Anda di halaman 1dari 18

PRAKTIKUM BUDIDAYA PERIKANAN AIR PAYAU DAN LAUT

PENGELOLAAN TAMBAK UDANG TRADISIONAL

OLEH:

WIKHA KHALFIANUR
ANTONI
RISKY ORLANDO SITEPU
IRMAWARNY MANULLANG
MUTIA IKA WILIANTI
RIZA RASULDI
RINAWATI SIREGAR
RAHMAT FITRADI
RIEKI INDRA WISHARI
NURHAYATI
ROJA FADILLAH

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SAMUDRA
2018
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Budidaya tambak merupakan suatu kegiatan membesarkan udang/ikan dalam
suatu kolam. Agar memperoleh hasil yang optimum maka perlu disiapkan suatu kondisi
lingkungan tertentu yang sesuai dengan kehidupan budidaya. Faktor utama yang sangat
menentukan produktivitas tambak adalah air dalam petakan tambak, yang merupakan
media tumbuh bagi udang/ikan yang dipelihara. Kualitas air yang sesuai dengan
kebutuhan komoditas budidaya perlu diimbangi dengan tercukupinya kuantitas airnya
juga. Untuk tambak-tambak tradisional, usaha terpenting untuk menaikkan produktivitas
tambak adalah dengan menyediakan air di kolam tambak dengan kualitas air yang baik
serta dengan perbaikan dan penataan kembali prasarana irigasi (Prasetio, et.al, 2017).
Perkembangan budidaya udang di tambak dalam dua dasawarsa terakhir
memperlihatkan peningkatan yang pesat baik dalam luasan maupun intensitas
penebaran dan penerapan tingkat teknologi. Namun demikian, produksi udang yang
berasal dari budidaya tambak mencapai puncaknya pada tahun 1992 sebesar 130.000
ton, menurun menjadi 100.000 ton pada tahun 1994, 80.000 ton pada tahun 1996 dan
50.000 ton pada tahun 1998. Dari beberapa kajian diketahui penyebab penurunan
produksi budidaya udang adalah merosotnya kualitas lingkungan perikanan budidaya
yang memicu mewabahnya serangan penyakit. Kemerosotan kualitas lingkungan
perikanan budidaya udang dan banyak dijumpai di Beberapa kota, baik disebabkan oleh
kegiatan sektoral maupun kegiatan budidaya udang dan ikan itu sendiri (BAPPENAS,
2016).
Menurut (Mustafa, 2009) Terlantarnya lahan tambak dan tidak dioperasikannya
menjadi suatu indikasi kuat bahwa telah terjadi kemerosotan kualitas lingkungan
perikanan budidaya yang menciri pada kegagalan panen. Pertimbangan kritis tentang
kerugian lingkungan dan dampak sosial ekonomi dari budidaya udang menjadi
perhatian semua pihak, meskipun terdapat beberapa upaya yang objektif dalam
mencegah kerusakan lingkungan serta pendugaan status sosial ekonomi budidaya
udang. Karena itu, praktek budidaya udang yang bertanggung jawab dan berkelanjutan,
merupakan jawaban atas permasalahan tersebut.
Salah satu penyebab penurunan kualitas lingkungan perairan tambak adalah
buangan limbah air budidaya selama operasional yang mengandung konsentrasi tinggi
dari limbah organik dan nutrien sebagai konsekuensi dari masukan akuainput dalam
budidaya udang yang menghasilkan sisa pakan dan feces yang terlarut ke dalam air
untuk kemudian dibuang ke perairan sekitarnya. Faktor penentu masukan akuinput
dalam budidaya udang adalah padat penebaran benur yang mengindikasikan penerapan
tingkat teknologi budidaya. Padat penebaran benur akan menentukan besaran
kebutuhan pakan sebagai sumber utama energi bagi kehidupan udang dan penerapan
sistem aerasi bagi peningkatan kelayakan habitat udang. Sementara besaran input pakan
menyerap hampir 70% dari total biaya produksi udang dan merupakan pemasok utama
limbah bahan organik dan nutrien ke lingkungan perairan serta menyebabkan

1
pengkayaan nutrien (hypernutrifikasi) dan bahan organik yang diikuti oleh eutrofikasi
dan perubahan ekologi fitoplankton, peningkatan sedimentasi, siltasi, hypoxia,
perubahan produktivitas, dan struktur komunitas benthos (Junaidi, 2016)

