Anda di halaman 1dari 30

PKP Pangandaran

Politeknik Kelautan dan Perikanan Pangandaran

TEKNIK PEMELIHARAAN UDANG VANNAME (Litopenaeus


vannamei) DI PT. CENTRAL PERTIWI BAHARI REMBANG,
JAWA TENGAH

Proposal Praktik Kerja Lapang I

Muhammad Ari Musthofa


NIT. 21.3.08.026

Dosen Pembimbing:
Rani Rehulina Tarigan, S.Pi., M.P
Drh Irvan Firmansyah, M. Tr.Pi

PROGRAM STUDI BUDIDAYA IKAN


POLITEKNIK KELAUTAN DAN PERIKANAN PANGANDARAN
2023
PKP Pangandaran
Politeknik Kelautan dan Perikanan Pangandaran
TEKNIK PEMELIHARAAN UDANG VANNAME (Litopenaeus
Vannamei) DI PT. CENTRAL PERTIWI BAHARI REMBANG,
JAWA TENGAH

Proposal Praktik Kerja Lapang I


Sebagai salah satu syarat mengikuti perkuliahan di Program Studi Budidaya Ikan

Muhammad Ari Musthofa


NIT. 21.3.08.026

Dosen Pembimbing:
Rani Rehulina Tarigan, S.Pi., M.P
drh Irvan Firmansyah, M. Tr. Pi

PROGRAM STUDI BUDIDAYA IKAN


POLITEKNIK KELAUTAN DAN PERIKANAN PANGANDARAN
2023
PKP Pangandaran
Politeknik Kelautan dan Perikanan Pangandaran

TEKNIK PEMELIHARAAN UDANG VANNAME (Litopenaeus


Vannamei) DI PT. CENTRAL PERTIWI BAHARI REMBANG,
JAWA TENGAH

Proposal Praktik Kerja Lapang I


Sebagai salah satu syarat mengikuti perkuliahan di Program Studi Budidaya Ikan

Muhammad Ari Musthofa


NIT. 21.3.08.026

Dosen Pembimbing:
Rani Rehulina Tarigan, S.Pi., M.P
drh Irvan Firmansyah, M. Tr. Pi

PROGRAM STUDI BUDIDAYA IKAN


POLITEKNIK KELAUTAN DAN PERIKANAN PANGANDARAN
2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-
Nya sehingga saya dapat menyusun Proposal Praktik Kerja Lapang (PKL) I.
Sebagai salah satu syarat untuk dapat megikuti perkuliahan Praktik Kerja Lapang
I yang berjudul “Teknik Pembenihan Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) di
PT. Central Pertiwi Bahari, Rembang, Jawa Tengah”
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
berbagai pihak yang telah membantu dalam penyusunan Proposal Praktik Kerja
lapang ini. Rasa terima kasih ini penulis sampaikan kepada :
1. Ibu Rani Rehulina Tarigan, S.Pi., M.P selaku Dosen Pembimbing 1.
2. Bapak drh Irvan Firmansyah M.Tr.Pi selaku Dosen Pembimbing 2.
3. Bapak Ega Aditya Prama, S.Pi., M.Si selaku Ketua Program Studi Budidaya
Ikan.
4. Bapak Arpan Nasri Siregar, S.Pi., M.S.T.Pi selaku Direktur Politeknik
Kelautan dan Perikanan Pangandaran.
5. Bapak Subarkoh selaku pembimbing lapangan.
6. Orangtua yang telah memberikan dukungan melalui apapun untuk
menyelesaikan proses pembuatan proposal ini.
7. Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan proses pembuatan proposal ini.
Demikian proposal yang dapat penulis sampaikan dan penulis juga
menyadari dalam penyusunan proposal ini memliki banyak kekurangan, untuk itu
maka penulis harap ada kritik dan saran yang membangun dari semua pihak.
Semoga proposal ini dapat bermanfaat.

Pangandaran, April 2023

Muhammad Ari Musthopa

NIT 21.3.0.026
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN III


KATA PENGANTAR IV
DAFTAR ISI V
DAFTAR TABEL VI
DAFTAR GAMBAR VII
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Tujuan 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2
2.1. Klasifikasi dan Morfologi 2
2.2. Daerah penyebaran dan habitat 3
2.3. Siklus Hidup Udang Vaname 3
BAB III METODOLOGI 7
3.1. Waktu dan tempat 7
3.2. Alat dan bahan 7
3.3. Tahapan kegiatan 8
3.4. Metode perolehan data 9
3.4.1. Data primer 10
3.4.2. Data sekunder 10
3.5. Metode analisis data 10
3.5.1. Data populasi dan Panjang larva 10
3.5.2. Fertilitation Rate (FR) 11
3.5.3. Survival Rate (SR) 11
3.6. Rencana kegiatan 11
DAFTAR PUSTAKA 12
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Perkembangan larva udang vaname 4


