Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Kolam merupakan badan air tergenang buatan manusia yang memiliki ciri

ekologis hampir sama dengan danau. Kolam dibangun sebagai sarana budidaya

berbagai macam jenis ikan dengan sumber air umumnya berasal dari waduk atau

sungai yang dialirkan ke kolam-kolam melalui saluran irigasi, baik yang dibangun

khusus untuk mengairi kolam, maupun saluran irigasi yang dibangun untuk

mememuhi kebutuhan air bagi lahan pertanian secara umum (Ningsih dkk, 2013)

Tingkat produktifitas kolam antara lain ditentukan oleh faktor lingkungan,

terutama kesesuaian kualitas air yang digunakan untuk mengairinya. Kualitas air pada

sumbernya (sungai dan saluran irigasi) maupun yang telah digunakan sebagai media

budidaya ikan di petak-petak kolam, yang mengalami fluktuasi dari waktu ke waktu.

Fluktuasi tersebut dapat terjadi baik sebagai akibat dari kondisi eksternal harian yang

berhubungan dengan cahaya matahari, iklim dan cuaca, juga dapat diakibatkan secara

in situ oleh faktor-faktor operasional kegiatan budidaya itu sendiri seperti pemberian

makanan dan tindakan operasional lainnya (Ningsih dkk, 2013).

Analisis keadaan kualitas air kolam tersebut perlu dilakukan untuk

memastikan kesesuaian nilai parameter-parameternya terhadap persyaratan optimal

bagi operasi budidaya ikan yang diharapkan terpenuhi. Analisis ini dapat dijadikan

sebagai penentu perlu tidaknya dilakukan tindakan-tindakan atau upaya teknis

pengelolaan kualitas air sesuai dengan kasus-kasus parametrik yang dihadapi.


Kesesuaian kualitas air untuk budidaya ikan perlu dicermati kesesuaian optimalnya

tidak hanya berdasarkan spesies ikan, tetapi juga perlu diperhatikan menurut fase

perkembangan ikan maupun tujuantujuan khusus budidaya. Terdapat sejumlah

parameter yang telah diidentifikasi cukup berpengaruh, namun di antaranya yang

sangat penting diperhatikan adalah kandungan Oksigen terlarut (DO, Dissolved

Oxygen), Karbondioksida (CO2) bebas, derajat keasaman (pH), Ammoniak (NH3)

dan Alkalinitas.

Berkaitan dengan kajian mengenai kualitas perairan yang baik maka

dilakukan pelaksanaan kunjungan kuliah lapang ke dua lokasi. Lokasi pertama yaitu

Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau dan Penyuluhan Perikanan (BRPBAP3)

dimana di instansi ini kegiatan pengukuran kualitas air dilakukan langsung di

laboratorium uji kualitas air dan laboratorium plankton, lokasi kedua yaitu kunjungan

langsung ketempat Balai Benih Ikan (BBI) sebagai tempat budidaya secara langsung.

I.2 Tujuan Praktek Lapang

Tujuan dari praktek lapang akuakultur adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui kualitas air yang baik dalam pemeliharaan ikan

2. Mengetahui teknik kultur plankton skla Laboratorium

3. Mengetaahui teknik budidaya dan pemeliharaan ikan

4. Mengetahui persyaratan species ikan yang di budidayakan

5. Mengetahui aktifitas yang dilakukan di Balai Benih Ikan.

I.3 Waktu

Kuliah lapangan dilakukan pada hari, Rabu 12 Desember 2018 Pukul 09.00 –

14.00 WITA.
I.4 Lokasi

Lokasi pelaksanaan praktek lapang Akuakultur dilaksanakan pada 2 Lokasi

yaitu Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau dan Penyuluhan Perikanan

(BRPBAP3) alamat Jl. Makmur Daeng sitakka No. 129, Raya, Turikale, Kabupaten

Maros, Sulawesi Selatan 5º0’12.845” LS dan 119º35’20.353” BT dan lokasi ke 2

bertempat di Balai Benih Ikan (BBI) Minasa Baji, Kecamatan Bantimurung,

Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan 5º0,9.515” LS dan 119º38’21.613’ BT.