Dalam prakteknya, beberapa pengelola budidaya cenderung menebar benur


dalam kepadatan tinggi dengan harapan dapat menghasilkan produksi yang tinggi, tanpa
memperhatikan kemampuan daya dukung lahan budidaya dan dampak negatif dari
buangan limbah air budidaya terhadap penurunan kualitas perairan. padat penebaran
yang tinggi >50 ekor/m3, dapat menyebabkan stres udang, rendahnya efisiensi konversi
pakan dan meningkatkan kemungkinan terserangnya penyakit (Syah, 2006). padat
penebaran merupakan variable kontrol potensial utama di dalam perencanaan produksi.
Karena itu, penentuan padat penebaran benur yang optimal menjadi penting untuk
dikaji.
1.2. Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini yaitu meningkatkan kemampuan mahasiswa
tentang penilaian kelayakan usaha budidaya udang tradisional ditinjau dari berbagai
aspek serta mencari solusi pengendalian permasalahan dalam usaha budidaya udang
ditambak secara tradisional.
1.3. Manfaat
Manfaat dari praktikum ini adalah Mahasiswa dapat terjun langsung
kelapangan dan berkonsultasi dengan pengusaha tambak tentang budidaya Udang
dan sebagai bahan informasi bagi Mahasiswa tentang budidaya Udang secara
tradisional.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tambak
Tambak adalah suatu ekosistem buatan manusia, merupakan lahan dekat pantai
yang dibendung dengan pematang-pematang keliling sehingga membentuk sebuah
kolam berair payau. Menurut Malik (2008) tambak merupakan sumber daya buatan
berbentuk petakan tambak berisi air payau yang digunakan untuk memelihara ikan.
Tambak merupakan suatu ekosistem perairan di wilayah pesisir yang dipengaruhi oleh
teknis budidaya, tata guna lahan dan dinamika hidrologi perairan di sekitarnya.
Produksi hayati perairan tambak sangat ditentukan oleh kesuburan tambak
dimana merupakan modal dasar bagi kelangsungan perekonomian serta penopang
kelancaran proses-proses sub sistem pada ekosistem perairan tambak secara
keseluruhan. Pada produktivitas tambak ditentukan oleh sarana produksi dan kualitas
habitat, dimana habitat tambak selalu mengalami perubahan sesuai dengan
keseimbangan dinamik faktor lingkungan yang mempengaruhinya (Pasongli et.atl,
2015)
 Tambak tradisional
Petakan tambak pada tingkat budidaya ini , bentuk dan ukuran tidak teratur.
Luasnya antara 3 ha sampai 10 ha per petak. Biasanya setiap petakan mempunyai
saluran keliling (caren) yang lebarnya 5-10 m di sepanjang keliling petakan sebelah
dalam. Di bagian tengah juga di buat caren dari sudut ke sudut (diagonal). Kedalaman
caren itu 30-50 lebih dalam daripada bagian lain dari dasar petakan yang disebut
pelataran. Bagian pelataran hanya dapat berisi air sedalam 30-40 cm saja. Pada tempat
ini akan tumbuh kelekap sebagai pakan alami bagi ikan bandeng dan udang. Pada
tambak tradisional, semula tambak tidak dipupuk sehingga produktifitas semata-mata
tergantung dari kesuburan alamiah pula. Pemberantasan hama juga tidak dilakukan,
sehingga benih udang yang dipelihara banyak yang hilang/mati. Akibatnya
produktivitas semakin rendah.
2.2. Pemilihan Lokasi Tambak
Berdasarkan kebiasaan hidup, tingkah laku dan sifat udang atau ikan itu sendiri,
maka dalam memilih lokasi tambak baik dalam rangka membuat tambak baru maupun
dalam perbaikan tambak yang sudah ada, sebaiknya memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
a. Memiliki sumber air yang cukup, baik air laut maupun air tawar dan tersedia
sepanjang tahun atau setidaknya 10 bulan dalam setahun, tetapi bukan daerah
banjir
b. Memiliki saluran saluran air yang lancar, baik untuk pengisian waktu pasang
maupun membuang air waktu surut dan sumber air serta lingkungan bebas dari
pencemaran.
c. Kadar garam air berkisar 10-25 ppm dan derajat keasaman (pH) berkisar
7-8.5

3
d. Tanah dasar tambak terdiri dari Lumpur berpasir dengan ketentuan kandungan
pasirnya tidak lebih dari 20%.
2.3. Persiapan Tambak
a. Pengeringan
Pengeringan merupakan proses dimana seluruh air yang berada di area tambak
dikeringkan total sampai tanah mengerut. Persiapan tanah dasar tambak yang pertama
kali dilakukan adalah pengeringan total kemudiaan penjemuran tanah dasar dibawah
terik matahari hingga tanahnya retak. Lama penjemuran sekitar 1-2 minggu, tergantung
dari kondisi cuaca. Khusus tambak yang pernah digunakan untuk memelihara udang,
lapisan atas tanah dasar tambak perlu dibuang karena mengandung timbunan sisa pakan
yang sudah membusuk. Pembuangan lapisan atas tanah dasar dilakukan dengan
cangkul. Jika kondisi tanah dasar tambak tidak terlalu buruk, pembuangan lapisan atas
tidak perlu dilakukan , tetapi cukup membalik tanah dasar dengan cangkul atau bajak
(Dirjen Kemendikbud, 2013)
b. Pengapuran
Pengapuran merupakan proses kedua dalam pembuatan tambak yang mana
pengapuran merupakan proses penaburan kapur pertanian. Jika proses pengeringan dan
pembalikan tanah dasar dianggap cukup, selanjutnya dilakukan pengapuran dengan
kapur pertanian. Pengapuran tidak hanya dilakukan di tanah dasar tambak, tetapi juga di
dinding tanggul bagian dalam yang mengarah ke tambak. Cara pengapuran adalah
menyebar kapur secara merata ke seluruh tanah dasar dan dinding tanggul (KKP, 2014).
c. Pemupukan
Pemupukan adalah proses pemberian pupuk pada tambak. Setelah dilakukan tahap-
tahap sebulumnya, air tambak harus dipupuk dengan pupuk NPK dosis 4-5 ppm dan
penambahan pupuk organik (kotoran ayam) dosis 0,1 ppm. Gunanya, untuk
menyuburkan pertumbuhan plankton setelah plankton mati karena aplikasi klorin. Bila
plankton sama sekali tidak tumbuh maka harus dimasukkan bibit plankton yang
diperoleh dari laboratorium yang membuat kultur tersebut. Bila plankton tidak
dibenarkan diambil dari tambak lain karena kekhawatiran akan tertular penyakit
(Kemendikbudd, 2013.
Persyaratan kualitas air tambak yang siap untuk di tebari benur antara lain,
kecerahan 35-45 cm (diukur dengan secchi disk), warna air coklat muda atau hijau,
pH air 7,5-8,5, oksigen terlarut (DO) 3-4 ppm, dan kedalaman air > 70 cm. Untuk
petani yang memiliki alat pemeriksaan kualitas air dan tanah yang lengkap, dapat diukur
juga alkalinitas 90-140 ppm dan total bahan organik kurang dari 150 ppm.
2.4. Penebaran
a. Kepadatan
Kepadatan benur yang ditebar tergantung dari metode budidaya yang diterapkan,
kondisi tambak (daya dukung), kualitas air, dan sarana penunjang yang tersedia, seperti
aerator (kincir air) dan pompa air. Padat tebar benur pada budidaya udang secara
intensif adalah 150.000-300.000 ekor/ha. Jika tambak memiliki daya dukung yang

