdapat banyak ikatan rumput laut

sehingga kesempatan setiap cabang rumput laut untuk memperoleh unsur hara

sebagai sumber makanan yang dibutuhkan sedikit dan hal ini akan

memperlambat pertumbuhan.Awal tebar G. verrucosa sebesar 100 gram dengan

pemeliharaan selama 50 hari mendapatkan hasil akhir berat rumput laut sebesar

500 gram (Widiastuti, 2011).

a. Laju Pertumbuhan Relatif (RGR)

Laju pertumbuhan relatif (RGR) merupakan pertumbuhan total selama

masa pemeliharaan. Besarnya laju pertumbuhan relatif rumput laut G. verrucosa

selama 3 minggu pengamatan dengan kedalaman tambak 60 cm. Masing-

masing rumput laut ditanam memiliki berat awal 100 gram dengan metode

gantung (longline). Hasil tertinggi terdapat pada keranjang 2 sebesar 80%,

sedangkan laju pertumbuhan terendah terdapat pada keranjang 3 sebesar 50%.

Pertumbuhan rumput laut dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti adanya


38

lumpur dan kotoran yang menempel pada rumput laut, terdapat thallus yang

patah pada saat pencucian rumput laut dan adanya kekerangan yang menempel

pada rumput laut.Perolehan cahaya matahari yang berbeda pada setiap

keranjang juga dapat mempengaruhi pertumbuhan rumput laut. Kualitas air yang

kurang baik juga dapat memperhambat pertumbuhan rumput laut. Perhitungan

RGR rumput laut disajikan pada Lampiran 4.

Pertumbuhan rumput laut memerlukan cahaya matahari untuk melakukan

fotosintesis, karena itu rumput laut hanya dapat hidup dengan kedalaman

perairan tertentu dengan cahaya matahari mencapai dasar perairan. Besar

kecilnya pertumbuhan dikarenakan penggunaan sistem budidaya dan

penyerapan sinar matahari untuk proses fotosintesis. Pertumbuhan pada

kedalaman 60 cm selama 45 hari dengan padat tebar 100 gram, hasil akhir

mencapai 257 gram dengan RGR 157% (Widowati, et al., 2015).

b. Laju Pertumbuhan Spesifik (SGR)

Laju pertumbuhan spesifik (SGR) merupakan pertumbuhan rumput laut

setiap harinya. Persentase laju pertumbuhan spesifik rumput laut G. verrucosa

selama 3 minggu pengamatan dengan kedalaman kolam 60 cm. Masing-masing

rumput laut ditanam memiliki berat awal 100 gram dengan metode gantung

(longline). Persentase SGR pada setiap keranjang memiliki hasil yang sama,

yaitu pada keranjang 1, 2, 4 dan 5 sebesar 2%/hari, sedangkan pada keranjang3

sebesar 1%/hari.Perolehan hasil pada setiap keranjangnya dipengaruhi oleh

penyerapan sinar matahari yang diperoleh pada setiap keranjangnya berbeda,

serta hama yang menempel pada rumput laut dapat mengganggu penyerapan

sinar matahari, hal ini dapat mempengaruhi proses fotosintesis. Perhitungan

SGR disajikan pada Lampiran 4.

Pertumbuhan rumput laut dikatakan baik apabila memiliki laju

pertumbuhanlebih dari 2%. Bobot bibit awal tebar 100 grampada hari ke-21
39

didapatkan SGR sebesar 4,56%, seiring dengan pertambahan usia pemeliharaan

rumput laut menyebabkan terjadinya persaingan dalam penyerapan unsur hara

sinar matahari dalam proses fotosintesis, sehingga laju pertumbuhan rumput laut

dapat menurun atau tetap (tidak berkembang) (Sabarno, et al., 2018).

4.2.10 Pemanenan

Pemanenan rumput laut pada metode gantung dilakukan setelah

mencapai 30-40 bulan. Pemanenan dilakukan dengan cara mengumpulkan

rumput laut kemudian dikumpulkan di bak besar. Setelah terisi penuh maka bak

besar diangkat ke daratan, kemudian rumput laut ditimbang dan dipindahkan

dedalam karung. Hasil panen rumput laut (G. verrucosa) akan diberikan kepada

petani budidaya sesuai dengan target yang telah ditentukan oleh Kementerian

Kelautan dan Perikanan. Pemanenan dapat dilihat pada Gambar 25.