BAB II

PENGAMATAN LAPANGAN

II.1 Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau dan Penyuluhan Perikanan

(BRPBAP3)

Lab. Kualitas air

Lab. Plankton

Ruang Isolasi Ruang Instrumen

II.2 Balai Benih Ikan (BBI)

2
4

7 7

3 4

10 10 8 8

6
9 9 9 9 9

Keterangan :
1. Penampungan benih
2. Laboratorium
3. Kolam kosong
4. Kolam pemijahan
5. Bak penetasan
6. Bak pemeliharaan induk
7. Pendederan II
8. Pendederan I
9. Sistem Aerasi
10. Pemeliharan ikan
BAB III

PEMBAHASAN

III.1 Aktivitas Pada Lab Kualitas Air Dan Lab Plankton

Air yang digunakan untuk keperluan budidaya perikanan tidak sekedar air

(H2O), karena air mengandung banyak ion. Ion-ion unsur yang kemudian menentukan

apakah lingkungan tersebut cocok untuk kegiatan budidaya. Jadi kualitas air yang

baik adalah air yang cocok untuk kegiatan budidaya, dimana jenis komoditas bisa

hidup dan tumbuh dengan normal. Ketersediaan air yang baik sangat penting di dalam

budidaya perikanan, air yang bagus memiliki karakteristik lingkungan spesifik untuk

mikroorganisme yang dibudidayakan (Maniagasi dkk, 2013).

Kualitas air lingkungan perairan terkait dengan pengembangan perikanan

budidaya menjadi perhatian dunia saat ini, mengingat timbulnya sejumlah efek

negative yang tercatat pada beberapa lokasi. Hal umum namun penting adalah bahwa

kualitas air akan mempengaruhi pertumbuhan optimal udang dan panen di tambak.

Secara klasik, kajian tentang kualitas air akan mengkombinasikan parameter fisika-

kimia dan indikator biologi (Widigdo dkk, 2013).

Adapun aktivitas pada laboratorium kualitas air yaitu menganalisis kualitas air

dimana sampel-sampel peneliti yang diambil dari lapangan kemudian dianalisis

dalam laboratorium kualitas air. Adapun kelengkapan kerja dalam laboratorium yaitu:

1. Kelengkapan dokumen

Sebelum dilaksanakan analisis sampel di Laboratorium, semua sampel akan

dimasukkan terlebih dahulu kedalam ruangan penerimaan sampel untuk


mengumpulkan data seperti jumlah sampel, jenis sampel dan parameter yang akan

diukur. Setelah data lengkap dan telah dicatat pada buku Kaji Ulang Permintaan

Pengujian (KUPP) kemudian sampel dianalisis di Laboratorium kualitas air.

Gambar 1. Laboratorium Kualitas Air

2. Parameter yang dianalisis

Didalam Laboratorium kualitas air dilakukan uji parameter kualitas air untuk

mengetahui kondisi air. Parameter yang diukur untuk mengetahui kalitas air

diantaranya meliputi pengujian secara fisika yaitu suhu dan kekeruhan, pengujian

secara kimia yaitu analisis Bahan Organik Total (BOT), nitrat (NO3), Nitrit (NO2),

amonia (NH3), salinitas, pH dan DO dan pengujian sevara biologis, meliputi analisis

mikroorganisme misalnya plankton. Untuk pengukuran uji parameter dilakukan di

ruang istrumen yang dilengkapi dengan alat-alat seperti oven, DO meter, timbangan

analitik, spektrofotometer, data yang dipakai untuk pengolahan data berupa data

pengukuran Lab dan data pengukuran lapangan,


Gambar 2. Alat Uji Kualitas Air

Adapun aktivitas yang dilakukan dalam Laboratotium plankton yaitu

menganalisis mikroorganisme yang hanya dapat dilihat dengan menggunakan

mikroskop berupa identifikasi plankton dari berbagai perairan, sperti fitoplankton dan

zooplankton, isolasi plankton/kegiatan kultur plankton.

Probiotik dianggap mampu menperbaiki kondisi perairan sehingga menjadi

alternatif dalam budidaya ikan. Dengan adanya probiotik, maka proses degradasi

bahan organik akan baik, sehingga menghasilkan zat-zat yang bermanfaat bagi

pertumbuhan plankton. Bahan organik ini dapat digunakan secara langsung oleh

fitoplankton dalam air untuk kelangsungan hidupnya. Fitoplankton makanan bagi

zooplankton, sehingga jumlahnya melimpah. Dengan demikian maka ketersediaan

pakan alami bagi ikan akan tetap terjaga (Hartini dkk, 2013).

