100%(1)100% menganggap dokumen ini bermanfaat (1 suara)
724 tayangan14 halaman
Dokumen tersebut membahas tentang modul perikanan SMK yang mencakup pemanenan dan pasca panen. Modul ini membahas tentang dasar-dasar budidaya perikanan seperti pengertian, sejarah, dan konsep dasarnya serta kemungkinan pengembangan di masa depan.
Deskripsi Asli:
sekitar kegiatan budidaya perikanan untuk smk perikanan
Dokumen tersebut membahas tentang modul perikanan SMK yang mencakup pemanenan dan pasca panen. Modul ini membahas tentang dasar-dasar budidaya perikanan seperti pengertian, sejarah, dan konsep dasarnya serta kemungkinan pengembangan di masa depan.
Dokumen tersebut membahas tentang modul perikanan SMK yang mencakup pemanenan dan pasca panen. Modul ini membahas tentang dasar-dasar budidaya perikanan seperti pengertian, sejarah, dan konsep dasarnya serta kemungkinan pengembangan di masa depan.
DASAR-DASAR BUDIDAYA PERIKANAN Tujuan : mampu memahami dasar-dasar budidaya perikanan sebagai dasar pengembangan budidaya perikanan kedepan. Pengertian budidaya: Suatu upaya atau kegiatan untuk : 1. Meningkatkan jumlah individu atau populasi (kegiatan pembenihan : untuk menghasilkan benih) 2. Meningkatkan produksi biomassa (kegiatan pembesaran : untuk meningkatkan ukuran / bobot individu) Sejarah budidaya Mempertahankan air genangan rawa pasang surut dan isinya (ikan yang ada didalamnya) Membendung air pasang surut dengan cara membuat pematang sehingga mampu menahan air dan semua isinya Membuat pematang serta tempat keluar dan masuknya air (seperti pintu air) Membangun kolam dan melakukan penebaran, melakukan pemeliharaan secara sederhana Membangun kolam, melakukan sedikit peningkatan jumlah penebaran Mulai dikenali istilah budidaya tradisional/sederhana, semi intensif dan intensif (tergantung dari tingkat masukan atau tingkat teknologi yang dipakai) Konsep dasar budidaya Memperhatikan aspek kegiatan budidaya. Konsep dasar budidaya meliputi aspek: ruang, pakan , oksigen, lingkungan. Kemungkinan pengembangan budidaya kedepan Memperhatikan tujuan dari pembelajaran, pengertian, sejarah dan konsep dasar budidaya, maka kemungkinan pengembangan budidaya kedepan peluangnya sangat besar mengingat: 1. Kebutuhan perikanan terus meningkat 2. Adanya peluang pasar dalam dan luar negeri 3. Teknologi yang dapat dikembangkan adalah yang bertanggung jawab an berkelanjutan KONSEP DASAR BUDIDAYA (BAGIAN 1) I. Pengertian Budidaya merupakan upaya yang dilakukan untuk meningktkan produksi (peningkatan individu atau biomas/ berat). Kegiatan budidaya: pembenihan, pembesaran II. Prinsip/Konsep dasar budidaya Melakukan kegiatan budidaya pada tempat terkontrol (kolam,bak, aquarium) dengan cara meniru / memanipulasi lingkungan (seperti tempat hidup aslinya) Memanfaatkan ruang/ wadah an media /air seefisien dan seefektif mungkin Upaya peningkatan pruduksi dapat dilakukan dengan : 1. Peningkatan padat tebar (pembesaran) 2. Penggunaan hormon (pembenihan) Peningkatan padat tebar harus didasari konsep keseimbangan lingkungan (kesuburan perairan) yang dipengaruhi oleh keadaan kualitas air Peningkatan produksi dengan menggunakan pendekatan padat tebar diantaranya akan membawa konsekuensi pada pemberian pakan buatan Penggunaan pakan buatan dapat mempercepat proses penurunan kualitas lingkungan / air Penurunan kualitas air dapat mengakibatkan timbulnya penyakit Peningkatan produksi benih dengan menggunakan hormon harus sesuai anjuran baik jenis maupun dosis untuk menghindari residu efek Semua kegiatan budidaya herus menggunakan pendekatan cara budidaya ikan yang baik (CBIB) III. Prinsip CBIB 1. Menggunakan lahan sesuai dengan tata ruang dan potensi 2. Menerapkan strategi musim tanam 3. Menggunakan benih yang sehat dan berkualitas 4. Menerapkan sistem air media steril 5. Menggunakan sarana produksi teregistrasi dan bersertifikat 6. Menghindari penggunaan antibiotik dan obat-obatan yang dilarang 7. Menggunakan tandon air yang cukup 8. Menghindari penggunaan ganti air secara langsung dari luar 9. Aplikasi probiotik untuk memperbaiki kualitas lingkungan /air 10. Menggunakan imunostimulan untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh 11. Menerapkan sistem biosecurity yang tepat 12. Menerapkan teknik pasca panen yang tepat 13. Menerapkan sistem pengelolaan limbah dan perizinan usaha 14. Tidak merusak lingkungan 15. Menerapkan sistem koordinasi pembudidaya dalam kawasan A. Dasar-dasar Budidaya Ikan Air Tawar Kolam Tanah
Dasar Dasar Budidaya ikan air tawar sangat diperlukan agar memperoleh hasil yang diharapkan. Untuk kali ini kami mencoba berbagi tentang dasar dasar budidaya ikan air tawar pada kolam tanah. Apa saja dasar dalam budidaya ikan kolam tanah? Mari kita simak poin poin berikut ini:
1. Perairan : Air kolam dalam keadaan alkalis atau netral memberikan pengaruh yang baik dari pada perairan yang bersifat asam. pH 4 mematikan ikan. pH6.5 9 adalah keadaan yang paling baik untuk perikanan. Air yang baik yaitu air yang cukup mengandung oksigen. Dan alat yang digunakan untuk mengukur pH dengan menggunakan pH meter atau kertas pH. 2. Tanah : Pada budidaya ikan digunakan tanah yang tidak produktif ( tanah yang baik untuk pertanian ) Untuk budidaya yang mengandalkan makanan alami maka lumpur didasar kolam sangat diperlukan karena dapat meningkatkan kesuburan kolam. 3. Pengeringan kolam : Kolam perlu dikeringkan tiap satu atau dua tahun. Saat pengeringan maka dasar olam akan bersentuhan dengan sinar matahari dan udara, sehingga dapat mengembalikan kesuburan tanah serta dapat mematikan isekta dan parasit yang membahayakan ikan. 4. Pemupukan : Produksi ikan di kolam lebih banyak di tentukan oleh tingkat kesuburan tanah, oleh sebab itu kolam perlu dipupuk. Baik pupuk kandang, kompos maupun pupuk buatan. Pemakaian pupuk kandang perlu pelapukan sebelum dimaskkan kedalam kolam. Dosis pupuk kandang sekitar 0,5 kg sampai 0,75 kg permeter . Demikianlah sekilas mengenai dasar dasar yang harus diperhatikan sebelum penebaran benih benih ikan pada kolam tanah agar didapatkan hasil yang maksimal. ERIKANAN TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Aquaculture 2.1.1 Pengertian Aquaculture Akuakultur adalah kegiatan untuk memproduksi biota (organisme) akuatik dilingkungan terkontrol dalam rangka untuk mendapatkan keuntungan (profit) (Leugeu, 2010). Budidaya peraiaran(akuakultur) merupakan kegiatan untuk pemeliharaan dan penangkaran berbagai macam hewan atau tumbuhan peraiaran yang mengggunakan air sebagai komponen pokoknya. Contohnya, budidaya tiram, udang, alga, ikan. Sebenarnya cakupan budidaya perairan sangat luas, namun penguasaan tekhnologi membatasi komoditi tertentu yang dapat diterapkan. Budidaya perairan adalah bentuk perikanan budidaya, untuk dipertantangkan dangan perikanan tangkap. Kegiatan budidaya di Indonesia yang paling umum di kolam/empang, tambak, tangki, keramba, serta keramba apung (Wikipedia, 2010).
