Anda di halaman 1dari 25

Materi

Inisiasi 8

Mutimanda Dwisatyadini

Hidrobiologi Terapan
• Pengelolaan perikanan

• ASPEK SUMBERDAYA

1.Modifikasi dan manipulasi habitat di perairan umum, dilakukan dengan menjaga


ataupun menyediakan daerah pemijahan ikan. Hal ini dimaksudkan agar sesuai
dengan persyaratan yang diperlukan untuk mendukung populasi ikan.

2.Pembersihan tumbuhan air yang bersifat mengganggu dari perairan umum. Hal ini
dilakukan dengan membersihkan semua tumbuhan air atau pada sebagian wilayah
perairan, agar perairan umum dapat digunakan sebagai tempat pengembangan
usaha perikanan.

3.Pengendalian tumbuhan air. Hal ini dilakukan dengan pencegahan dan


pengendalian secara fisik, kimia, dan biologi. Metode ini sangat tergantung
pada sifat alami dan cakupan dari masalah yang dihadapi, jenis tumbuhan air,
sasaran yang ingin dicapai, dan pembiayaan. Upaya mencegah masuknya tumbuhan
air yang mengapung dari sungai ke perairan umum yang dipakai untuk budidaya,
adalah dengan menggunakan penghalang yang diletakkan di bagian hulu.
Pengendalian tumbuhan air secara fisik pada umumnya tidak menimbulkan efek
samping, namun biasanya relatif mahal dan memerlukan waktu yang lama untuk
areal yang luas. Sementara pengendalian secara kimia harus hati-hati dan
harus memenuhi dosis yang dianjurkan, sehingga bahan kimia yang dipakai tidak
mencemari organisme perairan. Pengendalian secara biologi pada umumnya cukup
efektif dan tanpa efek langsung. Untuk keperluan tersebut dapat digunakan
ikan pemakan tumbuhan (herbivora) seperti ikan Tawes (Puntius javanicus) atau
ikan Nila (Oreochromis niloticus).
4. Pengendalian pendangkalan, dilakukan dengan penghijauan dan penataan penggunaan lahan di sekitar
perairan agar tidak terjadi erosi.
5. Pengendalian pencemaran, dilakukan dengan anjuran untuk tidak membuang limbah secara langsung ke
aliran air dan pembuatan water treatment sebelum limbah dibuang ke perairan umum. Di samping itu,
dapat ditembuh dengan melokalisasi pembuangan sampah yang agak jauh dari perairan umum dan
penyuluhan kepada masyarakat tentang perlunya menjaga kelestarian lingkungan perairan. Hal yang
tidak kalah penting adalah penerapan peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup dan
penegakan hukum terhadap pelaku pencemaran lingkungan hidup.
6. Pengendalian populasi, dilakukan dengan pengendalian jenis ikan yang tidak disukai, introduksi dan
penebaran ikan yang diharapkan berkembang, pengaturan permukaan air dan pencegahan, serta
pengendalian hama penyakit maupun parasit.
7. Pengendalian jenis ikan yang tidak disukai, dilakukan dengan penangkapan selektif menggunakan
pancing, bubu berumpan, jala atau tombak. Pengendalian ikan dengan menggunakan racun hanya boleh
dilakukan di perairan yang sangat terbatas sehingga tidak menyebar dan membahayakan sumberdaya
perairan, serta harus sesuai dengan peraturan yang berlaku.
8. Introduksi suatu jenis ikan, dilakukan dengan menganalisis risiko genetik, ekologi, biologi, dan potensi
penyakit yang mungkin ditularkan, serta penilaian lokasi baru untuk jenis introduksi maupun cara
pengendaliannya.
9. Penebaran, dilakukan melalui 2 pendekatan, yaitu dengan jenis asli dan baru. Penebaran dapat dengan
jenis ikan yang bersifat herbivora, omnivore, dan karnivora, tergantung pada maksud dan keadaannya.
Hendaknya penebaran tidak mempunyai efek negatif dari aspek ekonomi, estetika, dan keadaan
lingkungan. Selain itu, ikan yang ditebar harus mempunyai sifat cepat tumbuh dan berkembang biak.
10. Pengaturan permukaan air, diusahakan agar perubahannya tidak terjadi secara mendadak, karena sangat
mempengaruhi populasi ikan maupun pakan alaminya.
11. Pencegahan dan pengendalian penyakit ikan, dilakukan dengan desinfeksi terhadap ikan yang
diintroduksikan atau ditebarkan ke perairan umum.
12. Memperbanyak data mengenai potensi pengairan umum baik kualitas fisik, kimia air, flora, dan fauna
melalui peningkatan penelitian dan penyebaran informasi.
8. Desain dan tata letak unit budidaya harus mempertimbangkan aspek biologis ikan. Kondisi perairan dalam
karamba sebaiknya tidak lebih dari 2 x 2 x 2 m3 dan jarak antar unit budidaya harus cukup berjauhan agar
pertukaran air antar unit dapat berlangsung lebih bebas serta ditempatkan pada lokasi dan luasan yang telah
ditetapkan untuk budidaya, sehingga tidak mengganggu fungsi sektor lainnya.