Zooplankton merupakan pakan alami bagi sebagian besar larva dan benih

ikan. Dengan demikian maka ketersediaan pakan alami bagi ikan akan tetap terjaga,

dan sebagai sumber nutrisi mikro dan makro, serta menghasilkan enzim untuk
meningkatkan pencernaan. Menurut Hickling (1971) pertumbuhan juga dipengaruhi

kepadatan ikan yang ditebar, dimana dengan padat tebar yang rendah, pertumbuhan

ikan relatif lebih cepat dan sebaliknya pada padat tebar yang tinggi pertumbuhan ikan

relatif lebih lambat (Hartini dkk, 2013).

Gambar 3. Laboratorium Plankton

Parameter kualitas air menunjukkan bahwa nilai parameter kualitas air pada

kolam penelitian masih kisaran layak bagi kultivan yang dipelihara. Suhu berada pada

kisaran 26-29ºC. Nilai ini masih berada pada kisaran layak karena menurut Sucipto

(2005), kisaran suhu yang layak bagi budidaya ikan nila adalah 28-32 oC. Kisaran pH

ini jg masih kisaran layak yaitu berkisar 6,5-7. Kisaran pH yang layak untuk

budidaya ikan nila berkisar 7-8. Kadar oksigen terlarut berada pada kisaran 3,8-5,6

mg/l. Nilai ini masih dalam kisaran layak menurut Sucipto (2005) adalah 3-5 mg/l.

Pada kadar amonia kolam penelitian adalah mendekati nol. Menurut Boyd (1979),

total kandungan amonia suatu perairan budidaya adalah di bawah 1,5 ppm (Ainida

dkk, 2013).
III.2 Aktivitas Pada Balai Benih

Balai Benih Ikan (BBI) Bantimurung merupakan salah satu tempat

pembenihan ikan air tawar yang ada di Indonesia. Dinas Perikanan Kelautan dan

Peternakan telah membangun Balai Benih Ikan (BBI)untuk memenuhi bibit ikan air

tawar yang berkualitas dan terjamin bagi petani budidaya ikan. Benih ikan yang

dibudidayakan ditempat ini yaitu ikan nila dan ikan mas. BBI bantimurung memiliki

sistem irigasi yang baik dimana air buangannya langsung menuju kanal dan tidak

mencemari perairan atau lingkungan. Hubungan sosial antara BBI dan masyarakat

cukup baik dilihat dari seringnya pihak BBI memberikan benih kepada masyarakat

untuk di budidayakan.

Adapun berbagai kegiatan yang dilakukan di Balai Benih Ikan diantaranya

a. Persiapan kolam, termasuk pengisian tanah dasar kolam, pengisian air

b. Pengadaan induk, merupakan proses awal ddari kegiatan pembenihan ikan Nila,

Induk yang disediakan adalah induk jantan dan induk betina. Dilakukan

perbanyakan benih ikan nila jantan dengan cara benih ikan direndam dengan

metil protesteron (bersifat polemik), pemberian hormone ovavprin, dan

pemberian hipofisa dengan tujuan merangsang pemijahan.

c. Pemeliharaan induk, dilakukan agar induk yang dipelihara dapat menghasilkan

benih yang bermutu dan berkualitas. Pemberian pakan pada ikan nila dilakukan

secara teratur dan disesuaikan dengan waktu yang telah ditentukan. Pemberian

pakan yang dilakukan di BBI dengan dosis 5-7%, pakan yang diberikan berupa

pakan buatan yang berbetuk butiran-butiran (pellet).

d. Seleksi Induk Matang Gonad, dilakukan dengan cara memperhatikan keadaan


fisik induk ikan nila jantan dan ikan nila betina yang telah matang gonad dan

yang sudah siap untuk dipijahkan. Ciri induk induk jantan yang telah matang

gonad ditandai dengan perut yang yang mengeluarkan cairan seperti susu ketika

di tekan dan pada betina akan mengeluarkan telur yang berwarna agak

kekuningan.

e. Proses pemijahan, Proses pemijahan yang dilakukan dengan Hipofisa yang

bertujuan merangsang pemijahan dan perendaman benih dengan metil testosteron

untuk mendapatkan benih ikan jantan yang unggul.

