Agus Tiawati
NIT.18.3.08.001
Dosen Pembimbing:
Wahyu Puji Astiyani, S.Pi., M.Sc
Ega Aditya Prama, S.Pi., M.Si
1
PKP Pangandaran
Politeknik Kelautan dan Perikanan Pangandaran
Agus Tiawati
NIT.18.3.08.001
Dosen Pembimbing:
Wahyu Puji Astiyani, S.Pi., M.Sc
Ega Aditya Prama, S.Pi., M.Si
2
PKP Pangandaran
Politeknik Kelautan dan Perikanan Pangandaran
Agus Tiawati
NIT.18.3.08.001
Dosen Pembimbing:
Wahyu Puji Astiyani, S.Pi., M.Sc
Ega Aditya Prama, S.Pi., M.Si
3
LEMBAR PENGESAHAN
Judul : Teknik Pembenihan Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer) Di Balai Besar
Perikanan Budidaya Laut, Lampung
Nama : AGUS TIAWATI
NIT : 18.3.08.001
Disetujui oleh,
Diketahui oleh,
Ketua Prodi Budidaya Ikan
Tanggal Seminar :
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Alloh SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktek
Kerja Lapang IV yang berjudul”Teknik Pembenihan Ikan Kakap Putih (Lates
Calcarifer) Di Balai Besar Perikanan Budidaya Laut, Lampung” sebagai salah satu
syarat untuk mendapatkan nilai pada mata kuliah kerja lapang. Dalam hal ini
penulis mengucapkan terimakasih kepada :
Agus Tiawati
NIT.18.3.08.001
ii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
DAFTAR TABEL iv
DAFTAR GAMBAR v
DAFTAR LAMPIRAN vi
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2
2.1 Biologi Kakap Putih (Lates calcarifer) 2
2.1.1 Klasifikasi Kakap Putih 2
2.1.2 Morfologi Kakap Putih 2
2.2 Habitat dan Penyebaran 3
2.3 Reproduksi 4
2.4 Makan dan Kebiasaan Makan 4
2.5 Teknik Pembenihan Ikan ikan kakap putih 4
2.5.1 Pemeliharaan Induk 4
2.5.2 Seleksi Induk 5
2.5.3 Pemijahan 5
2.5.4 Penetasan Telur 6
2.5.5 Pemeliharaan Larva 6
2.5.6 Pemberian Pakan 7
2.5.7 Kualitas Air 7
BAB III METODOLOGI 9
3.1 Tempat dan Waktu 9
3.2 Alat dan Bahan 9
3.3 Metode Pelaksanaan 9
3.3.1 Data Primer 9
3.3.2 Data Sekunder 10
iii
3.4 Analisa Data 10
3.4.1 Analisa Deskriptif 10
3.4.2 Analisa Kuantitatif 10
3.5 Tahapan Kegiatan 12
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 13
4.4 Pemeliharaan Induk 13
4.1.1 Persiapan Wadah Pemeliharaan Induk 13
4.1.2 Seleksi Induk 13
4.1.3 Pemeliharaan Induk 15
4.1.4 Pemberian Pakan dan Multivitamin 15
4.2 Pemijahan 16
4.2.1 Pemanenan telur 17
4.2.2 Penghitungan Telur 18
4.2.3 Penetasan Telur 18
4.3 Pemeliharaan Larva 19
4.3.1 Persiapan Wadah Pemeliharaan Larva 19
4.3.2 Penebaran Larva 20
4.3.3 Pemberian Pakan 21
4.3.4 Pengelolaan Kualitas Air 23
4.3.5 Pencegahan Hama Dan Penyakit 25
4.3.6 Pemanenan dan Pengepakan 25
4.4 Analisa Usaha 27
4.4.1 Biaya Investasi 27
4.4.2 Biaya Tetap 27
4.4.3 Biaya Variabel 27
4.4.4 Total Biaya Produksi (TC) 28
4.4.5 Total Penerimaan (TR) 28
4.4.6 Keuntungan (Analisis Laba/Rugi) 28
4.4.7 Perimbangan Penerimaan (R/C Rasio) 28
4.4.8 Payback Period (PP) 29
4.4.9 Harga Pokok Produksi (HPP) 29
4.4.10 Break Even Point (BEP) 29
iv
BAB V KESIMPULAN 30
5.1 KESIMPULAN 30
5.2 SARAN 30
DAFTAR PUSTAKA 31
DAFTAR LAMPIRAN 33
v
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
vi
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
serta bertipe sisir besar. Pada ikan kakap putih dewasa bagian atas tubuh memiliki
warna kehijauan atau keabu-abuan dan pada bagian bawah berwarna keperakan.
