Anda di halaman 1dari 32

TEKNIK PEMBENIHAN UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei)

DI CV. HATCHERY TUNAS BERLIAN


lAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN
TINGKAI ll SEMESTER lV

Di susun oleh :
CINTA ZULEKHA
NIS:N.800.3.22.0110

PROGRAM KEAHLIAN AGRIBISNIS PERIKANAN AIR PAYAU DAN LAUT(APAPL)


SEKOLAH USAHA PERIKANAN MENENGAH (SUPM) KOTA AGUNG
TAHUN AJARAN 2023/2024

1
HALAMAN PERSETUJUAN

Judul : Pembenihan Udang Vaname (Litopenaeus vanname)


Penyusun : Cinta Zulekha
Nis : N.800.3.22.010
Program Keahlian : Agribisnis Perikanan Air Payau dan Laut ( APAPL ).
Telah disetujui dan layak untuk diujikan dalam Seminar Laporan Praktik Keahlian Tingkat II Semester
IV.

Kota Agung, Januari 2024


Guru Pembimbing

Bayu Agus Setiawan S.PKP


NIP. 198708232007011001.

2
HALAMAN PENGESAHAN

Judul : Pembenihan Udang Vaname (Litopenaeus vanname)


Penyusun : Cinta Zulekha
NIS : N.800.3.22.010
Program Keahlian : Agribisnis Perikanan Air Payau dan Laut ( APAPL)

Telah diujikan dan dinyatakan lulus pada......April 2024

Wakil Kepala Sekolah Ketua Program Keahlian Guru pembimbing


Bagian Pengajaran Teknologi Budidaya Perikanan

Kurman.S.Ag.Mpd Bayu Agus Setiawan S.PKP Bayu Agus Setiawan S.PKP


NIP. 198708232007011001 NIP. 198708232007011001

Mengesahkan,
Kepalan Sekolah Negri Kotaagung

Henry iskandar madyantoro,A Pi M Si

3
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah Swt. Yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
Sehingga saya dapat menyelesaikan Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL) yang berjudul
“Pembenihan Udang Vaname (Litopenaeus vannamei)” Ini tepat pada waktunya.Di Cv.hatchery
Tunas Berlian dengan baik.

Praktek Kerja Lapangan (PKL) merupakan salah satu bentuk kegiatan praktek pada semester IV
Sesuai dengan kurikulum. Terselesaikannya Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL) ini tentu tidak
lepas Dari Bantuan, Bimbingan dan Dukungan dari banyak pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan
ini saya Juga bermaksud menyampaikan terimakasih kepada :
1. Henry iskandar madyantoro,A Pi M Si selaku Kepala Supm
2. Kurman.S.Ag.Mpd Wakil Kepala Sekolah bidang pelajaran
3. Bayu Agus Setiawan S.PKP selaku Guru Pembimbing Internal dan Ketua Program Agribisnis
Perikanan Air Payau dan Laut.
4. Yudi selaku Guru Pembimbing Eksternal yang telah membimbing selama pelaksanaan
Praktek Kerja Lapangan (PKL).
5. Kedua orang tua serta sanak saudara yang tak pernah henti untuk memberi semangat
6. Rekan se-angkatan.

Kemudian, saya menyadari bahwa tugas yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
Karena itu, kritik dan saran yang membangun saya butuhkan demi kesempurnaan laporan ini. Akhir
kata,saya berharap laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca serta dapat membantu bagi
Kemajuan serta perkembangan Sekolah Usaha Perikanan Menengah (SUPM) Negeri Kota Agung.
saya Ucapkan terima kasih banyak kepada semua pihak yang telah membantu, semoga Allah SWT
membalas Atas kebaikannya, Aamiin.

KotaAgung....................2024

4
DAFTAR ISI

JUDUL

5
BAB I. PENDAHULUAN

1.1.LATAR BELAKANG

Udang vaname (litopenaeus vannamei) adalah jenis salah satu udang yang memiliki nilai
ekonomi dan merupakan jenis udang yang dapat dibudidayakan di Indonesia,disamping udang
Windu (penaeus monodon). Awal mula kegiatan budidaya udang vaname diindonesia dilaksanakan
di Jawa timur sangat antusias dalam memelihara dan membudidayakan udang vaname bahkan 90%
petambak mengganti komoditas udang yang dibudidaya dengan udang vaname.

Dengan meningkatnya peminat budidaya udang vaname maka diperlukan adanya ketersediaan
benur secara kontinyu dan berkualitas, sehingga benur yang diharapkan mampu meningkatkan
produktivitas udang vaname. Ketersediaan benih yang berkualitas genetik dan morfologi merupakan
salah satu faktor penentu keberhasilan budidaya udang. Karakter morfologi diantaranya dicirikan
dengan perkembangan larva yang baik, serta karakter morfologi yang tinggi (Wahidah etal,
2005dalam Nuntung 2018).
Kegiatan budidaya vaname meliputi kegiatan pembenihan dan pembesaran. Untuk
menghasilkan komoditas larva udang vaname yang berkualitas maka proses pembenihan dan
pemeliharaan harus memperhatikan aspek internal yaitu asal dan kualitas benih, serta faktor
eksternal mencakup kualitas air budidaya, pemberian pakan, teknologi yang digunakan, serta
pengendalian hama dan penyakit (Haliman dan Adijaya, 2005 dalam Arsadet al,2017).

Kualitas air yang buruk akan menjadi awal penyakit bagi udang dan dapat menyebabkan stress.
Kualitas air yang buruk dapat berpengaruh pada pertumbuhan, proses metabolisme dan sintasan
udang menjadi rendah (Tahe, S dan Suwoyo 2011). Pengelolaan kualitas air merupakan salah satu
cara yang dapat dilakukan oleh pembudidaya untuk meningkatkan produksi larva udang vaname.
Parameter kualitas air dapat diketahui dengan melaksanakan pengujian berupa uji fisika, kimia, dan
biologi. Pengelolaan kualitas air berarti upaya yang dilakukan untuk menjaga parameter air agar
berada pada keadaan aman standar media budidaya yang diperlukan. Beberapa parameter kualitas
air yang sering diukur dan berpengaruh pada pertumbuhan larva udang adalah: suhu, pH, salinitas,
amonia, alkalinitas dan oksigen terlarut (DO) (Wiranto dan Hermida, 2010 dalam Arsad et al, 2017).

6
1.1 TUJUAN

1.untuk mengetahui tentang budidaya udang vaname


2.untuk mengetahui proses budidaya udang vaname

1.2 MANFAAT
1. menambah pengetahuan tentang udang vaname
2. mengetahui cara analisis dan budidaya udang vaname

1.3 RUANG liNGKUP


Ruang lingkup kegiatan praktik kerja lapang (PKL) 2 yaitu pembenihan udang
vaname(litopenaeus vannamei) yang meliputi pemeliharaan induk, pemijahan induk, manajemen
kualitas air, pemeliharaan larva.

