Anda di halaman 1dari 117

1

IDENTIFIKASI BAKTERI Vibrio alginolyticus PADA UDANG GALAH


(Macrobrachium rosenbergii) SECARA MOLEKULAR DI LAPTIAB,
BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI (BPPT),
SERPONG, TANGERANG SELATAN, BANTEN

PRAKTIK KERJA MAGANG

Oleh :

LAKSONO RADITYO SUWANDI


NIM.155080500111063

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN


JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018
2

IDENTIFIKASI BAKTERI Vibrio alginolyticus PADA UDANG GALAH


(Macrobrachium rosenbergii) SECARA MOLEKULAR DI LAPTIAB,
BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI (BPPT),
SERPONG, TANGERANG SELATAN, BANTEN

PRAKTIK KERJA MAGANG

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Perikanan


di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Brawijaya

Oleh :

LAKSONO RADITYO SUWANDI


NIM. 155080500111063

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN


JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018
i
ii
iii

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis menyadari bahwa dalam pelaksanaan Praktik Kerja Magang


ini tidak terlepas dari dukungan dari semua pihak. Melalui kesempatan ini,
dengan perkenankan penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada:
1. Tuhan Yang Maha Esa yang memberikan ridho dan rahmat-Nya
sehingga penulis dapat melakukan kegiatan PKM dengan lancar.
2. Sujud dan terima kasih yang dalam penulis persembahkan kepada kedua
orang tua tercinta dan kakak yang senantiasa memberikan dukungan baik
moril maupun materil.
3. Bapak Dr. Ir. Mohamad Fadjar, M.Sc selaku pembimbing yang telah
memberi arahan, semangat dan bimbingan dengan sepenuh hati kepada
penulis.
4. Ibu Sutanti, S.Pi., M.Si., Selaku pembimbing lapang yang telah memberi
arahan dan bimbingan kepada penulis selama kegiatan PKM.
5. Bapak Dr. Ir. Dudi Iskandar, M.For.Sc. selaku direktur
Pusat Teknologi Produksi Pertanian yang telah memberikan izin untuk
penulis melaksanakan PKM dan membantu penulis selama pelaksanaan
PKM.
6. Azzam, Faiq, Widia, Bu Tri, Mbak Nurus, Mbak Asli, Mas Handang, Abah
Ayub, Mas Aryo, Teh ai, Asep, Dika, Ibet, Ziya, Fika, Jupendi, Ang,
Enday dan Novi yang setia menemani perjalanan selama proses PKM
di LAPTIAB.
7. Silvi, April dan Adhi yang selalu mendukung dan menyemangati dalam
penyusunan laporan ini.
8. Teman-teman Budidaya Perairan angkatan 2015 “Aqualatte” yang telah
memberikan semangat, motivasi dan do`a selama ini.

Malang, Agustus 2018

Penulis
iv

RINGKASAN

Laksono Radityo Suwandi. Laporan Praktik Kerja Magang tentang Identifikasi


bakteri Vibrio alginolyticus pada udang galah (Macrobrachium rosenbergii)
secara molekular di LAPTIAB BPPT, Serpong, Tangerang Selatan, Banten
(dibawah bimbingan Dr. Ir. Mohamad Fadjar, M.Sc).

Udang galah (Macrobrachium rosenbergii) merupakan komoditas hasil


perikanan air tawar yang sangat potensial untuk dikembangkan karena memiliki
nilai jual yang tinggi, ukuran tubuhnya yang besar dan rasa dagingnya yang mirip
lobster. Seiring menurunnya kualitas lingkungan budidaya dan pengembangan
sistem budidaya udang galah intensif, permasalahan penyakit infeksius semakin
meningkat, baik pada fase pembenihan, pendederan, maupun pembesaran.
Vibriosis merupakan salah satu penyakit utama pada pembenihan udang galah
dengan tingkat kematian hingga 100%. Salah satu teknologi terbaik yang mampu
mengidentifikasi spesies Vibrio adalah Identifikasi secara molekular, dengan
mengetahui struktur DNA, yakni dengan teknik sekuens 16S rDNA. Polymerase
Chain Reaction (PCR) adalah suatu teknik sintesis dan amplifikasi DNA secara in
vitro. Teknik PCR dapat digunakan untuk mengamplifikasi segmen DNA dalam
jumlah jutaan kali hanya dalam beberapa jam.
Tujuan dari Praktik Kerja Magang ini adalah untuk memperoleh
pengetahuan, keterampilan dan pengalaman kerja terutama dalam Identifikasi
Bakteri Vibrio alginolyticus pada Udang Galah (M. rosenbergii) dengan Teknik
Polymeration Chain Reaction (PCR). Praktik Kerja Magang (PKM) dilaksanakan
mulai tanggal 25 Juni 2018 sampai 3 Agustus 2018 di LAPTIAB BPPT, Serpong.
Metode yang digunakan dalam PKM ini adalah metode deskriptif dengan
teknik pengambilan data meliputi, data primer dan sekunder. Pengurnpulan data
dilakukan dengan cara Observasi, Partisipasi aktif, Wawancara dan studi
pustaka.
Teknik Identifikasi bakteri pada udang galah ini dilakukan secara
molekular dengan alat PCR konvensional. Sampel yang digunakan adalah
bakteri dari indukan udang galah yang sakit. Identifikasi bakteri ini dimulai dari
peremajaan bakteri V. alginolyticus yang telah disekuensing sebelumnya,
kemudian dilakukan kultur kembali ke media TCBS (Spesifik Vibrio), setelah itu
dilakukan kultur pada media SWC. Selanjutnya dari media SWC, dilakukan
ekstraksi DNA bakteri yang berfungsi untuk memisahkan DNA dari komponen –
komponen sel lainnya. Kemudian dilakukan pengecekkan konsentrasi dan
kemurnian dengan spektofotometer NanoDrop. Selanjutnya sampel dicampur
dengan Master Mix dan dilakukan amplifikasi, tujuan dari amplifikasi adalah untuk
memperbanyak DNA target untuk dapat dianalisis menggunakan elektroforesis
gel agarose. Setelah amplifikasi, selanjutnya dilakukan elektroforesis. Hasil dari
identifikasi bakteri pada udang galah adalah terdapat 15 sampel dari 45 sampel
terdeteksi bakteri V. alginolyticus pada band 1199 bp.
v

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkah, karunia serta

ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan Praktik Kerja Magang (PKM)

Dengan Judul: “Identifikasi Bakteri Vibrio alginolyticus pada Udang Galah

(Macrobrachium rosenbergii) secara molekular di LAPTIAB Badan Pengkajian

Dan Penerapan Teknologi (BPPT) Serpong, Tangerang Selatan, Banten”. Saya

mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. Ir.

Mohamad Fadjar, M.Sc. selaku dosen pembimbing dan semua pihak yang telah

membantu dalam penyusunan laporan ini.

Semoga laporan ini bisa dimanfaatkan dan digunakan sebagai tambahan

informasi bagi dunia perikanan. Demikian penulis sampaikan terima kasih.

Malang, 19 September 2018

Penulis.
vi

DAFTAR ISI

Halaman
RINGKASAN ...................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ........................................................................................... v
DAFTAR ISI ....................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ............................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ ix
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xi
1. PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1
1.2 Maksud dan Tujuan................................................................................ 4
1.2.1 Maksud ......................................................................................... 4
1.2.2 Tujuan ........................................................................................... 4
1.3 Kegunaan .............................................................................................. 4
1.4 Tempat dan Waktu Pelaksanaan ........................................................... 4

2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 5


2.1 Biologi Udang Galah .............................................................................. 5
2.1.1 Klasifikasi ...................................................................................... 5
2.1.2 Morfologi ....................................................................................... 5
2.1.3 Tingkah Laku ................................................................................ 7
2.1.4 Siklus Hidup Udang Galah ............................................................ 8
2.1.5 Sistem Kekebalan Tubuh Udang Galah ...................................... 10
2.2 Bakteri.................................................................................................. 12
2.3 Polymerase Chain Reaction (PCR) ...................................................... 14

3. METODE DAN PENGAMBILAN DATA ...................................................... 22


3.1 Metode Pengambilan Data ................................................................... 22
3.2 Teknik Pengambilan Data .................................................................... 22
3.2.1 Data Primer................................................................................. 23
3.2.2 Data Sekunder ............................................................................ 25
3.2.3 Pengamatan Data ....................................................................... 25
4. KEADAAN UMUM LOKASI ....................................................................... 26
4.1 Profil Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) ................. 26
4.1.1 Sejarah Berdirinya Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
(BPPT) ........................................................................................ 26
4.1.2 Lokasi dan Letak Geografis LAPTIAB BPPT Serpong................. 26
4.1.3 Tugas dan Fungsi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi 27
4.1.4 Visi dan Misi ................................................................................ 28
4.1.5 Struktur Organisasi dan Tenaga Kerja ........................................ 28
4.2 Profil Deputi Bidang Teknologi Agroindustri dan Bioteknologi (TAB) .... 29
vii

4.2.1 Sejarah Deputi Bidang Teknologi Agroindustri dan Bioteknologi


(TAB) .......................................................................................... 29
4.2.2 Tugas Pokok dan Fungsi Deputi Bidang TAB ............................. 29
4.2.3 Letak Geografis Deputi Bidang TAB............................................ 30
4.2.4 Struktur Organisasi Deputi Bidang TAB ...................................... 30
4.3 Profil Unit Kerja Pusat Teknologi Produksi Pertanian (PTPP) .............. 31
4.3.1 Tugas Pokok dan Fungsi Unit Kerja PTPP .................................. 31
4.3.2 Visi dan Misi Unit Kerja PTPP ..................................................... 32
4.3.3 Letak Geografis Unit Kerja PTPP ................................................ 32
4.3.4 Struktur Organisasi Unit Kerja PTPP........................................... 32
4.4 Profil Laboratorium Pengembangan Teknik Industri Agro dan Biomedika
(LAPTIAB) ............................................................................................ 33
4.4.1 Tugas Pokok LAPTIAB ............................................................... 33
4.4.2 Struktur Organisasi LAPTIAB ...................................................... 34
4.4.3 Fasilitas Penunjang LAPTIAB ..................................................... 34
5. HASIL PRAKTIK KERJA MAGANG .......................................................... 37
5.1 Kegiatan Identifikasi Bakteri ................................................................. 37
5.1.1 Sampel Identifikasi ...................................................................... 39
5.1.2 Alat dan Bahan ........................................................................... 42
5.1.3 Prosedur Identifikasi Bakteri........................................................ 46
5.1.4 Analisis Uji Bakteri V. alginolyticus secara Molekular .................. 67
5.2 Pengukuran Kualitas Air ....................................................................... 78
5.3 Permasalahan dan Kendala Penanganan ............................................ 79
5.4 Rencana Pengembangan Penanganan................................................ 79

6. KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 80


6.1 Kesimpulan .......................................................................................... 80
6.2 Saran ................................................................................................... 80

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 81


LAMPIRAN........................................................................................................ 85
viii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
1. Alat ................................................................................................................ 42
2. Bahan ............................................................................................................ 44
3. Volume Larutan Master Mix Gradien PCR ..................................................... 57
4. Volume Larutan Master Mix PCR ................................................................... 58
5. Hasil Identifikasi Morfologi Bakteri V. alginolyticus ......................................... 68
6. Hasil NanoDrop Bakteri ................................................................................. 69
7. Nilai rata-rata kualitas air pemeliharaan udang galah..................................... 78
ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
1. Morfologi Udang Galah (Khairuman dan Amri, 2004) ....................................... 6
2. Perbedaan Kelamin Udang Galah Jantan (1) dan Betina (2) (Hadie dan Hadie,
2002)............................................................................................................... 7
3. Siklus Hidup Udang Galah (New, et al., 2010) ................................................. 9
4. Sistem Antibodi Udang Galah (New, et al., 2010) .......................................... 11
5. Proses amplifikasi dengan PCR (Alphey, 1997). ............................................ 16
6. Tahapan proses identifikasi mikroba dengan teknik PCR (Dwiyitno, 2010). ... 17
7. Contoh Hasil amplifikasi DNA-PCR universal pada gel agarose (Seprianto,
2017)............................................................................................................. 20
8. Bagan Struktur Organisasi Deputi Bidang TAB .............................................. 31
9. Bagan Struktur Organisasi Unit Kerja PTPP .................................................. 33
10. Struktur Organisasi LAPTIAB....................................................................... 34
11. Alur Kegiatan Identifikasi Bakteri V. Alginolyticus ......................................... 38
12. Bak Pemeliharaan Induk Udang Galah ........................................................ 39
13. Bak Pemeliharaan Benih ............................................................................. 40
14. Udang Galah Sakit ....................................................................................... 41
15. Media TCBS ................................................................................................ 47
16. Media SWC ................................................................................................. 48
17. Hasil pembedahan udang galah................................................................... 49
18. Hepatopankreas pada udang galah. ............................................................ 49
19. Penanaman Bakteri ..................................................................................... 51
20. Kultur di media SWC.................................................................................... 52
21. Ekstrak DNA bakteri V. alginolyticus ............................................................ 54
22. Grafik amplifikasi gradien bakteri V. alginolyticus (a) ................................... 59
23. Visualisasi grafik amplifikasi gradien bakteri V. alginolyticus (b)................... 60
24. Grafik amplifikasi bakteri V. alginolyticus (a) ................................................ 61
25. Visualisasi Grafik Amplifikasi 16S rDNA (Sampel Udang) (b) ....................... 62
26. Amplifikasi DNA dengan PCR ...................................................................... 62
x

27. Elektroforesis ............................................................................................... 65


28. Hasil Peremajaan bakteri V. alginolyticus pada media TCBS. ...................... 67
29. Hasil Kultur kedua dari bakteri tunggal pada hasil peremajaan. ................... 68
30. Hasil kultur bakteri pada media SWC. .......................................................... 69
31. Hasil Elektroforesis Gradien......................................................................... 70
32. Hasil Elektroforesis Sampel 1 (a) dan Sampel 2 (b) ..................................... 71
33. Hasil Elektroforesis Ulangan sampel 1 dan 2 ............................................... 72
34. Hasil Elektroforesis tidak terdeteksi ............................................................. 72
35. Hasil BLAST dari bakteri V. alginolyticus
(https://blast.ncbi.nlm.nih.gov/Blast.cgi diakses pada 30 Juni 2018).............. 74
36. Hasil Grafik FASTA V. alginolyticus (https://blast.ncbi.nlm.nih.gov/Blast.cgi
diakses pada 30 Juni 2018)........................................................................... 78
xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman
1. Peta Lokasi LAPTIAB BPPT .......................................................................... 85
2. Struktur Organisasi BPPT .............................................................................. 86
3. Dokumentasi.................................................................................................. 87
4. Hasil Data Sekunder ...................................................................................... 99
1

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Udang galah (Macrobrachium rosenbergii) hidup di lingkungan air tawar

tropis yang berdekatan berdekatan dengan air payau. Udang galah (M.

rosenbergii) merupakan genus terbesar dari famili Palaemonidae. Hampir semua

ini hidup di air tawar, setidaknya sebagian dari kehidupan mereka. Genus itu

bersifat circumtropical dan berasal dari semua benua kecuali Eropa (New, et al.,

2010). Dilanjutkan oleh Irianti, et al. (2016), bahwa udang galah (M. rosenbergii)

atau dikenal juga sebagai Giant Freshwater Prawn merupakan salah satu jenis

Crustacea, yang mempunyai ukuran terbesar dibandingkan dengan udang air

tawar lainnya. Udang galah merupakan komoditas hasil perikanan air tawar yang

sangat potensial untuk dikembangkan karena memiliki nilai jual, ukuran tubuhnya

yang besar dan rasa dagingnya yang mirip lobster.

Udang galah (M. rosenbergii) memiliki beberapa keunggulan

dibandingkan udang tawar lainnya, di antaranya capaian ukuran badan yang

besar dan kemampuan adaptasi yang cukup luas pada beberapa lingkungan

budidaya dengan kisaran salinitas 0%-12%. Potensi keunggulan tersebut

menjadikan udang galah sebagai komoditas utama budidaya di negara-negara

Indo-Pasifik, termasuk Indonesia. Secara umum, udang galah lebih resisten

terhadap penyakit dibandingkan udang penaid. (Khasani, 2013).

Pengembangan budidaya udang galah dijelaskan oleh Irianti, et al.

(2016), bahwa kegiatan pengembangan udang galah di Indonesia dimulai sejak

tahun 1974. Budidaya udang galah mengalami perkembangan yang cukup pesat,

khususnya pada sektor pembesaran. Namun demikian, pada kondisi lapangan

masih sering muncul berbagai kendala yang disebabkan belum tersosialisasikan


2

sistem budidaya dan kurangnya penguasaan teknologi spesifik dalam budidaya

udang galah.

Seiring menurunnya kualitas lingkungan budidaya dan pengembangan

sistem budidaya udang galah intensif, permasalahan penyakit infeksius semakin

meningkat, baik pada fase pembenihan, pendederan, maupun pembesaran.

Vibriosis merupakan salah satu penyakit utama pada pembenihan udang galah

dengan tingkat kematian hingga 100%. Pada tahun 2014, kematian massal larva

udang galah karena vibriosis terjadi di Balai Pengembangan Teknologi Kelautan

dan Perikanan (BPTKP) Jogjakarta sehingga produksi benih menurun drastis

hingga 40% dari kondisi normal (Khasani, et al., 2015).

Pemeliharan udang galah, meskipun relatif mudah tetapi masih banyak

kendala yang mengakibatkan produksi udang berfluktuasi. Faktor yang

mempengaruhi hasil panen adalah konsep tambak, kualitas pakan, dan penyakit

(Wahyudi dan Fadlil, 2013). Dilanjutkan oleh Rukyani, et al. (1992), bahwa

penyakit yang sering menyerang udang baik di pembenihan maupun

pembesaran adalah vibriosis. Penyakit vibriosis dapat menyebabkan kerugian

akibat kematian yang ditimbulkannya. Dilanjutkan oleh Sarjito, et al. (2007),

agensia penyebab vibriosis pada udang atau invertebrata adalah Vibrio

alginolyticus, V. damsela, V. charchariae, V. anguilarum, V. ordalli, V. cholerae,

V. salmonicida, V. vulnificus,V. parahaemolyticus, V. pelagia,V. splendida, V.

fischeri dan V.harveyi. Agensia penyebab vibriosis dapat bersifat patogen,

menyebar dengan cepat pada budidaya sistem intensif, sehingga mampu

menyebabkan mortalitas hingga mencapai 85 % Oleh karena itu, serangan

penyakit ini merupakan permasalahan yang cukup serius bagi udang di tambak.

Kegiatan yang dilakukan mengetahui ada atau tidaknya penyakit pada

udang adalah dengan kegiatan identifikasi. Seperti yang dilakukan Khasani, et al.
3

(2010), bahwa untuk memastikan jenis bakteri yang terdapat pada larva udang

yang mati dilakukan reisolasi larva yang terinfeksi. Hasil identifikasi bakteri pada

larva yang mati dengan pewarnaan gram diperoleh bakteri bersifat gram negatif

dan berbentuk batang. Dilanjutkan oleh Felix, et al. (2011), bahwa salah satu

teknologi terbaik yang mampu mengidentifikasi spesies vibrio adalah dengan

mengetahui struktur DNA, yakni dengan teknik sekuens 16S rDNA.