Panen rumput laut G. verrucosa pertama kali dilakukan setelah umur 1-

1,5 bulan. Satu sampai dua bulan berikutnya rumput laut (G. verucosa) dapat

dipanen lagi. Ciri rumput laut G. verrucosa siap panen adalah jika dipegang

rumput laut tersebut kembali dengan cepat dan terasa kenyal, artinya kandungan

jelly sudah banyak. Cara pemanenan secara sederhana yaitu mengambil rumput

laut di dalam tambak kemudian dicuci agar lumpurnya hilang selanjutnya

dimasukkan ke dalam karung plastik (Ningsih, et al., 2016).

A B
Gambar 255. (A) Pemanenan rumput laut, (B) Hasil panen
40

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Pelaksanaan Kegiatan Praktik Kerja Magang didapatkan kesimpulan

sebagai berikut:

 Kultur jaringan Rumput Laut G. verrucosa yaitu teknik perbanyakan dengan

cara pemotongan thallus untuk dikultur secara in vitro.

 Rata-rata pertumbuhan eksplan minggu pertama pada media A dan B (25 ppt)

sebesar 0,48 gram, minggu kedua 0,50 gram dan minggu ketiga sebesar 0,51

gram.

 Teknik budidaya Rumput Laut G.verrucosa pada BBPBAP Jepara

menggunakan metode gantung (longline).

 Rata-rata pertumbuhan G. verrucosa di tambak dari keranjang 1-5 minggu

pertama sebesar 140 gram, minggu kedua 161 gram dan minggu ketiga

sebesar 165 gram. RGR tertinggi adalah 80% dan SGR tertinggi adalah 2%.

 Pemanenan rumput laut dilakukan setalah mencapai umur 30-40 hari.

5.2 Saran

Saran yang diberikan pada Praktik Kerja Magang ini adalah perlu

diperhatikan lagi mengenai pemeliharaan eksplan rumput laut setiap minggunya

seperti pergantian air media secara rutin agar pertumbuhan tidak terganggu dan

pada tambak lebih diperhatikan lagi saat pencucian rumput laut, agar tidak patah

yang dapat mengurangi berat rumput laut.


41

DAFTAR PUSTAKA

Arisandi, A. dan A. Farid. 2014. Dampak faktor ekologis terhadap sebaran


penyakit ice-ice. Jurnal Kelautan. 7 (1): 20-25.

Asni, A. 2015. Analisis produksi Rumput Laut (Kappaphycus alverezii)


berdasarkan musim dan jarak lokasi budidaya di perairan Kabupaten
Bantaeng. Jurnal Akuatika. 6 (2): 140-153.

Azizah. M. N., A. Rahman dan A. M. Balubi. 2018. Pengaruh jarak tanam bibit
yang berbeda terhadap kandungan agar Rumput Laut (Gracilaria
verrucosa) menggunakan metode Longline (keranjang)di tambak. Media
Akuatika. 3 (1): 556-563.

Batubara, H. 2013. Penentuan harga pokok produksi berdasarkan metode full


costing padapembuatan etalase kaca dan alumunium di UD. Istana
Alumunium Manado. Junal EMBA. 1 (3): 217-224.

Bujang, A. 2013. Aklimatisasi dan Uji Lapang Budidaya Rumput Luat


(Kappaphycus alvarezii Doty) Hasil Perbanyakan Bibit Secara In Vitro di
Perairan Laut. Skripsi. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.

Cahyani, V. R. 2009. Pengaruh beberapa metode sterilisasi tanah terhadap


status hara, populasi mikrobiota, potensi infeksi mikorisa dan
pertumbuhan tanaman. Jurnal Ilmiah Ilmu Tanah dan AgroklimatologiI. 6
(1): 43-52.

Damsar dan Indrayani. 2016. Pengantar Sosiologi Perdesaan. PT Kharisma


Putra Utama. Jakarta. 262 hlm.

Direktorat Jendral. 2013. Rumput Laut Indonesia. Warta Ekspor. Jakarta. 16 hlm.

