Anda di halaman 1dari 27

Evaluasi Efektivitas Pengelolaan Sungai Dalam Mempertahankan

Kualitas Air dan Kesehatan Lingkungan


Daftar Isi

COVER..........................................................................................................................1
BAB I.............................................................................................................................3
PENDAHULUAN.........................................................................................................3
BAB II...........................................................................................................................5
TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................5
2.1 Macam – Macam Kawasan Lindung..............................................................5
2.1.1 Dasar Hukum Kawasan Lindung..................................................................6
2.1.2 Kriteria Penetapan Kawasan Lindung...........................................................8
2.2 Peranan Evaluasi Lahan Dalam Pengelolaan Sungai.........................................11
2.3 Skala Prioritas Pengelolaan Serta Cara Menetapkan Daerah Prioritas
Pengelolaan Secara Keruangan................................................................................13
2.4 Matrik Permasalahan.........................................................................................14
2.5 Matrik Konservasi dan Teknik - Teknik Konservasi Lahan dan Air............15
2.6 Kerangka Dasar Menyusun Organisasi Pengelolaan DAS Secara Terpadu. 16
2.7 Ruang Lingkup Pemantauan..............................................................................17
2.7.1 Evaluasi Sungai...........................................................................................18
2.7.2 Teknik pemantauan.....................................................................................19
2.7.3 Evaluasi debit aliran....................................................................................19
2.7.4 Kualitas air..................................................................................................20
BAB III........................................................................................................................23
3.1 Pembahasan........................................................................................................23
3.2 Kesimpulan........................................................................................................25
3.3 Saran..................................................................................................................25
Daftar Pustaka..............................................................................................................26
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Akses akan kebutuhan air dan pangan yang cukup merupakan salah satu
kebutuhan dasar manusia ,sekaligus sebagai dasar bagi peningkatan kualitas
sumber daya manusia untuk dapat hidup sehat dan produktif. Proses produksi
semua jenis komoditi pangan baik yang berasal dari sumber daya nabati (tanaman
pangan dan holtikultura) maupun sumber daya hewani (daging, ikan, telur dan
susu) tentunya memerlukan air dalam jumlah dan mutu yang cukup. Meskipun air
bukan satu-satunya unsur dalam proses produksi yang menghasilkan pangan,
tetapi air merupakan unsur yang secara mutlak dibutuhkan dalam proses produksi.
Air merupakan ikatan kimia yang terdiri atas 2 atom hidrogen dan 1 atom oksigen
(H2O), yang dapat berbentuk gas cair maupun padat. Air sering dianggap murni
karena hanya terdiri atas H2O, tapi pada kenyataannya di alam tidak pernah
dijumpai air yang sedemikian murni, meskipun air hujan (Sudarmadji ,2007).
Air merupakan salah satu komponen yang paling penting dalam
kelangsungan kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Air mempunyai
kemampuan atau pengaruh langsung terhadap manusia, khususnya kesehatan
manusia. Pengaruh kesehatan tersebut tergantung sekali pada kualitas air yang
digunakan, dan air pun dapat berfungsi sebagai penyalur ataupun penyebar
penyakit (Slamet, J. S., 2009). Air yang kurang bersih dapat menjadi media
penyebaran penyakit , masih banyak masyarakat di indonesia yang menggunakan
air sungai dalam memenuhi kebutuhannya sehari – hari seperti mandi, cuci dan
kakus. Hal ini menandakan bahwa air sunga juga masih menjadi salah satu air
yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.

Lingkungan yang sehat tentunya dapat menimbulkan berbagai


penyakit, seperti sungai yang saat ini marak kita lihat hampir setiap sungai yang
ada di indonesia tercemar dan mulai kehilangan ekosistemnya. Sungai yang
tercemar akan mengakibatkan siklus air bisa mengalami gangguan. Air sungai
yang kotor akan mengalir ke laut dan mencemari seluruh biota yang berada di
dalamnya.Supaya tidak menjadi lebih parah, pencemaran sungai perlu dicegah
dan perlu adanya langkah untuk mengembalikan kondisi sungai menjadi seperti
sediakala. Mencegah pencemaran sungai bukanlah proses yang mudah. Oleh
karena itulah, perlu adanya kontribusi dari setiap masyarakat untuk bisa ikut serta
menjaga kondisi sungai supaya bisa tetap terjaga dengan baik.

Sungai merupakan salah satu sumber daya air utama yang mempunyai
peran penting bagi hidup dan kehidupan, perlu ditingkatkan fungsi dan daya
gunanya serta dilindungi secara berkelanjutan. Baik sebagai bagian dari ekosistem
maupun sekaligus sebagai penunjang pengembangan berbagai aspek kehidupan,
baik politik, ekonomi, sosial budaya maupun pertahanan dan keamanan.
Keterbatasan air sebagai sumber daya memerlukan upaya-upaya perlindungan
yang menyeluruh dari hulu ke hilir sebagai satu kesatuan ekosistem dan
pengembangan , pendayagunaan yang berwawasan lingkungan , sehingga sumber
daya air dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan, melalui berbagai
pengembangan manajemen lingkungan yang didukung dengan berbagai prasarana
dan sarana baik fisik maupun non fisik.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka
rumusan masalah penelitian ini yaitu bagaimana keefektivitasan pengelolaan
sungai dalam mempertahankan kualitas air dan kesehatan lingkungan.
1.3 Tujuan Penelitian
1. Terwujudnya kesadaran dan tanggungjawab masyarakat dalam mempertahankan
kualitas air dan kesehatan lingkungan.
2. Sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup guna mendapatkan
lingkungan yang sehat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Macam – Macam Kawasan Lindung


