Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH EKOLOGI AKUATIK

BUDIDAYA PERAIRAN

Disusun oleh
Nursary Nurul Samsi

131810401022

Laili Nur Azizah L.

131810401004

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
UNIVERSITAS JEMBER
2015

BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Budidaya perairan (akuakultur) merupakan bentuk pemeliharaan dan
penangkaran berbagai macam hewan atau tumbuhan perairan yang menggunakan
air sebagai komponen pokoknya. Budidaya perairan merupakan ilmu untuk
memelihara biota air secara terkontrol dan untuk meningkatkan produksi dengan
menggunakan input teknologi. Budidaya air (aquaculture) merupakan istilah yang
umumnya digunakan untuk pemeliharaan organisme air.
Prinsip dari lingkungan budidaya perairan adalah semua lingkungan yang
di dalamnya terdapat kehidupan biota air dapat digunakan untuk budidaya air
tertentu.

Namun

faktor

pembatas

juga

merupakan

parameter

untuk

keberlangsungan jenis biota air yang dibudidayakan di suatu perairan misalnya


parameter kualitas air. Selain itu juga harus diketahui tipe lingkungan yang dapat
berpotensi sebagai budidaya perairan. Jenis sistem budidaya perairan dibagi
menjadi ekstensif, ektensif plus, semi intensif, dan intensif.
Pengelolaan budidaya air itu bertujuan dan mempertahankan hasil
maksimum dari sumber perairan dengan cara mencegah atau menekan
karakteristik-karakteristik lingkungan alami yang merusak atau merugikan. Untuk
merealisasikannya maka pengelolaan kualitas air harus dapat melibatkan semua
komponen masyarakat, sehingga dapat diperoleh hasil yang optimal. Oleh karena
itu harus diketahui cara pengelolahan budidaya perairan yang baik dan benar.
Pemilihan lokasi yang tepat merupakan faktor terpenting dalam budidaya
perairan.
Produksi ikan tawar dan laut sekarang ini 5-10% berasal dari budidaya.
Namun para ahli berpendapat bahwa teknologi budidaya air sekarang ini kira-kira
masih terbelakang 100 tahun dibanding dengan teknologi pertanian pangan.
Indonesia mempunyai peluang yang sangat baik untuk pengembangan budidaya
perikanan.
1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang dapat diambil dari budidaya perairan


adalah sebagai berikut:
1. Apa saja tipe lingkungan budidaya perairan?
2.Apa saja jenis sistem budidaya perairan?
3. Apa saja syarat yang dibutuhkan dalam usaha budidaya perairan?
1.3Tujuan
Adapun tujuan yang dapat diambil dari budidaya perairan adalah sebagai
berikut:
1. Mengetahui tipe-tipe budidaya perairan
2. Mengetahui jenis sistem budidaya perairan
3. Mengetahui syarat yang dibutuhkan dalam usaha budidaya perairan.

BAB 2. PEMBAHASAN
Istilah budidaya perairan menunjukkan keadaan yg diinginkan dalam
menghadapi perikanan di masa yang akan datang, budidaya perairan merupakan
usaha pengolahan sumber-sumber perikanan yang paling rasional dilakukan
secara buatan atau artifficial dan tidak tergantung pada metode tradisiional.
Tujuan budidaya perairan adalah untuk meningkatkan produktivitas daerah
perikanan melalui pemeliharaan dan penambahan sumber-sumber perikanan untuk
mengembangkan produksi perikanan laut dan darat serta memperbaiki manajemen
perikanan. Dengan demikian budidaya perairan adalah suatu metode produktif
dimana manusia menempati daerah tertentu secara pasti, ia mengawasi secara
pasif kehidupan serta lingkungan organisme air dengan tujuan pembenihan dan
pengembangan (Ghufran, 2008).
Prinsip

dari

lingkungan

budidaya

perairan

adalah

semua

lingkungan yang di dalamnya terdapat kehidupan biota air dapat digunakan untuk
budidaya air tertentu. Namun faktor pembatas juga merupakan parameter untuk
keberlangsungan jenis biota air yang dibudidayakan di suatu perairan misalnya
parameter kualitas air. Perairan tawar yang tergenang memiliki kandungan
oksigen rendah, di bawah 3 ppm (part per million) hanya jenis ikan tertentu yang
hidup dan dapat bertahan lama, seperti ikan lele (Clarias sp.), betok (Annabas
testudineus), gabus (Channa sp.), sepat (Trichogaster sp.) dan gurame
(Osphronesus gouramy). Ikanikan tersebut dilengkapi dengan alat pernapasan
tambahan sehingga mampu menyerap oksigen di luar air (Effendi,2003).
A.TIPE TIPE BUDIDAYA PERAIRAN
1. Budidaya Perairan berdasarkan sumber daya air
Budidaya air tawar (freshwater culture)
Kegiatan sumber daya air dari perairan tawar sebagai media
kegiatannya. Secara fisik perairan tawar memiliki karakteristik kadar
garam NaCl-nya adalah 0 ppt ( part per thousand = satu gram garam dalam
satu liter air). Wilayah budidaya air tawar umumnya berada di daerah yang
memilki sumber daya mata air , sungai, danau, waduk, saluran irigasi, air