Pada tubuh ikan kakap putih memiliki dua tingkatan warna yaitu kecoklatan
dengan bagian sisik dan perut berwarna keperakan untuk ikan yang habitatnya di
laut, dan pada ikan yang habitat nya di lingkungan tawar berwarna coklat keemasan
(Agustine, 2018). Berikut adalah gambar dari morfologi ikan kakap putih terdapat
pada gambar 2.
3
2.3 Reproduksi
Sistem reproduksi ikan kakap putih (Lates calcarifer) termasuk dalam
golongan ikan katadromus dengan sifat reproduksi hermmaprodit dimana gonad
menghasilkan spermatozoa dan ovum (Ridho, 2016). Sehingga cukup sulit untuk
membedakan antara jantan dan betina ikan Kakap Putih kecuali saat musim
pemijahan. Sistem reproduksi ikan kakap putih adalah hermaprodit protandri yaitu
mengalami perubahan kelamin dari jantan menjadi betina. Pada awal reproduksi
ikan kakap putih berjenis kelamin jantan, kemudian pada umur lebih dari 4-5 tahun
berganti jenis kelamin menjadi betina. Akan tetapi, tidak semua induk betina
berasal dari induk jantan dewasa yang mengalami perubahan (Kordi, 2011).
Pada saat musim pemijahan induk ikan kakap jantan dan betina sangat
mudah di kenali, ikan kakap putih jantan akan terlihat lebih kecil dan badannya
langsing di bandingkan dengan ikan kakap putih betina. Ikan kakap putih jantan
dapat diketahui dengan melakukan striping (pengurutan), jika yang keluar adalah
sperma maka ikan kakap tersebut adalah jantan dan jika yang keluar adalah telur
maka ikan kakap tersebut adalah betina.
2.4 Makan dan Kebiasaan Makan
Ikan kakap tergolong karnivora yang memakan berbagai jenis ikan yang
berukuran lebih kecil dari badannya seperti, plankton, udang, ikan kecil, dan
lainnya. Selain itu ikan kakap masuk kedalam predator atau pemangsa. Ikan kakap
dewasa akan berdiam diri untuk menunggu mangsannya, sedangkan ikan kakap
kecil aktif bergerak untuk mencari mangsannya. Ikan kakap memiliki kebiasaan
makan setiap saat, kekurangan pada pakan dapat menyebabkan kanibalisme (Yakin,
2018). Ikan kakap putih juga dapat di berikan pakan buatan seperti pellet. Pellet
yang di berikan harus mempunyai kandungan protein yang tinggi (Kordi, 2011).
2.5 Teknik Pembenihan Ikan ikan kakap putih (Lates calcarifer)
2.5.1 Pemeliharaan Induk
Pemeliharaan induk kakap putih bertujuan untuk mendapatkan induk kakap
yang matang gonad dan siap dipijahkan untuk menghasilkan telur. Keberhasilan
dalam menghasilkan telur yang berkualitas sangat dipengaruhi oleh kualitas dan
kuantitas induk yang tersedia. Penggelolaan kualitas air dan pemberian pakan
adalah faktor penting yang harus di perhatikan dalam pemeliharaan induk.
4
SNI (2005) menerangkan bahwa wadah yang disarankan untuk pemeliharaan
induk adalah yang berbentuk bulat bervolume 50 m3 dengan kedalaman 2,5 - 3,5
m. Mayunar dan Abdul (2002) menyatakan bahwa pemeliharaan induk
menggunakan sistem air mengalir dengan pergantian air sebanyak 150-200%
perhari, dan pembersihan bak dilakukan setiap hari. Induk kakap putih diberi pakan
ikan segar seperti ikan kurnian (Upeneus moluccensis) dan cumi – cumi (Lolige sp).
Dengan frekuensinya sebanyak satu kali sehari secara adlibitum pada pagi hari
pukul 08.00 – 11.00 WIB. Biomasa pakan yang diberikan sebanyak 3% dari berat
tubuh.
5
2. Manipulasi Lingkungan
Pemijahan ini dilakukan dengan cara memanipulasi lingkungan dalam bak
pemeliharaan induk, agar seolah-olah kondisinya mirip di alam. Perlakuan yang
dilakukan adalah dengan penurunan dan penaikan kedalaman air yang berakibat
pula pada perubahan suhu dan kadar garam. Pemijahan dilakukan dengan mengikuti
siklus peredaran bulan yang bisa terjadi dua kali dalam sebulan yaitu pada bulan
gelap dan bulan purnama. Perubahan ini akan meransang terjadinya pemijahan.
