Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Udang vaname (Litopenaeus vannamei) merupakan udang asli perairan Amerika

Latin yang masuk ke dalam famili Penaidae. Udang vaname merupakan komoditas air

payau yang banyak diminati karena memiliki keunggulan seperti tahan terhadap

penyakit, mempunyai tingkat pertumbuhan yang relatif cepat, dan sintasan pemeliharaan

yang tinggi (Arifin,dkk.,2012).

Sejak tahun 2005, Pemerintah mencanangkan budidaya udang vaname sebagai

salah satu komoditas unggulan revitalisasi perikanan. Untuk mencapai target produksi

udang sebesar 540.000 ton, diperlukan induk sedikitnya

900.000 ekor dan benur udang 52,31 milyar ekor. Produksi udang vaname selama ini

dikembangkan dengan teknologi semi intensif dan intensif. Melalui manajemen

budidaya yang lebih baik ditargetkan produksinya dapat meningkat sebesar 17,38% per

tahun, yaitu: 275 ribu ton pada tahun 2010 menjadi 500 ribu ton tahun 2014 (Ditjen

Perikanan Budi Daya, 2014).

Budidaya merupakan salah satu kegiatan alternatif dalam meningkatkan produksi

perikanan (Sulastri dkk, 2016). Budidaya udang vannamei merupakan usaha yang menjadi

pilihan utama dewasa ini oleh para petani tambak udang dan juga para pembudidaya

udang. Ketahanan terhadap stress dan cuaca yang ekstrim merupakan alasan utama

populernya budidaya udang jenis vannamei ini. Meskipun begitu ,tak dapat dihindari ada

beberapa penyakit yang dapat menyerang udang budidaya bila tak diperhatikan dengan

baik (Sindhu,2017).
Udang vannamei (Litopenaeus vannamei) merupakan salah satu komoditas

perikanan laut yang memiliki nilai ekonomis tinggi baik di pasar domestik maupun global,

dimana 77% diantaranya diproduksi oleh negara-negara Asia termasuk Indonesia. Salah

satu keunggulan dari udang vannamei adalah harga jual tinggi, mudah dibudidayakan dan

tahan terhadap penyakit (Jon dkk, 2017 ).

Udang vannamei (Litopenaeus vannamei) merupakan udang introduksi. Kehadiran

udang vannamei ini diharapkan dapat menarik kembali investasi diusaha pertambakan

udang. Usaha budidaya udang vannamei saat ini sudah dilakukan oleh sejumlah

pembudidaya di daerah beberapa daerah di Indonesia (Fery dkk, 2013). Udang vannamei

(Litopenaeus vannamei) adalah salah satu spesies udang yang bernilai ekonomis dan

merupakan salah satu komoditas unggulan nasional. Udang vannamei memiliki beberapa

keunggulan jika dibandingkan dengan udang windu, yaitu dapat dipelihara dengan kisaran

salinitas yang lebar (0,5-45 ppt), dapat ditebar dengan kepadatan yang tinggi hingga lebih

dari 150 ekor/m2, lebih resisten terhadap kualitas lingkungan yang rendah, dan waktu

pemeliharaan lebih pendek yakni sekitar 90-100 hari per siklus (Sophia dkk,2016).

Udang vannamei (Litopenaeus vannameii) yang menjadi primadona perikanan dalam

pengembangannya banyak mengalami permasalahan. Salah satu permasalahan yang

dihadapi oleh pembudidaya udang adalah serangan penyakit dan lingkungan. Serangan

penyakit yang paling berbahaya dan banyak menimbulkan kerugian bagi petambak adalah

karena serangan virus. Hubungan antara penyakit dan lingkungan sangat erat sekali,

dimana timbulnya penyakit sangat bergantung pada kondisi lingkungan (Indah dkk, 2017).

Untuk menghasilkan komoditas vaname yang unggul, maka proses pemeliharaan harus

memperhatikan aspek internal yang meliputi asal dan kualitas benih; serta faktor eksternal

mencakup kualitas air budidaya, pemberian pakan, teknologi yang digunakan, serta

pengendalian hama dan penyakit (Sulastri dkk, 2017).


Permasalahan utama yang sering ditemukan dalam kegagalan produksi udang

vaname adalah buruknya kualitas air selama masa pemeliharaan, terutama pada tambak

intensif. Padat tebar yang tinggi dan pemberian pakan yang banyak dapat menurunkan

kondisi kualitas air. Hal ini diakibatkan adanya akumulasi bahan organik karena udang

meretensi protein pakan sekitar 16.3-40.87 % dan sisanya dibuang dalam bentuk ekskresi

residu pakan, serta feses penyakit (Sulastri dkk, 2017). Oleh karena itu, manajemen

kualitas air selama proses pemeliharaan mutlak diperlukan. Beberapa parameter kulitas air

yang sering diukur dan berpengaruh pada pertumbuhan udang yaitu oksigen terlarut (DO),

suhu, pH, salinitas, amonia, dan alkalinitas (Ariyani 2008).

1.2. Tujuan

Tujuan dari Praktek Kerja Lapang (PKL) dilakukan di Balai Perikanan Budidaya Air

Payau (BPBAP) Takalar adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui manjemen kualitas air pada budidaya udang vannamei

(Litopeaneus vannamei) di tambak intensif Balai Perikanan Budidaya Air Payau

(BPBAP) Takalar.

1. Salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada jurusan Perikanan di Sekolah

Tinggi Pertanian (STP) Labuha.

1.3 Manfaat

1. Memahami menajemen kualitas air yang baik dalam upaya budiday udang

vannamei (Litopenaeus vannamei)

2. Memperoleh pengalaman kerja secara langsung sehingga dapat digunakan

sebagai bekal bagi mahasiswa ketika terjun di dunia kerja


BAB II
METODELOGI PRAKTEK KERJA LAPANGAN

2.1 Waktu dan Tempat

Kegiatan praktek kerja lapangan (PKL) dilaksanakan pada 04 maret 2019 s/d 04

april 2019 di Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Takalar Selawesi Selatan

2.2 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan praktek kerja lapangan (PKL) di Balai Budidaya

Air Payau (BBAP) Takalar, Sulawesi Selatan dapat dilihat pada tabel di bawah ini

Tabel 1. Alat yang digunakan untuk pembesaran udang vanamei


No Alat Kegunaan
1. DO Meter Untuk Mengukur kadar oksigen terlarut dan Suhu air
2. pH Meter Untuk mengukur pH air
3. Decchi disk Untuk mngukur kecerahan air
4 Refprakto Meter Untuk mengukur salinitar
5. Timbangan Analitik Untuk minimbang
6. Gelas ukur, suntik, Untuk mengukur alkalinitas
7. Ember Media tempat pemberian pakan
8. Kamera Untuk mengambil gambar
9 Pipa 8 dan 6 inci Sebagi saluran peneluaran dan pemasukan air
10. Tandon Penampung Air
11. Senter Sebagai alat penerangan
12. Filter bag Penyaringan air
13. Grobak Alat pengangkut (udang, dan barang- barang yang
diperlukan)
14. Genset Suplai Listrik
15. Kincir Penyuplei Oksigen
16. Aerator Untuk pengaktifan probiotik
17. Automatic feeder Pemberian pakan otomatis
18. Anco Untuk mengontrol pakan
19. Pompa celup Untuk pengisian air
20. Tambak Wadah budidaya