2.1.2 Persiapan Kolam a) Pengolahan Tanah Pengolahan tanah adalah proses dimana tanah digemburkan dan dilembekkan dengan menggunakan tangkai kemudi ataupun penggaru yang ditarik traktor maupun bajak yang ditarik binatang maupun manusia. Melalui proses ini, kerak tanah teraduk, sehingga cahaya dan udara matahari menembus tanah dan meningkatkan kesuburannya (Wikipedia, 2010). Tujuan penggolahan tanah adalah menyediakan media yang baik, disamping itu juga penggolahan tanah dapat membantu memperbaiki drainase agar air mudah dialirkan, mengeluarkan racun dalam tanah, dengan cara membalik tanah agar terjadi penguapan dan dapat membunuh atau memotong siklus hidup gulma (agricoach, 2010). Pengolahan tanah juga dapat mempercepat berlangsungnya proses dekomposisi senyawa-senyawa organik dalam tanah, memungkinkan penguapan senyawa-senyawa beracun yang telah tertimbun(tertambat) didalam tanah, membunuh atau memutuskan siklus hidup penyakit, terbentuknya kestabilan derajad keasaman (pH) tanah, dan menambah unsur-unsur yang dapat meningkatkan kesuburan kolam (Kanisius, 1992).
b) Pengapuran Menurut Kanisius (1992), Kolam pembesaran perlu dilakukan pengapuran. Fungsi kapur ini adalah untuk mempertahankan kestabilan keasaman (pH) tanah dan air sekaligus memberantas hama penyakit. Cara pengapuran dan dosisnya sama dengan penggapuran untuk kolam pendederan. Kelebihan kapur menyebabkan kolam tidak subur dan jika kekurangan akan menyebabkan tanah dasar kolam bersifat asam. Kapur yang digunakan untuk pekerjaan ini adalah kapur pertanian (CaCO3), kapur tohor (CaOH2), dan dolompit. Dosis yang digunakan tergantung kondisi tanah. Semakin rendah pH, maka penggapuran yang digunakan semakin banyak. Kapur disebar dipermukaan tanah dasar kolam atau tambak. Untuk efektifitas pengapuran, setelah pengapuran ada kalanya tanah dibalik dengan menggunakan pacul atau bajak agar kapur bisa masuk kedalam lapisan tanah dasar (Effendy, 2004).
c) Pemupukan Pemupukan yang dilakukan dikolam bertujuan untuk menghasilkan pakan alami sebagai persediaan makanan bagi ikan. Pupuk merupakan bahn penting yang diberikan pada media budidaya dengan tujuan memperbaiki keadaan fisik, biolgi, dan kimia media budidaya. Bahan yang diberikan dapat bermacam- macam, yaaitu pupuk kandang, pupuk hijau, pupuk kompos, pupuk buatan, dan sebagainya (Wikipedia, 2010). Pemupukan bertujuan untuk meningkatkan kandungan hara bagi kebutuhan fitoplankton untuk berfotosintesis. Dampak pemupukan dapat dari perubahan warna kolam atau tambak menjadi hijau atau kecoklatan. Peningkatan pertumbuhan populasi fitoplankton di air dapat mendorong pertumbuhan zooplankton sehingga dapat meningkatkan ketersediaan pakan alami bagi hewan kultur. Keberadaan fitoplankton di dalam kolam dan tambak berfungsi pula sebagai conditionning lingkungan bagi kultur, bukan sebagai pakan (Effendy, 2004).
2.1.3 Kegiatan Budidaya Usaha pemeliharaan ikan diperairan umum meliputi kegiatan-kegiatan : 1) sanitasi lingkunan di sekitar jala apung,keramba, atau hampang ; 2) seleksi benih; 3) penebaran benih, 4) pemberian pakan, dan 5) pencegahan serangan hama atau penyakit (Kanisius, 2001). Secara garis besar, kegiatan aquaculture dibagi menjadi dua bagian, yaitu kegiatan kegiatan produksi on farm dan kegiatan off farm. Kegiatan produksi on farm terdiri dari pembenihan dan pembesaran, sedangkan kegiatan off farm antara lain meliputi pengadaan prasarana dan sarana produksi, penangganan hasil panen, dan distribusi hasil (antara lain transportasi ikan hidup), serta pada bagian pemasaran (Effendy, 2004). Menurut Susanto (1987), secara keseluruhan usaha perikanan meliputi tiga kegiatan utama, yaitu : Usaha memproduksi hasil perikanan, yaitu terdiri dari pembenihan dan pembesaran Usaha memproses produksi hasil perikanan Usaha memasarkan produksi hasil perikanan
2.1.4 Macam-Macam Budidaya a. Polikultur Menurut Kanisius (2002), polikultur adalah suatu sistem (cara) pemeliharaan beberapa jenis ikan dalam suatu unit atau petakan yang sama. Kesulitan pemeliharaan secara polikultur adalah pelaksanaan penangkapan hasil panen harus dilakasanakan secara manual. Dari segi ekonomis, polikultur lebih menguntungkan, sebab, pemanfaatan waktu, lahan, dan penggunaan pakan lebih efisien. Kesulitan yang sering terjadi dalam sistem polikultur bila terjadi gangguan (serangan) hama penyakit, baik terhadap salah satu ataupun jenis keduanya. Setiap jenis ikan mempunyai kelemahannya dendiri, jadi meskippun dalam satu kolam, tidak selalu sama gangguannya. Sehinngga, kedua jenis memerlukan perlakuan yang berbeda dan perlu dilakukan dengan hati-hati (Kanisius,1992).
