Anda di halaman 1dari 17

CARA PEMELIHARAAN INDUK PADA PEMBENIHAN UDANG

VANNAMEI Litopenaeus vannamei DI PT ESAPUTLII PRAKARSA UTAMA

Disusun Oleh

Imam Taufiq Aprimanto

07120200019

BUDIDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN & ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ……………………………………………………………………… 1

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang ………………………………………………………… 2


1.2 Tujuan dan manfaat …………………………………………………… 3
1.3 Metode penulisan ……………………………………………………… 4

BAB 2. TINJAUAN PUSTTAKA

2.1 Klasifikasi udang vaname ……………………………………………... 5

2.2 Morfologi udang vaname ……………………………………………… 6

2.3 Habitat dan siklus hidup ………………………………………………. 7

2.4 Makan dan kebiasaan makan ………………………………………….. 7

2.5 Pertumbuhan dan mortalitas …………………………………………… 8

BAB 3. PEMBAHASAN

3.1 Penyediaan induk ……………………………………………………… 10

3.2 Pemberian pakan induk ……………………………………………….. 10

3.3 Pengelolaan kualitas air pemeliharaan induk …………………………. 12

3.4 Pencegahan hama dan penyakit pada induk …………………………... 14

BAB 4. PENUTUP

4.1 Kesimpulan …………………………………………………………… 15

4.2 Saran ………………………………………………………………….. 15

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Akuakultur adalah kegiatan memproduksi biota akuatik dalam lingkungan yang


terkontrol untuk mencapai suatu keuntungan atau profit dan berkelanjutan. Terdapat
berbagai biota akuatik yang dapat diproduksi, diantaranya ialah udang, ikan, hewan
bercangkang, ekinodermata, dan alga. Akuakultur dapat dikelompokkan berdasarkan
habitat komoditas yang akan diproduksi, yaitu air tawar, air payau, dan air laut
(Effendi 2012).
Udang merupakan salah satu komoditas perikanan budidaya yang
berkembang pesat di Indonesia karena permintaan konsumen yang terus
meningkat, terutama untuk memenuhi kebutuhan pasar internasional. Spesies udang
yang banyak dibudidayakan di Indonesia dan berkontribusi besar dalam
pembangunan ekonomi nasional tersebut adalah udang windu Panaeus monodon dan
udang vaname Litopenaeus vannamei, namun saat ini para pembudidaya lebih
menyukai udang vaname dibandingkan udang windu.
Udang vaname merupakan udang yang diintroduksi dari perairan laut
Amerika dan resmi dirilis di Indonesia pada awal tahun 2001 (Subyakto et al.
2009) melalui SK Menteri Kelautan dan Perikanan RI. No. 41/2001. Udang ini
merupakan komoditas baru sebagai pengganti udang windu. Perubahan komoditas
tersebut diakibatkan beberapa sebab seperti terserangnya penyakit, keterbatasan
induk baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Berbeda dengan udang vaname
yang memiliki berbagai keunggulan seperti induk sudah didomestikasi, benih specific
pathogen free (SPF) dan Specific Pathogen Resistant (SPR) sehingga tidak mudah
terserang penyakit (Gufran dan Kordi 2017), serta dapat dipelihara dengan kepadatan
tinggi yaitu padat tebar hingga lebih dari 150 ekor/m2 (Briggs et al. 2004). Hal
tersebut dibuktikan dengan produktivitas yang dimiliki udang vaname yang dapat

2
mencapai 3 kali lebih tinggi dibandingkan dengan produktivitas udang windu atau
sekitar 15‒20 ton/Ha, melebihi udang windu yang berkisar 5‒6 ton/Ha (Wyban
2007).
Salah satu perusahaan yang mengembangkan komoditas udang vaname
adalah PT Esaputlii Prakarsa Utama yang berada di Sulawesi Selatan. PT
Esaputlii Prakarsa Utama dipilih sebagai lokasi Magang karena memiliki fasilitas
baik dan menunjang kegiatan pembenihan udang vaname. Pembenihan udang vaname
di PT Esaputlii Prakarsa Utama telah bersertifikat ISO 9001 : 2008 sejak tahun 2007
dan melakukan penyesuaian ke ISO 9001 : 2015, sejak tahun 2017 Kualitas benur dan
udang vaname yang dihasilkan PT Esaputlii Prakarsa Utama memiliki mutu yang
tinggi. Pemilihan perusahaan ini sebagai tempat Magang berdasarkan beberapa aspek
antara lain produktif, berkelanjutan dan memiliki tenaga kerja yang berkompeten.