Kemajuan teknologi telah berdampak besar bagi bidang perikanan,

terutama pada bidang kesehatan ikan, yaitu dalam identifikasi penyakit. Seperti

yang dijelaskan oleh Handoyo dan Rudiretna (2000), Polymerase Chain Reaction

(PCR) adalah suatu teknik sintesis dan amplifikasi DNA secara in vitro. Teknik ini

pertama kali dikembangkan oleh Karry Mullis pada tahun 1985. Teknik PCR

dapat digunakan untuk mengamplifikasi segmen DNA dalam jumlah jutaan kali

hanya dalam beberapa jam. Hal tersebut diperkuat oleh Dwiyitno (2010), bahwa

selama 3 dasawarsa terakhir, telah berkembang sejumlah metode baru dalam

identifikasi mikroba patogen pada produk pangan. Beberapa teknik tersebut

awalnya diperuntukkan bagi keperluan mikrobiologi medis/klinis, seperti PCR dan

ELISA. Teknik PCR sendiri telah diterima sebagai standar internasional untuk

identifikasi bakteri patogen pada produk pangan sejak beberapa tahun terakhir.

Berdasarkan permasalahan tersebut, maka kegiatan Praktik Kerja

Magang ini penting dilakukan untuk mengetahui Identifikasi bakteri pada Udang

Galah (M. rosenbergii) dengan teknik Polymeration Chain Reaction (PCR) serta

mendapatkan pengalaman dan keterampilan secara langsung di LAPTIAB Badan

Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Serpong, Tangerang Selatan,

Banten.
4

1.2 Maksud dan Tujuan

1.2.1 Maksud

Maksud dari Praktik Kerja Magang ini adalah untuk mengetahui dan

mempelajari secara menyeluruh rangkaian Identifikasi Bakteri V. alginolyticus

pada Udang Galah (M. rosenbergii) dengan Teknik Polymeration Chain Reaction

(PCR) di Badan Pengkajian Dan Penerapan Teknologi (BPPT) Serpong,

Tangerang Selatan, Banten.

1.2.2 Tujuan

Tujuan dari Praktik Kerja Magang ini adalah untuk memperoleh

pengetahuan, keterampilan dan pengalaman kerja terutama dalam Identifikasi

Bakteri V. alginolyticus pada Udang Galah (M. rosenbergii) dengan Teknik

Polymeration Chain Reaction (PCR).

1.3 Kegunaan

Praktik Kerja Magang ini dilakukan dengan harapan agar mahasiswa

dapat menambah wawasan, informasi dan pengetahuan serta dapat

memadukannya dengan teori yang telah didapatkan mengenai teknik identifikasi

Bakteri spesifik pada udang dengan Teknik Polymeration Chain Reaction (PCR)

sehingga mahasiswa mendapatkan pemahaman akan pengaplikasian teknologi

untuk mengidentifikasi penyakit pada ikan atau udang.

1.4 Tempat dan Waktu Pelaksanaan

Praktik Kerja Magang (PKM) ini dilaksanakan di Badan Pengkajian dan

Penerapan Teknologi (BPPT) Serpong, Tangerang Selatan, Banten. Kegiatan

dilaksanakan pada tanggal 25 Juni 2018 sampai 3 Agustus 2018.


5

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biologi Udang Galah

2.1.1 Klasifikasi

Udang merupakan salah satu jenis udang dari suku Palaemonidae, serta

masuk kelompok udang Palaemoid yang umum hidup di air tawar. Murtidjo

(2008), mengklasifikasikan udang galah sebagai berikut:

Filum : Arthropoda

Kelas : Crustacea

Bangsa : Decapoda

Suku : Palaemonidae

Marga : Macrobrachium

Jenis : Macrobrachium rosenbergii

Udang galah termasuk kedalam filum Arthropoda. Udang galah ini

tergolong dalam kelas krustasea yang pada umumnya memiliki cangkang pada

tubuhnya. Udang galah termasuk kedalam genus Macrobrachium. dengan

spesies M. rosenbergii.

2.1.2 Morfologi

Secara umum udang galah mempunyai karakteristik morfologi tubuh

beruas-ruas yang masing-masing dilengkapi sepasang kaki renang, kulit keras

dari chitin, dan pleura kedua menutupi pleura pertama dan ketiga. Badan terdiri

atas 3 bagian, yaitu bagian kepala dan dada yang bersatu membentuk kepala

dada (cephalothorax), bagian badan (abdomen), dan bagian ekor (uropoda).

Cephalothorax dibungkus karapas (carapace). Tonjolan seperti pedang pada

carapace disebut rostrum dengan gigi atas berjumlah 11-15 buah dan gigi bawah

8-14 buah. Kaki jalan ke dua pada udang jantan tumbuh sangat panjang dan
6

besar, panjangnya bisa mencapai 1,5 kali panjang badan, sedangkan pada

udang betina pertumbuhan tidak begitu mencolok (Khairuman dan Amri, 2004).

Udang galah dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Morfologi Udang Galah (Khairuman dan Amri, 2004)


Keterangan: 1. Rostrum; 2. Kepala+dada (cephalothorax); 3. Badan (abdomen);
4. Ekor (uropoda); 5. Mata; 6-7. Antena, antenula; 8. Capit (ukuran
besar/panjang pada jantan); 9. Kaki jalan (pleopoda); 10. Kaki renang (peripoda).

Beberapa ciri morfologi dapat digunakan untuk membedakan antara

udang jantan dan betina antara lain bentuk badan, letak alat kelamin dan bentuk

serta ukuran dari pasangan kaki jalan kedua. Bentuk badan udang galah jantan

di bagian perut lebih ramping, sedangkan udang galah betina bagian perutnya

tumbuh melebar. Letak alat kelamin udang galah jantan terdapat pada basis

pasangan kaki jalan kelima (disebut petasma), sedangkan pada udang galah

betina alat kelamin terletak pada basis pasangan kaki jalan ketiga (disebut

thelicum) (Hadie dan Supriatna, 1988).

Udang galah memiliki badan yang lebih besar dibandingkan udang air

tawar lainnya. Badan terdiri atas 3 bagian, yaitu bagian kepala dan dada yang

bersatu membentuk kepala dada (cephalothorax), bagian badan (abdomen), dan

bagian ekor (uropoda). Pada udang galah terdapat tonjolan seperti pedang pada

carapace disebut rostrum dengan gigi atas berjumlah 11-15 buah dan gigi bawah
7

8-14 buah. Ciri perbedaan udang galah jantan dan betina yang paling mencolok

adalah tonjolan pada kaki jalannya. Letak alat kelamin udang galah jantan

terdapat pada basis pasangan kaki jalan kelima disebut petasma (dapat dilihat

pada Gambar 2 Nomor 1) , sedangkan pada udang galah betina alat kelamin

terletak pada basis pasangan kaki jalan ketiga disebut thelicum (dapat dilihat

pada Gambar 2 Nomor 2).

Gambar 2. Perbedaan Kelamin Udang Galah Jantan (1) dan Betina (2)
(Hadie dan Hadie, 2002)

2.1.3 Tingkah Laku

Udang galah bersifat bentik, yaitu hidup di dasar kolam. Udang galah

akan mengonsumsi pakan yang jatuh ke dasar. Cara udang mengambil pakan

juga unik, yaitu dengan menggunakan kaki jalan kedua, sehingga memerlukan

waktu yang cukup lama dibandingkan dengan ikan pada umumnya. Udang galah

juga memiliki gerakan yang lambat. Udang galah juga melakukan proses

moulting (New, 2002).

Udang galah senang mencari makanan pada malam hari, sedangkan

pada siang hari berbenam diri dalam lumpur dan di balik batu karena udang

galah kurang menyukai sinar matahari (Murtidjo, 2008). Namun apabila siang

hari tidak terlalu terik, udang galah akan aktif mencari makan (Hadie dan

Supriatna, 1988).

Udang galah bersifat bentik, yaitu hidup di dasar perairan. Udang galah

kurang suka terkena sinar matahari. Udang galah biasanya mencari makan pada
8

malam hari. Namun apabila pada siang hari tidak teralu terik, udang galah akan

mencari makanan pada saat itu. Udang galah akan mengonsumsi pakan yang

jatuh ke dasar, dengan cara mengambil makanan dengan kaki jalan kedua.

2.1.4 Siklus Hidup Udang Galah

Udang galah memiliki dua habitat di dalam kehidupannya. Pada stadia

larva hidup di air payau, sedangkan setelah menjadi dewasa hidup di dalam air

tawar. Daur hidup udang galah dimulai dari telur – telur yang sudah dibuahi dan

dierami dalam tubuh induknya selama 12 – 19 hari dan menetas menjadi larva.

Larva yang baru menetas ini memerlukan air payau sebagai tempat

kehidupannya apabila tidak berada di lingkungan air payau selama 3 – 5 hari

semenjak ia menetas maka larva tersebut akan mati. Hal tersebut biasanya

terjadi pada pada penetasan telur di perairan yang jauh dari laut, kemudian

setelah dewasa kembali beruaya ke rawa – rawa , pada salinitas 3- 5 ppt (Hadie

dan Lies, 1993).

Udang galah hidup di lingkungan air tawar tropis dengan akses yang

berdekatan dengan air payau, karena perkembangan larvanya dapat terjadi di air

salinitas rendah. Udang galah betina bermigrasi hilir ke muara, di mana telur

menetas sebagai larva berenang bebas. Dari penetasan telur sampai

metamorfosis menjadi postlarvae (PL), larva planktonik melewati beberapa tahap

zoeal. Larva secara aktif berenang dengan ekor terlebih dahulu, dengan sisi

ventral paling menonjol, tapi pada metamorfosis PL menyerupai miniatur udang

dewasa dan cenderung menempel pada permukaan dan berjalan. Bila mereka

berenang ke depan, dengan sisi dorsal paling menonjol. PL tidak hanya

berenang di lapisan atas tapi juga menempel pada vegetasi (tanaman air).

Setelah metamorfosis PL menjadi rheotactic positif (gerak taksis yang terjadi

disebabkan oleh adanya arus air pada suatu tempat) dan mulai bermigrasi ke
9

arah hulu menuju air tawar (New, et al., 2010). Siklus hidup udang galah dapat

dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Siklus Hidup Udang Galah (New, et al., 2010)


Habitat pada udang galah memiliki keunikan tersendiri, seperti yang

dijelaskan oleh Murtidjo (2008), bahwa dalam kehidupannya, udang galah

menempati dua habitat. Pada saat menetas dan menjadi plankton sampai larva

stadium 11, udang galah senang hidup di air payau. Tetapi setelah menjadi

juvenil sampai dewasa, udang galah lebih senang hidup dalam air tawar. Setelah

dewasa dan matang kelamin, udang galah kembali lagi ke air payau. Hal ini

berkaitan dengan telur hasil perkawinan setelah menetas hanya dapat hidup di

lingkungan air payau.

Kualitas air harus diperhatikan dalam memelihara udang galah. Udang

galah dapat hidup pada suhu 22-32 ºC dan suhu idealnya adalah 26-30 ºC

(Spotts, 2001). Nilai pH merupakan parameter kualitas kimia air yang sangat

penting bagi kehidupan organisme akuatik. Sebagian besar biota akuatik sensitif

terhadap perubahan pH, kisaran optimum pH yaitu sekitar 7-8,5 (Effendi, 2003).
10

Sedangkan kisaran optimum oksigen terlarut udang galah yaitu 3-7 mg/L dengan

batas lethal kurang dari 1 mg/L (New, 2002).

Udang galah memiliki siklus hidup yang cukup unik. Ketika masa post

larvae hingga dewasa, udang galah hidup di perairan tawar. Namun ketika ingin

memijah akan bermigrasi ke daerah estuari. Ketika larva hingga tahap zoea,

udang galah tetap hidup di perairan estuari. Dan setelah itu, masuk ke masa post

larva, udang galah akan bermigrasi ke perairan tawar kembali hingga udang

galah memasuki masa memijah.

2.1.5 Sistem Kekebalan Tubuh Udang Galah

Sistem kekebalan tubuh pada udang galah cukup unik, seperti yang

dijelaskan Alifuddin (2002), respon imunitas dibentuk oleh jaringan limfoid. Pada

udang, jaringan limfoid menyatu dengan jaringan mieloid, sehingga dikenal

sebagai jaringan limfomieloid. Produk jaringan limfomieloid adalah sel-sel darah

dan respon imunitas baik seluler maupun humoral. Respon humoral pada udang

dimungkinkan oleh adanya multivalen sugar binding agglutinin, disebut sebagai

lektin atau hemagglutinin dan monovalen sugar binding residue, disebut beta

glukan binding protein (BGBP). Selain itu, monomerik glikoprotein merupakan

faktor humoral yang berperan dalam respon humoral. Molekul ini dengan berat

molekul 76 kDA dan titik isoelektriknya sebesar 7,2 berperan sebagai faktor

pelekat sel hemosit pada permukaan benda asing dan berkaitan dengan sistem

proPO, enkapsulasi. Secara in vitro sistem memacu proses degranulasi dengan

menghambat sintesis protein dan aggregasi sel hemosit.

Parameter imun udang yang diukur terdiri atas aktivitas fenoloksidase

(PO), jumlah total hemosit (THC, sel/ml), dan diferensial hemosit (DHC) yang

diukur berdasarkan Aktivitas PO diukur berdasarkan formasi dopakrom yang

dihasilkan oleh L-DOPA. Hemosit berperan dalam proses fagositosis,


11

enkapsulasi, degranulasi, agregasi nodular terhadap patogen maupun partikel

asing, dan produksi serta pelepasan proPO dalam sistem imun krustasea

(Ekasari, et al., 2016).

Mekanisme pertahanan yang dimiliki oleh krustasea dan semua

arthropoda lainnya berbeda dari vertebrata tersebut sehingga tidak ada produksi

imunoglobulin. Dalam semua mekanisme pertahanan arthropoda, mekanisme

humoral dan seluler melibatkan partisipasi langsung dari hematuria beredar dan

faktor terlarut dalam plasma. Meskipun respon pertahanan pada arthropoda tidak

memiliki spesifisitas antigen-antibodi yang ditemukan pada vertebrata, namun

demikian efisien dalam mengenali tindakan non-self dan mengambil tindakan

segera untuk melumpuhkan dan menghilangkan organisme yang menyerang

(New, et al., 2010). Untuk mengetahui alur dari mekanisme pertahanan tubuh

udang galah dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Sistem Antibodi Udang Galah (New, et al., 2010)


12

Keterangan: H = sel hyaline; SGH = sel semi-granular; GH = sel granular; PO =


fenoloksidase; ppA = enzim pengaktif proPO; proPO = prophenoloxidase; 76kDA
= faktor adhesi.

2.2 Bakteri

Bakteri merupakan uniseluler, pada umumnya tidak berklorofil, ada

beberapa yang fotosintetik dan produksi aseksualnya secara pembelahan dan

bakteri mempunyai ukuran sel kecil dimana setiap selnya hanya dapat dilihat

dengan bantuan mikroskop. Bakteri pada umumnya mempunyai ukuran sel 0,5-

1,0 µm kali 2,0-5,0 µm, dan terdiri dari tiga bentuk dasar yaitu bentuk bulat atau

kokus, bentuk batang atau Bacillus, bentuk spiral (Dwidjoseputro,1985).

Permasalahan yang biasa dihadapi dalam budidaya udang galah saat ini

meliputi beberapa faktor antara lain kualitas air, penyakit, dan nutrisi. Kontrol

penyakit menjadi prioritas utama yang harus dilakukan untuk dapat

meningkatkan produksi udang. Zoothamnium sp., Epistylis sp., Vorticella sp.,

Scyphidia sp. dan Microsporidia, M. rosenbergii nodavirus (MrNV), V. harveyi,

dan Aeromonas hydrophila merupakan beberapa jenis patogen yang sering

menyebabkan penyakit pada udang galah (Ekasari, et al., 2016).

Bakteri yang sering menyerang udang antara lain Vibrio spp., Aeromonas

spp., Salmonella spp. . Seperti yang dijelaskan Hatmanti (2003), bakteri vibrio

merupakan penyebab penyakit kunang-kunang atau penyakit berpendar, karena

krustasea yang terinfeksi akan terlihat terang dalam keadaan gelap (malam hari),

selain itu juga dapat menyebabkan timbulnya penyakit yang menyebabkan

kerusakan lapisan khitin pada kulit, sehingga terjadi luka-luka di pinggiran kulit

pada ruas perut I-III dan uropoda disertai dengan timbulnya bercak-bercak hitam

pada luka, karena terjadinya akumulasi pigmen hitam. Pada dasarnya bakteri ini

bersifat oportunistik dan akan menjadi patogen jika pada media pemeliharaannya
13

terjadi goncangan secara drastik, seperti perubahan suhu, pH, salinitas dan

faktor lainnya.

Bakteri Aeromonas juga dapat menginfeksi udang galah, seperti yang

disebutkan Sahoo, et al. (2007), Meski Aeromonas spp. umumnya tidak dianggap

sebagai ancaman utama bagi budidaya M. rosenbergii, terkadang mereka

dikaitkan dengan wabah penyakit pada spesies ini. Dilanjutkan oleh Hatmanti

(2003), Aeromonas spp. terutama dari jenis A. hydrophila, merupakan bakteri

yang dapat ditemukan secara luas dalam lingkungan perairan dan telah lama

diketahui sebagai bakteri patogen bagi biota air tawar maupun air laut, karena

bakteri Aeromonas spp. ini bersifat saprofitik dan parasit obligat.

Salmonella spp. pada budidaya udang berasal dari lingkungan bukan dari

standar kebersihan dan sanitasi yang buruk. Tapi terkadang, bakteri menyerang

ikan, udang atau makanan sejenis habitat air dapat terjadi karena kontaminasi

eksternal (Khan, et al., 2012). Dilanjutkan oleh Hatmanti (2003), penyakit yang

disebabkan oleh bakteri Salmonella spp. disebut sebagai Salmonellosis. Pada

krustasea maupun biota lain yang dikonsumsi oleh manusia, tidak diperbolehkan

terdapat bakteri ini, karena dapat mengakibatkan demam enterik, septikemia dan

gastroenteritis. Jika suatu perairan telah terkontaminasi oleh Salmonella spp.,

menunjukkan adanya penurunan kualitas air.

Beberapa wabah penyakit telah terjadi karena bakteri patogen seperti

Vibrio spp., Aeromonas spp., dan Pseudomonas spp., dan infeksi Lactococcus

garviae yang menyebabkan mortalitas tinggi pada pembenihan udang

(Harikrishnan, 2012). Selain bakteri-bakteri tersebut, dijelaskan pula bakteri lain

yang sering menyerang udang oleh Hatmanti (2003), yang mengatakan bakteri

patogen lain yang sering ditemukan pada lingkungan tempat hidup krustasea,

adalah Shigella spp., Pseudomonas spp., Citrobacter spp., Yersinia spp. dan
14

Proteus spp., Shigella spp. dan Pseudomonas spp. merupakan bakteri patogen

bagi biota, sedangkan Citrobacter spp., Yersinia spp. dan Proteus spp. pada

awalnya bukan merupakan patogen, namun pada suatu saat apabila kondisi

lingkungannya memungkinkan dapat pula menyebabkan penyakit (bersifat

oportunis). Selain bakteri tersebut di atas, pada budidaya udang di tambak

ditemukan pula jenis bakteri yang berbentuk benang, yaitu Leucothrix sp. Bakteri

tersebut sering terdapat pada insang, permukaan badan dan kaki-kaki renang

udang. Bakteri tersebut tidak merusak jaringan tubuh, tetapi merupakan tempat

menempelnya lumut-lumut di air. Insang yang ditumbuhi bakteri Leucothrix sp.

warnanya menjadi coklat pucat atau kehijauan, dan semakin penuh dengan

kotoran dan jasad penempel, sehingga mengganggu proses pernafasan. Bakteri

ini sering tumbuh dari sisa sisa makanan.