4
prima dan prasarana yang memadai, padat tebar bisa lebih tinggi, tetapi penambahan
padat tebar ini dipertimbangkan lebih matang (Khairul A, 2003).
Padat penebaran benih udang windu bila diberikan pakan tambahannya dedak halus,
penebarannya sebanyak 100-200 ekor per meter persegi, dan jika diberi makanan
tambahan pelet yang berkadar protein 25%, penebaran benih sebanyak 300-400 ekor per
meter persegi. Benih udang windu akan cepat tumbuhnya, kalau dipelihara dalam
tambak yang baik (Hernawati, 2017).
b. Waktu yang Baik Untuk Penebaran
Waktu yang baik untuk penebaran yaitu kondisi yang cocok untuk proses penebaran.
Penebaran sebaiknya dilakukan saat teduh,seperti pada pagi hari atau sore hari. Hindari
penebaran benur ketika hujan atau terik matahari karena akan menyebabkan stress,
bahkan bisa memicu kematian udang windu (Wirahadi et.al, 2010).
c. Kriteria Bibit yang Baik
Benur/benih udang bisa didapat dari tempat pembenihan (Hatchery) atau dari alam.
Di alam terdapat dua macam golongan benih udang windu (benur) menurut ukurannya.
Benih yang masih halus, yang disebut post larva. Terdapat di tepi-tepi pantai.
Hidupnya bersifat pelagis, yaitu berenang dekat permukaan air. Warnanya coklat
kemerahan. Panjang 9-15 mm. Cucuk kepala lurus atau sedikit melengkung seperti
huruf S dengan bentuk keseluruhan seperti jet. Ekornya membentang seperti kipas.
Benih yang sudah besar atau benih kasar yang disebut juvenil. Biasanya telah
memasuki muara sungai atau terusan. Hidupnya bersifat benthis, yaitu suka berdiam
dekat dasar perairan atau kadang menempel pada benda yang terendam air. Sungutnya
berbelang-belang selang-seling coklat dan putih atau putih dan hijau kebiruan.
Badannya berwarna biru kehijauan atau kecoklatan sampai kehitaman. Pangkal kaki
renang berbelang-belang kuning biru (Wirahadi et.al, 2010).
2.5. Pemeliharaan
Pemeliharan udang windu dilakukan setalah menebarkan benih. Dalam
pemeliharaan hal yang perlu dilakukan adalah mengawasi apabila ada gangguan yang
mengancam kegagalan usaha produksi udang windu. Selama pemeliharaan berlangsung,
agar udang tidak kekurangan pakan alami, petambak dapat memproduksi pakan dengan
cara pemupukan tambak dengan urea dan TSP. Pupuk buatan ini mudah larut dalam air
hingga dapat mendorong pertumbuhan plankton sebagai pakan alami.Pemupukan
bertujuan untuk mendorong pertumbuhan pakan alami, yaitu kelekap, lumut, plankton
dan bentos. Cara membudidayakan kelekap, lumut, dan diatomae dilakukan pada masa
pemeliharaan udang.
1. Pakan Dan Pemberian Pakan
Cara menyediakan kelekap sebagai pakan alami pada pemeliharan udang windu
adalah dengan mengolah tanah dasar tambak. Tambak dikeringkan dengan sebelumnya
ditaburi dedak kasar sebanyak 500 kg/ha. Kemudian ditaburi pupuk kandang seperti
kotoran ayam, kerbau, kuda, dan lainnya, atau dapat menggunakan pupuk kompos
sebanyak 1000kg/ha. Isi tambak dengan air sampai 5-10 cm, biarkan tergenang dan
menguap sampai kering. Tambahkan pupuk anorganik kembali, yaitu urea 75 kg/ha dan