Tabel 2. Perkembangan larva udang vaname pada stadia zoea 5
Tabel 3. Stadia mysis udang vaname 5
Tabel 4. Alat dan bahan 7
Tabel 5. Rencana kegiatan 11
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Morfologi Udang vannamei 2


Gambar 2. PT. Central Pertiwi Bahari 7
Gambar 3. Tahapan kegiatan 9
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Udang Vaname merupakan spesies udang yang berkontribusi besar


terhadap produksi nasional. Udang ini banyak dibudidayakan karena memiliki
beberapa keunggulan yaitu lebih tahan terhadap serangan penyakit dan perubahan
lingkungan, dapat dipelihara dengan padat tebar yang tinggi, pertumbuhannya
lebih cepat, tahan terhadap stres, usia pemeliharaan relatif pendek dan kebutuhan
protein pakan tidak terlalu tinggi (Anam et al., 2016).

Salah satu faktor penentu keberhasilan produksi udang adalah tersedia


benih yang cukup secara terus menerus sepanjang tahun Pengembangan budidaya
udang vaname di tambak sangat bergantung pada benih hasil produksi (Afrianto
dan Muqsith,2014). Oleh sebab itu, benih udang harus tersedia dalam jumlah yang
cukup dan juga berkualitas baik, maka proses pemeliharaan harus memperhatikan
aspek internal yang meliputi asal dan kualitas benih dan juga faktor eksternal,
salah satu diantaranya adalah kualitas air.

Berdasarkan uraian tersebut, maka dibutuhkan pengamatan lebih


mendalam mengenai pembenihan udang Vaname Proses pengamatan ini bisa
dilakukan di PT. Central Pertiwi Bahari yang mana perusahaan ini bergerak
dibidang pemeliharaan post larva udang Vaname.

1.2. Tujuan

Tujuan dari Praktik Kerja Lapang ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pembenihan udang vaname (Litopenaeus vannamei ).


DI PT.Central Pertiwi Bahari Rembang, Jawa Tengah
2. Mengetahui sarana dan prasarana yang digunakan dalam proses
pembenihan udang Vanname (Litopenaeus vannamei).Di PT.Central
Pertiwi Bahari Rembang, Jawa Tengah
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Klasifikasi dan Morfologi
Dikutip dari Hartini (2019) klasifikasi udang vaname (Litopenaeus
vanname) adalah sebagai berikut :

Fillum : Arthropoda

Kelas : Malacostraca

Subkelas : Eumalacostraca

Ordo : Decapoda

Famili : penaeidae

Genus : Litopenaeus

Spesies : Litopenaeus vannamei

Gambar 1. Morfologi Udang vannamei


(sumber : Kompasiana.com)
Nama ilmiah udang vaname yang pertama kali diberikan oleh Boone pada
tahun 1931 adalah Penaeus vannamei. Namun Litopenaeus diusulkan oleh Isabel
Perez Farfante pada tahun 1997 untuk menggantikan nama genus Penaeus. Nama
lain udang vaname menurut FAO adalah whiteleg shrimp (Inggris), crevette pattes
blanches (Prancis), dan camaron patiblanco (Spanyol).

Tubuh udang vaname dibentuk oleh dua cabang (biramous), yaitu exopodite
dan endopodite. Udang vaname memiliki tubuh berbuku-buku dan aktivitas
berganti kulit luar atau eksoskeleton secara periodik (moulting). Tubuh udang
vaname dibagi menjadi dua bagian besar yakni bagian cephalothorax dan
abdomen.

Cephalothorax terdiri dari kepala dan dada, sedangkan bagian abdomen


terdiri dari perut dan ekor. Kepala udang vaname terdiri dari antenula, antena,
mandibula, dan dua pasang maxillae serta rostrum sebagai organ pertahanan diri.
Kepala udang vaname juga dilengkapi dengan tiga pasang maxillipied dan lima
pasang kaki jalan (periopoda) atau kaki sepuluh (decapoda).

Bentuk periopoda beruas-ruas yang berujung dibagian dactylus, dactylus


ada yang berbentuk capit (kaki ke-1, ke-2, dan ke-3) dan tanpa capit (kaki ke-4
dan ke-5). Diantara cova dan dactylus, terdapat ruang berturut-turut disebut basis,
ischium, merus, carpus,dan cropus. Pada bagian ischium terdapat duri yang bisa
digunakan untuk mengidentifikasi beberapa spesies penaeid dalam taksonomi.
Bagian perut atau abdomen terdiri dari enam ruas.