Gambar 4. Kolam Pemijahan

Gambar 5. Pemilaharaan induk


Gambar 6. Pemisahan Induk Matang gonad

Seleksi merupakan salah satu kegiatan riset yang banyak dilakukan, dalam

konteks “breeding program” seleksi individu dan famili mulai dilakukan. Dari

berbagai jenis riset genetika yang dilakukan, selective breeding masih merupakan

salah satu yang dominan. Berdasarkan sifat yang ingin diperbaiki pada program

seleksi, perbaikan pertumbuhan merupakan sasaran yang paling utama. Usaha

perbaikan kualitas ikan nila sangat diperlukan untuk meningkatkan produksi dan

keuntungan para pembudidaya ikan nila. Induk dan benih yang memiliki mutu tinggi

mutlak diperlukan dalam kegiatan budidaya nila karena dari induk yang unggul

diharapkan didapatkan benih yang berkualitas pula (Ainida dkk, 2013).

Beberapa penelitian telah berhasil mengembangkan benih ikan jantan dengan

menggunakan bahan senyawa steroid sintetik dan telah menghasilkan populasi

monosex. Hormon testosteron sangat berpotensi untuk mengarahkan kelamin pada

saat diferensiasi kelamin. Tingkat keberhasilan merubah kelamin jantan dapat

mencapai 96-100%, dan yang umum digunakan adalah golongan hormon androgen
seperti 17α-metil testosteron. Metode pemberian hormon bisa melalui pakan (oral)

dan perendaman (Rosmaidar dkk, 2016).

Produksi monoseks jantan menggunakan hormon androgen 17α-

metiltestosteron (MT) dilaporkan paling efektif menggunakan metode perendaman

larva pada masa diferensiasi kelamin atau periode kritis, yaitu otak larva masih dalam

keadaan bipotensial mengarahkan pembentukan kelamin secara morfologi, tingkah

laku maupun fungsinya. Perendaman larva ikan nila umur 10 dan 14 hari dengan

1.800 μg/L MT selama 4 dan 8 jam menghasilkan jantan 91,6% dan 98,3%. Pada ikan

gapi diperoleh 100% jantan dengan perendaman menggunakan dosis 2 mg/L selama

24 jam (Zairin et al., 2002). Namun, penggunaan MT telah dilarang di Indonesia

berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No: KEP.52/MEN/2014

karena potensi bahaya yang ditimbulkannya. Dalam International Standards for

Responsible Tilapia Aquaculture, penggunaan metil dan etiltestosteron masih boleh

dipergunakan (WWF, 2009). Beberapa peneliti melaporkan bahwa pemberian

hormon MT cepat dimetabolisme dan diekskresikan. Konsentrasi MT di plasma ikan

nila menurun pada jam ke-22 setelah penghentian pemberian pakan. Konsentrasi MT

di tubuh ikan setelah 24 jam menjadi 2,5-3,0% dan setelah 100 jam berkurang

menjadi 1% (Afpriyaningrum dkk, 2016).


17α-metiltestosteron (MT) Ovaprim

Selain dengan MT, maskulinisasi dapat dilakukan dengan manipulasi suhu

lingkungan berupa peningkatan suhu. Suhu lingkungan berperan dalam seks

diferensiasi karena sifat nila yang termosensitif. Semakin tinggi suhu, maka rasio

kelamin jantan semakin tinggi. Perendaman larva nila berumur 10, 20, 30 hari setelah

pembuahan pada suhu 36,00-36,83°C dengan lama perendaman 10, 20, 30 hari

menghasilkan jantan sekitar 80%. Maskulinisasi dengan kombinasi perlakuan hormon

MT dan suhu dapat dilakukan untuk memaksimalkan produksi ikan jantan dan

meminimalkan penggunaan MT. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk

mengevaluasi efektivitas penggunaan MT dosis rendah (2 mg/L) pada suhu 26°C dan

36°C melalui perendaman larva dalam waktu berbeda (2 dan 4 jam) terhadap

keberhasilan alih kelamin jantan ikan nila, dan pengukuran residu testosteron pada

tubuh ikan setelah perendaman dan selama pemeliharaan benih hingga umur 90 hari

(Afpriyaningrum dkk, 2016).


Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau dan Penyuluhan Perikanan

(BRPBAP3)

Balai Benih Ikan (BBI)


BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

IV. 1 Kesimpulan

Berdasarkan dari hasil kunjungan kuliah lapang yang telah dilakukan setelah

melihat langsung tempat Lab kualitas air dan Lab plankton dapat disimpulkan bahwa

dalam suatu budidaya diperlukan adanya peninjauan khusus terhadap aspek

lingkungan budidaya diantaranya diperlukan adanya uji parameter kualitas air yang

meliputi uji paremeter fisika, kimia dan biologis untuk mengetahui kondisi

lingkungan yang baik sebagai tempat budidaya. Berdasarkan kunjungan langsung

ketempat Balai Benih Ikan (BBI) dapat diketahui kiat-kiat dalam budidaya mulai

dari persiapan kolam, pengadaan induk, pemeliharaan induk, seleksi induk matang

gonad, proses pemijahan hingga ikan tersebut dapat dibudidayakan di masyarakat.

IV.2 Saran

Saran saya terhadap kunjungan praktik lapang ini yaitu mengenai lama waktu

kunjungan yang menurut saya belum efisien, semoga kedepannya kunjungan seperti

ini bisa dilakukan dengan waktu yang relatif lebih lama sehingga informasi yang

didapatkan mengenai kiat-kiat dalam suatu budidaya dapat lebih di pahami dan lebih

banyak lagi informasi yang dapat diterima langsung dari orang-orang yang

berpengalaman dalam bidang budidaya.


DAFTAR PUSTAKA

Ainida A.N., Hastuti S., Rejeki S., 2013. Perbandingan Genetic Gain Ikan Nila
Pandu dan Ikan NIla Kunti (Oreochromis niloticus) f4 Pada Pendederan
I-III. Journal of Aquaculture Management and Technology. Vol 2(3): 1-11

Afpriyaningrum MD., Soelistyowati D.T., Alimuddin, Zairin J.M., Setiawati M.,


hardiantho D. 2016. Maskulinisasi Ikan Nila melalui Perendaman Larva
Pada Suhu 36º dan Kadar Residu 17α-metiltestosteron Dalam Tubuh
Ikan. OMNI-akuatika. Vol 12 (3): 106-113.

Hartini S., Sasanti A.D., Taqwa F.H., 2013. Kualitas Air, Kelangsungan Hidup
Dan Pertumbuhan Benih Ikan Gabus (Channa striata) Yang Dipelihara
Dalam Media Dengan Penambahan Probiotik. Jurnal Akuakultur Rawa
Indonesia. Vol 1(2); 192-202.

Maniagasi, R., Sipriana, S., Tumembouw, Mundeng, Y., 2013. Analisis Kualitas
Fisika Kimia Air di Areal Budidaya Ikan Danau Tondano Provinsi
Sulawesi Utara. Jurnal Budidaya Perairan. Vol 1 (2): 29-37.

Ningsih F., Rahman M., dan Rahman A., 2013. Analisis Kesesuaian Kualitas Air
Kolam Berdasarkan Parameter pH, DO, Amoniak, Karbondioksida,
danAlkalinitas Di Balai Benih dan Induk Ikan Air Tawar ( BBI-IAT)
Kecamatan Karang Intan Kabupaten Banjar. Vol 4 (6): 102-113.

Rosmaidar., Thasmi C.N., Afrida A., Akmal M., Herrialfian dan Manaf Z.H., 2016.
Pengaruh Lama Perendaman Larva Dalam Hormon Metil Testosteron
Alami Terhadap Pejantan Ikan lele Dumbo (Clarias gariepinus). Jurnal
Medika Veterinaria. Vol 10 (2).

Widigdo B., dan Wardianto Y., 2013. Dinamika Komunitas Fitoplankton dan
Kualitas Perairan Di Lingkungan Perairan Tambak Udang Intensif:
Sebuah analisis korelasi. Jurnal Biologi. Vol 13 (2):1411-9587.
LAPORAN PRAKTEK LAPANG AKUAKULTUR

NAMA : NURLIA. S

NIM : H411 16 016

LABORATORIUM ILMU LINGKUNGAN DAN KELAUTAN


DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018

Anda mungkin juga menyukai