Anda di halaman 1dari 51

PKP Pangandaran

Politeknik Kelautan dan Perikanan Pangandaran

PEMBENIHAN IKAN KAKAP PUTIH (Lates calcarifer) DI BALAI


BESAR PERIKANAN BUDIDAYA LAUT, LAMPUNG

Laporan Praktik Kerja Lapang IV

Agus Tiawati
NIT.18.3.08.001

Dosen Pembimbing:
Wahyu Puji Astiyani, S.Pi., M.Sc
Ega Aditya Prama, S.Pi., M.Si

PROGRAM STUDI BUDIDAYA IKAN


POLITEKNIK KELAUTAN DAN PERIKANAN PANGANDARAN
2021

1
PKP Pangandaran
Politeknik Kelautan dan Perikanan Pangandaran

PEMBENIHAN IKAN KAKAP PUTIH (Lates calcarifer) DI BALAI


BESAR PERIKANAN BUDIDAYA LAUT, LAMPUNG

Laporan Praktik Kerja Lapang IV

Agus Tiawati
NIT.18.3.08.001

Dosen Pembimbing:
Wahyu Puji Astiyani, S.Pi., M.Sc
Ega Aditya Prama, S.Pi., M.Si

PROGRAM STUDI BUDIDAYA IKAN


POLITEKNIK KELAUTAN DAN PERIKANAN PANGANDARAN
2021

2
PKP Pangandaran
Politeknik Kelautan dan Perikanan Pangandaran

PEMBENIHAN IKAN KAKAP PUTIH (Lates calcarifer) DI BALAI


BESAR PERIKANAN BUDIDAYA LAUT, LAMPUNG

Laporan Praktik Kerja Lapang IV


Sebagai salah satu syarat mengikuti perkuliahan di Program Studi Budidaya Ikan

Agus Tiawati
NIT.18.3.08.001

Dosen Pembimbing:
Wahyu Puji Astiyani, S.Pi., M.Sc
Ega Aditya Prama, S.Pi., M.Si

PROGRAM STUDI PENGOLAHAN BUDIDAYA IKAN


POLITEKNIK KELAUTAN DAN PERIKANAN PANGANDARAN
2021

3
LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Teknik Pembenihan Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer) Di Balai Besar
Perikanan Budidaya Laut, Lampung
Nama : AGUS TIAWATI
NIT : 18.3.08.001

Disetujui oleh,

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Wahyu Puji Astiyani, S.Pi., M.Sc Ega Aditya Prama S,Pi.,M.Si


NIP. 19920215 201902 2 002 NIP. 19880508 201902 1 004

Diketahui oleh,
Ketua Prodi Budidaya Ikan

Ega Aditya Pramana, S.Pi., M.Si


NIP 19880508 201902 1 004

Tanggal Seminar :

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Alloh SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktek
Kerja Lapang IV yang berjudul”Teknik Pembenihan Ikan Kakap Putih (Lates
Calcarifer) Di Balai Besar Perikanan Budidaya Laut, Lampung” sebagai salah satu
syarat untuk mendapatkan nilai pada mata kuliah kerja lapang. Dalam hal ini
penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Ibu Wahyu Puji Astiyani, S.Pi., M.Sc., selaku dosen pembimbing I.


2. Bapak Ega Aditya prama, S.Pi., M.Si., sebagai Ketua Prodi Budidaya Ikan
sekaligus dosen pembimbing II.
3. Bapak Budi Winarno dan Bapak Ruswanto, selaku Pembimbing Lapangan di
Divisi Kakap
4. Orangtua yang selalu mendoakan, memotivasi, membimbing dan mendukung
penulis ketika melaksanakan PKL.
5. Bang Andika, bang Yokis, bang Tomo, bang Afif, selaku Teknisi di Divisi
Kakap
6. Nurhayati Nupus, selaku rekan seperjuangan selama PKL di Balai Besar
Perikanan Laut Lampung.
7. Aswarini Syam Adam, selaku rekan yang selalu memotivasi dan mendukung
penulis selama melaksanakan PKL.
8. Semua pihak yang telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga penulis
dapat menyelesaikan Laporan Praktik Kerja Lapang (PKL) IV ini.
Demikian yang dapat penulis sampaikan dan mohon maaf apabila dalam
penulisan laporan, terdapat banyak kekurangan, maka kritik dan saran dari Anda
sangat penulis butuhkan. Semoga laporan praktek kerja lapang ini dapat
bermanfaat.

Lampung, Januari 2021

Agus Tiawati
NIT.18.3.08.001

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
DAFTAR TABEL iv
DAFTAR GAMBAR v
DAFTAR LAMPIRAN vi
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2
2.1 Biologi Kakap Putih (Lates calcarifer) 2
2.1.1 Klasifikasi Kakap Putih 2
2.1.2 Morfologi Kakap Putih 2
2.2 Habitat dan Penyebaran 3
2.3 Reproduksi 4
2.4 Makan dan Kebiasaan Makan 4
2.5 Teknik Pembenihan Ikan ikan kakap putih 4
2.5.1 Pemeliharaan Induk 4
2.5.2 Seleksi Induk 5
2.5.3 Pemijahan 5
2.5.4 Penetasan Telur 6
2.5.5 Pemeliharaan Larva 6
2.5.6 Pemberian Pakan 7
2.5.7 Kualitas Air 7
BAB III METODOLOGI 9
3.1 Tempat dan Waktu 9
3.2 Alat dan Bahan 9
3.3 Metode Pelaksanaan 9
3.3.1 Data Primer 9
3.3.2 Data Sekunder 10

iii
3.4 Analisa Data 10
3.4.1 Analisa Deskriptif 10
3.4.2 Analisa Kuantitatif 10
3.5 Tahapan Kegiatan 12
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 13
4.4 Pemeliharaan Induk 13
4.1.1 Persiapan Wadah Pemeliharaan Induk 13
4.1.2 Seleksi Induk 13
4.1.3 Pemeliharaan Induk 15
4.1.4 Pemberian Pakan dan Multivitamin 15
4.2 Pemijahan 16
4.2.1 Pemanenan telur 17
4.2.2 Penghitungan Telur 18
4.2.3 Penetasan Telur 18
4.3 Pemeliharaan Larva 19
4.3.1 Persiapan Wadah Pemeliharaan Larva 19
4.3.2 Penebaran Larva 20
4.3.3 Pemberian Pakan 21
4.3.4 Pengelolaan Kualitas Air 23
4.3.5 Pencegahan Hama Dan Penyakit 25
4.3.6 Pemanenan dan Pengepakan 25
4.4 Analisa Usaha 27
4.4.1 Biaya Investasi 27
4.4.2 Biaya Tetap 27
4.4.3 Biaya Variabel 27
4.4.4 Total Biaya Produksi (TC) 28
4.4.5 Total Penerimaan (TR) 28
4.4.6 Keuntungan (Analisis Laba/Rugi) 28
4.4.7 Perimbangan Penerimaan (R/C Rasio) 28
4.4.8 Payback Period (PP) 29
4.4.9 Harga Pokok Produksi (HPP) 29
4.4.10 Break Even Point (BEP) 29

iv
BAB V KESIMPULAN 30
5.1 KESIMPULAN 30
5.2 SARAN 30
DAFTAR PUSTAKA 31
DAFTAR LAMPIRAN 33

v
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Alat dan bahan untuk pembenihan ikan kakap putih 9


Tabel 2. Ciri-Ciri Ikan Kakap Putih Jantan Dan Betina 14
Tabel 3. Jenis Pakan Dan Waktu Pemberian Pakan Larva 21
Tabel 4. Data kualitas air pemeliharaan larva ikan kakap putih 24

vi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Ikan kakap putih 2


Gambar 2. Morfologi ikan kakap putih 3
Gambar 3. Diagram Alur Tahapan Kegiatan 12
Gambar 4. Persiapan Wadah Pemeliharaan Induk 13
Gambar 5. Pengecekan Kematangan Gonad Betina, Striping Untuk Jantan 14
Gambar 6. Pakan Induk 15
Gambar 7. Pemberian Multivitamin 16
Gambar 8. egg collector 17
Gambar 9. Pemanenan Telur Ikan Kakap Putih 17
Gambar 10. Perhitungan Telur 18
Gambar 11. Bak Penetasan 19
Gambar 12. Persiapan wadah pemeliharaan larva 20
Gambar 13. Penebaran larva 20
Gambar 14. Pakan Alami Rotifer 22
Gambar 15. Pakan alami Live Instant Artemia 23
Gambar 16. Pemberian Pakan Pellet Pada Larva Ikan Kakap Putih 23
Gambar 17. (a) penutup bak atau cover. (b) filter bag. (c). foot bath 25
Gambar 18. Pemanenan Larva Ikan Kakap Putih 26
Gambar 19. Proses Perhitungan, Pengepakan, dan Pengangkutan 27

vii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Biaya Investasi Kegiatan Pembenihan Ikan Kakap Putih 33