1.2 TUJUAN & MANFAAT


Pelaksanaan kegiatan Magang ini memiliki tujuan & manfaat sebagai berikut :
1. Mengikuti dan melakukan kegiatan pembenihan udang vaname secara langsung di
lokasi Magang.
2. Menambah pengalaman, pengetahuan dan keterampilan mengenai kegiatan
pembenihan udang vaname di tempat lokasi Magang.
3. Mengetahui permasalahan dan solusi dalam kegiatan pembenihan udang vaname
di lokasi Magang.
4. Menerapkan ilmu yang didapat sewaktu kuliah dalam kegiatan budidaya udang
vaname di lokasi Magang.

3
1.3 METODE PENULISAN

Metode Deskriptif

maka penelitian ini dilakukan dalam bentuk deskripsi. Tujuan dari penelitian
deskriptif adalah untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variable atau
lebih tanpa membuat adanya perbandingan dengan variabel lain.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi Udang Vaname

Udang Vaname, atau yang sering juga disebut udang putih oleh masyarakat umum,
adalah jenis udang yang sedang semarak dibudidayakan oleh masyarakat hampir di
seluruh Indonesia, , ternyata adalah jenis udang yang berasal dari Pantai Pasifik Barat
Amerika Latin, untuk pertama kalinya dikenalkan pada tahun 1970 di Tahiti.Menurut
Haliman dan Dian (2005), Klasifikasi udang vaname sebagai berikut :

Kingdom         : Animalia

Subkingdom    : Metazoa

Filum               : Arthropoda

Subfilum         : Crustacea      

Kelas               : Malacostraca

Subkelas          : Eumalacostraca

Superordo       : Eucarida

5
Ordo                : Decapoda

Subordo          : Dendrobrachiata

Famili              : Penaeidea

Genus              : Litopenaeus

Spesies            : Litopenaeus vannamei

2.2 Morfologi Udang Vanamei

gambar 1. Morfologi Udang Vaname

Menurut Wyban, J.A dan J. Sweeney (1991), vaname secara morfologis dapat
dibedakan dalam dua bagian yaitu bagian kepala yang menyatu dengan dada disebut
chepalotorax dan bagian belakang bagian perut disebut abdomen.  Tubuh udang
vaname berwarna putih transparan sehingga lebih umum dikenal sebagai “white
shrimp”. Namun, ada juga yang berwarna kebiruan karena lebih dominannya

6
kromatofor biru. Panjang tubuh dapat mencapai 23 cm. Kepala udang vaname terdiri
dari antenula, antenna, mandibula, dan dua pasang maxillae. Kepala udang vannamei
juga dilengkapi dengan tiga pasang maxilliped dan lima pasang kaki berjalan
(periopoda) atau kaki sepuluh (decapoda). Sedangkan pada bagian perut (abdomen)
udang vannamei terdiri dari enam ruas dan pada bagian abdomen terdapat lima
pasang kaki renang dan sepasang uropuds (mirip ekor) yang membentuk kipas
bersama-sama telson.

Menurut Kordi (2007), juga menjelaskan bahwa kepala udang vaname terdiri
dari antena, antenula, dan 3 pasang maxilliped. Kepala udang vaname juga dilengkapi
dengan 3 pasang maxilliped dan 5 pasang kaki berjalan (periopoda). Maxilliped
sudah mengalami modifikasi dan berfungsi sebagai organ untuk makan. Pada ujung
peripoda beruas-ruas yang berbentuk capit (dactylus). Dactylus ada pada kaki ke
– 1, ke – 2, dan ke – 3. Abdomen terdiri dari 6 ruas, ada bagian abdomen
terdapat 5 pasang (pleopoda) kaki renang dan sepasang uropods (ekor) yang
membentuk kipas bersama-sama telson (Suyanto dan Mujiman, 2004).

2.3 Habitat dan Siklus Hidup

Udang vaname (Litopenaeus vannamei) bersifat bentik hidup pada dasar


peraiaran. Udang umumnya menyukai habitat pada dasar laut yang lembut yang
umumnya bercampur dengan lumpur dan pasir. Udang vaname menyukai daerah
perairan dasar khususnya pada garis pantai dengan kedalaman 75 m.

