MIKROBIOLOGI AKUAKULTUR
KELOMPOK IV
STEFANNO. M. A. RIJOLY
C151140401
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah Yang Maha Kuasa, karena atas
kasih sayang dan penyertaanNya penulis mampu untuk menyelesaikan laporan
praktikum Mikrobiologi akuakultur. Laporan ini disusun sebagai syarat dari
praktikum mata kuliah mikrobiologi dalam program studi Akuakultur, Sekolah
Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan praktikum ini jauh dari
sempurna dan tentu masih banyak kekurangan dan kesalahan yang tidak disadari
penulis. Oleh karena itu kritik dan saran kearah perbaikan akan penulis terima
dengan tangan terbuka.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada para dosen
mata kuliah Mikrobiologi Akuakultur yaitu Dr. Ir. Widanarni M.Si, Dr. Dinamella
Wahjuningrum S.Si, M.Si dan Dr. Munti Yuhana S.Pi, M.Si yang sudah memberi
pengarahan sebagai bekal awal menjalankan praktikum. Terima kasih juga penulis
sampaikan kepada Pak Rahman S.Pi M.Si dan Pak Ranta yang telah menyediakan
waktu dan tenaga demi kelancaran praktikum. Terima kasih bagi para asisten
praktikum yang telah mendampingi penulis dalam menggali ilmu dan pengalaman
praktek. Terima kasih terakhir bagi rekan-rekan mahasiswa magister akuakultur
2014, menjadi rekan seperjuangan dalam berikhtiar mencari ilmu yang
bermanfaat.
Penulis berharap semoga laporan hasil praktikum ini dapat bermanfaat
bagi pengembangan praktikum mikrobiologi akuakultur.
Stefanno M. A. Rijoly
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Ambon, 4 November 1988. Anak ketiga
dari enam bersaudara. Penulis mengawali pendidikan formal di
SD YPPK Gembala Baik, Papua pada tahun 1994. Pendidikan
dasar berlanjut di SDN 2 Poka, Ambon hingga tahun 2000.
Pendidikan menengah pertama ditempuh di SMP Hang Tuah
Halong pada tahun 2000 dan berlanjut ke SMPN 4 Ambon dan
lulus tahun 2003, pendidikan menengah atas ditempuh di
SMAN 1 Ambon.
Lulus sekolah menegah atas pada tahun 2006 penulis melanjutkan jenjang
pendidikan ke strata 1 dengan mengambil program studi Biologi, di Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pattimura Ambon. Selama
menempuh pendidikan strata 1 penulis aktif dalam organisasi mahasiswa seperti
GMNI, KPA Patra 28. Penulis juga pernah magang di Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia Ambon. Lulus dari Universitas Pattimura pada tahun 2012 penulis
bekerja sebagai laboran pada Laboratorium Biologi Dasar FMIPA Universitas
Pattimura. Pada bulan oktober 2013 penulis mengambil program beasiswa pra-
magister dari DIKTI. Sampai saat ini penulis aktif sebagai mahasiswa pasca
sarjana di Departemen Manajemen Budidaya Perikanan Program Studi
Akuakultur Institut Pertanian Bogor.
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ...................................................................................... ii
RIWAYAT HIDUP .......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... iv
Oleh:
Stefanno M.A. Rijoly
C151140401
ILMU AKUAKULTUR
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014
I. PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Tujuan praktikum ini yang pertama adalah untuk mengetahui alat-alat apa
saja yang terdapat di laboratorium mikrobiologi, cara penggunaan yang benar
serta fungsi dan spesifikasi masing-masing alat tersebut. Tujuan kedua yaitu
mengetahui prosedur penyiapan media dan sterilisasi alat dan bahan.
II. METODOLOGI
Media yang digunakan umumnya adalah media agar yang sudah tersedia
sebagai dalam bentuk bubuk, media tersebut diambil beberapa gram masukan
kedalam erlenmeyer kemudian tambahkan akuades lalu dipanaskan sekitar suhu
70°C kemudian dipindahkan dalam autoklaf dan disterilisasi menurut prosedur
penggunaan autoklaf.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
Alat-alat yang terdapat di Laboratorium Kesehatan Ikan dan yang akan
digunakan dalam praktikum mikrobiologi meliputi mikroskop, autoklaf,
inkubator, waterbath, shaker, sentrifuge, gelas ukur, erlenmeyer, jarum ose, cawan
petri, pipet ukur, batang penyebar/drigalski, lampu bunsen, gelas beaker,
biological safety cabinet (BSC), mikropipet, tabung reaksi, erlenmeyer, pipet
tetes, ependof dan vorteks.
Alat Foto Alat Alat Foto Alat
Autoclave Inkubator
3.2 Pembahasan
3.2.1 Sterilisasi Cawan Petri dan Pipet
Sterilisasi adalah suatu proses untuk membunuh semua jasad renik yang
ada, jika ditumbuhkan di alam suatu medium tidak ada jasad renik yang dapat
berkembang biak. Sterilisasi harus dapat membunuh renik yang paling tahan
panas yaitu spora bakteri (Fardiaz, 1992).
Pada prinsipnya sterilisasi dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu secara
mekanik, fisik dan kimiawi.
1. Sterilisasi secara fisik (pemanasan, penggunaan sinar gelombang pendek
yang dapat dilakukan selama senyawa kimia yang akan disterilkan tidak
akan berubah atau terurai akibat temperatur atau tekanan tinggi). Dengan
udara panas, dipergunakan alat “bejana/ruang panas” (oven dengan
temperatur 170˚– 180˚C dan waktu yang digunakan adalah 2 jam yang
umumnya untuk peralatan gelas).
2. Sterilisasi secara kimia (misalnya dengan penggunaan disinfektan, larutan
alkohol, larutan formalin).
3. Sterilisasi secara mekanik, digunakan untuk beberapa bahan yang akibat
pemanasan tinggi atau tekanan tinggi akan mengalami perubahan,
misalnya adalah dengan saringan/filter. Sistem kerja filter, seperti pada
saringan lain adalah melakukan seleksi terhadap partikel-partikel yang
lewat (dalam hal ini adalah mikroba) (Suriawiria, 2005).
Banyak metode yang dapat digunakan dalam upaya mensterilisasi alat
maupun bahan. Metode yang digunakan bergantung pada sifat dan karakteristik
alat dan bahan yang akan disterilisasi dan jenis mikroorganisme yang ingin
dimusnahkan. Prosedur sterilisasi yang paling sering digunakan dalam
laboratorium mikrobiologi adalah sterilisasi panas lembab dengan menggunakan
autoclaf. Berikut merupakan gambar contoh membungkus cawan petri sebelum
dimasukkan kedalam autoclave alat yang disiapkan untuk sterilisasi dalam
autoclaf dan yang akan diinkubasi.
4.1 Kesimpulan
Media yang digunakan untuk menumbuhkan suatu bakteri harus dibuat secara
aseptik agar bakteri yang diinginkan dapat tumbuh dengan baik tanpa ada
gangguan dari kontaminan, sehingga diperoleh bakteri yang murni. Agar hal itu
tercapai maka alat dan bahan yang akan digunakan dalam proses pembuatan
media harus disterilkan terlebih dahulu dengan prosedur yang benar sesuai dengan
metode yang digunakan, dalam hal ini metode yang digunakan adalah metode
panas basah menggunakan autoclave.
4.2 Saran
Masing-masing prosedur penggunaan alat dan bahan perlu dijelaskan lebih
mendalam, khususnya pada penggunaan alat yang sensitif kerusakan atau
memiliki potensi bahaya dalam penggunaannya.
DAFTAR PUSTAKA
Oleh:
Stefanno. M. A. Rijoly
C151140401
ILMU AKUAKULTUR
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014
I. PENDAHULUAN
3.1 Hasil
Hasil pengamatan isolat bakteri dari lingkungan akuakultur yang telah
diisolasi menggunakan media agar EMBA, TSA, TCBS, dan SWC disajikan pada
tabel berikut.
Tabel 1 Hasil pengamatan isolat bakteri dan fungi yang berhasil diisolasi dari
lingkungan akuakultur
Kultur Koloni Tumbuh
Isolat Medium Gambar
Warna Bentuk Elevasi Tepian Ya/Tidak
A EMBA - - - - Tidak
Berdasarkan tabel 1 di atas, dapat dilihat bahwa pada media EMBA tidak
ada koloni bakteri yang tumbuh. Pada media TSA tumbuh koloni bakteri dengan
ciri-ciri berbentuk sirkular, tepian entire dan elevasi raised dan berwarna kuning.
Sedangkan untuk media TCBS dan SWC tumbuh koloni dengan ciri-ciri
berbentuk sirkular, tepian entire, elevasi raised dan berwarna orange.
3.2 Pembahasan
Kultur murni adalah kultur yang sel-sel mikrobanya berasal dari
pembelahan satu sel tunggal. Biakan murni diperlukan karena semua metode
mikrobiologis yang digunakan untuk menelaah dan mengidentifikasi mikroba,
termasuk penelaahan ciri-ciri kultur, morfologis, maupun serologis memerlukan
suatu populasi yang terdiri dari satu macam mikroba saja (Waluyo dalam Iman,
2010). Karakteristik koloni bakteri hasil inokulasi merupakan salah satu bagian
dalam identifikasi bakteri. Beberapa bentuk koloni spesifik koloni bakteri pada
media agar datar yaitu (Sutedjo, 1996):
1. Ukuran
• Titik
• Kecil
• Sedang
• Besar
2. Warna koloni
Bakteri yang hidup hampir tidak berwarna dan tidak kontras dengan air, di
mana sel-sel bakteri tersebut disuspensikan. Oleh karena itu pengamatan tanpa
pewarnaan menjadi lebih sukar dan tidak dapat digunakan untuk melihat
bagian-bagian sel dengan teliti
3. Bentuk koloni
• Bundar
• Tidak beraturan
• Rhizoid (tersebar seperti akar)
4. Bentuk bagian tepi koloni (margin )
• Rata (entire)
• Tidak rata, bergelombang secara beraturan (lobate )
• Bergelombang (undulate )
• Bergerigi (serrate )
• Seperti filamen (filamentous)
Media EMBA (Eosin Methylene Blue Agar) adalah medium selektif dan
diferensial digunakan untuk mengisolasi coliform fecal. Eosin Y dan metilen blue
adalah pewarna indikator pH yang bergabung untuk membentuk endapan ungu
gelap pada pH rendah (asam), mereka juga berfungsi untuk menghambat
pertumbuhan organisme yang paling Gram positif. Sukrosa dan laktosa berfungsi
sebagai sumber karbohidrat dapat difermentasi yang mendorong pertumbuhan
coliform. Fermentor yang kuat dari laktosa atau sukrosa akan menghasilkan
jumlah asam yang cukup untuk membentuk kompleks warna ungu tua.