5
TSP sebanyak 75 kg/ha. Sesudah 5 hari kelekap mulai tumbuh. Air dapat di tinggikan
secara berangsur-angsur, hingga kedalaman 40 cm diatas dasar tambak. Selama
pemeliharaan udang, lakukan pemupukan susulan sebanyak 1 sampai 2 kali sebulan
dengan menggunakan urea 10-25 kg/ha dan TSP 5-15 kg/ha (Prahasta A, 2009).
2. Hama dan Penyakit
a. Hama
 Lumut yang pertumbuhannya berlebihan. Pengendalian: dapat dengan
memelihara bandeng yang berukuran 8-12 cm sebanyak 200 ekor/ha.
 Bangsa ketam membuat lubang di pematang, sehingga dapat mengakibatkan
bocoran-bocoran.
 Udang tanah (Thalassina anomala), Membuat lubang di pematang.
 Hewan-hewan penggerek kayu pintu air mrusak pematang, merusak tanah
dasar, dan merusak pintu air seperti remis penggerek (Teredo navalis), dan
lain-lain.
 Tritip (Balanus sp.) dan tiram (Crassostrea sp.) menempel pada bangunan-
bangunan pintu air. Pengendalian hama bangsa ketam, udang tanah, hewan-
hewan penggerek kayu pintu air sama dengan pengendalian lumut.
b. Golongan pemangsa (predator), dapat memangsa udang secara langsung,
termasuk golongan buas, antara lain:
 Ikan-ikan buas, seperti payus (Elops hawaiensis), kerong-kerong (Tehrapon
tehraps), kakap (Lates calcarifer), keting (Macrones micracanthus), kuro
(Polynemus sp.), dan lain-lain.
 Ketam-ketaman, antara lain adalah kepiting (Scylla serrata).
 Bangsa burung, seperti blekok (Ardeola ralloides speciosa), cangak (Ardea
cinera rectirostris), pecuk cagakan (Phalacrocorax carbo sinensis), pecuk ulo
(Anhinga rufa melanogaster), dan lain-lain.
 Bangsa ular, seperti ular air atau ular kadut (Cerberus rhynchops, Fordonia
leucobalia, dan Chersidrus granulatus).
 Wingsang, wregul, sero, atau otter (Amblonyx cinerea dan Lutrogale
perspicillata).
c. Golongan penyaing (kompetitor) adalah hewan yang menyaingi udang dalam
hidupnya, baik mengenai pangan maupun papan
 Bangsa siput, seperti trisipan (Cerithidea cingulata), congcong (Telescopium
telescopium).
 Ikan liar, seperti mujair (Tilapia mosambica), belanak (Mugil spp), rekrek
(Ambassis gymnocephalus), pernet (Aplocheilus javanicus), dan lain-lain.
 Ketam-ketaman, seperti Saesarma sp. dan Uca sp.
 Udang, yaitu udang kecil-kecil terutama jenis Cardina denticulata, dan lain-
lain.

6
d. Penyakit asal virus.
 Monodon Baculo Virus (MBV)
Keberadanya tidak perlu dikhawatirkan, karena tidak berpengaruh
terhadap kehidupan udang. Penyebab: kondisi stres saat pemindahan post
larva ke kolam pembesaran.
 Infectious Hypodermal Haematopoietic Necrosis Virus (IHHNV) gejala:
 Udang berenang tidak normal, yaitu sangat perlahan-lahan, muncul
ke permukaan dan mengambang dengan perut di atas
 Bila alat geraknya (pleopod dan Periopod) berhenti bergerak, udang
akan tenggelam di bawah kolam;
 Udang akan mati dalam waktu 4-12 jam sejak mulai timbulnya gejala
tersebut. Udang penderita banyak yang mati pada saat moulting;
 Pada kondisi yang akut, kulitnya akan terlihat keputih-putihan dan
tubuhnya berwarna putih keruh;
 Permukaan tubuhnya akan ditumbuhi oleh diatomae, bakteri atau
parasit jamur;
 Pada kulit luar terlihat nekrosis pada kutikula, syaraf, antena, dan
pada mukosa usus depan dan tengah. Pengendalian: perbaikan
kualitas air.
 Hepatopancreatic Parvo-like Virus Gejala:
Terutama menyerang hepatopankreas, sehingga dalam pemeriksaan
hepatopankreasnya secara mikroskopik terlihat degenerasi dan adanya
inklusion bodies dalam se-sel organ tersebut. Pengendalian: perbaikan
kualitas air
 Cytoplamic Reo-like Virus Gejala:
Udang berkumpul di tepi kolam dan berenang di permukaan air;
kematian udang di mulai pada hari 7-9 setelah penebaran benih (stocking) di
kolam post larva umur 18 hari. Pengendalian: belum diketahui secara pasti,
yang penting adalah perbaikan kualitas air.
 Ricketsiae, Gejala:
 udang berenang di pinggir kolam dalam keadaan lemah
 udang berwarna lebih gelap, tak ada nafsu makan, pada beberapa
udang terlihat benjolan-benjolan kecil keputih-putihan pada dinding
usus bagian tengah
 adanya koloni riketsia, peradangan dan pembengkakan jaringan ikat;
 kematian udang mulai terjadi pada minggu ke-7 atau 9 setelah
penebaran benih (post larva hari ke-15-25). Angka kematian naik
pada hari ke-5 sampai 7, sejak mulai terjadi kematian, kemudian
menurun sampai tak ada kematian. Tiga hari kemudian kematian
timbul lagi, begitu seterusnya sampai udang dipanen. Pengendalian:
menggunakan antibiotik (oksitetrasiklin, sulfasoxasol, dan