Tabel 2. Bahan yang digunakan untuk pembesaran udang panamei


No. Bahan Kegunaan
1. Air Sebagai media hidup udang
2. Udang Vannamei Sebagai objek kegiatan pembesaran
3. Kapur Dolomit Diguanakn untuk pengapuran
4. PV Prima (Japfa) Sebagai makanan untuk udang
5 Amino Liquid Boster Vitamin Penambah napsu makan udang
6. Molase Sumber Carbon
7. Soilgro Probiotik
8. Ragi Sebagai bahan kultur probiotik
9. Poly Aluminium Cloride Koagulasi dan flokulasi
10. Alkaset Meningkatkan alkalinitas
11 Delstar Crustacid

2.3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan pada praktek kerja lapangan (PKL)

antara lain sebagai berikut

2.3.1. Wawancara

Suatu cara pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh informasi langsung

dari sumbernya. Wawancara dilakukan jika ingin mengetahui ha-hal dari responden secara

lebih mendalam

2.3.2. Observasi

Observasi atau pengamatan merupakan salah satu teknik pengumpulan data/pakta

yang cukup efektif unt8uk mempelajari suatu sistem serta melakukan pengamatan

langsung pada objek kajian

2.3.3.Partisipasi aktif

Para mahasiswa ikut berperan aktif dalam melakukan kegiatan yang berhubungan

dengan pembesaran Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) yang dilakukan di Balai

Perikanan Benih Air Payau (BPBAP)

2.4. Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam praktek kerja lapangan (PKL) ini adalah metode

deskriptif, yaitu metode yang digunakan untuk menggambarkan atau menganalisis suatu

hasil sesuai pakta dengan interprestasi yang tepat dilapangan


BAB III

KEADAAN UMUM LOKASI

3.1. Sejarah Singkat Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Takalar

Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Takalar merupakan Unit Pelaksana

Teknis Direktorat Jenderal (UPT-Dirjen) Perikanan yang dikenal dengan Loka Budidaya Air

Payau (LBAP) Takalar yang terletak di Desa Bontoloe, Kecamatan Galesong Selatan,

Kabupaten Takalar. Loka Budidaya Air Payau (LBAP) Takalar didirikan pada tahun 1984

diatas tanah seluas 2 Ha dengan dua lokasi yang terpisah yakni Loka I dan Loka II, namun

adanya berbagai kendala menyebabkan LBAP mulai beroperasi pada tahun 1986. LBAP

Takalar selaku UPT-Ditjen Perikanan, berdasarkan SK Menteri Pertanian No.

246/KPTS/OT.210/94 tanggal 8 April 1984 mempunyai tugas sebagai berikut :

1. Sebagai pelaksana teknis pembenihan dan budidaya air payau

2. Penerapan teknik dan peningkatan dalam usaha pembenihan dan budidaya ikan

dan udang air payau

3. Penyuluhan atau penyebaran teknologi kepada masyarakat

4. Memproduksi induk dan benih yang bermutu

5. Melaksanakan pelestarian melalui restocking.

Pada tahun 2001 LBAP Takalar mengalami perubahan status menjadi Balai

Budidaya Air Payau (BBAP) Takalar berdasarkan SK Menteri Kelautan dan Perikanan

No.KEP.26 D/Men/2001 tanggal 1 Mei 2001, dengan fungsi melaksanakan penerangan

sumberdaya perikanan dan lingkungan meliputi wilayah perairan payau di Kawasan Timur

Indonesia (KTI). Kemudian pada tahun 2014 berubah menjadi BPBAP.

BPBAP Takalar juga berfungsi sebagai tempat pelatihan dan peningkatan tenaga

teknik produksi dan pengelolaan lingkungan terhadap pembangunan dan kegiatan


operasional pembenihan melalui APBN dan beberapa peralatan bantuan dari Badan Dunia

UNDP-FAO.

Memasuki Tahun 2014 bidang tugas yang telah dicapai atau dilaksanakan dan

tingkat keberhasilan BPBAP Takalar adalah:

1) Bidang Perekayasaan Teknologi,

 Teknologi Pembenihan dan Budidaya Udang

 Teknologi Pembenihan Kepiting

 Teknologi Pembenihan dan Budidaya Ikan Bandeng

 Teknologi Pembenihan dan Budidaya Ikan, Macan dan Kerapu Tikus di

Kerambah Jaring Apung

2) Pelayanan Teknis dan Informasi

Dalam bidang ini telah dikembangkan sistem pelayanan berupa kegiatan

pemagangan, pelatihan dan kursus, bantuan tenaga teknis lapangan, konsultasi, dimensi,

buku petunjuk teknis, brosur dan adanya unit perpustakaan.

3). Pelestarian Sumberdaya atau Pelestarian Lingkungan

Kegiatan perlindungan yang dilaksanakan dan dikembangkan adalah identifikasi

dampak lingkungan, monitoring lingkungan dan parasit yang menyerang pada panti benih

serta budidaya. kegiatan pelestarian berupa restocking benih pada alam.

2.2. Letak Geografis

Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Takalar dengan letak geografis

adalah 119o 26’ 44’’ BT dan 05o 25’ 45’’ LS. BPBAP Takalar yang terletak di Desa

Mappakalompo, Kecamatan Galesong Selatan, Kabupaten Takalar ± 30 km ke arah

selatan kota Makassar dengan batas-batas antara lain sebelah barat dengan Selat

Makassar, sebelah selatan dengan Binanga Sabata, sebelah timur dengan


Polongbangkeng Selatan dan sebelah utara dengan Kecamatan Galesong Utara. Letak

geografisnya pantai BPBAP Takalar berada pada pesisir pantai selatan Selat Makassar.

Gambar 1 Lokasi Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP), Takalar

2.3 Keadaan Lokasi Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP)    Takalar

Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Takalar merupakan salah satu Unit Pelayana

Teknis (UPT) Dirjen Perikanan Budidaya, Departemen Kelautan dan Perikanan RI. BPBAP

Takalar terletak di Desa Bontoloe, Kecamatan Galesong, Kabupaten Takalar, Sulawesi

Selatan Secara geografis, BPBAP Takalar berada di wilayah pesisir pantai Selat Makassar

dengan struktur dasar perairan landai dengan kondisi fisik perairan bersalinitas 30 – 35

ppt, suhu perairan sekitar lokasi ± 24 – 27 °C dan pH 7 – 8,5. Sebagai salah satu UPT

Pusat di wilayah Indonesia Timur, BPBAP Takalar berdiri di atas tanah seluas 2,5 Ha dan

terbagi dalam 2 lokasi. Lokasi tersebut terdiri dari unit pembenihan ikan maupun udang,

laboratorium uji, laboratorium pakan alami, laboratorium rumput laut, laboratorium pakan

buatan, lokasi pertambakan, perkantoran, perpustakaan, aula, asrama, sarana olahraga,

serta kompleks perumahan pegawai.