Pemijahan berlangsung pada malam hari antara pukul 19.00-20.00 WIB.
Manipulasi lingkungan untuk meransang pemijahan dilakukan dengan cara :
• Menurunkan tinggi air dan menambahkan secara tiba-tiba untuk memberi
ransangan pasang surut sesuai siklus bulan.
• Menurunkan suhu air tiba-tiba agar seolah-olah ikan mengalami migrasi.
• Mengubah salinitas air bak agar seolah-olah ikan mengalami migrasi.
6
tergantung dari umur larva. Pemindahan larva dari bak penetasan telur ke bak
pemeliharaan larva dilakukan saat larva sudah berumur 1 hari. Penebaran di
lakukan dengan menggunakan gayung kemudian ditebar kedalam bak pemeliharaan
secara perlahan-lahan sampai dengan selesai, setelah ditebar dimasukkan pakan
alami berupa fitoplankton (Nannochloropsis sp.) sebagai pakan tambahan untuk
larva yang masih berumur muda.
7
tempat pemeliharaan tersebut seperti ketinggian air, ada tidaknya pathogen.
Kualitas air yang optimu, untuk budidaya ikan kakap putih yaitu suhu antara 27-
31°C, salinitas 10-35 ppt, pH kisaran 7-8,5, DO >4 mg/L, kandungan nitrit < I
mg/L, dan amoniak < 0,1 mg/L.
8
BAB III
METODOLOGI
9
3.3.2 Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari unit usaha dan sumber data
terkait lainnya, serta dari bahan kepustakaan maupun literatur lainnya. Data yang
diambil dilapangan meliputi lokasi unit usaha, sejarah unit usaha, dan struktur
organisasi.
2. HR (Hatching Rate)
Persentase penetasan telur ikan nila dapat dihitung menggunakan rumus
Hatching Rate (HR). Menurut Effendie (2002), rumus perhitungan Hatching Rate
(HR) yaitu sebagai berikut:
Jumlah telur yang menetas
HR (%) = x 100%
Jumlah telur terbuahi
3. Biaya Investasi
Biaya investasi merupakan biaya yang dikeluarkan apabila menjalankan suatu
usaha yaitu pada tahun pertama usaha, dimana jumlahnya relative besar dan tidak
dapat dihabiskan dalam satu kali periode produksi (Khotimah, dkk 2014).
10
4. Break Even Point (BEP)
Perhitungan Break Even Point BEP digunakan untuk mencari titik impas
suatu produksi, dikatakan impas jika suatu usaha mencapai titik tidak untung dan
tidak rugi. BEP harga dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut.
𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑇𝑒𝑡𝑎𝑝
BEP = 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑉𝑎𝑟𝑖𝑎𝑏𝑒𝑙
𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑗𝑢𝑎𝑙−
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖
𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑇𝑒𝑡𝑎𝑝
BEP Rupiah = 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑉𝑎𝑟𝑖𝑎𝑏𝑒𝑙
1−
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑒𝑛𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎𝑎𝑛
6. R/C Ratio
R/C Ratio dicari untuk mengetahui kelayakan suatu usaha dalam 1 tahun.
Dikatakan layak apabila hasil perhitungan R/C rationya >1 dan semakin tinggi nilai
yang dihasilkan maka keuntungan yang didapatkan akan semakin tinggi juga
Perhitungan dengan Rumus sebagai berikut :
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑒𝑛𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎𝑎𝑛
R/C Rasio =
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖
11
7. Payback period (PP)
Perhitungan Payback period (PP) Perhitungan ini dilakukan dengan cara
penghitungan jumlah nilai investasi yang dihitung dalam rupiah dan dibagi dengan
hasil pendapatan per tahun lalu dikali dengan 1 tahun.
𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝐼𝑛𝑣𝑒𝑠𝑡𝑎𝑠𝑖
Payback Period = 𝑥 1 𝑇𝑎ℎ𝑢𝑛
𝐾𝑒𝑢𝑛𝑡𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛
Pemeliharaan Persiapan
Seleksi induk Pemijahan
induk kolam larva
Pemeliharaan
Pemasaran Pemanenan
larva
12
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
13
tinngi 50 cm, kemudian wadah diisi air sebanyak 2/4 dari total wadah. Untuk
mempermudah proses seleksi induk, dilakukan pemberian minyak cengkeh pada air
dengan dosis 3-5 ppm. Menurut Kordi (2008), wadah seleksi dengan kapasitas 100L
air laut diberi obat bius seperti polietilen glikol monofenil eter atau minyak cengkeh
sebanyak 1 sendok (10-15 ppm) atau pembius lainnya.