7
nitrofurazon) dicampur makanan dapat mengurangi angka kematian,
tetapi bila konsentrasi antibiotik menurun, kematian akan timbul lagi.
e. Penyakit asal Bakteri
 Bakteri nekrosis,
Penyebab bakteri dari genus Vibrio; merupakan infeksi sekunder dari
infeksi pertama yang disebabkan oleh luka, erosi bahan kimia atau lainnya.
Gejala muncul beberapa nekrosis (berwarna kecoklatan) di beberapa tempat
(multilokal), yaitu pada antena, uropod, pleopod, dan beberapa alat
tambahan lainnya; usus penderita kosong, karena tidak ada nafsu makan.
Pengendalian: Pemberian antibiotik dalam kolam pembenihan, miaslnya
furanace 1 mg/l, oksitetrasiklin 60-250 mg/l dan erytromycin 1 mg/l;
Pengeringan, pembersihan dan disinfeksi dalam kolam pembenihan, serta
menjaga kebersihan alat-alat yang digunakan; pemeliharaan kualias air dan
sanitasi yang baik.
 Bakteri Septikemia
Penyebab: Vibrio alginolictus, V. parahaemolyticus, Aeromonas sp., dan
Pseudomonas sp.; merupakan infeksi sekunder dari infeksi pertama yan
disebabkan defisiensi vitamin C, toxin, luka dan karena stres yang berat.
Gejala, .menyerang larva dan post larva; terdapat sel-sel bakteri yang aktif
dalam haemolymph (sistem darah udang). Pengendalian, pemberian
antibiotik dalam kolam pembenihan, misalnya furanace 1 mg/l,
oksitetrasiklin 60-250 mg/l dan erytromycin 1 mg/l; pemeliharaan kualias air
dan sanitasi yang baik.
f. Penyakit Asal Parasit
Dapat menyebabkan penurunan berat badan, penurunan kualitas,
kepekaan terhadap infeksi virus / bakteri dan beberapa parasit dapat
menyebabkan kemandulan (Bopyrid).
 Parasit cacing
 Cacing Cestoda
o Polypochepalus sp., bentuk cyste dari cacing ini terdapat dalam
jaringan ikat di sepanjang syaraf bagian ventral.
o Parachristianella monomegacantha, berparasit dalam jaringan
inter-tubuler hepatopankreas.
 Cacing Trematoda:
o Opecoeloides sp.,yang ditemukan pada dinding proventriculus
dan usus
 Cacing Nematoda:
o Contracaecum sp.,menyerang hepatopankreas udang yang hidup
secara alamiah

 Parasit Isopoda

8
Dapat menghambat perkembangan alat reproduksi udang. Parasit ini
menempel di daerah branchial insang (persambung antara insang dengan
tubuh udang), sehingga menghambat perkembangan gonad (sel telur) pada
udang.
g. Penyakit Asal Jamur
Menyerang udang periode larva dan post larva yang dapat mati dalam
waktu 24 jam. Penyebab: Jamur Phycomycetes yang termasuk genus
Lagenedium dan Sirolpidium, penyebarannya terjadi pada waktu pemberian
pakan.
2.6. Panen
1. Waktu Panen dan Ukuran Panen
Udang windu yang dipelihara secara semi-intensif, pertumbuhannya agak lambat
disbanding dengan pada budidaya intensif. Karena pada tambak intensif air tambak
sering diganti dan pakan cukup bermutu sehingga pertumbuhan udang cepat. Pada
tambak semi-intensif, dalam waktu pemeliharaan 4-5 bulan udang baru mencapai
berat rata-rata 25-28 gram/ekor. Sedangkan pada tambak intensif dalam waktu
pemeliharaan 4 bulan atau kurang berat udang dapat mencapai 35-40 gram/ekor.
2. Metode Panen
Metode pemanenan ialah dengan menggiring udang yang umumnya berada di
dasar tambak. Alat yang digunakan kerei atau jaring yang lebarnya caren. Lumpur
dasar tempat udang bersembunyi itu didorong beramai-ramai oleh beberapa orang
yang memegangi kerei atau jarring itu, menuju ke depan pintu air. Di depan pintu air
udang dicegat dengan kerei yang lain. Udang yang terkumpul di kubangan dekat
pintu air itu dengan mudah diambil.
Cara menangkap udang secara total yang lebih baik ialah dengan memasang
jarring penadah yang cukup luas/panjang disaluran pembuangan air. Pintu air dibuka
dan diatur agar air mengalir perlahan-lahan sehingga udang tidak banyak tertinggal
bersembunyi dalam Lumpur (Suyanto, 2006).
Udang yang siap panen adalah udang yang telah berumur 5-6 bulan masa
pemeliharaan. Dengan syarat mutu yang baik, yaitu (Suyanto, 2006) :
a. Ukurannya besar
b. Kulitnya keras, bersih, licin, bersinar dan badan tidak cacat
c. Masih dalam keadaan hidup dan segar.
d. Jenis-Jenis Panen:
 Panen Selektif
 Panen menggunakan Prayang, yang terbuat dari bambu, yang terdiri
dari dua bagian, yaitu kere sebagai pengarah dan perangkap
berbentuk jantung sebagai tempat jebakan. Prayang dipasang di tepi
tambak, dengan kerenya melintang tegak lurus pematang dan
perangkapnya berada di ujung kere. Pemasangan prayang dilakukan
malam hari pada waktu ada pasang besar dan di atasnya diberi lampu
untuk menarik perhatian udang. Lubang prayang dibuat 4 cm,