7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1Biologi Udang Vaname
2.1.1 Klasifikasi
Menurut Boone, (1931) klasifikasi udang vaname (Litopenaeus vannamei) sebagai berikut:

Phylum : Arthropoda
Class : Crutacea
Sub class : Malacostraca
Series : Eumalacostraca
Super : Eucarida
Ordo : Decapoda
Sub ordo : Dendrobrachiata
Infra ordo : Penaeidea
Super famili : Penaeioidea
Famili : Pemaeidae
Genus : Peneaeus
Sub genus : Litopenaeus
Species : Litopenaeus vannamei

2.2.2 Morfologi Udang Vaname

Gambar 1 Morfologi Udang Vaname

8
Udang vaname sama halnya seperti udang penaid lainnya, binatang air yang ruas-ruas dimana
pada tiap ruasnya terdapat sepasang anggota badan.Bagian tubuh ini biasanya memiliki dua cabang.
Secara morfologi tubuh udang terbagi menjadi dua bagian yaitu cephalothorax atau kepala dan
abdomen atau perut. Cephalothorax dilindungi oleh cangkang chitinous tebal yang disebut karapaks.
Secara anatomi, cephalothorax dan perut terdiri dari segmen atau bagian. Setiap segmen memiliki
anggota fungsionalnya sendiri(Elovaara, 2001)3 Teknik Pemeliharaan Larva Udang Vaname
Ketersediaan larva udang yang berkualitas (genetik dan morfologi) menjadi faktor penting
keberhasilan budidaya udang. Larva udang dari alam hanya 20% dari total kebutuhan tambak udang
di Indonesia, sedangkan 80% kekurangannya diharapkan dapat memproduksi larva sendiri atau oleh
hatchery. Perkembangan hatchery semakin meningkat dalam memenuhi permintaan larva udang
untuk usaha budidaya udang.

Bentuk rostrum udang vanamei sendiri memanjang, langsing, dan pangkalnya hampir
berbentuk segitiga.Uropoda berwarna merah kecoklatan dengan ujungnya kuning kemerahan atau
sedikit kebiruan, kulit tipis transparan.Warna tubuhnya putih kekuningan terdapat bintik-bintik coklat
dan hijau padaekor (Wayban dan Sweeney, 1991). Untuk udang betina dewasa tekstur punggungnya
keras, ekor (telson) dan ekor kipas (uropoda) berwarna kebiru-biruan, sedangkan pada udang jantan
dewasa memiliki ptasma yang simetris.Spesies ini dapat tumbuh mencapai panjang tubuh 23 cm
(Wyban dan Sweeney,1991).

2.1.3 Sifat Dan Tingkah Laku

Menurut Farchan (2006), udang vanamei dalam siklus hidupnya mengalami beberapa perubahan
secara morfologi, sehingga mudah dibedakan antara fase atau stadia pertumbuhannya. Setelah
menetas menjadi naupli, berkembang menjadi stadia zoea, mysis, post larva dan siap tebar di
tambak. Setelah pemeliharaan 6 minggu menjadi ukuran gelondongan dengan berat 4 gram
perekor.Setelah menjadi gelondongan (Fingerling) bergerak ke laut dan dewasa berada di laut
kembali.Berdasarkan siklus hidupnya udang vanamei termasuk kata dromus yaitu pada saat benih
dan Fingerling di muara dan dewasa memijah dilaut. perkembangan stadia larva udang vanamei
dimulai dari stadia naupli,zoea,mysis, dan post larva yang di uraian pada Tabel 1 dibawah ini

9
Tabel 1 Perkembangan stadia Udang Vaname

1) Stadia naupli
Pada stadia ini, larva berukuran 0,32-0,58 mm. Sistem pencernaannyabelum sempurna
dan masih memiliki cadangan makanan berupa kuning telur sehingga pada stadia ini benih
udang vanamei belum membutuhkan makanan dari luar.(Haliman dan Adijaya, 2008).

10
2)Stadia zoea
Menurut Farchan (2006), sekitar 2-3 hari setelah menetas masuk pada fasezoea. Pada
stadia ini larva sudah berukuran 1,06– 3.30 mm, dan benih udang sudah mengalami Moulting
Sebanyak tiga kali, yaitu stadia zoea1, zoea 2 dan zoea 3. Waktu untuk memasuki stadia
berikutnya yaitu Mysis sekitar 4 – 5 hari.Untuk perkembangan zoea dapat dilihat pada
gambar2.

2) Stadia mysis
Haliman dan Adijaya (2008), menjelaskan bahwa pada stadia ini benih ¹sudah menyerupai
bentuk udang yang dicirikan dengan sudah terlihat ekor kipas(uropods) dan ekor (telson).
Benih pada stadia ini sudah mampu menyantap pakan fitoplankton dan zooplankton. Ukuran
larva berkisar 3,50-4,80 mm. Untuk perkembangan mysis, dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Stadia Mysis. Sumber : Heryadi dan Sutadi (1993)


3) Stadia post larva (PL)
Organ tubuh udang sudah lengkap dan organ tubuhnya sudah berfungsi 1dengan baik.
Pada saat menjadi post larva hitungan umur udang dalam post larva (PL), misalnya setelah
satu hari menjadi PL, maka disebut PL1, dua hari disebut PL2 dan seterusnya. Udang
vanamei dapat mulai ditebar di tambak setelah mencapai PL9 (Farchan, 2006). Untuk
perkembangan post larva, dapat dilihat pada Gambar 4.

11
Gambar 4. Stadia post larva sumber Heryadi dan Sutadi (1993)

2.1.4 Habitat dan Penyebaran


Suharyadi (2011), menjelaskan bahwa habitat udang berbeda-beda gantung dari jenis dan
persyaratan hidup dari tingkatan-tingkatan dalam daur hidupnya. Pada umumnya udang bersifat
bentis dan hidup pada permukaan dasar laut. Adapun habitat yang disukai oleh udang adalah dasar
laut yang lumer(soft) yang biasanya campuran lumpur dan pasir. Lebih lanjut dijelaskan, bahwa induk
udang putih ditemukan di perairan lepas pantai dengan kedalaman berkisar antara 70-72 meter (235
kaki). Menyukai daerah yang dasar perairannya berlumpur. Sifat hidup dari udang putih adalah
catadromous atau dua lingkungan, dimana udang dewasa akan memijah di laut terbuka. Setelah
menetas, larva dan yuwana udang putih akan bermigrasi ke daerah pesisir pantai atau mangrove
yang biasa disebut daerah estuarine tempat nurseri groundnya,dan setelah dewasa akan bermigrasi
kembali ke laut untuk melakukan kegiatan pemijahan seperti pematangan gonad (maturasi) dan
perkawinan.Daerah penyebaran alami LitopenaeusLitopenai ialah pantai Lautan Pasifiksebelah barat
Mexico, Amerika Tengah dan Amerika Selatan dimana suhu air laut sekitar 20ºC sepanjang tahun.
Sekarang Litopenaeus vannamei telah menyebar, karena diperkenalkan di berbagai belahan dunia
karena sifatnya yang relatif mudah dibudidayakan, termasuk di Indonesia (Suharyadi, 2011).