hujan dan air sumur, serta genangan air tawar lainnya, baik yang ada di
pegunungan, perbukitan, dan dataran tinggi hingga dataran rendah dan
pantai. Perikanan budidaya air tawar memiliki jenis ikan yang sangat
beragam untuk dibudidayakan. Hal ini tentu sangat wajar karena umumnya
komoditas perikanan budidaya air tawar mudah untuk dibudidayakan dan
modal yang dibutuhkan tidak semahal budidaya air laut dan air payau.
Selain itu, perikanan budidaya air juga lebih memasyarakatkan karena
jenis ikannya lebih banyak dikenali dan digemari.
Budidaya air payau (brackishwater culture)
Kegiatan budidaya air payau dilakukan pada sumberdaya air payau sebagai
pencampuran masa air tawar dan masa air laut yag memiliki karakteristik
fisik kadar garamnya berkisar antara 1-32 ppt. Budidaya air payau
umumnya dilakukan di kawasan pesisir, seperti pantai, muara sungai, dan
rawa payau, serta kawasan lainnya yang masih dipengaruhi oleh pasang
surut air laut. Budidaya air payau merupakan salah satu subsektor
perikanan budidaya yang sebagian besar komoditasnya memiliki nilai
ekonomis yang tinggi dan merupakan komoditas ekspor.
Budidaya air laut (maricuture)
kegiatan bdidaya laut dilakukan di wilayah perairan laut yang
memiliki karakteristik fisik kadar garamnya berkisar antara 32 -35 ppt.
Meskipun tempat aktivitasnya berada di daratan atau jauh di daratan
namun suplai air lautnya masih bisa memadai untuk kegiatannya. Biota
yang dikembangkan pada kegiatan marikultur adalah organisme yang
memiliki habitat aslinya adalah laut.
(Ghufran,1996)
2. Budidaya perairan berdasarkan asal bibit diperoleh
Bertani atau Farming
bila bibit diambil dari habitat alami tiap musim
Budidaya atau Culture
bila bibit diperoleh dari telur dalam kolam pemijahan dan perawatan (hatcheries)
Budidaya Intermedier
disamping budidaya dengan bibit yang diperoleh dari pemijahan dan perawatan,
ada juga dengan menangkap induknya dari alam kemudian dipijahkan dan
telurnya diambil serta larva dipelihara dalam perawatan dan digunakan sebagai
bibit

(Brotowijoyo, 1995).
3. Budidaya Perairan berdasarkan zonasi darat-laut
Inland aquaculture
Merupakan kegiatan akuakultur yang dilakukan di darat dengan
menggunakan sumber air tawar (mata air, sungai, danau, waduk, saluran
irigasi, air hujan, air sumur,dll) atau; air payau.
Marine aquaculture
Merupakan kegiatan akuakultur yang dilakukan di laut.
(Sarnita, 1986).
B. Sistem Teknologi Aquaculture
Didefinisikan sebagai wadah produksi beserta komponen lainnya dan
teknologi yang diterapkan pada wadah tersebut dan bekerja secara sinergis dalam
rangka mencapai tujuan yaitu memproduksi ikan dan akhirnya mendapatkan
keuntungan.Sistem tersebut adalah kolam air tenang, kolam air deras, tambak,
jaring apung, jaring tancap, keramba, kombongan, penculture, enclosure, longline,
rakit, bak-tangki-akuarium, dan ranching (melalui restocking). Pemilihan sistem
tersebut tergantung pada sumber daya air yang ada seperti tambak dipilih untuk
kawasan yang memiliki sumberdaya air payau seperti dekat muara sungai, pantai,
rawa payau, atau paluh. Sistem budidaya perairan ini juga bisa dikelompokkan
menjadi:
Land-base aquaculture
Kegiatan akuakultur yang berbasiskan daratan, dimana unit budidaya berlokasi di
daratan dan mengambil air dari perairan di dekatnya.
-contoh: kolam air tenang, kolam air deras, sawah, dan tambak.
-terdapat pembatas antara unit budidaya dengan perairan sebagai sumber air,
minimal oleh pematang sehingga land base aquaculture merupakan sistem tertutup
(closed system).
- faktor lingkungan eksternal yang mempengaruhi sistem produksi,seperti
pencemaran, dapat direduksi dengan cara menutup aliran air masuk ke dalam
sistem atau men-treatment air terlebih dahulu sebelum digunakan.
Water-base aquaculture
kegiatan akuakultur yang berbasiskan perairan, dimana unit budidaya
ditempatkan di badan perairan (sungai, saluran irigasi, danau, waduk, dan laut)
- contoh: jaring apung, rakit apung, jaring tancap, karamba, dll.
- interaksi antara ikan (unit) budidaya dengan lingkungan perairan berlangsung
hampir tanpa pembatasan sehingga merupakan sistem terbuka (open system)

