Anda di halaman 1dari 7

3.

3 Menerapkan prosedur lokasi pendederan pada komoditas ikan air tawar


4.3 Mengidentifikasikan lokasi pendederan pada komoditas ikan air tawar

PROSEDUR LOKASI PENDEDERAN


Uraian Materi

Pemilihan lokasi pendederan ikan merupakan langkah awal dalam usaha budidaya ikan
baik untuk usaha pembenihan ataupun pendederan ikan. Pemilihan lokasi usaha
pendederan yang tepat akan berdampak pada hasil usaha yang akan diperoleh. Hal yang
perlu dipertimbangkan dalam pemilihan lokasi pendederan ikan antara lain adalah
aspek sosial, ekonomi maupun aspek teknis. Apakah Anda pernah melakukan analisis
dalam melakukan pemilihan lokasi pendederan ikan? Berikut akan diuraikan aspek-
aspek yang harus diperhatikan dalam melakukan pemilihan lokasi pendederan.

Aspek Sosial

Aspek sosial yang berkaitan dengan pemilihan lokasi dan harus dipertimbangkan karena
akan menentukan keberhasilan usaha pendederan ikan antara lain adalah:
1. Lingkungan hidup dan kelestarian alam dapat dijaga, artinya lahan yang digunakan
tidak merusak lingkungan yang sudah ada sehingga nantinya dapat terjalin hubungan
yang baik dengan masyarakat pengguna tanah di sekitarnya.
2. Sumberdaya alam sekitar dapat digunakan, artinya dalam penyediaan sarana dan
prasarana tidak perlu harus dicari ke daerah lain.
3. Penduduk sekitar dapat digunakan sebagai tenaga kerja, artinya orang yang bekerja
pada usaha yang akan dibangun berasal dari lingkungan sekitarnya sehingga dapat
mengurangi pengangguran.
4. Ada dampak positif bagi masyarakat sekitar, artinya lokasi usaha yang akan dibangun
dapat dijadikan contoh bagi masyarakat dan adapat diadakan kerja sama produksi
dengan penduduk sekitarnya
5. Keamanan lokasi terjamin atau tidak terganggu oleh orang-orang yang tidak
bertanggung jawab.
6. Sesuai dengan perencanaan pembangunan daerah.
7. Memiliki kekuatan hukum, yaitu mendapat izin lokasi usaha maupun izin usaha dari
pemerintah setempat.

Aspek Ekonomis
Aspek ekonomi yang berkaitan dengan pemilihan lokasi dan harus dipertimbangkan
karena akan menentukan keberhasilan usaha pendederan ikan antara lain adalah:
1. Mudah mendapatkan tenaga kerja, tenaga kerja haruslah mudah didapatkan dengan
imbalan yang wajar. Terlebih baik lagi tenaga kerja tersebut telah terampil untuk
mengurusi ikan. Hal ini biasanya kalau lokasi perkolaman terletak didaerah
pengembangan budidaya ikan, maka tenaga kerja didaerah itu bisa kita harapkan telah
menguasai teknik perikanan.
2. Lokasi usaha pendederan ikan sebaiknya dekat dengan tempat pengelola, agar mudah
dalam pengawasan. Lokasi usaha pendederan ikan dengan tempat pemasaran sebaiknya
dekat agar biaya transportasi bisa di minimalisasi. Hal tersebut akan mempengaruhi
biaya operasional antara lain jauh dekatnya dengan sumber tenaga kerja, sarana
produksi seperti benih, pakan dan pupuk, serta tempat pemasaran hasil.
3. Sarana transportasi dan sarana penghubung seperti telepon mudah terjangkau.
Dengan lokasi pendederan yang dihubungkan oleh jalan, sehingga sarana transportasi
dapat menjangkaunya. Hal ini penting untuk kemudahan pengangkutan material selama
pembangunan maupun pengangkutan sarana produksi dan hasil ikan pada saat panen.
Aspek Teknis
Aspek lain yang tidak kalah pentingnya adalah aspek teknis. Tanpa dukungan teknis
yang memadai, usaha budidaya ikan tidak akan berhasil. Untuk itu, harus ada tenaga ahli
yang menguasai budidaya ikan dari seluruh aspek, yakni aspek biologis, teknis
pembenihan, pendederan, pendederan, penanggulanggan hama dan penyakit,
penyediaan pakan, panen dan pasca panen. Di samping itu, diperlukan tenaga kerja yang
jeli dalam melihat dan memanfaatkan peluang pasar yang ada. Ada beberapa hal teknis
yang harus dikuasai dalam memilih lokasi usaha pendederan ikan antara lain adalah:

1. Topografi (Ketinggian Tempat)


2.
Topografi adalah bentuk keseluruhan dari permukaan tanah (datar, bergelombang atau
curam). Apabila tanahnya terlalu miring, terpaksa harus membuat pematang yang lebar,
tinggi dan sangat kuat agar dapat menahan massa air besar yang dikumpulkan dibagian
yang terendah.
Demikian pula sebaliknya apabila tanahnya terlalu datar harus menggali tanah yang
banyak, untuk memperoleh dasar kolam yang miring. Ada 6 tipe area menurut
kemiringan tanah :

a. Lembah berbentuk V tajam adalah lembah yang dasarnya berbentuk V tajam, tidak
memenuhi syarat untuk dibangun daerah perkolaman. Kita akan membangun
bendungan air atau pematang kolam yang luar biasa tingginya. Jadi area yang
mempunyai dasar lembah V tajam tidak cocok untuk dijadikan kolam ikan.

b. Lembah berbentuk V tidak begitu tajam, agak lumayan bila akan dijadikan kolam
walaupun kita harus membangun kolam yang relatif sempit. Bentuk kolam susunan seri
akan lebih cocok pada lokasi seperti ini.
c. Lembah berbentuk V membulat, akan lebih baik untuk dibangun kolam dengan sistem
seri hanya pada lokasi ini dapat dibangun kolam yang lebih luas.
d. Lembah yang mendatar di salah satu lerengnya. Pada umumnya pada lokasi tersebut
akan terdapat sungai yang mengalir didasar lereng yang lainnya. Lokasi dengan lembah
yang mendatar ini akan lebih mudah dalam membangun kolam-kolam yang lebih luas.
Saluran buatan perlu dibangun yang nantinya akan digunakan sebagai saluran
pemasukkan. Sedangkan saluran pembuangan kita pilih sungai aslinya.
e. Lembah yang mendatar dikaki kedua lerengnya. Lokasi seperti ini merupakan area
yang paling ideal untuk dijadikan daerah perkolaman. Saluran air pemasukkan dan
pembuangan akan lebih mudah diatur tempatnya dan kolam–kolam akan dapat lebih
luas untuk dibangunnya. Jadi sungai–sungai yang berada disamping kiri dan kanannya
akan dapat berfungsi sebagai saluran pembuangan.
f. Daerah datar (kemiringannya lebih kecil 5%). Umumnya mempunyai permukaan
sungai yang tidak jauh berbeda dengan permukaan daratannya. Sehingga boleh
dikatakan tidak cocok untuk dijadikan area perkolaman karena sukarnya tempat
pembuangan air kolam.

Topografi dan lahan sangat perlu diperhatikan dalam perencanaan, tata ruang dan
penggunaan kolam. Topografi menyangkut konfigurasi permukaan tanah termasuk
kemiringan (slope), sedangkan lahan berkaitan dengan luasan tanah yang tersedia dan
kemungkinan pengembangannya. Topografi yang sedikit miring (3-5%) sangat ideal
karena kolam yang akan terbentuk bisa luas, pengisian dan pembuangan air akan
berjalan lancar dengan gaya gravitasi.