12
2.1.5 Pakan dan Kebiasaan Makan
Kordi (2009), menjelaskan bahwa jenis makanan yang dimakan udang vanamei antara lain,
plankton fitoplankton dan zooplankton), alga bentik,detritus, dan bahan organik lainnya.Litopenaeus
vannamei bersifat nokturnal.Sering ditemukan Litopenaeus vannamei memendamkan diri di dalaml
umpur/pasir dasar kolam bila siang hari, dan tidak mencari makanan. Akan tetapi pada kolam
budidaya jika siang hari diberi pakan maka udang vanamei akan bergerak untuk mencarinya, ini
berarti sifat nokturnal tidak mutlak.Menurut Haliman dan Adijaya (2008), udang vanamei mencari dan
mengidentifikasi pakan menggunakan sinyal kimiawi berupa getaran dengan bantuan organ sensor
yang terdiri dari bulu-bulu halus (setae). Organ sensor ini terpusat pada ujung anterior antenula,
bagian mulut, capit, antena, dan maxilliped. Dengan bantuan sinyal kimiawi yang ditangkap, udang
akan merespon untuk mendekati atau menjauhi sumber pakan. Bila pakan mengandung senyawa
organik, seperti protein, asam amino, dan asam lemak maka udang akan merespon dengan cara
mendekati sumber pakan tersebut.Haliman dan Adijaya (2008), menambahkan bahwa untuk
mendekati sumber pakan, udang akan berenang menggunakan kaki jalan yang memiliki capit. Pakan
langsung dijepit menggunakan capit kaki jalan, kemudian dimasukkan ke dalam mulut. Selanjutnya,
pakan yang berukuran kecil masuk kedalam kerongkongan dan oesophagus. Bila pakan yang
dikonsumsi berukuran lebih besar, akan dicerna secara kimiawi terlebih dahulu oleh maxilliped di
dalam mulut.

2.2 Teknik Pembenihan Udang Vaname (litopenaeus vannamei)


2.2.1 Pengelolahan Induk
Pada awalnya, induk udang vanamei yang digunakan adalah induk yang diimpor dari Hawai dan
Florida. Perkembangan selanjutnya, akibat tingginya permintaan benur dan cepatnya perkembangan
gonad induk vanamei hasil domestikasi, maka sebagian hatchery mulai menggunakan induk hasil
budidaya di tambak. diambil dari pengamatan di lapangan, metode penyediaan induk yang dilakukan
oleh masyarakat yaitu dengan memelihara lebih lanjut setelah usia panen untuk konsumsi yang
disertai dengan seleksi pertumbuhan (Subaidah danPramudjo, 2008).

2.2.1.1 Persiapan Wadah Dan Media Pemeliharaan Induk

Kegiatan pembenihan udang vaname meliputi Persiapan wadah, pemeliharaan induk,


pemijahan induk, pengeluaran telur, penetasan telur,Pemeliharaan naupli, pemeliharaan larva/benur,
kultur pakan alami, pengelolaan kualitas air,Pencegahan hama dan penyakit,persiapan wadah
karantina dilakukan 3 hari sebelum kedatangan induk.Persiapan wadah yang dilakukan yaitu
pencucian dengan detergen 10 g L-1 yang kemudian dibilas Dengan air laut, lalu pasang instalasi
aerasi, dan dilakukan penyiraman dengan larutan povidone iodine 400 µL L-1. Povidone iodine
memiliki spektrum yang luas dari aktivitas antimikroba terhadap bakteri,Jamur, protozoa, dan virus,
serta dapat digunakan untuk mengobati luka akut dan kronis (Sibbald et al.2011). Wadah selanjutnya

13
diisi air dengan volume air 12,8 Ton atau ketinggian air 40 cm.Persiapan Wadah Pemijahan,
Penetasan Telur dan Penampungan Naupli. Persiapan wadah.

2.2.1.2 Pengadaan Induk


memilih induk yang sehat dan berkualitas untuk mendapatkan benur dengan kualitas terbaik.

Untuk itu, perlu mengetahui ciri-ciri induk udang vaname yang berkualitas, di antaranya:

• Usia induk sudah matang, minimal berumur 7-8 bulan


• Induk harus bersertifikat SPF (Specific Pathogen Free) dan SPR (Specific Pathogen
Resistant) agar terhindar dari patogen yang menyebabkan penyakit pada udang
• Ukuran induk udang seragam, udang yang berukuran kecil menandakan bahwa
pertumbuhannya terhambat
• Bentuk tubuh lengkap dan tidak cacat, perlu memastikan bahwa mata, antena, kaki, dan ekor
udang dalam kondisi lengkap dan tidak cacat
• Usus udang vaname berisi, hal ini menandakan bahwa nafsu makan udang besar sehingga
pertumbuhan dan perkembangan udang relatif baik

Untuk mendapatkan benih udang vaname yang unggul, harus menggunakan induk yang berkualitas.
Untuk itu, langkah pertama yang perlu dilakukan adalah menyeleksi induk udang vaname.Adapun
kriteria atau persyaratan induk udang yang berkualitas, sebagai berikut:

• Berat: 60-80 gram (induk jantan) dan >80 gram (induk betina)
• Panjang Tubuh: 18-20 cm (induk jantan) dan 20-25 cm (induk betina)
• Kelamin: bersih
• Insang: normal dan berwarna merah dengan penutup transparan
• Anggota Tubuh: lengkap dan normal

2.2.1.3 Pengangkutan Dan Aklimatisasi

Pada saat awal kedatangan,Induk dipelihara di dalam wadah karantina selama 3 hari. Wadah
karantina terbuat dari bak beton Berukuran 8 m x 4 m x 1 m.Aklimatisasi udang vaname dimaksudkan
untuk mencegah tingginya tingkat kematian (mortalitas) benur pada saat dan setelah penebaran.

Cara Pengangkutan induk dari mobil ke kolam karantina adalah dengan cara melewati
jendela yang berada di ruang karantina tersebut.

2.2.1.4 Pengelolaan Air Pemeliharaan Induk

Sumber air dalam pembenihan sangat menentukan larva yang dihasilkan. Adapun beberapa
aspek sumber air yang perlu diamati, di antaranya:

• Bebas dari polusi dan endapan logam berat


• Mempunyai kandungan bahan organik yang relatif rendah
• Salinitas berkisar 15-25 ppt
• pH air berkisar 7,96-8,05
• Ketersediaan air tawar yang mencukupi dan mudah didapatkan

14
2.2.1.5 Pemberian Pakan Induk

Pakan adalah salah satu kunci dalam perkembangan gonad udang vaname. Pada proses
pemeliharaan ini, udang vaname membutuhkan pakan berupa cumi dan cacing laut sehingga dapat
menjaga daya tahan tubuh terhadap penyakit, serta meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan
gonad. Selain cacing dan cumi, juga bisa memberikan pakan dengan pelet.

2.2.1.6 ablasi

Proses perawatan induk jantan dan betina harus dilakukan pada tempat yang terpisah.
Tempat pemeliharaan yang digunakan berupa kolam beton dengan kedalaman 80-100 cm. Padat
penebaran dalam bak pemeliharaan berkisar 1-4 ekor/㎡. Hal ini untuk menghindari terjadinya sifat
kanibalisme pada induk yang dipelihara.Pemeliharaan induk pada udang vaname, meliputi teknik
ablasi dan pengukuran TKG (Tingkat Kematangan Gonad). Teknik ablasi pada udang digunakan
untuk mempercepat kematangan gonad induk betina. Ablasi mata dilakukan dengan cara
menghilangkan X-Organ pada tangkai mata udang melalui cautery (memijat tangkai mata udang) dan
cutting (memotong mata udang).Sedangkan pengukuran TKG dilakukan berdasarkan perkembangan
ovari (punggung udang), mulai dari segmen awal hingga ke pangkal ekor udang. Makin matang gonad
maka ovari akan menebal dan berubah warna dari putih menjadi merah kekuning-kuningan.

