Anda di halaman 1dari 46

PKP Pangandaran

Politeknik Kelautan dan Perikanan Pangandaran

PEMBUATAN EDIBLE FILM DENGAN BAHAN BAKU KITOSAN


CANGKANG UDANG DAN KARAGINAN

Laporan Karya Tulis Praktik Akhir

Irna Sukmayati
NIT. 17.3.08.042

Dosen Pembimbing:
Nusaibah, S.Pi., M.Si
Widya Pangestika, S.ST., MT

PROGRAM STUDI PENGOLAHAN HASIL LAUT


POLITEKNIK KELAUTAN DAN PERIKANAN PANGANDARAN
2020
PKP Pangandaran
Politeknik Kelautan dan Perikanan Pangandaran

PEMBUATAN EDIBLE FILM DENGAN BAHAN BAKU


KITOSAN CANGKANG UDANG DAN KARAGINAN

Laporan Karya Tulis Praktik Akhir

Irna Sukmayati
NIT. 17.3.08.042

Dosen Pembimbing:
Nusaibah, S.Pi., M.Si
Widya Pangestika, S.ST., M.T

PROGRAM STUDI PENGOLAHAN HASIL LAUT


POLITEKNIK KELAUTAN DAN PERIKANAN PANGANDARAN
2020

i
PERNYATAAN MENGENAI KARYA TULIS PRAKTIK AKHIR DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini menyatakan bahwa Karya Tulis Praktik Akhir berjudul


“Pembuatan Edible Film dengan Bahan Baku Kitosan Cangkang Udang dan
Karaginan” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan
dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka
di bagian akhir Karya Tulis Praktik Akhir ini.
Dengan ini melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Politeknik
Kelautan dan Perikanan Pangandaran.

Pangandara, Juli 2020

Irna Sukmayati
NIT. 17.3.08.042

ii
RINGKASAN

IRNA SUKMAYATI. Pembuatan Edible Film dengan Bahan Baku Kitosan


Cangkang Udang dan Karaginan. Dibimbing oleh (IBU NUSAIBAH) dan (IBU
WIDYA PANGESTIKA)

Edible Film merupakan lembaran atau film tipis yang terbuat dari bahan-
bahan alami sehingga dapat memudahkan untuk mengalami proses degradasi.
Bahan baku pembuatan edible film ini adalah kitosan dan karaginan. Kitosan
merupakan biopolimer yang berasal dari cangkang udang, kepiting ataupun
rajungan. Kitosan bersifat tidak beracun, mudah terdegradasi dalam tanah, dapat
diterima oleh tubuh, serta dapat membentuk film yang baik.
Karaginan merupakan suatu alternatif yang baik sebagai bahan dasar
pembuatan edible film untuk mendapatkan daya tahan dan kualitas bahan pangan
yang dikemas. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh
penambahan kitosan dan karaginan terhadap organoleptik edible film, serta untuk
mengetahui pengaruh penambahan kitosan terhadap daya simpan edible film.
Hasil penelitian menunjukan bahwa edible film dengan perlakuan C3(3:3)
menjadi formula terbaik dalam elastisitas, sedangkan perlakuan C1(0:3) menjadi
formula terbaik dalam warna edible film, kemudian untuk edible film dengan
perlakuan C2(1:3) menjadi perlakuan terbaik dalam bau edible film dan perlakuan
C3(3:3) menjadi perlakuan terbaik dalam rasa edible film. Penyimpanan edible film
dalam suhu ruang lebih cepat mengalami perubahan dibandingkan dengan
penyimpanan suhu kulkas, untuk edible film dengan perlakuan C4(5:3) menjadi
formula terbaik dalam lama penyimpanan atau pengujian daya simpan.

Kata kunci: (edible film, kitosan, biodegradeble, karaginan, pengemas)

iii
PKP Pangandaran
Politeknik Kelautan dan Perikanan Pangandaran

PEMBUATAN EDIBLE FILM DENGAN BAHAN BAKU


KITOSAN CANGKANG UDANG DAN KARAGINAN

Laporan Karya Tulis Praktik Akhir


Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mendapatkan Gelar Ahli Madya Perikanan
Program Studi Pengolahan Hasil Laut

Irna Sukmayati
NIT. 17.3.08.042

Dosen Pembimbing:
Nusaibah, S.Pi., M.Si
Widya Pangestika, S.ST., M.T

PROGRAM STUDI PENGOLAHAN HASIL LAUT


POLITEKNIK KELAUTAN DAN PERIKANAN PANGANDARAN
2020

iv
Judul : Pembuatan Edible film dengan Bahan Baku Kitosan Cangkang Udang
Karaginan
Nama : Irna Sukmayati
NIT : 17.3.08.042

Disetujui oleh,

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Nusaibah, S.Pi., M.Si Widya Pangestika, S.ST., MT


NIP. 19910511 201902 2 007 NIP. 19940626 201902 2 007

Diketahui oleh,

Ketua Program Studi Direktur


Pengolahan Hasil Laut Politeknik KP Pangandaran

Satriya Abrian, S.Si., M.Sc DH. Guntur Prabowo, A.Pi., M.M


NIP.19890111 201801 1 002 NIP. 19650811 198903 1 001

Tanggal ujian: 20 Juli 2020

v
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga laporan Karya Tulis Praktek Akhir (KTPA) ini
berhasil diselesaikan. Adapun judul dari laporan KTPA ini adalah “Pembuatan
Edible film dengan Bahan Baku Kitosan Cangkang Udang dan Karaginan”. Laporan
disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat mendapatkan gelar Ahli Madya
Perikanan di Progrm Studi Pengolahan Hasil Laut, Politeknik Kelautan dan
Perikanan Pangandaran.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu dalam rangka penulisan dan penyusunan Laporan
KTPA ini, terutama kepada:
1. Bapak Satriya Abrian, S.Si., M.Sc sebagai Ketua Program Studi Pengolahan
Hasil Laut
2. Ibu Nusaibah, S.Pi., M.Si sebagai Dosen Pembimbing I
3. Ibu Widya Pangestika, S.ST., MT sebagai Dosen Pembimbing II
4. Semua pihak yang telah memberikan dukungan, semangat, saran dan do’a
demi kelancaran dalam penyusunan Laporan KTPA ini.
Akhirnya penulis berharap semoga laporan ini bermanfaat bagi semua pihak
yang membantu, meskipun dalam laporan ini masih banyak kekurangannya. Oleh
karena itu kritik dan saran yang membangun tetap penulis harapkan.

Pangandaran, 20 Juli 2020

Irna Sukmayati
NIT. 17.3.08.042

vi
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN v
KATA PENGANTAR vi
DAFTAR ISI vii
DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR TABEL ix
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3
2.1 Manfaat Cangkang Udang 3
2.2 Kitosan 3
2.2.1 Mekanisme Isolasi Kitosan 4
2.3 Karaginan 5
2.3.1 Mekanisme Ekstraksi Karaginan 5
2.4 Edible film 5
2.4.1 Mekanisme Pembentukan Edible film 6
2.5 Analisa Usaha 6
2.5.1 Analisis Penerimaan dan Keuntungan 7
2.5.2 Analisis Break Even Point (BEP) 7
2.5.3 Analisis Benefit Cost Ratio (BCR) 8
2.5.4 Analisis Payback Period (PP) 8
BAB III METODOLOGI 9
3.1 Waktu dan Tempat 9
3.2 Alat dan Bahan 9
3.2.1 Alat 9
3.2.2 Bahan 9
3.3 Metode Kerja 10
3.3.1 Preparasi Bahan 10
3.3.2 Metode Pembuatan Edible film 10
3.3.3 Metode Pembuatan Edible film 10

vii
3.4 Metode Pengujian 11
3.4.1 Uji Organoleptik 11
3.4.2 Uji Daya Simpan 11
3.5 Metode Pengumpulan Data 11
3.6 Skema Penelitian 12
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 13
4.1 Edible Film 13
4.1.1 Persiapan Bahan 13
4.1.2 Pelarutan Kitosan 14
4.1.3 Pencampuran Bahan 14
4.1.4 Pemanasan Larutan 14
4.1.5 Pencetakan 14
4.1.6 Penjemuran 15
4.1.7 Pengemasan 15
4.2 Pengujian Edible Film 15
4.2.1 Uji Organoleptik 15
4.2.2 Uji Hedonik 16
4.2.3 Uji Masa Simpan 19
4.3 Analisa Usaha 22
4.3.1 Biaya Tetap 22
4.3.2 Biaya Variabel 22
4.3.3 Biaya Total 23
4.3.4 Total Penerimaan (TR) 23
4.3.5 Keuntungan 23
4.3.6 Break Even Point (BEP) 23
4.3.7 Benefit Cost Ratio (BCR) 23
4.3.8 Payback Period (PP) 24
BAB V PENUTUP 25
5.1 Kesimpulan 25
5.2 Saran 25
DAFTAR PUSTAKA 26

viii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Skema Penelitian 12


Gambar 2. Perbandingan Edible Film setiap Perlakuan 16
Gambar 3. Kenampakan Edible Film 17
Gambar 4. Tekstur Edible Film 17
Gamabr 5. Rasa Edible Film 18
Gambar 6. Bau Edible Film 18
Gambar 7. Uji Ketahanan Edible Film Hari ke-1 20
Gambar 8. Uji Ketahanan Edible Film Hari ke-7 20

ix
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Alat-alat Pembuatan Edible film 9