Daerah hutan mangrove adalah daerah yang sesuai bagi udang vaname stadia
post larva. Pada daerah mangrove sangat cocok bagi udang vaname ketika stadia post
larva untuk mencari makan dan untuk berlindung dari predator. Larva dewasa udang

7
vaname akan berpindah ke perairan yang lebih dalam dan memiliki salinitas yang
lebih tinggi.

Udang vaname berkembang biak pada daerah lepas pantai yang dangkal.
Udang vaname betina mampu menghasilkan telur sebanyak 100.000 hingga 250.000
dengan ukuran perbutir sekitar 0.22 mm dan proses fertilisasi dilakukan secara
eksternal di dalam air. Telur-telur tersebut akan berkembang menjadi larva berukuran
mikroskopis yang disebut naupli.

Proses pemijahan diawali dengan pemindahan sel sperma oleh udang vaname
jantan ke udang vaname betina. Proses perkawinan berlangsung selama 1 menit.
Udang vaname betina mengeluarkan sel-sel telur ditandai dengan udang akan
meloncat secara tiba-tiba (Soemardjati dan Suriawan, 2007).

2.4 Makan dan Kebiasaan Makan

Makan dan Kebiasaan Makan udang vaname merupakan omnivora dan scavenger
(pemakan bangkai). Makanannya biasanya berupa crustacea kecil dan plychaetes
(cacing laut). Udang memiliki pergerakkan yang terbatas dalam mencari makanan
dan mempunyai sifat dapat menyesusaikan diri terhadap makanan yang tersedia di
lingkungannya (Wyban, J.A dan J. Sweeney, 1991).

Udang vaname termasuk golongan udang penaeid. Maka sifatnya antara lain bersifat
nocturnal, artinya aktif mencari makan pada malam hari atau apabila intensitas
cahaya berkurang. Sedangkan pada siang hari yang cerah lebih banyak pasif, diam
pada rumpon yang terdapat dalam air tambak atau membenamkan diri dalam lumpur
(Effendi, 2000).

8
Pakan yang mengandung senyawa organik, seperti protein, asam amino, dan aasam
lemak, maka udang akan merespon dengan cara mendekati sumber pakan tersebut.
Saat mendekati sumber pakan, udang akan berenang mengkunakan kaki jalan yang
memiliki capit. Pakan langsung dijapit menggunakan capit kaki jalan, kemudian
dimasukkan ke dalam mulut. Selanjutnya, pakan yang dikonsumsi berukuran lebih
besar, akan dicerna secara kimiawi terlebih dahulu oleh maxilliped di dalam mulut.

2.5 Pertumbuhan dan Mortalitas

Secara harfiah, pertumbuhan merupakan perubahan yang dapat diketahui dan


ditentukan berdasarkan sejumlah ukuran dan kuantitasnya. Proses yang terjadi pada
pertumbuhan adalah proses yang irreversible (tidak dapat kembali ke bentuk semula).
Akan tetapi, pada beberapa kasus ada yang bersifat reversible karena pertumbuhan
terjadi pengurangan ukuran dan jumlah sel akibat kerusakan sel atau dediferensiasi
(Ferdinand dan Ariebowo, 2007). Sedangkan mortalitas adalah ukuran jumlah
kematian (umumnya, atau karena akibat spesifik) pada suatu populasi.

Udang merupakan organisme hidup yang mengalami pertumbuhan, bahkan juga


kematian. Salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan mortalitas udang
adalah makanan. Selain faktor makanan, menurut Haliman dan Adijaya (2005)
kualitas air tambak yang baik akan mendukung pertumbuhan dan perkembangan
udang vaname secara optimal. Oleh karena itu, kualitas air tambak perlu diperiksa
dan dikontrol secara seksama. Parameter kualitas air diantaranya, suhu, pH, salinitas,
dan kadar gas pencemar.

Suhu optimal untuk pertumbuhan udang vaname berkisar antara 26-32ºC. Jika suhu
lebih dari angka optimum, maka metabolisme udang akan berlangsung cepat dan
kebutuhan oksigen akan meningkat. Kadar oksigen dalam tambak mengalami titik

9
jenuh pada kadar yang berkisar antara 7 – 8 ppm. Namun udang dapat tumbuh baik
pada kadar oksigen minimum, berkisar antara 4 – 6 ppm (Suyanto dan Mudjiman,
2001). Pada kisaran suhu yang optimal, konsumsi oksigen cukup tinggi sehingga
nafsu makan udang tinggi dan pada suhu dibawah 20ºC, nafsu makan udang
menurun.