Pertumbuhan organisme ini akan muncul berwarna ungu tua sampai hitam.
Escherichia coli, suatu fermentor yang kuat, sering menghasilkan warna koloni
hijau metalik. Fermentor lambat atau lemah akan menghasilkan koloni merah
muda mukoid atau berlendir. Biasanya koloni berwarna atau tidak berwarna
menunjukkan bahwa organisme fermentor laktosa atau sukrosa terserbut bukan
merupakan coliform fecal (Lal and Cheeptham, 2007). Hasil praktikum
menunjukkan bahwa tidak ada koloni bakteri yang tumbuh, hal ini menunjukkan
bahwa dari isolat bakteri yang digunakan tidak mengandung bakteri E. coli.
Trypticase Soy Agar (TSA) merupakan media agar yang digunakan untuk
kegiatan pengisolasian dan pembudidayaan berbagai macam mikroorganisme
yang bersifat aerobik. Medium ini digunakan untuk berbagai tujuan yang
mencakup pemeliharaan stok budidaya, isolasi berbagai macam spesies
mikroorganisme, serta sebagai dasar untuk media termasuk darah (Becton,
Dickinson and Company 2007). Komposisi dari TSA ini antara lain Approximate
Formula* Per Liter Purified Water, Pancreatic Digest of Casein, Papaic Digest
of Soybean, Sodium Chloride, Agar. Media TSA merupakan media umum untuk
pertumbuhan bakteri sehingga pada saat digores dan diinkubasikan tumbuh koloni
bakteri.
TCBS (Thiosulphate Citrate Bile Salt Sucrose) adalah media yang solid
selektif untuk isolasi dan budidaya Vibrio. Media ini hanya digunakan untuk
mendiagnosa bakteri secara in vitro saja. Prinsip kerjanya yaitu bakteri gram
positif akan dihambat oleh oxbile, natrium tiosulfat dan sitrat besi akan
mendeteksi produksi H2S dan bromythol biru dan timol biru adalah sebagai
indikator pH (QUEBACT Laboratories, 2012). Formula untuk pembuatan 1 liter
TCBS adalah Yeast Extract 5 g, Casein Peptone 5 g, Meat Peptone 5 g, Sodium
Citrate 5 g, Sodium Thiosulfate 10 g, Oxbile 5 g, Sodium Cholate 3 g, Sucrose 20
g, Sodium Chloride 3 g, Ferric Citrate 1 g, Bromthymol Blue 0.04 g, Thymol
Blue 0.04 g, dan Agar 14 g. Media TCBS merupakan media selektif untuk bakteri
Vibrio. Menurut Arfah (2011) salah satu koloni Vibrio yang tumbuh pada media
TCBS adalah V. cholera di mana memiliki ciri-ciri sebagai berikut,
berukuran besar, permukaan halus, agak datar, bagian tengah buram dan bagian
pinggir terang, berwarna kuning (sukrosa positif). Hasil yang didapatkan pada
praktikum kali ini memiliki kesamaan ciri pada pernyataan dari Arfah (2011)
yaitu berwarna kuning. Kemungkinan, bakteri yang tumbuh pada media TCBS
tersebut adalah jenis Vibrio.
SWC (Sea Water omplete) adalah media yang berbentuk padat yang dapat
digunakan untuk menumbuhkan semua mikroba air laut dipermukaan sehingga
membentuk koloni yang dapat dilihat, dihitung dan diisolasi. SWC biasanya
digunakan dalam menumbuhkan bakteri yang bersifat luminescent atau bakteri
yang mengeluarkan cahaya berpendar. Komposisi dari SWC meliputi 500 ml air,
12 g garam laut, 2,5 g pepton, 1,5 g yeast extract, 1,5 ml gliserin dan 7,5 g agar
(Anonim, 2008). Hasil praktikum menunjukan bakteri yang tumbuh memiliki
ciri-ciri berbentuk sirkular, tepian entire, elevasi raised dan berwarna orange yang
sesuai dengan ciri-ciri bakteri Vibrio (Arfah, 2011).
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Praktikum isolasi bakteri dan fungi dari lingkungan akuatik telah berhasil
dilakukan dengan metode cawan gores kuadran. Setiap media mempunyai fungsi
masing-masing dalam menumbuhkan biakan murni. Masing-masing bakteri
memiliki kebutuhan nutrien, fisika, kimia media yang berbeda-beda. Isolasi
bakteri dapat dilakukan dengan menggunakan metode cawan gores.
4.2 Saran
Wadah yang digunakan untuk medium sebaiknya diperbanyak jumlahnya
dan lebih beragam sehingga praktikan dapat lebih mahir dalam pemindahan
biakan mikroba secara aseptik. Sehingga praktikan akan lebih terampil dandapat
memperoleh hasil yang lebih baik. Pada praktikum selanjutnya diharapkan selain
dapat melakukan pengkulturan mikroba juga ada pengamatan melalui mikroskop,
agar praktikan lebih mengetahui bagaimana bentuk mikroba secara langsung.
DAFTAR PUSTAKA
Oleh:
Stefanno. M. A. Rijoly
C151140401
ILMU AKUAKULTUR
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014
I. PENDAHULUAN
1.4 Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui sifat gram, bentuk sel, dan
penataan sel pada bakteri, untuk mengenal dan mempelajari prosedur pewarnaan
Gram serta untuk memahami pentingnya setiap langkah dalam prosedur tersebut.
II. METODOLOGI
3.1 Hasil
Hasil pengamatan pada percobaan pewarnaan Gram bakteri adalah diketahui
reaksi Gram bakteri, bentuk, dan penataan dari sel bakteri pada isolat B, S, dan V
(Tabel 1).
Tabel 1 Hasil pengamatan pewarnaan Gram bakteri
Ulangan Isolat Gram Bentuk Penataan
B - Basil Diplo
1 S - Coccus Staphylo
V - Basil Staphylo
B - Basil Mono
2 S + Coccus Staphylo
V - Basil Mono
B + Basil Mono
3 S + Coccus Staphylo
V - Comma Mono
B + Basil Mono
4 S + Coccus Staphylo
V - Comma Mono
B + Basil Mono
5 S + Coccus Staphylo
V - Coccus Mono
Berdasarkan tabel 1 diatas pada ulangan 1 isolat B tergolong bakteri gram
negatif dengan bentuk basil dan penataannya termasuk golongan diplo, isolat S
merupakan bakteri gram negatif dengan bentuk coccus dan penataannya staphylo
sedangkan isolat V termasuk bakteri gram negatif, berbentuk basil dengan
penataan staphylo. Pada ulangan 2 isolat B dan V termasuk bakteri gram negatif
dengan bentuk basil dan penataannya mono, sedangkan isolat S berupa bakteri
gram positif dengan bentuk coccus dan penataannya staphylo. Ulangan 3 dan 4
memiliki hasil yang sama yaitu pada isolat B dan S termasuk bakteri gram positif
dengan bentuk dan penataan masing-masing basil dan coccus serta mono dan
staphylo, sedangkan isolat V merupakan bakteri gram negatif dengan bentuk
comma dan penataannya mono. Pada ulangan 5 isolat B tergolong bakteri gram
positif dengan bentuk basil dan penataannya termasuk golongan mono, isolat S
merupakan bakteri gram positif dengan bentuk coccus dan penataannya staphylo
sedangkan isolat V termasuk bakteri gram negatif, berbentuk coccus dengan
penataan mono.
3.2 Pembahasan
Dalam pewarnaan gram ada 2 kemungkinan yang akan terjadi yaitu
menjadi warna ungu yang menunjukkan gram positif dan warna merah yang
menunjukkan gram negatif. Warna ungu yang terdapat digram positif didapat
karena pada saat bakteri ditetesi dengan etanol dinding selnya mengkerut.
Sehingga saat diberi safranin (pewarnaan sekunder) bakteri tetap dapat
mempertahankan warna primernya karena pengaruh ketebalan dinding, oleh
karena itu disebut gram positif. Sedangkan gram negatif didapat karena pada saat
bakteri ditetesi dengan etanol dinding selnya tidak dapat mengkerut dengan kuat
karena strukturnya yang tipis., sehingga saat diberi safranin (pewarnaan sekunder)
bakteri tidak dapat mempertahankan warna primernya, sehingga warna ungu
pudar menjadi merah muda, oleh karena itu disebut gram negatif. Perbedaan
antara bakteri gram positif dan bakteri gam negatif terletak pada struktur dinding
sel dan kandungan asam ribonukleatnya. Hasil yang diperoleh dari setiap
kelompok mengenai pewarnaan gram bakteri berbeda-beda. Ada yang jenis
bakterinya gram (+) dan ada yang jenis bakterinya gram (-). Gram (+) berwarna
ungu karena bakteri tersebut mengikat komplek zat warna kristal ungu, gram (-)
berwarna merah karena mengikat zat warna sekunder. Jika sedian kemudian di
cuci dengan air, lalu dengan alkohol maka dua kemungkinan dapat terjadi.