2.2.1.7 Pematang Gonat

Bagi petambak yang akan memijahkan udang vaname perlu mengenali secara jeli tanda-
tanda indukan yang sudah mengalami pematangan gonad.Tingkat kematangan telur diukur
berdasarkan perkembangan ovari yang terletak pada bagian punggung udang. Ovari pada punggung
udang berwarna hijau, makin matang ovari maka makin gelap warnanya serta akan terlihat melebar
dan berkembang ke arah kepala.disimpulkan bahwa TKG pada induk udang betina adalah saat sudah
memasuki fase TKG III. Sementara untuk udang jantan, kematangan gonad bisa dilihat dari
perkembangan petasma yang sempurna dan biasanya mengandung spermatophora.

2.2.1.8 Pemijahan

Pemijahan adalah pengeluaran telur oleh induk udang betina diikuti dengan pembuahan
sperma dari spermatophore yang ada di telicum induk betina. Pemijahan biasanya diawali dengan
pergantian kulit induk betina, kemudian proses perkawinan induk dimulai saat induk udang kembali
pada keadaan normal. Induk udang vaname jantan dan betina yang dipijahkan memiliki perbandingan
2:3 atau 1:2.Proses pemijahan udang dapat berlangsung selama 4-5 jam. Setelah proses
pemijahan,perlu memisahkan telur dengan indukan udang, kemudian telur udang dimasukkan secara
hati-hati ke kolam penetasan.

15
2.2.1.9 Penetesan

Telur udang akan menetas dalam jangka waktu 10-12 jam. Dalam penetasan telur perlu
adanya pemberian aerasi dan pengadukan telur secara manual dengan frekuensi 15 menit sekali
agar telur melayang dipermukaan air, karena telur yang mengendap di dasar bak penetasan akan
mudah terserang jamur.

2.2.1.10 Panen Naupli Dan Transportasi Naupli8


Menurut Subaidah dan Pramudjo (2008), pemanenan naupli dilakukan dengan memberikan
lampu di atas bak penetasan karena sifat naupli fototaksis positif, setelah naupli terkumpul dilakukan
pemanenan dan ditampung di bakfiber volume 500 liter. Penghitungan naupli dilakukan dengan cara
sampling dengan mengambil 5 kali botol sampling 100 ml.

Untuk memindahkan naupli dilakukan cara yang mudah dan hanya sedikit menimbulkan stress
dalam memindahkan dari bak penetasan ke dalam bak larva. Sebelum dimasukkan larva,
bersihkanlah bak pemeliharaan larva itu sebaik-baiknya dengan cara menyikat dan mencucinya
dengan air bersih(Suyanto dan Panjaitan, 1985).

2.2.2 Pemeliharaan Larva


2.2.2.1 Persiapan Bak Pemeliharaan Larva
Menurut Herdikiawanet al., (2012), bak pemeliharaan larva terbuat dari beton atau fiberglass,
berbentuk persegi dengan kapasitas berkisar antara 10-15 m3.Pada umumnya, kedalaman bak untuk
pemeliharaan larva adalah 1 meter

Subaidah dan Pramudjo (2008), menerangkan bahwa bak pemeliharaan larva dilapisi dengan
cat U-Poxy berwarna biru muda dan dilengkapi dengan pipasaluran udara (instalasi aerasi), instalasi
air laut, instalasi alga, dan saluran pengeluaran yang dilengkapi saringan sirkulasi dan pipa goyang,
serta terpal sebagai penutup agar suhu stabil selama proses pemeliharaan larva. Kemiringan bak
adalah 2-5%, hal ini bertujuan untuk memudahkan dalam pengeringan. Adapun sistem aerasi pada
bak pemeliharaan larva menggunakan yang gantung dengan jarak antar titik 40 cm dan jarak dari
dasar bak adalah 5 cm agar sisa pakan dan kotoran tidak teraduk.

Pencucian bak dilakukan dengan menggunakan kaporit 60% sebanyak 100ppm yang
dicampur dengan deterjen 5 ppm dan dilarutkan dengan air tawar pada wadah berupa ember
kemudian dinding dan dasar bak digosok-gosok dengan menggunakan scoring pad dan dibilas
dengan air tawar hingga bersih.dan kemudian dilakukan pengeringan selama dua hari. Pencucian
dan qpengeringan bak ini bertujuan untuk menghilangkan dan mematikan mikroorganisme pembawa
penyakit. Bila pada pemeliharaan sebelumnya larva terserang penyakit dengan frekuensi lebih sering
setiap siklusnya, maka dilakukan perendaman bak dengan air tawar yang diberi kaporit 60%

16
sebanyak100 ppm dan PK (Kalium permanganat) 1 ppm selama dua hari kemudian airdibuang dan
dicuci dengan menggunakan kaporit 100 ppm dan deterjen pada dinding dan dasar bak. Setelah itu
dibilas dengan menggunakan air tawar dan dikeringkan selama satu minggu. Selang, pemberat dan
batu aerasi dijemur selama dua hari (Subaidah dan Pramudjo, 2008).

2.2.2.2 Swtting Aerasi

Menurut Heryadi dan Sutadi (1993), agar blower menghasilkan oksigen yang merata ke seluruh
bak pemeliharaan, maka perlu dirancang sedemikian rupa sehingga selang aerasi dapat disebar di
seluruh bak. Pemasangan selang dan batu aerasi perlu dibantu dengan tali yang dibentangkan.
Setiap 40 cm dibutuhkan 1 buah batu aerasi yang panjangnya 5 cm dan diameternya 3 cm.Sehari
sebelum penebaran, aerasi perlu dicek apakah penyebaran gelembung dari batu aerasi sudah rata.
Untuk mengetahuinya, hidupkan blower lalu kran udara dibuka. Bila gelembung udara yang
dihasilkan sama rata berarti aerasinya baik. Aerasi ini juga meningkatkan kandungan oksigen
sehingga gas-gas beracun akan menguap keluar (Heryadi dan Sutadi, 1993).

2.2.2.3 Pengisian Air


Menurut Subaidah dan Pramudjo (2008), pengisian air laut ke dalam bak pemeliharaan dilakukan
dengan menggunakan filter bak. Air laut langsung ditransfer dari tandon yang sebelumnya telah
dilakukan penyaringan dengan menggunakan sand filter dan disinari UV dan ditampung pada bak
tandon yang ditutup rapat serta dilakukan pemompaan ketower yang dilengkapi UV pula untuk
dialirkan ke bak-bak pemeliharaan larva.

2.2.2.4 Sterilisasi Air Media


Menurut Heryadi dan Sutadi (1993), ada dua tahap sterilisasi air media,yaitu:

a. Sterilisasi tahap

Sebelum dipakai, air laut diberi perlakuan dengan menggunakan zat-zatkimia agar bebas dari
bakteri, protozoa, jamur dan mikroorganisme lainnya.Setelah itu air laut ditampung dalam bak
ditambahkan kaporit 30 ppm (30gram/m3 air). Agar proses pencampuran cepat merata, maka perlu
diaerasi.Biarkan proses tersebut berlangsung sekitar 24 jam. Setelah itu tambahkan Natrium
thiosulfat (Na2S2O3) sebanyak 10-12,5 ppm, kemudian biarkan prosestersebut berlangsung selama
24 jam sambil tetap diaerasi. Tujuan pemberianNatrium thiosulfat adalah untuk menetralisir pengaruh
kaporit. Apabila air laut sudah netral kembali, tambahkan EDTA sebanyak 10 ppm(10 gram/m3),
dibiarkan selama 24 jam sambil diaerasi. Setelah 24 jam, makaaerasi dihentikan untuk memberi
kesempatan pada semua partikel yangtersuspensi untuk mengendap. Proses pengendapan ini
membutuhkan waktuantara 24-36 jam.