Ruas yang pertama sampai dengan ruas kelima masing-masing memiliki


sepasang anggota badan yang dinamakan pleopoda. Pleopoda berfungsi sebagai
alat untuk berenang oleh karena itu bentuknya pendek dan kedua ujungnya pipih
dan berbulu (setae) pada ruas yang keenam pleopoda berubah bentuk menjadi
pipih dan melebar yang dinamakan uropoda, pada ujung ruas keenam terdapat
ekor kipas empat lembar dan satu telson yang berbentuk runcing berfungsi
sebagai kemudi

2.2. Daerah penyebaran dan habitat

Habitat yang disukai udang vaname adalah dasar laut. Lebih lanjut
dijelaskan bahwa,induk udang vaname ditemukan di perairan lepas pantai dengan
kedalaman berkisar antara 70- 72 meter (235 kaki).Udang vaname (Litopenaeus
vannamei) yang dikenal dengan nama udang putih adalah spesies introduksi asal
dari perairan Amerika Tengah dan negara negara di Amerika Tengah dan Selatan
seperti Ekuador, Venezuela, Panama, Brasil yang belum lama dibudidayakan di
Indonesia.
2.3. Siklus Hidup Udang Vaname

Litopenaeus vannamei, juga dikenal sebagai udang putih Pasifik adalah


salah satu spesies yang paling penting secara ekonomi di antara hewan air yang
dibudidayakan. Ada lima tahap pertumbuhan dalam perkembangan udang
penaeid: telur, larva (nauplius, zoea dan mysis), post larva, juvenile dan dewasa
(Zheng et al, 2016). Perkembangan larva udang vaname pada setiap stadia mulai
dari stadia nauplius sampai stadia larva adalah sebagai berikut :

1. Stadia Nauplius

Stadia ini terbagi menjadi enam tingkatan dan berlangsung antara 35-50
jam.Pada stadia ini belum memerlukan makanan dari luar karena masih memiliki
cadangan makanan dari kuning telur. Dalam fase nauplius ini mengalami 6 kali
pergantian bentuk, dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Perkembangan larva udang vaname

Perkembangan larva udang Karakteristik


Nauplius I Badan berbentuk bulat telur dan
memiliki anggota badan tiga pasang
Nauplius II Pada ujung antena pertama terdapat
setai (rambut) yang satu Panjang dan
dua buah yang pendek
Nauplius III Dua buah furcel mulai tampak jelas
dengan masing masing tiga
hari(spine), tunas maxilliped mulai
tampak
Nauplius IV Massing masing furcel terdapat empat
buah duri exopoda
Nauplius V Struktur tonjolan pada tubuh pada
pangkal maxilla dan organ sudah
mulai tampak jelas
Nauplius VI Perkembangan bulu bulu semakin
sempurna dan duri pada furcel tumbuk
makin Panjang

2. Stadia Zoea

Pada stadia zoea, larva mulai diberi pakan karena pada fase ini larva
mulai nampak aktif mengambil makanan sendiri dari luar, terutama plankton. Fase
zoea berlangsung selama 3-4 hari, dimana larva tersebut sangat peka terhadap
perubahan lingkungan seluruh kebutuhan biologi dan persyaratan media hidupnya
harus selalu dijaga agar tidak terjadi perubahan yang drastis, sehingga dapat
menyebabkan stress atau kematian. Perkembangan larva udang vaname pada
stadia zoea dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Perkembangan larva udang vaname pada stadia zoea

Stadia Karakteristik
Zoea I Bentuk badan pipih, karapas dan mata mulai nampak,maxilla
pertama dan kedua mulai berfungsi, alat pencernaanmakanan
nampak jelas
Zoea II Mata mulai bertangkai dan pada karapas sudah terlihat rostrum
dan duri supraorbital yang bercabang
Zoea III
Sepasang uropoda yang bercabang dua
mulai berkembang duri pada ruas-ruas perut mulai tumbuh

Setelah stadia zoea selesai, maka stadia selanjutnya adalah stadia mysis
yang berlangsung selam 4-5 hari. Larva pada stadia mysis bersifat planktonis dan
mempunyai ciri-ciri khas yaitu cara bergeraknya mundur dan membengkokkan
badannya. Makanan yang disukai pada stadia ini adalah dari golongan
zooplankton seperti copepod dan rotifer. Pada stadia mysis mengalami 3 kali
perubahan yakni dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 3. Stadia mysis udang vaname

Stadia Karakteristik
Mysis I Bentuk badan sudah seperti udang muda
Mysis II Tunas kaki renang mulai nampak nyata, tetapi
belumberuas- ruas
Mysis III Tunas kaki renang bertambah panjang dan beruas- ruas