Djaelani, A. R. 2013. Teknik pengumpulan data dalam penelitian kualitatif.


Majalah Ilmiah Pawiyatan. 99 (1): 82-92.

Fadilah. S. dan D. A. Pratiwi. 2016. Propagasi bibit Rumput Laut Gracilariagigas


pada tahap kultur jaringan, aklimatisasi, dan pembesaran. Media
Akuakultur. 11 (2): 65-75.

Gumilang, G. S. 2016. Metode penelitian kualitatif dalam bidang bimbingan dan


konseling. Jurnal Fokus Konseling. 2 (2): 144-159.

Kain. J. M., M. T. Brown and M. Lahaye. 1998. Sixteenth International Seaweed


Symposium. Bussines Media. Philippines. 150 p.

Kresnarini, H. I. 2011. Rumput Laut dan Produk Turunannya. Warta Ekspor.


Jakarta. 19 hlm.

Mulyaningrum, S. R. H. dan R. Daud. 2014. Pengembangan bibit Rumput Laut


Gracilaria sp. hasil kultur jaringan. Media Akuakultur. 9 (1): 13-18.
42

Ningsih, R. W., P. Utami dan Dumasari. 2016. Potret kewirausahaan petani


pembudidaya rumput laut di Desa Randusanga Kulon Kecamatan Brebes
Kabupaten Brebes. Agritech. 18 (1): 16-24.

Nurrahmawan, M. E. dan N. Jadid. 2017. Laju pertumbuhan eksplan Rumput


Laut (Gracilaria verrucosa (Hudson) Papenfuss) secara in vitro. Jurnal
Sains dan Seni ITS. 6 (2): 2337-3520.

Pong-Masak, P. R. B. Priono dan I. Insan. 2011. Seleksi klon bibit Rumput Laut,
Gracilaria verrucosa. Media Akuakultur. 6 (1): 1-12.

Priono B. 2013. Budidaya rumput laut dalam upaya peningkatan industrialisasi


perikanan. Media Akuakultur. 8 (1): 1-8.

Ruslaini. 2016. Kajian kualitas air terhadap pertumbuhan rumput laut (Gracilaria
verrucosa) di tambak dengan metode vertikultur. Octopus. 5 (2): 522-527.

2017. Kajian kualitas air terhadap pertumbuhan Rumput Laut (Gracilaria


verrucosa) di tambak dengan metode vertikultur. Octopus. 6 (1): 578-584.

Sabarno, A., R. S. Patadjai, A. Rahman dan A. Kurnia. 2018. Pengaruh bobot


bibit yang berbeda terhadap pertumbuhan dan produksi Rumput Laut
Gracilariaverrucosa menggunakan etode longbasket (keranjang) di
tambak. Media Akuatika. 3 (2): 607-616.

Satriani, G. I., A. Maidie. S. Handayani dan E. Suryati. 2017. Kultur jaringan


Rumput Laut (Gracilaria verrucosa) di media berbeda terhadap
pertumbuhan thallus. Jurnal Harpodon Borneo. 10 (1): 37-45.

Setiaji, K., G. W. Santosa dan Sunaryo. 2012. Pengaruh penambahan NPK dan
UREA pada media air pemeliharaan terhadap pertumbuhan rumput laut.
Journal of Marine Research. 1 (2) : 45-50.

Siyoto, S. dan M. A. Sodik. 2015. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian. Uterasi


Media Publishing. Yogyakarta. 132 hlm.

Soelistyowati, D. T., I. A. A. D. Murni dan Wiyoto. 2014. Morfologi Gracilaria spp.


yang dibudidaya di tambak Desa Pantai Sederhana, Muara Gembong.
Jurnal Akuakultur Indonesia. 13 (1): 94-104.

Sugiyatno., M. Izzati dan E. Prihastanti. 2013. Manajemen budidaya dan


pengelolaan pasca panen Gracilaria verrucosa (Hudson) Papenfus. study
kasus: Tambak Desa Mororejo, Kecamatan Kaliwungu, Kabupaten
Kendal. Buletin Anatomi dan Fisiologi. 21 (2): 42-50.

Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Alfabeta, CV.
Bandung. 334 hlm.

