ABSTRAK
Kualitas air memegang peran penting dalam budidaya udang vaname. Hybrid system muncul sebagai
perkembangan inovasi budidaya udang vaname karena kondisi perairan yang semakin menurun. Hybrid system
berprinsip menjaga kestabilan kualitas air sehingga udang vaname hidup dengan nyaman dan pertumbuhan
meningkat. Penelitian ini menggunakan metode deskritif di tambak udang Kota Probolinggo Provinsi Jawa Timur.
Hasil penelitian menujukkan bahwa suhu, salinitas, kecerahan dan pH pada pagi hari cenderung lebih rendah
dibandingkan dengan sore hari. Kisaran ammonia 0.002-0.003 mg/l, Oksigen terlaut pada titik terendah yakni
berkisar sekitar 5-6 mg/l, sore hari 7-8 mg/l. Pengelolaan kualitas air dilakukan dengan menggunakan pemberian
kapur CaCo3, safonin dan penyifonan serta keseimbangan antara bakteri autotrof dan heterotrof untuk menjaga
kualitas air. Pengamatan anco setiap kali pemberian pakan bertujuan untuk mengetahui nafsu makan udang,
sehingga pakan yang diberikan tidak berlebihan dan berdampak pada penurunan kualitas air. Berdasarkan
pengamatan kualitas air setiap hari pada tambak cenderung stabil atau tidak ada perubahan yang fluktuatif. System
ini dapat dijadikan sebagai rekomendasi untuk pemeliharaan udang vaname.
Kata Kunci: Hybrid system, kualitas air, udang vanamei
ABSTRACT
Water quality plays an important role in the aquaculture of pacific white shrimp. Hybrid sytem was developed
innovation in the shrimp aquaculture because water conditions was decreased. The principles of hybrid system was
to keep water quality stable, so that pacific white shrimp can life healthyly and has increasing growth. This study
used description method in shrimp pond at Probolinggo, East Java. The result of this study showed that
temperature, salinity, transparency and pH in the morning were lower than in the afternoon. The ranges of ammonia
was 0.002-0.003 mg/l while dissolved oxygen was the lowest at about 5-6 mg/l in the evening and at 7-8 mg/l in the
morning. Manajement of water quality was done by the use of calcium carbonate (CaCO 3) and safonin, siphoning,
as well as maintaining balance between bacteria autrotroph and hetrotroph. Ancho Observation was done every
feeding time to observe appetite of shrimp so that feed given was not excenssive and caused water quality to
decrease. Daily water quality observation in ponds showed that water quality was always stable or no fluctuation
changes. This system could be recommended for vaname shrimp maintinance.
Keyword: Hybrid system, water quality, pacific white Shrimp
6
Jurnal Salamata
Vol. 2, No. 1, 7-12 (2020) Pengelolaan Kualitas Air Budidaya Intensif Udang Vanamei
7
Jurnal Salamata
Vol. 2, No. 1, 7-12 (2020) Renitasari & Musa
Suhu (ºC)
plankton yang dominan adalah Cyanophyceae, 20
Microcytis dan Anabaena yang mengandung
klorofil hijau tua. Warna hijau tua disebabkan 10
oleh Cyanophyta yang dikenal dengan Blue 0
Green Algae. Pertumbuhan plankton ini sangat 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21
cepat bahkan dalam waktu singkat dapat
menyebabkan blooming. Plankton yang pagi sore
dimakan ikan adalah Chlorella, diatom, artemia,
dll. Gambar 2. Grafik Pengamatan Suhu pada lokasi
penelitian selama 3 minggu setiap pagi dan sore hari.
Kecerahan
Kecerahan diukur dengan menggunakan Suhu pada lokasi penelitian beberapa hari
secchi disk diperoleh hasil kisaran 20-30 cm cukup rendah karena pengaruh musim
(Gambar 1). Nilai kecerahan pada lokasi peralihan, untuk mengatasi udang yang tidak
penelitian stabil dan normal tidak ada nafsu makan akibat suhu rendah, maka di
perubahan fluktuatif selama masa penelitian. tambak udang lokasi penelitian tidak diberi
Budidaya intensif nilai kisaran kecerahan yang pakan sehari (dipuasakan). Hal ini dikarenakan
baik berkisar antara 20-39 cm (Fuady et al., apabila suhu rendah, nafsu makan ikan akan
2013), kecerahan ≤30 cm, yang berarti menurun dan itu hanya akan membuang-buang
tercukupinya persediaan makan alami atau pakan yang akan menjadi limbah organik
plankton (Amri dan Kanna, 2008), berkisar 30- sehingga kualitas air menurun.
