Di susun oleh :
CINTA ZULEKHA
NIS:N.800.3.22.0110
1
HALAMAN PERSETUJUAN
2
HALAMAN PENGESAHAN
Mengesahkan,
Kepalan Sekolah Negri Kotaagung
3
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah Swt. Yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
Sehingga saya dapat menyelesaikan Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL) yang berjudul
“Pembenihan Udang Vaname (Litopenaeus vannamei)” Ini tepat pada waktunya.Di Cv.hatchery
Tunas Berlian dengan baik.
Praktek Kerja Lapangan (PKL) merupakan salah satu bentuk kegiatan praktek pada semester IV
Sesuai dengan kurikulum. Terselesaikannya Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL) ini tentu tidak
lepas Dari Bantuan, Bimbingan dan Dukungan dari banyak pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan
ini saya Juga bermaksud menyampaikan terimakasih kepada :
1. Henry iskandar madyantoro,A Pi M Si selaku Kepala Supm
2. Kurman.S.Ag.Mpd Wakil Kepala Sekolah bidang pelajaran
3. Bayu Agus Setiawan S.PKP selaku Guru Pembimbing Internal dan Ketua Program Agribisnis
Perikanan Air Payau dan Laut.
4. Yudi selaku Guru Pembimbing Eksternal yang telah membimbing selama pelaksanaan
Praktek Kerja Lapangan (PKL).
5. Kedua orang tua serta sanak saudara yang tak pernah henti untuk memberi semangat
6. Rekan se-angkatan.
Kemudian, saya menyadari bahwa tugas yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
Karena itu, kritik dan saran yang membangun saya butuhkan demi kesempurnaan laporan ini. Akhir
kata,saya berharap laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca serta dapat membantu bagi
Kemajuan serta perkembangan Sekolah Usaha Perikanan Menengah (SUPM) Negeri Kota Agung.
saya Ucapkan terima kasih banyak kepada semua pihak yang telah membantu, semoga Allah SWT
membalas Atas kebaikannya, Aamiin.
KotaAgung....................2024
4
DAFTAR ISI
JUDUL
5
BAB I. PENDAHULUAN
1.1.LATAR BELAKANG
Udang vaname (litopenaeus vannamei) adalah jenis salah satu udang yang memiliki nilai
ekonomi dan merupakan jenis udang yang dapat dibudidayakan di Indonesia,disamping udang
Windu (penaeus monodon). Awal mula kegiatan budidaya udang vaname diindonesia dilaksanakan
di Jawa timur sangat antusias dalam memelihara dan membudidayakan udang vaname bahkan 90%
petambak mengganti komoditas udang yang dibudidaya dengan udang vaname.
Dengan meningkatnya peminat budidaya udang vaname maka diperlukan adanya ketersediaan
benur secara kontinyu dan berkualitas, sehingga benur yang diharapkan mampu meningkatkan
produktivitas udang vaname. Ketersediaan benih yang berkualitas genetik dan morfologi merupakan
salah satu faktor penentu keberhasilan budidaya udang. Karakter morfologi diantaranya dicirikan
dengan perkembangan larva yang baik, serta karakter morfologi yang tinggi (Wahidah etal,
2005dalam Nuntung 2018).
Kegiatan budidaya vaname meliputi kegiatan pembenihan dan pembesaran. Untuk
menghasilkan komoditas larva udang vaname yang berkualitas maka proses pembenihan dan
pemeliharaan harus memperhatikan aspek internal yaitu asal dan kualitas benih, serta faktor
eksternal mencakup kualitas air budidaya, pemberian pakan, teknologi yang digunakan, serta
pengendalian hama dan penyakit (Haliman dan Adijaya, 2005 dalam Arsadet al,2017).
Kualitas air yang buruk akan menjadi awal penyakit bagi udang dan dapat menyebabkan stress.
Kualitas air yang buruk dapat berpengaruh pada pertumbuhan, proses metabolisme dan sintasan
udang menjadi rendah (Tahe, S dan Suwoyo 2011). Pengelolaan kualitas air merupakan salah satu
cara yang dapat dilakukan oleh pembudidaya untuk meningkatkan produksi larva udang vaname.