9. Persyaratan jenis ikan untuk budidaya harus memenuhi persyaratan biologis (pertumbuhan cepat, toleran terhadap
kondisi limnologis, resistensi yang tinggi terhadap penyakit, bereaksi baik terhadap pakan yang diberikan,
mempunyai konversi efisiensi pakan yang kecil), dan ekonomis (mempunyai nilai pasar tinggi dan mudah dijual),
seperti ikan mas (Cyprinus carpio), nila (Oreochromis niloticus), jambal (Pangaesius sutchi), gurami
(Osphronemus gourami), lele (Clarias batrachus), tawes (Puntius javanicus), dan patin (Pangasius pangasius).

10. Operasional budidaya harus dilaksanakan dan sesuai dengan rencana dan sasaran yang ditetapkan serta
disesuaikan dengan kondisi lingkungan perairan sungai. Sebelum dilakukan operasional budidaya perlu jadwal
pelaksanaan yang memuat kegiatan mulai dari persiapan, pengadaan sarana, bahan dan peralatan, penebaran ikan,
pemberian pakan, perawatan dan pengawasan, pemantauan stok ikan, dan kualitas perairan serta pemanenan.
Aspek sosial, ekonomi, budaya, dan kelembagaan yang harus diperhatikan dalam
usaha perikanan di perairan umum antara lain:
1.Pengembangan perikanan dan pembekalan ilmu pengetahuan dan teknologi
perikanan di perairan umum harus diutamakan bagi masyarakat sekitar perairan
tersebut.
2.Pengembangan perikanan di perairan umum perlu suatu proyek percontohan
yang disertai kegiatan penyuluhan yang intensif termasuk penyediaan informasi
pasar.
3.Pengembangan perikanan tangkap dan budidaya harus diarahkan agar tidak
terjadi benturan yang dapat menimbulkan masalah sosial dengan cara penetapan
pembagian wilayah.
4.Penyaluran penduduk di bidang perikanan tangkap dan budidaya harus dikaji dan
diarahkan sehingga secara ekonomis skala usaha perikanan yang diterapkan
menguntungkan.
5.Pembentukan suatu wadah organisasi dan pelembagaannya perlu diadakan untuk
menjamin kemantapan harga dan menghindari persaingan yang tidak sehat di
antara petani ikan.
6.Penggalakan mengenai pentingnya mengkonsumsi ikan dilakukan melalui
kegiatan pameran, penyuluhan, maupun pengolahan menjadi produk yang lebih
disukai.
7.Perlu ditingkatkan koordinasi antar instansi terkait, agar tercapai pemanfaatan
sumberdaya perikanan secara optimal.
Aspek pengaturan yang perlu diperhatikan dalam usaha perikanan di perairan umum
adalah:

1.Pengaturan pembangunan perikanan perlu dilakukan agar tercapai hasil atau


produksi yang tinggi dan berwawasan lingkungan serta memperhatikan kepentingan
sektor lain.
2.Pengaturan pembagian luas dan alokasi areal usaha, tingkat intensifikasi, dan
distribusi lokasi usaha perikanan perlu ditata lebih baik, sehingga dalam pemanfaatan
sumberdaya perikanan tidak terjadi tumpang tindih.
3.Pengembangan kegiatan perikanan di perairan umum harus sesuai dengan tata ruang
yang telah ditetapkan.
4.Pengaturan keseimbangan antara populasi ikan dan pemangsa, yaitu 4:1. Usaha
untuk memperbaiki keseimbangan populasi ikan perlu dilakukan melalui introduksi
ikan jenis baru dan penebaran kembali jenis yang telah ada.
5.Pengendalian penangkapan ikan dilakukan dengan cara:
a. penetapan daerah dan musim atau bulan larangan penangkapan ikan;
b. pengaturan ukuran ikan terkecil yang boleh ditangkap yaitu dengan penetapan
ukuran terkecil mata jaring insang dan ukuran mata pancing rawai yang boleh dipakai
nelayan;
c. Pengaturan upaya penangkapan, misalnya: jumlah nelayan atau unit tangkap;
d. Larangan penggunaan alat tangkap ikan yang dapat membahayakan
kelestarian sumberdaya perikanan, misalnya penggunaan peledak, bahan racun, arus
listrik, dan jaring dengan ukuran mata jaring kecil;
e. Pemindahan daerah nelayan di daerah fishing ground yang baru;
f Membatasi laju intensitas penangkapan ikan agar sesuai dengan kemampuan
produksi dan daya pulihnya sehingga produksi yang optimal terjamin.
• Beberapa kemungkinan dampak pembangunan
terhadap ekosistem perairan, yaitu:

• Kerusakan habitat secara langsung, seperti


penimbunan rawa atau kanal, penggalian pasir
atau kerikil pada sungai.

• Perubahan langsung aliran air, seperti


penggenangan atau perubahan arah aliran air
untuk kebutuhan konsumsi.

• Perubahan langsung sifat-sifat fisik dan


kimia air, seperti limbah industri,
pertanian, atau domestik.

• Perubahan sifat-sifat daerah aliran air


sungai, penggundulan vegetasi yang
mengakibatkan erosi tanah, tanah yang
mengakibatkan banjir atau berkurangnya
Berhasilnya konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya berkaitan erat
dengan tercapainya 3 (tiga) sasaran, yaitu:
1. Menjamin terpeliharanya proses ekologis yang menunjang sistem penyanggah
kehidupan bagi kelangsungan pembangunan dan kesejahteraan manusia
(perlindungan penyanggah kehidupan);
2. Menjamin terpeliharanya keanekaragaman sumber genetik dan tipe-tipe
ekosistemnya sehingga mampu menunjang pembangunan, ilmu pengetahuan dan
teknologi yang memungkinkan pemenuhan kebutuhan manusia yang
menggunakan sumberdaya alam hayati (pengawetan sumber plasma
nutfah);
3. Mengendalikan cara-cara pemanfaatan sumberdaya alam hayati sehingga
terjamin kelestariannya.
Strategi satwa liar Green Plan terdiri dari 5 tekanan utama yaitu:
1.Pengembangan ilmu tentang satwa liar dan penelitian kesehatan
Satwa liar merupakan indikator berharga dari kesehatan ekosistem.
2. Kegiatan langsung untuk melindungi keanekaragaman satwa liar
Kegiatan ini berupa upaya meningkatkan populasi dari spesies dalam bahaya kepunahan maupun
yang tidak.
3. Perundang-undangan baru untuk memberantas perburuan liar dan perdagangan
gelap
Perdagangan gelap dalam satwa liar dan produknya merupakan bisnis besar, baik di Kanada
maupun di berbagai penjuru dunia.
4. Memperkuat penegakan hukum satwa liar
Dalam kaitan ini ditetapkan hukum yang lebih keras dan sanksi yang lebih berat.
5. Mengkonservasi habitat satwa liar
Pemerintah menekankan pada tindakan kerjasama dengan industri, pemerintah lain
(provinsi), organisasi penduduk asli, dan organisasi/sektor swasta.
Adapun jenis tumbuhan dan satwa yang termasuk
golongan yang dilindungi adalah yang mempunyai
kriteria:
a. Mempunyai populasi yang kecil;
b. Adanya penurunan yang tajam pada jumlah
individu di alam;
c. Daerah penyebaran terbatas (endemik).