Kawasan Lindung dalam Pasal 1 ayat (1) Keputusan Presiden Nomor
32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung yaitu kawasan yang
ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup
yang mencakup sumber alam, sumber daya buatan dan nilai sejarah serta
budaya bangsa guna kepentingan pembangunan berkelanjutan. Menurut
Peraturan Pemerintah No.15 Tahun 2009  kawasan lindung terdiri atas:
a. kawasan hutan lindung
Hutan lindung adalah hutan yang dilindungi keberadaannya
karena bermanfaat dalam menjaga ekosistem. Penetapan kawasan
hutan menjadi hutan lindung didasari oleh fungsi hutan sebagai
penyedia cadangan air bersih, penahan erosi, habitat flora dan fauna,
serta fungsi lainnya. Hutan lindung merupakan wilayah hutan yang
luas dan berisi aneka ragam flora dan fauna yang bisa terbentuk secara
alami maupun buatan. Manfaat perlindungan dari hutan ini berupa
pepohonan yang berfungsi untuk menahan laju erosi,
longsor, banjir dan sebagainya.
b. kawasan yang memberikan perlindungan terhadap
kawasan bawahannya.
Meliputi: kawasan bergambut dan kawasan resapan air.
c. Kawasan perlindungan setempat
Meliputi: sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar danau
atau waduk, kawasan sekitar mata air, serta kawasan lindung spiritual
dan kearifan lokal;
d. Kawasan suaka alam pelestarian alam dan cagar budaya
Kawasan suaka alam, kawasan suaka alam laut dan perairan lainnya,
suaka margasatwa dan suaka margasatwa laut, cagar alam dan cagar
alam laut, kawasan pantai berhutan bakau, taman nasional dan taman
nasional laut, taman hutan raya, taman wisata alam dan taman wisata
alam laut, serta kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan;
e. Kawasan rawan bencana alam
Meliputi: kawasan rawan tanah longsor, kawasan rawan gelombang
pasang, dan kawasan rawan banjir;
f. Kawasan lindung geologi
Meliputi: kawasan cagar alam geologi, kawasan rawan bencana alam
geologi, dan kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air
tanah; dan
g. Kawasan lindung lainnya
Meliputi: cagar biosfer, ramsar, taman buru, kawasan perlindungan
plasma-nutfah, kawasan pengungsian satwa, terumbu karang, dan
kawasan koridor bagi jenis satwa atau biota laut yang dilindungi.

2.1.1 Dasar Hukum Kawasan Lindung


Undang – Undang Dasar 1945 Pasal 28 H ayat (1) menentukan
bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat
tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta
berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Selanjutnya dalam Pasal 33
ayat (4) menentukan Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar
atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi
berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian,
serta dengan menjaga keseimbangan, kemajuan dan kesatuan ekonomi
nasional.
Atas dasar ketentuan Undang – Undang Dasar ini maka,
pemerintah membentuk Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang
disebut UUPPLH, yang menggantikan Undang-Undang Nomor 23
Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang
mengamanatkan bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk
melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi
perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan,
dan penegakan hukum.
Sebelum lahirnya UUPPLH pemerintah telah mengupayakan
Keputusan presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan
Kawasan Lindung yang mengamanatkan bahwa upaya pengelolaan
kawasan lindung mencakup kawasan yang memberikan perlindungan
kawasan bawahannya seperti (kawasan hutan lindung, kawasan
bergambut, kawasan resapan air), kawasan perlindungan setempat
(sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar danau atau
waduk, kawasan sekitar mata air), kawasan suaka alam dan cagar
budaya (kawasan suaka alam, kawasan suaka alam laut dan perairan
lainya, kawasan pantan berhutan bakau, taman nasional, taman hutan
raya dan taman wisata alam, kawasan cagar budaya dan ilmu
pengetahuan) dan kawasan rawan bencana alam.
Keputusan Presiden Nomor 32 tahun 1990, pada dasarnya
merupakan “dasar hukum kebijakan pengelolaan kawasan lindung”,
yang ditetapkan atas dasar berbagai perundangan, peraturan
pemerintah, keputusan Presiden. 2 Sedangkan pelaksanaan
programnya didasarkan atas:
a. Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Nasional.
b. Peraturan Menteri ESDM Nomor 17 tahun 2012 tentang Penetapan
Kawasan Bentang Alam Karst.
c. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 1 tahun 2013 tentang
Pedoman Pelestarian dan Pengendalian Pemanfaatan Kawasan
Lindung.
d. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Perlindungan Lingkungan Geologi. e. Peraturan Gubernur Jawa Barat
Nomor 20 Tahun 2006 tentang Perlindungan Karst di Jawa Barat.

2.1.2 Kriteria Penetapan Kawasan Lindung


1. Kawasan Hutan Lindung

a. kawasan hutan dengan faktor kemiringan lereng, jenis tanah,


dan intensitas hujan yang jumlah hasil perkalian bobotnya
sama dengan 175 (seratus tujuh puluh lima) atau lebih.
b. kawasan hutan yang mempunyai kemiringan lereng paling
sedikit 40% (empat puluh persen).
c. kawasan hutan yang mempunyai ketinggian paling sedikit
2.000 (dua ribu) meter di atas permukaan laut.
d. kawasan hutan yang mempunyai tanah sangat peka terhadap
erosi dengan kelerengan di atas lebih dari 15% (lima belas
persen).

2. Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap


kawasan bawahannya.
a. berupa kubah gambut
b. ketebalan gambut 3 (tiga) meter atau lebih yang terdapat di
hulu sungai atau rawa.
 kawasan yang mempunyai kemampuan tinggi untuk meresapkan air
hujan dan sebagai pengontrol tata air permukaan.
3. Kawasan perlindungan setempat
a. Selebar 100 m di kanan kiri untuk lebar sungai lebih dari 50 m.
b. Selebar 50 m di kanan kiri untuk lebar sungai kurang 50 m.
c. Kriteria kawasan sekitar danau atau waduk adalah daratan
sepanjang tepian danau / waduk yang lebarnya proporsional
dengan bentuk dan kondisi fisik danau / waduk antara 50 – 100
meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat.
d. Kriteria kawasan sekitar mata air adalah sekurang-kurangnya
dengan jari-jari 200 meter di sekitar mata air
4. Kawasan suaka alam pelestarian alam dan cagar budaya
a. sebagai satuan ruang geografis yang memiliki dua Situs Cagar
Budaya atau lebih yang letaknya berdekatan dan/atau
memperlihatkan ciri tata ruang yang khas.
5. Kawasan rawan bencana alam
a. kawasan yang diidetifikasi sering dan berpotensi tinggi
mengalami bencana alam seperti letusan gunung berapi, gempa
bumi, dan tanah longsor.
6. Kawasan lindung geologi
a. memiliki keanekaragaman jenis tumbuhan dan/atau satwa liar
yang tergabung dalam suatu tipe ekosistem.
b. memiliki formasi biota tertentu dan/atau unit penyusunnya.
c. mempunyai kondisi alam, baik tumbuhan maupun satwa liar
yang secara fisik masih asli dan belum terganggu.

d. mempunyai luas yang cukup dan bentuk tertentu yang dapat


menunjang pengelolaan secara efektif dan menjamin
berlangsungnya proses ekologis secara alami;
e. mempunyai ciri khas potensi dan dapat merupakan contoh
ekosistem yang keberadaannya memerlukan upaya
konservasi; dan/atau
f. terdapat komunitas tumbuhan dan/atau satwa beserta
ekosistemnya yang langka dan/atau keberadaannya terancam
punah.
g. memiliki jenis fisik batuan dengan kemampuan meluluskan
air dengan jumlah yang berarti;
h. memiliki lapisan penutup tanah berupa pasir sampai lanau;
i. memiliki hubungan hidrogeologis yang menerus dengan
daerah lepasan; dan/atau
j. memiliki muka air tanah tidak tertekan yang letaknya lebih
tinggi daripada muka air tanah yang tertekan.

7. Kawasan lindung lainnya

a. amemiliki keterwakilan ekosistem yang masih alami, kawasan


yang sudah mengalami degradasi, mengalami modifikasi, atau
kawasan binaan.
b. memiliki komunitas alam yang unik, langka, dan indah.
c. merupakan bentang alam yang cukup luas yang
mencerminkan interaksi antara komunitas alam dengan
manusia beserta kegiatannya secara harmonis.
d. berupa tempat bagi pemantauan perubahan ekologi melalui
penelitian dan pendidikan.
e. berupa lahan basah baik yang bersifat alami atau mendekati
alami yang mewakili langka atau unit yang sesuai dengan
biogeografisnya.
f. mendukung spesies rentan, langka, hampir langka, atau
ekologi komunitas yang terancam.
g. mendukung keanekaragaman populasi satwa dan/atau flora di
wilayah biogeografisnya.
h. merupakan tempat perlindungan bagi satwa dan/atau flora saat
melewati masa kritis dalam hidupnya.