b. Monokultur Menurut Kanisius (1992), benih pembesaran secara monokultur harus dipilihkan yang seragam, jika tidak, maka akn tumbuh tidak seragam pula. Benih yang besar akan tumbuh luar biasa, dan benih yang kecil akan tersisih karena tidak mendpatkan makanan. Keuntungan pemeliharaan secara monokultur adalah pengontrolannya yang mudah, pemberian pakan tambahan efisien dan penangganan bila terjadi gangguan hama/penyakit lebih mudah. Monokultur adalah sistem pemeliharaan, dimana didalam satu kolam hanya ada satu spasies saja yang dipalihara. Pemeliharaan secara monokultur ini banyak dilakukan petani ikan di malaysia, Filipina, atau Taiwan (Avrianto dan Liviawaty, 1992).
2.1.5 Rumus Pengapuran Pengapuran kolam ikan sangat penting. Jenis kapur yang digunakan adalah kapur tohar atau kapur pertanian atau calsium carbonat (CaCO3). Dosisnya tergantung dari jenis tanah. Dosis pengapuran pada bebepara jenis tanah : jenis tanah lempung dengan pH 5,0-5,5 dosisnya 5.400 kg/ha ; pH 5,6-6,0 dosisnya 3.600kg/ha; pH 6,1-6,5 dosisnya 1.800kg/ha. Jenis tanah pasir : Ph 5,0-5,5 dosisnya 1.800kg/ha; Ph 5,6-6,0 dosisnya 900kg/ha; dan Ph 6,1-6,5 dosisnya 0kg/ha (Anonymous, 2008). Jenis kapur yang umum digunakan yaitu kapur kapur tohor(CaCO3), kapur yang biasa digunakan sebagai pencampur bahan bangunan. Kapur ini dapat diperoleh di toko bahan bangunan. Jumlah kapur yang harus disediakan tergantung dari kebutuhan, kolam yang luasnya 1000 m2 membutuhkan rata-rata 25-50 kg kapur (Nirhono, 2009).
2.1.6 Rumus Pemupukan Jumlah pupuk yang digunakan tergantung dari tingkat kesuburan kolam. Dosis pemupukan awal untuk penyuburan dasar kolam adalah 100 kg/meter kuadrat. Pemupukan dapat dilakukan dengan: a) ditebarkan keseluruh permukaan dasar kolam ketika kolam dialiri sekitar 10 cm atau b) dimasukkan ke dalam kantong plastik yang berlubang halus dan dicelupkan kedalam air kolam didekat pintu masuk agar pupuk larut secara bertahap. Dosis pemupukan lanjutan adalah 20 kg /1000 meter kuadrat kolam (Anonimousa, 2010). Pemupukan kolam dilakukan dengan tujuan untuk menumbuhkan pakan alami. Pupuk yang digunakan yaitu pupuk kandang (kotoran ayam) sebesar 2 kg / 10 meter kuadrat untuk kolam tembok dan 30 kg /150 meter kuadrat untuk kolam tanah (anonymousb, 2010).
2.1.7 Tekstur Tanah yang Baik Jenis dan tekstur tanah merupakan unsur yang penting, karena tanah tersebut harus mampu menahan tekanan air kolan dan menampungnya, sehingga rembesan air ke dasar kolam maupun ke pematang dapat ditekan seminimal mungkin. Keadaan tekstur tanah ditentukan oleh komposisi kandungan unsur-unsur pembentuk tanah, seperti presentasi kandungan liat, lempung, dan pasi. Komposisi ini harus merupakan paduan yang kokoh, kuat dan kompak sehingga tanah kolam akan mampu menahan air. Menurut beberapa pengalaman, jenis tanah tekstur tanah liat dan liat berpasir merupakan tanah yang cocok untuk pembangunan pematang kolam, karena tanah ynag terlalu banyak mengandung pasi tidak cocok untuk pembangungan kolam (Nirhono, 2009). Tekstur tanah yang baik untuk dijadikan pematang adalah yang tidak berporus dan tidak mudah longsor. Lebar pematang antara 1-2 meter. Bentuk kolam yang ideal adalah persegi panjang. Air yang masuk kolam harus jernih dan melewati bak pengendapan (Suswanto, 2009).
2.1.8 Perbadaan Kapur Bangunan dengan Kapur Kolam Kapur Pertanian Menurut Taniqu (2008), kapur pertanian merupakan kapur mineral yang berasal dari alam yang merupakan sumber hara kalsium. Kaptan yang mempunyai reaksi basa dapat menaikkan pH tanah. Kaptan yang umum banyak digunakan dalam pertanian adalah kalsit (CaCO3). Mafaat : Untuk menetralkan pH tanah pada tannaman sayuran/holtikultura, dll. Untuk menanggulangi beberapa jenis jamur/bakteri pada tanah Untuk menetralkan tanah gambut, sehingga akan menambah tingkat kesuburan tanah.
Kapur Bangunan Menurut Hendri (2009), kapur bangunan dibedakan menjadi 2 macam berdasarkan penggunaan, yaitu kapur putih dan kapur aduk. Kednya terdapat dalam bentuk kapur tohor maupun kapur padam. Kapur bangunan, proses pembuatannya dengan cara pembakaran dengan menggunakan C. Panasnya terbagi rataC - 8000tungku pembakaran pada suhu 6000 diseluruh bagian tungku agar mendapatkan batu kapur yang baik. Sifat dan Fungsi kapur bangunan Memberikan sifat pengerasan hidrolik bila dicampur air untuk kapur hidrolis. Pada kapur udara mengerasnya kapur setelah bereaksi dengan karbon dioksida, bukan dengan air. Memudahkan pengolahan pada pengadukan (mortar) semen Mengikat kapur bebas, yang timbul pada ikatan semen Menurut Ghufron dan Kordi (2007), pada kolam dan tambak biasa, kapur ditebar setelah pembajakan tanah. Kapur yang umum digunakan adalah kapur pertanian atau umum disebut kapur kalsit (CaCO3),. Pada saat persiapan lahan, petambak banyak menggunakan kapur gamping (CaO) dan kapur bangunan (Ca(OH)2). Kedua kapur tesebut mempunyai daya netralisasi yang tinggi. Sedangkan untuk meningkatkan pH dan alkalinitas air tambak selama pemeliharaan, petambak banyak menggunakan kapur pertanian atau dolomit (CaCO3. MgCO3). Kapur gamping (CaO) dan kapur bangunan (Ca(OH)2) tidak baik digunakan untuk tujuan meningkatkan pH tanah, karena pH yang tinggi menghambat dekomposisi bahan organik dan mikroorganisme tanah.