Untuk kolam budidaya air tawar, elevasi dibutuhkan untuk mengetahui tingkat aliran air
serta konstruksi kolam yang akan dibangun. Kemiringan lahan yang paling baik untuk
lokasi perkolaman adalah berkisar antara 3 – 5%, artinya setiap 100 meter panjang
perbedaan tingginya sekitar 3 – 5 meter.Apabila permukaan lahan rata (tidak miring),
maka pengisian maupun pembuangan air harus menggunakan pompa.
2. Kondisi Tanah
Tanah merupakan faktor mutlak dalam kegiatan budidaya ikan , khususnya untuk
kegiatan pendederan dan pendederan. Untuk membuat suatu unit usaha pendederan
ikan harus memperhatikan sifat–sifat tanah. Tanah merupakan faktor mutlak dalam
pembuatan kolam budidaya. Tanah yang baik akan menghasilkan kolam yang kokoh dan
kuat, terutama bagian pematang atau tanggulnya. Tanah yang kokoh dapat menahan
tekanan air yang ada di dalam kolam sehingga kolam tidak mudah jabol dan dapat
menahan air.
Di Indonesia, ada empat jenis tanah yang dapat dipilih untuk melakukan usaha
pendederan ikan, yaitu tanah lempung berpasir, tanah serapan, tanah berfraksi kasar
dan tanah berbatu. Dari keempat jenis tanah tersebut hanya tanah lempung berpasir
yang terbaik untuk kolam. Jenis tanah ini akan membentuk pematang yang kuat dan
kolamnya subur. Jenis tanah lempung berpasir dapat diketahui dengan cara tanah
tersebut digenggam. Bila tidak pecah dan tidak melekat di tangan maka tanah tersebut
sangat baik untuk kolam.
Keadaan jenis tanah penting diperhatikan karena akan berpengaruh terhadap
kemiringan serta besar kecilnya pematang. Pemeliharaan ikan dikolam sangat
terpengaruh pada pematang untuk menahan volume air. Ketinggian air kolam baru dapat
dipertahankan ketika tanah dasar dan pematang dapat menahan air dan tidak porous.
Tanah liat berpasir atau lempung liat cukup berpasir biasanya memiliki plastisitas dan
tidak porous.
Ciri tanah dengan plastisitas tinggi biasanya tidak mudah terputus ketika dibentuk
memanjang seperti pencil, tetapi mudah pecah bila dibentuk lempengan dan dipijat
dengan jari. Tanah dengan plastisitas tinggi juga ditandai dengan tidak terlalu menciut
apabila kering dan tidak terlalu lengket apabila basah. Tanah sawah memiliki plastisitas
yang rendah di mana biasanya ditandai retak-retak apabila kering (biasa disebut selo)
dan lengket apabila basah.

Jenis tanah yang baik untuk membuat kolam ikan adalah:

a. Tanah liat atau lempung yang sedikit berpasir (sandy loam), tanah liat ini berkadar liat
35-55% biasanya bersifat hidup dan mudah dibentuk. Untuk mengetahuinya yaitu
dengan cara menggenggam tanah tersebut (cara ini mungkin cara yang paling efektif).
Tanah ini apabila dibentuk tidak mudah pecah dan tidak melekat ditangan apabila
dibentuk sesuatu.
b. Tanah lempung liat berpasir (clay loam), atau lempung berdebu (silty loam), dengan
kadar liat sekitar 20-35%. Kedua tanah ini sangat kuat untuk menahan air, sehingga
cocok untuk pembuatan kolam budidaya ikan.
c. Tanah lempung berpasir yang berfraksi kasar dengan kadar liat hanya sekitar 30%.
Jenis tanah ini awalnya memang sangat sulit untuk menahan air. Namun lama-kelamaan
dengan pengolahan tanah yang baik dan terus menerus, ditambah adanya sedimen atau
endapan tanah yang terbawa air sungai maka akan timbul daya tahan akan air. Kolam di
daerah pegunungan biasanya tergolong jenis ini, mengandung banyak pasir tetapi cukup
layak dibuat pematang.
Tanah dengan kandungan pasir yang banyak (lebih dari 70%) terutama yang berbatu
tidak cocok untuk dibuat kolam karena tidak bisa menahan air (porous) dan sulit
dibentuk. Jenis tanah yang demikian masih memungkinkan apabila keseluruhannya
dibeton atau ditembok. Kolam diartikan sebagai genangan air yang sengaja dibuat oleh
manusia dan keadaannya dapat dikendalikan dengan mudah. Dikendalikan dengan
mudah artinya mudah diairi dan dikeringkan dalam waktu cepat. Oleh karena itu jenis
tanah pada lokasi pendederan ikan harus diketahui terlebih dahulu sebelum membuat
kolam pendederan ikan.
Jenis tanah yang baik adalah tanah liat atau liat berpasir karena rembesan air sedikit.
Kesuburan tanah juga perlu diperhatikan, lebih-lebih jika pengelolaannya
menggantungkan pada produksi pakan alami. Oleh karena itu, sebaiknya tanah
mengandung cukup bahan organik dan pH tanah berkisar 6,5-8,0. Jenis tanah berpasir
atau berkerikil dapat juga digunakan asalkan dibangun dengan konstruksi beton.
Ketersediaan air sepanjang tahun diperlukan untuk mengisi dan mempertahankan
kedalaman air yang diinginkan serta untuk memperbaiki kualitas air. Volume air yang
diperlukan tergantung pada luas dan kedalaman kolam, laju perembesan dan penguapan
air, serta tingkat intensitas pengelolaan. Pada kolam tanah perembesan air tergantung
pada porositas tanah dasar dan pematang kolam.
Oleh karena itu, sebelum membangun kolam disarankan untuk menguji tanah
dilaboratorium tanah. Jenis tanah liat halus dengan diameter kurang dari 2 jam
diperkirakan bisa menyerap air sebanyak 1% dan total volume kolam, sedangkan pada
tanah liat berpasir (sandy clays) dan lempung-liat-berpasir sebanyak 5-10%. Sementara
itu kolam yang dibangun permanen akan kedap air.
Penguapan sebanding dengan suhu (air dan udara), tekanan uap, luas permukaan air dan
kecepatan angin. Untuk mendapatkan data tersebut dianjurkan menghubungi Stasiun
Meteorologi terdekat. Pada musim kering, penguapan di Indonesia dapat mencapai 6-7
mm/hari dan permukaan air bebas, andaikata tidak ada naungan. Faktor utama yang
harus diperhatikan adalah :