Bentuk paling akhir dan paling sempurna dari seluruh metamorfosa larva
udang adalah post larva. Pada fase ini larva tidak mengalami perubahan bentuk,
karena seluruh bagian anggota tubuh sudah lengkap dan sempurna seperti udang
dewasa, larva hanya mengalami perubahan panjang dan berat. Pada stadia PL
memiliki ciri-ciri yaitu telah mempunyai pleopoda yang berambut (setae) untuk
berenang. Post larva yang sudah mencapai post larva sepuluh (PL 10) dapat
dilepas ditambak untuk dipelihara.
BAB III METODOLOGI
3.1. Waktu dan tempat

Waktu pelaksanaa Praktik Kerja Lapangan I (PKL) terhitung dari tanggal


02 Mei 2023 Sampai dengan 30 Mei 2023 Pelaksanaan kegiatan PKL di Pt
Central Pertiwi Bahari, yang berlokasi di Jalan Desa Sumur Tawang, Sumbersari,
Kecamatan Kragan, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, 59273. PT. Central
Pertiwi Bahari Rembang bisa dilihat pada gambar 2.

Gambar 2. PT. Central Pertiwi Bahari


3.2. Alat dan bahan

Adapun alat dan bahan pada kegiatan pembenihan udang vaname antara
lain:

Tabel 4. Alat dan bahan


No Alat Spesifikasi Kegunaan
1 Bak Pemeliharaan Bak beton 6 x 4 x Untuk tempat pemeliharaan
1,5 m (36 m)
2 Bak kultur artemia 100 liter Kultur Artemia
3 Pompa Media 3 Pk Untuk mendistribusikan air
4 Diffuser 9 buah Menyuplai Oksigen
5 Timbangan digital 2 angka belakang Untuk menimbang larva pakan
koma udang
6 Termometer 1 angka belakang Untuk mengukur suhu
koma
7 pH Meter 1 angka belakang Untuk mengetahui asam
koma atau basa pada media
8 Refraktomete Untuk mengukur salinitas
9 Mikroskop Untuk mengamati penyakit

10 Tabung oksigen Untuk suplai oksigen

11 Penggaris Mm Mengukur panjang larva

3.3. Tahapan kegiatan

Tahapan kegiatan yang dilaksanakan di PT Central Pertiwi Bahari adalah


sebagai berikut :

1. Persiapan kolam pada kegiatan pembenihan udang vaname dilakukan dengan


cara sterilisasi wadah pemijahan dan pengisian air untuk media pembenihan.
2. Pemeliharaan larva setelah menetas biasanya dilakukan pemberian pakan
Pakan yang diberikan untuk Naupli adalah pakan buatan dan pakan alami.
Pemberian pakan alami berupa alga hijau (Tetraselmis sp.) dan alga diatom
(Thalaasiosira sp.)sebanyak 2 kali pemberian, yaitu pukul 08.00 dan 15.00,
mulai awal pemeliharaan sampai stadia PL 1. Pemberian artemia (Artemia
sp.) sebanyak 5 kali yaitu pukul 08.00, 11.00, 15.00, 20.00, 23.00. yang
diberikan dari stadia PL I sampai dengan periode panen. Pakan buatan
diberikan sesuai dengan stadia larva.
3. Pengelolaan kualitas dengan cara pergantian air dan penyiponan wadah
induk. Penyiponan dilakukan setiap hari pada pukul 07.00 dan pukul 19.30
untuk membuang sisa pakan dan metabolisme induk dan larva. Pergantian
air ditujukan agar kualitas air tetap dalam kondisi yang baik dan induk
tidak mengalami stres. Pergantian air dilakukan dengan cara membuka pintu
saluran outlet dan membuang air dari volume total kemudian mengisinya
kembali dengan air yang baru. Untuk memastikan kualitas air tetap terjaga,
selain dengan melihat secara visual kotoran pada bak pemeliharaan,
dilakukan pula pengukuran kualitas air seperti suhu, DO, pH, dan salinitas
4. Pemanenan benur dilakukan pada stadia PL 4 dan stadia PL 7-Syarat agar
benur bisa dipanen adalah lolos uji formalin stress test salinity stress test dan
bebas penyakit yang dibuktikan dengan hasil uji PCR, dan bebas dari
luminescent bacteria hasil uji PCR harus bebas dari Systemic Ectodermal
and Mesodermal Baculo Virus (SEMBV), Infectious Hypodermal and
Hematopoietic Necrosis (IHHNV),Taura Syndrome Virus (TSV), dan
Infectious Myonecrosis Virus (IMNV) yang biasa menyerang udang vaname.
Adapun tahapan kegiatan bisa dilihat pada gambar 3 dibawah ini.

Persiapan Pengelolaan Pemeliharaan


penebaran pemanenan
wadah kualitas larva

Gambar 3. Tahapan kegiatan

3.4. Metode perolehan data

Metode perolehan data yang di gunakan pada Praktik Kerja Lapang (PKL)
di PT. Central Pertiwi Bahari adalah dengan megunakan metode observasi dengan
mengunakan data primer dan sekunder.