2.2 Kualitas Air 2.2.1 Pengertian Kualitas Air Kualitas air adalah kondisi kalitatif air yang diukur dan atau di uji berdasarkan parameter-parameter tertentu dan metode tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 1 keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 115 tahun 2003). Kualitas air dapat dinyatakan dengan parameter kualitas air. Parameter ini meliputi parameter fisik, kimia, dan mikrobiologis (Masduqi, 2009). Menurut Acehpedia (2010), kualitas air dapat diketahui dengan melakukan pengujian tertentu terhadap air tersebut. Pengujian yang dilakukan adalah uji kimia, fisik, biologi, atau uji kenampakan (bau dan warna). Pengelolaan kualitas air adalah upaya pemaliharaan air sehingga tercapai kualitas air yang diinginkan sesuai peruntukannya untuk menjamin agar kondisi air tetap dalam kondisi alamiahnya.
2.2.2 Hubungan Antar Kualitas Air Menurut Lesmana (2001), suhu pada air mempengaruhi kecepatan reaksi kimia, baik dalam media luar maupun dalam tubuh ikan. Suhu makin naik, maka reaksi kimia akan ssemakin cepat, sedangkan konsentrasi gas akan semakin turun, termasuk oksigen. Akibatnya, ikan akan membuat reaksi toleran dan tidak toleran. Naiknya suhu, akan berpengaruh pada salinitas, sehingga ikan akan melakukan prosess osmoregulasi. Oleh ikan dari daerah air payau akan malakukan yoleransi yang tinggi dibandingkan ikan laut dan ikan tawar. Manurut Anonymaus (2010), laju peningkatan pH akan dilakukan oleh nilai pH awal. Sebagai contoh : kebutuhan jumlah ion karbonat perlu ditambahkan utuk meningkatkan satu satuan pH akan jauh lebih banyak apabila awalnya 6,3 dibandingkan hal yang sama dilakukan pada pH 7,5. kenaikan pH yang akan terjadi diimbangi oleh kadar CO2 terlarut dalan air. Sehingga, CO2 akan menurunkan pH.
2.2.3 Parameter Kualitas Air 2.2.3.1 Parameter Fisika a) Kecerahan Kecerahan adalah parameter fisika yang erat kaitannya dengan proses fotosintesis pada suatu ekosistem perairan. Kecerahan yang tinggi menunjukkan daya tembus cahaya matahari yang jauh kedalam Perairan.. Begitu pula sebaliknya (Erikarianto,2008). Menurut Kordi dan Andi (2009), kecerahan adalah sebagian cahaya yang diteruskan kedalam air dan dinyetakan dalam (%). Kemampuan cahaya matahari untuk tembus sampai kedasar perairan dipengaruhi oleh kekeruhan (turbidity) air. Dengan mengetahui kecerahan suatu perairan, kita dapat mengetahui sampai dimana masih ada kemungkinan terjadi proses asimilasi dalam air, lapisan-lapisan manakah yang tidak keruh, yang agak keruh, dan yang paling keruh. Air yang tidak terlampau keruh dan tidak pula terlampau jernih, baik untuk kehidupan ikan dan udang budidaya.
b) Suhu Menurut Nontji (1987), suhu air merupakan faktor yang banyak mendapat perhatian dalam pengkajian- pengkajian kaelautan. Data suhu air dapat dimanfaatkan bukan saja untuk mempelajari gejala-gejala fisika didalam laut, tetapi juga dengan kaitannya kehidupan hewan atau tumbuhan. Bahkan dapat juga dimanfaatkan untuk pengkajian meteorologi. Suhu air dipermukaan dipengaruhi oleh kondisi meteorologi. Faktor- faktor metereolohi yang berperan disini adalah curah hujan, penguapan, kelembaban udara, suhu udara, kecepatan angin, dan radiasi matahari. Suhu mempengaruhi aktivitas metabolisme organisme, karena itu penyebaran organisme baik dilautan maupun diperairan tawar dibatasi oleh suhu perairan tersebut. Suhu sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan kehidupan biota air. Secara umum, laju pertumbuhan meningkat sejalan dengan kenaikan suhu, dapat menekan kehidupan hewan budidaya bahkan menyebabkan kematian bila peningkatan suhu sampai ekstrim(drastis) (Kordi dan Andi, 2009).
2.2.3.2 Parameter Kimia a) pH Menurut Andayani (2005), pH adalah cerminan derajat keasaman yang diukur dari jumlah ion hidrogen menggunakan rumus pH = -log (H+). Air murni terdiri dari ion H+dan OH- dalam jumlah berimbang hingga Ph air murni biasa 7. Makin banyak banyak ion OH+ dalam cairan makin rendah ion H+ dan makin tinggi pH. Cairan demikian disebut cairan alkalis. Sebaliknya, makin banyak H+ makin rendah pH dan cairan tersebut bersifat masam. pH antara 7 9 sangat memadai kehidupan bagi air tambak. Namun, pada keadaan tertantu, dimana air dasar tambak memiliki potensi keasaman, pH air dapat turun hingga mencapai 4. pH air mempengaruhi tangkat kesuburan perairan karena mempengaruhi kehidupan jasad renik. Perairan asam akan kurang produktif, malah dapat membunuh hewan budidaya. Pada pH rendah (keasaman tinggi), kandungan oksigan terlarut akan berkurang, sebagai akibatnya konsumsi oksigen menurun, aktivitas naik dan selera makan akan berkurang. Hal ini sebaliknya terjadi pada suasana basa. Atas dasar ini, maka usaha budidaya perairan akan berhasil baik dalam air dengan pH 6,5 9.0 dan kisaran optimal adalah pH 7,5 8,7 (Kordi dan Andi,2009).