Tabel 2. Bahan-bahan Pembuatan Edible film 9
Tabel 3. Variasi Perlakuan 10
Tabel 4. Rata-rata Hasil Uji Hedonik 16
Tabel 5. Perubahan Selama Masa Simpan 19
Tabel 6. Biaya Tetap Pembuatan Edible Film 22
Tabel 7. Biaya Variabel Pembuatan Edible Film 22
Tabel 9. Penyusutan Alat 22

x
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bahan makanan merupakan bahan yang mudah mengalami kerusakan,
termasuk bahan makanan yang berasal dari perikanan. Upaya untuk memperlambat
masalah tersebut adalah dengan pengemasan yang tepat. Bahan pengemas dari
plastik adalah bahan yang paling banyak digunakan di masyarakat, dengan alasan
lebih ekonomis dan praktis serta memberikan perlindungan yang baik dalam
pengawetan. Penggunaan plastik kemasan dapat menyebabkan dampak buruk yang
sangat besar bagi lingkungan. Kemasan plastik yang tidak mudah terdegradasi,
akan terus menumpuk dan menyebabkan kerusakan lingkungan baik dari segi
estetika maupun kebersihan.
Masalah penggunaan plastik dalam kehidupan sehari-hari dapat dikurangi
dengan penggunaan plastik yang mudah terurai atau biasa disebut dengan edible
film. Edible film merupakan suatu lapisan tipis yang dapat dimakan, dan digunakan
untuk melapisi makanan yang berfungsi sebagai penghalang dari gas dan uap air
serta sebagai pelindung bahan makanan yang mudah teroksidasi, dan menambah
sifat mekanis pada produk makanan. Penggunaan edible film dalam bidang
perikanan salah satunya adalah sebagai pelindung produk yang dapat dikonsumsi
tanpa harus membuang edible film tersebut, seperti wadah mencetak sosis atau biasa
disebut selongsong sosis ataupun sebagai wadah mencetak kekian. Salah satu bahan
yang dapat digunakan untuk membuat edible film adalah limbah cangkang udang
dan karaginan. Limbah cangkang udang sebagai bahan pembuatan edible film
berupa hasil dari isolasi atau ekstrasi menjadi kitosan.
Kitosan merupakan biopolimer hidrofilik yang didapatkan melalui proses
deasetilasi kitin. Kitosan bersifat biocompatible dan biodegradeble, bahkan
termasuk senyawa biodegradeble yang paling melimpah di bumi. Kitosan dapat
mengadsorbsi hara yang digunakan oleh bakteri, dan mampu mengikat dan
menghambat sistem enzim beberapa bakteri. Oleh karena itu, kitosan dapat
memperpanjang masa simpan produk atau bahan makanan dengan mengurangi
resiko pertumbuhan bakteri patogen pada permukaan makanan.

1
Kitosan memiliki prospek yang sangat baik untuk dikembangkan di Indonesia
yang kaya akan sember daya alam hayati di darat maupun di laut. Pembuatan edible
film dengan pemanfaatan limbah cangkang udang ini diharapkan dapat mengurangi
penggunaan plastik yang banyak merugikan lingkungan dan makhluk hidup di
dalamnya. Selain itu, dengan adanya pembuatan edible film dari kitosan cangkang
udang ini dapat memanfaatkan limbah cangkang udang dan menambah nilai
ekonomi limbah cangkang udang yang terdapat di daerah Kabupaten Pangandaran.
Edible film dapat menjadi alternatif plastik sintetis yang baik untuk aplikasi
kemasan bahan makanan karena bersifat biodegradeble, aman bagi kesehatan, dan
dapat meningkatkan daya simpan makanan, salah satu biopolimer hidrofobik untuk
memperbaiki karakteristik film sekaligus aktivitas anti mikroba adalah kitosan
(Balti, dkk., 2017; Chillo, et.al., 2008). Berbagai penelitian menunjukan bahwa
edible film dapat berfungsi sebagai pembawa (carrier) aditif makanan, bersifat
sebagai agen antipencoklatan, antimikroba, pewarna, pemberi flavor, nutrisi, dan
bumbu (Li dan Barth, 1998; Pranoto, et.al., 2005; Rojas-Grau, et.al., 2009). Oleh
karena itu penulis ingin meneliti dan membuat edible film dari kitosan limbah
cangkang udang karena udang merupakan salah satu bahan baku melimpah dan
manfaat kitosan yang berfungsi sebagai penstabil, transparansi, serta memiliki
kandungan antimikroba.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan pembuatan edible film dari kitosan antara lain, yaitu:
1. Membuat edible film dari kitosan limbah cangkang udang dan karaginan
dengan formulasi terbaik
2. Mengetahui mutu edible film yang dihasilkan dari kitosan limbah cangkang
udang dan karaginan ditinjau dari pengujian organoleptik dan pengujian
daya simpan
3. Mengetahui pengaruh dari penambahan kitosan terhadap organoleptik
edible film serta daya simpan edible film

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Manfaat Cangkang Udang


Udang dapat dimanfaatkan dengan cara pengolahan yaitu dimasak secara
langsung atau pembekuan. Limbah yang dihasilkan dari proses pemasakan yang
dapat banyak ditemukan di restoran seafood, ataupun dari proses pembekuan yang
dapat banyak ditemukan di industri pembekuan yaitu berupa cangkang dan kepala
udang yang mencapai 75%-85%. Cangkang tersebut dapat diolah menjadi kitin dan
kitosan dengan rentan pemanfaatan yang luas, yaitu dapat diaplikasikan pada
bidang nutrisi, pangan, medis, kosmetik, lingkungan dan pertanian. Kitosan
memiliki fungsi sebagai pengawet dan penguat. Selain itu, kitosan memiliki
aktivitas antimikroba, antijamur, antitumor, penurunan kolesterol, penurunan
tekanan darah tinggi, dan kemampuan dalam meningkatkan daya imunologi
(Suhartono, 2006).

2.2 Kitosan
Menurut Rabea, et.al. (2003), kitosan merupakan biopolimer yang didapatkan
melalui proses deasetilasi basa dari kitin serta mengandung lebih dari 5000 unit
glukosanin yang menyebabkan kitosan memiliki karakter polikationik. Kitin
merupakan biopolimer yang menyusun cangkang crustacea seperti udang dan
kepiting serta insecta (Karlson, 1984). Kitosan memiliki sifat biocompatible atau
kemampuan bahan untuk dapat diterima atau menyatu ke dalam bahan lain, serta
memiliki sifat biodegradeble atau kemampuan bahan untuk dapat dengan mudah
terdegradasi (Schlaak dan Lindenthal, 2000).
Kitosan adalah polisakarida kationik linear dengan poly-β-(1,4).2 amino-
deoksi-D-glukopiranosa. Kitosan dalam bentuk amina bebas bersifat tidak larut
dalam air pada pH netral. Akan tetapi, kitosan larut dalam asam asetat glasisal dan
larutan HCl, akan tetapi tidak larut dalam asam sulfur pada suhu kamar.
Karakteristik film yang terbuat dari beberapa campuran gum dipengaruhi oleh
pengembangan intermolekul dari ikatan hidrogen diantara jalinan polimer yang
timbul akibat perbedaan struktur polimer yang timbul akibat perbedaan struktur

3
polimer. Polisakarida non ionik linear dengan berat molekul tinggi menghasilkan
film yang kuat.
Kitosan mempunyai kemampuan untuk dikembangkan sebagai bahan
pembuatan edible film karena dapat digunakan sebagai penstabil, pengental,
pengemulsi dan pembentuk lapisan pelindung jernih pada produk pangan. Kitosan
bersifat tidak beracun, mudah terdegradasi dalam tanah, dapat diterima oleh tubuh,
serta dapat membentuk film yang baik (Saputra, 2012). Selain itu, kitosan juga
memiliki kemampuan untuk meningkatkan transparansi dalam pembuatan edible
film (Kattur, dkk., 1998)

2.2.1 Mekanisme Isolasi Kitosan


Mekanisme isolasi kitosan melalui empat tahapan, yaitu deproteinasi,
demineralisasi, dekolorisasi, dan deasetilasi. Deproteinasi adalah tahap
penghilangan gugus protein, dengan perlakuan ini protein yang merupakan salah
satu penyusun cangkang udang yang terikat dengan senyawa kovalen dengan kitin
akan terlepas dan membentuk Na-proteinat yang dapat larut (Suhardi, 1992).
Deproteinasi dilakukan dengan pemberian kondisi basa yang diikuti pemanasan
selama rentang waktu tertentu. Pemberian basa dimaksudkan untuk mendenaturasi
protein menjadi bentuk primernya yang akan mengendap.
Demineralisasi dapat dilakukan dengan mudah melalui perlakuan dalam asam
klorida (HCl) encer pada suhu kamar (Suhardi, 1992). Sedangkan demineralisasi
cangkang udang umumnya dilakukan dengan HCl pada konsentrasi tertentu.
Metode yang dapat digunakan yaitu perendaman dengan HCl. Dekolorisasi
merupakan tahap penghilangan lemak dan zat-zat warna yang sebenarnya telah
mulai hilang saat pencucian setelah proses deproteinasi dan demineralisasi.
Sedangkan deasitilasi merupakan hilangnya gugus asetil dari kitin dengan
melarutkan dalam larutan NaOH 40-50% (Hirano, 1986).