Pertama zat warna tambahan terhapus, sehingga yang nampak ialah zat warna
yang asli (ungu). Dalam hal ini sedian (bakteri) kita sebut gram positif. Kedua zat
warna tambahan (merah) bertahan hingga zat warna asli tidak tampak, dalam hal
ini sedian (bakteri) kita katakan gram negatif (Dwidjosaputro, 2005).
Menurut Pelczar dan Chan (2010) bentuk-bentuk dasar bakteri terdiri atas
bentuk bulat (coccus), batang (basil), dan spiral (spirilia). Penataan bakteri
jenis coccus terdiri dari monococcus (sel bakteri kokus tunggal), diplococcus (dua
sel bakteri kokus berdempetan), tetracoccus (empat sel bakteri kokus
berdempetan berbentuk segi empat), sarkina (delapan sel bakteri kokus
berdempetan membentuk kubus), streptococcus (lebih dari empat sel bakteri
kokus berdempetan membentuk rantai), dan staphylococcus (lebih dari empat sel
bakteri kokus berdempetan seperti buah anggur). Penataan bakteri jenis
basil terdiri dari monobasil (sel bakteri basil tunggal), diplobasil (dua sel bakteri
basil berdempetan, dan streptobasil (beberapa sel bakteri basil berdempetan
membentuk rantai). Sedangkan penataan bakteri jenis
spirilia diantaranya spiral (bentuk sel bergelombang), spiroseta (bentuk sel seperti
sekrup), dan vibrio/comma (bentuk sel seperti tanda baca koma).
Hasil pengamatan kelompok kami (Ulangan 4) pada isolat B (gambar 1)
dapat kita lihat bahwa bakteri berbentuk batang, berwarna merah muda yang
berarti bakteri tersebut termasuk Gram positif dengan pola penataannya tunggal.
4.1 Kesimpulan
Bakteri dapat digolongkan menjadi dua sifat yaitu sebagai bakteri gram
positif dan bakteri gram negatif. Bakteri gram positif ditandai dengan
terbentuknya pigmen ungu seperti pada pengamatan pada isolat berkode B dan
S sedangkan bakteri gram negatif ditandai dengan terbentuknya warna merah
muda seperti pada pengamatan isolat berkode V. Bakteri yang teramati memiliki
keanekaragaman bentuk yang berupa batangan (basil) dan bulat (coccus) dan
comma.
4.2 Saran
Agar dalam pelaksanaan praktikum khususnya pada saat pengamatan
menggunakan mikroskop, praktikan senantiasa didampingi guna memudahkan
proses pengamatan objek. Hasil yang berbeda dari kelima ulangan menunjukkan
adanya keselahan teknik prosedur, untuk itu asisten harus bisa menerangkan dan
mendemonstrasikan langkah-langkah yang baik dalam pewarnaan Gram sehingga
akan diperoleh hasil yang maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
Oleh:
Stefanno. M. A. Rijoly
C151140401
ILMU AKUAKULTUR
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014
I. PENDAHULUAN
1.5 Tujuan
Percobaan bertujuan mengidentifikasi sifat biokimia dan fisiologis suatu
bakteri berdasarkan uji oksidase, uji katalase, uji oksidatif/fermentatif, uji
motilitas, dan uji gelatin, kemudian dapat menduga jenis bakteri dengan skema
penggolongan bakteri oleh Cowan (1974).
II. METODOLOGI
3.1 Hasil
Hasil pengamatan pada percobaan karakterisasi sifat biokimia dan fisiologi
bakteri adalah diketahui sifat Oksidatif/Fermentatif, Katalase, Oksidase, Motilitas,
Gelatin, Gram dan Bentuk bakteri pada isolat A, B, C, D, dan E (Tabel 1).
Tabel 1 Hasil pengamatan uji sifat Oksidatif/Fermentatif, Katalase, Oksidase,
Motilitas, Gelatin, Gram dan Bentuk bakteri
Isolat
Uji Sifat
A B C D E
O/F F F F F F
Katalase + + - - +
Oksidase - - - + -
Motilitas + + - - -
Gelatin + - - - -
Gram + + + - -
Bentuk Basil Coccus Coccus Basil Basil
Genus Listeria Staphylococcus, Streptococcus, Cardiobakterium, Pseudomonas,
Bakteri Pediococcus Pediococcus, Eikenella Streptobacillus
Gamella
Berdasarkan tabel 1 diatas dapat kita lihat bahwa isolat D setelah dilakukan
ujioksidasi/fermentasi mengalami fermentasi, uji katalse bersifat negatif, oksidase
positif, bukan merupakan bakteri motil, tidak memiliki gelatin berupa bakteri
Gram negatif dan bentuknya basil. Setelah dicocokan dengan tabel Cowan ciri-
ciri isolat D merupakan bakteri Gram negatif dari genus Cardiobacterium dan
Eikenella.
3.2 Pembahasan
Metabolisme adalah semua reaksi kimiawi yang dilakukan oleh sel untuk
menghasilkan energi yang digunakan untuk sintesis komponen-komponen sel dan
untuk kegiatan-kegiatan selular, seperti pergerakan. Reaksi kimiawi yang
membebaskan energi melalui perombakan nutrient disebut reaksi disimilasi atau
penguraian; jadi merupakan kegiatan katabolik sel. Sedangkan reaksi kimiawi
yang menggunakan energi untuk sintesis dan fungsi-fungsi sel lainnya disebut
reaksi asimilasi atau anabolik. Jadi, reaksi disimilasi menghasilkan energi, dan
reaksi asimilasi menggunakan energi.
Bila sel merombak ikatan-ikatan kimiawi tertentu selama metabolisme,
energi yang dilepaskan menjadi tersedia untuk melangsungkan kerja biologis.
Selama masa hidup sel, kerja ini bersifat ekstensif dan beragam. Mikroorganisme
heterotrofik nonfotosintesik memperoleh energinya dari oksidasi (pengusiran
electron atau atom hydrogen) senyawa-senyawa anorganik (Pelczar dan Chan,
2010).
Ciri fisiologi ataupun biokimia merupakan kriteria yang amat penting di
dalam identifikasi spesimen bakteri yang tak dikenal karena secara morfologis
biakan atau pun sel bakteri yang berbeda dapat tampak serupa, tanpa hasil
pengamatan fisiologis yang memadai mengenai organik yang diperiksa maka
penentuan spesiesnya tidak mungkin dilakukan. Karakteristik dan klasifikasi
sebagian mikroba seperti bakteri berdasarkan pada reaksi enzimatik ataupun
biokimia. Mikroba dapat tumbuh pada beberapa tipe media memproduksi tipe
metabolit tentunya yang dideteksi dengan interaksi mikroba dengan reagen test
yang mana menghasilkan perubahan warna reagen (Murray et al, 1996)
Uji fisiologi biasanya identik dengan uji biokimia. Uji-uji biokimia yang
dilakukan dalam praktikum ini antara lain uji O/F, uji katalase, uji oksidase,
hidrolisis gelatin, dan uji motilitas. Pengujian OF dilakukan untuk
mengidentifikasi isolat bakteri termasuk dalam kategori bakteri aerob atau bakteri
anaerob. Perubahan warna yang terjadi pada media OF akan menentukan kategori
bakteri tersebut. Perubahan warna media menjadi kuning pada tabung yang tidak
diberi parafin tetapi tidak berubah pada tabung yang diberi parafin, menunjukan
metabolisme oxidatif dari glukosa. Perubahan warna media menjadi kuning terjadi
pada kedua tabung, menunjukan metabolisme fermentatif (Nicklin et al 1999).
Hasil pengujian menunjukkan perubahan warna pada media glukosa yang
tadinya berwarna hijau menjadi kuning pada tabung yang ditambahkan paraffin
(gambar 1), sedangkan pada tabung yang tidak ditambahkan paraffin tetap
berwarna hijau menunjukkan bahwa bakteri uji bersifat fermentatif. Sifat
fermentatif menunjukkan bahwa bakteri hidup dalam suasana anaerob saja. Jika
pada tabung yang tidak ditambahkan paraffin membentuk warna kuning,
sedangkan pada tabung yang ditambahkan paraffin tetap berwarna hijau
menunjukkan bahwa bakteri uji bersifat oksidatif. Sifat oksidatif menunjukkan
bahwa bakteri hidup dalam suasana aerob saja. Jika tabung baik yang
ditambahkan maupun yang tidak ditambahkan paraffin membentuk warna kuning
menunjukkan bahwa bakteri uji memiliki sifat oksidatif/fermentatif. Sifat O/F ini
menunjukkan bahwa bakteri dapat hidup baik dalam suasana aerob maupun
anaerob. Hasil percobaan menunjukkan bahwa isolat D bersifat fermentatif yang
bisa hidup dalam suasana anaerob saja.
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
bakteri D memiliki genus Cardiobacterium, dan Eikenella yang bersifat Gram
negatif, berbentuk batang, memiliki enzim oksidase, tidak memiliki enzim
katalase, fermentatif, nonmotil, dan tidak memiliki enzim gelatinase.
4.2 Saran
Untuk praktikum selanjutnya sebaiknya digunakan bakteri dengan jenis
yang lain, misalnya bakteri bentuk kokus atau dapat juga menggunakan bakteri
yang merupakan parasit pada ikan.
DAFTAR PUSTAKA
Oleh:
Stefanno. M. A. Rijoly
C151140401
ILMU AKUAKULTUR
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014
I. PENDAHULUAN
3.1 Hasil
Hasil pengamatan cendawan dari lingkungan akuakultur yang telah
diisolasi menggunakan media agar GYA, PDA dan MEA disajikan pada tabel
berikut.