2.4 Visi dan Misi


Sesuai dengan tugas pokok yang mengacu pada visi dan misi direktoral jenderal

perikanan maka Balai Budidaya Air payau Takalar mempunyai Visi Mewujudkan peran

Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Takalar sebagai institusi pelayanan prima

dalam pembangunan sistem usaha Budidaya Air Payau yang berdaya saing berkelanjutan,

dan berkeadilan.

Untuk mendukung visi yang telah diterapkan, maka ditetapkan pula misi yang

diembang oleh Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Takalar yaitu:

 Mengembangkan rekayasa teknologi budidaya berbasis agrobisnis dan

melaksanakan ahli teknologi kepada dunia usaha.

 Meningkatkan kapasitas kelembagaan.

 Mengembangkan system imformasi ilmu pengetahuan dan teknologi perikanan.

 Meningkatkan jasa pelayanan dan sertifikasi.

 Menfasilitasi upaya pelestarian sumber daya udang dan lingkungan.

 Menigkatkan kualitas sumberdaya manusia dan kapasitas sarana dan prasarana.

2.5 Tugas dan Fungsi BPBAP Takalar

Bedasarkan SK Menteri Kelautan dan Perikanan nomor KEP 26D/Mei 2001

tanggal 1 Mei 2001, tugas BPBAP Takalar yaitu melaksanakan penetapan teknik

pembenihan dan pembudidaya ikan air payau serta pelestarian sumberdaya induk dan

benih, serta lingkungan meliputi perairan payau di kawasan timur Indonesia.

Dalam penyelenggaraan tugasnya, BPBAP Takalar Melaksanakan fungsi sebagi

berikut:

1. Pengkajian, penguji dan bimbingan penerapan standar pembenihan dan

pembudidayaan ikan air payau.

2. Pengkajian standar pelaksanaan sertifikat sistem mutu dan sertifikasi personil

pembenihan serta pembenihan ikan air payau


3. Pengkajian sistem jaringan teknik pembenihan dan pembudidayaan ikan air payau

4. Pelaksanaan pengkajian teknik pembenihan dan pembudidayaan ikan payau

5. Pengkajian teknik standar pengawasanan benih pembudidayaan serta pengendalian

hama dan penyakit.

6. Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP)

2.6 Struktur Organisasi BPBAP Takalar

Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Takalar merupakan Unit

Pelaksana Teknis dari Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya sebagai pusat

pengembangan teknologi pembenihan yang bersifat regional serta melaksanakan

bimbingan budidaya air payau sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dalam rangka

melaksanakan tugasnya sebagai Unit Pelaksana Teknis dari Direktorat Jenderal Perikanan

Budidaya. Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Takalar dalam kegiatannya

berpedoman pada SK Menteri Kelautan dan Perikanan NO.KEP.26 D/MEN/2001, Tanggal

1 Mei 2001 tentang struktur organisasi Balai Budidaya Air Payau.

Berikut ini struktur organisasi Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Takalar

adalah sebagai berikut:

KEPALA BALAI

TATA USAHA

KASIE UJI TERAP TEKNIK DAN KASIE PENGUJIAN &


KEJA SAMA DUKUNGAN TEKNIS

KOORDINATOR
FUNGSIONAL

KOORD KOORD KOORD KOORD KOORD


FUNGSI FUNGSIONA FUNGSIONA FUNGSIONA FUNGSIO
ONAL L L L PHPI NAL
Gambar 2. Struktur Organisasi Balai Perikanan Budidaya Air Payau

Berikut ini adalah uraian tugas masing-masing bagian dalam struktur organisasi Balai

Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Takalar.

2.6.1 Kepala Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Takalar

Kepala Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Takalar selaku penanggung

jawab fungsional melaksanakan fungsi dalam bidang pelaksanaan administrasi,

perencanaan dan pengendalian. Untuk melaksanakan fungsi tersebut,

Kepala Balai melaksanakan koordinasi ke pusat, di dalam unit organisasi Balai antara

instansi terkait. Dalam rangka pengendalian dan pengawasan, Kepala Balai mengadakan

rapat mingguan, bulanan dan tahunan.

2.6.2 Sub Bagian Tata Usaha

Sub Bagian Tata Usaha mempunyai tugas melaksanakan administrasi keuangan,

kepegawaian, perlengkapan rumah tangga dan pelaporan.

2.6.3 Seksi Standarisasi dan Informasi

Seksi Standarisasi dan Informasi mempunyai tugas menyediakan bahan standar

teknis dan pengawasan pembenihan, budidaya ikan air payau, pengendalian hama dan

penyakit ikan, lingkungan, sumber induk dan benih serta pengelolaaan jaringan dan

perpustakaan.

2.6.4 Seksi Pelayanan Teknis

Seksi Pelayanan Teknis mempunyai tugas melakukan pelayanan teknis kegiatan

pengembangan, penerapan serta pengawasan teknik pembenihan dan pembudidayaan.

2.6.5 Kelompok Jabatan Fungsional


Kelompok Jabatan Fungsional di Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Takalar

mempunyai tugas melaksanakan kegiatan perekayasaan, pemgawas perikanan,

pengendalian hama penyakit ikan dan humas.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHSAN

4.1 Klasifikasi dan Morfologi Udang vanamei

Menurut Haliman dan Dian (2006), klasifikasi udang vannamei ( Litopenaeus

vannamei) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia
Filum :Anthropoda
Kelas :Crustacea
Ordo :Decapoda
Famili :Penaidae
Genus :Litopenaeus
Spesies :Litopenaeus vannamei

Gambar 3. Udang vannamei (Litopenaeus vannamei)


(Sumber: Haliman dan Dian 2006 )

Keterangan :

1. Chepalothorax (bagian kepala) 7. Maxilliped ( lat bantu rahang)


2. Rostrum (cucuk kepala) 8. Periopod (kaki jalan)
3. Mata 9. Pleopoda ( kaki renang)
4. Antennula ( sungut kecil) 10. Telson ( ujung ekor)
5. Prosartema 11. Uropoda ( ekor kipas)
6. Antenna ( sungut besar)
Haliman dan Adijaya (2004) menjelaskan bahwa udang putih memiliki tubuh

berbuku-buku dan aktivitas berganti kulit luar (eksoskeleton) secara periodik

(moulting). Bagian tubuh udang putih sudah mengalami modifikasi sehingga dapat

digunakan untuk keperluan makan, bergerak, dan membenamkan diri kedalam lumpur

(burrowing ), dan memiliki organ sensor, seperti pada antenna dan antenula.