Pengecekan tingkat kematangan kelamin ikan betina dilakukan dengan
pengambilan telur dari bagian tengah ovarium menggunakan selang kateter dari
bahan polythylene (Gambar 5a). Sampling dilakukan dengan cara memasukkan
selang kateter berdiameter 1,2 mm kedalam saluran telur (oviduct) dari ikan betina
dengan kedalaman 6–7 cm melalui lubang kelamin. Sedangkan untuk mengetahui
kematangan gonad pada induk jantan dilakukan dengan pengurutan (stripping) pada
bagian bawah perut (Gambar 5b).
a b
Gambar 5. (a) Pengecekan Kematangan Gonad Betina, (b) Striping Untuk Jantan
14
4.1.3 Pemeliharaan Induk
Induk kakap putih (Lates calcarifer) di pelihara pada bak fiber berbentuk
bulat, induk ikan kakap putih berasal dari hasil budidaya, jumlah induk yang berada
pada bak pemeliharaan berjumlah 16 ekor yaitu 8 ekor jantan dan 8 ekor betina.
Induk dipelihara dalam wadah yang telah disiapkan sebelum dilakukan pemijahan.
Kegiatan pemeliharaan induk meliputi pemberian pakan dan pemberian suplemen
pakan berupa multivitamin, pengelolaan kualitas air, pencegahan hama dan
penyakit.
15
Pada pemeliharaan induk dalam Pemberian pakan juga diberikan
multivitamin pada induk ikan kakap putih, yang dilakukan sebanyak satu kali dalam
satu minggu. Multivitamin yang diberikan berupa Biovit yang diisi pada kapsul
obat, pemberian multivitamin dilakukan dengan cara memasukkan vitamin yang
berbentuk kapsul kedalam daging ikan rucah. Dosis pemberian multivitamin yang
diberikan sama dengan pada saat pemberian pakan. Fungsi dari pemberian vitamin
adalah untuk meningkatkan daya tahan tubuh ikan dan mempercepat kematangan
gonad ikan. Pemberian multivitamin dapat dilihat pada gambar 7.
16
sekitar pukul 18.00-22.00 WIB. Sex rasio pada pemijahan alami induk ikan kakap
putih yaitu 1:2. Induk yang telah memijah akan menghasilkan telur, telur yang
dihasilkan kemudian akan mengapung diatas permukaan air pada wadah
pemeliharaan dan akan terbawa arus menuju penampungan telur atau egg collector
yang telah disediakan. egg collector dapat dilihat pada gambar 8.
17
4.2.2 Penghitungan Telur
Penghitungan telur dilakukan setelah telur dibersihkan dan diletakan pada
wadah pengingkubasian. Telur dihitung menggunakan screen net dan pada saat
pengambilan telur dipastikan aerasi terpasang agar telur tidak menggumpal. Telur
yang terdapat didalam wadah inkubasi kemudian di sampling untuk mengetahui
jumlah total telur yang dihasilkkan oleh induk ikan kakap putih. Sampling telur di
lakukan dengan cara mengambil lima titik sebanyak masing masing 10 ml
menggunakan wadah sampel atau beakerglas pada wadah inkubasi telur, kemudian
masing masing di hitung secara manual diatas alat screen net.
Perbedaan lainnya telur yang dibuahi akan terlihat bening sedangkan telur
yang tidak dibuahi akan terlihat putih susu. Telur yang tidak terbuahi akan
mengendap pada bagian dasar wadah dan disifon. Penyifonan dilakukan dengan
cara mematikkan aerasi dan didiamkan selama 15 menit. Sampling dilakukan
sebanyak 5 kali, jumlah total telur yang didapatkan sebanyak 1.420.000 butir dan
ditebar pada 1 kolam sebanyak 100.000 butir dengan fertilization rate (FR) sebesar
75% (lampiran 4). Berikut gambar perhitungan telur dapat dilihat pada Gambar 10.