b) Oksigan Terlarut / DO Mnurut Wibisono (2005), konsentrasi gas oksigen sangat dipengaruhi oleh suhu, makin tinggi suhu, makin berkurang tingkat kelarutan oksigen. Dilaut, oksigen terlarut (Dissolved Oxygen / DO) berasal dari dua sumber, yakni dari atmosfer dan dari hasil proses fotosintesis fitoplankton dan berjenis tanaman laut. Keberadaan oksigen terlarut ini sangat memungkinkan untuk langsung dimanfaatkan bagi kebanyakan organisme untuk kehidupan, antara lain pada proses respirasi dimana oksigen diperlukan untuk pembakaran (metabolisme) bahan organik sehingga terbentuk energi yang diikuti dengan pembentukan CO2 dan H2O. Oksigen yang diperlukan biota air untuk pernafasannya harus terlarut dalam air. Oksigen merupakan salah satu faktor pembatas, sehinnga bila ketersediaannya di dalam air tidak mencukupi kebutuhan biota budidaya, maka segal aktivitas biota akan terhambat. Kebutuhan oksigen pada ikan mempunyai kepentingan pada dua aspek, yaitu kebutuhan lingkungan bagi spesies tertentu dan kebutuhan konsumtif yang terandung pada metabolisme ikan (Kordi dan Andi, 2009).
C) Co2 Karbondioksida (CO2), merupakan gas yang dibutuhkan oleh tumbuh-tumbuhan air renik maupun tinhkat tinggi untuk melakukan proses fotosintesis. Meskipun peranan karbondioksida sangat besar bagi kehidupan organisme air, namun kandungannya yang berlebihan sangat menganggu, bahkan menjadi racu secara langsung bagi biota budidaya, terutama dikolam dan ditambak (Kordi dan Andi, 2009). Meskipun presentase karbondioksida di atmosfer relatif kecil, akan tetapi keberadaan karbondioksida di perairan relatif banyak, karena karbondioksida memiliki kelarutan yang relatif banyak.
d) Amonia Makin tinggi pH, air tambak/kolam, daya racun amnia semakin meningkat, sebab sebagian besar berada dalam bentuk NH3, sedangkan amonia dalam molekul (NH3) lebih beracun daripada yang berbentuk ion (NH4+). Amonia dalam bentuk molekul dapat bagian membran sel lebih cepat daripada ion NH4+ (Kordi dan Andi, 2009). Menurut Andayani (2005), sumber amonia dalam air kolam adalah eksresi amonia oleh ikan dan crustacea. Jumlah amonia yang dieksresikan oleh ikan bisa diestimasikan dari penggunaan protei netto (Pertambahan protein pakan- protein ikan) dan protein prosentase dalam pakan dengan rumus :
Amonia Nitrogen (g/kg pakan) = (1-0- NPU)(protein+6,25)(1000) Keterangan : NPU : Net protein Utilization /penggunaan protein netto. Protein : protein dalam pakan. 6,25 : Ratio rata-rata dari jumlah nitrogen.
e) Nitrat nitrogen Menurut Susana (2002), senyawa kimia nitrogen urea (N-urea) ,algae memanfaatkan senyawa tersebut untuk pertumbuhannya sebagai sumber nitrogen yang berasal dari senyawa nitrogen-organik. Beberapa bentuk senyawa nitrogen (organik dan anorganik) yang terdapat dalam perairan konsentrasinya lambat laun akan berubah bila didalamnya ada faktor yang mempengaruhinya sehingga antara lain akn menyebabkan suatu permasalahan tersendiri dalam perairan tersebut. Menurut Andayani (2005), konsentasi nitrogen organik di perairan yang tidak terpolusi sangat beraneka ragam. Bahkan konsentrasi amonia nitrogen tinggi pada kolam yang diberi pupuk daripada yang hanya diberi pakan. Nitrogen juga mengandung bahan organik terlarut. Konsentrsi organik nitrogan umumnya dibawah 1 mg/liter pada perairan yang tidak polutan. Dan pada perairan yang planktonya blooming dapat meningkat menjadi 2-3 mg/liter.
f) Orthophospat Menurut Andayani (2005), orthophospat yang larut, dengan mudah tesedia bagi tanaman, tetapi ketersediaan bentuk-bentuk lain belum ditentukan dengan pasti. Konsentrasi fosfor dalam air sangat rendah : konsentasi ortophospate yang biasanya tidak lebih dari 5-20 mg/liter dan jarang melebihi 1000 mg/liter. Fosfat ditambahkan sebagai pupuk dalam kolam, pada awalnya tinggi orthophospat yang terlarut dalam air dan konsentrasi akan turun dalam beberapa hari setelah perlakuan. Menurut Muchtar (2002), fitoplankton merupakan salah satu parameter biolagi yang erat hubungannya dengan fosfat dan nitrat. Tinggi rendahnya kelimpahan fitoplankton disuatu perairan tergantung tergantung pada kandungan zat hara fosfat dan nitrat. Sama halnya seprti zat hara lainnya, kandungan fosfat dan nitrat disuatu perairan, secara alami terdapat sesuai dengan kebutuhan organisme yang hidup di perairan tersebut.
2.2.4 Kualitas Air yang Baik Menurut O-fish.com (2010), ada lima syarat utama kualitas air yang baik untuk kehidupan ikan : Rendah kadar amonia dan nitrit Bersih secara kimiawi Memiliki pH, kesadahan, dan temperatur yang memadai Rendah kadar cemaran organik Stabil Apabila persyaratan tersebut diatas dapat dijaga dan dipelihara dengan baik, maka ikan yang dipelihara mampu memelihara dirinya sendiri, terbebas dari berbagai penyakit, dan dapat berkembang biak dengan baik. Menurut Agromedia (2007), air yang baik untuk pertumbuhan lele dumbo adalah air bersih yang berasal dari sungai, air hujan, dan air sumur. Pemanfaatan sumber air harus harus dikelola dengan baik terutama kualitas dan kuantitas. Kualitas air sangat mendukung pertumbuhan lele dumbo. Oleh karena itu, aor yang digunakan harus banyak mengandung zat hara, serta tidak tercemar olah racun dan zat rumah tangga lainnya. 2.2.5 Efek Kualitas Air Air dari alam atau natural water secara foundamental akan berbeda kondisinya dengan air dari tempat budidaya, terutama sistem tertutup yang menggunakan akuarium atau bak, berdasarkan sifat kimia maupun biologi. Jumlah ikan ditempat budidaya umumnya jauh lebih banyak dibandingkan jumlah air. Akibatnya, material hasil metrabolisme yang dikeluarkan ikan tidak dapat mengurai seimbang. Artinya, waktu penguraian metabolit secara alami tidak mencukupi karena jumlahnya cukup banyak. Oleh karena itu, air tidak dapat atau sulit kembali menjadi baik dan cenderung menghasilkan substannsi atau bahan metabolit yang berbahaya bagi ikan (Lesmana, 2001). Menurut O-fish (2010), kualitas air secara umum menunjukkan mutu atau kondisi air yang dikaitkan dengan suatu kagiatan atau keperluan tertentu. Dalam lingkup akuarium, kulitas air secara umum mengacu pada kandungan polutan atau cemaran yang terkandung dalam air dalam kaitannya untuk menunjang kehidupan ikan dan kondisi ekosstem yang memadai. Menurut Susanto (2002), suatu limbah yang mengandung beban pencemar masuk ke lingkungan perairan dapat menyebabkan perubhan kualitas air. Salah satu efeknya adalah menurunya kadar oksigen terlarut yang berpengaruh terhadap fungsi fisiologis organisme akuatik. Air limbah memungkinkan mengandung mikroorganisme patogen atau bahan kimia beracun berbahaya yang dapat menyebabkan penyakit infeksi dan tersebar ke lingkungan.