40 cm (Kordi & Tancung, 2007).
Salinitas
40 Salinitas di lokasi penelitian cenderung
Kecerahan (cm)
Suhu
30
Salinitas (ppt)
8
Jurnal Salamata
Vol. 2, No. 1, 7-12 (2020) Pengelolaan Kualitas Air Budidaya Intensif Udang Vanamei
Ammoniak 8,5
Hasil pengamatan amoniak setiap satu
minggu sekali selama tiga minggu dengan hasil 8
pH
berturut-turut 0,00297 mg/L, 0,00422 mg/L dan
0,00196 mg/l. Ammonia pada lokassi tambak ini
rendah dan tidak ada perubahan yang fluktuatif. 7,5
Kadar ammonia yang baik untuk perikan tidak
lebih dari 0,02 mg/l (Effendi, 2003), batas aman 7
amonnia 0,1 mg/L (Suwoyo & Mangampa, 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21
2010). Kadar ammonia 0,45 mg.l masih aman pagi hari sore hari
sedangkan pada kadar 1,29 mg/L menyebabkan
kematian (Khanjani et al., 2016). Gambar 4. Grafik pH Air Tambak intensif lokasi
penelitian yang diukur selama 21 hari pagi dan sore
hari secara rutin.
0,006
Oksigen terlarut
0,004 Oksigen terlarut pada tambak pembesaran
udang vaname cenderung stabil baik malam
0,002 hari maupun pagi hari. Nilai DO pagi hari lebih
tinggi dibandingkan pada malam hari karena
0 pada malam hari yang membutuhkan oksigen
minggu ke-1 minggu ke-2 minggu ke-3 tidak hanya udang tetapi juga bakteri,
fitoplankton dan biota lainya. Sedangkan pagi
kadar Amoniak hari pukul 06.30 WIB sudah mengalami proses
Gambar 5. Pengamatan ammonia selama tiga
fotosintesis dan proses tersebut menghasilkan
minggu berturut turut pada tambak budidaya udang O2, sehingga DO tinggi.
vaname.
8
Nilai amoniak pada minggu ke-2
6
DO (mg/l)
9
Jurnal Salamata
Vol. 2, No. 1, 7-12 (2020) Renitasari & Musa
Pemberian gula, vitamin C dan B komplek Teknik penyifonan dilakukan dengan cara pipa
bertujuan untuk makanan bakteri. Hal ini pada bagian tengah yang sudah terdapat pipa
berfungsi untuk memperbaiki air dari yang berwarna biru diletakkan dibagian bawah
overblooming dan kerusakan dasar, (dibalik), kemudian teknisi memegang pipa yang
menghilangkan jasad terapung dan gas-gas, berwarna biru itu dan membersihkan dasar
memperbaiki mutu air dari pembusukan dan tambak yang kotor sehingga lumpur atau bahan
memperbaiki overblooming algae. organik mengalir disaluran pembuangan. Kordi
Saponin diberikan ketika air terlalu pekat dan Tancung (2007) menyatakan bahwa sipon
yang berfungsi untuk menyerap atau mematikan dilakukan untuk mengeluarkan bahan organik di
plankton. Pemberian CaCO3 diberikan setiap dasar tambak berupa sisa pakan, plankton yang
satu minggu sekali untuk menstabilkan pH, mati, kotoran udang dan endapan lumpur
mempercepat pengerasaan saat proses sehingga tidak berubah menjadi gas beracun
molting, dan menambah mineral. yang membahayakan.
Pemberian kaporit berfungsi untuk Perbaikan kualitas air yang buruk dengan
menjernihkan air. Pemberian kaporit saat melakukan pemberian saponin. Pemberian
pertama siklus budidaya sebesar 10 ppm, hal ini saponin diberikan ketika air terlalu pekat.
kondisi air masih jernih namun jaman sekarang Saponin digunakan untuk membunuh plankton
ini karena kondisi perairan yang telah tercemar yang sangat pekat, sehingga dapat menaikkan
maka diberikan dosis sebanyak 20-30 ppm. kualitas air. Mudjiman (1943), biji teh (Camellia
Selanjutnya air dibiarkan selama 24 jam dan sinensis), dapat diambil minyaknya, ampasnya
kincir dinyalakan 2-3 jam untuk pengadukan yang sudah berupa tepung mengandung racun
kaporit agar cepat merata. Kaporit ini tidak saponin, dengan kadar antara 10-13 ppm.