18
(Melianawati et al., 2005). setelah telur menetas, di lakukan perhitungan jumlah
telur ikan kakap putih untuk mengetahui tingkat penetasan telur (hatching rate) dan
jumlah larva yang di hasilkan. Tingkat penetasan telur (hatching rate) ikan kakap
putih di dapatkan 73% (lampiran 5), telur yang menetas dapat dikatakan sebagai
larva. Bak penetasan dapat dilihat pada gambar 11.
larva ikan kakap putih (lates calcarifer) yang baru menetas selanjutnya
dipelihara dalam bak pemeliharaan larva. Larva ikan kakap putih dihitung terlebih
dahulu untuk mengtahui jumlah larva yang akan dipelihara dalam wadah
pemeliharaan. Larva ikan kakap putih ditebar sebanyak 100.000 ekor. Kegiatan
pemeliharaan larva ikan kakap putih meliputi, persiapan wadah pemeliharaan,
penebaran larva, pemberian pakan, penggelolaan kualitas air, dan kultur artemia
19
membuka saluran inlet yang terdapat pada bak pemeliharaan larva. Persiapan
wadah pemeliharaan larva dapat dilihat pada gambar 12.
20
4.3.3 Pemberian Pakan
Pemberian pakan merupakan kegiatan yang sangat penting diperhatikan
untuk menunjang kelangsungan hidup larva. Pada pemeliharaan larva ini
merupakan fase kritis dalam kegiatan pembenihan dalam fase kritis Ini akan sering
terjadi kematian massal jika pemberian pakan tidak diperhatikan dengan baik
(Helmi KH 2012). Larva kakap putih memiliki cadangan makanan dalam tubuh
berupa egg yolk dan akan habis setelah larva berumur dua hari (D2). Larva diberi
pakan alami pada saat umur dua hari (D2) karena cadangan makanan berupa eeg
yolk telah habis. Pakan alami yang digunakan pada pemeliharaan larva yaitu
fitoplankton berupa Nannochloropsis SP. dan zooplankton berupa Rotifer
(branchionus sp.). serta Artemia sp. Pakan alami tersebut diberikan untuk
menghindari kekurangan asupan makanan yang di perlukan bagi larva ikan kakap
putih. Berikut adalah jenis pakan dan waktu pemberian pakan larva ikan kakap
putih selama 30 hari dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Jenis Pakan Dan Waktu Pemberian Pakan Larva Ikan Kakap Putih
Pada D1-D2 larva ikan kakap putih belum di beri pakan, hal ini karena larva
ikan kakap putih yang baru menetas masih memiliki cadangan makanan sendiri
yaitu berupa kuning telur, pakan tambahan diberikan pada larva ikan kakap putih
umur D3-D15 pakan yang di berikan berupa Nanochloropsis sp. dan Rotifer
(Branchionus sp.). Cara pemberian Nanocholoropsis sp. yaitu dengan cara
membuka stop kran pada saluran inlet yang dimulai sejak larva berumur D3-D15.
21
Pemberian Rotifer (Brachionus sp.) dilakukan dengan cara pemanenan
terlebih dahulu pada bak Rotifer yang terletak di divisi pakan alami. Pemanenan
dilakukan pada pagi hari pukul 7.30-08.00 WIB. Rotifer yang telah dipanen
dimasukkan ke dalam ember kapasitas 10 liter dan diberikan pada larva dengan
menggunakan gayung dan disebar merata ke bak. Rotifer diberikan pada bak larva
saat berumur D3-D15. Pakan alami Rotifer dapat dilihat pada gambar 14.
Larva ikan kakap putih yang berumur D16-D25 pemberian pakan dialihkan
dari Rotifer ke Artemia. Hal ini disebabkan karena bukaan mulut larva ikan kakap
putih yang telah sesuai untuk memakan naupli artemia. Selain itu kandungan gizi
dari naupli artemia yang tinggi menjadi salah satu faktor penting untuk
mempercepat pertumbuhan larva ikan kakap putih menuju fase benih. Jenis Artemia
yang digunakan pada divisi kakap yaitu Live Instant Artemia. Live Instant Artemia
merupakan naupli artemia yang dipingsankan, keunggulan menggunakan Live
Instant Artemia yaitu ukuran yang seragam, mudah dalam penggunaannya, bebas
vibrio dan kontaminasi, dan tidak perlu khawatir dengan jumlah penetasannya.
Penggunaan Live Instant Artemia ini sangat praktis yaitu dengan cara mengaktifkan
kembali Artemia sp. wadah yang digunakan untuk mengaktifkan kembali yaitu
ember, wadah tersebut dibersihkan terlebih dahulu dengan dibilas menggunakan air
laut, masukan Live Instant Artemia kemudian diisi air dan di beri aerasi yang kuat.
Diamkan selama 15-20 menit kemudian Live Instant Artemia akan aktif dan hidup
kembali. Live Instant Artemia yang telah aktif diberikan kepada larva dengan cara
disebar secara merata pada wadah menggunakan gayung. Pada umur larva D16-
D25 tubuh larva telah terlihat menghitam dan berukuran lebih besar daripada
ukuran sebelumnya. Pakan alami Live Instant Artemia dapat dilihat pada gambar
15.