4
2.3 Karaginan
Karaginan merupakan suatu senyawa polisakarida linear sulfat dari D-
galaktosa dan 3,6-anhidro-D-galaktosa yang diperoleh dari ekstraksi dari E. Cottoni
yang meupakan jenis rumput laut merah (Campo, et.al., 2009). Karaginan banyak
digunakan dalam industri makanan sebagai penambah ketebalan, pembentuk gel,
dan juga dalam industri farmasi. Karaginan merupakan suatu alternatif yang baik
sebagai bahan dasar pembuatan edible film untuk mendapatkan daya tahan dan
kualitas bahan pangan yang dikemas (Dwimayasanti, 2016).
Keamanan penggunaan karaginan pada makanan telah dikonfirmasi pada
pertemuan ke-57 Organisasi Pangan dan Argikultur dari beberapa negara yang
merupakan komite ahli kesehatan dunia tentang bahan tambahan pangan (JECFA)
di Roma pada Juni 2001 (Carthew, 2002). Kappa-karaginan merupakan komponen
yang paling meningkatkan penghalang kelembaban dibandingkan denga iota-
karaginan (Paula, et.al., 2015).

2.3.1 Mekanisme Ekstraksi Karaginan


Menurut Tunggal dan Hendrawati (2015), ekstraksi karaginan dari rumput
laut E.cottoni umumnya dilakukan dengan menggunakan dengan menggunakan
basa KOH. Fungsi KOH adalah untuk membantu ekstraksi polisakarida menjadi
lebih sempurna dan mempercepat proses eliminasi 6-sulfat menjadi 3,6-anhidro-D-
galaktosa sehingga meningkatkan mutu karaginan yang dihasilkan (Ega, dkk.,
2016).

2.4 Edible film


Edible film merupakan alternatif plastik sintetis yang baik untuk aplikasi
kemasan makanan karena bersifat mudah terdegradasi, aman bagi kesehatan, dan
dapat meningkatkan daya simpan makanan (Balti, dkk., 2017). Edible film memiliki
fungsi sebagai penghambat terhadap transfer massa seperti kelembaban, oksigen,
karbon dioksida, dan zat-zat terlarut yang terlibat dalam proses respirasi
(Embuscado dan Huber, 2009). Edible film dapat dibuat dari polimer alami seperti
protein, lipid, dn polisakarida. Polisakarida utama yang dapat digunakan untuk

5
edible film antara lain seperti pektin, gelatin, kitosan, pati, dan gum (Daza, dkk.,
2018).

2.4.1 Mekanisme Pembentukan Edible film


Proses pembentukan film adalah suatu fenomena pembentukan gel akibat
perlakuan suhu, sehingga terjadi pembentukan matriks atau jaringan (Mc Hugh and
Krocha, 1994). Prinsip pembentukan edible film, melalui tiga tahapan sebagai
berikut:
1. Pensuspensian bahan kedalam pelarut, pembentukan film ini dimulai dengan
mensuspensikan bahan kedalam pelarut
2. Pengaturan suhu, pengaturan suhu mempunyai tujuan untuk mencapai suhu
gelatinisasi, sehingga dapat tergelatinisasi sempurna dan diperoleh film yang
homogen serta utuh.
3. Penambahan plasticizer, penambahan ini bertujuan untuk menghasilkan film
yang kuat, fleksibel, dan tidak mudah putus.
4. Pengeringan, pengeringan dilakukan untuk menguapkan pelarut, maka akan
diperoleh edible film. Suhu yang digunakan akan mempengaruhi waktu
pengeringan dan kenampakan edible film yang dihasilkan.

2.5 Analisa Usaha


Analisa usaha merupakan perkiraan laba yang akan didapatkan dari usaha
yang dijalankan. Cara menganalisa usaha ini yakni dengan menjumlahkan semua
total biaya yang dikeluarkan ketika proses produksi. Biaya produksi adalah semua
pengeluaran yang dikeluarkan untuk memproduksi barang (Susanto, 2010).
Biaya produksi dibagi menjadi dua yakni biaya tetap dan biaya variable.
Biaya tetap (fixed cost) yaitu biaya produksi yang besarnya tidak berubah atau tidak
dipengaruhi oleh volume produksi. Biaya variabel (variable cost) yaitu biaya yang
besarnya berubah-ubah sesuai dengan jumlah produksinya. Sedangkang biaya total
(total cost) yaitu jumlah keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi
barang.
Rumus yang digunakan untuk menghitung biaya total :
TC = FC + VC

6
Keterangan:
TC = Biaya Total (Total Cost)
FC = Biaya Tetap (Fixed Cost)
VC = Biaya Variabel (Variable Cost)

2.5.1 Analisis Penerimaan dan Keuntungan


Rumus penerimaan dan keuntungan menurut Mahyudin (2008), yaitu:
a. Total Penerimaan (TR)
TR = P x Q
Keterangan:
TR = Jumlah Penerimaan (Total Revenue)
P = Harga jual
Q = Jumlah produksi

b. Keuntungan
π = TR - TC

Keterangan:
π = Keuntungan (Profit)
TR = Total Penerimaan (Total Revenue)
TC = Biaya Total (Total Cost)

2.5.2 Analisis Break Even Point (BEP)


Break Even Point(BEP) tercapai apabila jumlah pendapatan sama dengan
jumlah biaya produksi atau keuntungan sama dengan nol. Rumus yang digunakan
untuk mengetahui besarnya BEP (Mahyudin 2008) adalah:
a. BEP Harga = TC : TP
Keterangan:
TC = Biaya Total (Total Cost)
TP = Total Produksi (kg)
b. BEP Produksi = TC : P
TC = Biaya Total (Total Cost)
P = Harga Jual Per Satuan (Rp/Kg)

7
2.5.3 Analisis Benefit Cost Ratio (BCR)
Analisis Benefit Cost Ratio merupakan alat analisis yang digunakan untuk
melihat pendapatan relative suatu usaha (Ibrahim, 2009). Rumus yang digunakan
adalah: B/C = TR : TC
Keterangan:
B/C = Benefit Cost Ratio
TR = Total Penerimaan (Total Revenue)
TC = Total Biaya (Total Cost)
Apabila nilai BCR lebih besar dari 1 maka usaha dinyatakan layak untuk
dijalankan, sedangkan apabila nilai BCR kurang dari 1 maka usaha dinyatakan tidak
layak untuk dijalankan.

2.5.4 Analisis Payback Period (PP)


Analisis pengembalian modal atau payback period (PP) dapat diartikan
dengan lamanya waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikan biaya investasi
yang telah dikeluarkan oleh perusahaan.
Rumus payback period:
PP = Investasi
Keuntungan

8
BAB III
METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat


Kegiatan penelitian ini dilaksanakan mulai dari tanggal 02 Maret 2020 sampai
dengan 20 Mei 2020, yang dilaksanakan di Jalan Sindanglaya RT 02 RW 02, Desa
Sindangsari, Kecamatan Banjarsari, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat.