langsung diberikan dalam kolam budidaya Prasetyo et al (2011), saponin adalah jenis
karena sifat dari kaporit adalah mengendap glikosida yang banyak ditemukan dalam
didasar atau terakumulasi didasar dan itu terjadi tumbuhan, salah satunya adalah biji teh.
saat 30-40 hari, sehingga apabila langsung Saponin memiliki karakteristik berupa buih,
dimasukkan dalam tambak budidaya akan sehingga ketika direaksikan dengan air dan
mengganggu kehidupan udang di dalam dikocok maka akan terbentuk buih yang dapat
tambak. Amri dan Kanna (2008) menyatakan bertahan lama. Beberapa sifat-sifat yang dimiliki
bahwa sterilisasi media dengan kaporit yakni saponin antara lain berasa pahit, berbusa dalam
dosis sekitar 20-30 ppm dan disebar merata, air dan beracun bagi hewan berdarah dingin,
kemudian diaerasi kincir yang kuat selama 3-5 mempunyai aktiivtas haemolisis, merusak sel
jam. Pengadukan dengan kincir bertujuan agar darah merah.
kaporit yang diaplikasikan tersebar merata
hingga ke dasar tambak, sehingga air media KESIMPULAN
tersebut dapat segera steril total. Aplikasi Kondisi air yang minim bahkan paparan
kaporit sebaiknya pada kondisi intensitas dilaut sudah tercemar perlu adanya suatu
matahari rendah (sore hari) dengan harapan metode perkembangan budidaya. Pengelolan
untuk mengefektifkan daya racun dari bahan kualitas air dengan menstabilkan keseimbangan
aktif tersebut. antara organisme autotrof Chlorella sp. dan
Dalam pengelolaan kualitas air agar heterotrof Bacillus sp. sehingga dapat
kualitas air tetap stabil dilakukan proses menghasilkan kualitas air yang tidak berubah
pergantian air yang berguna untuk drastis atau stabil. Kualitas air yang stabil
mengencerkan bahan organik yang berasal dari membuat udang hidup nyaman sehingga
sisa metabolisme dan sisa pakan. Pergantian air kesehatan dan pertumbuhan meningkat.
dilakukan saat udang berumur 25 hari. Muzaki Perairan yang stabil sebagai wadah budidaya
(2004) menyatakan bahwa pergantian air vaname sehingga mendapatkan keberhasilan
dilakukan setiap 2 hari sekali. Jumlah dalam budidaya yang memuaskan.
pergantian air harian disesuaikan dengan umur
udang yaitu sekitar 1-5 % sampai bulan ke dua
REFERENSI
pemeliharaan, 5-7% pada bulan ketiga dan
kempat. Air yang dibuang dari tambak adalah air Adiwidjaya, D. Sucipto & I. Sumantri. (2008).
Penerapan Teknologi Budidaya Udang Vaname
dasar yang dibuang melalui pusat drainase atau
(L. Vannamei) Semi-Intensif pada Lokasi
pipa pinggir. Tambak Salinitas Tinggi. Media Budidaya Air
Selain pergantian air juga dilakukan Payau Perekayasaan. 7 : 54-72.
pengurangan kandungan bahan organik dalam Amri, K. & I. Kanna. (2008). Budidaya Udang
tambak yang disebut dengan sifon. Penyifonan Vaname. PT Gramedia Pustaka Utama :
dilakukan setiap 3-4 hari sekali atau seminggu Jakarta.
dua kali ketika kondisi bahan organik pada Bachruddin, M., M. Sholichah., S. Istiqomah & A.
perairan mencapai jumlah yang cukup tinggi Supriyanto. (2017). Effect of probiotic culture
(biasanya setelah udang mulai berumur 50 hari). water on growth, mortality, and feed conversion
ratio of Vaname shrimp (Litopenaeus vannamei
10
Jurnal Salamata
Vol. 2, No. 1, 7-12 (2020) Pengelolaan Kualitas Air Budidaya Intensif Udang Vanamei
Boone). Earth and Environmental Science 137 : Kordi M.G.H. & Tancung, A.B. (2007). Pengelolaan
1-7. Kualitas Air. Rineka Cipta : Jakarta.
Boyd, C. (1992). Water Quality Management for Pond Mudjiman, A. (2003). Budidaya Udang Windu.