Parameter kualitas air dapat diketahui dengan melaksanakan pengujian berupa uji fisika, kimia, dan
biologi. Pengelolaan kualitas air berarti upaya yang dilakukan untuk menjaga parameter air agar
berada pada keadaan aman standar media budidaya yang diperlukan. Beberapa parameter kualitas
air yang sering diukur dan berpengaruh pada pertumbuhan larva udang adalah: suhu, pH, salinitas,
amonia, alkalinitas dan oksigen terlarut (DO) (Wiranto dan Hermida, 2010 dalam Arsad et al, 2017).
6
1.1 TUJUAN
1.2 MANFAAT
1. menambah pengetahuan tentang udang vaname
2. mengetahui cara analisis dan budidaya udang vaname
7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1Biologi Udang Vaname
2.1.1 Klasifikasi
Menurut Boone, (1931) klasifikasi udang vaname (Litopenaeus vannamei) sebagai berikut:
Phylum : Arthropoda
Class : Crutacea
Sub class : Malacostraca
Series : Eumalacostraca
Super : Eucarida
Ordo : Decapoda
Sub ordo : Dendrobrachiata
Infra ordo : Penaeidea
Super famili : Penaeioidea
Famili : Pemaeidae
Genus : Peneaeus
Sub genus : Litopenaeus
Species : Litopenaeus vannamei
8
Udang vaname sama halnya seperti udang penaid lainnya, binatang air yang ruas-ruas dimana
pada tiap ruasnya terdapat sepasang anggota badan.Bagian tubuh ini biasanya memiliki dua cabang.
Secara morfologi tubuh udang terbagi menjadi dua bagian yaitu cephalothorax atau kepala dan
abdomen atau perut. Cephalothorax dilindungi oleh cangkang chitinous tebal yang disebut karapaks.
Secara anatomi, cephalothorax dan perut terdiri dari segmen atau bagian. Setiap segmen memiliki
anggota fungsionalnya sendiri(Elovaara, 2001)3 Teknik Pemeliharaan Larva Udang Vaname
Ketersediaan larva udang yang berkualitas (genetik dan morfologi) menjadi faktor penting
keberhasilan budidaya udang. Larva udang dari alam hanya 20% dari total kebutuhan tambak udang
di Indonesia, sedangkan 80% kekurangannya diharapkan dapat memproduksi larva sendiri atau oleh
hatchery. Perkembangan hatchery semakin meningkat dalam memenuhi permintaan larva udang
untuk usaha budidaya udang.
Bentuk rostrum udang vanamei sendiri memanjang, langsing, dan pangkalnya hampir
berbentuk segitiga.Uropoda berwarna merah kecoklatan dengan ujungnya kuning kemerahan atau
sedikit kebiruan, kulit tipis transparan.Warna tubuhnya putih kekuningan terdapat bintik-bintik coklat
dan hijau padaekor (Wayban dan Sweeney, 1991). Untuk udang betina dewasa tekstur punggungnya
keras, ekor (telson) dan ekor kipas (uropoda) berwarna kebiru-biruan, sedangkan pada udang jantan
dewasa memiliki ptasma yang simetris.Spesies ini dapat tumbuh mencapai panjang tubuh 23 cm
(Wyban dan Sweeney,1991).
Menurut Farchan (2006), udang vanamei dalam siklus hidupnya mengalami beberapa perubahan
secara morfologi, sehingga mudah dibedakan antara fase atau stadia pertumbuhannya. Setelah
menetas menjadi naupli, berkembang menjadi stadia zoea, mysis, post larva dan siap tebar di
tambak. Setelah pemeliharaan 6 minggu menjadi ukuran gelondongan dengan berat 4 gram
perekor.Setelah menjadi gelondongan (Fingerling) bergerak ke laut dan dewasa berada di laut
kembali.Berdasarkan siklus hidupnya udang vanamei termasuk kata dromus yaitu pada saat benih
dan Fingerling di muara dan dewasa memijah dilaut. perkembangan stadia larva udang vanamei
dimulai dari stadia naupli,zoea,mysis, dan post larva yang di uraian pada Tabel 1 dibawah ini
9
Tabel 1 Perkembangan stadia Udang Vaname
1) Stadia naupli
Pada stadia ini, larva berukuran 0,32-0,58 mm. Sistem pencernaannyabelum sempurna
dan masih memiliki cadangan makanan berupa kuning telur sehingga pada stadia ini benih
udang vanamei belum membutuhkan makanan dari luar.(Haliman dan Adijaya, 2008).
