Disusun Oleh
07120200019
BUDIDAYA PERAIRAN
2022
DAFTAR ISI
BAB 1. PENDAHULUAN
BAB 3. PEMBAHASAN
BAB 4. PENUTUP
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
mencapai 3 kali lebih tinggi dibandingkan dengan produktivitas udang windu atau
sekitar 15‒20 ton/Ha, melebihi udang windu yang berkisar 5‒6 ton/Ha (Wyban
2007).
Salah satu perusahaan yang mengembangkan komoditas udang vaname
adalah PT Esaputlii Prakarsa Utama yang berada di Sulawesi Selatan. PT
Esaputlii Prakarsa Utama dipilih sebagai lokasi Magang karena memiliki fasilitas
baik dan menunjang kegiatan pembenihan udang vaname. Pembenihan udang vaname
di PT Esaputlii Prakarsa Utama telah bersertifikat ISO 9001 : 2008 sejak tahun 2007
dan melakukan penyesuaian ke ISO 9001 : 2015, sejak tahun 2017 Kualitas benur dan
udang vaname yang dihasilkan PT Esaputlii Prakarsa Utama memiliki mutu yang
tinggi. Pemilihan perusahaan ini sebagai tempat Magang berdasarkan beberapa aspek
antara lain produktif, berkelanjutan dan memiliki tenaga kerja yang berkompeten.
3
1.3 METODE PENULISAN
Metode Deskriptif
maka penelitian ini dilakukan dalam bentuk deskripsi. Tujuan dari penelitian
deskriptif adalah untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variable atau
lebih tanpa membuat adanya perbandingan dengan variabel lain.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Udang Vaname, atau yang sering juga disebut udang putih oleh masyarakat umum,
adalah jenis udang yang sedang semarak dibudidayakan oleh masyarakat hampir di
seluruh Indonesia, , ternyata adalah jenis udang yang berasal dari Pantai Pasifik Barat
Amerika Latin, untuk pertama kalinya dikenalkan pada tahun 1970 di Tahiti.Menurut
Haliman dan Dian (2005), Klasifikasi udang vaname sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Subkingdom : Metazoa
Filum : Arthropoda
Subfilum : Crustacea
Kelas : Malacostraca
Subkelas : Eumalacostraca
Superordo : Eucarida
5
Ordo : Decapoda
Subordo : Dendrobrachiata
Famili : Penaeidea
Genus : Litopenaeus
Menurut Wyban, J.A dan J. Sweeney (1991), vaname secara morfologis dapat
dibedakan dalam dua bagian yaitu bagian kepala yang menyatu dengan dada disebut
chepalotorax dan bagian belakang bagian perut disebut abdomen. Tubuh udang
vaname berwarna putih transparan sehingga lebih umum dikenal sebagai “white
shrimp”. Namun, ada juga yang berwarna kebiruan karena lebih dominannya
6
kromatofor biru. Panjang tubuh dapat mencapai 23 cm. Kepala udang vaname terdiri
dari antenula, antenna, mandibula, dan dua pasang maxillae. Kepala udang vannamei
juga dilengkapi dengan tiga pasang maxilliped dan lima pasang kaki berjalan
(periopoda) atau kaki sepuluh (decapoda). Sedangkan pada bagian perut (abdomen)
udang vannamei terdiri dari enam ruas dan pada bagian abdomen terdapat lima
pasang kaki renang dan sepasang uropuds (mirip ekor) yang membentuk kipas
bersama-sama telson.
Menurut Kordi (2007), juga menjelaskan bahwa kepala udang vaname terdiri
dari antena, antenula, dan 3 pasang maxilliped. Kepala udang vaname juga dilengkapi
dengan 3 pasang maxilliped dan 5 pasang kaki berjalan (periopoda). Maxilliped
sudah mengalami modifikasi dan berfungsi sebagai organ untuk makan. Pada ujung
peripoda beruas-ruas yang berbentuk capit (dactylus). Dactylus ada pada kaki ke
– 1, ke – 2, dan ke – 3. Abdomen terdiri dari 6 ruas, ada bagian abdomen
terdapat 5 pasang (pleopoda) kaki renang dan sepasang uropods (ekor) yang
membentuk kipas bersama-sama telson (Suyanto dan Mujiman, 2004).
Daerah hutan mangrove adalah daerah yang sesuai bagi udang vaname stadia
post larva. Pada daerah mangrove sangat cocok bagi udang vaname ketika stadia post
larva untuk mencari makan dan untuk berlindung dari predator. Larva dewasa udang
7
vaname akan berpindah ke perairan yang lebih dalam dan memiliki salinitas yang
lebih tinggi.
Udang vaname berkembang biak pada daerah lepas pantai yang dangkal.
Udang vaname betina mampu menghasilkan telur sebanyak 100.000 hingga 250.000
dengan ukuran perbutir sekitar 0.22 mm dan proses fertilisasi dilakukan secara
eksternal di dalam air. Telur-telur tersebut akan berkembang menjadi larva berukuran
mikroskopis yang disebut naupli.
