Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN KERJA PRAKTEK

TOTAL BAKTERI VIBRIO SPP. PADA TAMBAK UDANG


VANNAMEI (LITOPENANEUS VANNAMEI) DI BBIAPL
SEMARANG, JAWA TENGAH

disusun sebagai pedoman untuk melaksanakan Kerja Praktek pada Fakultas


Periknan dan Ilmi Kelautan Universitas Jenderal Soedirman

Oleh:
Farhan Ramadhan
NIM. L1C020017

FAKULTAS PERIKAN DAN ILMU KELAUTAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2023
LAPORAN KERJA PRAKTEK

TOTAL BAKTERI VIBRIO SPP. PADA TAMBAK UDANG


VANNAMEI (LITOPENANEUS VANNAMEI) DI BBIAPL
SEMARANG, JAWA TENGAH

Oleh:

Farhan Ramadhan

NIM.L1C020017

disetujui tanggal

…………………………………..

pebimbing,

Dewi Wisudyanti Budi Hastuti, S.Pt., M.Si.

NIP.

Mengetahui

Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Universitas Jenderal Soedirman

Dr. Endang Hilmi, S. Hut., M.Si.

NIP. 19720202 200312 1 002


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang senatiasa


melimpahkan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan laporan Kerja Praktek dengan judul “Total
Bakteri Vibrio SPP. Pada Tambak Udang vannamei (Litopenaeus
vannamei) Di BBIAPL Semarang, Jawa Tengah”. Kerja Praktek ini telah
dilaksanakan pada bulan Januari 2023 di BIAP Tugu Semarang, Jawa
Tengah. Pembuatan laporan ini bertujuan untuk memenuhi salah satu
persyaratan dalam penelitian Kerja Praktek. Namun, penulis menyadari
bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis
mengharapkan saran yang konstruktif guna perbaikan laporan ini.
Dalam kesempatan ini, tidaklah berlebihan kiranya penulis
sampaikan terima kasih yang disampaikan kepada:
1. Orangtua dan keluarga yang selalu memberi dukungan.
2. Ibu Dewi Wisudyanti Budi Hastuti, S.Pt., M.Si., selaku Dosen
pembimbing kerja praktek yang telah banyak membantu
memberikan masukan, saran, dan kritik dalam penyusunan kerja
praktek ini.
3. Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu
atas bantuannya dalam proses penulisan laporan Kerja Praktek ini.

Purwokerto, 1 Febuari 2023

Farhan Ramadhan
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
ABSTRACT
ABSTRAK
I. PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang

Balai Budiaya Ikan Air Payau dan Laut Karanganyar terletak di Desa

Tugu Kecamatan Tugu, Kota Semarang. BBIAP merupakan badan milik

pemerintah sektor perikanan dan kelautan yang mempunyai tugas

melaksanakan uji terap teknik dan kerjasama, pengelolaan produksi serta

bimbingan teknis perikanan budidaya laut, payau, dan tawar lintas

kabuaten/kota. Lokasi lahan tambak BBIAP berdekatan dengan wilayah

pemukiman pesisir dan ekosistem mangrove, sehingga lokasi tersebut

mendukung budidaya perikanan berkelanjutan. BIAP Karanganyar memiliki

beberapa fasilitas untuk menunjang keberhasilan budidaya antara lain yaitu

luas lahan produktif berupa 4 petak tambak untuk budidaya, 2 petak kecil

tambak untuk pendederan (penampungan air), dengan luas tambak 3,4 Ha

dan luas bangunan 5.000 m2.

Pemilihan lokasi budidaya merupakan langkah awal dan umumnya

sebagai tahapan yang sangat penting untuk menentukan keberhasilan

perikanan budidaya yang berkelanjutan. Apabila salah dalam memilih lokasi


dalam pemilihan bisa menyebabkan kegiatan budidaya mengalami

kegagalan. Pemilihan lokasi untuk lahan tambak yang tidak tepat akan

menimbulkan masalah-masalah, diantaranya akan menimbulkan

peningkatan biaya konstruksi, operasional budidaya, dan dapat

menimbulkan masalah lingkungan (Poernomo, 1992).

Udang vaname (Litopenaeus vannamei) biasa dikenal dengan nama

udang putih yang merupakan jenis udang dari filum arthropoda dan kelas

crustacea. persebaran udang vaname berasal dari perairan Amerika Tengah

dan negara- negara di Amerika Tengah dan Selatan. Udang Vaname disebut

sebagai varietas unggul karena memiliki beberapa kelebihan antara lain

lebih tahan terhadap penyakit, pertumbuhan lebih cepat, tahan terhadap

fluktuasi kondisi lingkungan, waktu pemeliharaan relatif pendek yaitu

sekitar 90 – 100 hari per siklus, tingkat survival rate (SR) atau derajat

kehidupannya tergolong tinggi, hemat pakan, tingkat produktivitasnya yang

tinggi. Selain itu, udang ini juga mampu memanfaatkan seluruh kolom air

dari dasar tambak hingga ke lapisan permukaan (Aulia, 2018).

Vibrio spp. merupakan salah satu jenis bakteri yang bersifat pathogen.

Bakteri patogen merupakan bakteri yang dapat menyebabkan penyakit

bagi inangnya dengan adanya perubahan jaringan melalui perubahan

genetik (Suharni et al. 2008). Bakteri Vibrio spp. merupakan pathogen serius

dalam budidaya perikanan salah satunya pada budidaya udang vaname.

Kemunculan bakteri Vibrio spp. dapat disebabkan oleh pengaruh pengolahan


kualitas air yang buruk.