10
2)Stadia zoea
Menurut Farchan (2006), sekitar 2-3 hari setelah menetas masuk pada fasezoea. Pada
stadia ini larva sudah berukuran 1,06– 3.30 mm, dan benih udang sudah mengalami Moulting
Sebanyak tiga kali, yaitu stadia zoea1, zoea 2 dan zoea 3. Waktu untuk memasuki stadia
berikutnya yaitu Mysis sekitar 4 – 5 hari.Untuk perkembangan zoea dapat dilihat pada
gambar2.
2) Stadia mysis
Haliman dan Adijaya (2008), menjelaskan bahwa pada stadia ini benih ¹sudah menyerupai
bentuk udang yang dicirikan dengan sudah terlihat ekor kipas(uropods) dan ekor (telson).
Benih pada stadia ini sudah mampu menyantap pakan fitoplankton dan zooplankton. Ukuran
larva berkisar 3,50-4,80 mm. Untuk perkembangan mysis, dapat dilihat pada Gambar 3.
11
Gambar 4. Stadia post larva sumber Heryadi dan Sutadi (1993)
12
2.1.5 Pakan dan Kebiasaan Makan
Kordi (2009), menjelaskan bahwa jenis makanan yang dimakan udang vanamei antara lain,
plankton fitoplankton dan zooplankton), alga bentik,detritus, dan bahan organik lainnya.Litopenaeus
vannamei bersifat nokturnal.Sering ditemukan Litopenaeus vannamei memendamkan diri di dalaml
umpur/pasir dasar kolam bila siang hari, dan tidak mencari makanan. Akan tetapi pada kolam
budidaya jika siang hari diberi pakan maka udang vanamei akan bergerak untuk mencarinya, ini
berarti sifat nokturnal tidak mutlak.Menurut Haliman dan Adijaya (2008), udang vanamei mencari dan
mengidentifikasi pakan menggunakan sinyal kimiawi berupa getaran dengan bantuan organ sensor
yang terdiri dari bulu-bulu halus (setae). Organ sensor ini terpusat pada ujung anterior antenula,
bagian mulut, capit, antena, dan maxilliped. Dengan bantuan sinyal kimiawi yang ditangkap, udang
akan merespon untuk mendekati atau menjauhi sumber pakan. Bila pakan mengandung senyawa
organik, seperti protein, asam amino, dan asam lemak maka udang akan merespon dengan cara
mendekati sumber pakan tersebut.Haliman dan Adijaya (2008), menambahkan bahwa untuk
mendekati sumber pakan, udang akan berenang menggunakan kaki jalan yang memiliki capit. Pakan
langsung dijepit menggunakan capit kaki jalan, kemudian dimasukkan ke dalam mulut. Selanjutnya,
pakan yang berukuran kecil masuk kedalam kerongkongan dan oesophagus. Bila pakan yang
dikonsumsi berukuran lebih besar, akan dicerna secara kimiawi terlebih dahulu oleh maxilliped di
dalam mulut.
13
diisi air dengan volume air 12,8 Ton atau ketinggian air 40 cm.Persiapan Wadah Pemijahan,
Penetasan Telur dan Penampungan Naupli. Persiapan wadah.
Untuk itu, perlu mengetahui ciri-ciri induk udang vaname yang berkualitas, di antaranya:
Untuk mendapatkan benih udang vaname yang unggul, harus menggunakan induk yang berkualitas.
Untuk itu, langkah pertama yang perlu dilakukan adalah menyeleksi induk udang vaname.Adapun
kriteria atau persyaratan induk udang yang berkualitas, sebagai berikut:
• Berat: 60-80 gram (induk jantan) dan >80 gram (induk betina)
• Panjang Tubuh: 18-20 cm (induk jantan) dan 20-25 cm (induk betina)
• Kelamin: bersih
• Insang: normal dan berwarna merah dengan penutup transparan
• Anggota Tubuh: lengkap dan normal
Pada saat awal kedatangan,Induk dipelihara di dalam wadah karantina selama 3 hari. Wadah
karantina terbuat dari bak beton Berukuran 8 m x 4 m x 1 m.Aklimatisasi udang vaname dimaksudkan
untuk mencegah tingginya tingkat kematian (mortalitas) benur pada saat dan setelah penebaran.