Lampiran 2. Biaya Tetap Kegiatan Pembenihan Ikan Kakap Putih 34
Lampiran 3. . Biaya Variabel Kegiatan Pembenihan Ikan Kakap Putih 34
Lampiran 4. Perhitungan jumlah telur dan FR% 35
Lampiran 5. Perhitungan Tingkat Penetasan Telur (HR%) 35
Lampiran 6. Analisa Usaha 35
Lampiran 7. Foto Kegiatan Praktik Kerja Lapang 37

vi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia memiliki laut yang sangat luas dengan perairan yang sangat bagus
untuk di jadikan tempat usaha budidaya ikan, salah satu ikan yang bagus di
budidaya yaitu ikan kakap putih. Ikan kakap putih merupakan komoditas perikanan
yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dan banyak diminati oleh masyarakat. Ikan
ini juga sebagai salah satu komoditas ekspor.
Produksi ikan kakap putih sebagian besar masih di hasilkan dari penangkapan
laut dan hanya beberapa saja diantaranya yang telah dihasilkan dari hasil budidaya.
Permintaan ikan kakap putih baik kebutuhan dalam negeri maupun ekspor
cenderung mengalami kenaikan. Untuk menjaga keseimbangan permintaan pasar
serta ukuran yang dapat mengikuti permintaan pasar maka upaya memproduksi
melalui budidaya merupakan pilihan yang tepat.
Menurut Jaya et al. (2013), budidaya ikan kakap putih telah menjadi suatu
usaha yang bersifat komersial (dalam budidaya) untuk dikembangkan, karena
pertumbuhan yang relatif cepat, mudah dipelihara dan mempunyai toleransi yang
tinggi terhadap perubahan lingkungan sehingga menjadikan ikan Kakap Putih
cocok untuk usaha budidaya skala kecil maupun besar.
Berdasarkan uraian diatas bahwa potensi pengembangan budidaya ikan
kakap putih sangat bagus, sebab nilai jualnya yang cukup tinggi. Oleh sebab itu
penulis ingin mendalami pengetahuan tentang pembenihan ikan kakap putih.
praktek kerja lapangan di Balai Besar Perikanan Budidaya Laut (BBPBL) lampung,
untuk mengetahui secara langsung teknik pembenihan ikan kakap putih, sehingga
kegiatan pembenihan ini bisa dijadikan usaha yang sangat menguntungkan.
1.2 Tujuan PKL
Adapun tujuan di lakukan Praktik Kerja Lapangan di Balai Besar Perikanan
Budidaya Laut, Lampung yaitu:
1. Memperoleh keterampilan pembenihan ikan kakap putih
2. Mengetahui teknik pembenihan ikan kakap putih yang di terapkan di Balai
Besar Perikanan Budidaya Laut Lampung mulai dari teknik pemeliharaan
induk, teknik pemeliharaan larva.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biologi Kakap Putih (Lates calcarifer)


2.1.1 Klasifikasi Kakap Putih
Putri (2018) menyatakan ikan kakap putih diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Sub Filum : Vebrata
Kelas : Pisces
Ordo : Percomorphi
Famili : Centropomidae
Genus : Lates
Spesies : Lates calcarifer
Gambar ikan kakap putih, dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Ikan kakap putih


Sumber: Cahyani (2019).

2.1.2 Morfologi Kakap Putih


Ikan kakap putih memiliki ciri - ciri morfologis yaitu badan memanjang.
gepeng, kepala lancip dengan bagian atas cekung, cembung di depan sirip
punggung dan batang sirip ekor lebar. Memiliki mulut lebar, gigi halus, dan bagian
bagian bawah preoperculum berduri kuat. Operculum memiliki duri kecil, cuping
bergerigi diatas pangkal gurat sisi (linea lateralis). Pada sirip punggung 11 jari - jari
lunak, (Putri, 2018). Sirip dada pendek dan membulat, serta pada sirip punggung
dan sirip dubur terdapat lapisan bersisik, berjari - jari keras 7-9 dan 10 Sirip dubur
berbentuk bulat, berjari keras 3 dan berjari lemah 7 - 8. Sirip ekor berbentuk bulat,

2
serta bertipe sisir besar. Pada ikan kakap putih dewasa bagian atas tubuh memiliki
warna kehijauan atau keabu-abuan dan pada bagian bawah berwarna keperakan.
Pada tubuh ikan kakap putih memiliki dua tingkatan warna yaitu kecoklatan
dengan bagian sisik dan perut berwarna keperakan untuk ikan yang habitatnya di
laut, dan pada ikan yang habitat nya di lingkungan tawar berwarna coklat keemasan
(Agustine, 2018). Berikut adalah gambar dari morfologi ikan kakap putih terdapat
pada gambar 2.

Gambar 2. Morfologi ikan kakap putih

2.2 Habitat dan Penyebaran


Ikan kakap putih bersifat euryhaline atau mampu hidup pada kisaran salinitas
yang cukup luas antara 0-35 ppt. ikan ini merupakan salah satu ikan katadromus.
Ikan dewasa di temukan di muara sungai atau danau yang bersalinitas berkisar
antara 30-32 ppt dan kedalaman berkisar antara 10-15 meter untuk pematangan
gonad dan melakukan pemijahan (Rayes et al. 2013). Pemijahan terjadi pada akhir
musim panas dan pemijahan terjadi pada musim penghujan. Pemijahan pada musim
hujan karena salinitas dan suhu merupakan factor penting yang mempengaruhi
siklus pemijahan.
Penyebaran ikan kakap putih meliputi perairan tropis dan sub tropis seperti
India, Birma, Srilanka, Bangladesh, Malaysia, Indonesia, China, Taiwan, Papua
New Guinea, Australia. Penyebaran ikan kakap putih di Indonesia merata hampir
seluruh perairannya, terutama yang mempunyai muara sungai besar (Irmawati et al.
2020).

3
2.3 Reproduksi
Sistem reproduksi ikan kakap putih (Lates calcarifer) termasuk dalam
golongan ikan katadromus dengan sifat reproduksi hermmaprodit dimana gonad
menghasilkan spermatozoa dan ovum (Ridho, 2016). Sehingga cukup sulit untuk
membedakan antara jantan dan betina ikan Kakap Putih kecuali saat musim
pemijahan. Sistem reproduksi ikan kakap putih adalah hermaprodit protandri yaitu
mengalami perubahan kelamin dari jantan menjadi betina. Pada awal reproduksi
ikan kakap putih berjenis kelamin jantan, kemudian pada umur lebih dari 4-5 tahun
berganti jenis kelamin menjadi betina. Akan tetapi, tidak semua induk betina
berasal dari induk jantan dewasa yang mengalami perubahan (Kordi, 2011).
Pada saat musim pemijahan induk ikan kakap jantan dan betina sangat
mudah di kenali, ikan kakap putih jantan akan terlihat lebih kecil dan badannya
langsing di bandingkan dengan ikan kakap putih betina. Ikan kakap putih jantan
dapat diketahui dengan melakukan striping (pengurutan), jika yang keluar adalah
sperma maka ikan kakap tersebut adalah jantan dan jika yang keluar adalah telur
maka ikan kakap tersebut adalah betina.
2.4 Makan dan Kebiasaan Makan
Ikan kakap tergolong karnivora yang memakan berbagai jenis ikan yang
berukuran lebih kecil dari badannya seperti, plankton, udang, ikan kecil, dan
lainnya. Selain itu ikan kakap masuk kedalam predator atau pemangsa. Ikan kakap
dewasa akan berdiam diri untuk menunggu mangsannya, sedangkan ikan kakap
kecil aktif bergerak untuk mencari mangsannya. Ikan kakap memiliki kebiasaan
makan setiap saat, kekurangan pada pakan dapat menyebabkan kanibalisme (Yakin,
2018). Ikan kakap putih juga dapat di berikan pakan buatan seperti pellet. Pellet
yang di berikan harus mempunyai kandungan protein yang tinggi (Kordi, 2011).
2.5 Teknik Pembenihan Ikan ikan kakap putih (Lates calcarifer)
2.5.1 Pemeliharaan Induk
Pemeliharaan induk kakap putih bertujuan untuk mendapatkan induk kakap
yang matang gonad dan siap dipijahkan untuk menghasilkan telur. Keberhasilan
dalam menghasilkan telur yang berkualitas sangat dipengaruhi oleh kualitas dan
kuantitas induk yang tersedia. Penggelolaan kualitas air dan pemberian pakan
adalah faktor penting yang harus di perhatikan dalam pemeliharaan induk.

4
SNI (2005) menerangkan bahwa wadah yang disarankan untuk pemeliharaan
induk adalah yang berbentuk bulat bervolume 50 m3 dengan kedalaman 2,5 - 3,5
m. Mayunar dan Abdul (2002) menyatakan bahwa pemeliharaan induk
menggunakan sistem air mengalir dengan pergantian air sebanyak 150-200%
perhari, dan pembersihan bak dilakukan setiap hari. Induk kakap putih diberi pakan
ikan segar seperti ikan kurnian (Upeneus moluccensis) dan cumi – cumi (Lolige sp).
Dengan frekuensinya sebanyak satu kali sehari secara adlibitum pada pagi hari
pukul 08.00 – 11.00 WIB. Biomasa pakan yang diberikan sebanyak 3% dari berat
tubuh.