Kordi (2007) juga menjelaskan bahwa kepala udang putih terdiri dari antena,

antenula,dan 3 pasang maxilliped. Kepala udang putih juga dilengkapi dengan 3 pasang

maxilliped dan 5 pasang kaki berjalan (periopoda). Maxilliped sudah mengalami

modifikasi dan berfungsi sebagai organ untuk makan. Pada ujung peripoda

beruas-ruas yang berbentuk capit (dactylus). Dactylus ada pada kaki ke-1, ke-2, dan

ke-3. Abdomen terdiri dari 6 ruas. Pada bagian abdomen terdapat 5 pasang

(pleopoda) kaki renang dan sepasang uropods (ekor) yang membentuk kipas bersama-

sama telson (ekor) (Suyanto dan Mujiman, 2003).

Bentuk rostrum udang putih memanjang, langsing, dan pangkalnya hamper

berbentuk segitiga. Uropoda berwarna merah kecoklatan dengan ujungnya kuning

kemerah-merahan atau sedikit kebiruan, kulit tipis transparan. Warna tubuhnya putih

kekuningan terdapat bintik-bintik coklat dan hijau pada ekor (Wayban dan Sweeney,

1991). Udang betina dewasa tekstur punggungnya keras, ekor (telson) dan ekor kipas

(uropoda) berwarna kebiru-biruan, sedangkan pada udang jantan dewasa memiliki

ptasma yang simetris. Spesies ini dapat tumbuh mencapai panjang tubuh 23 cm (

Wyban dan Sweeney,19

4.2. Aspek Biologis Udang Putih (L. vannamei)

Udang putih mempunyai kemampuan beradaptasi terhadap salinitas yang luas

dengan kisaran salinitas 0 sampai 50 ppt (Tizol et al., 2004). Temperatur juga

memiliki pengaruh yang besar pada pertumbuhan udang. Udang putih akan mati jika
o
terpapar pada air dengan suhu dibawah 15oC atau diatas 33 C selama 24 jam atau lebih.

o o
Stres subletal dapat terjadi pada 15-22 C dan 30-33 C. Temperatur yang cocok bagi

o
pertumbuhan udang putih adalah 23-30 C. Pengaruh temperatur pada pertumbuhan

udang putih adalah pada spesifitas tahap dan ukuran. Udang muda dapat tumbuh

dengan baik dalam air dengan temperatur hangat, tapi semakin besar udang

tersebut, maka temperatur optimum air akan menurun (Wyban et al., 1991).

4.3 Daur Hidup Udang Putih (L. vannamei)

Siklus hidup udang putih dimulai dari udang dewasa yang melakukan

pemijahan hingga terjadi fertilisasi. Setelah 16-17 jam dari fertilisasi, telur menetas

menjadi larva (nauplius). Tahap naupli tersebut memakan kuning telur yang tersimpan

dalam tubuhnya danakan mengalami moulting, kemudian metamorphosis menjadi zoea.

Zoea akan mengalami metamorfosis menjadi mysis. Mysis mulai terlihat seperti udang

kecil memakan alga dan zooplankton. Setelah 3 sampai 4 hari, mysis mengalami

metamorfosis menjadi postlarva. Tahap postlarva adalah tahap saat udang sudah

mulai memiliki karakteristik udang dewasa. Keseluruhan proses dari tahap nauplii

sampai postlarva membutuhkan waktu sekitar 12 hari. Kemudian post larva akan

dilanjutkan ketahap juvenil (Wyban dan Sweeney, 1991).

4.4 Siklus Hidup Udang Vannamei (Litopeaneus vannamei)

Udang vannamei termasuk jenis omnivora atau pemakan detritus, digolongkan

sebagai organisme katadromous dimana udang vannamei dewasa hidup di laut sedangkan

udang muda akan berpindah ke daerah pantai. Menurut Haliman dan Adijaya (2005)

dalam Taqwa (2008) udang kaki putih merupakan tipe pemakan lambat, tetapi terus

menerus dan mencari makan melalui organ sensor. Pemijahan udang kaki putih secara

alami terjadi pada kolom air laut pada suhu 26-28 oC dengan salinitas sekitar 35 ppt.
Gambar 4. Siklus Hidup Udang vannamei (Litopeaneus vannamei)

Telur akan menetas menjadi larva dan mulai menyukai permukaan air laut. Selama

berada di permukaan laut, larva akan mengalami perubahan bentuk mulai dari nauplius,

zoea, mysis dan post larva. Pascalarva masih membutuhkan pergantian cangkang

beberapa kali. Menurut Murtidjo (1989) dalam Taqwa (2016) pascalarva 14-20 udang

vannamei mulai mencari tempat di muara sungai. Setelah beberapa bulan di daerah

estuari, udang dewasa akan kembali ke lingkungan laut dalam dan mengalami

kematangan seksual, kawin serta bertelur.

4.5 Habitat dan Penyebaran Udang Vannamei ( Litopeaneus vannamei)

Habitat udang vannamei muda biasanya hidup di air payau, seperti muara sungai dan

pantai. Semakin dewasa jenis udang vannamei semakin suka hidup di laut. Udang

vannamei yang sudah matang gonad biasanya kembali ketengah laut untuk melakukan

perkawinan. Udang vannamei dewasa biasanya berkelompok dan melakukan perkawinan,

setelah betina berganti cangkang, (Wyban dan Sweeney, 1991 dalam Nadhif, 2016).

Udang kaki putih sebenarnya bukan udang local Indonesia, udang kaki putih berasal darim

Meksiko yang mengalami kemajuan pesat dalam pembubidayanya dan menyebar ke

pertama kali di asia di Taiwan pada akhir tahun 1990 dan meramba keberbagai Negara di
asia diantaranya Indonesia dan mulai meningkat pada tahun 2001-2002, (Fegan., 2003

dalam Nadif 2016).

4.6 Pakan dan Kebiasaan makan Udang Vannamei (Litopeaneus vannamei)

Pakan berfungsi sebagai sumber energi dan nutrisi yang dibutuhkan udang vannamei

untuk kelangsungan hidupunya, kemampuan udang vannamei memamfaatkan pakan

secara afektif tergantung pada perkembangan alat pencernaannya, (Muzaki., 2004). Larva

udang vannamei pada stadia nupleus belum memerlukan makanan, karena masih

mempunya cadangan makanan dalam tubuhnya dan sistem pencernaannya belum

sempurna. Pada stadia zoea udang vannamei mulai aktif mengambil makanan terutama

dari jenis fitoplanton, pada stadia maysis lebih menyukai jenis makanan zooplankton.

Sedangkan pada stadia pascalarva lebih cenderum bersifat bentik, biasanya memekan

sisa-sisa mikrooganisme yang terdapat didasar perairan, (Martosudarma dan

Ranoemiharja, 1983 dalam Muzaki., 2004).

Udang vannamei mengenali pakan menggunakan sinyal kimiawi berupa getaran

dengan bantuan organ sensor yang terdiri dari bulu-bulu halus ( setae) yang terdapat pada

ujung anterior antennulae, bagian mulut, capit, antenna dan maxilliped. Udang vannamei

akan berenang menggunakan kaki jalan yang memiliki capit untuk mendekati sumber

pakan. Pakan langsung dijepit menggunakan capit kaki jalan, kemudian pakan dimasukkan

ke dalam mulut. Selanjutnya pakan yang berukuran kecil masuk ke dalam kerongkongan

dan esofagus. Bila pakan yang dikonsumsi berukuran lebih besar, akan dicerna secara

kimiawi terlebih dahulu oleh maxilliped di dalam mulut (Haliman dan Adijaya., 2005 dalam

Muzaki., 2004).