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Alat
Adapun alat-alat yang digunakan dalam pembuatan edible film antara lain,
yaitu terdapat dalam Tabel 1.
Tabel 1. Alat-alat Pembuatan Edible film
No Nama alat Fungsi
1. Mangkuk stainless Wadah mencampurkan larutan dan bahan
2. Capitan Alat untuk memindah/memasukan larutan ke
wadah yang mempunyai dimensi pemasukan
sampel bahan kecil
3. Loyang plastik Wadah untuk mencetak edible film
4. Gelas ukur plastik Wadah untuk mengukur larutan yang akan
digunakan
7. Oven Alat untuk mengeringkan edible film atau bahan
8. Pipet Alat untuk mengambil larutan dengan volume kecil
9. Timbangan digital Alat untuk menimbang bahan

3.2.2 Bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan edible film antara
lain, yaitu terdapat pada Tabel 2.
Tabel 2. Bahan-bahan Pembuatan Edible film
Bahan Pembuatan Edible film
No Nama Bahan Fungsi
1. Kitosan Cangkang Sebagai bahan penstabil, pengental, pengemulsi
Udang dan pembentuk lapisan pelindung jernih pada
produk pangan, serta pengawet
2. Karaginan Sebagai penambah ketebalan, dan pembentuk gel
3. Gliserol Sebagai plasticizer untuk mengatasi sifat rapuh dan
kaku pada edible film
4. Aqua Sebagai bahan untuk menetralkan larutan
5. Gelatin Sebagai pengeras edible film

9
5. Asam sitrat Sebagai pelarut kitosan

3.3 Metode Kerja


3.3.1 Preparasi Bahan
Bahan-bahan pembuatan edible film ditimbang terlebih dahulu dan
dimasukkan kedalam wadah yang berbeda sesuai dengan perlakuan, setiap wadah
diberi kode masing-masing perlakuan.

3.3.2 Metode Pembuatan Edible film


Variasi perlakuan untuk pembuatan edible film terdapat pada Tabel 3.
Tabel 3. Variasi Perlakuan
Kitosan (g) Karaginan (g) Gliserol (mL)
0 3 1
1 3 1
3 3 1
5 3 1
Adapun metode pembuatan edible film pada penulisan KTPA mengacu pada
Deutduangchan, dkk. (2014) yang telah dimodifikasi, antara lain yaitu:
1. Penimbangan kitosan dan karaginan dengan komposisi C1(0:3); C2(1:3) ;
C3(3:3); C4(5:3) (g/g)
2. Pendispersian kitosan dalam 100 ml asam sitrat (citric acid) 2g, kemudian
pengadukan sampai dengan homogen dengan menggunakan alat pengaduk
selama 10 menit.
3. Pembuatan suspensi dengan pencampuran kitosan sebanyak yang telah larut
dan karaginan sebanyak 3 g dengan 1 mL gliserol serta penambahan gelatin
sebanyak 3g
4. Pemanasan suspesnsi menggunakan mangkuk stainless diatas air yang
dipanaskan diatas kompor selama 10 menit sampai terbentuk gel atau
mengental.
5. Pencetakan dengan menggunakan cetakan loyang plastik dan penjemuran
selama 2 hari.
6. Pelepasan edible film dari cetakan, dan pengemasan serta pengujian (hedonik,
daya simpan, dan ketahanan)

10
3.4 Metode Pengujian
3.4.1 Uji Hedonik
Pengujian organoleptik adalah pengujian yang didasarkan pada proses
penginderaan. Penginderaan berarti suatu proses pengenalan alat indera akan sifat-
sifat benda karena adanya rangsangan yang diterima alat indera yang berasal dari
benda tersebut. Rangsangan yang dapat diterima indera dapat bersifat mekanis
(tekanan, tusukan), bersifat fisis (dingin, panam sinar, warna), sifat kimia (bau,
aroma, rasa). Untuk melaksanakan penelitian organoleptik diperlukan panelis.
Dalam penilaian suatu mutu atau analisis sifat-sifat sensori atau komoditi, panelis
bertindak sebagai instrumen. Panelis ini terdiri dari orang yang atau kelompok yang
bertugas menilai sifat atau mutu komoditi secara subjektif.

3.4.2 Uji Daya Simpan


Pengujian daya simpan merupakan pengujian untuk mengetahui ketahan
produk dari pengemasan sampai dengan produk rusak. Daya simpan suatu produk
dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni penyimpanan produk, bahan-bahan yang
digunakan dalam pembuatan produk, serta proses pembuatan produk. Parameter
yang diamati selama proses pengujian daya simpan yakni kenampakan, tekstur, rasa
dan bau. Semua parameter diamati perubahannya dan dicatat.

3.4.3 Uji Ketahanan


Uji ketahanan dilakukan untuk mengetahui efektivitas edible film sebagai
bahan pengemas pada produk perikanan yakni otak-otak ikan. Edible film mampu
menambah daya simpan produk atau mempercepat kerusakan atau kemunduran
mutu produk.

3.5 Metode Pengumpulan Data


Data yang penulis dapatkan merupakan data primer. Data primer merupakan
data yang diperoleh secara langsung dari sumbernya (interview), diamati dan
dicatat untuk pertama kalinya melalui prosedur dan teknik pengambilan data yang
berupa wawancara dan praktik langsung (Saifuddin, 1998). Adapun metode
pengumpulan data yang saya lakukan selama KTPA adalah sebagai berikut:

11
1. Wawancara
Wawancara merupakan cara mengumpulkan data dengan cara tanya jawab.
Wawancara dilakukan dengan cara tanya jawab langsung dengan laboran di
Laboratorium dengan Ibu Pipih. Wawancara ini mengenai , mekanisme
isolasi kitosan, pengaplikasian kitosan, serta manfaat kitosan.
2. Praktik Langsung
Praktik langsung atau partisipasi aktif merupakan salah satu metode
pengambilan data dengan mempraktikan langsung. Kegiatan praktik langsung
yang penulis lakukan yaitu mengerjakan langsung setiap tahapan kerja
pembuatan edible film.

3.6 Skema Penelitian


Adapun skema penelitian pembuatan edible film dengan bahan baku
kitosan dan karaginan ditunjukkan dalam gambar 1.

Persiapan bahan Pelarutan Pencampuran


(penimbangan bahan kitosan bahan
sesuai dengan (asam sitrat 2g
perlakuan) (dengan metode tim)
sebagai pelarut)

Pemanasan Pencetakan Penjemuran


larutan (dalam loyang (selama 2 hari
(dengan metode tim) ukuran 15 x 20) dibawah suhu 30°C)

Pengemasan Pengujian organoleptik


(kemasan paper kraft Edible film
stip lock) Pengujian daya simpan

Gambar 1. Skema Penelitian

12
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Edible film


Edible film merupakan lembaran tipis yang digunakan untuk membungkus
makanan atau bahan dan memiliki sifat antimikroba. Bahan baku pembuatan edible
film ini adalah kitosan. Kitosan yang digunakan adalah food grade sehingga aman
untuk dikonsumsi. Pembuatan edible film ini dibagi menjadi 4 (empat) perlakuan
yakni C1(0:3); C2(1:3); C3(3:3); C4(5:3). Adapun alur proses pembuatan edible
film dimulai dengan persiapan bahan, pelarutan kitosan, pencampuran bahan,
pemanasan larutan, pencetakan, penjemuran, pengemasan.

4.1.1 Persiapan Bahan


Bahan utama yang digunakan dalam pembuatan edible film antara lain kitosan
dan karaginan. Proses pembuatan edible film dengan bahan baku kitosan dan
karaginan memiliki empat perlakuan atau empat formula dengan komposisi
C1(0:3); C2(1:3); C3(3:3); C4(5:3) g/g. Perlakuan CI yakni perlakuan kontrol tanpa
menggunakan kitosan, hal ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan
kitosan dalam edible film. Karaginan yang ditambahkan dalam edible film yakni 3g
pada setiap perlakuan. Perlakuan C2 yakni penambahan kitosan sebanyak 1g,
sedangkan untuk perlakuan C3 dengan penambahan kitosan sebanyak 3g, serta
perlakuan C4 dengan penambahan kitosan sebanyak 5g.
Bahan-bahan lain yang digunakan dalam pembuatan edible film antaralain
gliserol 1ml, gelatin 3g, asam sitrat 2g, dan air 100ml. Penambahan gliserol dalam
pembuatan edible film berfungsi sebagai plasticizer serta memberikan elastisitas
pada edible film, penambahan gliserol terlalu banyak dapat mempengaruhi tekstur
edible film, edible film akan menjadi sangat lengket dan mudah robek apabila akan
dilepas dari cetakan.
Penambahan gelatin dalam pembuatan edible film juga berpengaruh terhadap
tekstur edible film, penambahan edible apabila terlalu banyak maka tekstur edible
film yang didapatkan menjadi keras sehingga edible film mudah patah ketika
diangkat atau dilepas dari cetakan. Sedangkan asam sitrat merupakan bahan

13
tambahan pangan yang digunakan untuk melarutkan kitosan. Kitosan merupakan
bahan yang hanya dapat larut dengan menggunakan asam seperti asam asetat dan
asam sitrat. Semua bahan-bahan ditimbang sesuai dengan formula dan dipisahkan
kedalam wadah yang berbeda serta diberi kode pada setiap wadah.