- lebih mudah terkena dampak pencemaran atau sebagai salah satu


sumber pencemaran lingkungan.
(Reza,2011).
C. BUDIDAYA PERAIRAN YANG DILAKUKAN PADA BERBAGAI TIPE
WADAH PERAIRAN
1. Waduk
adalah tampungan untuk menyimpan air pada waktu kelebihan agardapat
dipakai pada waktu diperlukan ,dapat dipakai untuk usaha pemeliharan ikan air
tawar dan udang galah dengan menggunakan metode hampang di perairan
dangkal dan metode sangkar serta keramba jaring apung dibagian perairan yang
dalam. Penerapan metode tersebut harus memperhatikan faktor lokasi agar
terhindar dari gangguan angin dan gelombang. Di perairan yang luas dan terbuka,
angin kecang dan gelombang sering terjadi.
Perairan waduk yang terbentuk mungkin hanya cocok sebagai daerah
pertumbuhan, tetapi tidak sebagai daerah pemijahan bagi beberapa jenis ikan asli
sungai, sehingga ikan tersebut hanya dapat tumbuh namun tidak dapat
melanjutkan keturunannya. Oleh sebab itu, maka di dalam pengelolaan
sumberdaya perairan waduk, salah satu hal yang penting untuk diperhatikan
adalah kondisi habitat agar habitat baru tersebut sesuai bagi persyaratan
perkembangan populasi ikan untuk menyelesaikan daur hidupnya. Agar produksi
perikanan di perairan waduk meningkat dan sesuai dengan sasaran yang
diharapkan, maka pengelola perikanan harus mampu memanipulasi dan
memodifikasi habitat waduk sehingga sesuai dengan persyaratan yang diperlukan
oleh populasi ikan. Hal ini dapat dilakukan dengan mempertimbangkan
pembersihan tumbuhan sebelum waduk diairi, penyediaan daerah pemijahan dan
jalur ikan, pengelolaan daerah hilir bendungan, dan pengendalian tanaman air
(Soedibyo, 2003).

http://wisataindonesia.biz/
2. Danau
Danau adalah cekungan besar di permukaan bumi yang digenangi oleh air
bisa tawar ataupun asin yang seluruh cekungan tersebut dikelilingi oleh daratan.
Kebanyakan danau adalah air tawar dan juga banyak berada di belahan bumi utara
pada ketinggian yang lebih atas. Biasa digunakan untuk usaha pemeliharaan ikan
air tawar dan udang galah, perairan danau dibedakan atas perairan dalam dan
dangkal. Pada perairan dalam dapat dilakukan usaha budidaya ikan dan udang
galah dengan menggunakan metode sangkar dan keramba jaring apung,
sedangkan diperairan dangkal metode hampang dan ranching (Cahyono, 2001).

http://www.metrosiantar.com/
3. Rawa
Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yang terkandung di
dalamnya, tergenang secara terus menerus atau musiman, terbentuk secara alami
di lahan yang relatif datar atau cekung dengan endapan mineral atau gambut, dan

ditumbuhi vegetasi, yang merupakan suatu ekosistem. Rawa dapat dibedakan


menjadi dua, yaitu rawa pasang surut dan rawa lebak. Rawa pasang surut
merupakan rawa yang terletak di tepi pantai atau dekat pantai, di muara sungai
atau dekat muara sungai, dan tergenangi air yang dipengaruhi pasang surut air
laut, sedangkan rawa lebak merupakan rawa yang terletak jauh dari pantai dan
tergenangi air akibat luapan air sungai dan/atau air hujan yang menggenang secara
periodik atau menerus (Sarnita, 1986).

http://www.antarasulsel.com/
4. Sungai
Sungai adalah salah satu dari badan-badan perairan yang terdapat di
permukaan tanah dan memegang peranan penting bagi masyarakat dan
pembangunan. Dalam aliran sungai terkandung mineral-mineral yang dapat larut
dan terbawa sehingga mengubah kualitas air sungai tersebut. Kualitas air sungai
merupakan lingkungan abiotik yang sangat menentukan bagi kelansungan
organisme perairan termasuk ikan. Kualitas air meliputi barameter fisika (suhu,
warna, dan kekeruhan), kimia (pH, Oksigen terlarut (DO), karbondioksida (CO2),
fosfat (PO4), dan Amoniak (NH3)), Biologi, dan radio aktif. Menurunnya kualitas
air disebabkan oleh meningkatnya kandungan bahan organik dan an organik yang
masuk ke dalam air sehingga menyebabkan menurunnya produktifitas sumber
daya air (Asmawi,1984).

http://www.bibitikan.net/
5. Lautan
Dalam budidaya biota air lautan dengan menempatkan atau membuat
wadah pemeliharaan pada perairan, maka media pemeliharaan termasuk bagian
dari perairan terbuka, sehingga kualitas air di dalam media tergantung pada
kualitas di perairan secara keseluruhan. Kualitas air di perairan terbuka tidak bisa
dikendalikan atau dikontrol, namun pada batas tertentu wadah pemeliharaan di
lokasi dapat menyebabkan penurunan kualitas air di lokasi penempatan dan
sekitarnya, terutama lokasi terlindung seperti teluk (Cahyono, 2001).

http://wisataindonesia.biz/
6. Pesisir
Daerah pesisir dan estuarin dapat diterapkan system budi daya tambak,
keramba jaring apung dan hampang. Selain itu, dapat dilakukan budidaya rumput