Suparmi dan A. Sahri. 2009. Mengenal potensi rumput laut:kajian


pemanfaatansumber daya rumput laut dari aspek industri dan kesehatan.
Sultan Agung. 44 (118): 95-116.
43

Susilowati, T., S. Rejeki, E. N. Dewi dan Zulfitriani. 2012. Pengaruh kedalaman


terhadap pertumbuhan Rumput Laut (Eucheuma cottoni) yang
dibudidayakan dengan metode longline (keranjang)di Pantai Mlonggo,
Kabupaten Jepara. Jurnal Saintek Perikanan. 8 (1): 7-12.

Syamsudin, A. 2014. Pengembangan instrumen evaluasi non tes (informal) untuk


menjaring data kualitatif perkembangan anak usia dini. Jurnal Pendidikan
Anak. 3 (1): 403-413.

Trawanda, S. A, S. Rejeki dan R. W. Ariyati. 2014. Kuantitas dan kualitas


Rumput Laut Gracilaria sp. bibit hasil seleksi dan kultru jaringan dengan
budidaya metode longline (keranjang) di tambak. Journal of Aquaculture
Management and Technology. 3 (2): 150-158.

Widiastuti, I. M. 2011. Produksi Gracilaria verrucosa yang dibudidayakan di


tambak dengan berat bibit dan jarak tanam yang berbeda. J. Agrisains. 12
(1): 57-62.

Widowati, L. L., S. Rejeki, T. Yuniarti dan R. W. Ariyati. 2015. Efisiensi produksi


Rumput Laut E. cotonii dengan metode budidaya long basket (keranjang)
vertikal sebagai alternatif pemanfaatan kolom air. Jurnal Saintek
Perikanan. 11 (1): 47-56.

WWF-Indonesia. 2014. Budidaya Rumput Laut (Gracilaria sp.) di Tambak. WWF-


Indonesia. Jakarta Selatan. 32 hlm.
44

LAMPIRAN

Lampiran 1. Peta Lokasi PKM

Lokasi BBPBAP Jepara Jawa Tengah

Sumber : Bappeda.jatengprov.go.id
45

Lampiran 2. Denah Kawasan BBPBAP Jepara

Keterangan Denah Kawasan BBPBAP Jepara:

1. Pintu Gerbang dan Satpam

2. Kantor Utama

3. Gedung Pertemuan “Ali Purnomo”

4. Laboratorium Kesehatan Ikan dan Lingkungan

5. Laboratorium Fisika Kimia

6. Laboratorium Nutrisi dan Pakan Buatan

7. Laboratorium Pakan Hidup

8. Kegiatan Induk Udang Vannamei

9. Pos Pelayanan Publik

10. Perpustakaan

11. Hatchery NSBC Udang Windu

12. Asrama
46

13. Tambak I, J, O (Pembesaran Udang)

14. Tambak NSBC Udang Windu

15. Tambak K3 (Pembesaran Ikan Nila)

16. Tambak H, K2 (Pembesaran Udang)

17. Tambak A (Pembesaran Udang)

18. Tambak F, G (Pembesaran Udang)

19. Tambak B (Bandeng dan Rumput Laut)

20. Kegiatan Udang Galah

21. Kegiatan Rajungan

22. Pembenihan Nila Salin

23. Bak Induk Bandeng

24. Pembenihan Bandeng


47

Lampiran 3. Data Kualitas Air

a. Kualitas Air Harian Kultur Jaringan G. verrucosa


Tanggal Waktu Suhu (°C)
5 cm A (25 ppt) 5 cm B (25 ppt)
27/6/201 06.00 17,2 16,7
8 18.00 21,6 21,5
28/6/201 06.00 16,9 16,6
8 18.00 21,4 21,0
29/6/201 06.00 17,2 16,2
8 18.00 21,6 22,3
30/6/201 06.00 17,2 17,3
8 18.00 21,7 22,5
1/7/2018 06.00 17,4 17,4
18.00 21,1 22,1
2/7/2018 06.00 16,8 17,1
18.00 21,3 22,0
3/7/2018 06.00 17,0 16,9
18.00 21,6 22,4
4/7/2018 06.00 16,9 17,4
18.00 21,9 23,2
5/7/2018 06.00 16,6 17,3
18.00 20,7 22,3
6/7/2018 06.00 17,2 17,2
18.00 21,3 21,8
7/7/2018 06.00 16,8 17,3
18.00 21,6 22,8
8/7/2018 06.00 17,5 17,5
18.00 22,5 22,9
9/7/2018 06.00 17,3 18,0
18.00 21,4 23,2
10/7/201 06.00 17,4 18,1
8 18.00 21,5 22,7
11/7/201 06.00 16,3 17,8
8 18.00 21,4 23,2
12/7/201 06.00 16,5 17,8
8 18.00 22,1 24,8
13/7/201 06.00 16,7 18,0
8 18.00 21,8 24,5
14/7/201 06.00 17,5 18,2
8 18.00 22,0 22,6
15/7/201 06.00 17,6 17,9
8 18.00 21,8 21,8
16/7/201 06.00 18.0 18,1
8 18.00 20,7 21,7
17/7/201 06.00 17,6 18,0
8 18.00 20.3 21.3
48

b. Kualitas Air Mingguan Kultur Jaringan G. verrucosa


Parameter pH Salinitas
Kualitas Air (ppt)
Mingguan A B A B

Minggu 1 8,2 8,1 30 31

Minggu 2 7,8 8,2 32 30

Minggu 3 7,9 7,7 29 28

c. Kualitas Air Tambak G. verrucosa


Tanggal Waktu Salinitas (ppt) pH Suhu (°C) DO (ppm)
5/7/2018 08.00 33 8,80 27,2 4,8
16.00 34 9,03 29,0 5,7
6/7/2018 08.00 34 9,01 26,2 4,8
16.00 33 9,01 29,3 4,3
7/7/2018 08.00 30 8,30 26,5 5,0
16.00 33 8,95 30,1 4,2
8/7/2018 08.00 32 8,28 27,8 6,0
16.00 33 8,69 30,4 4,1
9/7/2018 08.00 32 8,90 27,0 4,9
16.00 33 8,93 30,4 4,1
10/7/201 08.00 33 8,82 27,8 4,9
8 16.00 32 8,60 31,1 5,4
11/7/201 08.00 33 8,41 26,8 6,2
8 16.00 34 8,60 30,1 6,2
12/7/201 08.00 33 8,43 26,7 5,9
8 16.00 34 8,53 29,3 5,8
13/7/201 08.00 34 8,32 27,5 5,8
8 16.00 33 8,14 29,9 5,6
14/7/201 08.00 34 8,32 27,3 5,9
8 16.00 33 8,18 29,3 5,8
15/7/201 08.00 35 8,24 26,3 5,9
8 16.00 34 8,30 28,6 5,5
16/7/201 08.00 36 8,15 25,3 5,9
8 16.00 35 8,28 28,6 5,8
17/7/201 08.00 34 8,50 26,4 6,3
8 16.00 34 8,20 32,4 5,7
18/7/201 08.00 34 8,32 27,5 5,6
8 16.00 34 8,24 31,5 5,2
19/7/201 08.00 35 8,34 28,1 5,4
8 16.00 33 8,63 31,4 5,3
20/7/201 08.00 34 8,49 28,4 5,4
8 16.00 34 8,65 31,7 5,0
21/7/201 08.00 34 8,55 28,6 6,0
8 16.00 34 8,70 30,2 5,8
22/7/201 08.00 35 8,60 28,6 5,3
8 16.00 34 8,70 31,7 5,7
23/7/201 08.00 35 8,35 27,9 4,7
49

Tanggal Waktu Salinitas (ppt) pH Suhu (°C) DO (ppm)


8 16.00 35 8,16 30,7 4,1
24/7/201 08.00 36 8,49 28,1 5,4
8 16.00 34 8,45 31,2 5,2
25/7/201 08.00 35 8,20 28,3 5,4
8 16.00 34 8,15 31,2 5,2
26/7/201 08.00 35 8,36 27,9 5,3
8 16.00 35 8,24 31,2 5,1