Bakteri merupakan makhluk uniseluler yang berukuran mikroskopik.

Bakteri ada yang bersifat menguntungkan dan merugikan. Pada udang galah,

terdapat beberapa bakteri yang merugikan yang dapat menyebabkan penyakit

pada udang galah. Salah satu contoh bakteri yang sering menyerang udang

galah yaitu bakteri Vibrio sp.

2.3 Polymerase Chain Reaction (PCR)

Salah satu teknologi terbaik yang mampu mengidentifikasi spesies Vibrio

adalah dengan mengetahui struktur DNA, yakni dengan teknik sekuens 16S

rDNA. Dalam mempelajari bakteri Vibrio penyebab penyakit udang, teknik ini bisa

dibandingkan dengan basis data di GenBank untuk mengetahui kemiripan

homologi DNA dengan bakteri yang sejenis. Identifikasi menggunakan teknik

sekuens 16S rDNA mendapatkan bakteri pada udang windu, air tambak, dan air

laut didominasi oleh genus vibrio. Genus vibrio merupakan patogen oportunistik,

yaitu organisme yang dalam keadaan normal ada dalam lingkungan


15

pemeliharaan lalu berkembang dari sifat yang saprofit menjadi patogenik karena

kondisi lingkungan memungkinkan (Felix, et al., 2011). Dilanjutkan oleh

Gardenia, et al. (2011), bahwa saat ini teknik PCR (Polymerase Chain Reaction)

telah banyak digunakan untuk mendiagnosa bakteri penyebab penyakit. Primer

untuk mengamplifikasi genom spesifik pada S. agalactiae telah dikembangkan

dan dapat digunakan untuk mengidentifikasi bakteri tersebut dari ikan yang

terinfeksi. Namun, teknik ini tidak terlalu sensitif apabila dilakukan dengan

menggunakan DNA langsung dari jaringan ikan yang terinfeksi, sehingga

dibutuhkan waktu untuk menumbuhkan bakteri pada media agar.

Proses PCR melibatkan beberapa tahap yaitu (1) Pra-denaturasi DNA

templat; (2) Denaturasi DNA templat; (3) Penempelan primer pada templat

(annealing); (4) Pemanjangan primer (extension) dan (5) Pemantapan

(postextension). Tahap (2) sampai dengan (4) merupakan tahapan berulang

(siklus), di mana pada setiap siklus terjadi duplikasi jumlah DNA (Handoyo dan

Rudiretna, 2000). Tahapan proses PCR dapat dilihat pada Gambar 5.


16

Gambar 5. Proses amplifikasi dengan PCR (Alphey, 1997).


Teknik PCR memungkinkan identifikasi mikroorganisme secara spesifik

dan cepat pada berbagai jenis sampel bahan/produk pangan. Dengan instrumen

thermal cycler, amplifikasi fragmen gen spesifik dilakukan dalam tiga tahapan,

yaitu (1) Denaturasi DNA untai ganda menjadi untai tunggal; (2) Amplifikasi DNA

untai tunggal dengan primer spesifik dan (3) Ekstensi primer dengan enzim

polymerase. Proses ini menghasilkan fragmen DNA target secara eksponensial

sesuai dengan jumlah pengulanganan/cycle yang dilakukan. Selanjutnya

fragmen DNA target hasil PCR dianalisis baik dengan sekuensing maupun

dengan teknik-teknik sidik jari seperti DGGE, RFLP, RAPD, PFGE, dan lain-lain

(Dwiyitno, 2010). Gambaran tahapan identifikasi dengan teknik PCR seperti pada

Gambar 6.
17

1 2

Gambar 6. Tahapan proses identifikasi mikroba dengan teknik PCR (Dwiyitno,


2010).
Keterangan: 1: Denaturasi DNA; 2: Amplifikasi DNA untai tunggal dengan primer
spesifik.
Secara umum, tahapan – tahapan uji sampel dengan PCR untuk bakteri

pada udang antara lain (1) Pengambilan sampel dan Isolasi bakteri, (2)

Identifikasi bakteri dengan uji biokimia, (3) Ekstraksi DNA bakteri, (4) Amplifikasi

Polymerase Chain Reaction (PCR), (5) Elektroforesis dan Purifikasi Hasil PCR,

kemudian (6) Analisis Sekuensing (Seprianto, et al., 2017). Pada proses

Pengambilan Sampel dan Isolasi Bakteri, sampel udang dicuci dan dibedah

kemudian digerus bagian yang ingin di identifikasi bakterinya. Hasil gerusan

tersebut diencerkan dengan larutan fisiologis dan disesuaikan pH dengan bakteri

yang diuji. Masing–masing pengenceran diambil sebanyak 0,1 ml untuk

dilakukan penanaman bakteri pada media padat NA (Nutrient Agar) dengan

kondisi pH yang dibutuhkan. Setiap koloni yang diperoleh dibuat tiga ulangan

pemurnian untuk mendapatkan koloni yang tunggal dan dilanjutkan untuk

pengujian secara biokimia.

Uji biokimia pada penelitian Seprianto, et al. (2017), dengan pengamatan

bakteri terpilih diidentifikasi secara morfologi seperti pengamatan bentuk sel,

warna koloni, ukuran koloni dan tipe koloni. Selain itu, pengujian biokimia juga
18

dilakukan dalam uji bakteri. Uji morfologi maupun uji biokimia berdasarkan buku

panduan identifikasi Cowan dan Steel’s yang meliputi uji pewarnaan Gram,

pengamatan bentuk sel, uji motilitas, sifat aerobik dan anaerobik, uji katalase, uji

oksidase, glukosa acid, karbohidrat, kemampuan tumbuh pada kosentrasi NaCl

yang berbeda (10% dan 6%), mereduksi nitrat, indol, ONPG, VP (voges–

Prokauer), hidrolisis (starch, urea, casein), Uji gula–gula (glukose, celibiose,

galaktose, rafinose, salicin, xylose), kemampuan tumbuh pada suhu tertentu, uji

citrat, gas dari glukosa dan resistensi.

Metode setelah uji biokimia pada penelitian Seprianto, et al. (2017),

adalah Ekstraksi DNA, ekstraksi DNA bakteri menggunakan metode Phenol -

Chloroform. Kultur cair bakteri dimasukkan ke dalam mikrotube 1,5 ml dan

disentrifugasi dengan kecepatan 12.000 ×g selama 5 menit. Supernatan dibuang,

kemudian ditambahkan 300 µl Deionized Water, 30 μl proteinase, 30 µl RNAse,

30 µl SDS 1%. Selanjutnya sampel diinkubasi selama 15 menit dengan suhu 37

°C kemudian ditambahkan 400 µl phenol jenuh, vortek selama 1 menit.

Selanjutnya, sampel disentrifugasi dengan kecepatan 12.000 ×g selama 5 menit

pada suhu ruangan. Supernatan dipindahkan ke dalam mikrotube yang baru.

Kemudian ditambahkan 400 µl choloroformisoamyl alcohol dan divortex selama

30 detik. Sampel disentrifugasi dengan kecepatan 12.000×g selama 5 menit

pada suhu ruangan dan sebanyak 300 µl supernatan dipindahkan ke dalam

mikrotube baru. Selanjutnya ditambahkan 30 µl (3M) sodium acetat dan 750 µl

etanol absolut dan divortex. Sentrifugasi dengan kecepatan 12.000 ×g selama 5

menit dalam suhu ruangan. Supernatan dibuang, tambahkan 1500 µl 75% etanol.

Kemudian sentrifugasi dengan kecepatan 12.000×g selama 2 menit. Sebanyak

1200 µl ethanol absolut ditambahkan Sentrifugasi dengan kecepatan 12.000×g

selama 2 menit. Buang ethanol dan keringkan dalam desikator selama 10 menit.
19

Setelah kering ditambahkan 200 µl akuades steril. DNA disimpan pada suhu 4°C

dan siap digunakan.

Metode setelah Ekstraksi pada penelitian Seprianto, et al. (2017), adalah

Amplifikasi Polymerase Chain Reaction (PCR), Amplifikasi gen 16S rDNA

menggunakan primer tertentu. Untuk satu kali siklus terdiri dari tiga tahapan yaitu

denaturasi (denaturation), penempelan (annealing), dan pemanjangan

(extension). Tahap predenaturasi dilakukan selama 7 menit pada suhu 94°C

sebanyak satu kali, tahap denaturasi 94°C selama 1 menit, tahap penempelan

(annealing) primer pada suhu 50 ° C selama 30 detik perpanjangan rantai DNA

(extension) pada suhu 72 °C selama 1 menit. Pada siklus terakhir dilakukan

pemanjangan rantai lebih lama pada suhu 72 °C selama 5 menit (Seprianto, et

al., 2017). Metode amplifikasi diperkuat oleh Fitriatin dan Manan (2015),

amplifikasi merupakan proses utama dalam PCR. Amplifikasi bertujuan untuk

memperbanyak DNA target untuk dapat dianalisis menggunakan elektroforesis

gel agarose. Satu siklus dalam proses amplifikasi meliputi tiga tahap yaitu

denaturasi, annealing primer, dan ekstensi. Pada proses amplifikasi dapat terjadi

30-40 siklus yang dapat menghasilkan berjuta-juta DNA.

Metode setelah Amplifikasi Polymerase Chain Reaction (PCR) pada

penelitian Seprianto, et al. (2017), adalah Elektroforesis dan Purifikasi Hasil PCR,

Hasil PCR diimigrasikan ke dalam gel agarose 1,5% pada kondisi 100 volt 40

menit. Marker DNA 1 Kb digunakan sebagai penanda. Pewarnaan gel

menggunakan ethidium bromide (10 μg/mL) selama 10 menit, selanjutnya

dimasukan ke dalam akuades selama 5 menit untuk pencucian ethidium bromide

yang masih menempel pada gel. Gel yang berisi fragmen DNA divisualisasikan

dengan menggunakan UV Transluminator dan didokumentasikan menggunakan

Gel Documentation System Digibox Camera.


20

Metode setelah Elektroforesis dan Purifikasi Hasil PCR pada penelitian

Seprianto, et al. (2017), adalah Analisis Sekuensing. Hasil PCR disekuen

menggunakan Genetic Analyzer (Applied Biosystem) dan hasil sekuen dianalisis

menggunakan software bioedit, DNAstar, ClustalX dan MEGA 6. Hasil analisis

dibandingkan dengan sekuen 16S rRNA data GenBank pada situs

(http://www.ncbi.nlm.nih.gov) dengan menggunakan perangkat lunak BLASTn

(Basic Local Alignment Search Tools for nucleotide) dengan mengacu pada galur

– galur terdekat yang tersimpan di GenBank. Analisis hubungan kekerabatan

terdekat berdasarkan pohon filogenetik menggunakan MEGA 6 dengan

pengulangan 1000 kali bootstrap. Contoh hasil elektroforesis dapat dilihat pada

Gambar 7.

Gambar 7. Contoh Hasil amplifikasi DNA-PCR universal pada gel agarose


(Seprianto, 2017)
Keterangan : M : Marker DNA ; SP2 : Isolat B. bataviensis CCGE2059; SU :
Isolat B. bataviensis CCGE2059 ; SWU : Isolat Caulobacter sp.
WTH01.
Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah suatu teknik sintesis dan

amplifikasi DNA secara in vitro. Teknik PCR dapat digunakan untuk

mengamplifikasi segmen DNA dalam jumlah jutaan kali hanya dalam beberapa

jam. Teknik PCR sendiri telah diterima sebagai standar internasional untuk
21

identifikasi bakteri patogen pada produk pangan sejak beberapa tahun terakhir.

Teknik ini mampu mengidentifikasi bakteri pada ikan dengan melihat kemiripan

DNA pada bakteri atau patogen yang bersangkutan.


22

3. METODE DAN PENGAMBILAN DATA

3.1 Metode Pengambilan Data

Metode kerja yang digunakan dalam Praktik Kerja Magang ini dengan

metode deskriptif. Metode deskriptif ini merupakan metode yang

menggambarkan dan menginterprestasikan objek sesuai dengan apa adanya.

Menurut Hamdi dan Bahruddin (2014), penelitian deskriptif adalah suatu metode

penelitian yang ditujukan untuk menggambarkan fenomena-fenomena yang ada,

yang berlangsung pada saat ini atau saat yang lampau. Penelitian deskriptif bisa

mendeskripsikan sesuatu keadaan saja, tetapi bisa juga mendeskripsikan

keadaan dalam tahapan-tahapan perkembangannya.

Dalam Praktik Kerja Magang ini metode pengambilan data yang dilakukan

dengan metode deskriptif. Data yang diambil adalah data yang benar-benar ada

di laboratorium. Tujuannya antara lain untuk menggambarkan fenomena yang

ada, yang berlangsung pada saat ini maupun pada masa lampau. Tujuan dari

metode ini juga dapat mendeskripsikan tahapan perkembangan dari suatu

penelitian.

3.2 Teknik Pengambilan Data

Teknik Pengambilan data pada kegiatan Praktik Kerja Magang ini yaitu

pengambilan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan cara

mencatat hasil observasi, wawancara dan partisipasi aktif. Sedangkan data

sekunder adalah data atau informasi yang pada mulanya dikumpulkan dan

dilaporkan oleh seseorang untuk suatu tujuan tertentu maupun sebagai

pengetahuan ilmiah.
23

3.2.1 Data Primer

Data primer merupakan data yang didapat dari sumber pertama, dari

individu atau hasil wawancara atau hasil pengisian kuesioner yang biasa

dilakukan peneliti. Dalam metode pengumpulan data peneliti atau observer

melakukan observasi di lapangan maupun laboratorium. Pelaksanaan dapat

berupa survei atau percobaan (Siagian dan Sugiarto, 2006).

a) Observasi

Observasi adalah bagian dalam pengumpulan data. Observasi berarti

mengumpulkan data langsung dari lapangan. Proses observasi dimulai dengan

mengidentifikasi tempat yang hendak diteliti. Setelah tempat penelitian

diidentifikasi, dilanjutkan dengan pembuatan pemetaan sehingga memperoleh

gambaran umum tentang sasaran penelitian. Data observasi juga dapat berupa

interaksi dalam suatu organisasi atau pengalaman para anggota dalam

berorganisasi (Raco, 2010).

Dalam Praktik Kerja Magang ini observasi yang dilakukan dengan cara

melibatkan diri dalam aktivitas sehari-hari. Kemudian mencatat semua kegiatan

yang berlangsung serta mendokumentasikan hal-hal yang berkaitan dalam

kegaitan penanganan di LAPTIAB Badan Pengkajian Dan Penerapan Teknologi

(BPPT) Serpong, Tangerang Selatan, Banten.

b) Wawancara

Wawancara merupakan alat pengumpulan data yang sangat penting

dalam penelitian dalam melibatkan manusia (pelaku) sehubungan dengan

realitas atau gejala yang dipilih untu diteliti. Wawancara dengan menggunakan

pedoman wawancara (interview guide) pada umumnya dimaksudkan untuk

kepentingan wawancara yang lebih mendalam dengan lebih memfokuskan pada

persoalan-persoalan yang menjadi pokok dari minat penelitian (Pawito, 2007).


24

Dalam Praktik Kerja Magang ini wawancara yang dilakukan dengan cara

menanyakan kepada petugas atau laboran yang membimbing. Kemudian

mencatat semua pertanyaan yang berkaitan dalam kegaitan penanganan di

LAPTIAB Badan Pengkajian Dan Penerapan Teknologi (BPPT) Serpong,

Tangerang Selatan, Banten.

c) Partisipasi Aktif

Kegiatan observasi partisipasi, observer melibatkan diri ditengah-tengah

kegiatan observasi, sedangkan observasi non-partisipasi, observer berada di luar

kegiatan, seolah-olah sebagai penonton. Pada observer eksperimental tingkah

laku diharapkan muncul karena peserta didik dikenai perlakuan, maka observer

perlu persiapan yang benar-benar matang, sedangkan pada observer yang non-

eksperimental pelaksanaanya lebih sederhana dan dapat dilakukan secara

sepintas (Djaali dan Muljono, 2007).

Dengan demikian dalam kegiatan partisipasi aktif ini, yaitu partisipan turut

serta dan berperan dalam kegiatan identifikasi bakteri pada udang galah (M.

rosenbergii), dimana dapat digunakan untuk mendapatkan data dan informasi

mengenai teknik pengidentifikasian patogen yang ada.

Secara umum, tahapan – tahapan uji sampel dengan PCR untuk bakteri

pada udang antara lain (1) Pengambilan Sampel dan Isolasi Bakteri, (2)

Identifikasi Bakteri dengan Uji Biokimia, (3) Ekstraksi DNA Bakteri, (4) Amplifikasi

Polymerase Chain Reaction (PCR), (5) Elektroforesis, (6) Analisis Sekuensing.

Pada kegiatan ini tahapan-tahapan tersebut akan dipelajari secara langsung.

Kegiatan dalam identifikasi bakteri pada udang galah (M. rosenbergii) ini

antara lain yaitu menganalisa tanda-tanda udang yang terinfeksi bakteri,

melakukan pemeriksaan secara molekular pada udang yang terinfeksi bakteri


25

dengan teknik PCR, yang kemudian dilakukan pencatatan terhadap ciri-ciri

bakteri yang ditemukan.

3.2.2 Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang sudah ada. Data tersebut sudah

dikumpulkan sebelumnya untuk tujuan-tujuan yang tidak mendesak, keuntungan

data sekunder ialah sudah tersedia, ekonomis, dan cepat didapat. Ada dua jenis

data sekunder, yaitu data internal (primer) dan data eksternal (sekunder). Data

internal yaitu data yang dikumpulkan sendiri oleh perorangan atau suatu

organisasi secara langsung dari objek yang diteliti. Sedangkan data eksternal

adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan dan disatukan oleh studi-studi

sebelumnya atau yang ditertibkan oleh berbagai instansi lain (Soegoto, 2008).

Dalam Praktik Kerja Magang ini pengambilan data sekunder yang

dilakukan dengan cara mencatat semua hasil kegiatan identifikasi bakteri di

laboratorium sebagai data internal. Kemudian data yang didapatkan dari hasil di

laboratorium akan dibandingkan dengan referensi lain berupa jurnal, buku dan

tulisan ilmiah lain sebagai data eksternal. Tujuannya antara lain untuk

memastikan kebenaran dari apa yang telah dilakukan saat praktik kerja magang

dengan studi-studi yang sudah pernah dilakukan sebelumnya.

3.2.3 Pengamatan Data

Data yang diamati adalah sebagai berikut :

➢ Sejarah Berdirinya Badan Pengkajian Dan Penerapan Teknologi,

➢ Keadaan umum lokasi.

➢ Kegiatan identifikasi bakteri.


26

4. KEADAAN UMUM LOKASI

4.1 Profil Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)

4.1.1 Sejarah Berdirinya Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi


(BPPT)

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) adalah Lembaga

Pemerintah Non-Kementerian yang berada dibawah koordinasi Kementerian

Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi yang mempunyai tugas melaksanakan

tugas pemerintahan di bidang pengkajian dan penerapan teknologi. Proses

pembentukan BPPT bermula dari gagasan Presiden RI ke-2, Soeharto kepada

Prof Dr. Ing. B.J. Habibie pada tanggal 28 Januari 1974.