4.1.2 Pelarutan Kitosan


Langkah selanjutnya yang dilakukan dalam pembuatan edible film yakni
melarutkan kitosan dengan menggunakan asam sitrat. Asam sitrat merupakan asam
organik lemah yang ditemukan pada daun dan buah tumbuhan genus citrus seperti
jeruk. Senyawa ini merupakan bahan pengawet yang baik dan alami, selain
digunakan sebagai penambah rasa masam pada makanan dan minuman ringan.
Batas maksimum penggunaan asam sitrat terdapat dalam BPOM (Badan
Pengawas Makanan dan Obat) Nomor 8 Tahun 2013 tentang batas maksimum
penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pengatur Keasaman. Batas maksimum
penggunaan asam sitrat yakni batas maksimum CPPB. Batas maksimum CPPB
adalah jumlah BTP yang diizinkan terdapat pada pangan dalam jumlah secukupnya
yang diperlukan untuk menghasilkan efek yang diinginkan. Air sebanyak 100ml
dan ditambahkan dengan kitosan dan asam sitrat untuk kemudian dipanaskan diatas
air sampai dengan suhu 70oC atau tidak sampai air mendidih.

4.1.3 Pencampuran Bahan


Larutan kitosan kemudian ditambahkan dengan karaginan, gliserol, dan
gelatin. Semua bahan diaduk dengan menggunakan pengaduk sampai dengan larut
dan mengental. Pencampuran bahan-bahan lainnya ini dilakukan secara bertahap.
Proses pencampuran harus dilakukan dengan cepat dan teliti.

4.1.4 Pemanasan Larutan


Semua bahan yang telah dicampurkan kemudian dipanaskan dengan metode
tim atau metode pemanasan tanpa langsung bersentuhan dengan api yakni
dipanaskan diatas permukaan air yang dipanaskan terlebih dahulu. Hal ini bertujuan
agar edible film tidak mudah gosong, dan larutan dapat dengan sempurna merata.

14
4.1.5 Pencetakan
Edible film yang telah mengental dan larut kemudian dicetak dalam loyang
dengan ukuran 15 x 25 cm. Pencetakan harus dilakukan dengan cepat dan merata
serta teliti. Pencetakan harus dilakukan dengan cepat karena larutan edible film
mudah mengeras dan lengket. Larutan edible film dicetak setipis mungkin agar
lembaran yang dihasilkan tipis sehingga mudah kering dan tidak mudah lembab.

4.1.6 Penjemuran
Penjemuran edible film bertujuan untuk mengurangi kandungan air dalam
edible film sehingga lembaran menjadi kering dan dapat dilepas dari cetakan.
Penjemuran atau pengeringan merupakan proses penghilangan sejumlah air dari
material (Rohman, 2008). Larutan edible film yang telah dicetak kemudian
dikeringkan dengan cara dijemur. Penjemuran edible film dilakukan selama 2 hari
dibawah sinar matahari. Setelah penjemuran edible film yang telah kering kemudian
dilepas dengan bantuan stik secara perlahan agar tidak mudah robek. Edible film
yang telah dilepas kemudian dimasukkan kedalam kantong plastik bening secara
terpisah sesuai dengan perlakuan kemudian diberi kode.

4.1.7 Pengemasan
Edible film yang telah kering dan telah dipisahkan kemudian dimasukkan
kedalam kemasan paper kraft stip lock. Kemasan ini dilengkapi dengan alumunium
foil pada bagian dalam kertas sehingga tahan terhadap air dan tidak mudah robek.
Selain itu kemasan dengan stip lock memastikan bahwa kemasan rapat sehingga
tidak ada udara yang dapat masuk sehingga edible film tidak mudah lembab.
Pengemasan sendiri bertujuan untuk melindungi produk serta sebagai barrier
protection atau melindungi dari hambatan oksigen uap air, debu, dan sebagainya
(Louw dan Kimber, 2007).

4.2 Pengujian Edible film


4.2.1 Uji Organoleptik
Pengujian organoleptik merupakan cara pengujian menggunakan indera
manusia sebagai alat utama untuk menilai mutu ikan hidup dan produk perikanan

15
yang segar utuh (SNI 01-2346-2006). Parameter yang digunakan dalam pengujian
organoleptik biasanya berupa kenampakan (sesuatu yang tampak oleh indera mata),
tekstur (sesuatu yang dapat diraba/dirasakan oleh indera kulit), rasa (sesuatu yang
dapat dirasakan oleh indera lidah/pengecap), serta bau (sesuatu yang dapat dicium
oleh indera hidung).

4.2.2 Uji Hedonik


Uji hedonik merupakan uji tingkat kesukaan terhadap suatu produk pangan
atau non pangan. Uji hedonik dilakukan dengan memberi penilaian dalam lembar
penilaian sesuai tingkat kesukaan. Rentan nilai uji hedonik menurut SNI 01 2346-
2006 yaitu nilai 1 sd. 9. Uji hedonik ini dilakukan oleh panelis. Penilaian uji
hedonik harus subjektif. Uji hedonik yang dilakukan untuk produk edible film
kitosan-karaginan dilakukan oleh 10 orang panelis. Uji hedonik edible film terdapat
dalam Tabel 4.
Tabel 4. Rata-rata hasil uji hedonik edible film
Spesifikasi
Perlakuan
Kenampakan Tekstur Rasa Bau
C1 7,6 6,9 5,6 7,7
C2 6,9 7,1 5,9 7,6
C3 7,0 7,3 6,1 7,2
C4 6,3 6,3 5,1 6,8

Dari data diatas dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan yang sedikit
signifikan dalam tingkat kesukaan (hedonik) edible film antara perlakuan C1, C2,
C3, C4. Hal tersebut dikarenakan terdapat perbedaan baik dari parameter
kenampakan, tekstur, rasa dan bau dari edible film.

Gambar 2. Perbandingan Edible Film setiap Perlakuan

16
1. Kenampakan
Kenampakan merupakan bagian yang dapat dilihat oleh mata pada semua
bagian produk seperti dari segi warna, transparansi, bentuk, dan lain sebagainya.
Dari empat formula edible film didapatkan hasil uji hedonik dalam diagram
tersebut:

8
Kenampakan
6

0
C1 C2 C3 C4

Gambar 3. Kenampakan edible film


Menurut diagram diatas dapat diketahui bahwa kenampakan edible film yang
terbaik adalah perlakuan pertama (C1(0:3), menghasilkan warna yang lebih cerah
dan transparan. Semakin banyak kitosan yang ditambahkan, semakin gelap warna
dari edible film. Hal ini disebabkan karena, kitosan yang disimpan terlalu lama atau
disimpan dalam keaadaan terbuka atau kontak langsung dengan udara maka akan
terjadi dekomposisi, warnanya menjadi kekuningan (Krissetiana, 2004).
2. Tekstur
Tekstur merupakan salah satu parameter pengujian organoleptik/uji hedonik.
Tekstur edible film yang baik adalah permukaan halus, elastis, dan tidak mudah
robek, serta tidak lengket. Hasil uji hedonik dengan parameter tekstur terdapat
dalam diagram tersebut:

7,8
7,6 Tekstur
7,4
7,2
7
6,8
6,6
6,4
C1 C2 C3 C4

Gambar 4. Tekstur edible film

17
Menurut data diatas dapat dilihat bahwa edible film dengan tekstur yang
paling baik adalah perlakuan ketiga (C3(3:3), tekstur yang didapat adalah tidak
mudah robek, dan elastis.
3. Rasa
Rasa merupakan parameter uji hedonik pada produk pangan. Rasa edible film
memiliki rasa yang sedikit asam karena penambahan asam sitrat pada proses
pelarutan. Hasil uji hedonik dengan parameter rasa terdapat dalam diagram
tersebut:

6,5
Rasa
6

5,5

4,5
C1 C2 C3 C4

Gambar 5. Rasa edible film


Menurut data diatas dapat diketahui bahwa rasa yang paling banyak disukai
adalah perlakuan ketiga (C3(3:3)). Formula dengan perbandin 3g kitosan dan 3g
karaginan menghasilkan rasa yang paling banyak disukai.
4. Bau
Bau merupakan salah satu parameter uji hedonik. Bau yang didapatkan dari
edible film yaitu sedikit bau asam dan bau seperti produk kulit tahu. Uji hedonik
dengan parameter bau terdapat dalam diagram tersebut:

7,2
7 Bau
6,8
6,6
6,4
6,2
6
5,8
C1 C2 C3 C4

Gambar 6. Bau pada edible film

18
Menurut data diatas dapat diketahui bahwa rasa yang paling banyak disukai
adalah perlakuan kedua (C2(1:3)). Formula dengan perbandingan 1g kitosan dan 3g
karaginan menghasilkan rasa yang paling banyak disukai. Penambahan kitosan
yang signifikan dapat menghasilkan bau yang sedikit menyengat.