Tabel 1 Hasil isolasi dan pengamatan morfologi fungi kapang dan khamir
Jenis Fungi Gambar Koloni Gambar Morfologi
Kapang
(Telur Ikan)
Kapang
(Organ Ikan)
Kapang
(Rekultur)
Khamir
(Isolasi)
Khamir
(Morfologi)
Tabel 2 Persentase jumlah sel khamir yang mati, sel khamir yang hidup, dan
bentuk koloninya
Kelompok ∑ Sel Mati (%) ∑ Sel Hidup (%) Bentuk Koloni
1 12,25 87,75 Elips
2 11,48 88,52 Sirkular
3 16,70 83,30 Sirkular
4 24,00 76,00 Sirkular
5 47,00 53,00 Sirkular
6 26,00 74,00 Elips
7 0,00 100 Sirkular
8 0,00 100 Sirkular
9 0,00 100 Sirkular
10 27,00 73,00 Sirkular
Berdasarkan tabel 2 diatas dapat kita lihat bahwa persentasi sel khamir
hidup tertinggi terdapat pada kelompok 7, 8 dan 9 yaitu sebesar 100%, sedangkan
persentase sel khamir hidup terendah ada pada kelompok 5 sebesar 53%.
Persentase sel khamir mati tertinggi terdapat pada kelompok 5 yaitu sebesar 47%
sedangkan terendah ada pada kelompok 7, 8, dan 9 yaitu 0%.
Tabel 3 Hasil uji biokimia isolat khamir pada berbagai media gula
Set 1 Set 2 Set 3 Set 4 Set 5
Uji Gula
Gula O/F Gula O/F Gula O/F Gula O/F Gula O/F
Glukosa + O + F + O + F + O
Dekstrosa + F + F + O + F + O
Sukrosa + F + O + O + O + O
Rafinosa - - - - + O + F + F
Trehalosa - - + F - - - - - -
Laktosa - - + F - - - - - -
Maltosa + F - - + O + F + O
Keterangan:
+ : reaksi positif (media berubah warna menjadi kuning)
- : reaksi negatif (tidak terjadi perubahan warna pada media/tetap ungu)
O : Oksidatif/aerob
F : Fermentatif/anaerob
Berdasarkan tabel 3 diatas dapat kita lihat bahwa pada uji glukosa, set 1, set 3 dan
set 5 berupa Oksidatif +, sedangkan set 2 dan set 4 berupa Fermentatif +. Pada uji
gula dekstrosa set 1, set 2 dan set 4 bersifat Fermentatif +, sedangkan set 3 dan set
5 bersifat Oksidatif +. Uji sukrosa hanya set 1 yang bersifat Fermentatif +,
sedangkan set 2 sampai set 5 bersifat Oksidatif +. Uji rafinosa set 1 dan set 2
negatif, set 3 Oksidatif +, set 4 dan set 5 Fermentatif +. Uji trehalosa set 1 dan set
3 sampai set 5 negatif sedangkan set 2 Fermentatif +. Uji laktosa memiliki hasil
yang sama dengan uji trehalosa yaitu set 2 Fermentatif + sedangkan yang lainnya
negatif. Uji maltosa set 1 dan set 4 Fermentatif +, set 3 dan set 5 Oksidatif +
sedangkan set 2 negatif.
3.2 Pembahasan
Fungi adalah organisme tidak berklorofil dan mempunyai dinding sel yang
kaku. Beberapa bersel satu yang lain multiselular dan menunjukkan sedikit
perbedaan pada bagian-bagian strukturnya. Ukuran dan bentuknya berkisar dari
khamir yang mikroskopis dan multiselular (kapang) sampai jamur multiselular
yang amat besar sepeti jamur kelentos. Fungi memperbanyak diri melalui
beberapa proses, baik seksual maupun aseksual (Pelczar dan Chan, 2010).
Fungi merupakan organisme kemoheterotrof yang memerlukan senyawa
organik untuk nutrisinya. Bila sumber nutrisi tersebut diperoleh dari bahan
organik mati, maka fungi tersebut bersifat saprofit. Fungi saprofit
mendekomposisi sisa-sisa tumbuhan dan hewan yang kompleks dan
menguraikannya menjadi zat yang lebih sederhana. Dalam hal ini, fungi bersifat
menguntungkan sebagai elemen daur ulang yang vital (Pratiwi, 2008).
Secara umumnya fungi dibagi menjadi 2 yaitu: khamir (Yeast) dan kapang
(Mold). Khamir adalah fungi dengan bentuk sel tunggal dengan pembelahan
secara pertunasan. Khamir mempunyai sel yang lebih besar daripada kebanyakan
bakteri, tetapi khamir yang paling kecil tidak sebesar bakteri yang terbesar.
Khamir sangat beragam ukurannya, berkisar antara 1-5μm lebarnya dan
panjangnya dari 5-30 μm atau lebih. Biasanya berbentuk telur, tetapi beberapa ada
yang memanjang atau berbentuk bola. Setiap spesies mempunyai bentuk yang
khas, namun sekalipun dalam biakan murni terdapat variasi yang luas dalam hal
ukuran dan bentuk. Sel-sel individu, tergantung kepada umur dan lingkungannya.
Khamir tidak dilengkapi flagellum atau organ-organ penggerak lainnya (Coyne,
1999)
Kapang adalah fungi yang memiliki miselium dan spora (sel resisten,
istirahat atau dorman). Miselium merupakan kumpulan beberapa filamen yang
dinamakan hifa. Setiap hifa lebarnya 5-10 μm, dibandingkan dengan sel bakteri
yang biasanya berdiameter 1 μm. Disepanjang setiap hifa terdapat sitoplasma
bersama (Syamsuri 2004)
Terdapat 3 jenis hifa yaitu aseptat atau sinosit yang tidak memiliki sekat
atau septum. Hifa septat dengan sel-sel uninukleat. Sekat membagi hifa menjadi
ruang-ruang berisi nukleus tunggal. Pada setiap septum berisi pori di tengah-
tengah yang memungkinkan perpindahan nukleus dan sitoplasma dari satu ruang
ke ruang lain. Hifa septa dengan sel-sel multinukleat. Septum membagi hifa
menjadi sel-sel dengan lebih dari satu nukleus dalam setiap ruang. Miselium dapat
bersifat vegetatif/somatik atau reproduktif. Beberapa hifa dari miselium somatik
menembus ke dalam media untuk mendapatkan nutrien. Miselium reproduktif
bertanggung jawab untuk pembentukan spora dan biasanya tumbuh meluas ke
udara dari media. Miselium suatu kapang dapat merupakan jaringan yang terjalin
lepas atau dapat merupakan struktur padat yang terorganisasi, seperti pada jamur
(Pelczar dan Chain, 2010).
Fardiaz (1992) mengungkapkan bahwa khamir dapat dibedakan atas dua
kelompok berdasarkan sifat metabolismenya yaitu bersifat fermentatif dan
oksidatif. Jenis fermentatif dapat melakukan fermentasi alkohol yaitu memecah
gula (glukosa) menjadi alkohol dan gas. Sedangkan oksidatif (respirasi) maka
akan menghasilkan carbon dioksida dan air.
Berdasarkan uji gula oleh Lodder (1970) S. cerevisae mempunyai reaksi
positif pada glukosa, dekstrosa, galaktosa, sukrosa, maltosa, raffinosa, dan negatif
pada gula trehalosa dan laktosa. Jika dibandingkan dengan set uji kelompok kami
bisa disimpulkan bahwa khamir yang di uji merupakan S. cerevisiae.
4.1 Kesimpulan
Dari hasil praktikum menunjukkan bahwa jenis khamir yang di uji
tergolong Saccharomyces cerevisiae. Pada uji gula didapatkan hasil pada media
glukosa, dextrosa, rafinosa, dan maltosa terjadi reaksi fermentatif positif (warna
berubah dari ungu menjadi kuning dengan adanya gelembung udara) dan pada
sukrosa terjadi Oksidatif positif, pada trehalosa dan laktosa terjadi reaksi negatif
(warna tetap ungu).
4.2 Saran
Untuk dapat lebih meningkatkan pemahaman tentang fungi sebaiknya
jumlah fungi yang diujikan cukup banyak dan berbeda antar kelompok. Media uji
biokimia gula harus dipastikan benar dalam pembuatannya, tidak terdapat
gelembung gas. Dan pada saat penghitungan sel khamir, sebaiknya para praktikan
diajarkan cara menghitung menggunakan haemocytometer selain dengan
menggunakan handcounter, sehingga praktikan dapat membedakan mana metode
yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Oleh:
Stefanno. M. A. Rijoly
C151140401
ILMU AKUAKULTUR
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014
I. PENDAHULUAN
1.7 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mempelajari cara melakukan
pengenceran serial dan menentukan jumlah bakteri dalam suatu sampel dengan
metode hitungan cawan.