laut dan organisme lain di kawasan pasang surut. Tambak untuk budidaya ikan
dan udang windu atau udang putih diisi dengan air laut atau air payau (gabungan
air laut dan air tawar) yang diambil di pantai dan sungai. Mutu lingkungan tambak
dipengaruhi oleh 2 faktor utama yaitu lingkungan internal dan lingkungan
ekstrenal. Lingkungan internal adalah ekosistem di dalam unit tambak yang
sepenuhnya dapat dikontrol atau dikendalikan oleh petambak. Sedangkan
lingkungan eksternal adalah ekosistem diluar tambak yang terutama diwakili oleh
perairan pesisir dan DAS (Daerah Aliran Sungai) yang cukup dominan
pengaruhnya terhadap kondisi lingkungan internal di dalam tambak. Lingkungan
eksternal bersifat umum yang mencakup beberapa tipe ekosistem, antara lain
ekositem estuarin, ekosistem sungai, rawa dan daratan.
Biota air yang umum dipelihara di tambak, hampang dan KJA di daerah
pesisir dan estuarin terutama biota laut yang bersifat euryhaline (hidup pada
kisaran salinitas luas) seperti bandeng, kakap putih, udang windu, ikan ikan
demersal yang hidup di terumbu karang seperti kerapu, ikan ikan yang hidup di
dasar peraiaran berpasir atau berlumpur dari perairan dangkal hingga dalam
seperti kakap merah dan ikan yang hidup di pesisir hingga dapat masuk ke sungai
(Budiharsono, 2005).

http://bisnisukm.com/
7. Tambak
tambak merupakan suatu genangan air atau perairan buatan manusisa yang
luasnya terbatas, mudah dikuasai dan digunakan untuk memelihara biota air.
Kolam atau tambak terbuat dari tanah dan dibangun diatas hamparan tanah.

Wadah ini mudah dikuasai, artinya mudah diisi air, mudah dikeringkan dan mudah
diatur penggunaannya sesuai dengan tujuan budidaya.Keuntungan kolam tanah
yaitu pembiayaannya relatif murah dan sangat mendukung pertumbuhan pakan
alami atau plankton. Tambak dari segi letaknya terhadap lautan dan muara sungai
dibedakan menjadi 3 golongan yaitu tambak layah, tambak biasa dan tambak
darat. Jenis biota yang dapat dipelihara antara lain kakap putih, bandeng, mujaer
dan nila. Tambak darat lebih kecil salinitasnya daripada tambak layah karena pada
dasarnya air laut yang masuk ke dalam tanah yang berasal dari laut memang
masih bersalinitas tinggi (Effendi,2004).

http://anekapetanitambak.blogspot.co.id/
8. Kolam irigasi
Kolam irigasi adalah wilayah yang dibentuk manusia untuk usaha
pemeliharan ikan dan udang galah. Kolam irigasi digenangi air selama diperlukan
dan memperoleh air dari jaringan irigasi. Bentuk dan ukuran kolam disesuaikan
dengan fungsinya demikian juga dengan kedalaman airnya. Berdasarkan
fungsinya kolam dibedakan menjadi kolam induk, pemijahan, penetasan,
pendederan, pembesaran dan penampungan (Cahyono, 2001).

http://4.bp.blogspot.com
9. Sawah
Budidaya ikan dapat juga dilakukan di sawah. Sawah memiliki komponen sistem
budidaya seperti kolam air tenang atau tambak, yakni memiliki pematang dasar
sawah, pintu air, dan saluran air. Sistem teknologi budidaya perairan di sawah ini
dimungkinkan memiliki pengairan yang baik dan terkontrol.Keuntungan lain
adalah kotoran ikan dapat menjadi pupuk tambahan bagi padi, serangga
pengganggu tanaman padi dapat dimakan oleh ikan, dan petani lebih sering
mengontrol sawahnya sehingga tanaman padinya juga terkontrol dengan baik
(Effendi,2004).

http://babel.antaranews.com/
C. JENIS SISTEM BUDIDAYA PERAIRAN

Jenis jenis kolam yang akan digunakan sangat tergantung kepada sistem
budidaya yang akan diterapkan. Ada empat sistem budidaya yang biasa dilakukan
1. Sistem budidaya Ekstensif
Kolam yang digunakan adalah kolam tanah yaitu kolam yang keseluruhan
bagian kolamnya terbuat dari tanah (tradisional ). Pengelolaan usaha budidaya
perairan sistem ekstensif atau tradisional sangat sederhana, dan padat penebaran
yang rendah. Pada budidaya bandeng (Chanos chanos) di tambak misalnya, nener
(benih bandeng) ditebar dengan kepatan 3.000-5.000 ekor/ha atau 0,3-0,5 ekor/m.
Dengan padat penebran tersebut dipanen ikan bandeng 300-1000 kg/ha/musim.
Padat penebaran yang rendah juga diterapkan pada kolam air tawar. Di air
tawar, sistem budidaya ekstensif di mulai dengan petani ikan menangkap berbagai
jenis ikan di perairan umum (sungai, danau, waduk, atau rawa-rawa), kemudian
dipelihara di berbagai wadah pembesaran (kolam, keramba, sangkar, dan lainlain). Biota yang ditebar terdiri atas berbagai jenis dan padat penebaran yang
rendah. Pertumbuhan ikan bergantung pada kesuburan perairan. Sewaktu-waktu
petani memberi makanan tambahan berupa sisa-sisa dapur pada ikan peliharannya
(Reza,2011).
2. Sistem budidaya Ekstensif Plus
Pengelolaan budidaya sistem ekstensif plus atau tradisional plus adalah
perbaikan dari sistem ekstensif. Pada sistem ekstensif, biota budidaya yang
dipelihara sepenuhnya pada pakan alami. Pada sistem ekstensif plus, sekalipun
biota budidaya masih bergantung pada pakan alami, pembudidaya telah
melakukan beberapa kegiatan untuk membantu penyediaan pakan alami sehingga
memungkinkan adanya peningkatan padat penebaran.
Pola pengolaan ekstensif plus populer dalam budidaya bandeng dan udang
windu (Penaeus monodon). Pola ini diperkenalkan kepada petambak untuk
meningkatkan produksi bandeng dan udang yang saat itu (awal tahun 1980-an)
sangat rendah. Pada budidaya udang windu, penerapan sistem ekstensif plus baru
mampu meningkatkan produksi tambak hingga mencapai 500-800 kg/musim
panen (Reza,2011).
3. Sistem Budidaya Semi Intensif