2.2 Peranan Evaluasi Lahan Dalam Pengelolaan Sungai


Sungai memiliki fungsi lingkungan strategis dalam menjaga
keseimbangan ekosistem lingkungan. Banjir merupakan salah satu
permasalahan lingkungan yang banyak terjadi pada beberapa Daerah
Aliran Sungai (DAS) yang ada di Indonesia. Masalah banjir pada
umumnya terjadi akibat adanya interaksi berbagai faktor penyebab, baik
yang bersifat alamiah maupun beberapa faktor yang merupakan akibat
kegiatan manusia (Siswoko, 2007). Adapun tindakan manusia yang dapat
menyebabkan banjir adalah perubahan tata guna lahan, untuk itu perlu
adanya evaluasi lahan dalam hal pengelolaan sungai.
Dinamika spasial terkait penggunaan lahan (land use) pada
daerah aliran sungai (DAS) akan berpengaruh terhadap mekanisme DAS
dan berpotensi mengganggu keseimbangan sungai. Penggunaan lahan
yang tidak sesuai dengan peruntukannya, ditambah tekanan penduduk atas
lahan di wilayah DAS tentunya dapat mengancam kelestarian sungai. Hal
tersebut tentunya harus diantisipasi untuk memelihara fungsi dan
kelestarian sungai, tidak hanya pada saat ini, tetapi juga untuk masa yang
akan datang.
Setidaknya terdapat tiga faktor yang menjadi pemicu penggunaan
lahan pada sungai di antaranya:
a. penggunaan lahan (land use) yang belum sesuai dengan
kemampuan dan kesesuaian peruntukannya.
b. pemberlakuan terhadap lahan yang belum memenuhi kaidah-
kaidah konservasi. Kaidah-kaidah konservasi lahan sangat
dipengaruhi oleh faktor geografis serta lokasi di mana lahan
tersebut berada.
c. Tekanan penduduk atas lahan yang dipicu oleh pertumbuhan
penduduk yang cukup pesat. Semakin tinggi populasi masyarakat
yang berada di wilayah sungai maka semakin tinggi pula tuntutan
akan ruang yang akan dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan.
Dalam hal ini jumlah lahan akan terus berkurang dan beralih
fungsi lahan akan terus berlangsung.
Evaluasi lahan merupakan suatu proses analisis untuk
mengetahui potensi lahan untuk penggunaan tertentu yang berguna
untuk membantu perencanaan penggunaan dan pengelolaan lahan
(Nasution Z ,2005). evaluasi lahan berperan dalam memberikan
rekomendasi dan opsi yang sesuai berkaitan dengan perencanaan
penggunaan lahan sehingga penetapan pengunaan lahan dapat
memberikan hasil yang maksimal bagi kehidupan manusia.
Evaluasi lahan pada kenyataanya, seringkali tidak menjadi
salah satu bahan dalam penentuan perencanaan penggunaan lahan.
Hal ini dapat terlihat dari semakin banyaknya lahan yang kurang
produktif terjadi karena kesalahan pengelolaan lahan. Kelalaian ini
sudah seharusnya menjadi perhatian kritis bagi kita, mengingat
kebutuhan akan lahan semakin meningkat dan luas lahan dalam
kondisi tetap. Hal inilah yang menjadi dasar bahwa setiap unit
lahan seharusnya dapat berproduksi maksimal, sehingga turut
menjadi magnet dalam pembangunan. Terlebih, saat ini kita
melihat banyaknya lahan terlantar yang kurang terperhatikan.
Dalam konteks inilah perenan evaluasi lahan sangat kuat
kepentingannya.
2.3 Skala Prioritas Pengelolaan Serta Cara Menetapkan Daerah Prioritas
Pengelolaan Secara Keruangan
Bahwa dengan semakin terbatasnya lahan dan ruang, maka untuk itu
perlu terselenggaranya kehidupan dan pembangunan secara berkelanjutan bagi
sumber daya alam .Dalam pengelolaan tersebut perlu ditetapkan adanya
kawasan lindung dan pedoman pengelolaan kawasan lindung guna memberi
arahan bagi badan hukum maupun perorangan .Skala prioritas pengelolaan
kawasan lindung ditetapkan dalam Keputusan Presiden No.32 Tahun 1990
Pasal 1 sebagai berikut:
1. Kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi
utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup
sumber alam, sumber daya buatan dan nilai sejarah serta budaya
guna kepentingan pembangunan berkelanjutan.
2. Pengelolaan kawasan lindung merupakan upaya penetapan,
pelestarian dan pengendalian pemanfaatan kawasan lindung.
3. Pengelolaan kawasan lindung di sesuaikan dengan
kondisi ,potensi dan kemampuan lahan.
4. Dalam kawasan lindung dilarang melakukan kegiatan budidaya,
kecuali yang tidak mengganggu fungsi lindung dan tidak
mengubah bentang alam, kondisi penggunaan lahan serta
ekosistem alami yang ada.
Penetapan daerah prioritas pengelolaan Secara keruangan bagi kawasan
lindung pun telah diatur dalam Keputusan Presiden No.32 Tahun 1990 pasal 34
sebagai berikut :
1. Pemerintah daerah tingkat 1 mentepakan wilayah – wilayah
tertentu sebagaiana dimaksud dalam pasal 3 sebagai kawasan
lindung daerah masing – masing dalam suatu peraturan daerah
tingkat 1, disertai dengan lampiran penjelasan dan peta dengan
tingkat ketelitian minimal skala 1 : 250.000 serta memperhatikan
kondisi wilayah yang bersangkutan.
2. Dalam menetapkan kawasan lindung sebagaimana dimaksud
dalam ayat 1, pemerintah tingkat 1 harus memperhatikan
peraturan perundang – undangan yang berkaitan dengan
penetapan wilayah tertentu sebagai bagian dari kawasan lindung.
3. Pemerintah daerah tingkat 1 menjabarkan lebih lanjut kawasan
lindung sebagaimana dalam ayat 1 dan ayat 2 bagi daerahnya ke
dalam peta dengan tingkat ketelitian minimal 1 : 100.000, dalam
bentuk peraturan daerah tingkat 1.
4. Pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilakukan
secara terpadu dan lintas sektoril dengan mempertimbangkan
masukan dari pemerintah tingkat 1.
Apabila dalam penetapan daerah prioritas pengelolaan Secara
keruangan terjadi pembenturan kepentingan antar sektor, maka pemerintah
daerah berhak untuk mengajukan kepada tim pengelolaan tata ruang nasional
untuk memperoleh saran penyelesaian.