I.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan

sebagai berikut:

1. Berapakah nilai total bakteri yang terdapat pada tambak udang

vannamei B1A (Litopenaeus vannamei) BBIAPL?

2. Bagaimana perbandingan total bakteri Vibrio spp. dengan tahun

kemarin?

I.3. Tujuan

1. Mengetahui nilai total bakteri Viibrio spp. Yang terkandung pada

tambak udang vannamei (Litopenaeus vannamei) BBIAPL.

2. Mengetahui korelasi anatara parameter kualitas perairan tambak

dengan bakteri Vibrio spp. di tambak udang vannamei (Litopenaeus

vannamei) BBIAPL.

I.4. Manfaat

Harapannya hasil dari penelitian ini dapat memberikan informasi

mengenai total bakteri Vibrio spp. pada tambak udang vannamei

(Litopenaeus vannamei) serta pengaruh parameter kualitas air terhadap

pertumbuhan bakteri Vibrio spp. yang terdapat di tambak HDPE BIAP Tugu

Semarang.
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Udang Vannamei (Litopenaeus Vannamei)

2.1.1. Klasifikasi Udang Vaname (Litopenaeus Vannamei)

Udang vaname (Litopenaeus vannamei) adalah udang yang

dikembangkan dan berasal dari negara-negara Amerika Selatan seperti

Ekuador, Meksiko, Panama, Kolombia, dan Honduras, sebelum akhirnya

masuk ke Indonesia. Udang vaname memiliki beberapa nama di setiap

negara seperti white-leg shrimp (Inggris), camaron patiblanco (Spanyol),

crevette pattes blances (Perancis), dan udang putih (Indonesia).

Berikut ini adalah klasifikasi udang vanamme menurut (Wyban et al.,

2000):

Kingdom: Animalia

Filum: Arthropoda

Kelas: Crustacea

Ordo: Decapoda
Famili: Penaidae

Genus: Litopenaeus

Spesies: Litopenaeus vannamei

2.1.2. Morfologi Udang Vanamme (Litopenaeus Vannamei)

Secara morfologi Udang Vanamme memiliki kesamaan seperti udang

penaeid lain ,yaitu terdiri dari dua bagian utama yaitu kepala (cephalothorax)

dan perut (abdomen). Kepala udang vaname (Litopenaeus Vannamei)

dibungkus oleh lapisan kitin yang berfungsi sebagai pelindung, terdiri dari

antennulae, antenna, mandibula, dan dua pasang maxillae. Kepala udang

vaname (Litopenaeus vannamei) juga dilengkapi dengan tiga pasang maxiliped

dan lima pasang kaki jalan (peripoda) atau kaki sepuluh (decapoda) (Kitani,

1994).

Ukuran udang vanamei dapat tumbuh mencapai panjang total 24 cm

(betina) dan 20 cm (jantan) dengan warna tubuh putih berbintik kemerahan,

transparan (bening), berkulit licin dan halus (Kitani, 1994). Jenis kelamin

udang vaname dapat dilihat secara fisik. Pada udang jantan disebut

plaatasma yang terletak diantar kaki jalan ke 5 dan kaki renang pertama,

sedangkan pada udang betina disebut thelicum yang terletak antara kaki

jalan ke 4 dan 5.

2.1.3. Siklus hidup udang vanamme (Litopenaeus Vannamei)

Siklus hidup udang vannamei sejak telur mengalami fase pembuahan

(fertilisasi) dan lepas dari induk betina akan mengalami berbagai macam
tahap, yaitu: (Wyban dan Sweeney , 1991)

1. Nauplius

Stadia nauplius memiliki enam tahapan yang lamanya berkisar antara

46 – 50 jam. Larva berukuran 0,32 – 0,58 mm serta system pencernaan

belum sempurna, memiliki cadangan makanan berupa kuning telur

sehingga tidak membutuhkan makanan dari luar.

2. Zoea

Stadia zoea memiliki ukuran 1,05 – 3,30 mm yang terbagi atas tiga

tahapan selama sekitar 4 hari. Pada stadia ini larva mengalami

molting sebanyak 3 kali, yaitu stadia zoea 1, zoea 2, dan zoea 3.

Perubahan lingkungan dapat mempengaruhi stadia zoea, karena pada

stadia ini sangat peka. Zoea mulai membutuhkan makanan fari luar

berupa fitoplankton.

3. Mysis

Stadia Mysis terbagi atas tiga tahapan yang dapat berlangsung selama

4 – 5 hari. Pada stadia Mysis sudah memiliki bentuk mirip udang

dewasa, bersifat planktonis dan bergerak mundur dengan cara

membengkokan badannya.

4. Post larva

Stadia post larva memiliki bentuk seperti udang dewasa. Perhitungan

stadia berdasarkan hari, misalnya PL1 berarti post larva berumur satu

hari dan seterusnya. Stadia larva ditandai dengan tumbuhnya


pleopoda yang berambut (setae) untuk renang. Stadia larva sudah

bersifat bentik atau organisme penghuni dasar perairan, dengan

pakan alami nya berupa zooplankton.

2.2. Pathogen pada udang

Bakteri pathogen merupakan bakteri merugikan yang dapat

menyebabkan penyakit bagi inangnya dengan adanya perubahan perubahan

jaringan melalui perubahan genetik (Suharni et al. 2008). Penyakit yang

disebabkan oleh bakteri pathogen dapat menyebabkan kematian pada

inangnya. Salah satu ciri dari bakteri pathogen yaitu bersifat saprofit. Jenis

bakteri pathogen yang banyak menyerang pada budidaya udang ini

kebanyakan dari genus Vibrio spp.