4.2.3 Uji Masa Simpan Edible film


Perubahan parameter pengujian edible film terdapat dalam Tabel 5.
Tabel 5. Perubahan selama masa simpan
HARI KE-1
Spesifikasi
Kode
Kenampakan Tekstur Rasa Bau
SUHU C1 Trasparan Elastis Normal Normal
RUANG C2 Sedikit gelap Elastis Normal Normal
C3 Gelap Elastis Normal Normal
C4 Sangat gelap Elastis Normal Normal
Spesifikasi
Kode
Kenampakan Tekstur Rasa Bau
SUHU C1 Trasparan Elastis Normal Normal
KULKAS C2 Sedikit gelap Elastis Normal Normal
C3 Gelap Elastis Normal Normal
C4 Sangat gelap Elastis Normal Normal

HARI KE-2
Spesifikasi
Kode
Kenampakan Tekstur Rasa Bau
SUHU C1 Trasparan Sedikit elastis Normal Sedikit asam
RUANG C2 Sedikit gelap Sedikit elastis Sedikit asam Sedikit asam
C3 Gelap Sedikit elastis Sedikit asam Sedikit asam
C4 Sangat gelap Sedikit elastis Sedikit asam Sedikit asam
Spesifikasi
Kode
Kenampakan Tekstur Rasa Bau
SUHU C1 Trasparan Elastis Normal Normal
KULKAS C2 Sedikit gelap Elastis Normal Normal
C3 Gelap Elastis Normal Normal
C4 Sangat gelap Elastis Normal Normal

HARI KE-3
Spesifikasi
Kode
Kenampakan Tekstur Rasa Bau
C1 Trasparan Sedikit elastis Sedikit asam Sedikit asam
SUHU C2 Sedikit gelap Sedikit elastis Sedikit asam Sedikit asam
RUANG C3 Gelap Sedikit elastis Sedikit asam Sedikit asam
C4 Sangat gelap Sedikit elastis Sedikit asam Sedikit asam

19
Spesifikasi
Kode
Kenampakan Tekstur Rasa Bau
SUHU C1 Trasparan Sedikit elastis Normal Normal
KULKAS C2 Sedikit gelap Sedikit Elastis Normal Normal
C3 Gelap Elastis Normal Normal
C4 Sangat gelap Sedikit Elastis Normal Normal

HARI KE-4
Spesifikasi
Kode
Kenampakan Tekstur Rasa Bau
SUHU C1 Trasparan Mudah robek Asam Asam
RUANG C2 Sedikit gelap Sedikit elastis Asam Asam
C3 Gelap Sedikit elastis Sedikit asam Sedikit asam
C4 Sangat gelap Sedikit elastis Sedikit asam Sedikit asam
Spesifikasi
Kode
Kenampakan Tekstur Rasa Bau
SUHU C1 Trasparan Sedikit elastis Normal Normal
KULKAS C2 Sedikit gelap Sedikit Elastis Normal Normal
C3 Gelap Sedikit Elastis Normal Normal
C4 Sangat gelap Sedikit Elastis Normal Normal

HARI KE-5
Spesifikasi
Kode
Kenampakan Tekstur Rasa Bau
SUHU C1 Trasparan Mudah robek Asam Asam
RUANG C2 Sedikit gelap Mudah robek Asam Asam
C3 Gelap Mudah robek Sedikit asam Sedikit asam
C4 Sangat gelap Mudah robek Sedikit asam Sedikit asam
Spesifikasi
Kode
Kenampakan Tekstur Rasa Bau
SUHU C1 Trasparan Sedikit Elastis Normal Normal
KULKAS C2 Sedikit gelap Sedikit Elastis Normal Normal
C3 Gelap Sedikit Elastis Normal Normal
C4 Sangat gelap Sedikit Elastis Normal Normal

HARI KE-6
Spesifikasi
Kode
Kenampakan Tekstur Rasa Bau
SUHU C1 Trasparan Mudah robek Asam Asam
RUANG C2 Sedikit gelap Mudah robek Asam Asam
C3 Gelap Mudah robek Asam Asam
C4 Sangat gelap Mudah robek Sedikit asam Sedikit asam
Spesifikasi
Kode
Kenampakan Tekstur Rasa Bau
SUHU C1 Trasparan Sedikit elastis Normal Normal
KULKAS C2 Sedikit gelap Sedikit Elastis Normal Normal
C3 Gelap Sedikit Elastis Normal Normal
C4 Sangat gelap Sedikit Elastis Normal Normal

20
HARI KE-7
Spesifikasi
Kode
Kenampakan Tekstur Rasa Bau
SUHU C1 Trasparan Sangat rapuh Asam Asam
RUANG C2 Sedikit gelap Sangat rapuh Asam Asam
C3 Gelap Sangat rapuh Asam Asam
C4 Sangat gelap Sangat rapuh Asam Asam
Spesifikasi
Kode
Kenampakan Tekstur Rasa Bau
SUHU C1 Trasparan Mudah robek Normal Normal
KULKAS C2 Sedikit gelap Mudah robek Normal Normal
C3 Gelap Mudah robek Normal Normal
C4 Sangat gelap Mudah robek Normal Normal

Dari data diatas dapat diketahui bahwa suhu penyimpanan edible film sangat
berpengaruh terhadap ketahanan edible film. Edible film yang disimpan pada suhu
ruang lebih cepat mengalami kemunduran kualitas lebih cepat dibandingkan dengan
edible film yang disimpan pada suhu kulkas. Wadah penyimpanan atau kemasan
edible film juga harus wadah yang kering dan tertutup rapat. Hal ini bertujuan untuk
mencegah masuknya udara dan kotoran yang akan masuk kedalam kemasan dan
mempercepat proses kemunudran kualitas edible film.
Selain suhu penyimpanan, penambahan kitosan juga waktu penjemuran atau
tingkat kekeringan edible film juga akan berpengaruh terhadap kualitas edible film.
Penambahan kitosan dalam pembuatan edible film ini berpengaruh terhadap
ketahanan edible film, karena kitosan memiliki senyawa antimikroba. Kitosan dapat
memberikan efek penghambatan yang lebih tinggi terhadap bakteri gram negatif (E.
Coli) dibandingkan dengan bakteri gram positif (Staphylococcus aureus dan
Bacillus subtilis) (Nurainy, 2008 dan Chung et.al, 2004). Hal ini disebabkan oleh
struktur membran/dinding sel bakteri gram negatif lebih tipis dibandingkan dengan
dinding sel bakteri gram positif. Oleh karena itu mekanisme kitosan sebagai salah
satu bahan yang mempunyai kandungan antimikroba ini dengan interaksi dan
pengrusakan strutur membran/dinding sel dari bakteri (Dewi, et.al., 2006)
Waktu penjemuran edible film juga berpengaruh terhadap tingkat kekeringan
edible film. Edible film yang masih lembab akan lebih cepat lengket dan mudah
sobek serta akan lebih mudah ditumbuhi oleh jamur. Oleh karena itu, wadah
penyimpanan edible film harus berada ditempat yang kering dan tahan terhadap air.
Sehingga akan memperpanjang masa simpan edible film.

21
4.2.4 Ketahanan Edible Film
Edible film merupakan lembaran tipis yang akan digunakan untuk
membungkus makanan agar tidak mudah teroksidasi atau rusak. Uji ketahanan
edible film dalam membungkus suatu produk yaitu dengan membungkuskan edible
film dalam produk perikanan yakni otak-otak ikan. Perubahan edible film dalam uji
ketahanan produk otak-otak ikan terdapat dalam Tabel.
Tabel 6. Uji Ketahanan Produk dalam Suhu Ruang
Hari Parameter
Kode
ke- Kenampakan Tekstur Bau
Tanpa Warna putih Kenyal Normal
C1 Warna putih Kenyal Normal
1 C2 Warna putih Kenyal Normal
C3 Warna putih Kenyal Normal
C4 Warna putih Kenyal Normal
Tanpa Putih sedikit pudar Kenyal Normal
C1 Warna putih Kenyal Normal
2 C2 Warna putih Kenyal Normal
C3 Warna putih Kenyal Normal
C4 Warna putih Kenyal Normal
Tanpa Putih sedikit pudar Agak kenyal Normal
C1 Putih sedikit pudar Kenyal Normal
3 C2 Warna putih Kenyal Normal
C3 Warna putih Kenyal Normal
C4 Warna putih Kenyal Normal
Tanpa Putih kekuningan Agak kenyal Sedikit asam
C1 Putih sedikit pudar Agak kenyal Normal
4 C2 Warna putih Kenyal Normal
C3 Warna putih Kenyal Normal
C4 Warna putih Kenyal Normal
Tanpa Putih kekuningan Agak keras Sedikit asam
C1 Putih kekuningan Agak kenyal Sedikit asam
5 C2 Putih sedikit pudar Agak kenyal Normal
C3 Warna putih Kenyal Normal
C4 Warna putih Kenyal Normal
Tanpa Putih kecokelatan Keras Asam
C1 Putih kekuningan Agak keras Sedikit asam
6 C2 Putih sedikit pudar Agak keras Sedikit asam
C3 Putih sedikit pudar Agak kenyal Sedikit asam
C4 Putih sedikit pudar Agak kenyal Sedikit asam
Tanpa Putih kecokelatan Keras Asam
C1 Putih kecokelatan Keras Asam
7 C2 Putih kekuningan Keras Asam
C3 Putih kekuningan Agak keras Asam
C4 Putih sedikit pudar Agak keras Sedikit asam