17
b. Sterilisasi tahap II

Sterilisasi air laut tahap kedua dilakukan pada saat air sudah dalam kondisi jernih dan dilakukan
2-3 hari sebelum larva ditebar. Pada tahap ini masih digunakan Ethylene Diamine Tetra Acid (EDTA)
sebanyak 8 ppm yangdimasukkan ke air media. Setelah itu ditambahkan antibiotik, misalnya
Erytromycyn sebanyak 1 ppm (1 gram/m3). Antibiotik berfungsi untuk menghilangkan bakteri dan
protozoa, sedangkan untuk menghilangkan jamurdapat ditambahkan Trefflan sebanyak 0,1 ppm (0,1
ml/m3). Dengan demikian zatkimia tersebut diberikan dalam waktu yang sama dengan urutan EDTA,
antibiotik,dan Trefflan

.2.2.2.5 Penebaran Naupli


Penebaran naupli dilakukan pada pagi hari dengan tujuan untuk menghindari perubahan suhu
yang terlalu tinggi dengan cara aklimatisasi 30 menit atau sampai suhu di dalam wadah dengan suhu
di luar wadah sama dengan menggunakan bantuan termometer ºC, aklimatisasi ini bertujuan untuk
menyesuaikan naupli dengan perubahan kondisi lingkungan air di bak pemeliharaan larva.
Aklimatisasi salinitas dilakukan dengan cara, air media yang di dalam bak pemeliharaan dialirkan ke
dalam baskom yang berisi naupli dengan menggunakan selang plastik yang berdiameter kecil,
sehingga aliran airnya hanya sebesar benang jahit. Bila tidak ada selang kecil, dapat diganti dengan
selang besar, tetapi ujungnya dibungkus plastik, lalu ditusuk dengan jarum jahit(Heryadi dan Sutadi,
1993).Heryadi dan Sutadi (1993), menambahkan bahwa untuk penurunan kadar garam sebesar 1%
diperlukan waktu antara 15-30 menit. Apabila salinitas antara air media pada bak pemeliharaan sudah
sama dengan air media pada baskom naupli, maka proses aklimatisasi salinitas dianggap selesai
dan pada siang hari sudah dapat diambil. Selama aklimatisasi salinitas berlangsung, baskom yang
berisi naupli harus diaerasi. Aklimatisasi cara ini selain praktis dan efisien, juga parameter kualitas
air yang lainnya akan terbawa untuk menyesuaikan.Setelah aklimatisasi naupli ditebarkan ke dalam
bak pemeliharaan. Caranya,baskom dijungkirkan perlahan-lahan ke dalam bak pemeliharaan sampai
naupli habis. Bisa juga dengan cara menciduknya dengan gayung lalu ditumpahkan kebak
pemeliharaan secara perlahan-lahan. Padat tebar naupli yang aman berkisar100-150 ekor/liter
(Heryadi dan Sutadi, 1993).

2.2.2.6 Pengamatan Kualitas Air


Pengelolaan kualitas air pada masa pemeliharaan larva udang vanamei dilakukan dengan
beberapa cara, yaitu monitoring, pengecekan kualitas air,water exchange, dan penyiponan.
Monitoring kualitas air dilakukan setiap hari yaitu pada pagi hari, parameter air yang dilakukan
monitoring rutin adalah suhu dengan tujuan agar selama masa pemeliharaan proses metabolisme
dan metamorfosis larva lancar yaitu berkisar 29-32ºC. Sedangkan untuk pengecekan parameter
kualitas air selama masa pemeliharaan larva dilakukan pada setiap pergantian stadia. Parameter pH

18
berkisar pada 7,5-8,5; salinitas berkisar 29-34;dan kadar nitrit maksimal 0,1 ppm, hal ini sesuai l
dengan ketentuan dalam SNI produksi benih udang vanamei (Subaidah dan Pramudjo, 2008).

2.2.2.7 Pemberian Pakan


Jenis pakan yang diberikan pada larva udang vanamei selama proses pemeliharaan ada dua
jenis yaitu pakan alami (fitoplankton dan zooplankton) dan pakan komersil (buatan). Masing-masing
makanan tersebut diberikan dengan jumlah dan frekuensi tertentu sesuai dengan stadia larva. Jenis
pakan alami yang dikultur adalah Chaetoceros ceratos dan Artemia salina (Subaidah danPramudjo,
2008).Pada stadia naupli belum diberi pakan, karena pada stadia ini larva udang putih vanamei masih
memanfaatkan kuning telur sebagai pensuplai makanan.Pemberian Chaetoceros ceratos dilakukan
mulai dari stadia zoea1 sampai dengan stadia Mysis3. Sedangkan pemberian Artemia dimulai sejak
stadiaMysis3 sampai dengan PL10. Pakan buatan juga diberikan pada larva untuk mencegah
terjadinya kekurangan pakan selama pemeliharaan larva (Subaidahdan Pramudjo, 2008).

2.2.2.8 Montoring Perkembangan Larva


Perkembangan Larva Pengamatan dilakukan secara makroskopis dan mikroskopis.
Pengamatan makroskopis dilakukan secara visual dengan mengambil sampel langsung dari bak
pemeliharaan sebanyak 1 liter beacker glass kemudian diarahkan ke cahaya untuk melihat kondisi
tubuh larva, pigmentasi, usus, sisa pakan kotoran atau 1 dan butiran-butiran yang dapat
membahayakan larva. Sedangkan pengamatan mikroskopis dilakukan dengan cara mengambil
beberapa ekor larva dan diletakkan di atas gelas objek, kemudian diamati di bawah mikroskop.
Pengamatan ini dilakukan untuk mengamati morfologi tubuh larva, keberadaan parasit, patogen yang
menyebabkan larva terserang penyakit (Subaidah dan Pramudjo, 2008).

2.2.2.9 Hama Dan Penyakit


Hama biasanya merupakan jenis organisme yang dapat mengakibatkan kerugian bagi
budidaya. Penyakit pada udang sering dijumpai pada udang berusia muda, baik periode larva
maupun post larva.Proses timbulnya suatu penyakit sangat bergantung pada keadaan lingkungan.
Penyakit pada pembenihan udang diantaranya adalah disebabkan oleh virus, bakteri, jamur,dan
parasit (Subaidah dan Pramudjo, 2008).

2.2.2.10 Panen Dan Pasca Panen


Menurut Subaidah dan Pramudjo (2008), pemanenan benur dilakukan mulai pada stadia
PL10 atau ukuran PL telah mencapai 1 cm dan yang telah memenuhi kriteria-kriteria benur yang siap
dipanen. Pemanenan benur dimulai dengan menurunkan volume air 8 m3, pipa saringan sirkulasi
larva dibuka dan air dari saluran pengeluaran ditampung dalam ember yang telah dimodifikasi dengan
pemberian saringan kasa dan larva yang telah banyak di dalam ember dipindahkan ke tempat lain
dengan menggunakan serokan. Benur yang telah dipanen dipindahkan ke tempat pengemasan
dengan diberi aerasi dan selanjutnya dikemas dengan menggunakan kantong plastik dan diberi

19
oksigen.Kepadatan benur sesuai dengan jarak transportasi, biasanya untuk kantong dengan volume
air 10 liter kepadatan 2.000-4.000 ekor PL10.