2.4 Matrik Permasalahan

No Permasalahan Penyebab Akibat Potensi Alternative


Konservasi
1 Air sungai Masih Kualitas Masih ada Tidak membuang
tercemar terdapat air kurang warga yang sampah ke sungai
sampah bersih peduli akan
dibeberapa kebersihan
sungai sungai
Timbul
beberapa
penyakit
2 Ekosistem Pembuangan Rusaknya Memelihara Restorasi ekologi
terganggu limbah sistem kembali
agrikultur ekosistem
yang rusak
3 Tidak memiliki Tidak Warga Perubahan Peningkatan sistem
sistem memiliki melakuka perilaku pengolahan limbah
pengelolaan MCK yang n kegiatan warga dengan bantuan alat
limbah layak MCK di terhadap teknologi
sungai kesehatan
lingkungan
4 Kualitas air Kurangnya Warga Kesediaan Melakukan reboisasi
kurang bersih sumber air harus warga dengan menanam
membeli dalam pohon gambut
air minum mengelola dipinggiran sungai
air sungai

2.5 Matrik Konservasi dan Teknik - Teknik Konservasi Lahan dan Air

No Permasalahan Penyebab Akibat Teknik Konsevari Lahan dan


Air
1 Erosi Ketiadaan Kerusakan Dengan menggunakan metode
tumbuhan lereng mekanik
sungai
Kerusakan
ekosistem
perairan
2 Degradasi lahan Bencana Percepatan Dengan menggunakan metode
alam pemanasan vegetatif
global
Marjinalisasi
tanah
3 Kelangkaan air Perubahan Krisis air Melakukan teknik usahatani
iklim bersih
Pertumbuha Air bersih
n penduduk yang
terbatas
2.6 Kerangka Dasar Menyusun Organisasi Pengelolaan DAS Secara Terpadu

Kebijakan
Perundangan/PP/Keppres/Kepmen,RPJP
Nasional

Unit DAS Unit


Administrasi

RPDAS Terpadu Rencana


RPJP Daerah
Jangka Panjang
RTRWP/K

Rencana Semi Detil :


RPJM/Renstra SKPD
Rencana Teknis DAS
(Multisektor)
Persektor

RKPD/RenjaSKPD
Renc Detil : Persektor
Renc Tahunan

Rancangan

Implementasi
(Tapak)

2.1 Kerangka Organisasi Pengelolaan DAS

Sumber : Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia


2.7 Ruang Lingkup Pemantauan
Salah satu upaya dalam pengendalian pencemaran air adalah dengan
melakukan pemantauan kualitas air secara konsisten. Data pemantauan bisa
diperoleh melalui pemantauan secara manual maupun dengan cara kontinyu.
Pemantauan secara kontinyu biasa disebut Online Sistem Monitoring Analyzer.
Sungai memiliki sifat dinamis, jika dalam pemanfaatan potensinya terdapat
kesalahan dapat mengurangi nilai manfaat sungai dan membahayakan lingkungan
lainnya secara meluas. Bencana luapan banjir yang diakibatkan penyempitan
palung sungai karena adanya intervensi pemukiman liar, pembuangan sampah dan
penumpukan sedimen, serta pencemaran akibat pembuangan limbah cair
domestik, industri, dan pertanian menyebabkan turunnya daya dukung
lingkungan. Salah satu upaya pengelolaan kualitas air yang harus dilakukan
adalah melakukan pelaksanaan pemantauan kualitas air.
Apabila terdapat polutan yang masuk ke sungai atau membuat kondisi
sungai tercemar secara ekstrim dalam suatu waktu tertentu, maka pemerintah atau
pihak yang berwenang akan bersegera melakukan tindakan tanggap pencemaran
untuk pengendalian pencemaran lingkungan. Kegiatan urgensi pemantauan
kualitas air sungai adalah dengan memberikan informasi faktual tentang kondisi
atau status kualitas air di masa sekarang, kecenderungan masa lalu, dan prediksi
perubahan lingkungan di masa depan. Informasi dasar yang dihasilkan dari
kegiatan pemantauan dapat dijadikan acuan untuk menyusun perencanaan,
evaluasi, pengendalian dan pengawasan lingkungan, rencana tata ruang, ijin
lokasi untuk usaha atau kegiatan, serta penentuan baku kualitas air dan air limbah.

Adapun penentuan parameter penting yang diukur tergantung dari jenis


dan jumlah sumber pencemaran yang ada di daerah sekitar sungai. Pada
umumnya parameter uji untuk mengetahui kualitas air sungai atau danau adalah
Fisika (Suhu air, TSS, TDS, DHL), Kimia Organik (pH, DO, BOD, COD,
Klorida, Posfat Nitrat, Nitrit, Amonia, Minyak Lemak), Logam (Seng, Besi,
Mangan, Timbal), dan Mikrobiologi (Fecal Coli dan Total Coli).