2.2.1. Klasifikasi Vibrio spp.

Vibrio sp. ialah bakteri yang berbentuk batang melengkung (seperti

koma), gram negatif, hidup anaerob fakultatif di air asin, tidak membentuk

spora, dan uji positif pada oksidase. Bakteri dari genus ini aktif bergerak

(motil) dengan flagel di ujung sel dan memiliki selubung (Soedarto, 2015).

Vibrio sp. merupakan bakteri yang paling banyak ditemukan di lingkungan

sekitar maupun pada permukaan air di seluruh dunia. Vibrio sp. dapat

ditemukan di wilayah laut dan perairan dangkal.

2.2.2. Vibrio spp. Sebagai Pathogen

Vibrio spp. merupakan jenis bakteri yang termasuk dalam golongan


vibrionaceae dan menjadi patogen utama pada tingkat pembenihan udang.

Tingkat kematian pada udang vannamei seringkali di sebabkan oleh bakteri

Vibrio spp. yang menyebabkan kehidupan benih udang menjadi sangat

rentan. Otta et. al (20010) mengatakan bahwa beberapa spesies vibrio

patogen telah banyak dilaporkan menyebabkan tingkat kematian pada usia

benih yang sangat tinggi pada pembenihan udang di wilayah Asia Tenggara

dan Selatan.

2.2.3. Vibriosis

Vibriosis merupakan salah satu penyakit yang timbul akibat adanya

bakteri Vibrio sp. yang berpotensi menjadi penyebab kematian pada udang.

Vibriosis dapat menyebabkan kematian terhadap udang vanamei hingga

mencapai 100% pada stadia larva hingga juvenil. Beberapa jenis bakteri

genus vibrio yang menjadi penyebab vibriosis pada udang diantaranya

adalah V. harveyi, V. parahaemolyticus, V. alginolyticus, V. anguillarum, V.

vulnificus, dan V. splendidus (Jayasree et al., 2006). Udang yang terserang

vibriosis menunjukan gejala fisik yaitu badan terdapat bercak – bercak

merah (red discoloration) pada pleopod dan abdominal serta pada malam

hari terlihat menyala (Suryanto et al., 1987).

2.3. Parameter Kualitas Air

Kualitas air dalam budidaya udang vanamme meliputi beberapa

parameter yaitu, fisika, kimia, dan biologi. Pertumbuhan bakteri Vibrio spp.

Dapat dipengaruhi oleh kondisi perairan. Kualitas air yang buruk dapat
mengakibatkan tingginya tingkat kehidupan bakteri Vibrio spp. dan

sebalikanya akan mempengaruhi rendah nya tingkat kelangsungan hidup

(survival rate), pertumbuhan, dan reproduksi udang vanamme.

2.3.1. Suhu (oC)

Suhu merupakan salah satu parameter yang menentukan kehidupan

dan pertumbuhan bagi bakteri Vibrio spp., dan udang vannamei. Apabila

suhu terlalu rendah atau tinggi hal ini tidak baik untuk kelangsungan hidup

dan pertumbuhan udang. Cholik & Poernomo (1987) mengatakan kisaran

suhu air tambak yang baik bagi kehidupan udang vaname adalah berkisar

antara 28oC – 30oC . Sedangkan, suhu optimum dan minimum bagi bakteri

Vibrio sp. dapat tumbuh adalah berkisar antara 5-44 o C, pada suhu 50o C

keatas menyebabkan bakteri itu tidak akan dapat tumbuh sehingga bakteri

Vibrio sp. mengalami lisis karena tidak tahan terhadap panas (Feriandika et

al., 2014).

Suhu air pada bagian dasar dipengaruhi oleh kepadatan partikel yang

dapat menghalangi penetrasi cahaya masuk kedalam air sehingga dalam

proses budidaya perlu dilakukan pengelolaan kualitas air dengan

melakukan pengukuran yang menggunakan thermometer serta dapat

dilakukan pada pagi dan sore hari (Amri dan Kanna 2008).

2.3.2. Salinitas

Salinitas merupakan salah parameter fisika kondisi perairan yang

mempengaruhi proses biologi dan secara langsung akan mempengaruhi


kehidupan organisme perairan tersebut. kelangsungan hidup udang

vanamme akan optimum apabila salinitas yang terkandung pada tambak

sudah sesuai yaitu menurut Soemardjati & Suriawan(2007), udang vaname

dapat tumbuh dengan baik dan optimal pada kisaran kadar garam 15-25

ppt.

2.3.3. pH

Derajat keasaman atau pH merupakan salah satu parameter kimia.

Nilai pH untuk udang vaname, kisaran pH yang optimum adalah 7,5 - 8,5.

Pada pH dibawah 4,5 atau diatas 9,0 atau bersifat terlalu asam dan basa

udang akan mudah sakit dan lemah, kemudian nafsu makan menurun

bahkan udang cenderung keropos dan berlumut. Apabila nilai pH yang

lebih besar dari 10 akan bersifat lethal bagi ikan maupun udang (Ahmad,

1991). Umumnya, pH air tambak pada Siang hari lebih tinggi daripada

pagi hari. Penyebabnya yaitu adanya kegiatan fotosintesis oleh pakan

alami, seperti fitoplankton yang menyerap CO2. Sebaliknya pada pagi

hari CO2 melimpah sebagai pernafasan udang (Haliman dan Adijaya,

2002). Perbaikan nilai pH yang optimal perlu dilakukan aplikasi

pengapuran pada saat masa pemeliharaan udang di tambak (Boyd, 1982

dan Adiwidjaya dkk, 2001) yaitu menggunakan beberapa jenis kapur yang

dianjurkan dengan dosis antara 5-20 ppm (sesuaikan dengan jenis kapur

yang diaplikasikan). Adapun guncangan pH yang bisa ditoleransi adalah

tidak lebih dari 0,5. Pengukuran pH umumnya dilakukan dengan kertas


lakmus (kertas pH).