Pengelolaan jenis tumbuhan dan satwa di dalam habitatnya


dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan:
a. Identifikasi;
b. Inventarisasi;
c. Pemantauan;
d. Pembinaan habitat dan populasinya;
e. Penyelamatan jenis;
f. Pengkajian, penelitian, dan pengembangannya.
Pengelolaan jenis tumbuhan dan satwa di luar habitatnya dapat dilakukan
dalam bentuk kegiatan:
a.Pemeliharaan;
b.Pengembangbiakan;
c.Rehabilitasi satwa;
d.Penyelamatan jenis tumbuhan dan satwa;
e.Pengkajian, penelitian dan pengembangannya.

Dalam rangka pengawetan tumbuhan dan satwa perlu dilakukan


pengawasan dan pengendalian melalui tindakan preventif. Tindakan
preventif antara lain meliputi:
a.Penyuluhan;
b.Pelatihan penegakan hukum bagi aparati-aparat penegak hukum;
c.Penerbitan buku-buku manual identifikasi jenis tumbuhan dan
satwa yang dilindungi.
Indeks biologis dapat memberikan indikasi
mengenai:
1.Pengevaluasian terhadap pengaruh
pencemaran bahan organik dan anorganik;
2. Pendeteksian terhadap penghilangan
bahan beracun;
3. Pengevaluasian terhadap pengaruh
perubahan fisik;
4. Tindak lanjut dari self-purification
badan air; dan
5. Penentuan lokasi cleaning station
(pengelolaan limbah) dan studi pengaruhnya
pada kualitas air.
 
• Penilaian kualitas air suatu perairan secara biologis dapat
dilakukan dengan menggunakan indeks biologis, diantaranya yaitu:

1.Indeks Biotik, pertama kali dikembangkan oleh Woodiwiss tahun 1964


adalah TBI (Trent Biotic Index). Indeks Biotik ini dibuat
berdasarkan hadir atau tidaknya keenam kelompok bioindikator:
Plecoptera, Ephemeroptera, Trichoptera, Gammarus, Asellus dan
Tubificidae, dan kelompok Chironomidae.