22
Gambar 15. Pakan alami Live Instant Artemia
Pakan buatan berupa pelet diberikan saat larva ikan berumur 14 hari.
Kandungan gizi pada pelet buatan yang lengkap akan membuat pertumbuhan larva
ikan kakap putih menjadi cepat dan sesuai dengan target yang telah ditentukan.
Pemberian pelet dilakukan dengan sedikit demi sedikit di tempat lava sering
berkumpul. Pemberian pakan buatan membutuhkan waktu pengadaptasian dari
pakan alami yang diberikan sebelumnya. Hal ini karena larva tidak akan langsung
merespon, maka diberi pakan artemia kemudian diberi juga pakan buatan love larva
1. Pemberian pakan love larva 1 dimulai sejak Larva berumur D14-D22 selanjutnya
pengadaptasian dari love larva 1 ke love larva 2 berumur D18 -D23, dan larva D20-
D30 diberi love larva 3. Pemberian pakan pellet pada larva ikan kakap putih dapat
di lihat pada gambar 16.
Gambar 16. Pemberian Pakan Pellet Pada Larva Ikan Kakap Putih
23
Nannochloropsis sp. juga membantu air agar tetap stabil dan sebagai pelindung dari
cahaya matahari secara langsung.
Pergantian air mulai dilakukkan pada saat larva berumur berumur D8-D10
dilakukkan sebanyak 10-15%, larva berumur D11-D15 sebanyak 15-20%,
kemudian pergantian air terus meningkat saat larva berumur D16-D20 sebanyak
30-80%, dan D20-D30 sebanyak 40-50%. Larva yang berumur D1-D7 tidak
dilakukkan pergantian air karena dikhawatirkan ukuran larva yang sangat kecil
dapat dengan mudah mengalami stress, terbawa arus air, bahkan dapat terbuang.
Penyifonan dilakukkan sejak larva berumur D15 yaitu sebanyak 3-4 kali dalam
seminggu. Penyifonan bertujuan agar kotoran di dasar bak seperti endapan feses,
plankton yang mati, serta sisa sisa pakan dapat dibersihkan sehingga membantu
dalam menjaga kualitas air pemeliharaan. Berikut adalah data kualitas air
pemeliharaan larva ikan kakap putih pada Tabel 4.
1. pH - 7,86 7-8,5
o
3. Suhu C 31,2 28-32
Kualitas air ini telah memenuhi baku mutu air yang baik bagi pemeliharaan
larva ikan kakap putih. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sutrisno et.al (1999)
salinitas air optimal yang digunakan untuk pemeliharaan larva adalah 29 -33 PPT
dengan temperatur suhu antara 27-32 C. Sedangkan menurut Soetomo (1997),
mengenai kisaran pH yang baik pertumbuhan benih ikan kakap putih adalah 7,8-
8,5, untuk PH di atas 9,5 akan mengganggu pertumbuhan larva dan untuk pH
dibawah 4 atau diatas 11 dapat menyebabkan kematian bagi larva yang dipelihara.
24
4.3.5 Pencegahan Hama Dan Penyakit
Pencegahan hama dan penyakit yang dilakukan untuk menjaga
kelangsungan hidup dan meningkatkan produksi ikan kakap putih. Penyakit mudah
menyerang larva jika dalam kondisi stress. Stres biasanya diakibatkan oleh kondisi
lingkungan yang memburuk dan ditunjang oleh keberadaan patogen. Penyakit yang
menyerang dapat disebabkan oleh bakteri, parasit, dan jamur. Pencegahan hama
yang dilakukan pada pemeliharaan larva ikan kakap putih yaitu pemasangan
penutup bak atau cover yang terbuat dari plastik dan juga pemasangan filter bag.
Hal ini bertujuan agar serangga-serangga dan kotoran tidak masuk ke dalam bak
pemeliharaan yang akan mengganggu larva. Pencegahan untuk serangan penyakit
dilakukan dengan cara menerapkan biosecurity berupa penggunaan foot bath, bahan
sterilisasi yang digunakan pada foot bath yaitu air tawar yang dilakukan pergantian
setiap hari. Foot bath terletak di depan pintu masuk hatchery. Pencegahan hama
dan penyakit dapat dilihat pada gambar 17.