BAB III

10
PEMBAHASAN

3.1 Penyediaan Induk


Induk udang vaname yang digunakan di PT Esaputlii Prakarsa Utama (EPU)
diimpor langsung dari Kona Bay Marine Resource, Hawaii, Amerika Serikat. Induk
udang tersebut merupakan keturunan F1 yang berumur 8-10 bulan dan memiliki
sertifikat Spesific Pathogen Free (SPF). Induk udang yang di impor sebanyak 400
pasang, dengan pengepakan induk jantan dan induk betina terpisah yang dapat dicek
sesuai dengan kode yang tertera pada kardus pengepakan. Satu kardus pengepakan
berisi dua kantong plastic packing dan masing-masing kantong di isi oleh dua ekor
induk udang vaname. Penanganan induk yang baru datang dimulai dengan membuka
kardus dan plastik packing induk, pemeriksaan surat-surat kedatangan induk
(invoice) seperti jumlah induk, pengukuran bobot dan panjang dilakukan dengan
mengambil induk yang mati dan tidak layak tebar dengan ciri tubuh lembek,
berwarna pucat, dan tidak bergerak aktif. Pengukuran kualitas air meliputi suhu,
salinitas dan pH dilakukan secara in situ untuk menyesuaikan kondisi air di platik
packing dengan air di bak aklimatisai. Selanjutnya induk dimasukkan ke dalam bak
aklimatisasi untuk proses karantina induk selama tujuh hari di bawah pengawasan
Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan, Makassar
untuk dilakukan uji Polymerase Chain Reaction (PCR). Induk yang masih dalam
proses karantina tidak dapat digunakan untuk proses produksi sampai dikeluarkan
surat bebas karantiana oleh pihak BKIP Makassar. Berikut merupakan data
kedatangan induk di PT Esaputlii Prakarsa Utama.

3.2 Pemberian Pakan Induk

Pakan yang digunakan untuk pemeliharaan induk udang vaname di PT EPU


adalah cumi-cumi Loligo sp. yang telah dipotong dadu dan cacing laut segar Nereis
sp. Metode pemberian pakan berdasarkan

11
feeding rate yaitu 50% dari biomassa induk udang. Penggunaan cumi-cumi sebagai
pakan induk dikarenakan cumi-cumi mengandung protein sebanyak 68,7% dan lemak
15,98% (Shailender et al. 2012) dan dapat mempercepat kematangan gonad sehingga
menghasilkan kualitas telur yang baik (Izquiredo et al. 2001), sedangkan cacing laut
mengandung nutrisi minimal 50% protein, 13% kadar abu, dan kadar lemak berkisar
6,6%-19,3%, memiliki kandungan n-3 HUFA (Highly Unsaturated Fatty Acid),
betaine dan nukleotida yang diketahui dalam bentuk attraktan (Pinon et al. 2003).
Pemberian pakan induk berupa cumi-cumi ditambahkan suplemen pakan seperti A1-
DHA dengan dosis 50 mL/kg, S.Presso untuk merangsang aroma pakan dengan dosis
50 mL/kg. dan Top S yang berfungsi untuk pencernaan dan fungsi metabolisme
tubuh. Pemberian pakan diawali dengan pencucian pakan, penimbanagn pakan dan
sterilisasi dalam lemari UV selama 15-30 menit. Bahan pakan yang digunakan untuk
pemeliharaan induk disimpan dalam freezer dengan suhu -25 0C. Berikut merupakan
tabel pemberian pakan induk udang vaname.

a b c

d e f

12
Gambar Pemberian pakan induk dan multivitamin : a) cumi-cumi, b) cacing laut, c)
Al-DHA, d) S.presso, e) sano TOP S, dan f) lemari UV (sterilisasi)

Table 1 Pemberian pakan induk udang vaname di PT Esaputlii Prakarsa Utama


No Jenis pakan Dosis Frekuensi Waktu pemberian
(WITA)
Jantan Betina
1 Cumi - cumi 30% 20% 2 kali 08.00 dan 13.00
2 Cacing 70% 80% 3 kali 11.00, 20.00, dan 23.00

Jadwal pemberian pakan untuk induk udang vaname di PT EPU


dilaksanakan sebanyak lima kali dalam sehari. Pakan berupa cumi-cumi yang
telah dicampur dengan suplemen diberikan sebanyak dua kali dalam sehari pada
pukul 08.00 dan 13.00 WITA, sedangkan cacing laut diberikan dengan tiga kali
pemberian pada pukul 11.00, 20.00, dan 23.00 WITA. Pemberian pakan dilakukan
dengan menebar pakan ke seluruh bak pemeliharaan induk secara merata.