2.5.2 Seleksi Induk


Calon-calon induk harus diseleksi terlebih dahulu. Induk yang di pilih
sebaiknya adalah induk yang tidak cacat, sisiknya utuh, tanpa luka pada badan dan
sirip. Induk terlebih dahulu di tangkap menggunakan serokan kemudian induk di
masukkan satu persatu ke dalam wadah yang berkapasitas 100 liter yang di isi air
laut dan di beri obat bius seperti polietilen glikol monofenil eter atau minyak
cengkeh sebanyak 1 sendok (10-15 ppm) atau ekstrak biji karet 1-10 ppm atau
pembius lainya (Kordi K,2008). Kemudian jenis kelamin induk tersebut diperiksa.
Menurut Mayunar dan Abdul (2002). Perbedaan jantan dan betina dapat
dilihat dengan cara kanulasi untuk induk betina dan stripping untuk induk jantan.
Kanulasi yaitu pengambilan sampel telur dari dalam ovarium menggunakan selang
kanula berdiameter 1-2 mm.
2.5.3 Pemijahan
Pemijahan ikan kakap putih dapat di lakukan dengan 2 metode, yaitu
pemijahan dengan ransangan hormonal (induce spawning) dan dengan manipulasi
lingkungan.
1. Ransangan Hormonal
Pemijahan dengan ransangan hormon dilakukan dengan menggunakan
hormone Human Chorionic Gonadotropin (HCG) dan puberogen yang di lakukan
melalui penyuntikan. Penyuntikan di lakukan secara intramascular di bawah sirip
punggung sebanyak 1-2 kali dengan menggunakan HCG dan puberogen dengan
dosis masing-masing 250-500 IU dan 50-75 IU/ kg bobot induk. Pemijahan
berlangsung pada malam hari (Kordi K,2008).

5
2. Manipulasi Lingkungan
Pemijahan ini dilakukan dengan cara memanipulasi lingkungan dalam bak
pemeliharaan induk, agar seolah-olah kondisinya mirip di alam. Perlakuan yang
dilakukan adalah dengan penurunan dan penaikan kedalaman air yang berakibat
pula pada perubahan suhu dan kadar garam. Pemijahan dilakukan dengan mengikuti
siklus peredaran bulan yang bisa terjadi dua kali dalam sebulan yaitu pada bulan
gelap dan bulan purnama. Perubahan ini akan meransang terjadinya pemijahan.
Pemijahan berlangsung pada malam hari antara pukul 19.00-20.00 WIB.
Manipulasi lingkungan untuk meransang pemijahan dilakukan dengan cara :
• Menurunkan tinggi air dan menambahkan secara tiba-tiba untuk memberi
ransangan pasang surut sesuai siklus bulan.
• Menurunkan suhu air tiba-tiba agar seolah-olah ikan mengalami migrasi.
• Mengubah salinitas air bak agar seolah-olah ikan mengalami migrasi.

2.5.4 Penetasan Telur


Telur ikan kakap putih hasil pemijahan di seleksi terlebih dahulu. Telur
yang dibuahi dan yang berkualitas baik akan mengapung di permukaan air,
permukaanya licin, transparan bagian dalam sedikit, berongga dengan diameter
0,69-0,80 mm. Telur akan menetas dalam waktu 17-18 jam (Surmantadinata K.
2003).

2.5.5 Pemeliharaan Larva


Pemeliharaan larva merupakan kegiatan utama pada usaha perbenihan
kakap putih dalam menghasilkan benih. Pengelolaan dalam pemeliharaan larva
meliputi persiapan bak, pemberian pakan hidup maupun pakan buatan, dan
pengelolaan kualitas air media pemeliharaan.
SNI (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan dan kelansungan hidup ikan
kakap putih sangat di pengaruhi oleh umur, ukuran, tempat pemeliharaan,
lingkungan, pakan dan padat penebaran. Bak yang digunakan untuk pemeliharaan
larva adalah bak beton atau bak fiberglass yang sebelumnya dicuci dan direndam
dengan kaporit 25-100 ppm. Lama perendaman minimal 12 jam (Mayunar dan
Abdul, 2002). Larva di tebar ke dalam bak pemeliharaan dengan kepadatan tertentu

6
tergantung dari umur larva. Pemindahan larva dari bak penetasan telur ke bak
pemeliharaan larva dilakukan saat larva sudah berumur 1 hari. Penebaran di
lakukan dengan menggunakan gayung kemudian ditebar kedalam bak pemeliharaan
secara perlahan-lahan sampai dengan selesai, setelah ditebar dimasukkan pakan
alami berupa fitoplankton (Nannochloropsis sp.) sebagai pakan tambahan untuk
larva yang masih berumur muda.

2.5.6 Pemberian Pakan


Pada awal tahap pendederan, benih kakap putih yang berumur 32 hari diberi
pakan pellet love larva nomor 2 dengan frekuensi pemberian pakan 3 kali sehari
secara adllibitum atau sampai kenyang. Hal ini sesuai dengan pendapat Anindiastuti
(2002) yang menyatakan bahwa pemberian pakan merupakan kunci keberhasilan
dalam kegiatan pendederan karena benih akan makan terus menerus pagi dan sore
hari. Seiring bertambahnya umur dan ukuran ikan, maka pakan yang diberikan
ukurannya juga semakin besar. Selama pemeliharaan, pemberian pakan biasanya di
tempat ikan mengumpul. Apabila ikan mulai lapar, ikan kakap putih akan naik ke
permukaan air sehingga mempermudah dalam pemberian pakan.

2.5.7 Kualitas Air


Salinitas air optimal yang digunakan untuk pemeliharaann larva adalah 29-
33 ppt dengan suhu antara 27-31°C. Menurut Soetomo (1997) kisaran pH yang baik
untuk pertumbuhan benih ikan kakap putih adalah 7,8-8,5. Untuk pH diatas 9,5
akan dapat mengganggu pertumbuhan larva dan untuk pH dibawah 4 dapat
menyebabkan kematian pada larva yang di pelihara. Jika pH dibawah 4 maka air
menjadi sangat asam dan akan menyebabkan proses osmoregulasi pada ikan
menjadi terganggu, sedangkan pH diaras 9,5 akan menyebabkan
katidakseimbangan pada tubuh ikan. Nilai DO untuk budidaya air laut sebaiknya
berada diatas 5 mg/L.
Pada umumnya DO harus berada pada kisaran 5 ppm atau lebih dan tidak
boleh kurang dari 4 ppm untuk pelagis atau 3 ppm untuk demersal yang
dibudidayakan di KJA. Ikan kakap putih membutuhkan kualitas air yang baik untuk
berkembangbiak secara cepat. Faktor kualitas air dapat dipengaruhi oleh kondisi

7
tempat pemeliharaan tersebut seperti ketinggian air, ada tidaknya pathogen.
Kualitas air yang optimu, untuk budidaya ikan kakap putih yaitu suhu antara 27-
31°C, salinitas 10-35 ppt, pH kisaran 7-8,5, DO >4 mg/L, kandungan nitrit < I
mg/L, dan amoniak < 0,1 mg/L.

8
BAB III
METODOLOGI

3.1 Tempat dan Waktu


Kegiatan Praktek Kerja Lapang IV dilakukan pada tanggal 27 November
2020 s/d 20 Januari 2021 di Balai Besar Perikanan Budidaya Laut, Lampung.

3.2 Alat dan Bahan


Berikut adalah alat dan bahan yang digunakan untuk pembenihan ikan
kakap putih, dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Alat dan bahan untuk pembenihan ikan kakap putih
Alat Bahan
Bak fiber Induk ikan kakap putih
Bak pemijahan Ikan rucah
Bak penetasan Air laut
Ember Kaporit
Baskom Air Tawar
Gayung Pakan alami (Nannochloropsis sp. dan Rotifer)
Alat sipon Multivitamin
Selang dan batu aerasi Artemia
Penggaris Pakan komersil
Selang kanula
Seser spuit
Scoop net
Screen net
Sikat panjang
Alat grading
egg collector

3.3 Metode Pelaksanaan


Metode pelaksanaan yang digunakan dalam praktik kerja lapang IV ini
adalah sebagai berikut:
3.3.1 Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber ditempat
PKL. Dalam PKL yang termasuk data primer adalah hasil pengamatan selama
praktek, hasil dari wawancara dan partisipasi dengan narasumber (divisi kakap).
Data yang diambil dilapangan meliputi cara seleksi induk, cara pemijahan induk,
jumlah telur yang dihasilkan, SR, dan pemasarannya.

9
3.3.2 Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari unit usaha dan sumber data
terkait lainnya, serta dari bahan kepustakaan maupun literatur lainnya. Data yang
diambil dilapangan meliputi lokasi unit usaha, sejarah unit usaha, dan struktur
organisasi.

3.4 Analisa Data


3.4.1 Analisa Deskriptif
Analisa deskriptif yaitu metode yang bertujuan untuk memecahkan masalah
yang timbul dengan cara menggambarkan dari hasil pengamatan praktik ke dalam
bentuk tulisan yang disesuaikan atau mengacu kepada studi pustaka (Saifullah,
2014).
3.4.2 Analisa Kuantitatif
Analisa kuantitatif yaitu menganalisa data yang akan diperoleh
menggunakan rumus dan akan disajikan dalam bentuk angka. Data yang akan
dihitung menggunakan rumus meliputi:
1. FR (Fertilization Rate)
Persentase pembuahan dihitung dengan cara mebandingkan telur yang
terbuahi dengan jumlah total telur kemudian dinyatakan dalam persen. Menurut
Mukti et al., (2009) perhitungan sebagai berikut:
Jumlah telur yang dibuahi
FR (%) = x 100%
Jumlah total telur

2. HR (Hatching Rate)
Persentase penetasan telur ikan nila dapat dihitung menggunakan rumus
Hatching Rate (HR). Menurut Effendie (2002), rumus perhitungan Hatching Rate
(HR) yaitu sebagai berikut:
Jumlah telur yang menetas
HR (%) = x 100%
Jumlah telur terbuahi
3. Biaya Investasi
Biaya investasi merupakan biaya yang dikeluarkan apabila menjalankan suatu
usaha yaitu pada tahun pertama usaha, dimana jumlahnya relative besar dan tidak
dapat dihabiskan dalam satu kali periode produksi (Khotimah, dkk 2014).