Pola pengelolaan usaha budi daya perairan semi-intensif merupakan


perbaikan dari pola eksensif plus sehingga sering disebut pola ekstensif yang
diperbaiki. Penerapan pola semi -intensif dicirikan dari beberapa faktor:
1. Petak (pada tambak) pemeliharaan biota lebih kecil dibandingkan pada
pengelolaan ekstensif dan ekstensif plus
2. Padat penebaran lebih tinggi. Pada ikan bandeng antara 1-2 ekor/m2, sedangkan
pada udang windu antara 5-20 ekor/m2
3. Kegiatan pengelolaan wadah pemeliharaan semakin banyak. Pada tambak,
kegiatan dimulai dari pengelolaan tanah, pengapuran,dan pemupukan. Selama
pemeliharaan, biota budi daya juga diberikan pakan buatan dan tambahan secara
teratur, 1-2 kali/hari.
Sistem pengelolaan semi-intensif merupakan teknologi budi daya yang
dianggap cocok untuk budi daya udang di tambak di Indonesia karena dampaknya
terhadap lingkungan relatif lebih kecil. Selain kebutuhan sarana dan prasarana
produksi yang jauh lebih murah dibandingkan tambak intensif, yang lebih pokok
dari sistem semi-intensif ini, yaitu memberikan kelangsungan produksi dan usaha
dalam jangka waktu yang lebih lama. Manajemen pengelolaan tambak semiintensif tidak serumit tambak intensif. Itu karena padat penebaran benur/benih
yang tidak terlalu tinggi dan kebutuhan pakan yang tidak sepenuhnya
mengandalkan pakan buatan. Penurunan kualitas air juga tidak sedrastis tambak
intensif. Itu terjadi karena akibat dari penumpukan limbah organik yang berasal
dari sisa-sisa pakan dan kotoran udang. Sisa-sisa dan kotoran semakin menumpuk
sejalan dengan aktifitas budi daya. namun, pada tambak semi-intensif, kualitas air
masih bisa dipertahankan dalam kondisi yang cukup baik hingga menjelang panen
(Bardach,1972).
4. Sistem Budidaya Intensif
Menurut Reza (2011), Pola pengelolaan usaha budidaya perairan intensif
banyak diterapkan pada budidaya air tawar dan tambak. Teknologi budidaya
intensif ditandai dengan:

1. Petak tambak/kolam untuk pemeliharaan yang lebih kecil. Luas petak tambak
untuk budidaya udang dan bandeng antara 0,2-0,5 ha, walaupun ada pada petak
yang luasnya 1,0 ha yang dikelola secara intensif
2. Persiapan lahan untuk pemeliharaan (pengelolaan tanah dan perbaikan wadah
budidaya) dan penggunaan sarana produksi (kapur, pupuk, dan bahan kimia)
menjadi sangat mutlak dibutuhkan.
3. Biota budidaya bergantung sepenuhnya pada pakan buatan atau pakan yang
diberikan secara teratur.
4. Penggunaan sarana budidaya untuk mendukung usaha budidaya, seperti pompa
dan aerator.
5. Produksi (hasil panen) sangat tinggi.
(Reza,2011).
D. PERSYARATAN BUDIDAYA PERAIRAN
Pemilihan lokasi merupakan faktor terpenting dan sangat menentukan
dalam keberhasilan kegiatan tersebut. Pemilihan lokasi yang tidak tepat dapat
berpengaruh terhadap tingkat keberhasilan usaha dan dapat berakibat fatal apabila
tidak mempertimbangkan faktor teknis dan non teknis serta persyaratan umum
lainnya. Lokasi yang bermasalah dengan tingkat resiko yang tinggi serta tidak
memenuhi persyaratan ekologis sebaiknya dihindari. Lokasi yang memenuhi
persyaratan secara teknis akan mampu membantu kesinambungan usaha dan
target produksi. Dalam memilih lokasi yang tepat, ada tiga faktor yang perlu
diperhatikan, yaitu persyaratan umum, persyaratan sosial ekonomis dan
persyaratan kualitas air (parameter fisika dan kimia).
1.