Cara Pengangkutan induk dari mobil ke kolam karantina adalah dengan cara melewati
jendela yang berada di ruang karantina tersebut.
Sumber air dalam pembenihan sangat menentukan larva yang dihasilkan. Adapun beberapa
aspek sumber air yang perlu diamati, di antaranya:
14
2.2.1.5 Pemberian Pakan Induk
Pakan adalah salah satu kunci dalam perkembangan gonad udang vaname. Pada proses
pemeliharaan ini, udang vaname membutuhkan pakan berupa cumi dan cacing laut sehingga dapat
menjaga daya tahan tubuh terhadap penyakit, serta meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan
gonad. Selain cacing dan cumi, juga bisa memberikan pakan dengan pelet.
2.2.1.6 ablasi
Proses perawatan induk jantan dan betina harus dilakukan pada tempat yang terpisah.
Tempat pemeliharaan yang digunakan berupa kolam beton dengan kedalaman 80-100 cm. Padat
penebaran dalam bak pemeliharaan berkisar 1-4 ekor/㎡. Hal ini untuk menghindari terjadinya sifat
kanibalisme pada induk yang dipelihara.Pemeliharaan induk pada udang vaname, meliputi teknik
ablasi dan pengukuran TKG (Tingkat Kematangan Gonad). Teknik ablasi pada udang digunakan
untuk mempercepat kematangan gonad induk betina. Ablasi mata dilakukan dengan cara
menghilangkan X-Organ pada tangkai mata udang melalui cautery (memijat tangkai mata udang) dan
cutting (memotong mata udang).Sedangkan pengukuran TKG dilakukan berdasarkan perkembangan
ovari (punggung udang), mulai dari segmen awal hingga ke pangkal ekor udang. Makin matang gonad
maka ovari akan menebal dan berubah warna dari putih menjadi merah kekuning-kuningan.
Bagi petambak yang akan memijahkan udang vaname perlu mengenali secara jeli tanda-
tanda indukan yang sudah mengalami pematangan gonad.Tingkat kematangan telur diukur
berdasarkan perkembangan ovari yang terletak pada bagian punggung udang. Ovari pada punggung
udang berwarna hijau, makin matang ovari maka makin gelap warnanya serta akan terlihat melebar
dan berkembang ke arah kepala.disimpulkan bahwa TKG pada induk udang betina adalah saat sudah
memasuki fase TKG III. Sementara untuk udang jantan, kematangan gonad bisa dilihat dari
perkembangan petasma yang sempurna dan biasanya mengandung spermatophora.
2.2.1.8 Pemijahan
Pemijahan adalah pengeluaran telur oleh induk udang betina diikuti dengan pembuahan
sperma dari spermatophore yang ada di telicum induk betina. Pemijahan biasanya diawali dengan
pergantian kulit induk betina, kemudian proses perkawinan induk dimulai saat induk udang kembali
pada keadaan normal. Induk udang vaname jantan dan betina yang dipijahkan memiliki perbandingan
2:3 atau 1:2.Proses pemijahan udang dapat berlangsung selama 4-5 jam. Setelah proses
pemijahan,perlu memisahkan telur dengan indukan udang, kemudian telur udang dimasukkan secara
hati-hati ke kolam penetasan.
15
2.2.1.9 Penetesan
Telur udang akan menetas dalam jangka waktu 10-12 jam. Dalam penetasan telur perlu
adanya pemberian aerasi dan pengadukan telur secara manual dengan frekuensi 15 menit sekali
agar telur melayang dipermukaan air, karena telur yang mengendap di dasar bak penetasan akan
mudah terserang jamur.
Untuk memindahkan naupli dilakukan cara yang mudah dan hanya sedikit menimbulkan stress
dalam memindahkan dari bak penetasan ke dalam bak larva. Sebelum dimasukkan larva,
bersihkanlah bak pemeliharaan larva itu sebaik-baiknya dengan cara menyikat dan mencucinya
dengan air bersih(Suyanto dan Panjaitan, 1985).