2.7.1 Evaluasi Sungai


Evaluasi sungai merupakan upaya dalam mengelola hubungan
timbal balik antar sumberdaya alam terutama vegetasi, tanah dan air
dengan sumberdaya manusia di daerah aliran sungai dan segala
aktivitasnya untuk mendapatkan manfaat ekonomi dan jasa
lingkungan bagi kepentingan pembangunan dan kelestarian ekosistem
sungai. pengelolaan DAS berarti pengelolaan sumberdaya alam dalam
sebuah DAS seperti vegetasi, tanah, air dengan tujuan
melindungi, mempertahankan dan meningkatkan hasil air serta
pengendalian erosi dan banjir (Manan, 1979).
Maka dari itu perlu dilakukan evaluasi sungai agar dapat
mengetahui kualitas air sungai, memanfaatkan sungai dalam kegiatan
ekonomi dan lainnya serta menjaga ekosistem sungai agar senantiasa
terjaga. Sehingga biota yang ada didalamnya tidak kehilangan tempat
tinggalnya. evaluasi (monev) merupakan komponen vital dalam
pengelolaan sumberdaya alam, konservasi, dan kegiatan restorasi
lahan (Beechie, et al., 2005). Monev DAS merupakan kegiatan
pengamatan dan analisis data dan fakta yang dilakukan secara
sederhana, praktis, terukur, dan mudah dipahami terhadap kriteria dan
indikator kinerja DAS dari aspek pengelolaan lahan, tata air, sosial-
ekonomi, dan kelembagaan, sehingga status kesehatan suatu DAS
dapat ditentukan (Ditjen RLPS, 2009).
2.7.2 Teknik pemantauan

Teknik pemantauan dalam makalah ini yaitu menggunakan


Online Sistem Monitoring Analyzer, proses pemantau debit air ini
menggunakan sistem terintegrasi yang menggunakan teknologi sensor.
Prinsip kerjanya tidak terlalu rumit, sensor pemantau debit air
dipasang di atas jembatan atau di area sekitar sungai yang akan
dipantau debit airnya. Nantinya hasil perekaman sensor disimpan dan
diolah menggunakan datalogger yang sudah terintegrasi. Selanjutnya,
semua data perekaman tersebut dikirim menggunakan internet
sehingga bisa dibaca dan dianalisa menggunakan komputer, laptop,
dan juga smartphone.
Online Sistem Monitoring Analyzer juga melakukan
pemantauan kualitas air yang perlu diadakan di setiap titik sungai demi
mengetahui tingkat kelayakan air sungai yang telah dicemari limbah
industri, rumah tangga, rumah sakit / puskesmas, dan laboratorium,
dengan tambahan sensor khusus yang digunakan sebagai alat ukur,
yang kemudian direkam oleh sistem database, dan akhirnya data ukur
dapat dilihat dengan format-format tertentu.

2.7.3 Evaluasi debit aliran


Debit aliran sungai merupakan satuan untuk mendekati nilai-
nilai hidrologis proses yang terjadi di lapangan, guna mengetahui
informasi mengenai pengelolaan sumber daya air. Maka perlu
dilakukan evaluasi terhadap debit aliran sungai yang ada, untuk itu
perlu adanya Kemampuan guna mengukur debit aliran sungai, untuk
mengetahui potensi sumberdaya air di suatu wilayah DAS. Debit
aliran dapat dijadikan sebuah alat untuk memonitor dan mengevaluasi
neraca air suatu kawasan melalui pendekatan potensi sumber daya air
permukaan yang ada.
Sebagai salah satu sumber daya alam yang tidak pernah habis,
air perlu dijaga kualitasnya agar dapat memenuhi kebutuhan sehari –
hari. Air adalah sumber daya alam yang dapat terbarukan dan dapat
dijumpai dimana – mana, meskipun secara kuantitas maupun kualitas
masih terbatas keberadaan maupun ketersediaannya baik ditinjau
secara geografis maupun menurut musim.
Pengukuran debit sungai dapat dilakukan dengan mengukur
kecepatan aliran air pada suatu wadah dengan luas penampang area
tertentu. Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk
pengukuran kecepatan aliran air pada sungai atau alur antara lain:
Area-velocity method, Tracer method, Slope area method, Weir dan
flume, Volumetric method Area. Kecepatan aliran dapat diukur
dengan metode : metode current-meter dan metode apung. Kemudian
distribusi kecepatan aliran di dalam alur tidak sama pada arah
horizontal maupun arah vertikal.
Debit air sungai adalah tinggi permukaan air sungai yang
terukur oleh alat ukur pemukaan air sungai. Pengukurannya dilakukan
tiap hari, atau dengan pengertian yang lain debit atau aliran sungai
adalah laju aliran air (dalam bentuk volume air) yang melewati suatu
penampang melintang sungai per satuan waktu. Dalam sistem satuan
SI besarnya debit dinyatakan dalam satuan meter kubik per detik ( /dt).

2.7.4 Kualitas air

Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan


Kehutanan (KLHK) diketahui bahwa 68 persen air sungai di Indonesia
termasuk dalam kategori tercemar berat. KLHK dapat menyatakan 68
persen sungai masuk dalam kondisi tercemar berat yaitu berdasarkan
hasil pemantauan kualitas air yang  telah dilakukan. Pemantauan
kualitas air sungai dapat menjadi suatu langkah pengawasan atau
pengendalian terhadap adanya kandungan pencemar pada air. Dengan
demikian timbulnya penyakit akibat air yang tercemar (water borne
disease) dapat dihindari.

Air merupakan sumber kehidupan, maka dari itu kualitas air


harus tetap dijaga demi keberlangsungan kehidupan manusia dan alam
sekitarnya, Untuk memahami teknis dalam menentukan dan mengelola
kualitas air sungai perlu dipahami hal-hal terkait dengan kualitas air
sungai yang tercantum dalam peraturan-peraturan yang berlaku,
Perubahan kualitas air sungai dapat dikarenakan terjadinya perubahan
komponen penyusun sungai seperti kemiringan sungai, meander
sungai, debit, temperatur, DO, kecepatan aliran, dan gaya gesek
terhadap dasar sungai (NiemeyerLullwitz 1985 dalam Maryono 2008).