4.7 Pertumbuhan Udang Vannamei (Litopeaneus vannamei)


Pertumbuhan merupakan perubahan ukuran dari individu, biasanya meningkat serta

dapat diukur dalam unit-unit panjang, berat atau energi (Wootton, 1995., dalam Taqwa.,

2016). Definisi sederhana pertumbuhan dapat dirumuskan sebagai pertambahan ukuran

panjang atau berat dalam satuan waktu, sedangkan pertumbuhan bagi populasi sebagai

pertambahan jumlah. Akan tetapi jika dilihat lebih lanjut sebenarnya pertumbuhan

merupakan proses biologis yang kompleks dimana banyak faktor mempengaruhinya.

Pertumbuhan dalam individu ialah pertambahan jaringan akibat dari pembelahan sel

secara mitosis, (Taqwa 2016).

Salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan mortalitas udang vannamei

adalah makanan, udang hanya dapat meretensi protein dari pakan sekitar 16,3-40,87,

(Hari dkk., 2004 dalam Nadhif, 2016). Biasanya sisa protein dibuang dalam bentuk produk

ekskresi, residu dan fases. Selain itu kualitas air juga dapat mempengaruhi

pertumbuhandan dan perkembangan udang vannamei diantaranya suhu, pH dan salinitas.

Suhu optimal untuk tertumbuhan udang vannamei berkisar antara 26-32 oC, jika lebih dari

itu maka laju metabolisme udang vannamei akan berlangsung cepat dan kebutuhan

oksigen akan meningkat. pH dan salinitas berhubungan erat dengan keseimbangan ionik

dan proses osmoregulasi di dalam tubuh udang kaki putih. Udang vannamei yang berumur

masih muda anatara 1-2 bulan memerlukan kadar garam yang berkisar antara 15-25 ppt

agar pertumbuhannya dapat optimal, setelah udang vannamei berumur lebih dari dua

bulan agar pertumbuhannya lebih relative baik pada kisaran salinitas 5-30 ppt, (Nadhif,

2016).

4.8 Kelangsungan Hidup Udang Vannamei ( Litopeaneus vannamei)

Kelangsungan hidup organisme perairan ditentukan oleh kualitas. Udang vannamei

mempunyai kisaran kualitas air tertentu dan toleransi berbeda-beda untuk melangsungkan

aktifitas kehidupannya dengan baik. Kelangsungan hidup merupakan perbandingan antara


jumlah organisme yang hidup pada akhir periode dengan jumlah organisme yang hidup

pada awal periode. Kelangsungan hidup udang vannamei akan menentukan produksi yang

diperoleh dan erat kaitannya dengan ukuran udang yang dipelihara. Jumlah padat tebar

menentukan tingkat kelangsungan hidup udang vannamei, (Effendie., 2002 dalam Taqwa.,

2016), Faktor lingkungan merupakan faktor yang mempengaruhi tingkat kelulusan hidup

organisme secara langsung (Holliday.,1969 dalam Taqwa., 2016).

Kelangsungan hidup udang vannamei sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan

hidupnya. Perubahan Kondisi lingkungan secara tiba-tiba menyebabkan adanya gangguan

pertumbuhan pada udang, pada kondisi ekstrim akan menyebabkan kematian pada udang.

Pengukuran. Kekeruhan air dapat mempengaruhi kelangsungan hidup udang kaki putih,

kekeruhan air yang ideal untuk pertumbuhan udang vannamei berkisar antara 30-40 cm,

(Taufik 1988., dalam,.Amri 2008).

4.9 Pengisian Air

Pengisian air dilakukan setelah seluruh persiapan dasar tambak telah rampung dan

air dimasukkan ke dalam tambak secara bertahap. ketinggian air tersebut dibiarkan dalam

tambak selama 10 – 14 hari jam sampai kondisi air benar – benar siap untuk ditebari benih

– benih udang. Tinggi air di petak pembesaran di upayakan 120 - 140 cm. Sebelum di isi

benur petakan di beri probiotik yang telah diperkaya selama 48 jam dengan dosis 2 ppm

untuk satu petakan. Pemberian probiotik dilakukan setiap hari selama 1 minggu. Tujuanya

adalah agar air media dalam petakan kaya akan plankton, selain itu air tandon sebelum

masuk petakan di sterilisasi menggunakan kaporit.

4.10. Manajemen Kualitas Air

Sistem Manajemen kualitas air yang digunakan di Balai Perikanan Budidaya Air

Payau (BPBAP) Takalar dilakukan dengan sistem reserkulasi dengan pergantian air 4
jam/hari yg terdiri dari 4 tahap pengolahan yaitu 1 pengendapan secara anaerob, 2 aerob

dengan mnggnakan kincir 3 dan 4 mengurangi inorganik dengan rumput laut, nila salin dan

bandeng. Adapun beberapa parameter yang di ukur selama kegiatan budidaya.

1. Oksigen Terlarut (DO)

DO
10
8
PAGI
6 SORE
Axis Title
4
2
0
1 5 10 15 20 25 30

Gambar 5. Grafik hasil oksigen terlarut (DO)

Pada grafik hasil oksigen terlarut (DO) sore hari dari hari pertama ke hari 2 sampai

hari ke-3 mengalami perubahan kenaikan DO, pada hari ke -3 sampai hari ke-7 mengalami

penurunan namun tidak terlalu siknifikan, pada hari ke-7 sampai hari ke-9 mengalami

kenaikan, pada hari ke 9 sampai hari ke-13 mengalami penurunan, pada hari ke-13 ke

hari 14 mengalami kenaikan, dari hari ke-14 sampai dengan hari ke-18 menurun, dari hari

18 sampai hari ke 21 mengalami kenaikan, hari ke 21 sampai hari ke 25 mengalami

penurunan, dari hari ke 25- 26 mengalami kenaikan, dari hari ke 26 sampai hari ke 18

engalami turun sangat signifikan,dan pada hari ke-28-30 mengalami kenaikan. Namun

pada pagi hari berbeda dengan pagi hari, hari 1-2 naik, dari hari ke 2-6 mengalami

penurunan, dari hari ke 6-8 naik mengalami kenaikan, dari hari ke 8-11 mengalami naik

turunya DO, dari hari ke 11-15 hari mengalami kenaikan, dari hari 15- 17 mengalami

penurunan, dari hari 17-18 hari mengalami kenaikan, dari hari 18-22 hari mengalami

penurunan yang sangat signifikan, dari hari 22-24 hari mengalami kenaikan, dari hari ke