9
sehingga yang terperangkap hanya udang besar saja. Pada lubang
mulut dipasang tali nilon atau kawat yang melintang dengan jarak
masing-masing sekitar 4 cm.
 Panen menggunakan jala lempar. Penangkapan dilakukan malam
hari. Air tambak dikurangi sebagian untuk memudahkan
penangkapan. Penangkapan dilakukan dengan masuk ke dalam
tambak. Penangkapan dengan jala dapat dilakukan apabila ukuran
udang dalam tambak tersebut seragam.
 Panen menggunakan tangan kosong. Dilakukan pada siang hari,
karena udang biasanya berdiam diri di dalam lumpur.
 Panen Total
 Panen total dapat dilakukan dengan mengeringkan tambak.
Pengeringan tambak dapat dilakukan dengan pompa air atau apabila
tidak ada harus memperhatikan pasang surut air laut. Malam/dini hari
menjelang penangkapan, air dikeluarkan dari petak tambak perlahan-
lahan waktu air surut. Pada tambak semi intensif, air disurutkan
sampai caren, sehingga kedalaman air 10-20 cm.
 Panen menggunakan seser besar yang mulutnya direndam di lumpur
dasar tambak/caren, lalu didorong sambil mengangkatnya jika
diperkirakan sudah banyak udang yang masuk dalam seser. Dan cara
tersebut dilakukan berulang-ulang.Dengan menggunakan jala,
biasanya dilakukan banyak orang.
 Panen menggunakan kerei atau jaring yang lebarnya sesuai dengan
lebar caren. Lumpur dasar tempat udang bersembunyi didorong
beramai-ramai oleh beberapa orang yang memegangi kerei atau
jaring itu, menuju ke depan pintu air. Di depan pintu air udang
dicegat dengan kerei lainnya. Udang terkumpul di kubangan dekat
pintu ai, sehingga dengan mudah ditangkap.
 Panen memasang jaring penadah yang cukup luas atau panjang di
saluran pembuangan air. Pintu air dibuka dan diatur agar air mengalir
perlaha-lahan, sehingga udang tidak banyak tertinggal bersembunyi
dalam lumpur.
2.7. Pasca panen
Pasca panen merupakan persiapan yang dilakukan sebelum melakukan panen.
Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dalam penanganan pasca panen (Suyanto,
2006) :
a. Alat-alat yang digunakan harus bersih.
b. Penanganan harus cepat, cermat, dan hati-hati.
c. Hindarkan terkena sinar matahari langsung.
d. Cucilah udang dari kotoran dan lumpur dengan air bersih.
e. Masukkan ke dalam keranjang, ember, atau tong, dan siram dengan air bersih.
f. Selalu menggunakan es batu untuk mendinginkan dan mengawetkan udang.

10
g. Selain didinginkan, dapat juga direndam dalam larutan NaCl 100 ppm untuk
mengawetkan udang pada temperatur kamar dan untuk membunuh bakteri
pembusuk (Salmonella, Vibrio,Staphylococcus).
h. Kelompokan menurut jenis dan ukurannya.

11
BAB III
Metodologi Praktikum
3.1. Waktu dan Tempat
Praktek lapangan pengelolaan tambak udang tradisional ini dilakukan di
kawasan tambak budidaya udang tradisional di gampong Alue Kumba, Kecamatan
Rantau Selamat Kabupaten Aceh Timur.
3.2. Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan terlihat pada tabel 1.
No Alat dan Bahan Fungsi
1 Dokumentasi (Kamera) Untuk mendokumentasikan keadaan tambak
2 Buku, pulpen, dll Untuk mencatat hasil wawancara dengan sumber
3.3. Metode praktikum
1. Mahasiswa melakukan kunjungan ke lapangan di unit-unit usaha budidaya air
payau di Kawasan Tambak Budidaya Udang Tradisional di Gampong Alue
Kumba, Kecamatan Rantau Selamat Kabupaten Aceh Timur
2. Adapun aspek yang akan dilakukan analisis, antara lain: Persyaratan teknis
maupun non teknis dan persyaratan sosial ekonomi.
3.4. Prosedur Praktikum
1. Setiap praktikan dibagi dalam kelompok yang berjumlah 10 orang
2. Setiap kelompok melakukan inventarisasi dan identifikasi lokasi budidaya udang
secara tradisional yang akan dijadikan lokasi praktek
3. Setiap kelompok diwajibkan mempersiapkan bahan dan alat yang akan
digunakan dalam aktifitas penilaian kelayakan kegiatan budidaya air payau
4. Melakukan pencatatan data-data primer maupun sekunder dari narasunber baik
dari petugas teknis maupun pemilik tambak yang berkaitan dengan kegiatan
budidayaudang tradisional dari persiapan tambak sampai panen, pencatatan
dapat dilakukan secara langsung dan selama kegiatan usaha kegiatan budidaya
masih berjalan
5. Setiap kelompok mengaplikasikan metode-metode analisis kelayakan teknis
maupun non teknis terhadap kegiatan budidaya udang tradisional. Setiap
kelompok juga diwajibkan untuk membuat sketsa kawasan budidaya udang
tradisional yang dijadikan kawasan sampling dan melakukan rekayasa sketsa
menjadi kawasan budidaya udang di tambak yang lebih modern dan produktif
6. Setiap kelompok wajib membuat laporan sementara dan laporan akhir lengkap
dengan setiap acara praktikum yang dilaksanakan setiap pertemuan.