Subaidah dan Pramudjo (2008), menerangkan bahwa bak pemeliharaan larva dilapisi dengan
cat U-Poxy berwarna biru muda dan dilengkapi dengan pipasaluran udara (instalasi aerasi), instalasi
air laut, instalasi alga, dan saluran pengeluaran yang dilengkapi saringan sirkulasi dan pipa goyang,
serta terpal sebagai penutup agar suhu stabil selama proses pemeliharaan larva. Kemiringan bak
adalah 2-5%, hal ini bertujuan untuk memudahkan dalam pengeringan. Adapun sistem aerasi pada
bak pemeliharaan larva menggunakan yang gantung dengan jarak antar titik 40 cm dan jarak dari
dasar bak adalah 5 cm agar sisa pakan dan kotoran tidak teraduk.
Pencucian bak dilakukan dengan menggunakan kaporit 60% sebanyak 100ppm yang
dicampur dengan deterjen 5 ppm dan dilarutkan dengan air tawar pada wadah berupa ember
kemudian dinding dan dasar bak digosok-gosok dengan menggunakan scoring pad dan dibilas
dengan air tawar hingga bersih.dan kemudian dilakukan pengeringan selama dua hari. Pencucian
dan qpengeringan bak ini bertujuan untuk menghilangkan dan mematikan mikroorganisme pembawa
penyakit. Bila pada pemeliharaan sebelumnya larva terserang penyakit dengan frekuensi lebih sering
setiap siklusnya, maka dilakukan perendaman bak dengan air tawar yang diberi kaporit 60%
16
sebanyak100 ppm dan PK (Kalium permanganat) 1 ppm selama dua hari kemudian airdibuang dan
dicuci dengan menggunakan kaporit 100 ppm dan deterjen pada dinding dan dasar bak. Setelah itu
dibilas dengan menggunakan air tawar dan dikeringkan selama satu minggu. Selang, pemberat dan
batu aerasi dijemur selama dua hari (Subaidah dan Pramudjo, 2008).
Menurut Heryadi dan Sutadi (1993), agar blower menghasilkan oksigen yang merata ke seluruh
bak pemeliharaan, maka perlu dirancang sedemikian rupa sehingga selang aerasi dapat disebar di
seluruh bak. Pemasangan selang dan batu aerasi perlu dibantu dengan tali yang dibentangkan.
Setiap 40 cm dibutuhkan 1 buah batu aerasi yang panjangnya 5 cm dan diameternya 3 cm.Sehari
sebelum penebaran, aerasi perlu dicek apakah penyebaran gelembung dari batu aerasi sudah rata.
Untuk mengetahuinya, hidupkan blower lalu kran udara dibuka. Bila gelembung udara yang
dihasilkan sama rata berarti aerasinya baik. Aerasi ini juga meningkatkan kandungan oksigen
sehingga gas-gas beracun akan menguap keluar (Heryadi dan Sutadi, 1993).
a. Sterilisasi tahap
Sebelum dipakai, air laut diberi perlakuan dengan menggunakan zat-zatkimia agar bebas dari
bakteri, protozoa, jamur dan mikroorganisme lainnya.Setelah itu air laut ditampung dalam bak
ditambahkan kaporit 30 ppm (30gram/m3 air). Agar proses pencampuran cepat merata, maka perlu
diaerasi.Biarkan proses tersebut berlangsung sekitar 24 jam. Setelah itu tambahkan Natrium
thiosulfat (Na2S2O3) sebanyak 10-12,5 ppm, kemudian biarkan prosestersebut berlangsung selama
24 jam sambil tetap diaerasi. Tujuan pemberianNatrium thiosulfat adalah untuk menetralisir pengaruh
kaporit. Apabila air laut sudah netral kembali, tambahkan EDTA sebanyak 10 ppm(10 gram/m3),
dibiarkan selama 24 jam sambil diaerasi. Setelah 24 jam, makaaerasi dihentikan untuk memberi
kesempatan pada semua partikel yangtersuspensi untuk mengendap. Proses pengendapan ini
membutuhkan waktuantara 24-36 jam.