24-25 hari mengalami penurunan,pada hari ke 25-26 hari mengalami kenaikan, di hari ke
26-27 mengalami penurunan, di hari 27-29 mengalami kenaikan, dan di hari ke 29-30

mengalami penurunan

2. Suhu

SUHU
35
30
25 PAGI
20 SORE
Axis Title 15
10
5
0
1 5 10 15 20 25 30

Gambar 6. Grafik Suhu

Berdasarkan grafik suhu yang didapati pada sore hari dari hari pertama sampai hari

ke-5 suhu mengalami kenaikan, dan di hari ke 5-9 mengalami penurunan yang siknifikan,

pada hari ke 9-10 mengalami kenaikan, di hari ke 10-11 suhu mengalami penurunan,

pada hari ke 11-13 mengalami kenaikan, pada hari ke 13-14 turun dan hari ke 14-15 naik,

di hari ke-15-18 mengalami penurunan, di hari 18-19 suhunya naik, pada hari ke-19-20

mengalami penurunan, di hari ke 20-hari ke 21 mengalami kenaikan, dari hari ke 21-23

mengalami penurunann yang siknifikan, di hari ke 23-24 mengalami kenaikan, di hari ke-

24-26 mengalami penurunan, di hari 26-27 mengalami penurunan, dan di hari ke 27-30

menalami penurunan. Namun pada pagi hari dari hari pertama ke hari ke-2 mengalami

penurunan, di hari ke 2-4 mengalami kenaikan, pada hari ke 4-5 turun dan di ke 5-6

mengalami kenaikan, pada hari ke 6-10 mengalami penurunan yang sangat siknifikan, di

hari ke 10-13 mengalami kenaikan, di hari ke 13-15 mengalami penurunan, dan pada hari

ke 15-16 mengalami kenaikan, pada hari ke 16-19 mengalami penurunan,di hari ke 19-22

mengalami kenaikan, pada hari 22-24 mengalami penurunan, pada hari ke 24-25

mengalami kenaikan, di hari ke 25-27 mengalami penurunan, pada hari ke 27-28


mengalami kenaikan, di hari ke 28-29 mengalami penurunan dan di hari ke 30 mengalami

kenaikan.

3. Kecerahan

KECERAHAN
80
60
KECERAHAN
40
20
0
1

25

29
15

Gambar 7. Grafik hasil kecerahan

Pada grafik kecerahan dapat dilihat bahwa pada hari petama sampai dengan hari ke-

4 kecerahan mengalami penurunan yang sangat signifikan, di hari ke 4 smpai hari ke 7

mengalami kenaikan, dan pada hari ke 7 sampai hari ke 11 mengalami penurunan, di hari

ke 11 sampai hari ke 12 mengalami kenaikan, dan di hari 12 sampai dengan hari ke 14

kecerahannya mengalami penurunan, pada hari ke 14 sapai hari ke 15 mengalami

kenaikan dan di hari ke 15 sampai hari ke 17 mangalami penurunan kembali, pada hari ke

17 sampai hari ke 18 mengalami kenaikan dan pada hari ke18 sampai 21 kecerahannya

tidak berubah, di hari ke 21 sapai ke 25 hari kecerahan mengalami penurunan dan naik

lagi sampai hari ke 27, dan pada hari ke 27 sampai hari ke28 mengalami penurunan

kembali di hari ke 28 dan di hari ke 29 mengalami kenaikan kembali dan turun kebali pada

hari ke-30

4. Derajad Keasaman (pH)


10
9
8
7
6
5 PAGI
4 SORE
3
2
1
0
1 5 10 15 20 25 30

Gambar 8. Grafik PH

Berdasarkan grafik pH yang di dapati pada sore hari ,dari hari pertama sampai hari

ke tiga pH mengalami kenaikan, dan di hari ke 3-4 mengalami kenaikan, di hari ke 4-8

suhunya tidak mengalami perubahan, dari hari ke 8-12 suhunya naik turun tetapi tidak

terlalu siknifikan, di hari ke 12 -15 mengalami penurunan, pada hari ke 15-17 mengalami

kenaikan, pada hari ke 17-20 suhunya tidak mengalami perubahan, pada hari ke 20- 21

mengalami penurunan, 21-28 mengalami penurunan tetapi tidak siknifikan, dan di hari ke

28-30 mengalami kenaikan. Namun pH pada pagi hari berbeda dengan sore hari di hari

pertama sampai hari ke 3 pH mengalami kenaikan, pada hari ke 3-4 menglami penurunan,

di hari ke 4-8 pH mengalami kenaikan, dari hari ke 8-11 pH nya tidk berubah, di hari ke 11-

14 mengalami penurunan, pada hari 14-15 naik di hari 15-17 mengalami penurunan, di

hari ke17-18 mengalami kenaikan, dan pada hari ke 18-30 mengalami penurunan tetapi

tidak signifikan.

5. Salinitas
salinitas
20

15
salinitas
10

0
1 5 10 15 20 25 30

Gambar 9. Grafik Hasil Salinitas

ALKALINITAS
200
150
100 ALKALINITAS

50
0
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29

Berdasarkan hasil grafik salinitas menunjukan bahwa pada hari pertama sampai hari

ke-3 salinitas tidak mengalami perubahan, di hari ke-3 sampai hari ke-6 salinitas

mengalami penurunan dan di hari ke-6 sampai hari ke-8 mengalami kenaikan, pada

hari ke-8 sampai hari ke-10 salinitas tidak mengalami perubahan dan di hari ke-10

sampai hari ke-14 mengalami penurunan , di hari ke 14 sampai hari ke-15 salinitas

mengalami kenaikan, di hari ke 15 sampai hari ke 18 salinitas tidak mengalami

perubahan, dan di hari ke 18 sampai hari ke-19 mengalami penururnan di hari ke 19

sampai ke-20 mengalami kenaikan, dan pada hari ke-20 sampai hari ke-27 salitas

mengalami penurunan, dari hari ke-27 sampai hari ke 29 salinitas mengalami kenaikan

yang sangat signifikan dan di hari ke 29 sampai hari ke-30 mengalami penurunan

6. Alkalinitas
Gambar 10. Grafik alkalinitas

Berdasarkan hasil grafik alkalinitas pada hari ke 1-2 mengalami penurunan dan pada

hari ke 2-4 mengalami kenaikan, di hari ke 4-5 mengalami penurunan,dan di hari ke 5-8

alkalinitasnya tidak mengalami perubahan, di hari ke 8-9 mengalami kenaikan dan di hari

ke 9-10 mengalami penurunan, pada hari 10-13 tidak mengalami perubahan alkalinias, di

hari ke 13-14 mengalami kenaikan dan di hari ke 14-15 mengalami penurunan, di hari ke

15-23 mengalami kenaikan, pada hari ke 23-25 mengalami penurunan, pada hari ke 25-28

mengalami kenaikan yang signifikan, dan pada hari ke 28-30 mengalami penurunan.

4.11 Pembahasan

1. Oksigen Terlarut (DO)

Berdasarkan hasil grafik, pada hari ke 9 DO yang ber ada di dalam tambak BPBAP

takalar mengalami peningkatan, di duga hal ini di pengaruhi oleh penambahan kincir untuk

peyuplai oksigen terlarut dalam air dan pada hari ke -18 dan hari ke-20 DO turun, hal ini

pengaruhi oleh pertumbuhan udang atau biota lain yang hidup di dalam perairan..