25
tertampung pada kolektor di serok menggunakan baskom kemudian dipindahkan
ke tempat yang telah disediakan. Selanjutnya dilakukan perhitungan larva. Proses
pemanenan dilakukan secara hati-hati, cepat, dan cermat. Peralatan panen yang
digunakan sebelumnya telah melalui proses sterilisasi, hal ini dilakukan untuk
menimalisir tingkat stres yang akan terjadi pada saat proses panen dan menimalisir
patogen yang diduga akan menempel pada peralatan. Benih yang telah dipanen
selanjutnya dilakukan proses perhitungan benih. Gambar pemanenan larva dapat
dilihat pada gambar 18.
26
penutup sampai dengan bagian bawah sterofom, setelah selesai naikkan sterofom
yang telah berisi benih ke atas mobil pick up kemudian ikat dengan tali sampai kuat
setelah itu sterofom ditutup dengan terpal untuk menjaga suhu tetap stabil untuk
lebih jelasnya di bawah ini dapat dilihat pada gambar proses perhitungan,
pengepakan dan pengangkutan benih ikan kakap putih pada gambar 19.
Gambar 19. (a) Proses Perhitungan, (b) Pengepakan, (c) Pengangkutan Benih Ikan
Kakap Putih
27
di BBPBL Lampung adalah sebesar Rp. 32.867.220. Biaya variabel untuk kegiatan
pembenihan ikan kakap putih dapat di lihat pada lampiran 3.
28
<1 maka suatu usaha tersebut mengalami kerugian. Berdasarkan perhitungan R/C
rasio dari usaha kegiatan pembenihan ikan kakap putih di BBPBL Lampung dapat
disimpulkan kegiatan usaha budidaya yang di lakukkan berada dalam katagori
layak. Hal ini didasari karena memiliki nilai 1,3 yang berarti setiap Rp. 1 yang di
keluarkan untuk biaya produksi akan menghasilkan penerimaan sebesar. Rp.0,3.
Dapat dilihat pada lampiran 6.
29
BAB V
KESIMPULAN
5.1 KESIMPULAN
Setelah melaksanakan Praktik Kerja Lapang (PKL) di Balai Besar
Perikanan Budidaya Laut (BBPBL), Lampung, mengenai pembenihan ikan kakap
putih dapat disimpulkan sebagai berikut:
5.2 SARAN
Saran penulis yaitu agar lebih memperhatikan penerapan Biosecurity dan
Standar Operasional Prosedur (SOP) serta monitoring kualitas air khususnya pada
stadia larva agar dilakukan secara intensif.
30
DAFTAR PUSTAKA
Agustine MUT. 2018. Keragaan Benih Ikan Kakap Putih (Lates Calcarifer) Yang
Dipelihara Pada Waring Apung Di Tambak Dengan Padat Tebar Berbeda
Pada Fase Pendederan [Skrips]. Lampung: Universitas Lampung. 29 hal.
Anindiaastut KA, Wahyuni, Supriya. (2002). Budidaya Massak Zooplakton dalam
Budidaya Fitoplankton dan Zooplankton. Balai Budidaya Laut Lampung.
Dirjen Perikanan Budidaya DKP. Lampung
Cahyani DGF. 2019. Efektivitas Pemberian Pakan Mandiri Terhadap Laju
Pertumbuhan Benih Kakap Putih (Lates Calcarifer) (bloch, 1790) Yang
Dipelihara Dalambak Terkontrol [Skripsi]. Lampung: Universitas Lampung.
36 hal.
Effendi, F, M, I. (2002). Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama,
Yogyakarta.
Irmawati, Tassakka ACMAR, Nadiarti, Husain AAA, Umar MT, Alimuddin A,
Parawansa B. 2020. Dentifikasi stok ikan kakap putih (lates calcarifer, bloch,
1790) menggunakan karakter morfometrik. Jurnal Ipteks Psp Vol. 7 (13): 42
-52
Jaya B, Agustriani F.2013. Laju Pertumbuhan Dan Tingkat Kelangsungan Hidup
Benih Kakap Putih (Lates Calcarifer, bloch) Dengan Pemberian Pakan Yang
Berbeda. Maspari journal: marine science research, 5(1), 56-63.
Kordi K. 2008. Budidaya Perairan (buku ke satu). PT. Citra Aditya Bakti.
Bandung.
Kordi. 2011. Pengendalian Penyakit Dalam Kurungan Apung Di Laut. Makalah
Temu Tugas Pemanfaatan Sumbrer Daya Hayati Lautan Bagi Budidaya:
Serang
Mayunar dan Abdul, S.2002. Budidaya Ikan Kakap Putih. Grasindo. Jakarta.
Melianawati, R., dan R.W. Aryati. 2012. Budidaya Ikan Kakap Merah (Lutjanus
sebae). Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. 4(1): Hal 81-83.