12
BAB IV
Hasil Dan Pembahasan
4.1. Keadaan Umum Lokasi Tambak
Lokasi tambak yaitu di kawasan tambak budidaya udang tradisional di gampong
Alue Kumba, Kecamatan Rantau Selamat Kabupaten Aceh Timur. Lokasi tersebut
sangat stategis untuk budidaya udang. Selain itu, jenis tanah pada daerah tersebut
lumpur dan berpasir, disamping untuk membudidayakan udang tempat tersebut juga
tempat untuk membudidayakan ikan. Jalur transportasi didaerah tersebut juga mudah
baik darat maupun laut karena lokasi berdekatan dengan rumah-rumah penduduk
sehingga memudahkan ekspor udang yang akan dijual.
Menurut buku Pengembangan Budidaya Udang Windu Berbasis Tekhnologi
persiapan lokasi tambak merupakan titik awal suatu operasi tambak. Lahan tambak yang
baru dibuka atau baru panen perlu dipersiapkan kondisi fisik dan biologis
lingkungannya agar nantinya mampu mendukung keberhasilan usaha. Demikian pula
urutan langkah pekerjaan yang terencana dalam pengelolaan tambak akan menjamin
terciptanya kondisi lingkungan yang sesuai dengan yang dikehendaki udang windu
untuk hidup dan berkembang. Jenis tanah sebaiknya liat berpasir untuk menghindari
kebocoran air, jenis tanah yang gambut atau masam dapat menyebabkan pH air menjadi
asam, mempunyai sumber air tawar dengan debit atau kapasitas cukup besar sehingga
kebutuhan air tawar dapat terpenuhi. Selain itu setiap minggu harus diukur salinitas pH,
oksigen dan kecerahan karena semua itu akan mempengaruhi kondisi tambak.
4.2 Persiapan Lahan
Dari penjelasan yang dikemukakan oleh bapak Nuri sebagai narasumber pada
praktek lapang Dasar-Dasar Budidaya Perairan di budidaya Air Payau di Muara
karungan, diperoleh data bahwa tahap-tahap persiapan lahan antara lain pembersihan
lahan yang bertujuan untuk membuang atau menguapkan bahan-bahan organik dari
Budidaya yang lama, pengeringan yang dilakukan selama 15-30 hari, , pemupukan
dengan menggunakan pupuk Urea dengan rasio 90 kg/ha, TSP dengan rasio 30 kg/ha.
Pengisian air dengan ketinggian 100-150 cm, sterilisasi kolam air bertujuan untuk
membunuh semua kuman-kuman yang dapat merugikan selama proses
pembudidayaanyang dilakukan kurang lebih selama 3 hari dan yang terakhir adalah
penebaran benur, yang biasa dilakukan pada pagi hari atau sore hari yang bertujuan
untuk menghindari suhu perairan yang tinggi.
Budidaya udang windu secara radisional dilakukan dengan teknik yang masih
sederhana dan masukan relatif kecil. Petakan umumnya tidak teratur dengan luas kurang
lebih 5-20 ha per petak. Pengelolaan air dan pengawasannya sedikit sulit. Petak
pemeliharaan berupa tanah. Padat penebaran tidak terlalu tinggi karna menggunakan
pakan alami.
Menurut data dari praktik lapang dan litaratur yang didapat bahwa prosedur
yang dilakukan di Budidaya Air Payau Di Muara Karungan sudah sesuai dan tepat
dengan literatur sebagai bahan perbandingan. Tetapi ada sedikit perbedaan pada tahap
pengeringan literatur pengeringan dilakukan selama 1-2 minggu sementara dalam

13
lapangan pengeringan dilakukan selama15-30 hari. Seperti dengan cara biologi, kimia
dan fisika dan juga pada cara pemberian nutrisi.
Selain itu perlu ada juga perbaikan pematang dan pintu air ini perlu. Agar tanah-
tanah yang mengganggu saluran air dapat dibuang. Dan fungsi air tidak terganggu saat
proses produksi.
4.3 Pemeliharaan, Panen serta Pasca Panen
Pemeliharaan udang windu yang dijelaskan saat praktek lapang yaitu
manajeman pakan (mengatur jumlah dan jenis pakan yang diberikan), manajemen
kualitas air (setiap minggu harus diganti), pemasukan air tambak dan pengeluaran
air tambak melalui pintu.
Didalam buku Budidaya Udang Windu secara Intensif berpendapat bahwa
hal yang dilakukan saat pemeliharaan adalah pengelolaan media budidaya,
pengendalian predator, pengelolaan pakan dan sampling. Pemberian pakan adalah
faktor utama dan paling penting dalam kegiatan budidaya karena pakan berfungsi
sebagai pemasok energi untuk mempertahankan kelangsungan hidup organisme
budidaya. Pakan yang diberikan untuk udang sering diartikan sebagai pelet
karena kebutuhan nutrisi udang budidaya dipenuhi dari pakan buatan yang
berbentuk pelet. Ada pula pakan alami yaitu seperti plankton dan pakan
tambahan yang masing-masing mempunyai fungsi. Umumnya pakan alami
dugunakan pada saat udang masih dalam ukuran yang kecil. Pakan tambahan
digunaknan sebagai perangsang nafsu makan udang. Kemudian nutrisi dan
frekuensi pemberian pakan harus diperhatikan.
Proses pemeliharaan yang lain yaitu pengelolaan kualitas air. Kualitas air
tambak yang baik akan mendukung pertumbuhan dan perlambatan udang windu
secara optimal. Oleh karena itu, kualitas air tambak harus diperiksa dengan
seksama melalui uji laboratorium. Kualitas yang perlu diperhatikan antara lain
suhu, salinitas, pH air, oksigen terlarut, amoniak dan lain-lain. dan yang harus
diperhatikan adalah menejemen penanganan penyakit udang windu. Hal-hal yang
perlu diperhatikan adalah predator, parasit, bakteri, jamur dan virus.
Agar proses panen dapat berjalan lancar perlu dilakukan persiapan yang
cukup. Panen yang tidak lancar akan terganggu dalam menurunkan kualitas
udang, beberapa hal yang perlu diperhatiakan adalah menghubungi pembeli untuk
menentukan waktu pelaksanaan panen, membersihkan tambak dari teritip, lakukan
pembersihan tambak seminggu sebelum panen, menurunkan jumlah pemberian
pakan 2-3 hari menjelang panen.
Tahap pemanenan udang windu dilakukan langkah-langkah yaitu keluarkan air
didalam tambak dengan mencabut pipa paralon pengatur ketinggian air dan saluran
pembuangan. Bila air tidak bisa keluar gunakan alat bantu pompa air. Sebelum pintu air
dibuka terlebih dahulu dipasang jaring permanen dipintu air. Udang akan terbawa keluar
oleh air akan terjaring dijaring, ambil dan pungut udang yang terkumpul didalam
tambak. Pindahkan udang-udang kedalam drom atau blog sebaiknya drom diisi dengan
es dbatu, tetapi terlebih dahulu udang dicuci.