Dengan surat keputusan no. 76/M/1974 tanggal 5 Januari 1974, Prof Dr.

Ing. B.J. Habibie diangkat sebagai penasehat pemerintah di bidang advance

teknologi dan teknologi penerbangan yang bertanggung jawab langsung pada

presiden dengan membentuk Divisi Teknologi dan Teknologi Penerbangan

(ATTP) Pertamina.

Melalui surat keputusan Dewan Komisaris Pemerintah Pertamina

No.04/Kpts/DR/DU/1975 tanggal 1 April 1976, ATTP diubah menjadi Divisi

Advance Teknologi Pertamina. Kemudian diubah menjadi Badan Pengkajian dan

Penerapan Teknologi melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 25

tanggal 21 Agustus 1978. Diperbaharui dengan Surat Keputusan Presiden No.

47 tahun 1991.

4.1.2 Lokasi dan Letak Geografis LAPTIAB BPPT Serpong

BPPT berlokasi di Kawasan PUSPIPTEK Serpong, Kelurahan Muncul,

Kecamatan Setu, Tangerang Selatan, Banten. Kota Tangerang Selatan sekitar

30 km kearah selatan Jakarta. Area PUSPIPTEK terletak pada 06o 18’ 15.2”
27

Lintang Selatan – 106o 45’ 38.2” Bujur Timur. Luas area PUSPIPTEK 460 Ha

dengan 47 Pusat/Balai litbang (termasuk LAPTIAB) dan pengujian dimana SDM

berjumlah 2451 orang (2013), investasi > 500 juta USD (1976-sekarang).

Kawasan Puspiptek terdiri dari Perkantoran, Laboraturium, Wisma Tamu, Hutan

buatan, Cafetaria dan beberapa Balai Litbang serta sarana pendukung lainya.

Letak BBPT Serpong berada pada ketinggian ± 41 meter diatas

permukaan laut. Sekitar lokasi LAPTIAB BBPT Serpong terdapat perkantoran,

kantin, wisma tamu dan hutan buatan. Terdapat banyak Laboratorium sesuai

dengan bidang yang diteliti perlitbang. Rumah-rumah dinas bagi pegawai juga

tersedia di seberang perkantoran lengkap yang dapat dimanfaatkan oleh

pegawai. Letak geografis BPPT dapat dilihat pada Lampiran 1.

4.1.3 Tugas dan Fungsi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi yang selanjutnya disingkat

BPPT yang memilikii tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang

pengkajian dan penerapan teknologi yang berlaku. Dalam melaksanakan tugas,

BPPT menyelenggarakan fungsi :

• Pengkajian & penyusunan kebijakan nasional di bidang pengkajian dan

penerapan teknologi

• Koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas BPPT.

• Pemantauan, pembinaan dan pelayanan terhadap kegiatan instansi

pemerintah dan swasta dibidang pengkajian dan penerapan teknologi

dalam rangka inovasi, difusi, dan pengembangan kapasitas, serta

membina alih teknologi.

• Penyelenggaraan pembinaan & pelayanan administrasi umum di bidang

perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi & tatalaksana,


28

kepegawaian, keuangan, kearsipan persandian, perlengkapan & rumah

tangga.

4.1.4 Visi dan Misi

Visi Pusat Teknologi Produksi Pertanian mengacu kepada visi dari Badan

Pengkajian dan Penerapan Teknologi yaitu menjadi lembaga unggulan Teknologi

dalam pengkajian dan penerapan teknologi untuk meningkatkan daya saing

menuju kemandirian bangsa dan melaksanakan pengkajian dan penerapan di

bidang teknologi produksi pertanian”.

Perwujudan visi tersebut dituangkan dalam pernyataan misi PTPP-BBPT,

yaitu :

1. Melaksanakan pengkajian dan penerapan teknologi yang menghasilkan

inovasi dan layanan teknologi di bidang agroindustri dan bioteknologi.

2. Melaksanakan tata kelola pemerintahan yang baik melalui reformasi

birokrasi dalam rangka mewujudkan inovasi dan layanan teknologi.

4.1.5 Struktur Organisasi dan Tenaga Kerja

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dipimpin oleh

seorang Kepala yang dilantik oleh Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan

Tinggi. Kepala BPPT saat ini adalah Dr. Ir. Unggul Priyanto, M.Sc. yang

memimpin sejak 6 Juni 2014. Di bawah Kepala BPPT terdapat Sekretaris Utama

yang saat ini dijabat oleh Prof. Ir. Wimpie Agoeng Noegroho A, MSCE, Ph.D. Di

bawah Sekretaris Utama terdapat 5 Kedeputian yang terdiri dari Deputi Bidang

Pengkajian Kebijakan Teknologi, Deputi Bidang Teknologi Pengembangan

Sumber Daya Alam, Deputi Bidang Teknologi Agroindustri dan Bioteknologi,

Deputi Bidang Teknologi Informasi, Energi dan Material dan Deputi Bidang

Teknologi Industri Rancang Bangun dan Rekayasa. Bagan dari struktur

organisasi BPPT dapat dilihat pada Lampiran 2.


29

4.2 Profil Deputi Bidang Teknologi Agroindustri dan Bioteknologi (TAB)

4.2.1 Sejarah Deputi Bidang Teknologi Agroindustri dan Bioteknologi


(TAB)

Sejak berdiri secara resmi pada tahun 1978, BPPT mengalami perubahan

organisasi yang mendasar pada tahun 2001. Pada awalnya BPPT memiliki 6

Deputi berdasarkan Kepres no. 25 tahun 1978, yakni Deputi Bidang Pengkajian

Ilmu Dasar dan Terapan, Deputi Bidang Pengembangan Teknologi, Deputi

Bidang Pengembangan Industri, Deputi Bidang Sumberdaya Alam, Deputi

Bidang Analisa Sistem, dan Deputi Bidang Administrasi.

BPPT memiliki lima Deputi Teknis dan satu Sekretaris Utama setelah

terbitnya Kepres no. 103 tahun 2001. Kelima Deputi tersebut adalah Deputi

Bidang Teknologi Agroindustri dan Bioteknologi, Deputi Bidang Pengkajian

Kebijakan Teknologi, Deputi Bidang Teknologi Pengembangan Sumberdaya

Alam, Deputi Bidang Teknologi Informasi Energi dan Material, dan Deputi Bidang

Teknologi Industri Rancang Bangun dan Rekayasa.

4.2.2 Tugas Pokok dan Fungsi Deputi Bidang TAB

Deputi Bidang Teknologi Agroindustri dan Bioteknologi adalah unsur

pelaksana yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala BPPT.

Deputi Bidang TAB mempunyai tugas melaksanakan perumusan dan

pelaksanaan kebijakan di bidang teknologi agroindustri dan bioteknologi. Dalam

melaksanakan tugas pokok Deputi Bidang TAB menyelenggarakan fungsi :

1. Perumusan kebijakan teknis pelaksanaan, pemberian bimbingan dan

pembinaan di bidang pengkajian dan penerapan teknologi agroindustri

dan bioteknologi.

2. Pengendalian terhadap kebijakan teknis di bidang pengkajian dan

penerapan teknologi agroindustri dan bioteknologi.


30

3. Pelaksanaan tugas sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Kepala

BPPT.

4.2.3 Letak Geografis Deputi Bidang TAB

Letak geografis Deputi Bidang TAB terbagi menjadi 3, yakni bagian

kepala deputi yang berada di Gedung BPPT II Lt. 10 Jl. M. H. Thamrin No. 8

Jakarta Pusat, DKI Jakarta 10340, bagian laboratorium yang berada di Kawasan

Puspiptek Jl. Raya Puspiptek Muncul, Tangerang Selatan, Banten 15314, dan

Balai Besar Teknologi Pati yang berada di Negara Bumi Ilir, Anak Tuha, Bandar

Jaya, Kabupaten Lampung Tengah, Lampung 34162.

Lokasi Deputi Bidang TAB yang berada di Kawasan Puspiptek berada di

pinggir Jalan Raya Puspiptek Muncul, Tangerang Selatang, Banten yang berada

di perbatasan antara provinsi Banten dengan provinsi Jawa Barat. Kawasan

Puspiptek memiliki lingkungan yang hijau dan asri karena banyak ditumbuhi

pohon disekitar kawasan yang merupakan bagian dari koleksi kebun provinsi.

Dibutuhkan kartu pengenal untuk masuk ke Kawasan Puspiptek karena terdapat

banyak laboratorium yang memiliki standar operasional prosedur yang cukup

ketat. Kawasan puspiptek juga memiliki banyak gedung yang merupakan bagian

dari beberapa lembaga non-kementerian yang berada di bawah koordinasi

Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi.

4.2.4 Struktur Organisasi Deputi Bidang TAB

Deputi Bidang TAB dipimpin oleh Kepala Deputi yakni Dr. Ir. Soni Solistia

Wirawan, M. Eng. Dibawah Kepala Deputi terdapat 4 Unit Kerja dan 1 Balai

Kedeputian TAB dan 1 Balai Besar. 4 Unit Kerja tersebut adalah Pusat Teknologi

Produksi Pertanian, Pusat Teknologi Agroindustri, Pusat Teknologi Bioindustri,

dan Pusat Teknologi Farmasi dan Medika. 2 Balai Deputi Bidang TAB adalah
31

Balai Bioteknologi dan Balai Besar Teknologi Pati. Bagan struktur organisasi

dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Bagan Struktur Organisasi Deputi Bidang TAB

4.3 Profil Unit Kerja Pusat Teknologi Produksi Pertanian (PTPP)

4.3.1 Tugas Pokok dan Fungsi Unit Kerja PTPP

Unit Kerja PTPP adalah salah satu unit yang berada di bawah Kedeputian

Teknologi Agroindustri dan Biomedika yang mempunyai tugas melaksanakan

dalam menghasilkan inovasi teknologi Pertanian, Perikanan dan Peternakan.

Unit Kerja PTPP memiliki tugas pokok untuk melaksanakan pengkajian dan

penerapan di bidang teknologi produksi pertanian. Unit Kerja PTPP memiliki

fungsi pelaksanaan pengkajian dan penerapan di bidang teknologi produksi

tanaman, peternakan dan perikanan, penyiapan bahan rumusan kebijakan

teknologi produksi pertanian, dan pelaksanaan perencanaan, monitoring,

evaluasi program dan anggaran di lingkungan Pusat Teknologi Produksi

Pertanian.
32

4.3.2 Visi dan Misi Unit Kerja PTPP

a) Visi

Pusat unggulan teknologi yang mengutamakan inovasi dan Layanan

Teknologi untuk meningkatkan daya saing dan kemandirian bangsa.

b) Misi

1. Melaksanakan pengkajian dan penerapan teknologi yang menghasilkan

inovasi dan layanan teknologi di bidang agroindustri dan bioteknologi.

2. Melaksanakan tata kelola pemerintahan yang baik melalui reformasi

birokrasi dalam rangka mewujudkan inovasi dan layanan teknologi.

4.3.3 Letak Geografis Unit Kerja PTPP

Letak dari Unit Kerja PTPP terbagi menjadi 2 lokasi, yakni Gedung II

BPPT yang terletak di Lt. 10 Jl. M. H. Thamrin No.8 Jakarta Pusat, DKI Jakarta

10340 untuk kegiatan administrasi dan humas dan bagian laboratorium berada di

Gedung LAPTIAB 611-612 yang terletak Kawasan Puspiptek, Jl. Raya Puspiptek,

Muncul, Tangerang Selatan, Banten 15314.

4.3.4 Struktur Organisasi Unit Kerja PTPP

Unit Kerja PTPP dipimpin oleh seorang direktur. Direktur PTPP saat ini

adalah Dr. Ir. Dudi Iskandar, M.For.Sc. Dibawah Direktur PTPP terdapat Kepala

Bagian Program dan Anggaran yang dipimpin oleh Dr. Ir. M. Nasir Rofiq, M.Sc.

Dibawah Direktur dan Kepala Program Anggaran terdapat 3 Kepala Bagian

Inovasi yang terdiri dari Inovasi Teknologi Strain Unggul Udang Galah dan

Teknologi Neofemale dan Nila (Salina dan Marine Tilapia), Inovasi Teknologi

Peternakan Sapi melalui Sistem Integrasi Sapi Sawit, dan Pengembangan

Kawasan Technopark Bantaeng. Bagan Struktur Organisasi Unit Kerja PTPP

dapat dilihat pada Gambar 9.


33

Gambar 9. Bagan Struktur Organisasi Unit Kerja PTPP

4.4 Profil Laboratorium Pengembangan Teknik Industri Agro dan


Biomedika (LAPTIAB)

4.4.1 Tugas Pokok LAPTIAB

Mewujudkan LAPTIAB sebagai laboratoria penguji produk-produk

pertanian, pangan dan kesehatan serta kegiatan penelitian dan pengembangan

bidang terkait di pasar nasional dan internasional. LAPTIAB berusaha

memberikan pelayanan prima yang berorientasi pada kepuasan pelanggan.

LAPTIAB berusaha mewujudkan pelayanan pengujian dengan

mengutamakan hasil pengujian yang akurat dan bisa dipercaya yang dicapai

dengan menerapkan kejujuran teknis, ketelitian, kecepatan, ketepatan dan

keakuratan serta penggunaan sumber daya secara efektif dan efisien dalam

pelaksanaan layanan pengujian. Memberi jaminan keterlibatan personel dalam

kegiatan Sistem Manajemen Mutu, baik secara teknis dan non-teknis. Memberi

pemahaman dan pelaksanaan Kebijakan Mutu oleh seluruh personel. Melakukan

perbaikan Sistem Manajemen Mutu LAPTIAB secara berkelanjutan


34

4.4.2 Struktur Organisasi LAPTIAB

Laboratorium Pengembangan Teknik Industri Agro dan Biomedika

(LAPTIAB) dipimpin oleh seorang Kepala Laboratorium. Di bawah Kepala

Laboratorium terdapat 3 bidang yang terdiri dari perikanan, pertanian dan

peternakan yang dipimpin oleh penanggung jawab indoor dan outdoor untuk

masing-masing bidang. Bagan struktur organisasi dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Struktur Organisasi LAPTIAB


4.4.3 Fasilitas Penunjang LAPTIAB

LAPTIAB memiliki luas kurang lebih 4 hektar dengan beberapa macam

laboratorium di dalamnya. Beberapa fasilitas fisik yang terdapat pada LAPTIAB

meliputi:

1. Laboratorium

a. Laboratorium Proteksi Tanaman

b. Laboratorium Biomolekular

c. Laboratorium Ekofisiologi Tanaman

d. Laboratorium Bioakuakultur

e. Laboratroium Teknologi Benih Tanaman

f. Laboratorium Rekayasa Akuakultur


35

g. Laboratorium Outdoor

h. Laboratorium Bioreproduksi dan Kesehatan Hewan

i. Ruang Kultur Jaringan

j. Greenhouse Tanaman

k. Greenhouse Perikanan

l. Ruang Kendali

m. Laboratorium Nutrisi dan Teknologi Pakan

n. Laboratorium Teknologi Proses Agrokimia

o. Laboratorium Analisa Kimia

2. Pilot Plan/Workshop/Uji Hewan

a. PP Enzim Clean Room

b. PP Pangan Fungsional

c. PP Ekstraksi

d. PP Agroindustri

e. PP Pakan

3. Musholla, ruang rapat, ruang raryawan, pantry, kamar mandi, tempat parkir,

ruang panel, gudang, aula, lobi utama, koperasi, kantin, ruang laktasi, loker.

4. Utilitas

a. Sumber Listrik

Sumber listrik PLN dan sumber listrik cadangan generator

b. Telpon/Fax

Sambungan eksternal: Telkom dan PABX

c. Internet

Setiap gedung memiliki koneksi internet melalui kabel LAN dan Wi-Fi

d. Sumber Air

Air bersih (PAM PUSPIPTEK) dan Air Demineralisasi


36

e. Pengelolahan Limbah

Air kotor dialirkan melalui septic tank dan limbah cair dan padat B3

melalui kolektif PUSPIPTEK


37

5. HASIL PRAKTIK KERJA MAGANG

5.1 Kegiatan Identifikasi Bakteri

Kegiatan Praktik Kerja Magang dilakukan di unit Laboratorium

Bioakuakultur dan Biomolekuler, PTPP-LAPTIAB. Pada praktik kerja magang ini

kegiatan pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan bakteri pada udang

galah (M. rosenbergii). Kegiatan identifikasi yang dilakukan adalah spesifik untuk

mendeteksi ada atau tidaknya bakteri V. alginolyticus yang terdapat pada udang

galah (M. rosenbergii). Udang galah yang diidentifikasi merupakan udang

indukan yang terkena penyakit, udang galah yang terkena penyakit biasanya

udang yang baru datang dari daerah asalnya.

Sampel DNA pada udang galah sudah disiapkan oleh LAPTIAB-BPPT dan

sampel bakteri V. alginolyticus juga telah disiapkan oleh LAPTIAB-BPPT yang

telah dilakukan sekuensing sebelumnya. Kegiatan identifikasi dimulai dari

peremajaan kultur bakteri V. alginolyticus dengan media TCBS, kultur cair bakteri

V. alginolyticus pada media SWC, ekstraksi DNA bakteri, penentuan gradien

dengan PCR, pengecekan kemurnian dengan nanodrop dan pengaplikasian

terhadap bakteri pada udang galah.

Kegiatan pemeriksaan penyakit udang di LAPTIAB-BPPT, Serpong

dilakukan dengan menggunakan 2 metode PCR yaitu secara konvensional dan

modern Realtime PCR. Untuk pengujian metode konvensional dilakukan melalui

tahapan amplifikasi menggunakan alat thermal cycler konvensional dan melalui

tahap elektroforesis yang menggunakan gel agarose. Sedangkan pada realtime

PCR proses analisis berlangsung secara bersamaan pada tahap amplifikasi

(PCR) itu sendiri dengan melihat keadaan kurva amplifikasi dari sampel uji pada
38

mesin realtime PCR. Kegiatan Praktik Kerja Magang ini menggunakan metode

PCR Konvensional.

Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah suatu teknik sintesis dan

amplifikasi DNA secara in vitro. Teknik ini pertama kali dikembangkan oleh Karry

Mullis pada tahun 1985. Teknik PCR dapat digunakan untuk mengamplifikasi

segmen DNA dalam jumlah jutaan kali hanya dalam beberapa jam (Handoyo dan

Rudiretna, 2000).

Tahapan kegiatan identifikasi bakteri secara molekular pada laboratorium

seperti Gambar 11.

Peremajaan Bakteri V. alginolyticus yang telah disekuensing


pada media TCBS (spesifik Vibrio)

Hasil Peremajaan di kultur ulang pada media SWC

Hasil kultur pada media SWC dilakukan ekstraksi DNA

Hasil ekstraksi DNA bakteri V. alginolyticus di cek konsentrasi


dan kemurniannya dengan NanoDrop

Dilakukan penentuan gradien untuk mengetahui suhu optimum


annealing pada amplifikasi

Aplikasi program amplifikasi ke sampel udang galah

Gambar 11. Alur Kegiatan Identifikasi Bakteri V. Alginolyticus


39

5.1.1 Sampel Identifikasi

a) Teknik Pemeliharaan Udang Galah

1. Indukan

Sampel yang digunakan adalah dari Indukan Udang Galah (M.