3.4.1. Data primer


Data primer dalam Praktik Kerja Lapang 1 ini di dapatkan melaui:

1. Obsevasi yaitu mengadakan pengamatan langsung ke lapangan untuk


mengenal dan mengetahui kegiatan dan tahapan pembenihan yang ada di
lokasi.
2. Wawancara yaitu tanya jawab dengan pembimbing, staf dan pelaksana
lapangan sesuai dengan bidangnya masing-masing
3.4.2. Data sekunder
Data sekunder dalam Praktik Kerja Lapang ini didapatkan memalui studi
pustaka yaitu menelaah litelatur seperti laporan-laporan, jurnal dan pustaka
pemeliharaan indukan dari lembaga-lembaga penelitian maupun instansi-instansi
yang ada kaitanya dengan bidang tesebut.

3.5. Metode analisis data

3.5.1. Data populasi dan Panjang larva


Metode anisis data menurut azizah (2018) data populasi, panjang larva dan
survival rate yang diperoleh dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai
berikut :

a. Populasi

Populasi larva udang vaname dapat dihitung dengan rumus

Populasi = Jumlah total sampel larva × Volume air bak


Volume air sampel

b. Panjang Larva

Panjang rata-rata larva udang vaname dapat dihitung dengan rumus :

Panjang Rata – Rata : Jumlah panjang total


Jumlah sampel

3.5.2. Fertilitation Rate (FR)


Fertilititation Rate merupakan derajat pembuahan telur yang dibuahi.
Derajat Pembuahan telur dihitung berdasarkan rumus berikut (Hui et al, 2014).

𝐹𝑅 = Telur terbuahi 𝑥100%


Total telur

3.5.3. Survival Rate (SR)


Survival rate merupakan tingkat kelangsungan hidup, menggunakan
rumus (Effendi,1997 ) yaitu :

𝑆𝑅 = Jumlah Larva yang hidup 𝑥100%


Jumlah awal pemeliharaan

`BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Teknik Pemeliharaan Udang Vannamei ( Litopenaeus vannamei)

Kegiatan pokok dalam pemeliharaan udang vannamei adalah persiapan


lahan,penebaran,pengelolaan kualitas air,monitoring pertumbuhan ,manajemen
pakan,pengendalian hama dan penyakit,panen,dan pasca panen.

4.2 Persiapan alat dan bak

Persiapan alat di lakukan 2-3 hari sebelum stocking larva ( nauplii atau
post larva).Persiapan peralatan bak yang akan di stocking di mulai dengan selang
perendaman selang aerasi menggunakan larutan formalin 1000 ppm ( 100 ml per
100 liter air ),timah dan batu aerasi menggunakan larutan h 202 1000 ppm ( 10 ml
per 10 liter air), plastic penutup bak menggunakan lautan formalin 1000 ppm
( 200 ml per 200 liter air ),dan batang heater menggunakan larutan formalin 1250
ppm ( 250 ml per 200 liter air ). Persiapan bak dilakukan 2 hari sebelum stoking
larva yang dimulai dengan mencuci bak dengan detergen 10 gr/liter,dgosok
dengan scoring pad, lalu dibilas dan dikeringkan.setelah bak kering ,lalu dibaluri
dengan larutan iodine 1000 ppm,yang dicampur 10 ml povidone iodine 10 %
dengan 10 liter air ke seluruh permukaan bak . setelah siap,kemudian dilakukan
pemasangan alat aerasi.Menurut Sa’adah & Roziqin (2018),pencucian bak
berguna untuk membuang air sisa yang ada di dalam bak . pencucian dilakukan
dengan air bersih yang ditambah dengan deterjen.
4.3. Persiapan air

Air laut yang digunakan untuk pemeliharaan tidak langsung digunakan


tetapi diberi perlakuan terlebih dahulu dengan tujuan untuk menghasilkan kualitas
air yang baik dan bebas dari berbagai macam kotoran, bakteri,dan virus. Proses
perlakuan air laut meliputi :