II. METODOLOGI
1 1
Ʃ 𝑘𝑒𝑝𝑎𝑑𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑘𝑡𝑒𝑟𝑖 = Ʃ 𝑘𝑜𝑙𝑜𝑛𝑖 𝑥 𝑥
𝑃𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑠𝑒𝑏𝑎𝑟
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan pada semua cawan petri diperoleh
hasil seperti pada tabel berikut:
Tabel 1 Hasil pengamatan Total Plate Count (TPC) bakteri dengan metode
hitungan cawan tuang dan sebar
Total Plate Count (cfu/ml)
Kelompok Isolat Metode
10-5 10-6 10-7
7 8
Tuang 35,8 x 10 33,6 x 10 18,4 x 109
1 1 Ub
Sebar - - 58,6 x 109
8
Tuang 1,6 x 10 TBUD TBUD
2 NP5
Sebar TBUD 7,8 x 108 0
Tuang - - -
3 Sta
Sebar - - -
Tuang - - 16,2 x 109
4 1 Ub
Sebar TBUD - -
Tuang TBUD 2,34 x 1011 0
5 NP5
Sebar TBUD TBUD TBUD
Tuang - - -
6 Sta
Sebar - - -
Tuang 25,8 x 107 - 43,2 x 109
7 1 Ub
Sebar TBUD TBUD TBUD
Tuang - 0 0
8 NP5
Sebar - 15 x 108 0
Tuang - - -
9 Sta
Sebar - - -
Tuang TBUD TBUD TBUD
10 Sta
Sebar TBUD TBUD TBUD
Keterangan: *Syarat statistik dalam TPC adalah terdapat 30-300 koloni yang tumbuh
TBUD : Terlalu Banyak Untuk Dihitung ( 300 koloni bakteri), 0 : Jumlah koloni 30, (-) :
Kontaminasi (bakteri tidak tumbuh)
3.2 Pembahasan
Metode penghitungan yang digunakan adalah penghitungan tidak langsung
dengan hitungan cawan. Metode ini ada dua jenis, yaitu cawan sebar dan cawan
tuang. Sebelum bakteri ditanam pada media, harus dilakukan pengenceran dahulu
terhadap suspensi bakteri sampelnya. Bakteri yang yang digunakan pada
kelompok kami adalah isolat 1Ub (Pseudoalteromonas sp). Bakteri pada tabung
pengencer terakhir jumlahnya akan lebih sedikit dari tabung pengencer
sebelumnya (Gambar 1). Pengenceran dilakukan agar setelah inkubasi, koloni
yang terbentuk pada cawan tersebut dalam jumlah yang dapat dihitung. Dimana
jumlah terbaik adalah antara 30 sampai 300 sel mikrobia /ml, /gr, atau /cm
permukaan (Fardiaz, 1992). Prinsip pengenceran adalah menurunkan jumlah
sehingga semakin banyak jumlah pengenceran yang dilakukan, makin sedikit
sedikit jumlah mikroba, dimana suatu saat didapat hanya satu mikrobia pada satu
tabung (Waluyo, 2004).
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum kelompok bakteri isolat 1Ub tidak tumbuh
pada pengenceran 10-5 dan 10-6, tapi tumbuh di pengenceran 10-7 pada metode
cawan tuang dengan jumlah 16,2x109. Sedangkan pada metode sebar pada
pengenceran 10-5 TBUD dan pada pegenceran 10-6 dan 10-7 tidak tumbuh.
4.2 Saran
Perlu ketelitian serta kehati-hatian dalam praktikum agar bakteri dapat
hidup dengan baik dan dapat dihitung koloni sesuai yang diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Oleh:
Stefanno. M. A. Rijoly
C151140401
ILMU AKUAKULTUR
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014
I. PENDAHULUAN
1.8 Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mengamati dan mempelajari pengaruh suhu
dan salinitas terhadap viabilitas bakteri dan mengetahui kondisi suhu dan salinitas
yang optimum untuk pertumbuhan bakteri.
II. METODOLOGI
3.1 Hasil
Hasil pengamatan uji viabilitas bakteri dengan suhu dan salinitas akan
disajikan pada tabel berikut.
Tabel 1 Hasil pengamatan pengaruh suhu dan salinitas terhadap viabilitas bakteri
Aeromonas hidrophila dan NP5 (Bacillus)
Isolat Suhu Salinitas
Kelompok
bakteri 4°C 28°C 37°C 70°C 0% 1,5% 3% 5%
Ah ++ ++ ++ + ++ ++ ++ -
1
NP5 +++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++
Ah ++ ++ +++ - ++ ++ + -
2
NP5 ++ +++ +++ + +++ ++ ++ +
3 Ah +++ +++ ++ - +++ +++ ++ -
NP5 +++ +++ ++ + +++ +++ +++ +
Ah ++ ++ +++ - ++ +++ ++ -
4
NP5 ++ ++ +++ + ++ +++ ++ +
Ah +++ +++ ++ - +++ +++ ++ -
5
NP5 +++ +++ ++ + +++ +++ +++ +
Ah ++ +++ ++ - +++ ++ + -
6
NP5 ++ +++ ++ + +++ ++ ++ ++
Ah +++ +++ ++ + +++ ++ ++ +
7
NP5 ++ +++ ++ + +++ ++ ++ -
Ah +++ ++ ++ - +++ +++ ++ -
8
NP5 +++ ++ ++ + +++ +++ ++ +
Ah +++ +++ +++ ++ +++ +++ +++ -
9
NP5 ++ +++ ++ + +++ ++ ++ +
Ah +++ +++ ++ - +++ +++ ++ -
10
NP5 +++ +++ ++ + +++ +++ ++ +
Keterangan:
+++ : Bakteri tumbuh sangat baik, ++ : Bakteri tumbuh baik, + : Bakteri tumbuh sedikit, - :
Bakteri tidak tumbuh
3.2 Pembahasan
Berdasarkan data hasil praktikum kelompok 4 pada tabel 1 diatas dapat
dinyatakan bahwa bakteri A. hydrophilla dan Bacillus sp tumbuh sangat baik pada
suhu 37˚C dan mampu tumbuh baik setelah diberi perlakuan suhu 4˚C serta 28˚C.
Bakteri Aeromonas tidak mampu hidup pada suhu terlalu panas yaitu 70˚C tetapi
Bacillus sp mampu hidup pada suhu 70˚C walaupun jumlahnya kecil (gambar 1).
Berdasarkan tabel 1 diatas dapat dinyatakan bahwa pertumbuhan
bakteri Bacillus sp yang paling baik adalah pada kadar salinitas 1,5 ppt dan masih
hidup pada kadar Salinitas yang mencapai 5 ppt. Bakteri Aeromonas hydrophylla
tumbuh sangat baik pada kadar salinitas 1,5 ppt, dan tidak tumbuh pada salinitas
mencapai 5 ppt (gambar 2).
4.1 Kesimpulan
Suhu optimum tumbuh untuk Aeromonas hydrophilla dan Bacillus sp
yaitu 37˚C. A. hydrophilla tidak akan tumbuh pada suhu 70˚C karena tergolong
bakteri mesofil sedangkan Bacillus sp mampu tumbuh hingga suhu 70˚C karena
termasuk bakteri golongan termofil. Salinitas optimum untuk pertumbuhan bakteri
Aeromonas hydrophilla dan Bacillus sp yaitu pada salinitas 0 ppt.
4.2 Saran
Sebaiknya pengaruh faktor lingkungan yang lainnya seperti pH,
kelembaban, intensitas cahaya dll juga diuji untuk mendapatkan informasi yang
lebih lengkap dan akurat mengenai sifat bakteri tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Oleh:
Stefanno. M. A. Rijoly
C151140401
ILMU AKUAKULTUR
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014
I. PENDAHULUAN
1.9 Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh berbagai bahan
antimikroba terhadap viabilitas bakteri.
II. METODOLOGI
PBS
Alkohol 70%
3.1 Hasil
Berdasarkan data pada tabel 1 diatas, bahan antimikroba yang membentuk zona
bening terbesar untuk menghambat pertumbuhan bakteri Aeromonas hydrophilla
dimiliki oleh rifampicin yaitu sebesar 0,6 cm dan zona bening terkecil di hasilkan
oleh PBS yaitu sebesar 0,1 cm.
3.2 Pembahasan
Antibakteri adalah senyawa kimia alami yang dalam kadar rendah dapat
menghambat pertumbuhan bakteri. Salah satu bahan antibakteri adalah antibiotik.
Antimikroba dapat berupa senyawa kimia sintetik atau alami. Antimikroba
sintetik dapat dihasilkan dengan membuat suatu senyawa yang sifatnya mirip
dengan aslinya yang dibuat secara besar-besaran, sedangkan yang alami
didapatkan langsung dari organisme yang menghasilkan senyawa tersebut dengan
melakukan proses pengekstrakan (Setyaningsih et al, 2004).
Antibiotik adalah suatu substansi (zat-zat) kimia yang diperoleh dari atau
dibentuk oleh mikroorganisme, dan zat-zat itu dalam jumlah sedikit mempunyai
daya penghambat kegiatan mikroorganisme lain. Antibiotik berbeda dalam
susunan kimia dan cara kerjanya (Waluyo, 2010).
Bakteri Aeromonas hydrophila umumnya hidup di air tawar yang
mengandung bahan organik tinggi. Ciri utama bakteri A. hydrophilla adalah
berbentuk batang, berdiameter 0,3 - 1,0 µm dan panjang 1,0 - 3,5 µm, bersifat
Gram negatif, hidup pada temperatur optimal 22 - 28°C, gelatinase positif (Holt et
al, 1994). Selain itu bakteri ini juga bersifat fakultatif aerobik (dapat hidup dengan
atau tanpa oksigen) yang mengubah karbohidrat menjadi asam dan gas, tidak
berspora, bersifat motil (bergerak aktif) karena memiliki flagel (Monotrichous
flagella) yang keluar dari salah satu kutubnya, koloni bakteri ini pada media agar
benvarna putih kekuningan, bentuk bulat cembung, oksidase sitokrom dan reaksi
katalase positif. Bakteri ini senang hidup di lingkungan perairan bersuhu 15 -
30°C dan pH antara 5,5-9 (Ghufran dan Kordi, 2004). A. hydrophilla merupakan
bakteri agen penyebab penyakit BHS (Bacterial Hemorrhagic Septicemia) atau
MAS (Motil Aeromonad Septicemia) (Irianto, 2005).