III. MATERI DAN METODE

III.1. Materi Kerja Praktek

III.1.1.Alat

Alat yang digunakan pada kerja praktek ini dapat dilihat pada tabel

berikut :

Tabel 1. Alat yang digunakan dalam kerja praktek


No. Alat Spesifikasi Kegunaan
1. Water Quality Checker 0.01 – 14.00 pH Alat ukur pH
2. Refraktometer 0 – 100 ppt Alat ukur salinitas
3. DO meter 0 – 50 mg/L Alat ukur oksigen
terlarut
4. Termometer 0 – 100 °C Alat ukur suhu
5. Secchi disk Diameter 20 Alat ukur kecerahan
air
6. Kamera 12 megapixel Alat dokumentasi
7. Botol sampel 200 ml Untuk wadah sampel
8. Plastik hitam Ukuran 1 kg Untuk menutupi
sampel
9. Spidol permanen - Untuk menamai
botol sampel
10. Cawan Petri Wadah untuk
menumbuhkan
bakteri
11. Pipet Memindahkan cairan
12. Erlenmeyer Menampung cairan
dan pencampuran
13. Hot Plate Memanaskan
campuran sampel
yang diteliti
14. Jarum Ose Menggores pada
cawan oetri
15. Tabung Reaksi Mengadakan reaksi
kimia
16. Alumunium Foil Menjaga suhu agar
tetap stabil
17. Magnetic Stirrer Mengaduk larutan
18. Autoklaf Untuk menstrelilasi
alat-alat

III.1.2.Bahan

Bahan yang digunakan pada kerja praktek ini dapat dilihat pada tabel

berikut.

Tabel 2. Bahan yang digunakan pada kerja praktek

No. Bahan Kegunaan


1. Sampe Air Tambak B1A Untuk mengetahui parameter
kualitas air dan kelimpahan
bakteri Vibrio spp.
2. Media Agar TCBS Sebagai media isolasi bakteri
Vibrio spp.
3. Aquadest Bahan campuran zat kimia

III.2. Metode
III.2.1.Parameter Penelitian

pada penelitian yang dilakukan terdapat parameter utama dan

pendukung, parameter utama yaitu total bakteri Vibrio spp. dan parameter

pendukung yaitu faktor kimia dan fisika yang meliputi

suhu,salinitas,kecerahan,pH, dan DO.

III.2.2.Metode Analisa Bakteri Vibrio spp.

Metode analisis mikrobiologi yang digunakan untuk mengetahui total

bakteri Virio spp. (TVC) dalam samper air tambak yaitu metode hitung

cawan.

III.3. Prosedur Penelitian

III.3.1.Isolasi Bakteri

1. Sterilisasi Alat dan Bahan

Sterilisasi alat dan bahan diawali dengan mempersiapkan peralatan

yang akan digunakan serta larutan Trisalt untuk uji total bakteri Vibrio spp.

yang dimasukan kedalam autoklaf. Alat seperti triangle spreader dan

elenmeyer dilapisi dengan alumunium foil, sedangkan untuk tabung reaksi

dilapisi dengan kertas buram. Setelah alat dan bahan sudah siap, kemudian

di masukan kedalam autoklaf dengan suhu 121oC dengan kurun waktu

selama 15 menit untuk melakukan proses sterilisasi. Ketika alarm autoklaf

berbunyi, maka buka (on) exhaust untuk mengeluarkan uapnya hingga suhu

turun menjadi 0oC, setelah itu penutup autoklaf dapat dibuka dan alat-alat
maupun bahan yanng sudah ter-sterilisasi dikeluarkan.

2. Pembuatan Media Agar TCBS

Alat dan bahan disiapkan untuk media Agar TCBS , bahan yang

digunakan ditimbang terlebih dahulu menggunakan timbangan analitik.

Bahan-bahan yang digunakan terdiri dari NaCl 18,4 g, MgSO 4 6,94 g, KCl

1,5g, TCBS 88g, dan aquades steril 1000 ml. Proses selanjutnya yaitu

masukan semua bahan yang sudah disiapkan kedalam erlenmeyer dan

ditutup menggunakan alumunium foil agar tidak terkontaminasi. Setela itu,

erlenmeyer yang sudah berisi bahan-bahan tersebut dipanasakan diatas hot

plate berisi magnetic stirrer, berguna agar semua bahan dapat homogen atau

mencampur engan rata. Setelah mendidih, erlenmeyer diangkat lalu

diletakan pada meja dan tunggu hingga suhunya menurun. Langkah

selanjutnya yaitu menuangkan larutan mmedia Agar TCBS ke masing-

masing cawan petri yang telah disiapkan secara aseptik di atas api bunsen

untuk menjaga kondisi nya agar tetap steril.

3. Pembuatan Larutan Trisalt

Larutan Trisalt dibuat dengan diawali dengan mempersiapkan alat

dan bahan yang digunakan, bahan yang digunakan terdiri dari NaCl 23,4 g,

MgSO4 6,99 g, KCl 1,5 g, dan aquadest steril 1000 ml. Proses Selanjutnya

yaitu memasukan semua bahan kedalam erlenmeyer dan ditutup

menggunakan alumunium foil, kemudian dipanaskan diatas hot plate yang

berisi magnetic stirrer sampai mendidih. Setelah, mendidih elmenmeyer


diangkat lalu diletakan pada keranjang untuk mensterilisasi menggunakan

autoklaf. Erlenmeyer yang sudah steril dikeluarkan dari autoklaf, kemudian

tuangkan larutan ke dalam botol gelas tertutup.