2.3 Konversi Pakan 2.3.1 Pengertian Pertumbuhan Pertumbuhan adalah berkaitan dengan masalah perubahan besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel organ maupun individu yang bisa diukur dengan berat, ukuran panjang, umur tulang, dan keseimbangan metaboliknya (Creasoft, 2008). Pertumbuhan (growth) dapat diartikan sebagai perubahan secara kuantitatif selama siklus hidup yang bersifat tak terbalikkan (irrevesible). Bertambah besar ataupun bertambah berat, atupun bertambah bagian akibat adanya penambahan unsur-unsur struktural (Yulianita, 2009).
2.3.2 Faktor- Faktor Pertumbuhan Menurut Lesmana dan Dharmawan (2006), cara pemeliharaan menentukan cepat lambatnya pertumbuhan ikan. Faktor yang mempengaruki pertumbuhan ikan antara lain : ketirunan, pertumbuhan kelamin dan umur, serta kerentanan terhadap penyakit. Pada pemeliharaan ikan, kualitas air, kepadatan ikan erta jumlah kualitas dan kuantitas pakanpun harus selalu duperhatikan. Jumlah dan kuantitas pakan merupakan faktor penting. Bila pakannya terlalu sedikit, maka ikan akan sukar tumbuh dan jika terlalu banyak, kondisi air akan menjadi jelek. Menurut Khairuman dan Amri (2002), pakan merupakan unsur terpenting dalam menunjang pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan. Pakan yang baik harus dapat memenuhi persyaratan : pakan harus bisa dimakan ikan, pakan harus mudah dicerna, dan dapat diserap tubuh ikan. Apabila persyartan tersebut dipenuhi, pemberian pakan akan memberikan manfaat yang optimal bagi pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan. Perkembangan menyangkut adanya proses pematangan sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ dan sisterm organ yang berkembang sedemikian rupa, sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya, termasuk juga emosi, intelektual, dan tingkah laku sebagai interaksi dengan lingkungan (Lesmana dan Dermawan, 2006).
2.3.3 Fungsi Makanan Pakan atau makanan merupakan unsur yang epnting dalam budidaya ikan. Oleh karena itu, pakan yang diberikan harus memenuhi standart nutrisi (gizi) bagi ikan agar kelangsungan hidupnya tinngi dan pertumbuhannya cepat. Pakan yang baik memiliki komposisi zat gizi yang lemgkap seperti protein, lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral. Pemberian pakan yang nilai nutrisinya kurang baik dapat menurunkan kelangsungan hidup ikan dan pertumbuhannya akan lambat (tumbuh kerdil), bahkan dapat menimbulkan penyakit yang disebabkan oleh kekurangan gizi (malnutrition). Banyaknya zat-zat gizi yang diperlukan ikan untuk pertumbuhannya berbeda-beda, tergantung pada jenis ikan, ukuran besar ikan, dan kondisi lingkungan hidup ikan (Kanisius, 2001). Pakan merupakan faktor yang penting dalam usaha pembesaran budidaya ikan. Dalam usaha pembesaran, ikan diharuskan tumbuh hingga menncapai ukran pasar. Untuk itu, ikan harus makan, tidak sekedar mempertahankan kondisi tubuh., tetapi juga untuk menumbuhkan jaringan otot atau daging (pertumbuhan somatis). Jumlah dan jenis pakan yang dikonsumsi oleh ikan akan menantukan asupan energi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan daging. Intake pakan bisa menggambarkan nafsu ikan ini dipengaruhi oleh kualitas air (Effendy, 2004).
2.3.4 Pengertian FCR, GR, SR FR (Feeding Rate)/ Jumlah Pakan Menurut Effendy (2004), pakan diberikan kepada ikan kultur sesuai dangan kebutuhan dan dapat memberikan pertumbuhan dan efisiensi pakan yang tinngi. Kebutuhan pakan harian dinyatakan sebagai tingkat pemberian pakan (feeding rate) per hari yang ditentukan berdasarkan prosentase dari bobot ikan. Tingkat pemberian pakan ditentukan oleh ukuran ikan. Semakin besar ukuran ikan, maka feeding rate-nya semakin kecil, tetapi jumlah pakan hariannya semakin besar. Secar berkala, jumlah pakan harian ikan disesuaikan (adjusment) dengan pertambahan bobot ikan dan perubahan populasi.
FCR (Feed Convention Ratio) Menurut Effendy (2004), Feed Convertion Ratio adalh suatu ukuran yang menyatakan ratio jumlah pakan yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 kg ikan kultur. Nilai FCR=2 artinya untuk memproduksi 1 kg daging ikan dalam sistem akuakultur maka dibutuhkan 2 kg pakan. Semakin besar nilai FCR, maka semakin semakin banyak pakan yang dibutuhkan untuk memproduksi 1 kg ikan daging kultur. FCR seringkali dijadikan indikator kinerja teknis dalam mengevaluasi suatu usaha akuakultur. Menurut Djarijiah (2004) dalam my.opera.com (2010), pengukuran kualitas pakan dilakukan dengan membandingkan jumlah pakan yang diberikan dengan (pertambahan) berat ikan yang dihasilkannya dan dinyatakan sebagai food Converty Ratio (FCR). Rumus FCR adalah : FCR = F (jumlah total pakan yang diberikan selama pemeliharaan) (Wt - D) Wo ( Wo = berat total awal ikan pemeliharaan)
GR (Grow Rate) Menurut Laksana (2007), pertumbuhan mutlak adalah laju pertumbuhan total ikan. Rumus untuk mencari pertumbuhan total adalah : GR = (Wt Wo) / t Keterangan : Gr = Growth Rate/ pertumbuhan mutlak Wt = Bobot rata-rata akhir (gr/ekor) Wo = bobot rata-rata awal (gr/ekor) Menurut Siman (2010), growth rate adalah jumlah dari kenaikan maka sebuah spesifik variabel petumbuhan diiringi dengan periodenya dan koneksinya. Growth rate berpengaruh dalam bidang ekonomi untuk pendistribusi, dan pemelihara ikan. Bagaimanapun Growth rate tadak selalu berarti sebuah kenaikan yang tinggi dari pertumbuhan di masa mendatang.