Fish Culture. Aquaculture and Fish Science. 9. Penebar Swadaya : Jakarta. Hal 12
Brito, L.O., Arantes, R., Magnotti, C., Derner, R., Muzaki, A. (2004). Produksi Udang Vaname
Pchara, F., Olivera, A. & Vinatea, L. (2014). (Litopenaeus vannamei) pada Padat Penebaran
Water quality and growth of Pacific white shrimp Berbeda di Tambak Biocrete. Skripsi. Fakultas
Litopenaeus vannamei (Boone) in co-culture Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institute Pertanian
with green seaweed Ulva lactuca (Linaeus) in Bogor : Bogor.
intensive system. Aquacult 22:497–508. Poernomo, A. (2004). Teknologi Probiotik untuk
Fuady, M.F., Supardjo, M.N. & Haeruddin. (2013). Mengatasi Permasalahan Tambak udang dan
Pengaruh Pengelolaan Kualitas Air Terhadap Lingkungan Budidaya. Makalah disampaikan
Tingkat Kelulushidupan dan Laju Pertumbuhan pada Simposium Nasional Pengembangan Ilmu
Udang Vaname (Litopenaeus Vannamei) di PT. dan Inovasi Teknologi dalam Budidaya.
Indokor Bangun Desa, Yogyakarta. Journal of Semarang
Maquares. 2(4) : 155-162. Prasetyo, S., Prima, A. & Yosephine, F. (2011).
Gunarto & Hendrajat, E.A. (2008). Budidaya udang Pengaruh Rasio Biji Teh/Pelarut Air dan
vanamei, Litopenaeus vannamei pola semi Temperature pada Ekstraksi Saponin Biji Teh
intensif dengan aplikasi beberapa jenis probiotik secara Bacth. Skripsi. Jurusan Teknik Kimia,
komersial. J. Ris. Akuakultur, 3(3): 339-349. Universitas Katolik Parahyangan Bandung,
Gunarto, Mansyur, A., & Muliani. (2009). Aplikasi Bandung.
dosis fermentasi probiotik berbeda pada Sariplah. (2000). Keberhasilan Budidaya Udang
budidaya udang vaname (Litopenaeus Windu (Panaeus monodon Fabr.) dalam
vannamei) pola intensif. J. Ris. Akuakultur, 4(2): Tambak Intensif yang Menggunakan Petak
241-255. Perlakuan Air. Skripsi. Fakultas Perikanan dan
Gunarto, H. S. Suwoyo & B. R.Tampangallo. (2012). Ilmu Kelautan, Institute Pertanian Bogor : Bogor.
Budidaya udang vaname pola intensif dengan Soemardjati, W. & Suriawan, A. (2006). Petunjuk
sistem bioflok di tambak. J. Ris. Akuakultur 7 (3) Teknis Budidaya Udang Vaname (Litopenaeus
: 393-405. vannamei) di Tambak. Departemen Kelautan
Haliman, R.W. & Adijaya, D. S. (2005). Udang dan Perikanan. Direktorat Jendral Perikanan
vaname Pembudidaya dan Prospek Pasar Buidaya. Balau Buidaya Air Payau Situbondo.
Udang Putih yang Tahan Penyakit. Penebar Hal 30.
Swadaya, Jakarta. Hal 75. Suprapto. (2005). Petunjuk teknis budidaya udang
Huda, A.S., Ispinanto, J., Bahri, F. & Decamp, O. vaname (Litopenaeus vannamei). CV Biotirta :
(2013). Successful production in semi-biofloc in Bandang Lampung. Hal 25.
Indonesia. Aquaculture. 9(2): 8-12. Suwoyo, H. S. & M. Mangampa. (2010). Aplikasi
Iswandi, D. (2014). Udang Vaname Asal Probolinggo Probiotik Dengan Konsentrasi Berbeda pada
Siap Masuk Pasar Internasional. Pemeliharaan Udang Vaname (Litopenaeus
www.trimbunnews.com diakses pada tanggal 9 Vannamei). Prosiding Forum Inovasi Teknologi
September 2019. Akuakultur.
Khanjani, M.H., Sajjadi, M.M., Alizadeh, M. & Wyk, P.M.V & Scarpa, J. (2017). Water Quality
Sourinejad. (2016). Study on nursery growth Requirements and management. Chapter 8.
performance of Pacific white shrimp Xu, N., Shi, W., Wang, X. & Wang, Z. (2019). Effect
(Litopenaeus vannamei Boone, 1931) under of ice water pretreatment on the quality of Pacific
different feeding levels in zero water exchange White Shrimps (Litopenaeus vannamei). Food
system. Iranian Journal of Fisheries Sciences Sci Nutr, 7(2): 645–655.
15(4): 1465-1484.
11