Bakteri NP5 merupakan bakteri genus Bacillus. Berdasarkan uji biokimia
dan morfologi fisik serta sekuens gen 16S rRNA, telah diidentifikasi bakteri NP5
sebagai Bacillus amyloliquefaciens. Bacillus amyloliquefaciens merupakan
bakteri gram positif yang berasal bakteri tanah dengan bentuk rod dan memiliki
flagela. Sel sering tampak seperti rantai panjang tidak seperti kebanyakan
kelompok Bacillus. Bakteri ini menghasilkan spora pada kondisi kurang
menguntungkan. B. Amyloquefaciens adalah non-patogenic yang juga
menunjukkan kemampuan antifungal yang mana dipengaruhi oleh ketersediaan
nitrogen di lingkungan (Microbewiki, 2014).
Ethanol pada konsentrasi 70% digunakan secara rutin sebagai desinfektan.
Bakteri memiliki sensitifitas yang beragam terhadap ethanol namun konsentrasi 5-
10% bakteriostatik (pertumbuhan berhenti) dan 15% lethar atau mematikan pada
sebagian besar bakteri. Target utama ethanol adalah membran sel (Sissons et al.,
1995).
Kandungan utama rimpang kunyit (Curcuma longa) adalah minyak atsiri
dan kurkuminoid. Kunyit mengandung minyak atsiri keton sesquiterpena yaitu
turmeron dan artumeron. Senyawa-senyawa yang terkandung dalam kunyit
memiliki aktifitas biologis sebagai anti bakteri, antioksidan dan anti hepatotoksik
(Rukmana, 1994).
Banyak spesies C. longa secara tradisional digunakan untuk pengobatan.
Antijamur, antibakteri dan antiperadangan telah dilaporkan dapat diobati oleh
spesies seperti C. longa, C. zedoaria, C. aromatik dan C. amada (Majumdar et al.,
2000). Hal ini terbukti dari hasil penelitian bahwa Bacillus subtilis adalah
organisme yang paling sensitif terhadap kurkuminoid dan minyak dari ekstrak C.
longa. Wilson et al., (2005) melaporkan bahwa aktivitas antibakteri ekstrak etanol
C. zedoaria (0,15mg/ml) dan C. malabarica (0,94 mg/ml) menunjukkan
penghambatan lebih tinggi terhadap B. subtilis dan ekstrak etanol hanya efektif
pada konsentrasi yang lebih tinggi dari 3,75 mg. Kedua spesies kunyit tersebut
memberi MIC terhadap B. subtilis adalah 8,0 mm. Telah dilaporkan bahwa bakteri
Gram positif lebih sensitif terhadap minyak nabati dan ekstraknya (Karaman et al,
2003). Naz et al., (2010) mempelajari bahwa antara bakteri Gram positif, B.
cereus adalah organisme yang paling sensitif terhadap ekstrak C. longa dan
ekstrak etanol yang memberi MIC 12,0 mm.
Rifampicin merupakan antimikroba yang menghambat sintesis asam
nukleat sel mikroba. Salah satu derivat rifampisin berikatan dengan enzim
polimerase-RNA (pada subunit) sehingga menghambat sintesis RNA dan
DNA oleh enzim tersebut. Pada golongan kuinolon dapat menghambat
enzim DNA girase pada mikroba yang berfungsi mengatur kromosom yang
sangat panjang menjadi bentuk spiral hingga bisa muat dalam sel mikroba
yang kecil (Sambrook and Russell, 2001).
Rifampisin merupakan antibiotik bakterisidal yang dapat mematikan
kebanyakan gram positif dan beberapa jenis bakteri gram negatif. Antibiotik ini
bekerja dengan menghambat sintesa RNA polimerase dari bakteri (Pelczar dan
Chan 2010). Rifampisin adalah antibiotik bakterisida dengan spektrum aktifitas
yang luas, rifampisin biasanya digunakan untuk mengobati infeksi mycobacterium
termasuk tuberkulosis, dan juga memiliki peran dalam pengobatan methicillin-
resistant S. aureus dalam kombinasi dengan asam fusidic. Rifampisin kurang aktif
terhadap bakteri gram negatif seperti E. coli, sedangkan spesies Pseudomonas
secara intrinsik resisten terhadap rifampisin. Rifampisin menghambat DNA-
dependent RNA polimerase dalam sel bakteri karena diikat subunit β-nya (Esmaili
et al, 2007).
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Rifampicin merupakan bahan antimikroba yang lebih baik untuk
menghambat pertumbuhan bakteri Aeromonas hydrophilla maupun Bacillus sp
karena memberikan zona bening yang lebih besar dibandingkan bahan antimkroba
lainnya
4.2 Saran
Praktikum kedepannya diharapkan menggunakan bakteri dari jenis lain
dan menggunakan bahan antimikroba lain sehingga mahasiswa bisa lebih banyak
mengenal jenis bakteri dan berbagai macam antibiotik yang berkaitan dengan budi
daya perairan.
DAFTAR PUSTAKA
Oleh:
Stefanno. M. A. Rijoly
C151140401
ILMU AKUAKULTUR
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014
I. PENDAHULUAN
1.10 Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui apakah isolat bakteri yang
digunakan resisten atau sensitif terhadap antibiotik dan mengetahui jumlah bakteri
yang berhasil bermutasi.
II. METODOLOGI
3.1 Hasil
Hasil pengamatan praktikum pembuatan penanda resisten antibiotik dapat dilihat
pada tabel 1.
Tabel 1 Hasil uji sensivitas dan jumlah kepadatan bakteri setelah uji mutasi
spontan pada pengenceran yang berbeda
Uji Sensivitas
TPC Uji Mutasi Spontan (cfu/ml)
Kelompok Isolat
K + Ab 100 + Ab 10-5 K 10-6 K 10-7 K
8
1 + - - TBUD 11,3 x 10 0
2 + - - TBUD 29,8 x 108 0
3 + - - 28,9 x 105 98,0 x 106 0
4 + - - 15,6 x 105 42,0 x 106 98,0 x 108
5 + - - 44,7 x 105 10,0 x 106 0
Keterangan : K = kontrol, Ab = antibiotik, TPC = Total Plate Count atau kepadatan bakteri
(cfu/ml), (+) = resisten, (-) = sensitif, 0 = jumlah koloni 30, TBUD = Terlalu Banyak Untuk
Dihitung ( 300 koloni bakteri).
Berdasarkan data pada tabel 1 diatas dapat kita lihat bahwa pada uji sensitivitas
isolat bakteri Bacillus sp tumbuh pada kontrol sedangkan tidak tumbuh pada
media yang diberikan antibiotik chlorampenicol. Pada uji mutasi spontan bakteri
Bacillus sp yang tumbuh pada media dengan pengenceran 10-5 sebesar 15,6 x 105
CFU/ml, pengenceran 10-6 jumlah bakteri Bacillus sp yang tumbuh sebesar 42,0 x
106 CFU/ml, sedangkan pertumbuhan bakteri Bacillus sp tertinggi terdapat pada
pengenceran 10-7 yaitu sebesar 98,0 x 108 CFU/ml.
3.2 Pembahasan
Bacillus spp. digolongkan ke dalam kelas bakteri heterotrofik, yaitu
protista bersifat uniseluler, termasuk dalam golongan mikroorganisme redusen
atau yang lazim disebut sebagai dekomposer. Sebagian besar bakteri laut
termasuk dalam kelompok bakteri bersifat heterotrofik dan saprofitik
(Rheinheimer 1980).
Marga Bacillus merupakan bakteri yang berbentuk batang dapat dijumpai
di tanah dan air termasuk pada air laut. Beberapa jenis menghasil enzim
ekstraseluler yang dapat menghidrolisis protein dan polisakarida kompleks.
Bacillus spp membentuk endospora, merupakan gram positif, bergerak dengan
adanya flagel peritrikus, dapat bersifat aerobik atau fakultatif anaerobik serta
bersifat katalase positif (Pelczar dan Chan 2010).
Jenis Bacillus spp. menunjukkan bentuk koloni yasng berbeda-beda pada
medium agar cawan Nutrien Agar. Warna koloni pada umumnya putih sampai
kekuningan atau putih suram, tepi koloni bermacam-macam namun pada
umumnya tidak rata, permukaannya kasar dan tidak berlendir, bahkan ada yang
cenderung kering berbubuk, koloni besar dan tidak mengkilat. Bentuk koloni dan
ukurannya sangat bervariasi tergantung dari jenisnya. Selain itu setiap jenis juga
menunjukkan kemampuan dan ketahanan yang berbeda-beda dalam menghadapi
kondisi lingkungannya, misalnya ketahanan terhadap panas, asam, kadar garam,
dan sebagainya (Hatmanti 2000).
A B
Gambar 1. (A) Isolat Bakteri tumbuh pada media kontrol (hanya SWC), (B) Isolat bakteri
tidak tumbuh pada media SWC yang diberi antibiotik chloramphenicol
4.1 Kesimpulan
Bakteri Bacillus sp merupakan bakteri yang sensitif terhadap antbiotik
chloramphenicol karena tidak tumbuh pada media SWC yang diberi antibiotik
chloramphenicol. Jumlah bakteri Bacillus sp yang mengalami mutasi tertinggi
terdapat pada pengenceran 10-7 yaitu sebesar 98,0 x 108 CFU/ml.
4.2 Saran
Pada praktikum selanjutnya perlu dilakukan uji toksisitas penggunaan
chloramphenicol terhadap ikan atau udang yang akan diuji, dan apakah bakteri
hasil mutasi uji pula pertumbuhan dan patogenisitasnya.
DAFTAR PUSTAKA
Oleh:
Stefanno M. A. Rijoly
C151140401
ILMU AKUAKULTUR
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014
I. PENDAHULUAN
1.11 Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mengevaluasi bakteri potensial sebagai
probiotik melalui uji aktivitas enzim amilase, lipase, protease dan uji kompetisi
dengan bakteri patogen.
II. METODOLOGI
3.1 Hasil
Hasil pengamatan praktikum seleksi probiotik disajikan dalam tabel 1 di
bawah ini.