2.Chandler’s Biotic Score didesain untuk sungai-sungai di daerah


pegunungan Scotlandia. Pada sistem ini Avertebrata makro dibagi
menjadi kelompok-kelompok indikator seperti pada TBI. Ini semua
merupakan gambaran ulang dari indeks saprobik. Setiap kelompok
indikator diberi skor berdasarkan tingkat sensitifitasnya pada
pencemaran bahan organik dan kelimpahannya pada suatu perairan.
Skor kelompok indikator perairan “bersih” bertambah seiring dengan
meningkatnya kelimpahan kelompok. Kelompok Avertebrata makro yang
toleran mendapat skor lebih kecil dari yang tidak toleran.
4. Indeks Biotik BMWP (Biological Monitoring Working Party). Sistem ini telah dikembangkan dan
dijadikan metode standar untuk pengujian kualitas air sungai di Britania Raya. Pada sistem ini hanya
memerlukan identifikasi Avertebrata makro sampai level famili saja. Setiap famili yang hadir diberi
skor berdasarkan toleransinya pada pencemaran bahan organik. Famili yang tidak toleran diberi skor
yang tinggi. Indeks dari BMWP diperoleh dengan menghitung jumlah keseluruhan skor setiap famili
yang diperoleh pada setiap kali sampling. Walaupun BMWP diakui cukup sensitif untuk mendeteksi
perubahan komunitas Avertebrata makro karena pencemaran bahan organik, namun BMWP masih
dipengaruhi oleh besarnya sampel dan teknik sampling. Untuk mengurangi pengaruh ini ASPT
(Average Score PerTaxon) dikembangkan. Dalam sistem ini jumlah taxa pada setiap sampel
diperhitungkan, sehingga pengaruh besarnya sampel dan teknik sampling dapat diperkecil. Skor
ASPT diperoleh dengan menghitung jumlah keseluruhan indeks BMWP dibagi jumlah taxanya.
5. Belgium Biological Index (BBI). BBI adalah suatu metode yang didasarkan pada studi Avertebrata
makro akuatik. Penggunaan metode ini adalah untuk pendekatan ekologis dan evaluasi kualitas air.
Keberadaan organisme Avertebrata makro yang terdapat di dasar perairan mencerminkan perubahan
lingkungan yang disebabkan oleh polutan yang masuk. Metode ini memberikan suatu evaluasi
objektif mengenai keadaan ekologis sungai yang pada akhirnya memberikan suatu gambaran tentang
kualitas airnya. Keuntungannya terletak pada kesederhanaan, terpercaya, kegunaannya, dan biaya
relatif murah.
• Pada metode BBI, ada 3 tahapan untuk menentukan
indeks biologis, yaitu:

• Pengumpulan berbagai macam taksa Avertebrata


makro yang hidup dalam suatu bagian yang
terbatas dari badan air yang diteliti;

• Pemilahan dan pengelompokan hewan Avertebrata


makro menurut filum atau genus sampai mencapai
tingkatan taksonomi yang diperlukan;