Rosenbergii) berasal dari Pelabuhan Ratu, Aceh dan Solo. Indukan udang galah

dipelihara dalam bak fiber berukuran 1,5 x 2 x 0,5 m3 dengan tambahan aerasi

berupa aerator. Sumber air yang digunakan berasal dari air PDAM yang sudah

diendapkan terlebih dahulu selama sehari. Pergantian air dilakukan dua hari

sekali bersamaan dengan proses penyifonan sebanyak 10 – 20%. Pemeliharaan

dilakukan di laboratorium outdoor dibelakang laboratorium ruangan pada PTPP-

BPPT.

Pada pemeliharaan indukan udang galah tidak diberikan perlakuan

khusus seperti pemberian probiotik maupun teknik bioflok. Kegiatan lainnya

berupa penyifonan untuk menghilangkan kotoran pada bak fiber. Pemberian

pakan dilakukan pada pagi hari jam 08.00, siang hari jam 12.00 dan sore hari

jam 16.00. Pakan indukan berupa ubi jalar atau cumi. Bak pemeliharaan induk

Udang Galah dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Bak Pemeliharaan Induk Udang Galah


40

2. Benih

Benih yang dipelihara tidak dijadikan sampel untuk identifikasi bakteri.

Namun, benih yang dipelihara merupakan hasil dari persilangan indukan-indukan

udang galah dari Pelabuhan Ratu, Aceh dan Solo. Benih udang galah dipelihara

pada kolam terpal berukuran 1,5 x 1 x 50 m3. Sumber air yang digunakan berasal

dari air PDAM yang sudah diendapkan selama sehari. Pergantian air diganti

ketika dua hari sekali bersamaan dengan proses penyifonan, pergantian air

dilakukan sebanyak 10-20% dari total air.

Pada pemeliharaan benih udang galah tidak diberikan perlakuan khusus.

Pemberian pakan dilakukan pada pagi hari jam 08.00, siang hari jam 12.00 dan

sore hari jam 16.00. Pakan benih berupa pelet yang berasal dari perusahan

Matahari Sakti. Kebersihan pada kolam sangat diperhatikan, kolam terpal selalu

dimonitoring setiap diberi pakan. Kolam pemeliharaan benih udang galah dapat

dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13. Bak Pemeliharaan Benih


41

b) Pemeriksaan Sampel

Pemeriksaan sampel yang digunakan adalah dengan melihat udang yang

sakit. Ciri-ciri udang galah yang sakit adalah insang berwarna merah atau hitam

atau terdapat luka pada udang galah, atau terdapat beberapa bercak hitam pada

sirip atau badannya. Udang galah yang sakit dipisahkan ke bak lain, sebelum

dibawa ke laboratorium untuk diambil sampel bakterinya. Bagian tubuh udang

yang digunakan adalah insang, hepatopankreas dan kaki renang yang luka.

Contoh udang galah yang sakit dapat dilihat pada Gambar 14. Menurut penelitian

Ilmiah, et al. (2012), gejala udang yang diinfeksi dengan V. alginolyticus yaitu

udang terlihat kemerahan, terjadi peradangan, nekrosis, dan ulser.

Gambar 14. Udang Galah Sakit


42

5.1.2 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan pada setiap kegiatan identifikasi bakteri

adalah sebagai berikut (Gambar alat dan bahan dapat dilihat pada Lampiran 3):

a) Alat

Tabel 1. Alat
Alat
a. Pengambilan Sampel
No. Alat Fungsi
1. Scoop net Mengambil Indukan Udang Galah
(M. rosenbergii)
b. Isolasi Bakteri
o Preparasi
▪ Pembuatan media TCBS
No. Alat Fungsi
1. Gelas Ukur 250 ml Mengukur larutan aquades dan
wadah pembuatan media agar.
2. Sendok Mengambil bubuk TCBS.
3. Timbangan digital Menimbang bubuk TCBS.
4. Microwave Menghomogenkan media.
5. Cawan Petri Wadah media TCBS.
▪ Pembuatan media SWC
No. Alat Fungsi
1. Erlenmeyer 50 ml Media pembuatan media SWC.
2. Hotplate Memanaskan dan menghomogenkan
media SWC.
3. Magnetic Stirrer Menghomogenkan larutan.
4. Sendok Menuangkan gliserol.
5. Autoklaf Mensterilkan media SWC.
6. Tabung Reaksi Wadah media SWC.
o Pembedahan Udang Galah
No. Alat Fungsi
1. Sectio set Membedah Udang galah
(M. rosenbergii).
2. Cawan Petri Wadah organ udang yang dibedah.
o Isolasi Bakteri pada media agar
No. Alat Fungsi
1. Laminary Air Flow Tempat untuk mengisolasi bakteri.
2. Bunsen Pengondisian aseptis.
3. Korek Api gas Menyalakan Bunsen.
4. Jarum Ose Mengisolasi bakteri dari sampel ke
media.
5. Spidol Untuk menandai Cawan petri.
43

o Identifikasi Bakteri
No. Alat Fungsi
1. Kertas berbentuk bulat Menutupi dasar cawan petri agar
mempermudah pengidentifikasian
bakteri.
c. Kultur Pada Media SWC
No. Alat Fungsi
1. Bunsen Pengondisian aseptis.
3. Shieve Shaker Menginkubasi media pada suhu 37
o
C dengan kecepatan 150 rpm.
d. Pengecekkan Kemurnian dengan NanoDrop
No. Alat Fungsi
1. Nanodrop Mengecek kemurnian dan
konsentrasi bakteri.
2. Komputer Memvisualisasikan hasil pengecekan.
3. Mikropipet 0,5 – 2,5 μl Mengambil larutan dengan skala
kecil.
e. Ekstraksi DNA Bakteri
No. Alat Fungsi
1. Laminary Air Flow Tempat untuk Ekstraksi DNA agar
tetap steril.
2. Tube 1,5 ml steril Wadah larutan ekstraksi.
3. Tube PCR 10 μl Wadah sampel PCR.
4. Sentrifuse Memisahkan supernatant dan pellet.
5. Mikropipet 10 μl, 20 μl, 50 μl, 100 μl, Mengambil larutan dengan skala
200 μl, 1000 μl kecil.
6. Vortex Menghomogenkan larutan.
o
7. Freezer -40 C Menginkubasi sampel.
8. Karton Bekas Melakukan proses rotamix.
9. Freezer -20 oC Menginkubasi sampel.
10. Vacum dry Mengeringkan Pellet DNA.
11. Inkubator Mengikubasi sampel dengan suhu
37 oC.
f. Pembuatan Master Mix
No. Alat Fungsi
1. Laminary Air Flow Tempat untuk Ekstraksi DNA agar
tetap steril.
2. Tube 1,5 ml steril Wadah larutan ekstraksi.
3. Tube PCR 10 μl Wadah sampel PCR.
4. Mikropipet 10 μl, 20 μl, 50 μl, 100 μl, Mengambil larutan dengan skala
200 μl, 1000 μl kecil.
g. Amplifikasi
No. Alat Fungsi
1. PCR Mengamplifikasi sampel PCR.
h. Elektroforesis
No. Alat Fungsi
44

1. Gelas Ukur 250 ml Mengukur larutan TAE 1x / TBE 1x


dan wadah pembuatan media agar.
2. Sendok Mengambil bubuk Agarose.
3. Timbangan digital Menimbang bubuk Agarose.
4. Microwave Menghomogenkan media.
5. Cetakan Agar Membuat agar dengan bentuk
persegi Panjang dengan lubang
(sumur) yang dibutuhkan.
6. Mikropipet 10 μl Memasukkan sampel PCR ke sumur
agar sebanyak 3-5 μl.
7. Coolbox Wadah sampel PCR dan Marker.
8. Elektroforesis Memberi tegangan listrik pada agar.
9. UV Transluminator Tempat menaruh agar, untuk
merealisasikan visualisasi hasil
elektroforesis.
10. Kamera Mengambil gambar agar.
11. Komputer Melihat visualisasi hasil
Elektroforesis.

b) Bahan

Tabel 2. Bahan
Bahan
a. Pengambilan Sampel
No. Bahan Fungsi
1. Indukan Udang Galah Sampel yang diisolasi bakterinya.
(M. rosenbergii)
2. Bakteri V. alginolyticus yang Sampel yang akan diuji gradien untuk
telah disekuensing amplifikasi.
b. Isolasi Bakteri
o Preparasi
▪ Pembuatan media TCBS
No. Bahan Fungsi
1. Bubuk TCBS 8,09 gram Bahan dasar pembuatan media.
2. Aquades 100 ml Pelarut bubuk TCBS.
▪ Pembuatan media SWC
No. Bahan Fungsi
1. 0,5 gram Tryptone, 0,1 gram Ekstrak Bahan dasar pembuatan media.
Yeast, 0,3 ml Gliserol 87%, 75 ml air
laut dan 2,5 ml aquades
2. Aluminium Foil Menutup tabung reaksi.

3. Plastik Wrap Melapisi alumuium foil dan


mengencangkan.
o Pembedahan Udang Galah
No. Bahan Fungsi
45

1. Karet Gelang Mengikat capit udang galah.


2. Udang Galah Sampel yang dibedah untuk diambil
organ tubuh yang akan diidentifikasi.
oIsolasi Bakteri pada media agar
No. Bahan Fungsi
1. Sampel (Indukan udang galah Sampel yang diisolasi bakterinya.
Dan bakteri V. alginolyticus)
2. Media TCBS Media untuk menumbuhkan bakteri.
c. Kultur Pada Media SWC
No. Bahan Fungsi
1. Media SWC Media untuk menumbuhkan bakteri.
2. Tusuk Gigi Mengambil bakteri dan memindahkan
ke media SWC.
d. Pengecekkan Kemurnian dengan NanoDrop
No. Bahan Fungsi
1. Larutan elusi (TE-Buffer) Sebagai larutan blanko.
2. Sampel Sebagai larutan yang dilakukan
pengecekkan konsentrasi dan
kemurnian.
3. Tisu Membersihkan probe Nanodrop.
e. Ekstraksi DNA Bakteri
No. Bahan Fungsi
1. Sampel kultur cair Sampel yang akan diekstraksi
2. Larutan I (-RNAse) Menjaga RNA sehingga DNA dapat
diisolasi secara utuh.
3. 20μl Lysozym Lisis dinding sel bakteri.

4. 50 μl larutan SDS Pelisis membrane sel dan


mengurangi aktivitas enzim nuklease
5. 550 μl larutan P:C:I Pelarut organik non polar.
6. larutan C:I Pelarut organik non polar.

7. 10% larutan sodium asetat Penetralisir pH


(CH3COONa 3 M)

8. Larutan alkohol 99% Pelarut organic polar (memisahkan


DNA dengan komponen sel lain yang
bersifat polar).
9. 40 μl TE Buffer pH 8 Melarutkan pelet DNA dan menjaga
pH DNA agar tetap pada kisaran
pHnya.
10. 2,5 μl RNAse (1 mg/ml) Pendegradasi RNA

f. Pembuatan Master Mix

No. Bahan Fungsi


1. 0,5 μl Primer VA 9 F Pembatas DNA Target yang akan
46

(5’-CCCCACCTGCTACG-3’) diduplikasi
2. 0,5 μl Primer VA 1541 R Pembatas DNA Target yang akan
(5’-GAGACACAAGCGCAA-3’) diduplikasi
3. 5 μl My Taq DNTP; sebagai cetakan DNA yang
akan diduplikasi,
Taq Polimerase; sebagai enzim yang
dapat menduplikasi DNA.
4. 3 μl ddH20 Pelarut
5. DNA hasil Ekstraksi Objek yang diduplikasi.
g. Amplifikasi
No. Bahan Fungsi
1. Sampel PCR Sampel yang diamplifikasi.
h. Elektroforesis
No. Bahan Fungsi
1. 0,8 gram bubuk agarose Bahan dasar pembuatan agarose.
2. 100 ml larutan TAE 1x atau TBE 1x Pelarut pembuatan agarose
3. Plastik wrap Mencegah larutan menguap terlalu
banyak dan agar tidak tumpah
4. 100 ml larutan TAE 1x atau TBE 1x Merendam agar di elektroforesis.
5. Sampel hasil Amplifikasi PCR Sampel yang di elektroforesis.
6. TAE 1x atau TBE 1x Pelarut untuk perendaman.
200 ml
7. Diamond Dye 20 μl Pewarna perendaman.

5.1.3 Prosedur Identifikasi Bakteri

a) Isolasi Bakteri

⚫ Preparasi

Preparasi merupakan kegiatan pembuatan media yang digunakan untuk

menumbuhkan bakteri. Media yang digunakan ada 2, yaitu TCBS (Thiosulfate

Citrate Bile Salt) dan Larutan SWC (Sea Water Complete). Media TCBS

digunakan karena merupakan media spesifik untuk pertumbuhan bakteri vibrio

(Felix, et al., 2011). Prosedur pembuatan media pada proses preparasi isolasi

bakteri adalah sebagai berikut:

➢ TCBS

1. 8,09 gram bubuk TCBS dicampurkan dan dilarutkan dengan 100 ml

Aquades dan diaduk.


47

2. Campuran dimasukkan kedalam microwave dan hangatkan hingga agar

homogen.

3. Media agar dituangkan ke cawan petri secukupnya dan ditunggu hingga

mengeras.

Gambar 15. Media TCBS

➢ Larutan SWC (Sea Water Complete)

1. 0,5 gram Tryptone, 0,1 gram Ekstrak Yeast, 0,3 ml Gliserol 87%, 75 ml air

laut dan 2,5 ml aquades dicampurkan dan dimasukkan kedalam

erlenmeyer 50 ml.

2. Media diaduk menggunakan magnetic stirer dan disimpan diatas hot plate

selama kurang lebih 5 menit. Pada saat pengadukan gliserol ditambahkan

perlahan.

3. Setelah selesai pengadukan larutan dituangkan ke dalam 20 tabung reaksi

dan ditutup menggunakan aluminium foil dan plastik wrap pada ujungnya.
48

4. Media diautoklaf selama 20 menit dengan tekanan 2 Atm.

Larutan SWC ini digunakan sebagai media berbentuk cair pada kultur bakteri.

Media SWC dapat dilihat pada Gambar 16.

Gambar 16. Media SWC


⚫ Pembedahan Udang Galah
Pembedahan udang galah dilakukan untuk mengambil organ target pada

sampel yang ingin diidentifikasi bakteri yang ada. Prosedur pembedahan udang

galah adalah sebagai berikut:

1. Capit pada udang galah diikat terlebih dahulu agar memudahkan saat

pembedahan.

2. Bagian tengah pada badan udang galah (antara karapas dan abdomen)

dipotong hingga terpisah antara karapas dan abdomennya.


49

3. Karapas bagian atas dipotong meuju rostrum agar terbelah. Selanjutnya

hepatopankeras diambil dengan membuang daging dan lemak disekitar

hepatopankreas. Hepatopankreas diletakkan di cawan petri untuk

memudahkan saat isolasi bakteri.

Hasil pembedahan udang galah yang telah terpisah bagian abdomen dan

karapasnya dapat dilihat pada Gambar 17 dan hepatopankreas dapat dilihat

pada Gambar 18.

Gambar 17. Hasil pembedahan udang galah.

Gambar 18. Hepatopankreas pada udang galah.


50

⚫ Isolasi bakteri pada media agar

Isolasi bakteri bertujuan untuk menanam bakteri pada media. Isolasi

bakteri menggunakan media TCBS (spesifik vibrio). Prosedur isolasi bakteri pada

udang galah adalah sebagai berikut:

1. Sampel Udang Galah disiapkan.

2. Bunsen dinyalakan sebagai perlakuan aseptis agar tidak terjadi

kontaminasi saat proses isolasi.

3. Jarum ose didekatkan dengan api dari Bunsen untuk perlakuan aseptis,

kemudian sampel yang diuji (Hepatopankreas, Insang dan Kaki Renang

yang luka) digores dengan jarum ose.

4. Jarum ose digoreskan pada media agar secara zig-zag. Isolasi sampel

bakteri dibuat di 2 cawan petri dan ditandai.

5. Cawan petri ditutup dan pinggir cawan petri direkatkan dengan plastik

wrap hingga rapat. Pada saat menggoreskan sampel ke media, harus

didekat bunsen agar tidak terjadi kontaminasi.

6. Media diinkubasi semalam untuk menumbuhkan bakteri.

⚫ Isolasi bakteri (Peremajaan)

Prosedur isolasi bakteri (peremajaan) pada udang galah adalah sebagai

berikut:

1. Sampel bakteri V. alginolyticus yang telah dilakukan sekuensing

disiapkan.

2. Bunsen dinyalakan sebagai perlakuan aseptis agar tidak terjadi

kontaminasi saat proses isolasi.

3. Jarum ose didekatkan dengan api dari bunsen, kemudian satu bakteri

tunggal pada sampel bakteri digoreskan dengan jarum ose.


51

4. Jarum ose digoreskan pada media agar secara zig-zag. Isolasi sampel

bakteri dibuat di 2 cawan petri dan ditandai.

5. Cawan petri ditutup dan dilapisi pinggir cawan petri dengan plastik wrap

hingga rapat. Pada saat menggoreskan sampel ke media, harus didekat

bunsen agar tidak terjadi kontaminasi.

6. Media diinkubasi semalam untuk menumbuhkan bakteri.

Proses isolasi bakteri dapat dilihat pada Gambar 19.

Gambar 19. Penanaman Bakteri


⚫ Identifikasi Morfologi Bakteri

Isolat bakteri yang telah dikultur selanjutnya diamati apakah sudah

tumbuh atau belum. Ketika bakteri sudah tumbuh diidentifikasi mengenai warna,

bentuk permukaan, bentuk tepian dan bentuk koloninya.

⚫ Kultur Bakteri pada media SWC

Prosedur kultur bakteri pada media cair (Media SWC) adalah sebagai

berikut:
52

1. Bakteri yang telah tumbuh pada media agar diambil dengan menggunakan

tusuk gigi yang telah disterilkan dengan bunsen (didekatkan ke bunsen,

tetapi tidak sampai terbakar).

2. Bakteri yang diambil adalah bakteri yang tunggal. Setelah diambil, tusuk

gigi dimasukkan kedalam media SWC (Media cair).

3. Setelah itu, tabung reaksi 4 ml ditutup ujungnya menggunakan aluminium

foil dan direkatkan dengan plastic wrap.

4. Media cair diinkubasi pada shieve shaker dengan suhu 37oC semalam

dengan kecepatan 150 rpm untuk menumbuhkan bakterinya.

Proses Kultur bakteri pada media SWC dapat dilihat pada Gambar 20.

Gambar 20. Kultur di media SWC


b) Ekstraksi DNA Bakteri

Setiap sampel yang sudah didapat selanjutnya memasuki tahapan

ekstraksi DNA. Organ target yang akan diuji dilisis sehingga DNA dan RNA

bakteri target dapat diidentifikasi. Metode ekstraksi DNA yang digunakan adalah

metode ekstraksi Phenol-Chloroform (Sambrook dan Russel, 2001).


53

Prosedur Ekstraksi DNA adalah sebagai berikut:

1. Hasil kultur bakteri cair yang telah tumbuh dipindahkan ke dalam tube

steril 1,5 ml.

2. Sampel disentrifuse dengan suhu 4 oC, kecepatan 14.000 rpm, selama 2

menit. Setelah disentrifuse supernatan dibuang. Proses sentrifuse diulangi

sebanyak 3 kali hingga hanya tersisa pelet.

3. Sampel ditambahkan larutan I (-RNAse) sebanyak 400μl dan divortex

hingga halus.