Persyaratan Umum

Beberapa persyaratan umum dalam pemilihan lokasi yang baik adalah sebagai
berikut :
a. Kedalaman Perairan

Kedalaman perairan ideal untuk usaha pembenihan dan pembesaran ikan


Ikan Bawal Bintang adalah 5-15 meter. Perairan yang terlalu dangkal, kurang dari
5 meter, dapat mempengaruhi kualitas air karena dimungkinkan adanya polutan
maupun limbah hasil budidaya maupun limbah lainnya sehingga dikhawatirkan
akan mempengaruhi kualitas air yang akan dipakai.
b. Terlindung dari Angin, Gelombang Besar, Erosi dan Banjir
Perairan terbuka yang selalu menerima hempasan gelombang besar dan
angin yang kuat tidak disarankan sebagai lokasi budidaya. Lokasi demikian dapat
merusak konstruksi sarana budidaya (rakit) dan dapat mengganggu aktifitas
budidaya seperti pemberian pakan. Tinggi gelombang yang disarankan untuk
budidaya Ikan Bawal Bintang tidak lebih dari 0,5-1,0 meter. Selain itu lokasi
lahan juga terlindung serta bebas dari erosi dan banjir akibat pasang naik maupun
luapan sungai pada musim penghujan.
c. Jauh dari Limbah Pencemaran
Lokasi yang jauh dari limbah buangan seperti limbah industri, pertanian,
rumah tangga, dan limbah tambak sangat dianjurkan. Lokasi yang mengandung
limbah dapat mempengaruhi kualitas air sehingga kelangsungan budidaya Ikan
Bawal Bintang tidak berjalan dengan baik. Limbah rumah tangga biasanya dapat
menyebabkan tingginya konsentrasi bakteri di perairan. Limbah industri dapat
menyebabkan tingginya konsentrasi logam berat. Sementara limbah tambak dapat
meningkatkan kesuburan perairan sehingga organisme penempel seperti teritip
dan kerang-kerangan tumbuh subur, akibatnya organisme penempel ini menutupi
jaring.
d. Dekat Sumber Pakan
Lokasi harus dekat dengan sumber pakan karena pakan merupakan kunci
keberhasilan budidaya Ikan Bawal Bintang. Daerah penangkapan ikan yang

menggunakan lift-net atau bagan merupakan lokasi terbaik karena pakan berupa
ikan segar mudah diperoleh dan murah.
e. Dekat Sarana Dan Prasarana Transportasi
Lokasi yang dekat dengan sarana dan prasarana transportasi berupa jalan
darat menuju lokasi perlu dipertimbangkan dalam memilih lokasi budidaya
karena dapat membantu dan memudahkan pengangkutan benih dan hasil panen ke
pasar.
f.

Keamanan
Keamanan lokasi yang kurang terjamin sebaiknya dihindarkan. Bila
dipaksakan untuk dipilih, di lokasi ini akan sering terjadi pencurian. Akibatnya,
produksi yang diharapkan tidak bisa tercapai, namun hanya diperoleh kerugian
2.

Persyaratan Sosial Ekonomis

Beberapa persyaratan yang berkaitan dengan sosial ekonomis perikanan budidaya


adalah

Lokasi tersebut mudah dicapai dan tidak terlalu jauh dari daerah
pemasaran.

Status areal/lahan harus jelas untuk pemantapan investasi.

Perencanaan

pengembangan

wilayah

perlu

diperhatikan

untuk

menghindari terjadinya benturan penggunaan lahan dengan kegiatan


lainnya.

Usaha ini dapat memberikan manfaat kepada masyarakat sekitar.


(Reza,2011).

3.

Persyaratan Kualitas Air

Beberapa persyaratan kualitas air yang perlu diperhatikan antara lain kualitas fisik
air dan kualitas kimia air.
a Kualitas Fisik Air
Kualitas fisik air yang perlu diperhatikan dalam memilih lokasi terbaik untuk
budidaya Ikan Bawal Bintang antara lain kecepatan arus air, kecerahan air dan
suhu.

Kecepatan Arus Air

Kecepatan arus yang ideal untuk budidaya Ikan Bawal Bintang antara 20-40
cm/detik. Kuatnya arus dapat menyebabkan bergesernya posisi rakit. Sebaliknya,
arus air yang terlalu kecil dapat mengurangi pertukaran air keluar masuk jaring.
Hal ini akan berpengaruh terhadap ketersediaan oksigen terlarut dan penyakit,
terutama parasit akan mudah menyerang Ikan Bawal Bintang.

Kecerahan Air

Kecerahan perairan merupakan salah satu indikator untuk menentukan lokasi.


Perairan dengan tingkat kecerahan sangat tinggi (jernih) sangat baik sebagai
lokasi budidaya. Sebaliknya, perairan dengan tingkat kecerahan sangat rendah
menandakan tingkat bahan organik terlarut sangat tinggi. Perairan demikian
dikatagorikan cukup subur dan tidak baik digunakan. Perairan yang sangat subur
akan mempercepat perkembangan organisme penempel seperti lumut, cacing dan
kerang-kerangan. Selain itu jaring akan cepat kotor. Kecerahan perairan yang
cocok untuk budidaya Ikan Bawal Bintang adalah 2-10 mg/L (untuk partikel > 1
mikron) dan 2-3 mg/L (untuk partikel < 1 mikron).

Suhu

Perairan laut cenderung bersuhu konstan. Perubahan suhu yang tinggi


dalam suatu perairan laut akan mempengaruhi proses metabolisme, aktivitas
tubuh, dan syaraf ikan. Suhu optimal untuk pertumbuhan Ikan Bawal Bintang
antara 28-32 C.
b

Kualitas Kimia Air

Kualitas kimia air biasanya menjadi pertimbangan utama dalam pemilihan lokasi.
Hal ini disebabkan kualitas air erat kaitannya dengan ikan yang akan dipelihara.
Untuk itulah, kualitas kimia air perlu diketahui sebelum lokasi budidaya
ditentukan. Adapun beberapa parameter kualitas kimia air adalah sebagai berikut

Salinitas (Kadar Garam)

Fluktuasi salinitas dapat mempengaruhi pertumbuhan dan nafsu makan ikan.