1. Air laut dipompa berdasarkan pasang surut air laut. Air yang digunakan
di ambil menggunakan pipa besar dan Panjang + 300 meter.
2. Air kemudian dimasukan ke bak pengendapan dengan tujuan untuk
mengendapkan partikel – partikel padat sehingga kekeruhan air sedikit
berkurang. Air hasil pengendapan masih mengandung virus sehingga
masih perlu di lakukan penyaringan. Penyaringan dilakukan sebanyak 2x
yaitu penyaringan I dan penyaringan II.
3. Penyaringan I dilakukan menggunakan sand filter. Tujuan dari
penyaringan I adalah untuk memisahkan partikel – partikel kecil dari air
atau menjernihkan air. Air yang sudah melalui penyaringan I kemudian
dialirkan ke tandon I. Tandon I ini berfungsi sebagai tempat
penampungan sementara sebelum dialirkan ke penyaringan II.
Pemeliharaan menggunakan air laut harus difilter menggunakan sand
filter dan ultrafiltrasi serta disanittasikan dengan larutan chlorin 125
mg /L untuk menjamin kualitas air yang baik dan bebas dari partikel
berbahaya ( Sunaryo et al.,2018).
4. Penyaringan II dilakukan menggunakan 2 buah pressure filter.Pressure
filter berfungsi untuk menyaring kotoran yang masih lolos pada tahapan
penyaringan sebelumnya.setelah air melewati penyaringan II kemudian
air dialirkan untuk proses ozonisasi.proses ozonisasi bertujuan untuk
membunuh bibit – bibit penyakit yang ada di dalam air.setelah itu air
dialirkan ke bak tandon II,air diendapkan di tandon II selama 2 jam
kemudian di oksigenasi.Oksigenasi bertujuan untuk menghilangkan
residu ozon yang tertinggal dalam air.oksigenasi dilakukan dengan cara
membuka valve dan menyalakan pompa.kemudian air akan mengalir
melewati pressure filter dan dialirkan Kembali ke tandon II. Setelah
oksigenasi,air dibiarkan selama 24 jam dan dilakukan pengecekan
kandungan klorin serta bakteri untuk memastikan bahwa air siap
digunakan untuk pemeliharaan larva.
5. Pengisian air dilakukan 2 hari sebelum penebaran nauplii ( sore hari). Air
dari bak tandon II dipompa, dialirkan melalui pipa inlet dengan ujung
dipasang filter bag.volume pengisian air sampai 60-70 % dari kapasitas
bak.setelah terisi,kemudian aerasi dinyalakan hingga gelembung yang
dihasilkan rata. Aerasi dibuat kuat untuk mengantisipasi adanya
kandungan gas O3 yang masih terkandung dalam air sehingga dapat
ternetralisir.
6. Sterilisasi ulang dilakukan 2 hari sebelum penebaraan nauplii
menggunakan kaporit 90% sebanyak 3-5 ppm. Tujuan penebaran kaporit
ini adalah untuk membunuh bibit penyakit dalam air media. Setelah 12
jam pemberian kaporit ,kemudian diberi Na-thiosulfat 3-5 ppm untuk
menetralkan kandungan kaporit.keesokan harinya dilakukan cek residu
klorine dengan menggunakan chlorine test caranya dengan mengambil
sampel air 5 ml kemudian ditambahkan chlorine test sebanyak 4 tetes jika
sampel air tidak berubah warna menjadi kuning,maka dinetralkan
Kembali dengan Na – thiosulfat. Setelah netral,kemudian dimasukan vit
– C dengan dosis 1 ppm dan dilanjutkan dengan pemberian EDTA 20
ppm.

Gambar 4. Penampungan Air setelah Sterilisasi

4.4 Penebaran nauplii


Nauplii yang baru dating dimasukkan ke dalam tank rinsing selama 2 – 3
jam untuk penyesuaian suhu.Tank rinsing berbentuk kerucut kebawah.penebaran
nauplii pada bak pemeliharaan dilakukan pada sore hari.Stadia nauplii ( mulai saat
tebar sampai 3 hari) belum diberi pakan,karena dalam tubuhnya masih memiliki
persediaan makanan yaitu kantong kuning telur.
4.4.1 Monitoring kualitas air
1. Pengukuran suhu yang dilakukan pada pagi dan sore hari menggunakan
Thermometer yang diletakkan kedalam bak pemeliharaan. Suhu yang ideal
untuk pertumbuhan larva adalah 29 – 33 C semakin tinggi stadia larva
semakin banyak jumlah pakan yang harus diberikan,sehingga penumpukan
kotoran dan sisa pakan menjadi banyak. Ketika suhu tinggi dan kotoran
banyak dapat menyebatkan penaikan ammonia dan asam sulfide yang
dapat meracuni larva. Suhu dibawah 26 C dapat membuat larva tidak nafsu
makan,sehingga pertumbuhan terhambat, tidak aktif,dan kematian.
2. Pengukuran pH dilakukan pada pagi dan sore hari menggunakan pH
meter. pH yang ideal untuk bak pemeliharaan adalah 7,5 – 8,5. pH yang
rendah dapat menigkatkan kandungan asam dalam air karena banyaknya
amonia dan gas H2S dari sisa pakan dan kotoran,sehingga dapat
mengurangi nafsu makan pada larva.pH air yang rendah akan berakibat
pada kematian sedangkan pH air yang terlalu basa dapat menyebabkan laju
pertumbuhan udang terhambat.
3. Pengukuran salinitas dilakukan pada pagi hari saat pergantian air
menggunakan refraktometer.salinitas yang terdapat pada bak berkisar 22 –
33 ppt.Udang vannamei merupakan hewan air yang bersifat euryhalin
yaitu dapat hidup dalam lingkup yang luas yaitu pada salinitas 15 – 40
ppt.Udang vannamei dapat tumbuh baik atau optimal pada salinitas 15 –
25 ppt.salinitas dibawah 25 ppt dapat menyebabkan larva tidak nafsu
makan sehingga larva tidak mampu bergerak dan mati.pengukuran DO (
Dissolve oxygen ) dilakukan pada pagi dan sore hari dengan tujuan untuk
mengetahui kandungan oksigen pada bak pemeliharaan larva Nilai DO
minimal 4 PPM.