4. Sampel ditambahkan 20μl Lysozym dengan konsentrasi 10 mg/ml dan

diinvert (bolak-balik) 3 - 5 kali.


o
5. Sampel diinkubasi pada suhu -40 C selama 10 menit. Selanjutnya

ditambahkan 50 μl larutan SDS dengan konsentrasi 10% dan dikocok

selama 5 menit.

6. Sampel ditambahkan 550 μl larutan P:C:I dengan perbandingan 25:24:1

dan dikocok selama 10 menit. Kemudian sampel disentrifuse dengan suhu


o
4 C, kecepatan 7.000 rpm, selama 10 menit. Selanjutnya diambil

supernatan dan dimasukkan kedalam tube 1,5 ml baru. Setelah di tube 1,5

ml baru diulangi proses penambahan larutan P:C:I lagi hingga ke tube 1,5

ml baru.

7. Sampel ditambahkan larutan C:I dengan perbandingan 24:1 sebanyak

supernatan yang diambil dan dirotamix selama 5 menit.

8. Sampel disentrifuse dengan suhu 4 oC, kecepatan 7.000 rpm, selama 10

menit dan diambil semua supernatannya, kemudian dimasukkan kedalam

tube 1,5 ml baru.

9. Sampel ditambahkan 10% larutan sodium asetat (CH3COONa 3 M) dari

volume larutan (sekitar 20 μl).


54

10. Sampel ditambahkan larutan alkohol 99% sebanyak 2 kali dari volume

larutan.

11. Sampel dikocok sebanyak 3 kali.

12. Sampel diinkubasi pada suhu -20 oC selama 10 menit.

13. Sampel disentrifuse dengan suhu 4 oC, kecepatan 13.000 rpm, selama 10

menit dan dibuang semua supernatan.

14. Pellet DNA dikeringkan dengan vacum dry.

15. 40 μl TE Buffer pH 8 ditambahkan pada Pellet DNA.

16. Sampel ditambahkan 2,5 μl RNAse dengan kontsentrasi 1 mg/ml dan

divortex hingga halus.

17. Sampel diinkubasi pada suhu 37 oC selama 1 jam.

18. Sampel disimpan pada suhu ruang -40 oC.

Hasil ekstraksi DNA Bakteri dapat dilihat pada Gambar 21.

Supernatan

Pellet

Gambar 21. Ekstrak DNA bakteri V. alginolyticus

Prinsip dasar ekstraksi DNA adalah pemishan DNA dari komponen –

komponen sel lainnya. Dalam proses isolasi DNA , strategi optimasi dan pH,

sehingga senyawa esensial yang dapat mencegah DNA dari proses degradasi
55

seharusnya terkandung dalam buffer ekstraksi yang digunakan (Maftuchah, et

al., 2014).

Dilanjutkan oleh Tan dan Yiap (2009), bahwa ekstraksi biomolekul, DNA,

RNA, dan protein adalah metode yang paling penting yang digunakan dalam

biologi molekular. Proses ini merupakan titik awal untuk mendiagnostik. DNA,

RNA dan protein dapat diisolasi dari bahan biologis seperti jaringan hidup,

jaringan sel, partikel virus, atau sampel lain, untuk tujuan analitis atau preparatif.

Dua kategori yang terlibat dalam pemurnian DNA meliputi isolasi kontruksi DNA

rekombinan seperti plasmid atau bakteriiofenotase dan isolasi DNA kromosom

atau genomik dari organisme prokariotik dan eukariotik.

Proses ekstraksi DNA terdiri dari 4 tahapan, yakni proses penghancuran

(lisis) DNA, proses eliminasi RNA, proses presipitasi DNA dan proses hidrasi

DNA. Proses penghancuran (lisis) DNA menggunakan larutan lysozyme dan

SDS. Penambahan larutan lysozyme berfungsi untuk memisahkan bahan yang

diinginkan dan berada pada lingkungan yang sesuai dan komponen yang tidak

diinginkan akan dihancurkan (Kurien dan Scofield, 2015). Sedangkan Sodium

Deodecyl Sulfat (SDS) memiliki fungsi untuk mengikat lipid sehingga membran

sel rusak (Kamiliah, 2017).

Proses Eliminasi RNA menggunakan larutan P:C:I

(Phenol:Chloroform:Isoamilalcohol) dengan perbandingan konsentrasi 25:24:1.

Larutan kombinas phenol-chloroform mampu mengurangi bagian poly(A) pada

mRNA menjadi fase organik dan mengurangi bentuk dari RNA-protein kompleks

yang tidak mudah larut (Perry, et al., 1972). Larutan lain yang digunakan yaitu

C:I (Chloroform:Isoamil-alcohol) dengan perbandingan 24:1 yang berfungsi untuk

purifikasi DNA (Kamiliah, 2017).


56

Proses presipitasi DNA menggunakan larutan sodium asetat 3M dan

alcohol 99%, fungsinya adalah untuk menarik air dari dalam DNA

(Kamaliah,2017). Dan pada proses Hidrasi DNA digunakan Larutan TE-Buffer

dan RNAse, fungsi dari TE-Buffer adalah untuk melarutkan DNA atau RNA,

sekaligus melindunginya dari degradasi (Yagi, et al., 1996). Sedangkan fungsi

dari larutan RNAse adalah untuk memisahkan RNA dengan ekstrak DNA (Clark,

2010).

c) Pengecekkan kemurnian Bakteri dengan NanoDrop

Nanodrop digunakan untuk mengetahui konsentrasi dan kemurnian dari

DNA (Siswanto, et al., 2016). Pada kegiatan ini, hasil kultur cair digunakan untuk

mengecek kemurnian dari bakteri V. alginolyticus. Prosedur Nanodrop adalah

sebagai berikut:

1. Mesin Nanodrop dan komputer dinyalakan dengan menekan tombol

power.

2. Dipilih pogram Nanodrop.

3. Dipilih program “Nucleid acid”.

4. Blanko dengan memberikan 1 tetes larutan elusi (TE-Buffer) kemudian di

bersihkan dengan tisu.

5. Diteteskan sampel yang akan dicek kemurniannya (1 tetes) dengan

mikropipet.

6. Dipilih tab “measure”.

d) Pembuatan Master Mix

Master Mix digunakan sebagai daerah dari duplikasi DNA pada proses

amplifikasi. Dimana pada bahan-bahan yang digunakan memiliki fungsi masing-

masing. Adapun proses pembuatan master mix adalah sebagai berikut:


57

➢ Master Mix Gradien:

1. 0,5 μl Primer VA 9 F, 0,5 μl Primer VA 1541 R, 5 μl My Taq,3 μl ddH20 dan

1 μl hasil ekstraksi DNA dicampurkan pada 1 tube 1,5 ml.

2. Hasil campuran dibagi pada tube PCR (0,2 ml) dengan volume masing-

masing tube 9 μl.

3. 0,5 μl hasil ekstraksi DNA bakteri ditambahkan pada 1 tube PCR sebagai

kontrol.

Pembuatan master mix ini dilakukan dua kali. Dimana yang pertama

untuk penentuan gradien bakteri V. alginolyticus dan yang kedua adalah untuk

pengaplikasian bakteri yang terdapat pada udang galah. Pembuatan master mix

untuk penentuan gradien bakteri V. alginolyticus dibuat 12 sampel. Sedangkan

pembuatan master mix untuk pengaplikasian bakteri yang terdapat pada udang

galah dibuat 56 sampel

Komposisi larutan Master Mix untuk gradien PCR dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Volume Larutan Master Mix Gradien PCR


1x Reaksi
No. Nama Bahan
(1 Tube)
1. Primer VA Forward (F) 0,5 μl
(5’-CCCCACCTGCTACG-3’) Gen rpOX
2. Primer VA Reverse (R) 0,5 μl
(5’-GAGACACAAGCGCAA-3’) Gen rpOX
3. My Taq 5 μl
4. ddH2O 3 μl
5. DNA (pada tube 1,5 ml) 1 μl
TOTAL 10 μl

➢ Sampel PCR

1. 0,5 μl Primer VA 9 F, 0,5 μl Primer VA 1541 R, 5 μl My Taq dan 3 μl ddH20

dicampurkan pada 1 tube 1,5 ml.

2. Hasil campuran dibagi pada tube PCR (0,2 ml) dengan volume masing-

masing tube 9 μl.

3. 1 μl hasil ekstraksi DNA bakteri dimasukkan pada setiap tube.


58

Komposisi larutan Master Mix untuk PCR sampel udang dapat dilihat

pada Tabel 4.

Tabel 4. Volume Larutan Master Mix PCR


1x Reaksi
No. Nama Bahan
(1 Tube)
1. Primer VA Forward (F) 0,5 μl
(5’-CCCCACCTGCTACG-3’) Gen rpOX
2. Primer VA Reverse (R) 0,5 μl
(5’-GAGACACAAGCGCAA-3’) Gen rpOX
3. My Taq 5 μl
4. ddH2O 3 μl
5. DNA (pada setiap tube PCR) 1 μl
TOTAL 10 μl

e) Amplifikasi Gradien dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)

Amplifikasi gradien bertujuan untuk menentukan suhu optimum untuk

amplifikasi pada DNA bakteri V. alginolyticus.. Pada dasarnya prinsip kerja

amplifikasi PCR adalah Denaturasi, Annealing, dan Ekstensi. Pada proses

amplifikasi gradien berlangsung sebanyak 35 siklus.

Proses tahapan amplifikasi adalah sebagai berikut:

➢ Denaturasi dimulai dengan suhu 95°C selama 3 menit, denaturasi kedua

selama 20 detik.

➢ Annealing dimulai dengan suhu 55°C selama 35 detik.

➢ Ekstensi dimulai dengan suhu 72°C selama 4 menit.

➢ Terakhir proses amplifikasi ditahan pada suhu 15 °C selama 20 detik

untuk persiapan masuk ke siklus selanjutnya (masuk ke denaturasi

kembali dan diulang hingga 35 siklus).

Prosedur Amplifikasi Gradien adalah sebagai berikut:

1. PCR disambungkan ke sumber listrik dan nyalakan dengan menekan

tombol power.

2. Tube PCR dimasukkan kedalam lubang sampel.


59

3. Dipilih program V. algynolyticus.

4. Ditunggu hingga mesin berhenti bekerja.

Grafik amplifikasi gradien dapat dilihat pada Gambar 22, sedangkan

visualisasi grafik amplifikasi gradien dapat dilihat pada Gambar 23.

Gambar 22. Grafik amplifikasi gradien bakteri V. alginolyticus (a)


60

Gambar 23. Visualisasi grafik amplifikasi gradien bakteri V. alginolyticus (b)


Keterangan : No. 1-2. Tahap Denaturasi; No. 2-3. Tahap Annealing; No. 3.
Tahap Ekstensi; No. 4. Proses persiapan ke siklus selanjutnya

f) Amplifikasi Sampel dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)

Amplifikasi merupakan tahapan inti dalam proses identifikasi penyakit

dengan menggunakan teknik PCR. Amplifikasi yang dimaksud untuk

memperbanyak jumlah DNA virus atau bakteri yang terdapat pada sampel

sehingga dapat dideteksi dengan menggunakan elektroforesis. Pada dasarnya

prinsip kerja amplifikasi PCR adalah Denaturasi, Annealing, dan Ekstensi. Pada

uji bakteri V. alginolyticus berlangsung sebanyak 35 siklus.

Proses tahapan amplifikasi adalah sebagai berikut:

➢ Denaturasi dimulai dengan suhu 94°C selama 5 menit, denaturasi kedua

selama 1 menit.

➢ Annealing dimulai dengan suhu 46°C selama 1 menit.

➢ Ekstensi dimulai dengan suhu 72°C selama 1 menit, lalu ditambahkan

ekstensi akhir selama 5 menit.


61

➢ Terakhir proses amplifikasi ditahan pada suhu 15 °C selama 1 menit

untuk persiapan masuk ke siklus selanjutnya (masuk ke denaturasi

kembali dan diulang hingga 35 siklus).

Prosedur Amplifikasi DNA adalah sebagai berikut:

1. PCR disambungkan ke sumber listrik dan tekan tombol power.

2. Tube PCR dimasukkan kedalam lubang sampel.

3. Dipilih program 16S rDNA.

4. Ditunggu hingga mesin berhenti bekerja.

Grafik amplifikasi DNA Bakteri V. alginolyticus dapat dilihat pada Gambar

24, sedangkan visualisasi grafik amplifikasi DNA Bakteri V. alginolyticus dapat

dilihat pada Gambar 25.

Gambar 24. Grafik amplifikasi bakteri V. alginolyticus (a)


62

Gambar 25. Visualisasi Grafik Amplifikasi 16S rDNA (Sampel Udang) (b)
Keterangan : No. 1-2. Tahap Denaturasi; No. 2-3. Tahap Annealing; No. 3.
Tahap Ekstensi; No. 4. Proses persiapan ke siklus selanjutnya

Menurut Fitriatin dan Manan (2015), amplifikasi merupakan proses utama

dalam PCR. Amplifikasi bertujuan untuk memperbanyak DNA target untuk dapat

dianalisis menggunakan elektroforesis gel agarose. Satu siklus dalam proses

amplifikasi meliputi tiga tahap yaitu denaturasi, annealing primer, dan ekstensi.

Pada proses amplifikasi dapat terjadi 30-40 siklus yang dapat menghasilkan

berjuta-juta DNA. Kegiatan amplifikasi dengan PCR dapat dilihat pada Gambar

26.

Gambar 26. Amplifikasi DNA dengan PCR


63

g) Elektroforesis

Elektroforesis merupakan proses setelah amplifikasi dalam kegiatan

identifikasi bakteri. Elektroforesis adalah suatu teknik pemisahan molekul selular

berdasarkan atas ukurannya, dengan menggunakan medan listrik yang dialirkan

pada suatu medium yang mengandung sampel yang akan dipisahkan. Teknik ini

dapat digunakan dengan memanfaatkan muatan listrik yang ada pada

makromolekul, misalnya DNA yang bermuatan negatif. Jika molekul yang

bermuatan negatif dilewati melalui suatu medium, misal gel agarose, kemudian

dialiri arus listrik dari satu kutub ke kutub yan berlawanan muatannya, maka

molekul bergerak dari kutub negatif ke kutub positif (Yuwono, 2009). Pengujian

dengan menggunakan elektroforesis digunakan gel agarose sebagai medium

penanaman sampel DNA yang akan di uji.

Proses elektroforesis terdiri beberapa tahapan, yaitu pembuatan agarose,

elektroforesis dan visualisasi dengan sinar UV. Prosedurnya adalah sebagai

berikut:

⚫ Pembuatan Agarose

Prosedur pembuatan agarose adalah sebagai berikut:

1. 0,8 gram bubuk agarose ditimbang dan dimasukkan kedalam gelas ukur

250 ml. Kemudian 100 ml larutan TAE 1x atau TBE 1x dicampurkan pada

gelas ukur 250 ml.

2. Gelas ukur dilapisi plastik wrap dan dilubangi, tujuannya adalah untuk

mencegah larutan menguap terlalu banyak dan agar tidak tumpah. Larutan

dimasukkan kedalam microwave hingga bubuk agarose larut (kurang lebih

1 menit 30 detik).

3. Larutan dituangkan kedalam cetakan agar.

⚫ Elektroforesis
64

Prosedur elektroforesis adalah sebagai berikut:

1. Sampel hasil PCR dimasukkan ke sumur gel agarose sebanyak 3-5 μl.

2. Ladder dimasukkan pada ujung kiri sumur.

3. Elektroforesis dijalankan selama ± 30 menit dengan larutan TAE 1x atau

TBE 1x pada tegangan 100 V dan 80 A.

4. Gel agarose direndam pada 200 ml larutan TAE 1x atau TBE 1x

ditambahkan 20 μl Diamond dye selama 20-30 menit.

Elektroforesis DNA umumnya menggunakan metode elektroforesis gel

agarosa (Karp, 2008). Metode elektroforesis tersebut pada prinsipnya melibatkan

fase stasioner yang berupa gel agarosa dan fase gerak berupa buffer Tris-

acetate EDTA (TAE) atau Tris-borat EDTA (TBE) (Switzer, 1999). TBE (Tris-

borat EDTA) 1X, Tris/Borat adalah buffer yang umum digunakan sebagai buffer

elektroforesis karena memiliki kapasitas buffering yang tinggi pada titik

isoelektriknya (Ausubel, 2003). Borat bertindak sebagai conducting ion sehingga

dapat mempertahankan kesetimbangan ion H+ dan OH- yang dihasilkan oleh

elektroda, hal ini berhubungan dengan fungsi buffer dalam menjaga

kesetimbangan pH saat migrasi fragmen DNA berlangsung, perubahan pH dapat

mendenaturasi struktur DNA sehingga mengubah elektromobilitas DNA (Martin,

1996).

Pada laboratorium biomolekular yang terdapat di BPPT Serpong sudah

menggunakan larutan TAE dan TBE. Sebelumnya menggunakan larutan Etidium

Bromida, namun hal ini sudah tidak dilakukan. Hal tersebut dikarenakan larutan

Etidium Bromida bersifat karsinogenik yang dapat membahayakan penggunanya.

Seperti yang dikatakan Birren dan Lai (1993), bahwa dalam elektroforesis juga

digunakan bahan-bahan sepert Etidium Bromida yang bersifat karsinogenik.


65

Etidium Bromida dapat meningkatkan daya fluoresensi dari DNA sehingga dapat

terlihat jelas.

Alat elektroforesis dapat dilihat pada Gambar 27.

Gambar 27. Elektroforesis


⚫ Visualisasi dengan Sinar UV
Visualisasi dengan sinar UV dilakukan pada ruangan gelap. Prosedur

Visualisasi dengan sinar UV adalah sebagai berikut:

1. Gel agarose yang telah di elektroforesis ditaruh pada UV Transluminator.

2. Komputer dan Kamera dihidupkan.

3. Dipilih program transluminator.

4. Sinar UV dinyalakan.

5. Dipilih (“Capture”) pada program untuk mendapatkan hasil elektroforesis

dan dilihat hasilnya (berapa basepair).

h) Analisa Hasil Sekuensing

Analisa hasil sekuensing merupakan tahapan akhir dari identifikasi bakteri

secara molekular. Analisa hasil sekuensing di BPPT akan dikirim ke laboratorium

di singapura. Terdapat 3 jenis Analisa sekuensing, yaitu forward complement,

reverse complement dan forward-reverse complement. Hasil dari sekuensing


66

akan dibaca dengan BLASTn yang terdapat pada website ncbi.nlm.nih.gov.

Prosedur pembacaan Analisa hasil sekuensing adalah sebagai berikut:

➢ Forward Complement

1. Dibuka Browser dan masuk ke website ncbi.nlm.nih.gov.

2. Dilklik “BLAST”.

3. Dipilih Nucleotide BLAST (nucleotide > nucleotide).

4. Dibuka data hasil sekuensing sampel pada folder di komputer.

5. Dimasukkan FASTA hasil blast ke kolom.

6. Diklik “BLAST”.

➢ Reverse Complement

1. Dibuka browser dan masuk kewebsite reverse-complement.com.

2. Dimasukkan hasil sekuens.

3. Dibuka website ncbi.nlm.nih.gov.

4. Diklik “BLAST”.

5. Dipilih Nucleotide BLAST (nucleotide > nucleotide).

6. Dibuka data hasil sekuensing sampel pada folder di komputer.

7. Dimasukkan FASTA hasil blast ke kolom.

8. Diklik “BLAST”.

➢ Forward-Reverse

1. Dilakukan Alignment.

2. Dibuka website ncbi.nlm.nih.gov.

3. Diklik “BLAST”.

4. Dipilih Nucleotide BLAST (nucleotide > nucleotide).

5. Dibuka data hasil sekuensing sampel pada folder di komputer.

6. Dimasukkan FASTA hasil blast ke kolom.

7. Diklik “BLAST”.
67

Pada hasil BLAST, semakin merah dan semakin penuh garis pada hasil maka

akan semakin tinggi kemiripan DNA dengan hasilnya.