Tabel 1 Hasil uji seleksi dan TPC uji kompetisi dan kultur bersama bakteri NP5,
SKT-b, dan 1-Ub pada pengenceran berbeda
Uji Seleksi TPC Uji Kompetisi TPC Kultur
Kelp Isolat Bakteri (CFU/ml) Bersama (CFU/ml)
A L P 10-5 K 10-6 K 10-7 K 10-2 10-3
A + - +
1 B + - - TBUD 2,4 x 109 0 0 0
C + + +
A + - -
2 B + - - TBUD 1,5 x 109 0 - -
C + + -
A - - -
3 B - - - 3,7 x 108 8,0 x 108 0 - -
C + - -
A + - +
4 B - - + TBUD 6,0 x 108 0 0 0
C + + -
A + + -
5 B + + - TBUD 194 x 108 0 0 -
C + + -
Keterangan: Isolat A = NP5, Isolat B = SKT-b, Isolat C = 1-Ub, Uji Seleksi A = uji Amilase, L
= uji Lipase, P = uji Protease, TPC = Total Plate Count atau kepadatan bakteri (cfu/ml), K =
kontrol, (+) = tumbuh, (-) = tidak tumbuh, 0 = jumlah koloni 30, TBUD = Terlalu Banyak Untuk
Dihitung (300 koloni bakteri).
Berdasarkan tabel 1 diatas dapat kita lihat bahwa pada uji seleksi bakteri isolat A
tumbuh pada media yang mengandung amilase dan protease, namun tidak tumbuh
pada media yang mengandung lipase. Isolat B hanya tumbuh pada media yang
mengandung protease dan tidak tumbuh pada media yang mengandung amilase
dan lipase. Isolat C tumbuh pada media yang mengandung amilase serta lipase
dan tidak tumbuh pada media yang mengandung protease (Gambar 1). Hasil
penghitungan cawan pada uji kompetisi pada kontrol dengan pengenceran 10 -5
tidak dapat dihitung karena jumlah koloni yang terlalu banyak (Gambar 2). Pada
perlakuan kontrol dengan pengenceran 10-6 jumlah koloni yang tumbuh yaitu
sebesar 6,0 x 108, sedangkan pada pengenceran 10-7 jumlah koloni yang tumbuh
sangat sedikit. Hasil perhitungan koloni bakteri yang tumbuh pada kultur bersama
baik pada pengenceran 10-2 dan 10-3 isolat bakteri tumbuh namun dalam jumlah
yang sedikit (Gambar 3).
A B C
Gambar 1. Hasil uji seleksi bakteri (A). Uji Amilum, (B). Uji Lemak, (C) Uji Protein
A B C
Gambar 2. Hasil Uji Kompetisi (A) Pengenceran 10-5, (B) Pengenceran 10-6, (C)
Pengenceran 10-7
A B
Gambar 3. Hasil Uji Kultur Bersama (A) Pengenceran 10-2, (B) Pengenceran 10-3
3.2 Pembahasan
Probiotik adalah mikroorganisme hidup yang bila diberikan dalam jumlah
yang cukup akan memberikan manfaat kesehatan pada inangnya (FAO, 2001).
Keseimbangan yang baik dalam ekosistem mikrobiota usus bisa menguntungkan
kesehatan tubuh dan dapat dipengaruhi oleh konsumsi probiotik setiap hari (Lisal,
2005). Probiotik dapat diperoleh melalui konsumsi produk olahan susu
fermentasi. Mikroba probiotik dalam susu fermentasi terdiri dari genus
Lactobacillus, Pediococcus, Bifidobacterium, Lactococcus, Enterococcus dan
Saccharomyces. Bakteri probiotik yang digunakan dalam produk olahan pangan
harus mempertimbangkan aspek keamanan. Genus Lactococcus dan Lactobacillus
merupakan genus bakteri yang paling umum mendapatkan status GARS atau
Generally recognized as safe sehingga aman dikonsumsi (Surono, 2004).
Bakteri yang mempunyai aktivitas proteolitik mempunyai kemampuan
untuk menghasilkan enzim protease yang disekresikan ke lingkungannya. Enzim
proteolitik ekstraseluler ini selanjutnya bekerja menghidrolisis senyawa-senyawa
bersifat protein menjadi oligopeptida, peptida rantai pendek dan asam amino.
Diameter zone hambat yang terbentuk dapat menunjukan secara kualitatif
tingginya kemampuan proteolitik enzim protease yang dihasilkan atau juga
tingginya jumlah enzim yang diproduksi dan dilepas keluar. Keberadaan enzim
protease ekstraseluler ini sangat penting bagi kehidupan bakteri karena
menyediakan kebutuhan senyawa bernitrogen yang dapat diangkut ke dalam sel.
Jenis-jenis bakteri yang mempunyai kemampuan mensekresikan enzim protease
ini memiliki potensi yang besar untuk digunakan sebagai agensia pembersih
bahan pencemar yang bersifat protein (Setyati dan Subagyo, 2012). Dari hasil
praktikum dapat dilihat bahwa isolat A dan B yang memiliki kemampuan untuk
menghasilkan enzim protease.
Amilum lebih mudah dicerna daripada selulosa. Amilum dicerna oleh
enzim amilase. Bakteri amilolitik yang diperoleh dari penelitian ini adalah bakteri
yang menghasilkan enzim amilase ekstraseluler. Enzim ini dibutuhkan untuk
merombak amilum yang terdapat dalam sisa pakan (Setyati dan Subagyo, 2012).
Bakteri amilolitik adalah bakteri yang mampu mensekresikan enzim amilase yang
berperan penting dalam proses pencernaan ikan, yaitu sebagai katalisator untuk
hidrolisis nutrien pakan dalam saluran pencernaan ikan. Bakteri dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungan yang kaya molekul kompleks dengan cara
mensekresikan enzim yang disebut exogeneous enzim (Putra, 2010). Kemampuan
degradasi atau hidrolisis pati (amilum) ditunjukkan oleh isolat A dan C.
Seleksi aktivitas hidrolitik terhadap lipid yang ditunjukan dengan
terbentuknya endapan asam lemak menunjukan bahwa isolat bakteri mempunyai
kemampuan menghasilkan enzim lipolitik (lipase). Enzim ini merombak lipid
menjadi lipid rantai pendek dan asam lemak, yang selanjutnya akan digunakan
untuk pertumbuhan bakteri. Katabolisme lipid diawali dengan pecahnya
trigliserida oleh penambahan air sehingga terbentuk gliserol dan asam lemak
dengan bantuan enzim-enzim lipase. Gliserol sebagai komponen lemak dapat
dirubah menjadi intermediet lintasan glikolitik (dehidroksiaseton fosfat). Asam-
asam lemak dioksidasi melalui pengusiran berturu-turut fragmen berkarbon dua
dalam bentuk asetil-KoA. Ada lebih banyak hasil energi per gram lemak dari pada
per gram protein dan karbohidrat. Namun, relatif hanya beberapa spesies mikroba
yang efektif dalam merombak lipid, baik yang sederhana atau yang rumit oleh
karena terbatasnya daya larut lemak (Pelczar dan Chan, 2010). Dari hasil
praktikum kelompok hanya Isolat C yang punya kemampuan untuk
menghidrolisis lipid.
Dalam meningkatkan nilai nutrisi pakan, probiotik mampu menghasilkan
beberapa enzim exogenous untuk pencernaan pakan seperti amilase, protease,
lipase dan selulase (Wang et al. 2008). Enzim exogenous tersebut akan membantu
enzim endogenous di inang untuk menghidrolisi nutrien pakan seperti memecah
atau mengurai rantai panjang karbohidrat, protein dan lemak penyusun pakan.
Pemecahan molekul-molekul komplek ini menjadi molekul yang lebih sederhana
akan mempermudah pencernaan dan penyerapan dalam saluran pencernaan.
Banyak kendala dijumpai pula dalam penggunaan probiotik, termasuk
kemampuan bertahan, kolonisasi dan kompetisi nutrien untuk masuk ke dalam
suatu lingkungan ekosistem yang sudah mengandung beberapa ratus jenis bakteri
lainnya. Lisal (2005) menambahkan, jika bahan yang mengandung probiotik tidak
dikonsumsi secara kontinyu, maka bakteri yang ditambahkan itu dengan cepat
akan mengalami wash-out (tidak lagi melekat dan dikeluarkan dari saluran
pencernaan). Pendekatan lain yang dapat mengatasi keterbatasan pemakaian
probiotik adalah dengan menggunakan prebiotik yaitu suatu unsur makanan yang
tidak dapat dicerna dan mempunyai pengaruh menguntungkan bagi inangnya,
yang secara selektif menstimulasi pertumbuhan dan/atau aktivitas metabolik dari
satu atau sejumlah terbatas bakteri dalam kolon sehingga memperbaiki kesehatan
induk semangnya.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Dari hasil praktikum dapat dilihat bahwa isolat A dan B yang memiliki
kemampuan untuk menghasilkan enzim protease. Kemampuan degradasi atau
hidrolisis pati (amilum) ditunjukkan oleh isolat A dan C. Dari hasil praktikum
kelompok hanya Isolat C yang punya kemampuan untuk menghidrolisis lipid.
Pada kultur bersama mampu menekan pertumbuhan Vibrio sehingga jumlah
koloninya sedikit sehingga dapat disimpulkan bahwa ketiga isolat uji berpotensi
sebagai probiotik.
4.2 Saran
Untuk meningkatkan pemahaman tentang evaluasi bakteri potensi
probiotik sebaiknya uji tidak hanya pada aktivitas enzim dan kompetisi. Namun
juga dilakukan evaluasi potensi peningkatan nutrien ataupun imunitas didukung
pula uji patogenitas dan juga uji pada larva.
DAFTAR PUSTAKA
Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO). 2001. Health
and nutritional properties of probiotics in food including powder milk with
live lactic acid bacteria. http://www.who.int/foodsafety/publications/fs
management/en/probiotics.pdf.[3 Januari 2015].