10
4. Break Even Point (BEP)
Perhitungan Break Even Point BEP digunakan untuk mencari titik impas
suatu produksi, dikatakan impas jika suatu usaha mencapai titik tidak untung dan
tidak rugi. BEP harga dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut.
𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑇𝑒𝑡𝑎𝑝
BEP = 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑉𝑎𝑟𝑖𝑎𝑏𝑒𝑙
𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑗𝑢𝑎𝑙−
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖

Sedangkan untuk perhitungan BEP (Break Even Point) Rupiah untuk


mengetahui batas nilai prosuksi atau volume produksi suatu usaha mencapai titik
impas dimana suatu usaha tidak untung dan tidak rugi. Di dengan rumus sebagai
berikut:

𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑇𝑒𝑡𝑎𝑝
BEP Rupiah = 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑉𝑎𝑟𝑖𝑎𝑏𝑒𝑙
1−
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑒𝑛𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎𝑎𝑛

5. Harga Pokok Produksi (HPP)


Harga pokok produksi atau HPP adalah seluruh biaya langsung maupun tidak
langsung yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk proses produksi sehingga barang
atau jasa tersebut dapat dijual. Dihitung dengan rumus sebagai berikut.

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑠𝑖


HPP =
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖

6. R/C Ratio
R/C Ratio dicari untuk mengetahui kelayakan suatu usaha dalam 1 tahun.
Dikatakan layak apabila hasil perhitungan R/C rationya >1 dan semakin tinggi nilai
yang dihasilkan maka keuntungan yang didapatkan akan semakin tinggi juga
Perhitungan dengan Rumus sebagai berikut :

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑒𝑛𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎𝑎𝑛
R/C Rasio =
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖

11
7. Payback period (PP)
Perhitungan Payback period (PP) Perhitungan ini dilakukan dengan cara
penghitungan jumlah nilai investasi yang dihitung dalam rupiah dan dibagi dengan
hasil pendapatan per tahun lalu dikali dengan 1 tahun.

𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝐼𝑛𝑣𝑒𝑠𝑡𝑎𝑠𝑖
Payback Period = 𝑥 1 𝑇𝑎ℎ𝑢𝑛
𝐾𝑒𝑢𝑛𝑡𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛

3.5 Tahapan Kegiatan


Tahapan kegiatan yang dilakukan pada proses pembenihan ikan kakap putih
(Lates calcarifer) di Balai Besar Perikanan Budidaya Laut, Lampung dapat di lihat
pada Gambar 3.

Pemeliharaan Persiapan
Seleksi induk Pemijahan
induk kolam larva

Pemeliharaan
Pemasaran Pemanenan
larva

Gambar 3. Diagram Alur Tahapan Kegiatan

12
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pemeliharaan Induk


4.1.1 Persiapan Wadah Pemeliharaan Induk
Pemeliharaan induk membutuhkan wadah yang bersih dari penyakit. Wadah
yang digunakan untuk pemeliharaan induk adalah bak fiber yang memiliki ukuran
diameter 3,6 m, tinggi bak 1,5 m, dan kapasitas 15 m3 yang di lengkapi dengan
saluran outlet dan inlet. Persiapan wadah di lakukan dengan membersihkan bak
pemeliharaan dari lumut yang menempel di dinding dan dasar bak. Pembersihan ini
di lakukan dengan cara disikat menggunakan sikat. Setelah itu bak disiram dengan
kaporit dengan dosis kaporit yang di berikan yaitu sebanyak 80 mg/l (SNI
6145.3:2014). Selanjutnya dinding wadah dibilas dengan menggunakan air hingga
bersih. Untuk menghilangkan residu kaporit, bak di keringkan selama 24 jam.
Pembersihan bak secara rutin dilakukan selama 2 minggu sekali. Persiapan bak
wadah induk bisa dilihat pada gambar 4.

Gambar 4. Persiapan Wadah Pemeliharaan Induk


4.1.2 Seleksi Induk
Seleksi induk dilakukan untuk mencari induk jantan dan induk betina yang
telah matang gonad dan siap memijah. Induk ikan kakap putih yang digunakan
dalam pemijahan adalah induk yang sehat, tidak cacat, dan tidak memiliki luka pada
tubuh dan sisiknya (Kordi, 2008). Induk yang baik untuk dipijahkan yaitu induk
betina yang memiliki umur 3-4 tahun dengan bobot minimal 3 kg sedangkan induk
jantan 2-3 tahun dengan bobot minimal 1,5 kg (SNI6145.3:2014). Seleksi induk
dilakukkan pada wadah penampungan sementara yang berdiameter 150 cm dengan

13
tinngi 50 cm, kemudian wadah diisi air sebanyak 2/4 dari total wadah. Untuk
mempermudah proses seleksi induk, dilakukan pemberian minyak cengkeh pada air
dengan dosis 3-5 ppm. Menurut Kordi (2008), wadah seleksi dengan kapasitas 100L
air laut diberi obat bius seperti polietilen glikol monofenil eter atau minyak cengkeh
sebanyak 1 sendok (10-15 ppm) atau pembius lainnya.
Pengecekan tingkat kematangan kelamin ikan betina dilakukan dengan
pengambilan telur dari bagian tengah ovarium menggunakan selang kateter dari
bahan polythylene (Gambar 5a). Sampling dilakukan dengan cara memasukkan
selang kateter berdiameter 1,2 mm kedalam saluran telur (oviduct) dari ikan betina
dengan kedalaman 6–7 cm melalui lubang kelamin. Sedangkan untuk mengetahui
kematangan gonad pada induk jantan dilakukan dengan pengurutan (stripping) pada
bagian bawah perut (Gambar 5b).

a b

Gambar 5. (a) Pengecekan Kematangan Gonad Betina, (b) Striping Untuk Jantan

Adapun ciri-ciri yang menunjukan perbedaan morfologi ikan kakap putih


jantan dan betina dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Ciri-Ciri Ikan Kakap Putih Jantan Dan Betina


Jantan Betina
Bentuk moncong sedikit melengkung Bentuk moncong lebih lurus
Bentuk tubuh lebih ramping Bentuk tubuh lebih gemuk
Bobot lebih ringan pada ukuran yang sama Bobot lebih berat pada ukuran yang sama
Perut lebih ramping Perut lebih gemuk

14
4.1.3 Pemeliharaan Induk
Induk kakap putih (Lates calcarifer) di pelihara pada bak fiber berbentuk
bulat, induk ikan kakap putih berasal dari hasil budidaya, jumlah induk yang berada
pada bak pemeliharaan berjumlah 16 ekor yaitu 8 ekor jantan dan 8 ekor betina.
Induk dipelihara dalam wadah yang telah disiapkan sebelum dilakukan pemijahan.
Kegiatan pemeliharaan induk meliputi pemberian pakan dan pemberian suplemen
pakan berupa multivitamin, pengelolaan kualitas air, pencegahan hama dan
penyakit.

4.1.4 Pemberian Pakan dan Multivitamin


Pemberian pakan adalah salah satu kegiatan yang dilakukan dalam
pemeliharaan induk. Kualitas pakan ikan yang baik sangan penting untuk
diperhatikan karena berpengaruh terhadap perkembangan kematangan gonad dan
kualitas telur yang di hasilkan oleh induk (Sudjiharno, 2004). Pakan yang
digunakan dalam pemeliharaan induk ikan kakap putih berupa pakan segar yaitu
ikan rucah. Induk ikan kakap putih diberi makan satu kali sehari. Pemberian pakan
dilakukan secara ad libitum yaitu pemberian pakan sampai ikan kenyang atau
sampai nafsu makan ikan bekurang. Cara pemberian pakan yaitu dengan
membersihkan terlebih dahulu isi perut ikan serta membuang insang ikan. Selain
itu pakan buatan berupa pellet juga diberikan, keunggulan pemberian pakan buatan
yaitu tidak tergantung dengan musim, dapat diproduksi setiap hari, serta bentuk
pellet dapat disesuaikan dengan bukaan mulut ikan (Jaya et., al, 2013). Pemberian
pakan dilakukan sampai induk ikan kenyang (ad libitum). Pemberian pakan
dilakukan pada pagi hari yaitu sekitar pukul 07.30 wib. Pakan yang diberikan untuk
pemeliharaan induk dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Pakan Induk

15
Pada pemeliharaan induk dalam Pemberian pakan juga diberikan
multivitamin pada induk ikan kakap putih, yang dilakukan sebanyak satu kali dalam
satu minggu. Multivitamin yang diberikan berupa Biovit yang diisi pada kapsul
obat, pemberian multivitamin dilakukan dengan cara memasukkan vitamin yang
berbentuk kapsul kedalam daging ikan rucah. Dosis pemberian multivitamin yang
diberikan sama dengan pada saat pemberian pakan. Fungsi dari pemberian vitamin
adalah untuk meningkatkan daya tahan tubuh ikan dan mempercepat kematangan
gonad ikan. Pemberian multivitamin dapat dilihat pada gambar 7.