4. Pengujian Sampel Air

Pengujian total bakteri Vibrio spp. pada sampel air diawali dengan

menyiapkan alat-alat yang digunakan, alat yang digunakan yaitu tabung

reaksi,pipet dan cawan petri. Penggunaan tabung reaksi menyesuaikan

jumlah pengenceran dengan 9ml larutan Trisalt yang sudah dituang di

dalamnya dan juga media Agar TCBS (cawan petri) yang jumlahnya juga

sama dengan jumlah pengencerannya. Sampel air yang sudah disiapkan

terlebih dahulu dikocok, kemudian diambil menggunakan pipet sebanyak

1ml lalu dimasukan kedalam tabung reaksi pengenceran ke-1 lalu

dihomogenkan menggunakan vortex. Setelah itu, mengambil 1ml dari

tabung reaksi pengenceran ke-1 lalu dituangkan kedalam tabung reaksi

untuk melakukan pengenceran ke-2 lalu dihomogenkan menggunakan

vortex, begitu juga untuk pengenceran selanjutnya menyesuaikan dengan

pengenceran yang diinginkan.

5. Penanaman Bakteri

Penanaman bakteri pada penelitian ini menggunakan metode gores

(streak plate). Penanaman bakteri ini dilakukan dengan menaruh media

TCBS sebanyak 0,1 ml dengan metode gores streak plate pada cawan petri

yang sudah steril dari setiap pengenceran yang sudah dilakukan,lalu posisi
cawan petri ditutup dan dibalik, kemudian diberi label untuk memberi

tanda. Tahap selanjutnya yaitu memasukan media TCBS yang sudah

ditanam kedalam inkubator untuk proses inkubasi selama 24 jam dengan

suhu 35oC.

6. Perhitungan Total Vibrio Count (TVC)

Media TCBS yang sudah diinkubasi selama 24 jam telah

menumbuhkan bakteri Vibrio spp. yang kemudian dilalukan perhitungan

dengan cara manual dan dikelompokan menjadi satu koloni Vibrio yang

sejenis sesuai dengan warnanya. Jumlah koloni bakteri yang dihitung pada

cawan petri berkisar 25 - 250 koloni, dengan catatan apabila bakteri yang

tumbuh <25 koloni maka dinyatakan tidak terdpat bakteri, sedangkan jika

bakteri yang tumbuh >250 maka dinyatakan tidak bisa untuk dihitung

(TBUD). Total bakteri Vibrio spp. dihitung dengan menggunakan metode

Harrigan berdasarkan (BSN,2006) dengan menggunakan rumus :

Keterangan :

N = Jumlah koloni produk, dinyatakan dalam koloni per mL

⅀C = Jumlah Koloni pada semua cawan petri yang dihitung

N = Jumlah cawan pada pengenceran pertama yang dihitung

n2 = Jumlah cawan pada pengenceran kedua yang dihitung

d = pengenceran pertama yang dihitung

III.3.2.Pengukuran Parameter Kualitas Air


1. Salinitas

Salinitas pada tambak udang vannamei di ukur menggunakan alat

refraktometer. Penggunaan alat refraktometer dilakukan dengan langkah

pertama yaitu meng-kalibrasi hingga menjadi netral menggunakan air tawar

yang bersih,setelah refraktometer di kalibrasi barulah pengukuran salinitas

pada sampel air tambak dilakukan. Pengukuran salinitas dilakukan secara

rutin tiap satu hari sekali. Nilai salinitas yang didapat kemudian dicatat.

2. Suhu

Suhu diukur menggunakan termometer air raksa, kemudian

digunakan dengan cara mengikat ujung termometer pada tali untuk

memudahkan pengukuran pada tambak udang vannamei. Pengukuran

suhu dilakukan secara rutin tiap dua kali sehari. Nilai suhu yang didapat

kemudian dicatat.

3. pH

Derajat keasaman (pH) diukur menggunakan water quality checker

(WQC) pada sampel air tambak udang vannamei. Penggunaan WQC harus

terlebih dahulu di kalibrasi menggunakan air tawar yang steril, WQC sudah

terkalibrasi secara sempurna apabila angka pada layar menujukan angka 0.

setelah WQC sudah steril barulah dilakukan pengukuran pH dengan cara

mengambil sampel air tambak udang lalu WQC di celupkan hingga nilai

nya terlihat dan tidak berubah. Pengukuran pH dilakukan secara rutin tiap

satu kali sehari. Nilai pH yang sudah didapat kemudian dicatat.


4. DO

Dissolve Oxygen (DO) adalah oksigen terlarut dalam air. DO diukur

menggunakan alat DO Meter untuk menunjukan kadar oksigen terlarut

dala air. Sebelum digunakan pen DO Meter di sterilisasi menggunakan air

tawar bersih lalu dilakukan kalibrasi hingga menununjukan angka 0 (nol).

Setelah ter-kalibrasi pen pada DO Meter dicelupkan kedalam air tambak

udang vannamei, dengan otomatis nilai Oksigen Terlarut akan terlihat pada

monitor DO Meter. Pegukuran DO dilakukan secara rutin tiap satu kali

sehari. Nilai DO Meter yang didapat kemudian dicatat.