4.5 Pergantian air


Pergantian air bertujuan untuk memperbaiki kualitas air dan menurunkan
salinitas.penambahan air laut dan air tawar dilakukan pada stadia zoea -
2,sedangkan pengurangan air mulai dilakukan pada stadia mysis – 1.hal tersebut
dilakukan karena pada stadia mysis kualitas air menurun yang disebabkan oleh
banyaknya feses dan sisa pakan yang mengendap.penambahan plankton alami
atau algae dilakukan mulai stadia nauplii hingga PL -1,karena setelah memasuki
stadia PL pakan plankton alami diganti dengan artemia.pertambahan air mulai
dilakukan pada stadia mysis .hal itu dilakukan karena permukaan air telah banyak
mengandung gelembung yang diasumsikan bahwa air dalam kondisi jenih dan
telah terjadi banyak perombakan gas di dalam air.

Volume penambahan plankton ( algae) tergantung stadia,cuaca, dan


keadaan air pada bak pemeliharaan semakin tinggi stadia larva maka semakin
banyak air yang dibuang karena semakin banyak sisa pakan dan feses yang
mengendap.penambahan air tawar bertujuan untuk menurunkan salinitas air pada
bak pemeliharaan.

Tabel 5. Pergantian Air modul A

Penambahan air Algae


Stadi Vol air Laut Tawar Penguranga Chaet Thalla ( ton
a (ton) (ton) (ton ) n o ) Tetra ( ton )
N 28 0,5
Z1 28
Z1-2 29 0,5
Z2 29 1 0,5 0,5+1
Z3 33 2 0,5 1
M1 35 2 0,5 3 1,5+2
M2 35 3 1 5 1 1+3
M3 35 3 1 5 1 3+3
PL 1 35 4+2 1 7 1 2
PL 2 35 4+2 1 7 2
PL 3 35 4+2 1 7
PL 4 35 4 2 6
PL 5 35 8 2 5
PL 6 35 10 2 10

4.6 Monitoring pertumbuhan dan estimasi kepadatan larva


Pengamatan pertumbuhan larva dilakukan setiap hari dengan
menggunakan beaker glass.pengamatan dilakukan untuk mengetahui laju
pertumbuhan larva apakah terhambat atau tidak.

Tabel 6. Hasil Pengamatan Visual


No Stadia Lamawaktu Hasil pengamatan
perubahan
1 Nauplii 24 jam Gerakan memutar
2 Zoea 3-4 hari Gerakan berenang dan tubuh
banyak ditempeli kotoran
3 Mysis 3 hari Gerakan melayang keatas
kebawah dan badan bengkok

4 Post larva - Gerakan berenang dengan


bentuk yang sudah tampak
seperti udang dewasa

Gambar 5 Bak Pemeliharaan larva Udang Vannamei

selain pengamatan secara visual, pengamatan pertumbuhan larva juga


dilakukan secara mikroskopis. Pengamatan tersebut bertujuan untuk mengetahui
perkembangan larva dan mengetahui ada tidaknya penyakit yang disebabkan oleh
jamur atapun bakteri. Selain itu di Lab QC juga dilakukan pengecekan virus
menggunakan PCR dengan mengirimkan sampel larva ke cabang PT. CPB
Situbondo.

Tabel 6.1 Hasil Pengamatan Mikroskopis

No Stadia Spesifikasi Keterangan


1 Nauplii Larva baru menetas dan masih
memiliki kantung kuning telur.
2 Zoea – 1 Mata masih belum tampak

3 Zoea – 2 Kedua mata sudah memisah

4 Zoea – 3 Terdapat spine di segmen


terakhir tubuh

5 Mysis -1 Kaki masih berupa sembulan


( tampak samping dan atas)

6 Mysis -2 Kaki sudah terlihat satu


segmen
7 Mysis -3 Kaki lebih panjang dua segmen

8 PL Kaki lebih panjang,sudah


tumbuh setae ( tampak
samping dan atas ), dan
bergerak maju

Pendugaan populasi ini penting dilakukan secara berkala untuk


mengetahui kepadatan larva di dalam bak dan juga untuk mengetahui besarnya
kematian jika ada.Tahapan estimasi yaitu dengan mengambil sampel kedalaman
30 CM menggunakan beaker glass 500 ml , kemudian di tuang pada gayung, lalu
dihitung. Estimasi dilakukan pada 4 titik yang berbeda ,hasil perhitungan
kemudian dijumlah dan di rata – rata per 1000 ml lalu dikali dengan volume air
dalam bak.pengambilan sampel menggunakan beaker glass 1 liter,kemudian
dihitung berapa jumlah larva yang terbawa di dalamnya.