14
Pasca panen bertujuan untuk menjamin mutu udang tetap tinggi. Hal yang perlu
diperhatikan agar udang tidak buruk yaitu cuci udang ditempat penampungan udang
untuk menghindari kotoran atau lumpur yang menempel pada udang, kelompokkan
udang berdasarkan ukuran dan kualitasnya, masukkan udang yang telah ditimbang
kedalam wadah, letakkan udang dan es batu dilakukan secara selang seling agar kualitas
udang tetap terjaga.

15
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari praktek lapang yang telah dilaksanakan di kawasan tambak budidaya
udang tradisional di gampong Alue Kumba, Kecamatan Rantau Selamat Kabupaten
Aceh Timur. dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam pembudidayaan udang windu
(Penaeus monodon) pada tambak tradisional tidak terlalu memerlukan pengawasan
seperti tambak intensif. Karna pakannya hanya menghandalkan pakan alami, dan
pemasukan air dilakukan 2 minggu sekali (pada saat air pasang besar/air jadi).
5.2. Saran
Adapun sebaiknya praktikum dapat dilaksanakan sebaik-baiknya guna dapat
menambah pengetahuan mahasiswa tentang pengelolaan tambang udang.

16
Daftar Pustaka

BAPPENAS, 2016, Kajian Strategi Industrialisasi Perikanan Untuk Mendukung


Pembangunan Ekonomi Wilayah.

Dirjen Kemendikbud, 2013, Paket keahlian :Budidaya ikan Teknik Pembesaran Ikan.

Dirjen Kemendikbud, 2013, Paket Keahlian: Budidaya Krustacea Teknik Pembesaran


Krustacea.

Hernawati, 2017, sumber belajar penunjang plpg 2017 mata pelajaran/paket keahlian
budidaya perikanan, Kemendikbud.

Junaidi M., 2016, Pendugaan Limbah Organik Budidaya Udang Karang Dalam
Keramba Jaring Apung Terhadap Kualitas Perairan Teluk Ekas Provinsi Nusa
Tenggara Barat, Universitas Mataram.

Kementrian Kelautan dan Perikanan, 2014, Rekomendasi Teknologi Kelautan Dan


Perikanan.

Malik A., 2008, Pengaruh Pemberian Suplemen Dan Probiotik Terhadap Hasil Panen
Bandeng ( Chanos Chanos ) Di Wilayah Desa Kentong Kecamatan Glagah
Kabupaten Lamongan, UNISLA.

Mustafa A. dan Tarunamulia, 2009, Analisis Daya Dukung Lahan Tambak Berdasarkan
Pada Kuantitas Air Perairan Di Sekitar Kecamatan Balusu Kabupaten Barru
Provinsi Sulawesi Selatan.

Syah R. et al, 2006, Pendugaan Nutrient Budget Tambak Intensif Udang, Litopenaeus
vanamei.

Prasetio et.al,, 2017, Penataan Pengelolaan Potensi Perikanan di Kota Semarang,


Diponegoro Law Journal, Semarang.

Pasongli A. et.al, 2015, zonasi kesesuaian tambak untuk pengembangan budidaya udang
vaname (Peneaus vannamei) pada aspek kualitas air di desa todowongi kecamatan
jailolo kabupaten halmahera barat. Universitas Khairun Ternate

Wirahadi et.al, Alat Otomatisasi Pengendali Salinitas, Ph, Dan Suhu Pada Pendederan
Benih Udang Windu, Universitas Brawijaya, Malang.

http://www.docstoc.com/docs/42493607/BUDIDAYA-UDANG-WINDU

http://www.rudyct.com/PPS702-ipb/02201/rachmansyah.htm

http://www.scribd.com/doc/22417551/Teknik-Budidaya-Udang-Windu

17

Anda mungkin juga menyukai