a. Tanah pematang kolam harus kokoh sehingga dapat menahan massa air.
b. Kedap air atau tidak mudah meloloskan air (porous)
c. Subur, berlempung dan berhumus
d. pH atau reaksi tanah netral sampai basa memiliki stabilitas yang tinggi.

Pemilihan lokasi untuk usaha pendederan ikan di keramba dan jaring apung agak
berbeda dengan di darat. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan sebagai bahan
pertimbangan dalam memilih lokasi adalah sebagai berikut:

a. Gelombang air dan angin.

Lokasi perairan di danau dan waduk yang terbuka sangat potensi terjadinya angin dan
gelombang air yang besar. Oleh karena itu, lokasi yang aman biasanya pada teluk-teluk.
Meskipun demikian lokasi yang tidak ada anginnya yang bertiup airnya tidak teragitasi
(air mati) sehingga pelarutan dan pelepasan gas-gas kurang lancar. Sebaliknya angin
yang kencang disertai gelombang yang besar dapat merusak keramba dan jaring apung
serta ikan menjadi stres. Gelombang yang aman adalah tingginya tidak Iebih dari 1-1,5 m
(Moller 1979 dalam Beveridge 1987).

b. Arus

Pergantian air yang terus menerus adalah kebutuhan pokok untuk penyegaran oksigen
yang digunakan ikan dan membuang kotoran/sisa metabolisme ikan. Dalam budidaya
ekstensif, kelebihan arus air juga perlu untuk mendapatkan makanan ikan. Arus yang
terlalu besar akan merusak keramba dan jaring apung serta ikan menjadi stres, pakan
terbuang. Arus air berkisar 10 - 60 cm/detik adalah sangat cocok, sedangkan yang lebih
dari 100 cm/detik tidak dianjurkan digunakan (Chen 1979 dalam Bevendge 1987).

c. Kedalaman

Keramba tetap biasanya membutuhkan lokasi yang dangkal dari perairan waduk, danau
ataupun sungai. Untuk tipe jaring apung membutuhkan lokasi perairan yang cukup
dalam, minimal 5 - 8 m guna memaksimalkan pergantian air dan menjaga dasar keramba
bersih dari substrat dasar perairan. Terjadinya akumulasi limbah pada dasar perairan
menghasilkan penurunan oksiqen terlarut dan kandungan gas-gas beracun (NH3 dan
H2S) serta jasad patogen yang tinggi.

