Anda di halaman 1dari 6

MANAJEMEN AIR DALAM KEGIATAN AKUAKULTUR

KELOMPOK 7

Anggota :

Anita Meidi L1B021018

Catur Angling K. L1B021020

Linda Amalia L1B021022

Andri Maulana Rizki L1B021024

Intan Adelia L1B021028

Lanni Duma Sinurat L1B021030

Hilwa Aulya Rahman L1B021032

Prodi Akuakultur

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Universitas Jenderal Soedirman


Abstrak

Budidaya ikan harus memperhatikan manajemen kualitas airnya. Seperti budidaya ikan
nila (Oreochromis niloticus), Ikan lele mutiara (Clarias gariepinus) hingga budiaya udang
vaname (Litopeneus vanammei). Kualitas air merupakan parameter yang penting dalam suatu
budidaya ikan. Kualitas air yang baik akan memberikan suasana yang nyaman terhadap
pergerakan ikan. Kualitas air yang layak juga mendukung pertumbuhan ikan secara optimal
sehingga mampu memberikan produktifitas yang tinggi pada kolam. Pengelolaan air pada
tambak dapat dilakukan beberapa tahapan. Analisis data pada penelitian ini menggunakan
analisa deskriptif dan analisa kuantitatif. Melakukan penerapan water treatment (filtrasi air) atau
pengolahan air sebelum dialirkan ke kolam budidaya sehingga dapat menghasilkan air yang
aman, jernih, tidak berwarna dan tidak berbau.

Pendahuluan

Budidaya ikan harus memperhatikan manajemen kualitas airnya. Seperti budidaya ikan
nila (Oreochromis niloticus), Ikan lele mutiara (Clarias gariepinus) hingga budiaya udang
vaname (Litopeneus vanammei). Monalisa dan Minggawati (2010) menyatakan bahwa
ketersediaan air yang digunakan untuk pemeliharaan pembenihan ikan harus memenuhi
persyaratan. Ikan memiliki kadar toleransi tinggi terhadap perubahan kualitas air, tetapi
perubahan kualitas air harus tetap diawasi dengan baik. Kualitas air merupakan komponen vital
untuk pertumbuhan ikan, sehingga kualitas air yang kurang baik akan mengakibatkan
pertumbuhan ikan menjadi terganggu dan lambat. Mengingat dalam bidang budidaya perikanan
kualitas air memegang peranan penting karena seluruh siklus hidup biota yang dipelihara
berada dalam air. Selain air harus jernih, bebas pencemaran, air yang dikhususkan untuk
budidaya harus pula memperhatikan fisik dan kimia air tertentu. Sifat fisika dan kimia air untuk
budidaya ikan air yang harus diketahui yaitu suhu, pertukaran air, kedalaman, kekeruhan,
kandungan oksigen terlarut, derajat keasaman air serta logam berat terutama merkuri (Hg).
Kualitas air merupakan parameter yang penting dalam suatu budidaya ikan. Kualitas air
yang baik akan memberikan suasana yang nyaman terhadap pergerakan ikan. Kualitas air yang
layak juga mendukung pertumbuhan ikan secara optimal sehingga mampu memberikan
produktifitas yang tinggi pada kolam. Namun pada beberapa daerah seperti Desa Tmbong
Banyuwangi mengalami kesulitas rendahnya kualitas air yang digunakan, khususnya untuk
budidaya ikan di kolam, hal ini ditandai dengan penampakan air yang sangat keruh. Hal ini
disebabkan, karena sumber air yang digunakan adalah air permukaan atau air sungai yang
kurang jernih. Namun, pada tempat lain seperti Desa Tanjungsari, Kabupaten Sumedang
menggunakan sistem budidaya akuaponik. Keunggulan sistem budidaya akuaponik adalah
dapat dilakukan pada lahan yang terbatas, hemat penggunaan air, tidak membutuhkan pupuk,
dan jika ditata dengan baik dapat menjadi nilai tambah estetika pada lahan marjinal. Dengan
demikian, sistem akuaponik cocok diterapkan pada daerah dengan persediaan sumber air yang
terbatas seperti perkotaan, daerah dengan tipe tanah tandus, atau pulau-pulau kecil.