Selain itu, lokasi yang berdekatan dengan muara sering mengalami stratafikasi
perbedaan salinitas yang dapat menghambat masuknya oksigen dari udara ke air.
Adapun salinitas yang ideal untuk budidaya Ikan Bawal Bintang adalah 29-32 %

Derajat Keasaman (pH)

Tolok ukur untuk menentukan kondisi suatu perairan adalah pH (derajat


keasaman). Suatu perairan yang memiliki pH rendah dapat mengakibatkan
aktivitas pertumbuhan menurun atau ikan menjadi lemah serta lebih mudah
terinfeksi penyakit dan biasanya diikuti dengan tingginya tingkat kematian. Ikan
Bawal Bintang akan sangat baik bila dipelihara pada air laut dengan pH 6,8-8,4.

Oksigen Terlarut

Konsentrasi dan ketersediaan oksigen terlarut (DO) dalam air sangat dibutuhkan
ikan dan organisme air lainnya untuk hidup. Konsentrasi oksigen dalam air dapat
mempengaruhi pertumbuhan dan konversi pakan serta daya dukung perairan.

Ikan Bawal Bintang dapat hidup layak dalam karamba jaring apung dengan
konsentrasi oksigen terlarut 5,0-7,0 ppm.
(Ghufron,1996).
E. BIOTA BUDIDAYA PERAIRAN
Komoditas Budi Daya Perairan / Akuakultur
Komoditas adalah barang atau produk yang bisa diperdangankan , jadi komoditas
akuakultur adalah spesies atau jenis ikan (dalam arti luas) yang diproduksi dalam
kegiatan akuakultur dan menjadi barang /produk yang bisa diperdagangkan.
Golongan ikan adalah spesies akuakultur yang memiliki sirip sebagai organ
penggeraknya. Contoh komoditas akuakultur dari golongan ikan adalah :

Ikan mas ( Cyprinus carpio )

Ikan nila ( Oreochromis niliticus )

Ikan lele ( Clarias sp )

Ikan gurami ( osphronemus gouramy )

Ikan patin ( Pangosius sp )

Ikan kerapu macan ( Epinephelus fusguttatus )

Ikan kerapu bebek ( Cromiletes altivelis )

Ikan kakap putih ( Lates calcarifer )

Ikan bandeng ( chanos chanos )

Golongan udang adalah spesies akuakultur yang memiliki karapas yaitu


kulit yang mengandung kitin sehingga bisa mengeras. Contoh komoditas
akuakultur dari golongan udang adalah :

Udang windu ( Paneos monodon )

Udang vanamei ( Litopaneus vannamei)

Udang bru ( Panaeus stylostris )

Udang putih ( Panaeus japonicus )

Udang galah crobrach tawar ( Macrobrachium rasenbergit )

Udang cerax ( Cherax sp )

Udang lobster ( Homarus sp )

Kepiting bakau ( Scylla serrata )

Golongan moluska adalah spesies akuakultur yang memiliki cangkang


yang keras. Contoh komoditas akuakultur dari golongan moluska adalah :

Karang mutiara ( Pinctada maxima )

Abalone ( Heliotis sp.)

Kerang hijau ( Mytilus sp.)

Kerang darah ( Anadara sp.)

Echinodermata adalah spesies akuakultur yang memiliki kulit berduri


berfungsi untuk alat bergerak. Contoh komoditas akuakultur dari
ekinodermata adalah :

Teripang ( Holothuria sp.) yang memiliki nama perdagangan sea


cucumber

Golongan alga adalah spesies akuakultur dari bersel tunggal, terdiri dari
mikrialga dan makroalga.

Contoh mikroalga/fitoplanton adalah Chlorella sp. Umumnya berupa makanan


alami bagi komoditas akuakultur lainnya, terutama untuk larva dan benih, kecuali
yang telah menjadi makanan kesehatan manusia.
Contoh makroalga adalah rumput laut seperti Euchema cottonii dan Glacilaria sp.
-

Komodits akuakultur yang sekarang sedang giat diusahakan adalah koral.


Biota ini selain untuk tujuan perdagangan, juga untuk konservasi terumbu

karang.
Berdasarkan jenis pakannya, komoditas akuakultur secara alamiah
dikelompokan menjadi 3 golongan :

1. Herbivora
Golongan herbivora adalah spesies akuakultur dengan makanan utamanya
berupa tanaman ( nabati ) contoh gurami sebagai pemakan daun (makrovita ),
kowan ( Ctenopharyngodon idella ), dan tawes ( Puntius javanicus ) sebagai
pemakan rumput, ikan mola ( Hypophthalmichthys molitrix ) dan tambakan
sebagai pemakan fitoplanton (mikrofita ), bandeng sebagai pemakan klekap, serta
sepat ( Trichogaster sp ) sbagai penakan fitoplankton atau perifiton. Klekap
adalah koloni makanan alami yang terdiri dari lumut, perifiton, dan benthos yang
tumbuh didasar tambak. Spesies herbivora pemakan fitoplanton disebut pula sbgai
herbivor microfiltering ( fitofagus )
2. Karnivora
Golongan karnivora adalah spesies akuakultur pemakan daging (hewani)
sehingga hewan ini disebut ikan prdator. Contohnya adalah kerapu, kakap putih,
betutu, belut, udang, dan lobster. Dalam akuakultur, ikan predator ini diberi pakan
berupa rucah segar atau memangsa ikan lainnya dan ikan berukuran lebih kecil.