17
b. Sterilisasi tahap II
Sterilisasi air laut tahap kedua dilakukan pada saat air sudah dalam kondisi jernih dan dilakukan
2-3 hari sebelum larva ditebar. Pada tahap ini masih digunakan Ethylene Diamine Tetra Acid (EDTA)
sebanyak 8 ppm yangdimasukkan ke air media. Setelah itu ditambahkan antibiotik, misalnya
Erytromycyn sebanyak 1 ppm (1 gram/m3). Antibiotik berfungsi untuk menghilangkan bakteri dan
protozoa, sedangkan untuk menghilangkan jamurdapat ditambahkan Trefflan sebanyak 0,1 ppm (0,1
ml/m3). Dengan demikian zatkimia tersebut diberikan dalam waktu yang sama dengan urutan EDTA,
antibiotik,dan Trefflan
18
berkisar pada 7,5-8,5; salinitas berkisar 29-34;dan kadar nitrit maksimal 0,1 ppm, hal ini sesuai l
dengan ketentuan dalam SNI produksi benih udang vanamei (Subaidah dan Pramudjo, 2008).
19
oksigen.Kepadatan benur sesuai dengan jarak transportasi, biasanya untuk kantong dengan volume
air 10 liter kepadatan 2.000-4.000 ekor PL10.
BAB III
METODE PRAKTEK
3.1 Waktu Dan Tempat
Metode pengambilan data yang dilakukan dalam Praktek Kerja Lapangan II semester IV adalah
sebagai berikut:
1. Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari sumber daya dengan cara diamati atau
untuk pertama kalinya melalui prosedur dan metode pengambilan data berupa observasi, partisipasi
aktif, maupun wawancara.
a. Observasi
Pengambilan data dengan cara pengamatan, menganalisis dan ikut serta secara langsung
terhadap kegiatan yang dilakukan di lapangan.
b. Wawancara
Pengumpulan data dengan cara melakukan tanya jawab sepihak yang dikerjakan secara
sistematis yang berlandaskan pada tujuan penelitian.
c. Dokumentasi
Cara pengambilan data dengan mengambil data langsung di lapangan. Hal ini bertujuan untuk
mengakuratkan data yang telah diperoleh dari praktek langsung di lapangan.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber tidak langsung dan telah dikumpul serta
diperoleh oleh orang diluar dari penelitian itu sendiri.
20
BAB IV
KEADAAN UMUM LOKASI PRAKTEK
21
ditempatkan pada ruangan khusus di dekat pintu utama CV. Tunas berlian.Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada gambar 5 dan 6.
Sumber air laut berasal dari selat sunda. Air laut dipompa menggunakan pompa merk MS-80
dengan kekuatan 7,5 HP sebanyak 2 unit.Pompa tersebut ditempat yang biasa disebut pump house.
Suplai untuk air laut dilakukan saat pasang ataupun surut air laut, yaitu pada siang dan malam hari.
Air laut yang digunakan mempunyai sanilitas 30-33 ppt. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat di gambar
7.
Dalam proses pengambilannya, air laut disalurkan melalui pipa Wavin berukuran 2 inch yang
dirangkai hingga mencapai jarak 100 meter. Setelah proses penyedotan air laut di alirkan ke bak
penyaringan yang berisi filter berupa batu kerikil, arang, dan pasir yang sudah di cuci sebelumnya.
Kemudian air laut dialirkan menuju bak pengendapan dengan tinggi air 2,5 meter. Bak pengendapan
di CV. Tunas Berlian berjumlah 5 buah dan di tempatkan diruangan tertutup untuk mencegah
terjadinya kontaminasi dari luar. Setelah diendapkan dilakukan treatment terhadap air untuk
membunuh mikrooganismeyang berpotensi menjadi bibit penyakit.
22
c) Sistem Aerasi
Pada proses produksi menggunakan blower sebagai sumber oksigen terlarut dalam
proses produksi. Blower ditempatkan pada ruangan blower.berkapasitas 7,5 HP. Udara yang diambil
oleh blower adalah udara yang bersih yang mana udara tersebut dihisap pada ruang hisap yg telah
diberi sinar UV. Proses pengaliran udara dari blower ke area produksi menggunakan instalasi pipa
yang berdiameter 2 inchi. Sedangkan untuk pipa aerasi sekunder dan tersier yang berada di
sepanjang ruang produksi memiliki diameter 2 dan 1inchi yang terhubung langsung dengan selang
aerasi, batu aerasi dan timah pemberat ke tiap-tiap bak. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
gambar 11
d) Biosecurity
kelayakan sarana biosecurity penting diterapkan pada unit pembenihan guna mendukung
produksi benih bermutu pada perusahaan tersebut. Hal ini juga diterapkan di CV. Tunas berlian,
penerapan biosecurity yang di terapkan yaitu,sterilisasi roda kendaraan di pintu masuk unit
pembenihan, sarana sterilisasi kaki(foot bath) di setiap pintu masuk ruang produksi, tempat cuci
tangan (hand wash)serta penggunaan sepatu booth. Biosecurity.Hal dilakukan bukan hanya untuk
tempat produksi tapi juga untuk pengunjung dan juga pelaksana (karyawan).Untuk bahan sterilisasi
yang digunakan yaitu kaporit 60% dengan dosis 500 g dan dilakukan pergantian air pada biosecurity
sehari sekali.