SR (Survival Rate) Menurut Ghufron (2009), kelangsungan hidup atau sintasan (survival rate) adalh prosentase jumlah biota budidaya yang hidup dalam kurun waktu tertentu. Untuk menghitung kelangsungan hidup atau sintasan dapat digunakan rumus sebagai berikut : S = Nt 100%/ No Keterangan : S = Kelangsungan hidup (%) Nt = Jumlah biota pada saat panen (ekor) No = Jumlah biota pada saat penebaran (ekor) Sintasan ikan dipengaruhi olah faktor biotik dan abiotik. Faktor biotik yaitu : kompetitor, parasit, umur, predasi, kepadatan populasi, kemampuan adaptasi dari hewan dan penangganan manusia, sedangkan faktor abiotik meliputi sifat fisika dan sifat kimia perairan(Rika,2008).
2.3.5 Hubungan Pakan dengan Pertumbuhan Zat makanan terpenting yang diperlukan ikan untuk pertumbuhan adalah zat protein. Jumlah dan kualitas protein sangat berpengaruh tehadap tingkat pertumbuhan ikan karena pratei bagi ikan adalah merupakan sumber energi yang paling penting. Pertumbuhann ikan dapat dipercepat dengan pemberian pakan yang mengandung protein tinggi (30%-40%) karena protein merupakan bagian terbesar dari daging ikan. Zat protein digunakan hewan untuk pemeliharaan tubuh, pembentukan jaringan tubuh, penambahan protein tubuh, dan penggantian jaringan yang rusak (Kanisius, 2001). Pakan akan diprises dalam tubuh ikan dan unsur-unsur nutrisi atau gizinya akan diserap untuk dimanfaatkan membangun jaringan dan daging, sehingga pertumbuhan ikan akan terjamin. Kecepatan laju pertumbuhan ikan sangat dipengaruhi oleh jenis dan kualitas pakan yang diberikan berkualitas baik, jumlahnya mencukupi, kondisi lingkungan mendukung, dapat dipastikan laju pertumbuhan ikan akan menjadi cepat sesuai dangan yang diharapkan (Khairuman dan Amri, 2002). METODOLOGI PERIKANAN
3.1. Alat dan Fungsi
A. Pengelohan tanah Cangkul Berfungsi untuk membalikkan tanah agar kandungan hara terangkat ke atas. Sabit Berfungsi untuk membersihkan sisi kolam yang dipenuhi rumput. Cetok Berfungsi untuk meratakan tanah dibagian sisi-sisi kolam. Gerobak dorong Berfungsi untuk mengangkut pupuk, kapur dan juga rumput yang sudah dipotong.
B. Pengolahan kolam monokultur Sapu lidi Berfungsi untuk membersihkan lumpur pada kolam. Sekrup Berfungsi untuk membantu mendorong lumpur menuju saluran pembuangan. Ember Berfungsi untuk membantu menyiram air pada kolam yang dibersihkan.
3.2. Bahan dan Fungsi
A. Pengolahan tanah Pupuk organik 32 kg Berfungsi untuk menumbuhkan pakan alami (plankton) dan menyubur tanah. Pupuk organik 8 kg Berfungsi untuk menumbuhkan pakan alami pada kolam monokultur. Air Berfungsi untuk mengisi kolam. Kapur pertanian Berfungsi untuk meningkatkan pH tanah, untuk mempercepat penggunaan bahan organik dan membunuh hama dan penyakit.
3.3 Alat dan fungsi parameter Parameter fisika Alat - alat yang digunakan dalam pratikum Dasar-Dasar Aquaculture tentang parameter fisika antara lain : a. Suhu Termometer Hg : Untuk mengetahui suhu suatu perairan.
b. Kecerahan Secchi disk : Untuk mengetahui kecerahan suatu perairan.
Parameter kimia Alat yang digunakan dalam pratikum Dasar-Dasar Aquaculture tentang parameter kimia antara lain : a) DO Botol DO : Untuk tempat sampel airyang akan diamati DOnya. Buret : Sebagai tempat larutan titran (Na-thiosulfat). Statif : Sebagai tempat meletakkan buret pada saat titrasi. Corong : Alat untuk memasukkan larutan titran ke dalam buret. Pipet tetes : Untuk mengambil dan memindahkan larutan. Nampan : Sebagai tempat alat dan bahan.
b) Orthofosfat Gelas ukur 100ml : Untuk mengukur volume sampel. Beaker glass 100ml : Sebagai tempat menghomogenkan air sampel dengan amonium molybdate Pipet tetes : Mengambil dan memingahkan larutan. Spektrofotometer : Untuk mengukur panjang gelombang. Washing bottle : Sebagai tempat aquadest. Cuvet : Sebagai wadah sampel yang akan diukur panjang gelombangnya. Nampan : Sebagai tempat alat dan bahan.
c) Nitrat-nitrogen Hot plate : Untuk memanaskan air sampel hingga berkerak. Beaker glass 250ml: Untuk wadah sampel yang akan diamati. Gelas ukur 100ml : Untuk mengukur volume sampel. Pipet tetes : Untuk mengambil dan memingahkan larutan. Spatula : Untuk menghomogenkan larutan.
d) Amonia Beaker glass 100ml: Sebagai wadah laritan. Pipet tetes : Untuk mengambil atau memindahkan larutan. Cuvet : Sebagai wadah sampel yang akan diukur panjang gelombangnya. Nampan : Sebagai tempat alat dan bahan.
e) CO2 Erlemenyer : Sebagai tempat mereaksikan larutan. Pipet tetes : Untuk memindahkan atau mengambil larutan. Statif : Untuk menyangga buret. Buret : Sebagai wadah cairan titran. Nampan : Sebagai tempat alat dan bahan.
f) pH Kotak standart : untuk mencocokkan hasil di pH paper.