Oksigen terlarut merupakan salah satu faktor penting untuk proses metabolisme,

terutama untuk proses respirasi bagi organisme biota akuatik di perairan. Kelarutan

oksigen terlarut dipengaruhi oleh suhu, nilai suhu yang berbanding terbalik dengan

konsentras oksigen terlarut akan mengakibatkan organisme susah untuk melakukan

respirasi. Jumlah konsentrasi oksigen terlarut yang terdapat di suatu perairan bergantung

kepada kondisi suhu dan salinitas perairan itu sendiri, serta aktifitas turbulensi (agitasi)

yang menyebabkan terjadinya difusi gas oksigen dari udara ke dalam air, (Suyanto dan

Mujiman., 2003).

2. Suhu

Dari hasil yang didapati dari grafik, di duga bahwa perubahan suhu yang terdapat di

tambak BPBAP takalar di pengaruhi oleh sinar matahari, tinggi rendahnya perairan, angin
dan hujan. suhu perairan tambak mengalami peningkatan pada hari ke-5 dan hari ke-7 hal

ini di pengaruhi oleh karna di pengaruhi oleh sinar matahari sehingga suhu yang berada

di dalam air tambak mengalami peningkatan dan di hari ke 9,14, 18 dan hari ke-23 suhu

peraiaran tambak megalami penurunan hal ini disebapkan oleh curah hujan sehingga

menyebapkan suhu air turun

Suhu merupakan ukuran energi gerakan molekul, selain itu suhu salah satu faktor

yang penting dalam mengatur proses kehidupan dan penyebaran organisme biota akuatik,

suhu air menetukan aktifitas spesies akutik sehingga mempengaruhi proses pemijahan,

penetasan serta menghambat laju pertumbuhan. Suhu periaran berkaitan erat dengan

penetrasi cahaya matahari serta suhu udara. Suhu diperairan berpengaruh langsung pada

kehidupan organisme akutik, diantaranya laju metabolisme, pertumbuhan reproduksi dan

distribusinya, (Morton, 1999., dalam Rizal dkk, 2013)

3. Kecerahan

Berdasarkan hasil kecerahan yang berada dalam grafik di duga perubahan kecerahan

pada tambak di BPBAP takalar di pengaruhi oleh bahan fisika, pakan yang terbuang dan

plankton. Di hari ke-4 kecerahan dalam perairan tambak turun karena di sebapkan oleh

pertumbuhan plankton yang melimpah dan pakan yang terbuang sehingga ada

pengadukan yang menyebapkan kekeruhan dalam air dan di hari ke-12 kecerahan air naik

hal ini di sebapkan oleh kelimpahan plankton yang rendah

Menurut Pramono dkk., 2005) dalam (Dede dkk 2014) warna air yang baik untuk

tambak udang adalah hijau kecoklatan, hijau atau coklat, Umur udang yang masih muda

tersebut belum menggunakan pakan terlalu banyak sehingga buangan (feaces) yang

dihasilkan belum terlalu banyak. sedangkan Menurut Supangat (2000) dalam (Dede dkk

2014), semakin tinggi intensitas cahaya maka penetrasi yang menembus kolom perairan

tambak semakin banyak sehingga kecerahan tinggi.


4. Derajat Keasaman (pH)

Berdasarkan hasil pH yang berada dalam grafik di duga perubahan pH yang di

peroleh dari tambak BPBAP takalar di pengaruhi oleh plankton, CO2 dan bahan organik

yang ada di dalam tambak. Di hari ke-3 pH air yang di tambak mengalami peningkatan hal

ini di sebapkan oleh adanya perlakuan pemberian kapur pada malam hari dan di hari ke 20

di duga pH tambak meningkat karna adanya kelimpahan plankton yang berada di dalam

tambak

Menurut (Purba 2012., dalam Yustianti, 2013) pH air pada media pemeliharaan larva

udang vannamei yang cocok untuk pertumbuhannya berkisar antara 7,7 - 8,7. Kiasaran pH

tersebut sangat cocok untuk kegitan pembenihan dan kelangsungan hidup larva udang

kaki putih.

5. Salinitas

Berdasarkan hasil grafik salinitas yang di dapatkan dari tambak BPBAP takalar di

duga bahwa perubahan salinitas di pengaruhi oleh curah hujan. Salinitas perairan tambak

di hari ke 29 mengalamami kenaikan hal ini di sebabkan oleh adanya penambahan air laut

dan adanya sinar matahari sehingga menyebapkan penguapan air tawar

Salinitas merupakan salah satu factor abiotik penting yang mempengaruhi sintasan

dan pertumbuhan organisme akuatik. Salinitas dapat memodifikasi peubah fisika dan kimia

air menjadi satu kesatuan pengaruh yang berdampak osmotik pada osmoregulasi dan

bioenergetik (Karim, 2007)., dalam (Suwarsih dkk., 2016).

6. Alkalinitas

Berdasarkan hasil grafik yang di dapaatkan dari tambak BPBAP takalar di duga

bahwa perubahan alkalinitas di pengaruhi oleh pH, plankton, salinitas dan pakan buatan

yang terbuang . pada hari ke 28 alkalinitas perairan tambak mengalami kenaikan hal ini

disebapkan oleh adanya perlakuan dengan pemberian alkaset untuk menaikkan alkalinitas
Alkalinitas adalah kapasitas air untuk menetralkan asam. Dalam air, alkalinitas

sebagian besar disebabkan oleh adanya bikarbonat, sedangkan sisanya oleh karbonat dan

hidroksida (Alaerts dan Sumestri, 1987 dalam Suwarsih, 2016).

Air tambak yang mempunyai alkalinitas rendah akan berpengaruh terhadap

pertumbuhan udang. Hal ini terkait dengan pengaruh alkalinitas terhadap kesediaan hara

bagi fitoplankton sebagai makanan, dimana dengan meningkatnya alkalinitas akan

menyebabkan terlepasnya unsur fosfor dan meningkatkan tersedianya unsur karbon untuk

proses fotosintesis fitoplankton. Hasil pengukuran alkalinitas di air tambak berkisar antara

69-95 ppm. Alkalinitas pada tambak intensif ini termasuk rendah karna dipengaruhi oleh

fitoplankton yang bluming. (Suwarsih.,2016)


BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) yang dilaksanakan selama

1 bulan di BPBAP Takalar, Maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Udang putih mempunyai kemampuan beradaptasi terhadap salinitas yang luas

dengan kisaran salinitas 0 sampai 50 ppt

2. Habitat udang vannamei muda biasanya hidup di air payau, seperti muara sungai dan

pantai. Semakin dewasa jenis udang vannamei semakin suka hidup di laut. Udang

vannamei yang sudah matang gonad biasanya kembali ketengah laut untuk

melakukan perkawinan.