23
e) Wadah dan Tata Letak
9. Sand filter 1
24
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Pengololaan Induk
5.1.1 Persiapan Wadah Dan Media Pemeliharaan Induk
5.1.1.1 Persiapan Wadah
Sebelum induk udang vanamei datang, langkah pertama yang harus dilakukan adalah
melakukan persiapan wadah yaitu bak karantina. Bak karantina induk sebanyak 4 buah, dengan
bahan dasar beton dengan ukuran 2m x 1m. Sebelum digunakan, bak karantina distrerilisasikan
terlebih dahulu dengan cara pencucian bak menggunakan larutan detergen dan penambahan kaporit
500ppm atau 500mg/l. Selanjutnya dilakukan proses penggosokan dinding dan dasar bak
menggunakan spoons,kemudian bak di bilas menggunakan air laut dan dikeringkan selama 2-3
hari.Sedangkan untuk wadah penetasan telur (holding), berbentuk persegi panjang dengan volume
air 60 liter, dengan bahan dasar beton. Sebelum digunakan, bak disterilkan menggunakan air tidak
dengan detergen, dan kemudian dilakukan pengisian air.dengan suhu air berkisar antara 30-33C°
agar dapat membantu dalam proses penetasan telur.
25
karantina selama kurang lebih 30menit.Setelah aklimatisasi, semua ikatan kantong dibuka dan mulai
melakukan pengecekan jumlah induk setiap kantong dan kondisi induk didalam kantong tersebut
apakah masih hidup, mati, lemas atau melakukan Moulting.Betina dan jantan indukan ditempatkan
dikantong yang berbeda. Hasil perhitungan dicatat dilembar penerimaan induk. Induk dipelihara
selama 3hari di bak karantina indukan. Setelah 3hari, induk dipindahkan ke bak maturasi atau bak
pemeliharaan induk.
Sebelum pakan cumi beku diberikan, terlebih dahulu direndam ke dalam air laut agar
mempermudah induk untuk memakannya. Sedangkan untuk pemberian cacing laut langsung
diberikan dalam kondisi masih hidup ke bak indukan.Pemberian pakan dilakukan dengan cara
menebar secara merata kedalam bak indukan.
Frekuensi pemberian pakan adalah 6 kali dalam sehari, yaitu padapukul 08.00; 11.00; 14.00;
20.00; 22.00; 04.00 WIB.Pemberian pakan cacing dilakukan 2 kali sehari, sedangkan pemberian
pakan cumi dilakukan 4 kali sehari.
26
berisi iodin.Tujuan pemberian iodin adalah untuk mencegah terjadinya infeksi pada tangkai mata
akibat ablasi.Pemotongan salah satu tangkai mata harus dilakukan secara hati-hati agar tidak
merusak jaringan yang lain. Teknik ablasi dapat dilihat pada Gambar 9.
Pemilihan induk yang matang gonad dilakukan pada siang hari yaitu pada pukul 13.00 WIB.
Kematangan gonad pada induk betina dapat dilihat dari perkembangan ovari yang terletak dibagian
punggung atau dorsal tubuh udang yang dimulai dari bagian karapas sampai ke pangkal ekor. Ciri-
ciri fisik induk yang matang telur dan siap untuk dipijahkan ditandai dengan adanya warna kuning
keemasan disepanjang bagian punggung sampai bagian ekor.
betina yang matang gonad dipindahkan ke dalam bak maturasi yang berisi induk jantan agar
terjadi perkawinan. Pemindahan induk betina yang matang gonad dilakukan dengan menggunakan
seser secara hati-hati agar induk betina tidak stres.