27/7/201 08.00 36 8,46 27,3 5,3


8 16.00 35 8,67 30,2 5,2
28/7/201 08.00 35 8,20 26,6 5,6
8 16.00 35 8,41 29,6 5,4
29/7/201 08.00 35 8,31 26,2 5,8
8 16.00 35 8,49 29,9 5,3
30/7/201 08.00 36 8,40 27,1 5,5
8 16.00 35 8,50 30,3 5,2
31/7/201 08.00 36 8,44 27,6 5,4
8 16.00 35 8,59 31,3 5,0
1/8/2018 08.00 35 8,50 27,9 5,2
16.00 35 8,71 31,1 5,3
2/8/2018 08.00 38 8,62 26,5 5,4
16.00 37 8,69 30,3 5,6
50

Lampiran 4. Data Pertumbuhan G. verrucosa

 Data Pertumbuhan eksplan G. verrucosa selama 3 minggu pengamatan

Media (25 ppt) Rata-rata


Minggu (gram)
A (gram) B (gram)
1 0,48 0,49 0,48
2 0,50 0,51 0,50
3 0,51 0,52 0,51

 Data Pertumbuhan Rumput Laut G. verrucosa metode gantung (longline)

Minggu Keranjang (gram) Rata-rata


1 2 3 4 5 (gram)
1 145 130 140 150 135 140

2 145 155 160 185 160 161

3 170 180 150 165 160 165

a. Perhitungan Laju Pertumbuhan Relatif (RGR)

Laju pertumbuhan relatif (RGR) merupakan pertumbuhan total selama

masa pemeliharaan. Menurut Widowati, et al. (2015) rumus laju pertumbuhan

relatif adalah :

Wt – Wo
RGR= x 100 %
Wo

Keterangan :

RGR = Laju pertumbuhan relatif (%)

Wt = Berat awal tebar (gram)

Wo = Berat akhir (gram)

Hasil Perhitungan

Keranjang 1

Wt – Wo
RGR = x 100%
Wo
51

170 – 100
= x 100%
100
= 70%

Keranjang 2

Wt – Wo
RGR= x 100%
Wo
180 – 100
= x 100%
100

Keranjang 3

Wt – Wo
RGR = x 100%
Wo
150 – 100
= x 100%
100
= 50%

Keranjang 4

Wt – Wo
RGR = x 100%
Wo
165 – 100
= x 100%
100
= 65%

Keranjang 5

Wt – Wo
RGR = x 100%
Wo
160 – 100
= x 100%
100
= 60%

b. Perhitungan Laju Pertumbuhan Spesifik (SGR)

Laju pertumbuhan spesifik (SGR) merupakan pertumbuhan rumput laut

setiap harinya. Menurut Susilowati, et al. (2012), rumus perhitungan laju

pertumbuhan spesifik adalah :


52

lnWt – ln Wo
SGR= x 100 %
t

Keterangan :

SGR = Laju pertumbuhan spesifik (%/hari)

Wo = Bobot tanaman uji pada awal pemeliharaan

Wt = Bobot tanaman uji pada akhir pemeliharaan

t = Waktu pemeliharaan

Hasil perhitungan:

Keranjang 1

ln Wt – ln Wo
SGR = x 100%
t
ln 170 –ln 100
= x 100%
22
5,13 – 4,60
= x 100%
22
0,53
= x 100%
22
=0,02 x 100%
= 2%/hari

Keranjang 2

ln Wt – ln Wo
SGR = x 100%
t
ln 180 –ln 100
= x 100%
28
5,19 – 4,60
= x 100%
22
0,59
= x 100%
22
=0,02 x 100%
= 2%/hari

Keranjang 3
53

ln Wt – ln Wo
SGR = x 100%
t
ln 150 – 100
= x 100%
22
5,01 – 4,60
= x 100%
22
0,41
= x 100%
22
=0,01 x 100%
= 1%/hari

Keranjang 4

ln Wt – ln Wo
SGR = x 100%
t
ln 165 – ln 100
= x 100%
22
5,10 – 4,60
= x 100%
22
0,5
= x 100%
22
=0,02 x 100%
= 2%/hari

Keranjang 5

ln Wt – ln Wo
SGR = x 100%
t
ln 160 – 100
= x 100%
28
5,07 – 4,60
= x 100%
22
0,47
= x 100%
22
=0,02 x 100%
= 2%/hari

Anda mungkin juga menyukai