Pelestarian dan pengendalian terhadap kualitas air sungai


dilakukan untuk menjaga dan memelihara kualitas air sungai agar
dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan sesuai dengan tingkat mutu
air yang diinginkan. Pelestarian dan pengendalian tersebut merupakan
salah satu upaya untuk memelihara fungsi air agar kualitasnya tetap
terjaga secara alamiah. Salah satu upaya pengelolaan kualitas air
sungai yakni dengan upaya pengendalian pencemaran air sehingga
kualitas air dapat memenuhi baku mutu.

Dalam pemeriksaan kualitas air biasa parameter fisik dan


parameter kimia seperti DO dan pH diperiksa langsung di lokasi
menggunakan instrumen pemantauan kualitas air yang dilengkapi
dengan sensor. Sensor dimasukan kedalam air yang akan dipantau
kualitasnya, kemudian hasil dari parameter yang dipantau akan muncul
pada layar instrumen yang digunakan. Parameter yang langsung diuji
di lokasi/lapangan merupakan parameter yang dapat berubah dengan
cepat, sehingga diukur langsung.

Gambar 2.2 Pengukuran kualitas air


Sumber : Ganeca Enviromental Services

Namun, seiring dengan perkembangan teknologi, kini


pemantauan kualitas air dapat dilakukan tanpa harus datang ke lokasi
sungai yang akan dipantau. Pemantauan ini disebut pemantauan secara
online/realtime. 

Gambar 2.2 Pemantauan Kualitas Air Secara Realtime


Sumber : Ganeca Enviromental Services
BAB III

3.1 Pembahasan
Kawasan Lindung dalam Pasal 1 ayat (1) Keputusan Presiden Nomor 32
Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung yaitu kawasan yang
ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang
mencakup sumber alam, sumber daya buatan dan nilai sejarah serta budaya
bangsa guna kepentingan pembangunan berkelanjutan. Sungai sebagai salah satu
kawasan lindung juga perlu dijaga kelestarian dan kelangsungan ekosistem yang
ada didalamnya.

Guna melindungi kelestarian kawasan lindung yang ada, maka pemerintah


mengaturnya dalam hukum yang telah ditetapkan pemerintah membentuk
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup yang disebut UUPPLH, yang menggantikan Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang
mengamanatkan bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah
upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi
lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian,
pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum.
Dalam menjaga kelestarian sungai maka perlu di adakan evaluasi lahan
dalam upaya pengelolaan sungai, terlebih lagi lahan yang ada disekitaran sungai.
Saat ini lahan sekitaran sungai mulai beralih fungsi. Banyak warga – warga yang
mendirikan bangunan dipinggiran sungai, sehingga dapat memicu terjadinya
banjir .Maka dari itu perlu adanya evaluasi lahan untuk mengetahui potensi lahan
untuk penggunaan tertentu yang berguna untuk membantu perencanaan
penggunaan dan pengelolaan lahan (Nasution Z ,2005). evaluasi lahan berperan
dalam memberikan rekomendasi dan opsi yang sesuai berkaitan dengan
perencanaan penggunaan lahan sehingga penetapan pengunaan lahan dapat
memberikan hasil yang maksimal bagi kehidupan manusia.
Evaluasi lahan pada kenyataanya, seringkali tidak menjadi salah satu
bahan dalam penentuan perencanaan penggunaan lahan. Hal ini dapat terlihat dari
semakin banyaknya lahan yang kurang produktif terjadi karena kesalahan
pengelolaan lahan. Kelalaian ini sudah seharusnya menjadi perhatian kritis bagi
kita, mengingat kebutuhan akan lahan semakin meningkat dan luas lahan dalam
kondisi tetap. Oleh karena itu perlu adanya pengelolaan serta cara menetapkan
daerah prioritas pengelolaan secara keruangan.

Dalam pengelolaan tersebut perlu ditetapkan adanya kawasan lindung


dan pedoman pengelolaan kawasan lindung guna memberi arahan bagi badan
hukum maupun perorangan .Skala prioritas pengelolaan kawasan lindung
ditetapkan dalam Keputusan Presiden No.32 Tahun 1990 Pasal 1 sebagai berikut:
1. Kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi
utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup
sumber alam, sumber daya buatan dan nilai sejarah serta budaya
guna kepentingan pembangunan berkelanjutan.
2. Pengelolaan kawasan lindung merupakan upaya penetapan,
pelestarian dan pengendalian pemanfaatan kawasan lindung.
3. Pengelolaan kawasan lindung di sesuaikan dengan
kondisi ,potensi dan kemampuan lahan.
4. Dalam kawasan lindung dilarang melakukan kegiatan budidaya,
kecuali yang tidak mengganggu fungsi lindung dan tidak
mengubah bentang alam, kondisi penggunaan lahan serta
ekosistem alami yang ada.
Apabila dalam penetapan daerah prioritas pengelolaan Secara keruangan
terjadi pembenturan kepentingan antar sektor, maka pemerintah daerah berhak untuk
mengajukan kepada tim pengelolaan tata ruang nasional untuk memperoleh saran
penyelesaian.