27
5.1.8 Pemijahan
Setelah induk jantan dan betina matang gonad berada di dalam satu bak,yaitu pada kolam
indukan jantan, maka akan terjadi proses pemijahan dengan perbandingan antara jantan dan betina
1:1. Proses pemijahan terjadi ditandai dengan adanya sperma yang menempel pada thelicum. Hal ini
sesuai dengan pendapat Wyban dan Sweeney, 1991). Bahwa induk yang telah kawin ditandai dengan
adanya penempelan sperma pada thelicum. Proses pemijahan dilakukan antara pukul 13.45 dan
18.30 WIB. Induk betina yang telah dibuahi dapat dilihat pada gambar 10.
Selanjutnya induk betina yang telah dibuahi akan dipindahkan ke dalam bak hatching,
sedangkan induk betina tidak dibuahi dikembalikan ke dalam bak pemeliharaan induk
betina (bak maturasi).
5.1.9 Penetasan
Proses penetasan telur dilakukan di bak hatching berbentuk persegi panjang berbahan beton
sebanyak 6 bak. Selama proses penetasan telur dilakukan pengadukan telur yang bertujuan agar
telur tidak mengendap didasar bak penetasan. Pengadukan dilakukan setiap 30 menit sekali dengan
cara manual yang terbuat dari pipa, dan pengaduk otomatis.untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
gambar 12.
28
Telur udang vanamei akan menetas sekitar 10-12 jam setelah pembuahan bersamaan dengan
induk udang mengeluarkan telur. Pada saat baru menetas naupli tidak langsung diberi pakan, karena
naupli masih mempunyai kuning telur ditubuhnya, sehingga naupli akan mengkonsumsi kuning telur
tersebut.
5.1.10 Panen Naupli dan Transportasi Naupli
Naupli yang telah menetas dipindahkan ke tank holding. Pemindahan dilakukan dengan cara
mengangkat aerasi agar naupli bergerak keatas permukaan. Setelah naupli naik ke permukaan,
dilakukan penyeseran dengan menggunakan seser ukuran 100-110 mikro. Kemudian naupli yang
telah diseser dicelupkan ke wadah ember berbentuk lingkaran dengan volume 60 liter yang telah
dicampur dengan larutan iodin 10ppm atau 10 mg/l. Setelah dicelupkan kelarutan iodin, naupli
dimasukan kedalam tank holding. Proses pemindahan naupli dilakukan berulang-ulang hingga naupli
yang berada di bak penetasan habis.Kegiatan pemindahan naupli dilakukan pada siang hari, yaitu
pukul 13.00 sampai15.00 WIB.
Teknik transportasi naupli ke bak pemeliharaan larva menggunakan gayung yang biasa untuk
menebar pakan larva dengan volume 10 liter, hal ini dikarenakan jarak antara ruang produksi naupli
dan ruang pemeliharaan larva hanya berjarak kurang lebih 20m,sehingga transportasi naupli cukup
menggunakan gayung dan tanpa diberitambahan oksigen.
Aerasi merupakan alat untuk menyuplai oksigen untuk larva udang vanname, sehingga dalam proses
persiapan pemeliharaan larva, pemasangan aerasi harus diperhatikan.Jarak antar aerasi berkisar
antara 45-50 cm. Sebelum digunakan, aerasi disterilisasi terlebih dahulu menggunakan larutan iodin
dan formalin 300ppm atau 300mg/l.
29
30
BAB VI
6.1 Kesimpulan
Setelah melaksanakan di CV. Tunas berlian Hatchery kalianda-lampung selatan selama kurang
lebih 3 bulan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :1) Teknik Pembenihan Udang Vanamei di CV.
Tunas berlian kalianda-lampung selatan, yaitu dimulai dari pengelolaan induk, yang meliputi:
persiapan wadah pemeliharaan induk, pengangkutan dan aklimatisasi induk, pengelolaan air
pemeliharaan induk, pemberian pakan induk, teknik ablasi, pematangan gonad, pemijahan,
penetasan, panen naupli dan transportasi naupli.Dilanjutkan dengan pemeliharaan larva yang
31
meliputi: persiapan bak pemeliharaan larva, penebaran naupli, pengelolaan pakan larva, kultur pakan
alami larva, pengelolaan air, sampling perubahan stadia,pengendalian hama dan penyakit, panen PL
dan pasca panen.
6.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Lampiran
32