III.4. Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Kerja praktek ini dilaksanakan pada bulan januari 2023. Kerja praktek ini

dilaksanakan selama 28 hari, yaitu dari 16 januari – 13 febuari 2023. Lokasi

kerja praktek dilakukan di Tambak Udang vannamei (Litopenaeus vannamei)

Di BBIAPL Semarang, Jawa Tengah. Pengambilan data dilakukan pada 1

stasiun dengan penentuan sampel acak berdasarkan area (Cluster Random

Sampling). Lokasi stasiun dapat dilihat pada gambar berikut.


Gambar 1. Peta Penelitian

III.5. Analisa Data

Data total vibrio count dianalisis menggunakan analisis des

kriptif. Analisis deskriptif bertujuan untuk mengetahui gambaran,

keadaan, suatu hal dengan cara mendeskripsikannya sedetail mungkin

berdasarkan data dan fakta yang ada.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1. Total Vibrio Count (TVC) yang terdapat pada tambak B1A

Berdasarkan kerja praktek yang telah dilakukan di Balai Budiaya Ikan

Air Payau dan Laut Karanganyar terletak di Desa Tugu Kecamatan Tugu,

Kota Semarang di tanggal 9 febuari 2023 pada tambak B1A telah ditemukan

dua jenis koloni bakteri Vibrio spp. yaitu koloni hijau dan koloni kuning.

Koloni yang dapat memfermentasi sukrosa ditandai dengan koloni berwarna


kuning dan kelompok Vibrio spp. yang tidak dapat memfermentasikan

sukrosa ditandai dengan bakteri berwarna hijau. Koloni bakteri Vibrio spp.

yang telah teridentifikasi kemudian dihitung dengan menggunakan metode

cawan dan dihitung total vibrio count (TVC). Hasi perhitungan Total Vibrio

Count (TVC) pada tambak B1A yang telah dianalisis menunjukan bahwa

kelimpahan bakteri Vibrio memiliki kelimpahan yang cukup banyak

dikarenakan sampel air tambak diambil pada satu stasiun saja. Kelimpahan

bakteri Vibrio menjadi penentu kualitas periran dalam budidaya udang.

Tabel 3.

No Nama Sampel Parameter Hasil Uji Metode


1. B1A Total Vibrio spp 1,4 x 102 CFU/ml Streak plate

Bakteri Vibrio spp. merupakan bakteri yang menjadi penyebab

penyakit vibriosis. Vibriosis pada udang dapat ditandai dengan ciri-ciri

berbeda sesuai dengan jenis Vibrio sp. yang menyerang pada udang.

Berikut ini adalah klasifikasi bakteri Vibrio spp. menurut ….

Kingdom : Bacteria

Filum : Proteobacteria

Kelas : Gammaproteobacteria

Ordo : Vibrionales

Family : Vibrionaceae

Genus : Vibrio

Berdasarkan hasil analisis serta perhitungan terkait total bakteri


Vibrio menunjukkan bahwa kelimpahan bakteri Vibrio spp. yang terdapat

pada sampel air tambak B1A bernilai 1,4 x 103 CFU/ml. Kelimpahan bakteri

pada tambak B1A memiliki kisaran nilai yang tergolong tinggi dpat

membahayakan keberedaan baik lingkungan maupun udang budidaya.

Kelimpahan bakteri Vibrio spp. pada tambak B1A tergolong tinggi karena

disebabkan oleh lokasi tambak yang berdekatan dengan muara. Pernyataan

tersebut dikuatkan oleh Felix et al. (2011) yang menyatakan bahwa habitat

Vibrio adalah air laut. Selain itu, muara juga merupakan saluran air sebagai

sumber pemasukan air untuk tambak, serta saluran terakhir dari

pembuangan limbah (limbah tambak, pertanian dan pemukiman) sehingga

populasi Vibrio pun tinggi. Selain itu, Kelimpahan ini terjadi akibat kondisi

lingkungan perairan yang tidak baik disebabkan oleh musim hujan

Keberadaaan bakteri Vibrio spp. pada tambak B1A berada pada

ambang batas maksimum dan dapat membahayakan komoditas budidaya

udang apabila tidak secara cepat ditanggani. Hal ini mengacu pada

peraturan Menteri kelautan dan perikan yang menyebutkan apabila

kelimpahan Vibrio membahayakan bagi lingkungan dan udang budidaya

adalah jika kelimpahannya mencapai 103 CFU/ml yang menjadi ambang

batas maksimal atau baku mutunya (No.75/PERMEN-KP/2016). Jika

kelimpahan bakteri Vibrio melebihi ambang batas yang telah ditentukan

maka tidak menutup kemungkinan bahwasannya akan terjadi kematian

massal pada hewan budidaya (Anjasmara et al., 2018).


IV.1.1.Total Vibrio Count (TVC) di Tambak B1A Tahun 2022

Tabel 4.

No Nama Sampel Parameter Hasil Uji Metode


1. B1A Total Vibrio spp 1,3 x 102 CFU/ml Streak plate

Berdasarkan hasil uji bakteri Vibrio spp. pada sampel air tambak B1A

di tanggal 13 April 2022 menunjukan bahwa kelimpahan bakteri Vibrio spp.

yang ditemukan hanya koloni Vibrio spp. berwarna hijau dengan total 1,3 x

102 CFU/ml. Hasil perhitungan Total Vibrio Count (TVC) pada tambak B1A

yang telah dianalisis menunjukan bahwa kelimpahan bakteri Vibrio spp.

berjumlah 1,3 x 102 CFU/ml karena tidak ditemukannya koloni berwarna

kuning. Kelimpahan bakteri Vibrio spp. yang diuji pada bulan febuari 2023

dan bulan april 2022 pada tambak B1A memiliki perbedaan total bakteri

yang ditemukan.