4.7 Manajemen Pakan


Pakan yang diberikan pada larva udang vannamei ada pakan alami dan
pakan buatan.pakan alami berupa algae dan artemia.Algae yang diguanakan
adalah Thallasiosira sp.,Chaetoceros sp.,dan Tetraselmis sp.pakan alami
mempunyai kandungan nutrisi yang tinggi terutama protein dan asam amino yang
tinggi.Thallasiosira sp. Adalah jenis fitoplankton yang direkomendasikan untuk
diberikan sebagai pakan alami karena mempunyai beberapa keunggulan yaitu
mengandung nilai nutrisi yang memenuhi syarat bagi pertumbuhan larva udang
vannamei.
Dosis pemberian algae pada setiap stadia berbeda – beda tergantung
tingkat stadia,cuaca dan keadaan media pemeliharaan yaitu hasil pengecekan di
Lab QC pada pagi dan siang hari.untuk kultur algae dimulai kultur dalam
Elenmeyer, botol dan galon. Setelah itu dilanjutkan kultur intermediet didalam
bak filber yang besar,lalu dilanjut ke kultur algae massal di dalam bak
beton,kemudian siap digunakan untuk pakan alami larva udang vannamei yang
disalurkan melalui pipa – pipa.
Artemia dikultur selama 24 jam di dalam coniciel tank.artemia
atau’brine shrimp’ adalah sejenis udang-udangan renik.artemia merupakan salah
satu pakan alami bagi larva udang yang banyak digunakan di hatchery benih
udang karena artemia banyak mengandung nutrisi terutama protein dan asam –
asam amino.pemberian pakan artemia dilakukan 4x dalam sehari yaitu jam 9
pagi,3 siang,9 malam,dan 3 pagi.Dosis pemberian pakan artemia adalah 2,5 Kg
per juta ekor larva.pada PL 1 hingga PL 10 adalah 4 – 5 kali sehari.

Pakan buatan berupa pakan bubuk yang di beli dari pabrik berupa
spirulina,skreting,lanzy,CAR, dan CD yang diberikan sesuai stadia larva dengan
dosis yang telah ditentukan.
DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, S., & Muqsith, A. 2014. Production Management Nauplius Vannamei


Shrimp (Litopenaeus vannamei) Seedling Installation in Shrimp Fisheries
Center Bight Brackish-Water Aquaculture Gelung, Situbondo, East Java.
Samakia : Jurnal Ilmu Perikanan, 5(2), 53–64.
Anam et al., 2016. Manajemen Produksi Naupli Udang Vaname (Litopenaeus
vannamei) di Instalasi Pembenihan Udang (IPU) Gelung Balai Perikanan
Budidaya Air Payau (BPBAP) Situbondo Jawa Timur. Jurnal Ilmu
Perikanan. Volume 7, No 2. ISSN:2086- 3861. E-ISSN:2503-2283
Azizah, N. 2018. Teknik Pemeliharaan Larva Udang Vaname (Litopenaeus
vannamei) di PT. Central Pertiwi Bahari Takalar Sulawesi Selatan. Tugas
Akhir. Jurusan Budidaya Perikanan Politeknik Pertanian Negeri Pangkajene
Kepulauan Pangkep.
Cinthya, C., Sururi, M.R., Ainun, S. 2019. Efektivitas Proses Ozonisasi Studi
Kasus: IPA dan Miniplant Dago Pakar. Jurnal Institut Teknologi Nasional.
©Teknik Lingkungan Itenas No.2 Volume 7.
Hui. Et.al. 2014. “Joint Effect of Temperature, Salinity and PH on the Percentage
Fertilization and Hatching of Nile Tilapia (Oreochromis Niloticus).”
Aquaculture Research 45.
Zheng, Y. , Yu M., Liu Y., Su Y., Xu T., Yu M., Zhang, X.H. 2016.
Comparisonof Cultivable Bacterial Communities Associated with Pacific
White Shrimp(Litopenaeus Vannamei) Larvae at Different Health Statuses
and Growth 17Stages. College of Marine Life Sciences, Ocean University
of China, Qingdao 266003, China. Aquaculture 451 (2016) 163169.

Anda mungkin juga menyukai