➢ Membuat Pohon kekerabatan

1. Diklik distance tree of result pada hasil BLAST.

2. Dipilih tree metode “Neighbor Joining”.

5.1.4 Analisis Uji Bakteri V. alginolyticus secara Molekular

a) Isolasi Bakteri

➢ Media Agar

Dari bakteri V. alginolyticus yang telah disekuensing, dilakukan

peremajaan dengan cara penanaman ulang pada media TCBS (Spesifik Vibrio)

baru. Dan dibagi 4 kuadran dari 1 koloni bakteri yang sama. Hasil Isolasi Bakteri

V. alginolyticus pertama dapat dilihat pada Gambar 28.

Gambar 28. Hasil Peremajaan bakteri V. alginolyticus pada media TCBS.


Dari bakteri V. alginolyticus yang telah dilakukan peremajaan, dilakukan

penanaman ulang pada media TCBS (Spesifik Vibrio). Pada media TCBS baru

dibuat 2 kuadran dengan 2 koloni bakteri yang berbeda. Tujuannya adalah untuk

membandingkan bakteri yang tumbuh lebih murni, untuk kemudian dilakukan


68

kultur cair dan diekstraksi. Hasil Isolasi Bakteri V. alginolyticus kedua dapat

dilihat pada Gambar 29.

Gambar 29. Hasil Kultur kedua dari bakteri tunggal pada hasil peremajaan.
Ketika bakteri sudah tumbuh diidentifikasi warna, bentuk permukaan dan

bentuk koloninya. Hasil identifikasi morfologi bakteri dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Hasil Identifikasi Morfologi Bakteri V. alginolyticus


No. Warna Bentuk Permukaan Bentuk Koloni

1 Oranye Cembung Bulat

2 Oranye Cembung Bulat

➢ Media Cair

Dari bakteri V. alginolyticus yang telah dilakukan peremajaan dan

penanaman ulang pada media TCBS (Spesifik Vibrio). Hasil penanaman kedua

dilakukan kultur ke media SWC. Tujuannya adalah untuk membandingkan bakteri

yang tumbuh lebih murni, untuk kemudian dilakukan kultur cair dan diekstraksi.

Hasil kultur pada media SWC dapat dilihat pada Gambar 30.
69

Gambar 30. Hasil kultur bakteri pada media SWC.


b) Ekstraksi DNA Bakteri

Setelah didapatkan hasil Ekstraksi DNA bakteri V. alginolyticus, kemudian

sampel diuji konsentrasi dan kemurnian sampel dengan NanoDrop. Tujuan

pengujian konsentrasi dan kemurnian adalah agar didapatkan DNA bakteri

spesifik V. alginolyticus. Hasil pengecekkan dengan NanoDrop dapat dilihat pada

Tabel 6.

Tabel 6. Hasil NanoDrop Bakteri


Sampel Konsentrasi Kemurnian
(ng/μl) (nm)
V1 1354,3 1,96
V2 1123,4 1,97

Uji keberhasilan DNA yang kedua ialah uji kuantitatif dengan

menggunakan NanoDrop spektrofotometri. Prinsip kerja NanoDrop


70

spektrofotometri ialah DNA murni mampu menyerap cahaya ultraviolet karena

adanya basa purin dan pirimidin. Hasil uji nano drop ialah berupa nilai

kemurnian DNA pada Å260/Å280 dan nilai konsentrasi DNA. DNA berkualitas

baik berdasarkan uji nano drop memiliki kemurnian 1,8 - 2,0 dan konsentrasi di

atas 100 ng/μL (Fatchiyah, et al., 2011). Jadi dapat disimpulkan dari hasil yang

didapatkan kualitas DNA baik dilihat dari nilai kemurnian dan konsentrasi DNA.

c) Elektroforesis

Berdasarkan hasil uji bakteri V. alginolyticus untuk gradien, didapatkan

hasil pada Gambar 31.

Gambar 31. Hasil Elektroforesis Gradien


Keterangan : Marker : 1kb (10.000 bp); V1-V12 : sampel bakteri V. alginolyticus
untuk menentukan nilai gradien; Target Band : 1199 bp.
Target dari bakteri V. alginolyticus adalah 1199 bp. Dimana pada hasil

elektroforesis yang didapatkan 12 sampel yang didapat terdapat kisaran 1000 bp

– 1500 bp.

Berdasarkan hasil uji bakteri V. alginolyticus pada udang galah (M.

rosenbergii) bahwa sampel dibawah terdeteksi bakteri V. alginolyticus. Hal ini

dapat diketahui bahwa line sampel pada agarose terdeteksi band dan sejajar
71

dengan band pada band 1199 bp. Hasil positif dapat dilihat pada Gambar 32.

Sedangkan ulangan dari sampel 1 dan 2 dapat dilihat pada Gambar 33.

(a)

(b)
Gambar 32. Hasil Elektroforesis Sampel 1 (a) dan Sampel 2 (b)
Keterangan : Marker : 1kb (10.000 bp); Target Band : 1199 bp. Tulisan berwarna
kuning : Sampel bakteri dari Insang ; Tulisan berwarna biru :
72

Sampel bakteri Hepatopankreas; Tulisan berwarna putih : Sampel


bakteri dari Kaki renang yang luka.

Gambar 33. Hasil Elektroforesis Ulangan sampel 1 dan 2


Keterangan : Marker : 1kb (10.000 bp); INS 1,2,9,25,27 : sampel udang galah
dari organ Insang; K9: sampel udang galah dari organ Kaki renang
yang luka; Target Band : 1199 bp.
Berdasarkan hasil uji bakteri V. alginolyticus pada udang galah (M.

rosenbergii) bahwa sampel dibawah tidak terdeteksi bakteri V. alginolyticus. Hal

ini dapat diketahui bahwa line sampel pada agarose tidak terdeteksi band dan

tidak sejajar dengan band pada line kontrol posistif band 1199 bp. Hasil negatif

dapat dilihat pada Gambar 34.

Gambar 34. Hasil Elektroforesis tidak terdeteksi


73

Keterangan: Marker : 1kb (10.000 bp); INS berwarna kuning dan merah 8, 9, 12,
13, 14, 15, 18, 19, 20 dan 21 : sampel udang galah dari organ
insang; Target Band : 1199 bp.
Hasil elektroforesis tersebut tidak terdeteksi sejajar dengan basepair yang

tersedia, terjadi karena bakteri yang terdapat pada sampel tidak terdapat bakteri

V. alginolyticus.

Hasil identifikasi bakteri V. alginolyticus lainnya dapat dilihat pada

penelitian Liu, et al. (2004), hasil sekuens PCR 16S rDNA didapatkan pada band

1486 bp dari Isolate amplikon CH003 ditentukan dan disimpan di GenBank pada

nomor aksesi AY373027. Urutan ini menunjukkan 99,9% identitas dengan urutan

strain referensi V. alginolyticus ATCC17749 (nomor akses GenBank X74690)

dan V. alginolyticus 16S rDNA (nomor akses GenBank X74691). Hasil dari

morfologi, tes biokimia dan 16S rDNA menunjukkan bahwa isolat adalah V.

alginolyticus.

Hasil identifikasi bakteri V. alginolyticus yang dilakukan penulis terdapat

perbedaan dengan penelitian pada paragraf diatas. Perbedaannya adalah pada

target band yang didapat untuk mengindikasi adanya bakteri V. alginolyticus.

Penulis mendapat target pada band 1199 bp, sedangkan pada penelitian lain

didapatkan pada band 1486 bp. Perbedaan band tersebut diduga karena strain

dari bakteri V. alginolyticus yang digunakan penulis dan dari penelitian lain

berbeda, sehingga kode genetik bakterinya pun juga berbeda. Dan pada akhir,

hasil yang didapatkan dari elektroforesis menunjukkan target band yang berbeda

pula.

d) Analisa Sekuensing

Analisa sekuensing merupakan hasil akhir dari kegiatan identifikasi bakteri

secara molecular. Analisa hasil sekuensing dapat dilakukan dengan BLAST

(Basic Local Alignment Search Tool) yang dapat diakses pada website
74

https://blast.ncbi.nlm.nih.gov/Blast.cgi. Contoh dari Analisa sekuensing dapat

dilihat pada Gambar 35. Pada analisa sekuensing penulis menggunakan kode

sekuens V. alginolyticus dari penelitian Chatterjee and Haldar, (2012) yaitu

ATTGAGAACCCGACAGAAGCGAAG.

Gambar 35. Hasil BLAST dari bakteri V. alginolyticus


(https://blast.ncbi.nlm.nih.gov/Blast.cgi diakses pada 30 Juni 2018)
75

Hasil data GenBank dari blast.ncbi.nih.gov:

Vibrio alginolyticus NBRC 15630 =


ATCC 17749 chromosome 1, complete
sequence
NCBI Reference Sequence: NC_022349.1

FASTA Graphics

LOCUS NC_022349 24 bp DNA linear


CON 02-APR-2017
DEFINITION Vibrio alginolyticus NBRC 15630 = ATCC 17749
chromosome 1, complete
sequence.
ACCESSION NC_022349 REGION: 2371884..2371907
VERSION NC_022349.1
DBLINK BioProject: PRJNA224116
BioSample: SAMN02603463
Assembly: GCF_000354175.2
KEYWORDS RefSeq.
SOURCE Vibrio alginolyticus NBRC 15630 = ATCC 17749
ORGANISM Vibrio alginolyticus NBRC 15630 = ATCC 17749
Bacteria; Proteobacteria; Gammaproteobacteria;
Vibrionales;
Vibrionaceae; Vibrio.
REFERENCE 1 (bases 1 to 24)
AUTHORS Liu,X.F., Cao,Y., Zhang,H.L., Chen,Y.J. and Hu,C.J.
TITLE Complete Genome Sequence of Vibrio alginolyticus ATCC
17749T
JOURNAL Genome Announc 3 (1), e01500-14 (2015)
PUBMED 25635021
REMARK Publication Status: Online-Only
REFERENCE 2 (bases 1 to 24)
AUTHORS Cao,Y. and Hu,C.-J.
TITLE Direct Submission
JOURNAL Submitted (05-AUG-2013) Department of Laboratory
Medicine, Jinan
Military General Hospital, No.25, Shifan Road, Jinan,
Shandong
250031, China
COMMENT REFSEQ INFORMATION: The reference sequence was derived
from
CP006718.
Annotation was added by the NCBI Prokaryotic Genome
Annotation
Pipeline (released 2013). Information about the
Pipeline can be
found here:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/genome/annotation_prok/

##Genome-Assembly-Data-START##
76

Assembly Method :: Newbler v. V2.3


Genome Coverage :: 20x
Sequencing Technology :: 454
##Genome-Assembly-Data-END##

##Genome-Annotation-Data-START##
Annotation Provider :: NCBI
Annotation Date :: 04/01/2017
21:30:41
Annotation Pipeline :: NCBI Prokaryotic
Genome
Annotation
Pipeline
Annotation Method :: Best-placed
reference protein
set; GeneMarkS+
Annotation Software revision :: 4.1
Features Annotated :: Gene; CDS; rRNA;
tRNA; ncRNA;
repeat_region
Genes (total) :: 4,753
CDS (total) :: 4,610
Genes (coding) :: 4,521
CDS (coding) :: 4,521
Genes (RNA) :: 143
rRNAs :: 12, 11, 11 (5S,
16S, 23S)
complete rRNAs :: 12, 11, 11 (5S,
16S, 23S)
tRNAs :: 105
ncRNAs :: 4
Pseudo Genes (total) :: 89
Pseudo Genes (ambiguous residues) :: 0 of 89
Pseudo Genes (frameshifted) :: 64 of 89
Pseudo Genes (incomplete) :: 13 of 89
Pseudo Genes (internal stop) :: 30 of 89
Pseudo Genes (multiple problems) :: 15 of 89
##Genome-Annotation-Data-END##
COMPLETENESS: full length.
FEATURES Location/Qualifiers
source 1..24
/organism="Vibrio alginolyticus NBRC 15630 =
ATCC 17749"
/mol_type="genomic DNA"
/strain="ATCC 17749"
/db_xref="taxon:1219076"
/chromosome="1"
/note="type strain of Vibrio alginolyticus"
gene <1..>24
/locus_tag="N646_RS10915"
/old_locus_tag="N646_2192"
/db_xref="GeneID:29866208"
CDS <1..>24
/locus_tag="N646_RS10915"
/old_locus_tag="N646_2192"
/inference="COORDINATES: similar to AA
sequence:RefSeq:WP_005458663.1"
77

/note="Derived by automated computational


analysis using
gene prediction method: Protein Homology."
/codon_start=1
/transl_table=11
/product="DNA topoisomerase (ATP-hydrolyzing)
subunit B"
/protein_id="WP_017821558.1"
/db_xref="GeneID:29866208"

/translation="MSENYDSSSIKVLKGLDAVRKRPGMYIGDTDDGTGLHHMVFEVV

DNSIDEALAGHCKDIVVTIHEDNSVSVSDDGRGIPTEIHSEENVSAAEVIMTVLHAGG

KFDDNSYKVSGGLHGVGVSVVNALSEKVELTIHRGGHIHTQTYRHGEPQAPLAVVGDT

DKTGTQIRFWPSAETFSNTEFHYDILAKRLRELSFLNSGVSIKLVDEREADKHDHFMY

EGGIQAFVDHLNTNKTPIIEKIFHFNSEREDGISVEVAMQWNDGFQENIFCFTNNIPQ

RDGGTHLAGFRAALTRTLNSFMDKEGFSKKAKTATSGDDAREGLTAVVSVKVPDPKFS

SQTKDKLVSSEVKSAVESAMGEKLSEFLIENPTEAKMVCSKIIDAARAREAARKAREM

TRRKGALDLAGLPGKLADCQEKDPALSELYIVEGDSAGGSAKQGRNRKNQAILPLKGK

ILNVEKARFDKMLSSQEVATLITALGCGIGRDEYNPDKLRYHNIIIMTDADVDGSHIR

TLLLTFFYRQMPELIERGYVYIAQPPLYKVKKGKQEQYIKDEEAMNQYQVSLALDNAS

LHVNAEAPALAGEALEKLVQQYNAGIKLAERMSRRYPSALVNELIYTPRLTPEQCHDA

SVVEAWTKQLVEQLNAKEVGASQYSYEVEQHEELGLNLPKIVVRTHGVTHEHAISIDF

LNSKEYGKLADLSEALDGLLEEGAYIKRGERTMPVANFAEALDWLVKESMRGLSRQRY

KGLGEMNPDQLWETTMDPETRRMMQVTIEDAVGADQLFTTLMGDQVEPRRNFIEENAL
KVANLDV"
ORIGIN
1 attgagaacc cgacagaagc gaag
//
78

Gambar 36. Hasil Grafik FASTA V. alginolyticus


(https://blast.ncbi.nlm.nih.gov/Blast.cgi diakses pada 30 Juni 2018)

5.2 Pengukuran Kualitas Air

Kualitas air yang diukur dan sampling yaitu pada bak benih dilakukan

pada benih. Pengukuran kualitas air dilakukan seminggu dua kali yaitu pada hari

senin dan kamis (Lampiran 4). Sedangkan sampling dilakukan dengan jadwal

berkala. Hasil pengukuran kualitas air didapatkan rata-rata kualitas air pada 6

minggu yaitu:

Tabel 7. Nilai rata-rata kualitas air pemeliharaan udang galah.


Suhu (oC) pH DO (mg/L)
Nilai Rata-rata 26.87 8.49 6.71

Kualitas air harus diperhatikan dalam memelihara udang galah. Udang

galah dapat hidup pada suhu 22-32 ºC dan suhu idealnya adalah 26-30 ºC

(Spotts, 2001). Nilai pH merupakan parameter kualitas kimia air yang sangat
79

penting bagi kehidupan organisme akuatik. Sebagian besar biota akuatik sensitif

terhadap perubahan pH, kisaran optimum pH yaitu sekitar 7-8,5 (Effendi, 2003).

Sedangkan kisaran optimum oksigen terlarut udang galah yaitu 3-7 mg/L dengan

batas lethal kurang dari 1 mg/L (New, 2002). Sehingga dapat dikatakan kualitas

air pada bak pemeliharaan benih sudah termasuk kondisi baik.

5.3 Permasalahan dan Kendala Penanganan

Dalam pemeriksaan bakteri pada LAPTIAB-BPPT, permasalahan pada

LAPTIAB-BPPT adalah:

o Kurangnya tenaga kerja, sehingga menghambat kinerja dari LAPTIAB-

BPPT itu sendiri.

o Bahan-bahan yang digunakan sebelumnya bersifat karsinogenik.

Sekarang sudah mulai digunakan bahan-bahan yang bersifat non-

karsinogenik, tetapi hasil yang didapatkan masih kurang memuaskan.

5.4 Rencana Pengembangan Penanganan

Rencana pengembangan penanganan ini yaitu akan diperkirakan lagi

masalah jumlah tenaga kerja. Dan untuk bahan pengganti baru yang sebelumnya

bersifat karsinogenik sedang dilakukan pengujian lebih lanjut tentang metode

apa yang dapat memperbaiki hasil dari identifikasi tersebut.


80

6. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil Praktik Kerja Magang (PKM) mengenai teknik

identifikasi bakteri di LAPTIAB-BPPT, Serpong, Banten didapatkan kesimpulan

sebagai berikut :

Teknik identifikasi bakteri yang dapat dikerjakan dengan cepat dan akurat

dengan menggunakan teknik PCR.

Teknik identifikasi yang digunakan adalah dengan menggunakan PCR

konvensional. Pada kegiatan identifikasi bakteri V alginolyticus target

band yang didapat adalah 1199 bp.

Sampel yang terdeteksi bakteri V alginolyticus adalah pada sampel kode

H8, H11, I10, I14, I15, I19, I22, I23, I24, K6, K7, K11, K12, K13. Terdapat

15 sampel dari 45 sampel terdeteksi bakteri V. alginolyticus.

6.2 Saran

Disarankan perlu adanya penambahan dan pengefisiesian jumlah tenaga

kerja. Dibutuhkan pengujian lebih lanjut tentang metode dan teknik yang dapat

memperbaiki hasil dari identifikasi tersebut karena bahan pengganti baru yang

sebelumnya bersifat karsinogenik masih belum optimal. Penanganan lebih lanjut

sangat dibutuhkan dalam pengelolaan peralatan yang digunakan dalam

pengujian bakteri dengan metode PCR agar waktu yang dibutuhkan dapat lebih

efisien dan biaya yang digunakan dapat berkurang.