Perbedaan total bakteri yang ditemukan memiliki jumlah yang cukup

signifikan, pada bulan febuari 2023 ditemukan total bakteri sebanyak 1,4 x

103CFU/ml sedangkan pada bulan april 2022 ditemukan sebanyak 1,3 x

102CFU/ml, dari kedua hasil itu dapat di identifikasi kualtias air tambak

yang baik dan buruk. Total bakteri pada bulan febuari 2023 menunjukan

kelimpahan bakteri yang cukup banyak dan sudah mencapai ambang batas

bakteri Vibrio spp. di suatu kolam / tambak, berbeda halnya dengan total

bakteri Vibrio spp. yang ditemukan pada bulan april 2022 menunjukan

kelimpahan bakteri Vibrio spp. masih dalam kondisi aman dan tidak
membahayakan hewan budidaya. Kelimpahan bakteri Vibrio yang lebih

banyak, apabila dibandingkan dengan kelimpahan bakteri yang lainnya

dalam perairan tambak budidaya udang akan berpotensi menyebabkan

adanya penurunan kelulushidupan pada udang ketika periode pembenihan

maupun pembesaran (Hameed, 1993). Kelimpahan Vibrio yang

membahayakan bagi lingkungan dan udang budidaya adalah jika

kelimpahannya mencapai 103 CFU/ml yang menjadi ambang batas

maksimal atau baku mutunya (No.75/PERMEN-KP/2016). Berbeda dengan

kelimpahan keseluruhan total bakteri di suatu kolam / tambak yang

memiliki ambang batas maksimal yaitu 10 6 CFU/ml (Taslihan et al., 2004).

Apabila kelimpahan bakteri keduanya melebihi ambang batas maksimal

yang telah ditentukan maka sudah dapat dipastikan akan terjadi kematian

massal pada hewan budidaya dalam hal ini komoditas udang vannamei.

IV.2. Korelasi Parameter Kualitas Perairan dengan Bakteri Vibrio spp.

Berdasarkan pengukuran parameter kualitas air yang telah dilakukan

selama kerja praktek, didapati hasil parameter yang dikur berubah setiap

harinya, dikarenakan kondisi cuaca yang tidak menentu. Berikut merupakan

hasil pengukuran parameter kualitas air yang telah dilakukan selama 12 hari

pada tambak B1A.

Tabel 4.

Parameter
No Tanggal
suhu salinitas pH
1 22 33 6 8
2 23 31 7 8
3 24 29 7 9
4 25 29.5 6 9
5 26 31 8 8.7
6 27 32 7 8.6
7 28 29 9 8.5
8 29 29 6 8.5
9 30 32 7 8
10 31 33 6 7
11 1 26.7 8 7.9
12 2 26.6 9 8.6
Rata - rata 30.15 7.166667 8.458333

Berdsarkan hasil pengukuran parameter kualitas air didapati hasil

pengukuran suhu yaitu berkisar antara 29 oC – 31oC dengan rata-rata suhu

30.15o C. Dua hari terakhir pengukuran suhu mengalami penurunan

dikarenakan curah hujan yang tinggi. Salinitas Salinitas untuk periran

budidaya udang vannamei tidak boleh melebihi 35 ppt, jika lebih dari 35 ppt

maka akan membuat udang mati atau dapat terjadinya blooming bakteri

(Hakimi et al., 2021). Pengukuran salinitas yang dilakukan didapati hasil

yaitu berkisar antara 6 – 9 ppt dengan rata-rata sebesar 7,16 ppt. Pengukuran

pH yang dilakukan didapati hasil yaitu berkisar antara 7 – 9 dengan rata-

rata sebesar 8.,45. Menurut Boyd (1991) dalam Fachurizal Rama P dan

Abdul Manan (2014) mengatakan bahwa nilai pH 7 – 8, masih batas optimal

suatu perairan untuk pertumbuhan bakteri. Pengukuraan parameter kualitas

air harus secara rutin dilakukan agar dapat mencegah bakteri blooming dan

menghindari udang budidaya terserang penyakit akibat kualitas air yang

buruk.
Parameter kualitas air mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan

dan kelimpahan bakteri pada tambak budidaya udang vannamei, oleh sebab

itu pada kerja praktek ini dilakukan uji korelasi antara parameter kualitas air

dengan bakteri Vibrio spp., berikut merupakan hasil uji korelasi yang telah

dilakukan menggunakan SPSS.

IV.2.1.Suhu

Tabel 5.

Correlations
Suhu bakteri
Spearman's Suhu Correlation 1.000 -.945**
rho Coefficient
Sig. (2-tailed) . <.001
N 12 12
bakteri Correlation -.945** 1.000
Coefficient

Sig. (2-tailed) <.001 .