BAB III
METODE PRAKTEK
3.1 Waktu Dan Tempat

Pelaksanaan Praktek Keahlian II semester IV dilaksanakan selama 3 bulan,dimulai pada tanggal


8 januati 2024 sampai dengan 1 april 2024 di CV.Tunas Berlian, Kunjir, kalianda-lampung.

3.2 Metode Pengumpulan Data

Metode pengambilan data yang dilakukan dalam Praktek Kerja Lapangan II semester IV adalah
sebagai berikut:

1. Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari sumber daya dengan cara diamati atau
untuk pertama kalinya melalui prosedur dan metode pengambilan data berupa observasi, partisipasi
aktif, maupun wawancara.
a. Observasi
Pengambilan data dengan cara pengamatan, menganalisis dan ikut serta secara langsung
terhadap kegiatan yang dilakukan di lapangan.

b. Wawancara
Pengumpulan data dengan cara melakukan tanya jawab sepihak yang dikerjakan secara
sistematis yang berlandaskan pada tujuan penelitian.
c. Dokumentasi
Cara pengambilan data dengan mengambil data langsung di lapangan. Hal ini bertujuan untuk
mengakuratkan data yang telah diperoleh dari praktek langsung di lapangan.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber tidak langsung dan telah dikumpul serta
diperoleh oleh orang diluar dari penelitian itu sendiri.

20
BAB IV
KEADAAN UMUM LOKASI PRAKTEK

4.1 Profil Perusahaan


CV. Tunas Berlian merupakan unit pelaksana proses produksi naupli dan benur udang vanamei

(Litopenaeus vannamei) Yang terletak di Jl.pesisir, kecamatan rajabasa Lampung Selatan –


Kalianda. Yang mempunyai luas wilayah atau luas lahan ? Yang terdiri dari 1 unit produksi larva, 1
unit produksi naupli, serta fasilitas lainnya seperti mess karyawan, mushollah, kantor, laboratorium,
areal panen dan rumah jaga.

Berikut merupakan batasan-batasan dari CV. Tunas berlian:

Sebelah timur : Rumah warga


Sebelah barat : Masjid
Sebelah utara : Gunung rajabasa
Sebelah selatan : Pantai kunjir
Untuk pengelolaannya CV Tunas berlian sendiri dikelola oleh yudi dan koordinator produksi yaitu
Yudi. CV Tunas berlian sendiri adalah perusahaan yang berdiri sendiri sebagai pensuplay naupli dan
benur ke beberapa tambak-tambak.

4.2 Sumber Daya Manusia


CV. Tunas berlian memiliki jumlah karyawan tetap sebanyak 5 orang, dan dibagi menjadi dua
bagian, 3 dipembesaran 2 dipembenihan. semua karyawan laki-laki.

4.3 Saran Dan Prasarana


4.4.1 Fasilitas Utama
Dalam rangka kegiatan pemeliharaan larva udang vannamei(Litopenaeusvannamei)
tidak terlepas dari fasilitas fisik yang memadai dalam menunjang kelancaran proses produksi.
Fasilitas fisik tersebut terbagi menjadi 2 yaitu fasilitas utama dan fasilitas pendukung, fasilitas utama
merupakan bagian utama untuk menjalankan proses produksi, yaitu yang meliputi:
a) Sumber Listrik Energi listrik yang digunakan berasal dari pasokan perusahaan Listrik Negara (PLN)
dengan daya total sebesar 32.000 Volt. Untuk mengatasi apabila terjadi permasalahan yang dapat
mengganggu proses produksi seperti pemadaman listrik dan lain sebagainya, CV. Tunas Berlian
menggunakan dua buah genset yang memiliki kapasitas total 40 KVA. Genset milik CV. Tunas berlian

21
ditempatkan pada ruangan khusus di dekat pintu utama CV. Tunas berlian.Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada gambar 5 dan 6.

Gambar 5. Listrik PLN Gambar 6. Genset


b) Sumber air

Sumber air laut berasal dari selat sunda. Air laut dipompa menggunakan pompa merk MS-80
dengan kekuatan 7,5 HP sebanyak 2 unit.Pompa tersebut ditempat yang biasa disebut pump house.
Suplai untuk air laut dilakukan saat pasang ataupun surut air laut, yaitu pada siang dan malam hari.
Air laut yang digunakan mempunyai sanilitas 30-33 ppt. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat di gambar
7.

Gambar 7. Mesin Pompa

Dalam proses pengambilannya, air laut disalurkan melalui pipa Wavin berukuran 2 inch yang
dirangkai hingga mencapai jarak 100 meter. Setelah proses penyedotan air laut di alirkan ke bak
penyaringan yang berisi filter berupa batu kerikil, arang, dan pasir yang sudah di cuci sebelumnya.
Kemudian air laut dialirkan menuju bak pengendapan dengan tinggi air 2,5 meter. Bak pengendapan
di CV. Tunas Berlian berjumlah 5 buah dan di tempatkan diruangan tertutup untuk mencegah
terjadinya kontaminasi dari luar. Setelah diendapkan dilakukan treatment terhadap air untuk
membunuh mikrooganismeyang berpotensi menjadi bibit penyakit.

22
c) Sistem Aerasi

Pada proses produksi menggunakan blower sebagai sumber oksigen terlarut dalam
proses produksi. Blower ditempatkan pada ruangan blower.berkapasitas 7,5 HP. Udara yang diambil
oleh blower adalah udara yang bersih yang mana udara tersebut dihisap pada ruang hisap yg telah
diberi sinar UV. Proses pengaliran udara dari blower ke area produksi menggunakan instalasi pipa
yang berdiameter 2 inchi. Sedangkan untuk pipa aerasi sekunder dan tersier yang berada di
sepanjang ruang produksi memiliki diameter 2 dan 1inchi yang terhubung langsung dengan selang
aerasi, batu aerasi dan timah pemberat ke tiap-tiap bak. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
gambar 11

Gambar 8. Mesin blower

d) Biosecurity

kelayakan sarana biosecurity penting diterapkan pada unit pembenihan guna mendukung
produksi benih bermutu pada perusahaan tersebut. Hal ini juga diterapkan di CV. Tunas berlian,
penerapan biosecurity yang di terapkan yaitu,sterilisasi roda kendaraan di pintu masuk unit
pembenihan, sarana sterilisasi kaki(foot bath) di setiap pintu masuk ruang produksi, tempat cuci
tangan (hand wash)serta penggunaan sepatu booth. Biosecurity.Hal dilakukan bukan hanya untuk
tempat produksi tapi juga untuk pengunjung dan juga pelaksana (karyawan).Untuk bahan sterilisasi
yang digunakan yaitu kaporit 60% dengan dosis 500 g dan dilakukan pergantian air pada biosecurity
sehari sekali.