Gambar 7. Pemberian multivitamin


4.2 Pemijahan
Proses pemijahan pada induk ikan kakap putih berlangsung secara alami dan
dilakukkan secara masa. Metode perangsangan yang dilakukan yaitu dengan
manipulasi lingkungan. Manipulasi lingkungan bertujuan untuk merangsang
kematangan gonad, manipulasi lingkungan dilakukan dengan cara air pada wadah
pemeliharaan diturunkan atau di surutkan. Penurunan air dilakukkan pada pagi hari
pukul 08.30 WIB hingga ketinggian air 35-40 cm. penurunan air ini dilakukan
dengan tujuan sinar matahari dapat masuk secara langsung hingga ke dasar
perairan, sinar matahari diharapkan dapat membantu terjadinya peningkatan suhu
sekitar 2-3% yaitu 30-320 C. Wadah pemeliharaan induk kembali ditambahkan air
laut baru pada siang hari pukul 14.00 WIB dengan tujuan memanipulasi keadaan
pasang naik dan suhu air diharapkan akan turun menjadi 27-280 C. Suhu merupakan
salah satu parameter lingkungan yang berpengaruh besar pada proses reproduksi.
Pada proses pemijahan berlangsung, suasana disekita pemeliharaan diupayakan
dalam keadaan sunyi dan gelap. Induk ikan kakap putih memijah pada malam hari

16
sekitar pukul 18.00-22.00 WIB. Sex rasio pada pemijahan alami induk ikan kakap
putih yaitu 1:2. Induk yang telah memijah akan menghasilkan telur, telur yang
dihasilkan kemudian akan mengapung diatas permukaan air pada wadah
pemeliharaan dan akan terbawa arus menuju penampungan telur atau egg collector
yang telah disediakan. egg collector dapat dilihat pada gambar 8.

Gambar 8. egg collector

4.2.1 Pemanenan telur


Telur yang dihasilkan dari proses pemijahan antara induk ikan kakap putih
jantan dan betina akan ditampung didalam egg collector yang telah disediakan, telur
kemudian dipanen pada pagi hari pukul 07.30 WIB. Telur dipanen dengan cara
dipindahkan dari dalam egg collector menggunakan alat scoop net dan dimasukkan
kedalam ember. Selanjutkan telur di masukkan kedalam wadah penetasan telur.
Pemanenan telur dapat dilihat pada gambar 9.

Gambar 9. Pemanenan Telur Ikan Kakap Putih

17
4.2.2 Penghitungan Telur
Penghitungan telur dilakukan setelah telur dibersihkan dan diletakan pada
wadah pengingkubasian. Telur dihitung menggunakan screen net dan pada saat
pengambilan telur dipastikan aerasi terpasang agar telur tidak menggumpal. Telur
yang terdapat didalam wadah inkubasi kemudian di sampling untuk mengetahui
jumlah total telur yang dihasilkkan oleh induk ikan kakap putih. Sampling telur di
lakukan dengan cara mengambil lima titik sebanyak masing masing 10 ml
menggunakan wadah sampel atau beakerglas pada wadah inkubasi telur, kemudian
masing masing di hitung secara manual diatas alat screen net.

Perbedaan lainnya telur yang dibuahi akan terlihat bening sedangkan telur
yang tidak dibuahi akan terlihat putih susu. Telur yang tidak terbuahi akan
mengendap pada bagian dasar wadah dan disifon. Penyifonan dilakukan dengan
cara mematikkan aerasi dan didiamkan selama 15 menit. Sampling dilakukan
sebanyak 5 kali, jumlah total telur yang didapatkan sebanyak 1.420.000 butir dan
ditebar pada 1 kolam sebanyak 100.000 butir dengan fertilization rate (FR) sebesar
75% (lampiran 4). Berikut gambar perhitungan telur dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Perhitungan Telur

4.2.3 Penetasan Telur


Penetasan dengan sistem pengaerasian, telur diletakan di dalam aquarium
yang berukuran 60cmx40cmx40cm dan bervolume 100 liter, setelah telur di panen
dan dihitung. Selama penetasan aerasi terus diberikan dakam wadah. Telur ikan
kakap putih akan menetas dalam waktu 17-18 jam. Telur yang terbuahi dan
berkualitas baik akan mengapung di permukaan air, permukaannya licin,
transparan, bagian dalam sedikit berongga dengan diameter 0,69-0,80 mm

18
(Melianawati et al., 2005). setelah telur menetas, di lakukan perhitungan jumlah
telur ikan kakap putih untuk mengetahui tingkat penetasan telur (hatching rate) dan
jumlah larva yang di hasilkan. Tingkat penetasan telur (hatching rate) ikan kakap
putih di dapatkan 73% (lampiran 5), telur yang menetas dapat dikatakan sebagai
larva. Bak penetasan dapat dilihat pada gambar 11.

Gambar 11. Bak Penetasan

4.3 Pemeliharaan Larva

larva ikan kakap putih (lates calcarifer) yang baru menetas selanjutnya
dipelihara dalam bak pemeliharaan larva. Larva ikan kakap putih dihitung terlebih
dahulu untuk mengtahui jumlah larva yang akan dipelihara dalam wadah
pemeliharaan. Larva ikan kakap putih ditebar sebanyak 100.000 ekor. Kegiatan
pemeliharaan larva ikan kakap putih meliputi, persiapan wadah pemeliharaan,
penebaran larva, pemberian pakan, penggelolaan kualitas air, dan kultur artemia

4.3.1 Persiapan Wadah Pemeliharaan Larva

Kegiatan pemeliharaan larva diawali dengan bersiapan wadah. Wadah yang


digunakan yaitu bak beton berukuran 4m x 2m x 1,25m dengan kapasitas 10.000
liter. Sebelum digunakan bak dibersihkan terlebih dahulu dengan menggunakan
kaporit sebanyak 20 mg/L. Cara pembersihannya, bak disiram kaporit dengan dosis
20 mg/L, kemudian didiamkan selama 24 jam (SNI 6145.3:2014). Setelah
didiamkan selama 24 jam Kemudian sikat bagian dinding dan dasar wadah
menggunakan sikat kawat sampai bersih. Setelah itu bilas dengan air dan diamkan
selama 1-2 jam agar bau kaporit hilang. Wadah yang telah bersih, kemudian diisi
air dengan volume 80% dari kapasitas wadah. Wadah diisi air laut dengan cara

19
membuka saluran inlet yang terdapat pada bak pemeliharaan larva. Persiapan
wadah pemeliharaan larva dapat dilihat pada gambar 12.

Gambar 12. Persiapan wadah pemeliharaan larva

4.3.2 Penebaran Larva


Penebaran Larva dilakukan setelah telur menetas yaitu pada siang hari pukul
13.30 - 14.00 WIB. Larva dipindahkan dari wadah penetasan telur ke wadah
pemeliharaan larva dengan cara di serok menggunakan alat bantu gayung,
kemudian dimasukkan kedalam ember berkapasitas 10 liter. Larva kemudian
ditebar di bak secara perlahan dan sangat hati-hati. Larva ditebar dengan dilakukan
aklimatisasi terlebih dahulu selama 3-5 menit. Tujuan aklimatisasi yaitu untuk
menimalisir terjadinya stres pada larva. Setelah 15-20 menit larva ditebar, padat
tebar larva yaitu 10-15 ekor/L atau 100.000 ekor/m3. Sisa larva yang tidak ditebar
di bak akan ditebar ke laut sebagai restocking. Penebaran larva dapat dilihat pada
gambar 13.

Gambar 13. Penebaran larva

20
4.3.3 Pemberian Pakan
Pemberian pakan merupakan kegiatan yang sangat penting diperhatikan
untuk menunjang kelangsungan hidup larva. Pada pemeliharaan larva ini
merupakan fase kritis dalam kegiatan pembenihan dalam fase kritis Ini akan sering
terjadi kematian massal jika pemberian pakan tidak diperhatikan dengan baik
(Helmi KH 2012). Larva kakap putih memiliki cadangan makanan dalam tubuh
berupa egg yolk dan akan habis setelah larva berumur dua hari (D2). Larva diberi
pakan alami pada saat umur dua hari (D2) karena cadangan makanan berupa eeg
yolk telah habis. Pakan alami yang digunakan pada pemeliharaan larva yaitu
fitoplankton berupa Nannochloropsis SP. dan zooplankton berupa Rotifer
(branchionus sp.). serta Artemia sp. Pakan alami tersebut diberikan untuk
menghindari kekurangan asupan makanan yang di perlukan bagi larva ikan kakap
putih. Berikut adalah jenis pakan dan waktu pemberian pakan larva ikan kakap
putih selama 30 hari dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Jenis Pakan Dan Waktu Pemberian Pakan Larva Ikan Kakap Putih

Hari Jenis Pakan Dosis Keterangan


D1-D2 Egg yolk - -

D3-D15 Nannochloropsis sp. dan Rotifer 5-10 ind/ml Ad satitation

D16-D25 Artemia 5-10 ind/ml Ad satitation

D14-D22 Pellet (love larva 1) 4-5% Ad libiitum

D18 -D23 Pellet (love larva 2) 4-5% Ad libiitum

D20-D30 Pellet (love larva 1) 4-5% Ad libiitum

Pada D1-D2 larva ikan kakap putih belum di beri pakan, hal ini karena larva
ikan kakap putih yang baru menetas masih memiliki cadangan makanan sendiri
yaitu berupa kuning telur, pakan tambahan diberikan pada larva ikan kakap putih
umur D3-D15 pakan yang di berikan berupa Nanochloropsis sp. dan Rotifer
(Branchionus sp.). Cara pemberian Nanocholoropsis sp. yaitu dengan cara
membuka stop kran pada saluran inlet yang dimulai sejak larva berumur D3-D15.