22
Tabel 9. Uji ketahanan edible film suhu kulkas
Hari Parameter
Kode
ke- Kenampakan Tekstur Bau
Tanpa Warna putih Kenyal Normal
C1 Warna putih Kenyal Normal
1 C2 Warna putih Kenyal Normal
C3 Warna putih Kenyal Normal
C4 Warna putih Kenyal Normal
Tanpa Warna putih Kenyal Normal
C1 Warna putih Kenyal Normal
2 C2 Warna putih Kenyal Normal
C3 Warna putih Kenyal Normal
C4 Warna putih Kenyal Normal
Tanpa Putih sedikit pudar Agak kenyal Normal
C1 Warna putih Kenyal Normal
3 C2 Warna putih Kenyal Normal
C3 Warna putih Kenyal Normal
C4 Warna putih Kenyal Normal
Tanpa Putih sedikit pudar Agak kenyal Normal
C1 Putih sedikit pudar Agak kenyal Normal
4 C2 Warna putih Kenyal Normal
C3 Warna putih Kenyal Normal
C4 Warna putih Kenyal Normal
Tanpa Putih pudar Agak kenyal Normal
C1 Putih sedikit pudar Agak kenyal Normal
5 C2 Putih sedikit pudar Agak kenyal Normal
C3 Warna putih Kenyal Normal
C4 Warna putih Kenyal Normal
Tanpa Putih pudar Keras Normal
C1 Putih sedikit pudar Agak keras Normal
6 C2 Putih sedikit pudar Agak keras Normal
C3 Putih sedikit pudar Agak kenyal Normal
C4 Putih sedikit pudar Agak kenyal Normal
Tanpa Putih pudar Keras Normal
C1 Putih sedikit pudar Keras Normal
7 C2 Putih sedikit pudar Keras Normal
C3 Putih sedikit pudar Agak keras Normal
C4 Putih sedikit pudar Agak keras Normal

Dari data diatas dapat diketahui bahwa penggunaan edible film sebagai
pembungkus produk mempunyai pengaruh terhadap ketahanan produk dalam suhu
ruang. Penambahan kitosan yang berbeda juga berpengaruh terhadap ketahanan
edible film dalam membungkus suatu produk. Edble film dengan formula C4(5:3)
merupakan formula terbaik dalam mempertahankan suatu produk, karena jumlah

23
kitosan yang ditambahkan lebih banyak dibandingkan dengan formula yang lain.
Hal tersebut disebabkan kitosan memiliki kandungan antimikroba yang dapat
mengahmbat pertumbuhan bakteri.

Gambar 7. Uji ketahanan edible film hari ke-1

Gambar 8. Uji Ketahanan Edible Film Hari ke-7

4.3 Analisa Usaha


Analisa usaha merupakan perkiraan laba yang akan didapatkan dari usaha
yang dijalankan. Cara menganalisa usaha ini yakni dengan menjumlahkan semua
total biaya yang dikeluarkan ketika proses produksi. Biaya produksi adalah semua
pengeluaran yang dikeluarkan untuk memproduksi barang (Susanto, 2010).

24
4.3.1 Biaya Tetap
Tabel 7. Biaya Tetap Pembuatan Edible Film
No. Keterangan Jumlah Rincian Biaya
1. Penyusutan alat Rp. 19.300,00
Total biaya Rp. 19.300,00

4.3.2 Biaya Variabel


Tabel 8. Biaya Tetap Pembuatan Edible Film
No. Bahan Harga Satuan Jumlah Total harga
1. Kitosan Rp. 612.000,00 kg 0,3 Rp. 183.000,00
2. Karaginan Rp. 235.000,00 kg 0,3 Rp. 70.500,00
3. Asam sitrat Rp. 80.000,00 kg 0,2 Rp. 16.000,00
4. Gliserol Rp. 28.500,00 100 ml 1 Rp. 28.500,00
5 Gelatin Rp. 20.000,00 100 gr 3 Rp. 60.000,00
6. Air Rp. 5.000,00 galon 1 Rp. 5.000,00
7. Kemasan Rp. 300,00 lembar 160 Rp. 48.000,00
8. Gas Rp. 22.000,00 Tabung 1 Rp. 22.000,00
Total biaya Rp. 437.000,00

Tabel 9. Penyusutan Alat


No. Alat Jumlah Harga Total harga Pemakaian Penyusutan
Loyang
1. 8 Rp. 4.000,00 Rp. 32.000,00 2 tahun Rp. 1.600,00
plastik
2. Panci 1 Rp. 40.000,00 Rp. 40.000,00 2 tahun Rp. 2.000,00
Mangkuk
3. 1 Rp. 25.000,00 Rp. 25.000,00 2 tahun Rp. 1.250,00
stainless
4. Pipet ukur 1 Rp. 26.000,00 Rp. 26.000,00 2 tahun Rp. 1.300,00
5. Pengaduk 1 Rp. 13.000,00 Rp. 13.000,00 2 tahun Rp. 650,00
Gelas ukur
6. 1 Rp. 8.000,00 Rp. 8.000,00 2 tahun Rp. 400,00
plastik
7. Kompor 1 Rp.255.000,00 Rp.255.000,00 3 tahun Rp. 8.500,00
8. Timbangan 1 Rp. 72.000,00 Rp. 72.000,00 2 tahun Rp. 3.600,00
Total penyusutan Rp.19.300,00

Rumus: Penyusutan = Nilai baru alat – Nilai Sisa(10%) : Umur Ekonomis

4.3.3 Biaya Total


TC = FC + VC
= Rp. 19.300,00 + Rp. 437.000,00
= Rp. 456.300,00

25
4.3.4 Total Penerimaan (TR)
TR =PxQ
= Rp. 6.500 x 160 bungkus
= Rp. 1.040.000,00

4.3.5 Keuntungan
π = TR – TC
= Rp. 1.040.000,00 – Rp. 456.300,00
= Rp. 583.700,00

4.3.6 BEP (Break Event Point)


 BEP Harga = TC : TP
= Rp. 456.300,00 : 160 bungkus
= Rp. 2.852,00
 BEP produksi = TC : P
= Rp. 456.300,00 : Rp. 6.500
= 70,2
4.3.7 BCR (Benefit Cost Ratio)
B/C = TR : TC
= Rp. 583.700,00 : Rp. 456.300,00
= 1,27
Nilai BCR (Benefit Cost Ratio) edible film dengan bahan baku kitosan dan
karaginan adalah 1,27 (lebih dari satu), sehingga dapat dinyatakan usaha tersebut
layak untuk dijalankan.

4.3.8 Payback Period (PP)


PP = Investasi : Keuntungan
= Rp. 471.000,00 : Rp. 583.700,00
= 0,80 tahun (9 bulan 6 hari )

26
BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat saya ambil yaitu:
1. Proses pembuatan edible film melalui 7 tahap antara lain persiapan bahan,
pelarutan kitosan, pencampuran bahan, pemanasan, pencetakan,
penjemuran, dan pengemasan
2. Edible film dengan perlakuan C3(3:3) menjadi formula terbaik dalam
elastisitas, sedangkan perlakuan C1(0:3) menjadi formula terbaik dalam
warna edible film.
3. Penyimpanan edible film dalam suhu ruang lebih cepat mengalami
perubahan dibandingkan dengan penyimpanan suhu kulkas, untuk edible
film dengan perlakuan C4(5:3) menjadi formula terbaik dalam lama
penyimpanan atau pengujian daya simpan

5.2 Saran
Adapun saran yang dapat penulis berikan, yaitu:
1. Perlu adanya penyempurnaan dalam pembuatan edible film
2. Perlu penambahan bahan tambahan pangan berupa penambah masa simpan
produk
3. Perlu adanya alat-alat yang memadai dalam pembuatan edible film

27
DAFTAR PUSTAKA

Balti, R., dkk. 2017. Development and Characterization of Bioactive Edible films
from Spider Crab (Maja crispta) Chitosan Incorporated with Spirulina
Extract. International Journal of Biological Macromollecules.