• Penentuan indeks biologis dengan mempergunakan


tabel standar yang dimodifikasikan dari Tuffery
dan Verneaux tahun 1968 yang berdasarkan pada
jumlah Sistematika Unit (SU) dan kepekaan
kelompok fauna yang ada.
Sahri, A., E. Hilmi dan P. Sukardi. 2007. Pola Sebaran Kualitas Air di
Daftar Pustaka Laguna Segara Anakan Cilacap. Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan. Sains
Alaerts, G. dan S. S Santika. 1987. Metode Penelitian Air. Usaha Nasional, Surabaya. Akuatik Vol. 10. (2), November 2007: 127-133.
APHA. 2005. Standart Methods of the Examination of Water and Wastewater. American Shirota, A. 1966. The plankton of South Vietnam: Freshwater and
Water Works @ssociation Water Pollution Control Federation, New York. Marine plankton. Over. Tech. Coop. Agen. Japan.
Barus. 2002. Pengantar Limnologi. Jurusan Biologi FMIPA Universitas Sumatra Utara. Siregar, A.S., I. Sulistyo dan Setijanto. 2008. Kondisi Limnologis
Medan. Zona Hilir Sungai Klawing Kabupaten Purbalingga Jateng Sebagai
Basmi, H. J. 1999. Plantonologi: Bioekologi Plankton Algae. Fakultas Perikanan dan Habitat Ikan Baceman (Mystus nemurus) Dan Ikan Senggaringan
Ilmu Kelautan IPB, Bogor. (Mystus nigriceps). OMNI Akuatika, Vol IV No. 7 November 2008: 1-
Davis, C.C. 1955. The Marine and Freshwater Plankton. Michigan University Press, 7.
Michigan. Siregar, A.S., I. Sulistyo dan Setijanto. 2008. Analisis Isi Lambung
Demirhan, S. A., K. Sehyan., Trabzon, dan N. Basusta. 2007. Dietary Overlap in Spiny Ikan Baceman (Mystus nemurus) di Sungai Klawing, Kabupaten
Dogfish (Squalus acanthias) and Thornback Ray (Raja clavata) in the Southeastern Purbalingga Jawa Tengah. Forum Perairan Umum Indonesia IV,
Black Sea. Ekoloji. 16 (62): 1-8. Palembang, 30 November 2007.
DPMA. 1981. Pedoman Pengamatan Kualitas Air. Direktorat Jenderal Pengairan, DPU- Siregar, A.S., P. Sukardi dan N. Andriyani. 2012. Kepadatan dan
RI, Jakarta. Biomassa Cacing Diopatra spp Di Sepanjang Sungai Sapuregel
Edmonsond, W.T. 1959. Freshwater Biology. John Willey and Sons Inc, New York. Segara Anakan Cilacap.OMNI Akuatika, Volume XI No. 14 Mei 2012:
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan. 7-13.
Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Syakti, A.D., N.V., Hidayati, dan A.S., Siregar. 2012. Agen
Effendie, M. I. 2002. Biologi Perikanan. Cetakan Kedua. Yayasan Pusaka Nusatama. Pencemaran Laut. IPB Press, Bogor.
Hauer, R. and G.A. Lamberti. 2007. Methods in Stream Ecology. Second Edition. Soetarto, E.S. 1988. Limbah dan Permasalahannya dalam Kursus
Publisher: Elsevier Inc; California, London. Singkat Penangangan Limbah Secara Hayati. PAU Bioteknologi UGM,
Hynes H.B.N. 1972. The ecology of running waters. (2nd). Liverpool University Press, Yogyakarta.
Liverpool. Yamaji, I. 1979. Illustration of The Marine Plankton of Japan.
Hyslop, E.J., 1980. Stomach content analyses of methods and their application. J. Fish. Hoikusha Publishing. Co, Ltd, London.
Biol. 17: 411-429. Walter K. Dodds, W.K. 2002. Freshwater Ecology: Concepts &
Jacob, K. 2003. Limnology. Publisher: Benjamin-Cummings Publishing Company. Environmental Applications (Aquatic Ecology). Publisher Academic
Koesoebiono. 1986. Metode dan Teknik Pengukuran Biologi Perairan. Training Press; 1 st edition. California USA, London UK.
Penyusunan AMDAL. PPLH-IPB, Bogor. Wardoyo, S.T.H. 1981. Pengelolaan Kualitas Air Pusat Studi
Needham, J. G. dan F. R. Needham. 1963. A Guide to the Study of Freshwater Biology. Pengelolaan Sumber Daya Lingkungan. IPB. Bogor.
Published by Holden-Day, lnc., California. Wardhana, W. 2003. Teknik Sampling Pengawetan dan Analisis
Payne, A. I. 1986. The Ecology of Tropical Lakes and Rivers. John Wiley & Sons, New Plankton. Disampaikan dalam Pelatihan Teknik Sampling dan
York, Singapore. Identifikasi Plankton. Balai Pengembangan dan Pengujian Mutu
Prescott, G.W. 1979. How to know the freshwater algae. 3rd ed. William C. Brown co., Perikanan. Jakarta.
Publishers, Dubuque, Iowa. Wetzel, R. G. 2001. Limnology. Lake and River Ecosystems. Third
Sa, R., C. Bexiga., L. Vieira, P. Veiga., and K. Erzini. 2003. Diets of the Solea vulgaris Edition. Academic Press, A Harcourt Science and Technology
Quensel, 1806 and Solea senegalensis Kaup, 1858 in the Lower Estuary of the Company, San Diago, San Fransisco, New York.
Guadiana River (Algarve, Southern Potugal): Preliminary Result. Boletin. Instituto Wisjnuprapto. 1992. Petunjuk Praktikum Analisis Bahan Pencemaran
Espanol De Oceanografia. 19 (1-4): 505-508. di Dalam Air. Pusat Antar-Universitas-Bioteknologi ITB, Bandung.
Sachlan, M. 1982. Planktonologi. Fakultas Peternakan dan Perikanan. Universitas
Diponegoro, Semarang.
Sahri, A. dan E. Yuwono. 2005. Keragaman, Kepadatan dan Biomassa Polychaeta di
Tambak dengan Tingkat Produksi yang Berbeda di Desa Pengaradan Kab. Brebes.
Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan. Sains Akuatik Vol. 8. (2), November 2005: 66-74.

Anda mungkin juga menyukai