3.2 Kesimpulan
Sungai sebagai salah satu kawasan lindung, maka perlu dijaga
kelestarian dan kelangsungan hidup ekosistem yang ada didalamnya. Sebagai
makhluk hidup kita manusia tentunya membutuhkan air. Sebagai salah satu
sumber daya alam sungai memiliki banyak manfaat ,oleh karena itu kita harus
mengelola DAS dengan tujuan melindungi, mempertahankan dan meningkatkan
hasil air serta pengendalian erosi dan banjir (Manan, 1979).
Guna menjaga keefektivitas sungai dalam mempertahankan kualitas air
dan kesehatan lingkungan, maka perlu dilakukan evaluasi sungai agar dapat
mengetahui kualitas air sungai, memanfaatkan sungai dalam kegiatan ekonomi
dan lainnya serta menjaga ekosistem sungai agar senantiasa terjaga. Sehingga
biota yang ada didalamnya tidak kehilangan tempat tinggalnya. evaluasi (monev)
merupakan komponen vital dalam pengelolaan sumberdaya alam, konservasi, dan
kegiatan restorasi lahan.

3.3 Saran
Sungai merupakan salah satu sumber daya alam yang memiliki banyak
manfaat, oleh karena itu kita sebagai makhluk yang berakal tentunya harus bisa
mengelola dan menjaga kesehatan lingkungan demi keberlangsungan makhluk hidup
yang ada disekitarnya. Pelestarian dan pengendalian terhadap kualitas air sungai
dilakukan untuk menjaga dan memelihara kualitas air sungai agar dapat dimanfaatkan
secara berkelanjutan sesuai dengan tingkat mutu air yang diinginkan. Pelestarian dan
pengendalian tersebut merupakan salah satu upaya untuk memelihara fungsi air agar
kualitasnya tetap terjaga secara alamiah. Oleh karena itu kita harus senantiasa
menjaga dan mengelola kelestarian sungai ,agar kualitas air senantiasa terjaga
kebersihannya dan menjadi lingkungan yang sehat bebas dari berbagai macam
penyakit dan bencana alam yang ada.
Daftar Pustaka

Anonim. 2002. Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Air. Jakarta : Informasi dan
Dokumentasi Hukum Direktorat Sumber Daya Air.

Anonim. 2023. Waspada Pencemaran Sungai, Kenali Penyebab dan Akibatnya.


https://pkk.uma.ac.id/2022/10/07/waspada-pencemaran-sungai-
kenali-penyebab-dan-akibatnya/. Diakses pada 7 Juni 2023.

Anonim. 2017. Rencana Pola Ruang Kawasan Lindung Nasional.


https://tataruang.atrbpn.go.id/sitarunas/substansi/data?id=367.
Diakses pada 7 Juni 2023.

Anonim. Pentinya Melakukan Pemantauan Kualitas Air Sungai.


https://cbinstrument.com/pentingnya-melakukan-pemantauan-
kualitas-air-sungai/. Diakses pada 8 Juni 2023.

Beechie, T., Veldhuisen, C.N., Beamer, E.M., Schuett-Hames, D.E., Conrad, R.H.,
De Vries, P. 2005. Monitoring treatments to reduce sediment and
hydrologic effects from roads. In Roni, P (ed). Monitoring stream and
watershed restoration. American Fisheries Society, Maryland, USA.

Budiarta, I Gede. 2016. Evaluasi Kesesuaian Penggunaan Lahan sebagai Upaya


Meningkatkan Kualitas Daerah Aliran Sungai. Jurnal Pendidikan
Geografi. Vol. 17, Nomor 1.

Ditjen Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial (RLPS). 2009. Pedoman Monitoring
dan Evaluasi DAS. Jakarta.

Hasnawir, dkk. 2015. Monitoring dan Evaluasi Sub Daerah Aliran Sungai Kawatuna
Di Sulawesi Tengah. Ejournal Forda. Vol 12 No 2.
Keputusan Presiden Republik Indonesia. Tentang Pengelolaan Kawasan Lindung. No
32 Tahun 1990 Pasal 1.

Keputusan Presiden Republik Indonesia. Tentang Penetapan Kawasan Lindung. No


32 Tahun 1990 Pasal 34.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia. Petunjuk


Teknisi Restorasi Kualitas Air Sungai. Jakarta.

Manan, S. 1979. Pengaruh Hutan dan Managemen Daerah Aliran Sungai. Bogor :
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian.

Pahilda, Widia Rahmawati. 2018. Pemantauan Kualitas Air Sungai.


https://www.gesi.co.id/pemantauan-kualitas-air-sungai/. Diakses pada
8 Juni 2023.
Putra, I Putu Adi Permana. 2022. Efektivitas Program Kali Bersih (PROKASIH) di
Tukad Bindu Kelurahan Kesiman Kota Denpasar. Journal of
Contemporary Public Administration .Volume 2, Nomor 1.
S, Marenda Ishak. Pengembangan Evaluasi Lahan “Dilema dan Tantangan Dalam
Proses Penataan Kota & Wilayah. Sumedang : Fakultas Pertanian
Universitas Padjadjaran.

Satar, Musnanda. 2011. Kawasan Budidaya dan Kawasan Lindung.


https://musnanda.com/2011/02/17/kawasan-budidaya-dan-kawasan-
lindung/. Diakses pada 7 Juni 2023.

Sudarmadji. S. dkk. 2007. Analisis bahan makanan dan pertanian. Yogyakarta :


Liberty.

Anda mungkin juga menyukai