23
e) Wadah dan Tata Letak

Suatu perusahaan pembenihan udang vannamei dalam menjalankan usahanya memerlukan


vasilitas wadah yang mempunyai fungsi masing-masing. Apabila salah satu dari wadah tidak tersedia
maka jalannya proses produksi akan terganggu berikut tabel fasilitas wadah :

No. Jenis Wadah Spesifikasi dan ukuran Jumlah

1. Bak Pemeliharaan Induk Beton,ukuran 7×7 m 4

2. Bak karantina Beton,ukuran 2×2 m 4

3. Bak penetasan telur Beton,ukuran 2x1 m 6

4. Tank penampung naupli (holding) Ember,volume 60 liter 6

5. Bak Pemeliharaan Larva Beton,ukuran 2,5×5,5 m 10

6. Bak penampung air laut 8

7. Bak kultur algae skala massal 3

8. Tank kultur artemia 3

9. Sand filter 1

4.4.2 Fasilitas Pendukung


Pada CV.Tunas berlian, selain terdapat fasilitas utama juga terdapat fasilitas pendukung
kegiatan produksi naupli dan pemeliharaan larva udang vanamei, yang apabila salah satu fasilitas
pendukung tidak tersedia diperusahaan tersebut, kegiatan produksi akan terhambat.Fasilitas
pendukung yang dimiliki CV. Tunas berlian berupa bangunan-bangunan kerja, mess karyawan,
mushola,rumah pompa, rumah genset, gudang penyimpan pakan, gudang teknik,Laboratorium, dan
peralatan pendukung kegiatan produksi.

24
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Pengololaan Induk
5.1.1 Persiapan Wadah Dan Media Pemeliharaan Induk
5.1.1.1 Persiapan Wadah
Sebelum induk udang vanamei datang, langkah pertama yang harus dilakukan adalah
melakukan persiapan wadah yaitu bak karantina. Bak karantina induk sebanyak 4 buah, dengan
bahan dasar beton dengan ukuran 2m x 1m. Sebelum digunakan, bak karantina distrerilisasikan
terlebih dahulu dengan cara pencucian bak menggunakan larutan detergen dan penambahan kaporit
500ppm atau 500mg/l. Selanjutnya dilakukan proses penggosokan dinding dan dasar bak
menggunakan spoons,kemudian bak di bilas menggunakan air laut dan dikeringkan selama 2-3
hari.Sedangkan untuk wadah penetasan telur (holding), berbentuk persegi panjang dengan volume
air 60 liter, dengan bahan dasar beton. Sebelum digunakan, bak disterilkan menggunakan air tidak
dengan detergen, dan kemudian dilakukan pengisian air.dengan suhu air berkisar antara 30-33C°
agar dapat membantu dalam proses penetasan telur.

5.1.1.2 Persiapan Air

5.1.2 Pengadaan Induk


Induk udang vanamei (Litopenaeus vannamei) yang digunakan oleh CV.Tunas berlian berasal
dari PT.kona bay(dibali).Pemilihan induk ini sesuai dengan pendapat Subaidah dan Pramudjo
(2018),induk vanamei yang boleh digunakan adalah induk yang berasal dari luar negeri yang
tersertifikasi atau induk hasil budidaya yang mengikuti kaidah pemuliaan dan terpantau.Ketika induk
datang, diusahakan induk hanya mengalami kematian(mortalitas) 8-10% dari jumlah total populasi
kedatangan induk. Selain itu induk harus memiliki warna tubuh yang cerah dan organ tubuh yang
lengkap. Oleh karena itu, disetiap box induk udang diberi es batu secukupnya yang bertujuan untuk
mencegah udang agar tidak stress.

5.1.3 Pengangkutan dan Aklimatisasi Induk


Induk yang baru datang harus mengalami proses penyortiran indukan. Box induk jantan dan betina
ditempatkan di tempat terpisah sesuai dengan kode yang tertera di box dan dilakukan penghitungan
jumlah box sesuai pesanan.Kemudian box tersebut dibuka dan kantong induk diambil dan dicelupkan
kedalam larutan iodine 10ppm atau 10mg/l, yang bertujuan agar kantong induk yang akan
dimasukkan ke dalam bak karantina dalam kondisi steril dan selanjutnya induk akan melalui proses
aklimatisasi.Aklimatisasi bertujuan untuk mempermudah induk dalam melakukan adaptasi dengan
lingkungan barunya. Aklimatisasi dilakukan dengan mengapungkan kantong induk didalam bak

25
karantina selama kurang lebih 30menit.Setelah aklimatisasi, semua ikatan kantong dibuka dan mulai
melakukan pengecekan jumlah induk setiap kantong dan kondisi induk didalam kantong tersebut
apakah masih hidup, mati, lemas atau melakukan Moulting.Betina dan jantan indukan ditempatkan
dikantong yang berbeda. Hasil perhitungan dicatat dilembar penerimaan induk. Induk dipelihara
selama 3hari di bak karantina indukan. Setelah 3hari, induk dipindahkan ke bak maturasi atau bak
pemeliharaan induk.

5.1.4 Pengelolaan Air Pemeliharaan Induk


Sistem pengelolaan air yang digunakan dalam bak maturasi induk adalah dengan melakukan
proses sirkulasi (flowtrough) yaitu dengan mengalirkan air baru yang telah disaring menggunakan
Filterbag secara terus menerus dan membiarkan air yang lama terbuang. Cara ini bertujuan agar air
di dalam bak maturasi tetap steril dan jernih. Suhu air harus selalu dipantau dan diusahakan berada
pada kisaran 27-28ºC, untuk itu dilakukan proses pergantian air dan penyiponan selama setiap
harinya. Air dalam bak maturasi berasal dari air yang sudah ditampung di bak tandon siap pakai dan
mengalami sudah mengalami treatment sebelumnya.

5.1.5 Pemberian Pakan Induk


Pakan yang diberikan pada induk selama di bak maturasi berupa pakan beku dan pakan hidup.
Pakan beku yang diberikan berupa cumi–cumi yang telah dibuat sesuai dengan bukaan mulut
indukan udang, sedangkan untuk pakan hidup berupa cacing laut (Polychaeta). Pemberian pakan ini
sesuai dengan Herdikiawan et al., (2012), pakan induk biasanya adalah cumi-cumi,cacing laut,
dengan dosis antara 20% sampai dengan 30% biomassa/hari dengan frekuensi 4 kali/hari sampai
dengan 6 kali hari.

Sebelum pakan cumi beku diberikan, terlebih dahulu direndam ke dalam air laut agar
mempermudah induk untuk memakannya. Sedangkan untuk pemberian cacing laut langsung
diberikan dalam kondisi masih hidup ke bak indukan.Pemberian pakan dilakukan dengan cara
menebar secara merata kedalam bak indukan.

Frekuensi pemberian pakan adalah 6 kali dalam sehari, yaitu padapukul 08.00; 11.00; 14.00;
20.00; 22.00; 04.00 WIB.Pemberian pakan cacing dilakukan 2 kali sehari, sedangkan pemberian
pakan cumi dilakukan 4 kali sehari.