Metode

Pengukuran kualitas air setelah dilakukan water treatment menjukkan hasil bahwa,
perlakuan filter memberikan pengaruh terhadap penurunan kadar nitrat (NO3) hal ini
menujukkan bahwa media filter seperti zeolit berperan cukup baik dalam penurunan kadar NO3.
Hal menunjukkan zeolite berperan dalam menangkap ion nitrat (Khaer & Budirman, 2019).
Perubahan nilai pH juga terjadi antara perlakuan air sebelum filter dan sesudah di filter. Menurut
Indriani et al., (2016) pH antara 6-7 merupakan kisaran yang sangat baik untuk kehidupan
bioata perairan. Selanjutnya hasil yang berbeda nyata ditujukkan pada pengukuran total
plankton, total plankton yang dihitung pada pengukuran ini adalah dari golongan green alga dan
blue green alga. Jumlah plankton pada air yang belum difilter menujukkan hasil yang cukup
tinggi, hal ini dipengaruhi oleh proses proses filtrasi. Kandungan zat hara dapat mempengaruhi
kelimpahan plakton pada suatu perairan. Hal ini berbanding lurus dengan nilai NO3. Menurut
Salah satu zat hara yang dapat dijadikan indikator lingkungan periaran adalah nitrat dan fosfat
(Indah & Ramadhan, 2020).

Pengelolaan air pada tambak dapat dilakukan beberapa tahapan. Dalam persiapan
tambak udang meliputi pembersihkan dan pengeringan petak minimal 1 – 3 hari, kemudian
dilanjutkan dengan pengapuran dinding kolam menggunakan kapur tohor, tahap selanjutnya
dilakukan dengan pengisian air dan aplikasi kaporit dengan menghidupkan kincir untuk
pemerataan penyebaran kandungan partikel dalam air, kincir air dimatikan untuk
mengendapkan partikel dalam air selama ±4 hari hingga kondisi air steril, selanjutnya air diuji
kandungan chlornya dan pemberian probiotik dilakukan secara opsional. Dan untuk menjaga
kualitas air, dilakukan pengukuran beberapa parameter seperti pengukuran pH menggunakan
pH meter, suhu menggunakan termometer, salinitas menggunakan refraktor, kecerahan
menggunakan sechi disk, DO menggunakan DO meter, dan kadar amonia menggunakan test
kit amonia, logam berat spektrofotometer. Analisis data pada penelitian ini menggunakan
analisa deskriptif dan analisa kuantitatif

Hasil dan Pembahasan


Pada budidaya udang vanamei menurut Muzaki (2004) dan Bachruddin et al. (2017)
melaporkan kurang lebih 15% pakan tambahan yang diberikan ke udang tidak terkonsumsi,
20%-85% pakan yang terkonsumsi akan terbuang melalui kotoran. Untuk itu perlu dilakukan
Hybrid system (semi bioflok), perpaduan antara organisme heterotrof dan autotroph. Yang mana
Organisme heterotrof tersebut akan mengontrol kualitas air yang buruk akibat dari sisa pakan,
feses, dan bangkai plankton, sehingga membentuk kestabilan lingkungan. Organisme autotrof
sebagai makanan alami udang, Huda (2014). Bukan hanya itu pada budidaya udang vaname
juga perlu adanya manajemen kualitas air sebagai affirmasi bahwa kualitas air di dalam kolam
tersebut baik (Athirah et al., 2013). Kualitas air merupakan komponen vital untuk pertumbuhan
udang, sehingga kualitas air yang kurang baik akan mengakibatkan pertumbuhan udang
menjadi terganggu dan lambat. Manajemen kualitas air juga dilakukan untuk budidaya Ikan nila
(Oreochromis niloticus) yang memiliki toleransi tinggi terhadap perubahan lingkungan perairan
indriati et al, (2022). dan ikan lele mutiara (Clarias gariepinus) Sugianti et al, (2022). sehingga
mendapatkan hasil panen yang memuaskan.