Umumnya spesies predator relatif sulit menerima pakan buatan, antara lain berupa
pelet. Kerapu dan kakap putih sudah bisa menerima pakan pelet melalui
serangkaian pembelajaran makanan (weaning).
3. Omnivora
Golongan omnivora adalah spesies akuakultur yang bisa makan segala
jenis makanan. Makanan yang dikonsumsi spesies ini bisa sebagian besar dari
kelompok nabati sehingga disebut ikan omnivora yang cenderung herbivora,
contohnya ikan mas, nila, mujair, koki dan koi. Spesies golongan ini juga
mengonsumsi makanan yang sebagian besar dari kelopok hewani sehingga
disebut ikan omnivora yang mengarah ke karnivora, contohnya ikan lele, patin,
sidat, udang windu, udang galah, udang vanamei, dan udang biru.

Berdasarkan salinitas, komoditas akuakultur dibedakan menjadi :

1. Komoditas ikan laut : kerapu macan, kerapu bebek, napolion, karang


mutiara, dan rumput laut.
2. Komoditas ikan tawar : ikan mas, lele, gurami, nila, mujair, dan patin.
3. Komoditas air payau : udang windu dan bandeng.

Pemilihan spesies untuk akuakultur didasarkan kepada pertimbangan


karakteristik biologi, dan pasar serta sosial ekonomi.

1. Pertimbangan biologi
Meliputi reproduksi, fisiologi, tingkah laku, morfologi, ekologi dan distibusi biota
yang akan dikembangkan sebagai komoditas akuakultur. Beberapa pertimbangan
biologi tersebut adalah :
a. Kemampuan memijah dalam lingkungan bubidaya dan memijah secara buatan

b. Ukuran dan umur pertama kali matang gonad


c. Fekunditas
d. Laju pertumbuhan dan produksi
e. Tingkat trofik
f. Toleransi terhadap kualitas air dan daya adaptasi
g. Ketahanan terhadap stres dan penyakit
h. Kemampuan mengonsumsi pakan buatan
i. Konversi pakan
j. Toleransi terhadap penanganan
k. Dampak terhadap limgkungan
2. Pertimbangan ekonomi dan pasar
Pertimbangan ekonomi dan pasar lebih penting daripada pertimbangan biologi
dalam memilih spesies untuk dikulturkan. Pertimbangan ekonomi dan pasar dalam
memilih spesies mencakup beberapa hal, antara lain :
a. Permintaan pasar
b. Harga dan keuntungan
c. Sistem pemasaran (marketing)
d. Ketersediaan sarana dan prasarana produksi dan
e. Pendapatan masyarakat

(Reza,2011).

BAB 3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari budidaya perairan
adalah sebagai berikut:
1. Budidaya perairan (akuakultur) merupakan bentuk pemeliharaan
dan penangkaran berbagai macam hewan atau tumbuhan perairan
yang menggunakan air sebagai komponen pokoknya.
2. Terdapat jenis budidaya perairan berdasarkan sumberdaya air, asal
bibit diperoleh dan zonasi darat laut.
3. Tipe budidaya perairan berdasarkan wadahnya terdiri dari waduk,
rawa, sungai, danau, lautan, pesisir, tambak, kolam irigasi, dan
sawah.
4. Jenis sistem budidaya perairan dibagi menjadi ekstensif, ektensif
plus, semi intensif, dan intensif.
5. Penentuan lokasi yang tepat merupakan faktor terpenting dalam
budidaya perairan.

DAFTAR PUSTAKA
Asmawi. S.1984. Manajemen Kualitas Air untuk Budidaya Perikanan. Malang:
Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Perikanan Universitas Brawijaya.
Bardach, J.E., J.H. Ryther and W.O. McLarney, 1972. Aquaculture: The Farming
and

Husbandry of Freshwater and Marine Organisms, John Wiley and

Sons Inc.
Toronto. 868 p.
Budiharsono, Sugeng, 2005.Teknik Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan
Lautan. Jakarta : Pradnya Paramita
Brotowijoyo, Mukayat. 1995. Pengaruh Lingkungan Perairan dan Budidaya Air.
Yogyakarta : Kanisius.
Cahyono, Bambang. 2001. Budi daya ikan di perairan umum. Yogyakarta:
Kanisius.
Effendi, H.,2003. Telaah Kualitas Air, Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan .Yogyakarta : Kanisius
Effendi I. 2004. Pengantar Akuakultur. Jakarta: PT. Penebar Swadaya.
Ghufran H & Tancung, AndiBaso, 1996. Parameter Kualitas Air. Surabaya:
Karya Anda
Ghufran H. Kordi K., 2008. Budidaya Perairan. Bandung: PT. Citra Aditya.
Reza. 2011. Menejemen Pengelolaan Sistem Budidaya. Jakarta: PT. Pradyana
Paramita.
Sarnita, A. 1986. Perairan Umum di Indonesia sebagai salah satu Sumberdaya
Alam. Prosiding Seminar Perikanan Perairan Umum. Tanggal 1
September 1986. Jakarta.

Soedibyo.2003.Sistem Pengelolaan Lingkungan dan Limbah Industri. Bandung:


CV. Yrama Widya.

Anda mungkin juga menyukai