d. Aksesibilitas

Lokasi Karamba Jaring Apung harus dihubungkan oleh jalan, sehingga sarana
transportasi dapat menjangkaunya. Hal ini penting untuk kemudahan pengangkutan
sarana produksi dan hasil ikan pada saat panen. Pertimbangan lain yang mungkin dapat
mempengaruhi biaya operasi antara lain jauh dekatnya dengan sumber tenaga kerja
sarana produksi seperti benih, pakan, serta tempat pemasaran hasil.
3. Kuantitas dan Kualitas Air

Air merupakan faktor terpenting dalam budidaya ikan baik pembenihan maupun
pendederan. Kuantitas dan kualitas air sangat diperlukan oleh ikan untuk tumbuh dan
berkembang biak. Tanpa air ikan tidak akan dapat hidup. Karenanya, kualitas dan
kuatitas air harus diperhatikan agar kegiatan budidaya berjalan sesuai dengan yang
diharapkan.
Kuantitas air adalah jumlah air yang tersedia yang berasal dari sumbernya, seperti air
sungai , air saluran, air saluran irigasi dan air bendungan, serta air tanah seperti mata air
dan air sumur untuk mengisi dan mengairi kolam. Jumlah air yang dibutuhkan atau yang
mengalir tersebut dikenal dengan istilah debit air. Debit air yang dibutuhkan untuk
budidaya ikan adalah 10 liter per menit. Dari beberapa referensi dituliskan bahwa
kebutuhan air untuk pemeliharaan ikan sebagai berikut :

 Kultur ekstensif memerlukan air 3 liter/ha, debit air tersebut hanya cukup untuk
menutupi penguapan saja.
 Kultur semi ekstensif memerlukan 6–12 liter/detik/ha yang dapat ditingkatkan
menjadi 25 – 50 liter/detik/ha.
 Kultur intensif memerlukan air 100 liter/detik/kolam dimana kuantitas ini sangat
diperlukan terutama mengenai oksigen (O2).

Kebutuhan air serta kualitas untuk budidaya tergantung pada sistim budidaya yang
diterapkan dan spesies organisme yang dipelihara. Berdasarkan gerakan air sistim
budidaya biasa statis (lentic) atau mengalir (lotic). Sistim budidaya statis pergantian air
tak harus terus menerus, cukup mengganti air yang hilang karena merembes dan
mengendap (dengan kolam tanah). Untuk kolam statis, sebaiknya air yang ada bisa untuk
mengisi kolam dalam waktu 1-2 hari atau tidak tidak lebih dari 3-4 minggu. Sistim
budidaya air mengalir, air harus tersedia terus menerus, baik harian, mingguan maupun
musiman.
Pergantian air dipengaruhi oleh kepadatan dan spesies organisme yang dipelihara serta
frekuensi penggantinya. Schaperclaus (1933) dalam Bardach dkk. (1972)
mengemukakan bahwa debit air 10-50 l/detik diperlukan untuk pendederan ikan trout
dalam kolam pada kapasitas 100 m3. Di Jepang pemeliharaan ikan karper sistim air
deras menggunakan sistim debit air antara 100-362 liter/detik.
Kualitas air adalah veriabel-variabel yang dapat mempengaruhi kehidupan ikan. Variabel
tersebut dapat berupa sifat fisika, kimia dan biologi air. Sifat fisika air meliputi suhu,
kekeruhan dan warna air. Sifat kimia air adalah kandungan oksigen, karbondioksida,
amoniak, dan alkalinitas. Sifat biologi air meliputi jenis dan jumlah binatang, seperti
plankton yang hidup disuatu perairan.
Kualitas air berpengaruh terhadap kehidupan, pertumbuhan dan perkembangbiakan
ikan. Sebenarnya terdapat banyak variabel kualitas air berpengaruh, tetapi hanya
beberapa yang memegang peranan penting, yang meliputi sifat fisik: suhu, kekeruhan,
kecerahan, sifat kimia: pH, oksigen terlarut, karbon dioksida, alkalinitas, kesadahan,
bahan organik, kandungan nitrogen (N) dan fospor (P) serta sifat biologi: bakteri,
plankton, dan benthos. Diantara varibel kualitas air tersebut saling berinteraksi baik
secara langsung dan tidak langsung dan hanya beberapa yang memegang peranan
penting (Boyd dan Lichkoppter 1979, Boyd 1982), yaitu:

a. Suhu air
Jenis ikan tropis tumbuh baik pada suhu 25-32 °C. Suhu berpengaruh terhadap proses
kimia dan biologis. Proses ini naik dua kali lipat setiap kenaikan suhu 10°C. Kenaikan
suhu juga mempercepat kelarutan pupuk, reaksi herbisida dan degradasi rotenon.
Konsumsi oksigen Iebih besar pada suhu tinggi dan pada suhu rendah. Di daerah dingin
dan sedang terdapat stratifikasi suhu air, lapisan air bagian atas yang hangat disebut
epilimion dan di bawahnya Iebih dingin disebut hipolimnion dan diantana keduanya
terdapat perubahan suhu yang menyolok (disebut thermocline).

b. Oksigen terlarut
Kelarutan oksigen dalam air adalah pada kondisi suhu dan tekanan atmosfer.
Konsentrasi oksigen dalam air dalam hubunganya dengan kelarutan pada suhu yang ada,
bisa bersifat kurang jenuh atau unsaturated atau jenuh (saturated) dan sangat jenuh.
Kelarutan kurang jenuh yaitu konsentrasinya Iebih kecil daripada keIarutannya),
sedangkan kelarutan jenuh adalah konsentrasinya sama dengan kelarutan dan kelarutan
sangat jenuh apabila konsentrasinya Iebih besar daripada kelarutan. Penambahan
oksigen dari hasil fotosintesis oleh fitoplankton dan difusi dari udara dan kehilangannya
oleh karena proses respirasi, reaksi kimia dan biologi dalam lumpur dasar dan pelepasan
ke udara. Konsentrasi oksigen yang baik untuk mendukung pertumbuhan ikan adalah
lebih dari 5 mg/I. Ikan dapat, hidup pada konsentrasi 1-5 mg/liter tetapi
pertumbuhannya lambat apabila dalam waktu yang lama. Meskipun ikan tidak mati
dalam keadaan oksigen yang rendah, tetapi aktivitas makan berkurang dan ikan lemah
sehingga mudah terserang penyakit dan parasit. Ikan mati dalam beberapa jam apabila
kadar oksigen kurang dan 1 mg/liter (Boyd dan Lichkoppler 1979).

c. pH air
Dalam perairan yang normal, perubahan pH air tergantung pada kadar CO2, alkalinitas
dan kesadahan. Nilai pH naik pada siang hari karena kadar karbondioksida akibat
digunakan untuk fotosintesis. NiIai pH turun pada malam hari karena kadar CO2 naik
hasil proses respirasi. Nilai pH yang biasa terjadi dalam kolam ikan berkisar 7,5 - 8,0
pada malam hari dan antara 9 - 10 pada siang hari. Namun apabila kesadahan rendah, pH
bisa mencapai 11, yaitu selama proses fotosintesis tinggi. dalam hubungannya dengan
pemeliharaan ikan, Swingle (1969) dalam Boyd dan Lichkoppler (1979) mengklasifikasi
nilai pH sebagai berikut: antara 6,5 - 9,0 nilai yang sesuai untuk pertumbuhan dan
perkembangbiakan, nilai pH kurang 6,5 dan lebih dari 9 pertumbuhan dan
perkembangbiakan ikan terhambat, dan pada pH 4 dan 11 masing-masing merupakan
titik kematian asam dan basa.

d. Karbon dioksida (CO2)


Karbon dioksida bebas mudah terlarut dalam air dan pengaruh reaksinya bersifat asam.
Konsentrasi CO2 yang tinggi bisa ditolerir ikan asalkankonsentrasi oksigennya relatif
tinggi. Menurut Hart (1944) dalam Boyd dan Lichkoppler (1979), ikan kebanyakan
mampu hidup dalam air dengan kadar CO2 sampai 60 mg/liter asalkan kadar oksigen
tinggi. Konsentrasi CO2 dalam air berhubungan erat dengan proses repirasi dan
fotosintesis, konsentrasi CO2 naik pada malam han dan turun pada siang hail. Karbon
dioksida tidak dapat menurunkan pH lebih rendah dan 4,5. Penurunan pH yang Iebih
rendah disebabkan oleh asam organik dan asam mineral, seperti asam sulfat yang
berasal dan oksidasi Fe.