31
Putri DF. (2018). Pengaruh Pemberian Pakan Dengan Kadar Protein Berbeda
Terhadap Pertumbuhan Ikan kakap Putih (Lates Calcarifer) Yang Dipelihara
Di Bak Terkontrol [Skripsi]. Lampung: Universitas Lampung. 36 hal.
Rayes RD, Sutresna IW, Diniarti D, Supii AI. 2013. Pengaruh Perubahan Salinitas
Terhadap Pertumbuhan Dan Sintasan Ikan Kakap Putih (lates calcarifer
bloch). Jurnal Kelautan Vol. 6 (1)
Ridho MR, Patriono E. (2016). Aspek Reproduksi Ikan Kakap Putih (Lates
Calcarifer Block) Di Perairan Terusan Dalam Kawasan Taman Nasional
Sembilang Pesisir Kabupaten Banyuasin. Jurnal Penelitian Sains Vol. 18 (1):
1-7
Soetomo, H. A. Moch. 1997. Teknik Budidaya Ikan Kakap Putih di Air Laut, Air
Payau, Air Tawar. Trigeda Karya. Bandung.282 hlm.
Standar Nasional Indonesia. 2014. Pembenihan Ikan Kakap Putih Yang Baik dan
Benar. Standar Nasional Indonesia: Jakarta.
Sudjiharno S. 2004. Pembenihan ikan kakap putih (Lates calcarifer) dengan
ransangan hormonal. Infish Manual Seri No.26 Dirjenkan: Jakarta
Yakin MA. (2018). Pengaruh Pemberian Pakan Dengan Kadar Protein berbeda
Terhadap Performa Pertumbuhan Ikan Kakap putih (Lates Calcarifer) Di
Keramba Jaring Apung [Skripsi]. Lampung: Universitas Lampung. 38 hal.
32
DAFTAR LAMPIRAN
33
Lampiran 2. Biaya Tetap Kegiatan Pembenihan Ikan Kakap Putih
Harga
Satuan Biaya Biaya
Uraian Jumlah Satuan (Rp) Tetap/Siklus Tetap/Tahun
Penyusutan 30.439.000
Perawatan Alat 5 % 26.967.500
Gaji Teknisi 2 Bulanan 1.200.000 2.400.000 14.400.000
Pakan Induk (Ikan
Rucah) 240 Kg 8.000 1.632.000 9.792.000
Pakan Induk
(Pellet) 20 Kg 18.000 360.000 2.160.000
Total 4.392.000 83.758.500
34
Lampiran 4. Perhitungan jumlah telur dan FR%
Jumlah total telur = 142 x 100 x 100
= 1.420.000 butir
786.000
= 𝑥 100%
1.070.000
= 73%
35
3. Keuntungan (Analisis Laba/Rugi)
Keuntungan = TR-TC
= Rp.153.000.000 - Rp.116.515.720
= Rp.36.484.280
4. Perimbangan Penerimaan (R/C Rasio)
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑒𝑛𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎𝑎𝑛
R/C Rasio =
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖
Rp.153.000.000
=
Rp.116.515.720
= Rp. 1,3
5. Payback Period
𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝐼𝑛𝑣𝑒𝑠𝑡𝑎𝑠𝑖
Payback Period = 𝑥 1 𝑇𝑎ℎ𝑢𝑛
𝐾𝑒𝑢𝑛𝑡𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛
Rp.396.000.000
= 𝑥 1 𝑇𝑎ℎ𝑢𝑛
Rp.36.484.280
= 1,8 Tahun
6. Harga Pokok Produksi (HPP)
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑠𝑖
HPP =
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖
Rp.116.515.720
=
510.000 ekor
= 228/ekor
36
7. Break Even Point (BEP)
𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑇𝑒𝑡𝑎𝑝
BEP Unit = 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑉𝑎𝑟𝑖𝑎𝑏𝑒𝑙
𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑗𝑢𝑎𝑙− 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖
Rp.83.758.500
= Rp.32.867.220
𝑅𝑝.300 − 510.000 ekor
= 355.580 ekor
𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑇𝑒𝑡𝑎𝑝
BEP Rupiah = 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑉𝑎𝑟𝑖𝑎𝑏𝑒𝑙
1−
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑒𝑛𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎𝑎𝑛
Rp.83.758.500
= Rp.32.867.220
1− Rp.153.000.000
= Rp. 106.674.052
37
Lampiran 7. Foto Kegiatan Praktik Kerja Lapang
38
Penebaran Larva Pemberian Rotifer
Packing Packing
39
1