Baron, R.D. 2017. Production and Characterization of Films Based on Blends of


Chitosan from Blue Crab (Callinectus sapidus) Waste and Pectin from
Orange (Citrus Sinezis Osbeck) Peel. International Journal of Biological
Macromollecules.
Peraturan Kepala BPOM (Badan Pengawas Makanan dan Obat). 2013. Batas
Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pengatur Keasaman.
Peraturan BPOM No. 08 Tahun 2013.

Campos, C.A., Gerchenson, L.N., dan Flores, S.K. 2011. Develpoment of Edible
film and Coating with Antimicrobacterial Activity. Jurnal Food Bioproses
Technol 4: 849-87

Chillo, S., Flores, M., Mastromatteo, A., Conte, Ly’a, G., dan Nobile, M.A.D. 2008.
Infuence of Glycerol and Chitosan on Tapioca Starch-Based Edible film
Properties. Jurnal Food Engin 88: 159-168

Chung, Y.C., Su, Y.P., Chen, C.C., Jia, G., Wang, H.I., Wu, J.C.G., dan Lin, J.G.
2004. Relationship Between Antibacterial Activity of Chitosan and Surface
Characteristic of Cell Wall. Acta Pharmacol Sin 25(7): 932-936

Dompeipen, E.J., Kaimudin, M., dan Dewa, R.P. 2016. Isolation of Chitin and
Chitosan from Waste of Skin Shrimp. Majalah Biam: e-ISSN: 2548-4842,
p-ISSN: 0215-1646

Embuscado, M., Huber, K. 2009. Edible films and Coatings for Food Application.
New York:Springer Science

Hirano, S., 1986. Chitin and Chitosan. Republic of Germany: Ulaman’s


Encyclopedia of Industrial Chemistry

Juwana, S., dan Djambatan, K.R. 2000. Udang Perikanan, Cara Budidaya da Menu
Masakan. Jakarta: Indonesian Institute of Science

Karlson, P., 1984. Kurzes Lehrbuch der Biochemich fuer Mediziner und
Naturwissen Schafiler. Stuttgart: Georg Thieme Verlag

Ly’a, P. Dan Barth, M. 1998. Impact of Edibl Coating on Nutritional and


Physiological Changes in Lightly-Processed Carrot. Postharvest Biology
Technology: 14: 33-43

28
Mc Hugh, T.H.J.F., Ajuard dan Krochta. J.M. 1994. Plasticizier Whey Protein
Edible film: Water Vapor Premeability Properties, Journal of Food
Science, 59;416-419,423

Nurainy, F., Rizal, S., dan Yudiantoro. 2008. Pengaruh Konsentrasi Kitosan
Terhadap Aktivitas Antibakteri dengan Metode Difusi Agar (Sumur).
Jurnal Teknologi Industrial dan Hasil Pertanian 13(2): 117-125

Oemarjati, B.S. dan Wardhana, W., 1990. Taksonomi Avertrebrata: Pengantar


Praktikum Laboratorium. Universitas Indonesia Press

Pranoto, Y., Salokhe, V.M., dan Rakshit, S.K. 2005. Physical and Antibacterial
Properties of Alginate-Based Edible film Incorporated With Garlic Oil.
Jurnal Food Res. Intl. 38: 267-272

Rabea. E.I., et.al., 2003. Chitosan as Antimicrobial Agent: Applications and Mode
of Action. Biomacromolecules. No. (6), 1457-1465

Rojas-Grau, M.A., Tapia, M.S., Rodriguez, F.D., Carmona, A.M., dan Martin-
Belloso, O. 2007. Alginate and Gellan Based Edible Coatings as Support
of Antibrowning Agent Applied on Fresh Cut Fuji Apple. Food
Hydroclloids 21: 118-127

Saifuddin, A., 1998. Metode penelitian. [diunduh 2019 Jan 10]. Tersedia pada:
eprints.uny.ac.id

Sani, R.N., Fithri, C.N., Ria, D.A., dan Jaya, M.M. 2014. Analisis Rendemen dan
Skrining Fitokima Ekstrak Etanol Daun Lidah Mertua (Sanseveira
trifasciata var. Laurentii). Medan: Universitas Sumatera Utara

SNI 01 2346-2006. Pengujian Organoleptik atau Uji Sensori. Badan Standarisasi


Nasional

Saputra, E. 2012. Penggunaan Edible film dari Kitosan dengan Plasticizer


Karboksimetilelusa (CMC) sebagai Pengemas Burger Lele Dumbo.
Bogor: Tesis Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor

Suhardi., 1992. Kitin dan Kitosan. Yogyakarta: Departemen Pendidikan dan


Kebudayaan. Dirjen Dikti Proyek Pengembangan Fasilitas Bersama Antar
Universitas, PAU Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada

Suhartono, M.T., 2006. Pemanfaatan Kitin, Kitosan, Kitooligosakarida. Food


review 1 No. 6: 3

Syarifudin. 2016. Identifikasi Jenis Udang (Crustasea) di Daerah Aliran Sungai


(Das) Kahayan Kota Palangkaraya Provinsi Kalimantan Tengah.
Palangkaraya: Fak. Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Institut Agama Islam
Negeri Palangkaraya.

29
Yuniarifin, H., Bintoro, V.P., Suwarastuti, A. 2006. Pengaruh Berbagai
Konsentrasi Asam Fosfat pada Proses Perendaman Tulang Sapi terhadap
Rendemen, Kadar Abu dan Viskositas Gelatin. Jurnal Indon Trop Anim
Agric. 31(1) : 55-61

30
LAMPIRAN

31
Lampiran 1. Dokumentasi Proses Pembutan Edible Film

Persiapan bahan Pelarutan kitosan Pencampuran kitosan

Pemanasan larutan Pencetakan Penjemuran

Pengemasan Pengujian Hedonik Pengujian daya simpan

32
Lampiran 2. Tabulasi Uji Hedonik
Kenampakan Bau Rasa Tekstur
Panelis
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 8 7 6 6 9 6 7 5 5 5 6 5 9 8 7 7
2 8 7 7 6 5 6 6 4 6 7 6 7 8 8 7 6
3 7 6 6 5 6 7 6 6 6 7 7 6 8 7 6 6
4 7 6 7 6 7 8 7 6 6 5 6 6 7 7 7 7
5 8 8 8 8 7 8 7 6 6 7 6 6 8 8 8 8
6 8 7 6 6 8 8 6 6 5 7 8 4 7 7 6 6
7 8 7 8 6 7 7 6 7 7 6 6 7 9 8 8 7
8 7 7 7 7 7 8 8 9 6 5 5 6 7 8 8 7
9 7 7 8 8 6 7 8 7 5 4 6 5 7 8 7 7
10 8 7 7 8 7 6 8 7 8 6 5 5 7 7 8 7
Jumlah 76 69 70 63 69 71 69 63 56 59 61 51 77 76 72 68

33
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Ciamis pada tanggal 21 Agustus


1999 dari Ayah Daliman dan Ibu Tati Yulipah. Penulis
adalah puteri ketiga dari tiga bersaudara. Tahun 2017
penulis lulus dari MA Negeri 4 Ciamis dan pada tahun
yang sama penulis lulus seleksi masuk Politeknik
Kelautan dan Perikanan Pangandaran melalui jalur khusus
dan diterima di Program Studi Pengolahan Hasil Laut.
Bulan November-Desember 2018 penulis melaksanakan
Praktik Kerja Lapang (PKL) II di Poklahsar Marga Mina, Bojong Salawe,
Pangandaran dengan judul Pengolahan Tradisional Nugget Ikan Tiga Wajah
(Otolithes ruber) di Poklahsar Marga Mina, Desa Karangjaladri, Kecamatan Parigi,
Pangandaran. Bulan April-Mei 2019 penulis melaksanakan PKL III di PT. Misaja
Mitra Pati, Jawa Tengah dengan Judul Monitoring Mutu pada Pengolahan Udang
Beku (Frozen Shrimp) di PT. Misaja Mitra Pati Jawa Tengah. Pada bulan
November-Desember 2019 penulis melaksanakan PKL IV di CV. Sakana Indo
Prima Depok, Jawa Barat dengan judul Penerapan Good Manufacturing Practice
(GMP) pada Proses Pengolahan Kekian di CV. Sakana Indo Prima Depok.
Penulis juga aktif mengikuti lomba pengolahan ikan bandeng di UNTIRTA
Serang, Banten, serta lomba kewirausahaan dan berhasil menjadi juara 3 dengan
produk yang dilombakan yaitu inovasi lumpia seafood atau Lumsea. Lomba ini
merupakan lomba kelompok yang terdiri dari 5 orang anggota dalam satu
kelompok.

34

Anda mungkin juga menyukai