N 12 12

Keterangan :

Interval
Tingkat Hubungan
Koefisien
0,00 - 0,199 Sangat rendah
0,20 - 0,399 Rendah
0,40 - 0,599 Cukup
0,60 - 0,799 Kuat
0,80 - 1,00 Sangat Kuat
Berdasarkan tabel hasil uji korelasi menggunakan SPSS didapati hasil

perhitungan korelasi Suhu terhadap total bakteri Vibrio spp. yang

menunjukan korelasi negative dan nilai koefisien p<0.945. Korelasi negative

menunjukan bahwa ketika suhu mengalami kenaikan, kelimpahan pada

bakteri Vibrio spp. mengalami penurunan, begitupun sebaliknya apabila suhu

mengalami penurunan maka kelimpahan bakteri Vibrio spp. akan semakin

banyak. Nilai signifikasi menunjukan p<0.945 artinya tingkat korelasi antara

suhu dengan bakteri Vibrio spp. sangat kuat. Hal ini sesuai dengan saat

pengambilan sampel air tambak yang akan diuji total bakteri Vibrio spp. , saat

pengambilan sampel air tambak dilakukan pengukuran suhu terlebih dahulu

dan didapatkan hasil suhu bernilai 26.6oC. Suhu ketika pengambilan sampel

air tambak mengalami penurunan dikarenakan selama 2 hari kondisi cuaca

sedang hujan. Kondisi hujan dapat mempengaruhi suhu pada air tambak

dan menyebabkan bakteri Vibrio spp. mengalami kenaikan. Suhu optimal

yang dikehendaki bakteri agar dapat beraktivitas da berkembang biak

dengan baik berada pada kisaran suhu 25 – 29C (Salle, 1961). Menurut

Kharisma dan Manan (2013), bakteri akan menjadi lebih pathogen ketika

suhu perairan turun secara drastis.

4.2.1. Salinitas
Tabel 6.

Correlations
Salinitas bakteri
Spearman's Salinitas Correlation 1.000 .451
rho Coefficient
Sig. (2-tailed) . .141
N 12 12
bakteri Correlation .451 1.000
Coefficient
Sig. (2-tailed) .141 .
N 12 12

Keterangan :

Interval
Tingkat Hubungan
Koefisien
0,00 - 0,199 Sangat rendah
0,20 - 0,399 Rendah
0,40 - 0,599 Cukup
0,60 - 0,799 Kuat
0,80 - 1,00 Sangat Kuat

Berdasarkan tabel hasil uji korelasi menggunakan SPSS didapati hasil

perhitungan korelasi Salnitas terhadap total bakteri Vibrio spp. yang menunjukan

korelasi positive dan nilai koefisien p<0.451. Korelasi positive menunjukan ketika

salinitas mengalami kenaikan, kelimpahan pada bakteri Vibrio spp. akan naik /

melimpah, begitupun sebaliknya apabila salinitas mengalami penurunan maka

kelimpahan bakteri Vibrio spp. akan semakin sedikit. Nilai korelasi menunjukan

p<0.451. artinya tingkat korelasi antara salinitas dengan bakteri Vibrio spp.

dikategorikan cukup. Korelasi salinitas terhadap total bakteri bakteri Vibrio spp.

pada tambak udang vannamei memiliki kategori cukup, artinya salinitas dapat

mempengaruhi kelimpahan bakteri Vibrio spp. tetapi tidak terlalu berdampak pada
pertumbuhan bakteri Vibrio spp. Arifudin et al (2013), yang menyatakan bahwa

nilai salinitas sangat mendukung terhadap kehidupan dan pertumbuhan bakteri.

IV.2.2. pH

Tabel 7.

Correlations
pH bakteri
Spearman's pH Correlation 1.000 .253
rho Coefficient
Sig. (2-tailed) . .428
N 12 12
bakteri Correlation .253 1.000
Coefficient
Sig. (2-tailed) .428 .
N 12 12

Keterangan :

Interval
Tingkat Hubungan
Koefisien
0,00 - 0,199 Sangat rendah
0,20 - 0,399 Rendah
0,40 - 0,599 Cukup
0,60 - 0,799 Kuat
0,80 - 1,00 Sangat Kuat

Berdasarkan tabel hasil uji korelasi menggunakan SPSS didapati hasil

perhitungan korelasi pH terhadap total bakteri Vibrio spp. yang menunjukan

korelasi positive dan nilai koefisien p<0.263. Korelasi positive menunjukan ketika

pH mengalami kenaikan, kelimpahan pada bakteri Vibrio spp. akan naik /

melimpah, begitupun sebaliknya apabila salinitas mengalami penurunan maka


kelimpahan bakteri Vibrio spp. akan semakin sedikit. Nilai korelasi menunjukan

p<253 artinya tingkat korelasi antara pH dengan bakteri Vibrio spp. rendah. Derajat

keasaaman (pH) umumnya pada sore hari lebih tinggi daripada pagi hari.

Penyebabnya yaitu adanya kegiatan fotosintesis oleh pakan alamu, seperti

fitoplankton yang menyerap CO2. Sebaliknya ketika pagi hari CO2 meimpah

sebagai hasil pernapasan organisme yang hidup pada tambak udang vannamei

(Supriatna et al., 2020).

V. KESIMPULAN DAN SARAN

V.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan diatas, dapat disimpulkan

bahwa :

1. Total bakteri Vibrio spp. yang ditemukan pada tambak B1A yaitu

sebanyak 1,4 x 104 CFU/ml.

2. Korelasi antara parameter kualitas perairan tambak dengan bakteri

Vibrio spp. memiliki korelasi pada masing-masing parameter. Korelasi

dengan suhu menunjukan hasil negative dengan korelasi yang sangat

kuat (p<0.945), korelasi degan salinitas menunjukan hasil positive


dengan korelasi yang cukup(p<0.451), pada perhitungan korelasi pH

dengan bakteri Vibrio spp. menunjukan hasil positive dengan korelasi

yang rendah (p<0.253).

V.2. Saran

Laporan kerja praktek ini masih memiliki banyak kekurangan karena

kurangnya pemahaman pengetahuan dan pengalaman. Oleh sebab itu, perlu

dilakukan literasi,bimbingan dan saran untuk penulisan laporan selanjutnya

sangat diharapkan.

Anda mungkin juga menyukai