3.4 Bahan dan Fungsi setiap parameter Parameter fisika a. Suhu Air kolam : Sebagai tempat pengamatan suhu.
b. Kecerahan Air kolam : Sebagai temprt yang diamati kecerahannya. Parameter kimia a) DO Air kolam : Sebagai sampel yang akan diamati Donya. Larutan MnSO4 : Mengikat O2 Laruran NaOH+KI : Untuk membentuk endapan coklat dan melepas I2 Larutan H2SO4 : Indikator asam dan melarutkan endapan coklat. Larutan amilum : Indikator basa dan membentuk warna ungu kehitam-hitaman. Larutan Na-thiosulfat : Sebagai larutan titran pada saat titrasi. Tissue : Membersihkan alat-alat yang akan digunakan.
b) Ortofosfat Air kolam : Sebagai sampel yang akan diamati. Larutan Amonium Molybdate : Untuk mengikat phospat Larutan SnCl 4 tetes : Sebagai indikator warna biru bening dan basa. Aquadest : Sebagai pengkalibrasian. Tissue : Membersihkan alat yang digunakan.
c) Nitrat-nitrogen Air kolam : Sebagai sampel yang diamati Larutan asam fenol disulfonik 1ml : Untuk melarutkan kerak. Aquadest : Untuk pengeceran larutan. Larutan NH4OH 10 tetes : Sebagai Indikator basa. Tissue : Mengeringkan alat yang digunakan.
d) CO2 Air kolam : Sebagai sampel yang diamati. Indikator PP : Untuk membentuk warna pink. Larutan Na2CO3 : Sebagai larutan titran. Tissue : Untuk membersihkan alat yang akan digunakan.
e) Amonia Air kolam : Sebagai yang diamati. Larutan Nessler 1ml : Sebagai pengikat amonia. Aquadest :Sebagai pengkalibrasian pada spektrofotometer. Tissue : Untuk mengeringkan alat yang digunakan.
f) pH PH paper : Sebagai uji besarnya pH suatu perairan. Air kolam : Sebagai sampel yang diamati.
3.5 Prosedur kerja Parameter Fisika a) Suhu Dicelupkan kedalam perairan dengan membelakangi cahaya matahari Ditunggu selama 2 - 3 menit, usahakan tidak menyentuh termometer Diambil termometer dengan cepat Diamati skalanya Dicatat hasilnya dengan satuan C
b) Kecerahan Dicelupkan keperairan dengan memegang talinya Diturunkan secara perlakuan sampai tidak terlihat pertama kali sebagai D1 Ditenggelamkan sampai benar-benar tidak tampak Diangkat perlahan sampai terlihat pertama kali dan ditandai sebagai D2 Dilihat nilai D1 dan D2 Dihitung dengan rumus Dicatat hasilnya
Parameter kimia a) DO / Oksigen Terlarut Diukur dan dicatat volume botol DO Dimasukkan dalam air yang akan diukur dengan posisi miring agar tidak ada gelembung Ditutup dalam air Diangkat ke darat dan dibolak-balik, jika ada gelembung. Diulangi lagi Dibuka tutup botol DO Ditambah 2ml MnSO dan 2ml NaOH+KI Dihomogenkan Didiamkan sampai terbentuk endapan coklat Dibuang air bening diatas endapan coklat Ditambah 2ml HSO pekat Dihomogenkan sampai endapan larut Ditambahkan 3-4 tetes amilium Dihomogenkan hingga bewarna ungu kehitam-hitaman Dititrasi dengan Na-thiosulfat 0,025 N Dihitung selisih volume titran Dihitung dengan rumus : Dicatat hasilnya
b) Ortofosfat -Diukur volume 50 ml dalam gelas ukur -Dimasukkan ke dalam beaker glass -Ditambah 2ml amonium molybdate -Dihomogenkan -Ditambahkan 5 tetes SnCL dan dihomogenkan -Diukur dengan spektrofotometer -Ditekan power -Ditunggu hingga method -Ditekan panjang gelombang 480 (amonium molybdate) -Dienter -Dimasukkan aquadest 10 ml dalam cuvet -Ditekan zero sampai 0,0 -Dibuang aquadest -Diisi larutan orthofosfat -Dienter
c) CO2 Tidak terdapat CO2 -Dimasukkuan dalam erlemenyer -Ditambahkan 1-2 tetes indikator PP -Dihomogenkan -Terbentuk warna pink Terdapat CO2 -Dimasukkan dalam erlemenyer -Ditambahkan 1-2 tetes indikator PP -Dihomogenkan -Tidak terbentuk warna pink -Dititrasi dengan Na2CO3 sampai berubah warna pink -Dihitung selisih voleme titran awal dan akhir -Dihitung kadar CO2 dengan rumus -CO2 (mg/l) = Vtitran x Ntitran x 22x 1000 Ml air sampel
d) PH -Dicelupkan didalam perairan 1 menit -Dikibas-kibaskan hingga kering -Dicocokkan dengan kotak PH standart -Dicatat hasilnya
e) Nitrat nitrogen -Diukur 25ml dalam gelas ukur -Dimasukkan dalam beaker glass -Dipanaskan sampai berkerak dengan hotplate -Didinginkan -Ditambahkan 1ml asam fenol disulfonik -Dihomogenkan dengan spatula -Ditambahkan 10 ml aquadest -Ditambahkan 10 tetes NH4OH -Dihomogenkan -Diencerkan dengan 100ml aquadest -Dihomogenkan -Diukur panjang gelombang dengan spetrofotometer -Ditekan power -Ditunggu hingga method -Ditekan panjang gelombang 353 (asam fenol disulfunik) -Dienter -Dimasukkan aquadest 10 ml dalam cuvet -Ditekan zero sampai 0,0 -Dibuang aquadest -Diisi larutan nitrat nitrogen -dienter
f) Amonia
-Diukur volume 25ml dengan gelas ukur dan disaring -Dimasukkan kedalam beaker glass -Ditambahkan 1 ml larutan nessler -Dibiarkan hingga terbentuk endapan -Diukur panjang gelombang dengan spetrofotometer -Diambil bagian yang penting
-Ditekan power -Ditunggu hingga method -Ditekan panjang gelombang 430( nessler) -Dienter -Dimasukkan aquadest 10 ml dalam cuvet -Ditekan zero sampai 0,0 -Dibuang aquadest -Dibersihkan cuvet dan dikeringkan dengan tissue -Diisi larutan amonia -Dienter