e. Total Alkalinitas
Total alkalinitas adalah konsentrasi total basa (ion negatif) yang ada dalam air dan
dinyatakan dalam mg/I CaCO3. Alkalinitas terdiri atas atom ion-ion karbonat (CO3-2)
dan bikarbonat (HCO3-). Keduanya merupakan penyangga (buffer) terhadap goncangan
pH melalui sifatnya yang dapat bersifat asam Iemah dan bersifat basa lemah. Disamping
itu, alkalinitas dapat melepaskan CO2 ketika konsentrasinya rendah karena proses
fotosintesis, sebaliknya dapat mengikat CO2 pada waktu konsentrasinya tinggi.
Pengaruhnya yang bersifat asam tersebut, CO2 dapat berperan dalam reaksi amonium,
yakni menurunkan pembentukan NH3 yang beracun bagi ikan. Air yang mempunyai total
alkalinitas kurang dari 15 mg/I mengandung CO2 rendah, sedangkan kandungan antara
20-50 mg/I mengandung CO2 yang cukup untuk produksi plankton.

f. Total kesadahan (Total hardness)


Total kesadahan adalah konsentrasi total ion logam bervalensi terutama Ca, senyawa Mg
yang dinyatakan dalam mg/I CaCO3. Kesadahan sama pentingnya dengan alkalinitas.
Konsentrasinya terkadang lebih tinggi dari pada alkalinitas atau sebaliknya. Pada
umumnya air yang paling produktif untuk pemeliharaan ikan mempunyai nilai total.

g. NH3
Amonia (NH3) dalam air baik dari ekskresi ikan maupun hasil dekomposisi bahan
organik, dalam air membentuk reaksi keseimbangan dengan NH4+ dan OH-.
Konsentrasinya tergantung pada pH dan suhu air. Konsentrasi NH3 naik dengan semakin
tinggi pH dan suhu air. NH3 sangat beracun bagi ikan, sedangkan NH4+ tidak beracun.
Konsentrasi NH3 dalam air antara 0,6-2 mg/I dapat meracuni kebanyakan ikan dalam
waktu yang pendek (Boyd 1982). Apabila konsentrasi amonium tinggi maka sering
diikuti konsentrasi nitrit yang tinggi pula (Boyd dan Lichkoppler 1979).

h. H2S
H2S berasal dari tanah yang mengandung deposit sulfida. Dalam pH yang rendah
timbulnya H2S berkurang dari I mg/I bisa mematikan ikan blugill dengan cepat. Lc50 3
jam H2S terhadap burayak chanal catfish adalah 0,8 mg/I, pada suhu 25 - 35 °C. Pada pH
adalah 1,0 mg/I, terhadap fingerling 1,3 mg/I terhadap benih lebih besar dari fingerling
dan untuk ikan dewasa adalah 1,4 mg/I (Bonn dan Fallis 1967).

i. Polutan
Polutan biasa berasal dari Iimbah industri, rumah tangga, pembangunan dan pertanian
yang masuk kedalam kolam bersama air. Chlor bebas atau chloramine yang digunakan
untuk air PAM pada konsentrasi 0,05 - 0,3 ppm toksis terhadap ikan air tawar. Pada
umumnya konsentrasi antara 2 - 10 mg/I menyebabkan keracunan akut. Sejumlah
deterjen menyebabkan toksis akut terhadap ikan air tawar pada konsentrasi di bawah
10 ppm. Logam berat seperti Ag, Hg, Cu, Pb, Zd, Zn, Al, Ni dan dari golongan logam-logam
yang relatif tinggi toksisnya. Garam-garam dari logam beracun seperti Ag, Hg dan Cu
dilaporkan berbahaya bagi ikan tawar pada kosentrasi sekitar 0,01 ppm. Menurut EPA
(1972) dalam Boyd dan Lichkoppler 1979) kadar Mg dapat mematikan ikan adalah 10
ppb, Ca antara 0,3-50 ppb.

Anda mungkin juga menyukai