21
Pemberian Rotifer (Brachionus sp.) dilakukan dengan cara pemanenan
terlebih dahulu pada bak Rotifer yang terletak di divisi pakan alami. Pemanenan
dilakukan pada pagi hari pukul 7.30-08.00 WIB. Rotifer yang telah dipanen
dimasukkan ke dalam ember kapasitas 10 liter dan diberikan pada larva dengan
menggunakan gayung dan disebar merata ke bak. Rotifer diberikan pada bak larva
saat berumur D3-D15. Pakan alami Rotifer dapat dilihat pada gambar 14.

Gambar 14. Pakan Alami Rotifer

Larva ikan kakap putih yang berumur D16-D25 pemberian pakan dialihkan
dari Rotifer ke Artemia. Hal ini disebabkan karena bukaan mulut larva ikan kakap
putih yang telah sesuai untuk memakan naupli artemia. Selain itu kandungan gizi
dari naupli artemia yang tinggi menjadi salah satu faktor penting untuk
mempercepat pertumbuhan larva ikan kakap putih menuju fase benih. Jenis Artemia
yang digunakan pada divisi kakap yaitu Live Instant Artemia. Live Instant Artemia
merupakan naupli artemia yang dipingsankan, keunggulan menggunakan Live
Instant Artemia yaitu ukuran yang seragam, mudah dalam penggunaannya, bebas
vibrio dan kontaminasi, dan tidak perlu khawatir dengan jumlah penetasannya.
Penggunaan Live Instant Artemia ini sangat praktis yaitu dengan cara mengaktifkan
kembali Artemia sp. wadah yang digunakan untuk mengaktifkan kembali yaitu
ember, wadah tersebut dibersihkan terlebih dahulu dengan dibilas menggunakan air
laut, masukan Live Instant Artemia kemudian diisi air dan di beri aerasi yang kuat.
Diamkan selama 15-20 menit kemudian Live Instant Artemia akan aktif dan hidup
kembali. Live Instant Artemia yang telah aktif diberikan kepada larva dengan cara
disebar secara merata pada wadah menggunakan gayung. Pada umur larva D16-
D25 tubuh larva telah terlihat menghitam dan berukuran lebih besar daripada
ukuran sebelumnya. Pakan alami Live Instant Artemia dapat dilihat pada gambar
15.

22
Gambar 15. Pakan alami Live Instant Artemia
Pakan buatan berupa pelet diberikan saat larva ikan berumur 14 hari.
Kandungan gizi pada pelet buatan yang lengkap akan membuat pertumbuhan larva
ikan kakap putih menjadi cepat dan sesuai dengan target yang telah ditentukan.
Pemberian pelet dilakukan dengan sedikit demi sedikit di tempat lava sering
berkumpul. Pemberian pakan buatan membutuhkan waktu pengadaptasian dari
pakan alami yang diberikan sebelumnya. Hal ini karena larva tidak akan langsung
merespon, maka diberi pakan artemia kemudian diberi juga pakan buatan love larva
1. Pemberian pakan love larva 1 dimulai sejak Larva berumur D14-D22 selanjutnya
pengadaptasian dari love larva 1 ke love larva 2 berumur D18 -D23, dan larva D20-
D30 diberi love larva 3. Pemberian pakan pellet pada larva ikan kakap putih dapat
di lihat pada gambar 16.

Gambar 16. Pemberian Pakan Pellet Pada Larva Ikan Kakap Putih

4.3.4 Pengelolaan Kualitas Air


Pengelolaan kualitas air pada wadah pemeliharaan larva dilakukan dengan
cara pemberian aerasi pada wadah pemeliharaan. Pemberian aerasi dilakukan untuk
mensuplai oksigen terlarut ke media pemeliharaan, wadah pemeliharaan juga
ditutup dengan menggunakan terpal plastik transparan Tujuannya adalah untuk
menstabilkan suhu air. Wadah pemeliharaan dilengkapi dengan sistem air mengalir
sehingga air terus mengalir dan berganti dengan perlahan. pemberian

23
Nannochloropsis sp. juga membantu air agar tetap stabil dan sebagai pelindung dari
cahaya matahari secara langsung.
Pergantian air mulai dilakukkan pada saat larva berumur berumur D8-D10
dilakukkan sebanyak 10-15%, larva berumur D11-D15 sebanyak 15-20%,
kemudian pergantian air terus meningkat saat larva berumur D16-D20 sebanyak
30-80%, dan D20-D30 sebanyak 40-50%. Larva yang berumur D1-D7 tidak
dilakukkan pergantian air karena dikhawatirkan ukuran larva yang sangat kecil
dapat dengan mudah mengalami stress, terbawa arus air, bahkan dapat terbuang.
Penyifonan dilakukkan sejak larva berumur D15 yaitu sebanyak 3-4 kali dalam
seminggu. Penyifonan bertujuan agar kotoran di dasar bak seperti endapan feses,
plankton yang mati, serta sisa sisa pakan dapat dibersihkan sehingga membantu
dalam menjaga kualitas air pemeliharaan. Berikut adalah data kualitas air
pemeliharaan larva ikan kakap putih pada Tabel 4.

Tabel 4. Data kualitas air pemeliharaan larva ikan kakap putih


No. Parameter Satuan Bak pemeliharaan larva Standar baku mutu

1. pH - 7,86 7-8,5

2. DO Mg/l 5,16 >4

o
3. Suhu C 31,2 28-32

4. Salinitas Ppt 32 30-34

Sumber: SNI 06-6989.11-2004

Kualitas air ini telah memenuhi baku mutu air yang baik bagi pemeliharaan
larva ikan kakap putih. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sutrisno et.al (1999)
salinitas air optimal yang digunakan untuk pemeliharaan larva adalah 29 -33 PPT
dengan temperatur suhu antara 27-32 C. Sedangkan menurut Soetomo (1997),
mengenai kisaran pH yang baik pertumbuhan benih ikan kakap putih adalah 7,8-
8,5, untuk PH di atas 9,5 akan mengganggu pertumbuhan larva dan untuk pH
dibawah 4 atau diatas 11 dapat menyebabkan kematian bagi larva yang dipelihara.

24
4.3.5 Pencegahan Hama Dan Penyakit
Pencegahan hama dan penyakit yang dilakukan untuk menjaga
kelangsungan hidup dan meningkatkan produksi ikan kakap putih. Penyakit mudah
menyerang larva jika dalam kondisi stress. Stres biasanya diakibatkan oleh kondisi
lingkungan yang memburuk dan ditunjang oleh keberadaan patogen. Penyakit yang
menyerang dapat disebabkan oleh bakteri, parasit, dan jamur. Pencegahan hama
yang dilakukan pada pemeliharaan larva ikan kakap putih yaitu pemasangan
penutup bak atau cover yang terbuat dari plastik dan juga pemasangan filter bag.
Hal ini bertujuan agar serangga-serangga dan kotoran tidak masuk ke dalam bak
pemeliharaan yang akan mengganggu larva. Pencegahan untuk serangan penyakit
dilakukan dengan cara menerapkan biosecurity berupa penggunaan foot bath, bahan
sterilisasi yang digunakan pada foot bath yaitu air tawar yang dilakukan pergantian
setiap hari. Foot bath terletak di depan pintu masuk hatchery. Pencegahan hama
dan penyakit dapat dilihat pada gambar 17.

(a) (b) (c)


Gambar 17. (a) penutup bak atau cover. (b) filter bag. (c). foot bath

4.3.6 Pemanenan dan Pengepakan


Kegiatan pemanenan larva dapat dilakukan ketika larva mencapai ukuran
benih yaitu berumur D30 atau telah mencapai ukuran 1,0- 1,5 cm/ekor. Pemanenan
dilakukan pada pagi hari dengan menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
Tahap pertama yaitu air didalam wadah pemeliharaan disurutkan hingga ketinggian
mencapai 30-35 cm. Kolektor dipasang di bak pemanenan dengan posisi saluran
outlet panen berada dalam kolektor. Saluran outlet pada bak pemeliharaan untuk
panen total dibuka, kemudian benih akan keluar menuju kolektor, benih yang

25
tertampung pada kolektor di serok menggunakan baskom kemudian dipindahkan
ke tempat yang telah disediakan. Selanjutnya dilakukan perhitungan larva. Proses
pemanenan dilakukan secara hati-hati, cepat, dan cermat. Peralatan panen yang
digunakan sebelumnya telah melalui proses sterilisasi, hal ini dilakukan untuk
menimalisir tingkat stres yang akan terjadi pada saat proses panen dan menimalisir
patogen yang diduga akan menempel pada peralatan. Benih yang telah dipanen
selanjutnya dilakukan proses perhitungan benih. Gambar pemanenan larva dapat
dilihat pada gambar 18.