3.3 Pengelolaan Kualitas Air Pemeliharaan Induk


Pengelolaan air pada pemeliharaan induk dilakukan dengan menggosokkan
dinding bak menggunakan scouring pad, penerapan sistem air mengalir
(flowthrough), dan pergantian air sebanyak 80% dari volume air total. Kegiatan ini
dilakukan setiap hari pada pagi hari pada pukul 06.00 sampai 07.00 WITA. Tujuan
dari penggosokan dinding dan pergantian air yaitu membuang sisa pakan, sisa
moulting induk udang, dan feses udang. Pengelolaan kualitas air lainnya yaitu
perlakuan sodium bikarbonat (SB) dengan dosis 10 mg/L. Pengontrolan kualitas air
dilakukan dengan pengukuran kualitas air meliputi parameter fisika (suhu), kimia
(salinitas, pH dan alkalinitas), serta biologi (bakteri vibrio). Berikut merupakan data
kualitas air pemeliharaan induk di unit 1 PT EPU (Table 3).

13
a b

Gambar Sistem pengelolahan kualitas air : a) pergantian air dan penggososkan


dasar bak (resirkulasi) dan b) pemberian sodium bikarbonat

Table 1 Hasil pengukuran kualitas air pemeliharaan induk udang vaname di PT


Esaputlii Prakarsa Utama
satuan Nilai Standar Baku Mutu
Parameter pengukuran perusahaan SNI 2014

Suhu °C 26 - 27 27 - 30 28 - 33
pH 7.6 – 7.7 7 – 8.5 7.5 – 8.5
Salinitas g/L 34 30 - 34 30 - 34
Alkalinitas mg/L 128 - 140 120 - 150 100 – 150
Vibrio green cfu/mL 1 - 113 500 -
Vibrio yellow cfu/mL 42 - 110 1000 -

Berdasarkan pengukuran kualitas air yang telah dilakukan pada wadah


pemeliharaan induk udang vaname menunjutkan kualitas air fisika, kimia, dan biologi
pada hatchery pemeliharaan induk unit 1 PT EPU sesuai dengan standar perusahaan
dan SNI 2014.

14
3.4 Pencegahan Hama dan Penyakit pada Induk

Upaya pengendalian penyakit dan resiko penyebarannya PT EPU yaitu penerapan


biosecurity. Biosecurity yang diterapkan di hatchery induk yaitu menyediakan
footbath yang telah diberi kaporit 30 mg/L, wastafel, dan alkohol 70% serta sabun
cuci tangan di pintu masuk bagian induk.
Selain itu, upaya yang diterapkan untuk mencegah masuknya hama dan penyakit pada
induk udang vaname di PT EPU yaitu pengujian induk bebas patogen oleh Balai
Besar Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Makassar
sebelum induk digunakan untuk proses produksi serta sanitasi alat-alat yang
digunakan selama kegiatan pemeliharaan induk seperti baskom, waring, dan ember
yang direndam dengan kaporit dosis 3 mg L-1 selama 12 jam pada bak sterilisasi.

Gambar Wadah sterilisasi

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

15
Kegiatan magang pembenihan udang vaname di PT Esaputlii Prakarsa Utama
yang telah dilakukan selama 1 bulan diperoleh pengetahuan dan keterampilan serta
solusi dari setiap permsalahan yang terjadi dalam kegiatan budidaya.

4.2 Saran

Saran kegiatan magang di PT Esaputlii Prakarsa Utama sebaiknya perusahaan


menerapkan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang telah tersedia. Harapan dari
penerapan SOP tersebut dapat meningkatkan kualitas produk (benur). Penulis
berharap kepada karyawan untuk tetap menjaga ketertiban perusahaan, keselamatan,
dan Kesehatan dalam bekerja.

16

Anda mungkin juga menyukai