81

DAFTAR PUSTAKA

Alifuddin, M. 2002. Imunostimulasi Pada Hewan Akuatik. Jurnal Akuakultur


Indonesia. 1(2) : 87-92.
Alphey, L. 1997. DNA Sequencing: From experimental methods to bioinformatics.
BIOS Scientific Publishers Limited : UK. 206 p.
Ausubel, F. M. 2003. Current Protocols in Molecular Biology. Random House :
USA. 259 p.
Birren, B and E. Lai. 1993. Pulsed field ge electrophoresis: a practical guide.
Academic Press, Inc. : San Diego. 102 p.
Chatterjee, S and S. Haldar. 2012. Vibrio Related Diseases in Aquaculture and
Development of Rapid and Accurate Identification Methods. Journal
Marine Science Resources Development. 3 – 7.
Clark, M. S. 1997. Plant Molecular Biology : A laboratory manual. 70 p.
Djaali dan P. Muljono. 2007. Pengukuran dalam Bidang Pendidikan. Grasindo:
Jakarta. 142 hlm.
Dwidjoseputro, D. 1985. Dasar-dasar Mikrobiologi. Djembatan. Malang. 214 hlm.
Dwiyitno. 2010. Identifikasi Bakteri Patogen pada Produk Perikanan Dengan
Teknik Molekuler. Squalen. 5(2) : 67-78.
Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan
Lingkungan Perairan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. 256 hlm.
Ekasari, J., J. L. F. Napitupulu dan E. H. Surawidjaja. 2016. Imunitas dan
pertumbuhan udang galah yang diberi pakan dengan suplementasi β-
glukan. Jurnal Akuakultur Indonesia. 15(1): 41–48.
Fatchiyah, A., L.E. Widyarti dan S. Rahayu. 2011. Biologi Molekular Prinsip
Dasar Analisis. Eralangga. Malang.
Felix, F., T. T. Nugroho, S. Silalahi, and Y. Octavia. 2011. Skrining Bakteri Vibrio
sp. Asli Indonesia sebagai Penyebab Penyakit Udang Berbasis Tehnik
16S Ribosomal DNA. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. 3(2):
85-99.
Fitriatin, E dan A. Manan. 2015. PEMERIKSAAN Viral Nervous Necrosis (VNN)
Pada Ikan dengan Metode Polymerase Chain Reaction (PCR). Jurnal
Ilmiah Perikanan dan Kelautan. 7(2) : 149-152.
Gardenia, L., I. Koesharyani dan Y. Aryati. 2011. Kasus Infeksi Alami: Diagnosa
Streptococcus Agalactiae dari Jaringan Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
Menggunakan Polymerase Chain Reaction. Jurnal Perikanan, 13(1) :
22-26.
Hadie, L.E dan W. Hadie. 2002. Budidaya Udang Galah GIMacro. Penebar
Swadaya: Jakarta. 47 hlm.
82

Hadie, W. dan H. E. Lies. 1993, Pembenihan Udang Galah Usaha Industri


Rumah Tangga. Kanisius: Yogyakarta. 110 hlm.
dan J. Supriatna, 1988. Pengembangan Udang Galah dalam Hatchery
dan Budidaya. Kanisius: Yogyakarta. 91 hlm.
Hamdi, A.S. dan E. Bahruddin. 2004. Metode Penelitian Kuantitatif Aplikasi
Dalam Pendidikan. Deepublish: Yogyakarta. 171 hlm.
Handoyo, D. dan A. Rudiretna. 2000. Prinsip Umum dan Pelaksanaan
Polymerase Chain Reaction (PCR). Unitas. 9(1) : 17-29.
Harikrishnan, R., C. Balasundaramb, S. Jawahar and Moon-Soo Heo. 2012.
Immunomodulatory effect of Withania somnifera supplementation diet in
the giant freshwater prawn Macrobrachium rosenbergii (de Man) against
Aeromonas hydrophila. Fish & Shellfish Immunology. 32 : 94-100.
Hatmanti, A. 2003. Penyakit Bakterial pada Budidaya Krustasea serta Cara
Penanganannya. Oseana. 28(3): 1-10.
Ilmiah, Sukenda, Widanarni dan E. Harris. 2012. Isolasi dan karakterisasi Vibrio
Patogen pada ikan kerapu macan Epinhepelus fuscoguttatus. Jurnal
Akuakultur Indonesia. 11 (1) : 28 -37.
Irianti, D.S.A., A. Yustiati, dan H. Hamdani. 2016. Kelangsungan Hidup Dan
Pertumbuhan Udang Galah (Macrobrachium rosenbergii) Yang Diberi
Kentang Pada Media Pemeliharaan. Jurnal Perikanan Kelautan. 7(1) :
23 – 29.
Kamaliah. 2017. Perbandingan metode ekstraksi DNA Phenol-Chloroform dan Kit
Extraction pada Sapi Aceh dan Sapi Madura. Jurnal Biotik. 5 (1): 60-65.
Karp, G. 2008. Cell and molecular biology. Shieldcrest Publisher: USA. 289 p.
Khairuman dan K. Amri. 2004. Budidaya Udang Galah secara Intensif.
Agromedia Pustaka. Jakarta. 90 hlm.
Khan, N.S., M.R. Islam, M. B. Hossain, M. A. Quaiyum, M. Shamsuddin and J. K.
Karmaker. 2012. Comparative Analysis of Microbial Status of Raw and
Frozen Freshwater Prawn (Macrobrachium rosenbergii). Middle-East
Journal of Scientific Research. 12(7): 1026-1030.
Khasani, I. 2013. Penyakit Ekor Putih (White Muscle Disease) pada Udang Galah
(Macrobrachium rosenbergii de Man). Media Akuakultur. 8(1) : 31 – 37.
, Alimuddin, M. Z. Junior, A. M. Lusiastuti, dan A. Sopian. 2015.
Resistensi Udang Galah Keturunan Pertama terhadap Infeksi Vibrio
harveyi. Jurnal Riset Akuakultur. 10(2) : 251-260.
, D. Wahjuningrum, dan Y. Evan. 2010. Uji Ketahanan Larva Udang
Galah dari Beberapa Sumber Populasi terhadap Bakteri Vibrio harveyi.
J. Ris. Akuakultur. 5(3): 411-424.
Kurien, B. T. and R. H. Scofield. 2015. Western Blotting-Methods and Protocols.
Humana Press Inc: Totowa. 509 p.
Liu, H.C., W. Cheng, J.P. Hsu and J.C. Chen. 2004. Vibrio alginolyticus infection
in the white shrimp Litopenaeus vannamei confirmed by polymerase
83

chain reaction and 16S rDNA sequencing. DISEASES OF AQUATIC


ORGANISMS JOURNAL. 61: 169–174.
Maftuchah, A. Winarya dan A. Zainuddin. 2014. Teknik Dasar : Analisis Biologi
Molekuler. Penerbit Deepublish : Sleman. 225 hlm.
Martin, R. 1996. Gel electrophoresis: Nucleic acids. Olimpia Publisher: UK. 320
p.
Murtidjo, B. A. 2008. Budidaya Udang Galah Sistem Monokultur. Kanisius:
Yogyakarta. 117 hlm.

New, M. B. 2002. Farming Freshwater Prawns: A Manual for Culture of The Gaint
River Prawn (Macrobrachium rosenbergii). Food and Agriculture
Organization of The United Nations. Roma (IT). 428 p.
, W. C. Valenti, J. H. Tidwell, L. R. D’Abramo and M. N. Kutty. 2010.
Freshwater Prawns Biologi and Farming. Blackwell Publishing Ltd. USA.
560 p.
Pawito. 2007. Penelitian Komunikasi Kualitatif. LKis : Yogyakarta. 112 hlm.
Perry, R. P., J. La Torre, D. E Kelley, and J. R. Greenberg. 1972. On the lability
of poly(A) sequences during extraction of messenger RNA from
polyribosomes. Biochimica et Biophysuca Acta. 262: 220-226.
Raco, J. R .2010. Metode Penelitian Kualitatif : Jenis, Karakteristik dan
Keunggulannya. Grasiindo: Jakarta. 171 hlm.
Rukyani, A. Taufik, P, dan Taukhid. 1992. Penyakit kunang-kunang
(Luminescence vibriosis) di hatchery udang windu dan cara
penanggulangan penyakit benur di hatchery udang. J. Litbang Pert. 2:1-
17.
Sahoo, P.K., B. R. Pillai, J. Mohanty, J. Kumari, S. Mohanty and B.K. Mishra. In
Vivo Humoral and Cellular Reactions, and Fate of Injected Bacteria
Aeromonas hydrophila in Freshwater Prawn Macrobrachium rosenbergii.
Fish & Shellfish Immunology. 23 : 327-340.
Sambrook, J. and D. W. Russel. 2001. Molecular Cloning-A Laboratory Manual.
Cold Spring Harbor Laboratory Press: New York. 2231 p.
Sarjito, M. Apriliani, D. Afriani, dan A.H.C. Haditomo. 2015. Agensia Penyebab
Vibriosis Pada Udang Vaname (Litopenaus gariepinus) yang
Dibudidayakan Secara Intensif di Kendal. Jurnal Kelautan Tropis. 18(3) :
189–196.
Seprianto, Feliatra dan T. T. Nugroho. 2017. Isolasi dan Identifikasi Bakteri
Probiotik Dari Usus Udang Windu (Penaeus monodon) Berdasarkan
Sekuens Gen 16S rDNA. 5(2) : 83-92.
Siagian, D dan Sugiarto. Metode Statistika Untuk Bisnis dan Ekonomi. Gramedia:
Jakarta. 431 hlm.
Siswanto, J.E., T. Berlian, E. Putricahya, L.V. Panggalo dan L. Yuniani. 2016.
Isolasi DNA pada Sampel Darah Tepi dan Swab Buccal pada Bayi
84

Penderita ROP: Perbandingan Hasil Uji Konsentrasi dan Indeks


Kemurnian. Sari Pediatri. 18(4) : 270-277.
Soegoto, E.S. 2008. Marketing Research. Elex Media Komputindo: Bandung.
118 hlm.
Switzer. 1999. Experimental Biochemistry. Greathouse Publisher : Norwegia. 201
p.
Tan, S.C dan B.C.Yiap.2009. DNA, RNA and Protein Extraction : The Past and
The Present. Journal of Biomedicine and Biotechnolgy. 10 : 1 – 20.
Wahyudi, M. J. dan A. Fadlil. 2013. Sistem Pakar Untuk Mengidentifikasi
Penyakit Udang Galah dengan Metode Theorema Bayes. Jurnal Sarjana
Teknik Informatika. 1(1) : 11-20.
Widanarni, Sukenda dan M. Setiawati. 2008. Bakteri Probiotik dalam Budidaya
Udang Seleksi, Mekanisme Aksi, Karakterisasi dan Aplikasinya sebagai
Agen Biokontrol. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia. 13 (2) : 80 – 89.
Yagi N, Satonaka K, Horio M, Shimogaki H, Tokuda Y, Maeda S. 1996. The role
of DNase and EDTA on DNA degradation in formaldehyde fixed tissues.
Biotechnic & Histochemistry. 71 (3): 123–129.
Yuwono, T. 2009. Biologi Molekuler. Erlangga : Jakarta. 269 hlm.
Blast-ncbi. 2018. https://blast.ncbi.nlm.nih.gov/Blast.cgi. diakses pada 30 Juni
2018.
Google Earth Pro. 2018. Explore, Search and Discover, Http://
www.earthgoogle.com. diakses pada tanggal 11 Maret 2018.
Spotts, D. 2001. Introducing Macrobrachium rosenbergii.
www.miamiaquaculture.com. diakses pada tanggal 5 Maret 2018.
85

LAMPIRAN

Lampiran 1. Peta Lokasi LAPTIAB BPPT


Lampiran 2. Struktur Organisasi BPPT
86
87

Lampiran 3. Dokumentasi
➢ Alat dan Bahan

❖ Alat

PCR PeQ Lab V1115 PCR TaKara Standart

PCR Extragene 9600 UV Transluminator PeQ Lab & Kamera


Canon Supershoot I5 IS

Nanodrop Thermo 2000 Sentrifuge Mikro200R


88

Microwave (Panasonic) Autoklaf

Laminary Air Flow (ESCO) Kulkas -40 oC (Lieber Isocool)

Inkubator (Memmert) Sieve Shaker (LM-4500)

Evaporator Timbangan Digital


89

Erlenmeyer 50 ml (Schott Duran) Hot Plate (Yellow Line)

Cawan Petri Tube 1,5 ml

Tube PCR 0,2 μl Mini Cooler (PeQ Lab)


90

Nanodrop Bioakuatik Gelas Ukur 250 ml (Waki)

Bunsen Jarum Ose

Tabung Reaksi (Waki) Sectio Set


91

Elektroforesis Advance Mupid-eX

❖ Bahan

Bakteri V. alginolyticus Media TCBS

Primer VA (F) Primer VA (R)

TBE 1X & TAE 1X Bubuk TCBS


92

Lysozyme 10 mg/ml Ekstrak DNA

TE-Buffer pH 8 Aquades

SDS 10% pH 7,2 My Taq HS Redmix


93

Larutan I (Tanpa RNAse) Gliserol 99%

Bubuk Agarose Sodium Asetat (CH3COONa 3M)

Diamond Nucleid Acid Dye (ADH1181) Ethanol 99%


94

ddH20 RNAse (1mg/ml)

P:C:I (25:24:1) C:I (24:1)

Bubuk Ekstrak Yeast


95

➢ Kegiatan PKM

Pembuatan Media TCBS

Amplifikasi dengan PCR


96

Hasil Ekstraksi DNA

Pembedahan Udang Galah


97

Uji Kemurnian dengan Nanodrop

Pembuatan Master Mix


98

Pengecekan Kualias Air

Presentasi Hasil PKM


99

Lampiran 4. Hasil Data Sekunder


Data Kualitas Air Mingguan
• 26 Juni 2018
Suhu DO
Bak pH
(oC) (mg/L)
1 26.83 8.95 10.86
2 26.53 8.77 8.46
3 26.12 8.88 8.77
4 24.06 8.86 8.48
5 25.85 8.48 7.91
6 27.3 8.97 7.66
7 27.55 9.06 7.97
8 27.1 9.17 8.09
9 27.09 8.82 7.83
10 26.56 9.35 8.2
11 27.46 9.13 7.35
12 27.71 9.3 7.72
13 27.52 9.16 7.57
14 27.52 8.88 7.42
15 27.08 9.15 7.69
16 27.68 8.95 8.13
17 27.24 9.13 7.69
18 -
19 26.59 9.49 7.88
20 28.28 8.56 6.24
21 27.75 8.72 6.79
22 28.39 8.42 6.01
23 28.31 8.4 6.36
24 27.95 8.74 6.73
25 27.18 9.06 7.67
26 28.08 8.38 6.8
27 -
Jumlah 679.73 222.76 192.28
Rerata 27.1892 8.9104 7.6912
100

• 3 Juli 2018

Bak Suhu DO
pH
(oC) (mg/L)
1 29.96 7.78 8.03
2 25.73 7.75 7.49
3 25.27 7.8 8.11
4 25.29 7.73 7.4
5 25.11 7.56 7.16
6 25.29 7.63 7.83
7 25.81 7.6 7.62
8 25.72 7.65 7.7
9 25.56 7.62 7.33
10 26.08 7.57 7.6
11 26.04 7.55 6.85
12 26.44 7.62 6.71
13 26.21 7.61 6.82
14 26.26 7.43 6.1
15 25.85 7.51 7.36
16 26.37 7.4 5.8
17 25.91 7.6 6.82
18 -
19 25.21 7.69 7.71
20 -
21 26.55 7.28 5.8
22 -
23 24.92 7 6.67
24 -
25 25.88 7.36 6.63
26 -
27 -
Jumlah 545.46 159.23 149.54
Rerata 25.9743 7.58238 7.12095
101

• 10 Juli 2018

Bak Suhu DO
pH
(oC) (mg/L)
1 29.23 9.55 7.5
2 28.83 9.3 6.95
3 28.85 9.65 6.77
4 28.57 9.55 6.77
5 27.78 8.92 6.87
6 30.28 9.68 6.3
7 29.9 9.62 6.6
8 30.27 9.62 6.44
9 30.02 9.06 6.67
10 29.11 9.91 6.74
11 30.6 9.58 0.34
12 30.37 9.86 6.66
13 30.26 9.45 6,09
14 29.96 9.22 5.95
15 29.18 9.78 6.61
16 -
17 29.98 9.92 6.31
18 -
19 28.66 10.34 6.79
20 30.78 8.8 4.86
21 29.95 9.79 8.17
22 30.36 8.9 5.4
23 29.8 8.70 5.78
24 30.21 9.09 5.73
25 29.38 10 6.63
26 29.78 8.77 5.25
27 -
Jumlah 712.11 227.06 142.09
Rerata 29.6713 9.46083 5.92042
102

• 17 Juli 2018
Suhu DO
Bak pH
(oC) (mg/L)
1 26.34 8.06 7.67
2 -
3 25.7 8.27 7.56
4 25.68 8.13 7.21
5 25.46 8.08 7.4
6 26.53 8.38 7.1
7 26.9 8.23 7.2
8 -
9 26.33 8.2 7.16
10 -
11 26.55 8.48 7.17
12 26.87 8.67 6.97
13 26.63 8.49 6.9
14 26.65 8.39 6.93
15 26.21 8.49 7.1
16 26.88 8.39 6.93
17 26.35 8.69 6.86
18 -
19 27.2 8.42 6.73
20 26.54 8.36 6.4
21 -
22 26.3 8.2 6.64
23 25.77 8.28 6.62
24 25.83 8.46 6.88
25 26.18 8.28 6.62
26 26.03 8.29 6.27
27 -
Jumlah 552.93 175.24 146.32
Rerata 22.1172 7.0096 5.8528
103

• 24 Juli 2018
Suhu DO
Bak pH
(oC) (mg/L)
1 27.36 8.56 8.21
2 28.76 8.37 7.4
3 26.94 8.95 7.73
4 26.71 8.53 7.86
5 26.41 8.55 7.7
6 28.14 9.46 7.9
7 28.26 9.18 7.85
8 29.21 8.41 6.77
9 28.05 8.91 7.8
10 28.87 8.3 6.9
11 28.29 9.53 7.73
12 28.43 9.45 8.06
13 28.3 8.9 7.21
14 28.18 9.13 7.44
15 27.76 9.2 7.52
16 28.51 9.45 8.06
17 28.06 9.47 7.26
18 -
19 28.22 8.72 6.44
20 28.13 8.65 6.9
21 29.02 8.36 6.23
22 27.96 8.48 6.89
23 27.24 8.48 6.79
24 27.51 8.96 6.96
25 27.64 9.16 7.54
26 27.29 8.55 7.3
27 -
Jumlah 699.25 221.71 184.45
Rerata 27.97 8.8684 7.378
104

• 31 Juli 2018
Suhu DO
Bak pH
(oC) (mg/L)
1 30.51 7.98 7.26
2 30.59 8.72 6.77
3 30.8 8.49 6.56
4 30.53 8.45 6.19
5 29.69 8.53 6.4
6 30.56 9.44 6.03
7 30.6 8.94 6.06
8 30.4 9.79 6.49
9 30.2 9.6 6.11
10 29.45 9.71 6.62
11 30.8 9.69 6.1
12 31.07 8.86 6.02
13 30.44 9.57 6.01
14 30.19 9.14 5.99
15 30.41 8.98 5.97
16 31.13 8.87 5.59
17 30.17 9.35 5.97
18 -
19 29.03 9.64 6.19
20 30.55 9.62 6.32
21 30.1 9.12 8.83
22 30.07 9.16 6.21
23 29.28 8.41 5.65
24 29.79 9.82 6.08
25 29.57 8.83 5.91
26 29.26 9.15 5.63
27 -
Jumlah 755.19 227.86 156.96
Rerata 30.2076 9.1144 6.2784

Anda mungkin juga menyukai