Proses pemijahan diawali dengan pemindahan sel sperma oleh udang vaname
jantan ke udang vaname betina. Proses perkawinan berlangsung selama 1 menit.
Udang vaname betina mengeluarkan sel-sel telur ditandai dengan udang akan
meloncat secara tiba-tiba (Soemardjati dan Suriawan, 2007).
Makan dan Kebiasaan Makan udang vaname merupakan omnivora dan scavenger
(pemakan bangkai). Makanannya biasanya berupa crustacea kecil dan plychaetes
(cacing laut). Udang memiliki pergerakkan yang terbatas dalam mencari makanan
dan mempunyai sifat dapat menyesusaikan diri terhadap makanan yang tersedia di
lingkungannya (Wyban, J.A dan J. Sweeney, 1991).
Udang vaname termasuk golongan udang penaeid. Maka sifatnya antara lain bersifat
nocturnal, artinya aktif mencari makan pada malam hari atau apabila intensitas
cahaya berkurang. Sedangkan pada siang hari yang cerah lebih banyak pasif, diam
pada rumpon yang terdapat dalam air tambak atau membenamkan diri dalam lumpur
(Effendi, 2000).
8
Pakan yang mengandung senyawa organik, seperti protein, asam amino, dan aasam
lemak, maka udang akan merespon dengan cara mendekati sumber pakan tersebut.
Saat mendekati sumber pakan, udang akan berenang mengkunakan kaki jalan yang
memiliki capit. Pakan langsung dijapit menggunakan capit kaki jalan, kemudian
dimasukkan ke dalam mulut. Selanjutnya, pakan yang dikonsumsi berukuran lebih
besar, akan dicerna secara kimiawi terlebih dahulu oleh maxilliped di dalam mulut.
Suhu optimal untuk pertumbuhan udang vaname berkisar antara 26-32ºC. Jika suhu
lebih dari angka optimum, maka metabolisme udang akan berlangsung cepat dan
kebutuhan oksigen akan meningkat. Kadar oksigen dalam tambak mengalami titik
9
jenuh pada kadar yang berkisar antara 7 – 8 ppm. Namun udang dapat tumbuh baik
pada kadar oksigen minimum, berkisar antara 4 – 6 ppm (Suyanto dan Mudjiman,
2001). Pada kisaran suhu yang optimal, konsumsi oksigen cukup tinggi sehingga
nafsu makan udang tinggi dan pada suhu dibawah 20ºC, nafsu makan udang
menurun.
BAB III
10
PEMBAHASAN
11
feeding rate yaitu 50% dari biomassa induk udang. Penggunaan cumi-cumi sebagai
pakan induk dikarenakan cumi-cumi mengandung protein sebanyak 68,7% dan lemak
15,98% (Shailender et al. 2012) dan dapat mempercepat kematangan gonad sehingga
menghasilkan kualitas telur yang baik (Izquiredo et al. 2001), sedangkan cacing laut
mengandung nutrisi minimal 50% protein, 13% kadar abu, dan kadar lemak berkisar
6,6%-19,3%, memiliki kandungan n-3 HUFA (Highly Unsaturated Fatty Acid),
betaine dan nukleotida yang diketahui dalam bentuk attraktan (Pinon et al. 2003).
Pemberian pakan induk berupa cumi-cumi ditambahkan suplemen pakan seperti A1-
DHA dengan dosis 50 mL/kg, S.Presso untuk merangsang aroma pakan dengan dosis
50 mL/kg. dan Top S yang berfungsi untuk pencernaan dan fungsi metabolisme
tubuh. Pemberian pakan diawali dengan pencucian pakan, penimbanagn pakan dan
sterilisasi dalam lemari UV selama 15-30 menit. Bahan pakan yang digunakan untuk
pemeliharaan induk disimpan dalam freezer dengan suhu -25 0C. Berikut merupakan
tabel pemberian pakan induk udang vaname.
a b c
d e f
12
Gambar Pemberian pakan induk dan multivitamin : a) cumi-cumi, b) cacing laut, c)
Al-DHA, d) S.presso, e) sano TOP S, dan f) lemari UV (sterilisasi)
13
a b
Suhu °C 26 - 27 27 - 30 28 - 33
pH 7.6 – 7.7 7 – 8.5 7.5 – 8.5
Salinitas g/L 34 30 - 34 30 - 34
Alkalinitas mg/L 128 - 140 120 - 150 100 – 150
Vibrio green cfu/mL 1 - 113 500 -
Vibrio yellow cfu/mL 42 - 110 1000 -
14
3.4 Pencegahan Hama dan Penyakit pada Induk
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
15
Kegiatan magang pembenihan udang vaname di PT Esaputlii Prakarsa Utama
yang telah dilakukan selama 1 bulan diperoleh pengetahuan dan keterampilan serta
solusi dari setiap permsalahan yang terjadi dalam kegiatan budidaya.
4.2 Saran
16