Pada bidang perikanan selain untuk budidaya ada juga lokasi wisata edukasi yang
bergerak dibidang perikanan dan pertanian, dalam perkembangannya usaha ini mengakibatkan
rendahnya kualitas air yang digunakan, khususnya untuk budidaya ikan di kolam, hal ini
ditandai dengan penampakan air yang sangat keruh. Sehingga akan menghambat atau
mengurangi fungsi dan tujuan utama dibentuknya edukasi wisata tersebut, dikarenakan
pengunjung tidak dapat melihat langsung jenis ikan, baik dari bentuk, ukuran dan warna ikan
karena terhalang dengan warna air yang keruh. Oleh karena itu, pada kegiatan ini dilakukan
pendampingan untuk melakukan penerapan water treatment (filtrasi air) atau pengolahan air
sebelum dialirkan ke kolam budidaya sehingga dapat menghasilkan air yang aman, jernih, tidak
berwarna dan tidak berbau. Liliyanti et al, (2023).

Kesimpulan dan Saran

Berdasarkan hasil yang telah didapatkan, dapat disimpulkan bahwa dalam budidaya
udang vanamei, pemberian pakan tambahan yang tidak terkonsumsi dan pembuangan pakan
yang terbuang melalui kotoran dapat menyebabkan kualitas air menjadi buruk. Untuk mengatasi
masalah ini, perlu dilakukan sistem hybrid (semi bioflok) yang mengombinasikan organisme
heterotrof dan autotrof. Organisme heterotrof bertanggung jawab dalam mengontrol kualitas air
yang buruk akibat sisa pakan, feses, dan bangkai plankton, sementara organisme autotrof
menjadi makanan alami udang. Manajemen kualitas air juga sangat penting dalam budidaya
udang vanamei dan juga dalam budidaya ikan nila dan ikan lele mutiara. Kualitas air yang
kurang baik dapat mengganggu pertumbuhan udang dan ikan, sehingga perlu dilakukan
manajemen yang baik untuk memastikan kualitas air yang baik. Selain dalam budidaya,
pentingnya kualitas air juga terlihat dalam lokasi wisata edukasi yang bergerak di bidang
perikanan dan pertanian. Rendahnya kualitas air di kolam budidaya ikan dapat menghambat
tujuan utama pendirian lokasi wisata tersebut. Oleh karena itu, diperlukan pendampingan untuk
menerapkan pengolahan air atau water treatment sebelum air dialirkan ke kolam budidaya, agar
menghasilkan air yang aman, jernih, tidak berwarna, dan tidak berbau.
DAFTAR PUSTAKA

Athirah, A., Mustafa, A., & Rimmer, M. A. (2013). Perubahan kualitas air pada budidaya ikan nila
(Oreochromis niloticus) Di Tambak Kabupaten Pangkep Provinsi Sulawesi Selatan.
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur (Vol. 1, No. 1, pp. 1065- 1075).

Bachruddin, M., M. Sholichah., S. Istiqomah & A. Supriyanto. (2017). Effect of probiotic culture
water on growth, mortality, and feed conversion ratio of Vaname shrimp (Litopenaeus
vannamei Boone). Earth and Environmental Science 137 : 1-7.

Indriati, Putri Alfatika, and Hafiludin Hafiludin. Manajemen Kualitas Air Pada Pembenihan Ikan
Nila (Oreochromis niloticus) Di Balai Benih Ikan Teja Timur Pamekasan." Juvenil:
Jurnal Ilmiah Kelautan dan Perikanan 3 (2): 27-31.

Liliyanti, M. A.., & Novita, E. S. 2023. Penerapan Water Treatment untuk Meningkatkan Kualitas
Air Budidaya Ikan di Lokasi Wisata Edukasi Desa Tambong Banyuwangi. Jurnal
Pengabdian Masyarakat Berkemajuan, 7(1):13-17

Muzaki, A. (2004). Produksi Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) pada Padat Penebaran
Berbeda di Tambak Biocrete. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institute
Pertanian Bogor : Bogor.

Sugianti, E. P., and Hafiludin. 2022. Manajemen Kualitas Air Pada Pembenihan Ikan Lele
Mutiara (Clarias gariepinus) di Balai Benih Ikan (BBI) Pamekasan. Juvenil: Jurnal
Ilmiah Kelautan Dan Perikanan 3(2): 32-36.

Anda mungkin juga menyukai