3. Dalam kegiatan usaha budidaya sala satu faktor yang harus di perhatikan untuk

mendapatkan hasil panen yang baik adalah manejemen kualitas air, yang meliputi

Do, Suhu, Kecerahan, Derajat keasman (PH), Salinitas dan Alkalitas

5.2 Saran

Berdasarkan masalah yang ditemui pada lokasi praktek kerja Pengalaman

Mahasiswa (PKPM) disarankan untuk BPBAP Takalar agar perlu meningkatkan beberapa

upaya agar dapat membantu pemerintah dalam mensehjahterakan masyarakat yaitu :

1) Melakukan pemanfaatan yang lebih dalam upaya budidaya

2) Melakukan sosialisasi dengan memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang

proses budidaya .

3) Melakukan kerjasama dengan pihak terkait dari luar

DAFTAR PUSTAKA
Amri, K. dan I. Kanna. 2008. Budidaya Udang vanname. PT. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.

Ariyani, D., Susanto, Sumandi, Iswandi. 2008. Pengaruh Perubahan Salinitas Terhadap
Virulensi WSSV Pada Udang Putih Litopenaeus vannamei. Universitas Lampung.
ISBN/ 978-979-1165-74-7.

Arini, E. 2011. Pemberian Kapur (Caco3) untuk Perbaikan Kualitas Tanah Tambak dan
Pertumbuhan Rumput Laut Gracillaria Sp. Program Studi Budidaya Perairan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro, Semarang. Vol.6 (2).

Dede, H. Aryawati, R. Diansyah, G. 2014. Evaluasi Tingkat Kesesuaian Kualitas Air


Tambak Udang Berdasarkan Produktivitas Primer PT . Tirta Bumi Nirbaya Teluk Hurun
Lampung Selatan (Studi Kasus). Vol. 6(1).

Fery andriyanto, dr. Ir.anthon efani, dan dr. Ir. Harsukoriniwati 2013. Analisis faktor-faktor
produksi usaha pembesaran udang vanname (litopenaeus vannamei) di kecamatan
paciran kabupaten lamongan jawa timur ; pendekatan fungsi cobb-douglass . Jurnal
ecsofim vol. 1, no. 1

Haliman, R.W dan Dian A.S. 2006.Udang Vannamei. Penebar Swadaya. Jakarta

Haliman, R. W Adijaya D.S. 2004.Udang Vannamei. PenebarSwadaya. Jakarta

Haliman, R. W. dan D. Adijaya. 2005. Udang Vanname. Penebar Swadaya. Jakarta.

Jon dahlan, muhaimin hamzah, agus kurnia 2017 . Pertumbuhan udang vaname
(litopenaeus vannamei) yang dikultur pada sistem bioflok dengan penambahan
probiotik. Jurnal sains dan inovasi perikanan. Issn : 2502-3276. Vol. 1, no. 1, 19-27

Muzaki, A. 2004. Produksi Udang Vaname (Litopenaus vannamei) pada Padat Tebar
Penebaran Berbeda di Tanbak Biocrete. Program Studi Teknologi dan Manajemen
Akuakultur. Depertemen Budidaya Perairan . Fakultas Perikanan dan Ilmu kelautan.
Institut Pertanian Bogor.Panjaitan, A. S. 2012. Pemeliharaan Larva Udang Vaname
(Litopeaneus vanannamei) dengan Pemberian Jenis Fitoplantonk yang Berbeda.
Program Pascasarjana. Universitas Terbuka.

Mansyur, A., Mangampa, M., Suwoyo, H. S., Panjtra, B., Syah, B. 2014. Strategi
Pengelolaan Pakan Budidaya Udang Vanname (Litopenaeus vannamei)

Nadhif, 2016. Pengaruh pemberian probiotik pada pakan dalam berbagai konsentrasi
terhadap pertumbuhan dan mortalitas udang vannamei (litopenaeus vannamei).
Skripsi. Perpustakaan Universitas Air Langga.
Panjaitan, A. S. 2012., Pemeliharaan Larva Udang Vannamei (Litopenaeus Vannamei)
Dengan Pemberian Jenis Fitoplankton Yang Berbeda . Program Pascasarjana.
Universitas Terbuka. Jakarta.
Rizal. Emiyanti. Abdullah. 2013. Pola Distribusi Dan Kepadatan Kijing Taiwan (Anadonta
Woodiana) di Sungai Aworeka Kabupaten Konawe . Program Studi Manajemen
Sumberdaya Perairan Fpik. Universitas Haluoleo. Vol. 2. No. 6.

Sophia, Fendjalang, tatag budiardi, eddy supriyono, dan irzal effendi 2016. Produksi udang
vaname litopenaeus vannamei pada karamba jaring apung dengan padat tebar
berbeda di selat kepulauan seribu . Jurnal ilmu dan teknologi kelautan tropis. Vol. 8,
no. 1

Sindhu rakasiwi 2017. Sistem pakar diagnosa penyakit udang vannamei menggunakan
metode forward chaining berbasis web. Jurnal simetris, vol 8 no 2. Issn: 2252-4983

Simanjuntak, M. 2007. Oksigen Terlarut dan Apparent Oxygen Utilization di Perairan Teluk
Klabat, Pulau Bangka. Bidang Dinamika Laut, Penelitian Oseanografi-LIPI. Vol. 12.
No.2.

Sulastri arsad, ahmad afandy, atika p. Purwadhi, betrina maya v, dhira k. Saputra, nanik
retno buwono 2016. Studi kegiatan budidaya pembesaran udang vaname
(litopenaeus vannamei) dengan penerapan sistem pemeliharaan berbeda . Jurnal
ilmiah perikanan dan kelautan (issn: 2085-5842). Vol.9 no.1

Sulastri Arsad1, Ahmad Afandy, Atika p. Purwadhi, Betrina Maya v, Dhira k. Saputra,
Nanik Retno Buwono 2017. Studi kegiatan budidaya pembesaran udang vaname
(litopenaeus vannamei) dengan penerapan sistem pemeliharaan berbeda. Jurnal
ilmiah perikanan dan kelautan issn: 2085-5842. Vol.9 No.1

Suyanto, R dan. Mujiman, A, 2003. Budidaya Udang Windu. Penebar Swadaya. Jakarta.
211 hal.

Sari, D. M. 2010. Pengaruh Penambahan Cao pada Media Budidaya Bersalinitas 4 Ppt
Terhadap Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Udang Galah (Macrobrachium
Rosenbergii De Man). Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya. Departemen
Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor

Suwarsih. Marsoedih. Harahab, N. Mahmudi, M. 2016. Kondisi Air Pada Udang Di Tambak
Wilayah Pesisir Kecamatan Palang Kabupaten Tuben

Suwoyo, H. S. Magampa, M. 2010. Proseding. Aplikasi Probiotik dengan Konsentrasi


Berbeda pada Pemeliharan Udang Naname (Litopenaeus vannamei). Balai Riset
Perikanan Budidaya Air Payau.

Taqwa, F. H. 2016. Pengaruh Penambahan Kalium Pada Masa Adaptasi Penurunan


Salinitas Dan Waktu Penggantian Pakan Alami Oleh Pakan Buatan Terhadap

Anda mungkin juga menyukai