Fuller R. 1992. History and Development of Probiotics. Di dalam: Fuller R,
editor. Probiotics the Scientific Basis. London: Chapman and Hall. hlm 1-
8.
Gomez-Gil B, Roque A, Tumbull JF. 2000. The use and selection of probiotic
bacteria for use in the culture of larval aquatic organisms. Aquaculture,
191 :259-270.
Kesarcodi-Watson A, H. Kaspar, J. Lategan, L. Gibson. 2008. Probiotics in
aquaculture: The need, principles and mechanisms of action and screening
processes. Aquaculture, 274: 1-14.
Lisal J. 2005. Konsep probiotik dan prebiotik untuk modulasi mikrobita usus
besar. Medikal Nusantara, 26: Oktober-Desember
Pelczar, M.J dan E.C.S. Chan. 2010. Dasar-Dasar Mikrobiologi (terjemahan),
R.S. Hadioetomo, T. Imas, S. S. Tjitrosomp dan S. L. Angka. Jakarta (ID):
UI Press.
Putra A. N., 2010. Kajian Probiotik, Prebiotik dan Simbiotik untuk Meningkatkan
kinerja Pertumbuhan ikan Nila (Oreochromis niloticus). [Thesis]. Magister
Akuakultur. IPB
Setyati, Willis Ari dan Subgayo. 2012. Isolasi dan Seleksi Bakteri Penghasil
Enzim Ekstraseluler (proteolitik, amilolitik, lipolitik dan selulolitik) yang
Berasal dari Sedimen Kawasan Mangrove. Jurnal Ilmu Kelautan September
2012. Vol. 17 (3) 164-168
Surono, I. S. 2004. Probiotik Susu Fermentasi dan Kesehatan. PT. Tri Cipta
Karya, Jakarta.
Verschuere L., G. Rombaut, P. Sorgeloos, W. Verstraete. 2000. Probiotic bacteria
as biological control agents in aquaculture. Microbiological and Molecular
Biology Review, 64: 655-671.
Wang Bo-Yan, Rong Li, Lin Junda. 2008. Probiotics in Aquaculture: Challenges
and Outlook. Aquaculture, 281: 1-4.
Laporan Praktikum ke- 11 Hari/Tanggal : Minggu, 14 Desember 2014
m.k. Mikrobiologi Akuakultur Kelompok : IV
Asisten : 1. Rahman, S.Pi., M.Si
2. Asisten Mikro 2013
Oleh:
Stefanno. M. A. Rijoly
C151140401
ILMU AKUAKULTUR
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014
I. PENDAHULUAN
1.12 Tujuan
Praktikum ini bertujuan mendeteksi secara molekular organisme uji
apakah negatif atau positif terserang Koi herves Virus (KHV) dengan
menggunakan teknik Polimerase Chain Reaction (PCR).
II. METODOLOGI
3.1 Hasil
Berikut adalah hasil visualisasi eletroforesis dengan sinar UV.
M A C - +
Keterangan
M : Marker (KAPPA® DNA Ladder)
A : Sample A
300 kb
C : Sample C
- : Sample ikan - KHV
+ : Plasmid Glikoprotein KHV
100 kb
3.2 Pembahasan
Diagnosa penyakit menggunakan teknik PCR telah banyak dikembangkan
pada akhir-akhir ini PCR merupakan suatu reaksi in vitro untuk menggandakan
jumlah molekul DNA target tersebut dengan bantuan enzim dan oligonukleotida
sebagai primer dalam suatu thermocycler. DNA murni virus dengan jumlah
memadai dapat diperoleh dengan cara mengisolasi DNA dari inang kemudian
mengamplifikasinya (Muladno, 2002)
Banyak cara dan berbagai macam prosedur yang dapat dilakukan dalam
upaya deteksi virus KHV, tergantung pada reagen dan kit yang digunakan baik
pada tahap ekstraksi, purifikasi, amplifikasi, maupun elektrophoresis. Gomez et
al., (2011) menggunakan Qiagen GmbH Dneasy Tissue extraction kit (Qiagen,
Germany). Mesin PCR yang digunakan adalah real-time PCR assays 2.5 dengan
primer KHV didesain pada wilayah 9/5 dan wilayah target yaitu 484 pasang basa.
Proses PCR diawali dengan kegiatan isolasi DNA. Isolasi DNA merupakan
tahap yang paling penting untuk mendapatkan DNA berkualitas tinggi yang
merupakan satu kaidah dasar yang harus dipenuhi dalam studi molekuler. Pada
dasarnya isolasi DNA genom total dari sel bakteri terdiri dari beberapa tahap
yaitu: kultivasi sel dalam media yang sesuai, pemecahan dinding sel, ekstraksi
DNA genom, dan purifikasi DNA (Kurnia, 2011).
Tahap-tahap amplifikasi DNA dengan PCR dimulai dengan tahap denaturasi,
annealing, ekstensi/elongasi dan kembali ke tahap awal dengan jumlah siklus
yang sudah ditentukan (Sambrook dan Russell, 2001).
Gel yang biasa digunakan antara lain agarosa. Dengan gel agarosa dapat
dilakukan pemisahan sampel DNA dengan ukuran dari beberapa ratus hingga
20.000 pasang basa (pb). Molekul DNA bermuatan negatif sehingga di dalam
medan listrik akan bermigrasi melalui matriks gel menuju kutub positif (anode).
Makin besar ukuran molekulnya, makin rendah laju migrasinya. Berat molekul
suatu fragmen DNA dapat diperkirakan dengan membandingkan laju migrasinya
dengan laju migrasi fragmen-fragmen molekul DNA strandar (marker) yang telah
diketahui ukurannya. Visualisasi DNA selanjutnya dilakukan di bawah paparan
sinar ultraviolet setelah terlebih dulu gel direndam di dalam larutan etidium
bromid (Wibowo, 2009).
Deteksi DNA dalam gel agarosa dilakukan dengan citra UV. Sinar UV
yang digunakan dengan panjang gelombang 300 nm. Metode staining dan
visualisasi DNA menggunakan ethidium bromide atau SYBR gold (Sambrook dan
Russell, 2001).
Gambar 1 menunjukkan bahwa sampel A positif mengandung KHV
sedangkan sampel C negatif mengandung KHV. DNA KHV yang teramplifikasi
saat PCR menunjukkan fragmen dengan panjang 300 kb. Hal tersebut didasarkan
pada band sampel A sejajar dengan marker yang memiliki panjang 300 kb.
Sedangkan tebal band menunjukkan seberapa banyak DNA/RNA virus yang
teramplifikasi saat PCR.
Keberhasilan pengujian sampel dengan metode PCR dipengaruhi oleh
beberapa hal, antra lain faktor kontaminasi silang, umur reagen atau enzim yang
dipakai, jumlah enzim yang dipakai, ketelitian saat poses ekstraksi, serta kondisi
larutan buffer dan larutan etidium bromida yang dipakai. Jika melihat hasil yang
didapat, pengerjaan praktikum ini sudah tergolong baik karena tidak adanya
kontaminan sehingga hasil yang didapat dapat maksimal (Haliman dan Adijaya,
2005).
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Hasil elektroforesis menunjukkan bahwa ikan uji A positif (+)
mengandung Koi Herpes Virus dan ikan uji C negatif (-) mengandung Koi Herpes
Virus.
4.2 Saran
Dalam praktikum ekstraksi dan amplifikasi DNA selain menggunakan cara
manual sebaiknya juga menggunakan KIT sehingga hasil PCR dapat
dibandingkan antara kedua macam bahan tersebut. Selain itu dengan
menggunakan KIT akan mempersingkat waktu praktikum.
DAFTAR PUSTAKA
Gomez D.K., Joh S.J., Jang H., Shin S.P., Choresca Jr. C.H., Han J.E., Kim J.H.,
Jun J.W., Park S.C. 2011. Detection of koi herpesvirus (KHV) from koi
(Cyprinus carpio koi) broodstock in South Korea. Aquaculture.311: 42-47.
Haenen O.L.M, Way K, Bergmann S.M, Ariel E. 2004. The emergence of koi
herpesvirus and its significance to European aquaculture. Bulletin of the
European Association of Fish Pathologists 24:293–307.
Haliman, R.W. dan D. Adijaya. 2005. Udang Vanamei, Pembudidayaan dan
Prospek Pasar Udang Putih yang Tahan Penyakit. Penebar
Swadaya.Jakarta. 75 pp.
Handoyo, D dan A. Rudiretna. 2001. Prinsip Umum dan Pelaksanaan Polymerase
Chain Reaction (PCR). Unitas Vol 9(1): 17-19.
Hendrick RP, Gilad O, Yun S, Spangenberg JV. 2000. A Herpes Virus
Associated with Mass Mortality of Juvenile and Adult Koi, a Strain of
Common Carp J. Aquatic Animal Health 12: 44-57.
Kurnia, A. 2011. Dasar Teknologi DNA Rekombinan. Departemen Farmasi,
Universitas Indonesia, Depok, Indonesia.
Muladno. 2002. Seputar Teknologi Rekayasa Genetika. Bogor: Pustaka Wira
Usaha Muda.
Pratiwi, R. 2001. Mengenal Metode Elektroforesis. Oseana Vol XXVI (1): 25-31.
Sambrook J. and Russell D.W. 2001. Molecular Cloning. A Laboratory Manual.
Edisi ke-3. Vol.2. New York: (US). Cold Spring Harbor Laboratory Press.
Sulistyaningsih, E. 2007. Polymerase Chain Reaction (PCR): Era Baru Diagnosis
dan Manajemen Penyakit Infeksi. Biomedis Vol 1(1): 17-25.
Wibowo, M. S. 2009. Elektroforesis. Sekolah Farmasi. Institut Teknologi
Bandung.