5.1.6 Teknik Ablasi


Pematangan telur pada induk betina dipengaruhi oleh proses ablasi atau pemotongan tangkai
mata pada induk betina udang. Proses ablasi berfungsi mempercepat pertumbuhan hormon pada
induk betina udang, sehingga dapat mempercepat juga proses produksi. Proses ablasi mata
dilakukan pada pagi hari jam 08.00 sampai jam 10.00WIB, yang bertujuan untuk mengurangi stress
pada induk. Proses ablasi dilakukan dengan cara pemotongan salah satu tangkai mata induk betina
dengan menggunakan gunting panas. Setelah tangkai mata dipotong, dicelupkan kedalam gayung

26
berisi iodin.Tujuan pemberian iodin adalah untuk mencegah terjadinya infeksi pada tangkai mata
akibat ablasi.Pemotongan salah satu tangkai mata harus dilakukan secara hati-hati agar tidak
merusak jaringan yang lain. Teknik ablasi dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9.Teknik ablasi

5.1.7 Pematangan Gonad


Pematangan gonad induk udang dilakukan dengan cara pemberian pakan cacing dan cumi
secara teratur serta dilakukan ablasi pada mata induk udang betina yang telah dikarantina. Proses
pematangan gonad ini sesuai dengan pendapat Subaidah dan Pramudjo (2008) Perkembangan
gonad udang ini dapat dipacu dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas pakan, yaitu dengan
memberikan pakan yang mengandung protein tinggi. Di samping intensif pakan, juga dilakukan ablasi
mata terhadap induk betina yang dapat dilakukan dengan beberapa metode seperti menggunting
tangkai mata, atau memencet bola mata,atau memencet tangkai mata dengan pinset panas, dan ada
juga yang menggunakan benang untuk memutuskan tangkai mata.

Pemilihan induk yang matang gonad dilakukan pada siang hari yaitu pada pukul 13.00 WIB.
Kematangan gonad pada induk betina dapat dilihat dari perkembangan ovari yang terletak dibagian
punggung atau dorsal tubuh udang yang dimulai dari bagian karapas sampai ke pangkal ekor. Ciri-
ciri fisik induk yang matang telur dan siap untuk dipijahkan ditandai dengan adanya warna kuning
keemasan disepanjang bagian punggung sampai bagian ekor.

betina yang matang gonad dipindahkan ke dalam bak maturasi yang berisi induk jantan agar
terjadi perkawinan. Pemindahan induk betina yang matang gonad dilakukan dengan menggunakan
seser secara hati-hati agar induk betina tidak stres.

27
5.1.8 Pemijahan
Setelah induk jantan dan betina matang gonad berada di dalam satu bak,yaitu pada kolam
indukan jantan, maka akan terjadi proses pemijahan dengan perbandingan antara jantan dan betina
1:1. Proses pemijahan terjadi ditandai dengan adanya sperma yang menempel pada thelicum. Hal ini
sesuai dengan pendapat Wyban dan Sweeney, 1991). Bahwa induk yang telah kawin ditandai dengan
adanya penempelan sperma pada thelicum. Proses pemijahan dilakukan antara pukul 13.45 dan
18.30 WIB. Induk betina yang telah dibuahi dapat dilihat pada gambar 10.

Gambar 10.Indukan betina yang sudah dibuahi

Selanjutnya induk betina yang telah dibuahi akan dipindahkan ke dalam bak hatching,
sedangkan induk betina tidak dibuahi dikembalikan ke dalam bak pemeliharaan induk
betina (bak maturasi).
5.1.9 Penetasan
Proses penetasan telur dilakukan di bak hatching berbentuk persegi panjang berbahan beton
sebanyak 6 bak. Selama proses penetasan telur dilakukan pengadukan telur yang bertujuan agar
telur tidak mengendap didasar bak penetasan. Pengadukan dilakukan setiap 30 menit sekali dengan
cara manual yang terbuat dari pipa, dan pengaduk otomatis.untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
gambar 12.

Gambar 11. Pengadukan otomatis

28
Telur udang vanamei akan menetas sekitar 10-12 jam setelah pembuahan bersamaan dengan
induk udang mengeluarkan telur. Pada saat baru menetas naupli tidak langsung diberi pakan, karena
naupli masih mempunyai kuning telur ditubuhnya, sehingga naupli akan mengkonsumsi kuning telur
tersebut.
5.1.10 Panen Naupli dan Transportasi Naupli
Naupli yang telah menetas dipindahkan ke tank holding. Pemindahan dilakukan dengan cara
mengangkat aerasi agar naupli bergerak keatas permukaan. Setelah naupli naik ke permukaan,
dilakukan penyeseran dengan menggunakan seser ukuran 100-110 mikro. Kemudian naupli yang
telah diseser dicelupkan ke wadah ember berbentuk lingkaran dengan volume 60 liter yang telah
dicampur dengan larutan iodin 10ppm atau 10 mg/l. Setelah dicelupkan kelarutan iodin, naupli
dimasukan kedalam tank holding. Proses pemindahan naupli dilakukan berulang-ulang hingga naupli
yang berada di bak penetasan habis.Kegiatan pemindahan naupli dilakukan pada siang hari, yaitu
pukul 13.00 sampai15.00 WIB.
Teknik transportasi naupli ke bak pemeliharaan larva menggunakan gayung yang biasa untuk
menebar pakan larva dengan volume 10 liter, hal ini dikarenakan jarak antara ruang produksi naupli
dan ruang pemeliharaan larva hanya berjarak kurang lebih 20m,sehingga transportasi naupli cukup
menggunakan gayung dan tanpa diberitambahan oksigen.

5.2. Pemeliharaan Larva


5.2.1 Persiapan Bak Pemeliharaan Larva
Bak pemeliharan larva berbahan dasar beton berukuran 2,5×5,5m, berjumlah 10bak.Sebelum
digunakan untuk wadah pemeliharaan larva, terlebih dahulu bak dicuci untuk menghilangkan kotoran
pada dinding dan dasar bak. Selain itu pencucian bak juga untuk menghilangkan bibit penyakit yang
kemungkinan menempel pada dinding dan dasar bak setelah digunakan pada siklus
sebelumnya.Pencucian bak dilakukan dengan menyiram terlebih dahulu seluruh dinding dan dasar
bak menggunakan campuran kaporit selama kurang lebih 30 menit.Setelah disiram kaporit,
dilanjutkan dengan melakukan pembilasan menggunakan air laut. Kemudian bak yang sudah di bilas,
digosok menggunakan Spoons dan diberi larutan detergen. Dinding yang telah digosok kemudian di
bilas kembali dengan menggunakan air tawar sampai bersih lalu dikeringkan.

5.2.2 Setting Aerasi

Aerasi merupakan alat untuk menyuplai oksigen untuk larva udang vanname, sehingga dalam proses
persiapan pemeliharaan larva, pemasangan aerasi harus diperhatikan.Jarak antar aerasi berkisar
antara 45-50 cm. Sebelum digunakan, aerasi disterilisasi terlebih dahulu menggunakan larutan iodin
dan formalin 300ppm atau 300mg/l.

29
30
BAB VI

Kesimpulan Dan Saran

6.1 Kesimpulan
Setelah melaksanakan di CV. Tunas berlian Hatchery kalianda-lampung selatan selama kurang
lebih 3 bulan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :1) Teknik Pembenihan Udang Vanamei di CV.
Tunas berlian kalianda-lampung selatan, yaitu dimulai dari pengelolaan induk, yang meliputi:
persiapan wadah pemeliharaan induk, pengangkutan dan aklimatisasi induk, pengelolaan air
pemeliharaan induk, pemberian pakan induk, teknik ablasi, pematangan gonad, pemijahan,
penetasan, panen naupli dan transportasi naupli.Dilanjutkan dengan pemeliharaan larva yang

31
meliputi: persiapan bak pemeliharaan larva, penebaran naupli, pengelolaan pakan larva, kultur pakan
alami larva, pengelolaan air, sampling perubahan stadia,pengendalian hama dan penyakit, panen PL
dan pasca panen.
6.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Lampiran

32

Anda mungkin juga menyukai