Gambar 18. Pemanenan Larva Ikan Kakap Putih


Setelah larva berumur 30 hari didapatkan jumlah benih yang dihasilkan
adalah sebanyak 85.000 ekor sehingga didapatkan bahwa tingkat kelangsungan
hidupnya adalah 85%. Proses pemanenan selesai benih ikan kakap putih kemudian
dimasukkan ke dalam kantong plastik untuk dikemas dan dilakukan pengepakan.
Perbandingan air dengan oksigen adalah 1: 3 Tujuannya adalah untuk menyediakan
oksigen terlarut yang cukup ke dalam media air selama pengangkutan. Pengisian
oksigen dilakukan dengan menggunakan tabung oksigen yang telah berisi cadangan
oksigen. Dalam satu wadah kantong plastik diisi sebanyak 5000 ekor dan diikat
dengan karet gelang sebanyak 7 rangkap kemudian ikat segera kantong plastik agar
oksigen yang dimasukkan tidak keluar. Setelah proses pengepakan selesai benih
yang telah dikemas akan dilakukan proses packing. Packing dilakukan dengan
sistem tertutup, maksudnya benih ikan kakap putih yang telah dikemas dimasukkan
kedalam sterofom yang telah diisi dengan es batu. Kantung plastik dimasukkan ke
dalam sterofom, lalu ditutup dengan rapat menggunakan plester pada bagian atas

26
penutup sampai dengan bagian bawah sterofom, setelah selesai naikkan sterofom
yang telah berisi benih ke atas mobil pick up kemudian ikat dengan tali sampai kuat
setelah itu sterofom ditutup dengan terpal untuk menjaga suhu tetap stabil untuk
lebih jelasnya di bawah ini dapat dilihat pada gambar proses perhitungan,
pengepakan dan pengangkutan benih ikan kakap putih pada gambar 19.

(a) (b) (c)

Gambar 19. (a) Proses Perhitungan, (b) Pengepakan, (c) Pengangkutan Benih Ikan
Kakap Putih

4.4 Analisa Usaha


4.4.1 Biaya Investasi
Biaya investasi yaitu modal awal yang harus dikeluarkan untuk usaha
pembenihan ikan kakap putih, biaya investasi ini mencangkup barang-barang yang
lebih dari satu tahun penggunaannya. Biaya investasi yang dikeluarkan dalam usaha
pembenihan ikan kakap putih di Balai Besar Perikanan Budidaya Laut, Lampung
mencapai Rp.396.000.000. Adapun rincian biaya investasi untuk usaha pembenihan
ikan kakap putih dapat dilihat pada lampiran 1.

4.4.2 Biaya Tetap


Biaya tetap merupakan biaya yang dikeluarkan pada usaha budidaya baik
adanya produksi ataupun tidak ada. Biaya tetap yang dikeluarkan oleh BBPBL
Lampung dalam usaha budidaya ikan kakap putih (Lates calcarifer) yaitu Rp.
83.758.500. Biaya tetap untuk kegiatan pembenihan ikan kakap putih dapat di lihat
pada lampiran 2.
4.4.3 Biaya Variabel
Biaya variable adalah biaya yang berubah pengeluarannya dalam
setiap siklus. Biaya variabel yang dikeluarkan untuk pembenihan ikan kakap putih

27
di BBPBL Lampung adalah sebesar Rp. 32.867.220. Biaya variabel untuk kegiatan
pembenihan ikan kakap putih dapat di lihat pada lampiran 3.

4.4.4 Total Biaya Produksi (TC)


Biaya total merupakan jumlah biaya tetap dan biaya variabel yang di
keluarkan dalam satu tahun produksi ikan kakap putih. Total biaya produksi yang
di keluarkan oleh BBPBL Lampung yaitu Rp.116.515.720. Dapat dilihat pada
lampiran 6.

4.4.5 Total Penerimaan (TR)


Total penerimaan merupakan penerimaan hasil yang diperoleh dalam satu
tahun kegiatan produksi budidaya. Dalam satu tahun kegiatan budidaya
pembenihan ikan kakap putih memiliki 6 siklus. Jumlah larva yang di tebar 100.000
ekor dengan SR (Survival Rate) 85% dengan size panen 1cm/ekor, dengan harga
jual Rp.300/cm. Total penerimaan (TR) yang diperoleh dari hasil penjualan ikan
kakap putih selama satu tahun yaitu Rp.153.000.000. Dapat dilihat pada lampiran
6.

4.4.6 Keuntungan (Analisis Laba/Rugi)


Analisis laba/rugi merupakan suatu kegiatan menganalisis keuntungan
ataupun kerugian yang diperoleh dalam usaha budidaya, sehingga dapat diketahui
besarnya tingkat keuntungan /kerugian pada periode tersebut. Suatu kegiatan
budidaya dikatakan berhasil apabila memperoleh keuntungan. Keuntungan
diperoleh dari selisih antara total penerimaan dengan total biaya produksi
(Sumardika, 2013). Keuntungan yang diperoleh oleh BBPBL Lampung pada
kegiatan pembenihan ikan kakap putih dalam 1 tahun dengan 6 siklus yaitu
Rp.36.484.280. Dapat dilihat pada lampiran 6.

4.4.7 Perimbangan Penerimaan (R/C Rasio)


R/C rasio merupakan salah satu parameter aspek usaha yang digunakan
untuk mengetahui nilai perbandingan antara total penerimaan dan total biaya
produksi. Suatu usaha dikatakan layak atau untung apabila memiliki nilai R/C rasio
>1, jika R/C rasio =1 maka usaha tersebut mengalami titik impas, dan jika R/C rasio

28
<1 maka suatu usaha tersebut mengalami kerugian. Berdasarkan perhitungan R/C
rasio dari usaha kegiatan pembenihan ikan kakap putih di BBPBL Lampung dapat
disimpulkan kegiatan usaha budidaya yang di lakukkan berada dalam katagori
layak. Hal ini didasari karena memiliki nilai 1,3 yang berarti setiap Rp. 1 yang di
keluarkan untuk biaya produksi akan menghasilkan penerimaan sebesar. Rp.0,3.
Dapat dilihat pada lampiran 6.

4.4.8 Payback Period (PP)


Payback Period digunakan sebagai parameter analisis usaha untuk
menentukan waktu yang digunakan dalam mengembalikan biaya investasi yang
telah dikeluarkan untuk kegiatan usaha budidaya. Payback Period yang diperoleh
berdasarkan hasil perhitungan, agar modal yang telah dikeluarkan pada kegiatan
produksi pembenihan ikan kakap putih dapat kembali dalam jangka waktu yaitu 1,8
Tahun. Dapat dilihat pada lampiran 6.

4.4.9 Harga Pokok Produksi (HPP)


Harga produksi (HPP) dihitung untuk megetahui nilai jual suatu barang.
HPP diperoleh dari perbandingan total biaya produksi dengan total jumlah
produksi. HPP yang dperoleh dari output pembenihan ikan kakap putih ukuran 1
cm yaitu 228/ekor. Dapat dilihat pada lampiran 6.

4.4.10 Break Even Point (BEP)


Break Even Point (BEP) merupakan parameter analisis usaha yang
digunakan untuk menentukan titik dimana biaya yang dikeluarkan dan biaya
penerimaan memperoleh nilai yang sama sehingga memperoleh titik impas atau
tidak terjadi kerugian maupun keuntungan. BEP dibagi menjadi dua yaitu BEP
Rupiah sebesar Rp. 106.674.052 dan BEP Unit 355.580 ekor. Dapat dilihat pada
lampiran 6.

29
BAB V
KESIMPULAN

5.1 KESIMPULAN
Setelah melaksanakan Praktik Kerja Lapang (PKL) di Balai Besar
Perikanan Budidaya Laut (BBPBL), Lampung, mengenai pembenihan ikan kakap
putih dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Teknik pembenihan ikan kakap putih meliputi pemeliharaan induk kakap


putih, pemijahan, pemeliharaan larva, pemberian pakan, grading, dan
pemanenan.
2. Pakan yang di berikan dalam pembenihan ikan kakap putih adalah pakan
alami (Nannocloropsis sp., Rotrifera sp, Artemia sp, pakan) dan pakan
buatan.

5.2 SARAN
Saran penulis yaitu agar lebih memperhatikan penerapan Biosecurity dan
Standar Operasional Prosedur (SOP) serta monitoring kualitas air khususnya pada
stadia larva agar dilakukan secara intensif.

30
DAFTAR PUSTAKA

Agustine MUT. 2018. Keragaan Benih Ikan Kakap Putih (Lates Calcarifer) Yang
Dipelihara Pada Waring Apung Di Tambak Dengan Padat Tebar Berbeda
Pada Fase Pendederan [Skrips]. Lampung: Universitas Lampung. 29 hal.
Anindiaastut KA, Wahyuni, Supriya. (2002). Budidaya Massak Zooplakton dalam
Budidaya Fitoplankton dan Zooplankton. Balai Budidaya Laut Lampung.
Dirjen Perikanan Budidaya DKP. Lampung
Cahyani DGF. 2019. Efektivitas Pemberian Pakan Mandiri Terhadap Laju
Pertumbuhan Benih Kakap Putih (Lates Calcarifer) (bloch, 1790) Yang
Dipelihara Dalambak Terkontrol [Skripsi]. Lampung: Universitas Lampung.
36 hal.
Effendi, F, M, I. (2002). Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama,
Yogyakarta.
Irmawati, Tassakka ACMAR, Nadiarti, Husain AAA, Umar MT, Alimuddin A,
Parawansa B. 2020. Dentifikasi stok ikan kakap putih (lates calcarifer, bloch,
1790) menggunakan karakter morfometrik. Jurnal Ipteks Psp Vol. 7 (13): 42
-52
Jaya B, Agustriani F.2013. Laju Pertumbuhan Dan Tingkat Kelangsungan Hidup
Benih Kakap Putih (Lates Calcarifer, bloch) Dengan Pemberian Pakan Yang
Berbeda. Maspari journal: marine science research, 5(1), 56-63.

Kordi K. 2008. Budidaya Perairan (buku ke satu). PT. Citra Aditya Bakti.
Bandung.
Kordi. 2011. Pengendalian Penyakit Dalam Kurungan Apung Di Laut. Makalah
Temu Tugas Pemanfaatan Sumbrer Daya Hayati Lautan Bagi Budidaya:
Serang

Mayunar dan Abdul, S.2002. Budidaya Ikan Kakap Putih. Grasindo. Jakarta.
Melianawati, R., dan R.W. Aryati. 2012. Budidaya Ikan Kakap Merah (Lutjanus
sebae). Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. 4(1): Hal 81-83.

31
Putri DF. (2018). Pengaruh Pemberian Pakan Dengan Kadar Protein Berbeda
Terhadap Pertumbuhan Ikan kakap Putih (Lates Calcarifer) Yang Dipelihara
Di Bak Terkontrol [Skripsi]. Lampung: Universitas Lampung. 36 hal.
Rayes RD, Sutresna IW, Diniarti D, Supii AI. 2013. Pengaruh Perubahan Salinitas
Terhadap Pertumbuhan Dan Sintasan Ikan Kakap Putih (lates calcarifer
bloch). Jurnal Kelautan Vol. 6 (1)
Ridho MR, Patriono E. (2016). Aspek Reproduksi Ikan Kakap Putih (Lates
Calcarifer Block) Di Perairan Terusan Dalam Kawasan Taman Nasional
Sembilang Pesisir Kabupaten Banyuasin. Jurnal Penelitian Sains Vol. 18 (1):
1-7
Soetomo, H. A. Moch. 1997. Teknik Budidaya Ikan Kakap Putih di Air Laut, Air
Payau, Air Tawar. Trigeda Karya. Bandung.282 hlm.
Standar Nasional Indonesia. 2014. Pembenihan Ikan Kakap Putih Yang Baik dan
Benar. Standar Nasional Indonesia: Jakarta.
Sudjiharno S. 2004. Pembenihan ikan kakap putih (Lates calcarifer) dengan
ransangan hormonal. Infish Manual Seri No.26 Dirjenkan: Jakarta

Sumardika P. 2013. Kewirausahaan Perikanan.

Yakin MA. (2018). Pengaruh Pemberian Pakan Dengan Kadar Protein berbeda
Terhadap Performa Pertumbuhan Ikan Kakap putih (Lates Calcarifer) Di
Keramba Jaring Apung [Skripsi]. Lampung: Universitas Lampung. 38 hal.

32
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Biaya Investasi Kegiatan Pembenihan Ikan Kakap Putih


harga Harga Total usia nilai
Volume Satuan satuan (Rp) teknis penyusutan
Uraian
Tanah 500 m2 150.000 75.000.000 0 0
Induk 16 Ekor 250.000 4.000.000 5 784.000
Bak Induk 15 m3 2 Unit 30.000.000 60.000.000 10 5.400.000
Bak Larva 10 m3 2 Unit 7.500.000 15.000.000 10 1.350.000
Bak Pendederan 12 Unit 1.500.000 18.000.000 10 1.620.000
Fitoplankton 1 Unit 20.000.000 20.000.000 10 1.800.000
Zooplankton 1 Unit 10.000.000 10.000.000 10 900.000
Peralatan
Paket
Pembenihan 1 1.500.000 1.500.000 5 450.000
Kantor dan gudang 1 Unit 42.000.000 42.000.000 10 3.780.000
Rumah pompa 1 Unit 1.800.000 1.800.000 10 162.000
Bangunan
1 Unit
hatchery 100.000.000 100.000.000 10 9.000.000
Instalasi air laut 2 Unit 10.000.000 20.000.000 10 1.800.000
Instalasi air tawar 1 Paket 6.000.000 6.000.000 10 540.000
Instalasi aerasi 1 Paket 4.500.000 4.500.000 10 405.000
Genset 1 Unit 15.000.000 15.000.000 10 1.350.000
Filter bag 2 Unit 100.000 200.000 10 18.000
kulkas 1 Unit 2.000.000 2.000.000 10 180.000
Instalasi listrik 1 paket 1.000.000 1.000.000 10 900.000
Total 396.000.000 30.439.000

33
Lampiran 2. Biaya Tetap Kegiatan Pembenihan Ikan Kakap Putih
Harga
Satuan Biaya Biaya
Uraian Jumlah Satuan (Rp) Tetap/Siklus Tetap/Tahun
Penyusutan 30.439.000
Perawatan Alat 5 % 26.967.500
Gaji Teknisi 2 Bulanan 1.200.000 2.400.000 14.400.000
Pakan Induk (Ikan
Rucah) 240 Kg 8.000 1.632.000 9.792.000
Pakan Induk
(Pellet) 20 Kg 18.000 360.000 2.160.000
Total 4.392.000 83.758.500

Lampiran 3. Biaya Variabel Kegiatan Pembenihan Ikan Kakap Putih


harga
satuan biaya
uraian jumlah (Rp) variabel/siklus biaya variabel/tahun
pakan love larva
1 1 Kg 700.000 700.000 4.200.000
pakan love larva
2 1 kg 600.000 600.000 3.600.000
pakan love larva
3 1 kg 500.000 500.000 3.000.000
live instant
artemia 2 boks 1.600.000 3.200.000 19.200.000
multivitamin 480 gr 300 144.000 864.000
kaporit 3,79 kg 40.500 153.495 1.841.940
pupuk ZA 2,4 kg 1.400 3.360 40.320
pupuk TSP 1,2 kg 3000 3.600 43.200
pupuk Urea 3,6 kg 1.800 6.480 77.760
Total 5.310.935 32.867.220

34
Lampiran 4. Perhitungan jumlah telur dan FR%
Jumlah total telur = 142 x 100 x 100
= 1.420.000 butir

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑒𝑙𝑢𝑟 𝑡𝑒𝑟𝑏𝑢𝑎ℎ𝑖


FR(%) = 𝑥 100%
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑡𝑒𝑙𝑢𝑟
1.070.000
= 𝑥 100%
1.420.000
= 75%
Lampiran 5. Perhitungan Tingkat Penetasan Telur (HR%)
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑒𝑙𝑢𝑟 𝑚𝑒𝑛𝑒𝑡𝑎𝑠
HR(%) = 𝑥 100%
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑒𝑙𝑢𝑟 𝑡𝑒𝑟𝑏𝑢𝑎ℎ𝑖

786.000
= 𝑥 100%
1.070.000

= 73%

Lampiran 6. Analisa Usaha


1. Total Biaya Produksi (TC)
TC = Biaya Tetap + Biaya Variabel
= Rp.83.758.500 + Rp. 32.867.220
= Rp.116.515.720
2. Total Penerimaan (TR)
Produksi benih/siklus = 100.000 ekor x 85%
= 85.000 ekor
Produksi benih/tahun = 85.000 ekor x 6 siklus
= 510.000 ekor
Total penerimaan (TR)= Total produksi/tahun x Harga jual x ukuran panen
= 510.000 x Rp.300 x 1 cm
= Rp.153.000.000

35
3. Keuntungan (Analisis Laba/Rugi)
Keuntungan = TR-TC
= Rp.153.000.000 - Rp.116.515.720
= Rp.36.484.280
4. Perimbangan Penerimaan (R/C Rasio)
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑒𝑛𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎𝑎𝑛
R/C Rasio =
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖
Rp.153.000.000
=
Rp.116.515.720
= Rp. 1,3
5. Payback Period
𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝐼𝑛𝑣𝑒𝑠𝑡𝑎𝑠𝑖
Payback Period = 𝑥 1 𝑇𝑎ℎ𝑢𝑛
𝐾𝑒𝑢𝑛𝑡𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛
Rp.396.000.000
= 𝑥 1 𝑇𝑎ℎ𝑢𝑛
Rp.36.484.280
= 1,8 Tahun
6. Harga Pokok Produksi (HPP)
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑠𝑖
HPP =
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖
Rp.116.515.720
=
510.000 ekor
= 228/ekor

36
7. Break Even Point (BEP)
𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑇𝑒𝑡𝑎𝑝
BEP Unit = 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑉𝑎𝑟𝑖𝑎𝑏𝑒𝑙
𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑗𝑢𝑎𝑙− 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖

Rp.83.758.500
= Rp.32.867.220
𝑅𝑝.300 − 510.000 ekor

= 355.580 ekor
𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑇𝑒𝑡𝑎𝑝
BEP Rupiah = 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑉𝑎𝑟𝑖𝑎𝑏𝑒𝑙
1−
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑒𝑛𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎𝑎𝑛

Rp.83.758.500
= Rp.32.867.220
1− Rp.153.000.000

= Rp. 106.674.052

37
Lampiran 7. Foto Kegiatan Praktik Kerja Lapang

Seleksi Induk Pakan induk

Ikan Rucah Pemberian Multivitamin Induk

Pembersihan bak induk Pemanenan Telur

Perhitungan Telur Persiapan Bak Larva

38
Penebaran Larva Pemberian Rotifer

Pengenceran Artemia Pemberian pellet pada larva

Grading larva Pemanenan benih

Packing Packing

39
1

Anda mungkin juga menyukai